Download - Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Transcript
Page 1: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

LAPORAN

PRAKTEK KERJA LAPANGAN

DI

YAYASAN REEF CHECK INDONESIA

Oleh

Deni Kurniawan

071045000230

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

SEKOLAH TINGGI ILMU PERTANIAN KUTAI TIMUR

2010

Page 2: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Laporan Kegiatan Praktek Kerja Lapangan

Nama Mahasiswa : Deni Kurniawan (07.104.50.0.0230)

Program Studi : Ilmu Kelautan

Tempat PKL : Yayasan Reef Check Indonesia (YRCI) Bali

Denpasar, 01 September 2010

Disetujui,

Pembimbing Kerja Praktek,

Jensi Sartin

Page 3: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa

sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Lapangan ini.

Laporan ini, saya susun berdasarkan kegiatan yang telah saya lakukan di

Yayasan Reef Check Indonesia (YRCI) Bali,dan beberapa sumber informasi

berupa buku yang ada serta bimbingan dari pembimbing dilapangan. Laporan ini

dibuat sebagai bagian dari kewajiban dalam menyelesaikan studi Prakktek Kerja

Lapangan. Penyusun menyadari bahwa laporan ini dapat terselesaikan berkat

bantuan dari semua pihak.

Untuk itu ucapan terimakasih penyusun sampaikan kepada, mbak Naneng

Setiasih selaku chairwoman , mas Jensi selaku pembimbing untuk karang, mas

derta pembimbing teknik selam, mbak dewi pembimbing untuk ikan karang, mbak

niken staf kantor Ree Check, mas dion, mbak ayu, mas tetris,abank Toni dan

semua rekan rekan lain yang telah membantu, serta keluarga tercinta ( bapak, ibu

dan kakak adikku) dan semua pihak yang telah memberikan dorongan semangat

dan doanya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak

kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan sarannya

yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini

bermanfaat dan dapat digunakan sebagaimana mestinya. Terimakasih.

Denpasar,1 September 2010

Penyusun,

Page 4: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ................................................................................................ v

I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar belakang ............................................................................................... 1

1.2 Tujuan ........................................................................................................... 2

II. DASAR TEORI ........................................................................................... 3

2.1 Pemutihan karang .......................................................................................... 3

2.2 Reef Check .................................................................................................... 4

2.3 Identifikasi genera karang ............................................................................. 6

2.4 Teknik Penyelaman ....................................................................................... 9

III. METODOLOGI PELAKSANAAN .......................................................... 11

3.1 Waktu ............................................................................................................ 11

3.2 Prosedur ........................................................................................................ 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 13

4.1 Survey pemutihan karang (Coral bleaching) ................................................ 13

4.2 Metodologi Reef Check ................................................................................ 14

4.3 Identifikasi genera karang ............................................................................. 22

4.4 Teknik penyelaman ....................................................................................... 27

V. PENUTUP .................................................................................................... 30

5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 30

5.2 Saran ............................................................................................................. 30

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 31

LAMPIRAN ......................................................................................................... 32

Page 5: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bentuk pertumbuhan koloni karang ................................................... 7

Gambar 2. Bagian rangka (skeleton) karang ........................................................ 7

Gambar 3. Bentuk koralit karang ......................................................................... 8

Gambar 4. Snorkle, mask dan fins ....................................................................... 9

Gambar 5. Peralatan penyelaman ......................................................................... 10

Gambar 6. Peta lokasi praktek ............................................................................. 11

Gambar 7. Ringkasan metode Reef Check .......................................................... 15

Gambar 8. Kemunculan substrat, Desa Sembiran ................................................ 18

Gambar 9. Kemunculan (living reef) dan (non living reef) .................................. 19

Gambar 10. Kelimpahan ikan .............................................................................. 20

Gambar 11. Kelimpahan invertebrata .................................................................. 21

Gambar 12. Indikator dampak kerusakan ............................................................ 22

Gambar 13. Genus karang ..................................................................................... 27

Page 6: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jadwal kegiatan praktek ......................................................................... 11

Tabel 2. Indikator ikan Reef Check ..................................................................... 15

Tabel 3. Indikator invert Reef Check ................................................................... 16

Page 7: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang

penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di

dalam ekosistem terumbu karang ini pada umumnya hidup lebih dari 300 jenis

karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh‐puluh jenis moluska,

crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya (Dahuri, 2000).

Terumbu karang mempunyai fungsi yang sangat penting sebagai tempat

memijah, mencari makan, daerah asuhan bagi biota laut dan sebagai sumber

plasma nutfah. Terumbu karang juga merupakan sumber makanan dan bahan baku

substansi bioaktif yang berguna dalam farmasi dan kedokteran. Selain itu terumbu

karang juga mempunyai fungsi yang tidak kalah pentingnya yaitu sebagai

pelindung pantai dari degradasi dan abrasi.

Semakin bertambahnya nilai ekonomis maupun kebutuhan masyarakat

akan sumberdaya yang ada di terumbu karang seperti ikan, udang lobster, tripang

dan lain‐lain, maka aktivitas yang mendorong masyarakat untuk memanfaatkan

potensi tersebut semakin besar pula. Dengan demikian tekanan ekologis terhadap

ekosistem terumbu karang juga akan semain meningkat. Meningkatnya tekanan

ini tentunya akan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem

terumbu karang dan biota yang hidup di dalamnya. Sehingga sudah waktunya kita

mengambil tindakan yang cepat dan tepat guna mengurangi laju degradasi

terumbu karang akibat eksploitasi oleh manusia. Atas dasar hal tersebut di atas,

maka diperlukan sebuah cara untuk memantau kondisi terumbu karang setiap saat

dalam rangka upaya mengontrol laju degradasi yang terjadi baik oleh alam

maupun aktivitas manusia.

Reef Check adalah salah satu alternatif pemantauan terumbu karang yang

tepat untuk menjawab permasalahan ini. Reef check didesain untuk mengukur

kesehatan terumbu karang dan sedikit berbeda dengan protokol pemantauan yang

lain. Sejak pertama kali terbentuk, Reef Check fokus pada kelimpahan dari

organisme laut tertentu yang paling baik merefleksikan kondisi ekosistem

terumbu karang dan mudah untuk dikenali oleh seorang yang tidak spesialis.

Page 8: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Seleksi dari organisme ini dipilih berdasarkan pada nilai ekonomis dan

ekologisnya, sensitivitasnya terhadap dampak manusia, dan kemudahannya dalam

mengidentifikasi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari Praktek Kerja Lapangan ini di harapkan mampu mengetahui,

mempelajari, menguasai :

1. Survey persepsi penyelam tentang pemutihan karang

2. Metodologi pengambilan data terumbu karang dengan menggunakan

metode Reef Check

3. Identifikasi karang.

4. Teknik dan prosedur Penyelaman Scuba

Page 9: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

II. DASAR TEORI

2.1 Pemutihan karang

Terumbu Karang adalah bangunan ribuan karang yang menjadi tempat

hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Karang yang hidup di laut, tampak

terlihat seperti batuan atau tanaman. Tetapi mereka sebenarnya adalah

sekumpulan hewan-hewan kecil yang dinamakan polip. Ada dua macam karang,

yaitu karang batu (hard coral) dan karang lunak (soft coral). Karang batu

merupakan karang pembentuk terumbu karena tubuhnya yang keras seperti batu.

Kerangkanya terbuat dari kalsium karbonat atau zat kapur. Karang baru bekerja

sama dengan alga yang disebut zooxanthellae. Karang batu hanya hidup di

perairan dangkal dimana sinar matahari masih didapatkan. Karang lunak

bentuknya seperti tanaman dan tidak bekerja sama dengan alga. Karang lunak

dapat hidup baik di perairan dangkal maupun di perairan dalam yang gelap

(Terangi,2010). Pemutihan karang adalah perubahan warna pada jaringan karang

dari warna alaminya yang kecoklatan atau kehijauan menjadi warna putih pucat

(Coremap,2010). Pemutihan karang dapat mengakibatkan kematian pada karang.

Hilangnya alga simbiotiknya yang bernama zooxanthellae yang banyak sekali

hidup di jaringan karang atau hilangnya pigmen warna yang memberikan warna

pada karang, dapat menyebabkan pemutihan pada karang. Tanpa zooxanthellae

tersebut karang tidak dapat bertahan hidup lebih lama. Peristiswa pemutihan

sering dihubungkan dengan gangguan lingkungan seperti naiknya suhu air laut.

Karang dapat hidup dalam batas toleransi suhu berkisar dari 20 sampai 30 derajat

celcius. Suhu kritis yang dapat menyebabkan karang memutih tergantung dari

penyesuaian karang tersebut terhadap suhu air laut rata-rata daerah dimana ia

hidup. Karang cenderung memutih apabila suhu meningkat tajam dalam waktu

yang singkat atau suhu meningkat perlahan-lahan dalam jangka waktu yang

panjang. Gangguan alam yang lain yang dapat menyebabkan pemutihan karang

yaitu tingginya tingkat sinar ultra violet, perubahan salinitas secara tiba-tiba,

kekurangan cahaya dalam jangka waktu yang lama, dan penyakit. Faktor

pengganggu lainnya adalah kegiatan manusia, mencakup sedimentasi, polusi dan

penangkapan ikan dengan bahan peledak.

Page 10: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Ada perbedaan diantara spesies dan polulasi dalam merespon

penyembuhan dari pemutihan. Beberapa karang dapat sembuh dan tumbuh normal

lagi ketika penyebab pemutihan hilang dan dapat mengumpulkan kembali

zooxanthellae-nya. Karang akan kembali ke warna semula apabila penyebab

pemutihan hilang, tetapi akan mati apabila penyebabnya terus berlangsung. Oleh

karena itu, pemulihan karang dari pemutihan juga tergantung dari durasi dan

tingkat gangguan lingkungan. Karena banyak penduduk Indonesia yang hidupnya

bergantung dari karang sebagai mata pencaharian, maka usaha-usaha pengelolaan

perlu dilakukan untuk:

Memastikan kondisi yang optimal bagi pemulihan trumbu karang

Memastikan perikanan yang berkelanjutan

Memastikan kelangsungan industri pariwisata

Pengelolaan yang hati-hati dapat membantu, dengan mengurangi dampak negatif

atau dengan memperbaiki keadaan bagi pemulihan.

2.2 Reef Check

Indonesia memiliki kawasan terumbu karang terkaya di dunia (dengan

lebih dari 18% terumbu karang dunia, serta lebih dari 2500 jenis ikan, 590 jenis

karang batu*, 2500 jenis Moluska, dan 1500 jenis udang-udangan**) Namun,

terumbu karang, di Indonesia merupakan salah satu kawasan yang paling

terancam di dunia. Selama 50 tahun terakhir, proporsi penurunan kondisi terumbu

karang Indonesia telah meningkat dari 10% menjadi 50% (Reef at Risk, 2002) .

Tekanan yang dialami terumbu karang semakin meningkat seiring dengan aktifitas

pembangunan, tekanan dari alam, dan perubahan iklim dunia (climate change).

(sumber: * Veron 2002, **Moosa 1998)

Sayangnya data dan sumber daya yang tersedia untuk pengelolaan terumbu

karang berbasiskan sains sangat terbatas. Dengan lebih dari 17,500 pulaunya,

salah satu solusi yang memungkinkan ialah membangun program pengelolaan

terumbu karang yang berbasiskan masyarakat. Untuk itu diperlukan data yang

berkesinambungan untuk mampu menggambarkan perubahan kondisi terumbu

karang sebagai bahan pertimbangan untuk pengelolaannya. Reef Check adalah

salah satu alternatif pemantauan terumbu karang yang tepat untuk menjawab

Page 11: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

permasalahan ini. Metoda-metoda saintifik yang bisa digunakan sebagai masukan

pengelolaan cukup sederhana, dan dapat dilakukan oleh masyarakat penyelam

awam dengan cakupan daerah yang luas. Langkah-langkah pengelolaanpun

dilakukan dari, oleh, dan untuk para pemangku kepentingan lokal, dengan

difasilitasi program Reef Check di dunia.

Metode Reef Check masuk ke Indonesia pertama kali tahun 1997 di

Karimun Jawa. Seiring dengan semakin meluasnya survey-survey Reef Check di

Indonesia, maka sejak tahun 2001 secara resmi dibentuk Jaringan Kerja Reef

Check Indonesia (JKRI). JKRI menjadi wadah untuk saling bertukar pikiran

dalam pelaksanaan survey Reef Check dan memperkuat program konservasi di

Indonesia. WWF Wallacea Bioregion dipercaya selaku organisasi tuan rumah

dengan Naneng Setiasih sebagai Koordinator. Dalam pertemuan nasional di Bali

bulan Maret 2005, istilah Koordinator diganti menjadi Dinamisator dan Risfandi

dari Yayasan Bahari (Yayasan Bahari- YARI) terpilih sebagai Dinamisator 2005-

2008, dengan Abdullah Habibie (Yayasan Taka) sebagai wakil dinamisator Sejak

itu, -YARI yang terletak di kota Kendari, Sulawesi Tenggara, menjadi tuan rumah

dari JKRI. Sampai tahun 2005, JKRI telah melakukan pengamatan di ratusan

lokasi di 15 provinsi dan melibatkan sekitar 1000 sukarelawan dari berbagai

kalangan, mulai dari akademisi, pemerintah, LSM, dive-dive operator, hingga

penyelam rekreasi.

Meningkatnya kebutuhan akan konservasi terumbu karang di Indonesia

mendorong terbentuknya Yayasan Reef Check Indonesia (YRCI). Organisasi

nirlaba ini didirikan pada bulan Juli 2005 dan berkantor pusat di Denpasar, Bali.

YRCI merupakan bagian dari JKRI. Kemudian dalam pertemuan nasional 2008,

disepakati oleh JKRI bahwa dinamisator untuk 3 tahun ke depan akan dipegang

oleh Yayasan Reef Check Indonesia. Selain itu dalam pertemuan tersebut

disepakati untuk menjadikan 22 Oktober, setiap tahunnya sebagai Reef Check

Day Indonesia- Peluncuran acara survei rutin tahunan Reef Check di Indonesia.

Dengan slogan “Working together for better reefs and the future” Bekerja

bersama untuk terumbu karang dan masa depan yang lebih baik. Reef check

memiliki sebagai berikut :

Page 12: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

VISI : Pengelolaan ekosistem pesisir dan laut secara terpadu untuk peningkatan

kesejahteraan hidup masyarakat bahari.

MISI :

1. Meningkatkan kesadartahuan masyarakat mengenai ekosistem pesisir dan laut

Indonesia.

2. Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pelestarian ekosistem persisir dan

laut Indonesia serta menginisiasi dan memfasiliatasi para pemangku

kepentingan untuk bersama mengelola ekosistem pesisir dan laut secara

terpadu.

3. Mendukung penyedian data-data, informasi dan teknologi yang berlandaskan

sains untuk pengelolaaan pesisir dan laut secara terpadu.

4. Berperan serta aktif dalam mendukung terbentuknya kebijakan pengelolaan

ekosistem pesisir dan laut secara terpadu

2.3 Identifikasi genera karang

Keahlian identifikasi karang hingga ke tingkat spesies masih tergolong

langka di Indonesia. Berbeda dengan identifikasi pada ikan karang yang umumnya

langsung ke tahap spesies, identifikasi karang dimulai secara bertahap, yakni dari

pengenalan bentuk-bentuk pertumbuhan karang (coral life form) dan tipe-tipe

koralit terlebih dahulu(Ofri johan,2003) . Kemudian teknik menelaah rangka

kapur karang (Skeleton). Teknik ini memperhatikan bentuk rangka kapur karang,

pada karang yang telah mati. Untuk dapat menerapkan teknik ini, kita terlebih

dahulu harus memahami bagian-bagian dari rangka kapur karang. Bagian-bagian

dari rangka kapur karang yang perlu diperhatikan antara lain ialah bentuk

pertumbuhan koloni karang ( flat, table, massive, sub massive, foliose,

branching,columnar, encrusting, dan free living), bentuk koralit (ceroid, plocoid,

meandroid, Phaceloid, flobius meandroid.) dan bagian-bagian koralit lainnya

seperti septa, Costae, pali, columella dan coenostium. Selain itu juga alat bantu

yang diperlukan antara lain ialah kaca pembesar dan buku identifikasi karang

Coral Finder.

Page 13: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Gambar 1. Bentuk pertumbuhan koloni karang

Keterangan gambar :

Foliaceous : bentuk koloni yang tipis dan berbentuk daun

Columnar/ submassive : bentuk koloni yang berupa kolom, atau pilar yang

berbentuk gada.

Massive : bentuk koloni yang padat dan pejal seperti batu.

Branching : bentuk cabang dan lebihpanjang daripada diameter yang dimiliki.

Plate-like : bentuk seperti meja, mendatar dan rata.

Encrusting : bentuk koloni dengan bentuk lembaran yang merayap dan mengikuti

bentuk dasar dimana dia tumbuh atau melekat.

Free living : bentuk seperti jamur/ mushroom tidak melekat pada suatu substrat.

Gambar 2. Bagian rangka (skeleton) karang

Page 14: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Keterangan gambar :

Corallite : struktur skeleton dari satu individu/polip.

Costae : struktur sekeleton yang terletak di luar koralit yang biasanya berjalan

secara radial, biasanya merupakan kelanjutan dari septa.

Septa : struktur skeleton yang berbentuk lempengan tersusun tegak secara radial

terletak di dalam koralit.

Columella : struktur skeleton yang berada di tengah-tengah koralit.

Pali : struktur skeleton yang merupakan kelanjutan dari septa dekat dengan pusat

atau mulut. Struktur ini biasanya berbentuk tonjolan dan membesar pada ujungnya

dan secara keseluruhan membentuk struktur seperti mahkota.

Coenesteum : skeleton di antara koralit.

Kalik : permukaan atas dari koralit termasuk kosta dan konesteum.

Gambar 3. Bentuk koralit karang

Keterangan gambar :

Plocoid : bentuk koloni dimana koralit berbentuk tabung pendek atau agak

panjang menebal muncul dari konesteum.

Cerioid : bentuk formasi koralit dimana dinding dari koralit yang berdekatan

menjadi satu.

Phaceloid : bentuk koloni dimana koralit sangat menonjol dan membentuk

percabangan yang pada akhirnya berbentuk kubah.

Meandroid : bentuk koloni yang membentuk alur-alur memanjang dan berkelok-

kelok dengan dinding menyatu.

Flabello-meandroid : bentuk koloni karang yang berlekuk-lekuk atau mempunyai

alur yang berkelok dengan masing-masing koralit mempunyai dinding yang

terpisah.

Page 15: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

2.4 Penyelaman Scuba

Kegiatan menyelam atau lebih dikenal dengan scuba diving adalah salah

satu cara dan merupakan pintu untuk memasuki dunia keindahan bawah laut.

Menyelam merupakan aktivitas yang dapat mendekatkan diri dan mencintai alam,

rekreasi dan wisata yang berwawasan lingkungan (Kursus diving,2010). Untuk

dapat menyelam digunakan 2 cara yaitu snorkeling atau skin diving dan scuba

diving.Perbedaan antara snorkeling dan scuba diving adalah :

1. Skin Diving : kegiatan ini dilakukan di permukaan air dan pada kedalamam

yang relatif dangkal,serta waktu penyelaman yang relatif terbatas,bergantung

kepada tehnik kemampuan kita dalam menahan nafas. Peralatan yang

dibutuhkan saat akan skin diving tidak terlalu banyak seperti scuba diving,

yaitu hanya dibutuhkan masker beserta snorkelnya,kemudian fins.dan bagi

yang belum terlalu pandai berenang bisa menggunakan juga live vest atau

rompi pelampungsebagai tambahannya.

Gambar 4. Snorkle, mask, dan fins

2. Scuba Diving : dilakukan di bawah permukaan laut dengan kedalaman yang

lebih dalam serta waktu penyelaman yang lebih lama, tetapi dibutuhkan

peralatan pendukung yang lengkap seperti : regulator, BCD, Tank. Peralatan

tersebut dinamakan scuba yang merupakan kepanjangan dari self contained

under water breathing apparatus. Untuk dapat menggunakan peralatan

tersebut sangat di perlukan pelatihan melalui kursus dibawah panduan

instruktur secara langsung. Dengan pelatihan yang benar dan tepat maka kita

akan mengembangkan pengetahuan dan kemampuan secara menyeluruh dan

lebih mendalam. Selama pelatihan selam kita akan diajarkan mengenai teori

dan praktek yg berhubungan dengan penyelaman.

Page 16: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Gambar 5. Peralatan penyelaman (scuba diving)

Keterangan gambar :

Jaket Pelampung (BCD) : Berguna untuk mengatur daya apung (layang) kita

tatkala berada didalam air. Dapat diisi udara melalui selang inflator yg terhubung

dengan regulator. Kegunaan lain yaitu untuk melakukan istirahat di permukaan,

terutama kasus keadaan darurat.

Regulator : peralatan pengatur ini, bekerja untuk menyalurkan udara yang

bertekanan tinggi dengan dengan mengurangi tekanannya secara otomatis, agar

dapat mensuply kebutuhan udara bagi penyelam. Terdapat 4 selang terdiri dari

selang inflator ke BCD, 2 octopus untuk pernafasan penyelam dan cadangan, serta

ke depth gauge pengukur kedalaman.

Dept gauge : pengukur kedalaman dan jumlah udara dalam tabung.

Octopus : bagian pengatur dan pensuply udara kemulut untuk penyelaman.

Masker : Kacamata selam membantu untuk melihat dengan jelas dalam air.

Snorkle : sebuah alat yang dipergunakan untuk dapat bertahan dibawah air dengan

periode yang cukup lama, berbentuk pipa yang muncul keatas permukaan air,

sebagai peralatan atau sarana masukan dan keluaran udara (intake dan exhaust).

Fins : berguna untuk menambah kecepatan saat berada di air.

Boots : berguna untuk melindungi kaki dari coral dan batu tajam.

Wet suit : berguna untuk mengurangi rasa dingin yang berlebihan, terutama saat

berada di kedalaman air.

Weight belt : pemberat berfungsi sebagai pengatur beban tubuh didalam air agar

bouyancy seimbang.

Tank : tabung tempat mengisi udara yang digunakan dalam penyelaman.

Page 17: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

III. METODOLOGI PELAKSANAAN

3.1 Waktu pelaksanaan

Praktek kerja dilaksanakan di Yayasan Reef check Indonesia beralamat di

Jl. Tukad Balian Gg. 43. No.1A Renon, Denpasar, Bali.Kegiatan ini dilaksanakan

mulai tanggal 28 Juli 2010 hingga 2 September 2010.

Tabel 1. Jadwal kegiatan praktek

No Aktifitas Lokasi Waktu

1 Survey coral bleaching Tulamben (dive site

coral garden, drop off,

dan batu kelebit)

30 Juli – 04 Agustus

2010

2 Pengenalan Metode

Reef Check (Ecodivers)

Reef Check Center, di

Desa sembiran, kec.

Tejakula. Bali

5 – 6 Agustus 2010

3 Identifikasi genera

Karang

Kantor Reef Check di

Renon

7 – 30 Agustus 2010

4 Teknik penyelaman

(Diving)

Reef Check Center, di

Desa sembiran, kec.

Tejakula. Bali

19 – 23 Agustus

2010

Gambar 6. Peta lokasi praktek

Page 18: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

3.2 Prosedur kegiatan

1. Survey pemutihan karang

Survey dilakukan dengan melakukan wawancara langsung kepada

pengunjung wisatawan baik lokal maupun mancanegara yang melakukan diving di

tulamben dengan tiga lokasi yang berbeda yakni, coral garden, batu kelebit dan

drop off. Beberapa hal yang di survey yaitu :

Pengalaman menyelamnya di site tersebut

Harapan mereka tentang kondisi wilayah penyelaman

Pendapat penyelam terkait masalah terumbu karang

Latar belakang penyelaman

2. Reef check

Pelatihan Reef Check selama 3 hari meliputi :

Hari 1 :

o Pengenalan Reef Check menggunakan presentasi Reef Check power

point.

o Pengenalan indikator (invertebrata dan ikan) menggunakan presentasi

identifikasi PowerPoint

Hari 2 :

o Pengenalan Substrat menggunakan presentasi Identification

PowerPoint

Hari 3:

o Simulasi survey didarat)

o Survei scuba

o Pemasukan data

3. Identifikasi genera karang

Mempelajari bentuk pertumbuhan karang

Mempelajari bentuk koralit pada karang

Melakukan identifikasi 14 genus karang

4. Penyelaman Scuba (Scuba diving)

Teori penyelaman

Latihan keterampilan kolam.

Latihan perairan terbuka

Page 19: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

IV. HASIL

4.1 Survey pemutihan karang (coral bleaching)

Survey ini dilakukan untuk menilai pengalaman penyelam rekreasi di

terumbu karang di wilayah asia tenggara, yang bertujuan untuk memahami apa

yang pengunjung harapkan dan menikmati terumbu karang ketika menyelam serta

membantu pengunjung untuk terus memiliki pengalaman menyelam berkualitas

tinggi, dengan mempertahankan kualitas terumbu karang terhadap pemutihan

karang (coral bleaching). Di indonesia survey ini dilakukan dibeberapa daerah

wisata penyelaman yang sering dikunjungi, diantaranya di Bali, Bunaken dan

Lombok. Bali memiliki banyak tempat diving yang selalu ramai dengan

pengunjungnya. Namun survey yang di lakukan hanya di Tulamben, dengan 3

tempat yang berbeda, coral garden, batu kelebit dan drop off.

Survey ini sangat penting dilakukan guna mempertahankan perkembangan

pariwisata di Tulamben, dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Dalam

melakukan survey ini ada beberapa section yang harus mereka jelaska, mengenai

kondisi biota laut, harapan mereka mengenai penyelaman, beberapa masalah

terumbu karang dan pelayanan pariwisata di bali.

Batu kelebit, menurut mereka memiliki kondisi pantai berbatu namun

didalamnya memiliki terubu karang yang indah dan menarik. tidak ditemukannya

pemutihan karang (coral bleaching) dengan kondisi kehidupan laut nya yang

tinggi. Ini akan menjadi pertimbangan selanjutnya guna melakukan penyelaman

mereka kembali di sini. Namun jika terjadi kerusakan terumbu karang dan

pemutihan karang mereka akan memilih tempat lain ataupun menunda

perencanaan penyelaman mereka. Coral garden, menurut pendapat mereka

terumbu karang yang baik, dengan kondisi perairan yang dangkal dan tidak terlalu

jauh dari pantai. Dengan kondisi marine life nya yang tinggi banyak ditemukan

berbagai jenis ikan seperti butterfly fish, angel fish, parrot fish dan masih banyak

lagi. Ditemukannya sedikit pemutihan karang berkisar 5 – 10 % menurut mereka

sangat berpengaruh terhadap kenyamanan penyelaman mereka. Drop off,

berdasarkan pandapat mereka merupakan site yang paling populer ditulamben

setelah USS Liberty, karena memiliki kehidupan biota laut yang tinggi. Banyak

Page 20: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

ditemukan jenis ikan seperti ikan pari, parrot fish, memiliki susunan karang yang

beraneka ragam banyak ditemukan jenis sponge sehingga wilayah ini tergolong

paling tahan terhadap pemutihan karang (coral bleaching). Keinginan mereka

untuk melakukan penyelaman di drop off, tergolong tinggi.

4.2 Metodologi Reef Check

Reef Check adalah nama untuk metoda pemantauan terumbu karang yang

paling luas digunakan di dunia. Reef check didesain untuk mengukur kesehatan

terumbu karang dan sedikit berbeda dengan protokol pemantauan yang lain. Sejak

pertama kali terbentuk, reef check fokus pada kelimpahan dari organisme laut

tertentu yang paling baik merefleksikan kondisi ekosistem terumbu karang.

Seleksi dari organisme ini dipilih berdasarkan pada nilai ekonomis dan

ekologisnya, sensitivitasnya terhadap dampak manusia, dan kemudahannya dalam

mengidentifikasi. Penentuan lokasi adalah faktor penting kesuksesan Reef Check.

Salah satu tujuan Reef Check adalah untuk menentukan pengaruh aktivitas

manusia terhadap terumbu karang. Untuk tujuan ini, harus memilih lokasi terbaik

dalam hal paling sedikit mendapat pengaruh aktivitas manusia, penangkapan ikan,

polusi dan sebagainya. Lokasi harus memiliki penutupan karang yang tinggi,

populasi ikan yang padat dan populasi invertebrata. Sebagai tambahan, informasi

seperti distribusi geografis aktivitas manusia terhadap terumbu karang juga

dibutuhkan.

Desain dasar dalam melakukan survei yakni pada 2 kedalaman, 3 m dan 10

m berdasarkan data surut terendah. Pada setiap kedalaman, 4 segmen sepanjang

masing-masing 20 m akan diletakkan dan disurvei sebagai 1 transek. semua

segmen tersebut harus mengikuti kontur kedalaman dan titik bagian awal dan

akhir segmen harus dipisahkan oleh celah sebesar minimal 5 m. Jadi jarak antara

bagian awal dan akhir segmen adalah 20 + 5 + 20 + 5 + 20 + 5 + 20 = 95 m. Celah

sepanjang 5 m dimaksudkan setiap sampel dapat berdiri sendiri, ini penting untuk

analisa statistik.

Page 21: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Gambar 7. Ringkasan metode Reef Check

Beberapa Indikator pengambilan data reef check, antara lain :

1. Ikan Indikator

Ikan indikator dipilih karena ikan ini biasanya ditembak, ditangkap dengan

menggunakan sianida dan jaring. Penyelam harus berlatih memperkirakan ukuran

ikan dengan memperhatikan ukuran terkecil dan efek pembesaran oleh air. Tali

berwarna sepanjang 2,5 m dapat digunakan untuk memperkirakan lebar transek,

dan batang sepanjang 20 atau 30 cm (dipegang atau diikat dengan pemberat kecil)

untuk memperkirakan panjang ikan. Untuk ikan kerapu (grouper) ukuran setiap

ikan harus dicatat.

Tabel 2. Indikator ikan Reef Check

Common Name Scientific Name

Common

Name

Scientific

Name

Grouper/coral trout (>30

cm) Serranidae

Parrotfish

(>20 cm) Scaridae

Barramundi cod Cromileptes altivelis Snapper Lutjanidae

Butterflyfish (any

species) Chaetodontidae

Moray eel

(any species) Muraenidae

Humphead wrasse

(Napoleon) Cheilinus undulatus

Bumphead parrotfish Bolbometopon

muricatum

Grunts/Sweetlips/Margat

es

Haemulidae (e.g.

Plectorhincus spp.)

Grouper/ kerapu : Indikator penangkapan ikan berlebihan.

Page 22: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Baramundi cod/ kerapu tikus : Indikator dari penangkapan ikan berlebihan,

perdagangan ikan hidup dan spearfishing

Butterflyfish : Indikator penangkapan ikan berlebihan dan perdangan ikan

untuk akuarium

Humphead wrasse (Napoleon) : Indikator dari penangkapan ikan berlebihan

dan perdagangan ikan hidup.

Bumphead parrotfish : Indikator dari penangkapan ikan berlebihan.

Grunts/Sweetlips/Margates : Indikator penangkapan ikan berlebihan.

Parrotfish (>20 cm) : Indikator penangkapan ikan berlebihan.

Snapper : Indikator penangkapan ikan berlebihan.

Moray eel : Indikator penangkapan ikan berlebihan.

2. Avertebrate indikator

Bila transek ikan sudah selesai, tim avertebrata dapat melaksanakan

transek jalur untuk avertebrata. Setiap transek jalur lebarnya 5 m dengan 2,5 m

pada setiap sisi garis transek. Jumlah daerah survei untuk tiap segmennya (20 m)

adalah 20 m x 5 m = 100 m2, bila dikali 4 segmen jumlah keseluruhannya adalah

400 m2 setiap kontur kedalaman.

Tabel 3. Indikator invert Reef Check

Banded coral shrimp (Stenopus

hispidus)

Giant clam (Tridacna sp.) (size to

be estimated in orders of 10cm)

Diadema urchin (Diadema sp. and

Echinothrix spp.)

Triton (trumpet) shell (Charonia

tritonis)

Pencil urchin (Heterocentrotus

mammilatus)

Lobster (Panulirus sp. and

Scyllaridae)

Crown-of-thorns starfish (Acanthaster

planci)

Tripneustes or collector urchin

(Tripneustes sp.)

Edible sea cucumbers (Thelenota ananas, Stichopus chloronotus and

Holothuria edulis)

Banded Coral Shrimp Stenopus hispidus : Indikator of pengkoleksian untuk

akuarium

Diadema urchin (Diadema sp. and Echinothrix spp.) : Jumlah yang tinggi

merupakan indikator dari penangkapan ikan berlebihan dari predatornya

Page 23: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Pencil Urchin Heterocentrotus mammillatus : Indikator pengkoleksian untuk

akuarium

Crown-of-thorns starfish (Acanthaster planci) : Indikator dari ledakan populasi

bintang laut berduri ( Crown-ofthorns)

Edible sea cucumbers (Thelenota ananas, Stichopus chloronotus and

Holothuria edulis) : Indikator dari penangkapan ikan berlebihan.

Giant clam (Tridacna sp.) (size to be estimated in orders of 10cm) : Indikator

dari pemanenan berlebihan

Triton (trumpet) shell (Charonia tritonis) : Indikator pengkoleksian untuk

akuarium/kurio

Lobster (Panulirus sp. and Scyllaridae) : Indikator penangkapan ikan

berlebihan.

Tripneustes or collector urchin (Tripneustes sp.) : Indikator of penangkapan

ikan berlebihan.

3. Substrat Indikator

Metode yang dipilih untuk Reef Check untuk mengambil data substrat

adalah “pengambilan data titik (point sampling)”. Pengambilan data titik (point

sampling) dipilih karena paling kurang ambigu dan merupakan metode survei

tercepat yang dapat dipelajari dengan mudah oleh penyelam rekreasi. Penyelam

hanya perlu melihat rangkaian titik dimana pita transek menyentuh karang dan

mencatat substrat apa yang terdapat di bawah titik tersebut. Jenis substrat dicatat

dengan interval 0,5 m sepanjang transek, contoh : pada 0.0 m, 0.5 m, 1.0 m, 1.5

m, hingga 19.5 m (40 titik tiap segmen transek 20 m) sebayak 4 segmen.

Kategori Substrat dan Singkatannya :

HC (Hard Coral) : Karang keras, termasuk karang api (Millepora), karang biru

(Heliopora) dan organ pipe coral (Tubipora) karena merupakan pembentuk

terumbu.

HCB (Hard Coral Bleaching) : Karang keras yang memutih.

SC (Soft Coral) : Karang lunak termasuk zoanthid, tapi anemon tidak termasuk

(dimasukkan ke “lainnya” (OT).

RKC (Recently Killed Coral) : Karang Baru Saja Mati, tujuannya adalah untuk

mendata karang yang mati pada tahun sebelumnya. Karang tersebut bisa saja

Page 24: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

masih berdiri atau patah tetapi terlihat masih putih, dengan struktur koralit

(corallite) masih tampak hanya saja ditumbuhi alga.

NIA (Nutrient Indicator Alga) : Alga indikator nutrien, tujuannya adalah untuk

mendata meningkatnya jumlah alga sebagai akibat banyaknya masukan

nutrien.

SP (Sponge) : Semua sponge (tidak termasuk Tunicata) dicatat; tujuannya

adalah untuk mendeteksi meningkatnya jumlah sponge yang menutupi

sebagian besar terumbu karang.

RC (Rock) : Batu, semua substrat keras baik yang ditumbuhi turf algae, koralin

alga (Coralline algae), teritip, tiram, dan sebagainya termasuk ke dalam

kategori ini.

RB (Rubble) : Pecahan karang, termasuk batuan dengan diameter diantara 0,5

hingga 15 cm. Jika berukuran lebih besar dari 15 cm termasuk batu dan bila

lebih kecil dari 0,5 cm termasuk pasir.

SD (Sand) Pasir, di dalam air, pasir akan turun dengan cepat bila dijatuhkan.

SI (Silt) Lempung, merupakan sedimen yang membentuk suspensi bila

dihamburkan.

OT (Other) : Lainnya, organisme yang menetap seperti anemon, tunicata, akar

bahar (gorgonian) atau substrat tidak hidup.

Pengambilan data dilapangan dilakukan di Desa Sembiran,Kec. Tejakula,

Bali. Diperoleh hasil sebagai berikut :

Kodisi Substrat :

Gambar 8. Kemunculan Substrat, Desa Sembiran

0

10

20

30

40

50

60

HC SC RKC NIA SP RC RB SD SI OT

Kem

uncu

lan

sub

stra

t(%

)

Page 25: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Berdasarkan analisis data yang dilakukan , ekosistem pantai sembiran

didominasi oleh kemunculan pasir dengan persentase sebesar 48,76 %, rock

dengan persentase 32,6% dan karang keras 11,25 %, sisanya soft coral, rubble,

sponge masing- masing 4,375%, 2,6%, dan 0,625%.

Gambar 9. Kemunculan (living reef) dan (non living reef)

Berdasarkan analisis data living reef, kondisi kemunculan substrat didominasi

karang keras, soft coral,dan sponge. Sedangkan non living reef, didominasi pasir,

rubble dan rock. Analisis ini menunjukkan bahwa kemunculan living reef lebih

rendah dibanding dengan kemunculan non living reef. Hal ini dapat disebabkan

oleh tekanan yang di akibatkan oleh manusia, jangkar kapal dan sampah sehingga

mempengaruhi pertumbuhan karang. Peningkatan kegiatan manusia disepanjang

garis pantai semakin memperparah kondisi terumbu karang(Tulungan,et all,2000).

11.25

4.3750

0.625

0

Kemunculan living reef

HC SC NIA

SP OT

0

32.5

2.5

48.75

0

Kemunculan non living reef

RKC RC RB

SD SI

Page 26: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Gambar 10. Kelimpahan ikan

Berdasarkan analisis data ikan yang dilakukan , ekosistem pantai Sembiran

didominasi oleh ikan Butterflyfish sebesar 6,5 , ikan grouper 1 dengan ukuran (30-

40 cm) , parrot fish 0,67 dan haemulidae 0,25. Banyak nya ikan butterfly fish

karena tersedia nya makanan yaitu polip karang .Beberapa spesies diantaranya

butterfly atau seluruh jenis ,makanannya bergantung pada karang yang hidup

(Allen and Steene, 1994). Sedangkan rendahnya jumlah ikan grouper, parrotfish,

dan hemulidae dapat disebabkan oleh aktifitas penangkapan ikan karang oleh

manusia karena tergolong ikan konsumsi.

0

2

4

6

8

10

12

Kel

imp

ahan

Kelimpahan ikan

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

30-40 40-50 50-60 >60

Kel

imp

ahan

Size Classes (cm)

Ukuran ikan

Page 27: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Gambar 11. Kelimpahan invertebrata

Analisis data menunjukan kelimpahan invertebrata, tertinggi pada bulu

babi (diadema urchin)dengan 0,75 %, kemudian kima (giant clam) 0,75 % dan

sea cucumber(<10 cm) 0,25 %. Tidak ditemukan invert indikator yang lain seperti

banded coral shrimp, pencil urchin, colector urchin, CoT, Triton dan lobster.

Sedikitnya jumlah invert yang ditemukan menunjukkan terjadi nya keseimbangan

ekosistem diwilayah tersebut karena presentase tutupan karang (living reef) dan

jumlah ikan di daerah tersebut juga rendah.

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

Kel

imp

ahan

Kelimpahan invertebrata

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

<10 10-20 20-30 30-40 40-50 >50

Kel

imp

ahan

Size Classes (cm)

Ukuran Giant clams

Page 28: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Gambar 12. Indikator dampak kerusakan

Analisis data menunjukkan bahwa ditemukannya jangkar kapal(boat

anchor), dan Jaring kapal (Fish net) menunjukkan daerah tersebut merupakan

daerah penangkapan ikan. Namun karena jumlahnya kurang dari satu maka

indikator dampak yang disebabkan oleh aktifitas penangkapan ikan rendah.

Terdapat hubungan yang signifikan antara kondisi kemunculan karang,

jumlah ikan, jumlah invertebrata dan aktifitas manusia. Sedikitnya biota di Desa

Sembiran dapat disebabkan oleh beberapa hal yakni karena daerah tersebut

memiliki kemunculan karang (living coral) yang lebih sedikit dari pada (non

living coral). Ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor sepaerti aktifitas manusia

seperti penangkapan ikan, tidak adanya nutrien juga dapat menyebaban rendahnya

produktivitas primer sehingga jumlah biota di sembiran sedikit. Tingginya

produktifitas primer diperairan karang menyebabkan perairan ini sering

merupakan tempat pemijahan, pengasuhan dan mencari makan

(Supriharyono,2004). Perlunya tindakan yang berkelanjutan agar daerah ini dapat

tetap terjaga dan pulih kembali dengan keanekaragaman ekosistemnya.

4.3 Identifikasi genera karang

Identifikasi karang hingga ke tingkat spesies masih tergolong langka di

Indonesia. Berbeda dengan identifikasi pada ikan karang yang umumnya langsung

ke tahap spesies, umum nya kemampuan identifikasi karang saat ini hanya sebatas

0.25

0 0

0.25

00

0.5

1

Tin

gka

tan

Indikator dampak0 = None/ tidak ada1 = Low/ rendah2 = Medium/ sedang3 = High/ tinggi

Page 29: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

genera (genus) karang. Berikut ini beberapa identifikasi genus karang yang saya

lakukan berdasarkan sumber buku dan yang sering ditemukan di indonesia :

Genus Acropora

Ciri- ciri :

Bentuk koloni : bercabang dan ada yang membentuk meja

Bentuk koralit : axial dan radial

Septa costae tampak jelas, dinding koralit dipisahkan oleh coenesteum.

Terdapat lubang ditengah koralit (axial dan radial) sebagai tempat hidup

polip.

Hanya satu satunya karang yang memiliki bentuk koralit axial dan radial.

Genus Pocillopora

Ciri-ciri :

Bentuk koloni : sub massive, bercabang.

Colony ditutupi oleh verrucae (tonjolan2 kecil). Hanya pocillopora yg

memiliki verrucae, koralit terdapat didalam verrucae.

Bentuknya mirip seriatopora, namun koralitnya tidak tersusun rapi.

Genus Seriatopora

Ciri- ciri :

Bentuk koralit : bercabang tapi kurus dan halus

Coralite tersusun rapi ( sejajar) sepanjang percabangan.

Koralit sebagian besar tenggelam.

Bentuknya coralit mirip stylopora (tenggelam) tapi coralit stylopora tidak

beraturan dan percabangan nya sedikit gemuk ke arah submassive

Page 30: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Genus Stylopohora

Ciri- ciri :

Bentuk koralit : submassive branching tpi pendek.

Coralit tersusun sepanjang percabangan dan berkerudung (hooded) dan polip

berada didalamnya.

Bentuk coralit mirip seriatopora berada disepanjang percabangan tetapi

tidak beraturan

Genus Montipora

Ciri- ciri :

Bentuk koloni : submassive, laminar, encrusting dan branching.

Coralite nya kecil dan tenggelam, memiliki permukaan yang kasar.

Bentuknya coralit mirip porites tetapi susunan coralitnya tidak tersusun rapi.

Genus Astreopora

Ciri-ciri :

Bentuk Colony : Massive, Laminar dan encrusting,.

Coralites seperti pipa2 kecil berlubang dan letaknya tidak beraturan

Page 31: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Genus Porites

Ciri- ciri :

Colony berbentuk Flat (laminer atau encrusting), masif atau

bercabang. koloni besar-besar berbentuk bola dan berbentuk kubah ketika

besar.

Permukaan nya kasar.

Corallites kecil, tenggelam dan penuh dengan septa.

Mirip dengan montipora tetapi susunan koralitnya tersusun rapi dan terlihat

jelas.

Genus Pavona

Ciri- ciri :

Bentuk Koloni yang besar, Columnar ( Berupa Kolom) , laminar(Lembaran/

Tipis dan datar),

Coralitnya terletak di antara dua sisi terlihat halus dan seperti guratan

guratan kecil dengan septa costae saling berhubungan.

Genus Favites

Ciri- ciri :

Bentuk Koloni biasanya besar Massive , datar atau kubah.

coralites nya monocentric dan cerioid, kadang-kadang subplocoid dan

menjorok kedalam

Septa costa saling berhubungan dan tidak memiliki colummela.

Bentuknya mirip Goniastrea tetapi septa costa pada goniastera tidak

Page 32: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

memiliki pembatas sehingga dinding pembatas terlihat menyatu dan

strukturnya lebih kurus. Berbeda dengan Favites septacostanya menyatu tapi

masih terlihat batasan antara keduanya sehingga terlihat lebih gemuk.

Genus Favia

Ciri- ciri :

Bentuk Koloni : biasanya besar Massive , datar (flat) atau kubah.

Bentuk Coralitesnya Plocoid,

Mirip favites namun septa costa tampak jelas dan dipisahkan conosteum

Genus Galaxea

Ciri- ciri :

Bentuk Koloni Besar Massive, Columnar (berupa Colom2), Encrusting.

Coralitnya Cilinder, Berdinding tipis tidak memiliki columela.

Bentuknya terlihat seperti pipa pendek yang tersusun rapi.

Genus Echinopora

Ciri- ciri :

Bentuk Coloni Massive, Laminar (Lembaran Tipis datar) ,

Coralites nya berbentuk plocoid dan kenampakannya terlihat lebih besar.

Page 33: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Genus Fungia

Ciri- ciri :

Hidupnya yg solitare.

Bentuk coralitenya kubah (Dome).

Memiliki septa yang besar dan bergigi.

Tidak menempel di substrat

Genus Platygyra

Ciri- ciri :

Bentuk colony massive,

coralitnya selalu meandroid tetapi seperti ceroid.

dengan dinding relatif tebal. Septa tipis kolumella kecil di tengah.

Bentuknya mirip goniastrea tetapi platygyra tidak mempunyai pali.

Gambar 13. Genus karang

4.4 Penyelaman Scuba (Scuba Diving)

Kegiatan menyelam atau lebih dikenal dengan scuba diving adalah salah

satu cara dan merupakan pintu untuk memasuki dunia keindahan bawah laut.

Sebelum melakukan penyelaman kita harus mengetahui beberapa syarat dan

teknik penyelaman. Syarat yang diperlukan untuk mengikuti pelatihan Scuba

Diving yaitu :

1. Sehat jasmani dan rohani

Kesehatan fisik dan mental merupakan hal yang mutlak dan harus

diperhatikan sebelum anda memutuskan mengikuti pelatihan diving. tentunya

tanpa kesehatan fisik dan mental yang memadai anda tidak bisa mengikuti

pelatihan ini.

Page 34: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

2. Usia minimum 15 tahun

Siapapun anda yang berusia minimum 15 tahun dan tentunya memilki

kondisi tubuh yang sehat dapat mengikuti pelatihan diving

3. Memilki kemampuan di air/watermanship

Yakni memiliki kemampuan berenang dengan baik dan benar.

Kemampuan yang lainnya diperlukan adalah kemampuan berenang sejauh 200

meter, berenang dengan jarak 12 meter di bawah air atau apnea/menahan nafas

dan dapat mengambang di permukaan selama 10 menit tanpa bantuan alat atau

biasa disebut juga water trapen.

Jika sudah memiliki persyaratan tersebut maka, seseorang dapat

melakukan penyelaman. Dalam melakukan penyelaman ada beberapa teknik yang

harus dikuasi yang berguna pada saat di dalam air, yaitu :

1. Kemampuan menggunakan regulator.

Sama hal nya bernapas dengan menggunakan snorkle, bernapas menggunakan

regulator juga menggunakan mulut, sebagai pernapasan di air. Hanya saja udara

yang kita gunakan terbatas dalam tabung, sehingga perlu membiasakan diri dan

mengontrol udara yang digunakan.

2. Masuk ke kedalaman dan muncul kepermukaan.

Untuk masuk ke kedalaman, pegang selang inflator pada BC, arahkan

keatas tekan tombol keluaran yang ada pada unit inflator, untuk mengeluaran

udara yang ada di dalam BC. Masuk perlahan kedalam air sambil

menghembuskan udara dari paru paru, dengan kaki terlebih dahulu, segera laukan

equalize sebelum tekanan membesar. Bila turun terlalu cepat gunakan kaki fins

untuk mengurangi kecepatan, setelah tubuh sudah condong kedepan , gerakkan

perlahan kaki fins dan mulailah bergerak dengan posisi mendatar. Jangan lupa

selalu lakukan equalize terutama pada bagian telinga. Sedangkan, melakukan

muncul ke permukaan terdapat beberapa teknik yang harus dilakukan, agar

terhindar dari penyakit tekanan. Posisi harus melihat keatas dan tetap bernapas

dengan pelan, lakukan stop keamanan di kedalaman 3-4 m, dengan waktu minimal

2menit, hindari muncul kepermukaan dengan menggunakan BC kecuali posisi

darurat.

Page 35: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

3. Penyesuaian daya apung (Bouyancy)

Melakukan penyesuaian daya apung harus dilakukan latihan sesering

mungkin, kemampuan daya apung harus di kuasai oleh seorang penyelam scuba,

hal ini berguna untuk menghindari tertabraknya seorang penyelam dengan karang.

Gunakan pernapasan untuk mengontrol bouyancy dalam air.

4. Buddy breathing

Teknik bernapas dengan mitra (Buddy breathing), dipergunakan saat

peralatan kita gagal kerja atau tidak bisa menyaluran udara (berhenti).

5. Mask Clearing

Teknik ini dipergunakan untuk menguras air bila masuk ke dalam masker

dan apa bila terjadi pengembunan masker pada saat di kedalaman. Teknik ini

dapat dilakukan dengan memasukkan air kedalam masker melalui dahi dan

dihembuskan nafas melalui hidung secara continue dengan dongakkan kepala

keatas dengan sudut(40o – 45

o), hingga terkuras bersih dari dalam air.

6. Sinyal – kode tangan bawah air

Selama komunikasi bawah air tidak memungkinkan menggunakan suara,

maka tangan merupakan komunikasi pesan singkat yang dapat dimengerti oleh

sesama penyelam di bawah air. Kode tangan akan berguna bila penyelam lain

tidak mengerti, untuk itu semua penyelam harus belajar untuk mengerti standar

kode tangan.

Melakuan perawatan yang benar terhadap peralatan merupakan

persyaratan mutlak, dengan melakukan perawatan yang berkala serta

pemeliharaan peralatan yang baik, akan mengurangi resiko fatal yang dapat terjadi

akibat kelalaian atau kesembronoan dalam penanganan dan pemeliharaan alat.

Mencuci peralatan selam setelah dipakai, terutama dari laut harus segera

dibersihkan dan dicuci, ini diperlukan karena terjadinya akumulasi penumpukan

garam sehingga akan cepat merusak peralatan, cucilah dengan air tawar bersih dan

hangat, hindari penggunaan sabun. Pastikan seluruh bagian alat, yang tersembunyi

telah benar- benar bersih. Gantunglah ditempat teduh hindari penjemuran

langsung terkena sinar matahari. Khusus perawatan regulator tiupkan sisa udara

yang terdapat pada pelindung debu.Setelah bersih pasangkan tutup pelindung

tersebut pada regulator kemudian rendam regulator dan tiriskan ditempat teduh.

Page 36: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil kegiatan praktek lapangan ada beberapa hal yang dapat

disimpulkan pada setiap kegiatan yang dilakukan, yaitu :

1. Sebagian besar penyelam berpendapat bahwa pentingnya pengelolaan terumbu

karang agar mereka dapat melakukan penyelaman kembali ke daerah tersebut.

2. Reef Check merupakan metode pemantauan kesehatan terumbu karang yang

dapat menghasilkan banyak sumber data diantaranya kondisi kelimpahan ikan,

invertebrata dan kondisi terumbukrang serta hubungannya terhadap aktifitas

manusia.

3. Terdapat beberapa hal yang harus dipahami dalam mengidentifikasi tingkat

genera karang, diantaranya bentuk pertumbuhan karang, bentuk coralit,

struktur rangka (skeleton) karang.

4. Dalam melakukan penyelaman hal terpenting yang dilakukan adalah sesuai

prosedur penyelaman.

4.2 Saran

Perlunya pembelajaran dan tindakan lebih lanjut guna terlibat dalam

pemantauan terumbu karang. Penyelaman yang tidak merusak merupakan salah

satu bentuk kepedulian dalam menjaga dan melestarikan lingkungan, sehingga

kedepannya pariwisata dapat bertahan dan berkembang.

Page 37: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

DAFTAR PUSTAKA

Hill,J.,C.Wilkinson. 2004. Methods for Ecological Monitoring of Coral Reefs.

Australian Institute of Marine Science.

Veron, J.E.N. 2000. Coral of the world. Australia : North Ryde

ADS,1988. Skin & scuba diving manual for beginner. Japan.

Anonim1.2010.http://www.kursusdiving.com/page_main.php?id_stdpg=162.diaks

es 27 agustus 2010

Anonim2.2010.http://www.kursusdiving.com/page_main.php?id_stdpg=163.diaks

es3 27 agustus 2010.

Kelley,Russell.2009.Coral finder indo pasific.Australia

Reef check.2004. Manual intruksi reef check.Caste press. California

Allen gerald.2007.Reef fish Identification tropical pacific.Australia.

Anonim3.2010.http://www.terangi.or.id/id/index.php?option=com_content&task=

view&id=9&Itemid=41.diakses 27 agustus 2010

Page 38: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar survey

Page 39: Laporan Kegiatan PKL Reef Check
Page 40: Laporan Kegiatan PKL Reef Check
Page 41: Laporan Kegiatan PKL Reef Check
Page 42: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Lampiran 2. Foto kegiatan survey

Lampiran 3. Invertebrata indikator

BANDED CORAL SHRIMP

Collected for the Aquarium Trade

DIADEMA URCHIN

The keystone algae-grazers

PENCIL URCHIN

The algae-grazers

Page 43: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

TRIPNEUSTES URCHIN

The algae-grazers

EDIBLE SEA CUCUMBERS

The reef’s vacuum cleaners

v

COTS

The coral-eaters

GIANT CLAM

Filter feeders

TRITON SHELL

COTS-eaters

Page 44: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

LOBSTER

Scavengers

Lampiran 4. Ikan Indikator

Grouper

Serranidae

Barramundi Cod (Grouper)

Serranidae

Sweetlips

Haemulidae

Parrotfish

Scaridae

Page 45: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Bumphead Parrotfish

Scaridae

Butterflyfish

Chaetodontidae

Morey Eel

Muraenidae

Lampiran 5. Substrat

HARD CORAL

The reef-builders

BLEACHED HARD CORAL

Global warming indicators

Page 46: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

SOFT CORAL

Non-reef builders

NUTRIENT INDICATOR ALGAE

Nutrient pollution indicators

SPONGE

Sewage pollution indicator

OTHER

Not indicators of impacts

Anemones

ROCK

Hard substratum

RECENTLY KILLED CORAL

Indicator of recent disturbance

Page 47: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

RUBBLE

Unconsolidated material

SILT

Indicator of soil erosion or dredging

SAND

Non-reef area

Lampiran 6. Foto pengambilan data Reef Check

Page 48: Laporan Kegiatan PKL Reef Check

Lampiran 7. Hand signal dalam penyelaman scuba

Page 49: Laporan Kegiatan PKL Reef Check