Download - Laporan Kasus Ctev Rany

Transcript
Page 1: Laporan Kasus Ctev Rany

BAB I

PENDAHULUAN

I. IDENTITAS

a. IdentitasPasien

Nama : An. Ilham

Umur : 16 Bulan

Jeniskelamin : Laki-laki

Agama : Islam

BB masuk : 10 Kg

Alamat : Panambangan

b. Identitas Orang Tua

a. Ayah

Nama : Tn. Wawan

Umur : 30 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Pedagang

b. Ibu

Nama : Ny. Icih

Umur : 22 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

1

Page 2: Laporan Kasus Ctev Rany

II. ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS)

A. Keluhan Utama

Kaki sebelah kanan pengkor

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada tanggal 12 Februari 2014 penderita dibawa orang tuanya ke poli

orthopedic RS. W dengan keluhan kaki sebelah kanan pengkor. Orang tua

Os mengaku hal ini sudah dialami Os semenjak lahir. Ibu os menceritakan

bahwa bengkok hanya di bagian tungkai bawah. Os saat ini sudah bisa

berjalan.

C. Riwayat Penyakit Keluarga

Dikeluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang sama dengan

yang dialami Os .

D. Riwayat Trauma

OS tidak memiliki riwayat trauma sebelumnya.

E. Riwayat Kehamilan

Kehamilan selama 9 bulan, selama OS dalam kandungan ,ibu OS rajin

memeriksakan kandungannya ke bidan setiap bulan, ibu OS tidak terdapat

riwayat merokok atau mengkonsumsi alkohol. Riwayat penyakit ibu saat

hamil tidak ada, kelainan selama kehamilan tidak ada. Ibu Os mengaku

tidak pernah terjatuh ataupun mengalami benturan di daerah perut selama

masa kehamilan.

2

Page 3: Laporan Kasus Ctev Rany

F. Riwayat Persalinan

Cara lahir : Melalui per vaginal / lahir spontan

Ditolong oleh : Bidan

BB/PB lahir : 3,2 Kg / 50 cm

Pasien anak ke 1 dari 0 saudara

G. Riwayat Imunisasi

Jenis Imunisasi Ke Usia Keterangan

BCG 1 0 bulan Sudah

Hepatitis B 1

2

3

0 bulan

1 bulan

6 bulan

Sudah

Sudah

sudah

DPT 1

2

3

2 bulan

3 bulan

4 bulan

Sudah

Sudah

Sudah

Polio 1

2

3

0 bulan

2 bulan

3 bulan

Sudah

Sudah

Sudah

Campak 1 9 bulan Sudah

H. Riwayat Makanan

0 – 5 Bulan : ASI

5 – 7 Bulan : ASI + Bubur susu

6 – 9 bulan : ASI + Bubur susu

9 – 12 bulan : ASI + Bubur saring

12 bulan – sekarang : Susu formula + Menu keluarga

3

Page 4: Laporan Kasus Ctev Rany

I. Tumbuh Kembang Anak

a. Lahir : Menangis

b. 0 - 3 Bulan : Belajar mengangkat kepala

c. 3 - 6 Bulan : Berusaha meraih benda-benda

d. 6 - 9 Bulan : Tengkurap dan berbalik sendiri

e. 9 - 12 Bulan : Belajar berdiri

f. 12 – Sekarang : Berjalan tanpa dituntun

Kesan : perkembangan baik

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. KeadaanUmum

Tampak sakit sedang

B. Kesadaran

Compos mentis

C. Tanda-tanda Vital

Frekuensi nadi : 120 x/menit

Frekuensi napas : 28 x/menit

Suhu : 36,8 °C

D. Status Gizi

BB : 10 Kg

PB : cm

Kesan :Gizi Cukup

4

Page 5: Laporan Kasus Ctev Rany

E. Status Generalisata

a. Kepala

Bentuk : Mesochepalica

Ukuran : Normochepalica

Rambut : Hitam, tidak mudah di cabut

Mata : Pupil bulat isokor, Konjungtiva anemis -/- , Sclera

ikterik -/-

Telinga :Bentuk normal

Hidung : Bentuk normal, Pernapasan cuping hidung (-), Sekret

(-)

Mulut : Bibir kering (-), Sianosis (-)

Tenggorokan: Faring hiperemis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), Peningkatan JVP (-)

b. Thorax

Paru

Inspeksi : Bentuk dan gerak simetris, jejas (-), pernapasan

tertinggal (-), retraksi sprasternal (-), retraksi intracostal

(-), retraksi subcostal (-).

Palpasi : Vocal fremitus sulit dinilai

Perkusi : Sonor

Auskultasi :Suara napas Bronkial, ronki basah kasar diseluruh

lapang paru, wheezing (+) kanan dan kiri.

5

Page 6: Laporan Kasus Ctev Rany

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung pada sternal kanan ICS 2 (katup aorta),

sternal kiri ICS 2 (katup pulmonal), sternal kiri ICS 3-4

(katup trikuspid), sternal kiri mid klavikula ICS 5

(katup mitral)

Auskultasi : Bunyi jantung I II murni regular, Gallops (-), Murmur

(-)

c. Abdomen

Inspeksi : Cembung, Simetris

Auskultasi : Bising Usus (+) normal

Palpasi : Soepel, Defans muscular (-), Turgor kembali cepat,

Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani seluruh lapang, , asites (-)

d. Genitalia

Dalam batas normal

F. Status Lokalis (Eksremitas Bawah)

Kanan

Look : Tampak deformitas equinus (+), varus (+), warna sama dengan kulit

sekitar, luka (-), oedem (-), shortening (+), angulasi medial (+)

Feel : Nyeri tekan (-), suhu sama dengan suhu tubuh, krepitasi (-),

sensibilitas (-), pulsasi dorsalis pedis (+), crt < 2 dtk

6

Page 7: Laporan Kasus Ctev Rany

Move : Gerakan aktif

Kiri

Look : Tampak deformitas equinus (-), varus (-), warna sama dengan kulit

sekitar, luka (-), oedem (-),shortening (-),angulasi medial (-)

Feel : Nyeri tekan (-), suhu sama dengan suhu tubuh, krepitasi (-),

sensibilitas (-), pulsasi dorsalis pedis (+), crt < 2 dtk

Move : Gerakan aktif

Pemeriksaan Eksremitas

Motorik Superior Inferior

Gerak +/+ +/+

Kekuatan 5/5 5/5

Sensibilitas +/+ +/+

Reflek Patologis -/- -/-

Edema -/- -/-

7

Page 8: Laporan Kasus Ctev Rany

G. FOTO KLINIS

H. FOTO RONTGEN

8

Page 9: Laporan Kasus Ctev Rany

I. USULAN PEMERIKSAAN

Laboratorium darah lengkap (Hb, leukosit, LED, trombosit, glukosa

sewaktu, ureum, kreatinin)

Foto thorax

Foto tarsal AP - Lateral

J. DIAGNOSIS KERJA

Congenital Talipes Equinovarus (CTEV)

9

Page 10: Laporan Kasus Ctev Rany

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. LATAR BELAKANG

Bayi yang lahir dengan keadaan sehat serta memiliki anggota tubuh yang

lengkap dan sempurna merupakan harapan dari seorang Ibu dan seluruh keluarga.

Namun terkadang pada beberapa keadaan tertentu didapati bayi yang lahir kurang

sempurna karena mengalami kelainan bentuk anggota tubuh. Salah satu kelainan

adalah kelainan bawaan pada kaki yang sering dijumpai pada bayi yaitu kaki bengkok

atau CTEV(Congenital Talipes Equino Varus). CTEV adalah salah satu anomali

ortopedik kongenital yang sudah lama dideskripsikan oleh Hippocrates pada tahun

400 SM (Miedzybrodzka,2002).

CTEV atau biasa disebut Clubfoot merupakan istilah umum untuk

menggambarkan deformitas umum dimana kaki berubah/bengkok dari keadaan atau

posisi normal. Beberapa dari deformitas kaki termasuk deformitas ankle disebut

dengan talipes yang berasal dari kata talus (yang artinya ankle) dan pes (yang berarti

kaki). Deformitas kaki dan ankle dipilah tergantung dari posisi kelainan ankle dan

kaki. Deformitas talipes diantaranya :

Talipes Varus : inversi atau membengkok ke dalam.

Talipes Valgus : eversi atau membengkok ke luar.

Talipes Equinus : plantar fleksi dimana jari-jari lebih rendah daripada tumit.

Talipes Calcaneus : dorsofleksi dimana jari-jari lebih tinggi daripada tumit.

Clubfoot yang terbanyak merupakan kombinasi dari beberapa posisi dan

angka kejadian yang paling tinggi adalah tipe Talipes Equino Varus (TEV) dimana

kaki posisinya melengkung ke bawah dan ke dalam dengan berbagai tingkat

10

Page 11: Laporan Kasus Ctev Rany

keparahan. Unilateral clubfoot lebih umum terjadi dibandingkan tipe bilateral dan

dapat terjadi sebagai kelainan yang berhubungan dengan sindroma lain seperti aberasi

kromosomal, artrogriposis (imobilitas umum dari persendian), cerebral palsy atau

spina bifida.

Frekuensi clubfoot dari populasi umum adalah 1:700 sampai 1:1000 kelahiran

hidup dimana anak laki-laki dua kali lebih sering daripada perempuan. Berdasarkan

data, 35% terjadi pada kembar monozigot dan hanya 3% pada kembar dizigot. Ini

menunjukkan adanya peranan faktor genetika. Insidensi pada laki-laki 65% kasus,

sedangkan pada perempuan 30-40% kasus. Pada pasien pengambilan cairan amnion,

deformitas ekstrimitas bawah kira-kira mencapai 1-1,4% kasus. Sedangkan pada ibu

yang mengalami pecah ketuban kira-kira terdapat 15% kasus. Epidemiologi CTEV

terbanyak pada kasus-kasus amniotik.

11

Page 12: Laporan Kasus Ctev Rany

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Congenital Talipes Equino Varus (CTEV) adalah deformitas yang meliputi

fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi

media dari tibia.1 Congenital Talipes Equino Varus adalah fiksasi dari kaki pada posisi

adduksi, supinasi dan  varus. Tulang calcaneus, navicular dan cuboid terrotasi ke arah

medial terhadap talus, dan tertahan dalam posisi adduksi serta inversi oleh ligamen

dan tendon. Sebagai tambahan, tulang metatarsal pertama lebih fleksi terhadap daerah

plantar.2

B. ETIOLOGI

Sampai sekarang, penyebab dari deformitas ini masih belum dapat dipastikan,

meskipun demikian dikemukakan berbagai macam teori tentang hal itu. Antara lain:1,3,5

1. Mekanik

12

Page 13: Laporan Kasus Ctev Rany

Teori ini merupakan teori tertua yang dikemukakan oleh Hippocrates yang

menyatakan bahwa posisi equinovarus kaki fetus disebabkan oleh tekanan mekanik

eksternal. Teori ini diperkuat oleh observasi bahwa insiden CTEV tidak meningkat pada

kondisi lingkungan prenatal yang cenderung membuat uterus terlalu penuh, seperti

kembar, janin besar, primipara, hydramnion dan oligohidramnion. Teori ini

bertentangan dengan teori kedua tentang faktor lingkungan intrauterin berikut ini.

2. Environmental

Browne (1936) menyatakan teori peningkatan tekanan intrauterin yang

menyebabkan imobilisasi ekstremitas sehingga menyebabkan deformitas. Teori lain

adalah perubahan ukuran uterus atau karena bentuk, seperti misalnya terdapat

lekukan pada konveksitas uterus dan oligohydramnion.

Karena obat-obatan, seperti yang sering ditemukan pada ‘thalidomide baby’

3. Herediter

Wynne-Davies (1964) meneliti lebih dari 100 penderita dan generasi pertamanya.

Didapatkan hasil bahwa deformitas tersebut terjadi pada 2,9% saudara kandung.

Sedangkan pada populasi umum terdapat 1 : 1000 kelahiran.

Idelberger meneliti pada anak kembar dan mendapatkan angka 32,5% penderita

CTEV pada kembar monozygotik dan 2,9% pada dizygotik. Angka terakhir sama

seperti insiden pada saudara kandung bukan kembar.

4. Idiopatik

Böhm menyatakan teori terhambatnya perkembangan embrio. Kaki embrio normal

saat usia 5 minggu kehamilan dalam posisi equinovarus, jika terjadi terhambatnya

perkembangan kaki pada salah satu fase fisiologis dalam kehidupan embrio, maka

deformitas ini akan persisten hingga kelahiran.

Terdapat 4 fase dalam evolusi kaki manusia saat pertengahan kehidupan prenatal, yaitu:

13

Page 14: Laporan Kasus Ctev Rany

Fase I (Bulan ke-2): bentuk kaki dalam posisi equinus berat (plantarfleksi ± 90º). Dan

adduksi hind dan forefoot yang berat.

Fase II (Awal bulan ke-3): kaki berotasi ke posisi supinasi, tetapi tetap

plantarfleksi 90º, adduksi metatarsal.

Fase III (Pertengahan bulan ke-3): Inklinasi equinus berkurang menjadi derajat

ringan, posisi supinasi dan varus metatarsal tetap.

Fase IV (Awal bulan ke-4): Kaki dalam posisi midsupinasi dan varus metatarsal

yang ringan. Pada fase ini, secara bertahap, bidang kaki dan tungkai bawah mulai

tampak dalam posisi seperti kaki dewasa.

5. Defek neuromuskular dan tulang prenatal

Gangguan anatomik intrisik pada sendi talocalcaneus dan pada inervasi m. peroneus

karena perubahan segmental medula spinalis.

Displasia tulang primer dan defek kartilago pada embrio 5-6 minggu.

Defek benih plasma primer

Insersi tendon yang abnormal dan displasia m. peroneus

C. KLASIFIKASI

1. Tipe ekstrinsik/fleksibel

Tipe yang kadang-kadang disebut juga tipe konvensional ini merupakan tipe yang

mudah ditangani dan memberi respon terhadap terapi konservatif. Kaki dalam posisi

equinoverus akan tetap fleksibel dan mudah di koreksi dengan tekanan manuil. Tipe ini

merupakan tipe postural yang dihubungkan dengan postur intrauterin. Kelainan pada

tulang tidak menyeluruh, tidak terdapat pemendekan jaringan lunak yang berat. Tampak

tumit yang normal dan terdapat lipatan kulit pada sisi luar pergelangan kaki.7

14

Page 15: Laporan Kasus Ctev Rany

2. Tipe intrinsik/rigid

Terjadi pada insiden kurang lebih 40% deformitas. Merupakan kasus resisten, kurang

memberi respon terhadap terapi konservatif dan kambuh lagi dengan cepat. Jenis ini

ditandai dengan betis yang kurus, tumit kecil dan tinggi, kaki lebih kaku dan deformitas

yang hanya dapat dikoreksi sebagian atau sedikit dengan deformitas yang hanya dapat

dikoreksi sebagian atau sedikit dengan tekanan manual dan tulang abnormal tampak

waktu dilahirkan. Tampak lipatan kulit di sisi medial kaki.7

D. GAMBARAN KLINIS

Deformitas bentuk kaki dikarakterisasi dengan komponen-komponen anatomis

sebagai berikut: (gambar 7)5,6,7

Adduksi midtarsal

Inversi pada sendi subtalar (varus)

Plantarfleksi sendi talocruralis (equinus)

Kontraksi jaringan di sisi medial kaki

Tendon Achilles memendek

Gastrocnemius kontraktur dan kurang berkembang

Otot-otot evertor sisi lateral tungkai bawah kurang berkembang

Kombinasi deformitas equinus pergelangan kaki dan sendi subtalar, inversi

hindfoot dan adduksi mid-forefoot disebabkan oleh displacement dari sisi medial dan

plantar serta rotasi medial sendi talocalcaneonavicular

Schlicht (1963) melaporkan suatu penelitian CTEV yang dilakukannya pada bayi-bayi

yang lahir mati atau mati segera sesudah lahir. Dilakukan diseksi kaki, yang

semuanya menunjukkan deformitas dengan derajat yang berat. Dia menyatakan

bahwa tulang-tulang mengalami distorsi, khususnya talus, calcaneus, navicularis,

15

Page 16: Laporan Kasus Ctev Rany

cuboid dan metatarsal, tetapi yang paling parah adalah talus. Tidak hanya terjadi

malformasi tulang, tetapi jaringan-jaringan lain yang berhubungan dengannya juga

mengalami distorsi. Pada semua kaki yang didiseksinya, talus memperlihatkan

distorsi facet pada permukaan superior, oleh karena itu tidak pas masuk dalam

lekukan tibia-fibula. Inilah penyebab terpenting persistensi deformitas equinus.

Posisi equinus disebabkan oleh kontraktur dari otot-otot sebagai berikut:

Gastrocnemius

Soleus

Tibialis posterior

Fleksor hallucis longus

Fleksor digitorum longus

Sedangkan posisi varus disebabkan oleh kontraktur pada otot-otot sebagai berikut:

Tibialis anterior dan posterior

Fleksor hallucis longus

Fleksor digitorum longus

Ligamentum deltoid

Otot-otot kecil sisi medial kaki

E. DIAGNOSIS

Kelainan ini mudah didiagnosis, dan biasanya terlihat nyata pada waktu lahir

(early diagnosis after birth). Pada bayi yang normal dengan equinovarus postural, kaki

dapat mengalami dorsifleksi dan eversi hingga jari-jari kaki menyentuh bagian depan

tibia. "Passive manipulation dorsiflexion → Toe touching tibia → normal".

16

Page 17: Laporan Kasus Ctev Rany

Bentuk dari kaki sangat khas. Kaki bagian depan dan tengah inversi dan adduksi. Ibu

jari kaki terlihat relatif memendek. Bagian lateral kaki cembung, bagian medial kaki

cekung dengan alur atau cekungan pada bagian medial plantar kaki. Kaki bagian

belakang equinus. Tumit tertarik dan mengalami inversi, terdapat lipatan kulit

transversal yang dalam pada bagian atas belakang sendi pergelangan kaki. Atrofi otot

betis, betis terlihat tipis, tumit terlihat kecil dan sulit dipalpasi. Pada manipulasi akan

terasa kaki kaku, kaki depan tidak dapat diabduksikan dan dieversikan, kaki belakang

tidak dapat dieversikan dari posisi varus. Kaki yang kaku ini yang membedakan

dengan kaki equinovarus paralisis dan postural atau positional karena posisi intra

uterin yang dapat dengan mudah dikembalikan ke posisi normal. Luas gerak sendi

pergelangan kaki terbatas. Kaki tidak dapat didorsofleksikan ke posisi netral, bila

disorsofleksikan akan menyebabkan terjadinya deformitas rocker-bottom dengan

posisi tumit equinus dan dorsofleksi pada sendi tarsometatarsal. Maleolus lateralis

akan terlambat pada kalkaneus, pada plantar fleksi dan dorsofleksi pergelangan kaki

tidak terjadi pergerakan maleoulus lateralis terlihat tipis dan terdapat penonjolan

korpus talus pada bagian bawahnya. Tulang kuboid mengalami pergeseran ke medial

pada bagian distal anterior tulang kalkaneus. Tulang navicularis mengalami

pergeseran medial, plantar dan terlambat pada maleolus medialis, tidak terdapat celah

antara maleolus medialis dengan tulang navikularis. Sudut aksis bimaleolar menurun

dari normal yaitu 85° menjadi 55° karena adanya perputaran subtalar ke medial.

Terdapat ketidakseimbangan otot-otot tungkai bawah yaitu otot-otot tibialis

anterior dan posterior lebih kuat serta mengalami kontraktur sedangkan otot-otot

peroneal lemah dan memanjang. Otot-otot ekstensor jari kaki normal kekuatannya

tetapi otot-otot fleksor jari kaki memendek. Otot triceps surae mempunyai kekuatan

yang normal.

17

Page 18: Laporan Kasus Ctev Rany

Tulang belakang harus diperiksa untuk melihat kemungkinan adanya spina

bifida. Sendi lain seperti sendi panggul, lutut, siku dan bahu harus diperiksa untuk

melihat adanya subluksasi atau dislokasi. Pmeriksaan penderita harus selengkap

mungkin secara sistematis seperti yang dianjurkan oleh R. Siffert yang dia sebut

sebagai Orthopaedic checklist untuk menyingkirkan malformasi multiple.1

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan harus dimulai sedini mungkin, lebih baik segera sesudah

lahir. Tiga minggu pertama setelah lahir merupakan periode emas/golden period,

sebab jaringan ligamentosa bayi baru lahir masih kendor karena pengaruh hormon

maternal. Fase ini adalah fase kritis dimana jaringan lunak yang kontraktur dapat

dielongasi dengan manipulasi berulang setiap hari. Jika mengharapkan metoda

reduksi tertutup akan mencapai keberhasilan, inilah waktu yang tepat.

Segera setelah bayi lahir, dokter harus menjelaskan kepada orang tuanya

sasaran/goal, sifat dan hakekat CTEV serta tahap-tahap penanganan. Mereka harus

diberi pengertian bahwa pengelolaan CTEV sangat lama, dapat berlanjut dalam

periode bertahun-tahun sampai dewasa, saat maturitas skeletal kaki terjadi, dan

keharusan perawatan serta perhatian yang terus menerus dibutuhkan sepanjang

stadium pertumbuhan tulang.

Penatalaksanaan ada 2 cara, yaitu:2,4

Konservatif

Operatif

18

Page 19: Laporan Kasus Ctev Rany

A. Terapi Konservatif

Tehnik reduksi dengan manipulasi tertutup ini terutama dilakukan untuk tipe

postural, dimana deformitas dapat dikoreksi dengan manipulasi pasif. Program

rehabilitasi medik dibagi dalam beberapa fase, yaitu: 3.4

a. Fisioterapi

1. Mobilisasi/manipulasi pasif

a) Elongasi otot triceps Surae, kapsul posterior dan lig. pergelangan

kaki dan sendi subplantar

Tehnik manipulasi adalah sebagai berikut: terapis memegang

os calcanueus dengan telunjuk dan ibu jari dari 1 tangan, lalu tarik ke

arah distal, sehingga tumit tertarik ke bawah dan terdorong menjauhi

medial maleolus fibular. Dengan tangan yang lain, area

calcaneocuboid didorong ke posisi dorsofleksi sehingga seluruh

bagian kaki inversi ringan. Tidak boleh melakukan stretching bagian

19

Page 20: Laporan Kasus Ctev Rany

tengah kaki dengan memaksakan posisi dorsofleksi forefoot atau

deformitas ‘rocker-bottom’ karena akan menyebabkan ‘patah’ sendi

secara transversal. Posisi yang telah diregang dipertahankan dalam

hitungan 10, kemudian dilepaskan. Stretching pasif ini diulang 20-30

kali tiap sesi.

b) Elongasi otot tibia posterior dan ligamen tibionavicularis

Navicular teregang kearah maleolus medial karena kontraktur

otot tibia posterior dan calcaneonavikular plantaris dan ligamen

tibionavikularis. Untuk melakukan stretching, os calcaneus dipegang

dengan jari telunjuk dan ibu jari 1 tangan dan ditarik ke bawah ke

arah distal, sedangkan tangan yang lain menjepit navikular dengan

jari telunjuk dan ibu jari lalu menarik navikular dan midfoot kearah

distal ibu jari kaki kemudian di abduksi. Korpus os talus dipegang si

tempat pada lekukan pergelangan kaki. Penting untuk tidak

melakukan rotasi lateral di lekukan pergelangan kaki pada talus,

karena dapat menyebabkan ‘patah’ sendi secara horisontal.

c) Elongasi ligamen calcaneoclavicular plantaris (atau pegas) dan

jaringan lunak plantar

Lebih dari 100 tahun yang lalu, Hugh Owens Thomas

menekankan pentingnya jaringan lunak plantar sebagai penghalang

koreksi CTEV. Akan tetapi, baru akhir-akhir ini kita menaruh

perhatian tentang pendapat itu melalui ajaran Wilbur Westin.

Ligamen calcaneoclavicular plantaris harus dielongasi jika tulang

navicular harus berposisi diatas kaput talus. Tehnik stretching

20

Page 21: Laporan Kasus Ctev Rany

manipulatifnya sederhana saja: Dengan 1 tangan, tumit didorong

naik, dan dengan tangan yang lain, midfoot didorong ke arah

dorsofleksi. Ibu jari 1 tangan berada diatas maleolus medialis dan ibu

jari tangan yang lain di atas navicular. Dan, harus dijaga untuk tidak

melakukan tindakan yang menyebabkan rotasi lateral talus pada

lekuk pergelangan kaki. Deformitas iatrogenik berupa celah

horisontal harus dihindari. Seperti pada elongasi triceps surae, tiap

posisi teregang dipertahankan dalam hitungan 10, kemudian

dilepaskan dan diulang 20-30 kali.

Saat manipulasi, semua elemen jaringan lunak yang

kontraktur dielongasi. Hal ini bertentangan dengan tehnik tradisional

Kite yang menyatakan bahwa clubfoot harus dikoreksi bertahap dari

depan ke belakang dan terapis tidak boleh meneruskan tahap

selanjutnya sampai deformitas distalnya telah benar-benar terkoreksi.

Yang pertama dikoreksi adalah varus pada forefoot, kemudian

inversi pada hindfoot dan terakhir equinus pergelangan kaki dan

sendi subtalar. Dia memperingatkan akan bahaya dorsofleksi

prematur sebagai penyebab celah transversal sendi midtarsal yang

berakibat terjadinya kaki ‘rocker-bottom’, yaitu terbaliknya arkus

longitudinal sehingga permukaan plantar berbentuk konveks,

bukannya konkav. Kontroversi yang lain adalah pendapat Lloyd-

Roberts (1971) yang menyatakan koreksi dini ditekankan pada

equinus hindfoot. Sesuai dengannya adalah observasi Attenborough

(1996) bahwa tumit bayi tidak dapat diposisikan valgus atau eversi

jika masih dalam posisi equinus.

21

Page 22: Laporan Kasus Ctev Rany

Yang perlu diperhatikan dalam setiap tindakan mobilisasi

adalah lutut sisi yang sedang dimanipulasi harus dipegang dalam

keadaan fleksi. Hal ini untuk menghindari terjadinya strain

ligamentum medialis pada lutut. Jika kaki dieversi dalam keadaan

tungkai ekstensi, dapat berakibat strain ligamentum medialis lutut

sehingga terjadi deformitas valgus.Resiko mencoba mengkoreksi

terlalu kasar pada elemen plantarfleksi akan cenderung menyebabkan

‘pecahnya’ sendi midtarsal, sehingga kaki akan berbentuk ‘rocker-

shaped’. Pseudokoreksi ini dapat dihindari jika terapis bermaksud

untuk mendapatkan perbaikan sedikit demi sedikit pada hindfoot dan

peningkatan mobilitas daripada terburu-buru mencoba mendapatkan

derajat koreksi yang terlalu besar.

d) Reduksi tertutup dislokasi medial dan plantar sendi

talocalcaneonavikular

Jika jaringan lunak yang kontraktur telah cukup terelongasi, langkah

selanjutnya adalah reduksi tertutup dislokasi medial dan plantar pada

sendi talocalcaneonavikular. Prinsip dasarnya adalah memberikan

traksi kearah distal garis deformitas. Tehnik: genggam hindfoot

dengan 1 tangan, jari telunjuk diatas korpus talus, sebelah anterior

dan distal dari maleolus lateral dan ibu jari tangan yang sama di

anterior maleolus medial, mendorong navikular ke distal. Dengan

tangan yang lain, genggam forefoot dan midfoot dengan ibu jari dan

telunjuk dan berikan traksi longitudinal ke arah distal garis

deformitas, yaitu posisi kaki equinus dan inversi. Manipulasi ini akan

menyebabkan distraksi forefoot dan midfoot dari hindfoot dan

22

Page 23: Laporan Kasus Ctev Rany

elongasi kaki. (Gambar 8F). Selanjutnya reduksi dislokasi

talocalcaneonavikular didapatkan dengan mengabduksikan midfoot,

memindahkan navikular ke lateral dan mendorong ujung anterior

talus ke medial dengan ibujari lainnya. Calcaneus di rotasi ke lateral

os cuboid saat kaki didorsofleksi pada pergelangan kaki dan sendi

subtalarnya. Secara klinis, reduksi menunjukkan kontur eksternal

kaki yang normal pada postur istirahat.

Keberhasilan reduksi dikonfirmasi dengan radiografi posisi

anteropsterior dan lateral yang dibuat dengan posisi standar. Dari

anteroposterior menunjukkan sudut talocalcaneus harus lebih besar

dari 20º dan sudut talo-metatarsal I kurang dari 15º; Dari foto lateral,

sudut talocalcaneus harus 30º-45º. Posisi kaki dan tehnik radiografi

yang benar sangat menentukan.

Metoda apapun yang dipakai, manipulasi pasif selalu dilakukan

terlebih dahulu segera sesudah lahir. Biasanya dilakukan pada hari

ke-2 atau ke-3. Kombinasi manipulasi dengan metoda strapping yang

diulang tiap minggu, biasanya menampakkan hasil dalam 3-6 minggu,

tanpa memandang tipe deformitas mudah atau resisten.

1. Koreksi aktif

Koreksi ini adalah aspek terpenting dalam penatalaksanaan CTEV.

Mobilisasi kaki bayi diikuti dengan usaha menstimulasi eversi dan

dorsofleksi aktif dengan menepuk-nepuk sisi lateral kaki dengan ujung

jari mengarah ke tumit. Jika kaki dapat menapak, bayi mungkin dapat

diberdirikan sebentar dengan berat badan dtumpukan pada kaki yang

sakit dan tumit didorong kebawah, gerakkan dengan lembut dari sisi ke

23

Page 24: Laporan Kasus Ctev Rany

sisi dan kedepan-belakang untuk menstimulasi kontrol muskular aktif

melalui eversi dan dorsofleksi. Pada usia 5 bulan, bayi normal akan

menjangkau dan memegang serta mempermainkan jari-jari kaki dengan

posisi telentang, hal ini harus diupayakan oleh ibu untuk mendapatkan

koreksi aktif. Perlu distimulasi untuk memegang jari-jari sisi lateral

untuk merangsang eversi. Saat mulai duduk pada usia 6-7 bulan, dia

dirangsang bermain dengan kakinya. Menstimulasi sisi anterolateral

kaki akan menrangsang eversi dan dorsofleksi aktif. Banyak metoda

lain yang dapat dipakai untuk menstimulasi gerakan yang diinginkan,

karena itu perlu eksplorasi oleh terapisnya

b. Ortotik prostetik

1. Strapping dengan perban adhesif

Metode ini bertujuan untuk mempertahankan hasil reduksi yang telah

dicapai dan dikonfirmasi dengan radiografi.

Imobilisasi dengan Plaster of Paris cast

Plaster of Paris cast merupakan alat retensi statis.Aplikasi plaster cast

yang benar pada kaki bayi membutuhkan ketrampilan karena harus

dipasang dengan akurat dan detail yang tepat. Dibutuhkan kerjasama 3

orang, yaitu ayah/ibu yang memegang bayi agar diam (karena mungkin

bayi meronta-ronta), seorang asisten yang akan membantu menggulung

lembaran kapas dan ‘plaster of Paris cast’ dan dokter yang memegang

dan membentuk gips. Gips harus terpasang sepanjang tungkai, dari jari

kaki sampai ke lipat paha dengan lutut fleksi 60º-80º untuk mengontrol

tumit dan mencegah gips tergelincir. Tungkai dioles tinktura benzoin

lalu ditutup dengan lembaran kapas selebar 1-1½ inci pada kaki dan

24

Page 25: Laporan Kasus Ctev Rany

tungkai bawah dan selebar 2 inci pada tungkai atas, lutut dan paha.

Lembaran digulung rapi melawan deformitas varus, tidak terlalu kencang

ataupun longgar. Gulungan harus licin dan tidak berkerut. Kemudian

dokter memegang kaki dan pergelangan kaki pada posisi koreksi yang

diinginkan dan asisten menggulungkan plaster of Paris cast, digulung

melawan deformitas varus, dimulai dari sisi lateral kaki, kedorsal,

kemudian keplantar dan kembali ke lateral. Cast diganti dengan interval

2-3 minggu pada bayi baru lahir, karena pertumbuhan kaki yang cepat.

Yang perlu diingat, plaster of Paris cast adalah alat retentif, bukan

korektif.

Tehnik dari Sir Robert Jones (1900) berupa above-knee cast

Gips atas lutut ini menggunakan perban ortopedik adhesif yang diganti

2-3 hari sekali. Pembalutan ini merupakan splint nonrigid dan dinamis

yang mencegah atrofi disuse dan mendukung berfungsinya otot peroneus

dan dorsofleksor pergelangan kaki pada minggu-minggu pertama setelah

lahir.

Tehnik: pertama, sepanjang ekstremitas dicuci dengan air dan sabun,

kemudian dibersihkan dan dikeringkan dengan alkohol. Tinktura benzoin

dioleskan pada kaki dan seluruh tungkai (antara lutut dan maleolus) dan

paha bagian distal yaitu 3-5cm diatas lutut. Tinktura ini akan melindungi

kulit dan memperbaiki pelekatan strapping. Kemudian kain perban

adhesif selebar 3-5cm digulung dengan lembut melingkar, tetapi tidak

semuanya, sekitar kaki dengan tepi 1cm dari garis tengah dorsum kaki.

Strapping sirkumferensial (Jones) relatif aman pada bayi usia 1-3

minggu. Penting untuk menempatkan tepi distal dari lembaran kapas

25

Page 26: Laporan Kasus Ctev Rany

(dan strap adhesif) di ujung basis jari kaki untuk menopang kaput

metatarsal dan secara dinamis meregang forefoot keluar dari posisi

equinus.

Tehnik strapping dan gesper

Tehnik ini untuk memegang kaki dalam posisi terkoreksi, derajat

koreksi dapat diubah dengan menyesuaikan tarikan pada gesper. Jika

kaki dapat dipertahankan dalam posisi eversi, akan memfasilitasi

kontraksi aktif otot evertor dan dorsofleksor tiap kali bayi melakukan

gerakan ekstensi tungkai.

Metoda pemasangan (gambar 10): Strap dipotong menjadi beberapa

bagian, gesper dipasang, lalu strap dijahit. Sebelum memasang strap,

terapis memobilisasi kaki. Tinktura benzoin dioleskan ke kulit dengan

kapas dan dibiarkan mengering sebelum strapping.

2. Splinting

Split logam tipe Dennis Browne

Splint ini terdiri dari 2 potong aluminium yang dibentuk menjadi foot

plate dengan bagian memanjang pada sisi lateral tungkai. Foot plate

harus sesuai ukuran kaki bayi, jika terlalu lebar, strapping tidak dapat

mengontrol adduksi. Sedangkan pemanjangan bagian lateral harus

setinggi tungkai bawah. Jika terlalu pendek akan mengurangi kekuatan

yang dibutuhkan untuk mempertahankan posisi eversi.

Pada deformitas unilateral, kaki yang normalpun harus dipasang splint.

Splint kanan dan kiri disatukan dengan palang melintang yang dapat

digerakkan. Palang ini ditempelkan pada foot plate dengan sekrup kupu-

26

Page 27: Laporan Kasus Ctev Rany

kupu . Palang dapat ditekuk membentuk sudut kecil dan jika tungkai dan

kaki dalam posisi rotasi eksterna maka foot plate akan memfasilitasi

eversi dan dorsofleksi saat tungkai bayi ekstensi.

Posterior plaster splint

Plaster splint berbantalan dibuat untuk menahan kaki pada midposisi

atau inversi dan dorsofleksi. Tipe ini tidak berguna untuk CTEV berat

karena ada tendensi relaps, meskipun dengan pembalutan, tidak dapat

mengontrol tendensi kembali ke posisi equinovarus. Akan tetapi, splint

ini berguna pada deformitas postural yang ringan untuk mempertahankan

koreksi sampai anak dapat mengkoreksi sendiri, pada bayi dengan

meningocele dimana tungkai flaksid, keseimbangan otot tidak ada, dan

koreksi harus dipertahankan sampai operasi stabilisasi untuk koreksi

dapat dilakukan.

Dennis Browne night splint

Splint ini kadang-kadang diberikan sebagai alat untuk

mempertahankan koreksi yang telah didapatkan dari strapping atau splint

logam Denis Browne. Terdiri dari sepasang sepatu boot yang

ditempelkan pada piringan logam diatas palang melintang

Prinsipnya mirip dengan splint logam. Tungkai dipegang pada posisi

rotasi eksternal dan kaki dieversi dan dorsofleksikan. Splint ini dipakai

siang dan malam atau saat malam hari hanya jika anak berjalan.

Bell-Grice splint

Konstruksi splint ini mirip dengan Dennis Browne tetapi memiliki

keunggulan tertentu, yaitu logam pada foot plate terbentuk dengan baik

27

Page 28: Laporan Kasus Ctev Rany

sehingga pembalutan dengan lembaran kapas tidak diperlukan dan

‘boating’ pada kaki tidak terjadi. Keuntungan lain adalah tidak ada

pemanjangan metal ke lateral untuk menekan sisi luar tungkai, sehingga

kelemahan otot, antara lain evertor dapat dihindari.

Foot plate dan splint terpisah dari palang melintang dan dilapisi dengan

lapisan adhesif lipis lembaran kapas, 2 potong strap selebar 2cm

dipasang pada sol/bagian belakang sepatu diatas sekrup, 1 diantaranya

lewat dari dalam keluar melalui sisi bawah, yang lain dari dalam keluar

melalui sisi atas. Seorang asisten menahan ekstremitas dan kaki bayi

diletakkan pada bagian sol. Lalu dilakukan strapping, melewati dorsum

pedis keatas dan kebawah melewati pergelangan kaki. Potongan strap

yang kedua dipasang dengan cara yang sama. Potongan ketigadigunakan

untuk menahan tumit pada foot plate lalu dikencangkan dengan sepotong

strap yang melimgkari ekstremitas. Kaki akan berposisi eversi maksimal

dan terkunci pada foot plate.

B. Terapi Operatif

Indikasi pemilihan pelaksanaan terapi operatif adalah adanya komplikasi yang

terjadi setelah terapi konservatif. Pada kasus resisten, terapi operatif paling baik

dilakukan pada usia 3-6 minggu, ketika tidak tampak adanya perbaikan yang

signifikan setelah menjalani terapi konservatif yang teratur.

Ada beberapa macam prosedur operatif untuk koreksi CTEV. Pemilihan prosedur

dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

Usia anak

Derajat rigiditas

28

Page 29: Laporan Kasus Ctev Rany

Deformitas yang ditemukan

Komplikasi yang didapat dari penanganan sebelumnya

Prosedur terapi operatif adalah:

1. Koreksi jaringan lunak

Koreksi jaringan lunak dilakukan pada bayi dan anak dibawah 5 tahun.

Pada usia ini, biasanya belum ada deformitas pada tulang-tulang kaki, bila

dilakukan operasi pada tulang dikhawatirkan malah merusak tulang dan sendi

kartilago anak yang masih rentan.

Koreksi dilakukan pada:

1. otot dan tendon

Achilles : tehnik pemanjangan tendo (Z-lengthening)

Tibia posterior: tehnik pemanjangan tendo atau transfer

Abduktor hallucis longus: tehnik reseksi atai eksisi

Fleksor hallucis longus dan fleksor digitorum longus: tehnik pemanjangan

atau reseksi muskulotendineus

Fleksor digitorum brevis

2. Kapsul dan ligamen

Talonavicular

Subtalar

Sendi calcaneocuboid

Kapsul pergelangan kaki, antara lain bagian dari lig. deltoid

Ligamen yang kontraktur pada sisi posterolateral pergelangan kaki dan

sendi subtalar:

◦ Lig. calcaneofibular

29

Page 30: Laporan Kasus Ctev Rany

◦ Lig. Talofibular posterior

◦ Retinakulum peroneal superior

Ligamen interoseus talocalcaneal

2. Koreksi jaringan keras

Operasi pada tulang atau osteotomi dilakukan setelah usia anak 5-10

tahun. Karena pada usia ini biasanya telah terjadi deformitas struktur tulang

dan koreksi yang diharapkan tidak mungkin berhasil tanpa pembenahan

tulang. Tindakan berupa:

1. Osteotomi calcaneus untuk koreksi inversi

2. Wedge reseksi sendi calcaneocuboid

3. Osteotomi cuboid

4. Osteotomi cuneiformis untuk koreksi adduksi yang berlebihan

5. Osteotomi tibia dan fibula, jika torsi tibia berlebihan (jarang terjadi)

Tindakan pada anak dengan usia lebih tua, lebih dari 10 tahun, biasanya:

1. Rekonstuksi tarsal, termasuk triple arthrodesis. Dilakukan pada kaki yang

rigid dan seringkali diserta nyeri serta tidak berespon pada gips serial atau

prosedur operasi yang lain.

2. Osteotomi femur

G. PROGNOSIS

Bila terapi dimulai sejak lahir, deformitas sebagian besar selalu dapat diperbaiki.

Walaupun demikian, keadaan ini tidak dapat sembuh sempurna dan sering kambuh,

30

Page 31: Laporan Kasus Ctev Rany

sehubungan dengan tipenya, terutama pada bayi yang disertai dengan kelumpuhan otot

yang nyata atau disertai penyakit neuromuskular.8

Prognosis ditentukan oleh beberapa faktor utama dan penunjang, antara lain:

1. Deformitas yang terjadi

2. Kapan mulai dilakukan.

Penatalaksanaan: semakin dini dilakukan semakin baik

3. Orang tua penderita.

Peran orang tua sangat penting. Faktor-faktor yang diperlukan adalah faktor kesabaran,

ketelatenan dan pengertian.

BAB III

KESIMPULAN

31

Page 32: Laporan Kasus Ctev Rany

Congenital Talipes Equinovarus (Clubfoot) adalah salah satu kelainan bawaan

pada kaki yang terpenting. Kelainan ini mudah didiagnosa tapi sulit diterapi secara

sempurna walaupun oleh seorang yang sangat ahli. Kelainan yang terjadi pada

Clubfoot adalah : equinus pada tumit, seluruh hindfoot varus, serta midfoot dan

forefoot aduksi dan supinasi.

Derajat kelainan mulai dari ringan, sedang atau berat yang dilihat dari

rigiditasnya atau resistensinya, dan dari penampilannya.

Pengenalan dan penanganan secara dini pada clubfoot sangat penting dimana

“Golden Period” untuk terapi adalah tiga minggu setelah lahir, karena pada umur

kurang dari tiga minggu ligamen-ligamen pada kaki masih lentur sehingga masih

dapat dimanipulasi.

DAFTAR PUSTAKA

32

Page 33: Laporan Kasus Ctev Rany

1. Schwarts SI. Principles of Surgery. Singapore: Mc Graw Hill International

Book Company; 1984: 1888-1890.

2. Patel, M. 2007. Clubfoot. www.emedicine.com [29 juli 2008]

3. Shepherd Roberta B. Physiotherapy in Paediatrics. London: William

Heinemann Medical Books Limited, 1974: 4-5.

4. Cailliet Rene. Foot and Ankle Pain. 12th ed. Philadelphia: F.A. Davis

Company, 1980: 1-21

5. Ferner H, J. Staubesand. The Sobotta Atlas of Human Anatomy, Vol II, Ed.

Bahasa Indonesia. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran, 1985: 346.

6. Munandar A. Iktisar Anatomi Alat Gerak dan Ilmu Gerak, Ed. 1. Jakarta: EGC

Penerbit Buku Kedokteran, 1979:142-162

7. Crenshaw AH. Campbell‘s Operative Orthopaedics, 7th ed. Missouri: Mosby

Co., 1987: 288-292.

8. Apley E. Graham, Solomon Louis. Apley’s System of Orthopaedics and

Fractures. 7th ed. Ed Bahasa Indonesia, Jakarta: Widya Medika, 1993:200-202.

33