PENGARUH VARIETAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN
KEDELAI (Glycine max L.)
Oleh :
NURFATHYA DWI PRASANTI
105040201111040
MINAT BUDIDAYA PERTANIANPROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
UNIVERSITAS BRAWIJAYAFAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIANPROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MALANG
2013
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kedelai (Glycine max. L) ialah salah satu tanaman budidaya yang diambil
bijinya untuk dikonsumsi ataupun untuk bahan baku lainnya. Kedelai
memiliki banyak sekali varietas antara lain Kerinci, Wilis, Slamet, Sindoro,
Grobogan, Tanggamus, dan lain - lain. Seringkali berbeda varietas berbeda
pula pola pertumbuhan serta produktivitasnya. Masing – masing varietas juga
memiliki bentuk morfologi yang berbeda serta keunggulan yang berbeda pula.
Namun Varietas Tanggamus misalnya, merupakan varietas unggul kedelai
untuk lahan masam hasil persilangan antara varietas Kerinci dengan No.311
yang dilakukan oleh BALITKABI. Varietas Tanggamus telah teruji
produktivitasnya lebih baik daripada varietas Wilis dan Slamet (Puslittan
Bogor, 2006). Varietas ini juga lebih tahan terhadap tanah yang masam dan
kering dibandingkan dengan varietas Slamet, Wilis, dan Kerinci (Puslittan
Bogor, 2006). Sedangkan varietas Grobogan adalah benchmark kedelai genjah
berdaya hasil tinggi. Varietas ini memiliki potensi hasil sebesar 2,77 ton/ha
dan rataan hasil sebesar 3,40 ton/ha (Puslittan Bogor, 2006). Namun varietas
Grobogan menginginkan lahan dengan irigasi yang baik dan hidup baik pada
musim hujan.
Agar dapat memenuhi permintaan kedelai yang semakin meningkat setiap
tahunnya maka penelitian tentang kedelai ini sedang banyak dilakukan untuk
mencari produktivitas tertinggi diantara varietas-varietas kedelai yang ada.
Dengan adanya berbagai macam perbedaan tersebut maka diperlukannya
pengujian lebih lanjut untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil/produktivitas
tanaman dengan membandingkan antar varietas dengan diujikan ditempat
yang beragam. Produktivitas seringkali dikaitkan dengan kondisi pola
pertumbuhan vegetatif tanaman. Apabila pertumbuhan vegetatif baik, maka
imbasnya akan berdampak baik pula pada pertumbuhan generatif tanaman
tersebut. Maka pada penelitian ini akan diujikan dua varietas kedelai yaitu
Grobogan dan Tanggamus terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.
Penelitian dilakukan di lahan percobaan Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas
2
Pertanian Universitas Brawijaya yang memiliki kondisi tanah yang apabila
setelah hujan akan tergenang dan apabila tidak ada hujan akan sangat kering.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai varietas Grobogan
dan Tanggamus
1.3 Hipotesis
Varietas tanggamus akan memiliki pertumbuhan dan hasil yang lebih baik
daripada varietas grobogan karena varietas tanggamus memiliki ketahanan
terhadap kondisi lingkungan yang kritis.
3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Kedelai
Mengenal stadium pertumbuhan kedelai merupakan suatu keharusan bagi
yang bergerak dibidang usaha tani kedelai, tanpa mengetahui stadium
pertumbuhan tersebut, akan sulit dalam memperlakukan teknologi terhadap
tanaman seperti : pemupukan, penyiangan, pemberantasan hama dan
sebagainya. Hal ini disebabkan karena stadium pertumbuhan itu merupakan
tahap perkembangan fisiologis tanaman, pada setiap tahapnya mempunyai
sifat dan tuntutan kebutuhan yang berbeda. Secara garis besarnya stadium
pertumbuhan kedelai terdiri dari stadium vegetatif dan reproduktif (generatif)
yang masing – masingnya terdiri atas beberapa stadium.
A. Stadium Vegetatif
Periode Vegetatif dihitung sejak tanaman muncul dari dalam tanah sampai
awal pembungaan dengan stadium sebagai berikut :
1. Stadium Pemunculan ( VE = Vegetatif/Epigeous )
Stadium ini ditandai dengan munculnya Cotiledon ( keping biji ) dari
dalam tanah yang disebut dengan Vegetatif Epigeous ( VE ). Epigeous
adalah satu sifat perkecambahan dari biji yang Cotiledonnya terangkat
kepermukaan tanah setelah satu atau dua hari biji kedelai ditanam. Pada
keadaan kelembaban tanah cukup baik, bakal akar akan tumbuh keluar
melalui belahan kulit biji disekitar mikropil. Bakal akar ini tumbuh cepat
kedalam tanah, Cotiledon terangkat keatas permukaan tanah karena
pertumbuhan hipokotil sangat cepat. Lekukan yang terbentuk pada
bahagian atas hipokotil mencapai permukaan tanah lebih dahulu dan
menarik Cotiledon keatas keluar dari dalam tanah dengan menanggalkan
kulit biji.
2. Stadium Cotiledon ( VC )
Setelah dua sampai tiga hari Cotiledon muncul dipermukaan tanah,
kedua lembar daun primer terbuka, tepi daun tidak
menyentuh .Pertumbuhan berikutnya adalah pembentukan daun berangkai
tiga. Bersamaan dengan ini mulai terbentuk akar – akar sekunder yang
tumbuh dari akar tunggang ( Arsyad, 1995 ). Pada fase ini hama utama
4
yang perlu diamati adalah lalat kacang (Ophiomyia phaseoli ) dan
kumbang daun kacang ( Angitarsus suturellinus ) dan ulat tanah ( Agrotis
spp ), (Direk Bina Perlindungan Tanaman, 1994 ).
Kemudian penyakit yang sering menyerang adalah penyakit layu oleh
Sclerotium solfsii yang tumbuh pada pangkal batang berupa benang –
benang Miselium berwarna putih atau butiran coklat. Bercak cekung hitam
pada Cotiledon oleh Collectotrichum dematium dan bercak coklat oleh
Rizoctonia solani. Pestisida untuk mengatasi hama dan penyakit tersebut
seperti terlampir.
3. Stadium Buku Pertama ( V1 )
Stadium ini setelah tanaman berumur satu minggu , daun terurai penuh
pada buku daun tunggal (Unifoliolat ). Buku pertama dan tanaman sudah
terlihat jelas. Akar – akar cabang dari akar sekunder sudah mulai tumbuh.
Oleh sebab itu pada saat ini perlu persediaan hara yang cukup, terutama
Nitrogen sebagai stater pertumbuhan. Hama utama dan penyakit yang
sering berkembang sama dengan yang ada pada Stadium Cotiledon ( VE ),
( Arsyad, 1995 ).
4. Stadium Buku Kedua ( V2 )
Stadium ini umumnya sesudah umur tanaman dua minggu, dan
ditandai dengan terurai penuhnya daun ketiga pada buku diatas buku
Unifoliolat, akar cabang sudah mulai berkembang dan berperan dalam
menyerap air dan unsur hara. Oleh sebab itu ketersediaan hara secukupnya
ditanah sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman ( Arsyad, 1995 ).
Hama utama yang mungkin dijumpai dipertanaman adalah ulat
Gerayak (Spodoptera litura), ulat Jengkal (Chrysodeixis chalcites),
kumbang Kedelai (Phoedonia inclusa) dan ulat Buah (Helicoverpa
armigera dan Heliothis spp). Serangga lain yang mungkin dijumpai adalah
Penggerek pucuk (Agromipa dolichostima ), pelipat daun (
Biloba/Stomopteryx subsecivella ), penggulung daun (Lamprosema
indicata, Adoxophyes sp. dan Homana sp), kumbang tanah kuning dan
tungau merah (Tetranychus cinnabarius ).
5
Adapun penyakit yang mungkin menyerang antara lain : Karat daun
(Bercak coklat ) pada permukaan bawah daun yang disebabkan oleh
cendawan Phakopsora pachyrhizi dan Layu karena Sclerotium solfsii ( S.
solfsii ). Kemudian penyakit virus utama seperti SSV, SMV,dan CMMV,
dan keberadaan serangga vector virus tersebut dapat meningkatkan
perkembangan dan penyebaran penyakit, khusus apabila masih ada
pertanaman yang lebih muda (Direktur Bina Lindung Tanaman Pangan,
1994 )
5. Stadium Buku Ketiga ( V 3 )
Stadium ini biasanya sesudah tanaman berumur tiga minggu. Telah
terbentuk tiga buku batang utama yang dihitung dari buku unifoliolat
dengan daun terurai penuh. Perakaran sudah berfungsi penuh dan bintil
akar sudah mulai berfungsi untuk mengikat Nitrogen dari udara. Pada saat
ini tanaman membutuhkan hara secukupnya dan penggemburan tanah serta
bersih dari gulma. Sedangkan hama dan penyakit utama yang ada, sama
dengan yang ada pada stadium sebelumnya.
6. Stadium Buku Ke n ( V n ).
Stadium ini adalah stadium berikutnya yang mana nilai n ini
tergantung kepada umur berbunganya setiap varietas. Untuk menentukan
nilai n berpedoman kepada jumlah buku pada batang utama, setelah
unifoliolat ( buku pertama ) dengan daun sudah terurai penuh. Dalam
stadium ini sangat diutamakan perhatian dalam hal pemeliharaan, baik dari
gulma maupun dari serangan hama dan penyakit seprti pada stadium buku
ke tiga.
B. Stadium Reproduktif ( Generatif )
Stadium ini dimulai sejak masuk waktu pembungaan sampai saat
polong matang. Setiap uraian stadium diberi tanda R ( Reproduktif ) dan
diikuti dengan angka 1 sampai 8 yang menandakan stadiumnya. Dalam
menentukan stadium reproduktif, batang utama tetap dipakai sebagai dasar
seperti uraian berikut:
6
1. Stadium mulai berbunga ( R 1)
Stadium ini ditandai dengan terbukanya bunga pertama pada buku
manapun. Umur berbunga ini bervariasi menurut umur varietas tanaman
kedelai, biasanya mulai dari umur 35 sampai 45 hari. Pada saat ini
ketersediaan air harus secukupnya, terlalu kering dapat menyababkan
bunga kering dan gugur ( Arsyad, 1995 ).
Hama tanaman yang mungkin menyerang adalah kumbang daun
kedelai, ulat gerayak, ulat jengkal, ulat buah ( Helicoverpa armigera dan
Heliothis spp.) dan penggerek batang ( Etiella zinckenella dan E.
hobsoni ), serta pengissap polong yaitu kepik hijau ( Nezara viridula) dan
kepik hijau pucat ( Piezodorus hybneri ) dan kepik coklat kedelai
( Riptortus linearis dan R. spp ). Serangga hama lainnya yang mungkin
dijumpai ialah penggerek pucuk, pelipat daun, penggulung daun, tungau
merah ( Melanacanthus sp ), dan vector virus ( kutu kebul dan kutu hijau ).
Pada stadium ini beberapa jenis hama telah mencapai instar tiga dan
apabila sebelumnya tidak dilakukan pengendalian. Pada awal fase ini
imago dan telur penggerek polong dan penghisap polong mulai dijumpai
dan umumnya puncak populasi telur terjadi sekitar 50 hst. Penyakit utama
pada daun dalam fase ini adalah : Hawar bakteri (Pseudomonas sp.), bisul
bakteri (Xantomonas sp.), cendawan karat (P. pachyrhiz ). Disamping itu
serangan virus kerdil kedelai ( SSV ), virus mozaik kedelai ( SMV ), virus
belang tersamar kacang tunggak ( CMMV ).
2. Stadium Berbunga Penuh ( R2 )
Stadium ini ditandai terbukanya bunga pada satu dari dua buku diatas
pada batang utama dengan daun terbuka penuh. Biasanya stadium ini pada
umur tanaman 45 – 55 hari. Hama dan penyakit utama yang mungkin
ditemui sama dengan yang ada pada stadium (R1).
7
3. Stadium Mulai Berpolong ( R3 )
Stadium ini mulai pada umur tanaman 55 – 65 hari dan ditandai
dengan terbentuknya polong pada salah satu dari empat buku teratas pada
batang utama (Arsyad, 1995 ).
Hama utama yang mungkin dijumpai ialah hama daun dan hama
polong seperti pada stadium sebelumnya. Kerusakan daun pada stadium
ini sangat berpengaruh terhadap hasil panen. Stadium perkembangan hama
yang perlu diperhatikan adalah ; imago, nimfa, dan telur kumbang daun
kedelai ; imago, nimfa, dan telur penghisap polong ; larva penggerek
polong. Keberadaan hama penggerek polong sangat membahayakan
produksi, oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan populasi secara
intensif. Penyakit utama pada stadium ini adalah : karat daun, busuk coklat
dan bintik hitam/Antraknosa yang dapat menginfeksi polong dan biji.
4. Stadium Berpolong Penuh ( R4 )
Stadium ini umur 60 – 70 hari dan tergantung pada varietas. Pada saat
ini terbentuk polong sepanjang 2 cm pada salah satu buku dari 4 buku
teratas pada batang utama. Kekurangan air dapat menyebabkan
terganggunya stadium pengisian biji. Hama dan penyakit utama yang
mungkin ada sama dengan stadium sebelumnya ( R3 ).
5. Stadium Mulai Berbiji ( R5 )
Stadium ini disebut stadium awal pengisian biji yang umumnya mulai
pada umur 65 – 75 hari, yang ditandai dengan terbentuknya biji sebesar 3
mm dalam polong pada salah satu dari 4 buku teratas ( Arsyad, 1995 ).
Pada stadium ini perlu pengamatan serangan hama dan penyakit. Diantara
hama utama yang banyak berkembang adalah kepik hijau ( Nezara
viridula. L ), yang menghisap polong menyebabkan polong kempes,
mengering dan menjadi hitam kemudian penggerek polong ( Etiella
zinckenella. Tryon ) yang larvanya menggerek polong dan biji. Sedangkan
penyakit yang sering timbul pada stadium ini adalah karat jamur kedelai
8
( Phakopsora pachyrhizi ), selain dari pemeliharaan dari hama dan
penyakit juga dijaga ketersediaan air tanah (Direk. Bina perlindungan
tanaman, 1994 ).
6. Stadium Biji Penuh ( R6 )
Pengisian biji penuh pada umaur tanaman 70 – 80 hari, yang ditandai
terisi penuhnya rongga polong dengan sebuah biji hijau pada salah satu
dari 4 buku teratas pada batang utama. Hama utama yang harus
diwaspadai adalah : penghisap polong, sedangkan untuk hama penggerek
polong pada stadium kritisnya sudah lewat. Perkembangan penyakit pada
stadium ini sudah kurang.
7. Stadium Mulai Matang ( R7 )
Stadium ini dimulai setelah tanaman berumur 80 hari dan ditandai
oleh adanya satu buah polong pada batang utama yang telah mencapai
warna matang ( coklat muda atau coklat tua ).
8. Stadium Matang Penuh ( R8 )
Pada saat ini warna polong sudah coklat , sebagian daun menguning
dan kering sehingga kalau terlambat panen daun menggugur. Uraian
stadium Vegetatif dan Reproduktif tersebut merupakan pertumbuhan dari
suatu tanaman yang Representatif. Sedangkan yang dipedomani untuk
menetapkan setiap stadium tersebut adalah rata – rata dari pengamatan
apabila lebih kurang 50 % dari tanaman telah mencapai atau melampaui
stadium pertumbuhan tertentu ( Hidayat. O.O, 1993 ).
(Deptan, tanpa tahun)
2.2 Pengaruh Perlakuan varietas pada Tanaman Kedelai
Menurut Nuraeni (2002), dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh
Varietas Dan Dosis Pupuk Kotoran Ayam Terhadap Pertumbuhan Dan
Produksi Kedelai (Glycine max (L) Merr) Panen Muda” bahwa varietas yang
berumur lebih panjang akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi lebih
9
banyak dan hasil percobaan menunjukkan bahwa varietas yang digunakan
mempengaruhi bobot batang umur 4 minggu, bobot basah tanaman per
petak, bobot polong basah per petak kedelai kultivar NS1 dan G10428.
2.3 Tujuan Perhitungan / Pengamatan Bobot Kering Tanaman
Bobot kering tanaman mencerminkan pola tanaman mengakumulasikan
produk dari proses fotosintesis dan merupakan integrasi dengan faktor-
faktor lingkungan lainnya. Daun merupakan organ fotosintetik utama dalam
tubuh tanaman, di mana terjadi proses perubahan energi cahaya menjadi
energi kimia dan mengakumulasikan dalam bentuk bahan kering.
Perubahan-perubahan selama pertumbuhan mencerminkan perubahan bagian
yang aktif berfotosintetsis.
Berbagai ukuran dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan
tanaman dengan cara membandingkan bobot bahan kering dan luas daun
tanaman dari waktu ke waktu. Dengan memperhatikan luas daun dan bobot
kering dapat diukur laju asimilasi neto. Dengan hanya memperhatikan bobot
kering tanaman dapat diukur laju tumbuh pertanaman dan laju pertumbuhan
relatif (Leopold dan Kriedermann, 1975).
2.4 Metode Penentuan Bobot Kering Tanaman
Bahan basah dibagi menurut jenis organ : daun, batang, akar (bila mungkin),
buah, biji, kulit biji dll, bila terlalu banyak disubsampel. Bahan basah
ditimbang terlebih dahulu kemudian jemur sampai kering matahari – dioven
pada suhu 65-85o C sampai berat tetap, setelah 48 jam. Ditimbang dengan
timbangan ketelitian 2 angka dibelakang koma dalam gram. Bobot kering
didapatkan dengan cara mengurangi bobot basah dan bobot tanaman setelah
dioven (Tim Dosen Faperta UGM, 2010).
2.5 Pengertian, Tujuan, dan Rumus Laju Pertumbuhan Relatif / RGR
Laju Tumbuh Relatif (LTR) pada saat tertentu (t) adalah laju peningkatan
bobot kering tanaman (W) tiap satuan bobot kering, yang dinyatakan secara
matematik :
10
LTR = 1/w . dw/dt atau LTR = LAN x NLD
Tujuannya perhitungan RGR adalah untuk mengetahui banyaknya biomassa
yang dihasilkan oleh daun per minggunya. (Setiono, 2011)
2.6 Pengertian, Tujuan, dan Rumus Laju Pertumbuhan Tanaman / CGR
Laju Tumbuh Pertamanan (LTP) adalah suatu peningkatan bobot kering tiap
satuan luas lahan (L) tiap satua waktu yang dinyatakan secara matematik :
LTP = dw/dt atau LTP = LAN x ILD
Tujuannya perhitungan RGR adalah untuk mengetahui banyaknya biomassa
yang dihasilkan oleh daun per satuan luas lahan. (Setiono, 2011)
2.7 Pengertian, Tujuan, dan Rumus Laju Asimilasi Bersih / NAR
Laju Asimilasi Neto (LAN adalah laju peningkatan bobot kering tanaman
pada saat tertentu (t) tiap satuan luas (L), yang dinyatakan secara
matematik :
LAN =1/L .dw/dt atau LAN = (ln L2 – lnL1)/(L2 – L1 ) x (w2 – w1)/(t2
– t1)
Tujuan perhitungan NAR adalah untuk mengetahui kemampuan daun dalam
menghasilkan biomassa per minggunya. (Setiono, 2011)
2.8 Pengertian, Tujuan, dan Rumus Indeks Luas Daun / ILD
Indeks Luas Daun (ILD) adalah luas daun (A) pada tiap satuan luas lahan
(P) yang dinyatakan secara matematik :
ILD = A/P
Tujuan dilakukannya perhitungan ILD adalah untuk mengetahui besarnya
intersepsi cahaya oleh daun. Apabila ILD suatu tanaman besar, maka
pengaruhnya adalah terhadap bobot kering. (Setiono, 2011)
2.9 Pengertian, Tujuan, dan Rumus Rasio Transmisi Cahaya / RTC
RTC adalah rasio atau perbandingan intensitas cahaya yang didapatkan oleh
permukaan daun pada tajuk tengah dan atas yang dinyatakan dalam:
RTC = (Ii / Io) x 100%
11
Tujuan perhitungan RTC adalah mengetahui efisiensi cahaya yang diserap
oleh daun. (Setiono, 2011)
3. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Universitas Brawijaya selama 4 bulan pada 11 Maret 2013 sampai
dengan Juni 2013.
3.2 Alat dan Bahan
Alat :
Cangkul/ cetok : digunakan untuk menggemburkan tanah
Tugal : digunakan untuk membuat lubang tanam
Tali rafia : digunakan sebagia acuan jarak tanam
Penggaris : digunakan untuk mengukur tinggi tanaman
Gembor : digunakan untuk menyiram
Kamera : digunakan untuk dokumentasi
Oven : digunakan untuk mencari bobot kering
LAM : digunakan untuk mengukur luas daun
Timbangan Analitik : digunakan untuk menimbang bobot
Bahan :
Benih kedelai : sebagai bahan tanam
Pupuk Urea : untuk memenuhi kebutuhan N tanaman
Pupuk SP36 : untuk memenuhi kebutuhan P tanaman
Pupuk KCl : Untuk mengetahui Kebutuhan K tanaman
Amplop : untuk tempat sampel saat di oven.
12
3.3 Alur Kerja (Diagram Alir)
Pengamatan Non Destruktif
Pengamatan Destruktif
13
menyiapkan alat dan bahan
buat bedengan dengan ukuran 2x1 meter
buat lubang tanam dengan jarak tanam 20x30cm
tanam benih kedelai pada lubang tanam masing-masing 2 benih per lubang
beri pupuk dasar sesuai dosis rekomendasi
Amati
tentukan dan ambil tanaman sampel sesuai plotting yang telah ditentukan pada minggu ke 3 pengamatan
Cuci bersih tanaman sampel
Pisahkan bagian akar, batang dan daun
Ukur luas daun menggunakan LAM
Timbang bobot basah masing- masing bagian tanaman
14
Masukkan dalam amplop masing- masing bagian tanaman
Oven selama 2 x 24 jam
Timbang bobot kering masing- masing bagian tanaman
catat hasil
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil (Tabel Pengamatan)Pengamatan non destruktif kedelai varietas Grobogan
Pengamatan destruktif kedelai varietas Grobogan
Pengamatan destruktif dan non destruktif kedelai varietas Tanggamus
Data RGR, CGR, NAR dan ILD
15
Perhitungan RGR, CGR, NAR, dan ILD
RGR 20 = 1w
xdwdt
= 1
0,85x
0,85−020−0
= 0,117 x0,0425
= 6,375x10-3 g/g/hari
RGR 31 = 1w
xdwdt
= 1
1,97x
1,97−0,8531−20
= 0,507 x 0,101
= 0,051 g/g/hari
RGR 54 = 1w
xdwdt
= 1
04,5x
4,5−1,9754−31
= 0,222 x0,11
= 0,024 g/g/hari
b. CGR Rata-rata = ln W 2− lnW 1
T 2−T 1 x
1GA
= 0,049 x 1
625 cm2
= 7,84 x 10 -5 g/cm2/hari
c. NAR = W 2−W 1T 2−T 1
x ln LA 2−ln LA 1
LA 2−LA 1
16
= 4,5−0,85
54−20 x
ln 438,492−ln 96,806438,492−96,806
= 0,11 x6,083−4,572
341,686
= 0,11 x1,511
341,686
= 0,11 x 4,442 x 10-3
= 4,86 x 10 -3 g/cm2/hari
ILD20 = LUAS DAUNLUAS LAHAN
= 96,806
2
= 48,403
ILD31 = LUAS DAUNLUAS LAHAN
= 217,97
2
= 108,985
ILD54 = LUAS DAUNLUAS LAHAN
= 438,492
2
= 219,246
4.2 Pembahasan
A. Pertumbuhan Tanaman KedelaiBerdasarkan hasil pengamatan selama 54 HST diketahui bahwa terdapat perbedaan pada pertumbuhan kedelai varietas Grobogan dan varietas Tanggamus. Pada 4, 5, 6 dan 7 MST dapat diketahui bahwa kedelai varietas tanggamus memiliki pertumbuhan yang lebih baik daripada varietas grobogan. Sesuai dengan Warba (2011), bahwa varietas
17
Tanggamus memiliki pertumbuhan paling baik diantara varietas Grobogan.
B. Hubungan ILD dengan Bobot Kering TanamanKedelai varietas Grobogan memiliki rata-rata indeks luas daun lebih besar daripada varieatas Tanggamus. Perbedaan indeks luas daun dapat disebabkan karena perbedaan jumlah daun dan jumlah sampel yang digunakan pada masing-masing perlakuan. Kedelai varietas grobogan memiliki rata-rata jumlah daun lebih banyak dibandingkan varietas Tanggamus sampai dengan pengamatan minggu ke 7. Nilai indeks luas daun mempengaruhi bobot kering tanaman. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai indeks luas daun, semakin besar nilai bobot kering tanaman karena besarnya nilai indeks luas daun menunjukkan banyaknya jumlah daun pada tanaman sampel. Demikian pula menurut Nugroho (2010) bahwa indeks luas daun berpengaruh terhadap berat kering berangkasan dan tanaman kedelai masih mengakumulasikan bahan kering sampai umur minggu ke 8.
C. Hubungan Bobot Kering Tanaman dengan CGRDari data pengamatan CGR diketahui bahwa kedelai varietas Tanggamus memiliki nilai CGR yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas Grobogan. Varietas Grobogan memiliki nilai CGR sebesar 7,84 x 10-5
g/cm2/hari dan varietas Tanggamus memiliki nilai CGR sebesar 0,63x10-3
g/cm2/hari. CGR adalah kemampuan tanaman menghasilkan bahan kering hasil asimilasi tiap satuan luas lahan tiap satuan waktu (g/m2/minggu). Bobot kering merupakan akumulasi bahan kering yang terkandung pada tanaman. Akumulasi bahan kering sangat disukai sebagai ukuran pertumbuhan. Akumulasi bahan kering mencerminkan kemampuan tanaman dalam mengikat energi dari cahaya matahari melalui proses fotosintesis, serta interaksinya dengan faktor-faktor lingkungan lainnya. Distribusi akumulasi bahan kering pada bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun dan bagian generatif, dapat mencerminkan produktivitas tanaman (Sumarsono, 2010). Sehingga semakin besar bobot kering tanaman maka nilai CGR tanaman tinggi.
D. Laju Asimiliasi Bersih/Netto (LAN / NAR)NAR atau LAN adalah kemampuan tanaman menghasilkan bahan kering hasil asimilasi tiap satuan luas daun tiap satuan waktu (g/cm2/hari). Varietas Grobogan memiliki nilai NAR sebesar 4,86 x 10-3 g/cm2/hari dan varietas Tanggamus memiliki nilai NAR sebesar 0,306x10-3 g/cm2/hari. LAN paling tinggi nilainya pada saat tumbuhan masih kecil dan sebagian besar daunnya terkena cahaya matahari langsung. LAN kemungkinan akan menurun pada saat pertambahan luas daun, sehingga tidak mampu
18
melakukan fotosintesis secara optimal (Leopold dan Kriedermann, 1975). Namun pada kenyataannya luas daun komoditas Grobogan lebih besar daripada luas daun varietas Tanggamus. Hal ini diduga karena terdapat perbedaan pengamatan bobot kering. Pada perlakuan varietas Grobogan melakukan pengamatan sebanyak tiga kali sedangkan varietas Tanggamus melakukan pengamatan sebanyak 4 kali.
5. PENUTUP
5.1 KesimpulanPerlakuan varietas kedelai berpengaruh terhadap pertumbuhan
kedelai. Dilihat dari pertumbuhannya, kedelai varietas Tanggamus memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan varietas Grobogan melalui parameter tinggi tanaman, jumlah daun, indeks luas daun dan laju pertumbuhan.
5.2 SaranSemoga pada praktikum Analisa Pertumbuhan Tanaman semester
selanjutnya komoditasnya tidak terlalu banyak agar praktikan lebih fokus
dalam pengerjaan laporan.
19
DAFTAR PUSTAKA
Deptan. 2010. Mengenal stadium pertumbuhan kedelai. Departemen Pertanian
Leopold, A.C. dan Kriederman, P.E. 1975. Plant Growth and Development. New
Delhi. Tata Mcgrow Hili
Nugroho. 2010. Peran jarak tanam dan saat penanaman karabenguk (Mucuna
pruriens (L.) DC.) tanpa penjalar pada dua lokasi tanam terhadap
pertumbuhan dan hasil (Skripsi). Universitas Negeri Surakarta. Surakarta.
Nuraeni, 2002. Pengaruh Varietas Dan Dosis Pupuk Kotoran Ayam Terhadap
Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai (Glycine max (L) Merr) Panen Muda
(Skripsi). Insititut Pertanian Bogor. Bogor
Setiono. 2011. Pertumbuhan dan Perkembangan (online).
http://setiono774.blogspot.com
Warba, Daniel M. 2011. Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Varietas Kedelai pada
Tanah Masam di Kabupaten Manokwari (Skripsi). Universitas Papua.
Papua
20
21
Top Related