i
LAPORAN AKHIR
PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS
PEMANFAATAN JEJARING SOSIAL FACEBOOK
DALAM INFORMATION SHARING BAGI PENGELOLA
PERPUSTAKAAN DI KABUPATEN BULELENG
Oleh:
Ni Putu Pramita Utami, S.Pd
Nip.198102252005012001
Ida Bagus Gede Purwa, S.Kom
Nip.198307212005011002
Kadek Etik Suparmini, S.Sos
Nip.198102182005012001
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
Universitas Pendidikan Ganesha
SPK No. 111/UN48.15/LPM/2014 Tanggal 13 Februari 2014
UPT. PERPUSTAKAAN UNDIKSHA
LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
2014
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ketua pelaksana P2M panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas karuniaNya ketua pelaksana P2M dapat menyelesaikan pelatihan
Pemanfaatan Jejaring Sosial Facebook dalam Informatin Sharing bagi Pengelola
Perpustakaan di Kabupaten Buleleng. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatan
pemahaman para pengelola perpustakaan tentang media sosial facebook dalam
membangun komunitas virtual perpustakaan, dan meningkatan keterampilan para
pengelola perpustakaan menggunakan jejaring sosial facebook dalam information
sharing di kalangan komunitas virtual perpustakaan di kabupaten Buleleng
Kegiatan P2M ini dapat diselesaikan tepat waktu berkat kerjasama,
bantuan, motivasi, arahan, saran dan kritik dari berbagai pihak yang terkait.
Sebagai ucapan terimakasih, dengan ini ketua pelaksana P2M menyampaikan
penghargaan kepada:
1. Ketua Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat UNDIKSHA yang telah
berkenan memberikan bimbingan, arahan dan juga bantuan dana bagi
terlaksananya penelitian ini.
2. Kepala Puskom yang telah berkenan meminjamkan Lab.Puskom untuk
tempat pelatihan.
3. Narasumber yang telah berkenan berbagi pengetahuan dan pengalamannya
kepada peserta P2M
4. Tim kepanitiaan P2M yang telah memberikan bantuan dalam persiapan
dan pelaksanaan pelatihan.
5. Kolega pustakawan Undiksha yang telah memberikan dukungan dan juga
bantuan dalam kegiatan pelatihan, dan
6. Semua pihak yang telah turut membantu penyelesaian penelitian ini.
Ketua pelaksana P2M menyadari bahwa pelatihan ini masih memiliki
keterbatasan dan juga kekurangan, sehingga bisa dikatakan jauh dari sempurna.
Untuk itu, masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan
bagi perbaikan pelatihan ini.
Singaraja, September 2014
Ketua Pelaksana P2M
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………..…………………….. i
LEMBAR PENGESAHAN …….……………………………………. ii
KATA PENGANTAR …..………………………………………………… iii
DAFTAR ISI ……………………….……………………………………….. iv
DAFTAR BAGAN DAN TABEL ………………………………………….. v
I PENDAHULUAN …..…….............................................................. 1
1.1 Analisis Situasi ……………........................................... 1
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah …………………... 7
1.3 Tujuan Kegiatan ………….......................................... 8
1.4 Manfaat Kegiatan ……..……................................................ 8
II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 10
2.1 Definisi dan Fungsi Perpustakaan ......................................... 10
2.2 Jejaring Sosial “Facebook “ ...................................... 10
2.3 Peranan TI Di Era Digital Natives ....................................... 11
2.4 Berbagi Informasi……………………………….................. 12
III METODE PELAKSANAAN .................................................... 15
3.1 Khalayak Sasaran Strategis ............................................... 15
3.2 Kerangka Pemecahan Masalah ......................................... 15
3.3 Metode Pelaksanaan Kegiatan............................................. 17
3.4 Rancangan Evaluasi …………………………………….. 17
IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………… 19
4.1 Hasil Kegiatan P2M …………………………………….. 19
4.2 Pembahasan Kegiatan P2M ……………………………. 28
V PENUTUP ………………………………………………………… 34
5.1 Simpulan…………………………………………………….. 34
5.2 Saran………………………………………………………… 34
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 36
v
LAMPIRAN 37
A. Daftar Absensi Peserta
B. Foto-Foto Kegiatan
C. Daftar Transport Peserta
D. Daftar Kepanitiaan
E. Susunan Acara P2M
F. Modul/materi Pelatihan
G. Hasil Monev
H. Surat Perjanjian Kontrak
vi
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Kerangka Pemecahan Masaah................................................... 16
Bagan 4.1 Prosentase peserta pengguna FB ………………………… 30
Bagan 4.2 BCC (Buleleng Cybrarian Community)…………………..….. 32
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Aspek dan Instrumen Evaluasi ………………….................... 18
Tabel 4.1 Matriks Perbedaan FB Pages dan FB Groups ……………….. 27
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Paradigma informasi digital telah mewarnai setiap segi kehidupan
masyarakat sekarang ini dan tidak ada seseorangpun atau sesuatu hal jua yang
mampu mencegah terjadinya kecanduan terhadap alat-alat digital tersebut.
Fungsinya yang sangat dirasakan membantu dalam kehidupan masyarakat baik
dari segi efektifitas dan efisiensi, berimplikasi langsung terhadap maraknya
penggunaan teknologi informasi di berbagai belahan dunia.
Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi tersebut
menyebabkan hampir sebagian besar kegiatan di berbagai bidang telah
memanfaatkan komputer. Hal ini bisa di lihat dari maraknya penggunaan telepon
genggam yang dilengkapi dengan berbagai fitur GSM seperti layanan internet
termasuk maraknya pengaplikasian situs facebook. Sebagaimana diketahui,
facebook merupakan jejaring sosial yang difungsikan untuk menyebarkan
berbagai informasi secara cepat dan aktual dalam suatu ikatan individu maupun
kelompok tanpa batasan ruang dan waktu. Tentunya fenomena seperti itu sedang
menjangkiti hampir seluruh penghuni dunia ini.
Penggunaan facebook sebagai media sosial sangat digemari terutama oleh
kalangan muda untuk pertemanan, update status terkini sampai ajang komersial.
Situs sosial ini menawarkan suatu ikatan yang relevan antar individu yang
dibangun dibawah group atau kelompok tertentu untuk berbagi informasi.
Fenomena berbagi informasi atau dalam istilah asingnya information sharing
melalui facebook sangat digemari generasi muda saat ini karena informasi dapat
tersebar dengan cepat dan mudah. Berdasarkan hasil pengamatan, pengguna
facebook sangat banyak baik dari tingkat sekolah dasar sampai jenjang pendidikan
tinggi. Hampir seluruh siswa sudah terdaftar pada akun facebook tersebut. Potret
seperti inilah yang menginspirasi Utami (2011) untuk memanfaatkan facebook
sebagai media notifikasi bagi pemustaka di perpustakaan Undiksha.
2
Hasil penelitian Utami (2011), menyatakan facebook sangat efektif dalam
pemberian notifikasi pengembalian buku bagi pemustaka. Dari 100 orang
responden, rerata 95% pemustaka menyatakan bahwa program notifikasi melalui
facebook sangat relevan, efektif, akurat dan memuaskan. Berdasarkan hasil
ujicoba, menunjukkan bahwa tingkat keterlambatan pemustaka dapat ditekan
sedemikian rupa sampai 11,2% dari angka 85% sebelumnya. Pemustaka sangat
menyukai perpustakaan menggunakan situs jejaring sosial facebook dalam
memberikan layanan. Sehingga sikap terhadap notifikasi melalui facebook sangat
positif. Dalam ujicoba tersebut tanpa disadari terjadi interaksi antara perpustakaan
sebagai agen informasi dan pemustaka sebagai konsumennya. Tidak jarang
pemustaka yang sudah diundang sebelumnya menjadi group FB perpustakaan
Undiksha, bertanya seputar koleksi yang dapat menunjang referensi ilmiah dalam
pembuatan tugasnya dan bertanya masalah teknis layanan di perpustakaan
Undiksha.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis tergerak untuk
mendiseminasikan temuan tersebut kepada para pengelola perpustakaan baik di
tingkat SD, SMP maupun SMA dan juga perpustakaan daerah yang terdapat di
kabupaten Buleleng. Dalam hal ini, penulis tidak hanya membatasi facebook
sebagai media pengiriman notifikasi tetapi dalam penggunaannya yang lebih luas
yaitu dalam hal berbagi informasi.
Sebagaimana diketahui, kenyataan pengguna FB lebih fenomenal bagi
kalangan muda yang tergolong digital natives namun tidak sebanding dengan
kalangan dewasa yang merupakan generasi digital immigrant. Prensky (2001),
menggolongkan masyarakat generasi sekarang ini sebagai “Digital Natives” yaitu
generasi yang lahir pada era digital (kurang lebih dari tahun1990an). Sedangkan,
kita yang lahir sebelum era ledakan informasi ini digolongkan sebagai generasi
“Digital Imigrant” yaitu generasi yang lahir sebelum era digital yang kemudian
tertarik untuk mengadopsi hal baru dari teknologi tersebut. Hal inilah yang
menyebabkan kesenjangan bagi kita (para pustakawan yang tergolong “Digital
Imigrant”) baik dari segi pengetahuan, minat maupun sikap/perilaku kita terhadap
3
penggunaan TI jika dibandingkan generasi baru kita yang memang dari kecil
terbiasa dengan TI.
Kenyataan bahwa pemustaka dan calon pemustaka/candidate user merupakan
generasi digital natives, maka pengelola perpustakaan semestinya berbenah diri
dalam mengoptimalkan layanan. Pelayanan perpustakaan sedikit demi sedikit
harus beradaptasi dengan kemajuan teknologi informasi. Jika tidak, perpustakaan
akan benar-benar menjadi “gudang informasi” yang ditinggalkan pemustakanya.
Seperti azas yang diusung oleh perpustakaan yang menyatakan perpustakaan
merupakan lembaga yang bergerak dibidang jasa, dimana kepuasan pelanggan
adalah segalanya. Hal ini didukung oleh Milawati (2011), yang menyatakan
bahwa pelayanan perpustakaan harus berorientasi pada kebutuhan pengguna,
antisipasi perkembangan teknologi informasi dan pelayanan yang ramah, dengan
kata lain menempatkan pengguna sebagai salah satu faktor penting dalam
menentukan kebijakan pada suatu perpustakaan. Merujuk pada hal tersebut, maka
pustakawan dituntut untuk meningkatkan profesionalitas layanan melalui sistem
manajemen layanan berbasis teknologi informasi yang cepat dan cermat.
Hal tersebut sejalan dengan UU RI no 43 tahun 2007 tentang
perpustakaan, terutama pada bab V pasal 14 menyangkut masalah layanan
perpustakaan, mengungkapkan bahwa ada dua hal penting yang harus
diperhatikan oleh perpustakaan dalam menyikapi perkembangan TI sekarang ini.
Pada pasal (1) berbunyi: “Layanan perpustakaan dilakukan secara prima dan
berorientasi bagi kepentingan pengguna. Dan, pasal (3) berbunyi: “Setiap
perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai dengan kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi. Dari dua pasal tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa dalam menyikapi era digital natives ini pihak pengelola
perpustakaan termasuk didalamnya pustakawan harus merubah paradigma
berpikir yang konvensional yang cenderung kolot untuk mau membuka diri
terhadap perkembangan TI dan komunikasi. Dengan demikian diharapkan
pustakawan memiliki kompetensi professional dan personal untuk mampu
memberikan layanan prima.
4
Dari pengamatan awal yang diperoleh para pengelola perpustakaan yang
umumnya merupakan golongan digital immigrant, belum memiliki akun
facebook. Sikap mereka terhadap situs jejaring sosial facebook kurang
mendukung. Bagi mereka, facebook hanyalah media sosial yang cocok untuk
kaum muda dengan berbagai perilakunya di dunia maya. Para pengelola
perpustakaan beranggapan bahwa memiliki akun facebook tidak dapat memberi
keuntungan apapun dalam kehidupannya. Pemahaman terhadap jejaring sosial ini
sangat minim dan hal ini berimplikasi terhadap kecenderungan untuk bersikap
negatif. Apalagi dengan adanya cyber crime yang muncul di dunia maya
menambah negatiflah sikap terhadap media sosial ini. Tentunya hal tersebut tidak
akan terjadi jika media sosial ini digunakan untuk sesuatu yang bersifat positif
dalam hal ini berbagi informasi bagi pemustaka. Sehingga, sistem teknologi
informasi yang tercipta dapat berfungsi sebagaimana mestinya demi kemajuan
peradaban manusia.
Berdasarkan rasional dan preposisi tersebut diatas, maka P2M ini
disinyalir sangat bermanfaat terutama dalam: (1) mendiseminasikan hasil
penelitian sebelumnya Utami (2011) tentang pemanfaatan facebook sebagai media
notifikasi bagi pemustaka perpustakaan, (2) memberi wawasan dan pemahaman
baru bagi pengelola perpustakaan mengenai manfaat serta fungsi jejaring sosial
facebook dalam information sharing perpustakaan dengan pemustakanya, dan (3)
menjembatani kajian empiris dari hasil penelitian yang sudah dilakukan agar
dapat disumbangkan kepada khalayak sasaran yang tepat demi terwujudnya SDM
yang kreatif dan inovatif.
Bertolak pada penelitian Utami (2011), menyatakan bahwa facebook
merupakan media sosial yang sangat bermanfaat dalam memberikan notifikasi
kepada pemustaka. Pemustaka diberikan informasi, pengingatan terhadap masa
pinjam pemustaka dan berinteraksi langsung mengenai sumber informasi yang
diperlukan dalam menunjang perkuliahannya. Hasil yang diperoleh sangat
memuaskan dimana responden 100% mendukung keberadaan program notifikasi
tersebut. Capaian yang diperoleh melalui kajian ilmiah ini akan sangat bermanfaat
bilamana disebarkan ke khalayak sasaran yang relevan.
5
Para pengelola perpustakaan merupakan sasaran yang relevan untuk
mengetahui temuan tersebut. Namun, fakta menunjukkan bahwa sedikit para
pengelola perpustakaan yang terampil dalam menggunakan facebook. Tingkat
pemahaman dan keterampilan mengoperasikan facebook sangat rendah.
Kenyataan ini didukung oleh penilaian miring yang disandangkan pada jejaring
sosial tersebut yang hanya sesuai untuk generasi muda yang narsis. Rendahnya
pemahaman yang dibingkai oleh perasaan enggan terhadap FB menimbulkan
kecenderungan perilaku yang kurang mendukung. Sikap ini disinyalir muncul
karena kurangnya pengetahuan para pengelola perpustakaan terhadap manfaat dan
fungsi FB sebagai media berbagi informasi. Sikap yang ditunjukkan para
pengelola perpustakaan ini tidak sesuai dengan adanya budaya tranformasi digital
di era global ini. Oleh karena itu, masalah sikap para pengelola perpustakaan
terhadap FB khususnya perlu dirubah melalui ceramah, diskusi serta praktek
dalam kegiatan P2M ini.
Penerapan teknologi dalam kehidupan merupakan proses transformasi
kultural menuju masyarakat informasi, Hamad (2010:35-43). Hal serupa juga
diungkapkan oleh Welnaldi (2010: 8-15), bahwa budaya informasi terus
berkembang mengikuti perkembangan teknologi informasi. Ini bisa terlihat dari
paradigma perkembangan penyampaian informasi dari budaya informasi
konvensional menuju budaya informasi virtual/maya melalui internet. Tujuannya
adalah agar informasi tersebut akurat (mendukung pihak manajemen); relevan
(benar-benar bermanfaat bagi yang membutuhkan); dan tepat waktu (tidak ada
keterlambatan pada saat dibutuhkan) seperti diungkapkan oleh Burch dan
Grudnitski (dalam Ladjamudin, 2005:9). Fenomena jejaring sosial facebook yang
mendunia merupakan contoh nyata dari dinamika informasi dunia maya.
Para pemustaka baik di perpustakaan tingkat SD, SMP dan SMA maupun
PT merupakan generasi digital natives dimana pemahaman dan penggunaan
terhadap teknologi informasi dan telekomunikasi sudah sangat canggih. Hal ini
berbeda dengan golongan digital immigrant yang baru mencoba untuk mengenal
TI tersebut. Perpustakaan dan para staff pengelola diharapkan mampu beradaptasi
dengan perkembangan teknologi yang ada untuk mewujudkan layanan yang
profesional. Para pengelola perpustakaan tidak mungkin dapat memaksakan
6
layanan yang konvensional kepada generasi digital natives dengan
karakteristiknya yang serba online, menyukai bentuk kolaborasi secara
berjejaring, interaktif dan lain-lain. Belajar dan berbenah diri dalam penyediaan
layanan berorientasi TI adalah hal yang seharusnya dilakukan para pengelola
perpustakaan. Karena, suatu hal yang mustahil jika kita berharap kaum digital
natives untuk beranjak kebelakang menyesuaikan dengan sistem yang sudah
kedaluwarsa. Jika pihak perpustakaan tidak melakukan perubahan, maka
kekhawatiran akan ditinggalkan pemustaka sangat mungkin terjadi. Hal ini
disebabkan oleh preferensi literasi digital natives lebih memilih browsing
informasi di internet.
Keberadaaan “paman Google” yang tersohor menjadi “musuh
terselubung” perpustakaan, segala informasi yang diinginkan tersedia di dunia
maya dapat diperoleh hanya dengan menjentikkan jari. Hal inilah yang disukai
dan dilakukan oleh siswa dalam mencari referensi dalam menyelesaikan tugasnya.
Kemudahan yang dijanjikan membuat siswa seperti kecanduan internet, walaupun
kenyataannya tidak semua informasi yang tersedia bisa dipertanggungjawabkan
secara akademis. Mereka sering lupa akan keberadaan perpustakaan yang
diadakan untuk menunjang kegiatan akademik maupun non akademik. Para siswa
enggan untuk berkunjung ke perpustakaan untuk mencari informasi yang
diperlukan. Alasan utamanya, informasi yang dimaksud susah ditemukan serta
tidak adanya layanan bimbingan rujukan referensi dari staff pengelola
perpustakaan. Seandainya rujukan tersebut diberikan dan diarahkan oleh staff
perpustakaan, mungkin keengganan itu dapat diminimalisir.
Dalam rangka memfasilitasi pemustaka yang tergolong digital natives,
maka disinilah diperlukan peran dinamis baru pustakawan yang tidak semata
sebagai penjaga koleksi tetapi sebagai “cyber librarian” (pustakawan maya) yang
berperan sebagai intermediator dan fasilitator dalam memandu pencari informasi.
Rao dan Babu (2001), mengemukakan bahwa keberadaan internet, Web, dan
berbagai perangkat canggih sejenisnya menimbulkan peran dinamis baru bagi
pustakawan dalam penyediaan informasi berdasarkan keperluan masyarakat
secara lebih baik dari sebelumnya.
7
Penyediaan layanan yang terorganisir antara pihak perpustakaan dan
pemustaka melalui facebook diharapkan mampu membentuk group berbagi
informasi. Nilai interaksi yang maksimal akan bergantung pada keuntungan yang
didapat oleh kedua belah pihak dalam memecahkan sebuah masalah. Adapun
information sharing itu dapat berbentuk pencarian referensi untuk menunjang
tugas atau wawasan pemustaka, pemberitahuan informasi akan adanya buku baru,
pengumuman teknis maupun lainnya.
Berdasarkan analisa situasi tersebut, maka dirasa perlu untuk mengadakan
pelatihan kepada para pengelola perpustakaan (digital immigrant) dalam
memanfaatkan jejaring sosial facebook secara lebih kreatif dalam berbagi
informasi antara perpustakaan dengan pemustaka (digital natives). Dengan
demikian, peran perpustakaan sebagai sumber informasi dapat berfungsi dengan
semestinya tanpa ada kekhawatiran akan ditinggalkan oleh pemustakanya.
Disamping itu pula, peran dinamis pustakawan sebagai fasilitator, mediator dan
konsultan informasi akan dapat terwujud.
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Sejalan dengan analisis situasi diatas, maka dapat diformulasikan secara
operasional permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pengabdian ini yaitu: (1)
rendahnya minat pemustaka untuk memanfaatkan koleksi yang tersedia di
perpustakaan, sebaliknya mereka lebih suka menggunakan sumber dari internet,
(2) rendahnya kualitas para pengelola perpustakaan dalam memberikan layanan
rujukan yang diperlukan pemustakanya (3) rendahnya pemahaman dan
penguasaan para pengelola perpustakaan terhadap jejaring sosial facebook dalam
berbagi informasi kepada pemustaka, (4) belum adanya wadah online yang
digunakan perpustakaan dalam berinteraksi dalam group perpustakaan untuk
saling berbagi informasi dalam menghadapi permasalahan yang ada.
Rumusan operasional permasalahan tersebut muncul dikarenakan adanya
perbedaan karakteristik antara pemustaka yang tergolong digital natives dan
sebaliknya, para pengelola perpustakaan yang tergolong digital immigrant.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut.
8
Apakah melalui pelatihan penggunaan jejaring sosial facebook bagi
pengelola perpustakaan dalam berbagi informasi/information sharing antara
pemustaka dan pengelola perpustakaan dapat meningkatkan pemahaman dan
kemampuan pengelola perpustakaan secara teori dan praktek dalam menggunakan
facebook?
1.3 Tujuan Kegiatan
Secara umum, tujuan kegiatan pelatihan pemanfaatan jejaring
sosial facebook dalam berbagi informasi bagi pengelola perpustakaan adalah
untuk meningkatkan kemampuan pengelola perpustakaan menggunakan media
sosial FB dalam berbagi informasi antara pemustaka dan pihak perpustakaan.
Sedangkan, tujuan khusus dari kegiatan pengabdian ini dapat dijabarkan sebagai
berikut.
1. Meningkatkan pemahaman pengelola perpustakaan terhadap facebook
dalam berbagi informasi melalui penyampain teori tentang jejaring
sosial khususnya FB.
2. Meningkatkan ketrampilan para pengelola perpustakaan dalam
menggunakan facebook untuk berbagi informasi dengan pemustaka
melalui praktek terstruktur.
1.4 Manfaat Kegiatan
Hasil kegiatan pengabdian pada masyarakat ini akan memberikan
kontribusi yang positif terhadap peningkatan pelayanan perpustakaan di
kabupaten buleleng dalam rangka menyikapi perkembangan teknologi dan
informasi. Secara eksplisit dapat diuraikan manfaat kegiatan sebagai berikut.
1. Bagi pengelola perpustakaan, kegiatan pengabdian ini akan
memberikan wawasan terhadap pemanfaatan facebook secara kreatif
dalam berbagi informasi yang ada dalam perpustakaan, agar informasi
tersebut tersampaikan kepada pemustaka yang memerlukan. Sehingga,
dalam information sharing ini dapat memberikan layanan bimbingan
rujukan referensi bagi siswa/pemustaka untuk memecahkan suatu
masalah.
9
2. Bagi pemustaka, kegiatan pengabdian ini secara tidak langsung akan
bermanfaat terutama dalam hal penyediaan layanan berbasis teknologi
informasi. Hal ini sangat sesuai dengan karakteristik pemustaka
sebagai digital natives yang menyukai segala sesuatu serba online,
berjejaring dan interaktif.
3. Bagi perpustakaan, kegiatan pengabdian ini diharapkan bermanfaat
dalam menghadapi persaingan global terutama dengan adanya
kehadiran internet. Kekhawatiran perpustakaan akan ditinggalkan
pemustaka dapat ditanggulangi melalui interaksi online yang dibangun
dibawah group perpustakaan. Sehingga, sumber informasi yang
dimiliki dapat berfungsi secara maksimal dalam membantu tugas siswa
maupun guru.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Fungsi Perpustakaan
Perpustakaan adalah inti dari setiap program pendidikan dan pengajaran
atau dalam bahasa asingnya “the heart of educational program” (Soedibyo:
1987). Sebagai jantungnya pendidikan, maka perpustakaan Perguruan Tinggi
berfungsi sebagai media pembelajaran yang berperan dalam menyediakan koleksi
buku, audio visual juga menyediakan koleksi jurnal ilmiah yang berperan vital
dalam menyokong kegiatan penelitian.
Disamping itu, Basuki (1991) menyatakan bahwa perpustakaan adalah
sebuah ruangan, bagian sebuah gedung ataupun gedung itu sendiri yang
digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan yang biasanya disimpan menurut
tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual. Dalam
bahasa Sansekerta, mengemukakan bahwa istilah “perpustakaan” berasal dari
pustaka yang artinya kitab, buku, sedangkan dalam bahasa Inggris perpustakaan
berpadanan dengan kata library yang berasal dari kata Latin liber atau libri
artinya buku. Asal kata inilah yang kemudian menjadi definisi awal tentang
perpustakaan sebagai kumpulan buku, manuskrips dan bahan pustaka lainnya
yang digunakan untuk keperluan studi atau bacaan, kenyamanan atau kesenangan
(Webster's Third Edition International Dictionary,1961).
Definisi di atas jelas menunjukkan bahwa perpustakaan merupakan suatu
unit kerja yang menyimpan berbagai karya cetak maupun karya rekam untuk
dipinjamkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat penggunanya sebagai sumber
informasi. Ini juga berarti bahwa perpustakaan adalah salah satu “alat vital dalam
setiap program pendidikan, pengajaran dan penelitian” (Soedibyo, 1987:1).
2.2 Jejaring Sosial “Facebook “
Jejaring sosial atau jaringan sosial adalah suatu struktur sosial yang
dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi)
yang diikat dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman,
keturunan, dll.
11
Dalam bentuk yang paling sederhana, suatu jaringan sosial adalah peta
semua ikatan yang relevan antar simpul yang dikaji. Jaringan tersebut dapat pula
digunakan untuk menentukan modal sosial aktor individu. Konsep ini sering
digambarkan dalam diagram jaringan sosial yang mewujudkan simpul sebagai
titik dan ikatan sebagai garis penghubungnya.
Diagram jaringan sosial diadopsi dari Wikipedia Foundation
(2011:10.31 AM)
Facebook pertama kali ditemukan oleh Mark Zuckerberg di Harvard,
United Kingdom tahun 2004. Berawal dari keinginan untuk
menghubungkan/menjalin informasi antar temannya di kampus terus berkembang
pesat hingga ke seluruh dunia ingin memiliki account tersebut.
Facebook adalah website jaringan sosial dimana para pengguna dapat
bergabung dalam komunitas seperti kota, kerja, sekolah, dan daerah untuk
melakukan koneksi dan berinteraksi dengan orang lain. Orang juga dapat
menambahkan teman-teman mereka, mengirim pesan, dan memperbarui profil
pribadi agar orang lain dapat melihat tentang dirinya.
2.3 Peranan TI Di Era Digital Natives
Basuki (1993) menjelaskan teknolgi informasi merupakan gabungan dari
dua istilah yaitu teknologi dan informasi. Teknologi didefinisikan sebagai
pelaksanaan ilmu atau bersinonim dengan ilmu terapan. Sedangkan informasi
didefinisikan sebagai sesuatu yang dikatakan atau dinyatakan atau berita. Jadi
dalam informasi ada proses transfer pengetahuan atau segala sesuatu yang
diketahui. Dengan demikian teknologi informasi adalah teknologi yang digunakan
untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah dan menyebarkan informasi yang
mencakup empat kategori yaitu numerik, audio, teks, dan citra.
individual
12
Keberadaan TI sangat berperan dalam mewujudkan era digital natives. Hal
ini disebabkan karena kemajuan teknologi yang sangat drastis membawa kita ke
dunia baru_“cyberspace”_ dan berdampak secara dramatis terhadap perilaku kita
berkomunikasi dan berbagi informasi baik dalam skala kecil maupun besar (Autry
dan Berge, 2011).
Sejalan dengan pendapat Autry dan Berge tersebut, maka timbul
pergeseran perilaku masyarakat dan pelajar khususnya cenderung memilih TI
yang serba digital. Sebagai konsekuensinya, para pelajar yang tergolong digital
natives sepertinya sudah tidak signifikan lagi untuk dididik dan dilayani dengan
sistem yang sudah dirancang oleh kita_ kaum digital immigrant (Prensky, 2001).
Begitu juga di perpustakaan, para pustakawan harus segera merubah mindsetnya
dalam merancang kembali perpustakaan dengan tampilan baru yang berorientasi
pada penerapan ICT (Information, Communication and Technology) dalam
memberikan pelayanan maximal kepada pemustaka kita_digital natives. Karena
suatu hal yang mustahil jika kita berharap kaum digital natives untuk beranjak
kebelakang menyesuaikan dengan sistem kita. Berikut adalah karakteristik dari
Digital Natives (Ku & Saulier, 2009) dalam Mardina (2011):
Omnivorous (serba online)
Menyukai kolaborasi secara berjejaring
Puas dengan serba instan
Akses secara random (hypertext)
Mengharap penghargaan
Work / bekerja disukai dengan bentuk game
Suka gambar interktif
Multitasking/kerja pararel
Opportunistic/oportunis
2.4 Berbagi Informasi
Berdasarkan Advance Learner’s Dictionary (2008), menyatakan
kata informasi berpadanan arti dengan fakta tentang situasi, orang, peristiwa dan
lain-lain. Sedangkan dalam kamus Encarta (2009), memberikan pengertian
informasi secara denotatif dengan beragam, sebagai berikut:
13
(1) Informasi adalah pengetahuan, yakni pengetahuan tertentu yang
diperoleh atau dipasok melalui sesuatu
(2) Fakta-fakta, kumpulan fakta dan data mengenai subjek spesifik
(3) Membuat fakta terketahui, komunikasi tentang fakta dan
pengetahuan, pemberitahuan, pemberitaan
(4) Data yang diorganisasikan dalam komputer dengan cara
tertentu sehingga memiliki makna bagi seseorang
(5) Dalam konteks hukum, bisa jadi maknanya adalah hasil
penetapan bersalah atau tidak terhadap kasus tertentu.
Pengertian informasi tersebut melingkupi beberapa konteks seperti konteks dasar
dan umum, konteks subjek tertentu, konteks teknologi informasi khususnya
komputer dan terakhir konteks hukum. Jadi arti kata informasi itu sendiri
disesuaikan dengan lingkungan atau situasi dimana informasi itu digunakan.
Sedangkan para ahli dibidang informasi menyebutkan bahwa informasi
bisa jadi adalah pengetahuan yang disajikan kepada seseorang dalam bentuk yang
dapat dipahami. Atau bisa juga data yang telah diproses atau ditata untuk
menyajikan fakta yang mengandung arti.
Dengan demikian informasi dapat dimaknai sebagai fakta atau data tentang
sesuatu yang tersusun sedemikian rupa dengan maksud disampaikan kepada pihak
lain sehingga memiliki makna bagi orang lain.
Sesungguhnya, informasi merupakan salah satu modal intelektual yang
dimiliki seseorang. Apalagi di jaman global ini, mengetahui suatu informasi
sangatlah berharga karena jika tidak, maka akan dapat menyebabkan ketersesatan
terhadap sesutau. Pada jaman teknologi infrmasi ini, pengaksesan informasi sudah
sangat mudah sekali. Seseorang dapat memperoleh informasi dengan cepat,
mudah tanpa batasan ruang dan waktu. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan
dengan jaman dahulu kala yang bersifat primitif. Pengaksesan informasi sangat
terbatas dan memerlukan waktu serta tenaga yang tidak sedikit.
Merujuk pada pentingnya informasi dalam kehidupan sekarang, maka
diharapkan informasi tersebut dapat dibagikan atau disampaikan kepada pihak lain
yang relevan agar dapat dipergunakan. Karena, informasi itu tidak akan
bermanfaat jika tidak tersampaikan kepada orang/instansi/lembaga yang
14
memerlukan. Menurut Yusup (2012), menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada
informasi yang tidak bermanfaat. Kebermanfaatan suatu informasi bagi seseorang
hanya dibedakan atas waktunya.
Perpustakaan merupakan gudangnya informasi, sehingga berbagai jenis
informasi dapat diperoleh di perpustakaan. Informasi yang sudah terkumpul di
perpustakaan akan bermanfaat bagi siswa dan juga guru dalam menunjang
kegiatan pembelajaran. Disinilah letak peran dinamis pengelola perpustakaan
sekolah dalam memfasilitasi pemustaka agar segala informasi yang ada dapat
tersampaikan dan kemudian mempunyai makna bagi pemakainya.
15
BAB III
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN P2M
3.1 Khalayak Sasaran Strategis
Khalayak sasaran strategis dalam kegiatan pengabdian pada
masyarakat ini adalah para pengelola perpustakaan sekolah khususnya yang ada di
kabupaten Buleleng. Para pengelola perpustakaan sekolah dikabupaten Buleleng
teridentifikasi belum mampu memanfaatkan media sosial facebook dalam berbagi
informasi yang tersedia di perpustakaan. Pemilihan pengelola perpustakaan
sekolah khususnya sebagai khalayak sasaran merujuk pada fakta yang diperoleh,
bahwa perpustakaan sekolah sangat minim pengunjung yang memanfaatkan
koleksi yang tersedia. Para pemustaka cenderung mengakses informasi dari
“paman Google” di internet yang sesungguhnya tidak dapat seluruhnya
dipertanggungjawabkan sumbernya. Para pengelola pepustakaan sekolah
disinyalir tidak sensitif dengan kebutuhan siswa yang tergolong digital natives.
Sedangkan, pengelola perpustakaan sekolah di kabupaten Buleleng umumnya
memiliki literasi teknologi yang rendah khususnya dalam memanfaatkan facebook
dalam berbagi informasi kepada pemustakanya.
3.2 Kerangka Pemecahan Masalah
Bertolak dari masalah pengelola perpustakaan yang kurang sensitif dalam
menggunakan facebook sebagai media interaktif berbagi informasi dengan
pemustakanya, maka alternatif pemecahan masalah yang ditawarkan melalui
kegiatan pengabdian ini dapat divisualisasikan melalui diagram berikut ini.
16
Bagan 1.1 Kerangka Pemecahan Masalah
Berdasarkan bagan 1.1 tersebut, pemecahan masalah diawali dengan
mengidentifikasi kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi pengelola
perpustakaan yang berkaitan dengan layanan yang tersedia di perpustakaan, dan
rendahnya layanan interaktif dalam berbagi informsi adalah akar
permasalahannya. Kemudian akan dilanjutkan dengan mendata kondisi riil di
perpustakaan terutama dalam menggunakan layanan berbasis TI. Mendata
kemampuan pengelola perpustakaan menggunakan jejaring sosial facebook dalam
memberikan layanan interaktif dalam berbagi informasi. Pendataan juga dilakukan
terhadap kebijakan pihak pimpinan sekolah dalam menggunakan fasilitas TI
dalam memberikan layanan. Setelah semua data terakumulasi, maka pelatihan
penggunaan facebook secara kreatif dilakukan kepada pengelola perpustakaan
dalam berbagi informasi dengan pemustakanya. Evaluasi terhadap kegiatan P2M
dilakukan setelah memberi pelatihan. Bagian terakhir dari kegiatan pengabdian
pada masyarakat ini adalah memberikan rekomendasi dan tindak lanjut kepada
Analisis kebutuhan dan permasalahan
berkaitan dengan layanan perpustakaan
Mendata kondisi riil pelaksanaan
layanan berbasis TI
Menjaring kemampuan
pengelola perpustakaan
dalam menggunakan FB
Menganalisis kebijakan dan
komitmen sekolah dalam
pengembangan layanan
berbasis TI
Pelatihan pemanfaatan FB dalam
berbagi informasi untuk meningkatkan
layanan
Evaluasi P2M
Rekomendasi dan tindak lanjut
17
pengelola perpustakaan untuk menyediakan fasilitas layanan interaktif berbasis TI
dengan menggunakan media sosial facebook.
3.3 Metode Pelaksanaan Kegiatan
Berdasarkan kerangka pemecahan masalah yang digambarkan pada
gambar 1, maka berbagai alternatif pemecahan masalah tersebut dapat dilaksanan
melalui dua sesi kegiatan yaitu: (1) ceramah dan diskusi dan (2) Praktek.
(1) Ceramah dan Diskusi
Kegiatan ceramah dilakukan bertujuan untuk memberikan
pemahaman kognitif kepada pengelola perpustakaan agar dapat memahami fungsi
media sosial facebook. Dengan demikian, pengelola perpustakaan dapat
menyediakan layanan interaktif kepada pemustaka dalam hal berbagi informasi
untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi pemustaka. Tahap selanjutnya
adalah diskusi. Melalui diskusi diharapkan pengelola perpustakaan dapat lebih
memahami secara mendalam tentang apa dan bagaimana pemanfaatan faceebook
secara kreatif dalam berbagi informasi.
(2) Praktek
Kegiatan tahap selanjutnya adalah praktek menggunakan facebook dalam
berbagi informasi yang tersedia di perpustakaan, baik berupa daftar koleksi buku
baru maupun memberikan layanan rujukan yang diperlukan pemustakanya.
Praktek menggunakan facebook dalam berbagi informasi ini dapat meningkatkan
kemampuan pengelola perpustakaan dalam menyediakan layanan interaktif
melalui jejaring sosial.
3.4 Rancangan Evaluasi
Untuk mengetahui keberhasilan penyelenggaraan dari kegiatan
pengabdian pada masyarakat ini, maka dilakukan evaluasi. Aspek-aspek yang
dievaluasi, instrumen yang digunakan dan teknik analisa data dipaparkan pada
tabel 1.1.
18
Tabel 1.1 Aspek dan Instrumen Evaluasi
No Aspek Instrumen Teknik Analisis
1 Kualitas pelatihan Pedoman
observasi
Observasi Deskripsi
kualitatif
2 Respon Pedoman
wawancara
Wawancara Deskripsi
kualitatif
Secara eksplisit indikator keberhasilan dari pelaksanaan pengabdian ini
adalah: (1) tingkat pemahaman peserta pelatihan dan ketrampilan peserta dalam
menggunakan facebook secara kreatif dalam berbagi informasi perpustakaan, (2)
tingkat respon peserta dalam diskusi dan praktek, yang tercermin dalam kuantitas
pertanyaan yang muncul.
Evaluasi dilakukan dengan dua cara, yaitu penilaian proses dan penilaian
produk. Penilaian proses dilakukan mulai dari penyemaian informasi terkait
dengan pemanfaatan media sosial FB dalam information sharing untuk
membentuk komunitas virtual perpustakaan. Sedangkan, penilaian produk
dilakukan dengan melihat keberhasilan peserta dalam membuat akun FB dan
membuat FB Groups.
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan diuraikan mengenai hasil dari kegiatan pengabdian
kepada masyarakat dan pembahasan tentang hasil yang ditemukan dalam kegiatan
P2M tersebut. Sub bagian hasil akan mengulas tentang tiga hal yaitu; (1) uraian
pelaksanaan kegiatan P2M, (2) peningkatan pemahaman para pengelola
perpustakaan tentang media sosial facebook dalam membangun komunitas virtual
perpustakaan di kabupaten Buleleng, dan (3) peningkatan keterampilan para
pengelola perpustakaan menggunakan jejaring sosial facebook dalam information
sharing di kalangan komunitas virtual perpustakaan di kabupaten Buleleng.
4.1 Hasil Kegiatan P2M
4.1.1 Uraian Pelaksanaan P2M
Berdasarkan hasil rapat tim inti P2M, maka diputuskan waktu
pelaksanakan kegiatan pada tanggal 22 Agustus 2014 bertempat di Laboratorium
Pusat Komputer Undiksha. Pemilihan Lab. Puskom Undiksha sebagai tempat
pelaksanaan kegiatan merujuk pada fasilitas yang dibutuhkan seperti; free access
internet dan aplikasi FB. Di samping itu, tim kepanitiaan P2M juga dibentuk
untuk memperlancar pelaksanaan kegiatan. Tim tersebut terdiri dari
penanggungjawab, ketua pelaksana, sekretaris, sie acara, sie tempat dan sie
konsumsi (daftar kepanitiaan terlampir).
Penyebaran surat undangan pelatihan ke sekolah-sekolah (SD, SMP,
SMA, SMK) dan Perguruan Tinggi di kabupaten Buleleng disebar dua minggu
sebelum pelatihan. Undangan peserta pelatihan disebar sebanyak 35 instansi yang
menjadi sampel dalam pelatihan. Khususnya undangan untuk SD, panitia hanya
mengundang beberapa SD inti yang representatif untuk mengikuti pelatihan.
Selama rentang waktu tersebut, panitia mendata peserta yang mengkonfirmasi
untuk mengikuti pelatihan. Namun, kenyataannya jumlah peserta membengkak
pada saat pelatihan menjadi 49 peserta (daftar peserta terlampir). Hal ini
20
menunjukkan tingginya minat peserta pelatihan terhadap topik yang akan
disajikan.
Terkait dengan peminjaman tempat di Lab. Puskom Undiksha, maka surat
permohonan peminjaman tempat juga disampaikan kepada Kepala Puskom
Undiksha. Dalam surat tersebut diutarakan permohonan untuk disediakan akses
gratis internet selama satu hari untuk memudahkan peserta pelatihan dalam
praktek menggunakan FB. Dari pihak Puskom memutuskan untuk memberikan
ijin pemakaian Lab. Timur Puskom dengan kapasitas maksimal sebesar 35 unit
komputer. Kekurangan unit komputer pada saat pelatihan ditangani dengan
pembentukan kelompok-kelompok kecil peserta yang berasal dari sekolah yang
sama.
Selain surat undangan untuk peserta pelatihan, surat undangan juga
dikirim ke LPM untuk memberikan sambutan, memonitoring, dan sekaligus
membuka kegiatan pelatihan. Pada waktu itu, Wakil Ketua LPM, Bapak Dr.
Wayan Mudana bersedia hadir untuk memberi sambutan, memonitor, dan
membuka acara P2M. Beliau menyambut baik kegiatan pelatihan tersebut dan
merekomendasikan untuk terus melakukan kegiatan serupa dibawah naungan
LPM Undiksha. Inti dari sambutan beliau mengungkapkan bahwa kegiatan P2M
merupakan suatu ajang penanaman karma baik berupa pengabdian yang bertujuan
untuk berbagi pengetahuan kepada khalayak luas sebagai upaya perwujudan Tri
Dharma PT. Kesinambungan dan koordinasi antara pihak pelaksana P2M dan
khalayak sasaran pasca kegiatan P2M, sangat diharapkan dari pihak LPM. Hal ini
untuk mengoptimalkan tujuan diadakannya pelatihan terutama dalam pemanfaatan
media sosial sebagai wadah dalam membangun komunitas virtual pengelola
perpustakaan.
Pelatihan tersebut dirancang dalam waktu satu hari yaitu dari pukul 09.00
sampai pukul 14.00 WITA (susunan acara pelatihan terlampir). Acara diawali
dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan berdoa yang dipandu oleh
pembawa acara. Dilanjutkan dengan penyampaian laporan dari ketua pelaksana
P2M dan sambutan dari Wakil Ketua LPM. Setelah acara tersebut resmi dibuka
oleh wakil Ketua LPM, maka kegiatan inti pelatihan pun berlangsung. Dalam
21
pelatihan ini, ada dua narasumber yang menyajikan materi. Ketua pelaksana
sekaligus sebagai penyaji pertama membawakan topik Pemanfaatan Sosial Media
FB dalam Information Sharing bagi Para Pengelola Perpustakaan di kabupaten
Buleleng, dan penyaji kedua dari unit Puskom menyampaikan tentang langkah-
langkah membuat akun FB dan membuat group/komunitas. Praktek menggunakan
FB dilanjutkan pasca desiminasi materi. Selama pratek berlangsung, tim pelatih
turut terlibat langsung sebagai pendamping dengan tetap dipandu oleh ketua
pelatih. Disamping itu, peserta juga telah mendapatkan modul pelatihan yang
dapat dijadikan sumber pendampingan selama pelatihan berlangsung maupun
untuk digunakan atau dimanfaatkan oleh pihak lain dikemudian hari.
4.1.2 Peningkatan Pemahaman Pengelola Perpustakaan tentang Media Sosial
Facebook dalam Membangun Komunitas Virtual Perpustakaan di
Kabupaten Buleleng
Pemahaman pengelola perpustakaan terhadap fungsi dan manfaat
media sosial dalam berbagi informasi secara virtual perlu ditingkatkan. Penyajian
materi pelatihan mengenai pemanfaatan jejaring sosial FB dalam information
sharing merupakan suatu langkah awal dalam upaya megenalkan dan sekaligus
meningkatkan pengetahuan pengelola perpustakaan. Secara umum, materi yang
disajikan oleh penyaji pertama memuat tentang beberapa aspek yaitu:
a. Membangun komunitas virtual perpustakaan
b. Media sosial
c. Jejaring sosial FB
d. Berbagi informasi
Berikut ini merupakan penjelasan mengenai masing-masing aspek yang termuat
dalam materi pelatihan.
A. Komunitas Virtual Perpustakaan
Menurut Garofalo (2013), menyatakan bahwa komunitas adalah
kumpulan orang yang berinteraksi bersama dalam suatu lingkungan. Sedangkan,
kata virtual berpadanan arti dengan kata maya. Jadi, yang dimaksud dengan
komunitas virtual perpustakaan adalah sekumpulan orang yang berinteraksi secara
virtual/maya dalam lingkungan perpustakaan baik pengelola perpustakaan
22
maupun pemustakanya. Berdasarkan pengertian tersebut, maka terlihat adanya
peran dinamis baru yang diemban oleh para pustakawan/pengelola perpustakaan
sebagai cyber librarian/cybrarian atau pustakawan maya. Peran dinamis baru
pustakawan sebagai cybrarian diharapkan mampu berperan dalam memfasilitasi,
memediasi dan sekaligus sebagai konsultan bagi pemustakanya dalam meberikan
layanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang lebih baik (Rao dan Babu:
2001).
Awal mula terbentuknya suatu komunitas merupakan bagian terpenting
dalam jaringan/network. Individu yang mampu menggaet banyak individu lainnya
akan membentuk suatu jaringan yang kuat dan luas. Jaringan tersebut kemudian
membentuk suatu komunitas yang terjaring dalam kepentingan atau persamaan
yang mutual. Sebagai contohnya, pasca pelatihan P2M ini akan terbentuk
komunitas perpustakaan se-kabupaten Buleleng yang nantinya digunakan dalam
berbagi informasi. Adapun media yang terpilih sebagai wadah komunitas virtual
perpustakaan di kabupaten Buleleng adalah facebook. Pemilihan FB sebagai
media sosial dikarenakan FB merupakan media sosial yang paling diminati dan
terpopuler. Fenomena penggunaan media sosial FB di perpustakaan sudah marak
diaplikasikan di negara Eropa mulai tahun 2010an, seperti: Canada, Amerika,
Inggris, dll.
B. Media Sosial
Media sosial secara harfiah terdiri dari dua kata yaitu media dan sosial.
Menurut KBBI (2003), media berpadanan arti dengan alat, sarana komunikasi dan
atau penghubung, sedangkan sosial diartikan sebagai sesuatu yang berkenaan
dengan masyarakat. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa media sosial adalah
sebuah alat atau sarana yang digunakan oleh masyarakat dalam menjalin suatu
hubungan atau komunikasi. Ada banyak contoh media sosial yang marak
digunakan di dunia maya seperti; facebook, twitter, friendster, podcast, youtube,
dll. FB merupakan salah satu media sosial yang paling populer digunakan oleh
hampir seluruh dunia terutama kaum muda.
Sosial media dapat difungsikan untuk meningkatkan suatu layanan,
membangun chanel komunikasi, dan menciptakan keunggulan kompetitif.
23
Garofalo (2013) mengungkapkan bahwa istilah sosial media berdenotasi dengan
website dan aplikasi yang bermanfaat bagi penggunanya untuk menciptakan dan
membagi konten/informasi atau untuk berpartisipasi dalam jejaring sosial.
Sejalan dengan pengertian sosial media tersebut, maka dapat dijelaskan
bahwa dalam menjalin komunikasi berjejaring melalui media sosial akan
menimbulkan efek keterhubungan dan kepemilikan. Dalam keterhubungan
tersebut individu akan berinteraksi sesuai ketertarikan dan kepentingannya.
Interaksi yang muncul sebagai akibat dari diskusi dan berbagi informasi maupun
pengalaman antara individu.
Pentingnya perpustakaan terhubung dengan pemustakanya sudah tidak
dapat disangkal lagi. Keterhubungan pustakawan dengan pemustakanya akan
menciptakan citra baru pustakawan sebagai cyber librarian/cybrarian. Di
Indonesia, komunitas perpustakaan atau pustakawan maya dikenal dengan istilah
ICS (The Indonesian Cyberlibrary Society).
Peran penting sosial media terhadap perpustakaan adalah untuk
melakukan promosi perpustakaan. Alasan utama mengapa perpustakaan perlu
dipromosikan merujuk pada karakteristik pemustakanya sebagai digital natives.
Promosi dapat dalam bentuk pengunggahan daftar koleksi baru, pengumuman
ataupun pengenalan literacy informasi dan lainnya. Layaknya dunia bisnis yang
selalu berinovasi dalam manajemennya, perpustakaan juga diharapkan
menampilkan image baru melalui penggunaan logo/brand baru disesuaikan
dengan tema perpustakaan masing-masing. Sebagai contoh perpustakaan
Universitas Indonesia menggunakan new brand “Crystal of Knowledge”. Melalui
brand baru ini akan tercipta suatu kesan baru bagi pemustakanya bahkan terhadap
masyarakat luas. Kesan baru yang timbul akibat pelabelan tersebut akan
menimbulkan persepsi baru dihati pemustakanya. Disinilah efek besar yang
timbul dari promosi perpustakaan akan mendorong pemustakanya untuk datang
mengunjungi perpustakaan mereka.
C. Jejaring Sosial Facebook
Jaringan sosial adalah suatu struktur sosial yang dibentuk dari simpul-
simpul baik individu maupun organisasi yang diikat oleh satu atau lebih tipe relasi
spesifik seperti nilai, visi, ide, teman, keturunan, dll. Manfaat dari jejaring sosial
24
ini adalah sebagai modal sosial individu/kelompok dalam menjalin hubungan
untuk suatu tujuan tertentu. FB merupakan media sosial yang mampu membentuk
jaringan pertemanan virtual yang sangat luas tanpa batasan ruang maupun waktu.
FB adalah website jaringan sosial dimana para pengguna dapat bergabung
dalam komunitas seperti kota, kerja, sekolah, dan daerah untuk melakukan
koneksi dan berinteraksi dengan orang lain. Orang juga dapat menambahkan
teman-teman mereka, mengirim pesan, dan memperbaharui profil pribadi agar
orang lain dapat melihat informasi tentang dirinya.
FB merupakan media sosial yang digunakan untuk berkomunikasi dan
sekaligus berbagi informasi di dunia virtual. Komunitas FB tersebut berkembang
berdasarkan adanya persamaan mutual antara satu individu dan individu lainnya
yang terkait satu dengan lainnya layaknya jaring laba-laba. Sebagai salah satu
contoh adalah group atau komunitas FB pengelola perpustakaan di kabupaten
Buleleng. Dalam komunitas virtual ini informasi akan tersebar secara berjejaring
tanpa adanya batasan ruang maupun waktu. Hal inilah yang menjadi nilai plus FB
dalam information sharing.
Komunitas virtual perpustakaan di kabupaten Buleleng perlu dibangun
terkait dengan percepatan tersampaikannya suatu informasi baik dari pihak
pengelola perpustakaan maupun pihak pemustaka.
D. Berbagi Informasi
Kata informasi dapat dipadankan dengan kata kumpulan data atau
fakta yang mengandung arti bagi yang memilikinya. Selanjutnya, ahli informasi
mendefinisikan informasi sebagai pengetahuan yang disajikan kepada seseorang
dalam bentuk yang dapat dipahami. Terkait dengan hal ini, maka ada dua pihak
yang memegang andil penting dalam informasi yaitu pihak pengirim dan pihak
penerima. Proses tersampaikannya informasi tersebut memerlukan suatu media
yang mampu menjembatani jalannya informasi, sehingga sampai kepada pihak
yang memerlukan informasi tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
FB merupakan salah satu media penyampaian informasi yang digandrungi oleh
khalayak luas, merujuk pada sistem efisiensi dan efektivitasnya.
Pada era digital ini, informasi dapat diakses secara mudah dan
cepat. Segala informasi sudah tersedia di internet. Namun, perlu kiranya bagi
25
pengguna internet untuk mengetahui literasi informasi digital. Literasi informasi
digital ini merupakan kemampuan seseorang untuk mengakses, memilih dan
mengevaluasi informasi untuk kemudian digunakan dengan benar. Penggunaan
informasi secara benar akan sangat berpengaruh terhadap pengembangan konsep
diri yang benar. Sebagaimana diketahui, bahwa banyak terdapat kecurangan-
kecurangan dalam penggunaan informasi tersebut. Salah satu contohnya adalah
fenomena “copy paste”. Tentu saja fenomena tersebut sangat merugikan pihak
terkait yang memiliki hak cipta terhadap suatu informasi. Gambaran tentang
penjiplakan informasi dari suatu sumber sering disebut dengan plagiarisme.
Disinilah peran penting bagi pustakawan dan juga pihak terkait lainnya untuk
selalu menghimbau para akademisi untuk selalu eling pada etika penulisan karya
ilmiah.
Perpustakaan merupakan agen informasi yang berfungsi untuk
mendesiminasikan informasi yang termuat dalam bahan pustaka yang dimilikinya,
sehingga dapat termanfaatkan sesuai fungsinya. Disinilah letak peran dinamis
pengelola perpustakaan sekolah dalam memfasilitasi pemustaka agar segala
informasi yang ada dapat tersampaikan dan kemudian mempunyai makna bagi
pemakainya.
4.1.3 Peningkatan Keterampilan Pengelola Perpustakaan Menggunakan
Jejaring Sosial Facebook dalam Information Sharing di Kalangan Komunitas
Virtual Perpustakaan di Kabupaten Buleleng
Peningkatan keterampilan pengelola perpustakaan dalam
menggunakan jejaring sosial FB dalam information sharing dilakukan melalui
pelatihan langsung yang dibimbing oleh tim pelatih. Dalam proses pelatihan, tim
pelatih yang terdiri dari 3 orang bergerak menyebar sesuai dengan bagian
kelompok-kelompok kecil peserta yang menjadi tanggung jawab bimbingannya.
Selain mendapatkan bimbingan, peserta juga telah dibekali dengan modul aplikasi
FB sehingga, peserta dapat melakukannya juga secara mandiri. Namun, dalam
praktek, peserta yang umumnya tergolong kaum digital immigrant menemui
kesulitan yang beragam. Bagi bebarapa peserta yang jarang bersentuhan dengan
komputer merasa canggung untuk mengikuti langkah-langkah yang diperintahkan
26
tanpa pendampingan dari tim pelatih. Ada beberapa langkah yang dilakukan
dalam proses pelatihan sebagai berikut.
a. Membuat e-mail
b. Membuat akun FB
c. Mencari teman
d. Mengisi profil
e. Membuat group
f. Personalisasi group
g. Membuat berita acara
h. Mengunggah file
Ke delapan langkah tersebut menjadi panduan dalam pelatihan. Pembuatan
akun FB mensyaratkan untuk memiliki alamat e-mail. Untuk itu pelatih
mengajarkan membuat e-mail terlebih dahulu. Alamat email dapat dibuat di yahoo
dan ataupun google. Setelah berhasil membuat e-mail, maka dilanjutkan dengan
pembuatan akun FB yaitu dengan memasukkan data diri seperti nama lengkap,
tanggal lahir, jenis kelamin, akun e-mail yang telah dibuat sebelumnya dan
mengisi password, dan diakhiri dengan mengklik tombol “daftar”. Setelah akun
FB berhasil dibuat, maka diajarkan langkah-langkah mencari teman dan
dilanjutkan dengan mengisi informasi profil yang terdiri dari data pekerjaan dan
pendidikan. Sesungguhnya, pengisian data mencari teman dan informasi profil
dapat dilewati, jika tidak ingin informasi tersebut terdaftar pada akun FB.
Sebaliknya, jika kolom informasi profil diisi, maka akan disarankan untuk
menambahkan daftar teman yang memiliki persamaan data. Untuk melengkapi
profil diri disarankan untuk mengunggah foto profil, karena hal ini akan menjadi
daya tarik tersendiri bagi profil anda. Konfirmasi e-mail untuk pembuatan akun
FB selanjutnya disarankan untuk diisi sehingga, keseluruhan proses pembuatan
akun FB akhirnya selesai. Setelah masing-masing peserta memiliki akun FB,
pelatih kemudian mengajarkan membuat group.
Membuat group dalam FB dapat dilakukan dengan mengklik aplikasi
Group + buat group baru. Setelah itu, peserta diminta untuk mengisikan nama
group dan anggota group, dilanjutkan dengan menentukan jenis privasi group. Hal
ini dimaksudkan untuk keamanan informasi yang akan disebar. Langkah
27
selanjutnya adalah mengisi personalisasi group seperti memilih logo group,
maupun mengunggah foto profil group. Untuk menambahkan anggota group dapat
dilakukan dengan mengklik tombol “tambah anggota”, lalu tuliskan nama anggota
yang ingin ditambahkan. Sesuai dengan fungsi dari pembuatan group, maka
pelatih mengajarkan cara untuk membuat berita acara dengan mengklik tombol
sub menu “acara” diteruskan dengan mengklik “buat acara”. Pada kolom tersebut,
sorang admin akan memberitakan acara/agenda/informasi yang ingin disebar ke
komunitas group. Di samping itu, terdapat pula sub menu foto, video dan file
dokumen untuk mengunggah foto, video dan file dokumen. Langkah-langkah
pembuatan akun FB pages dan FB Groups sudah terlampir dalam modul pelatihan
di akhir laporan ini.
Merujuk pada tujuan dari pelatihan ini yaitu untuk mengoptimalkan
pemanfaatan FB dalam information sharing, maka aplikasi pembuatan group
dalam FB merupakan bagian penting dalam pelatihan. Pembuatan dan
pemanfaatan sebuah group di FB akan membentuk suatu komunitas baru dibawah
visi, misi dan jenis kepentingan yang sama. Pembuatan group ini akan
memudahkan dalam berbagi informasi secara virtual secara cepat tanpa batasan
ruang maupun waktu. Hal ini sejalan dengan Setiawan, D (2009) yang
mengungkapkan bahwa sebuah Group adalah cara paling efektif untuk
mengumpulkan dan mengorganisir orang banyak di FB. Selanjutnya, Setiawan
(2009) juga menjelaskan perbedaan antara FB pages dan FB group, walaupun
mempunyai banyak persamaan. Berikut adalah matriks perbedaan FB pages
dengan FB groups.
Tabel 4.1 Matriks Perbedaan FB Pages dengan FB Group
CAPABILITAS FB Pages FB Groups
Kemampuan untuk
mengundang orang untuk
bergabung
Tidak Bisa
Fitur Wall, Photos,
Videos, Disccussion
Board, dan Events
Bisa Bisa
Kemampuan
menggunakan
HTML/FBML
Bisa Tidak
28
Kemampuan untuk
mengirim pesan ke semua
anggota
Bisa, dengan catatan
pesan masuk ke kolom
khusus (updates) dan
berasal dari FB pages.
Bisa, dengan catatan
pesan masuk ke
Messages seperti biasa
dan berasal dari
pengguna individu
(admin) Group yang
bersangkutan.
Kemampuan untuk
mengupdate status
Bisa Tidak
sumber: Setiawan (2009)
Berdasarkan tabel 4.1, terlihat adanya perbedaan antara FB pages dengan
FB Groups. Keunggulan dari FB Groups adalah kemampuannya dalam
mengundang orang untuk bergabung dalam group tertentu. Melalui group,
informasi yang dishare adalah untuk kalangan komunitas saja. Orang lain yang
tidak masuk dalam group, tidak akan menerima informasi tersebut. Jadi di dalam
group akan ada seorang admin yang bertugas untuk mengirimkan suatu berita
acara. Sebagai contoh, pembuatan group pengelola perpustakaan se kabupaten
Buleleng yang di buat oleh penulis, merupakan sebuah komunitas perpustakaan
yang akan dikelola oleh adminnya (penulis).
4..2 Pembahasan Kegiatan P2M
4.2.1 Pelaksanaan Kegiatan
Pelatihan pemanfaatan jejaring sosial FB yang dilaksanakan di
Lab. Puskom Undiksha berjalan dengan lancar. Kelancaran tersebut tercipta
terkait dengan adanya dukungan dari tim kepanitiaan kegiatan P2M, pihak LPM,
dan juga kolega pustakawan Undiksha yang menunjukkan semangat tinggi dalam
proses kegiatan pelatihan. Tidak lupa, peran aktif peserta pelatihan juga sangat
mendukung kelancaran kegiatan.
Berdasarkan hasil evaluasi ketua pelaksana P2M, kegiatan P2M yang
terlaksana pada tgl. 22 Agustus 2014, dapat dikategorikan berjalan dengan lancar
dan sukses sesuai dengan rencana yang dijadwalkan. Hal ini ditunjukkan dari
respons positif peserta pelatihan P2M yang terlihat dari minat peserta pelatihan
yang tinggi untuk berpartisipasi dalam pelatihan ini. Gambaran tersebut tampak
dari jumlah peserta yang hadir sebanyak 49 orang yang berasal dari perwakilan
29
sekolah tingkat SD, SMP, SMA, SMK dan PTS se kabupaten Buleleng (daftar
hadir peserta terlampir). Khususnya pemilihan peserta dari SD, merupakan SD
representatif yang berlokasi di kota Singaraja yang terkategori memiliki
perpustakaan yang dilengkapi dengan peralatan komputer. Namun, jumlah
sekolah yang diundang tersebut merupakan sampel dari populasi sekolah di
kabupaten Buleleng yang jumlahnya melebihi ratusan.
Selama waktu registrasi peserta, ditemukan bahwa ada sekolah-sekolah
lain yang merasa dikesampingkan karena tidak mendapat undangan pelatihan.
Pembatasan pesrta pelatihan dilakukan mengingat kapasitas Lab. Puskom yang
hanya bisa menampung 35 peserta. Kelebihan peserta yang mencapai jumlah 49
tersebut ditanggulangi dengan pembentukan kelompok kecil sekolah yang berasal
dari asal sekolah yang sama. Dengan demikian, seluruh peserta yang hadir dapat
mengikuti pelatihan dengan nyaman dan tertib.
4.2.2 Peningkatan Pemahaman Peserta Pelatihan tentang Media Sosial FB
dalam Membangun Komunitas Virtual Perpustakaan
Desiminasi hasil penelitian Utami (2011) tentang
Pengembangan Program Notifikasi melalui FB dilakukan oleh narasumber (N P
Pramita Utami) pada awal sesi kegiatan P2M. Peserta kegiatan P2M diberikan
penjelasan terkait dengan beberapa konsep penting seperti; membangun
komunitas virtual perpustakaan, media sosial, jejaring sosial FB, dan berbagi
informasi. Penanaman ke empat konsep tersebut diharapkan dapat membuka
paradigma pemikiran peserta terhadap perkembangan teknologi informasi di era
digital. Pada awal presentasi, narasumber mendata peserta yang mengetahui dan
sekaligus menggunakan media sosial. Berdasarkan hasil kalkulasi, semua peserta
mengetahui media sosial FB, namun hanya 5 orang peserta yang menggunakan
FB secara aktif. Lima belas peserta lainnya mempunyai akun FB tetapi tidak aktif
menggunakannya, dan dua puluh sembilan peserta lainnya tidak memiliki akun
FB. Prosentase pengguna FB pada pelatihan tersebut dapat diformulasikan pada
grafik berikut.
30
Bagan 4.1 Prosentase peserta pengguna FB
Pada bagan 4.1 menunjukkan peserta yang aktif menggunakan FB hanya
10,2 % dari seluruh peserta, peserta yang mempunyai akun FB tetapi tidak aktif
menggunakannya sebesar 33,3 %, dan peserta yang tidak memiliki akun FB
sebesar 59,1 %. Sehingga, dapat disimpulkan sebanyak setengah lebih peserta
P2M tidak memiliki akun FB. Berdasarkan hasil wawancara dengan peserta yang
tidak memiliki akun FB, diungkapkan bahwa mereka menganggap media sosial
FB tidak cocok digunakan oleh seusia mereka. Di samping itu, alasan lainnya
adalah ketidakmampuan mereka menggunakan teknologi. Selanjutnya, peserta
yang termasuk pengguna FB yang tidak aktif mengungkapkan bahwa mereka
sesungguhnya tertarik menggunakan FB tetapi masih canggung. Kecanggungan
ini muncul dikarenakan kurangnya latihan dan perlunya adanya pendampingan
selama menggunakan FB. Pendampingan diperlukan untuk mendongkrak
kepercayaan diri mereka dan menuntun langkah-langkah mereka selama
penggunaan FB. Sedangkan, peserta yang aktif menggunakan FB mengungkapkan
bahwa mereka menyenangi bersosialisasi dengan FB, dan mereka dapat
mengetahui status/berita teman-teman mereka.
Perbedaan sikap dan perilaku peserta P2m terhadap FB tidak lepas dari
karakteristik para peserta. Berdasarkan hasil observasi, ada 2 orang peserta yang
tergolong digital native (umur >1990). Mereka memiliki akun media sosial yang
lain selalin FB, seperti twitter. Sedangkan, ke-47 peserta lainnya merupakan
0
10
20
30
40
50
60
70
Pengguna aktif FB Pengguna tidakaktif FB
Tidak memilikiakun FB
Prosentase peserta
Prosentase peserta
31
golongan digital immigrant (umur < 1990). Golongan digital native memiliki ciri-
ciri yaitu: melakukan sesuatu serba cepat, online, menyukai kegiatan secara
berjejaring, seuatu yang interaktif, serba instan, hypertext/random, dll. Hal inilah
yang menyebabkan adanya perbedaan sikap dan perilaku peserta.
Merujuk pada fenomena tersebut, maka penanaman wawasan tentang
media sosial dalam membangun komunitas virtual pengelola perpustakaan dapat
membuka pemikiran peserta terhadap manfaat jejaring sosial FB.
4.2.3 Praktek Pemanfaatan FB dalam Information Sharing di Kalangan
Komunitas Pengelola Perpustakaan Buleleng
Selama praktek berlangsung, seluruh tim pelatih mendampingi kelompok
mereka masing-masing. Sebagian peserta yang tergolong digital immigrant
mengalami sedikit kesulitan jika mereka dibiarkan berlatih secara mandiri.
Namun, berkat keahlian para pelatih, maka setiap peserta mampu untuk membuat
akun FB mereka masing-masing. Demikian pula dalam praktek pengajaran
membuat groups, mereka dipandu dan dibimbing oleh tim pelatih.
Peserta terpilih, diharapkan dapat menularkan pengetahuan/wawasan yang
telah diperoleh ke sekolah-sekolah lainnya. Dalam proses desiminasi informasi
dari sampel terpilih ke sekolah-sekolah lainnya akan dimediasi melalui
penyediaan modul pelatihan yang diperoleh peserta.
Pelatihan pemanfaatan FB dalam information sharing sesungguhnya tidak
selesai pada hari itu saja. Pendampingan berlanjut dilakukan oleh ketua pelaksana
P2M secara online. Peserta yang sudah tergabung dalam FB perpustakaan
Undiksha dan FB ketua pelaksana (N P Pramita Utami) membentuk suatu
komunitas. Pasca pelatihan, ada peserta yang ingin berkonsultasi masalah
pengkodean buku, meminta contoh redaksi surat untuk permohonan sumbangan
buku, permintaan untuk diundang pelatihan perpustakaan berikutnya, dan
permintaan panduan pengelolaan perpustakaan sekolah, termasuk informasi
aplikasi TI perpustakaan yang sudah di-open source-kan. Tidak jarang penulis
selaku ketua pelaksana juga telah melihat keaktifan beberapa peserta mengunggah
kegiatan seputar sekolah mereka. Ada pula yang meminta dibimbing membuat
group untuk komunitas sekolah mereka.
32
Komunitas yang dihasilkan dari kegiatan P2M ini merupakan sebuah
jaringan/network yang terjalin antara perpustakaan Undiksha, ketua pelaksana (N
P Pramita Utami), pengelola perpustakaan di kabupaten Buleleng, dan pemustaka.
Jaringan tersebut jika digambarkan dapat divisualisakikan melalui bagan berikut.
Bagan 4.2 BCC (Buleleng Cybrarian Community)
Ket. Warna hijau = perpustakaan Undiksha, warna merah = ketua pelaksana
P2M, warna kuning = pustakawan se kab. Buleleng, biru = pemustaka
Bagan 4.2 menggambarkan komunitas pustakawan maya Buleleng atau
BCC (Buleleng Cybrarian Community) yang terbentuk pasca pelatihan P2M.
Komunitas BCC terbentuk dari kumpulan individu/institusi (titik) dan
dihubungkan oleh garis. Bagan 4.2 menunjukkan bahwa terdapat dua buah titik
yang menjadi pusat dari BCC yaitu perpustakaan Undiksha dan ketua pelaksana
P2M. Ini terlihat jelas dari banyaknya garis-garis penghubung menuju dua titik
merah dan hijau tersebut. Titik kuning yang merupakan perwakilan pustakawan
Buleleng terhubung dengan titik hijau dan merah. Selain terhubung dengan kedua
titik tersebut, titik kuning juga memiliki group masing-masing yaitu titik biru
(pemustaka).
33
Dalam sistem networking seperti yang ditunjukkan dalam BCC, aliran
informasi dapat terwujud dengan sangat mudah dan cepat. Disinilah timbul
keterhubungan dan kepemilikan antar individu/institusi. Terutama hubungan
perpustakaan-pustakawan-pemustaka terbina dengan dekat. Keterhubungan dalam
komunitas tersebut menjadi modal sosial bagi anggota komunitas untuk
meningkatkan keunggulan kompetitif.
Berdasarkan fenomena tersebut, hasil evaluasi kegiatan pelatihan
P2M dapat dikategorikan cukup memuaskan. Hal ini terlihat dari keterhubungan
peserta pelatihan dengan ketua pelaksana P2M pasca pelatihan melalui media
sosial FB. Berbagi informasi pun berlangsung secara virtual dalam komunitas
virtual perpustakaan yang sudah dibentuk. Dengan demikian, tujuan pelatihan
untuk membangun sebuah komunitas virtual pengelola perpustakaan yang
difungsikan untuk kegiatan information sharing di kabupaten Buleleng dapat
terwujud.
34
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan kegiatan P2M tersebut, maka
dapat diformulasikan simpulan sebagai berikut.
Peningkatan pemahaman peserta kegiatan P2M terhadap peran media
sosial dalam membangun komunitas virtual perpustakaan dilakukan dengan
penanaman beberapa konsep penting seperti: membangun komunitas virtual
perpustakaan, media sosial, jejaring sosial FB, dan berbagi informasi. Pemahaman
keempat konsep tersebut akan membentuk paradigma berpikir baru peserta
terhadap perkembangan teknologi informasi di era digital.
Peningkatan keterampilan pemanfaatan jejaring sosial FB dalam
information sharing bagi peserta dilakukan oleh tim pelatih yang disebar
berdasarkan kelompok-kelompok kecil yang menjadi tanggung jawab
bimbinganya. Pelatihan tersebut dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah
seperti: membuat e-mail, membuat akun FB, mencari teman, mengisi profil,
membuat group, personalisasi group, membuat berita acara, dan mengunggah file.
Pendampingan pelatihan pemanfaatan FB secara aktif dan kreatif dilakukan secara
berkesinambungan melalui dunia virtual. Selain itu, peserta juga dilengkapi
dengan modul yang dapat dimanfaatkan peserta sebagai panduan belajar secara
mandiri.
Pelatihan P2M tersebut membentuk sebuah komunitas pustakawan maya
Buleleng yang berlabel BCC (Buleleng Cybrarian Community) yang
menghubungkan Perpustakaan Undiksha-Ketua Pelaksana-Pustakawan Buleleng-
Pemustaka di dunia virtual.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil evaluasi, pelatihan P2M terhadap pengelola
perpustakaan di kabupaten Buleleng dapat dikategorikan cukup memuaskan.
Pelatihan serupa sangat diharapkan untuk diadakan kembali untuk kemajuan
perpustakaan. Setelah pelatihan selesai, peserta pelatihan diharapkan untuk selalu
35
aktif dan kreatif dalam memanfaatkan FB sebagai sarana promosi perpustakaan,
baik promosi koleksi baru, pengumuman penting, atau sekedar mengunggah
dokumentasi kegiatan seputar sekolah. Selain itu, disarankan juga agar pengelola
perpustakaan agar berlaku aktif dalam berkolaborasi dengan para guru dalam
proses pembelajaran melalui penyediaan sumber-sumber bacaan/informasi yang
dibutuhkan. Penyebaran modul/materi mengenai pelatihan tersebut sangat
diharapkan untuk disemaikan lagi ke sekolah-sekolah lainnya di kabupaten
Buleleng, sehingga komunitas BCC akan menjadi semakin luas. Dengan demikian
diharapkan information sharing yang dilakukan secara virtual dapat
menumbuhkan keunggulan kompetitif baik bagi institusi/perpustakaan,
pustakawan dan juga pemustaka.
36
DAFTAR PUSTAKA
Autry, Alex J dan Berge Zane. 2011. Digital Natives and Digital Immigrants:
getting to know each other. USA: Emerald Group Publishing Limited.
Basuki, S. 1993. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: PT Gramedia.
Cambridge Advanced Learner’s Dictionary Third Edison. 2010. Microsoft
Corporation.
Encarta Encyclopedia. 2008. Microsoft Corporation.
Garofalo, Denise A. 2013. Building Communities: Social Networking for
Academic Libraries.Chandos Publishing: New Delhi.
Hamad, I. 2010. Transformasi Kultural Menuju Masyarakat Informasi. Jurnal
Dialog Kebijakan Publik. 10(35).
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2003.
Ladjamudin, A.B. 2005. Analisis dan Desain Sistem Informasi. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Mardina, Riana. 2011. Potensi Digital Natives dalam Representasi Literasi
Informasi Multinedia Berbasis Web di Perguruan Tinggi. Jurnal
Pustakawan Indonesia Vol.11 No.1.
Meriam Webster’s Collegiatte Dictionary. 2003. New York: Prentice Hall.
Milawati. 2011. Improvement Strategies of Library Usages at the Public Libraries.
Jurnal Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Vol.7,No.2(14).
Prensky, Mark. 2001. Digital Natives and Digital Immigrants.
On The Horrizon Vol. 9 No 5.
Rao, K.Nageswara and Babu,KH. 2001. Role of Librarian in Internet and World
Wide Web Environment. Information Science. Vol.4(1).
Setiawan, Dirgayusa. 2009. Panduan Praktis Mengoptimalkan Facebook. Jakarta:
Mediakita.
Soedibyo, N. 1987. Pengelolaan Perpustakaan (Jilid 1). Bandung: Penerbit
Alumni.
UU RI No 43 tahun 2007. Jakarta: Depdiknas
Utami, Pramita. 2011. Pengembangan Program Notifikasi Berbasis Komputer
untuk Memperlancar Pengembalian Buku Pinjaman pada Perpustakaan
Undiksha. Laporan Penelitian DIPA yang tidak dipublikasikan. Lembaga
Penelitian UNDIKSHA.
Welnadi. 2010. Dinamika Informasi dan Hukum di Dunia Maya. Jurnal Dialog
Kebijakan Publik. 10(8).
37
Wikipedia. 2011. Jejaring Sosial. www. Wikipedia.com. 2/7/2011 10:31 AM
Yusup, P. M. 2012. Perspektif Manajemen Pengetahuan Informasi, Komunikasi,
Pendidikan dan Perpustakaan. Raja Grafindo Persada: Jakarta
38
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Hadir
39
40
Lampiran 2 Foto Kegiatan
41
42
43
Lampiran 3 Pembayaran Biaya Bantuan Transport Peserta
44
45
Lampiran 4 Susunan Panitia
SUSUNAN PANITIA PELATIHAN PEMANFAATAN JEJARING SOSIAL
FACEBOOK DALAM INFORMATION SHARING BAGI PENGELOLA
PERPUSTAKAAN DI KABUPATEN BULELENG
NO JABATAN DALAM
KEPANITIAAN
KETERANGAN
1 Penanggung jawab kegiatan Ketua LPM Undiksha
2 Ketua Panitia Ni Putu Pramita Utami, S.Pd.
3 Sekretaris/MC Kadek Etik Suparmini, S.Sos
4 Sie Tempat IB Gede Purwa, S.Kom
5 Sie Acara/Moderator Ratih Mahayani, S.Pd.
6 Sie konsumsi Kadek Mas Hariprawani, S.Pd.
7 Sie dokumentasi Putu Darsana, SP
8 Sie sekretariat Ida Kade Agus Sugika Putra, S.E.
46
Lampiran 5 Susunan Acara
SUSUNAN ACARA PELATIHAN TEKNIS PERPUSTAKAAN
“ Pemanfaatan Jejaring Sosial Facebook dalam Information Sharing bagi
Pengelola Perpustakaan di Kabupaten Buleleng”
Jumat, 22 Agustus 2014
Hari/tgl. Pukul Materi Ket.
Jumat,
22-8-2014
08.30-09.00 Registrasi Peserta Panitia
09.00-09.15 Menyanyikan Lagu Indonesia
Raya
dan Berdoa
Pembawa Acara
09.00-10.00 Laporan Kegiatan Ketua Pelaksana
Pembukaan dan Sambutan Ketua LPM
Undiksha
10.00-12.00 Penyampaian Materi
Pelatihan
Ni Putu Pramita
Utami, SPd
Praktik Agus Januharsa,
A.Md.Kom
dan Tim Pelatih
12.00 Rehat Makan Siang Panitia
12.30-13.30 Melanjutkan Praktek Tim Pelatih
13.30-14.00 Penutupan Ketua Pelaksana
47
Lampiran 6 Materi Pelatihan
PEMANFAATAN JEJARING SOSIAL FACEBOOK DALAM
INFORMATION SHARING BAGI PENGELOLA PERPUSTAKAAN
DI KABUPATEN BULELENG
Oleh:
N P Pramita Utami1
1Pustakawan Muda pada Perpustakaan Undiksha
I. Pendahuluan
Facebook sudah tidak terasa asing lagi terdengar di telinga kita.
Penggunaanya yang populer muncul dikalangan masyarakat muda sebagai ajang
pertemanan dikalangan komunitas seperti sekolah, institusi atupun jenis group
lainnya. Jalinan pertemanan yang mereka jalin secara virtual melalui internet
dilakukan secara berjejaring dimana hubungan satu orang individu terhubung
dengan lainnya. Terjadinya keterhubungan ini disebabkan adanya suatu
persamaan yang mutual. Dan, jaringan pertemanan yang luas terbentuk layaknya
jaring laba-laba yang mempertemukan mereka pada satu dinding virtual melalui
facebook.
Facebook selanjutnya disingkat FB, merupakan jejaring sosial yang
difungsikan untuk menyebarkan berbagai informasi secara cepat dan aktual dalam
suatu ikatan individu maupun kelompok tanpa batasan ruang dan waktu. Situs
sosial ini menawarkan suatu ikatan yang relevan antar individu yang dibangun
dibawah group atau kelompok tertentu untuk berbagi informasi. Adapun berbagai
informasi yang dibagi melalui FB dapat dalam bentuk tulisan, gambar/foto,
48
maupun video. Istilah “update status” dikalangan pengguna FB adalah salah satu
fitur FB yang sering digunakan untuk menyebarkan informasi secara cepat tanpa
adanya batasan waktu maupun ruang. Fungsinya sebagai desiminasi informasi
dengan kecepatan tinggi telah banyak dimanfaatkan oleh pebisnis untuk
mengkomersilkan atau mempromosikan suatu produk. Bahkan fungsi mutakhir
yang disandang FB sudah menyentuh ranah politik ditujukan untuk memediasi
kepentingan politis. Kenyataan yang tidak kalah penting bahwa pemanfaatan FB
dalam berbagi informasi atau information sharing tidak dapat dihindari
penggunaannya dalam dunia pendidikan.
Berdasarkan hasil pengamatan, pengguna FB sangat banyak baik dari
tingkat sekolah dasar sampai jenjang pendidikan tinggi. Hampir seluruh siswa
sudah terdaftar pada akun FB tersebut. Potret seperti inilah yang menginspirasi
Utami (2011) untuk memanfaatkan FB sebagai media notifikasi bagi pemustaka di
perpustakaan Undiksha. Dari hasil penelitian tersebut, terungkap bahwa
pemustaka/pengguna perpustakaan sangat senang menyambut wajah virtual
perpustakaan melalui FB. Sehingga, pertemanan antara unit perpustakaan dan
pemustaka menjadi semakin dekat.
Dalam ujicoba tersebut tanpa disadari terjadi interaksi antara perpustakaan
yang berperan sebagai agen informasi dan pemustaka sebagai konsumennya.
Tidak jarang pemustaka yang sudah diundang sebelumnya menjadi group FB
perpustakaan Undiksha, bertanya seputar koleksi yang dapat menunjang referensi
ilmiah dalam pembuatan tugasnya dan bertanya masalah teknis layanan di
perpustakaan Undiksha.
49
Berdasarkan hasil penelitian Utami (2011), penulis tergerak untuk
mendesiminasikan temuan tersebut kepada para pengelola perpustakaan baik di
tingkat SD, SMP maupun SMA dan juga perpustakaan daerah yang terdapat di
kabupaten Buleleng. Dalam hal ini, penulis tidak hanya membatasi facebook
sebagai media pengiriman notifikasi tetapi dalam penggunaannya yang lebih luas
yaitu dalam hal berbagi informasi.
Keterlibatan teknologi dalam dunia perpustakaan tidak dapat disangkal
lagi. Perpustakaan diwajibkan untuk terus berbenah diri dalam pengelolaan sistem
layanan yang berorientasi pada kepuasan pengguna. Hal ini sejalan dengan UU RI
no 43 tahun 2007 tentang perpustakaan, terutama pada bab V pasal 14
menyangkut masalah layanan perpustakaan, mengungkapkan bahwa ada dua hal
penting yang harus diperhatikan oleh perpustakaan dalam menyikapi
perkembangan TI sekarang ini. Pada pasal (1) berbunyi: “Layanan perpustakaan
dilakukan secara prima dan berorientasi bagi kepentingan pengguna. Dan, pasal
(3) berbunyi: “Setiap perpustakaan mengembangkan layanan perpustakaan sesuai
dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Mengapa perpustakaan diharapkan untuk melibatkan teknologi dalam
sistem pengelolaan? Ada beberapa alasan penting yang menyebabkan
perpustakaan mengaplikasikan teknologi, antara lain: (1) mampu mengerjakan
pekerjaan secara berulang dengan cepat dan akurat; (2) mampu menghemat tenaga
dan biaya operasional; dan (3) karakteristik pemustaka sebagai net generation
atau dikenal dengan istilah digital natives. Terutama menyikapi alasan ketiga,
para pengelola perpustakaan diharapkan dapat beradaptasi dengan karakteristik
pemustaka dan atau calon pemustaka yang merupakan digital native.
50
Prensky (2001); Autry dan Zane (2011), menggolongkan masyarakat
generasi sekarang ini sebagai “Digital Natives” yaitu generasi yang lahir pada era
digital (kurang lebih dari tahun1990an). Sedangkan, kita yang lahir sebelum era
ledakan informasi ini digolongkan sebagai generasi “Digital Imigrant” yaitu
generasi yang lahir sebelum era digital yang kemudian tertarik untuk mengadopsi
hal baru dari teknologi tersebut. Hal inilah yang menyebabkan kesenjangan antara
kita (para pustakawan yang tergolong “Digital Imigrant” ditilik dari segi
pengetahuan, minat maupun sikap/perilaku kita terhadap penggunaan TI jika
dibandingkan generasi baru kita yang memang dari kecil terbiasa dengan TI.
Hal yang paling mengkhawatirkan bagi para pengelola perpustakaan
adalah para pemustaka akan meningkalkan perpustakaan mereka. Menurut mereka
perpustakaan hanya dianggap sebagai “gudang informasi” dalam konotasi negatif.
Hal ini terjadi merujuk pada preferensi digital yang lebih disenangi oleh
pemustaka yang sudah tersedia bebas di internet. Mereka menganggap, “paman
google” adalah perpustakaan mereka yang mampu menyediakan berbagai
informasi yang dibutuhkan. Kondisi perpustakaan menjadi sangat ironis jika
ditambah dengan kenyataan bahwa para pengelola perpustakaan yang torgolong
kaum digital imigrant memiliki kemampuan menggunakan teknologi yang
terkategori menengah kebawah.
Salah satu upaya yang dipercaya untuk mendekatkan para pengelola
perpustakaan dengan pemustakanya adalah dengan ikut terlibat dalam media
sosial FB yang mereka gandrungi. Sikap negatif pengelola perpustakaan terhadap
FB perlu diluruskan. Anggapan bahwa FB hanya cocok bagi kaum muda dan
kepemilikan akun FB tidak dapat memberi keuntungan apapun perlu dibenahi
51
kembali. Sesungguhnya, anggapan negatif terhadap FB dapat ditepis jika
penggunaanya dimanfaatkan untuk sesuatu yang berguna, salah satunya untuk
saling berbagi informasi antara pengelola perpustakaan dan pemustakanya.
Sehingga, sistem teknologi informasi yang tercipta dapat berfungsi sebagaimana
mestinya demi kemajuan peradaban manusia.
II. Membangun Komunitas Virtual
Dalam rangka mewujudkan peran dinamis baru para pengelola
perpustakaan/pustakawan sebagai cyber librarian atau cybrarian (pustakawan
maya), dipandang perlu untuk membangun jejaring perpustakaan antara pengelola
perpustakaan dan pemustakanya. Hal ini bertujuan untuk memediasi dan
memfasilitasi pemustaka dalam pencarian informasi. Rao dan Babu (2001),
mengemukakan bahwa keberadaan internet, Web, dan berbagai perangkat canggih
sejenisnya menimbulkan peran dinamis baru bagi pustakawan dalam penyediaan
informasi berdasarkan keperluan masyarakat secara lebih baik dari sebelumnya.
Komunitas dapat didefinisikan sebagai kumpulan orang yang berinteraksi
bersama dalam satu lingkungan (Garofalo, 2013). Selanjutnya, Papacharissi
(2011) mengungkapkan bahwa suatu komunitas berjejaring akan terbentuk apabila
sebuah titik (baca: individu) terhubung dengan titik lainnya yang sudah
membentuk jaringannya. Dalam pembentukan suatu komunitas atau network yang
terpenting adalah proses awal mula terbentuknya suatu jaringan. Untuk dapat
membangun suatu komunitas virtual perpustakaan, diperlukan suatu wadah yang
mampu menampung komunitas di dunia maya. Pada tahun 2010an hingga kini,
beberapa perpustakaan di Eropa telah membangun suatu komunitas perpustakaan
dengan menggunakan media sosial antara lain facebook, twitter, friendster,
52
podcast,dll. Melalui komunitas virtual tersebut perpustakaan masuk ke ranah
kehidupan personal pemustakanya. Dan, salah satu media sosial yang paling
diminati adalah facebook.
2.1 Sosial Media
Sosial media dapat difungsikan untuk meningkatkan suatu layanan,
membangun chanel komunikasi, dan menciptakan keunggulan kompetitif.
Garofalo (2013) mengungkapkan bahwa istilah sosial media berdenotasi dengan
website dan aplikasi yang bermanfaat bagi penggunanya untuk menciptakan dan
membagi konten/informasi atau untuk berpartisipasi dalam jejaring sosial.
Sejalan dengan pengertian sosial media tersebut, maka dapat dijelaskan
bahwa dalam menjalin komunikasi berjejaring melalui media sosial akan
menimbulkan efek keterhubungan dan kepemilikan. Dalam keterhubungan
tersebut individu akan berinteraksi sesuai ketertarikan dan kepentingannya.
Interaksi yang muncul sebagai akibat dari diskusi dan berbagi informasi maupun
pengalaman antara individu.
Pentingnya perpustakaan terhubung dengan pemustakanya sudah tidak
dapat disangkal lagi. Keterhubungan pustakawan dengan pemustakanya akan
menciptakan citra baru pustakawan sebagai cyber librarian/cybrarian. Di
Indonesia, komunitas perpustakaan atau pustakawan maya dikenal dengan istilah
ICS (The Indonesian Cyberlibrary Society).
Peran penting sosial media terhadap perpustakaan adalah untuk melakukan
promosi perpustakaan. Alasan utama mengapa perpustakaan perlu dipromosikan
merujuk pada karakteristik pemustakanya sebagai digital natives. Promosi dapat
53
dalam bentuk pengunggahan daftar koleksi baru, pengumuman ataupun
pengenalan literacy informasi dan lainnya. Layaknya dunia bisnis yang selalu
berinovasi dalam manajemennya, perpustakaan juga diharapkan menampilkan
image baru melalui penggunaan logo/brand baru disesuaikan dengan tema
perpustakaan masing-masing. Sebagai contoh perpustakaan Universitas Indonesia
menggunakan new brand “Crystal of Knowledge”. Melalui brand baru ini akan
tercipta suatu kesan baru bagi pemustakanya bahkan terhadap masyarakat luas.
Kesan baru yang timbul akibat pelabelan tersebut akan menimbulkan persepsi
baru dihati pemustakanya. Disinilah efek besar yang timbul dari promosi
perpustakaan akan mendorong pemustakanya untuk datang mengunjungi
perpustakaan mereka.
III. Jejaring Sosial Facebook
Jejaring sosial atau jaringan sosial adalah suatu struktur sosial yang
dibentuk dari simpul-simpul (yang umumnya adalah individu atau organisasi)
yang diikat dengan satu atau lebih tipe relasi spesifik seperti nilai, visi, ide, teman,
keturunan, dll.
Dalam bentuk yang paling sederhana, suatu jaringan sosial adalah peta
semua ikatan yang relevan antar simpul yang dikaji. Jaringan tersebut dapat pula
digunakan untuk menentukan modal sosial aktor individu. Konsep ini sering
digambarkan dalam diagram jaringan sosial yang mewujudkan simpul sebagai
titik dan ikatan sebagai garis penghubungnya. Berikut dapat divisualisasikan
diagram terbentuknya suatu jaringan sosial yang menghubungkan titik (individu)
dan garis sebagai penghubung dalam jaringan.
54
Diagram jaringan sosial diadopsi dari Wikipedia Foundation
(2011:10.31 AM).
FB pertama kali ditemukan oleh Mark Zuckerberg di Harvard, United
Kingdom tahun 2004. Berawal dari keinginan untuk menghubungkan/menjalin
informasi antar temannya di kampus terus berkembang pesat hingga ke seluruh
dunia ingin memiliki account tersebut.
FB adalah website jaringan sosial dimana para pengguna dapat bergabung
dalam komunitas seperti kota, kerja, sekolah, dan daerah untuk melakukan
koneksi dan berinteraksi dengan orang lain. Orang juga dapat menambahkan
teman-teman mereka, mengirim pesan, dan memperbaharui profil pribadi agar
orang lain dapat melihat informasi tentang dirinya.
IV. Berbagi Informasi
Berdasarkan Advance Learner’s Dictionary (2008), menyatakan
kata informasi berpadanan arti dengan fakta tentang situasi, orang, peristiwa dan
lain-lain. Sedangkan dalam kamus Encarta (2009), memberikan pengertian
informasi secara denotatif dengan beragam, sebagai berikut:
55
(6) Informasi adalah pengetahuan, yakni pengetahuan tertentu yang diperoleh
atau dipasok melalui sesuatu.
(7) Fakta-fakta, kumpulan fakta dan data mengenai subjek spesifik.
(8) Membuat fakta terketahui, komunikasi tentang fakta dan pengetahuan,
pemberitahuan, pemberitaan.
(9) Data yang diorganisasikan dalam komputer dengan cara tertentu sehingga
memiliki makna bagi seseorang.
(10) Dalam konteks hukum, bisa jadi maknanya adalah hasil penetapan bersalah
atau tidak terhadap kasus tertentu.
Pengertian informasi tersebut melingkupi beberapa konteks seperti konteks
dasar dan umum, konteks subjek tertentu, konteks teknologi informasi khususnya
komputer dan terakhir konteks hukum. Jadi arti kata informasi itu sendiri
disesuaikan dengan lingkungan atau situasi dimana informasi itu digunakan.
Sedangkan para ahli dibidang informasi menyebutkan bahwa informasi
bisa jadi adalah pengetahuan yang disajikan kepada seseorang dalam bentuk yang
dapat dipahami. Atau bisa juga data yang telah diproses atau ditata untuk
menyajikan fakta yang mengandung arti.
Dengan demikian informasi dapat dimaknai sebagai fakta atau data tentang
sesuatu yang tersusun sedemikian rupa dengan maksud disampaikan kepada pihak
lain sehingga memiliki makna bagi orang lain.
Sesungguhnya, informasi merupakan salah satu modal intelektual yang
dimiliki seseorang. Apalagi di jaman global ini, mengetahui suatu informasi
sangatlah berharga karena jika tidak, maka akan dapat menyebabkan ketersesatan
terhadap sesutau. Pada jaman teknologi informasi ini, pengaksesan informasi
56
sudah sangat mudah sekali. Seseorang dapat memperoleh informasi dengan cepat,
mudah tanpa batasan ruang dan waktu. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan
dengan jaman dahulu kala yang bersifat primitif. Pengaksesan informasi sangat
terbatas dan memerlukan waktu serta tenaga yang tidak sedikit.
Merujuk pada pentingnya informasi dalam kehidupan sekarang, maka
diharapkan informasi tersebut dapat dibagikan atau disampaikan kepada pihak lain
yang relevan agar dapat dipergunakan. Karena, informasi itu tidak akan
bermanfaat jika tidak tersampaikan kepada orang/instansi/lembaga yang
memerlukan. Menurut Yusup (2012), menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada
informasi yang tidak bermanfaat. Kebermanfaatan suatu informasi bagi seseorang
hanya dibedakan atas waktunya.
Perpustakaan merupakan gudangnya informasi, sehingga berbagai jenis
informasi dapat diperoleh di perpustakaan. Informasi yang sudah terkumpul di
perpustakaan akan bermanfaat bagi siswa dan juga guru dalam menunjang
kegiatan pembelajaran. Disinilah letak peran dinamis pengelola perpustakaan
sekolah dalam memfasilitasi pemustaka agar segala informasi yang ada dapat
tersampaikan dan kemudian mempunyai makna bagi pemakainya.
V. Simpulan
Membangun komunitas virtual para pengelola perpustakaan khususnya di
kabupaten Buleleng memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup
perpustakaan dalam menghadapi era digital. Komunitas perpustakaan yang
dibangun dengan memanfaatkan media sosial FB difungsikan untuk saling
berbagi informasi dalam suatu jaringan mutual, baik dari pihak pengelola
perpustakaan dengan pengelola lainnya, maupun dengan pemustakanya. Sehingga,
57
tujuan dari unit perpustakaan dalam memberikan layanan optimal dengan
berorientasi pada kepuasan pengguna dapat terwujud.
VI. Daftar Pustaka
Autry, Alex J dan Zane, Berge. 2011. Digital Natives and Digital Immigrants:
getting to know each other. Emerald Group Publishing Limited: USA.
Cambridge Advanced Learner’s Dictionary Third Edison. 2010. Microsoft
Corporation.
Encarta Encyclopedia. 2008. Microsoft Corporation.
Garofalo, Denise A. 2013. Building Communities: Social Networking for
Academic Libraries.Chandos Publishing: New Delhi.
Papacharissi, Zizi. 2011. A Networked Self: Identity, Community, and Culture on
Social Network Sites. Routledge: New York.
Prensky, Mark. 2001. Digital Natives and Digital Immigrants.
On The Horrizon Vol. 9 No 5.
Rao, K.Nageswara and Babu,KH. 2001. Role of Librarian in Internet and World
Wide Web Environment. Information Science. Vol.4(1).
UU RI No 43 tahun 2007. Jakarta: Depdiknas
Utami, Pramita. 2011. Pengembangan Program Notifikasi Berbasis Komputer
untuk Memperlancar Pengembalian Buku Pinjaman pada Perpustakaan
Undiksha. Laporan Penelitian DIPA yang tidak dipublikasikan. Lembaga
Penelitian UNDIKSHA.
Wikipedia. 2011. Jejaring Sosial. www. Wikipedia.com. 2/7/2011 10:31 AM
Yusup, P. M. 2012. Perspektif Manajemen Pengetahuan Informasi, Komunikasi,
Pendidikan dan Perpustakaan. Raja Grafindo Persada: Jakarta
58
MODUL PELATIHAN
Oleh
Agus Januharsa, A.Md.Kom.
Makalah disampaikan pada pengabdian kepada Masyarakat
LPM Undiksha, tanggal 22 Agustus 2014
PERPUSTAKAAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2014
PEMANFAATAN JEJARING SOSIAL FACEBOOK
DALAM INFORMATION SHARING BAGI PARA
PENGELOLA PERPUSTAKAAN DI KABUPATEN
BULELENG
59
Membuat Email
Sebelum membuat Facebook, kita harus mempunyai akun email tertentu, akun
email dapat dibuat di yahoo, google, msn dan lain-lainnya. Akun email yang kita
miliki tersebut sebagai konfirmasi keabsahan membuat Facebook. Langkah-
langkah membuat Email sebagai berikut:
Membuat akun email di google
[1] Kunjungi halaman web www.gmail.com
[2] Pilih tombol Buat akun untuk membuat akun baru di gmail, seperti pada
gambar
60
[3] Masukkan data lengkap, seperti pada gambar
[3] Setelah itu masukkan nomor ponsel anda, kemudian masukkan kode verifikasi
akun anda yang anda terima melalui sms teks di ponsel anda yang dikirim dari
server google.
[4] Beberapa saat kode verifikasi akan diproses, jika kode verifikasi yang anda
masukkan benar maka proses pembuatan akun email di www.gmail.com telah
berhasil
61
Membuat akun di facebook
[1] Jalankan browser kesayangan anda, sebagai contoh Mozilla firefox dan ketik
http://www.facebook.com
[2] Muncul tampilan Facebook seperti
[3] Kemudian isikan data full name dengan nama anda sendiri, ketikan akun email
yangtelah dibuat sebelumnya, isikan password sesuai keinginan, pilih jenis
kelamin, pilih bulan, tanggal dan tahun lahir, setelah semua data di masukkan
klik tombol Mendaftar, seperti pada gambar :
[4] Muncul Langkah pertama yang harus anda lakukan dalam proses membuat
akun di facebook ini adalah mencari teman-teman anda yang sudah lebih dulu
bergabung di facebook. Caranya masukkan alamat email anda dan klik CARI
TEMAN (atau anda juga bisa memilih untuk melewati dengan mengklik
tulisan Lewati langkah ini) seperti gambar :
62
[5] Langkah kedua adalah masukkan data INFORMASI PROFIL anda yang
berhubungan dengan pendidikan dan pekerjaan. Anda juga bisa memilih
untuk melewati tahap pendaftaran yang ini.
Jika anda mengisi data pendidikan, dan pekerjaan, maka facebook akan
menyarankan anda beberapa akun yang juga bersekolah atau bekerja di tempat
yang sama dengan anda.
[7] Langkah selanjutnya adalah memasukkan foto profil anda.
Klik UPLOAD dan browse foto anda dari komputer. Lalu klik Selanjutnya
seperti gambar :
63
[8] Dengan ini pendaftaran hampir rampung. Anda akan melihat pemberitahuan di
bagian atas jendela sambutan anda yang berisi pemberitahuan untuk
melakukan konfirmasi email untuk akun facebook yang baru saja anda buat,
seperti gambar :
Konfirmasi Akun Email Yang Digunakan Mendaftar Facebook
[1] Sekarang saatnya membuka akun email anda. Khusus pengguna gmail aka
nada pemberitahuan seperti gambar :
64
Selanjutnya klik tombol Terima untuk mengkonfirmasi akun email anda
yang digunakan sebagai akun Facebook.
[2] Klik tombol OKE untuk melanjutkan masuk ke halaman Facebook
Setelah anda menyelesaikan tahap di atas, maka keseluruhan proses mendaftar
dan membuat akun facebook ini sudah selesai. Perhatikan juga bahwa semua
pemberitahuan akan dikirimkan ke alamat email yang anda gunakan untuk
mendaftar.
65
Membuat grup di facebook
Dalam facebook kita dapat membuat group. Dengan menggunakan group
pertemanan maupun informasi lebih terorganisir. Group ini menjadi fasilitas bagi
yang dimiliki facebook untuk para penggunanya (user) dalam membuat suatu
komunitas atau kumpulan orang yang mempunyai hobi, aktivitas, atau berbagai
persamaan lainnya. Dengan membuat group kita dapat membuat sebuah
komunitas yang dapat berbagi informasi dan bahkan kopi darat jika memang
diperlukan. Langkah-langkah membuat group adalah sebagi berikut:
[1] Setelah masuk ke halaman Facebook anda tinggal mengklik tulisan Buat grup
yang terdapat pada pojok kiri bawah, seperti gambar :
[2] Mucul jendela untuk membuat Grup baru, seperti pada gambar
66
Lalu isikan nama grup (misal nama grup : Perpustakaan), anggota grup dan
tentukan pula jenis privasi grup. Setelah semua terisi klik tombol Buat.
[3] Pilih icon yang akan dijadikan identitas grup setelah itu klik tombol Oke atau
anda bisa melewati pilihan ini dengan mengklik tombol Lewati, seperti pada
gambar:
[4] Muncul Personalisasi grup, anda dapat mengunggah foto untuk menunjukkan
tentang grup yang anda buat,menambahkan keterangan, menambahkan ikon
untuk menggambarkan grup bahkan anda dapat menambahkan foto sampul
sebagai alat bantu memberikan berita kepada grup anda, seperti pada gambar :
67
Dalam grup yang telah kita buat ada beberapa sub menu, di antaranya sub menu
anggota yang digunakan untuk menambahkan anggota grup. Kalau anda ingin
menambahkan anggota grup, klik tombol Tambahkan orang, seperti pada
gambar :
[5] Ketikan nama teman yang ingin anda tambahkan sebagai anggota grup setelah
itu klik tombol Tambahkan, seperti pada gambar :
68
[6] Sub menu Acara digunakan untuk menambahkan acara jika ada kegiatan
tertentu dalam grup dengan mengklik tombol Buat acara, seperti pada
gambar :
[7] Isikan form untuk membuat acara pada grup anda setelah itu klik tombol Buat,
seperti pada gambar :
69
[8] Sub menu foto digunakan untuk mengunggah foto dan video dengan
mengklik tombol Unggah foto untuk mengupload foto maupun tombol
Unggah video jika ingin mengupload video seperti pada gambar :
[9] Jika anda ingin menambahkan file dalam grup, anda bisa mengunggah file
dalam bentuk dokumen maupun file bisa melalui sub menu File seperti pada
gambar :
70
[10] Untuk membuat sebuah dokumen anda tinggal mengklik tombol Buat
Dokumen, isikan judul dokumen dan deskripsi dokumen seperti pada
gambar
[11] Sedangkan jika anda inggin mengunggah(mengupload) file, anda klik tombol
Unggah File seperti pada gambar
71
Isikan nama file yang anda unggah, pilih file dengan mengklik tombol Pilih File
untuk memilih file yang akan diunggah, setelah itu klik tombol simpan.
72
Lampiran 7 Hasil Monitoring
73
Lampiran 8 Surat Perjanjian Kerja P2M
74
75
76
77
Top Related