Download - Laporan Akhir Praktikum Farmakologi i Dan Vi

Transcript

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGIPERCOBAAN I DAN VIPENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF

Disusun Oleh :Golongan IV Kelompok 4 1. Ananda Dwi Rahayu(G1F013034)2. Syaeful Eko P(G1F013036)3. Murti Setiati(G1F013038)4. Feni Amalia F(G1F013040)5. M. Imaduddin S(G1F013042)Tanggal Praktikum : Kamis, 3 April 2014Nama Dosen Pembimbing Praktikum : 1. Esti Dyah 2. Heni EkowatiNama Asisten Praktikum : 1. Galih Samodra 2. Arya SJURUSAN FARMASIFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO2014PERCOBAAN I DAN VIPENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF

I. PENDAHULUANA. Latar BelakangAbsorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian kedalam darah. Obat baru dapat berkhasiat apabila mencapai konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya. Absorbsi kebanyakan obat terjadi secara pasif melalui difusi. Kecepatan absorbsi terhadap jumlah yang diberikan tergantung pada banyak faktor, yaitu, :1. Kelarutan obat berdasarkan sifat fisik kimia bahan obat2. Kemampuan obat untuk berdifusi melintasi sel membran 3. Konsentrasi obat berdasarkan dosis obat4. Sirkulasi darah pada tempat absorbsi5. Luas permukaan kontak obat dengan organ yang mengarbsorbsi6. Bentuk sedian obat7. Rute oemberian obat dan tempat pemberian obat.Farmakokinetik, adalah aspek farmakologi yang mencangkup nasib obat dalam tubuh, yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi. Proses sejak obat diberikan sampai timbulnya efek terapeutik disebut proses farmakokonetik (Ranu Anggara, 2009)

Pengertian SedasiSedasi dapat didefinisikan sebagai suatu penekanan (supresi) dari kesiapsiagaan terhadap suatu tingkat stimulasi tetap, dengan penurunan aktivitas spontan, penurunan ketegangan dan penurunan timbulnya ide-ide. Perubahan perilaku ini terjadi pada dosis efektif yang terendah dari obat hipnotik-sedatif yang biasa digunakan. Belum jelas apakah kerja anticemas yang terlihat secara klinis equivalen atau berbeda dari efek sedatif.Pada penilaian kualitatif dari obat tidur, perlu diperhatikan faktor-faktor kinetik berikut:

a) lama kerjanya obat dan berapa lama tinggal di dalam tubuh, b) pengaruhnya pada kegiatan esok hari, c) kecepatan mulai bekerjanya, d) bahaya timbulnya ketergantungan, e) efek rebound insomniaf) Pengaruh terhadap kualitas tidurg) Interaksi dengan otot-otot lainh) Toksisitas, terutama pada dosis berlebihan (Tjay, 2007)Penggunaan Obat Sedasi yaitu suatu bahan sedatif yang efektif harus dapat mengurangi rasa cemas dan mempunyai efek menenangkan dengan sedikit atau tanpa efek penekanan terhadap fungsi mental dan motorik. Derajat depresi sistem saraf pusat yang disebabkan harus minimum dengan konsistensi efikasi terapeutik. Untuk mendapatkan efek sedatif biasanya digunakan dosis yang lebih rendah dari dosis untuk obat tidur. Dosis untuk obat tidur memiliki efek hipnotik yang dapat menyebabkan kantuk dan tidur. Sedangkan pada dosis yang lebih besar dapat menimbulkan anestesia dan depresi sistem saraf pusat.Dokter sering memberikan obat penenang kepada pasien dalam rangka untuk menumpulkan pasien yang berkaitan dengan prosedur menyakitkan atau kecemasan-merangsang. Meskipun obat penenang tidak meringankan rasa sakit pada diri mereka sendiri, mereka dapat menjadi tambah berguna untuk alagesik dalam mempersiapkan pasien untuk pembedahan, dan biasanya diberikan kepada pasien sebelum mereka dibius, atau sebelum prosedur yang sangat tidak nyaman dan invasif lain seperti katetirasi jantung, kolonskopi atau MRI (Anonim, 2014)Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepin, contohnya: flurazepam, lorazepam, temazepam, triazolam; barbiturat, contohnya: fenobarbital, tiopental, butobarbital; hipnotik sedatif lain, contohnya: kloralhidrat, etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat; dan alkohol (Katzung,2006). Efek samping umum hipnotika mirip dengan efek samping morfin, yaitu: a) depresi pernafasan, terutama pada dosis tinggi. Sifat ini paling ringan pada flurazepam dan zat-zat benzodiazepin lainnya, demikian pula pada kloralhidrat dan paraldehida; b) tekanan darah menurun, terutama oleh barbiturat; c) sembelit pada penggunaan lama, terutama barbiturat; d) hang over, yaitu efek sisa pada keesokan harinya berupa mual, perasaan ringan di kepala dan termangu. Hal ini disebabkan karena banyak hipnotika bekerja panjang (plasma-t-nya panjang), termasuk juga zat-zat benzodiazepin dan barbiturat yang disebut short-acting. Kebanyakan obat tidur bersifat lipofil, mudah melarut dan berkumulasi di jaringan lemak (Mycek, 2001).Diazepam adalah golongan Benzodiazepin, disamping sebagai antianasietas juga bermanfaat sebagai antikonvulsi terutama untuk epilepsi. Diazepam bekerja pada sistem limbik, talamus, dan hipotalamus yang dapat menimbulkan efek penenang. Penggunaan Diazepam (Valium) adalah: pramedikasi, amnesia, sedatif/hipnotik, obat induksi, relaksasi otot rangka, antikonvulsan, pengobatan penarik alkohol akut, dan serangan panik. Efek samping : Berat dan berbahaya yaitu obstruksi saluran nafas dan lidah akibat relaksasi otot, depresi nafas sampai henti nafas, hipotensi, henti jantung dan kantuk.Oleh karena itu, dari dua pokok materi yaitu absorbsi obat dan obat sedasi, maka pada praktikum kali ini absorbsi obat dihitung menggunakan obat sedasi untuk pengujian terhadap tikus yang ada. Dan obat sedasi yang dugunakan adalah Diazepam dengan beberapa rute pemberian obat yang berbeda.

B. Tujuan Percobaan1. Mengenal, mempraktekkan, dan membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologi sebagai tolok ukurnya.2. Mempelajari dan mengamati pengaruh dari obat penekan syaraf pusat.

C. Dasar Teori1) Pengaruh cara pemberian terhadap absorpsi obatRute pemberian obat merupakan salah astu factor yang mempengruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis atomidan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda-beda; enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda-beda. Hal-hal ini menyebabkan jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat (Katzung, B.G, 2000).Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi pasien. Oleh sebab itu, perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut :a. Tujuan terapi yang dikehendakib. Kerja awal obat cepat atau lambatc. Stabilitas obat dalam saluran cernad. Keamanan relative terhadap rute pemberiane. Rute yang tepat dan menyenangkan terhadap pasienf. Harga obat relative ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-macam ruteg. Kemampuan pasien menelan obat melalui oral.Bentuk sediaan yang diberikanakan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorbsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara local atau sistemik. Efek sistemik dapat diperoleh jika obat beredar keseluruh tubuh memalui pembuluh darah, sedang efek local adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Ganiswana,1995).Cara-cara pemberian obat antara lain :a. PeroralSebagian besar obat diabsorbsi melalui jalur ini dan cara paling banyak digunakan karena kenyamananya. akan tetapi beberapa obat, misalnya benzilpenisilin, insulin, dirusak oleh asam atau enzim dari usus dan harus diberikan secara parenteral (Neal, 2006).b. IntraperitonealIntraperitoneal merupakan rute pemberin yang cukup efektif karena memberikn hasil kedua paling cepat setelah intravena. Namun, suntikan i.p tidak dilakukan pada manusia karena bahaya injeksi dan adhesi terlalu besar (Neal, 2006).c. IntramuskularIntramuskular (IM) (onset of action bervariasi, berupa larutan dalam air yang lebih cepat diabsorbsi dari pada obat berupa larutan dalam minyak, dan juga obat dalam sediaan suspense, kemudian memiliki kecepatan penyerapan obat yang sangat tergantung pada besar kecilnya partikel yang tersuspensi. Semakin kecil partikel, semakin cepat proses absorpsi) (Price dan Wilson, 1994).d. SubkutanSubkutan (SC) onsetnya lebih cepat daripada sediaan suspense, determinan dari keceptan absorpsi ialah total luas permukaan dimana terjadi penyerapan, memyebabkan konstriksi pembuluh darah local sehingga difusi obat tertahan/diperlama, obat dapat dipercepat dengan menambahkan hyaluronidase, suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari matriks jaringan (Neal,2006).e. IntravenaIntravena (IV) tidak ada fase absorbs, obat langsung masuk ke dalam vena, onset cepat, efisien, bioavaibilitas 100, baik untuk obatyang menyebabkan iritasi kalau diberikan dengan cara lain, biasanya berupa infus kontinu untuk obat yang waktu paruhnya pendek (Munaf ST,1994).2) Efek SedatifHipnotika adalah zat-zat yang dalam dosis harus dapat menimbulkan kantuk dan menolong timbulnya serta mempertahankan keadaan tidur. Efek hipnotik lebih mendepresi system saraf pusat dari pada sedasi dan mudah dicapai boleh kebanyakan obat dalam golongan sedative hanya dengan meningkatkan dosis. Depresi bertingkat fungsi system saraf pusat yang berkaitan dengan dosis obat adalah ciri kebanyakan hipnotik-sedatif. Peningkatan dosis obat-obat hipnotik-sedatif lebih dari yang diperlukan untuk hipnotis dapat menimbulkan keadaan anestesi umum. Jika dosis ditinggikan lagi, hipnotik-sedatif yang lebih tua ini dapat menekan pusat pernapasan dan pusat vasomotor di medulla oblongata, menimbulkan koma dan kematian (Munaf ST, 1994).Sedative menekan reaksi terhadap perangsangan, terutama rangsangan emosi tanpa menimbulkan kantuk yang berat. Hipnotik menyebabkan tidur yang sulit dibangunkan disertai penurunan refleks hingga kadang-kadang kehilangan tonus otot (Vane,1996).Hipnotika dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu benzodiazepine, contohnya flurazepam, lorazepam, temazepam, tiazola; barbiturate, contohnya fenobarbital, thiopental, butobarbital; hipnotik sedative lain, contohnya : kloralhidrat, etklorvinol, glutetimid, metiprilon, meprobamat, dan alcohol (Ganiswana, 1995).Banyak efek samping hipnotok sedative yang sering dijumpai terjadi akibat depresi fungsi susunan saraf pusat yang berkaitan dengan dosis. Dosis yang relative rendah dapat menyebabkan kantuk, gangguan pengambilan keputusan, dan menurunnya kemampuan motoric, yang kadang berdampak besar pada ketrampilan mengemudi, performa kerja, dan hubungan pribadi. Sensitivitas yang meningkatkan terhadap hipnotok sedative lebih sering dijumpai pada pasien gangguan kardiovaskular, pernafasan, atau gangguan hati (Katzung, 2006).

II. ALAT DAN BAHANA. Alati) Percobaan IAlat-alat yang digunakan yaitu Spuit injeksi (0,1-2 ml), jarum sonde, labu ukur 10 ml, stop watch, timbangan tikus, neraca analitik, dan alat-alat gelas.ii) Percobaan VIAlat-alat yang digunakan yaitu rotarod (batang berputar), spuit injeksi, jarum sonde, timbangan tikus, neraca analitik, dan alat-alat gelas.

B. Bahani) Percobaan IBahan-bahan yang digunakan yaitu aquabidest, diazepam, hewan coba (tikus), kapas dan alkohol.ii) Percobaan VIBahan-bahan yang digunakan yaitu aquabidest, fenobarbital, klorpromasin, diazepam, dan hewan coba (tikus)

III. CARA KERJAa. Peroral

TIKUS

Ditimbang

DIAZEPAM TABLET

Ditimbang Digerus Diambil sesuai dengan dosis (1,602 mg/ml) Dibuat larutan stok Diambil 3,5 ml denganjarum sonde Diinjeksikan dalam tikus melalui mulut tikus

TIKUS

Didiamkan 15 menit Dicatat onset diazepam secara peroral Dimasukkan dalam rotarod selama 2 menit pada menit ke 15, 30, 45, 60, dan 90 Dicatat banyaknya frekuensi tikus terjatuh dari rotarod Dicatat durasi diazepam secara peroral

DATA PERORAL

b. Subcutan

TIKUS

Ditimbang

DIAZEPAM AMPUL

Diambil sesuai dengan dosis (0,09 ml) Diencerkan dalam labu ukur (di ad air 25 ml) Diambil 3 ml dengan jarum suntik Diinjeksikan dalam tikus melalui kulit ditengkuk tikus

TIKUS

Didiamkan 15 menit Dicatat onset diazepam secara subcutan Dimasukkan dalam rotarod selama 2 menit pada menit ke 15, 30, 45, 60, dan 90 Dicatat banyaknya frekuensi tikus terjatuh dari rotarod Dicatat durasi diazepam secara subcutan

DATA SUBCUTAN

c. Intramuskular

TIKUS

Ditimbang

DIAZEPAM AMPUL

Diambil sesuai dengan dosis (1,8 ml) Diencerkan dalam labu ukur (di ad air 10 ml) Diambil 0,09 ml dengan jarum suntik Diinjeksikan dalam tikus melalui paha tikus (intramuskular)

TIKUS

Didiamkan 15 menit Dicatat onset diazepam secara intramuskular Dimasukkan dalam rotarod selama 2 menit pada menit ke 15, 30, 45, 60, dan 90 Dicatat banyaknya frekuensi tikus terjatuh dari rotarod Dicatat durasi diazepam secara intramuskular

DATA INTRAMUSKULAR

IV. PERHITUNGAN DAN HASIL PERCOBAANPerhitungan Dosis : Peroral (PO)Dosis obat: 10 mgDosis normal diazepam: 2-10 mg

Subcutan (SC)

Larutan sediaan diazepam = 10 mg/2 ml = 5 mg/ml

Intra Muskular (IM)

Data Pengamatan :Kelompok 1POIVIP

Onset2057

Durasi353325

Kelompok 2POSCIM

Onset251613

Durasi402722

Kelompok 3POIVIP

Onset251020

Durasi20>9040

Kelompok 4POSCIM

Onset141210

Durasi163335

Frekuensi mencit jatuh dari rotarod :Kelompok 1 :MenitPOIVIP

15395

30493

45229

60346

90023

Kelompok 2 :MenitPOSCIM

15191618

3017718

451456

6019411

9015112

Kelompok 3 :MenitPOIVIP

1582015

301184

45082

600120

90080

Kelompok 4 :MenitPOSCIM

157913

30493

45441

60331

90212

V. PEMBAHASANRange T1/2 diazepam antara 20-100 jam dengan rata-rata t 1/2nya adalah 30 jam. Onset adalah waktu yang dibutuhkan obat untuk menimbulkan efek mulai obat itu diberikan. Didapatkan hasil onset yang terpendek adalah intravena, intraperitonial, intramuscular, subcutan, dan peroral.Durasi adalah lamanya waktu yang diperlukan obat mulai dari obat berefek sampai efek hilang. Durasi dipengaruhi oleh kadar obat dalam darah dalam waktu tertentu.Macam-macam rute pemberian obat Vaskuler terdiri dari intravena, intraarteri, intracardial sedangkan ekstravaskuler subcutan, peroral, intramuscular, intraperitonial, sublingual. Urutan kecepatan absorbsi intravena, intraperitonial, intramuscular, subkutan, peropal.Monografi bahan Aquabidest, Pemerian cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa(Anonim,1979).Diazepam Pemerian serbuk hablur putih atau hamper putih tidak berbau atau hamper tidak berbau, rasa mula-mula tidak mempunyai rasa, kemudian pahit. Kelarutan agak sukar larut dalam air tidak larut dalam etanol(95%) mudah larut dalam kloroform(Anonim,1995).Alkohol Pemerian cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap, dan mudah bergerak, bau khas rasa panas, mudah terbakar dengan memberikan biru yang tidak berasap(Anonim,1979).Fenobarbital Pemerian hablur kecil atau serbuk hablur putih berkilat, tidak berbau, tidak berasa, dapat terjadi polimerfisma. Stabil di udara pH larutan jenuh lebih kurang 5. Kelarutan sangat sukar larut dalam air larut dalam larutan alakali hidroksida, dan dalam alkali karbonat, agak sukar larut dalam kloroform(Anonim,1995).Klorpromasin Pemeriaan serbuk hablur putih atau agak putih kuning gading, tidak berbau oleh pengaruh cahaya warna menjadi tua. Kelarutan sangat mudah larut dalam air mudah larut dalam etanol dan dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter dan dalam benzen(Anonim,1995).

Cara lain untk menimbulkan efek sedatif ? (di tugas)a. Traction TestAlat : traction test, pengatur waktu.Lengan hewan uji digantungkan pada traction test secara horizontal. Hewan abnormal akan memerlukan waktu yang lama untuk membalikkan badan bahkan akan terjatuh dibandingkan dengan hewan normal, maksimal 5 detik.b. Fireplace TestAlat : tabung kaca, pengatur waktu, spuit injeksi, jarum sonde.Hewan uji diletakkan ke dalam tabung kaca, hewan normal akan berusaha lompat keluar dari tabungdalam waktu 30 detik, sedangkan hewan abnormal yang telah memiliki efek sedatif akan keluar tabung kaca lebih dari 30 detik. Pengamatan dilakukan dengan melihat waktu lompat hewan keluar dari tabung setiap rentang waktu pengujian.

Mekanisme kerja obat sedatif ? (di tugas)a. Fase non REM atau deep sleepDisebut juga dengan tidur tenang atau slow wave sleeps. +/- 1 jam.Ciri : Denyutan jantung, tekanan darah dan pernapasan teratur. Relaksasi tanpa gerakan otot muka dan mata.b. Fasse REM atau active sleepDisebut juga paradokial, 5-15 menit, siklus akhir rata-rata 20-30 menit.Ciri : Gerakan mata cepat kesatu arah. Jantung, tekanan darah, dan pernapasan turun naik. Aliran darah ke otak bertambah dan otot-otot mengendor.

Cara kerja dan perlakuan kenapa dikasih diazepam ?Pemberian obat pada hewan coba (tikus) yang kelompok kami lakukan yaitu melalui peroral, subkutan, intraperitoneal, dan intramuscular.Dengan peroral yaitu pemberiaan obat diberikan melalui mulut sehingga masuk kesaluran intestenial dengan menggunakan jarum injeksi yang berujung tumpul yang bertujuan agar tidak menimbulkan dampak yang dapat membahayakan bagi hewan cobaDengan cara subkutan (cara injeksi obat melalui tenguk hewan uji tepatnya injeksi dilakukan dibawah kulit).Dengan cara peritonial (injeksi yang dilakukan pada rongga perut cara ini jarang digunakan karena rentan menyebabkan infeksi)Dengan cara intramuscular yaitu dengan menyuntikan obat daerah yang berotot seperti paha ataua lengan atas (Muscthler,1991). Cara kerja dengan pemberiaan peroral,mula-mula ambil satu buah tikus dari tempatnya kemudian ditimbang, didapatkan berat tikus 120 mg. Selagi penimbangan hitung konversi dosis,larutan,stok obat,jumlah obat yang harus diambil,serta perhitungan volume diazepam yang akan diberikan pada tikus.Setelah larutan selesai dibuat,masukan larutan diazepam ke dalam spuit injeksi 3 ml, karena akan diberikan secara per oral maka digunakan jarum soned/ujung/tumpul/membulat agar saat memasukkan larutan obat ke dalam saluran pencernaan tikus, tanpa melalui tikus. Pada saat memasukkan jarum ke dalam saluran pencernan tikus harus ditegakan agar dapat memasukan jarum sonde secara tegak lurus. Setelah itu amati tikus dengan seksama dan hitung onset waktu dan durasi waktu tidur diazepam. Dari percobaan diatas didapatkan onset yang terjadi pada menit ke 14. Seddangkan durasinya 16 menit. Selama waktu perhitungan berlangsung,hitung banyak jatuh tikus di roto roarod selama 2 menit dan tiku terjatuh sebanyak 7 kali. Pada menit ke 30 dilakukan uji kembali dengan hasil tikus terjatuh sebanyak 4 kali percobaan dilakukan terus menurus menit 45, 60, hingga menit ke 90 sampai obat tersebut tidak berefek. Begitu seterusnya dilakukan juga percobaan pada subcutan dan intraperitonial.Dari hasil pengamatan kelompok-kelompok diperoleh onset dan durasiyang berbeda-beda. Onset adalah waktu yang dibutuhkan obat untuk mulai menimbulkan efek sejak waktu pertama diminum, sedangkan durasi adalah lamanya obat bekerja yaitu dari munculnya onset sampai hilangnya efek. Berikut onset dari hasil percobaaan dari yang paling cepat sampai yang paling lambat yaitu subcutan > peroral > intramuskular. Sementara menurut literatur urutan onset dari yang paling cepat sampai paling lambat intravena > intraperitonial > intramuskular > subcutan > intramuskular > peroral. Dari hasil pengamatan tiap kelompok yang berbeda rute pemberian kelompok I, II, III, IV, dan V urutan hasil durasi dari yang paling cepat yaitu peroral > intramuskular > subcutan > intraperitonial > intravena. Menurut literatur durasi terlama adalah subcutan karena di dalam tenguk terdapat lapisan lemak yang paling banyak ( Taufik,2008).Menurut teori pemberiaan injeksi intravena memberikan efek yang tercepat , karena obat langsung masuk kesirkulasi. Efek lebih lambat diperoleh dengan injeksi subcutan karen obat harus melewati banyak membran inti sel sebelum tiba dalam peredaran darah dan terakhir adalah secara peroral, sebab obat harus melewati saluran pencernaan dahulu sebelum msuk ke sistemik (Nugroho,2011).Adapun kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi dalam praktikum kali ini adalah:1. Penggunaan alat yang kurang steril2. Kemungkinan penggunaan bahan yang terkontaminasi3. Kesalahan dalam pemberiaan obat sehingga obat yang diinjeksikan tidak sampai pada daerah yang diinginkan4. Hewan coba yang digunakan kurang sehat5. Ketidak tetapan dalam menjalankan prosedur kerja6. Kesalahan praktikan dalam perhitungsn dosisKeuntungan pemberiaan obat secara parenteral : Efek timbulnya lebih cepat dan teratur Dapat diberikan kepada pendrita yang tidak koperatif, tidak sadar, dan muntah-muntah. Sangat berguna dalam keadaan daruratKerugiaan pemberiaan obat secara parental : Dibutuhkan cara aseptis Menyebabkan rasa nyeri Bahaya penularan hipotonis serum Sukar dilakukan sendiri oleh penderita Tidak ekonomis

VI. KESIMPULAN

1. Dosis Obat yang diberikan tergantung pada cara pemberiaan obat yang dilakukan 2. Volume obat yang diberikan tergantung pada berat badan hewan uji 3. Onset merupakan waktu yang dibutuhkan dari pemeriaan obat sampai timbulnya efek. Sedangkan Durasi adalah waktu suatu obat dari timbulnya efek sampai hilangnya efek.4. Berdasarkan praktikum kali ini urutan absorbsi dari yang paling cepat ke yang paling lambat adalah : Intra Vena (IV), Intra peritonial (IP), kemudian Subcutan (SC), dan terakhir Intra muscular (IM) yang memiliki onset dan durasi lama.5. Perbedaan urutan kecepatan absorbsi antara literatur dengan hasil pengamatan saat praktikum disebabkan oleh perbedaan dalam menentukan onset dan durasi,serta perbedaan kondisi pada masing-masing hewan uji, kesalahan praktikan dalam menyuntikan dan menghitung dosis obat dan juga obat yang diberikan tidak sampai pada daerah yang diingikan.

VII. TUGASTugas praktikum P11. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi absorbsi obat dari saluran cerna!Jawab :a. Bentuk sediaan :Terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorpsi obat yang secara tidak langsung mempengaruhi intensitas respon biologis obat. Dalam bentuk sediaan yang berbeda, maka proses absorpsi obat memerlukan waktu yang berbeda dan jumlah ketersediaan hayati yang berlainan.b. Sifat fisik dan Kimia obat :Bentuk ester, asam dan garam kompleks dari bahan obat dapat mempengaruhi kelarutan dan proses absorpsi obat. Selain itu bentuk kristal/poimorfi kelarutan dalam lemak atau air, dan derajat ionisasi juga mempengaruhi proses absorpsi.c. Faktor biologis :pH saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna, waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus, serta banyaknya pembuluh darah pada tempat absorpsi.d. Faktor lain :Umur, makanan, adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan penyakit tertentu.

2. Jelaskan bagaimana cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan durasi!Jawab :Cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan durasi dimana hubungannya dengan kecepatan dan kelengkapan absorbsi obat. Kecepatan absorbsi obat di sini berpengaruh terhadap onsetnya sedangkan kelengkapan absorbsi obat berpengaruh terhadap durasinya. Misalnya lengkap atau tidaknya obat yang berikatan dengan reseptor dan apakah ada factor penghambatnya. Untuk penggunaan peroral memiliki onset dan durasi yang lebih lama dibandingakan yang dengan cara injeksi. Karena rute per oral membutuhkan waktu untuk absorpsi dalam saluran pencernaan. Untuk injeksi sendiri yang memiliki onset dan durasi yang paling cepat adalah secara Intra Vena (IV), kerena langsung ke pembuluh darah. Baru kemudian injeksi Intra peritonial (IP), kemudian Subcutan (SC), dan terakhir Intra muscular (IM) yang memiliki onset dan durasi lama.

3. Jelaskan keuntungan dan kerugian dari masing-masing cara pemberian obat!Jawab :a. Intravena Keuntungani. Cepat mencapai konsentrasiii. Dosis tepat Mudah mentitrasi dosis Kerugiani. Konsentrasi awal tinggiii. Toksik invasiviii. Risiko infeksiiv. Memerlukan tenaga ahlib. Intravemuskuler Keuntungani. Tidak diperlukan keahlian khususii. Dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak iii. Absorbsi cepat obat larut dalam air Kerugian i. Rasa sakitii. Tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darahiii. Bioavibilitas berfariasi.iv. Obat dapat menggumpal pada lokasi penyuntikanc. Subkutan Keuntungan i. Diperlukan latihan sederhanaii. Absorbsi cepat obat larut dalam airiii. Mencegah kerusakan sekitar saluran cerna Kerugian i. Rasa sakit dan kerusakan kulit ii. Tidak dapat dipakai jika volume obat besariii. Bioavibilitas berfariasi, sesuai lokasid. Peroral Keuntungan i. Tidak diperlukan latihan khususii. Nyaman (penyimpanan,muda dibawa)iii. Non-invasiv iv. Lebih amanv. Ekonomis Kerugiani. drug delivery tidak pasti ii. Sangat tergantung kepatuhan pasieniii. Tingginya Interaksi : obat + obat, obat-makanan iv. Banyak obat rusak dalam saluran cerna v. Exposes drugs to first pass effecte. Intraperitoneal Keuntungan :i. Efisienii. Memiliki bioavabilitas yang sama dengan intravenaiii. Lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan intravena

Tugas Praktikum P61. Apa tujuan mengadaptasikan mencit sebelum dilakukan percobaan?Jawab :Tujuan pengadaptasian mencit sebelum dilakukan percobaan adalah agar mencit dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan agar tidak stres jika dilakukan percobaan.

2. Jelaskan mekanisme terjadinya efek sedatif dan apa bedanya dengan efek anastesi!Jawab :a. Fase non REM atau deep sleepDisebut juga dengan tidur tenang atau slow wave sleeps. +/- 1 jam.Ciri : Denyutan jantung, tekanan darah dan pernapasan teratur. Relaksasi tanpa gerakan otot muka dan mata.b. Fasse REM atau active sleepDisebut juga paradokial, 5-15 menit, siklus akhir rata-rata 20-30 menit.Ciri : Gerakan mata cepat kesatu arah. Jantung, tekanan darah, dan pernapasan turun naik. Aliran darah ke otak bertambah dan otot-otot mengendor.Sedatif adalah zat-zat yang dalam dosis terapi yang rendah dapat menekan aktivitas mental, menurunkan respon terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan.Sedangkan anastesi adalah hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) disertai atau tidak disertai hilangnya kesadaran pada anastesi. Gerakan mata dan refleks mata hilang dan dapat terjadi kelumpuhan sumsum tulang otot menjadi lemas, pernapasan dangkal.3. Cari dan jelaskan cara uji daya sedatif yang lain berikut alat-alat yang digunakannya!Jawab :c. Traction TestAlat : traction test, pengatur waktu.Lengan hewan uji digantungkan pada traction test secara horizontal. Hewan abnormal akan memerlukan waktu yang lama untuk membalikkan badan bahkan akan terjatuh dibandingkan dengan hewan normal, maksimal 5 detik.d. Fireplace TestAlat : tabung kaca, pengatur waktu, spuit injeksi, jarum sonde.Hewan uji diletakkan ke dalam tabung kaca, hewan normal akan berusaha lompat keluar dari tabungdalam waktu 30 detik, sedangkan hewan abnormal yang telah memiliki efek sedatif akan keluar tabung kaca lebih dari 30 detik. Pengamatan dilakukan dengan melihat waktu lompat hewan keluar dari tabung setiap rentang waktu pengujian.

VIII. DAFTAR PUSTAKAAnonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RIAnonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RIAnonim. 2014. http://www.news-medical.net/health/sedatives-what-are-sedatives-(indonesian).aspx . di akses 9 april 2014Ganiswana, S.G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV. Jakarta: UI PressKatzung, B.G. 2000. Basic and Clinical Pharmacology, 8th Edition. Jakarta : Salemba MedikaKatzung, B.G. 2006. Basic and Clinical Pharmacology, 10th Edition. San FransiscoMunaf ST, Syamsul. 1994. Catatan Kuliah Farmakologi Bagian II. Jakarta: EGCMuscthler, E. 1991. Drug Action 5th Edition 177,194,397-400. Bandung: ITB PressMycek, J Mary. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Jakarta: Widya MedikaNeal, Michael J. 2006. At Glance Farmakologi Medis Edisi Ke V. Jakarta: ErlanggaNugroho, Agung Endro. 2011. Prinsip Aksi & Nasib Obat Dalam Tubuh. Yogyakarta: Pustaka PelajarPrice, dan Wilson. 1994 Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGCRanu anggara. 2009. Pengaruh Ekstrak Kangkung Darat ( ipomea reptans poir.) terhadap efek sedasi pada mencit balb/c. Universitas Diponegoro. SemarangRichard, Harkness. 1989. Informasi Obat. Diterjemahkan oleh Goeswin Agoes dan Mathilda B, Widianto. Bandung: ITBTaufik. 2008. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Herba Patikan Kebo (Euphorbia Hirta L) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar

Tjay , Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta: PT. Elex Media KomputindoVane, Botting. 1996. Diagnosis Farmakologi. Jakarta: Balai Pustaka Press

Purwokerto, 16 April 2014Mengetahui,Dosen Pembimbing

Esty Dyah UtamiKetua Kelompok

Syaeful Eko Prayitno