Download - LAPKAS KOLELITIASIS

Transcript
Page 1: LAPKAS KOLELITIASIS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. UK

Umur : 52 tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

Alamat : Kemayoran Gempol, Kebon Kosong.

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Pendidikan : SD

Agama : Islam

Status marital : Menikah

Suku : Jawa

ANAMNESA

Keluhan Utama

Nyeri Perut kanan atas

Keluhan Tambahan

Kuning, BAB seperti dempul, demam, mual-muntah.

Riwayat Penyakit Sekarang

Dua minggu SMRS pasien mengeluh nyeri perut kanan atas yang menjalar kepunggung

dan bertambah berat saat mengambil napas. Nyeri hilang timbul. Nyeri juga dirasakan

terutama didaerah ulu hati ketika pasien selesai makan.

Pasien mengeluh demam yang dirasakan hilang timbul, yang dirasakan mulai terasa

menjelang sore, mengigil (+), keringan dingin (+), riwayat berpergian jauh disangkal, batuk

dan pilek disangkal, BAK lancar tapi seperti teh, BAB hitam disangkal. Pasien minum

tradisonal gejala panas membaik, riwayat berobat 6 bulan karena penyakit paru disangkal.

Riwayat perut membesar disangkal. Riwayat mendapatkan transfusi darah disangkal.

± 4 hari SMRS pasien mengatakan gejala semakin memberat. Demam (+), mengigil (+),

mual dan muntah ± 4x berisi makan yang dimakan, mulai mengeluh nyeri pada perut kanan,

menjalar ke bagian ulu hati, lalu menjalar ke punggung, nyeri dirasakan hilang timbul seperti

tertusuk – tusuk, nafsu makan mulai menurun, istri pasien mengatakan mata pasien mulai

terlihat kuning dan badan – badan mulai terasa gatal, BAK masih terlihat seperti teh dan BAB

Page 2: LAPKAS KOLELITIASIS

terlihat putih dan sedikit encer. Pasien berobat keklinik dan dokter mengatakan pasien

terkena terkena liver kemudian diberikan obat anti nyeri.

± 1 hari SMRS pasien masih mengeluhkan nyeri pada perut semakin berat, terutama bila

mengambil napas, pasien mengatakan telapak tangan sudah terlihat kuning, keluhan BAK

dan BAB masih sama.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pasien tidak pernah

menderita penyakit keganasan sebelumnya. Hipertensi disangkal. Diabetes mellitus

disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita keluhan yang sama dengan pasien. Riwayat penyakit

keganasan di keluarga (-), Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-).

Riwayat Pengobatan

Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat. Pasien tidak pernah dirawat di RS

sebelumnya. Pasien tidak pernah minum obat dalam jangka waktu yang lama.

Riwayat Psikososial

Istri mengatakan sering sekali makan makanan yang mengadung lemak dan santan, jeroan

(+), merokok (+) ± 4 – 5 batang/ hari, alkohol (-), kopi (+) 5-10 kali / minggu.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : composmentis

Status gizi : gizi cukup

Vital Sign

TD : 130/80 mmHg

HR : 96x/menit

Page 3: LAPKAS KOLELITIASIS

RR : 24x/menit

Suhu : 36.8o C

Status Generalis

Kepala : normochepal

Mata :

Pupil : bentuk bulat, diameter 3 mm/3 mm

Refleks pupil : +/+, isokor

Konjungtiva : anemis +/+

Sklera : ikterik +/+

Hidung : Hiperemis (-), sekret (-), darah (-)

Mulut : Lidah kotor (-), stomatitis (-), mukosa Kering (+)

Faring : T1/T1 hiperemis (-)

Telinga : Sekret (-), darah (-)

Leher : pembengkakan KGB (-), Kelenjar Tiroid (-)

Thorax :

Paru-paru

Inspeksi : normochest, pergerakan dada simetris

Palpasi : tidak ada pergerakan dada tertinggal, nyeri tekan (-), vokal fremitus sama

Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru

Auskultasi : vesikular (+/+) normal, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Jantung

Bunyi jantung I dan II murni regular

Murmur (-), gallops (-)

Abdomen

Inspeksi : distensi (-), asites (-), scar luka operasi (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal, metalic sound (-)

Palpasi : datar, lembut. Teraba massa didaerah epigastrium. Hati dan limpa tidak

teraba. Murphy sign (+). Nyeri tekan (+) pada hiponkondrium kanan.

Perkusi : hipertimpani seluruh kuadran abdomen

Ekstremitas : akral dingin, RCT < 2 detik, edema (-/-)

Page 4: LAPKAS KOLELITIASIS

Rectal Toucher :

Sfingter ani kontraksi baik, mukosa rectum teraba smooth tidak berbenjol-benjol, tidak

teraba adanya massa atau benjolan di jam 1, 3, 6, 9, 12. Pole tidak teraba. Pada

handschoon terlihat lendir, tidak ada kotoran.

RESUME

Laki – laki 52 tahun RUQ pain (+) sejak 2 minggu SMRS demam (+), mengigil (+), keringan

dingin (+), nausea(+) ,vomitus(+), riwayat berpergian jauh disangkal. riwayat berobat 6 bulan

karena penyakit paru disangkal,nyeri pada perut kanan, menjalar ke bagian ulu hati, lalu

menjalar ke punggung, nyeri dirasakan hilang timbul seperti tertusuk – tusuk, anoreksia (+),

ikterik (+), pruritus (+), BAK seperti teh (+) dan bab berwarna dempul (+).

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

- Ureum : 16 mg/dl

- Kreatinin : 0,5 mg/dl

- Asam Urat : 1,2 mg/dl

- Amilase Pankreatik : 1485 ()

- Lipase Darah : 4230 ()

- GDS : 104mg/dl

- AST : 148 ()

- ALT : 366 ()

- Alkali Fosfatase : 171

- Bilirubin total : 6,3 ()

- Bilirubin direk : 4,0 ()

- Bilirubin indirek : 2,3 ()

- Hb : 11,4

- Leukosit : 15, 41 ()

- LED : 15 ()

- Trombosit : 225

- Hematokrit : 33 ()

- Eritrosit : 5,8

- Hbs Ag : negatif

2. Pencitraan

Abdomen 3 posisi : gambaran parsial ileus obstruktif. Suspek kolelitiasis.

USG : Kolesistisis dengan kolelitiasis multiple. Pankreas tidak membesar, parenkim

homogen.

3. EKG

Dalam batas normal.

Page 5: LAPKAS KOLELITIASIS

ANALISA KASUS

Laki-Laki, 52 tahun

Ikterus (+)

Pireksia (+)

Nyeri tajam perut kanan atas (+)

Nyeri post – prandial (+)

Hilang timbul (+)

Menjalar ke ulu hati punggung (+)

Mual -muntah (+)

Anoreksia (+)

BAK kuning seperti teh (+)

Feses akolis (+)

Pruritus (+)

Kulit : Ikterik (+)

Mata :

Konjungtiva : anemis (+)/(+)

Sclera : ikterus (+)/(+)

Mulut : Mukosa Kering (+)

Abdomen :

Nyeri tekan (+) Hipokondrium

dextra, Hepatomegali (-), massa (-),

Murphy’s sign (+)

WD : Ikterus Obstruktif e.c Kolelitiasis dengan gejala Kolesistisis

Penatalaksanaan

Resusitasi cairan : Aminofluid dengan Asering

Nasogastric Tube : Diet cair

Antibiotik : ceftriaxone

Antinyeri : ketorolac

Intervensi operative : Kolesistektomi

Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Page 6: LAPKAS KOLELITIASIS

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Kandung Empedu dan sistem biliaris ekstrahepatik

Kandung empedu bentuknya seperti pir, panjangnya sekitar 7 - 10 cm. Kapasitasnya

sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Organ

ini terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati kanan dan kiri.

Bagian ekstrahepatik dari kandung ampedu ditutupi oleh peritoneum.

Kandung empedu mempunyai fundus, korpus, infundibulum dan kolum. Fundus

bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit memanjang di atas tepi hati,

dan sebagian besar tersusun atas otot polos dan jaringan elastik, merupakan tempat

penampungan empedu. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu, dan

ujungnya akan membentul leher (neck) dari kandung empedu. Leher ini bentuknya dapat

konveks, dan mebentuk infundibulum atau kantong Hartmann. Kantong Hartmann adalah

bulbus divertikulum kecil yang terletak pada permukaan inferior dari kandung kemih, yang

secara klinis bermakna karena proksimitasnya dari duodenum dan karena batu dapat

terimpaksi ke dalamnya. Duktus sistikus menghubungkan kandung empedu ke duktus

koledokus. Katup spiral dari Heister terletak di dalam duktus sistikus, mereka terlibat dalam

keluar masuknya empedu dari kandung empedu.

Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika; yang akan terbagi

menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri hepatika kanan,

tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari segitiga Calot (dibentuk

oleh duktus sistikus, common hepatic duct dan ujung hepar). Drainase vena dari kandung

empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk

secara langsung ke dalam hati dan juga ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta..

Persarafannya berasal dari vagus dan cabang simpatik yang melewati celiac plexus

(preganglionik T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan bile ducts melewari aferen

simpatetik melalui splanknik nerve dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf muncul dari aksis

seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri diperantarai oleh serat viseral,

simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung empedu dibawa melalui cabang

vagus dan ganglion seliaka.

FISIOLOGIHati memproduksi empedu terus-menerus dan eksresi ke kanalikuli empedu. Orang

dewasa yang normal rata-rata menghasilkan dalam 500 sampai 1000 mL empedu sehari.

Page 7: LAPKAS KOLELITIASIS

Sekresi empedu responsif terhadap neurogenik, rangsangan humoral, dan kimia. Stimulasi

vagal meningkatkan sekresi empedu, sedangkan stimulasi saraf splanknikus berfungsi dalam

menurunkan aliran empedu. Asam klorida, protein dicerna sebagian, dan asam lemak dalam

duodenum merangsang pelepasan secretin dari duodenum yang pada akhirnya dapat

meningkatkan produksi empedu dan aliran empedu. Empedu mengalir dari hati melalui

duktus hepatika, ke dalam duktus hepatik umum, melalui saluran empedu umum, dan

akhirnya ke duodenum. Dengan sfingter Oddi utuh, aliran empedu diarahkan ke kantong

empedu.

Empedu terutama terdiri dari air, elektrolit, garam empedu, protein, lipid, dan pigmen

empedu. Natrium, kalium, kalsium, dan klorin memiliki konsentrasi yang sama dalam

empedu seperti dalam plasma atau cairan ekstraseluler. PH dari empedu hati biasanya netral

atau sedikit basa, tetapi bervariasi dengan meningkatnya diet protein PH empedu dapat

berubah menjadi lebih asam. Garam empedu primer, kolat dan chenodeoxycholate, disintesis

dalam hati dari kolesterol. Mereka terkonjugasi dengan taurin dan glisin, dan bertindak dalam

empedu sebagai anion (asam empedu) yang seimbang dengan natrium. Garam empedu

diekskresikan ke dalam empedu oleh hepatosit dalam membantu pencernaan dan penyerapan

lemak di usus. ( Boyer J: Bile secretion—models, mechanisms, and malfunctions. A

perspective on the development of modern cellular and molecular concepts of bile secretion

and cholestasis. J Gastroenterol 31:475, 1996. [PMID: 8726846]).

Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu.

Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu. Empedu hati tidak dapat segera

masuk ke duodenum; akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke

duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan

pembuluh darah mengabsorpsi air dan garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam

kandung empedu kira-kira 10 kali lebih pekat daripada empedu hati. Secara berkala kandung

empedu mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan

ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung

empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan

merupakan rangsang terkuat untuk menimbulkan kontraksi.

Sekitar 80% dari asam empedu yang terkonjugasi diabsopsi di ileum terminal. Sisanya

yang asam empedu takterjonjugasi oleh bakteri usus dibentuk asam empedu sekunder yaitu

deoxycholate dan lithocholate. asam empedu takterjonjugasi diserap di usus besar, diangkut

kembali ke hati, terkonjugasi, dan disekresikan ke dalam empedu. Akhirnya, sekitar 95% dari

asam empedu diserap kembali dan dikembalikan melalui sistem vena portal ke hati, yang

Page 8: LAPKAS KOLELITIASIS

disebut sebagai sirklus enterohepatik. Lima persen diekskresikan dalam tinja, dalam jumlah

yang relatif kecil asam empedu.

Dua penyakit saluran empedu yang paling menyolok, dipandang dari frekuensinya

adalah pembentukan batu (koletlitiasis) dan radang kronik penyerta (kolesistitis). Walaupun

masing-masing keadaan ini dapat timbul secara sendiri-sendiri, keduanya sering timbul

bersamaan dan akan dibicarakan bersama-sama.

Kolesterol dan fosfolipid disintesis di hati adalah kandungan lipid utama yang

ditemukan dalam empedu. Sintesis fosfolipid dan kolesterol oleh hati diatur oleh asam

empedu. Warna empedu adalah karena adanya pigmen bilirubin diglucuronide, yang

merupakan produk metabolisme dari pemecahan hemoglobin, dan konsentrasi empedu 100

kali lebih besar dari pada dalam plasma. Setelah di usus, bakteri mengubahnya menjadi

urobilinogen, sebagian kecil yang diserap dan disekresikan ke dalam empedu.

Metabolisme bilirubin normal

Pada individu normal, pembentukan dan ekskresi bilirubin berlangsung melalui langkah-

langkah seperti diperlihatkan pada GAMBAR 1. Sekitar 85% bilirubin terbentuk dari

pemecahan eritrosit dalam sistem monosit makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah

120 hari. Setiap hari sekitar 50 ml darah dihancurkan, menghasilkan 200 sampai 250 mg

bilirubin..

Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi dalam limpa), globulin mula-mula dipisahkan

dari hem, setelah itu hem diubah menjadi biliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi kemudian

dibentuk dari biliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi berikatan lemah dengan albumin, diangkut

oleh darah ke sel-sel hati. Metabolisme bilirubin oleh sel hati berlangsung dalam tiga

langkah, pengambilan, konyugasi, dan ekskresi. Pengambilan oleh sel hati memerlukan

protein sitoplasma atau protein penerima.. Konjugasi molekul bilirubin dengan asam

glukuronat berlangsung dalam retikulum endoplasma sel hati. Langkah ini bergantung pada

adanya glukuronil transferase, yaitu enzim yang mengkatalisis reaksi. Konjugasi molekul

bilirubin sangat mengubah sifat-sifat bilirubin.

Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalan air dan dapat diekskresi

dalam kemih. Sebaliknya bilirubin tak terkonjugasi larut lemak, tidak larut air, dan tidak

dapat diekskresi dalam kemih. Transpor bilirubin terkonjugasi melalui membran sel dan

sekresi ke dalam kanalikuli empedu oleh proses aktif merupakan langkah akhir metabolisme

bilirubin dalam hati. Agar dapat diekskresi dalam empedu, bilirubin harus dikonjugasi.

Bilirubin terkonjugasi kemudian diekskresi melalui saluran empedu ke usus halus.

Page 9: LAPKAS KOLELITIASIS

Bilirubin tak terkonjugasi tidak diekskresikan ke dalam empedu kecuali setelah proses

fotooksidasi. Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkaian senyawa

yang dinamakan sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini menyebabkan feses berwarna

coklat. Sekitar 10% sampai 20% urobilinogen mengalami siklus enterohepatik, sedangkan

sejumlah kecil diekskresi dalam kemih.

Mekanisme Patofisiologik Kondisi Ikterik

Terdapat 4 mekanisme umum di mana hiperbilirubinemia dan ikterus dapat terjadi:

1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan

2. Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati

3. Gangguan konjugasi bilirubin

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibat faktor intra-hepatik dan

ekstrahepatik yang bersifat obstruksi fungsional atau mekanik

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang pertama,

sedangkan mekanisme yang keempat terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia

terkonjugasi.

1. Pembentukan bilirubin secara berlebihan

Penyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksi sel darah merah merupakan

penyebab utama dari pembentukan bilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering

Page 10: LAPKAS KOLELITIASIS

disebut ikterus hemolitik. Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal, tetapi

suplai bilirubin tak terkonjugasi melampaui kemampuan hati. Akibatnya kadar bilirubin tak

terkonjugasi dalam darah meningkat. Meskipun demikian, kadar bilirubin serum jarang

melebihi 5 mg/100 ml pada penderita hemolitik berat, dan ikterus yang timbul bersifat ringan,

berwarna kuning pucat. Karena bilirubin tak terkonjugasi tidak larut dalam air, maka tidak

dapat diekskresikan ke dalam kemih, dan bilirubinuria tidak terjadi. Tetapi pembentukan

urobilinogen menjadi meningkat (akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan

peningkatan konjugasi dan ekskresi), yang selanjutnya mengakibatkan peningkatan ekskresi

dalam feses dan kemih. Kemih dan feses dapat berwarna gelap.

Beberapa penyebab ikterus hemolitik yang sering adalah hemoglobin abnormal (hemoglobin

S pada anemia sel sabit), sel darah merah abnormal (sferositosis herediter), antibodi dalam

serum (Rh atau inkompatibilitas transfusi atau sebagian akibat penyakit hemolitik autoimun),

pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma (pembesaran limpa dan peningkatan

hemolisis).

Pada orang dewasa, pembentukan bilirubin secara berlebihan yang berlangsung kronik dapat

mengakibatkan pembentukan batu empedu yang banyak mengandung bilirubin; di luar itu,

hiperbilirubinemia ringan umumnya tidak membahayakan.

Pengobatan langsung ditujukan untuk memperbaiki penyakit hemolitik. Akan tetapi, kadar

bilirubin tak terkonjugasi yang melebihi 20 mg/100 ml pada bayi dapat mengakibatkan kern

ikterus

2. Gangguan pengambilan bilirubin

Pengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat albumin oleh sel-sel hati dilakukan

dengan memisahkannya dari albumin dan mengikatkannya pada protein penerima. Hanya

beberapa obat yang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilan bilirubin

oleh sel-sel hati: asam flavaspidat (dipakai untuk mengobati cacing pita), novobiosin, dan

beberapa zat warna kolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan ikterus biasanya

menghilang bila obat yang menjadi penyebab dihentikan.

3. Gangguan konjugasi bilirubin

Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan (< 12,9 mg/100 ml) yang mulai terjadi pada

hari kedua sampai kelima lahir disebut ikterus fisiologis pada neonatus. Ikterus neonatal yang

normal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoronil transferase. Aktivitas

glukoronil transferase biasanya meningkat beberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu

kedua, dan setelah itu ikterus akan menghilang.

Page 11: LAPKAS KOLELITIASIS

Ketika bilirubin yang tak terkonjugasi pada bayi baru lahir melampaui 20 mg/100 ml, terjadi

suatu keadaan yang disebut kern ikterus. Keadaan ini dapat timbul bila suatu proses hemolitik

(seperti eritroblastosis fetalis) terjadi pada bayi baru lahir dengan defisiensi glukoronil

transferase normal. Kernikterus atau bilirubin ensefalopati timbul akibat penimbunan

bilirubin tak terkonjugasi pada daerah basal ganglia yang banyak lemak. Bila keadaan ini

tidak diobati maka akan terjadi kematian atau kerusakan neurologik berat.

4. Penurunan ekskresi bilirubin terkonyugasi

Gangguan ekskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh faktor- faktor fungsional maupun

obstruktif, terutama mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Karena bilirubin

terkonjugasi larut dalam air, maka bilirubin ini dapat diekskresi ke dalam kemih, sehingga

menimbulkan bilirubinuria dan kemih berwarna gelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen

kemih sering berkurang sehingga feses terlihat pucat. Peningkatan kadar bilirubin

terkonjugasi dapat disertai bukti-bukti kegagalan ekskresi hati lainnya, seperti peningkatan

kadar fosfatase alkali dalam serum, AST, kolesterol, dan garam-garam empedu. Peningkatan

garam-garam empedu dalam darah menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. Ikterus yang

diakibatkan oleh hiperbilirubinemia terkonjugasi biasanya lebih kuning dibandingkan dengan

hiperbilirubinemia tak terkonyugasi. Perubahan warna berkisar dari kuning-jingga muda atau

sampai kuning-hijau bila terjadi obstruksi total aliran empedu. Perubahan ini merupakan

bukti adanya ikterus kolestatik, yang merupakan nama lain dari ikterus obstrukfif. Kolestasis

dapat bersifat Intrahepatik (mengenai sel hati, kanalikuli, atau kolangiola) atau ekstrahepatik

(mengenai saluran empedu di luar hati). Pada kedua keadaan ini terdapat gangguan biokimia

yang sama.

TABEL 1. Ciri Yang Membedakan Ikterus Hemolitik, Hepatoselular dan ObstruktifCiri klinis Hemolitik Hepatoselular Obstruktif

Warna kulit Kuning pucatJingga-kuning muda sampai tua

Kuning-hijau muda sampai tua

Warna kemihNormal (dapat gelap karena urobilin)

Gelap (bilirubin terkonyugasi)

Gelap (bilirubin terkonyugasi)

Warna fesesNormal atau gelap (sterkobilin)

Pucat (sterkobilin menurun)

Warna seperti dempul

Pruritus Tidak ada Tidak menetap Biasanya menetap

Page 12: LAPKAS KOLELITIASIS

Bilirubin serum, indirek atau tak terkonyugasi

Meningkat Meningkat Meningkat

Bilirubin serum, direk atau terkonyugasi

Normal Meningkat Meningkat

Bilirubin kemih Tidak ada Meningkat Meningkat

Urobilinogen kemih

Meningkat Sedikit meningkat Meningkat

Penyebab tersering kolestasis intrahepatik adalah penyakit hepatoselular dimana sel

parenkim hati mengalami kerusakan akibat virus hepatitis atau berbagai jenis sirosis. Pada

penyakit ini, pembengkakan dan disorganisasi sel hati dapat menekan dan menghambat

kanalikuli atau kolangiola. Penyakit hepatoselular biasanya menyebabkan gangguan pada

semua fase metabolisme bilirubin—pengambilan, konjugasi, dan ekskresi—tetapi karena

ekskresi biasanya yang paling terganggu, maka yang paling menonjol adalah

hiperbilirubinemia terkonyugasi. Penyebab kolestasis intrahepatik yang lebih jarang adalah

pemakaian obat-obat tertentu, dan gangguan herediter Dubin-Johnson serta sindrom Rotor.

Pada keadaan ini, terjadi gangguan transfer bilirubin melalui membran hepatosit. Obat yang

sering menimbulkan gangguan ini adalah halotan (anestetik), kontrasepsi oral, estrogen,

steroid anabolik, isoniazid, dan klorpromazin.

Penyebab tersering kolestasis ekstrahepatik adalah sumbatan batu empedu, biasanya pada

ujung bawah duktus koledokus; karsinoma kaput pankreas dapat pula menyebabkan tekanan

pada duktus koledokus dari luar; juga karsinoma ampula Vateri. Penyebab yang lebih jarang

adalah striktur yang timbul pasca peradangan atau setelah operasi, dan pembesaran kelenjar

limfe pada porta hepatis. Lesi intrahepatik seperti hepatoma kadang-kadang dapat

menyumbat duktus hepatikus kanan atau kiri

EPIDEMIOLOGI

Choledocholithiasis banyak didapatkan pada ras Asia terutama di daerah Asia

Tenggara. Kolelitiasis banyak didapatkan pada perempuan dibandingkan pria. Angka

insidensi batu empedu 40% terjadi pada umur lebih dari 60 tahun, sedangkan batu primer

pada duktus koledoktus terjadi 8-15% pada pasien dengan umur kurang dari 60 tahun dan 15-

60% terjadi pada umur lebih dari 60 tahun.

KOLELITHIASIS

Batu empedu pada hakekatnya merupakan endapan satu atau lebih komponen

empedu: kolesterol, bilirubin, garam empedu, kalsium, dan protein. Kolesterol hampir tidak

larut dalam air dan bilirubin sukar larut dalam air. Batu empedu dapat terbentuk dari bilirubin

Page 13: LAPKAS KOLELITIASIS

saja, kolesterol saja, atau dapat berupa batu campuran kolesterol. Batu campuran ini juga

mengandung kalsium. Batu bilirubin murni biasanya kecil, majemuk, hitam, dan dikaitkan

dengan kelainan hemolitik. Batu empedu ini jarang ditemukan. Batu kolesterol murni

biasanya besar, soliter, bulat atau oval, berwarna kuning pucat.

Batu kolesterol campuran paling sering ditemukan, majemuk, berwarna coklat tua.

Batu empedu campuran sering dapat terlihat pada radiogram, sedangkan batu murni mungkin

translusen.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada bagian

saluran empedu lainnya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna,

akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme

yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung

empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada

pembentukan batu empedu. Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita

penyakit batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol

yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti

sepenuhnya.

Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,

perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung

empedu atau spasme sfingter Oddi atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor

hormonal, khususnya selama kehamilan, dapat dikaitkan dengan perlambatan pengosongan

kandung empedu, menyebabkan insidens yang tinggi pada kelompok ini.

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan

batu, melalui peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan

viskositas, dan unsur selular atau bakteri dapat berperanan sebagai pusat presipitasi. Akan

tetapi, infeksi mungkin lebih sering menjadi akibat dari pembentukan batu empedu, dari pada

sebab pembentukan batu empedu.

MANIFESTASI KLINIS

Presentasi klinis bervariasi bergantung dari derajat dan level obstruksi, dan ada atau

tidaknya infeksi biliaris. Riwayat penyakit kolelitiasis pada pasien bukanlah syarat esensial

untuk menegakkan diagnosis koledokolelitiasis karena batu empedu dapat tidak memberikan

gejala sama sekali (25-50% kolelitiasis dapat bersifat asimtomatis). Gejala nyeri pada

kuadran kanan atas abdomen sering dikeluhkan pasien. Nyeri biasanya bersifat lokal,

moderate, dan intermiten. Adanya nyeri yang sangat berat biasanya disebabkan adanya

Page 14: LAPKAS KOLELITIASIS

penyakit lain yang menyertainya. Keluhan nyeri biasanya disertai adanya mual dan muntah.

Ikterus yang terjadi disebabkan naiknya level bilirubin direk yang secara klinis biasanya

memberikan gambaran klinis mata pasien menjadi kuning-oranye atau kuning-kehijauan.

Keluhan ikterus disertai adanya riwayat warna feses menjadi pucat dan warna urin mirip air

teh pada 50% kasus. Ikterus dapat terjadi secara episodik.

Waktu timbulnya penyakit adalah penting. Timbulnya nausea, anoreksia dan ikterus,

secara cepat dan makin lama makin berat, kemungkinan besar menunjukkan pasien menderita

hepatitis virus. Pada ikterus cholestatik biasanya timbul gejala penyakit pelan-pelan, dan

seringkali diseratai dengan pruritus. Kenaikan suhu badan yang tinggi dengan menggigil

kemungkinan besar menunjukkan cholangitis disertai dengan cholestatis extrahepatal.

Riwayat keluarga juga penting dalam hubungan dengan ikterus, anemia, splenektomi,

dan cholesistektomi, riwayat yang jelas banyak membantu diagnosis dalam ikterus hemolitik,

hiperbilirubinemia, dan baru empedu.

Adanya kontak dengan penderita virus hepatitis terutamanya pada perawat rumah

sakit, anak-anak sekolah dan asrama. Bilamana penderita mendapat satu suntikan dalam

waktu 6 bulan sebelumnya, maka kemungkinan diagnosis adalah hepatitis virus B.

Penyuntikan disini termasuk pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium, BCG,

vaksinasi, tes mantoux, pengobatan gigi, tato dan transfusi darah. Obat-obatan apa yang

pernah dimakan sebelumnya misalnya clorpromazin dan lain-lain obat yang hepatotoksik

perlu ditanyakan. Juga penderita yang pernah mengalami dispepsia, adanya reaksi tidak enak

terhadap makanan yang mengandung lemak dan timbulanya nyeri kolik pada perut kanan

atas, dapat menunjukkan adanya kemungkinan menderita choledocholitiasis.

Apabila warna urin gelan dan tinja pucat, terdapat kemungkinan penyakit

hepatoseluler atau ikterus cholestatik. Pada ikterus hemolitik biasanya tinja berwana kehitam-

hitaman. Pada ikterus hepatoseluler penderita merasa sakit, ikterus pada penderita sirosis

biasanya ringan dan disertai dengan tinja berwarna hitam. Sebaliknya penderita dengan

hepatitis alkoholik akut mungkin mengalami ikterus yang kuat tapi tinja pucat. Kolik bilier

mungkin terjadi secara kontinus untuk beberapa jam daripada intermitten. Nyeri pada

epigastrium atau pada punggung, mungkin terdapat pada penderita karsinoma pankreas.

Gejala-gejala kolesistitis kronik mirip dengan kolesistitis akut, tetapi beratnya nyeri

dan tanda-tanda fisik kurang nyata. Seringkali terdapat riwayat dispepsia, intoleransi lemak,

nyeri ulu hati atau flatulen yang berlangsung lama. Rasa nyeri (kolik empedu) merupakan

gejala khas dan diakibatkan karena penyumbatan sementara duktus sistikus oleh batu.

Meskipun disebut "kolik", tetapi rasa sakitnya menetap. Seringkali timbul segera sesudah

Page 15: LAPKAS KOLELITIASIS

makan, dan terpusatkan di epigastrium atau kuadran kanan atas dan menyebar menuju

skapula kanan. Timbul pula pola sakit lain. Rasa sakit semakin menghebat dan kemudian

berkurang sesudah beberapa menit sampai beberapa jam. Serangan mungkin sering terjadi,

atau, dipisahkan oleh interval asimtomatik yang lama. Beberapa pasien merasa mual dan

muntah-muntah. Intoleransi terhadap makanan berlemak tak ada kaitan khusus dengan batu

empedu. Flatulensi, bersendawa, dipepsia dan sebagainya terjadi baik pada pasien yang yang

menderita penyakit saluran cerna bagian atas lain atau malahan yang tanpa terlihat adanya

penyakit organik.

Kolelitiasis menjadi penyebab 95 % kasus kolesistitis akut. Batu dapat merusak

duktus sistikus, sehingga timbul peradangan dan dalam beberapa saat saja terjadi infeksi

akibat bakteri. Kolesistitis akalkulus ada kaitannya dengan salah satu keadaan berikut ini:

penyumbatan duktus sistikus oleh mekanisme lain (misalnya : tumor), oklusi arteria sistika,

infeksi bakterial primer atau puasa yang berkepanjangan (misalnya pada pasien yang

menerima nutrisi parenteral total).

Setelah terbentuk, batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu

dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi yang

paling sering adalah infeksi kandung empedu (kolesistitis) dan obstruksi pada duktus sistikus

atau duktus koledokus. Obstruksi seperti ini dapat bersifat sementara, intermiten, atau

permanen. Kadang-kadang, batu dapat menembus dinding kandung empedu dan

menyebabkan peradangan hebat, sering menimbulkan peritonitis, atau menyebabkan ruptura

dinding kandung empedu.

DIAGNOSIS

Diagnosis kolesistitis dan kolelitiasis akut atau kronik sering didasarkan pada

kolesistografi atau ultrasonografi yang dapat menunjukkan adanya batu atau malfungsi dari

kandung empedu.

Kolesistitis kronik harus dapat dibedakan dari jenis penyakit saluran cerna bagian atas

lainnya. Dianjurkan membuat suatu scan film mengenai saluran cerna bagian atas. Rasa sakit

yang radikular, angina pektoris, pankreatitis, kolon teriritasi, dan karsinoma saekum dapat

menyerupai kolik empedu.

Kolesistektomi profilaksis bagi kolelitiasis yang tak menimbulkan gejala-gejala

dianjurkan sebagai tindakan pada penderita diabetes, pada setiap pasien yang kandung

empedunya tak dapat diperagakan melalui radiasi sinar X, pada pasien yang batu empedunya

besar atau mempunyai banyak batu empedu kecil-kecil, dan juga pada pasien yang

Page 16: LAPKAS KOLELITIASIS

mengalami pengapuran kandung empedu. Masih diperdebatkan apakah kolesistektomi

sebagai sarana penanganan terapi patut dilaksanakan tanpa adanya faktor-faktor tersebut

diatas. Secara umum dapat dikatakan bahwa mereka yang sudah lanjut usia dan risikonya

kurang menguntungkan sebaiknya jangan menjalani tindakan kolesistektomi profilaksis.

Tetapi kemungkinannya pada pasien yang masih muda harus dipertimbangkan.

Pengobatan yang lazim pada kedua keadaan ini adalah pembedahan untuk

mengangkat kandung empedu (kolesistektomi) dan/atau pengangkatan batu dari duktus

koledokus (koledokolitotomi), yang diharapkan dapat menyembuhkan pada sekitar 95 %

kasus.

Kalau diagnosis sudah ditegakkan dengan pasti, maka pada saat yang sesuai, sedini

mungkin, harus segera dilakukan operasi. Operasi tak perlu dilakukan pada waktu yang

canggung kecuali kalau terjadi suatu komplikasi. Tetapi operasi harus dilakukan pada saat

perawatan dirumah sakit itu juga. Meskipun biasanya kolesistisis akut dapat teratasi tanpa

operasi, kemungkinan kolesistektomi masih dapat dilakukan sesuai pertimbangan dikemudian

hari, tetapi penundaan tersebut akan memperpanjang lama penyakit tanpa ada keuntungannya

yang memadai. Tetapi masih ada fleksibilitas, dan kecuali itu harus dipertimbangkan juga

keadaan kerja, sosial dan faktor-faktor lain berkenaan dengan pasien yang bersangkutan.

Kalau diagnosis belum jelas atau kalau keadaan umum pasien buruk maka sementara

dapat dilaksanakan penanganan sesuai dengan apa yang diperkirakan sampai diagnosis

ditegakkan atau gangguan yang berkaitan diperbaiki.

Pasien yang menderita empiema atau perforasi merupakan keadaan darurat yang

sesungguhnya dan operasi harus dilangsungkan dengan segera. Kolesistitis emfisema (infeksi

anerobik yang menimbulkan gelembung udara didalam dinding dan lumen kandung empedu)

merupakan suatu bentuk kolesistitis virulen dan harus segera ditangani dengan operasi yang

mendesak.

KOLEDOKOLITIASIS DAN KOLANGITIS

Sekitar 15 % penderita kolelitiasis, batu empedu keluar dari kandung empedu melalui

duktus sistikus dan kemudian masuk kedalam duktus koledokus. Batu-batu juga mungkin

terbentuk didalam saluran duktus koledokus sendiri. Kadangkala ini disebabkan karena stasis

yang terjadi dalam duktus koledokus, tetapi ini merupakan suatu perkecualian yang jarang

sekali terjadi. Batu dapat melewati ampula Vater menuju ke dalam duodenum, atau dapat

juga bertahan di dalam ampula sehingga menimbulkan penyumbatan.

Sekitar 50 % penderita koledokolitiasis tak memperlihatkan gejala-gejala yang ada

kaitannya dengan duktus koledokus. Pada 50 % yang lain koledokolitiasis dapat

Page 17: LAPKAS KOLELITIASIS

menyebabkan kolik empedu, kolangiotis, ikterus obstruktif, pankreatitis atau kombinasi

keadaan tersebut diatas.

Episode kolik disebabkan karena tersumbatnya duktus koledokus oleh batu, yang

berlangsung intermiten. Episode ini serupa dengan serangan-serangan yang tampak pada

penderita kolesistitis kronik. Kalau batu masuk kedalam ampula, atau kalau tergelincir keatas

masuk ke duktus sehingga tak ada penyumbatan, maka rasa nyeri itu mereda. Kalau

penyumbatan terus berlangsung, maka rasa sakit akibat peregangan saluran empedu terus

berlanjut.

Kolangitis adalah infeksi pada cabang-cabang saluran empedu. Ada tiga buah

persyaratan; bakteria, penyumbatan dan tekanan yang meningkat. Kolangitis paling sering

disebabkan oleh koledokolitiasis, meskipun ada pula jenis-jenis penyumbatan saluran lainnya

yang mungkin menjadi pangkal penyebabnya. Akibat refluks kolangiovenosa bakteri dari

saluran empedu yang tersumbat kedalam sirkulasi vena hepatika, maka timbul septikemia.

Gejala klasik kolangitis (trias Chargot) adalah demam dan mengigil, ikterus dan kolik

empedu, meskipun pada banyak pasien kompleks gejala-gejala ini tak dialami secara

keseluruhan. Kalau kolangitis sangat berat (kolangitis supuratif akut), maka dapat terjadi

hipotensi dan gangguan mental. Juga terjadi leukositosis.

Ikterus merupakan kelainan yang paling nyata pada beberapa penderita

koledokolitiasis. Riwayat medis yang menyatakan adanya kolik empedu atau kolangitis

merupakan bukti yang kuat bagi penentuan diagnosis tersebut, tetapi meskipun tak ada

sejarah medis demikian tak tak dapat dikesampingkan kemungkinan terjadinya penyumbatan

oleh batu empedu. Ikterus yang berfluktuasi akibat penyumbatan intermiten sering terjadi

pada koledokolitiasis, Kandung empedu biasanya tak melebar karena dindingnya menebal

karena radang kronik, berbeda dengan dilatasi yang nyata terlihat pada penyumbatan

neoplastik duktus koledokus.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Urine

Adanya bilirubinuria merupakan tanda yang dini dari hepatitis virus dan hepatitis

akibat obat-obatan. Tidak adanya urobilinogen menunjukkan obstruksi total pada duktus

choledokus, dan bila ini terjadi lebih lama dari 7 hari maka menunjukkan kemungkinan

adanya obstruksi lengkap yang dapat disebabkan oleh keganasan. Urobilinogen positif

dengan tes bilirubin negatif dapat menunjukkan kemungkinan pasien menderita ikterus

hemolitik.

Page 18: LAPKAS KOLELITIASIS

Tinja

Tinja yang akolis dapat terjadi obstruksi pada traktus biliaris. Adanya darah

tesembunyi dalam tinja mungkin terjadi pada karsinoma ampulla vaterii atau karsinoma dari

traktus digestivus atau juga pada penderita sirosis dengan hipertensi portal.

Tes Biokimia

Kadar serum bilirubin menentukan berat ringannya ikterus. Kenaikan yang sangat

tinggi pada bilirubin tidak berkonjungasi (indirect) terdapat pada ikterus hemolitik,

sedangkan kenaikan yang tinggi pada bilirubin konjungasi (direct) terdapat pada ikterus

obstruktiva. Serum alkali fosfatase lebih besar dari 30 KA atau lebih besar dari 10 Bodansky

Units menunjukkan obstruksi biliaris, bilamana tidak ada penyakit pada tulang. Kenaikan

tersebut juga dapat dijumpai pada penderfta sirosis dengan sedikit ikterus.

Perubahan kadar albumin dan kenaikan globulin biasanya terdapat pada penyakit

ikterus hepatoseluler. Pemeriksaan elektroforese adalah penting. Kadar serum albumin yang

normal dengan kenaikan alfa 2 dan beta globulin pada ikterus kolestatik, yang bertentangan

dengan albumin yang menurun dan kenaikan gamma globulin yang terdapat pada ikterus

hepatoseluler.

Hematologi

Jumlah leukosit yang rendah dengan limfositosis relatif terdapat pada ikterus

hepatoseluler. Lekositosis polimorf mungkin terdapat pada hepatitis virus yang sangat berat.

Lekositosis dapat dijumpai pada ikterus obstruktiva dengan kolangitis akut atau pada

penyakit dengan keganasan.

Bila waktu protrombin memanjang, perlu diberi vitamin K, 10 mg tiap hari, dan bila

dalam 3 hari normal kembali maka menunjukkan adanya ikterus obstruktiva, sedangkan pada

ikterus hepatoseluler mengalami sedikit perubahan.

Hasil pemeriksaan laboratorium tidak spesifik untuk mendiagnosis

Choledocolithiasis. Leukositosis merupakan indikasi infeksi atau inflamasi, tapi hasil ini

tidak spesifik. Peningkatan serum bilirubin total dan direk mengindikasikan adanya obstruksi

pada duktus koledoktus. Sekitar 60% pasien Choledocolithiasis memiliki serum bilirubin

direk lebih dari 3 mg/dl. Serum amilase dan lipase meningkat pada pankreatitis akut.

Peningkatan alkali fosfatase dan gamma-glutamil transpeptidase dapat memprediksikan

adanya batu pada duktus koledoktus. Protrombin time meningkat pada pasien prolonged

Choledocolithiasis. SGOT dan SGPT meningkat pada pasien dengan komplikasi cholangitis,

Page 19: LAPKAS KOLELITIASIS

pankreatitis, atau keduanya. Kultur darah memberikan hasil positif pada 30-60% pasien

cholangitis.

Pencitraan

Sebagai pemeriksaan rutin perlu dibuat foto toraks, terutama untuk melihat apakah

terdapat peninggian dan gambaran yang ireguler dari diafragma kanan. Pada penderita

dengan hepatomegali yang diduga karena sirosis hati, perlu dibuat foto esofagus, untuk

melihat apakah ada varises esofagus.

Pada penderita yang diduga dengan ikterus kolestatik, perlu dibuat kolesistografi. Ada

beberapa cara kolesistografi, diantaranya indirect dan direct. Yang termasuk direct ialah:

percutaneus transhepatic cholangiography, kolangiografi laparoskopik dan sirurgis

kolangiografi.

Pencitraan yang dapat digunakan dalam menunjang diagnosis Choledocolithiasis yang

dapat digunakan adalah transabdominal USG, endoscopic USG, CT-scan, MRI, Endoscopic

Retrograde Cholangiopancreography (ERCP) , dan Percutaneous Transhepatic

Cholangiography (PTC). Cholangiography adalah Golden Standart untuk menegakkan

diagnosis batu pada duktus koledoktus.

Pengobatan

Penderita koledokolitiasis harus dievaluasi fungsi hatinya. Masa protrombin yang

memanjang harus diobati dengan vitamin K yang diberikan parenteral sebelum dilakukan

operasi. Koledokolitiasis asimtomatik dapat dideteksi dengan palpasi adanya batu atau

dengan kolangiografi yang dapat memperagakan adanya batu dalam duktus koledokus pada

waktu kolesistektomi. Pengobatan medis dari kolelithiasis dapat dengan cara melarutkan

batu empedu kolesterol dengan minum asam kenodeoksikolat sedang dalam pemantauan.

Sampai sekarang asam kenodeoksikolat tampaknya dapat melenyapkan batu pada sekitar

sepertiga penderita, tetapi akibat sampingannya serta konsekwensi jangka panjang

(pembentukan batu baru kalau pengobatan dihentikan) masih sedang dievaluasi. Pengobatan

adalah kolesistektomi dan koledokolitotomi. Sejumlah kecil pasien perlu dioperasi ulang

untuk mengeluarkan batu dalam duktus koledokus. Kolik empedu yang diakibatkan karena

penyumbangan duktus koledokus oleh batu empedu, ditangani dengan kolesistektomi dan

koledokolitotomi. Kolangitis akut biasanya memberi respons terhadap antibiotika IV, yang

harus diarahkan melawan bakteri aerobik dan anaerobik gram-negatif. Operasi darurat

dilakukan kalau pasien masih belum memperlihatkan perbaikan. Kalau episode akut mereda,

direncanakan operasi elektif.

Page 20: LAPKAS KOLELITIASIS

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan Choledocolithiasis dapat bersifat non-surgical atau surgical. Modalitas

yang dapat digunakan dalam terapi non-surgical adalah ERCP, percutaneous extraction, dan

ESWL (Extracorporeal Shock Wave Litotripsy). Sedangkan terapi surgical adalah open

choledochotomy, transcystic exploration, drainage procedures, cholecystectomy.

Medikamentosa yang dapat digunakan berupa (1) antibiotik—sebagai profilaksis ataupun

terapi bila terbukti terdapat infeksi, (2) agen H-2 antagonist, sukralfat, dan proton pump

inhibitor—profilaksis terhadap stress ulcer. Antibiotik intravena yang digunakan dalam

terapi cholangitis adalah derivat penisilin (misal piperasilin) untuk bakteri gram-negatif, atau

sefalosporin generasi kedua atau ketiga (misal seftazidim, seftriakson, sefotaksim) untuk

bakteri gram-negatif, ampisilin untuk bakteri gram positif, dan metronidazol untuk bakteri

anaerob. Beberapa penelitian melaporkan penggunaan golongan kuinolon (misal

siprofloksasin, levofloksasin) atau kotrimoksazol (SMZ-TMP) sebagai terapi yang efektif

recurrent cholangitis.

Page 21: LAPKAS KOLELITIASIS

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidayat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. 560-576. Penerbit Buku Kedokteran

EGC. Jakarta; 2005

Bellows, C.F. www.aafp.org/afp. Management of Gallstone. 2005

Allen, Jeff. www. E-Medicine. Com. Cholelithiasis. 2005

Myceck, M.J. Farmakologi. Edisi 2. 309. Widya Medika. Jakarta; 2001

_____________. Kamus Saku Kedoteran Dorland. Edisi 25. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta; 1998

Holzbach, T.R. www.karger.ch. Newer Pathogenetic Concepts In Cholesterol Gallstone

Formation: A Unitary Hypothesis. 1997

Isselbacher et al. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 4. Edisi 13. 1688-

1693. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta; 1995

Price, S.A. Patofisiologi. Jilid 1. Edisi 4. 453-454. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta;

1995

Page 22: LAPKAS KOLELITIASIS

LAPORAN KASUS

Kolelitiasis dan Kolesistisis

(IKTERUS OBSTRUKTIF)

Oleh :

Audia Nizhma Nabila K.

2007730019

Pembimbing :

Dr. H. Adriansyah, Sp.B

Page 23: LAPKAS KOLELITIASIS

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU BEDAHRUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA

CEMPAKA PUTIH 2011