Download - Lapkas Cardio

Transcript
Page 1: Lapkas Cardio

Laporan Kasus

ST-ELEVATION MYOCARDIAL INFARCTION (STEMI)

Disusun Oleh :

1. Devi Nafilah Yuzar (100100166)2. Rizki Masharida Nasution (100100216)3. Fatin Fatharani Erizal (100100339)

Pembimbing : dr. Anggia C. Lubis, Sp. JP

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULARFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIKMEDAN

2014

Page 2: Lapkas Cardio

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “STEMI”

Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Kardiologi,

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing,

dr. Anggia C. Lubis, Sp.JP, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak

masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat

pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,

baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari

pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah

laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 24 Agustus 2014

Penulis

1

Page 3: Lapkas Cardio

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................1

DAFTAR ISI....................................................................................................................2

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................5

2.1. Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST................................................. 5

2.1.1. Definisi STEMI.......................................................................................5

2.1.2. Etiologi dan Faktor Resiko..................................................................... 6

2.1.3. Patofisiologi............................................................................................ 8

2.1.4. Manifestasi Klinis................................................................................ 11

2.1.5. Diagnosa .............................................................................................. 12

2.1.6. Penatalaksanaan.................................................................................... 17

2.1.7. Komplikasi............................................................................................22

2.1.8. Prognosis..............................................................................................24

BAB 3 LAPORAN KASUS...........................................................................................25

BAB 4 PENUTUP..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................

2

Page 4: Lapkas Cardio

BAB 1PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangInfark miokard akut (IMA) atau yang lebih dikenal dengan serangan jantung adalah

suatu keadaan dimana suplai darah pada suatu bagian jantung terhenti sehingga sel otot jantung mengalami kematian.1 Infark miokard sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak, umumnya pada pria usia 35-55 tahun, tanpa ada keluhan sebelumnya.1

Berdasarkan data dari SKRT (Survey Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1995 dan SURKESNAS 2001 menyebutkan bahwa penyebab kematian nomor satu di Indonesia adalah penyakit jantung dan sistem sirkulasi. Sindrom Koroner Akut merupakan salah satu jenis dari penyakit jantung dan sistem sirkulasi yang memiliki persentase tinggi sebagai penyebab kematian1.

The American Heart Association (AHA) memperkirakan bahwa 13 juta orang di Amerika menderita Sindrom Koroner Akut (SKA) dan kurang lebih dari satu juta orang meninggal tiap tahunnya. Di Eropa, dilaporkan bahwa SKA pada tahun 2006 menyerang 234 orang/100.000 penduduk/tahun pada kelompok umur 30 sampai 69 tahun, lebih sering pada pria (50-75%), dan 10% diantaranya meninggal setiap tahun2.

Sindrom koroner akut lebih lanjut diklasifikasikan menjadi Unstable Angina (UA), ST-segment Elevation Myocardial Infarct (STEMI) dan Non ST-segment Elevation Myocardial Infarct (NSTEMI). IMA tipe STEMI sering menyebabkan kematian mendadak, sehingga merupakan suatu kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan medis secepatnya.6 Oklusi total arteri koroner pada STEMI memerlukan tindakan segera yaitu tindakan reperfusi, berupa terapi fibrinolitik maupun Percutaneous Coronary Intervention (PCI), yang diberikan pada pasien STEMI dengan onset gejala <12 jam. Pada pasien STEMI yang datang terlambat (>12 jam) dapat dilakukan terapi reperfusi bila pasien masih mengeluh nyeri dada yang khas infark (ongoing chest pain).

American College of Cardiology/American Heart Association dan European Society of Cardiology merekomendasikan dalam tata laksana pasien dengan STEMI selain diberikan terapi reperfusi, juga diberikan terapi lain seperti anti-platelet (aspirin, clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACEinhibitor, dan Angiotensin Receptor Blocker.7,8,9

1.2. TujuanTujuan penulisan laporan kasus ini adalah

1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit infark miokard elevasi segmen ST (STEMI).

2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus infark miokard elevasi segmen ST (STEMI) serta melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik dan keselamatan pasien terjamin.

3

Page 5: Lapkas Cardio

1.3. Manfaat PenulisanBeberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang infark miokard elevasi segmen ST (STEMI).

2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai infark miokard elevasi segmen ST (STEMI).

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST2.1.1. Definisi

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk menggambarkan suatu spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevationmyocardial infarction/STEMI).

Infark Miokard Akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST.

Infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST-Elevation Myocardial Infarction, STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindroma koroner akut yang terdiri dari angina

4

Page 6: Lapkas Cardio

tipikal dan disertai dengan gambaran elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan pada EKG. Sebagian besar pasien STEMI akan mengalami peningkatan marka jantung, sehingga berlanjut menjadi infark miokard dengan elevasi segmen ST. Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut merupakan indicator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanik, intervensi koroner perkutan primer9.

Ketiga keadaan tersebut merupakan keadaan kegawatdaruratan kardiovaskular dan memerlukan tatalaksana yang adekuat untuk menghindari terjadinya sudden death10.Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian:1. Derajat I : tanpa gagal jantung2. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galopdan peningkatan tekanan

vena pulmonalis3. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru.4. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik _90 mmHg) dan

vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis)10

Klasifikasi Infark Miokard Akut (IMA) diklasifikasikan berdasar EKG 12 sandapan menjadi:1. Infark miokard akut ST-elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.2. Infark miokard akut non ST-elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG.

2.1.2. Etiologi dan Faktor RisikoSeseorang untuk menderita SKA ditentukan melalui interaksi dua atau lebih faktor

risiko antara lain: faktor yang tidak dapat dikendalikan (nonmodifiable factors) dan faktor yang dapat dikendalikan (modifiable factors).15

Faktor risiko biologis yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu:a. Usia

Risiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat dengan bertambahnya usia, diatas 45 tahun pada pria dan diatas 55 tahun pada wanita. Riwayat keluarga yang memiliki penyakit jantung juga merupakan faktor risiko, termasuk penyakit jantung pada ayah dan saudara pria yang didiagnosa sebelum umur 55 tahun, dan pada ibu atau saudara perempuan yang didiagnosa sebelum umur 65 tahun.

Pasien usia lanjut lebih sering dari pada usia muda mengalami perubahan abnormalitas anatomi dan fisiologi kardiovaskular, termasuk respon simpatis beta yang terbatas, peningkatanafterload jantung karena penurunan compliance arteri dan hipertensi arterial, hipotensi ortostatik, hipertropi jantung, dan disfungsi ventrikular terutama disfungsi diastolik. b. Jenis kelamin

5

Page 7: Lapkas Cardio

Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi daripada perempuan. Walaupun setelah menopause, tingkat kematian perempuan akibat penyakit jantung meningkat, tapi tetap tidak sebanyak tingkat kematian pada laki-laki.c. Riwayat keluarga

Anak-anak dengan orang tua yang memiliki riwayat penyakit jantung, lebih berisiko untuk terkena penyakit jantung itu sendiri. d. Ras/Suku

Afrika Amerika memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada Kaukasian, dan memiiki risiko lebih tinggi pada penyakit jantung. Risiko tinggi juga terdapat pada orang Mexican Amerika, American India, native Hawaiians dan Asian Amerika. Hal ini juga berhubungan dengan tingginya angka orang yang obesitas dan diabetes.Insidensi kematian pada penyakit jantung koroner pada orang Asia yang tinggal di inggris lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk lokal, sedangkan angka yang rendah terdapat pada ras Afro-Karibia.16

e. Kelas sosialTingkat kematian akibat penyakit jantung koroner tiga kali lebih tinggi pada pekerja

kasar laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja pofesi (misal dokter, pengacara dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata dua kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat penyakit jantung koroner dibandingkan istri pekerja profesional/non-manual.

Sementara itu faktor risiko yang dapat dimodifikasi, antara lain:a. Merokok

Peran rokok dalam penyakit jantung koroner, antara lain menimbulkan aterosklerosis, peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi, peningkatan tekanan darah, pemicu aritmia jantung, meninkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan risiko 2-3 kali dibandingkan individu yang tidak merokok.b. Konsumsi alkohol

Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alkohol dosis rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan tromolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih kontroversial tidak semua literatur mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis alkohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas kardiovaskular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.16

c. Hipertensi Hipertensi menyebabkan peningkatan afterload yang secara tidak langsung akan

meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya afterload yang pada akhirnya meningkatkan kebutuhan oksigen jantung.16

d. DislipidemiaKolesterol merupakan prasyarat terjadi penyakit koroner pada jantung. Kolesterol

akan berakumulasi di lapisan intima dan media pembuluh arteri koroner. Jika hal tersebut

6

Page 8: Lapkas Cardio

terus berlangsung, makan akanterbentuk plak sehingga pembuluh arteri koroner yang mengalami inflamasi atau terjadi penumpukan lemak akan mengalami aterosklerosis.17

e. ObesitasPada umumnya, obesitas cenderung meningkatkan kadar kolesterol total dan

trigliserida dan menurunkan kadar HDL. Meskipun kolesterol LDL tetap meningkat sedikit atau normal, partikel small dense LDL yang aterogenik cenderung meningkat, terutama pada pasien dengan resistensi insulin yang berkaitan dengan adipositas viseral. Perubahan-perubahan ini meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis.f. Olahraga

Aktivitas aerobik yang teratur akan menurunkan risiko terkena penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40%.g. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus sudah dikenal sebagai faktor risiko utama penyakit kardiovaskular. Data dari penelitian klinis menunjukkan sebagian besar pasien DM meninggal karena penyakit kardiovaskular dan lebih dari tiga perempat pasien DM yang meninggal penyebabnya dikaitkan dengan aterosklerosis, sebagian besar kasus (75%) karena PJK.

Diabetes mellitus tipe 2 meningkatkan risiko PJK, 2 sampai 4 kali pada populasi secara keseluruhan. Pasien DM tanpa riwayat PJK mempunyai risiko infark miokard yang sama seperti pasien PJK yang bukan DM.. Risiko PJK tersebut bahkan lebih tinggi pada wanita. Pasien DM wanita mempunyai laju kematian 5-8 kali lebih tinggi daripada wanita non-diabetes.17

2.1.3. PatofisiologiSTEMI umumnya disebabkan penurunan atau berhentinya aliran darah secara tiba-

tiba akibat oklusi trombus pada arteri koroner yang sudah mengalami aterosklerosis. Pada kebanyakan kasus, proses akut dimulai dengan ruptur atau pecahnya plak ateroma pembuluh darah koroner, dimana trombus mural timbul pada lokasi ruptur dan menyebabkan oklusi arteri koroner, baik secara total atau parsial. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus (fibrous cap) yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Secara histologis, plak koroner yang lebih mudah ruptur adalah yang intinya kaya dengan lemak dan yang mempunyai fibrous cap yang tipis9,11. Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner9 seperti terlihat pada gambar 2.2.. Pasokan oksigen yang berhenti selama kira-kira 20 menit dapat menyebabkan nekrosis pada miokardium (infark miokard).9

7

Page 9: Lapkas Cardio

Gambar 2.1. Proses Pembentukan Plak

Gambar 2.2. Mekanisme

Pembentukan Trombus Koroner

Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell) seperti pada gambar 2.1.. Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.13

Menurut American Heart Association, tipe plak diklasifikasikan sesuai dengan tampilan klinis dan histologi.

a. Tipe I (lesi awal)Terdiri dari makrofag dan sel busa, berlaku pada dekade pertama dan asimptomatik.

b. Tipe II (fatty streak)Terdiri dari akumulasi lipid, berlaku pada dekade pertama, dan asimptomatik.

c. Tipe III (lesi intermediate)Sedikit berbeda dari tipe II. Terdiri dari kumpulan lipid ekstraseluler, berlaku pada dekade tiga dan asimptomatik.

d. Tipe IV (atheroma)Intinya terdiri dari lipid ekstraseluler dan berlaku pada dekade ketiga. Pada awalnya asimptomatik dan menjadi simptomatik.

e. Tipe V (fibroatheroma)

8

Page 10: Lapkas Cardio

Berinti lipid dan terdapat lapisan fibrosis, atau beinti lipid multiple dan lapisan fibrosis atau terdiri dari kalsifikasi terutama atau fibrosis. Terdapat pertumbuhan otot polos dan kolagen. Biasanya berlaku pada dekade keempat dan bisa simptomatik atau asimptomatik.

f. Tipe VI (complicate lesion)Adanya defek permukaan,hematoma-hemorrhage, dan trombus. Biasanya berlaku pada dekade keempat dan bisa simptomatik atau asimptomatik.14

Kerusakan miokard yang disebabkan oklusi arteri koroner bergantung pada beberapa faktor, yaitu bagian yang disuplai oleh pembuluh darah yang rusak, apakah oklusinya total atau parsial, durasi oklusi koroner, kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah koroner ke jaringan yang terganggu, kebutuhan oksigen oleh miokard, dan apakah perfusi miokard pada daerah infark adekuat setelah pulih seperti pada gambar 2.3.. Faktor pemicu pada STEMI antara lain aktivitas fisik yang berat, stres emosional, penyakit medis atau pembedahan, serta penyalahgunaan kokain ataupun narkoba lain seperti amfetamin.11

Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), disritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran, dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas, melainkan karena obstruksi dinamis akibat spasme local dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal) Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun thrombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Sementara itu terdapat beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.9

Gambar 2.3. Konsekuensi dari Trombosis Koroner

2.1.4 Manifestasi Klinis

9

Page 11: Lapkas Cardio

a. Nyeri DadaMayoritas pasien (80%) datang dengan keluhan nyeri dada. Perbedaan dengan nyeri

pada angina adalah nyeri pada infark lebih panjang yaitu minimal 20 menit, sedangkan pada angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak.Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut. Meskipun IMA memiliki ciri nyeri yang khas yaitu menjalar ke lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan dengan neuropati.b. Sesak Napas

Sesak napas bisa disebabkan oleh peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang mendadak, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan hiperventilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak napas merupakan tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.c. Gejala Gastrointestinal

Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa menyebabkan cegukan.d. Gejala Lain

Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstremitas).

2.1.5. Diagnosaa. Anamnesa

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu ditelaah secara cermat apakah nyeri dada yang timbul tipikal berasal dari arteri koroner atau bukan. Riwayat nyeri dada sebelumnya juga perlu ditanyakan, selain faktor-faktor risiko PJK (penyakit jantung koroner) yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok, obesitas, stres serta aktivitas fisik. Selain itu riwayat keluarga sakit jantung koroner perlu ditanyakan.

Pada hampir setengah kasus, terdapatfaktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosional atau penyakit medis atau tindakan pembedahan. Walaupun STEMI bisa terjadi hampir sepanjang hari atau malam, variasi sirkardian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

Sifat nyeri dada/angina tipikal antara lain: Lokasi nyeri: substernal, retrosternal, dan prekordial. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti

ditusuk, rasa diperas,dan dipelintir. Penjalaran: biasanya lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,

punggung/intrakapsular, perut, dan dapat juga ke lengan kanan. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau dengan obat golongan nitrat. Faktor pencetus:latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan

10

Page 12: Lapkas Cardio

Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas dan lemas.

Gambar 2.4. Diagnosa Banding Sindrom Koroner AkutDiagnosis banding STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta

akut, kostokondritis, dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. infark miokard akut dengan elevasi segmen ST tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes mellitus dan usia lanjut.

Gambar 2.5. Faktor

Pembeda dalam Mendiagnosa Sindrom Koroner Akutb. Pemeriksaan Fisik

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali dijumpai ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada subternal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior

11

Page 13: Lapkas Cardio

mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktifitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).

Tanda fisik lainnya pada disfungsi ventrikel adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38ₒC dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.

c. Elektrokardiogram (EKG) Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan EKG yaitu adanya elevasi ST ≥ 2mm,

minimal pada 2 sadapan prekondrial yang berdampingan atau ≥ 1mm pada 2 sadapan ekstremitas. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pemeriksaan EKG di IGD menjadi landasan dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat dalam menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasikan pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi ST. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. Apabila obstruksi yang terjadi tidak total, bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak akan ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tak stabil atau non STEMI.

LokasiLokasi Elevasi

Segmen STPerubahan Resiprokal

Arteri Koroner

Anterior V3,V4 V7,V8,V9Arteri koroner kiri,cabang

LAD/Diagonal

Anterioseptal V1,V2,V3 V7,V8,V9Arteri koroner kiri,cabang

LAD diagonal cabang LAD septal

Anteriorekstensif I,aVL,V2-V6 I,III,aVFArteri koroner kiri,proksimal

LAD

12

Page 14: Lapkas Cardio

Anterolateral I, aVL,V3,V4,V5,V6 II,III,aVF,V7,V8,V9Arteri koroner kiri

Cabang LAD-diagonal dan cabang sirkumfleks

Inferior II,III,aVF I,aVL,V2,V3

Arteri koroner kanan cabang decendens posterior dan

cabang arteri koroner kiri sirkumfleks

Lateral I,aVL,V5,V6 II,III,aVFArteri koroner kiri

Cabang LAD- diagonal dan cabang sirkumfleks

Septum V1,V2 V7,V8,V9Arteri koroner kiri cabang

LAD-septal

Posterior V7,V8,V9 V1,V2,V3Arteri koroner kanan/

sirkumfleks

Ventrikel kanan V3R-V4R I,aVLArteri koroner kanan

proksimal

d. LaboratoriumPetanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah

creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker.

Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard).

13

Page 15: Lapkas Cardio

CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB

cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari

Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic dehidrogenase (LDH)Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL.22

e. Angiografi Koroner (Coronary angiography)Angiografi koroner merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada jantung dan

pembuluh darah yang sering dilakukan selama serangan untuk menentukan letak sumbatan pada arteri koroner. Jika ditemukan sumbatan, tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah pada arteri tersebut. Terkadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori) dalam arteri.

2.1.6. Penatalaksanaan a. Tatakasana Pra Rumah Sakit

Tujuan utama tatalaksana STEMI adalah mendiagnosis secara cepat, menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet, memberi obat

Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu : komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi pada jam pertama.

Elemen utama tatalaksana pra rumah sakit pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain:

Penanganan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ ICU serta staf

medis dokter dan perawat yang terlatih. Melakukan terapi reperfusi

Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan selama transportasi ke rumah sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat.

b. Tatalaksana UmumTerapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis, diindikasikan untuk

semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi reperfusi (sebaiknya IKP primer) diindikasikan bila terdapat bukti iskemia yang sedang terjadi, bahkan

14

Page 16: Lapkas Cardio

jika gejala mungkin telah timbul >12 jam yang lalu atau bila nyeri dan perubahan EKG terlihat terhambat. Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.9

1. OksigenSuplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.

Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.17

2. MorfinMorfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam

tatalaksana nyeri dada pada infark miokard. Morfin diberikan secara bolus intravena dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit dengan dosis total 20 mg. Mengurangi dan menghilangkan nyeri dada sangat penting karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokontriksi dan meningkatkan beban jantung.12,17

3. Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKP primer)IKP primer terbukti memiliki keberhasilan membuka dan mempertahankan patensi

arteri koroner yang tersumbat lebih baik dibandingkan dengan fibrinolosis apabila dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit dari waktu kontak medis pertama. IKP primer diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung akut yang berat atau syok kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa pemberian IKP akan tertunda lama dan bila pasien dating dengan awitan gejala yang telah lama.

Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapatkan terapi antiplatelet ganda (DAPT) berupa aspirin dan penghambat reseptor ADP sesegera mungkin sebelum angiografi, disertai dengan antikoagulan intravena.9

4. Terapi fibrinolitikTerapi fibrinolitik direkomendasikan diberikan dalam 12 jam pertama sejak awitan

gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak bisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis pertama.

Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) lebih disarankan dibandingkan agen-agen tidak spesifik terhadap fibrin (streptokinase). Aspirin oral atau intravena harus diberikan dengan dosis loading 150-300 mg, tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan. Clopidogrel direkomendasikan untuk diberikan bersama dengan aspirin.

Antikoagulan direkomendasikan pada pasien-pasien STEMI yang diobati dengan fibrinolitik hingga revaskularisasi (bila dilakukan) atau selama dirawat di rumah sakit hingga 5 hari.

Setelah diberikan fibrinolisis, semua pasien perlu dirujuk ke rumah sakit yang menyediakan IKP. IKP “rescue” diindikasikan segera setelah fibrinolysis gagal, yaitu resolusi segmen ST kurang dari 50% setelah 60 menit disertai tidak hilangnya nyeri dada.

Kontraindikasi fibrinolitik:

15

Page 17: Lapkas Cardio

a. Kontraindikasi absolut: Riwayat perdarahan intracranial apapun. Lesi structural cerebrovaskular. Tumor intracranial (primer ataupun metastasis). Stroke iskemik dalam 3 bulan atau dalam 3 jam terakhir. Dicurigai adanya suatu diseksi aorta. Adanya trauma/ pembedahan/ truma kepala dalam 3 bulan terakhir. Adanya perdarahan aktif (termasuk menstruasi).24

b. Kontraindikasi relatif: Riwayat hipertensi kronik dan berat yang tidak terkontrol. Riwayat stroke iskemik > 3 bulan, demensia, atau kelainan intracranial selain yang disebutkan pada kontraindikasi absolute. Resusitasi jantung paru traumatic atau lama > 10 menit atau operasi besar < 3 minggu. Perdarahan internal dalam2-4 minggu terakhir. Terapi antikoagulan oral. Kehamilan. Non compressible punctures. Ulkus peptikum aktif. Khusus untuk streptokinase/ anistreplase: riwayat pemaparan sebelumnya (>5hari)

atau riwayat alergi terhadap zat-zat tersebut

Terapi awal Antitrombin TerapiKontraindikasi Spesifik

Streptokinase(SK) 1,5 juta unit/ 100ml D5% atau NaCl 0,9% selama 30 – 60 menit.

Dengan atau tanpa heparin iv selama 24 – 48 jam

Riwayat SK atau anistreplase

Alteplase(tPA) 15 mg iv bolus 0,75 mg/ kg BB selama 30 menit kemudian 0,5 mg/ kg BB selama 60 menit iv. Dosis total tidak melebihi 100mg

Heparin iv selama 24 – 48 jam

16

Page 18: Lapkas Cardio

Gambar 2.7. Pendekatan Manajemen STEMI oleh ESC 2012 GL19

c. Terapi Jangka PanjangMengingat sifat PJK sebagai penyakit kronis dan risiko tinggi bagi pasien yang telah

pulih dari STEMI untuk mengalami kejadian kardiovaskular selanjutnya dan kematian premature, perlu dilakukan berbagai intervensi untuk meningkatkan prognosis pasien. Terapi jangka panjang yang disarankan setelah pasien pulih dari STEMI adalah9

1. Kendalikan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, dan terutama merokok, yang ketat.

2. Terapi antiplatelet dengan aspirin dosis rendah (75-100 mg) diindikasikan tanpa henti.

3. DAPT (aspirin dengan penghambat reseptor ADP) seperti clopidogrel (75 mg setiap hari) diindikasikan hingga 12 bulan setelah STEMI.

17

Page 19: Lapkas Cardio

4. Pengobatan oral dengan penyekat beta (β-blocker) diindikasikan untuk pasien-pasien dengan gagal ginjal atau disfungsi ventrikel kiri.

5. Profil lipid puasa harus didapatkan pada setiap pasien STEMI sesegera mungkin sejak dating.

6. Statin dosis tinggi perlu diberikan atau dilanjutkan segera setelah pasien masuk rumah sakit bila tidak ada indikasi kontra atau riwayat intoleransi, tanpa memandang nilai kolesterol inisial.

7. ACE-I diindikasikan sejak 24 jam untuk pasien-pasien STEMI dengan gagal ginjal, disfungsi sistolik ventrikel kiri, diabetes, atau infark anterior. Sebagai alternative dari ACE-I, ARB dapat digunakan.

8. Antagonis aldosterone diindikasikan bila fraksi fraksi ejeksi ≤40% dengan syarat tidak terdapat gagal ginjal (kreatinin >2,5 mg/dl) atau hyperkalemia.

2.1.7. Komplikasi

18

Page 20: Lapkas Cardio

Gambar 2.8. Komplikasi Infark Miokard

Ketika proses infark telah terjadi, terutama pada STEMI, komplikasi dapat timbul dari abnormalitas proses inflamasi, mekanik, dan elektrik yang dipicu oleh daerah miokard yang nekrosis (gambar 2.8.). a. Aritmia

Aritmia sering terjadi selama infark miokard akut dan merupakan penyebab kematian terbesar pada pasien-pasien yang tiba di rumah sakit. Mekanisme yang berkontribusi terhadap terbentuknya aritmia setelah proses infark miokard, sebagai berikut:

1. Terganggunya anatomis aliran darah yang menuju struktur yang menghantarkan konduksi listrik jantung (seperti SA node, AV node, dan bundle branch)

2. Akumulasi hasil-hasil metabolik yang toksik (contohnya asidosis selular) dan konsentrasi ion transselular yang abnormal karena kebocoran membran.

3. Stimulasi otonom (simpatis dan parasimpatis)4. Administrasi dari obat-obat aritmogenik (contohnya dopamin)

b. Disfungsi Miokard1. Congestive Heart Failure

Iskemia akut pada jantung menyebabkan kerusakan dari kontraktilitas ventrikel (disfungsi sistol) dan peningkatan dari kekakuan miokard (disfungsi diastol), keduanya dapat menyebabkan munculnya keluhan gagal jantung. Tanda dan gejala terhadap dekompensasi tersebut termasuk dispnoe, ronki paru, dan terdengarnya suara jantung 3 (S3).

2. Syok KardiogenikSyok kardiogenik adalah kondisi dimana terjadi penurunan yang fatal terhadap cardiac output dan hipotensi (tekanan darah sistol <90mmHg) dengan ketidakcukupan perfusi ke jaringan-jaringan perifer, hal ini terjadi jika lebih dari 40% massa ventrikel kiri sudah terjadi infark.

3. PerikarditisPerikarditis akut bisa terjadi pada awal masa post-myocard infarct sebagai akibat dari inflamasi yang menjalar dari miokardium hingga ke perikardium

4. Tromboemboli Aliran darah yang stasis pada regio yang terjadi kerusakan kontraksi ventrikel kiri setelah infark miokard menyebabkan terbentuknya trombus di intrakvitas, terutama jika infarknya melibatkan apeks ventrikel kiri atau ketika aneurisma sebenarnya telah terbentuk. Tromboemboli dapat menyebabkan infark pada organ-organ perifer (seperti cerebrovascular [stroke] akibat dari emboli ke otak).

5. Disfungsi Ventrikular Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada

segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau 16 tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk

19

Page 21: Lapkas Cardio

6 . Gangguan HemodinamikGagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di

rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya..

2.1.8. Prognosis Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca infark miokardium akut

(IMA). Prognosis IMA dengan melihat derajat disfungsi ventrikel kiri secara klinis dinilai menggunakan klasifikasi Killip.

Tabel 2.2. Klasifikasi Killip20

Kelas Definisi Mortalitas(%)

I Tidak terdapat tanda gagal jantung kongestif 6

II S3 dan ronkhi basah pada setengah lapangan paru 17

IIIEdema paru akut ditandai oleh ronkhi basah di seluruh

lapangan paru38

IVSyok kardiogenik yang ditandai oleh tekanan darah sistolik

<90 mmHg dan tanda hipoperfusi jaringan81

Tabel 2.3. TIMI Risk Score untuk Infark Miokard dengan elevasi ST18

Faktor risiko (bobot) Mortalitas 30 hari (%)Usia 65-74 tahun (2 poin) 0,8Usia > 75 tahun (3 poin) 1,6Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2,2TDS <100mmHg (3 poin) 4,4Frekuensi jantung > 100mmHg (2 poin) 7,3Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 12,4Berat < 67 kg (1 poin) 16,1Elevasi ST anterior atau LBBB (1poin) 23.4Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 26,8Skor risiko = total poin (0-14) 35,9

BAB 3LAPORAN KASUS

No RM. : 00.61.28.06Nama pasien : Sintong

Alamat : Perumanas SimalingkarAgama : Kristen

Jenis kelamin : laki-lakiUmur : 40 tahunPekerjaan : Wiraswasta

20

Page 22: Lapkas Cardio

Masuk tanggal : 16/8/2014

Keluhan Utama : Nyeri dadaAnamnesa :Hal ini dialami pasien ± 30 menit SMRS. Nyeri dirasakan os seperti tertimpa benda berat dan terasa sesak di dada. Os juga mengeluhkan rasa pegal pada bahu kiri. Penjalaran ke tempat lain tidak dijumpai. Nyeri dada terjadi secara tiba-tiba pada saat os sedang mandi dengan durasi lebih dari 20 menit. Keringat dingin dijumpai. Mual dan muntah disangkal oleh os.Sebelum menuju RS H.Adam Malik, os mengaku mengonsumsi obat yang diletakkan di bawah lidah. Batuk disangkal. Sesak nafas disangkal. PND (-), OP (- )Os memiliki riwayat nyeri dada 2 tahun yang lalu dengan durasi sekitar 20-30 menit, tetapi os tidak berobat. BAK normal. BAB normal. Riwayat merokok dijumapi sejak os kelas 5 SD sebanyak ± 1 bungkus/ hari. Riwayat minum minuman beralkohol dijumpai. Riwayat darah tinggi dan sakit gula disangkal oleh os. Riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama disangkal.

Faktor risiko PJK : Laki-laki, perokok, alkoholRiwayat penyakit terdahulu : -Riwayat penggunaan obat-obatan : ISDNStatus Presens :Keadaan umum : baikKesadaran ; Compos mentisTekanan Darah : 100/80 mmHgHR : 60x/menitRR : 20x/menitSuhu : 36,5 oCSianosis (-), ortopnu (-), dispnu (-), ikterus (-), edema (-), pucat (-)Pemeriksaan Fisik :Kepala : mata : anemis (-/-), ikterik (-/-)Leher : JVP : R+2 cm H2ODinding toraks : inspeksi : simetris fusiformis

Palpasi : SF kanan=kiri, kesan: normal Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi :Jantung : S1 (+) S2 (+) S3 (-) S4 (-) reguler

Murmur : (-)Paru : Suara pernafasan : vesikuler Suara tambahan : ronki (-) wheezing (-)

Abdomen : Palpasi : soepel, hepar/lien tidak teraba Asites (-)

Ekstremitas : Superior : sianosis (-) clubbing (-) Inferior : edema (-) Akral : hangat , Edem pretibial (-)

21

Page 23: Lapkas Cardio

Interpretasi rekaman EKG : (tanggal 5/08/2014 di IGD)Sinus rhythm, QRS rate 60x/menit, QRS axis : normoaxis, gel P (+) normal, PR interval 0,20 s, durasi QRS 0,08 s, ST elevation : di lead II, III, aVF, ST depresion: di aVL, T wave (+) N, LVH (-), VES (-)

Kesan EKG : Sinus rhythm + STEMI inferior

Interpretasi foto toraks (AP/PA) : CTR ratio 52,4 %, Segmen aorta: normal, segmen pulmonal: normal, pinggang jantung normal, Apex downward, (-), infiltrat (-), kongesti (-)

Kesan : kardiomegali

Hasil Laboratorium 5/08/2014 :Hb : 15, g% Eritrosit : 5,18 x 106/mm3 Leukosit : 10.59 x 103/mm3 Trombosit : 186.000/mm3 Hematokrit : 43,20 %

Hitung JenisNeutrofil : 45,60%Limfosit : 42,60 %Monosit : 6,60%Eosinofil :5 %Basofil : 0,200 %

Troponin T : HI > 2,0 ug/lCK-MB : 243 U/LGula darah sewaktu : 145 mg/dlUreum : 24 mg/dl

Kreatinin : 0,87 mg/dlNatrium : 137 mEq/lKalium : 3,2 mEq/lKlorida : 112 mEq/l

Diagnosa kerja : 1. Fungsional : STEMI inferior onset 30 menit KILLIP I TIMI risk 2/142. Anatomi : arteri koroner3. Etiologi : aterosklerosis

Differensial Diagnosa :1. Unstable angina pectoris2. Non ST-Elevation Myocard Infarct (NSTEMI)3. Myocardial ischemia4. Diseksi aorta

Pengobatan :1. Bed rest2. O2 2-4 l/menit 3. IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro4. Plavix loading dose 300 mg – 1x75 mg5. Aspilet loading dose 160 mg – 1x80 mg

22

Page 24: Lapkas Cardio

6. Simvastatin 1x40 mg7. ISDN 3x5 mg8. Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam9. Inj. Pethidin 25 mg

Rencana pemeriksaan lanjutan :1. EKG serial2. Enzim jantung serial3. Lipid profile4. KGD N/ 2 jam PP, HbA1C5. Ekokardiografi

Prognosis : Dubia ad bonamKlasifikasi Killip

Kelas Definisi Proporsi pasien Mortalitas (%)

I Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 40-50% 6

II + S3 dan/atau ronkhi basah di basal paru 30-40% 17

III Edema paru akut 10-15% 30-40

IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80

TIMI Risk Score untuk Infark Miokard dengan elevasi STFaktor risiko (bobot) Poin

Usia 65-74 tahun (2 poin) 2 > 75 tahun (3 poin) 3Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 1TDS <100mmHg (3 poin) 3Frekuensi jantung > 100x/menit (2 poin) 2Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 2Berat < 67 kg (1 poin) 1Elevasi ST anterior atau LBBB (1 poin) 1Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 1Skor risiko = total poin (0-14) 2/14

Total Poin Angka Mortalitas dalam 30 Hari (%)

0 0.81 1.62 2.23 4.44 7.35 12.46 16.1

23

Page 25: Lapkas Cardio

7 23.48 26.8>8 35.9

Follow Up Pasien Tanggal 16/8/2014:S : nyeri dada (+)O : sens : CM HR : 60x/i T : 36,4oC

TD : 100/70 mmHg RR : 20x/iKepala : mata : anemis -/- ikterik -/-Leher : TVJ R+2 cm H2OToraks : Cor : S1S2 (N), murmur (-), gallop (-) Pulmo : SP: vesikuler , ST : ronkhi -/-Abdomen : soepel, BU (+) NEkstremitas : akral hangat, oedem pretibial -/-EKG : SR+, ST elevasi di II, III, aVF, ST depresi di aVL, V1-V3Kesan : SR+ infark interior + iskemik lateral

A : STEMI inferior onset 30 menit KILLIP I TIMI risk 2/14P : -Bed rest

-O2 2-4 L/i-IVFD NaCl 0,9% gtt/i mikro-plavix 1x75 mg (loading 300 mg)-Aspilet 1x80 mg (loading 160mg kuyah)-Simvastatin 1x40mg- ISDN 3x5 mg- Inj. Stereptokinase 1,5 juta unit (dlm 1 jam)-Inj. lovenox 0,6cc/12 jam- Pethidin 25mg (k/p)- Laxadin syr 1 x CI-Aprazolam 1 x 0,5 mg

Tanggal 17/8/2014:S : nyeri dada (-)O : sens : CM HR : 60x/i T : 36,4oC

TD : 120/80 mmHg RR : 20x/iKepala : mata : anemis -/- ikterik -/-Leher : TVJ R+2 cm H2OToraks : Cor : S1S2 (N), murmur (-), gallop (-) Pulmo : SP: vesikuler , ST : ronkhi -/-Abdomen : soepel, BU (+) NEkstremitas : akral hangat, oedem pretibial -/-

A : STEMI inferior onset 30 menit KILLIP I TIMI risk 2/14P : -Bed rest

24

Page 26: Lapkas Cardio

-O2 2-4 L/i-IVFD NaCl 0,9% gtt/i mikro-plavix 1x75 mg -Aspilet 1x80 mg -Simvastatin 1x40mg- ISDN 3x5 mg-Inj. lovenox 0,6cc/12 jam- Laxadin syr 1 x CI-Aprazolam 1 x 0,5 mgRencana: Cek lab: CKMB, Troponin T (serial), KGD N/2jPP, HbA1C, Lipid profile, urinalisa

Tanggal 18/8/2014 :S : nyeri dada (-)O : sens : CM HR : 66x/i T : 36,5oC

TD : 120/80 mmHg RR : 20x/iKepala : mata : anemis -/- ikterik -/-Leher : TVJ R+2 cm H2OToraks : Cor : S1S2 (N), murmur (-), gallop (-) Pulmo : SP: vesikuler , ST : ronkhi -/-Abdomen : soepel, BU (+) NEkstremitas : akral hangat, oedem pretibial -/-

A : STEMI inferior onset 30 menit KILLIP I TIMI risk 2/14 P : -Bed rest

-O2 2-4 L/i-IVFD NaCl 0,9% gtt/i mikro- Inj lovenox 0,6cc/12 jam (H3)-Plavix 1x75 mg -Aspilet 1x80 mg -Simvastatin 1x40mg- ISDN 3x5 mg-Aprazolam 1 x 0,5 mg

Tanggal 19/8/2014 :S : nyeri dada (-)O : sens : CM HR : 66x/i T : 36,5oC

TD : 100/80 mmHg RR : 20x/iKepala : mata : anemis -/- ikterik -/-Leher : TVJ R+2 cm H2OToraks : Cor : S1S2 (N), murmur (-), gallop (-) Pulmo : SP: vesikuler , ST : ronkhi -/-Abdomen : soepel, BU (+) NEkstremitas : akral hangat, oedem pretibial -/-

A : STEMI inferior onset 30 menit KILLIP I TIMI risk 2/14

25

Page 27: Lapkas Cardio

P : -Bed rest-O2 2-4 L/i-IVFD NaCl 0,9% gtt/i mikro- Inj lovenox 0,6cc/12 jam (H3)-plavix 1x75 mg -Aspilet 1x80 mg -Simvastatin 1x40mg- ISDN 3x5 mg-Aprazolam 1 x 0,5 mg

Tanggal 20/8/2014:S : nyeri dada (-)O : sens : CM HR : 72x/i T : 36,6oC

TD : 100/80 mmHg RR : 20x/iKepala : mata : anemis -/- ikterik -/-Leher : TVJ R+2 cm H2OToraks : Cor : S1S2 (N), murmur (-), gallop (-) Pulmo : SP: vesikuler , ST : ronkhi -/-Abdomen : soepel, BU (+) NEkstremitas : akral hangat, oedem pretibial -/-

A : STEMI inferior onset 30 menit KILLIP I TIMI risk 2/14P : -Bed rest

-O2 2-4 L/i-Plavix 1x75 mg -Aspilet 1x80 mg (loading 160mg kuyah)-Simvastatin 1x40mg- ISDN 3x5 mg- Inj. lovenox 0,6cc/12 jam- Pethidin 25mg (k/p)- Laxadin syr 1 x CI-Aprazolam 1 x 0,5 mg

Tanggal 21/8/2014 :S : nyeri dada (-)O : sens : CM HR : 72x/i T : 36,6oC

TD : 110/70 mmHg RR : 20x/iKepala : mata : anemis -/- ikterik -/-Leher : TVJ R+2 cm H2OToraks : Cor : S1S2 (N), murmur (-), gallop (-) Pulmo : SP: vesikuler , ST : ronkhi -/-Abdomen : soepel, BU (+) NEkstremitas : akral hangat, oedem pretibial -/-

A : STEMI inferior onset 30 menit KILLIP I TIMI risk 2/14P : -Bed rest

26

Page 28: Lapkas Cardio

-O2 2-4 L/i-Plavix 1x75 mg -Aspilet 1x80 mg (loading 160mg kuyah)-Simvastatin 1x40mg- ISDN 3x5 mg- Inj. lovenox 0,6cc/12 jam- Pethidin 25mg (k/p)- Laxadin syr 1 x CI-Aprazolam 1 x 0,5 mgRencana : Cek DL, Elektrolit, HST, Echocardiography

BAB 4PENUTUP

4.1. Kesimpulan

S, laki–laki berusia 44 tahun, mengalami STEMI inferior onset 30 menit Killip I TIMI Risk 2/14 dan diberi pengobatan:

Bed rest O2 2-4 l/menit IVFD NaCl 0,9% 10gtt/i mikro Plavix loading dose 300 mg – 1x75 mg Aspilet loading dose 160 mg – 1x80 mg Simvastatin 1x40 mg ISDN 3x5 mg Inj. Lovenox 0,6 cc/12 jam Inj. Pethidin 25 mg

27

Page 29: Lapkas Cardio

DAFTAR PUSTAKA

1. Khairuni, Raisa., 2013. Gambaran Jenis dan Biaya Obat pada Pasien Rawat Inap dengan Sindroma Koroner Akut di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2011. USU Institutional repository.

2. Nielsen K., Faergeman O., Larsen M.L., and Foldspang A., 2006. "Danish singles have a two fold risk of acute coronary syndrome. Dalam: Nurulita A, Bahrun U., Arif M., 2011. Perbandingan Kadar Apolipoprotein B dan Fraksi Lipid Sebagai Faktor Resiko Sindroma Koroner Akut. JST Kesehatan 2011; 1: 95

3. Lilly, L. S., 2011.Pathophysiology of Heart Disease: Edisi 5.Lippincott Williams&Wilkins.Philadelphia, 161-162.

4. World Health Organization,2008. Mortality Country Fact Sheet . Available from: http://www.who.int/whosis/mort/profiles/mort_searo_idn_indonesia.pdf

5. Gaziano, T.A, Gaziano, J.M, 2008. Epidemiology of Cardiovascular Disease.In : Loscalzo, J. ed. Harrison’s Cardiovascular Medicine. United State of America: The McGraw-Hill Companies : 18

6. Antman, E.M., Anbe, D.T., Armstrong, P.W., Bates, E.R., Green, L.A., Hand, M. et al, 2004. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients with ST-elevation Myocardial Infarction : A Report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines (Committee to revise the 1999 guidelines for the management of patients with acute myocardial infarction). Circulation 2004;110:588-636.

7. World Health Organization,2008. Mortality Country Fact Sheet . Available from: http://www.who.int/whosis/mort/profiles/mort_searo_idn_indonesia.pdf

28

Page 30: Lapkas Cardio

8. KementerianKesehatan Indonesia, 2011.Risiko Utama Penyakit Tidak Menular Disebabkan Rokok. Jakarta: DepartemenKesehatanRepublik Indonesia. Available from: http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-newsslider/1386-risiko-utama-penyakit-tidak-menular-disebabkan-rokok.html

9. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2014. Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST. Edisi ke-3.

10. Rhee W.J, Sabattne S.M., Lily S.L., 2011. Acute Coronary Syndromes,p.161-188, Pathophysiology of Heart Diseases, 5th edition, Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business.

11. Antman E.M., Braunwald E., 2008. Disorders of cardiovascular system.ST-segment Elevation Myocardial Infarction, p.1532-1544. Harrison’s Internal Medicine, 17th

edition, United States of America, The McGraw-Hill Companies. 12. Katritsis, D.G., Gersh, B.J., and Camm, A.J., 2013. Acute Myocardial Infarction, p.177.

In: Clinical Cardiology: Current Practice Guidelines, Oxford, Oxford University Press.13. Kawai C., Pathognesis of Acute Myocardial Infarction, Novel Regulatory System of

Bioactive Substance in the Vessel Wall. 2012. American Heart Association .14. Diego S., William W., Thygesen C., Management of acute myocardial infarction in

patients presenting with ST-segment elevation.2002. European Society of Cardiology. Elsevier.

15. Tyroler H.A., Diseases and Health Probelms, 2000, Coronary Heart Disease Epidemiology in the 21st Century, The Johns Hopkins University School of Hygiene and Public Health.

16. American Heart Association. Older Americans and Cardiovascular Diseases-Statistics. 2013.Available from: http://www.american heart.org/presenter.jhtml identifier_3000936

17. Fuster,at al. Hurst, The Heart Disease. 13th, 2011, McGraw Hill Publisher.18. Steg, Gabriel, et.al., 2012, ESC Guidelines for The Management of Acute Myocardial

Infarction in Patients Presenting with ST-Segment Elevation, European Heart Journal, p. 1-51

19. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation. Eur Heart J 2012; 33 :2501–2502.

20. Killip T, Kimball JT (Oct 1967). “Treatment of myocardial infarction in a coronary care unit. A two year experience with 250 patients”. Am J Cardiol. 20(4):457-64

29