Download - Lapkas Cardio Stemi

Transcript
Page 1: Lapkas Cardio Stemi

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan

berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini

dengan judul " Infark Miokard Dengan Elevasi Segmen ST Posterior".

Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen

Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

pembimbing, dr. Ali Nafiah Nastuion, Sp.JP, yang telah meluangkan waktunya

dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga

penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari

kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis

mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan

laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir

kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 22 September 2014

Penulis

Page 2: Lapkas Cardio Stemi

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 3

2.1. Anatomi Pembuluh Koroner.......................................................... 3

2.2. Infark Miokard dengan Elevasi Segmen T.................................... 3

2.2.1. Definisi........................................................................................ 3

2.2.2. Etiologi dan Faktor Risiko.......................................................... 4

2.2.3. Patofisiologi................................................................................ 7

2.2.4. Manifestasi Klinis....................................................................... 11

2.2.5. Diagnosis..................................................................................... 12

2.2.6. Penatalaksanaan.......................................................................... 17

2.2.7. Komplikasi.................................................................................. 23

2.2.8. Prognosis..................................................................................... 24

2.3. STEMI posterior............................................................................ 25

BAB 3 LAPORAN KASUS............................................................................ 27

BAB 4 KESIMPULAN................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 49

Page 3: Lapkas Cardio Stemi

iii

Page 4: Lapkas Cardio Stemi

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah istilah yang digunakan untuk

kumpulan simptom yang muncul akibat iskemia miokard akut. SKA yang terjadi

akibat infark otot jantung disebut infark miokard. Termasuk di dalam SKA adalah

unstable angina pektoris, infark miokard non elevasi segmen ST (Non STEMI),

dan infark miokard elevasi segmen ST (STEMI)1.

Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh

karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung.

Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian diikuti oleh

pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard infark

bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral.

Infark miokard akut diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 sadapan,

menjadi infark miokard akut ST elevasi (STEMI) : oklusi total dari arteri koroner

yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan

miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Infark

miokard akut Non ST elevasi (NSTEMI) : oklusi sebagian dari arteri koroner

tanpa melibatkan seluruh miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada

EKG1.

Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit infark miokard akut

merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7.200.000

(12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Penyakit ini adalah

penyebab utama kematian pada orang dewasa di mana-mana. Infark miokard akut

adalah penyebab kematian nomor dua pada negara berpenghasilan rendah, dengan

angka mortalitas 2.470.000 (9,4%). Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit infark

miokard akut merupakan penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas

220.000 (14%)5. Direktorat Jendral Yanmedik Indonesia meneliti, bahwa pada

tahun 2007, jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat

jalan di rumah sakit di Indonesia adalah 239.548 jiwa. Tahun 2013, penyakit

Page 5: Lapkas Cardio Stemi

2

infark miokard di Indonesia ± 478.000. Kasus terbanyak adalah panyakit jantung

iskemik, yaitu sekitar 110,183 kasus. Case Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi

pada infark miokard akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal jantung

(13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%) Saat ini, prevalensi STEMI

meningkat dari 25% ke 40% dari presentasi infark miokard2.

1.2. Rumusan Masalah

Ada pun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kaus ini adalah

bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan pasien yang mengalami “infark

miokard elevasi segmen ST (STEMI)” sehingga mendapatkan prognosis yang

baik dan keselamatan pasien terjamin.

1.3. Manfaat Penulisan

Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk mengetahui patofisiologi, manifestasi klinis, perjalanan

penyakit pada penderita STEMI.

2. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis mengenai

diagnosis STEMI.

3. Untuk menambah informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai

penatalaksanaan STEMI

Page 6: Lapkas Cardio Stemi

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Pembuluh Koroner

Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri

koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri

koroner kiri kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri

sirkumfleks kiri. Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus

interventrikuler hingga ke apeks jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada

sulkus arterio-ventrikuler dan mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri

koroner kanan berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah.17

Anatomi pembuluh darah jantung dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1. Pembuluh koroner

2.2. Infark Miokard dengan Elevasi Segmen ST

2.2.1. Definisi

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang

digunakan untuk menggambarkan suatu spektrum keadaan atau kumpulan proses

penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA),

atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial

Page 7: Lapkas Cardio Stemi

4

infarction/ NSTEMI), atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST

elevationmyocardial infarction/STEMI).

Infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST-Elevation Myocardial

Infarction, STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindroma koroner akut yang

terdiri dari angina tipikal dan disertai dengan gambaran elevasi segmen ST yang

persisten di dua sadapan yang bersebelahan pada EKG. Sebagian besar pasien

STEMI akan mengalami peningkatan marka jantung, sehingga berlanjut menjadi

infark miokard dengan elevasi segmen ST. Infark miokard dengan elevasi segmen

ST akut merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner.

Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran

darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan

agen fibrinolitik atau secara mekanik, intervensi koroner perkutan primer3.

Tabel 1. Klasifikasi berdasarkan Killip

1. Derajat I : Tanpa gagal jantung

2. Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galopdan

peningkatan tekanan vena pulmonalis

3. Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh

lapangan paru.

4. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik <90

mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaphoresis) 4

2.2.2. Etiologi dan Faktor Risiko

Seseorang untuk menderita SKA ditentukan melalui interaksi dua atau

lebih faktor risiko antara lain: faktor yang tidak dapat dikendalikan

(nonmodifiable factors) dan faktor yang dapat dikendalikan (modifiable factors).5

Faktor risiko biologis yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu:

a. Usia

Risiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat dengan bertambahnya

usia, diatas 45 tahun pada pria dan diatas 55 tahun pada wanita. Riwayat keluarga

yang memiliki penyakit jantung juga merupakan faktor risiko, termasuk penyakit

Page 8: Lapkas Cardio Stemi

5

jantung pada ayah dan saudara pria yang didiagnosa sebelum umur 55 tahun, dan

pada ibu atau saudara perempuan yang didiagnosa sebelum umur 65 tahun.

Pasien usia lanjut lebih sering dari pada usia muda mengalami perubahan

abnormalitas anatomi dan fisiologi kardiovaskular, termasuk respon simpatis beta

yang terbatas, peningkatan afterload jantung karena penurunan compliance arteri

dan hipertensi arterial, hipotensi ortostatik, hipertropi jantung, dan disfungsi

ventrikular terutama disfungsi diastolik.

b. Jenis kelamin

Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi daripada perempuan. Walaupun

setelah menopause, tingkat kematian perempuan akibat penyakit jantung

meningkat, tapi tetap tidak sebanyak tingkat kematian pada laki-laki.

c. Riwayat keluarga

Anak-anak dengan orang tua yang memiliki riwayat penyakit jantung,

lebih berisiko untuk terkena penyakit jantung itu sendiri.

d. Ras/Suku

Afrika Amerika memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada

Kaukasian, dan memiiki risiko lebih tinggi pada penyakit jantung. Risiko tinggi

juga terdapat pada orang Mexican Amerika, American India, native Hawaiians

dan Asian Amerika. Hal ini juga berhubungan dengan tingginya angka orang yang

obesitas dan diabetes. Insidensi kematian pada penyakit jantung koroner pada

orang Asia yang tinggal di Inggris lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk

lokal, sedangkan angka yang rendah terdapat pada ras Afro-Karibia.6

e. Kelas sosial

Tingkat kematian akibat penyakit jantung koroner tiga kali lebih tinggi

pada pekerja kasar laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja pofesi

(misal dokter, pengacara dll). Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata dua

kali lebih besar untuk mengalami kematian dini akibat penyakit jantung koroner

dibandingkan istri pekerja profesional/non-manual.

Sementara itu faktor risiko yang dapat dimodifikasi, antara lain:

Page 9: Lapkas Cardio Stemi

6

a. Merokok

Peran rokok dalam penyakit jantung koroner, antara lain menimbulkan

aterosklerosis, peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi, peningkatan

tekanan darah, pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung,

dan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau

lebih dalam sehari bisa meningkatkan risiko 2-3 kali dibandingkan individu yang

tidak merokok.

b. Konsumsi alkohol

Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alkohol dosis rendah hingga

moderat, dimana ia bisa meningkatkan trombolisis endogen, mengurangi adhesi

platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya

masih kontroversial tidak semua literatur mendukung konsep ini, bahkan

peningkatan dosis alkohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas

kardiovaskular karena aritmia, hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.6

c. Hipertensi

Hipertensi menyebabkan peningkatan afterload yang secara tidak

langsung akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan

memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya afterload

yang pada akhirnya meningkatkan kebutuhan oksigen jantung.6

d. Dislipidemia

Kolesterol merupakan prasyarat terjadi penyakit koroner pada jantung.

Kolesterol akan berakumulasi di lapisan intima dan media pembuluh arteri

koroner. Jika hal tersebut terus berlangsung, maka akan terbentuk plak sehingga

pembuluh arteri koroner yang mengalami inflamasi atau terjadi penumpukan

lemak akan mengalami aterosklerosis.7

e. Obesitas

Pada umumnya, obesitas cenderung meningkatkan kadar kolesterol total

dan trigliserida dan menurunkan kadar HDL. Meskipun kolesterol LDL tetap

meningkat sedikit atau normal, partikel small dense LDL yang aterogenik

cenderung meningkat, terutama pada pasien dengan resistensi insulin yang

Page 10: Lapkas Cardio Stemi

7

berkaitan dengan adipositas viseral. Perubahan-perubahan ini meningkatkan risiko

terjadinya aterosklerosis.

f. Olahraga

Aktivitas aerobik yang teratur akan menurunkan risiko terkena penyakit

jantung koroner, yaitu sebesar 20-40%.

g. Diabetes Melitus

Diabetes Melitus sudah dikenal sebagai faktor risiko utama penyakit

kardiovaskular. Data dari penelitian klinis menunjukkan sebagian besar pasien

DM meninggal karena penyakit kardiovaskular dan lebih dari tiga perempat

pasien DM yang meninggal penyebabnya dikaitkan dengan aterosklerosis,

sebagian besar kasus (75%) karena PJK.

Diabetes Melitus tipe 2 meningkatkan risiko PJK, 2 sampai 4 kali pada

populasi secara keseluruhan. Pasien DM tanpa riwayat PJK mempunyai risiko

infark miokard yang sama seperti pasien PJK yang bukan DM.. Risiko PJK

tersebut bahkan lebih tinggi pada wanita. Pasien DM wanita mempunyai laju

kematian 5-8 kali lebih tinggi daripada wanita non-diabetes.7

2.2.3. Patofisiologi

STEMI umumnya disebabkan penurunan atau berhentinya aliran darah

secara tiba-tiba akibat oklusi trombus pada arteri koroner yang sudah mengalami

aterosklerosis. Pada kebanyakan kasus, proses akut dimulai dengan ruptur atau

pecahnya plak ateroma pembuluh darah koroner, dimana trombus mural timbul

pada lokasi ruptur dan menyebabkan oklusi arteri koroner, baik secara total atau

parsial. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung

fibrous (fibrous cap) yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh

proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Secara histologis, plak

koroner yang lebih mudah ruptur adalah yang intinya kaya dengan lemak dan

yang mempunyai fibrous cap yang tipis3. Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet,

merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan

inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap

faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi

Page 11: Lapkas Cardio Stemi

8

endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti

nitric oxide. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi

vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan

pertumbuhan sel sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner4 seperti

terlihat pada gambar 2.2. Pasokan oksigen yang berhenti selama kira-kira 20

menit dapat menyebabkan nekrosis pada miokardium (infark miokard)3.

Page 12: Lapkas Cardio Stemi

9

Gambar 2.1. Proses Pembentukan Plak

Gambar 2.2. Mekanisme Pembentukan Trombus Koroner

Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.

Kemudian leukosit bermigrasi ke subendotel dan berubah menjadi makrofag. Di

sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol

LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel

busa (foam cell) seperti pada gambar 2.1.. Faktor pertumbuhan dan trombosit

menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan

proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur.

Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh

darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan

terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau

perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.8

Menurut American Heart Association, tipe plak diklasifikasikan sesuai

dengan tampilan klinis dan histologi.

a. Tipe I (lesi awal)

Terdiri dari makrofag dan sel busa, berlaku pada dekade pertama dan

asimptomatik.

Page 13: Lapkas Cardio Stemi

10

b. Tipe II (fatty streak)

Terdiri dari akumulasi lipid, berlaku pada dekade pertama, dan

asimptomatik.

c. Tipe III (lesi intermediate)

Sedikit berbeda dari tipe II. Terdiri dari kumpulan lipid ekstraseluler,

berlaku pada dekade tiga dan asimptomatik.

d. Tipe IV (atheroma)

Intinya terdiri dari lipid ekstraseluler dan berlaku pada dekade ketiga. Pada

awalnya asimptomatik dan menjadi simptomatik.

e. Tipe V (fibroatheroma)

Berinti lipid dan terdapat lapisan fibrosis, atau beinti lipid multiple dan

lapisan fibrosis atau terdiri dari kalsifikasi terutama atau fibrosis. Terdapat

pertumbuhan otot polos dan kolagen. Biasanya berlaku pada dekade

keempat dan bisa simptomatik atau asimptomatik.

f. Tipe VI (complicate lesion)

Adanya defek permukaan,hematoma-hemorrhage, dan trombus. Biasanya

berlaku pada dekade keempat dan bisa simptomatik atau asimptomatik.4

Kerusakan miokard yang disebabkan oklusi arteri koroner bergantung

pada beberapa faktor, yaitu bagian yang disuplai oleh pembuluh darah yang rusak,

apakah oklusinya total atau parsial, durasi oklusi koroner, kuantitas darah yang

disuplai oleh pembuluh darah koroner ke jaringan yang terganggu, kebutuhan

oksigen oleh miokard, dan apakah perfusi miokard pada daerah infark adekuat

setelah pulih seperti pada gambar 2.3. Faktor pemicu pada STEMI antara lain

aktivitas fisik yang berat, stres emosional, penyakit medis atau pembedahan, serta

penyalahgunaan kokain ataupun narkoba lain seperti amfetamin.9

Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas

miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang),

disritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran, dan fungsi

ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan

Page 14: Lapkas Cardio Stemi

11

Gambar 2.3. Konsekuensi dari Trombosis Koroner

di atas, melainkan karena obstruksi dinamis akibat spasme local dari arteri

koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa

spasme maupun thrombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis

setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP). Sementara itu terdapat beberapa faktor

ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat

menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak

aterosklerosis.3

2.2.4. Manifestasi Klinis

a. Nyeri Dada

Mayoritas pasien (80%) datang dengan keluhan nyeri dada. Perbedaan

dengan nyeri pada angina adalah nyeri pada infark lebih panjang yaitu minimal 20

menit, sedangkan pada angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina

biasanya nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark tidak. Nyeri

dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai dengan keluarnya keringat dingin atau

perasaan takut. Meskipun IMA memiliki ciri nyeri yang khas yaitu menjalar ke

Page 15: Lapkas Cardio Stemi

12

lengan kiri, bahu, leher sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu

nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya terjadi pada manula, atau

penderita DM berkaitan dengan neuropati.

b. Sesak Napas

Sesak napas bisa disebabkan oleh peningkatan tekanan akhir diastolik

ventrikel kiri yang mendadak, disamping itu perasaan cemas bisa menimbulkan

hiperventilasi. Pada infark yang tanpa gejala nyeri, sesak napas merupakan tanda

adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.

c. Gejala Gastrointestinal

Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan muntah, dan biasanya

lebih sering pada infark inferior dan stimulasi diafragma pada infak inferior juga

bisa menyebabkan cegukan.

d. Gejala Lain

Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia ventrikel, dan

gejala akibat emboli arteri (misalnya stroke, iskemia ekstremitas).

2.2.5. Diagnosa

a. Anamnesa

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu ditelaah secara

cermat apakah nyeri dada yang timbul tipikal berasal dari arteri koroner atau

bukan. Riwayat nyeri dada sebelumnya juga perlu ditanyakan, selain faktor-faktor

risiko PJK (Penyakit Jantung Koroner) yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi,

diabetes melitus, dislipidemia, merokok, obesitas, stres serta aktivitas fisik. Selain

itu riwayat keluarga sakit jantung koroner perlu ditanyakan.

Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi

STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stres emosional atau penyakit medis atau

tindakan pembedahan. Walaupun STEMI bisa terjadi hampir sepanjang hari atau

Page 16: Lapkas Cardio Stemi

13

malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah

bangun tidur.

Sifat nyeri dada/angina tipikal antara lain:

Lokasi nyeri: substernal, retrosternal, dan prekordial.

Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,

seperti ditusuk, rasa diperas,dan dipelintir.

Penjalaran: biasanya lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,

punggung/interscapular, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau dengan obat golongan

nitrat.

Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah

makan.

Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin,

cemas dan lemas.

Gambar 2.4.Faktor Pembeda dalam Mendiagnosa Sindrom Koroner

Akut

Page 17: Lapkas Cardio Stemi

14

Gambar 2.5. Diagnosa Banding Sindrom Koroner Akut

Diagnosis banding STEMI antara lain perikarditis akut, emboli paru,

diseksi aorta akut, kostokondritis, dan gangguan gastrointestinal. Nyeri dada tidak

selalu ditemukan pada STEMI. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST

tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes melitus dan usia lanjut.

b. Pemeriksaan Fisik

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali

dijumpai ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada

subternal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar

seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf

simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior

menunjukkan hiperaktifitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).

Page 18: Lapkas Cardio Stemi

15

Tanda fisik lainnya pada disfungsi ventrikel adalah S4 dan S3 gallop,

penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung

kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat

sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub.

Peningkatan suhu sampai 380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca

STEMI.

c. Elektrokardiogram (EKG)

Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan EKG yaitu adanya elevasi ST ≥

2mm, minimal pada 2 sadapan prekondrial yang berdampingan atau ≥ 1mm pada

2 sadapan ekstremitas. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada

semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI.

Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di

Instalasi Gawat Darurat (IGD). Pemeriksaan EKG di IGD menjadi landasan

dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat dalam menunjukkan

gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasikan pasien yang bermanfaat

untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik

untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI,

EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sadapan secara

kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi ST.

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami

evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark

miokard gelombang Q. Apabila obstruksi yang terjadi tidak total, bersifat

sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak akan ditemukan

elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris tak stabil

atau non STEMI.

Page 19: Lapkas Cardio Stemi

16

Lokasi Lokasi Elevasi

Segmen ST

Perubahan

Resiprokal

Arteri Koroner

Anterior V3,V4 V7,V8,V9 Arteri koroner

kiri,cabang

LAD/Diagonal

Anteroseptal V1,V2,V3 V7,V8,V9 Arteri koroner

kiri,cabang LAD

diagonal cabang

LAD septal

Anteroekstensif I,aVL,V2-V6 I,III,aVF Arteri koroner

kiri,proksimal

LAD

Anterolateral I,aVL,V3,V4,V5,V6 II,III,aVF,V7,V8,V9 Arteri koroner kiri

Cabang LAD-diagonal

dan cabang sirkumfleks

Inferior II,III,aVF I,aVL,V2,V3 Arteri koroner kanan

cabang decendens

posterior dan cabang

arteri koroner kiri

sirkumfleks

Lateral I,aVL,V5,V6 II,III,aVF Arteri koroner kiri

Cabang LAD- diagonal

dan cabang sirkumfleks

Septum V1,V2 V7,V8,V9 Arteri koroner kiri

cabang LAD-septal

Posterior V7,V8,V9 V1,V2,V3 Arteri koroner kanan/

sirkumfleks

Page 20: Lapkas Cardio Stemi

17

Ventrikel kanan V3R-V4R I,Avl Arteri koroner kanan

proksimal

d. Laboratorium

Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan

adalah creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn

I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk

pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga

akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA,

terapi reperfusi diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan

biomarker.

Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan

ada nekrosis jantung (infark miokard).

CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai

puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi

jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB

cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam

bila infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T

masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari

Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic

dehidrogenase (LDH)

Page 21: Lapkas Cardio Stemi

18

Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang

dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama

3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL.10

e. Angiografi Koroner (Coronary angiography)

Angiografi koroner merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada

jantung dan pembuluh darah yang sering dilakukan selama serangan untuk

menentukan letak sumbatan pada arteri koroner. Jika ditemukan sumbatan,

tindakan lain yang dinamakan angioplasty, dapat dilakukan untuk memulihkan

aliran darah pada arteri tersebut. Terkadang akan ditempatkan stent (pipa kecil

yang berpori) dalam arteri.

2.2.6. Penatalaksanaan

a. Tatakasana Pra Rumah Sakit

Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok

komplikasi umum yaitu : komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik

(pump failure). Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI

disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi pada

jam pertama.

Elemen utama tatalaksana pra rumah sakit pada pasien yang dicurigai

STEMI antara lain:

Penanganan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan

resusitasi

Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/

ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih.

Melakukan terapi reperfusi

Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya

bukan selama transportasi ke rumah sakit, namun karena lama waktu mulai onset

nyeri dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa

ditanggulangi dengan cara edukasi kepada masyarakat.

Page 22: Lapkas Cardio Stemi

19

b. Tatalaksana Umum

Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis, diindikasikan

untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi

segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga)

baru. Terapi reperfusi (sebaiknya IKP primer) diindikasikan bila terdapat bukti

iskemia yang sedang terjadi, bahkan jika gejala mungkin telah timbul >12 jam

yang lalu atau bila nyeri dan perubahan EKG terlihat terhambat. Reperfusi dini

akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat disfungsi dan

dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang

menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.3

1. Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen

arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan

oksigen selama 6 jam pertama.7

2. Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik

pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada infark miokard. Morfin diberikan

secara bolus intravena dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval

5-15 menit dengan dosis total 20 mg. Mengurangi dan menghilangkan nyeri

dada sangat penting karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang

menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung.11,7

3. Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKP primer)

IKP primer terbukti memiliki keberhasilan membuka dan

mempertahankan patensi arteri koroner yang tersumbat lebih baik

dibandingkan dengan fibrinolisis apabila dilakukan oleh tim yang

berpengalaman dalam 120 menit dari waktu kontak medis pertama. IKP

primer diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung akut yang berat atau

syok kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa pemberian IKP akan

tertunda lama dan bila pasien datang dengan awitan gejala yang telah lama.

Page 23: Lapkas Cardio Stemi

20

Pasien yang akan menjalani IKP primer sebaiknya mendapatkan terapi

antiplatelet ganda (DAPT) berupa aspirin dan penghambat reseptor ADP

sesegera mungkin sebelum angiografi, disertai dengan antikoagulan

intravena.3

4. Terapi fibrinolitik

Terapi fibrinolitik direkomendasikan diberikan dalam 12 jam pertama

sejak awitan gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP

primer tidak bisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit

sejak kontak medis pertama.

Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase)

lebih disarankan dibandingkan agen-agen tidak spesifik terhadap fibrin

(streptokinase). Aspirin oral atau intravena harus diberikan dengan dosis

loading 150-300 mg, tanpa memandang strategi pengobatan yang diberikan.

Clopidogrel direkomendasikan untuk diberikan bersama dengan aspirin.

Antikoagulan direkomendasikan pada pasien-pasien STEMI yang diobati

dengan fibrinolitik hingga revaskularisasi (bila dilakukan) atau selama

dirawat di rumah sakit hingga 5 hari.

Setelah diberikan fibrinolisis, semua pasien perlu dirujuk ke rumah sakit

yang menyediakan IKP. IKP “rescue” diindikasikan segera setelah

fibrinolisis gagal, yaitu resolusi segmen ST kurang dari 50% setelah 60 menit

disertai tidak hilangnya nyeri dada.

Kontraindikasi fibrinolitik:

Kontraindikasi absolut: Kontraindikasi relatif:

Riwayat perdarahan intrakranial apapun. Riwayat hipertensi kronik dan berat yang tidak

terkontrol.

Lesi struktural cerebrovaskular. Riwayat stroke iskemik > 3 bulan, demensia, atau

kelainan intrakranial selain yang disebutkan pada

kontraindikasi absolut.

Page 24: Lapkas Cardio Stemi

21

Tumor intrakranial (primer ataupun

metastasis).

Resusitasi jantung paru traumatic atau lama > 10

menit atau operasi besar < 3 minggu.

Stroke iskemik dalam 3 bulan atau

dalam 3 jam terakhir.

Perdarahan internal dalam2-4 minggu terakhir.

Dicurigai adanya suatu diseksi aorta. Terapi antikoagulan oral.

Adanya trauma/ pembedahan/ trauma

kepala dalam 3 bulan terakhir.

Kehamilan.

Adanya perdarahan aktif (termasuk

menstruasi).

Khusus untuk streptokinase/ anistreplase : riwayat

pemaparan sebelumnya (>5hari) atau riwayat alergi

terhadap zat-zat tersebut.

Terapi awalAntitrombin

Terapi

Kontraindikasi

Spesifik

Streptokinase(SK

)

1,5 juta unit/

100ml D5% atau

NaCl 0,9%

selama 30 – 60

menit.

Dengan atau

tanpa heparin iv

selama 24 – 48

jam

Riwayat SK atau

anistreplase

Alteplase(tPA) 15 mg iv bolus

0,75 mg/ kg BB

selama 30 menit

kemudian 0,5

mg/ kg BB

selama 60 menit

iv. Dosis total

tidak melebihi

100mg

Heparin iv

selama 24 – 48

jam

Page 25: Lapkas Cardio Stemi

22

Gambar 2.6. Pendekatan Manajemen STEMI oleh ESC 2012 GL13

c. Terapi Jangka Panjang

Mengingat sifat PJK sebagai penyakit kronis dan risiko tinggi bagi pasien

yang telah pulih dari STEMI untuk mengalami kejadian kardiovaskular

selanjutnya dan kematian premature, perlu dilakukan berbagai intervensi untuk

meningkatkan prognosis pasien. Terapi jangka panjang yang disarankan setelah

pasien pulih dari STEMI adalah4

1. Kendalikan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, dan terutama

merokok.

2. Terapi antiplatelet dengan aspirin dosis rendah (75-100 mg)

diindikasikan tanpa henti.

3. DAPT (aspirin dengan penghambat reseptor ADP) seperti clopidogrel

(75 mg setiap hari) diindikasikan hingga 12 bulan setelah STEMI.

4. Pengobatan oral dengan penyekat beta (β-blocker) diindikasikan untuk

pasien-pasien dengan gagal ginjal atau disfungsi ventrikel kiri.

Page 26: Lapkas Cardio Stemi

23

5. Profil lipid puasa harus didapatkan pada setiap pasien STEMI sesegera

mungkin sejak datang.

6. Statin dosis tinggi perlu diberikan atau dilanjutkan segera setelah pasien

masuk rumah sakit bila tidak ada indikasi kontra atau riwayat

intoleransi, tanpa memandang nilai kolesterol inisial.

7. ACE-I diindikasikan sejak 24 jam untuk pasien-pasien STEMI dengan

gagal ginjal, disfungsi sistolik ventrikel kiri, diabetes, atau infark

anterior. Sebagai alternative dari ACE-I, ARB dapat digunakan.

8. Antagonis aldosterone diindikasikan bila fraksi-fraksi ejeksi ≤ 40%

dengan syarat tidak terdapat gagal ginjal (kreatinin >2,5 mg/dl) atau

hiperkalemia.

2.2.7. Komplikasi

Page 27: Lapkas Cardio Stemi

24

Gambar 2.7. Komplikasi Infark Miokard

Ketika proses infark telah terjadi, terutama pada STEMI, komplikasi dapat

timbul dari abnormalitas proses inflamasi, mekanik, dan elektrik yang dipicu oleh

daerah miokard yang nekrosis (gambar 2.7)

a. Aritmia

Aritmia sering terjadi selama infark miokard akut dan merupakan

penyebab kematian terbesar pada pasien-pasien yang tiba di rumah sakit.

Mekanisme yang berkontribusi terhadap terbentuknya aritmia setelah proses

infark miokard, sebagai berikut :

1. Terganggunya anatomis aliran darah yang menuju struktur yang

menghantarkan konduksi listrik jantung (seperti SA node, AV node, dan

bundle branch)

2. Akumulasi hasil-hasil metabolik yang toksik (contohnya asidosis selular)

dan konsentrasi ion transcellular yang abnormal karena kebocoran

membran.

3. Stimulasi otonom (simpatis dan parasimpatis)

4. Administrasi dari obat-obat aritmogenik (contohnya dopamin)

b. Disfungsi Miokard

1. Congestive Heart Failure

Iskemia akut pada jantung menyebabkan kerusakan dari kontraktilitas

ventrikel (disfungsi sistol) dan peningkatan dari kekakuan miokard

(disfungsi diastol), keduanya dapat menyebabkan munculnya keluhan

gagal jantung. Tanda dan gejala terhadap dekompensasi tersebut termasuk

dispnoe, ronki paru, dan terdengarnya suara jantung 3 (S3).

2. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik adalah kondisi dimana terjadi penurunan yang fatal

terhadap cardiac output dan hipotensi (tekanan darah sistol <90mmHg)

dengan ketidakcukupan perfusi ke jaringan-jaringan perifer, hal ini terjadi

jika lebih dari 40% massa ventrikel kiri sudah terjadi infark.

3. Perikarditis

Page 28: Lapkas Cardio Stemi

25

Perikarditis akut bisa terjadi pada awal masa post-myocard infarct sebagai

akibat dari inflamasi yang menjalar dari miokardium hingga ke

perikardium

4. Tromboemboli

Aliran darah yang stasis pada regio yang terjadi kerusakan kontraksi

ventrikel kiri setelah infark miokard menyebabkan terbentuknya trombus

di intrakvitas, terutama jika infarknya melibatkan apeks ventrikel kiri atau

ketika aneurisma sebenarnya telah terbentuk. Tromboemboli dapat

menyebabkan infark pada organ-organ perifer (seperti cerebrovascular

[stroke] akibat dari emboli ke otak).

2.2.8. Prognosis

Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca infark

miokardium akut (IMA). Prognosis IMA dengan melihat derajat disfungsi

ventrikel kiri secara klinis dinilai menggunakan klasifikasi Killip.

Tabel 2.2. Klasifikasi Killip13

Kelas Definisi Mortalitas(%)

I Tidak terdapat tanda gagal jantung kongestif 6

II S3 dan ronkhi basah pada setengah lapangan paru 17

IIIEdema paru akut ditandai oleh ronkhi basah di seluruh

lapangan paru38

IVSyok kardiogenik yang ditandai oleh tekanan darah sistolik

<90 mmHg dan tanda hipoperfusi jaringan81

Tabel 2.3. TIMI Risk Score untuk Infark Miokard dengan elevasi ST14

Faktor risiko (bobot) Mortalitas 30 hari (%)

Usia 65-74 tahun (2 poin) 0,8

Page 29: Lapkas Cardio Stemi

26

Usia > 75 tahun (3 poin) 1,6

Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2,2

TDS <100mmHg (3 poin) 4,4

Frekuensi jantung > 100mmHg (2 poin) 7,3

Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 12,4

Berat < 67 kg (1 poin) 16,1

Elevasi ST anterior atau LBBB (1poin) 23.4

Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 26,8

Skor risiko = total poin (0-14) 35,9

2.3. STEMI Posterior

Posterior infark miokard merujuk pada infark dinding posterior ventrikel

kiri, yang melibatkan oklusi dari salah satu sirkumfleks kiri atau arteri koroner

kanan. Berdasarkan anatomi koroner ini, mudah untuk memprediksi segmen

anatomi tambahan terlibat dalam kebanyakan kasus dinding posterior miokard

infark miokard inferior atau lateral yang infark akut; Namun, posterior terisolasi

infark dinding memang terjadi. Deteksi posterior miokard infark akut sulit karena

standar 12-lead elektrokardiogram (EKG) tidak memadai gambar dinding

posterior ventrikel kiri. Selain itu, kriteria elektrokardiografi memberi kesan dari

posterior infark miokard akut tidak banyak dikenal di kalangan praktisi. 18

Posterior akut miokard infark dinding telah dilaporkan untuk mewakili 15-

21 persen dari infark miokard akut, sebagian besar terjadi dengan infark akut

dinding inferior atau lateral ventrikel kiri,18 sedangkan STEMI posterior murni

menyumbangkan 3-7% dalam STEMI dan biasanya disebabkan oleh oklusi dari

arteri sirkumfleksi kiri.19

Beberapa temuan elektrokardiografi di lead V1, V2, dan V3 menunjukkan

posterior infark miokard, termasuk depresi horisontal ST-segmen, tinggi

gelombang T tegak, gelombang R lebar tinggi, dan rasio R / S-gelombang lebih

Page 30: Lapkas Cardio Stemi

27

besar dari 1 (hanya di V2). Lead tambahan ditempatkan pada thorax posterior

mungkin lebih sensitif dalam deteksi dinding posterior infark miokard. 18

ST-depresi ≥0.05 mV di lead V1 sampai V3 merupakan temuan yang

dominan, harus ditangani sebagai STEMI . Penggunaan tambahan lead dada

posterior dinding [V7-V9 ≥0.05 mV (≥0.1 mV pada pria, 40 tahun)] dianjurkan

untuk mendeteksi ST elevasi konsisten dengan infark miokard infero-basal.13

Gambar 2.8. EKG posterior infark