LAPORAN PRAKTIKUMKIMIA FISIKA
PENENTUAN KALOR REAKSI
(TERMOKIMIA)
NAMA : IMELDA SUNARYO
NIM : H311 08 258
KELOMPOK : IV
HARI/TGL PERC. : SENIN/08 MARET 2010
ASISTEN : SUKARTI
LABORATORIUM KIMIA FISIKAJURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Termokimia adalah bagian dari termodinamika yang membahas masalah
perubahan panas reaksi kimia. Jika panas dikeluarkan untuk berlangsungnya suatu
reaksi, maka reaksi dinamakan reaksi eksotermis (q negatif), jika sejumlah panas
diserap oleh suatu reaksi maka q positif dan reaksi demikian disebut reaksi
endotermis.
Termokimia sangat berhubungan dengan pengaruh kalor yang menyertai
reaksi-reaksi kimia. Kalor reaksi pada suhu tertentu, T, ialah kalor yang
dilepaskan atau diserap, jika sejumlah zat-zat pereaksi pada suhu T, berubah
menjadi hasil reaksi pada suhu yang sama.
Secara eksperimen kalor reaksi dapat ditentukan dengan kalorimeter. Tapi
tidak semua reaksi dapat ditentukan kalor reaksinya secara kalorimetrik.
Penentuan ini terbatas pada reaksi-reaksi berkesudahan yang berlangsung dengan
cepat seperti pada reaksi pembakaran, reaksi penetralan, dan reaksi pelarutan.
Untuk mengetahui kebenaran dari teori tersebut, yaitu mengenai
bagaimana membuat kalorimeter sederhana dan cara penetapannya serta
penentuan kalor reaksi, maka dilakukan percobaan ini.
Pada percobaan ini akan ditentukan kalor reaksi secara kalorimetrik
dengan menentukan terlebih dahulu tetapan kalorimeter (W) dengan
memperhitungkan banyaknya kalor yang dibebaskan dan diserap dari bahan yang
terlibat maka banyaknya perubahan kalor selama reaksi dapat dihitung. Untuk itu,
maka percobaan ini dilakukan.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud percobaan
Maksud percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan memahami metode
penentuan dari tetapan kalorimeter dan kalor penetralan secara kalorimetrik.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah :
1. Untuk menentukan tetapan kalorimeter secara kalorimetrik
2. Untuk menentukan kalor penetralan larutan HCl dan NaOH secara
kalorimetrik.
1.3 Prinsip Percobaan
Pada penentuan tetapan kalorimeter, mencampurkan akuades dengan
akuades yang dipanaskan kemudian diukur suhunya pada interval waktu tertentu.
Pada penentuan kalor penetralan, mereaksikan larutan asam dengan larutan basa
dan diukur suhunya pada selang waktu setengah menit selama 5 menit. Dengan
penambahan metil jingga sebagai indikator terjadinya reaksi penetralan secara
sempurna.
1.4 Manfaat Percobaan
Manfaat dilakukannya percobaan ini adalah agar mahasiswa dapat
mengetahui cara menentukan tetapan kalorimeter dan kalor penetralan secara
praktikum, tidak hanya melalui teori.
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan NaOH 1
M, larutan HCl 1 M, larutan indikator metil jingga, bahan isolasi dari pecahan
plastik, kertas label, korek api, akuades, tissue roll, gabus, lap kasar dan lap halus.
3.2 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan adalah seperangkat alat kalorimeter yang
terdiri dari : (termometer 100 oC, pengaduk lingkar, gabus, gelas piala, tutup
kaca), pipet tetes, stopwatch, gelas ukur 100 mL, gelas kimia 250 mL, dan
pemanas.
3.3 Prosedur Percobaan
A. Penentuan Tetapan Kalorimeter
1. Disusun alat kalorimeter adiabatik sederhana seperti gambar dibawah ini:
Termometer
Pengaduk lingkar
Bahan Isolasi Gelas piala
Gabus
2. Dimasukkan 100 mL air ke dalam kalorimeter dan dibiarkan beberapa waktu
agar sistem mencapai kesetimbangan termal, kemudian dicatat suhunya (T1).
3. Dengan menggunakan gelas kimia lain, dipanaskan 100 mL akuades hingga
mencapai suhu 50oC, sambil diaduk perlahan-lahan dengan termometer.
Dimatikan pemanas dan dicatat suhunya (T2).
4. Ke dalam kalorimeter dituangkan akuades yang telah dipanaskan tadi,
bersamaan dengan itu dijalankan stopwatch.
5. Termometer diletakkan kembali pada kalorimeter.
6. Sambil diaduk secara perlahan-lahan, suhu dicatat tiap setengah menit selama
lima menit.
B. Penentuan Kalor Penetralan
1. Dituangkan 100 mL NaOH 1M dan 100 mL HCl 1 M pada gelas kimia yang
berbeda. Diamkan beberapa saat kemudian dicatat suhu salah satu larutan (T).
2. Dimasukkan larutan basa dalam kalorimeter.
3. Dituangkan larutan asam ke dalam larutan basa. Kemudian kalorimeter ditutup
dengan cepat. Dicatat suhu campuran tiap setengah menit selama 5 menit
sambil diaduk perlahan-lahan.
4. Ditambahkan 3 tetes larutan indikator metil jingga untuk mengetahui apakah
telah terjadi penetralan secara sempurna. Diamati.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Reaksi kimia yang menyangkut pemecahan dan atau pembentukan ikatan
kimia selalu berhubungan dengan penyerapan atau pelepasan panas. Panas reaksi
adalah banyaknya panas yang dilepaskan atau diserap ketika reaksi kimia
berlangsung , biasanya bila tidak dicantumkan keterangan lain berarti berlangsung
pada tekanan tetap (Bird, 1993).
Termokimia adalah bagian dari termodinamika yang membahas masalah
perubahan panas reaksi kimia. Termokimia sangat berhubungan dengan pengaruh
kalor yang menyertai reaksi-reaksi kimia. Kalor reaksi pada suhu tertentu, T, ialah
kalor yang dilepaskan atau diserap, jika sejumlah zat-zat pereaksi pada suhu T,
berubah menjadi hasil reaksi pada suhu yang sama. (Subowo, 1983).
Pada umumnya reaksi kimia disertai dengan efek panas; pada reaksi
eksoterm kalor dilepaskan, sedangkan pada reaksi endoterm kalor diserap. Jumlah
kalor yang berkaitan dengan suatu reaksi bergantung pada jenis reaksi, pada
jumlah zat yang bereaksi, pada keadaan fisik zat-zat pereaksi dan hasil reaksi, dan
pada suhu. Secara eksperimen kalor reaksi ditentukan dengan kalorimeter (Taba
dkk, 2010).
Alat yang digunakan untuk mengukur perubahan panas disebut
kalorimeter. Setiap kalorimeter mempunyai sifat khas dalam mengukur panas. Ini
dapat terjadi karena kalorimeter sendiri (baik gelas, politena atau logam)
menghisap panas, sehingga tidak semua panas terukur (Bird, 1993).
Panas reaksi diukur dengan bantuan kalorimeter. Harga ∆E diperoleh
apabila reaksi dilakukan dengan kalorimeter bom, yaitu pada volume konstan dan
∆H adalah panas reaksi yang diukur pada tekanan konstan, dalam gelas piala atau
labu yang diisolasi, botol termos, labu Dewar dan lain-lain. Karena proses
diperinci dengan baik, maka panas yang dilepaskan atau diadsorpsi hanyalah
fungsi-fungsi keadaan (Dogra dan Dogra, 1990).
Perubahan entalpi yang mengikuti perubahan fisika atau kimia dapat
diukur dengan menggunakan kalorimeter. Pengukuran itu dilakukan dengan
memantau perubahan suhu yang mengikuti proses yang terjadi pada tekanan tetap.
Salah satu cara untuk melakukan ini pada reaksi pembakaran ialah dengan
menggunakan kalorimeter adiabatik dan mengukur ∆ T kemudian menggunakan
kapasitas kalor sebagai faktor konversi (Atkins, 1994).
Kalor reaksi pada suhu tertentu, T, ialah kalor yang dilepaskan atau
diserap, jika sejumlah zat-zat pereaksi pada suhu T, berubah menjadi hasil reaksi
pada suhu yang sama. Jika reaksi berlangsung dalam kalorimeter yang sifatnya
adiabatik, maka akan terjadi perubahan suhu campuran reaksi. Misalnya, reaksi
antara pereaksi-pereaksi A dan B yang semula berada pada suhu T, menghasilkan
produk AB pada suhu T, untuk menentukan kalor reaksi pada suhu T,
diperhatikan skema berikut:
A (T) + B (T) AB (T’)
AB (T)
Berdasarkan skema ini dapat diturunkan, ∆H = 0 = ∆H + ∆H’, sehingga ∆H =
-∆H’’ = -C (T’ – T), dengan C adalah kapasitas kalor kalorimeter dan isinya. C
menyatakan jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu kalorimeter dan
isinya satu derajat. Jika massa campuran reaksi adalah m dan kapasitas kalornya
Cp, maka C = Cp + W, dengan W disebut tetapan kalorimeter atau nilai air
kalorimeter, yaitu jumlah kalor untuk menaikkan suhu kalorimeter dan peralatan
lainnya (termometer, pengaduk, dsb) sebanyak 1 oC. Salah satu cara untuk
menentukan besaran ini adalah sebagai berikut. Sebanyak V cm3 air dimasukkan
ke dalam kalorimeter dan setelah mencapai kesetimbangan termal diukur suhunya
(= T1). Kemudian ditambahkan V cm3 air pada suhu yang lebih tinggi (= T2). Jika
suhu akhir sistem adalah Ta, maka kalor yang dilepaskan oleh air panas adalah V
CH2O (T2 – Ta); CH2O ialah kapasitas kalor air per gram; dengan massa air diambil
sama dengan 1 g/cm3. kalor yang diterima oleh air dalam kalorimeter dan oleh
kalorimeter sendiri adalah
V CH2O (Ta – T1) + W (Ta – T1)
Jadi,
V CH2O (T2 – Ta) = V CH2O (T2 – Ta) + (Ta – T1)
Sehingga,
T1 + T2 – 2Ta
W = V CH2O Ta – T1
(Taba dkk, 2010).
Panas reaksi dapat dibedakan atas (Bird, 1993) :
1. Panas pembentukan
Entalpi pebbentukan molar standar (ΔHf) suatu senyawa adalah banyaknya
panas yang diserap atau dilepaskan ketika 1 mol senyawa tersebut dibentuk
unsur-unsurnya dalam keadaan standar.
2. Panas pembakaran
Panas pembakaran suatu unsur atau senyawa adalah banyaknya panas yang
dilepaskan ketika 1 mol unsur atau senyawa tersebut terbakar sempurna dalam
oksigen.
3. Panas netralisasi
Panas netralisasi dapat didefinisikan sebagai jumlah panas yang dilepas ketika
1 mol air terbentuk akibat reaksi netralisasi asam oleh basa atau sebaliknya.
4. Panas pelarutan
Jenis panas reaksi yang lain adala panas yang dilepas atau diserap ketika 1 mol
senyawa dilarutkan dalam pelarut berlebih yaiyu sampai suatu keadaan di
mana pada penambahan pelarut selanjutnya tidak ada panas yang diserap atau
dilepaskan lagi.
5. Panas pengenceran
Panas pengenceran adalah banyaknya panas yang dilepaskan atau diserap
ketika suatu zat atau larutan diencerkan dalam batas konsentrasi tertentu.
When a system absorbs heat, part of the absorbed energy may be used for
doing work, such as lifting a weight, expanding against the atmosphere, or
operating a battery, and part is stored within the system itself as the energy of the
internal motions of the atoms and molecules themselves, as energy associated
with rearrangements of the atoms that occur in chemical reactions, and as
the energy of interaction among the atoms and molecules. This stored portion is
known as the internal energy, E. The amount of heat absorbed by any system
undergoing a modification such as an increase in temperature, a change in
physical state, or a chemical reaction, depends somewhat on the conditions
under which the process occurs. Specifically, the amount of heat absorbed is
exactly equal to the increase in E if no work is done by the system. This would
be the case in an ordinary chemical reaction, not linked to a battery, carried out in
a closed reactor vessel so that no expansion against the outside atmosphere
occurred. The increase in E can be represented by AE (Rosenberg and Epstein,
1997).
Ketika sistem menyerap panas, bagian dari energi yang terserap dapat
digunakan untuk melakukan pekerjaan, seperti mengangkat berat, perluasan
terhadap atmosfer, atau mengoperasikan baterai, dan bagian yang disimpan dalam
sistem dirinya sebagai energi gerakan internal dari atom dan
molekulsendiri,sebagai energi yang berhubungan dengan penyusunan ulang atom
yang terjadi dalam reaksi kimia dan sebagai energi interaksi di antara atom dan
molekul. Ini disimpan bagian yang dikenal sebagai energi internal,E.Jumlah panas
yang diserap oleh sistem apapun mengalami modifikasi seperti peningkatan suhu,
perubahan dalam keadaan fisik, atau reaksi kimia, agak tergantung pada kondisi
dimana proses terjadi. Secara khusus, jumlah panas yang diserap adalah persis
sama dengan kenaikan E jika tidak ada kerja yang dilakukan oleh sistem. Ini akan
menjadi kasus dalam reaksi kimia biasa, tidak dihubungkan dengan baterai,
dalam reaktor tertutup sehingga tidak ada ekspansi terhadap suasana di luar
terjadi.dalam E dapat diwakili oleh AE (Rosenberg and Epstein, 1997).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Penentuan Tetapan Kalorimeter
T1 = 29,1 oC = 302,1 K
T2 = 50 oC = 323 K
Vtot = 200 mL = 200 mL x = 0,2 L
Tabel Pengamatan
t (menit) T (oC) T (K)
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
39,8
39,7
39,7
39,6
39,5
39,4
39,3
39,2
39,1
38,4
312,8
312,7
312,7
312,6
312,5
312,4
312,3
312,2
312,1
311,4
4.1.2 Penentuan Kalor Penetralan
THCl = 29,7 = 302,7 K ; TNaOH 29,7 = 302,7 K
Mol NaCl = perbandingan mol
Mol NaCl = 0,5 mol
t (menit) T (oC) T (K)
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
34,5
34,5
34,4
34,3
34,3
34,2
34,2
34,1
34,1
33,4
307,5
307,5
307,4
307,3
307,3
307,2
307,2
307,1
307,1
306,4
4.2 Grafik
4.2.1 Penentuan Tetapan Kalorimeter
y = -0,2461x + 313,05
R2 = 0,821
311,2
311,4
311,6
311,8
312
312,2
312,4
312,6
312,8
313
0 1 2 3 4 5 6
waktu (menit)
suh
u (
K)
Ta = b
Ta = 313,05
4.2.2 Penentuan Kalor Penetralan
y = -0,177x + 307,69
R2 = 0,7177
306,2
306,4
306,6
306,8
307
307,2
307,4
307,6
307,8
0 1 2 3 4 5 6
waktu (menit)
suh
u (
K)
T’ = b
T’ = 307,69
4.3 Perhitungan
4.3.1 Penentuan Tetapan Kalorimeter
T1 + T2 - 2Ta
W = V x CH2O x Ta - T1
Dimana :
W = Tetapan kalorimeter (J/K)
V = Volume campuran (mL)
CH2O = Kapasitas kalori air per gram
= 4,2 J/kg x 1 g/mL
= 4,2 J/kg.mL
302,1 K + 323 K - 2(313,05 K)
W = 100 mL x 4,2 J/kg.mL x 313,5 K - 302,1 K
W = 100 mL x 4,2 J/kg.x 1 g/mL x (-0.0877 K)
W = -36.834 J / K
4.3.2 Penetuan Kalor Penetralan
1000ΔHT = - (4,2 J/kg. x mNaCl + W) (Ti - T) x
V x M
Dimana : ΔHT = Kalor Penetralan (J/mol
m = massa larutan (g)
M = Konsentrasi (mol/L)
Ti = suhu akhir (K)
V = volume total (mL)
MNaCl = M x Vtot x Mr NaCl
= 1mol/L x 0,2 L x 58,5 gr/mol
= 11,7 gr/mol
1000 ΔHT = - (4,2 J/kg x 11,7 g/mol -36.834 J/K)(307,69 K - 302,7 K) x
100 mL x 1 M
= 614,0694 J/mol = 0,6141 kJ/mol
4.4 Pembahasan
. Pada percobaan termokimia 1 ini penentuan kalorimeter menggunakan
bahan dasar akuades dengan alat kalorimeter adiabatik sederhana. Pada percobaan
penentuan kalor penetralan, bahan yang digunakan adalah campuran antara
larutan NaOH dan larutan HCl dengan volume dan konsentrasi yang sama.
Setelah itu larutan dibiarkan beberapa waktu dalam suhu kamar agar larutan ini
mempunyai suhu yang sama sebelum bereaksi dan suhu dicatat sebagai T. Ini
dimaksudkan agar sistem dapat berada dalam kesetimbangan termal. Larutan
asam kemudian dimasukkan ke dalam kalorimeter yang sudah disediakan. Dengan
memasukkan asam terlebih dahulu maka reaksi yang terbentuk adalah reaksi
netralisasi asam kuat oleh basa kuat kemudian ditutup dengan cepat agar panas
tidak keluar karena rekasinya cepat. Larutan diaduk agar pencampuran dapat
dilakukan dengan baik.
Dengan pencampuran ini maka akan terbentuk panas netralisasi yang
disebabkan oleh netralisasi asam oleh basa kuat. Pengukuran suhu juga dilakukan
dengan interval waktu setengah menit selama 5 menit. Setelah pengukuran suhu
selesai, ke dalam campuran ditambahkan indikator metil jingga untuk mengetahui
apakah sudah terjadi reaksi penetralan yang menyebabkan larutan berwarna
kuning muda pada tetes yang ketiga. Metil jingga merupakan zat warna organik
yang digunakan dalam indikator asam dan basa. Pada percobaan penetralan yang
telah dilakukan ditambahkan metil jingga dan larutan berubah menjadi kuning, hal
ini menandakan bahwa reaksi penetralan telah terjadi.
Secara teori, nilai kalor penetralan untuk netralisasi asam kuat oleh basa
kuat adalah konstan yaitu -55.90 kJ/mol. Hal ini disebabkan pada proses
netralisasi asam kuat oleh basa kuat reaksi yang terjadi sama saja tetapi untuk
netralisasi asam lemah basa lemah nilai kalor penetralannya akan selalu lebih
kecil dari -55.90 kJ/mol karena bukan hanya terjadi reaksi netralisasi tetapi juga
reaksi ionisasi yang bersifat endotermik.
Dari hasil percobaan didapatkan nilai kalor penetralan yang jauh dari
tetapan yaitu 0,6141 kJ/mol. Perbedaan hasil yang diperoleh antara teori dan
praktek mungkin disebabkan oleh kesalahan pada pembacaan skala termometer,
adanya keterlambatan dalam pengukuran suhu, di dalam kalorimeter tidak terjadi
reaksi penetralan sempurna atau volume larutan asam dan basa tidak tepat 100
mL.
. Semakin besar konsentrasi asam dan basa makin kecil nilai kalor
penetralan. Dari hasil percobaan diperoleh nilai kalor penetralan yang negatif.
Hasil tersebut menunjukkan reaksi berjalan secara eksotermik. Konsentrasi yang
digunakan oleh basa adalah kecil yaitu 1 M secara teori semakin besar konsentrasi
asam atau basa maka semakin kecil nilai kalor penetralan. Grafik suhu terhadap
waktu menunjukkan bahwa semakin lama waktu maka suhu semakin turun. Hal
ini dipengaruhi oleh adanya kalor yang hilang pada saat reaksi berlangsung.
Penurunan suhu ini disebabkan karena sistem melepaskan panas ke lingkungan
sehingga terjadi reaksi eksoterm.
Nilai tetapan kalorimeter pada percobaan ini sebesar -36.834 J/K, dengan
kata lain bernilai negatif yang berarti mengalami eksoterm yakni terjadinya
pelepasan kalor.
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 08 MARET 2010
Asisten Praktikan
(SUKARTI) (IMELDA SUNARYO)
BAGAN PERCOBAAN
a. Penentuan Tetapan Kalorimeter
100 mL air
- dimasukkan dalam kalorimeter dan dibiarkan beberapa waktu
- dicatat suhunya (T1)
- ditambahkan 100 mL air yang telah dipanaskan hingga 50 0C
dan dicatat suhunya (T2)
- stopwatch dijalankan dengan cepat dan termometer
diletakkan kembali dalam kalorimeter
- dicatat suhunya sambil diaduk perlahan tiap setengah menit
selama 5 menit.
Hasil
b. Penentuan Kalor Penetralan
100 mL HCl 1 M
- dibiarkan beberapa waktu pada suhu kamar
- dicatat suhunya
- dimasukkan dalam kalorimeter
- ditambahkan 100 mL NaOH 1 M yang telah diukur suhunya
- dicatat suhu campuran reaksi tiap setengah menit selama 5
menit sambil diaduk perlahan
- ditambahkan 2-3 tetes indikator metil jingga
- dicatat perubahan yang terjadi
Hasil
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil percobaan yaitu sebagai berikut :
1) Tetapan kalorimeter = -36.834 J/K
2) Nilai kalor penetralan = 0,6141 kJ/ mol
5.2 Saran
5.2.1 Laboratorium
. Kebersihan laboratorium harus tetap terjaga, sebaiknya alat-alat lab yang
sudah rusak dibuang saja.
5.2.2 Asisten
Asistennya sudah bagus, lebih ditingkatkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P. W., 1994, Kimia Fisika, Erlangga, Jakarta.
Bird, T., 1993, Kimia Fisik untuk Universitas, Gramedia, Jakarta.
Dogra, S. K. dan Dogra S., 1990, Kimia Fisik dan Soal-Soal, UI Press, Jakarta.
Rosenberg, J. L. and Epstein L. M., 1997, Theory and Problems of College Chemistry Eighth Edition, the McGraw-Hill, United States of America.
Subowo, T., 1983, Teori Contoh Soal-Soal Latihan Kimia Fisik 1, Armico, Bandung.
Taba, P. Zakir, M. dan Fauziah, S., 2010, Penuntun Praktikum Kimia Fisika, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Top Related