TES WIDAL
Uji Widal merupakan suatu metode serologi baku dan rutin di gunakan sejak tahun 1896.
Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi aglutinin dalam serum penderita yang
telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang
ditambahkan dalam jumlah yang sama sehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang
masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum. Teknik aglutinasi ini
dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung (tube test). Uji
hapusan dapat dilakukan secara cepat dan digunakan dalam prosedur penapisan sedangkan uji
tabung membutuhkan teknik yang lebih rumit tetapi dapat digunakan untuk konfirmasi hasil dari
uji hapusan.
Penelitian pada anak oleh Choo dkk (1990) mendapatkan sensitivitas dan spesifisitas
masing-masing sebesar 89% pada titer O atau H >1/40 dengan nilai prediksi positif sebesar
34.2% dan nilai prediksi negatif sebesar 99.2%. Beberapa penelitian pada kasus demam tifoid
anak dengan hasil biakan positif, ternyata hanya didapatkan sensitivitas uji Widal sebesar 64-
74% dan spesifisitas sebesar 76-83%. Interpretasi dari uji Widal ini harus memperhatikan
beberapa faktor antara lain sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit; faktor penderita seperti
status imunitas dan status gizi yang dapat mempengaruhi pembentukan antibodi; gambaran
imunologis dari masyarakat setempat (daerah endemis atau non-endemis); faktor antigen; teknik
serta reagen yang digunakan.
Kelemahan uji Widal yaitu rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta sulitnya
melakukan interpretasi hasil membatasi penggunaannya dalam penatalaksanaan penderita
demam tifoid akan tetapi hasil uji Widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka
penderita demam tifoid (penanda infeksi). Saat ini walaupun telah digunakan secara luas di
seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan pegangan karena belum ada
kesepakatan akan nilai standar aglutinasi (cut-off point).
Untuk mencari standar titer uji Widal seharusnya ditentukan titer dasar (baseline titer)
pada anak sehat di populasi dimana pada daerah endemis seperti Indonesia akan didapatkan
peningkatan titer antibodi O dan H pada anak-anak sehat. Penelitian oleh Darmowandowo di
RSU Dr.Soetomo Surabaya (1998) mendapatkan hasil uji Widal dengan titer >1/200 pada 89%
penderita.
Beberapa hal yang sering disalahartikan :
1. Pemeriksaan widal positif dianggap ada kuman dalam tubuh, hal ini pengertian yang
salah. Uji widal hanya menunjukkan adanya antibodi terhadap kuman Salmonella.
2. Pemeriksaan widal yang diulang setelah pengobatan dan menunjukkan hasil positif
dianggap masih menderita tifus, ini juga pengertian yang salah.
Setelah seseorang menderita tifus dan mendapat pengobatan, hasil uji widal tetap positif untuk
waktu yang lama sehingga uji widal tidak dapat digunakan sebagai acuan untuk menyatakan
kesembuhan. Hasil ulang pemeriksaan widal positif setelah mendapat pengobatan tifus, bukan
indikasi untuk mengulang pengobatan bilamana tidak lagi didapatkan gejala yang sesuai.
Uji widal umumnya menunjukkan hasil positif 5 hari atau lebih setelah infeksi. Karena itu bila
infeksi baru berlangsung beberapa hari, sering kali hasilnya masih negatif dan baru akan positif
bilamana pemeriksaan diulang. Dengan demikian,hasil uji widal negatif,terutama pada beberapa
hari pertama demam belum dapat menyingkirkan kemungkinan tifus.
Untuk menentukan seseorang menderita demam tifoid :
1. Tetap harus didasarkan adanya gejala yang sesuai dengan penyakit tifus.
2. Uji widal hanya sebagai pemeriksaan yang menunjang diagnosis.
Seorang tanpa gejala, dgn uji widal positif tidak dapat dikatakan menderita tifus. Memang
terdapat kesulitan dalam interpretasi hasil uji widal karena kita tinggal di daerah endemik,yang
mana sebagian besar populasi sehat juga pernah kontak atau terinfeksi, sehingga menunjukkan
hasil uji widal positif. Hasil survei pada orang sehat di Jakarta pada 2006 menunjukkan hasil uji
widal positif pada 78% populasi orang dewasa. Untuk itu perlu kecermatan dan kehati-hatian
dalam interpretasi hasil pemeriksaan widal.
PENILAIAN
Titer widal biasanya angka kelipatan :
1/32 , 1/64 , 1/160 , 1/320 , 1/640
- Peningkatan titer uji Widal 4 x (selama 2-3 minggu) : dinyatakan (+).
- Titer 1/160 : masih dilihat dulu dalam 1 minggu kedepan, apakah ada kenaikan titer. Jika
ada, maka dinyatakan (+).
- Jika 1 x pemeriksaan langsung 1/320 atau 1/640, langsung dinyatakan (+) pada pasien
dengan gejala klinis khas.
- Titer O yang tinggi atau kenaikan titer menunjukkan infeksi aktif
- Titer H yang tinggi menunjukkan peran divaksinasi/pernah terinfeksi
Uji Widal didasarkan pada :
- Antigen O ( somatic / badan )
- Antigen H ( flagel/semacam ekor sebagai alat gerak )
Jika masuk ke dalam tubuh kita, maka timbul reaksi antigen-antibodi. ANTIBODI terhadap
Antigen O : setelah 6 sampai 8 hari dari awal penyakit.
Antigen H : 10-12 hari dari awal penyakit.
Uji ini memiliki tingkat sensitivitas dan spesifitas sedang (moderate). Pada kultur yang terbukti
positif, uji Widal yang menunjukkan nilai negatif bias mencapai 30 persen.
Beberapa keterbatasan uji Widal ini adalah:
1. Negatif Palsu
Pemberian antibiotika yang dilakukan sebelumnya (demam –> antibiotika –> tidak sembuh
dalam 5 hari –> tes Widal) menghalangi respon antibodi.
2. Positif Palsu
- Beberapa jenis serotipe Salmonella lainnya (misalnya S. paratyphi A, B, C) memiliki antigen O
dan H juga, sehingga menimbulkan reaksi silang dengan jenis bakteri lainnya,
dan bisa menimbulkan hasil positif palsu (false positive).
- Beberapa penyakit lainnya : malaria, tetanus, sirosis, dll.
Pada daerah yang endemik seperti Indonesia ditentukan nilai batas minimal pada populasi
normal. Sehingga kemungkinan seseorang menderita demam tifoid sangat besar pada nilai
minimal titer tertentu.
Diagnosa Pasti:
GAAL CULTURE
( waktu yg dibutuhkan : +/- 1 minggu ).
CARIER
Sulit untuk menghilangkan sifat ‘carrier’ (titer antibodi dalam darah kita menjadi
negatif), mengingat Indonesia endemik tifoid.
Tapi ini tidak masalah. Yang penting tidak jatuh sakit
Top Related