BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran Aktif
Menurut Rosyada dalam Dalvin (2006) pembelajaran aktif adalah belajar yang memperbanyak aktivitas siswa dalam mengakses berbagai informasi dariberbagai sumber, untuk dibahas dalam proses pembelajaran dalam kelas, sehingga memperoleh berbagai pengalaman yang tidak saja menambah pengetahuan, tapi juga kemampuan analisis dan sintesis. Belajar aktif menuntut siswa untuk bersemangat, gesit, menyenangkan,dan penuh gairah, bahkan siswa sering meninggalkan tempat duduk untuk bergerak leluasa dan berfikir keras (moving about and thinking aloud). Selama proses belajar siswa dapat beraktivitas, bergerak dan melakukan sesuatu dengan aktif, keaktifan siswa tidak hanya keaktifan fisik tapi juga keaktifan mental.
Belajar aktif sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran yang bermuara pada belajar mandiri, maka kegiatan belajar mengajar yang dirancang harus mampu melibatkan siswa secara aktif. Siswa dan guru dalam belajar aktif sama berperan untuk menciptakan suatu pengalaman belajar yang bermakna. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran aktif adalah suatu metode belajar yang mana siswa tidak hanya sekedar mendengarkan informasi yang disampaikan oleh guru, akan tetapi siswa juga melihat apa yang dijelaskan oleh guru dan terakhir siswa melakukan atau mencobakan langsung apa yang telah dipelajari untuk memperoleh hasil belajar.
B. Dimensi-Dimensi Belajar Aktif
Pembelajaran aktif akan lebih tampak dan menunjukkan kadar yang tinggi apabila pembelajaran berorientasi pada siswa. Menurut Mc Keachie dalam bukunya Dimyati (1994 : 110) ada 7 dimensi proses pembelajaran yang mengkibatkan terjadinya kadar pembelajaran aktif, yaitu (1) Partisipasisiswa dalam meetapkan tujuan kegiatan pembelajaran, (2) Tekanan pada aspek afekti dalam belajar, (3) Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, terutama berbentuk interaksi antarsiswa, (4) Penerimaan guru terhadap perbuatan dan kontribusi siswa yang kurang relevan atau bahkan sama sekali salah, (5) Kekompakan kelas sebagai kelompok, (6) Kebebasan diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan-keputusan penting dalam kehidupan sekolah, (7) Jumlah waktu yang digunakan untuk menanggulangi masalah siswa baik yang berhubugan maupun yang tidak berhubungan dengan pembelajaran.
C. Karakteristik Belajar Aktif
Raka Joni dalam bukunya Dimyati (1994 : 111) mengungkapkan bahwa sekolah yang melakukan pembelajaran aktif dengan baik harus mempunyai karakteristik, yaitu pembelajaran berpusat pada siswa, guru membimbing dalam terjadinya pengalaman belajar, tujuan kegiatan tidak hanya sekedar mengejar standar akademis, pengelolaan kegiatan pembelajaran, dan penilaian. Pembelajaran berpusat pada siswa. Siswa berperan lebih aktif dalam mengembangkan cara-cara belajar mandiri, siswa berperan serta pada perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses belajar, pengalaman siswa lebih diutamakan dalam memutuskan titik tolak kegiatan.
Guru membimbing dalam terjadinya pengalaman belajar.Guru bukan satu satunya sumber informasi, guru merupakan salah satunya sumber belajar, yang memberikan peluang bagi siswa agar dapat memperoleh pengetahuan atau ketrampilan sendiri melalui usaha sendiri, dapat mengembangkan motivasi dari dalam dirinya, dan dapat mengembangkan pengalaman untuk membuat suatu karya. Pengelolaan kegiatan pembelajaran ditekankan pada kreativitas siswa, dan memperhatikan kemajuan siswa untuk menguasai konsep-konsep dengan mantap. Penilaian dilakukan untuk mengukur dan mengamati kegiatan dan kemajuan siswa, serta mengukur ketrampilan dan hasil belajar siswa.
D. Quiz Team
a) Definisi Pembelajaran Quiz team
Tipe quiz team merupakan model pembelajaran aktif yang dikembangkan oleh Mel Silberman, yang mana dalam tipe quiz team ini siswa dibagi menjadi tiga tim. Setiap siswa dalam tim bertanggung jawab untuk menyiapkan kuis jawaban singkat, dan tim yang lain menggunakan waktunya untuk memeriksa catatan. Dalam tipe quiz team ini, diwali dengan guru menerangkan materi secara klasikal, lalu siswa dibagi kedalam tiga kelompok besar. Semua anggota kelompok bersama-sama mempelajari materi tersebut, saling memberi arahan, saling memberikan pertanyaan dan jawaban untuk memahami mata pelajaran tersebut. Setelah selesai materi maka diadakan suatu pertandingan akademis . Dengan adanya pertandingan akademis ini maka terciptalah kompetisi antar kelompok, para siswa akan senantiasa berusaha belajar dengan motivasi yang tinggi agar dapat memperoleh nilai yang tinggidalam pertandingan. Menurut Rohani (2004: 170) keberhasilan belajar peserta didik tidak semata-mata ditentukan oleh kemampuan yang dimilikinya, tetapi juga ditentukan oleh minat, perhatian, dan motivasi belajarnya.
b) Prosedur Tipe Quiz Team
Silberman dalam Dalvi (2006) mengungkapkan prosedur pembelajaran dengan menggunakan tipe Quiz Team adalah sebagai berikut:
1. Guru memilih topik yang bias disajikan dalam tiga segmen.
2. Siswa dibagi ke dalam tiga kelompok besar.
3. Guru menjelaskan skenario pembelajaran.
4. Guru menyajikan materi pelajaran.
5. Guru meminta tim A untuk menyiapkan kuis jawaban singkat, sementara tim B ,tim C dan tim D menggunakan waktu untuk memeriksa catatan mereka.
6. Tim A memberikan kuis kepada tim B. jika tim B tidak dapat menjawab pertanyaan, tim C atau tim D segera menjawabnya.
7. Tim A mengarahkan pertanyaan berikutnya kepada anggota tim C atau tim D, dan mengulang proses tersebut.
8. Ketika kuisnya selesai, lanjutkan segmen kedua dari pelajaran dan mintalah tim B sebagai pemandu kuis.
9. Setelah tim B menyelesaikan kuisnya, lanjutkan dengan segmen ketiga dari pelajaran dan tunjuklah tim C sebagai pemandu kuis.
Dalam penelitian tindakan kelas ini pelaksanaan pembelajaran tipe Quiz Team ini dimodifikasi dengan kuis model pembelajaran Number Head Together ( NHT ) untuk mendapatkan nilai individu masing-masing siswa selama kuis. Sedangkan nilai kelompok diperoleh dari kemampuan mereka untuk membuat soal yang akan diajukan ke kelompok lain pada kuis segmen kedua dan kemampuan masing-masing kelompok untuk menjawab pertanyaan dari kelompok lain. Sehingga pelaksanaan pembelajaran Quiz Team ini lebih bervariasi. Hal ini dikarenakan pembelajaran IPA memiliki banyak konsep yang harus dikuasai oleh siswa dan selama pembelajaran juga sudah dilakukan percobaan – percobaan sederhana yang membutuhkan waktu yang lama,sehingga jika siswa dituntut terus dalam membuat soal kuis, siswa akan merasa bosan.
E. Tinjauan tentang Hasil Belajar
a) Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan perwujudan perilaku belajar yang biasanya terlihat dalam perubahan, kebiasaan, ketrampilan, sikap, pengamatan dan kemampuan. Hasil belajar dapat dilihat dan diukur. Keberhasilan dalam proses belajar dapat dilihat dari hasil belajarnya. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar (Sudjana, 1990 : 22). Jadi hasil belajar adalah akibat dari suatu aktivitas yang dapat diketahui perubahannya dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai sikap melalui ujian tes atau ujian.
Menurut pendapat Bloom dalam Arikunto (2001 : 117) hasil belajar dibedakan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan Psikomotorik.
Secara eksplisist ketiga aspek tersebut tidak dipisahkan satu sama lain. Apapun jenis mata ajarnya selalu mengandung tiga aspek tersebut namun memiliki penekanan yang berbeda. Untuk aspek kognitif lebih menekankan pada teori, aspek psikomotor menekankan pada praktek dan kedua aspek tersebut selalu mengandung aspek afektif .Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir termasuk di dalamnya kemampuan memahami, menghafal, mengaplikasi, menganalisis, mensistesis dan kemampuan mengevaluasi.
Menurut Taksonomi Bloom (Sax 1980), kemampuan kognitif adalah kemampuan berfikir secara hirarkis yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi.
A. Cakupan yang diukur dalam ranah Kognitif adalah:
1. Ingatan (C1) yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat. Ditandai dengan kemampuan menyebutkan simbol, istilah, definisi, fakta, aturan, urutan, metode.
2. Pemahaman (C2) yaitu kemampuanseseorang untuk memahami tentang sesuatu hal. Ditandai dengan kemampuan menerjemahkan, menafsirkan, memperkirakan, menentukan, menginterprestasikan.
3. Penerapan (C3), yaitu kemampuan berpikir untuk menjaring & menerapkan dengan tepat tentang teori, prinsip, simbol pada situasi baru/nyata. Ditandai dengan kemampuan menghubungkan, memilih, mengorganisasikan, memindahkan, menyusun, menggunakan, menerapkan, mengklasifikasikan, mengubah struktur.
4. Analisis (C4), Kemampuan berfikir secara logis dalam meninjau suatu fakta/ objek menjadi lebih rinci. Ditandai dengan kemampuan membandingkan, menganalisis, menemukan, mengalokasikan, membedakan, mengkategorikan.
5. Sintesis (C5), Kemampuan berpikir untuk memadukan konsep-konsep secara logis sehingga menjadi suatu pola yang baru. Ditandai dengan kemampuan mensintesiskan, menyimpulkan, menghasilkan, mengembangkan, menghubungkan, mengkhususkan.
6. Evaluasi (C6), Kemampuan berpikir untuk dapat memberikan pertimbangan terhadap sustu situasi, sistem nilai, metoda, persoalan dan pemecahannya dengan menggunakan tolak ukur tertentu sebagai patokan. Ditandai dengan kemampuan menilai, menafsirkan, mempertimbangkan dan menentukan.
B. Aspek Afektif
Aspek afektif tidak dapat diukur seperti halnya ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah:
1. Menerima (memperhatikan), meliputi kepekaan terhadap kondisi, gejala, kesadaran, kerelaan, mengarahkan perhatian
2. Merespon, meliputi merespon secara diam-diam, bersedia merespon, merasa puas dalam merespon, mematuhi peraturan
3. Menghargai, meliputi menerima suatu nilai, mengutamakan suatu nilai, komitmen terhadap nilai
4. Mengorganisasi, meliputi mengkonseptualisasikan nilai, memahami hubungan abstrak, mengorganisasi sistem suatu nilai
5. Karakteristik suatu nilai, meliputi falsafah hidup dan sistem nilai yang dianutnya
C. Aspek Psikomotorik
Psikomotorik meliputi:
1. Gerak refleks
2. Gerak dasar fundamen
3. Keterampilan perseptua
4. Keterampilan fisik
5. Gerakan terampil
6. Komunikasi non diskusi (tanpa bahasa-melalui gerakan) meliputi gerakan ekspresif, gerakan interprestatif.
G. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa digolongkan menjadi dua, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intelegensi atau kecerdasan merupakan salah satu faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap kemajuan belajar siswa. Siswa yang intelegensinya rendah, sulit untuk mencapai hasil belajar yang baik. Siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi umumnya memiliki perhatian yang lebih baik, belajar lebih cepat, kurang memerlukan latihan, mampu menyelesaikan pekerjaannya dalam waktu yang singkat, mampu menarik kesimpulan dan melakukan abstraksi. Sebaliknya siswa yang kurang cerdas menunjukkan cirri-ciri belajar lebih lamban, memerlukan banyak latihan, membutuhkan waktu yang lama untuk maju, tidak mampu melakukan abstraksi
Minat belajar sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar, memiliki pengaruh yang besar. Minat sangat besar pengaruhnya dalam mencapai hasil belajar dalam suatu pekerjaan atau jabatan tertentu. Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan pendorong bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat motif-motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar(manipulate and exploring). Dari manipulasi dan explorasi yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama kelamaan akan timbul minat terhadap sesuatu. Apa yang menarik minat seseorang mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik (Purwanto, 1990 : 56).
H. Ketuntasan Belajar Siswa
Setiap proses belajar mengajar selalu menghasilkan hasil belajar mengajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai tingkat mana prestasi (Hasil) belajar yang telah dicapai, Sehubungan dengan hal tersebut,m masing - masing sekolah mempunyai wewenang untuk menentukan Standart Ketuntasan Minimal (SKM). Pada umumnya, nilai Standart Ketuntasan Minimal adalah 70. Bagi siswa yang mendapatkan nilai kurang dari 70, berarti belum memenuhi SKM. Sedangkan siswa yang mendapatkan lebih dari atau sama dengan 70 berarti telah memenuhi SKM. Tingkat ketuntasan kemudian dapat dibagi atas beberapa tingkatan yaitu :
a. Istimewa : Seluruh bahan yang diajarkan dapat dikuasai seluruh siswa.
b. Baik sekali : Bahan yang diajarkan 76% - 99% dapat dikuasai siswa.
c. Baik : Bahan yang diajarkan 60% - 75% dapat dikuasai siswa.
d. Kurang : Bahan yang diajarkan hanya 60% dapat dikuasai siswa.
Dengan melihat data yang terdapat dalam format daya serap tersebut dapat diketahui daya serap anak didik dan tingkat ketuntasan dalam proses belajar mengajar.
HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN ALAM
1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang berasal dari bahasa Inggris science. Kata science sendiri berasal dari bahasa Latin yaituscientia yang berarti saya tahu. Science terdiri dari dua yaitu social science (Ilmu Pengetahuan Sosial ) dan natural science (Ilmu Pengetahuan Alam). Namun dalam perkembangannya,science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti ilmu pengetahuan alam saja.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada dipermukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera. Menurut H.W Fowler dalam Trianto (2010), IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan dengan gelaja-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi. Sedangkan Kardi dan Nur dalam Trianto (2010) mengatakan bahwa IPA atau ilmu kealaman adalah ilmu tentang dunia zat, baik makhluk hidup maupun benda mati yang diamati. Adapun menurut Wahana dalam Trianto (2010), IPA adalah suatu kumpulan pengetahuaan yang tersusun secara sistematis dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikapilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya (Trianto, 2010:136).
2. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Menurut Marsetio Donosepoetro dalam Trianto (2010), IPA pada hakikatnya dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan juga sikap ilmiah. Sebagai proses ilmiah diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk ilmiah diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau diluar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran atau dissiminasi pengetahuan. Sebagai prosedur ilmiah dimaksudkan bahwa metodologi atau cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu pada umumnya berupa riset yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method).
Selain sebagai proses dan produk, Daud Joesoef dalam Trianto (2010) juga menganjurkan agar IPA dijadikan sebagai suatu kebudayaan atau suatu kelompok atau institusi sosial dengan tradisi nilai, aspirasi maupun inspirasi. Sedangkan menurut Laksmi Prihantoro dalam Trianto (2010), IPA pada hakikatnya merupakan suatu produk, proses dan aplikasi. Sebagai produk, IPA merupakan sekumpulan pngetahuan dan sekumpulan konsep dan bagan konsep. Sebagai suatu proses, IPA merupakan proses yang dipergunakan untuk mempelajari objek studi, menemukan dan mengembangkan produk-produk sains dan sebagai aplikasi, teori-teori IPA akan melahirkan teknologi yang dapat memberi kemudahan bagi kehidupan.
Secara umum IPA terbagi dalam tiga ilmu dasar yaitu biologi, fisika dan kimia. Fisika sebagai cabang dari IPA merupakan ilmu yang lahir dan berkembang lewat langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis melalui eksperimen, penarikan kesimpulan, serta penemuan teori dan konsep. Jadi dapat dikatakan bahwa hakikat fisika adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip dan teori yang berlaku secara universal.
Fungsi dan tujuan IPA secara khusus berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas dalam Trianto, 2010) adalah :
a) Menanamkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b) Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah.
c) Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi.
d) Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakan dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi.
Berdasarkan fungsi dan tujuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA tidak hanya pada dimensi pengetahuan (keilmuan) tetapi juga menekankan pada dimensi nilaiukhrawi. Hal ini berarti memperhatikan keteraturan di alam semesta akan semakin meningkatkan keyakinan akan adanya sebuah kekuatan yang Mahadahsyat yang tidak dapat dibantah lagi yaitu Allah SWT. Dengan dimensi ini, pada hakikatnya IPA mentautkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual.
3. Nilai-nilai IPA
Nilai-nilai IPA adalah sesuatu yang dianggap berharga yang terdapat dalam IPA dan menjadi tujuan yang akan dicapai. Nilai-nilai yang dimaksud adalah nilai-nilai nonkebendaan berupa nilai praktis, intelektual, sosial-budaya-ekonomi-politik, pendidikan dan juga nilai keagamaan (Trianto, 2008).
a. Nilai praktis
Penerapan dari penemuan-penemuan IPA telah melahirkan teknologi yang secara langsung dapat dimanfaatkan masyarakat. Teknologi tersebut membantu pula mengembangkan penemuan-penemuan baru yang secara tidak langsung juga bermanfaat bagi kehidupan. Dengan demikian, sains mempunyai nilai praktis yaitu sesuatu yang bermanfaat dan berharga dalam kehidupan sehari-hari. Contoh: penemuan listrik oleh Michael Faraday yang diterapkan dalam teknologi hingga melahirkan alat-alat listrik yang bermanfaat bagi kehidupan.
b. Nilai intelektual
Metode ilmiah yang digunakan dalam IPA banyak dimanfaatkan manusia untuk memecahkan masalah baik alamiah maupun sosial, ekonomi dan sebagainya. Metode ilmiah telah melatih keterampilan, ketekunan dan melatih mengambil keputusan dengan mempertimbangkan yang
rasional dan menuntut sikap-sikap ilmiah bagi penggunanya. Keberhasilan memecahkan masalah tersebut akan memberikan kepuasan intelektual. Dengan demikian, metode ilmiah telah memberikan kepuasan intelektual dan inilah yang dimaksud dengan nilai intelektual.
c. Nilai sosial-budaya-ekonomi-politik
IPA mempunyai nilai-nilai sosial-budaya-ekonomi-politik berarti IPA dan teknologi suatu bangsa menyebabkan bangsa tersebut memperoleh kedudukan yang kuat dalam percaturan sosial-ekonomi-politik internasional. Contoh: negara-negara maju seperti USA dan Uni Eropa merasa sadar dan bangga terhadap kemampuan atau potensi bangsanya dalam bidang sosial-politik dan mengklaim diri mereka sebagai negara adidaya. Jepang, dengan kemampuan teknologi produksi merupakan negara yang memiliki stabilitas tinggi dalam bidang sosial masyarakat maupun ekonomi yang mampu menguasai pangsa pasar dunia. Selain itu, Jepang juga dikenal sebagai negara yang mampu memadukan antara teknologi dengan budaya lokal (tradisi) sehingga budaya tradisi tersebut tetap eksis bahkan dikenal di seluruh dunia.
d. Nilai kependidikan
Perkembangan IPA dan teknologi serta penerapan psikologi belajar pada pelajaran IPA menjadikan IPA bukan hanya sebagai suatu pelajaran melainkan juga sebagai alat pendidikan. Artinya, pelajaran IPA dan pelajaran lainnya merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Nilai-nilai tersebut antara lain:
1) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut metode ilmiah.
2) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan dan mempergunakan peralatan untuk memecahkan masalah.
3) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah.
Dengan demikian, IPA memiliki nilai-nilai kependidikan karena dapat menjadi alat untuk mencapai tujuan pendidikan.
e. Nilai keagamaan
Seorang ilmuan yang beragama akan lebih tebal keimanannya, karena selain didukung dogma-dogma agama juga ditunjang oleh alam pikiran dari pengamatan terhadap fenomena-fenomena alam sebagai manifestasi kebesaran Tuhan. Charles Townes peraih nobel 1964 mengatakan bahwa banyak orang yang merasakan bahwa pastilah ada sesuatu yang Mahapintar dibalik kehebatan hukum alam. Hal yang sama dikatakan oleh John Polkinghorne, ahli fisika yang sekarang menjadi pendakwah Gereja Anglikan yang mengatakan bahwa jika anda menyadari bahwa hukum alam telah melahirkan jagad raya yang begitu teratur maka hal itu pastilah tidak terjadi semata-mata karena kebetulan tetapi pasti ada tujuan dibalik itu semua.
Dengan demikian, jelas bahwa IPA mempunyai nilai keagamaan yang sejalan dengan pandangan agama sehingga Albert Einstein mengatakan bahwa sains tanpa agama adalah buta dan agama tanpa sains adalah lumpuh.
B. HAKIKAT PEMBELAJARAN IPA
Berdasarkan hakikat IPA, maka nilai-nilai IPA yang dapat ditanamkan dalam pembelajaran IPA antara lain:
1) Kecakapan bekerja dan berpikir secara teratur dan sistematis menurut langkah-langkah metode ilmiah.
2) Keterampilan dan kecakapan dalam mengadakan pengamatan dan mempergunakan alat-alat eksperimen untuk memecahkan masalah.
3) Memiliki sikap ilmiah yang diperlukan dalam memecahkan masalah baik dalam kaitannya dengan pelajaran sains maupun dalam kehidupan. (Laksmi Prihantoro dalam Trianto, 2010)
Sebagai alat pendidikan yang berguna untuk mencapai tujuan pendidikan, maka pendidikan IPA di sekolah mempunyai tujuan-tujuan tertentu yaitu:
1) Memberikan pengetahuan kepada siswa tentang dunia tempat hidup dan bagaimana bersikap.
2) Menanamkan sikap hidup ilmiah.
3) Memberikan keterampilan untuk melakukan pengamatan.
4) Mendidik siswa untuk mengenal, mengetahui cara kerja serta menghargai para ilmuwan penemunya.
4) Menggunakan dan menerapkan metode ilmiah dalam memecahkan permasalahan. (Laksmi Prihantoro dalam Trianto, 2010)
Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara umum termaktub dalam taksonomi Bloom bahwa diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif) yang merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk dapat memahami dan memperdalam lebih lanjut dan melihat adanya keterangan serta keteraturannya. Di samping hal itu, pebelajaran sains diharapkan pula memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi dalam mencari jawaban terhadap suatu permasalahan. Karena ciri-ciri tersebut yang membedakan dengan pembelajaran lainnya (Laksmi Prihantoro dalam Trianto, 2010).
Dari uraian tersebut, maka hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain:
1) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prinsip dan konsep, fakta yang ada di alam, hubungan saling ketergantungan dan hubungan antara sains dan teknologi.
3) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi.
4) Sikap ilmiah antara lain skeptis, kritis, sensitive, objektif, jujur, terbuka, benar dan dapat bekerja sama.
5) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam.
6) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. (Depdiknas dalam Trianto, 2010).
a. Hakikat IPASains menurut Depdiknas (2004:3) adalah ilmu yang mempelajari fenomena-fenomena di alam semesta. Sains memperoleh kebenaran tentang fakta dan fenomena alam melalui kegiatan empirik yang dapat diperoleh melalui eksperimen laboratorium atau alam bebas. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Carin & Sund (1985:4) “Science is the system of knowing about the universe through data collected by observation and controlled experimentation”. Sains adalah sebuah sistem pengetahuan tentang alam semesta melalui kumpulan data dari observasi atau eksperimen.Collete & Chiapetta (1994:30) menyatakan pendapatnya tentang sains, yaitu: “science should viewed as a way thinking in the pursuit of understanding nature, as the way investigation claim about phenomena, and as a body of knowledge that has resulted from inquiry”. Bahwa sains harus dipandang sebagai suatu cara berpikir dalam upaya memahami alam, sebagai suatu cara penyelidikan tentang gejala, dan sebagai suatu kumpulan pengetahuan yang didapatkan dari proses penyelidikan. Sains disini adalah suatu cara berpikir dan cara penyelidikan untuk mencapai suatu ilmu pengetahuan tentang alam.Dalam Trianto (2007:102), IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur dan sebagainya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa ada tiga kemampuan dalam IPA yaitu: 1) Kemampuan mengetahui yang diamati; 2) kemampuan memprediksi apa yang belum diamati dan kemampuan untuk menguji tindak lanjut dari hasil eksperimen dan; 3) dikembangkannya sikap ilmiah.Sumaji, dkk (1998:31) menyatakan bahwa sains adalah suatu disiplin ilmu yang terdiri atas physical sciences dan life sciences. Termasuk dalam physical sciences adalah ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogi, meteorologi, dan fisika, sedangkan life sciences meliputi biologi, zoologi dan fisiologi.Menurut BSNP (2006:1), Karakteristik mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dapat dilihat melalui dua aspek yaitu biologis dan fisis. Aspek biologis, mata pelajaran IPA mengkaji berbagai persoalan yang berkait dengan berbagai fenomena pada makhluk hidup pada berbagai tingkat organisasi kehidupan dan interaksinya dengan faktor lingkungan, pada dimensi ruang dan waktu. Untuk aspek fisis, IPA memfokuskan diri pada benda tak hidup, mulai dari benda tak hidup yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari seperti air, tanah, udara, batuan dan logam, sampai dengan benda-benda di luar bumi dalam susunan tata surya dan sistem galaksi di alam semesta.
Masih menurut BSNP (2006:1), untuk aspek kimia, IPA mengkaji berbagai fenomena/gejala kimia baik pada makhluk hidup maupun pada benda tak hidup yang ada di alam semesta. Ketiga aspek tersebut, ialah aspek biologis (biotis), fisis, dan khemis, dikaji secara simultan sehingga menghasilkan konsep yang utuh yang menggambarkan konsep-konsep dalam bidang kajian IPA. Khusus untuk materi Bumi dan Antariksa dapat dikaji secara lebih dalam dari segi struktur maupun kejadiannya.Dalam penerapannya, IPA juga memiliki peranan penting dalam perkembangan peradaban manusia, baik dalam hal manusia mengembangkan berbagai teknologi yang dipakai untuk menunjang kehidupannya, maupun dalam hal menerapkan konsep IPA dalam kehidupan bermasyarakat, baik aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan. Oleh karena itu, struktur IPA juga tidak dapat dilepaskan dari peranan IPA dalam hal tersebut.Osborne & Dillon (2008) menyatakan “…that the primary goal of science education cannot be simply to produce the next generation of scientist.” Bahwa tujuan utama dari pendidikan IPA tak hanya sesederhana memproduksi generasi ilmuan di masa yang akan datang saja. Lebih lanjut dikemukakan “ … and that this needs to be an education that will develop an understanding of the major explanatory themes that science has to offer and contribute to their ability to engage critically with science in their future lives.” Yang secara singkat berarti ilmu pengetahuan ini dibutuhkan untuk mengembangkan pengertian anak tentang berbagai penjelasan peristiwa di alam dan juga memberikan kontribusi terhadap kemampuan anak di masa yang akan datang.Hakikat IPA yang dinyatakan oleh Sri Sulistyorini (2007:9) dapat dipandang dari segi produk, proses dan pengembangan sikap. Artinya, belajar IPA memiliki dimensi proses, dimensi hasil (produk) dan dimensi pengembangan sikap ilmiah. Ketiga dimensi tersebut bersifat saling terkait. Ini berarti proses belajar mengajar IPA seharusnya mengandung ketiga dimensi tersebut.Sedangkan hakikat IPA menurut Depdiknas (2006) meliputi empat unsur utama yaitu:1) Sikap: rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; IPA bersifat open ended;2) Proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan;3) Produk: berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum;4) Aplikasi: penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan Keempat unsur itu merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.Secara umum Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di SMP/MTs, meliputi bidang kajian energi dan perubahannya, bumi antariksa, makhluk hidup dan proses kehidupan, dan materi dan sifatnya yang sebenarnya sangat berperan dalam membantu peserta didik untuk memahami fenomena alam. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri: objektif, metodik, sistematis, universal, dan tentatif.
Kesimpulan dari beberapa definisi diatas bahwa IPA adalah sebuah proses memperoleh kebenaran tentang fakta dan fenomena alam yang meliputi aspek biologi, fisis dan khemis. Sedangkan hakikat IPA dapat dipandang sebagai sikap, proses, produk serta aplikasi pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari yang keseluruhannya saling terkait secara erat.
b. Pembelajaran IPAPembelajaran sering juga disebut dengan belajar mengajar sebagai terjemahan dari istilah “instructional” yang terdiri atas dua kata yaitu belajar dan mengajar. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Sesuai yang dinyatakan Nana Sujana (2004:28), Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada dalam individu.Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2007:57). Pembelajaran bisa juga diartikan sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Penyelenggaraan pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru, dimana pembelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa agar siswa dapat belajar dengan lebih aktif (Dimyati dan Mudjiono, 2002:113 ).Menurut Syaiful Sagala (2007:63) pembelajaran mempunyai dua karakteristik yaitu Pertama, dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa untuk sekedar mendengar, mencatatkan tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Kedua, dalam pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada gilirannya kemampuan berpikir itu akan dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi memberikan pengertian bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.Kegiatan pembelajaran IPA mencakup pengembangan kemampuan dalam mengajukan pertanyaan, mencari jawaban, memahami jawaban, menyempurnakan jawaban tentang “apa”, “mengapa”, dan “bagaimana” tentang gejala alam maupun karakteristik alam sekitar melalui cara-cara sistematis yang akan diterapkan dalam lingkungan dan teknologi. Kegiatan
tersebut dikenal dengan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode ilmiah. Metode ilmiah dalam mempelajari IPA itu sendiri telah diperkenalkan sejak abad ke-16 (Galileo Galilei dan Francis Bacon) yang meliputi mengidentifikasi masalah, menyusun hipotesa, memprediksi konsekuensi dari hipotesis, melakukan eksperimen untuk menguji prediksi, dan merumuskan hukum umum yang sederhana yang diorganisasikan dari hipotesis, prediksi, dan eksperimen (Pusat Kurikulum, 2006).Dalam belajar IPA peserta didik diarahkan untuk membandingkan hasil prediksi peserta didik dengan teori melalui eksperimen dengan menggunakan metode ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, yang didasarkan pada metode ilmiah. Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat”, hal ini akan membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.Keterampilan dalam mencari tahu atau berbuat tersebut dinamakan dengan keterampilan proses penyelidikan atau “inquiry skills” yang meliputi mengamati, mengukur, menggolongkan, mengajukan pertanyaan, menyusun hipotesis, merencanakan eksperimen untuk menjawab pertanyaan, mengklasifikasikan, mengolah, dan menganalisis data, menerapkan ide pada situasi baru, menggunakan peralatan sederhana serta mengkomunikasikan informasi dalam berbagai cara, yaitu dengan gambar, lisan, tulisan, dan sebagainya. Melalui keterampilan proses dikembangkan sikap dan nilai yang meliputi rasa ingin tahu, jujur, sabar, terbuka, tidak percaya tahyul, kritis, tekun, ulet, cermat, disiplin, peduli terhadap lingkungan, memperhatikan keselamatan kerja, dan bekerja sama dengan orang lain.Oleh karena itu pembelajaran IPA di sekolah sebaiknya: (1) memberikan pengalaman pada peserta didik sehingga mereka kompeten melakukan pengukuran berbagai besaran fisis, (2) menanamkan pada peserta didik pentingnya pengamatan empiris dalam menguji suatu pernyataan ilmiah (hipotesis). Hipotesis ini dapat berasal dari pengamatan terhadap kejadian sehari-hari yang memerlukan pembuktian secara ilmiah, (3) latihan berpikir kuantitatif yang mendukung kegiatan belajar matematika, yaitu sebagai penerapan matematika pada masalah-masalah nyata yang berkaitan dengan peristiwa alam, (4) memperkenalkan dunia teknologi melalui kegiatan kreatif dalam kegiatan perancangan dan pembuatan alat-alat sederhana maupun penjelasan berbagai gejala dan keampuhan IPA dalam menjawab berbagai masalah.Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses belajar yang dibangun oleh guru ini diharapkan mampu membangun karakteristik mental siswa dan juga keaktifan siswa dalam memperoleh pengetahuan yang mereka butuhkan. Sedangkan pembelajaran IPA di fokuskan pada proses inkuiri dan berbuat
sehingga dapat membantu peserta didik mendapatkan pemahaman tentang gejala-gejala yang terjadi di alam sekitarnya.
Dalvi. 2006. Upaya Meningkatkan Keaktifan Belajar Siswa dalam Pembelajaran Agama dengan Menggunakan Metode Belajar Aktif Tipe Quiz Team. Jurnal Guru.
Top Related