Download - Kultur Jaringan-Adis.doc

Transcript

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

Kultur Jaringan

Nama

: ADIS PERMATA SARI

NIM

: 125040201111205

Kelompok : SELASA, 11.00

Asisten : NANIK SUPRIATUN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk terus meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut diikuti dengan peningkatan permintaan masyarakat akan produk pertanian, baik untuk kebutuhan pangan maupun kebutuhan industri. Sementara, hal tersebut tidak diikuti dengan peningkatan prduksi petanian. Produksi produk pertanian dari tahun ke tahun cenderung tetap bahkan menurun.

Salah satu kendala dalam peningkatan produksi adalah ketersedian bahan tanam yang berualitas terbatas. Untuk mengatasi masalah tersebut cara pebanyakan secara konvensional bukan lagi cara yang tepat melainkan menggunakan konsep bioteknologi yaitu kultur jaringan.

Melalui kultur jaringan tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai kebutuhan karena faktor perbanyakannya yang tinggi. Bibit dari varietas unggul yang jumlahnya sangat sedikit dapat segera dikembangkan melalui kultur jaringan. Pada tanaman perbanyakan melalui kultur jaringan, bila berhasil dapat lebih menguntungkan karena sifatnya akan sama dengan induknya (seragam) dan dalam waktu yang singkat bibit dapat diproduksi dalam jumlah banyak dan bebas penyakit.

Perbanyakan tanaman secara kultur jaringan salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan kultur organ. Kultur organ merupakan upaya perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian organ tanaman tersebut seperti bakal tunas, daun ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga, buku batang, akar dan sebagainya dan proses pengkulturan ini menjaga keadaan terorganisir sambil mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan ke arah perbanyakan dan regenerasi tanaman baru yang lengkap dan seperti induknya. Untuk pembuatan kultur organ ini harus steril agar eksplan tidak terkontaminasi jamur bakteri ataupun virus dan dapat tumbuh seperti yang diharapkan.

1.2 Tujuan

1. Untuk mengetahui Syarat Eksplan dalam Kultur Jaringan

2. Untuk mengetahui Faktor Penentu Keberhasilan Kultur Jaringan

3. Untuk mengetahui Tahap Kultur Jaringan

4. Untuk mengetahui Jenis Kontaminasi pada Eksplan

5. Untuk mengetahui pengaruh media terhadap pertumbuhan eksplan

6. Untuk mengetahui Tahapan Pertumbuhan Eksplan

7. Untuk mengetahui tahapan sterilisasi eksplan dan penanaman eksplan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Syarat Eksplan dalam Kultur JaringanPemilihan eksplan sebagai bahan dasar untuk pembentukkan kalus, syarat syarat tumbuhan eksplan sebagai berikut:

1. Jaringan tersebut sedang aktif pertumbuhannya, diharapkan masih terdapat zat tumbuh yang masih aktif sehingga membantu perkembangan jaringan selanjutnya.

2. Eksplan yang diambil beerasal dari bagian daun, akar, mata tunas, kuncup, ujung batang, dan umbi yang dijaga kelestarianya.

3. Eksplan yang diambil dari bagian yang masih muda (bila ditusuk pisau akan trasa lunak sekali. Penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yang baik terutama untuk kultur cair. Pilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu imbibisi, temperature dan dormansi (Gamborg, 1968).

2.2 Faktor Penentu Keberhasilan Kultur JaringanTeknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syaratnya yaitu:

1. Pemilihan eksplan sebagai bahan dasar untukpembentukkan kalus.

2. Penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara yangbaik terutama untuk kultur cair.

3. Pilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian meristem, seperti: daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji dan sebagainya. Bila menggunakan embrio bagian bji-biji yang lain sebagai eksplan, yang perludiperhatikan adalah kemasakan embrio, waktuimbibisi, temperatur dan dormansi.

Menurut Nugrahani, dkk. (2011), keberhasilan teknik propagasi secara in vitro ini ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:1. Faktor tanaman Genotipe tanaman (varietas, species tanaman induk), kondisi eksplan (jenis eksplan, ukuran, umur, fase fisiologis jaringan).

2. Faktor lingkungan tumbuhSuhu 25oC, kelembaban antara 80-99% (botol tertutup rapat), cahaya (sumber cahaya ruang kultur adalah lampu TL 1000 lux), media tanam ( jenis media, komposisi media, hormon).

3. Faktor sterilitas / kondisi aseptikSterilitas bahan dan peralatan laboratorium (penggunaan autoklaf), sterilitas ruang (penggunaan bahan antiseptik seperti kloroform danalkohol), sterilitas dalam pelaksanaan (penggunaan entkas dan laminar air Flow).2.3 Tahapan Kultur Jaringan1. Pemilihan dan Penyiapan Tanaman IndukSumber Eksplan

Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih bahan induk yang akan diperbanyak. Untuk tanaman yang akan di kultur jaringkan. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya serta harus sehat dan bebas dari hama dan penyakit. Tanaman indukkan sumber eksplan tersebut harus dikondisikan dan dipersiapkan secara khusus di rumah kaca ( greenhouse ) agar eksplan yang akan dikulturkan sehat dan dapat tumbuh baik serta bebas dari sumberkontaminan pada waktu dikulturkan secara in-vitro (Yusnita, 2005).

Pemeliharaan rutin yang harus dilakukan meliputi: pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan dengan pestisida (fungisida, bakterisida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih sehat dan dan bersih dari adanya kontaminan. Selain itu, pengubahan status fisiologi tanaman induk sumber eksplan kadang-kadang perlu dilakukan seperti memanipulasi parameter cahaya, suhu, dan zat pengatur tumbuh. Manipulasi tersebut bisa dilakukan dengan mengkondisikan tanaman induk dengan fotoperiodisitas dan temperatur tertentu untuk mengatasi dormansi serta penambahan ZPT seperti sitokinin untuk merangsang tumbuhnya mata tunas baru dan untuk meningkatkan reaktivitas eksplan pada tahap inisiasi kultur (Yusnita, 2005).

2. Inisiasi Kultur

Tujuan utama dari propagasi secara in-vitro tahap ini adalah pembuatan kultur dari eksplan yang bebas mikroorganisme serta inisiasi pertumbuhan baru (Wetherell, 1978).

Aseptik berarti bebas dari mikroorganisme, sedangkan aksenik berarti bebas dari mikroorganisme yang tidak diinginkan. Dalam tahap ini juga diharapkan bahwa eksplan yang dikulturkanakan menginisiasi pertumbuhan baru, sehingga akan memungkinkan dilakukannya pemilihan bagian tanaman yang tumbuhnya paling kuat,untuk perbanyakan (multiplikasi) pada kultur tahap selanjutnya (Wetherell,1975).

3. Multiplikasi atau Perbanyakan Propagul

Tahap ini bertujuan untuk menggandakan propagul atau bahan tanaman yang diperbanyak seperti tunas atau embrio, serta memeliharanya dalam keadaan tertentu sehingga sewaktu-waktu bisa dilanjutkan untuk tahap berikutnya (Yusnita, 2005).Pada tahap ini, perbanyakan dapat dilakukan dengan cara merangsang terjadinya pertumbuhan tunas cabang dan percabangan aksiler atau merangsang terbentuknya tunas pucuk tanaman secara adventif, baik secara langsung maupun melalui induksi kalus terlebih dahulu. Seperti halnya dalam kultur fase inisiasi, di dalam media harus terkandung mineral, gula, vitamin, dan hormon dengan perbandingan yang dibutuhkan secara tepat (Wetherell, 1975).Kemampuan memperbanyak diri yang sesungguhnya dari suatu perbanyakan secara in-vitro terletak pada mudah tidaknya suatu materi ditanam ulang selama multiplikasi (Wetherell, 1975). Eksplan yang dalam kondisi bagus dan tidak terkontaminasi dari tahap inisiasi kultur dipindahkan atau disubkulturkan ke media yang mengandung sitokinin. Subkultur dapat dilakukan berulang-ulang kali sampai jumlah tunas yang kita harapkan, namun subkultur yang terlalu banyak dapat menurunkan mutu dari tunas yang dihasilkan, seperti terjadinya penyimpangan genetik (aberasi), menimbulkan suatu gejala ketidak normalan (vitrifikasi) dan frekuensi terjadinya tanaman off-type sangat besar (Williams, 2003).4. Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar

Tujuan dari tahap ini adalah untuk membentuk akar dan pucuk tanaman yang cukup kuat untuk dapat bertahan hidup sampai saat dipindahkan dari lingkungan in-vitro ke lingkungan luar. Dalam tahap ini, kultur tanaman akan memperoleh ketahanannya terhadap pengaruh lingkungan, sehingga siap untuk diaklimatisasikan (Williams, 2003).Tunas-tunas yang dihasilkan pada tahap multiplikasi di pindahkan ke media lain untuk pemanjangan tunas. Media untuk pemanjangan tunas mengandung sitokinin sangat rendah atau tanpa sitokinin. Tunas tersebut dapat dipindahkan secara individu atau berkelompok. Pemanjangan tunas secara berkelompok lebih ekonomis daripada secara individu. Setelah tumbuh cukup panjang, tunas tersebut dapat diakarkan. Pemanjangan tunas dan pengakarannya dapat dilakukan sekaligus atau secara bertahap, yaitu setelah dipanjangkan baru diakarkan. Pengakaran tunas in-vitro dapat dilakukan dengan memindahkan tunas ke media pengakaran yang umumnya memerlukan auksin seperti NAA atau IBA. Keberhasilan tahap ini tergantung pada tingginya mutu tunas yang dihasilkan pada tahap sebelumnya. Disamping itu, beberapa perlakuan yang disebut hardening in vitro telah dilaporkan dapat meningkatkan mutu tunas sehingga planlet atau tunas mikro tersebut dapat diaklimatisasikan dengan persentase yang lebih tinggi. Dalam Pemanjangan Tunas, Induksi, dan Perkembangan Akar. Ada beberapa hal perlakuan yang bisa dilakukan sebagai berikut:a. Mengondiskan kultur di tempat yang pencahaannya berintensitas lebih tinggi (contohnya 10000 lux) dan suhunya lebih tinggi.

b. Pemanjangan dan pemanjangan tnas mikro dilakukan dalam media kultur dengan hara mineral dan sukrosa lebih rendah dan konsentrasi agar-agar lebih tinggi (Lilik Setyorini, 2006).

5. Aklimatisasi

Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti rumah kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut aklimatisasi.

Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi. Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam botol.Kondisi di luar botolbekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol. Planlet atau tunas mikro lebih bersifat heterotrofik karena sudah terbiasa tumbuh dalam kondisi berkelembaban sangat tinggi, aseptik, serta suplai hara mineral dan sumber energi berkecukupan (Yusnita, 2005).2.4 Jenis Kontaminasi pada Eksplan.Jenis kontaminasi ada dua yaitu kontaminasi eksternal dan kontaminasi internal. Kontaminasi eksternal dapat disebabkan oleh jamur dan bakteri. Bila terkena kontaminasi bakteri maka tanaman akan basah atau menyebabkan adanya lendir, hal ini dikarenakan bakteri langsung menyerang terhadap jaringan dari tubuh tumbuhan itu sendiri. Sedangkan bila terkontaminasi oleh jamur, tanaman akan lebih kering dan akan muncul hifa jamur pada tanaman yang terserang dan biasanya dapat dicirikan dengan adanya garis garis (seperti benang) yang berwarna putih sampai abu abu. Penyebab terjadinya kontaminasi bisa diakibatkan karena kesalahan pada saat penanaman, saat sterilisasi media dan eksplan atau bahkan pada saat pembuatan media. Pencegahan untuk kontaminasi eksternal dapat dilakukan dengan sterilisasi kontak (Marlin dan Romaida, 2008).

Sedangkan kontaminasi internal umumnya disebabkan oleh bahan eksplan itu sendiri. Untuk mengatasi kontaminasi internal dapat digunakan HgCl2 karena dapat menurunkan laju kontaminasi bakteri internal tanpa merusak jaringan. Selain itu juga dapat dilakukan dengan penggunaan fungisida, HgCl2 dan klorin karena dengan penggunaan kombinasi bahan sterilan tersebut merupakan upaya sterilisasi berlapis untuk mereduksi resiko kontaminasi baik yang berasal dari cendawan, bakteri maupun kotoran-kotoran lain yang menempel pada permukaan eksplan (Marlin dan Romaida, 2008).

2.5 Pengaruh Media TerhadapPertumbuhanEksplan.Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan.Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya.Media yang digunakan biasanya terdiri dari unsur hara makro dan mikro dalam bentuk garam mineral, vitamin, dan zat pengatur tumbuh (hormon). Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan seperti gula, agar, arang aktif, bahan organik lain (air kelapa, bubur pisang, ekstrak buah, ekstrak kecambah) .Media yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol kaca dan disterilisasi.Komposisi media yang digunakan tergantung dari tujuan dan jenis tanaman yang dikulturkan. Media tanam kultur jaringan terdiri dari dua jenis yaitu media cair dan media padat. Media cair digunakan untuk menumbuhkan eksplan sampai terbentuk PLB (Protocorm Like Body). Media padat digunakan untuk menumbuhkan PLB sampai terbentuk planlet (tanaman kecil).Media padat dibuat dengan melarutkan nutrisi dan agar-agar ke dalam akuades dan disterilkan. Berdasarkan komposisi dan kesesuaian media terhadap jenis tanaman yang akan dikulturkan, dikenal beberapa jenis media dasar:

Media VW yang diformulasikan dan diperkenalkan oleh E. Vacin dan F. Went (1949), untuk tanaman Anggrek.

Media MS yang diformulasikan dan diperkenalkan oleh Murashige dan Skoog (1962) untuk berbagai tanaman hortikultura.

Media Euwen untuk tanaman kelapa.

Media B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel kedelai, alfafa dan legume lain.

Media White, untuk kultur akar.

Media Woody Plant Madium (WMP) untuk tanaman berkayu.

Media N6 untuk tanaman serealia.

Media Nitsch dan Nitsch untuk kultur sel dan kultur tepung sari.

Media Schenk dan Hildebrandt untuk tanaman berkayu.

Media dasar tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan, dengan menambahkan vitamin dan zat pengatur tumbuh (hormon).Zat pengatur tumbuh diperlukan untuk mengatur diferensiasi tanaman. Ada beberapa zat pengatur tumbuh yang biasa dipergunakan dalam kultur jaringan, yaitu:

Golongan Auxin: IAA, NAA, IBA, 2,4-D.

Golongan Cytokinin: Kinetin, BAP/BA, 2 i-P, zeatin, thidiazuron, PBA.

Golongan giberellin : GA3.

Golongan growth retardan : Paclobutrazol, Ancymidol.

Pada umumnya, hormon yang banyak dipergunakan adalah golongan auksin dan sitokinin. Perbandingan komposisi antara kedua hormon tersebut akan menentukan perkembangan tanaman, yaitu:

Auksin tinggi, sitokinin rendah = perkembangan akar.

Sitokinin tinggi, auksin rendah = perkembangan tunas.

Auksin = sitokinin = perkembangan kalus.

Selain hormon, media kultur jaringan juga harus mengandung vitamin. Vitamin yang biasa dipergunakan dalam media kultur jaringan antara lain vitamin B12 (thiamin), Nicotinic Acid, vitamin B6 (pyridoxine), dan vitamin E atau C. Pada semua komposisi media kultur jaringan,hormon dan vitamin diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Masing-masing komponen media memiliki peran sebagai berikut:

Unsur hara makro: metabolisme tanaman.

Unsur hara mikro: pengaturan enzym.

Vitamin: regulasi (pengaturan).

Gula atau sukrosa: karbohidrat, sumber karbon, sumber energi.

Zat pengatur tumbuh (ZPT): merangsang, menghambat atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Arang aktif: mengarbsorbsi senyawa fenolik dan untuk merangsang pertumbuhan akar.

Agar-agar: pemadat.

Aquadestilata: pelarut.

Selain unsur hara, vitamin dan hormon, perlu juga diperhatikan adalah derajat keasaam (pH) media, yakni sekitar 4,8-5,6. Untuk menyesuaikan pH campuran media dapat ditambahkan larutan NaOH 0,1 N bila larutan terlalu asam (pH rendah). Sedangkan bila pH terlalu tinggi ditambah HCl 0,1 N untuk menurunkan pH sesuai dengan yang dikehendaki(Nugrahani, dkk., 2011).

2.6 Tahapan Pertumbuhan EksplanSecara umum proses pertumbuhan eksplan dibagi menjadi empat macam yaitu.

1. Embriogenesis somatic yang mengarah pada pembentukan struktur bipolar yang mengandung axis tunas dan akar dengan system vascular tertutup. Embriogenesis somatic dapat dihasilkan secara langsung maupun tidak langsung melalui pembentukan kalus dari eksplan.

2. Pembentukan tunas axilari yang secara genetic stabil. Pembentukan tunas axilari merupakan metode yang paling baik karena planlet yang dihasilkan serupa dengan tanaman induk.

3. Pembentukan tunas adventif yaitu tunas yang terbentuk dari sumber selain meristem. Stabilitas genetic planlet yang terbentuk dari tunas adventif tidak dapat dijamin sebab jika kalus terbentuk maka kemungkinan ketidakstabilan genetic akan meningkat.

4. Organogenesis yaitu pembentukan organ dari jaringan yang tidak mengalami deferensiasi, yaitu dalam hal ini adalah kalus (Pramanik D, 2010)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

1. Alat

a. Botol 50 mL ( wadah sterilisasi eksplanb. 10 botol kultur ( wadah kulturc. Gelas ukur ( mengukur larutand. Timbangan analitik ( menimbang bahane. LAFC ( ruang penanamanf. Petri dish ( wadah pemotongan eksplang. Scalpel ( memotong eksplanh. Pinset ( memindahkan eksplani. Bunsen ( membakar scalpel, pinset, dan bibir botolj. Sarung tangan lateks & Masker ( menjaga sterilitas k. Kamera ( dokumentasi l. Karet gelang ( pengikat plastik wrapingm. Plastik wraping ( penutup botol kultur

2. Bahan

a. Krisan ( bahan eksplanb. Detergen ( sterilisasi bakteric. Clorox ( sterilisasi detergend. Fungisida ( sterilisasi fungie. Air mengalir ( membilasf. Aquades ( pelarut dan membilasg. Alkohol 70% ( sterilisasi tangan dan botol kulturh. Alkohol 90% ( sterilisasi scalpel dan pinset3.2 Cara Kerja

a. Sterilisasi Awal

Potong nodus batang/pucuk tanaman krisan sesuai kebutuhan (lebihkan ukuran pemotonganya)

Masukan ke dalam botol yang telah berisi detergen dan kocok selama 10 menit, bilas pada air mengalir

Masukan ke dalam botol yang telah berisi clorok (bahan aktif NaOCl) 30%, kocok selama 10 menit, bilas dengan aquades

Masukan ke dalam botol yang telah berisi Fungisida (Benlate), rendam selama 5 menit, bilas dengan aquades

Masukan ke dalam botol yang telah berisi aquades steril dan masukan ke dalam LAFC

b. Penanaman/Kultur Organ

Siapkan alat dan bahan serta planlet yang telah disterilisasi

sebelum digunakan, Bersihkan LAFC kemudian sterilkan dengan sinar UV selama 20 menit

Sebelum melakukan penanaman, semprotkan alcohol 70% pada tangan dan semua botol yang akan digunakan

Alat-alat yang digunakan diatur dengan rapi pada LAFC, posisi scalpel dan pinset serta alcohol 90% yang digunakan untuk mensterilkan dissecting kit (scalpel dan pinset) disebelah kiri Bunsen sedangkan botol kultur isebelah kanan

Masukkan planlet kedalam LAFC

ambil planlet dan keringkan dengan tissue steril

Planlet dipotong dengan pisau scalpel di atas petridish

Sebelum dan sesudah menggunakan pinset maupun scalpel celupkan ke dalam ethanol 90%, lalu dibakar pada nyala api bunsen

Tanam eksplan pada media tanam yang bibir botolnya sudah disterilkan dengan cara dibakar pada nyala api bunsen

Botol kultur ditutup plastic wrafing atau aluminum foil lalu diikat dengan karet gelang

Simpan botol kultur yang telah ditanami eksplan pada ruang kultur

Amati perkembangannya selama 14 hari3.3 Analisa perlakuan

Dalam penanaman kultur organ, bahan yang dipilih adalah krisan karena mudah untuk diperoleh serta pertumbuhan selnya relative cepat. Dalam pemotongan awal, potongan dilebihkan sebagai seleksi awal agar nantinya proses pemotongan pada penanaman lebih mudah. Tahap penanaman ada 2, yaitu sterilisasi awal (sterilisasi eksplan) dan penanaman di LAFC. Dalam sterilisasi awal, ada 3 larutan bahan yang digunakan yaitu detergen untuk sterilisasi dari bakteri, cloroks untuk menghilangkan detergen dari eksplan dan fungisida untuk sterilisasi dari cendawan jamur.

Penanaman di LAFC harus ada dalam kondisi steril sehingga selain sterilisasi alat juga dilakukan sterilisisasi diri dengan alcohol 70% dan menggunakan alat pelindung diri berupa masker dan sarung tangan lateks. Hal ini dikarenakan tubuh juga membawa patogen serta enzim-enzim yang dapat menggagalkan proses kultur jaringan. Alat-alat yang digunakan dalam LAFC yaitu pinset dan scalpel sebelum dan setelah digunakan harus dicelupkan ke dalam alcohol 90% kemudian dibakar pada Bunsen untuk menjaga agar kondisi benar-benar steril sehingga kontaminasi dapat diminimalisir. Eksplan yang ditanam harus diletakkan tegak sesuai titik tumbuhnya pada media. Hal ini agar eksplan dapat tumbuh dengan baik. Botol kultur yang telah ditanami eksplan harus disterilisasi kembali dengan membakar mulut botol pada Bunsen dan menutupnya dengan plastic serta mengikatnya rapat agar pengaruh dari luar dapat dihindarkan. Setelah eksplan ditanam semua maka eksplan dipindahkan ke rak kultur untuk diamati. Pengamatan dilakukan selam 2 minggu dengan interval pengamatan 3 hari sekali. Setiap kali dilakukan pengamatan harus dicatat dan didokumentasikan.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Hasil4. 2 PembahasanBerdasarkan hasil praktikum kultur jaringan pada organ tanaman krisan didapatkan hasil dari 9 penanaman pada media MS adala seluruh media terkena kontaminasi baik berupa bakteri maupun jamur.

Pada media 1

Pada media 2

Pada media 3

Pada media 4

Pada media 5

Pada media 6

Pada media 7

Pada media 8

Pada media 9

Adanya kontaminasi pada masing-masing media dapat disebabkan oleh dua jenis yaitu kontaminasi eksternal dan kontaminasi internal. Kontaminasi eksternal dapat disebabkan oleh jamur dan bakteri. Penyebab terjadinya kontaminasi bisa diakibatkan karena kesalahan pada saat penanaman, saat sterilisasi media dan eksplan atau bahkan pada saat pembuatan media. Pencegahan untuk kontaminasi eksternal dapat dilakukan dengan sterilisasi kontak (Marlin dan Romaida, 2008).

Sedangkan kontaminasi internal umumnya disebabkan oleh bahan eksplan itu sendiri. Untuk mengatasi kontaminasi internal dapat digunakan HgCl2 karena dapat menurunkan laju kontaminasi bakteri internal tanpa merusak jaringan. Selain itu juga dapat dilakukan dengan penggunaan fungisida, HgCl2 dan klorin karena dengan penggunaan kombinasi bahan sterilan tersebut merupakan upaya sterilisasi berlapis untuk mereduksi resiko kontaminasi baik yang berasal dari cendawan, bakteri maupun kotoran-kotoran lain yang menempel pada permukaan eksplan (Marlin dan Romaida, 2008).

BAB VPENUTUP5. 1 Kesimpulan5. 2 Saran

DAFTAR PUSTAKABasri, Zainuddin. 2008. Multiplikasi Empat Varietas Krisan Melalui Teknik Kultur Jaringan. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah.Gunawan (1988) dalam Susilowati, Ari dan Listyawati, Shanti. 2001. Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme Sumber Kontaminasi Kultur In vitro di Sub-Lab. Biologi Laboratorium MIPA Pusat UNS. Universitas Sebalas Maret, Surakarta.Irwanto. 2006. Tesis: Pengaruh Perbedaan Naungan Terhadap Pertumbuhan Semai Shorea sp di Persemaian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.Nugrahani, dkk. 2011. Teknik Propagasi Secara In Vitro. Surabaya: Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jawa Timur.

Prayitno, Joko. 2011. Kultur Jaringan Gaharu. Balai Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Purnamaningsih, R 2002, Regenerasi tanaman melalui

embriogenesis somatik dan beberapa gen

yang mengendalikannya, Buletin AgroBio

5(2):5158.

Roostika, I., I. Darwati, and I. Mariska. 2006.

Regeneration of pruatjan (Pimpinella pruatjan

Molk.): Axillary bud proliferation and

encapsulation. Jurnal Agrobiogen 2(2): 68-73.

Susilowati, Ari dan Listyawati, Shanti. 2001. Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme Sumber Kontaminasi Kultur In vitro di Sub-Lab. Biologi Laboratorium MIPA Pusat UNS. Universitas Sebalas Maret, Surakarta.Yusnita, Widodo, Sudarsono. 2005. In vivo selection of

peanut somatic embryos on medium

containing culture filtrates of Sclerotium

rolfsii and plantlet regeneration. Hayati 12:

50-56.

Gamborg et al, 1968. Kultur Teknik Anggur. BALITHI. Jakarta.Marlin., Suharjo, Usman KJ., dan Romaida, A. 2008. Penuntun Praktikum Teknik Kultur Jaringan. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.Sandra, Edi. 2006.Kultur jaringan anggrek skala rumah tangga. Jakarta: Agromedia pustaka.

Setyorini, Lilik.2006. Tunas Kultur Jaringan/Kultur Organ Mikroorganisme/Biologi/Bioteknologi. Balai Pustaka Ilmiah : Jakarta.

Wetherel.1975. Tissue Culture for Eksplaned To Plants. University of Chicago : USA.

Williams.2003. Teknik Multiplikasi Pada Kultur Organ. Bioteknologi Modern. Biologi : Tissue Culture of Multiplication For organisms. New York : USA.

Yusnita.2005.Kultur Organ Tanaman Eksplan. Balai Pengakajian Ilmiah. Universitas Sudirman : Yogyakarta.

Abidin. 1985. Solusi perbanyakan tanaman budidaya kultur jaringan tanaman. bumi aksara. Jakarta.Been-Jaacov, J. and R.W. Langhans. 1972. Rapid multipli-cation of chrysanthenum plants by stem-tip proliferation. Horticulture Science 7:289-290Coleman, J. O. D., Evans, D.E., and Kearns, A. 2003. Plant Cell Culture. New York: BIOS Scientific Publishers

Dods JH and Robert LW. 1995.Experiment in Plant Tissue Culture. Amerika: CU Press.

Gunawan, L.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan. Bogor: Laboratorium Kultur Jaringan, PAU Bioteknologi, IPB.

Handoko, Agus. 2003. Budi Daya Bambu Rebung. Yogyakarta: Kanisius.

Karjadi, A.K dan Buchory A. 2008. Pengaruh Komposisi Media Dasar, Penambahan BAP dan Pikloram terhadap Induksi Tunas Bawang Merah. Jurnal Hortikultura Volume 18 Nomor I : 1-9.

Mariska, I. dan E.G. Lestari. 1995. Pemanfaatan kultur jaringan dalam pelestarian dan produksi bibit tumbuhan obat. Prosiding Forum Konsultasi Strategi dan Koordinasi Pengembangan Agroindustri Tanaman Obat Balittro. Bogor, 28-29 November 1995.

Marlin., Suharjo, Usman KJ., dan Romaida, A. 2008. Penuntun Praktikum Teknik Kultur Jaringan. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu.Marlina, Nina. 2004. Teknik Modifikasi Media Murashige dan Skoog (MS) untuk konservasi In Vitro Mawar (Rossa spp.). Buletin Teknik Pertanian 9(1).

Murashige, T and Skoog, F. 1962. A Revised Medium for Rapid Growth and Bio Assays with Tobacco Tissue Culture. Physiol Plant. 15 : 473-407

Nandang, J.P. 1993. Peranan air kelapa dalam kultur jaringan tanaman krisan. Tesis Program Pascasarjana IPB. 113 hal.

Pelczar, M.J. dan E.C.S. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press

Santoso U, Nursandi F. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press.

Susilowati, Ari dan Shanti Listyawati. 2001. Keanekaragaman Jenis Mikroorganisme Sumber Kontaminasi Kultur In vitro di Sub-Lab. Biologi Laboratorium MIPA Pusat UNS. Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta.

Wardiyanti, 1998. Teknik kultur jaringan tumbuhan. PAU bioteknologi IPB. Bogor. Wetherell, 1982. Pengantar propagansi tanaman secara in vitro. New jersey. Avery plublishing.Yuliarti, N. 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga. Jakarta: Andi Publisher.