Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama “Peningkatan Ketahanan Ekonomi
Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global”Malang, 17 Mei 2017
79
KUALITAS PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH
KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR
Ida Nuraini Universitas Muhammadiyah Malang
Abstract
Pertumbuhan ekonomi telah lama dijadikan sebagai indikator keberhasilan pembangunan ekonomi.
Namun demikian, yang sering terjadi adalah tingginya pertumbuhan ekonomi yang tidak diikuti
dengan pemerataan pendapatan. Oleh sebab itu perlu adanya pengembangan konsep pembangunan
ekonomi yang tidak hanya memakai indikator pertumbuhan ekonomi tetapi pertumbuhan ekonomi
yang berkualitas yang memasukkan dimensi pemerataan pendapatan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk memetakan dan menganalisis daerah kabupaten/kota di Jawa Timur berdasar konsep
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yaitu yang mempertimbangkan adanya pemerataan
pendapatan. Berdasar perhitungan menggunakan Indeks Williamson (IW) yang dimodifikasi dan data
tahun 2012-2015, Kota Surabaya merupakan kota yang tingkat ketimpangan pendapatannya tertinggi
dengan nilai IW mencapai 0,19. Sementara itu Kab. Bojonegoro, Kab. Tuban, Kota Blitar, Kota
Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota Madiun dan Kota Batu merupakan derah yang
ketimpangan pendapatannya paling rendah (IW = 0,00). Dari analisis Typology Klassen dapat
disimpulkan bahwa 15 Kabupaten / Kota yang tergolong Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
(Pertumbuhan ekonominya tinggi dan ketimpangan pendapatannya rendah). Sementara itu Daerah
Maju tapi Tertekan (pertumbuhan ekonominya rendah dan ketimpangan pendapatannya rendah)
terdiri dari 17. Daerah Berkembang Pesat (pertumbuhan ekonominya tinggi dan ketimpangan
pendapatannya tinggi) terdiri dari 4 Kabupaten / Kota. Sedangkan Daerah Relative Tertinggal
(pertumbuhan ekonominya rendah dan ketimpangan pendapatannya tinggi) terdiri dari 2 Kabupaten /
Kota yaitu Kabupaten Kediri dan Kota Kediri. Secara umum dapat disimpulkan bahwa
Kabupaten/Kota di Jawa Timur belum memiliki kualitas pertumbuhan ekonomi yang baik karena
belum semua wilayah kabupaten/kota memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan disparitas
pendapatan yang belum merata. Tapi secara nasional Jawa Timur sudah dikatakan berhasil dalam
distribusi pendapatan.
Keyword: Kualitas Pertumbuhan Ekonomi, Distribusi Pendapatan, Pembangunan Ekonomi, Jawa
Timur.
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi hingga kini masih digunakan sebagai indikator kemajuan
perekonomian secara agregat. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan peningkatan dalam produksi
barang maupun jasa dalam suatu perekonomian, sehingga pertumbuhan ekonomi ini merupakan salah
satu indikator penting di dalam melakukan suatu analisis pembangunan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada tahun 1990-1994 menduduki peringkat 9 dari 93 negara, dan tahun 2005-
2011 menduduki peringkat 5. Namun perlu dicermati apakah tingginya pertumbuhan ekonomi atau
kemajuan perekonomian di suatu negara bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat? Bisa jadi
Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama “Peningkatan Ketahanan Ekonomi
Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global”Malang, 17 Mei 2017
80
pertumbuhan ekonomi yang tinggi justru mengakibatkan semakin besarnya ketimpangan pendapatan
masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur berdasar data dari Badan Pusat Statistik Jawa Timur
hingga triwulan I tahun 2016 sebesar 5,34%. Pada triwulan yang sama tahun sebelumnya hanya
sebesar 5,05%. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang tinggi tersebut sebagian besar didorong oleh
3 sektor utama yaitu sektor pertanian, sektor industri manufaktur, sektor perdagangan, hotel dan
restoran. Pertumbuhan ekonomi tersebut kelihatan tidak merata antar sektor. Sektor yang mengalami
pertumbuhan cepat (dia atas 6%) seperti sektor industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, sektor
bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi serta keuangan, persewaan
dan jasa. Sektor bangunan memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu 8,98%. Sektor pertanian memiliki
peringkat pertumbuhan terendah yaitu 0,88% dan mengalami perlambatan hingga 0,26% pada tahun
2014.
Pertumbuhan ekonomi harusnya mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakat, namun
syaratnya adalah bahwa pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto harus dibarengi dengan
pengendalian laju inflasi. Pertumbuhan ekonomi yang tidak dibarengi dengan pertumbuhan inflasi
akan menurunkan kesejahteraan masyarakat karena tingkat pendapatan tidak mampu mengimbangi
kenaikan harga-harga yang dicerminkan dari naiknya tingkat inflasi. Tahun 2009 inflasi Jawa Timur
sebesar 3,62% dan menjadi 7,59% pada tahun 2013 yang hal ini lebih besar daripada angka
pertumbuhan ekonomi yang hanya sebesar 5,78%.
Pertumbuhan ekonomi yang mencerminkan kesejahteraan masyarakat harus tercermin pada
tingkat kemiskinan yang ada di daerah tersebut. Jumlah penduduk miskin di Jawa Timur jika dilihat
dari data antar Kabupate/Kota adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Penduduk Miskin Jawa Timur
No Kabupaten/Kota Penduduk
miskin (000)
Persentase
Penduduk
miskin
Garis Kemiskinan
Rp/Kap/Bln
1 Pacitan 88,90 16,18 220.810
2 Ponorogo 99,90 11,53 247.368
3 Trenggalek 90,00 13,10 250.666
4 Tulungagung 89,00 8,75 277.707
5 Blitar 116,70 10,22 244.382
6 Kediri 196,80 12,77 251.547
7 Malang 280,30 11,07 254.380
8 Lumajang 120,70 11,75 234,728
9 Jember 270,40 11,28 267.962
10 Banyuwangi 147,70 9,29 285.004
11 Bondowoso 111,90 14,76 299.819
12 Situbondo 87,70 13,15 246.483
13 Probolinggo 231,90 20,44 340.539
14 Pasuruan 170,70 10,86 283.327
Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama “Peningkatan Ketahanan Ekonomi
Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global”Malang, 17 Mei 2017
81
No Kabupaten/Kota Penduduk
miskin (000)
Persentase
Penduduk
miskin
Garis Kemiskinan
Rp/Kap/Bln
15 Sidoarjo 133,80 6,40 346.536
16 Mojokerto 113,30 10,56 293.609
17 Jombang 133,50 10,80 301.162
18 Nganjuk 136,50 13,14 308.506
19 Madiun 81,20 12,04 265.310
20 Magetan 74,00 11,80 289.403
21 Ngawi 123,20 14,88 348.888
22 Bojonegoro 190,90 15,48 305.174
23 Tuban 191,10 16,64 272.900
24 Lamongan 186,10 15,68 266.953
25 Gresik 166,90 13,41 270.890
26 Bangkalan 212,20 22,38 366,788
27 Sampang 239,60 25,80 319.177
28 Pamekasan 148,80 17,74 381.400
29 Sumenep 218,90 20,49 383.673
30 Kota Kediri 22,10 7,95 328.250
31 Kota Blitar 9,80 7,15 338,609
32 Kota Malang 40,60 4,80 393,151
33 Kota Probolinggo 19,00 8,37 355,317
34 Kota Pasuruan 14,20 7,34 328,648
35 Kota Mojokerto 8,00 6,42 328,250
36 Kota Madiun 8,50 4,86 338,609
37 Kota Surabaya 164,40 5,79 393,151
38 Kota Batu 9,10 4,59 355,317
Jatim 4748,40 12,28 0,45
Sumber: BPS Jatim
Tidak meratanya jumlah penduduk miskin di Jawa Timur mencerminkan belum adanya
tingkat pemerataan pendapatan di masyarakat walaupun pertumbuhan ekonomi Jawa Timur cukup
tinggi. Demikian pula dengan tingkat produktivitas tenaga. Sektor pertanian memiliki tingkat
produktivitas tenaga kerja yang paling rendah dibanding sektor-sektor lainnya (Ida Nuraini:2008).
Oleh karena itu perlu adanya perubahan paradigma indikator pembangunan ekonomi dari
pertumbuhan ekonomi yang hanya menghitung perubahan produk domestik bruto (PDB) menjadi
paradigma pertumbuhan ekonomi yang menambahkan indikator lain seperti indikator pemerataan
pendapatan.Penulis juga perlu menyampaikan tujuan penelitian penelitian secara jelas serta manfaat
(optional) dilakukan penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan Ekonomi
Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama “Peningkatan Ketahanan Ekonomi
Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global”Malang, 17 Mei 2017
82
Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang
menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran
masyarakat meningkat. Dengan demikian untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang
dicapai perlu dihitung pendapatan nasional riil menurut harga tetap yaitu pada harga-harga yang
berlaku ditahun dasar yang dipilih. Jadi pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan
suatu perekonomian (Sukirno, 1991).
Penilaian mengenai cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi haruslah dibandingkan
dengan pertumbuhan di masa lalu dan pertumbuhan yang dicapai oleh daerah lain (Sukirno, 1994).
Dengan kata lain, suatu daerah dapat dikatakan mengalami pertumbuhan yang cepat apabila dari tahun
ke tahun mengalami kenaikan yang cukup berarti. Sedangkan dikatakan mengalami pertumbuhan yang
lambat apabila dari tahun ke tahun mengalami penurunan atau fluktuatif.
Smith, David Ricardo, Thomas Robert Malthus dan John Straurt Mill, maupun ekonomneo
klasik, Robert Solow dan TrevorSwan, mengemukakan bahwa pada dasarnya ada empat faktor yang
mempengaruhi pertumbuhanekonomi yaitu (1) jumlah penduduk,(2) jumlah stok barang modal, (3)
luas tanah dan kekayaan alam, dan (4) tingkat teknologi yang digunakan (Sukirno, 1985; 275). Suatu
perekonomian dikatakan mengalamipertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi
lebih tinggi dari pada apa yang dicapai pada masa sebelumnya.
Kuznets memberikan enam ciri pertumbuhan yang muncul dalam analisis yang didasarkan
pada produk nasional dan komponennya, dimana ciri-ciri tersebut seringkali terkait satu sama lain
dalam hubungan sebab akibat (Jinghan, 1993). Keenam ciri tersebut adalah :
a. Laju pertumbuhan penduduk yang cepat dan produk per kapita yang tinggi.
b. Peningkatan produktifitas yang ditandai dengan meningkatnya laju produk perkapita.
c. Laju perubahan struktural yang tinggi yang mencakup peralihan dari kegiatan pertanian ke non
pertanian, dari industri ke jasa, perubahan dalam skala unit-unit produktif dan peralihan dari
usaha-usaha perseorangan menjadi perusahaan yang berbadan hukum serta perubahan status
kerja buruh.
d. Semakin tingginya tingkat urbanisasi.
e. Ekspansi dari negara lain.
f. Peningkatan arus barang, modal dan orang antar bangsa.
Ketimpangan Distribusi Pendapatan Antar Wilayah
Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama “Peningkatan Ketahanan Ekonomi
Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global”Malang, 17 Mei 2017
83
Ketimpangan dalam pembagian pendapatan adalah ketimpangan dalam perkembangan
ekonomi antara berbagai daerah pada suatu wilayah yang akan menyebabkan pula ketimpangan
tingkat pendapatan perkapita antar daerah (Kuncoro, 2004).
Berbagai penelitian tentang ketimpangan antar daerah telah banyak dilakukan Kuznets (1954)
tercatat sebagai salah satu peneliti awal dalam meneliti kesenjangan. Ia meneliti kesenjangan di
berbagai negara secara cross-sectional dan menemukan pola U terbalik. Kuznets menyimpulkan
bahwa pendapatan rata-rata perkapita pada awal perkembangan negara masih rendah, dan tingkat
kesenjangan juga rendah. Ketika pendapatan rata-rata naik, maka kesenjangan juga meningkat.
Kemudian ketika pendapatan rata-rata naik lebih tinggi, maka kesenjangan akan turun kembali.
Irma Adelman dan Cynthia Taft Morris tahun 1973 menyatakan bahwa faktor penyebab
ketimpangan pendapatan di Negara sedang berkembang (Arsyad, 1997) adalah sebagai berikut :
a. Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan turunnya pendapatan perkapita.
b. Inflasi. Dimana penerimaan pendapatan yang bertambah tetapi tidak diikuti secara proporsional
dengan pertumbuhan produksi barang-barang.
c. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.
d. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive).
e. Rendahnya mobilitas sosial.
f. Pelaksanaan kebijakan industri subtitusi impor yang menyebabkan kenaikan harga-harga barang
hasil industri untuk melindungi golongan kapitalis.
g. Memburuknya nilai tukar bagi mata uang negara sedang berkembang dalam perdagangan
dengan negara maju sebagai akibat tidak elastisnya barang-barang ekspor dari negara sedang
berkembang.
h. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industry rumah tangga dan
lain-lain. Tambunan (2001) mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan ketimpangan
wilayah antara lain :
a. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah. Semakin tinggi konsentrasi kegiatan ekonomi di
wilayah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ketimpangan pembangunan
antar daerah.
b. Alokasi Investasi. Berdasarkan teori Harrod-Domar yang menerangkan adanya korelasi positif
antara tingkat investasi dengan laju pertumbuhan ekonomi, dengan kata lain bahwa kurangnya
investasi disuatu wilayah akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan
masyarakat perkapita di wilayah tersebut rendah, karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi
yang produktif.
Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama “Peningkatan Ketahanan Ekonomi
Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global”Malang, 17 Mei 2017
84
c. Tingkat Mobilitas dan faktor-faktor produksi yang rendah antar daerah. Kurang lancarnya
mobilitas faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal bisa menyebabkan terjadinya
ketimpangan ekonomi regional.
d. Perbedaan Sumberdaya Alam antar daerah. Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa
pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumberdaya alamnya akan lebih cepat maju
dibandingkan dengan daerah yang miskin sumberdaya alam.
e. Perbedaan kondisi demografis antar wilayah. Ketimpangan ekonomi regional juga disebabkan
oleh perbedaan kondisi demografis, terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk,
tingkat kepadatan, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat dan etos kerja. Faktor-faktor ini
mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lewat sisi permintaan dan
penawaran.
f. Kurang lancarnya perdagangan. Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga merupakan
unsur-unsur yang turut menciptakan terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Ketidaklancaran
tersebut lebih disebabkan oleh keterbatasan sarana transportasi dan komunikasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Williamson (1966) menekankan pada kesenjangan antar wilayah
di dalam negara. Williamson menghubungkan kesenjangan pendapatan rata-rata antar wilayah dengan
berbagai faktor termasuk tingkat urbanisasi suatu wilayah. Dalam penelitian ini untuk menghitung
disparitas pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur di gunakan Indeks Williamson.
1. Tipology Klassen
Tipology Klassen merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi sektor,
subsektor, usaha, atau komoditi prioritas atau unggulan suatu daerah. Pendekatan Wilayah / Daerah
seperti yang digunakan dalam penelitian Syafrizal maka peneliti memodifikasi analisis Tipology
Klassen untuk mengetahui klasifikasi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan
ekonomi dan pendapatan atau produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita daerah. Dengan
menentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebagai sumbu vertikal dan rata-rata PDRB per kapita
sebagai sumbu horizontal. pendekatan wilayah dapat menghasilkan empat klasifikasi kabupaten yang
masing masing mempunyai karakteristik pertumbuhan ekonomi yang berbeda yaitu :
a. Daerah bertumbuh maju dan cepat (Rapid Growth region / Kuadran I)
Daerah maju dan cepat tumbuh (Rapid Growth Region) adalah daerah yang mengalami laju
pertumbuhan PDRB dan tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi dari rata-rata seluruh daerah.
Pada dasarnya daerah-daerah tersebut merupakan daerah yang paling maju, baik dari segi tingkat
pembangunan maupun kecepatan pertumbuhan. Biasanya daerah-daerah ini merupakan merupakan
daerah yang mempunyai potensi pembangunan yang sangat besar dan telah dimanfaatkan secara baik
Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama “Peningkatan Ketahanan Ekonomi
Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global”Malang, 17 Mei 2017
85
untuk kemakmuran masyarakat setempat. Karena diperkirakan daerah ini akan terus berkembang
dimasa mendatang.
b. Daerah maju tapi tertekan (Retarted Region / Kuadran II)
Daerah maju tapi tertekan (Retarted Region) adalah daerah-daerah yang relatif maju tetapi
dalam beberapa tahun terakhir laju pertumbuhannya menurun akibat tertekannya kegiatan utama
daerah yang bersangkutan. Karena itu, walaupun daerah ini merupakan daerah telah maju tetapi
dimasa mendatang diperkirakan pertumbuhannya tidak akan begitu cepat, walaupun potensi
pembangunan yang dimiliki pada dasarnya sangat besar.
c. Daerah berkembang cepat (Growing Region / Kuadran III)
Daerah berkembang cepat (Growing Region) pada dasarnya adalah daerah yang memiliki
potensi pengembangan sangat besar, tetapi masih belum diolah secara baik. Oleh karena itu, walaupun
tingkat pertumbuhan ekonominya tinggi namun tingkat pendapatan per kapitanya, yang mencerminkan
tahap pembangunan yang telah dicapai sebenarnya masih relatif rendah dibandingkan dengan daerah-
daerah lain. Karena itu dimasa mendatang daerah ini diperkirakan akan mampu berkembang dengan
pesat untuk mengejar ketertinggalannya dengan daerah maju.
d. Daerah relatif tertinggal (Relatively Backward Region / Kuadran IV)
Kemudian daerah relatif tertinggal (Relatively Backward Region) adalah daerah yng mempunyai
tingkat pertumbuhan dan pendapatan per kapita yang berada dibawah rata-rata dari seluruh daerah. Ini
berarti bahwa baik tingkat kemakmuran masyarakat maupun tingkat pertumbuhan ekonomi di daerah
ini masih relatif rendah. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa didaerah ini tidak akan berkembang di masa
mendatang. Melalui pengembangan sarana dan prasarana perekonomian daerah berikut tingkat
pendidikan dan pengetahuan masyarakat setempat diperkirakan daerah ini secara bertahap akan dapat
pula mengejar ketertinggalannya (Syafrizal, 1997).
METODE
Penelitian dengan obyek 29 daerah Kabupaten dan 9 daerah Kota di Jawa Timur menggunakan
data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan PDRB per kapita tahun 2012-2015 yang
bersumber dari BPS Jawa Timur. Analisis data yang digunakan adalah :
1. Tipology Klassen, dengan analisis Tipology Klassen yang dimodifikasi digunakan untuk
memetakan daerah kabupaten/kota di Jawa Timur berdasar kualitas pertumbuhan ekonomi
dan kualitas pemerataan pendapatan. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Tipology Klassen (dimodifikasi)
Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama “Peningkatan Ketahanan Ekonomi
Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global”Malang, 17 Mei 2017
86
Pertumbuhan
Ekonomi
IW
gi> gr gi< gr
IW i < IW r
(Kuadran I)
Daerah Maju dan Tumbuh
dengan Pesat
(Kuadran II)
Daerah Maju tapi
Tertekan
IW i > IW r
(Kuadran III)
Daerah yang masih dapat
Berkembang Pesat
(Kuadran IV)
Daerah Relative
Tertinggal
Sumber: Syafrizal, 1997 (dimodifikasi)
Keterangan:
gi : Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten / Kota i
gr : Pertumbuhan Ekonomi rata-rata Kabupaten / Kota di Jawa Timur
IW i : Indeks Williamson daerah Kabupaten / Kota i
IW r : Indeks Williamson rata-rata Kabupaten / Kota di JawaTimur
2. Analisis IndeksWilliamson (IW) :
IW = √∑(𝑌𝑖−𝑌)2𝑓𝑖/𝑛
𝑌
Dimana :
IW : Indeks Williamson
Yi : Pendapatan per kapita di daerah studi i
Y : Pendapatan per kapita rata-rata daerah refrensi
f i : Jumlah penduduk di daerah studi i
n : Jumlah penduduk di daerah refrensi
3. Geografi Information System
Analisis ini digunakan untuk memperjelas hasil perhitungan IW dan Typologi Klassen dengan
menggunakan peta geografi wilayah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Distribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Presentase Produk Domestik Regional Bruto yang terdiri dari 17 sektor ekonomi di Jawa
Timur dapat dilihat pada Gambar 1. Ada 3 sektor ekonomi yang mendominasi PDRB,
diantaranya adalah Industri pengolahan yang merupakan sektor dengan kontribusi terbesar pada
PDRB di Jawa Timur yaitu 29%, ranking kedua yaitu sektor Perdagangan dengan kontribusi
Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama “Peningkatan Ketahanan Ekonomi
Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global”Malang, 17 Mei 2017
87
18% dan disusul oleh sektor pertanian dengan kontribusi 14%. Sektor-sektor lain memiliki
kontribusi yang relative rendah.
Gambar 1. Distribusi Presentase Produk Domestik Regional Bruto Atas Harga Berlaku
Provinsi Jawa Timur Tahun 2015
Dilihat dari kontribusi tiap-tiap sektor tersebut maka pemerintah Propinsi Jawa Timur harus berupaya
agar sektor sektor lain yang masih rendah kontribusinya dapat ditingkatkan sehingga lebih merata
distribusinya.
2. Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur
Pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Jawa Timur berdasar data tahun 2012-2015, dapat
dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi dapat dikatan baik yaitu 5,79% .
Tabel 3. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten / Kota di Provinsi Jawa Timur
Wilayah
2012
2013
2014
2015
Rerata
Kabupaten Pacitan 6.33 5.88 5.20 5.10 5.63
Pertanian14% Pertambangan
4%
Industri Pengolahan
29%
Listrik dan Gas0%
Air, Sampah, Limbah
0%
Konstruksi9%
Perdagangan18%
Transportasi dan
Pergudangan3%
Penyediaan Akomodasi
5%
Informasi dan Komunikasi
5%
Jasa Keuangan dan Asuransi
3%Real Estat2%
Jasa Perusahaan1%
administrasi pemerintahan
2%
Jasa Pendidikan3%
Jasa Kesehatan
dan Kegiatan Sosial
1%
Jasa Lainnya
1%
Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama “Peningkatan Ketahanan Ekonomi
Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global”Malang, 17 Mei 2017
88
Kabupaten Ponorogo 5.98 5.14 5.21 5.24 5.39
Kabupaten Trenggalek 6.21 6.01 5.28 5.03 5.63
Kabupaten Tulungagung 6.47 6.13 5.46 4.99 5.76
Kabupaten Blitar 5.62 5.06 5.02 5.05 5.19
Kabupaten Kediri 6.11 5.82 5.32 4.88 5.53
Kabupaten Malang 6.77 5.30 6.01 5.26 5.84
Kabupaten Lumajang 6.00 5.59 5.32 4.63 5.38
Kabupaten Jember 5.83 6.06 6.20 5.33 5.85
Kabupaten Banyuwangi 7.25 6.71 5.70 6.01 6.42
Kabupaten Bondowoso 6.09 5.81 5.05 4.95 5.47
Kabupaten Situbondo 5.43 6.18 5.78 4.86 5.57
Kabupaten Probolinggo 6.44 5.15 4.90 4.76 5.31
Kabupaten Pasuruan 7.50 6.95 6.74 5.38 6.64
Kabupaten Sidoarjo 7.26 6.89 6.44 5.24 6.46
Kabupaten Mojokerto 7.25 6.56 6.45 5.65 6.48
Kabupaten Jombang 6.15 5.93 5.42 5.35 5.71
Kabupaten Nganjuk 5.85 5.40 5.11 5.18 5.38
Kabupaten Madiun 6.12 5.67 5.34 5.26 5.60
Kabupaten Magetan 5.79 5.86 5.10 5.17 5.48
Kabupaten Ngawi 6.63 5.50 5.82 5.08 5.76
Kabupaten Bojonegoro 3.77 2.37 2.29 17.43 6.46
Kabupaten Tuban 6.29 5.86 5.46 4.89 5.62
Kabupaten Lamongan 6.93 6.93 6.30 5.77 6.48
Kabupaten Gresik 6.92 6.04 7.04 6.58 6.65
Kabupaten Bangkalan -1.42 0.19 7.20 -2.67 0.82
Kabupaten Sampang 5.78 6.53 0.08 2.07 3.62
Kabupaten Pamekasan 6.26 6.09 5.62 5.32 5.83
Kabupaten Sumenep 9.96 14.45 6.23 1.27 7.98
Kota Kediri 5.27 3.52 5.85 5.36 5.00
Kota Blitar 6.55 6.49 5.89 5.67 6.15
Kota Malang 6.26 6.20 5.80 5.61 5.97
Kota Probolinggo 6.48 6.47 5.94 5.86 6.19
Kota Pasuruan 6.30 6.52 5.70 5.53 6.01
Kota Mojokerto 6.06 6.22 5.83 5.72 5.96
Kota Madiun 6.84 7.68 6.63 6.14 6.82
Kota Surabaya 7.35 7.58 6.96 5.97 6.97
Kota Batu 7.26 7.29 6.90 6.70 7.04
Rata-rata Jatim 6.21 6.05 5.59 5.31 5.79
Sumber:PDRB Provinsi Jawa Timur (diolah)
Pertumbuhan ekonomi rata-rata Jawa Timur yang tinggi seperti pada tabel di atas secara umum dapat
dikatakan baik, namun kalau dilihat dari penyebarannya antar kabupaten dan kota belum dapat
dikatakan baik karena ada beberapa kabupaten yang pertumbuhan ekonomi tinggi seperti Kota
Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama “Peningkatan Ketahanan Ekonomi
Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global”Malang, 17 Mei 2017
89
Surabaya, Kota Batu, Kota Madiun, Kota Blitar, Kabupaten Sumenep, Bojonegoro, Gresik,
Lamongan, Pasuruan dan Sidoarjo, namun ada beberapa daerah yang pertumbuhan ekonominya sangat
rendah seperti Kota Kediri, Kabupaten Sampang dan Bangkalan.
3. Disparitas (kesenjangan) Pendapatan berdasar Indeks Williamson.
Analisis Indeks Williamson merupakan salah satu teknik untuk mengukur ketimpangan
pendapatan antar wilayah. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa Indeks Williamson
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Timur selama Tahun 2011 sampai dengan 2015 yang memiliki
nilai terendah yaitu di Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Kota
Pasuruan, Kota Madiun dan Kota Batu (IW= 0,00. Hal ini menunjukkan bahwa di daerah daerah
tersebut tidak terjadi ketimpangan pendapatan. Sedangkan untuk rata-rata angka Indeks Williamson
tertinggi yaitu mencapai nilai sebesar 0,19 yaitu Kota Surabaya.
Tabel 4. Nilai Indeks Williamson Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Timur
Tahun 2011 – 2015
Kabupaten/kota
2011
2012
2013
2014
2015
Rerata
Kabupaten Pacitan 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Kabupaten Ponorogo 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
Kabupaten Trenggalek 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Kabupaten Tulungagung 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Kabupaten Blitar 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Kabupaten Kediri 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
Kabupaten Malang 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
Kabupaten Lumajang 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Kabupaten Jember 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
Kabupaten Banyuwangi 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Kabupaten Bondowoso 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Kabupaten Situbondo 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Kabupaten Probolinggo 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.1
Kabupaten Pasuruan 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
Kabupaten Sidoarjo 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
Kabupaten Mojokerto 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Kabupaten Jombang 0.1 0.1 0.1 0.2 0.2 0.1
Kabupaten Nganjuk 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
Kabupaten Madiun 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Kabupaten Magetan 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Kabupaten Ngawi 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
Kabupaten Bojonegoro 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Kabupaten Tuban 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama “Peningkatan Ketahanan Ekonomi
Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global”Malang, 17 Mei 2017
90
Kabupaten Lamongan 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Kabupaten Gresik 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3 0.3
Kabupaten Bangkalan 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Kabupaten Sampang 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
Kabupaten Pamekasan 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
Kabupaten Sumenep 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
Kota Kediri 0.0 0.0 0.1 0.1 0.0 0.1
Kota Blitar 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Kota Malang 0.1 0.1 0.0 0.0 0.1 0.0
Kota Probolinggo 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Kota Pasuruan 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Kota Mojokerto 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Kota Madiun 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Kota Surabaya 0.0 0.1 0.3 0.3 0.2 0.2
Kota Batu 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Rata-rata 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2 0.2
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur (diolah)
Kesenjangan dalam pendapatan daerah kabupaten dan kota di Jawa Timur pada umumnya rendah,
hanya Surabaya yang memiliki angka paling tinggi yaitu 0,2. Secara umum Provinsi Jawa Timur
memiliki kesenjangan yang rendah.
Nilai Indeks Williamson Jawa Timur jika dibandingkan dengan angka ketimpangan secara nasional
masih tergolong rendah karena < 0,35.
Kesenjangan dalam pendapatan daerah kabupaten dan kota di Jawa Timur pada umumnya rendah,
hanya Surabaya yang memiliki angka paling tinggi yaitu 0,2. Secara umum Provinsi Jawa Timur
memiliki kesenjangan yang rendah.
Nilai Indeks Williamson Jawa Timur jika dibandingkan dengan angka ketimpangan secara nasional
masih tergolong rendah karena < 0,35.
4. Analisis Tipologi Klassen
Hasil analisis Tipologi Klassen daerah Kabupaten dan Kota di Jawa Timur dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 5. Tipologi Klassen Kabupaten dan Kota di Jawa Timur
Wilayah Pertumbuhan
Ekonomi
Indeks
Williamson
Tipology Klassen
Kabupaten Pacitan Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan
Kabupaten Ponorogo Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan
Kabupaten Trenggalek Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan
Kabupaten Tulungagung Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan
Kabupaten Lumajang Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan
Kabupaten Jombang Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan
Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama “Peningkatan Ketahanan Ekonomi
Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global”Malang, 17 Mei 2017
91
Sumber: BPS Jawa Timur (data diolah)
Kabupaten Nganjuk Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan
Kabupaten Madiun Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan
Kabupaten Magetan Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan
Kabupaten Tuban Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan
Kabupaten Sampang Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan
Kabupaten Ngawi Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan
Kabupaten Probolinggo Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan
Kabupaten Situbondo Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan
Kabupaten Bangkalan
Kabupaten Blita
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Daerah Maju tapi Tertekan
Daerah Maju tapi Tertekan
Kabupaten Bondowoso Rendah Rendah Daerah Maju tapi Tertekan
Kabupaten Kediri Rendah Tinggi Daerah Relative Tertinggal
Kota Kediri Rendah Tinggi Daerah Relative Tertinggal
Kabupaten Malang Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
Kabupaten Mojokerto Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
Kabupaten Bojonegoro Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
Kabupaten Lamongan Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
Kabupaten Pamekasan Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
Kabupaten Sumenep Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
Kota Blitar Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
Kota Malang Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
Kota Probolinggo Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
Kota Pasuruan Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
Kota Mojokerto
Kota Madiun
Tinggi
Tinggi
Rendah
Rendah
Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
K Kabupaten Sumenep Ti Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
Kabupaten Banyuwangi Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
Kota Batu Tinggi Rendah Daerah Maju dan Tumbuh dengan Pesat
Kabupaten Gresik Tinggi Tinggi Daerah Berkembang dengan Pesat
Kabupaten Sidoarjo Tinggi Tinggi Daerah Berkembang dengan Pesat
Kabupaten Jember Tinggi Tinggi Daerah Berkembang dengan Pesat
Kota Surabaya Tinggi Tinggi Daerah Berkembang dengan Pesat
Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama “Peningkatan Ketahanan Ekonomi
Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global”Malang, 17 Mei 2017
92
Dengan analisis Geografiy Information System, maka informasi pada tabel Tipologi Klassen tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. Peta Kabupaten dan Kota Jawa Timur Berdasar Analisis Tipology Klassen
Warna merah menggambarkan daerah relative tertinggal yaitu daerah dengan pertumbuhan ekonomi
yang rendah dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten/Kota di Jawa Timur dan
memiliki kesenjangan pendapatan yang tinggi dibanding rata-rata kesenjangan daerah kabupaten/kota
di Jawa Timur. Semakin banyak daerah dalam kategori maju dan tumbuh dengan pesat maka semakin
berkualitas pertumbuhan ekonominya.
SIMPULAN DAN SARAN
Di Jawa Timur masih ada 2 daerah Kabupaten/Kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi
yang belum berkualitas yaitu pertumbuhan ekonomi yang rendah dan kesenjangan pendapatannya
relative tinggi yaitu Kota Kediri dan Kabupaten Kediri. Sementara ada 15 daerah yang pertumbuhan
ekonominya tinggi dan ketimpangan pendapatannya rendah, 4 daerah dengan pertumbuhan ekonomi
tinggi namun kesenjangan pendapatannya juga tinggi dan 17 daerah dengan pertumbuhan ekonomi
yang rendah dan tidak adanya kesenjangan pendapatan.
Untuk itu disarankan pada pemerintah Kabupaten dan Kota untuk terus meningkatkan
pertumbuhan ekonominya melalui kebijakan moneter dan fiskal serta regulasi regulasi daerah untuk
Seminar Nasional & Call For Paper, FEB Unikama “Peningkatan Ketahanan Ekonomi
Nasional Dalam Rangka Menghadapi Persaingan Global”Malang, 17 Mei 2017
93
menunjang pertumbuhan PDRB sekaligus mengupayakan adanya pemerataan pendapatan melalui
regulasi pemerintah daerah baik di sektor moneter maupun fiskal.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2011-2015, Jawa Timur Dalam Angka, BPS, Provinsi Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik, 2011-2015, PDRB Jawa Timur, BPS, Provinsi Jawa Timur.
Badan Pusat Statistik, 2011-2015, PDRB Kabupaten / Kota se-Jawa Timur, BPS, Provinsi Jawa Timur.
Boediono, 1981, Teori Pertumbuhan Ekonomi, BPFE Yogyakarta.
Cholif Prasetio Wicaksono, 2010, “Analisis Disparitas Pendapatan antar Kabupaten / Kota dan
Pertumbuhan Ekonomi di Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2007”, FE UNDIP, Semarang,
Skripsi.
Glasson, Jhon, 1990, Pengantar Perencanaan Regional, terjemahan Paul Sitohang, LPFE UI Jakarta.
Irawan dan Suparmoko, 1981, Ekonomi Pembangunan, BPFE UGM, Yogyakarta.
Lincolin Arsyad, 1999, Ekonomi Pembangunan, STIE YKPN, Yogyakarta.
Mudrajad Kuncoro, 1997, Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan, AMP YKPN,
Yogyakarta.
Mudrajad Kuncoro, 2001, Analisis Spasial dan Regional, AMP YKPN, Yogyakarta.
Putu Mahesa Eka R. & Made suyana utama , 2013, “Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan
Ketimpangan Pendapatan antar Kecamatan di Kabupaten Gianyar Tahun 1993-2009”, Jurnal
Ekonomi Pembangunan, FE UNUD, Bali.
Sadono Sukirno, 1985, Ekonomi Pembangunan : Proses, Masalah dan Dasar Kebijakan, LPFE UI,
Jakarta.
Sutarno & Kuncoro, 2003, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Antar Kecamatan di Kabupaten
Banyumas Periode tahun 1993-2003, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol.8 No.2 Desember
2003 hal 97-110, FE UGM.
Syafrizal, 1997, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat,
Majalah Prisma . No.3 Maret 1997, hal 27-38, LP3ES.
Tambunan, 2001, Perekonomian Indonesia : Teori dan Temuan Empiris, PT. Ghalia Indonesia,
Jakarta.
Tanjung Sasongko, 2012, “Analisis Disparitas Pendapatan dan Pertumbuhan Ekonomiantar
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Tahun 2006-2010” FE UB, Malang, Skripsi.
Todaro, Michael. P, 1993, Perkembangan Ekonomi Dunia Ketiga, Erlangga, Jakarta.
Tutik Yuliani, 2015, Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan antar Kabupaten di
Kalimantan Timur, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Universitas Balikpapan, Indonesia.
Top Related