1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dermatitis seboroik (DS) merupakan dermatosis papuloskuamosa kronik
yang sering ditemukan, mengenai area yang banyak mengandung kelenjar sebasea
seperti skalp (kepala), wajah, dan badan.1
Prevalensi dermatitis seboroik disebutkan 2% sampai 5% dari jumlah
populasi. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan wanita dan
mempunyai dua puncak umur utama, yaitu 3 bulan pertama setelah lahir dan
pada umur 40 tahun sampai 70 tahun. Dari data yang didapatkan di RSCM, rasio
laki-laki dibandingkan dengan perempuan 1,5:1. Data di RSCM tahun 2000
sampai 2002 menunjukkan rata-rata 8,3% dari jumlah kunjungan merupakan
penderita dermatitis seboroik. Pada penderita HIV insiden dermatitis seboroik
juga meningkat hampir 85%.1
Penyebab dermatitis seboroik masih belum diketahui dengan pasti. Sering
dihubungkan dengan peningkatan produksi sebum (seborrheic stage), walaupun
pendapat ini masih kontroversial. Pityrosporum ovale, suatu jamur lipofilik
dikatakan berperan terhadap kondisi penyakit ini. Diduga patogenesis
pityrosporum ovale dalam menyebabkan dermatitis seboroik adalah melalui
mekanisme imunologis atau efek langsung dari organisme tersebut yang
menstimulasi respon inflamasi dengan cara memproduksi sejumlah iritan
termasuk aktifitas lipase dan peroksidasi asam lemak bebas tak jenuh. Beberapa
faktor yang mempengaruhi patogenesis ketombe antara lain adalah faktor host:
genetik, faktor imun, hiperproliferasi epidermis, faktor hormonal, diet, stress,
aktifitas kelenjar sebasea, dan faktor lingkungan: variasi musim, suhu, dan
kelembaban, iritasi mekanis dan kimiawi.2
Dermatitis seboroik jarang didapatkan dan ringan pada anak-anak,
mencapai puncak kejadian dan tingkat keparahan penyakit pada usia 20 tahun dan
2
semakin jarang ditemukan setelah usia 50 tahun. Hal ini berkaitan dengan aktifitas
kelenjar sebasea dan menunjukkan bahwa hormon androgen mempunyai peranan
yang penting dalam menimbulkan dermatitis seboroik.2
Dermatitis seboroik diawali dengan papul berwarna merah muda yang
kemudian bersatu membentuk plak yang sedikit timbul berwarna kemerahan
dengan skuama, atau krusta kekuningan. Biasanya mengenai skalp (kepala),
wajah, alis, lekuk paranasal dan nasolabial, malar, post aurikular, liang telinga
luar dan dada. Pada bayi sering berbentuk cradle cap, sedangkan pada penderita
AIDS lesinya lebih luas dan berat dibanding orang normal.1,3
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana proporsi dermatitis seboroik di Departemen Kesehatan Kulit
dan Kelamin di Rumkit Tk II Putri Hijau-Kesdam I Bukit Barisan, Jl. Putri Hijau
455-S, Medan periode 2011-2013?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui proporsi pasien dermatitis seboroik di Departemen
Kesehatan Kulit dan Kelamin di Rumkit Tk II Putri Hijau-Kesdam I Bukit
Barisan, Jl. Putri Hijau 455-S, Medan periode 2011 sampai 2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik demografis pasien dermatitis seboroik
berdasarkan jenis kelamin, usia, etnis, pendidikan, dan pekerjaan di
Departemen Kesehatan Kulit dan Kelamin di Rumkit Tk II Putri Hijau-
3
Kesdam I Bukit Barisan, Jl. Putri Hijau 455-S, Medan periode 2011
sampai 2013.
2. Untuk mengetahui karakteristik klinis pasien dermatitis seboroik
berdasarkan lokasi lesi dan pengobatan di Departemen Kesehatan Kulit
dan Kelamin di Rumkit Tk II Putri Hijau-Kesdam I Bukit Barisan, Jl. Putri
Hijau 455-S, Medan periode 2011 sampai 2013.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada institusi kesehatan mengenai proporsi dan
karakteristik pasien dermatis seboroik di Rumkit Tk II Putri Hijau-Kesdam
I Bukit Barisan, Jl. Putri Hijau 455-S, Medan periode 2011 sampai 2013.
2. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi data pasar ataupun data
pendukung untuk penelitian-penelitian selanjutnya mengenai dermatitis
seboroik.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data tentang
penatalaksanaan dermatitis seboroik yang sering digunakan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dermatitis Seboroik
2.1.1 Defenisi Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik adalah penyakit kulit dengan keradangan superfisial
kronis yang mengalami remisi dan eksaserbasi dengan area seboroik sebagai
tempat predileksi. Area seboroik adalah bagian tubuh yang banyak terdapat
kelenjar sebasea (kelenjar minyak) yaitu: daerah kepala (kulit kepala, telinga
bagian luar, saluran telinga, kulit dibelakang telinga), wajah (alis mata, kelopak
mata, glabella, lipatan nasolabial, dagu), badan bagian atas (daerah presternum,
interskapula, areola mammae), dan daerah lipatan (ketiak, lipatan dibawah
mammae, umbilikus, lipatan paha, daerah anogenital dan lipatan pantat). Lesi
umumnya simetris, dimulai dari daerah yang berambut kemudian meluas.
Dermatitis seboroik dianggap salah satu gangguan kulit yang paling sering.
Bentuk pada masa anak-anak biasanya terdapat dibagian kulit kepala (cradle cap),
wajah, dan daerah popok. Terjadi juga pada masa pubertas dan puncaknya pada
uur 40 tahun. Kira-kira 1-3% orang dewasa menderita dermatitis seboroik.
Ketombe adalah bentuk ringan dari dermatitis seboroik dan diperkirakan
mempengaruhi 15-20% dari populasi. Dan 40-80 % pada pasien dengan acquired
immunodeficiency syndrome.3,4,5,6,7
2.1.2 Epidemiologi
Insiden dermatitis seboroik disebutkan 2% sampai 5% dari jumlah
populasi. Dari data yang didapatkan di RSCM, rasio laki-laki dibandingkan
dengan perempuan 1,5:1. Data di RSCM tahun 2000 sampai 2002 menunjukkan
5
rata-rata 8,3% dari jumlah kunjungan. Pada penderita HIV insiden dermatitis
seboroik juga meningkat hampir 85%.1
Kira-kira 1-3% orang dewasa menderita dermatitis seboroik. Ketombe
adalah bentuk ringan dari dermatitis seboroik dan diperkirakan mempengaruhi
15% sampai 20% dari populasi. Dan 40-80% pada pasien dengan acquired
immunodeficiency syndrome. Parkinson juga menyebabkan kejadian dermatitis
seboroik yang lebih tinggi, dan pasien Parkinson yang diobati dengan levodopa
mengalami perbaikan dalam dermatitis seboroik.6,8
Prevalensi dermatitis seboroik yang lebih tinggi juga ditemukan dalam
kasus kraniosinostosi, pada polineuropati amiloidotik familial, pada cedera otak
traumatik, cedera spinal cord traumatik, cerebrovascular accidents (CVA),
epilepsi dan pada paralisis saraf wajah.8
2.1.3 Etiologi dan Patogenesis
Meskipun banyak teori yang ada, penyebab dermatitis seboroik masih
belum diketahui secara pasti. Namun ada tiga faktor yang berkaitan dengan
munculnya dermatitis seboroik, yaitu aktivitas kelenjar sebaseus, peran
mikroorganisme, dan kerentanan.1
1. Aktivitas Kelenjar Sebaseus (Seborrhea)
Kelenjar sebaseus terbentuk pada minggu ke-13 sampai minggu ke-16 dari
kehamilan. Kelenjar sebaseus menempel pada folikel rambut, mensekresikan
sebum ke kanal folikel dan ke permukaan kulit. Kelenjar sebaseus berhubungan
dengan folikel rambut diseluruh tubuh, hanya pada telapak tangan dan telapak
kaki yang tidak memiliki folikel rambut dimana kelenjar sebaseus sama sekali
tidak ada. Kelenjar sebaseus yang terbesar dan paling padat keberadaannya ada di
wajah dan kulit kepala. Kelenjar sebaseus mensekresikan lipid dengan cara
mengalami proses disintegrasi sel, sebuah proses yang dikenal dengan holokrin.
Sebum adalah cairan kuning yang terdiri dari trigliserid,asam lemak, wax ester,
6
sterol ester, kolesterol dan squalene. Saat disekresi, komposisi sebum terdiri dari
trigliserid dan ester yang dipecah menjadi digliseid, monogliserid dan asam lemak
bebas oleh mikroba komensal kulit dan enzim lipase. Sebum manusia
mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh, dengan kandungan asam lemak
tidak jenuh yang lebih tinggi. Belum diketahui secara pasti apa fungsi sebum,
namun diduga sebum mengurangi kehilangan air dari permukaan kulit sehingga
kulit tetap halus dan lembut. Sebum juga punya efek ringan bakterisidal dan
fungistatik. Hormon androgen, khususnya dihidrotestoteron menstimulai aktivitas
kelenjar sebaseus. Kelenjar sebaseus mempunyai reseptor DHEAS
(dehidroepiandrosteronsulfas) yang juga berperan dalam aktivitas kelenjar
sebaseus. Level DHEAS tinggi pada bayi baru lahir, rendah pada anak usia 2-4
tahun dan mulai tinggi pada saat ekskresi sebum mulai meningkat. Dermatitits
seboroik lebih sering terjadi pada kulit dengan kelenjar sebaseus aktif dan
berhubungan dengan produksi sebum. Insiden dermatitis seboroik juga tinggi pada
bayi baru lahir karena kelenjar sebaseus yang aktif yang dipengaruhi oleh hormon
androgen maternal, dan jumlah sebum menurun sampai pubertas.4,6,8
2. Efek Mikroba
Unna dan Sabouraud, adalah yang pertama menggambarkan penyakit
dermatitis seboroik melibatkan bakteri, jamur, atau keduanya. Hipotesis ini
kurang didukung, meskipun bakteri dan jamur dapat diisolasi dalam jumlah besar
dari situs kulit yang terkena. Malassezia merupakan jamur yang bersifat lipofilik,
dan jarang ditemukan pada manusia. Peranan malassezia sebagai faktor etiologi
dermatitis seboroik masih diperdebatkan. Dermatitis seboroik hanya terjadi pada
daerah yang banyak lipid sebaseusnya. Lipid sebaseus merupakan sumber
makanan malassezia. Malassezia bersifat komensal pada bagian tubuh yang
banyak lipid. Lipid sebaseus tidak dapat berdiri sendiri karena mereka saling
berkaitan dalam menyebabkan dermatitis seboroik.8
7
3. Kerentanan Individu
Kerentanan atau sensitivitas individu berhubungan dengan respon pejamu
abnormal dan tidak berhubungan dengan Malassezia. Kerentanan pada pasien
dermatitis seboroik disebabkan berbedanya kemampuan sawar kulit untuk
mencegah asam lemak untuk penetrasi. Asam oleat yang merupakan komponen
utama dari asam lemak sebum manusia dapat menstimulasi deskuamasi mirip
dandruff (ketombe). Penetrasi bahan dari sekresi kelenjar sebaseus pada stratum
korneum akan menurunkan fungsi dari sawar kulit, dan akan menyebabkan
inflamasi serta skuama pada kulit kepala.8,9
4. Obat-obatan
Beberapa obat telah dilaporkan menghasilkan lesi mirip dermatitis
seboroik seperti arsenik, emas, metildopa, cimetidine, dan neuroleptik.8
5. Kelainan Neurotransmitter
Dermatitis seboroik sering dikaitkan dengan berbagai kelainan neurologis,
serta adanya kemungkinan pengaruh dari sistem saraf. Kondisi neurologis ini
termasuk parkinson post encephalitic, epilepsi, cedera supraorbital, kelumpuhan
wajah, poliomyelitis, syringomyelia dan quadriplegia. Stres emosional tampaknya
memperburuk penyakit. Jumlah penderita dermatitis seboroik dilaporkan banyak
di antara pasukan tempur di masa perang. Penyakit parkinson merupakan penyakit
yang berperan dalam timbulnya penyakit dermatitis karena terjadi peningkatan
produksi sebum yang mempengaruhi pertumbuhan Malassezia.8
8
6. Faktor Fisik
Telah diperkirakan bahwa aliran darah kulit dan suhu kulit mungkin
bertanggung jawab untuk distribusi dermatitis seboroik. Variasi musiman suhu
dan kelembaban yang berhubungan dengan perjalanan penyakit. Temperatur
rendah pada musim dingin, kelembaban rendah pada ruangan yang diberi
penghangat diketahui memperburuk kondisi dermatitis seboroik.4,6,9
2.1.4 Gambaran dan Gejala Klinis
Dermatitis seboroik mempunyai predileksi pada daerah yang berambut,
karena banyak kelenjar sebasea, yaitu kulit kepala, retroaurikula, alis mata, bulu
mata, sulkus nasolabialis, telinga, leher, dada, daerah lipatan, aksila, inguinal,
glutea, di bawah mammae. Distribusinya biasanya bilateral dan simetris berupa
bercak maupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritem ringan dan sedang,
skuama berminyak dan kekuning-kuningan. Dermatitis seboroik jarang
menyebabkan kerontokan rambut. Terjadi perubahan komposisi produk kelenjar
sebasea, sehingga bakteri komensal yang ada dipermukaan kulit dapat
berkembang biak, seperti Pityrosporum ovale dan spesies piokok.4
Ruamnya bebeda-beda, sering ditemukan pada kulit yang berminyak.
Ruamnya berupa skuama yang berminyak, berwarna kekuningan, dengan batas
yang tak jelas dan dasar berwarna merah (eritem). Pada dermatitis seboroik
ringan, hanya didapati skuama pada kulit kepala. Skuama berwarna putih dan
merata tanpa eritem. Dermatitis seboroik berat dapat mengenai alis mata, kening,
pangkal hidung, sulkus nasolabialis, belakang telinga, daerah presternal, dan
daerah di antara skapula. Blefaritis ringan sering terjadi. Bila lebih berkembang
lagi, lesinya dapat mengenai daerah ketiak, infra mamma, sekitar pusar
(umbilikus), daerah anogenital, lipatan gluteus, dan daerah inguinal. Dermatitis
seboroik lebih sering terjadi dan lebih parah pada orang yang terinfeksi virus
Human Imunodefisiensi (HIV), terutama yang memili jumlah CD4 dibawah
400/mm.4
9
a. Dermatitis Seboroik Infantil (DSI)
Kriteria diagnostik klinis untuk Dermatitis Seboroik Infantil menurut
Beare dan Rook adalah onset dini berupa lesi eritroskuamosa yang mengenai
kepala dan daerah fleksural, serta tidak diserta pruritus.1
Umumnya dermatitis seboroik infantil timbul untuk pertama kalinya antara
usia 2 dan 6 minggu, dan tidak gatal. Terdapat sebanyak 70% pada anak yang
baru lahir sampai 3 bulan pertama. Dan akan menghilang setelah umurnya 1
tahun. Dimulai pada kepala yang disebut sebagai cradle cap berupa skuama tebal,
berminyak kekuningan yang berkonfluens terutama di daerah verteks dan frontal.
Skuama dapat juga berbentuk lebar, kering, absestos, psoriasiformis atau bentuk
halus berwarna putih yang tersebar difus. Proses ini dapat meluas ke
retroaulikular. Pada saat timbul lesi di skalp secara bersamaan dapat juga timbul
lesi pada wajah berbentuk eritroskuamosa yang terlihat di daerah dahi, alis dan
lipatan nasolabial.1,3
Pada daerah dengan pakaian tertutup dapat menambah kelembaban,
sehingga timbul lesi berbentuk dermatitis, khususnya pada lipatan leher, ketiak,
area anogenital, dan lipat paha. Dapat disertai infeksi oportunistik seperti Candida
albicans, Staphylococcus aureus, dan bakteri lain.1,10
b. Dermatitis Seboroik Dewasa
Skalp
Pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warma
kekuning-kuningan sehingga rambut saling melengket. Kadang-kadang dijumpai
krusta yang disebut Pityriasis oleosa (Pityriasis steatoides). Kadang-kadang
skuamanya kering dan berlapis-lapis dan sering lepas sendiri, disebut Pityriasis
sika (ketombe). Pada fase lanjut, lesi berbentuk eritroskuamosa di perifolikuler
lalu meluas mengenai sebagian besar skalp. Dapat sampai batas depan rambut
yang disebut sebagai corona seborrhoeica atau kebelakang meluas ke daun
10
telinga, leher, dan periaulikular. Jika kronis mengakibatkan rambut rontok,
sehingga terjadi alopesia dan rasa gatal.1,4
Wajah
Biasanya mengenai bagian tengah alis, glabela, dan lipatan nasolabial
berupa eritroskuamosa. Terdapat makula eritem, yang diatasnya dijumpai skuama
berminyak berwarna kekuning-kuningan. Bila sampai ke palpebra, bisa terjadi
blefaritis. Bila didapati di daerah berambut, seperti dagu dan atas bibir, dapat
terjadi folikulitis. Hal ini sering dijumpai pada laki-laki yang sering mencukur
janggut dan kumisnya. Seboroik muka diderah janggut disebut sikosis barbe. Pada
wanita, sering mengenai paranasal berupa lesi eritematosa yang mudah menjadi
flushing.1,4
Badan
Pada badan, dermatitis seboroik dapat bermanifestasi dalam berbagai
bentuk. Bentuk tersering adalah petaloid, biasanya mengenai dada dan
interskapula, dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Awalnya lesi berupa
papul folikular berwarna merah kecoklatan yang berskuama berkonfluens tersusun
dengan skuama halus di bagian tegah, dan skuama kasar berminyak dibagian tepi.
Bentuk dermatitis seboroik yang jarang ditemukan adalah bentuk
pitiriasiformis. Mengenai badan dan ekstremitas. Dapat meluas keleher sampai
batas rambut. Tidak gatal dan biasanya sembuh spontan. Pada beberapa kasus
dapat berkembang menjadi bentuk psoriasiformis.
Pada bentuk fleksural lesi biasanya mengenai aksila, lipatan paha,
anognital, lipat payudara, dan umbilikus berupa eritroskuamosa sampai dengan
skuama berminyak yang disebut pityriasis steatoides. Pada genitalia biasanya lesi
berupa eritema ringan dengan skuama halus sampai bentuk dermatitis yang berat
dan keadaan ini dapat berkembang menjadi bentuk psoriasiformis.1
11
Generalisata
Dermatitis seboroik dapat meluas tersebar generalisata. Bentuk ini dapat
disertai dengan adenopati, sehingga menyerupai mikosis fungoides, leukemia
kutis, atau eritroderma psoriatika.1
c. Dermatitis Seboroik Pada Infeksi HIV
Dermatitis seboroik pada infeksi HIV umumnya lebih berat, lebih luas dan
sulit diobati dibandingkan noninfeksi HIV. Terutama yang memiliki jumlah CD4
dibawah 400 sel/mm. Lesi berupa plak eritematosa dengan skuama dan krusta
tebal, mengenai wajah dan skalp, meluas ke dada bagian atas, punggung, lipat
paha, dan ekstremitas. Secara klinis harus dibedakan dengan dermatosis
papuloskuamosa lainnya seperti psoriasis, dermatofitosis, dan skabies.1,10
2.1.5 Diagnosis
Diagnosis dermatitis seboroik dengan manifestasi klinis yang klasik
mudah untuk ditegakkan tetapi pada beberapa kasus sulit, karena tidak adanya
kriteria diagnostik yang pasti.1
Dermatitis seboroik infantil timbul untuk pertama kalinya antara usia 2
sampai 6 minggu dan tidak terasa gatal. Dimulai dengan cradle cap berupa
skuama tebal, berminyak, kekuningan terutama di daerah frontal dan verteks.
Skuama dapat juga berbentuk lebar, kering, asbestos, psoriasiformis atau bentuk
halus berwarna putih. Pada saat timbul lesi di skalp secara bersamaan dapat juga
timbul lesi pada wajah berbentuk eritroskuamosa yang terlihat di daerah dahi, alis,
dan lipatan nasolabial.1,4
Pada orang dewasa, dermatitis seboroik adalah dermatosis kronis berulang
yang dimulai dari eritema ringan sampai moderat hingga lesi papular, eksudatif
dan bersisik, semakin memburuk jika disertai stres atau kurang tidur. Dengan
tingkat puritus bervariasi. Lesi terutama berkembang pada daerah yang produksi
12
sebumnya tinggi seperti kulit kepala, wajah, telinga eksternal, daerah
retroaurikular dan daerah pra-sternal, kelopak mata dan lipatan-lipatan tubuh.1,8
Pada kepala, dijumpai krusta yang disebut Pityriasis oleosa (Pityriasis
steatoides). Kadang-kadang skuamanya kering dan berlapis disebut ketombe.
Pada wajah dijumpai makula eritem, yang diatasnya dijumpai skuama berminyak
berwarna kekuning-kuningan. Pada laki-laki yang sering mencukur janggut dan
kumisnya, sering dijumpai sikosis barbe.1,9
2.1.6 Diagnosis Banding
Dermatitis seboroik infantil sering di diagnosa banding dengan dermatitis
atopik, psoriasis, skabies, dan histiositosis sel langerhans. Dermatitis atopik
biasanya muncul setelah 3 bulan pertama kehidupan, dimulai pada lengan dan
tungkai dan berkembang ke aksila. Sedangkan lesi kulit yang hanya terdapat pada
daerah popok mungkin merupakan dermatitis seboroik infantil.1,3
Pada dewasa, dermatitis seboroik tergantung pada tempat lesi. Dermatitis
pada kepala, dibedakan dengan psoriasis (skuama lebih tebal, kasar, berlapis-
lapis, putih, dan tidak berminyak), tinea kapitis (dijumpai alopesia, kerion, eritem
lebih menonjol di bagian pinggir, dan pinggirnya lebih aktif dibandingkan dengan
bagian tengah), dan impetigo. Dermatitis pada liang telinga, dibedakan dengan
dermatitis kontak iritan atau alergi. Dermatitis seboroik pada wajah sering di
diagnosis banding dengan rosasea dan dermatitis kontak. Dermatitis pada dada
dan punggung sering di diagnosis banding dengan pityriasis versikolor, pityriasis
rosea, pemfigus eritematosus, pemfigus foliaseus. Dermatitis seboroik sering di
diagnosis bandingkan dengan dermatitis atopik, infestasi Demodex folliculorum.
Sedangkan dermatitis seboroik pada daerah lipatan, dibedakan dengan psoriasis,
kandidosis, dan eritrasma.1,3,4
13
2.1.7 Hisopatologi
Gambaran histologik dermatitis seboroik tidak spesifik, bervariasi sesuai
dengan stadium penyakit. Pada bagian epidermis, dijumpai parakeratosis dan
akantosis. Pada korium dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan
perivaskuler. Pada stadium akut dan subakut, epidermis mengalami ortokeratosis,
parakeratosis, serta spongiosis. Pada lesi awal berupa infiltrat ringan perivaskular
superfisial, terdiri dari sel limfohistiosit kadang-kadang disertai neutrofil; edema
ringan pada papila dermis; adanya fokus spongosis pada infundibulum dan
epidermis; serta skuama/krusta terutama pada bibir muara infundibulum yag
kadang-kadang terdapat neutrofil.6,9
Lesi yang sudah berkembang ditandai dengan infiltrat perivaskuler
superfisial dan intertistial dari sel limfosit; pelebaran pembuluh darah pada dermis
bagian atas; spongiosis ringan pada infundibulum dan epidermis; serta mound
parakeratosis dengan globus kecil plasma pada bibir muara infundibulum dan
interinfundibulum.8
Lesi lama ditandai dengan infiltrat perivaskular superfisial dari sel
limfosit; telangiektasi pada bagian atas dermis; hiperplasia psoriasiformis; dan
mound parakeratosis pada bibir muara dan diantara muara infundibulum.6
Lesi dermatitis seboroik kronik secara klinis dan histopatologis berupa
bentuk psoriasiform sehingga sering sulit dibedakan dengan psoriasis. Bentuk
psoriasis memberikan banyak gambaran yang sama dengan dermatitis seboroik.
Lesi yang menyerupai psoriasis dapat berlangsung bertahun-tahun sebelum
akhirnya berubah menjadi psoriasis yang jelas.3,9,10
Pada penderita AIDS, histopatologisnya berbeda dengan histopatologis
dermatitis seboroik biasa. Ditemukan adanya parakeratosis yang lebih tersebar,
keratinosit yang nekrosis, kerusakan setempat dari dermoepidermal oleh
kelompok sel limfoid dan jarang ditemukan spongiosis. Pada dermis tampak
banyak pembuluh darah dengan dinding yang menebal, banyak ditemukan sel
plasma, beberapa netrofil dengan lekositoklasis.1,4,8
14
2.1.8 Pengobatan
Terapi yang efektif untuk dermatitis seboroik meliputi obat antiinflamasi,
immunomodulator, obat keratolitik, antijamur dan tea tree oil.8
a. Anti Inflamasi
Pengobatan konvensional untuk dermatitis seboroik pada kulit kepala
dewasa diawali dengan steroid topikal. Terapi ini bisa diberikan sebagai sampo,
seperti flusinolon (Synalar), larutan steroid topikal, losion yang digunakan pada
kulit kepala, atau krim yang digunakan pada kulit. Orang dewasa penderita
dermatitis seboroik biasanya menggunakan steroid topikal satu atau dua kali
sehari dan menggunakan sampo sebagai tambahan.8
Steroid topikal potensi rendah efektif mengobati dermatitis seboroik pada
bayi atau dewasa di daerah fleksural atau dermatitis seboroik yang rekalsitran
pada dewasa.8
b. Immunomodulator
Inhibitor kalsineurin topikal (misalnya, salep takrolimus), pimekrolimus
krim memiliki sifat-sifat fungisidal dan anti-inflamasi tanpa risiko atrofi kulit,
yang disebabkan oleh steroid topikal, inhibitor kalsineurin juga merupakan terapi
yang baik pada wajah dan telinga akan tetapi penggunaan setiap hari selama satu
minggu baru terlihat manfaatnya.8
c. Keratolitik
Modalitas lama untuk pengobatan dermatitis seboroik memiliki sifat-sifat
keratolitik tetapi tidak memiliki sifat-sifat anti jamur. Keratolitik yang digunakan
secara luas untuk mengobati dermatitis seboroik meliputi tar, asam salisilat dan
15
sampo zinc pyrithione. Zinc pyrithione memiliki sifat-sifat keratolitik dan
antijamur nonspesifik dan bisa digunakan dua atau tiga kali perminggu.8
Pasien harus membiarkan sampo di rambut setidaknya selama lima menit
untuk menjamin agar bahan mencapai kulit kepala. Pasien juga bisa
menggunakannya di tempat yang lainnya, seperti wajah. Dermatitis seboroik pada
kulit kepala bayi mengharuskan penanganan yang hati-hati dan lembut (misalnya,
sampo ringan tanpa-obat).8
d. Antijamur
Sebagian obat anti jamur menyerang Malassezia yang terkait dengan
dermatitis seboroik. Penggunaan gel ketokonazol sekali sehari yang
dikombinasikan dengan desonide sekali-sehari selama dua minggu, dapat berguna
untuk dermatitis seboroik pada wajah.8
Sampo yang mengandung selenium sulfide atau azole sering digunakan
dua atau tiga kali per minggu.8
Ketokonazole (krim atau gel foam) dan terbinafine oral juga bisa
bermanfaat. Obat anti jamur topikal lainnya seperti siklopiroks dan flukonazole
juga dapat bermanfaat untuk penderita dermatitis seboroik.8
e. Tea Tree Oil ( pengobatan alami/alternatif)
Terapi alami semakin popular seperti Tea tree oil (Melaleuca oil) adalah
minyak esensial dari tumbuhan semak asli Australia. Terapi ini ternyata efektif
dan ditoleransi dengan baik bila digunakan setiap hari sebagai sampo 5%.8
f. Terapi Ajuvan
Penderita dermatitis seboroik dapat mengurangi keluhannya dengan cara
merubah gaya hidupnya, misalnya berhenti merokok, alkohol, hindari polusi
(udara,air, tanah, elektronik), pengawet dan pewarna makanan, istirahat teratur.
16
Diet seimbang, olah raga teratur, hindari hawa yang terlalu panas dan kurangi
terkena sinar matahari langsung, menghindari stress, dan menghindari garukan.1
2.1.9 Prognosis
Secara umum prognosis dermatitis seboroik baik, tetapi pada true
dermatitis seboroik infantil bervariasi, biasanya membaik dalam beberapa minggu
dan tidak berulang. Jika berulang kemungkinan berupa varian dari dermatitis
atopik dapat dipertimbangkan. Pada sebagian kasus yang mempunyai faktor
konstitusi penyakit ini agak sukar disembuhkan, meskipun terkontrol.1,11
17
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang dilakukan secara
retrospektif dengan menggunakan data sekunder dari catatan rekam medis pasien
dermatitis seboroik.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Juni 2015, bertempat
dibagian rekam medis Rumkit Kesdam I Bukit Barisan Medan.
3.3 Objek Penelitian
Rekam medis yang lengkap dari pasien dermatitis seboroik di Rumkit
Kesdam I Bukit Barisan Medan periode 2011 sampai 2013.
3.4 Bahan dan Cara Kerja
3.4.1 Bahan
Bahan penelitian diambil dari rekam medis pasien dermatitis seboroik
yang berobat ke Poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumkit Kesdam I Bukit
Barisan Medan periode 2011 sampai 2013.
3.4.2 Cara Kerja
1. Pengumpulan data pasien dermatitis seboroik periode 2011 sampai 2013
yang mempunyai rekam medis dilakukan oleh peneliti di bagian rekam
medis Rumkit Kesdam I Bukit Barisan Medan.
18
2. Perhitungan proporsi dermatitis seboroik periode 2011 sampai 2013
dilakukan oleh peneliti di bagian rekam medis Rumkit Kesdam I Bukit
Barisan Medan.
3. Pencatatan data pasien dermatitis seboroik meliputi usia, jenis kelamin,
etnis, pendidikan, pekerjaan, lokasi lesi, dan pengobatan periode 2011
sampai 2013 dilakukan oleh peneliti di bagian rekam medis Rumkit
Kesdam I Bukit Barisan Medan.
4. Data pasien dermatitis seboroik periode 2011 sampai 2013 yang diperoleh
kemudian ditabulasi dan disajikan kedalam tabel dan diagram berdasarkan
jenis kelamin, usia, etnis, pendidikan, lokasi lesi, dan pengobatan.
19
3.5 Kerangka Konsep
Gambar 3.1. Diagram Kerangka Operasional
Penelusuran data rekam medis pasien dermatitis seboroik periode 2011 sampai 2013
Penghitungan proporsi pasien dermatitis seboroik periode 2011 sampai 2013
Data dikumpulkan dan ditabulasi
Penyajian dalam bentuk distribusi dan diagram batang berdasarkan jenis kelamin, usia, etnis, pendidikan, pekerjaan, lokasi lesi, dan pengobatan
Karakteristik pasien dermatitis seboroik berdasarkan jenis kelamin, usia, etnis, pendidikan, pekerjaan, lokasi lesi, dan pengobatan
20
3.6 Defenisi Operasional
1. Rekam medis adalah keterangan tertulis tentang identitas, anamnesis,
pemeriksaan fisik, diagnosis, tindakan medis, dan pengobatan pasien
dermatitis seboroik yang datang berobat ke Departemen Kesehatan Kulit
dan Kelamin Rumkit Kesdam I Bukit Barisan Medan periode Januari 2011
sampai Desember 2013.
2. Usia adalah usia pasien saat pertama datang dihitung dari tanggal lahir,
bila lebih dari 6 bulan, usia dibulatkan keatas; bila kurang dari 6 bulan,
usia dibulatkan kebawah berdasarkan catatan medis.
3. Etnis adalah garis keturunan yang didapatkan pasien dermatitis seboroik
yang berasal dari orang tua yang melahirkan dirinya atau dari nenek
moyangnya berdasarkan rekam medis.
4. Pendidikan adalah pendidikan formal yang sedang dijalani atau yang
terakhir diselesaikan oleh pasien dermatitis seboroik berdasarkan rekam
medis.
5. Pekerjaan adalah pekerjaan yang sedang dijalani atau tidak lagi dijalankan
(pensiunan) oleh pasien dermatitis seboroik berdasarkan rekam medis.
6. Lokasi lesi adalah lokasi lesi dari anamnesis dan pemeriksaan klinis pasien
dermatitis seboroik berdasarkan rekam medis.
7. Diagnosis dermatitis seboroik diagnosis dari anamnesis dan gambaran
klinis dermatitis seboroik yang datang berobat ke Poliklinik Kesehatan
Kulit dan Kelamin Rumkit Kesdam I Bukit Barisan Medan periode 2011
sampai 2013 berdasarkan catatan medis.
8. Pengobatan dermatitis seboroik adalah pengobatan yang diberikan pada
pasien dermatitis seboroik dari rekam medis.
9. Proporsi dermatitis seboroik adalah perbandingan jumlah pasien dermatitis
seboroik dengan jumlah seluruh pasien penyakit kulit yang datang berobat
ke Poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin Rumkit Kesdam I Bukit
Barisan Medan periode 2011 sampai 2013.
21
Dengan rumus:
Jumlah kasus dermatitis seboroik periode 2011 – 2013
Proporsi = X 100 %
Jumlah kasus penyakit kulit periode 2011 – 2013
3.7 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang terkumpul ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan diagram. Dianalisis secara deskriptif menggunakan literatur yang
ada.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiryadi BE, Metode Diagnostik dan Penatalaksanaan Psoriasis dan
Dermatitis Seboroik. Jakarta ; Balai Penerbit FK UI , 2003 ; h.53-65
2. Eprints.undip.ac.id/24473/1/Dewi.pdf ; diakses 16 Desember 2014
3. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta ;Balai Penerbit FK
UI, 20011 ; h.3-308
4. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta ; hipokrates, 2000 ; h 14-16
5. Price SA. Patofisiologi edisi 6 . Jakarta; EGC, 2006
6. http://www.unhas.ac.id/tahir/BAHAN-KULIAH/BIO-MEDICAL/
BAHAN-UMUM/ECHOCARDIOGRAPHY%20(%20SALEH%20-
%20D411%2002%20050%20)/REFERENSI/dermatitis.pdf ; diakses 16
Desember 2014
7. Murtiastutik D,dkk. Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 2. Surabaya; Pusat
Penerbitan dan Percetakan UNAIR, 2009
8. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41341/4/Chapter
%20II.pdf ; diakses 16 Desember 2014
9. http://digilib.unila.ac.id/2425/10/BAB%20II.pdf ; diakses 16 Desember
2014
10. http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMcp0806464 ; diakses 20
Desember 2014
11. Brown R.G dan Tony B. Lecture Notes Dermaologi edisi ke 8. Jakarta;
EMS