Download - KOPERASI SIMPAN PINJAM

Transcript

KOPERASI SIMPAN PINJAMKESOKOGURUAN Koperasi sebagai wadah pemberdaya ekonomi rakyat, ~ diakui atau tidak sudah semakin redup dan cenderung akan sirna. Padahal para pendiri Republik ini telah memeteraikan koperasi dalam UUD 1945 sebagai bangun usaha yang paling tepat untuk menyelenggarakan perekonomian negara. Kini, cap dan meterai itu sudah lekang. Orde reformasi telah melepaskan meterai koperasi tersebut dari UUD 1945 melalui TAP MPR RI. Memang ada yang tidak setuju. Salah satu diantaranya adalah Prof Dr. Mubyarto ~ pejuang Ekonomi Pancasila ~sangat marah dan bahkan mengundurkan diri dari tim pakar ekonomi bentukan Badan Pekerja MPR (MaretMei 2001) sebagai konsekuensi dihilangkannya kata koperasi dari proses amandemen penjelasan UUD 1945 tersebut. Apakah ada yang "something wrong" disana sehingga mengakibatkan koperasi tidak bersinar ? Tulisan ini mencoba meneropong persoalan itu. Bila dituntut dari perspektif sejarah koperasi Indonesia, maka dapat ditarik suatu benang merah bahwa koperasi Indonesia lahir dan bertumbuh dari "proses simpan pinjam". Artinya, koperasi yang ada saat ini diawali dari adanya kegiatan simpan pinjam yang kemudian berkembang dengan memiliki berbagai unit bisnis lain. Dalam perkembangannya, koperasi tanpa ada unit simpan pinjamnya akan terasa hambar. Ini menandakan sudah terbentuk suatu budaya dalam koperasi bahwa unit bisnis simpan pinjam harus tetap melekat pada diri setiap koperasi. Dari catatan sejarah tersebut dapat diambil hipotesis bahwa Koperasi Simpan Pinjam ataupun Unit Simpan Pinjam adalah merupakan embryo berkembang-mekarnya suatu koperasi. Ilmu biologi mengajarkan kualitas embryo sangat menentukan kualitas perkembangan anak pada tahap berikutnya. Bila embryo yang sudah ada salah urus selama masa kandungan, maka dapat dipastikan anak tersebut akan kurang berkualitas. Demikian juga koperasi, jika kualitas embryonya sangat rendah, maka pertumbuhan berikutnyapun jangankan sebagai tulang punggung atau soko guru perekonomian nasional, mengurus dirinyapun dia sudah tidak mampu. Istilah di lapangan disebut "ngos-ngosan". Oleh sebab itu, bisnis simpan pinjam yang menjadi embryo untuk berkembang tidaknya suatu koperasi, seyogyanyalah jangan sampai salah urus selama tahap perkembangannya. Ini perlu ditekankan bagi generasi yang akan datang, sebagai pelajaran bahwa koperasi Indonesia pernah mencatat sejarah yang kelabu. Kita masih sempat menyaksikan lahirnya koperasi-koperasi ibarat jamur bermunculan di musim hujan. Ribuan koperasi yang "dilahirkan" tersebut ternyata tanpa embryo yang berkualitas. Mereka dilahirkan hanya sekedar untuk meraup KUT (Kredit

Usaha Tani). Dan saat ini setelah 4 tahun berlalu, kita juga kembali memelototi koperasi yang dilahirkan tadi ternyata telah sirna tanpa bekas. Terkubur tanpa ada yang merasa pengubur.

Paradigma KSP Jatidiri koperasi "dari anggota, oleh anggota, untuk anggota" mulai digugat oleh lingkungan global. Apakah masih relevan jatidiri seperti itu dipertahankan di alam perdagangan bebas ? Kelihatannya memang terlalu kaku. Padahal manajemen modern selalu berpesan pada manajernya agar terus berimprovisasi, fleksibel, dan terbuka terhadap setiap perubahan. Seiring dengan hal itu, pantas juga dipertanyakan kembali apakah tidak lebih akomodatif bila jatidiri Koperasi tersebut digeser menjadi "dari anggota dan bukan anggota, oleh anggota dan bukan anggota untuk anggota". Dalam hal ini ada tuntutan perubahan paradigma koperasi. Jadi yang tidak berubah adalah tujuan akhir dari koperasi itu sendiri yaitu "untuk kepentingan ekonomi anggota". Bila pergeseran jatidtri koperasi ini dapat diterima oleh para koperasiawan, maka paradigma baru ini akan membawa konsekuensi internal yang mendasar bagi manajemen koperasi. Demikian pula pengertian koperasi itu sendiri yang telah tertancap dalam UU Perkoperasian No.25/1992 dan PP No.9 tahun 1995 Tentang Pelaksanaan Usaha Simpan Pinjam juga harus mengalami perubahan. Memang pasti banyak yang menggerutu akibat perubahan ini. Tetapi bukankah hanya melalui perubahan itu sendiri yang dapat membawa perbaikan? Kata orang bijak, "if you don't change you die". Artinya, bila kita tidak mengikuti perubahan itu sendiri maka kita tidak akan dapat bertumbuh dan berkembang. Tak terkecuali koperasi. Koperasipun harus ikut berubah bilamana ingin maju dan berkembang. Sejarah koperasi Indonesia sudah mencatat bahwa maju berkembangnya koperasi diawali dengan berkualitas tidaknya proses simpan-pinjam di koperasi tersebut. Ingat bukan "pinjam -simpan". Dengan demikian, bukankah sebaiknya kita mulai membenahi koperasi ini dengan menata ulang secara mendasar Koperasi Simpan Pinjam (KSP) ataupun koperasi yang memiliki Unit Simpan Pinjam (USP) ? Bertitik tolak dari pandangan (point of view) yang demikian, maka sangat wajar harus didukung penuh kebijakan Menteri Koperasi dan UKM Alimarwan Hanan yang saat ini sedang bergelut dan berupaya untuk merevitalisasi KSP ataupun USP. Adanya rencana kebijakan merevitalisasi 150 KSP dengan suntikan modal sebesar Rp. 1 milyard per KSP pada program tahun 2004 harus dioptimalkan, sehingga sejak dini perlu dicermati secara hati-hati. Peristiwa dilahirkannya koperasi-koperasi demi "suksesnya" penyaluran KUT kiranya dapat dijadikan suatu kontemplasi yang hasil akhirnya ternyata kurang menggembirakan bagi pertumbuhan koperasi itu sendiri. Oleh sebab itu, paradigma revitalisasi KSP dan atau USP harus dipandang dalam rangka menggerakkan ekonomi nasional secara bersama. Disini peran KSP/USP sangat strategis terutama untuk melayani permodalan ataupun menampung simpanan/deposito para Usaha Kecil (Iihat gambar

Domain Segmen Pelayanan KSP/USP). Konsequensinya, apa yang dikatakan oleh Prof.Dr.Jochen Ropke, dalam bukunya "The Economic Theory of Cooperatives" dari Philipps University Marburg Germany, menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut di atas. Dikatakan, dalam menggunakan definisi koperasi harus hati-hati dan jangan terlalu banyak mengambil pengertian dari definisi koperasi yang berdasarkan pada kriteria identitas ( owners = customers = users).

Dominan Segmen Pelayanan KSP/USP Jadi paradigma pemberdayaan KSP/USP kedepan harus menetapkan segmen pelayanannya. Tulisan ini menyarankan sebaiknya Usaha Kecil saja yang menjadi domain utama sebagai segmen pelayanan KSP/USP. Kalaupun menyentuh usaha menengah, jumlahnya relatif sangat kecil (lihat bagian gambar yang diplot). Dengan mengutip data BPS ~Kementerian Koperasi & UKM (2002), jumlah UK ada sebanyak 40.137.773 unit. Ini berarti jumlah UK yang menjadi segmen pelayanan KSP/USP dapat diproyeksikan kurang lebih 54% atau sebanyak 22.000.000 Unit. Sedangkan UM yang dilayani diproyeksikan 5% atau sekitar 2.800 unit. Ada 3 dasar utama bagi KSP/USP mengapa Usaha Kecil saja yang menjadi domain pelayanan KSP/USP. Pertama, Usaha Kecil tidak begitu membutuhkan modal kerja maupun investasi yang cukup besar. Menurut amatan penulis suntikan bahwa modal yang dibutuhkan per usaha kecil rata.-rata koperasi sekltar Rp. 10 juta. Dengan modal sebesar itu mereka pada umumnya sudah dapat lebih cepat menggerakkan usahanya. Secara nasional, berarti KSP/USP hanya membuutuhkan dana sekitar Rp. 20 triliun rupiah. Cukup kecil bila dibandingkan dengan bantuan pemerintah dalam membayar bunga BLBI sekitar Rp.80 triliun setiap tahunnya. Penulis yakin, pengembaliannyapun akan lebih lancar sepanjang tidak ada biaya-biaya siluman untuk memperolehnya. Kedua, Usaha Kecil lebih dominan menggunakan sumber daya lokal sehingga tidak begitu berpengaruh terhadap fluktuasi valuta asing. Faktor ini mengakibatkan usaha kecil lebih stabil, sehingga pembayaran cicilan pinjaman pun relatif akan lebih pasti. Ketiga, Usaha Kecil masih memiliki budaya malu bila mereka tidak membayar utangnya.

Sekali lagi, memang diakui bahwa paradigma yang ditawarkan tersebut di atas akan mengalami benturan dengan definisi KSP/USP yang telah terkristalisasi dalam benak masyarakat kita termasuk para pembinanya. Secara sederhana, koperasi yang menerima simpanan-simpanan dan deposito dari para anggotanya serta memberikan pinjaman bagi anggota yang sarna hanya itulah yang disebut KSP.

Konflik Kepentingan dalam KSP Asumsikan bahwa kendala legalisasi tidak ada masalah bila KSP/USP diperbolehkan menghimpun dana dari masyarakat luas koperasi (tidak hanya terpaku lagi dari anggota), maka dapat diproyeksikan akan terjadi konflik kepentingan antara anggota dengan non anggota (Perhatikan Gambar Kepentingan Anggota Vs non Anggota). Sebagai anggota KSP/USP ada 3 peran yang dimilikinya yaitu 1) sebagai pemilik (owner), maka dia berkewajiban, menjaga kelangsungan hidup koperasinya. Untuk itu anggota harus melakukan pengawasan yang ketat terhadap pengelolaan KSP/USPnya, 2) sebagai pelanggan (customers) maka dia berhak mendapatkan pelayanan prima dari koperasinya. Dari sisi ini, tuntutan agar KSP/USPnya memprioritaskan pelayanan kepada mereka adalah wajar, dan 3) sebagai pengguna (user) maka dia berhak untuk menentukan arah program KSP/USPnya. Disisi lain, non anggota sebagai investor di KSP juga berhak mendapatkan pelayanan yang maksimal atau memperoleh manfaat yang tinggi dari koperasi. Bila tidak demikian mereka (non anggota) tidak akan mau berpartisipasi di KSP/USP. Mereka akan memilih bank sebagai tempat menyimpan uangnya ataupun berinvestasi dengan badan usaha non Koperasi/KSP/USP. Belum lagi dikaitkan dengan misi pemerintah dimana KSP/USP diharapkan sebagai lembaga non bank ataupun lembaga keuangan mikro (LKM) yang mampu menghimpun dan menyalurkan dananya ke UKM-UKM. Semua kepentingan tersebut akan mengalami benturan di lapangan manakala kebutuhan salah satu unsur tidak terpenuhi.

Kepentingan Anggota Vs Non Anggota Ketiga kepentingan tersebut dapat saja bersamaan atau bersinggungan satu sama lain, walaupun mungkin juga terjadi tumpang tindih pada tingkat tertentu. Barangkali ini yang disebut "pura-pura harmonis", dimana sebenarnya secara hakiki terjadi konflik kepentingan yang sama.

Tentu saja konflik kepentingan ini sangat potensial untuk merusak koperasi sebagai badan usaha atau "entity business". Sekali rusak, maka untuk membangun citra KSP/USP kembali relatif sangat sulit dan membutuhkan waktu yang lama guna memulihkannya di mata masyarakat. Untuk itu, system operasional prosedure (SOP) dan standarisasi pelayanan kepada anggota dan non anggota menjadi hal yang sangat urgent bagi KSP/USP itu sendiri. Perlu disadari bahwa koperasi adalah merupakan struktur kompleks yang terdiri dari sejumlah individu atau kelompok yang berbeda, yang memiliki kepentingan yang tidak selamanya harmonis. Kepentingan individu dan kemampuan personal untuk memanfaatkan fasilitas koperasi juga berlainan. Ditinjau dari sudut ini, maka koperasi yang keanggotaannya atau kelompok partisipantnya lebih heterogen, akan memiliki potensi lebih tinggi terjadinya konflik. Johnston dan Clark (1982) dalam bukunya "Redesigning Rural development, A Strategic Perspective" mengatakan "jika terjadi terlalu banyak konflik, akan banyak menuntut waktu, energi, komitmen pemecahan masalahnya yang pada gilirannya partisipasi aktif tidak dapat dikerahkan dengan optimal". Seide dengan pengamatan Johnston dan Clark di atas, kasus "tanah" KPDK (Koperasi Pegawai Departemen Koperasi) dapat dijadikan sebagai contoh. Konflik terfalu sering terjadi. Kelompok kepentingan seperti anggota mutasi, pensiunan, anggota aktif, pengurus, pejabat, anggota baru, anggota lama, anggota yang sudah keluar, anggota yang sudah meninggal ternyata memiliki kepentingan yang berbeda baik dalam memecahkan masalah maupun dalam memanfaatkan fasilitas koperasi. Itulah sebabnya untuk mendeteksi potensial konflik di Koperasi/KSP/USP, Ropke menyarankan yang pertama-tama dilakukan adalah memetakan sumbersumber konflik yang potensial dengan mengelompokkan menjadi kelompokkelompok kepentingan dan kemudian membahas tujuan yang relevan dengan kepentingan kelompok tersebut. Perspektif KSP/USP yang berorientasi tidak lagi hanya kepada anggota tetapi juga non anggota akan menambah tingkat keheterogenan di koperasi. Konsequensinya, situasi demikian akan meningkatkan koflik. Sumberdaya organisasi untuk mengatasi masalah itupun akan lebih banyak digunakan. Secara tidak langsung akan menciptakan de-efisiensi di KSP/USP. Oleh sebab itu, untuk meminimalkan biaya konflik -mau tidak mau -membutuhkan pengawasan yang ketat dan transparant dari pemerintah. Karena dengan demikianlah akan terbangun kepercayaan stakeholders khususnya yang non anggota mau menginvestasikan modalnya ke KSP/USP dan terpeliharanya harmonisasi kepentingan di KSP/USP.

Kinerja Permodalan KSP / USP Seperti yang disinggung di atas bahwa hampir semua koperasi memiliki unit usaha yang berkaitan dengan simpan-pinjam ataupun setidaknya perkreditan. Dengan menggunakan asumsi dasar ini, maka tulisan ini mencoba merentangkan potret kinerja permodalan koperasi Indonesia dalam 5 tahun terakhir yang di dalamnya telah tercakup apa yang disebut usaha simpan pinjam di Koperasi (KSP/USP). Kendatipun cara-cara pengumpulan data masih banyak ketidaksempurnaannya dan belum menggambarkan fakta yang sebenarnya, namun rentang data ini setidaknya dapat menggambarkan kondisi koperasi di lapangan (Iihat Tabel Kinerja Permodalan Koperasi). KINERJA PERMODALAN KOPERASI INDONESIA TAHUN 1997 2002No 1 2 3 4 R3/1 R3/2 R4/1 R4/3 Indikator Jumlah Koperasi Anggota Modal Sendiri (E) Modal Luar (D) E Per Kop E Per Anggota D Per Kop E Per D 1997 52,456 19,286,992 4,644,526 4,610,046 88.54 0.24 87.88 1.01 1998 59,441 20,128,283 5,121,962 4,330,986 86.17 0.25 72.86 1.18 1999 89,939 22,529,199 5,270,475 12,466,651 58.60 0.23 138.61 0.42 2000 103,077 27,295,893 6,816,950 12,473,404 66.13 0.25 121.01 0.55 2001 109,632 27,660,905 7,161,921 12,739,847 65.33 0.26 116.21 0.56 G 20.24 9.43 11.44 28.93 -7.32 1.83 7.23 -13.57

Secara absolut, jumlah lembaga koperasi, anggota, modal sendiri (Equity) dan modal luar (Debt) dalam 5 tahun terakhir (1997 -2001) bertumbuh setiap tahunnya dengan signifikan yaitu 20,24 %, 9,43 %, 11,44 %, dan 28,93 % secara berurutan. Suatu indikasi bagi kita bahwa animo masyarakat berkoperasi sebenarnya masih tergolong cukup baik. Akan tetapi dari sisi kualitas pertumbuhan permodalan dan struktur permodalannya, tablel Kinerja Permodalan Koperasi menunjukan penurunan yang kurang menggembirakan. Pertumbuhan rata-rata Equity per koperasi per tahun sebesar -7,32 % (R3/1) dan cenderung menurun setiap tahunnya. Ini mengindikasikan bahwa koperasi kurang mampu menggalang atau menggali modal dari anggota koperasi sendiri. Atau barangkali animo anggota untuk menyimpan di koperasinya semakin menurun. Kalaupun data menunjukkan ada peningkatan anggota koperasi setiap tahunnya, hal ini diduga dapat terjadi karena ada niat tersembunyi dari anggota hanya untuk mendapatkan fasilitas atau bantuan yang lebih besar dari koperasinya. Demikian pula bila dilihat pertumbuhan struktur permodalan Koperasi per tahunnya ternyata juga cukup memprihatinkan. Struktur permodalan ini sedikit banyak menggambarkan tingkat ketergantungan koperasi terhadap ekternal. Semakin kecil rasio modal sendiri terhadap modal luar (equity/debt) maka semakin besarlah tingkat ketergantungan kepada eksternal atau kepada

pihak ketiga. Bila hal ini terjadi pada suatu koperasi, maka jangan heran apabila pengelola koperasi lebih mengutamakan kepentingan non anggota ketimbang kepentingan anggota. Pesan yang disampaikan oleh data ini kepada kita adalah bahwa untuk merevitalisasi KSP/USP yang selanjutnya akan berimplikasi terhadap penguatan koperasi secara keseluruhan, maka struktur permodalan koperasi/KSP/USP harus menjadi prioritas utama yang dibenahi terlebih dahulu. Bagaimana caranya? Kita mengenal istilah restrukturisasi utang. Dalam konteks koperasi ini maka yang perlu direstrukturisasi adalah modal luar. Salah satu alternatifnya ialah bahwa kredit program yang ada di setiap koperasi dapat dijadikan sebagai "modal penyertaan pemerintah" di Koperasi Bukankah pemerintah juga memiliki modal penyertaan berupa saham di beberapa perusahaan baik swasta maupun BUMN ?

Insentif Anggota KSP Potret kinerja struktur permodalan koperasi yang telah dipaparkan di atas tentu tidak jauh perbedaannya dengan gambaran KSP/USP di lapangan. Amatan penulis menyimpulkan bahwa secara umum KSP/USP juga mengalami kesulitan dalam menghimpun dana dari anggotanya. Apalagi dari non anggota? Salah satu faktor penyebabnya adalah bahwa pelayanan KSP/USP kepada anggota dan non anggota tidak begitu dibedakan. Kalaupun ada insentif kepada anggota relatif sama dengan yang diterima non anggota. Padahal biaya pengorbanan anggota dalam bentuk tuntutan partisipasi sebagai pemilik jelas lebih tinggi daripada non anggota. Situasi yang demikian kurang memotivasi anggota untuk aktif berpartisipasi menabung atau mendepositiokan uangnya di Koperasi/KSP/USP. Perlu direnung ulang bahwa seseorang mau berpartisipasi di koperasi bila dia akan memperoleh nilai manfaat lebih besar dari pada nilai pengorbanannya (Iihat Kurva Nilai Manfaat dan Partisipasi).

Nilai Manfaat dan Partisipasi Kurva "Nilai Manfaat dan Partisipasi" menjelaskan bahwa sepanjang nilai manfaat masih lebih besar dari pada nilai pengorbanan, maka angota maupun non anggota akan tetap berpartisipasi di koperasi. Nilai manfaat dapat diukur dari berbagai variable seperti berupa insentif, SHU yang dibagi, bunga simpanan yang lebih tinggi, pelayanan yang lebih cepat, jaminan simpanan yang pasti, dan atau hak-hak lain. Perlu dipahami bahwa partisipasi adalah merupakan alat untuk memuaskan kebutuhan para stakeholders (anggota, non anggota/ deposant, dan

pemerintah). Memang masih perlu dikaji ulang, apakah berkorelasi positif hubungan partisipasi dengan nilai manfaat yang diperoleh oleh anggota dan non anggota ? Secara teoritis, jawabannya ya. Misalkan anggota baik sebagai pemilik maupun pengguna merasa terpuaskan oleh pelayanan KSP/USP berupa nilai manfaat yang diperoleh, maka anggota tersebut akan terus memberikan partrisipasinya berupa modal dan non modal di KSP/USP. Seiring dengan hal itu, pemerintah atau non anggotapun demikian halnya. Pemerintahpun akan terus meningkatkan modal penyertaannya di KSP/USP sepanjang KSP/USP mampu memobilisasi ekonomi rakyatmelalui UK-UK yang ada sehingga rakyat semakin sejahtera.

Siklus Simpan Pinjam

Dari perspektif teori berpartis insentif, siklus simpan dulu baru pinjam akan terus mengalir selama proses insentif ini mampu memuaskan anggota maupun non anggota besar (Iihat Siklus Simpan Pinjam). Jika menganut strategi menghimpun modal dari anggota, maka insentif keanggotaan harus lebih signifikan daripada yang non anggota. Dan menurut penulis, untuk daerah pedesaan (rural) strategi ini masih yang terbaik dioptimalkan oleh KSP/USP. Sedangkan untuk daerah perkotaan (urban) KSP/USP sudah harus melakukan ekstensifikasi pelayanan kepada non anggota. Dari seluruh rangkaiantulisan ini dapat disimpulkan bahwa selama KSP/USP dapat memuaskan kebutuhan anggota maupun non anggota kepentingan umum maka tingkat partisipasi mereka akan tetap tinggi. Untuk menjaga partisipasi yang tinggi ini, maka keunggulan kompetitif KSP/USP menjadi masalah sentral yang penting. Setidaknya, manfaat keunggulan KSP/USP minimal sama dengan yang diberikan pesaing ~non koperasi. Untuk itu, teori "harmonisasi" yaitu menseimbangkan kepentingan para stakeholders dan teori "konflik" yaitu

mengoptimalkan sumberdaya internal dan ekternal demi kepentingan KSP/USP perlu diterapkan di KSP/USP.

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan suatu badan usaha bersama yang berjuang dalam bidang ekonomi. Berdasarkan Undang-Undang nomor 25 Tahun 1992 tentang pokok-pokok perkoperasian bahwa koperasi sebagai organisasi ekonomi rakyat bertujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian naional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan kata lain koperasi sebagai salah satu badan usaha yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai penggerak ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Dengan memperhatikan kedudukan dan tujuan koperasi seperti tersebut diatas, maka peran koperasi sangatlah penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta dalam mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekeluargaan, dan keterbukaan. Dalam kehidupan ekonomi seperti itu koperasi seharusnya memiliki ruang gerak dan kesempatan usaha yang luas yang menyangkut kepentingan kehidupan ekonomi rakyat. Dalam kegiatannya koperasi mengelola berbagai bidang usaha bagi anggotanya. Salah satu bidang usaha yang biasanya dikembangkan adalah Unit Simpan Pinjam (USP). Hal ini sesuai dengan pasal 44 UU no 25 tahun 1992 1 Page 14 2 tentang pokok-pokok perkoperasian yang menyatakan Bahwa koperasi dapat menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan Unit Simpan Pinjam (USP) dari dan untuk anggota dan calon anggota koperasi yang bersangkutan koperasi lain dan atau anggotanya. Ketentuan-ketentuan tersebut menjadi dasar bagi koperasi untuk melaksanakan Unit Simpan Pinjam (USP) baik sebagai salah satu kegiatan koperasi. Keberadaan KUD (USP) ini sangat membantu kehidupan masyarakat di sekitarnya dengan bantuan pinjaman guna perluasan usahanya, menerima simpanan dari masyarakat (USP), dan masih banyak lainnya. Unit Simpan Pinjam (USP) sebagai lembaga keuangan yang bergerak disektor jasa keuangan mempunyai kedudukan yang sangat vital dalam menunjang sektor riil yang diusahakan oleh masyarakat koperasi. Bagi masyarakat dengan golongan ekonomi lemah dan pengusaha kecil yang hanya mempuyai modal yang terbatas unit ini sangat dibutuhkan dan dimanfaatkan oleh anggota koperasi dalam rangka meningkatkan modal usaha maupun memenuhi kebutuhanya. Masyarakat Indonesia sebagian besar adalah masyarakat golongan ekonomi lemah dan pengusaha kecil yang hanya mempunyai modal berskala terbatas, pasti akan menemui kendala di bagian modal yang dapat mengakibatkan mandegnya usaha. Salah satu alternatif untuk mendapatkan tambahan permodalan adalah

dengan meminjam dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Unit Simpan Pinjam (USP). Dengan pinjaman tersebut diharapkan masyarakat akan terbantu dalam menjaga kelangsungan usahanya. Page 15 3 Baik KSP maupun USP mendapat modal dari anggota dalam bentuk simpanan. Semakin banyak simpanan anggota, semakin besar pula modal USP, yang berarti pula besarnya pinjaman yang dapat dipinjam anggota juga makin bertambah. Sebagai badan perantara keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalm bentuk pinjaman, USP harus menjaga kepercayaan yang diberikan masyarakat dalam mengelola dana mereka. Perwujudan dari kesungguhan USP dalam mengelola dana masyarakat adalah dengan menjaga kesehatan kinerjanya karena kesehatan kinerja sangat penting bagi suatu lembaga usaha. Dengan mengetahui tingkat kesehatan usaha, masyarakat (anggota) dapat dengan mudah menilai kinerja lembaga tersebut. Oleh karena itu, Menteri Koperasi Pengusaha Kecil dan Menengah mengeluarkan Surat Keputusan No.194/KEP/M/IX/1998 tanggal 25 September 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam. Penilaian ini didasarkan pada 5 indikator penilaian yaitu permodalan, Kualitas aktiva Produktif, Manajemen, Rentabilitas, dan Likuiditas dengan batasan-batasan sesuai dengan surat keputusan tersebut diatas. Untuk menilai tingkat kesehatan USP diperlukan analisis beberapa aspek sebagai tolak ukur yang sering dipakai adalah rasio atau indeks yang menghubungkan data keuangan yang satu dengan data keuangan yang lain. Batasa yang diberikan Dinas Koperasi adalah tentang seberapa besar atau Page 16 4 prosentase kinerja keuangan yang memenuhi persyaratan USP untuk dinyatakan sehat, serta tidak merugikan anggota. USP yang ada di Kabupaten Kendal merupakan salah satu unit usaha KUD yang masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Hal ini terlihat adanya USP yang berdiri meski dengan modal yang relatif kecil. Meskipun sangat dibutuhkan masyarkat, akan tetapi USP tetap tidak lepas dari masalah, misalnya kemunduran bagi USP tertentu. Berikut daftar USP pada tahun 2003. Tabel 1 Daftar Unit Simpan Pinjam (USP) Pada KUD se- Kabupaten Kendal tahun 2003-2004 Pembukuan No Nama KUD (USP) No Badan Hukum

2003 2004 1 Dewi Sri 6444d/BH/PAD/KWK.11/X/96 Pembukuan Pembukuan 2 Mina Jaya 9174b/BH/PAD/KWK.11/VIII/97 Pembukuan Pembukuan 3 Sri Sadono 5655d/BH/PAD/KWK.11/IV/96 Pembukuan Pembukuan 4 Dewi Shinta 8381b/BH/PAD/KWK.11/X/96 Pembukuan Pembukuan 5 Pelita 5484a/BH/PAD/KWK.11/IX/96 Pembukuan Pembukuan 6 Unggul 6447b/BH/PAD/KWK.11/IX/96 Pembukuan Pembukuan 7 Remaja 8751c/BH/PAD/KWK.11/XII/96 Pembukuan Tidak 8 Subur 8581c/BH/PAD/KWK.11/XII/96 Tidak Tidak 9 Jelita 8578b/BH/PAD/KWK.11/IX/96 Pembukuan Pembukuan 10 Rukun Tani 8981b/BH/PAD/KWK.11/X/96 Pembukuan Pembukuan 11 Makmur 8381b/BH/PAD/KWK.11/IX/96 Pembukuan Tidak

12 Agung 9448b/BH/PAD/KWK.11/IX/96 Modal kurang dari 15 juta 13 Dewi Ratih 6436a/BH/PAD/KWK.11/X/96 Pembukuan Pembukuan 14 Harapan 3933d/BH/PAD/KWK.11/IX/96 Pembukuan Tidak 15 Darma Tani 3852a/BH/PAD/KWK.11/X/96 Pembukuan Pembukuan 16 Intan 9114c/BH/PAD/KWK.11/XII/96 Pembukuan Pembukuan 17 Aneka Tani Jaya 9449b/BH/PAD/KWK.11/XI/96 Tidak Tidak 18 Karya Tani 8729b/BH/PAD/KWK.11/XII/96 Tidak Tidak 19 Karya Usaha 12923/BH/VI/XII/94 Modal kurang dari 15 juta ( Sumber data tahun 2003-2004) Page 17 5 Dari tabel di atas terlihat bahwa perkembangan USP di kabupaten kendal kurang baik yaitu pada tahun 2003 ada 3 USP yang sudah tidak melakukan pembukuan lagi, sedangkan pada tahun 2004 bertambah menjadi 6 USP yang tidak melakukan pembukuan. Disamping itu masih ada 2 USP dengan modal kurang dari ketentuan DepKop yaitu 15 juta. Sebaiknya masyarakat mengetahui keadaaan USP ini. Dengan harapan masyarakat mengetahui keadaan USP yang ada di kabupaten Kendal dan USP sendiri dapat mengetahui dan menjaga kesehatannya. Karena jika USP tidak menjaga kesehatanya dikhawatirkan USP pada kabupaten Kendal akan terus mengalami penurunan yang pada akhirnya semua USP di Kabupaten Kendal tidak melakukan pembukuan lagi. Untuk itu setiap USP perlu memperhatikan standar kesehatan USP berdasarkan ketetapan dari DepKop. Melihat keadaan tersebut, penulis ingin mengetahui bagaimana keadaan

USP yang lain pada tahun selanjutnya. Oleh karena itu penulis berminat untuk melakukan penelitian tentang Tingkat Kesehatan USP di Kabupaten Kendal dengan judul ANALISIS TINGKAT KESEHATAN UNIT SIMPAN PINJAM (USP) (STUDI KASUS PADA KUD SE - KABUPATEN KENDAL) I.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang diatas mengenai pentingnya penilaian tingkat kesehatan Unit Simpan Pinjam (USP) dalam membantu meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang sebesar-besarnya bagi anggota, serta Page 18 6 mempertahankan kelangsungan hidup unit simpan pinjam yang bersangkutan. Permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan skripsi ini adalah : a. Bagaimana tingkat kesehatan masing-masing komponen (Permodalan, Kualitas Aktiva Produktif, Manjemen, Rentabilitas, dan Likuiditas) pada Unit Simpan Pinjam (USP) KUD di Kabupaten Kendal Tahun 2004-2005? b. Komponen mana yang mengalami penurunan ataupun kenaikan skor tingkat kesehatan pada (USP) KUD se-Kabupaten Kendal Tahun 2004-2005 ? I.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian A. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui tingkat kesehatan masing-masing komponen (Permodalan, Kualitas Aktiva Produktif, Manjemen, Rentabilitas, dan Likuiditas) pada (USP) KUD di Kabupaten Kendal Tahun 2004-2005. b. Untuk mengetahui komponen apa saja yang mengalami penurunan ataupun kenaikan skor tingkat kesehatan pada (USP) KUD se-Kabupaten Kendal Tahun 2004-2005. B. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini , yaitu : 1. Bagi KUD Hasil penelitian ini dapat bemanfaat sebagai saran dan pertimbangan bagi pengurus dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan koperasi khususnya di Unit Simpan Pinjam (USP). Page 19 7 2. Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan akan dapat menambah pengetahuan atau cakrawala berfikir dalam hal pengembangan wawasan di bidang ekonomi dan perkoperasian serta sebagai ajang ilmiah untuk menerapkan berbagai teori yang diperoleh dibangku kuliah dalam praktek di lapangan. 3. Bagi pembaca dan almamater Semoga hasil pemelitian ini bermanfaat bagi pembaca dalam rangka pemenuhan informasi dan referensi atau bahan kajian dalam menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya perkoperasian dan simpan pinjam. I.4. Sistematika Penulisan

Untuk menguraikan alur pikiran dalam penulisan hasil penelitian ini maka secara garis besar skripsi ini dibagi dalam lima bab yang mencakup hal-hal yang berhubungan dengan latar belakang masalah, landasan teori, metodelogi penelitian, pembahasan, dan kesimpulan. Adapun sistematika dari penulisan ini adalah: BAB I : PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusn masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Berisi tentang telaah pustaka yang mendasari penelitian dan mendukung langkah dalam analisis. Setelah itu dilanjutkan dengan penelitian terdahulu dalam kerangka pikiran Page 20 8 BAB III : METODELOGI PENELITIAN Dalam bab ini diuraikan segala hal mengenai metode penelitian yang mencakup variabel penelitian dan definisi, jenis data, sumber data, dan metode analisis. BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian tentang diskripsi objek penelitian serta analisis data dan pembahasanya dilakukan dalam bab ini. Analisis dibagi dalam sub bab yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan penelitian sehingga memudahkan dalam melakukan pembahasan terhadap hasilnya. BAB V : PENUTUP Bab terakhir dalam skripsi ini berisi tentang kesimpulan dan saran yang berguna bagi KUD yang bersangkutan dalam menjalankan usaha Unit Simpan Pinjam (USP). Page 21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Landasan teori A. Pengertian Koperasi Pengertian koperasi menurut UU No. 25 tahun 1992 adalah badan usaha yang beranggotakan seorang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tingkat susunan ekonomi sebagai usaha bersama atas azas kekeluargaan. Sedangkan menurut ICA yang dirumuskan di Manchester pada tanggal 23 September 1995, koperasi didefinisikan sebagai perkumpulan yang otonom dari orang-orang yang bergabung secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial, dan budaya mereka yang sama melalui perusahaan yang dimiliki dan diawasi secara demokratis. Dengan kata lain definisi koperasi mengandung dua makna yakni sebagai badan usaha yang mewadahi aktivitas-aktivitas usaha ekonomi

anggotanya dan sebagai semangat kebersamaan yang dilandasi paham kekeluargaan untuk secara bersama-sama mengatasi masalah (persoalan ekonomi). Koperasi merupakan bagian yang menyeluruh dari perekonomian nasional, baik sebagai badan usaha maupun sebagai gerakan ekonomi rakyat, pembangunannya diarahkan untuk mengembangkan koperasi menjadi makin maju, mandiri, dan berakar dalam masyarakat, serta menjadi badan usaha yang sehat dan mampu berperan di semua bidang usaha 12 Page 22 10 terutama dalam kehidupan ekonomi rakyat, dalam upaya mewujudkan demokarasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Koperasi mempunyai fungsi dan peran yang sangat penting dalam perekonomian negara, fungsi dan peran koperasi menurut UU No. 25 tahun 1992 adalah : 1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. 2. Berperan secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat. 3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko guru. 4. Berusaha untuk menunjukan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. B. Koperasi Unit Desa (KUD) Koperasi Unit Desa KUD menurut Inpres nomor 2 tahun 1978 adalah suatu organisasi ekonomi yang berwatak sosial dan merupakan wadah bagi pengembangan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan yang diselenggarakan oleh dan untuk masyarakat pedesaan itu sendiri, serta memberikan pelayanan bagi anggotanya dan masyarakat pedesaan (Depkop, 1992 :75). Sedang Pengertian Koperasi Unit Desa (KUD) menurut Azis (1994:30) adalah organisasi ekonomi yang merupakan tempat pengembangan kegiatan ekonomi pedesaan yang diselenggarakan oleh dan Page 23 11 untuk masyarakat pedesaan, serta memberikan pelayanan bagi anggotanya dan masyarakat pedesaan. Dengan demikian pengertian Koperasi Unit Desa KUD adalah organisasi ekonomi yang merupakan tempat pengembangan kegiatan ekonomi masyarakat yang diselenggarakan oleh dan untuk masyarakat pedesaan, serta memberikan pelayanan bagi anggotanya dan masyarakat

pedesaan. Meskipun sebagai suatu organisasi ekonomi KUD juga mencari laba, tetapi lebih menitik beratkan pada usaha sosial yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan masyarakat desa pada umumnya. Dalam rangka memberikan pelayanan dalam kegiatan prekonomian bagi masyarakat pedesaan, KUD memiliki dan melaksanakan fungsinya sebagai berikut: 1. Perkreditan 2. Penyediaan dan penyaluran sarana-sarana produksi bagi barang keperluan sehari-hari dan jasa-jasa lain. 3. Pengolahan dan pemasaran hasil produksi rakyat. 4. Kegiatan perekonomian lainnya. (Sukamdiyo 1996:137). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa KUD merupakan koperasi serba usaha yang memberikan pelayanan usaha dalam kegiatan perekonomian terutama didaerah pedesaan seperti : perkreditan , penyediaan jasa, sarana dan prasarana pertaniaan, produksi, konsumsi , perdagangan., Jasa lain seperti simpan pinjam Page 24 12 C. Unit Simpan Pinjam Unit Simpan Pinjam adalah suatu unit usaha koperasi atau KUD yang mempunyai fungsi dan tugas utama dalam melakukan kegiatan simpan pinjam bagi anggotanya baik secara langsung dari koperasi tersebut ataupun melalui kelompok-kelompok anggota (Depdagkop, 1992: 4) Simpan Pinjam adalah salah satu jenis usaha yang dijalankan oleh koperasi dengan melakukan penyimpanan dana kepada dan dari anggota koperasi baik yang berupa tabungan ataupun kredit dengan tujuan untuk menggalang dana dan menyalurkannya bagi peningkatan kesejahteraan anggota (Toha, 2000 : 161). Pengertian USP menurut Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1995 adalah salah satu unit kegiatan dari koperasi yang melayani jasa penyimpangan dana dan pemberian pinjaman dana bagi anggotanya sebagai bagian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh koperasi tersebut. Kegiatan utama dari USP adalah menghimpun dana dari anggota dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit kepada anggotanya. Pada USP di KUD ini terdapat 3 macam jenis kredit yang dapat diberikan antara lain : a. Kredit untuk produksi b. Kredit untuk paceklik c. Kredit untuk pedagang kecil pedesaan yang disebut Kredit Candak Kulak (KCK). Page 25 13

D. Penilaian Kesehatan Unit Simpan Pinjam Sesuai dengan diterbitkannya surat keputusan Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil Menengah No. 194/KEP/M/IX tanggal 25 September 1998 tentang petunjuk pelaksanaan penilaian kesehatan Koperasi simpan pinjam dan Unit Simpan Pinjam. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu diatur tentang ketentuan pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan Unit Simpan Pinjam. Tingkat kesehatan merupakan hasil penilaian kuantitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi USP. Melalui penilaian aspek permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas, dan likuiditas. Dari aspek-aspek tersebut diatas diberikan bobot penilaian sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan koperasi. Penilaian aspek dilakukan menggunakan sistem nilai kredit atau reward system yang dinyatakan dalam angka dengan nilai kredit nol (0) sampai dengan seratus (100). Ketentuan mengenai tingkat kesehatan unit simpan pinjam dimaksudkan untuk dipergunakan sebagai : a. Tolak ukur bagi manajemen USP untuk menilai apakah pengelolaan USP telah dilakukan sejalan dengan kriteria USP yang sehat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku b. Tolak ukur untuk memantapkan arah pembinaan dan pengembangan USP baik secara individual maupun industri perbankan secara keseluruhan. Page 26 14 E. Aspek-aspek Kesehatan USP 1. Permodalan Modal Unit Simpan Pinjam berupa modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap dimaksudkan adalah meliputi modal yang disetorkan pada awal pendiri, modal tambah dari koperasi yang bersangkutan, dan cadangan yang disisihkan dari keuntungan koperasi. Modal tidak tetap dimaksudkan adalah modal ini dapat berasal dari modal penyetaraan atau pinjaman pihak ketiga, sepanjang hal tersebut dilakukan melalui koperasi yang bersangkutan. Modal tidak tetap dapat diperoleh Unit Simpan Pinjam melalui koperasinya sebagian simpanan yang berasal dari anggota, koperasi lainnya dan atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya, penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya, dan sumber lain yang sah (PP No. 9 tahun 1995). Modal sendiri atau modal tetap yang disetor pada waktu pembentukan USP disebut modal disetor. Jumlah modal disetor minimal adalah Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) untuk USP koperasi sekunder (Kep. Menkop. Pengusaha kecil dan menengah No.351/Kep/M/XII/1998). Ketentuan ini akan ditinjau kembali sesuai dengan perkembangan perekonomian dan kelayakan usaha. 2. Kualitas Aktiva Produktif

Aktiva produktif sering juga disebut earning asset atau aktiva yang menghasilkan, karena penempatan dana tersebut untuk mencapai tingkat Page 27 15 penghasilan yang diharapkan. Aktiva produktif adalah kekayaan koperasi yang mendatangkan penghasilan bagi koperasi yang bersangkutan. Aktiva produktif yang diklasifikasikan adalah jumlah aktiva produktif yang kolekbilitasnya tidak lancar. Oleh karena itu penanaman dana dan kesigapan USP dalam menanggung kemungkinan timbulnya resiko kerugian penanaman dana tersebut, mempunyai peranan penting dalam menunjang usaha operasional USP. Kualitas produktif dinilai atas dasar pengolongan kolektibilitas yang terdiri atas lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Kemudian untuk menutup kemungkinan resiko kerugian maka USP wajib membentuk penyisihan penghapusan aktiva produktif. Besarnya penyisihan penghapusan aktiva produktif yang harus dibentuk USP sekurang-kurangnya: a. 0,5% dari aktiva produktif yang digolongkan lancar. b. 10% dari aktiva produktif yang digolongkan kurang lancar setelah dikurangi 75% dari nilai agunan yang dikuasai USP. c. 50% dari aktiva produktif yang digolongkan diragukan setelah dikurangi 75% dari nilai agunan yang dikuasai USP. d. 100 % dari aktiva produktif yang digolongkan macet setelah dikurangi 75% dari nilai agunan yang dikuasai USP. 3. Manajemen Pada dasarnya manajemen koperasi tidak jauh berbeda dengan manajemen perusahaan industri manufaktur, perdagangan, dan perusahaan Page 28 16 non bank yang lain. Fungsi manajemen perusahaan berikut juga diterapkan dalam manajemen koperasi, termasuk untuk unit simpan pinjamnya : 1. Menyusun rencana kerja jangka pendek dan panjang termasuk menentukan sasaran usaha yang ingin dicapai pada masa yang akan datang. 2. Menyusun struktur organisasi yang efektif dan efisien. 3. Mengawasi pelaksanaan kegiatan bisnis Secara ringkas ketiga fungsi manajemen diatas disebut kegiatan perencanaan, pengorganisasian, dan pengawasan (Planning, Organizing, and controlling) Pada manajemen Unit simpan pinjam, pengelolaan Unit Simpan Pinjam harus dilakukan secara professional dengan prinsip pengelolaan yang sehat dan prinsip kehati-hatian. Pengelolaan kegiatan USP dapat dilakukan oleh pengurus atau pengelola, Pengelola diangkat oleh pengurus dan bertanggung jawab kepada pengurus. Pengelola dapat perorangan atau badan

usaha, termasuk yang berbentuk badan usaha, termasuk badan hukum dengan sistem kerja keterkaitan dalam kontrak kerja (pasal 8 PP no. 9 Tahun 1995). Pengelola USP dilakukan secara terpisah dari unit usaha lainnya, baik dalam hal pengelolaan keuangan maupun permodalan. Dasar pertimbangan pemisahan kegiatan USP dari unit usaha ini membutuhkan spesifikasi yang berbeda dengan kegiatan usaha yang lain baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, penilaian, pengawasan, maupun administrasinya. Hal ini dimaksudkan pula agar dana simpanan koperasi berjangka dan Page 29 17 tabungan koperasi yang dipercayakan oleh penyimpan untuk disimpan di koperasi aman dan cukup tersedia bila sewaktu-waktu ditarik kembali oleh penyimpan. Komponen penilaian dalam manajemen ini terdiri dari 5 (lima) sub komponen yakni : permodalan, aktiva, pengelolaan, rentabilitas, likuiditas. 4. Rentabilitas Rentabilitas suatu perusahaan menunjukkan perbandingan antara laba dengan aktiva atau modal menghasilkan laba tersebut. Dengan kata lain rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (Riyanto, 1995:35). Dalam hal ini rentabilitas adalah kemampuan koperasi untuk memperoleh sisa hasil usaha. Cara untuk menilai rentabilitas suatu perusahaan bermacam-macam dan tergantung pada laba dan aktiva atau modal mana yang akan di perbandingkan satu dengan lainnya. Menurut Soediyono Reksopriyatno (1992:123) penilaian kesehatan rentabilitas didasarkan pada posisi laba/rugi menurut pembukuan, perkembangan laba/rugi dua tahun terakhir dan laba/rugi 5. Likuditas Masalah likuditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi. Dalam hal ini adalah kemampuan koperasi untuk memenuhi kewajiban jangka pendek. Jumlah alat-alat pembayaran (alat-alat likuid) yang dimiliki suatu perusahaan pada suatu saat tertentu merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang berasangkutan. Page 30 18 Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi, atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu mempunyai kemampuan membayar (zahlungsfahigkeit). Suatu perusahaan dikatakan likuid apabila perusahaan tersebut mempunyai kekuatan membayar sedemikian besarnya sehingga mampu memenuhi segala kewajiban finansiilnya yang segera harus dipenuhi, sebaliknya perusahaan yang tidak

mempunyai kemampuan membayar dikatakan mengalami likuid (Riyanto,1995:25-26) F. Kriteria Kesehatan USP Kreteria Tingkat kesehatan USP dinilai dengan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembanagan suatu unit simpan pinjam (USP). Pendekatan kualitatif diperlukan karena masing-masing aspek penilaian tingkat kesehatan mengandung berbagai komponen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Pelaksanaan penilaian terhadap aspek-aspek tersebut dilakukan dengan cara : 1. Mengkuantifikasikan beberapa komponen penting dari masing-masing faktor tersebut. 2. Atas dasar kuantifikasi komponen-komponen penting tersebut dilakukan penilaian lebih lanjut dengan memperhatikan aspek lain yang secara materiil berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan masingmasing aspek. Page 31 19 Dari aspek-aspek tersebut diatas diberikan bobot penilaian sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan koperasi. Penilaian aspek dilakukan menggunakan sistem nilai kredit atau reward system yang dinyatakan dalam angka dengan nilai kredit nol (0) sampai dengan seratus (100). Tingkat kesehatan USP digolongkan menjadi 4 (empat) golongan yaitu sehat, cukup sehat, kurang sehat dan tidak sehat. Penetapan predikat tingkat kesehatan USP tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Penggolongan Tingkat kesehatan USP SKOR PREDIKAT 81 100 66 81 51 66 0 51 SEHAT CUKUP SEHAT KURANG SEHAT TIDAK SEHAT Sumber: SK MenKopUK no 194/Kep/M/IX/1998 Adapun analisis tingkat kesehatan bank dilakukan dengan penilaian pada : 1. Penilaian Permodalan Dalam aspek permodal, komponen yang dinilai meliputi perbandingan (rasio) modal sendiri terhadap asset dan rasio modal sendiri terhadap pinjaman diberikan yang beresiko. modal sendiri meliputi: modal disetor, modal tetap tambahan, cadangan sedangkan total asset meliputi :

kas/bank, tabungan, simpanan dan deposito, surat-surat berharga, piutang anggota dan pihak lain, penyertaan pada koperasi, anggota dan pihak lain, aktiva tetap. Pinjaman yang diberikan beresiko adalah pinjaman yang tidak memiliki agunan atau memiliki agunan akan tetapi tidak cukup. Page 32 20 Untuk memperoleh rasio antara modal sendiri terhadap total asset , ditetapkan sebagai berikut: Rasio permodalan 1: Asset Total Sendiri Modal x100% Adapun formulasi untuk menjadi kredit adalah sebagai berikut: NK= 1,0 1 modalan per Rasio +5 (maksimal 100) Bobot untuk penilaian rasio ini maksimal adalah 10 Tabel 2.2 Penggolongan Tingkat kesehatan USP aspek permodalan 1 Kreteria Hasil skor Sehat Cukup sehat Kurang sehat Tidak sehat 8,1 6,6 < 8,1 5,1 < 6,6 0 < 5,1 Sumber: SK MenKopUK no 194/Kep/M/IX/1998 Untuk memperoleh rasio modal sendiri terhadap pinjaman diberikan yang beresiko, ditetapkan sebagai berikut : Rasio Permodalan 2= Beresiko Yang Pinjaman Sendiri Modal x100% Adapun formulasi untuk menjadi kredit adalah sebagai berikut:

NK= 1,0 2 modlan per Rasio +1 (maksimal 100) Bobot untuk penilaian rasio ini maksimal adalah 10 Tabel 2.3 Penggolongan Tingkat kesehatan USP aspek permodalan 2 Kreteria Hasil skor Sehat Cukup sehat Kurang sehat Tidak sehat 8,1 6,6 < 8,1 5,1 < 6,6 0 < 5,1 Sumber: SK MenKopUK no 194/Kep/M/IX/1998 Page 33 21 2. Penilaian Kualitas Aktiva Produktif Volume pinjaman pada anggota terdiri dari sisa pinjaman pada anggota tahun lalu ditambah pinjaman kumulatif tahun buku yang diberikan kepada anggota. Total volume pinjaman terdiri dari sisa pinjaman tahun lalu ditambah pinjaman komulatif tahun buku penilaian (baik kepada anggota maupun kepada non anggota ). Pinjaman yang diberikan diperoleh dari total piutang dikurangi penghapusan piutang. Resiko pinjaman bermasalah diperoleh dengan cara menjumlahkan dari hasil perhitungna dibawah ini : 50% X pinjaman kurang lancar, 75% X pinjaman diragukan, 100% X pinjaman macet, Untuk mengukur rasio antara volume pinjaman kepada anggota terhadap total volume pinjaman diberikan , ditetapkan sebagai berikut: Rasio KAP 1 = Diberikan Yang Pinjaman Volume Total Anggota Pada Pinjaman

Volume x100% Adapun formulasi untuk menjadi kredit adalah sebagai berikut: NK= 1,0 rasio +5 (maksimal 100) Bobot untuk penilaian rasio ini maksimal adalah 10 Tabel 2.4 Penggolongan Tingkat kesehatan USP aspek KAP 1 Kreteria Hasil skor Sehat Tidak sehat 60% < 60% Sumber: SK MenKopUK no 194/Kep/M/IX/1998 Untuk memperoleh rasio antara resiko pinjaman bermasalah terhadap pinjaman yang diberikan ,ditetapkan sebagai berikut: Page 34 22 Rasio KAP 2 = Diberikan Yang Pinjaman Bermasalah Pinjaman siko Re x100% Adapun formulasi untuk menjadi kredit adalah sebagai berikut: NK= 1,0 %50 rasio +2 (maksimal 100) Bobot untuk penilaian rasio ini maksimal adalah 10 Tabel 2.5 Penggolongan Tingkat kesehatan USP aspek KAP 2 Kreteria Hasil skor Sehat Cukup sehat Kurang sehat Tidak sehat 8,1 6,6 < 8,1

5,1 < 6,6 0 < 5,1 Sumber: SK MenKopUK no 194/Kep/M/IX/1998 Rasio cadangan resiko terhadap resiko pinjaman bermasalah dihitung dengan cara penilaian sebagai berikut : Rasio KAP 3 = Bermasalah Pinjaman Risiko Risiko Cadangan x 100% Cadangan risiko = Cadangan yang disisihkan dari pendapatan + cadangan dari SHU Adapun formulasi untuk menjadi kredit adalah sebagai berikut: NK= 1,0 rasio +1 (maksimal 100) Bobot untuk penilaian rasio ini maksimal adalah 10 Tabel 2.6 Penggolongan Tingkat kesehatan USP aspek KAP 3 Kreteria Hasil skor Sehat Cukup sehat Kurang sehat Tidak sehat 8,1 6,6 < 8,1 5,1 < 6,6 0 < 5,1 Sumber: SK MenKopUK no 194/Kep/M/IX/1998 Page 35 23 3. Penilaian Manajemen Penilaian manajemen meliputi beberapa sub komponen yaitu permodalan, kualitas aktiva produktif, pengelolaan, rentabilitas dan likuiditas. Perhitungan nilai kredit didasarkan kepada hasil penilaian atas jawaban pertanyaan manajemen sebanyak 25 (dua puluh lima) yang sudah di tetapkan dalam buku petunjuk teknik penilaian kesehatan koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam. Selanjutnya dilakukan kuantifikasi dengan cara memberi nilai kredit sebesar 4 (empat) untuk 1 pertanyan setiap aspek yang dinilai positif. Nilai kredit dikalikan bobot sebesar 25% diperoleh skor manajemen. Tabel 2.7 Penggolongan Tingkat kesehatan USP aspek manajemen

Kreteria Hasil skor Sehat Cukup sehat Kurang sehat Tidak sehat 4,05 3,3 < 4,05 2,55 < 3,3 0 < 2,55 Sumber: SK MenKopUK no 194/Kep/M/IX/1998 4. Penilaian Rentabilitas Penilaian kuantitas terhadap rentabilitas didasarkan pada 3 (tiga) rasio yaitu rasio SHU sebelum pajak terhadap pendapatan operasional, SHU sebelum dikenakan pajak tehadap total asset tersebut, dan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional. Pendapatan operasional meliputi :Pendapatan bunga yang diterima dari : pemberian pinjaman, giro, tabungan, deposito, penanaman surat berharga Pendapatan dari provisi dan komisi. Beban operasional meliputi biaya bunga, biaya provisi dan komisi, biaya umum dan administrasi, biaya organisasi Page 36 24 Cara perhitungan rasio SHU sebelum dikenakan pajak terhadap pendapatan operasional, ditetapkan sebagai berikut : Rasio Rentabilitas 1= l Operasiona Pendapa Pajak Sebelum SHU tan x 100% Adapun formulasi untuk menjadi kredit adalah sebagai berikut: NK= 1,0 1 Rentabilitas Rasio +1 (maksimal 100) Bobot untuk penilaian rasio ini maksimal adalah 10 Tabel 2.8 Penggolongan Tingkat kesehatan USP aspek rentabilitas 1 Kreteria Hasil skor

Sehat Cukup sehat Kurang sehat Tidak sehat 4,05 3,3 < 4,05 2,55 < 3,3 0 < 2,55 Sumber: SK MenKopUK no 194/Kep/M/IX/1998 Perhitungan nilai rasio SHU sebelum dikenakan pajak terhadap total asset, ditetapkan sebagai berikut : ROA= Asset Total Pajak Sebelum SHU x 100% Adapun formulasi untuk menjadi kredit adalah sebagai berikut: NK= 05,0 ROA Rasio +10 (maksimal 100) Bobot untuk penilaian rasio ini maksimal adalah 10 Tabel 2.9 Penggolongan Tingkat kesehatan USP aspek rentabilitas 2 Kreteria Hasil skor Sehat Cukup sehat Kurang sehat Tidak sehat 4,05 3,3 < 4,05 2,55 < 3,3 0 < 2,55 Sumber: SK MenKopUK no 194/Kep/M/IX/1998 Page 37 25 Perhitungan nilai kredit dari rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional dalam periode satu tahun buku, ditetapkan sebagai berikut : BOPO= l Operasiona Pendapa

l Operasiona Beban tan x 100% Adapun formulasi untuk menjadi kredit adalah sebagai berikut: NK= 05,0 100 rasioBOPO + 10 (maksimal 100) Bobot untuk penilaian rasio ini maksimal adalah 5 Tabel 2.10 Penggolongan Tingkat kesehatan USP aspek rentabilitas 2 Kreteria Hasil skor Sehat Cukup sehat Kurang sehat Tidak sehat 4,05 3,3 < 4,05 2,55 < 3,3 0 < 2,55 Sumber: SK MenKopUK no 194/Kep/M/IX/1998 5. Penilaian Likuiditas Dana diterima USP meliputi: Modal tetap ( modal disetor, modal tetap tambahan dan cadangan), Modal tidak tetap, Simpanan ( tabungan koperasi dan simpanan berjangka) Cara perhitungan nilai kredit dari likuiditas dilakukan sebagai berikut : LDR= Diterima Dana Diberikan Pinjaman x 100% Bobot untuk penilaian rasio ini maksimal adalah 10 Tabel 2.11 Penggolongan Tingkat kesehatan USP aspek likuiditas Kreteria Rasio Sehat Tidak sehat < 90% 90% Sumber: SK MenKopUK no 194/Kep/M/IX/1998 Page 38

26 Ada beberapa syarat yang dikeluarkan oleh DepKop dalam menentukan permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas yang sehat adalah: Tabel 2.12 Indikator Penilaian Tingkat kesehatan USP No Aspek yang dinilai komponen skor predikat 1 Permodalan a. Rasio modal sendiri terhadap total asset b. Rasio modal sendiri terhadap pinjaman diberikan yang beresiko 8,1-