Download - Kontrol Retakan

Transcript

1. IntroductionPersyaratan yang paling umum untuk dipenuhi dalam Serviceability Limit State Design adalah defleksi dan retakan yang terjadi harus seminimum mungkin, karena retak yang berlebih sangat berpengaruh terhadap korosi pada tulangan, serta menjadi keprihatinan atau ketakutan pada orang awam.Oleh karena itu prediksi maupun kontrol terhadap retakan menjadi pertimbangan yang penting dalam perencanaan suatu elemen struktur, namun untuk mendapatkan prediksi yang akurat mengenai retak yang terjadi sangat sulit dilakukan, karena sifat terjadinya retak yang acak (random nature of the cracking process) dan kurangnya kesepakatan tentang prosedur standar untuk menyelesaikannya.

2. Controlling Cracka. Why is important ?Seperti yang sudah dijelaskan bahwa batas retak merupakan syarat umum dalam Serviceability Limit State design, dalam beberapa peraturan, retak memiliki pengaruh langsung dalam kebutuhan desain seperti control of corrosion and spalling. Tiga variabel utama yang secara umum digunakan dalam pembatasan retak yang terjadi adalah : tampilan (appearance), korosi (corrosion) dan kedap air (water tightness). Penampilan sangat penting untuk elemen struktur yang terekspos dalam pandangan estetika, namun selimut beton dapat dibuat minim pada elemen struktur, sedangkan kontrol terhadap korosi membutuhkan ketebalan selimut beton yang lebih tinggi serta kuaitas material beton yang lebih baik, perlakuan yang berbeda juga harus dilakukan pada elemen struktur yang dalam pernggunaannya berhubungan dengan air.

Gambar 1. Lebar retakan pada selimut beton yang berbeda.

b. Why is difficult ?Peraturan (Design Code) mengakui bahwa untuk mendapatkan prediksi yang akurat dari perilaku jangka panjang (long term behaviour) dari beton bertulang sulit dilakukan. Variasi dalam pembuatan atau proses konstruksi yang tidak dapat diketahui pada saat desain juga memiliki dampak yang signifikan terhadap retak yang akan terjadi pada elemen struktur.

c. How do crack develop and propagate ?Lebar retakan yang terjadi sangat dipengaruhi oleh jarak retak (crack spacing), tetapi lokasi dan jarak retakan yang terjadi dipengaruhi oleh faktor faktor acak yang tidak dapat diprediksi oleh proses deterministik.

Gambar 2. Kondisi tegangan diwilayah retak selama pembentukan retak.

Jika peningkatan beban tarik diterapkan pada elemen balok, retak pertama bisa saja terjadi disepanjang balok, tergantung pada ketidaksempurnaan atau variasi dalam kekuatan tarik beton. Akan ada transfer tegangan dari tulangan baja kepada beton sepanjang S0 pada kedua sisi tergantung pada karakteristik beton atau kekuatan ikatan antara tulangan dan beton. Tegangan tarik beton akan berkurang pada derah retak pertama sehingga retak kedua bisa saja terjadi pada sepanjang S0 dari retak pertama, dan akan diulang proses yang sama sehingga diharapkan bahwa retakan akan terjadi pada kisaran jarak S0 ke 2S0. Ketika retakan yang terjadi lebih dekat dengan 2S0 tegangan dari tulangan akan ditransfer untuk penguatan balok.

3. Fracture Control OptionsKekuatan dari suatu elemen struktur sangat dipengaruhi oleh retakan yang terjadi dalam rentan waktu tertentu, secara umum hubungan antara kekuatan desain dengan retakan dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Hubungan antara kekuatan desain dengan ukuran retak dalam fungsi waktu.

Dari gambar 2 terlihat bahwa retakan yang terjadi akan semakin bertambah dalam kurun waktu tertentu, sehingga perlu diadakan upaya perbaikan atau kontrol untuk menghindari kegagalan struktur. Beberapa cara dapat dilakukan untuk mengontrol retakan yang terjadi dalam kurun waktu tersebut, diantaranya :a. Periodic inspectionMetode ini mengharuskan retakan yang terjadi segera diperbaiki sebelum mencapai batas maksimum, dengan kata lain, semua retakan yang ada harus terdeteksi dan diperbaiki dalam kurun waktu inspeksi. Hanya saja menentukan waktu inspeksi harus dilakukan dengan interval yang dekat, karena retakan yang muncul bisa terjadi sewaktu waktu.

b. Fail safe designMetode ini mengacuh pada konsep desain awal struktur bahwa struktur dirancang untuk mempunyai toleransi kerusakan (demage tolerance) yang besar supaya mudah terlihat untuk diperbaiki atau sebagai acuan dalam pengambilan keputusan, dengan kata lain metode ini melakukan inspeksi maupun perbaikan saat retakan yang terjadi cukup besar atau hampir mendekati maksimum.

c. Durability designYang menjadi permasalah utama dalam metode ini adalah asumsi retakan awal yang terjadi (initial crack) yang merupakan permasalah lama dalam penentuan retakan yang terjadi. Karena retak awal yang terjadi bisa saja merupakan cacat pada saat pengerjaan dan bukan merupakan retak yang terjadi akibat beban yang bekerja pada elemen struktur.

d. Periodic proof testingMetode ini sangat sulit untuk dilakukan karena mengharuskan elemen struktural harus dapat dipindahkan dan dilakukan pembebanan dengan mudah.

e. StrippingStripping merupakan metode lain dalam kontrol retakan untuk elemen struktur dengan retakan yang diperbolehkan cukup kecil dan mudah untuk dideteksi.

4. Probability of missing crackKetidakpastian dalam memprediksi atau melihat retakan yang terjadi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor :a. Keahlian dari inspektur (orang yang mendeteksi retakan).Keahlian dalam menentukan retakan apakah termasuk retak akibat cacat pada saat pengerjaan struktur atau retak yang terjadi adalah retak karena pembebanan pada struktur merupakan poin yang sangat penting dalam kontro retakan.

b. Spesifikasi dari pengamatan dalam segi lokasi.Pengamatan yang dilakukan pada elemen struktur yang dapat dijangkau akan lebih mudah dapat melakukan pengamatan daripada untuk elemen struktur yang suling dijangkau, perbedaan lokasi dari element struktur dapat menghasilkan asumsi yang berbeda dalam mendeteksi retakan.

c. Kemudahan dalam menjangkau elemen struktur maupun kemampuan dalam melihat dan mendeteksi retakan.Kemudahan dalam melihat (viewing angle) juga merupakan poin penting dalam mendeteksi retakan yang terjadi, karena retak bisa saja terjadi pada elemen struktural yang mempunyai lokasi yang sulit untuk dilihat sehingga mempersulit dalam mendeteksi retakan yang terjadi.

5. Control plansSebelum menerapkan suatu program kontrol terlebih dahulu harus diketahui damage tolerance elemen struktur tersebut, berapa kekuatan desain yang harus disediakan, serta seberapa besar retakan yang diperbolehkan pada elemen struktur, besarnya probabilitas tingkat keamanan pada masing masing struktur akan berpengaruh terhadap kontrol retakan maupun fracture.Ketika suatu elemen struktur didesain dengan material yang memiliki ketangguhan yang cukup, maka kontrol terhadap fracture dan retakan menjadi sangat mudah untuk dilakukan, namun untuk struktur yang memilik konsekuensi yang tinggi dalam kontrol retakan seperti struktur untuk energi nuklir membutuhkan kontrol fracture serta retakan yang sangat spesifik untuk dilakukan.

6. RepairPerbaikan yang dilakukan harus tetap memperhatikan transfer tegangan serta beban yang terjadi, toleransi kerusakan yang baru harus dibuat setelah adanya perbaikan terhadap retakan, sehingga perbaikan terhadap elemen struktur yang mengalami retak bukan merupakan solusi akhir.Perbaikan merupakan upaya yang dianggap cukup simpel untuk menyelesaikan masalah retakan yang terjadi, namun dalam beberapa kasus banyak orang yang harus kehilangan nyawa mereka karena tindakan perbaikan yang tidak maksimal tanpa memperhitungan toleransi kerusakan yang baru. Perbaikan bukan merupakan solusi akhir dalam permasalahan retak pada suatu elemen struktur.

7. Methods of repairing cracka. Bounding with epoxiesMetode ini bisa digunakan jika retak yang terjadi tidak menyebar, sehingga harus diketahui penyebab utama retak, karena jika penyebab retak masih ada maka retak mungkin terjadi pada daerah lain disekitar retakan awal.Metode ini juga tidak dapat digunakan jika retak yang terjadi sangat banyak atau pada daerah retakan tidak dalam kondisi kering.

b. Routing and sealingMetode ini dilakukan dengan memperbesar retakan yang terjadi pada bagian luarnya, kemudian ditutup dengan material yang sesuai.

Gambar 4. Routing and sealing

c. StitchingMetode ini memberikan dijahitan pada beton dengan besi, beberapa jahitan dibuat dengan panjang yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang baik.

Gambar 5. Stitching

d. External stressingMetode ini memberikan gaya tekan diluar elemen struktur, pripsip yang digunakan hamper sama dengan stitching hanya saja gaya tekan luar didapatkan dari batang besi yang dipasang tegak lurus dengan retak yang terjadi.

Gambar 6. External stressing

e. GroutingMetode yang sama sepeti memberikan epoxy pada retak yang terjadi, hanya saja material yang digunakan berupa semen atau grout.

f. BlanketingMetode ini sama seperti routing and sealing, hanya saja pemberian ruang untuk bahan rekat diperbesar dengan berbagai keadaan seperti yang terlihat pada gambar.

Gambar 7. Types of chase

References : Subramanian, N., Controlling the Crack Width of Flexural Reinforced Concrete Members, The Indian Concrete Journal, (2005). Sherwood, E. G., Bentz, E. C. and Collins, M. P., Control of Crack : Shear Behaviour of Large, Lightly Reinforced Concrete Beams and One Way Slabs, ACI Structural Journal, (2007). Rizkalla, S. H., Shahawi, M. E., and Kwok, C. K., Cracking Behaviour of Reinforced Concrete Members, Canadian Society for Civil Engineering Annual Conference, (1982) Jenkins, D., Prediction of Cracking and Deflections, International Code Provisions and Recent Research, Australia. Sudhakumar, J., Lecture Note : Methods of Repairing Concrete Structure, National Institute of Technology, India. Broek, D., The Practical Use of Fracture Mechanics, Kluwer Academic Publishers, (1988), London.