PROJECT BASED LEARNING
NURSING CARE
KONSTIPASI & ILEUS PARALITIK
Disusun oleh:
NI MADE PUTRI P.
105070200111027
PSIK - Reguler
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
Asuhan Keperawatan Konstipasi
Pengkajian
1. Pola defekasi dan keluhan selama defekasi
Pengkajian ini antara lain : bagaimana pola defekasi dan keluhan selama defekasi.
Secara normal, frekuensi buang air besar pada bayi sebanyak 4-6 kali/hari,
sedangkan orang dewasa adalah 2-3 kali/hari dengan jumlah rata-rata pembuangan
perhari adalah 150gram.
2. Keadaaan feses meliputi :
No. Keadaan Normal Abnormal Penyebab
1. Warna Bayi : kuning Putih,
hitam/tar/merah
Kurangnya kadar
empedu, erdarahan
saluran cerna
bagian atas, atau
perdarahan saluran
cerna bagin bawah.
Dewasa : coklat Pucat berlemak Malabsorbsi lemak
2. Bau Khas Fese dan
dipengaruhi oleh
makanan
Amis dan perubahan
bau
Darah dan infeksi
3. Konsistensi Lunak dan
berbentuk
Cair Diare dan absorbsi
kurang
4. Bentuk Sesuai diameter
rektum
Kecil, bentuknya
seperti pensil
Obstruksi dan
peristaltik yang
cepat
5. konstituen Makanan yang
tidak dicerna,
bakteri yang mati,
lemak, pigmen
empedu, mukosa
usus, dan air/
Darah, pus, benda,
asing, mukus, atau
cacing.
Internal bleeding.
Infeksi, tertelan
benda, iritasi, atau
inflamasi.
3. Faktor yang mempengaruhi eliminasi
Faktor yang mempengaruhi eliminasi antara lain perilaku kebiasaaan defekasi, diet
(makanan yang mempengaruhi defeasi), makanan yang biasa dimakan, makanan
yang dihindari dan pola makan yang teratur atau tidak, cairan (jumlah dan jenis
minuman/hari), aktivitas (kegiatan sehari-hari), penggunaan obat, kegiatan yang
spesifik, stres, pembedahan/ penyakit menetap, dll/
4. Pemeriksaan fisik
Meliputi keadaan abdomen seperti ada atau tidaknya distensi, simetris atau
tidak, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut dan tenderness. Kemudian,
pemeriksaan rektum dan anus dinilai dari ada atau tidaknya inflamasi, sperti
perubahan warna, lesi, dan massa.
Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang awitan dan
durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu, serta harapan pasien
tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup harus dikaji, termasuk latihan dan
tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis
dan bedah masa lalu, terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta
enema adalah penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau
rasa penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens, atau diare
encer. Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau,
konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap adanya
bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area peritonial
diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.
Analisa data
Data Etiologi Masalah
Data subyektif :
Seminggu tidak BAB,
kebiasaan BAB tiga kali
sehari
Data obyektif :
Inspeksi :
pembesaran abdomen
Palpasi : perut terasa
Pola BAB tidak teratur
Eliminasi feses tidak
lancar konstipasi
Kontipasi
keras, ada impaksi feses
Perkusi : redup
Auskultasi : bising
usus tidak terdengar
Data Subjektif :
Klien tidak nafsu makan
Data Objektif :
Bising usus tidak terdengar
Sulit BAB Perut terasa
begah Nafsu makan
menurun Menurunnya
intake makanan Nutrisi
kurang dari kebutuhan
Nutrisi kurang dari
kebutuhan
Data Subjektif :
Keluhan nyeri dari pasien
Data Objektif :
Perubahan nafsu makan
Konsistensi tinja yang keras
sulit keluar Akumulasi
di kolon Nyeri anbdomen
Nyeri akut
Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hilangnya
nafsu makan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada abdomen.
Intervensi dan Rasional
Diagnosa : Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
Tujuan : pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
Kriteria hasil :
Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari
Konsistensi feses lembut
Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
Intervensi Rasional
Mandiri
Tentukan pola defekasi bagi klien
dan latih klien untuk menjalankannya
Atiur waktu yang tepat untuk
defekasi klien seperti sesudah makan
Untuk mengembalikan keteraturan
pola defekasi klien
Untuk memfasilitasi refleks
Berikan cakupan nutrisi berserat
sesuai dengan indikasi
Berikan cairan jika tidak
kontraindikasi 2-3 liter per hari
Kolaborasi
Pemberian laksatif atau enema
sesuai indikasi
defekasi
Nutrisi serat tinggi untuk
melancarkan eliminasi fekal
Untuk melunakkan eliminasi feses
Untuk melunakkan feses
Diagnosa : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
hilangnya nafsu makan.
Tujuan : menunjukkan status gizi baik
Kriteria Hasil :
Toleransi terhadap diet yang dibutuhkan
Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
Nilai laboratorium dalam batas normal
Melaporkan keadekuatan tingkat energi
Intervensi Rasional
Mandiri
Buat perencanaan makan dengan
pasien untuk dimasukkan ke dalam
jadwal makan.
Dukung anggota keluarga untuk
membawa makanan kesukaan
pasien dari rumah.
Tawarkan makanan porsi besar
disiang hari ketika nafsu makan
tinggi
Pastikan diet memenuhi kebutuhan
tubuh sesuai indikasi.
Menjaga pola makan pasien
sehingga pasien makan secara
teratur
Pasien merasa nyaman dengan
makanan yang dibawa dari rumah
dan dapat meningkatkan nafsu
makan pasien.
Dengan pemberian porsi yang
besar dapat menjaga keadekuatan
nutrisi yang masuk.
Tinggi karbohidrat, protein, dan
kalori diperlukan atau dibutuhkan
selama perawatan.
Pastikan pola diet yang pasien
yang disukai atau tidak disukai.
Pantau masukan dan pengeluaran
dan berat badan secara periodik.
Kaji turgor kulit pasien
Kolaborasi
Observasi
Pantau nilai laboratorium, seperti
Hb, albumin, dan kadar glukosa
darah
Ajarkan metode untuk perencanaan
makan
Health Edukasi
Ajarkan pasien dan keluarga
tentang makanan yang bergizi dan
tidak mahal
Untuk mendukung peningkatan
nafsu makan pasien
Mengetahui keseimbangan intake
dan pengeluaran asuapan
makanan
Sebagai data penunjang adanya
perubahan nutrisi yang kurang dari
kebutuhan
Untuk dapat mengetahui tingkat
kekurangan kandungan Hb,
albumin, dan glukosa dalam darah
Klien terbiasa makan dengan
terencana dan teratur.
Menjaga keadekuatan asupan
nutrisi yang dibutuhkan.
Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan akumulasi feses keras pada
abdomen
Tujuan : Menunjukkan nyeri telah berkurang
Kriteria Hasil :
Menunjukkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai
kenyamanan.
Mempertahankan tingkat nyeri pada skala kecil.
Melaporkan kesehatan fisik dan psikologisi.
Mengenali faktor penyebab dan menggunakan tindakan untuk mencegah
nyeri.
Menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non-
analgesik secara tepat.
Intervensi Rasional
Mandiri
Bantu pasien untuk lebih berfokus
Klien dapat mengalihkan perhatian
pada aktivitas dari nyeri dengan
melakukan penggalihan melalui
televisi atau radio
Perhatikan bahwa lansia
mengalami peningkatan sensitifitas
terhadap efek analgesik opiat
Perhatikan kemungkinan interaksi
obat – obat dan obat penyakit pada
lansia
Observasi
Minta pasien untuk menilai nyeri
atau ketidak nyaman pada skala 0
– 10
Gunakan lembar alur nyeri
Lakukan pengkajian nyeri yang
komperhensif
Health education
Instruksikan pasien untuk
meminformasikan pada perawat
jika pengurang nyeri kurang
tercapai
Berikan informasi tetang nyeri
dari nyeri
Hati-hati dalam pemberian anlgesik
opiat
Hati-hati dalam pemberian obat-
obatan pada lansia
Mengetahui tingkat nyeri yang
dirasakan klien
Mengetahui karakteristik nyeri
Agar mngetahui nyeri secara
spesifik
Perawat dapat melakukan tindakan
yang tepat dalam mengatasi nyeri
klien
Agar pasien tidak merasa cemas
Evaluasi
1. Klien BAB teratur setiap hari dengan konsistensi feses lunak tanpa defekasi
berlebih.
2. Berat badan dan nafsu makan normal
3. Klien tidak merasakan nyeri abdomen
Asuhan Keperawatan pasien dengan Ileus Paralitik
1. Pengkajian
pengkajian ileus terdiri atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
evaluas diagnostik. pada anamnesa keluhan utama yang lazim didapatkan adalah
keluhan kembung dan tidak bisa kentut(flatus). Keluhan adanya kembung dan tidak
bisa flatus bersifat akut disertai mual, muntah, anoreksia, dan nyeri ringan pada
abdomen.
pada pengkajian riwayat penyakit sekarang, perawat mengkaji riwayat
pembedahan abdominal, jenis pembedahan, penyebab adanya intervensi bedah,
kondisi klinik preoperatif, pengetahuan mobilisasi dini pasien pasien praoperatif, dan
adanya penyakit sistemik yang memperberat, seperti adanya sepsis, gangguan
metabolik, penyakit jantung, pneumonia pascabedah, prosedur bedah saraf, dan
trauma abdominal berat.
Pengkajian psikososial akan didapatkan peningkatan kecemasan karena
perut kembung dan belum bisa melakukan flatus, serta perlunya pemenuhan
informasi
pemeriksaan fisik yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinik. Pada
survei umum pasien terlihat lemah. TTV biasa didapatkan perubahan. Pada
pemeriksaan fisik fokus akan didapatkan :
Inspeksi : secara umum akan terlihat kembung dan didapatkan adanya distensi
abdominal
Auskultasi : bising usus atau tidak ada
Palpasi : nyeri tekan lokal pada abdominal
Perkusi : timpani akibat abdominal mengalami kembung
Pengkajian diagnostik yang dapat membantu, meliputi pemeriksaan
laboratorium untuk mendeteksi adanya gangguan elektrolit atau metabolik, foto
polos abdomen untuk mendeteksi adanya dilatasi gas berlebihan dari usus kecil dan
usus besar.
Pengkajian Penatalaksanaan Medis :
1. Konservatif
Sebagian besar kasus ileus pasca bedah mendaat intervensi
konservatif. Pasien harus menerima hidrasi intravena. Untuk pasien dengan
muntah dan distensi, penggunaan selang nasogastrik diberikan untuk
menurunan gejala, namun belum ada penelitian dalam literatur yang
mendukung penggunaan selang nasogastrik untuk memfasilitasi resolusi
ileus. Panjang selang ke saluran gastrointestinal tidak memiliki manfaat atau
perbaikan ileus. Untuk pasien dengan ileus berlarut-arut, obstruksi mekanis
harus diperiksa dengan kontras. Sepsis dan gangguan elektrolit yang
mendasari terutama hipokalemia , hiponatremia, dan hipomagnesemia, dapat
memperburuk ileus. Lkondisi ini didiagosis dan diperbaiki (Mukherjee, 2008)
Cara lainnya adalah menghentikanobat yang memproduksi ileus
(misalnya :opiat). Dalam bentuk suatu studi, jumlah morfin yang diberikan
secara langsung akan berhubungan dengan terjadinya ileus (Cali, 2000)
Pengguna narkotika pascaoperasi dapat dikurangi dengan suplemen
dengan obat antiinflamasi non steroid (OAINS). OAINS dapat menurunkan
ileus dengan menurunkan peradangan lokal dan dengan mengurangijumalh
narkotika yang digunakan. Studi miolelektrik dari elektroda ditempatkan pada
usus besar, dimana studi ini telah mengungkapkan resolusi lebih cepat dari
yang diberikan pada pasien ileus versus yang diberikan ketorolac morfin,
namun kelemahan OAINS digunakan mencakup disfungsi trombosit dan
ulserasi mukosa lambung. Kondisi ini dapat dipertimbangkan dengan
penggnaan agen cyclooxygen-2 untuk menurunkan efek ini (Ferraz, 1995)
Sampai saai ini belum ada suatu variabel yang secara akurat
memprediksi resolusi ieus. Pemeriksaan kondisi klinis masi menjadi
perameter penting untuk mengevaluasi asupan oral dan fungsi usus yang
baik. Laporan dari pasien bahwa sudah terjadi flatus harus dinilai ulang
dengan seksama secara pemeriksaan fisik dan diagnostik yang akurat,serta
tidak boleh hanya mengandalkan dari laporan pasien (Mukherjee, 2008)
2. Terapi diet
Umumnya, menunda intake makan oral sampai tanda klinis ileus berakhir.
Namun, kondisi ileus tidak menghalangi pemberian nutrisi enteral. Pemberian
enteral secara hati-hati dan dilakukan secara bertahap (Ng WQ, 2003). Pada
suatu studi pemberian permen karet menunjukkan bahwa mengunyah
permen karet sebagai bentuk pemberian makanan palsu pada fase pemulihan
awal dari ileus pascabedah setelah laparoskopi colectomy. Sembilan belas
pasien menjalani elektif laparokpi colectmy secara acak. Sepuluh pasien yang
ditetapkan ke grup permen karet dan sembilan untuk kelompok kontrol.
Kelompok permen karet yang digunakan tiga kali sehari pascaoperasi
pertama pagi sampai intake oral. Terjadinya flatus lebih cepat dalam
kelompok permen karet daripada di kelompok kontrl buang air besar pertama
tercatat pada 3,21 hari dalam kelompok permen karet versus 5,8 hari pada
kelompok kontrol (asao, 2002)
3. terapi aktivitas
Kebijakan konvensional pada praktik klinik memberikan pemahaman bahwa
ambulansi dini merangsang fungsi usus dan meningkatkan ileus pascabedah.
Meskipun hal ini belum ditunjukkan dalam literatur. Dalam sebuah studi
nonrandomized mengevaluasi 34 pasien, elektroda bipolar seromuskular di
tempatkan di segmen saluran gastrointestinal setelah laparotomi. Sepuluh
pasien ditugaskan untuk ambulasi pada pascaoperasi hari pertama, dan yang
lainnya 24 pasien ditugaskan untuk ambualasi pada pascabedah hari ke-4.
Hasil yang didapat, ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan dari hasil
mioelektrik dalam pemulihan di lambung, jejunu, atau usus antara 2 kelompok
tersebut (Waldhausen, 1990). Akan tetapi pelaksanaan ambulansi tetap
bermanfaat dalam mencegah pembentukan ateleksis, obstruksi vena
provunda, dan pneumonia tetapi tidak memiliki peran dalam mengobati ileus.
4. terapi farmakologis
Sampai saat ini belum ada studi yang menilai manfaat supositoria dan enema
untuk pengobatan ileus. Eritromisin, suatu agonis reseptor motilin, telah
digunakan untuk paresis pasca operasi lambung namun belum terbukti
bermanfaat bagi ileus. Metoklopramid, sebuah antagonis dopaminergik,
sebagai obat antimuntah dan prokinetik. Data telah menunjukkan bahwa
pemberian obat ini dapat benar-benar memperburuk ileus (Mukherjee, 2008).
Terapi farmakologis yang dianjurkan adalah golongan Opioid antagonis
selektif, misalnya alvimopan. Alvimopan ini ditunjukkan untuk membantu
mencegah ileus postoperatif reseksi usus (Maron, 2008).
2. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS :
klien mengeluh
seminggu tidak BAB,
kebiasaan BAB tiga kali
sehari
DO :
Inspeksi : pembesaran
abdomen
Palpasi : perut terasa
keras, ada impaksi
feses
Perkusi : redup
Auskultasi : bising usus
tidak terdengar
Faktor predisposisi ileus
paralitik hipomotilitas
(kelumpuhan) intestinal
hilangnya kemampuan
intestinal dalam pasase
material feses
Konstipasi
DS :
klien mengeluh
sering haus, lemas,
DO :
Mukosa bibir kering,
mata cowong, turgor
kulit menurun,
Faktor predisposisi ileus
paralitik hipomotilitas
(kelumpuhan) intestinal
gangguan GI mual,
muntah, kembung
anoreksiakehilangan
cairan dan elektrolit
Risiko ketidakseimbangan
cairan tubuh
Risiko kekurangan
volume cairan
DS :
DO :
Faktor predisposisi ileus
paralitik hipomotilitas
(kelumpuhan) intestinal
gangguan GI mual,
Risiko tinggi nutrisi
kurang dari kebutuhan
muntah, kembung
anoreksiaasupan nutrisi
tidak adekuat Risiko
tinggi nutrisi kurang dari
kebutuhan
3. Diagnosa Keperawatan
1. Konstipasi b. d. hipomotilitas intestinal
2. Risiko kekurangan volume cairan b.d. keluar cairan tubuh dari muntah,
kemampuan absorpsi air oleh intestinal
3. Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. kurangnya intake makanan yang
adekuat
4. Intervensi dan Kriteria Hasil
1. Konstipasi b.d. hipomotilitas / kelumpuhan.
Tujuan : dalam waktu 5 x 24 jam terjadi perbaikannkonstipasi.
Kriteria Hasil :
- Laporan pasien sudah mampu flatus dan keinginann untuk BAB.
- Bising usus terdengar normal, frekuensi 5-25 x/menit.
- Gambaran foto polos abdomen tidak terdapat adanya akumulasi gas di dalam intestinal.
Intervensi Rasional
Kaji faktor predisposisi terjadinya ileus. Walaupun predisposisi ileus biasanya
terjadi akibat pasca bedah abdomen,
tetapi ada faktor predisposisi lain yang
mendukung peningkatan resiko
terjadinya ileus. Hal ini harus segera
dikolaborasikan untuk mendapat
intervensi medis, misalnya adanya
sepsis harus diatasi, kondisi gangguan
elektrolit harus dikoreksi.
Monitoring status cairan. Penurunan volume cairan akan
meningkatkan resiko ileus semakin parah
karena terjadi gangguan elektrolit. Peran
perawat harus mendokumentasikan
kondisi status cairan dan harus
melaporkan apabila didapatkan adanya
perubahan yang signifikan.
Evaluasi secara berkala laporan pasien
tentang flatus dan periksa kondisi bising
usus.
Pemantauan secara rutin dapat
memberikan data dasar pada perawat
atausebagai peran untuk kolaborasi
dengan medis tentang kondisi perbaikan
ileus. Hasil evaluasi harus
didokumentasikan secara hati-hati pada
status medis.
Pasang selang nasogastrik. Pemasangan selang nasogastrik
dilakukan untuk menurunkan keluhan
kembung dan distensi abdomen.
Perawat melakukan pemantauan setiap
4 jam daripengeluaran pada selang
nasogastrik.
Lakukan teknik ambulansi. Walaupun terdapat studi yang tidak
berhubungan dengan peningkatan
resolusi ileus. Dalam sebuah studi non-
randomise mengevaluasi 34 pasien,
elektroda bipolar seromuskular
ditempatkan di segmen saluran
gastrointestinal setelah laparorotomi.
Sepuluh pasien ditugaskan untuk
ambulasi pada pascaoperasi hari
pertama, dan yang lainnya 24 pasien
ditugaskan untuk ambualasi pada
pascabedah hari ke-4. Hasil yang
didapat, ternyata tidak ada perbedaan
yang signifikan dari hasil mioelektrik
dalam pemulihan di lambung, jejunu,
atau usus antara 2 kelompok tersebut
(Waldhausen, 1990). Akan tetapi
pelaksanaan ambulansi tetap bermanfaat
dalam mencegah pembentukan
ateleksis, obstruksi vena provunda, dan
pneumonia.
Kolaborasi :
Opioid antagonis selektif.
Alvimopan ini ditunjukkan untuk
membantu mencegah ileus postoperatif
reseksi usus (Marom, 2008).
2. Risiko kekurangan volume cairan b.d. keluar cairan tubuh dari muntah,
kemampuan absorpsi air oleh intestinal
Tujuan : dalam waktu 5 x 24 jam tidak terjadi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit
Kriteria Hasil :
- Pasien tidak mengeluh pusing, membran mukosa lembap, turgor kulit normal.
- TTV dalam batas normal
- CRT < 3 detik, urin > 600ml/hari
- Laboratorium : nilai elektrolit normal.
Intervensi Rasional
Menitoring status cairan (turgor,
membran mukosa, urin output)
Jumlah dan tipe cairan pengganti
ditentukan dari keadaan status cairan.
Penurunan volume cairan
mengakibatkan menurunnya produksi
urin, monitoring yang ketat pada produksi
urin <600 ml/hari merupakan tanda-
tanda terjadi syok hipovolemik.
Kaji sumber kehilangan cairan Kehilangan cairan dan muntah dapat
disertai dengan keluarnya via oral yang
juga akan meningkatkan risiko
gangguan elektrolit
Dokumentasikan intake dan output
cairan
Sebagai data dasar dalam pemberian
terapi cairan dan pemenuhan hidrasi
tubuh secara umum.
Monitor TTV secara berkala Hipotensi dapat terjadi pada hipovolemi
yang memberikan manifestasi sudah
terlibatnya sistem kardiovaskular untuk
melakukan kompensasi
mempertahankan TD
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi
perifer, dan diaforesis secara teratur.
Mengetahui adanya oengaruh adanya
peningkatan tahanan perifer.
Kolaborasi
Pertahankan pemberian cairan secara
IV
Evaluasi kadar elektrolit
Jalur yang paten penting untuk
pemberian cairan cepat dan
memudahkan perawat dalam
melakukan kontrol intake dan output
cairan
Sebagai deteksi awal menghindari
gangguan elektrolit sekunder dari
muntah pada pasien peritonitis.
3. Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. kurangnya intake makanan
yang adekuat
Tujuan : dalam 7 x 24 jam asupan nutrisi adekuat
Kriteria Hasil : - bising usus kembali noraml dengan frekuensi 5-25x/menit
- pasien dapat menunjukan metode menelan makanan yang
tepat
- terjadi penurunan gejala kembung dan distensi abdomen
- berat badan pada hari ke 7 pascabedah meningkat minimal 0,5kg
Intervensi Rasional
evaluasi secara berkala kondisi
motilitas usu
berikan nutrisi parenteral
berikan stimulan permen karet
sebagai data dasar teknik pemberian
asupan nutrisi
pemberian enteral diberikan secara
hati-hati dan dilakukan bertahap
sesuai tingkat toleransi dari pasien
pada studi pemberian permen karet
pantau intake dan output, anjurkan
untuk timbang berat badan secara
periodik (sekali seminggu)
lakukan perawatan mulut
kolaborasi dengan ahli gizi mengenai
jenis nutrisi yang akan digunakan
pasien
menunjukan bahwa mengunyah
permen karet sebagai bentuk
pemberian makanan palsu pada fase
pemulihan awal dari ileus
pascabedah setelah laparoskopi
kolektomi. 19 pasien yang menjalani
elektif laparoskomi kolektomi secara
acak. 10 pasien ditetapkan ke grup
permen karet dan 9 untuk kelompok
berupa permen karet denan durasi
3kali/hari pada hari pertama
pascaoperasi. terjadi flatus lebih
cepat pada kelompok yang mendapat
makanan palsu permen karet
daripada di kelompok kontrol
berguna dalam mengukur keefektifan
nutrisi dan dukungan cairan
intervensi untuk menurunkan risiko
infeksi oral
ahli gizi harus terlibat dalam
penentuan komposisi dan jenis
makanan yang akan diberikan sesuai
dengan kebutuhan individu
Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah :
1. kemamapuan motilitas pasien meningkat konstipasi dapat teratasi.
2. Tidak terjadi ketidakseimbangan cairan tubuh.
3. Asupan nutrisis tubuh optimal.
4. Pasien tidak mengalami syok hipovolemik.
5. Terjadi penurunan respon kecemasan.
6. Terpenuhinya informasi kesehatan.
7. Nyeri terkontrol atau teradaptasi.
Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosis Keperawatan Aplikasi pd praktik klinis Edisi 9.
Halaman 284-291.Jakarta : EGC
Farmacia (2007).International Digestive Disease Week, SIMPOSIA - Vol.6 No.10,
Mei 2007 . from http://www.majalah-farmacia.com, 11 november 2011
Brunner & Suddarth (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah edisi 8 vol.2.
Jakarta : EGC
Budi santosa, Panduan diagnosa kaperawatan nanda 2005-2006. Prima medika
Susanty, ely (2011).Diagnosa keperawatan aplikasi Nanda dan NIC NOC.
Yogyakarta : Modya karya