IAIN Sunan Ampel Surabaya
©2011
“Aun Falestien Faletehan”
Dimensi mistisisme dalam agama
akar kata mystic, mystery, atau dalam bahasa Yunani Myein yang berarti „menutup mata‟
pengetahuan tentang hal-hal yang misteri (Knowledge of the Mysteries)
Agama Hindu mempunyai sistem disiplin yoga, lalu Agama Budha
teramat kental dengan ajaran moral dan nirwana-nya, Agama Kristen
dikenal sejarah sebagai agama yang mengusung pola hidup
kerahiban dan sosok mistis Yesus-nya
Safa; berarti suci dan sufi adalah orang yang disucikan.
Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris pertama dalam
salat di mesjid.
Ahl al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama Nabi ke
Madinah dan tidur di sekitar beranda masjid.
Sophos (bahasa Yunani yang masuk ke dalam filsafat Islam) yang
berarti hikmat, dan kaum sufi pula yang tahu hikmat.
Suf (kain wol); Pakaian ini melambangkan kesederhanaan serta
kemiskinan dan kejauhan dari dunia.
Mendekatkan diri kepada Tuhan
„Being a good man‟ (by William Chittick)
Ayat 186 dari surat al-Baqarah mengatakan, "Jika hambaKu bertanya kepadamu
tentang Aku, maka sesungguhnya Aku amat dekat dan Aku mengabulkan seruan
setiap orang yang memanggil jika Aku dipanggilnya”
"Telah Kami ciptakan manusia dan Kami tahu apa yang dibisikkan dirinya
kepadanya. Dan Kami lebih dekat dengan manusia daripada pembuluh darah
yang ada di lehernya (QS. Qaf 16)
"Siapa yang mengetahui dirinya mengetahui Tuhannya." (Hadith)
Asketisme Kristen
Gnostisisme Hellenisme
Neo-Platonisme
Budhhisme
Ayat-ayat al-Qur‟an dan potret kehidupan rasulullah saw (sunnah): “Yang
disebut sebelumnya hanyalah bersifat pemberi warna saja”
“Andaikata Islam menutup pintu terhadap pengaruh agama dan tradisi-tradisi lain, maka bentuk
mistisisme tetap akan tumbuh di dalam dengan sendirinya, karena bibit-bibit itu memang sudah
lama tersedia dalam ajaran Islam” _R.A. Nicholson
Seperti kebiasaan asketik, sikap anti dunia,
pertapaan, ide gnosis, dan dialektika ruh
dengan materi
Teori yang menyebutkan bahwa tasawuf adalah produk dari agama-
agama lain di luar Islam sebetulnya sudah tidak dapat dipertahankan
lagi.
Pertama, pandangan kitab suci al-Qur‟an sudah terlalu kompleks untuk menata
hubungan antara seorang hamba dengan Allah yang immanen dan transenden;
dan perkara ini tidak lain ialah dasar dari sufisme.
Kedua, tidak ada yang menyangkal bila Islam itu secara natural telah
berkembang dalam konteks lingkungan pluralitas agama sehingga mudah
dipertemukan dengan tradisi-tradisi baru. Akan tetapi hal ini tidaklah berarti
menimbulkan sebuah konklusi, bahwa sebuah fenomena yang muncul dari Islam
atau dari tradisi keagamaan lain itu memiliki sisi derivatif, tiruan, atau jiplakan.
_Awn dalam Sufism.
Elemen dasar asketik dan mistisisme
Acuan segala sesuatu yang berkenaan dengan Allah. Ia berasal dari-Nya, dan Allah adalah
tema utamanya
Contoh lain tentang pengetahuan mistik yang disebutkan al-Qur‟an adalah kisah pertemuan
Nabi Músá dengan tokoh legenda —yang konon masih ada hingga sekarang— Nabi Khidr,
yang dianugerahi rahmat dan „ilmu khusus‟ dari Allah
Cukup dengan membaca ayat-ayatnya saja, apalagi dengan intonasi dan nada
yang indah, sudah dapat mengantarkan spirit seseorang untuk memasuki
situasi meditasi dan terkadang membangkitkan gelora mistik, bahkan untuk
ukuran mereka yang tidak mengerti bahasa Arab sekalipun
Tafsir sufi (ayat-ayat mistik)
Penghubung pertama di dalam mata rantai spiritual sufisme
Perilaku dan keadaannya yang dianggap memiliki ukuran paling mistis
Rasulullah pernah mengalami situasi ketidaksadaran, sehingga membuatnya tidak
bisa lagi mengenali istrinya, „Aishah, untuk sementara waktu (justifikasi atas
konsep peleburan diri atau faná‟)
Pernah bersabda, “Saya adalah orang Arab („Arab) dengan tanpa huruf „ayn, dan Ahmad dengan tanpa huruf mím. Barang siapa yang telah
melihatku, maka ia telah melihat Tuhan (Haqq).”
Nabi Muhammad saw dijadikan sebagai model mistik, setidaknya
memiliki tiga sinyal dimensi dari pengalamannya;
(1) Perpindahan wahyu Allah kepada Muhammad,
(2) Perjalanannya yang langsung menuju ke hadapan Tuhan atau Mi‟ráj, (3) Muhammad sebagai pribadi yang bisa menjadi penghubung dengan
seluruh makhluk hidup, terutama manusia; di antaranya dengan mediasi
„Cahaya-nya‟.
Gerakan anti kemewahan dan sikap anti pemerintahan yang korup.
Pola hidup asketik gurun (asceticism of the desert)
pelopor sufi awal Hasan al-Basrí (w.728 M) yang merasa prihatin dengan melihat begitu
besarnya wilayah kekuasaan Islam di masa dinasti Amawíyah
Flashback pada figur Abú Dhár al-Ghiffarí yang mengkritik kebijakan pemerintahan
„Uthmán bin „Affán
Konsep tasawuf belumlah begitu jelas di kala itu, bahkan untuk penyebutan sufi
sendiri barulah lahir setelah meninggalnya Hasan al-Basrí
Abú Hashím al-Kúfí (w. 776 M) merupakan orang pertama yang mendapat gelar sufi
istilah yang lebih populer untuk masa-masa sebelumnya adalah zuhud, wirá‟í, ahli
ibadah, kesalehan, dan gelar-gelar yang semacamnya.
Tokoh-tokoh besar yang hidup dalam kisaran abad 1 dan 2 Hijriyah lebih layak dinamai
zahid daripada sebagai sufi
„Umar bin „Abd al-„Azíz
Hasan al-Basrí
Ibráhím bin Adham (w.161 H)
Sufyán al-Thawrí (97-161 H)
Málik bin Dínár (w.171 H)
Fudayl bin „Iyád (w.187 H)
berbarengan dengan akibat pertemuan kebudayaan Islam dengan
kebudayaan bangsa-bangsa lain
menjelma ke arah mistisisme
pengalaman teofanik Rábi‟ah al-„Adawíyah (w.801 M) yang dianggap telah menunjukkan
adanya perkembangan maju babak sejarah sufisme
Kalau praktek kehidupan spiritual umat Islam hingga menjelang abad ke-8 adalah
kesadaran tentang bahaya dosa, percaya pada Hari Akhir dan eksistensi surga-neraka,
berpuasa dan bersembahyang, kontinyu dalam beramal shaleh serta meyakini bahwa
tuntunan al-Qur‟an itu cukup bisa menyelamatkan kehidupan manusia di dunia; maka
Rábí‟ah menunjukkan konsep yang lebih unik dan benar-benar mistis, terutama dengan
ajaran mahabbah-nya, dibandingkan dengan konsep spiritual di masa sebelumnya yang
secara sederhana hanya berupa „takut‟ —takut Tuhan, takut neraka, takut mati, takut
melakukan dosa
Adanya kontak personal antara sufi dengan Allah
Munculnya rasa persatuan antara sufi dengan Allah
Menurut Evelyn Underhill, bentuk murni dari mistisisme adalah ilmu
pengetahuan tentang bersatu (The Science of Union) dengan Yang Maha
Mutlak, dan tidak ada lagi selain itu. Mistikus ialah orang yang berhasil
mencapai persatuan itu.
Polarisasi antara tasawuf sunni dan tasawuf falsafi
„pertarungan‟ antara madzhab Khurásán yang ide-idenya dianggap
„memabukkan‟ (Sukr) dengan madzhab Baghdad yang lebih menenangkan
(Sahw)
al-Taftázání menuturkan bahwa corak tasawuf sunni itu teramat kental
dengan pokok ajaran al-Qur'an dan al-Sunnah, serta mengikat diri
dengan ide-ide moral dan dogma keduanya, juga tidak berusaha
mengetengahkan konsep mistik yang begitu rumit.
Sedangkan tasawuf falsafi lebih mirip dengan kajian filsafat yang sering
menyebabkan munculnya ucapan-ucapan Shatahát, hingga sebagian di antaranya telah memaklumatkan diri dengan gagasan kesatuan dengan
Tuhan seperti Ittihád dan Hulúl.
Tasawuf Sunni Tasawuf Falsafi
al-Muhásibí, al-Junayd,
al-Sarráj, al-Kalábádhí,
al-Ghazálí
al-Bistámí, al-Halláj,
al-Suhrawardĭ,
Ibn „Arabí
Ma‟rúf al-Karkhí (w.815)
Bishr al-Háfí (w.841)
Háríth al-Muhásibí (w.857)
Sarí al-Saqatí (w.867)
Yahyá bin Mu‟az (w.871)
Abú Yazíd al-Bistámí (w.874)
Abú Sahl al-Tustarí (w.896)
Abú Bakr al-Kharráz (w.899)
Abú Husayn al-Núrí (w.907)
Abú Qásim al-Junayd al-Baghdádí (w.910)
Husayn Bin Mansúr al-Halláj (w.922)
Abú Bakr al-Shiblí (w.945)
Abú Nasr al-Sarráj (w.988)
Abú Bakr Kalábádhí (w.990)
Abú „Abd al-Rahmán al-Sulamí (w.1021)
Abú al-Hasan al-Kharaqání (w.1034)
Abú Nu‟aym al-Isfahání (w.1037)
Abú Sa‟íd Abí al-Khayr (w.1049)
Abú al-Qásim al-Qushayrí (w.1074)
„Alí bin „Uthmán al-Hujwírí (w.1075)
„Abd Allah al-Ansárí (w.1089)
Abú Hámid Muhammad al-Ghazálí (w.1111)
Ahmad al-Ghazálí (w.1126)
Abú al-Majd Majdúd Saná‟í (w.1130)
„Ayn al-Qudát Hamadání (w.1131)
„Abd al-Qádir al-Jaylání (w.1166)
„Abd al-Qáhir Abú Najíb al-Suhrawardí (w.1168)
Shiháb al-Dín Yahyá al-Suhrawardí (w.1191)
Rúzbihán Baqlí (w.1209)
Faríd al-Dín al-„Attár (w.1230)
Abú Hafs „Umar al-Suhrawardí (w.1235)
Jalál al-Dín al-Rúmí (w.672/1273)
Gerakan spiritual Islam pun perlahan menemukan titik momentumnya dan
terbentuk secara sistematik dengan munculnya beragam
organisasi tarekat
The corporate mystics …
Top Related