Download - kolon lengkap

Transcript

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah Pola hidup yang tidak seimbang menyebabkan tingginya angka pertumbuhan kanker di dunia termasuk di Indonesia. Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal dan tidak terkendali. Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan oleh kerusakan DNA yang menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol aktivitas pembelahan sel. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangbiakannya, sel-sel kanker membentuk suatu massa dari jaringan ganas yang menyusup ke jaringan di dekatnya (invasif) dan bisa menyebar (metastasis) ke seluruh tubuh. Pada dasarnya kanker dapat menyerang hampir semua bagian tubuh. Berdasarkan organ-organ tubuh yang diserang, dikenal berbagai jenis kanker seperti kanker usus besar (kolon), kanker payudara, leukemia, kanker mulut rahim, kanker otak, kanker hati, kanker paru-paru, kanker prostat, dan kanker kolon (Mangan,2003). Salah satu jenis kanker yang cukup mematikan adalah kanker usus besar (kolon). Kanker usus besar (kolon) adalah salah satu jenis kanker yang cukup sering ditemui, utamanya pada pria dan wanita berusia 50 tahun atau lebih. Pada pria, kanker kolon menempati urutan ketiga setelah kanker prostat dan paru-paru. Begitu pula pada wanita, kanker ini menempati urutan ketiga setelah kanker payudara dan serviks. Di Indonesia sendiri kanker kolon tidak dapat dianggap remeh. Berdasarkan catatan, di Rumah Sakit Kanker Dharmais pada tahun 2007 lalu 6,5 % dari pasien yang diperiksa saluran pencernaan bagian bawahnya, ditemukan indikasi terkena kanker kolon. Di RSUD Banjarmasin dari 34 kasus pendarahan per anus yang dilakukan melalui pemeriksaan kolonoskopi, 32 persennya terdeteksi mengidap kanker kolon (Diananda, 2009). Selain itu, keberadaan kanker kolon di Indonesia berbeda dengan di beberapa negara maju, bila di negara maju penyakit ini meningkat tajam setelah seseorang berusia di atas 50 tahun dan hanya 3 % di bawah 40 tahun, di Indonesia berdasarkan data bagian Patologi Anatomi FKUI tahun 1997-1999 menunjukkan angka penderita kanker kolon di bawah 40 tahun hingga 35,26 % dan menempati urutan ke-10. Jadi, di Indonesia penderita kanker kolon tidak hanya yang berusia 50 tahun atau lebih, tetapi juga menyerang usia muda atau usia produktif (Diananda, 2009). Pengobatan kanker kolon secara medis hampir selalu dilakukan dengan mengkombinasikan pengobatan operasi (sistem bedah) dengan kemoterapi. Sistem pengobatan dengan cara ini bertujuan untuk meningkatkan respon lokoregional dan untuk mengejar dan membunuh sel-sel kanker yang mungkin lepas dari induknya mengikuti aliran darah atau saluran getah bening terutama pada kanker stadium lanjut. Tetapi sistem pengobatan dengan cara ini menimbulkan efek samping pada penderita seperti rambut menjadi rontok, kulit menjadi kering terbakar dan bersisik, bibir pecah-pecah dan lidah menjadi mati rasa (Herba, 2003). Adanya efek samping tersebut mengakibatkan pengobatan

2

secara kemoterapi, radiasi, atau sistem bedah menjadi kurang efektif untuk menghambat pertumbuhan sel kanker kolon. Sehingga perlu adanya suatu alternatif pengobatan yang dapat mengatasi resistensi dan menghambat pertumbuhan sel kanker serta meminimalkan efek samping. Hal ini dapat dilakukan dengan optimalisasi pemanfaatan potensi tumbuhan obat alami dalam mengatasi masalah tersebut. Salah satu tumbuhan yang berpotensi untuk dijadikan sebagai alternatif pengobatan kanker, khususnya kanker kolon adalah tanaman pegagan. Tanaman pegagan (Centella asiatica) berpotensi sebagai pencegah dan obat alternatif kanker kolon karena adanya senyawa aktif yang berperan sebagai antiinflamasi, antikanker, antioksidan dan imunomodulator yaitu asiatikosida, asam asiatat, madekasosida, asam madiasat dan kuersetin. Selama ini tanaman pegagan hanya digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit seperti: memperlancar peredaran darah terhadap pembuluh-pembuluh otak, sirosis hati, keloid, skleroderma, gangguan pembuluh vena, penyakit traumatis, lupus, serta meningkatkan fungsi mental serta dapat menanggulangi luka bakar sehingga pemanfaatan tanaman ini menjadi belum optimal (Anonim, 2008). Padahal keberadaan tumbuhan ini tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia. Sementara dilain pihak, tanaman pegagan (Centella asiatica) memiliki potensi sebagai tanaman obat yang dapat menghentikan dan mengobati berbagai penyakit kanker salah satunya adalah kanker kolon. Hal tersebut didasari karena adanya potensi senyawa kimia salah satunya adalah kuersetin yang berpotensi untuk dijadikan obat dalam mengatasi beberapa penyakit kronis termasuk kanker kolon. Namun, karena keterbatasan kajian ilmiah yang tersedia maka masyarakat belum bisa memanfaatkan tanaman pegagan ini secara optimal sebagai obat anti kanker kolon. Berdasarkan literatur dan telaah pustaka yang penulis lakukan, ada beberapa hal yang mendorong penulis menggunakan tanaman pegagan (Centella asiatica) sebagai agen kemopreventif COX-2 (Cyclooxygenase ) pada penderita kanker kolon. Pertama, tanaman pegagan banyak terdapat di Indonesia dan pemanfaatannya belum optimal bahkan hanya dianggap sebagai tanaman liar. Kedua, tanaman pegagan memiliki kandungan senyawa aktif kuersetin yang berfungsi sebagai inhibitor enzim isomerase DNA sel kanker (berperan dalam proses perbanyakan dan peningkatan keganasan kanker. Ketiga, tanaman ini mengandung asiatikosida, asam asiatat, madekasosida, asam madiasat yang telah menunjukan perannya sebagai antioksidan, antimutagenik, antineoplastik dan aktifitas vasodilatator. Keempat, kemungkinan terjadinya efek samping yang berisiko dapat dikurangi karena tanaman pegagan dapat dijadikan obat alternatif yang bersifat alami. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk menulis sekaligus memberikan alternatif yang terkait dengan pemanfaatan tanaman pegagan (Centella asiatica) sebagai agen kemopreventif COX-2 (Cyclooxygenase ) pada penderita kanker kolon. Beberapa hal yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah penyebab ekstrak tanaman pegagan berpotensi sebagai agen kemopreventif COX-2 (Cyclooxygenase ) pada penderita kanker kolon dan bentuk pemanfaatan atau pengolahan tanaman pegagan (Centella asiatica) sebagai agen kemopreventif COX-2 (Cyclooxygenase ) pada penderita kanker kolon. Hal tersebut penulis sajikan dalam gagasan ilmiah yang

3

berjudulPemanfaatan Tanaman Pegagan (Centella asiatica) sebagai Agen Kemopreventif COX-2 (Cyclooxygenase ) pada Penderita Kanker Kolon. Tujuan Penulisan Berdasarkan latar belakang di atas, adapun beberapa tujuan yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut. (1) Untuk mengkaji apa yang menyebabkan tanaman pegagan (Centella asiatica) berpotensi sebagai agen kemopreventif COX-2 (Cyclooxygenase) pada penderita kanker kolon. (2) Untuk mengetahui cara pemanfaatan atau pengolahan tanaman pegagan yang berpotensi sebagai agen kemopreventif COX-2 (Cyclooxygenase ) pada penderita kanker kolon. Manfaat Penulisan Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut. (1) Penulis a. Menambah pengetahuan mengenai potensi tanaman pegagan (Centella asiatica) yang berpotensi sebagai agen kemopreventif dalam menghambat COX-2 (Cyclooxygenase ) pada penderita kanker kolon. b.Memberikan alternatif solusi terhadap permasalahan tentang semakin meningkatnya penyebaran dan pengobatan penyakit kanker, khususnya kanker kolon di Indonesia. c. Memberikan pandangan terkait dengan pentingnya pemanfaatan tanaman obat alami sebagai agen antikanker kolon. (2) Masyarakat a. Memberikan informasi mengenai potensi tanaman pegagan yang berpotensi sebagai agen kemopreventif COX-2 (Cyclooxygenase ) pada penderita kanker kolon. b.Sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan pengobatan alternatif menggunakan obat tumbuhan alami untuk agen antikanker. c. Memotivasi masyarakat untuk ikut secara aktif untuk mengenal berbagai tumbuhan alami yang keberadaannya dekat dengan kehidupan masyarakat yang berpotensi sebagai alternatif pengobatan untuk penyakit-penyakit kronis. (3) Pemerintah a. Sebagai gambaran dalam mengambil kebijakan terkait optimalisasi pelestarian sumberdaya alam dalam hal ini adalah tanaman pegagan (Centella asiatica). b.Memberikan deskripsi terkait semakin banyaknya sumber daya alam, khususnya tumbuhan yang bisa dijadikan obat tumbuhan alami dalam mengatasi berbagai penyakit kronis salah satunya adalah kanker kolon. c. Sebagai pedoman dalam pengadaan penyuluhan tentang tanaman obat alami sebagai agen anti kanker kolon.

4

GAGASAN Keberadaan Kanker Kolon di Indonesia Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal (yaitu, tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama) yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal dan menekan jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi fungsi tubuh. Kanker adalah penyakit dari sel. Penyakit ini timbul ketika sel-sel pada suatu bagian tubuh mulai tumbuh secara tidak terkendali. Dengan kata lain, hal ini dapat terjadi jika DNA rusak dan tidak dapat diperbaiki. Kerusakan DNA bisa didapat atau DNA seseorang dapat menjadi rusak akibat faktor-faktor lingkungan, seperti merokok. Meskipun ada banyak jenis kanker, semua diawali dengan adanya sel-sel abnormal yang tumbuh dan tidak terkendali. Sel-sel kanker dapat membentuk suatu masa jaringan yang biasa disebut tumor. Kanker merupakan penyakit mematikan kedua setelah jantung. Kanker merupakan sel tidak normal yang bercokol dalam tubuh. Pertumbuhannya selain cepat juga tidak segan menyakiti jaringan lain, atau bersifat invasif, dan beranak sebar (metastasis) melalui pembuluh darah serta pembuluh getah bening. Salah satu jenis kanker yang memerlukan penanganan serius adalah kanker kolon. Karsinoma kolorektal berkaitan dengan kolon (usus besar) dan rektum (poros usus). Kanker kolon sebagaimana sifat kanker lainnya, memiliki sifat dapat tumbuh dengan relatif cepat, dapat menyusup atau mengakar (infiltrasi) ke jaringan disekitarnya serta merusaknya, dapat menyebar jauh melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah ke organ yang jauh dari tempat asalnya tumbuh, seperti ke lever, paru-paru, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan baik.

(Sumber : Firdaus, 2008) Gambar 1. Kanker Kolon Saat ini, kasus kanker usus besar semakin meningkat dan diduga akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Hal tersebut berhubungan dengan pola makan modern yang tidak sehat seperti makanan siap saji yang mengandung lemak tinggi. Di Indonesia, kanker usus besar atau kolorektal termasuk dalam sepuluh besar jenis kanker yang banyak dideritan yaitu pada urutan ke-6 terbesar.

5

Umumnya penderita kanker ini berusia di atas 40 tahun, namun saat ini di Indonesia penderita kanker usus besar banyak diderita oleh usia muda di bawah 40 tahun. Hal ini dipicu oleh perubahan gaya hidup yang tidak sehat dan lingkungan. Kanker kolon menjadi salah satu penyakit yang sangat mematikan. Berdasarkan laporan World Cancer Report WHO edisi April, setengah dari satu juta orang terdeteksi menderita kanker kolon diseluruh dunia tercatat meninggal. Sementara pada tahun 2020 mendatang, penderita kanker diseluruh dunia akan meningkat hingga 15 juta orang, dengan kanker kolon sebagai peringkat pertama dan penyebab kematian paling besar (Diananda, 2009). Di Jakarta, sebuah lembaga riset kesehatan menemukan 20 persen penduduk ibukota mengalami susah buang air besar (BAB). Setengah dari angka tersebut, ternyata frekuensi BAB-nya antara 2-3 hari sekali, sedangkan sisanya walaupun BAB setiap hari, tetapi terdapat keluhan kurang lancar. Menurutnya, karena susah BAB itulah, ada risiko timbulnya kanker usus besar (kolon). Dengan semakin sering mengalami susah BAB semakin memicu timbulnya kanker usus besar (kolon). Hasil penelitian dokter di North Carolina Amerika Serikat, juga menyebutkan bahwa susah buang air besar meningkatkan risiko kanker usus besar hingga dua atau tiga kali lipat. Merujuk penelitian terbaru dari EPIC (Europian Prospective Investigation Into cancer dan Nutrition ) dan AICR (American Institute for Cancer Research), dijelaskan bahwa dengan mengkonsumsi serat setiap hari dalam porsi yang cukup dapat mengurasi risiko kanker usus besar (kolon) hingga 40 persen di masyarakat. Masih merujuk data penelitian tersebut, di Indonesia konsumsi serat hingga saat ini masih sangat kurang. Berdasarkan penelitian, konsumsi serat masyarakat Indonesia jauh lebih rendah dari masyarakat Eropa dan AS yang rata-rata 15 gram setiap harinya, sedangkan masyarakat Indonesia hanya mengonsumsi serat hanya 10,5 gram setiap harinya. Serat merupakan colonic broom yang berfungsi untuk menghilangkan zat atau kotoran yang terlalu lama mengendap di usus akan menyebabkan kanker usus besar (kolon). Selain kekurangan serat, pemicu kanker kolon lainnya, meliputi: cara diet yang salah (terlalu banyak mengonsumsi makanan tinggi lemak dan protein), obesitas (kegemukan), pernah terkena kanker usus besar, pernah memiliki kanker polip di usus, jarang melakukan aktivitas fisik, dan sering terpapar bahan pengawet makanan maupun pewarna yang bukan untuk makanan. Hal inilah yang menyebabkan peningkatan aktivitas sel kanker kolon, salah satunya adalah sel WiDr. Sel WiDr merupakan salah satu jenis sel kanker kolon manusia. Sel WiDr merupakan turunan sel kanker kolon yang lain yakni sel HT-29 (Chen et al., 1987). Sel WiDr memproduksi antigen karsinoembrionik dan memerlukan rentang waktu sekitar 15 jam untuk dapat menyelesaikan 1 daur sel. Salah satu karakteristik dari sel WiDr ini adalah ekspresi sikolooksigenase-2 (cyclooxygenase) yang tinggi yang memacu proliferasi sel WiDr (Palozza et al.,2005). Pada sel WiDr, terjadi mutasi p53 G terjadi perubahan residu arginin menjadi histidin (Noguchi et al., 1979). Namun, p21 pada sel WiDr yang masih normal memungkinkan untuk terjadinya penghentian daur sel (Liu et al., 2006). Apoptosis pada sel WiDr dapat terjadi melalui jalur independent p53, di antaranya melalui aktivasi p73 (Levrero et al., 2000).

6

(Sumber : Ardiani, 2008) Gambar 2. Sel WiDr sehari setelah thawing (A) dan setelah mencapai konfluen (B dan C). WiDr merupakan salah satu sel yang memiliki sensitivitas yang rendah terhadap perlakuan dengan 5-fluorouracil (5-FU), agen kemoterapi golongan antimetabolit. Transfeksi WiDr dengan p53 normal pun tidak menyebabkan peningkatan sensitivitasnya terhadap 5-FU (Giovannetti et al., 2007). Resistensi sel WiDr terhadap 5-FU salah satunya diperantarai dengan terjadinya peningkatan ekspresi enzim timidilat sintetase yang merupakan target penghambatan utama dari 5-FU (Sigmond et al., 2003). P-glikoprotein (Pgp) pada sel WiDr tidak diekspresikan tinggi sehingga kemungkinan terdapat mekanisme lain yang memperantarai resistensi WiDr terhadap 5-FU (Jansen, 1997). Secara keseluruhan, sel WiDr merupakan sel yang sesuai untuk digunakan sebagai model dalam skrining suatu senyawa baru sebagai agen kokemoterapi dengan 5-FU. Insidensi dari kanker kolon berkorelasi dengan kenaikan konsentrasi enzim Cyclooxygenase (COX)-2 dimana lebih dari 80% kasus kanker kolon menunjukkan adanya kenaikan level COX-2 bila dibandingkan dengan sel kolon normal (William et al., 1997). Cyclooxygenase merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam perubahan asam arachidonat ke dalam bentuk pronflamasi prostaglandin dan lemah bioaktif yang lain (Tsuji et al., 1998). Enzim ini memiliki dua sub tipe yang memiliki 60 % kesamaan struktur yaitu COX-1 COX-2. Ketersediaan COX-1 dalam tubuh berguna untuk menjaga sistem pencernaan kita, sedangkan ekspresi dari COX-2 berkaitan langsung dengan aktivasi reseptor estrogen. Selain itu, tanaman pegagan juga memiliki aktivitas angiogenik yaitu memacu ekspresi faktor angiogenik VEGF pada sel kanker kolon WiDr (Ardiani et al., 2008). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan adanya hubungan yang konsisten antara ekspresi COX-2 dan VEGF (Cheng et al., 1998). Data ilmiah di atas menunjukkan bahwa tanaman pegagan berpotensi sebagai agen kemoprevebtif sel kanker kolon karena kandungan senyawa kuersetin yang memiliki aktivitas penghambatan terhadap COX-2 (Murakami et al., 2000). Pengobatan Medis Penderita Kanker Kolon Selama ini ada beberapa tindakan medis yang dilakukan dokter untuk menghentikan laju pertumbuhan sel kanker kolon yaitu: (1) Kemoterapi Kemoterapi dilakukan sebagai suatu tindakan untuk mengurangi terjadinya metastasis (penyebaran), perkembangan sel tumor, mengecilkan ukurannya, atau memperlambat pertumbuhannya. Pengobatan dengan cara kemoterapi

7

memerlukan biaya yang cukup tinggi. Selain itu, teknik pengobatan medis ini tidak hanya membunuh sel-sel kanker tetapi juga menimbulkan berbagai efek samping. Obat-obat kemoterapi juga menyerang sel-sel sehat, terutam sel-sel yang membelah dengan cepat. Karena itu, efek samping kemoterapi muncul pada bagian-bagian tubuh yang sel-selnya membelah dengan cepat, seperti: rambut rontok, saluran pencernaan (sariawan, terasa kering, dan sukar menelan), produksi hormon (menurunkan nafsu seks dan kesuburan) dan berkurangnya hemoglobin, trombosit, dan sel darah putih, membuat tubuh lemah, merasa lelah, sesak nafas. Kemoterapi yang biasa dilakukan pada penderita kanker kolon adalah kemoterapi penunjang termasuk dengan 5FU peroral atau intravena, atau infuse intra arteri. (2) Pembedahan Tindakan ini dibagi menjadi Curative, Palliative, Bypass, Fecal diversion, dan Open-and-close. Bedah Curative dikerjakan apabila tumor ditemukan pada daerah yang terlokalisir. Bedah paliatif dikerjakan pada kasus terjadi penyebaran tumor yang banyak, dengan tujuan membuang tumor primernya untuk menghindari kematian penderita akibat ulah tumor primer tersebut. Bila penyebaran tumor mengenai organ-organ vital maka pembedahan pun secara teknis menjadi sulit, sehingga dokter mungkin memilih teknik bedah bypass atau fecal diversion (pengalihan tinja) melalui lubang. Pilihan terakhir pada kondisi terburuk adalah open-and-close, dimana dokter membuka daerah operasinya, kemudian melihat keadaan sudah sedemikian rupa sehingga tidak mungkin dilakukan apa-apa lagi atau tindakan yang akan dilakukan tidak memberikan manfaat bagi keadaan pasien, kemudian di tutup kembali. (3) Terapi Penyinaran Pengangkatan tumor dan terapi penyinaran, efektif untuk penderita kanker rektum yang disertai 1-4 kanker kelenjar getah bening. Tetapi kurang efektif pada penderita kanker rektum yang memiliki lebih dari 4 kanker kelenjar kelenjar getah bening. (4) Terapi Adjwan Pengobatan medis terbaru pada penderita kanker kolon adalah terapi adjwan dalam menangani kanker kolon. Terapi adjwan adalah kemoterapi yang diberikan setelah tindakan operasi pada pasien kanker stadium III gua membunuh sisa-sisa sel kanker. Terapi adjwan bisa dilakukan tanpa suntik (infus), melainkan dengan oral/tablet(capacitabene). Ketersediaan capacitebene tblet memungkinkan pasien untuk menjalani kemoterapi di rumah yang tentu saja efektivitasnya lebih baik. Semua pengobatan medis tersebut memerlukan waktu yang lama dan biaya yang mahal pula. Bahkan tidak jarang efek samping dari pengobatan medis tersebut bisa mencelakakan penderita kanker. Sehingga salah satu alternatif pengobatan yang dapat digunakan adalah pengobatan alami menggunakan tumbuhan herbal. Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan untuk agen antikanker kolon adalah tanaman pegagan (Centella asiatica).

8

Potensi Tanaman Pegagan (Centella asiatica) Sebagai Agen Kemopreventif COX-2 (Cyclooxygenase ) pada Penderita Kanker Kolon Pada keadaan normal pergantian dan peremajaan sel terjadi sesuai kebutuhan melalui mekanisme proliferasi (salah satu fungsi daur ulang sel) dan apoptosis atau program bunuh diri sel. Kanker kolon adalah kanker yang berasal dalam permukaan usus besar (kolon) atau retum/rektal, umumnya kanker kolorektal berawal dari pertumbuhan sel yang tidak ganas, dapat adenoma atau berbentuk polip. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut digunakan pengobatan dari tumbuhan alami yakni pegagan. Pegagan biasanya dapat tumbuh di daerah yang basah, rawa-rawa atau di sepanjang tepi sungai. Pegagan dapat ditemukan di daerah dataran tinggi dan berbagai tempat seperti sawah, perkebunan teh, dan lain-lain di Indonesia (Suriawiria, 2000). Pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman herba tahunan dengan morfologi seperti ditunjukkan pada gambar 3. Klasifikasi taksonomi dari tanaman pegagan sebagai berikut :

(Sumber : Anonim:2009) Gambar.3. Tanaman Pegagan Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyte Kelas : Dicotyledons Ordo : Umbillales (Apiales) Familia : Umbilliferae (Apiaceae) Genus : Cantella Spesies : Centella asiatica L. Tanaman pegagan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: tanpa batang dengan rimpang dan stolon-stolon yang merayap dengan panjang 10cm-80cm yang tumbuh menjalar dan berbunga sepanjang tahun, akarnya keluar dari setiap bonggol dan bercabang banyak membentuk tumbuhan baru, daunnya bundar berhelai tunggal, berbentuk ginjal, tepinya bergerigi, bunganya berbentuk payung dan warna kemerahan. Tangkai bunga antara 5mm-750mm, buah kecil-kecil seperti buni, lonjong, agak wangi dan rasanya pahit, berwarna kuning coklat dan beriga. Kandungan Kimia Tanaman Pegagan Kandungan Kimia Pegagan (Centella asiatica) yang populer dengan sebutan Cantella Herba memiliki kandungan triterpenoid saponin (asiatikosida, brahmosida, asam asiatat, brahminosida, thankunisida, asam madekasat), alkaloid (hidrokotilina), B-karioneta, B-kariofilen, B-elemena, B-farnesen, B) sitosterol, L-Kamitin, asam sentelat, asam sentolat, asam elaiodat, asam omega 3, isotankunisida, minyak volatil, vitamin dan mineral seperti garam kalium, seng (Zn),

9

natrium, magnesium, kalsium, besi, thiamin, niasin, riboflavin, kuersetin, dan vitamin A (Anonim, 2008). Pencegahan kanker kolon dengan pegagan didasari oleh kandungan senyawa metabolit aktif yang terdapat pada tanaman pegagan. Senyawa yang berperan dalam usaha pencegahan ini adalah asiatikosida, asam siatat, asam madekasa, dan madekasosida yang berperan sebagai antioksidan dan immunomodulator. Metabolit aktif pada pegagan yang berperan dalam pengobatan kanker kolon adalah asam madekasat dan madekasosida yang berperan sebagai antiinflamasi, asam asiatat dan asiatikosida yang berperan sebagai immunomodulator, kuersetin-3-glikosida yang berperan sebagai antitumor dan antiangiogenesis. Senyawa-senyawa ini berperan secara sinergis antara satu dengan lainnya. Ada yang bekerja dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh melalui mekanisme imunomodulator, ada yang mentralisir efek buruk zat-zat pemicu kanker dan mencegah mutasi gen melalui mekanisme antioksidan, ada yang berperan mencegah terjadinya metastase (penyebaran sel kanker), dan ada pula yang memicu sel kanker untuk melakukan bunuh diri (apoptosis). Berdasarkan keberadaan senyawa tersebut, utamanya senyawa kuersetin maka tanaman pegagan memiliki potensi sebagai agen kemopreventif sel kanker, khususnya kanker kolon. Agen kemopreventif ini merupakan agen yang dapat mencegah dan menghambat proses perkembangan sel kanker serta memulihkan kembali kesehatan penderita kanker khususnya kanker kolon. Aktivitas Kuersetin pada Tanaman Pegagan (Centella asiatica) sebagai Inhibitor COX-2 (Cyclooxygenase) pada Penderita Kanker Kolon Selain efek antiinflamasi, pegagan juga dapat berperan sebagai antiangiogenesis pada sel kanker. Seperti yang telah diuraikan pada tinjauan pustaka, sel kanker yang terbentuk akibat adanya mutasi DNA pada tubuh akan melakukan pembelahan sebagaimana sel normal. Pembelahan sel kanker yang terjadi di dalam tubuh aktivitasnya akan meningkat siring dengan bertambahnya jumlah sel kanker. Selain melakukan pembelahan, sel kanker juga melakukan proliferasi sel yaitu salah satu fungsi dari daur ulang sel. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Sachinidis (2002), senyawa kuersetin diidentifikasi dapat berperan sebagai inhibitor alami Tyrosine Kinase Receptors (RTKs). Di mana RTKs ini merupakan faktor yang berkontribusi dalam tahap proliferase sel kanker. Dengan demikian, kuersetin dapat menghambat atau menurunkan sifat proliferatif sel kanker kolon sehingga mampu menghambat daur sel yang berakibat pula pada pemacuan apoptosis (program bunuh diri) sel-sel kanker kolon. Kuersetin juga dapat digunakan sebagai antiinflamasi dan anti alergi sehingga dapat menaikkan imunitas. Kuersetin lebih selektif menghambat COX-2 (Cyclooxygenase) dari pada lipooksigenase, sehingga dapat dikembangkan sebagai agen inhibitor COX-2 (Cyclooxygenase) yang merupakan agen kemoterapetik yang berpotensi terutama pada kanker kolon (Taketo, 1998). Dalam hal ini, kuersetin mampu menghambat produksi heat shock protein (HSP) pada banyak sel kanker yang ganas, termasuk kanker payudara (Hansen, et al., 1997), leukemia (Elia, 1996) dan kanker kolon (Koishi, et al., 1992). Heat shock protein sendiri terbentuk melalui ikatan kompleks dengan mutan p53. Penghambatan HSP menginduksi sel tumor yang mulanya mampu melewati

10

mekanisme normal dari siklus sel istirahat (menjadi tidak mampu melewatinya. Selain itu HSP yang menyebabkan sel kanker mampu berkembang dan hidup pada kondisi berbeda (sirkulasi rendah, demam) serta berasosiasi dengan penyakit lain untuk bertahan hidup (Ciocca, 1993) mampu dihentikan.

(Sumber : Firdaus, 2008) Gambar 4. Senyawa kuersetin ( 3,3,4,5,7-pentahydroxyflavone ) Kuersetin juga mampu menghambat DNA polimerase sel kanker. Dengan terhambatnya DNA polimerase sel kanker, maka perkembangan mitosis sel kanker dapat diantisipasi bahkan dihentikan sama sekali sehingga sel kanker sedikit demi sedikit seperti halnya sel normal akan berangsur-angsur mati. Dengan demikian proses penyembuhan kanker kolon dapat terlaksana. Terkait dengan aktivitas antioksidan senyawa kuersetin yang berfungsi untuk menurunkan dan menghambat tahap inisiasi dan progresi kanker kolon, khususnya tahap progresi sel-sel kanker terjadi ketika tumor telah berukuran lebih dari 2,25cm maka kanker akan memasuki tahap metastasis. Ada dua cara sel kanker bermetastasis, yaitu melalui angiogenesis(pembentukan pembuluh darah baru) dan penghancuran kolagen yang merupakan kerangka sel normal. Dengan demikian, metastasis kanker dapat dihambat bila angiogenesis dapat dicegah.

(Sumber : www.molbiolmaster.org) Gambar .5. Proses Angiogenesis Sel Kanker Kolon Matsubara, dkk. (2006) menyatakan bahwa kuersetin selain berperan sebagai inhibitor DNA polimerase, juga berperan sebagai antiangiogenesis sel

11

kanker. Angiogenesis merupakan proses pembentukan pembuluh darah. Sebetulnya proses ini merupakan proses yang sehat, namun pada penderita kanker proses pembentukan pembuluh darah baru ini akan membuat tumor memiliki jaringan pembuluh darah sendiri yang akan membuatnya tumbuh dengan cepat dan ganas. Sel kanker yang telah memiliki pembuluh darah sendiri akan berkembang dengan cepat (bermetastasis) menuju jaringan lain dan membentuk tumor sekunder (kanker baru). Dengan terhambatnya proses angiogenesis sel kanker oleh kuersetin maka pembentukan pembuluh darah baru dapat dihentikan. Karena tanpa suplai darah, sel kanker akan mati. Kalaupun masih dapat tumbuh, pertumbuhannya hanya maksimal 1 mm saja. Asiatikosida dan Madekasosida sebagai Antitumor Asiatikosida dan madekasosida dapat berperan sebagai anti kanker karena adanya gugus pentosa dalam senyawa tersebut yang strukturnya identik dengan struktur ribosa dan dapat berikatan dengan fosfat dari struktur DNA. Hal ini mengakibatkan terhambatnya replikasi DNA saat terjadinya perubahan dari sel normal menjadi sel kanker. Terikatnya basa purin dari nukleus menyebabkan sel tidak dapat berkembang. Aktivitas antikanker daun pegagan efektif untuk sel kanker yang tumbuh akibat adanya senyawa dimetilbenzantrana (DMBA), dan sebagai penghambat perkembangan sel kanker kolon. Ekstrak pegagan ini dapat mengakibatkan pencegahan secara kimia pada jaringan mukosa yang melindungi dampak dari N-metil-N-nitro-N-nitrosoguanidin (MNNG) (senyawa yang bersifat karsinogenik). Jadi, selain dengan basa purin dari DNA, madekakosida dan asiatikosida juga bereaksi dengan senyawa MNNG, sehingga tidak terbentuk sel kanker kolon (Brigman, 2000). Asam asiatat, Asam Madiasat dan Kuersetin sebagai Antioksidan Asam asiatat, asam madiasat, asiatikosida, madekakosida dan kuersetin dapat berfungsi sebagai antioksidan bagi tubuh. Kelima senyawa ini dapat berperan sebagai antioksidan karena mengandung gugus polifenol dan cincin benzena. Antioksidan ini dapat menetralkan radikal bebas yang memicu terbentuknya sel kanker serta bersifat sitotoksik bagi sel kanker yang telah terbentuk. Sebagai anti oksidan kuersetin yang terdapat pada tanaman pegagan dapat pula mencegah kerusakan DNA sel normal akibat adanya zat karsinogenik sehingga tidak terjadi pembentukan onkogen yang merupakan gen penyebab kanker kolon. Sebagai anti oksidan, senyawa asam asiatat, asam madiasat, asiatikosida, madekakosida dan kuersetin tidak hanya berperan dalam pencegahan sel kanker namun juga berkontribusi dalam pengobatan kanker kolon. Aktivitas antioksidan selain dapat menurunkan formasi dan aktivasi dari karsinogen, aktivitas ini juga dapat menurunkan dan menghambat tahap inisiasi, promosi dan progresi sel-sel kanker kolon.

12

Asiatikosida dan Asam Asiatat Sebagai Immunomodulator Salah satu upaya pencegahan kanker kolon adalah dengan meningkatkan sistem ketahanan tubuh. Kanker kolon akan berkembang bila DNA sel normal mengalami kerusakan akibat adanya faktor-faktor yang bersifat karsinogenik sehingga menyebabkan mutasi genetik. Terdapat dua kemungkinan ketika terjadinya mutasi genetik. Kemungkinan pertama adalah sel akan mengalami apoptosis (program bunuh diri) dan mati, sedangkan kemungkinan kedua kalau kerusakan DNA tersebut tidak segera ditanggulangi tubuh, akan terjadi perbanyakan DNA sel yang rusak tersebut akan berkembang menghasilkan sel-sel kanker. Kandungan asiatikosida dan asam asiatat yang terdapat pada tanaman pegagan bekerja dapat berperan sebagai immunomodulator. Berdasarkan hasil. Ekstrak pegagan juga telah diketahui mempunyai aktivitas imunostimulan dengan mengaktifkan sel imun pada tubuh. Dengan meningkatnya ketahanan tubuh, maka ketika di dalam tubuh terbentuk sel yang berpotensi sebagai kanker, zat tersebut mampu meningkatkan jumlah limfosit dalam tubuh sehingga menghentikan aktivitas sel kanker tersebut. Pengolahan Pegagan untuk Pencegahan dan Pengobatan Kanker Kolon Bagian utama dari pegagan yang dapat dimanfaatkan dalam pencegahan kanker kolon adalah daun pegagan dan batang pegagan. Cara yang dapat dilakukan, daun pegagan digunakan secara langsung atau tidak langsung. Daun pegagan yang segar ataupun yang kering diseduh dengan air panas sebanyak 2 gelas, dan dibiarkan hingga menjadi kurang lebih 1,5 gelas. Setelah dingin, disaring. Kemudian diminum sekali dalam sehari. Untuk pengobatan kanker kolon bagian pegagan yang dimanfaatkan adalah daun dan kulit batangnya. Belum ada penelitian terkait pemanfaatan tanaman pegagan dalam pengobatan kanker kolon. Namun, berdasarkan potensi yang terdapat pada tanaman pegagan , formulasi ramuan anti-kanker kolon dari tanaman pegagan dapat dibuat dalam bentuk simplisia maupun segar. Bentuk simplisia maupun sirup, seperti disajikan pada gambar bagan berikut. Diminum untuk penderita kanker sebagai antipiretik, imunostimulan Segar dan antikanker bagi orang yang direbus Daun atau diduga (mengalami gejala) kanker Kering kolon umbi

simplisia Tepung Pegagan Campurkan dengan madu dan air hangat

diseduh

Batang

Diberikan pada penderita kanker kolon sebagai antiinflamasi, imonustimulan

Gambar .6. Bagan Pemanfaatan Pegagan

13

Daun dapat dipergunakan langsung dalam keadaan segar maupun dikeringkan, sehingga di peroleh simplisia kering, namun ada juga yang dibuat tepung, sehingga lebih praktis pengemasannya. Dalam keadaan segar tidak memerlukan perlakuan khusus, hanya perlu dibersihkan dari kotoran yang menempel dengan cara dicuci, selanjutnya apabila akan digunakan sebagai obat, cukup menyeduh tujuh lembar daun dalam dua gelas air sampai menjadi satu gelas air. Selanjutnya air rebusan tersebut diminum tiga kali sehari, sebagai antipiretik, serta imunostimulan bagi pasien dengan gejala kanker kolon. Keamanan konsumsi pegagan pada bagian dari pohon pegagan yang akan digunakan dalam pencegahan dan pengobatan kanker kolon belum dilakukan secara medis. Tetapi secara teoritis, keamanan konsumsi pegagan sebagai pencegah dan obat pada manusia dapat dilakukan melalui konversi perhitungan dosis. Untuk pemanfaatannya sebagai antioksidan antiinflamasi dalam pencegahan dan pengobatan kanker kolon, dosis ekstrak pegagan yang aman dikonsumsi berturut-turut maksimal selama 4 minggu yaitu 307180 mg/hari/kg berat badan (Omar, 2004). Selain pemanfaatan secara oral, ekstrak segar daun pegagan juga dapat dimanfaatkan sebagai obat luar bagi penderita kanker kolon. Pemanfaatan tanaman pegagan sebagai agen kemopreventif COX-2 (cycloocigenase) ini dapat dikembangkan oleh masyarakat dengan teknik pengolahan sederhana sehingga dapat bermanfaat dalam pencegahan dan pengobatan kanker kolon. Selain itu, para peneliti di laboratorium pun dapat mengembangkan penelitian lebih lanjut terkait dengan potensi tanaman pegagan (Centella asiatica) sebagai agen kemopreventif kanker kolon, misalnya dengan mengekstrak bagian tanaman pegagan ini.

SIMPULAN Berdasarkan pembahasan tersebut, adapun simpulan yang dapat dituliskan adalah sebagai berikut. 1. Tanaman dapat digunakan sebagai agen kemopreventif COX (Cyclooxygenase ) pada penderita kanker kolon. Hal ini disebabkan karena tanaman pegagan memiliki kandungan beberapa senyawa aktif, salah satunya kuersetin yang berfungsi sebagai inhibitor enzim isomerase DNA sel kanker (berperan dalam proses perbanyakan dan peningkatan keganasan kanker). Selain itu, tanaman ini mengandung asiatikosida, asam asiatat, madekasosida, asam madiasat yang telah menunjukan perannya sebagai antioksidan, antimutagenik, antineoplastik dan aktifitas vasodilatator. 2. Pengolahan pegagan dapat dilakukan dengan cara : bagian utama dari pegagan yang dapat dimanfaatkan dalam pencegahan kanker kolon adalah daun pegagan dan batang pegagan. Cara yang dapat dilakukan, daun pegagan digunakan secara langsung atau tidak langsung. Selain pemanfaatan secara oral, ekstrak segar daun pegagan juga dapat dimanfaatkan sebagai obat luar bagi penderita kanker kolon. Ekstrak pegagan dapat digunakan sebagai salep maupun kompres bila penderita mengalami demam. Berdasarkan hal tersebut, tanaman pegagan dapat dijadikan sebagai agen antikanker kolon.

14

DAFTAR PUSTAKA Ambarsari, Endang, 1998. Faktor-faktor Risiko Kanker Kolon di RSU Persahabatan, Jakarta pada Juni sampai September 1997. Skripsi (Tidak diterbitkan). FKM UI. Depok. Anonim. 2007. Mengenal Kanker Kolon. http://jarumsuntik.com/mengenal-kankerkolon/ Anonim. 2008. Colon Cancer. diakses pada tanggal 15 Januari 2010 dari www.wikipedia.org Anonim. 2008. Gap Junction in Colon Cancer. Diakses pada tanggal 15 Januari 2010 dari www.uwo.ca/anatomy/laird/research-cancer.htm Anonim. 2007. Mengenal Tanaman Pegagan. http://jarumsuntik.com/mengenaltanaman pegagan/ Ardiani. 2008. Kanker Usus Besar. Diakses pada tanggal 15 Pebruari 2010 pada http://www.totalkesehatananda.com/colon1.html Diananda, Rama. 2009. Panduan Lengkap Mengenal Kanker. Yogyakarta : Mirza Media Pustaka Faried A, Kimura A, Faried L.S, Inose T, Miyazaki T, Kato H, et al. Expression of Carbohydrate Antigens in Human Squamous Cell Carcinoma: Prognostic Application and Diagnostic Implications. Submitted: Am J Surgical Oncology 2006 Firdaus,Isro. 2007. Tanaman Keladi Tikus (Denpasar : PT Intaran Indonesia. Diakses dari www.indoneem.com pada tanggal 31 Januari 2010 Heru Triyono. 2009. Kanker Kolon. Diakses pada tanggal 15 Pebruari pada: http://www.tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2009/08/19/brk,20090819193228,id.html Kardinan, Agus & Azmi Dhalimi. 2003. Pegagan (Centella asiatica) Tanaman Multimanfaat. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Perkembangan Teknologi TRO Vol. XV, No. 1, 2003 Kannagi R. Molecular mechanism for cancer-associated induction of sialyl Lewis X and sialyl Lewis A expression-The Warburg effect revisited. Glycoconj J. 2004; 20: 353-364.King, Roger J.B. 2000. Cancer Biology. Harlow: Prentice Hall. Linnane, AW; Baumer A; Maxwell RJ; Preston H; Zhang C and Marzusi S. 1990. Mitochondrial gene mutation. The aging process and degenerative diseases. Bochem Int. (22) 1067 1076. Murakami, A., Ogawa K., Asamoto M., Hokaiwado N., Seeni A., and Suzuki S., 2000, Protective Effects of citrus nobiletin and auraptene in transgenic rats

15

developing adenocarcinoma of prostate (TRAP) and Human prostate carcinoma cells, Cancer Sci., 98:471-7. Murray, Robert K., Daryl K., Granner, Peter A. Mayes., Victor W. Rodwell. 1997. Biokimia Harper. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Robbins. 1999. Dasar Patologi Penyakit. Terjemahan/Alih bahasa: Achmad Tjarta, Sutisna Himawan, Kurniawan, 1999; Dasar Patologi Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran .ECG. Ruskin, F.R., 1993. Neem : A Tree for Solving Global Problems. National Academy Press, Washington, D.C.141 pp.In Kardinan, Agus & Azmi Dhalimi. 2003. Pegagan (cantell asiatica) Tanaman Multimanfaat : Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Suryo, Joko. 2009. Herbal Penyembuh Kanker. Yogyakarta : Penerbit B First Tjindarbumi, 1982 Penemuan Dini Kanker Kolon dan Penanggulangannya dalam: Diagnosis Dini Keganasan serta Penanggulangannya. FKUI. Jakarta. Tjindarbumi, l998 Penanganan kanker Dini dan Lanjut. Bagian Patologi Anatomik. FKUI. Jakarta. William, C.S., Smalley, W., and DuBois, R.N., 1997, Aspirin use and potential mechanisms for colorectal cancer prevention, J. Clin. Invest., 100 :1-5. Murakami, A., Ogawa K., Asamoto M., Hokaiwado N., Seeni A., and Suzuki S., 2000, Protective Effects of citrus nobiletin and auraptene in transgenic rats developing adenocarcinoma of prostate (TRAP) and Human prostate carcinoma cells, Cancer Sci., 98:471-7.