Download - kolelitiasis 2

Transcript
Page 1: kolelitiasis 2

BAB II

KONSEP DASAR

                                                                                            

2.1  Konsep Dasar Kolelitiasis

2.1.1        Pengertian

Kolelitiatis (kalkulus/kalkuli, batu empedu) biasanya terbentuk dalam

kantung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu

empedu memilki ukuran, bentuk dan komposisi yang sangat bervariasi. Batu empedu

tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidensnya semakin

sering pada individu berusia diatas 40 tahun. Sesudah itu, insidens kolelitiasis

semakin meningkat hingga suatu tingkat yang diperkirakan bahwa pada usia 75 tahun

satu dari 3 orang akan memiliki batu empedu (Brunner, 2003).

Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada saluran empedu yang

disebabkan oleh faktor metabolik antara lain terdapat garam-garam empedu, pigmen

empedu dan kolestrol, serta timbulnya peradangan pada kandung empedu ( Barbara

C. Long, 1996 )

2.1.2        Anatomi Empedu

Kandung empedu adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada

permukaan visceral hepar. Kantung empedu dibagi menjadi fundus, corpus dan

collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior

hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung

rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan

arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang

berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus

comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi kandung empedu

dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral

hati.

Page 2: kolelitiasis 2

2.1.3 Fisiologi Empedu

Kandung empedu berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas

sekitar 50 ml. Kandung empedu mempunyai kemampuan memekatkan empedu.

Untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan – lipatan permanen yang

satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang

tawon. Sel - sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli.

Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli.

Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum

interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan

dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini

sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus

sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke

duodenum.

            2.1.4 Epidemologi

Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika

Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan

pada anak-anak jarang. Orang gemuk ternyata mempunyai resiko tiga kali lipat untuk

menderita batu empedu. Insiden pada laki-laki dan wanita pada batu pigmen tidak

terlalu banyak berbeda.

Seorang ahli medis USA membuktikan bahwa diet tidak berpengaruh

terhadap pembentukan batu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi jenis batu

yang terbentuk. Hal ini disokong oleh peneliti dari Jepang yang menemukan bukti

bahwa orang dengan diet berat biasanya menderita batu jenis kolesterol, sedangkan

yang dietnya tetap biasanya menderita batu jenis pigmen. Faktor keluarga juga

berperan dimana bila keluarga menderita batu empedu kemungkinan untuk menderita

penyakit tersebut dua kali lipat dari orang normal.

2.1.5 Etiologi / penyebab

Page 3: kolelitiasis 2

Etiologi batu empedu masih belum diketahui secara pasti, adapun faktor

predisposisi terpenting, yaitu: gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya

perubahan komposisi empedu, statis empedu, dan infeksi kandung empedu.

 Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting

dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol

mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan

ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui

sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu.

            Statis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi

progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-insur tersebut.

Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingteroddi, atau keduanya dapat

menyebabkan statis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat

dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.

 Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan

batu. Mukus meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat

berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari

terbentuknya batu, dibanding panyebab terbentuknya batu.

2.1.6 Manifestasi klinis

Gejala kolelitiasis dapat terjadi akut atau kronis dan terjadinya gangguan pada

epigastrium jika makan makanan berlemak, seperti: rasa penuh diperut, distensi

abdomen, dan nyeri samar pada kuadran kanan atas.

a. Rasa nyeri hebat dan kolik bilier

Page 4: kolelitiasis 2

Jika duktus sistikus tersumbat batu, maka kandung empedu mengalami distensi

kemudian akan terjadi infeksi sehingga akan teraba massa pada kuadran I yang

menimbulkan nyeri hebat sampai menjalar ke punggung dan bahu kanan sehingga

menyebabkan rasa gelisah dan tidak menemukan posisi yang nyaman. Nyeri akan

dirasakan persisten (hilang timbul) terutama jika habis makan makanan berlemak

yang disertai rasa mual dan ingin mual muntah  pada pagi hari karena metabolisme di

kandung empedu akan meningkat.

Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya obstruksi saluran empedu

sehingga mengakibatkan alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu

dan kolesterol) menyebabkan terjadinya proses peradangan disekitar hepatobiliar

yang mengeluarkan enzim-enzim SGOT dan SGPT, menyebabkan peningkatan

SGOT dan SGPT yang bersifat iritatif di saluran cerna sehingga merangsang nervus

vagal dan menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan

peristaltik sistem pencernaan di usus dan lambung, menyebabkan makanan tertahan

di lambung dan peningkatan rasa mual yang mengaktifkan pusat muntah di medula

oblongata dan pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan serta neuron-

neuron motorik spinalis ke otot-otot abdomen dan diafragma sehingga menyebabkan

muntah.

Apabila saraf simpatis teraktifasi akan menyebabkan akumulasi gas usus di sistem

pencernaan yang menyebabkan rasa penuh dengan gas maka terjadilah kembung.

Mekanisme mual dan muntah

Obstruksi saluran empedu

Alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu, kolesterol)

Page 5: kolelitiasis 2

Proses peradangan disekitar hepatobiliar

Pengeluaran enzim-enzim SGOT dan SGPT

Peningkatan SGOT dan SGPT

Bersifat iritatif di saluran cerna

Merangsang nervus vagal (N.X Vagus)

Menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis

Penurunan peristaltik sistem Akumulasi gas usus

pencernaan (usus dan lambung) di sistem pencernaan

↓ ↓

Makanan tertahan di lambung Rasa penuh dengan gas

↓ ↓

Peningkatan rasa mual Kembung

↓Pengaktifan pusat muntah (medula oblongata)

Pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan,

serta neuron-neuron motorik spinalis

ke otot-otot abdomen dan diafragma

Muntah

b. Ikterik dan BAK berwarna kuning

Akibat adanya obstuksi saluran empedu menyebabkan eksresi cairan empedu ke

duodenum (saluran cerna) menurun sehingga feses tidak diwarnai oleh pigmen

Page 6: kolelitiasis 2

empedu dan feses akan berwarna pucat kelabu dan lengket seperti dempul yang

disebut Clay Colored. Selain mengakibatkan peningkatan alkali fosfat serum, eksresi

cairan empedu ke duodenum (saluran cerna) juga mengakibatkan peningkatan

bilirubin serum yang diserap oleh darah dan masuk ke sirkulasi sistem sehingga

terjadi filtrasi oleh ginjal yang menyebabkan bilirubin dieksresikan oleh ginjal

sehingga urin berwarna kuning bahkan kecoklatan.

c. Defisiensi Vitamin.

Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin A, D, E, dan K yang

larut lemak.Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal.

2.1.7 Patofisiologi

a. Batu pigmen

Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat anion ini

adalah bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin) pada kondisi

normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin terkonjugasi karna adanya enzim

glokuronil tranferase bila bilirubin tak terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau

tidak adanya enzim glokuronil tranferase tersebut yang akan mengakibatkan

presipitasi/pengendapan dari bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak

terkonjugasi tidak larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan

terjadi pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu empedu

tapi ini jarang terjadi.

Mekanisme batu pigmen

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil tranferase

Page 7: kolelitiasis 2

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan dan harus dikeluarkan dengan jalan

operasi

           

b. Batu kolesterol

Kolesterol merupakan unsur normal pembentukan empedu dan berpengaruh

dalam pembentukan empedu. Kolesterol bersifat tidak larut dalam air, kelarutan

kolesterol sangat tergantung dari asam empedu dan lesitin (fosfolipid).

2.1.8        Pemeriksaan Penunjang

2.1.8.1 Rontgen abdomen / pemeriksaan sinar X / Foto polos abdomen

Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu.

Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20 %. Tetapi bukan merupakan pemeriksaan

pilihan.

2.1.8.2  Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan

Melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena

konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen

sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat

terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko

peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik.

Page 8: kolelitiasis 2

2.8.1.3 ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)

Sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus

pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi

ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke

dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu

ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati

(ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga

dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang

kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda

perforasi/ infeksi

2.1.8.4 Kolangiografi Transhepatik Perkutan.

 Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras langsung

ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan itu

relatif besar, maka semua komponen  pada sistem bilier tersebut, yang mencakup

duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan pajang duktus koledokus, duktus sistikus

dan kandung empedu, dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas. 

2.1.8.5 Pemeriksaan Pencitraan Radionuklida atau kolesentografi.

Dalam prosedur ini, peraparat radioktif disuntikan secara intravena. Kemudian

diambil oleh hepatosit dan dengan cepat ekskeresikan kedalam sinar bilier.

Memerlukan waktu panjang lebih lama untuk mengerjakannya membuat pasien

terpajan sinar radiasi.

2.1.9        Penatalaksanaan

A.Non Bedah, yaitu :

1.Therapi Konservatif

         Pendukung diit : Cairan rendah lemak

         Cairan Infus : menjaga kestabilan asupan cairan

         Analgetik : meringankan rasa nyeri yang timbul akibat gejala  

 penyakit

Page 9: kolelitiasis 2

         Antibiotik : mencegah adanya infeksi pada saluran kemih

         Istirahat

2. Farmako Therapi

Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk

melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.

Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu kolesterol pada pasien

yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah. Batu-batu ini terbentuk karena

terdapat kelebihan kolesterol yang tak dapat dilarutkan lagi oleh garam-garam

empedu dan lesitin. Untuk melarutkan batu empedu tersedia Kenodeoksikolat dan

ursodeoksikolat. Mekanisme kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol,

sehigga kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut lagi. Therapi

perlu dijalankan lama, yaitu : 3 bulan sampai 2 tahun dan baru dihentikan minimal 3

bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu

1 tahun , dalam hal ini pengobatan perlu dilanjutkan.

3. Penatalaksanaan Pendukung dan Diet

Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk kedalam susu

skim. Makanan berikut ini ditambahkan jika pasien dapat menerimanya: buah yang

dimasak, nasi atau ketela, daging tanpa lemak, kentang yang dilumatkan, sayuran

yang tidak membentuk gas, roti, kopi atau teh. Makanan seperti telur, krim, daging

babi, gorengan, keju dan bumbu-bumbu yang berlemak, sayuran yang membentuk

gasserta alkohol harus dihindari. Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi

utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak

dan mengeluarkan gejala gastrointestinal ringan.

                        4. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Prosedur nononvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang (repeated

shock wafes) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung empedu atau

doktus koledokus dengan maksud untuk mencegah batu tersebut menjadi sejumlah

fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik, yaitu

piezoelelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik. Energy ini di salurkan ke dalam

Page 10: kolelitiasis 2

tubuh lewat redaman air atau kantong yang berisi cairan. Gelombang kejut yang

dikonvergensikan tersebut diarahkan kepada batu empedu yang akan dipecah.Setelah

batu dipecah secara bertahap, pecahannya akan bergeraj spontan dikandung empedu

atau doktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan

pelarut atau asam empedu yang diberikan peroral.

5. Litotripsi Intrakorporeal.

Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu atau

doktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan grlombang ultrasound, laser

berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada endoskop, dan diarahkan

langsung pada batu. Kemudian fragmen batu atau derbis dikeluarkan dengan cara

irigasi dan aspirasi. Prosedur tersebut dapat diikuti dengan pengangkatan kandung

empedu melalui luka insisi atau laparoskopi. Jika kandung empedu tidak di angkat,

sebuah drain dapat dipasang selama 7 hari.

B. Pembedahan

1. Cholesistektomy

Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis

atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan

konservatif .

Tujuan perawatan pre operasi pada bedah cholesistectomy :

a. Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang prosedur

    operasi.

b. Meningkatkan kesehatan klien baik fisik maupun psikologis

c. Meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang hal-hal

    yang akan dilakukan pada post operasi.

Tindakan Keperawatan Pada Cholecystotomy

a. Posisi semi Fowler

b. Menjelaskan tujuan penggunaan tube atau drain dan lamanya

c. Menjelaskan dan mengajarkan cara mengurangi nyeri

Page 11: kolelitiasis 2

2. Kolesistektomi

Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus 

sistikus diligasi. Kolesistektomi dilakukan pada sebagian besar kasus kolesistis akut

dan kronis. Sebuah drain (Penrose) ditempatkan dalam kandung empedu dan

dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan

serosanguinus dan getah empedu ke dalam kasa absorben.

                              3. Minikolesistektomi

Merupakan rposedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat luka

insisi selebar 4cm. kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik), dilakukan lewat

luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilicus.

Pada prosedur kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas karbon

dioksida (pneumoperitoneum) umtuk membantu pemasangan endoskop dan

menolong dokter bedah melihat struktur abdomen. Sebuah endoskop serat optic

dipasang melalui luka insisi umbilicus yang kecil. Beberapa luka tusukan atau insisi

kecil tambahan dibuat pada dinding abdomen untuk memasukkan instrumen bedah

lainnya ke dalam bidang operasi.

                              4.Koledokostomi

Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk

mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan, biasanya dipasang sebuah kateter ke

dalam duktus tersebut untuk drainase getah empedu sampai edema mereda. Keteter

ini dihubungkan dengan selang drainase gravitas. Kandung empedu biasanya juga

mengandung batu, dan umumnya koledokostomi dilakukan bersama-sama

kolesistektomi.

2.2 Asuhan Keperawatan Kolelitiasis

Page 12: kolelitiasis 2

Proses Keperawatan adalah pendekatan penyelesaian masalah yang sistematik

untuk merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan yang melibatkan lima fase

berikut i: pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi, evaluasi.

Proses Asuhan Keperawatan terdiri dari beberapa tahap :

2.2.1   Pengkajian

Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan .

Data yang dikumpulkan meliputi :

a. Identitas

1)      Identitas klien

            meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,

tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua

data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.

2)      Identitas penanggung jawab

identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan dan jadi penanggung

jawab klien selama perawatan, data yang terkumpul meliputi nama, umur,

pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.

b.      Riwayat Kesehatan

1)      Keluhan utama

merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien saat pengkajian.

Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah nyeri abdomen pada kuadran

kanan atas.

2)      Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode PQRST, paliatif

atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan klien, quality atau kualitas (Q) yaitu

bagaimana nyeri/gatal dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar

kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat mengurangi nyeri/gatal

atau klien merasa nyaman dan Time (T) yaitu sejak kapan klien merasakan

nyeri/gatal tersebut.

3)      Riwayat kesehatan yang lalu

Page 13: kolelitiasis 2

Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau pernah di riwayat

sebelumnya.

4)      Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita penyakit kolelitiasis

c.  Pemeriksaan fisik

1)      Keadaan Umum

a.       Penampilan Umum

Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien

b.      Kesadaran

Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan klien.

c.       Tanda-tanda Vital

Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi (TPRS)

2)      Sistem endokrin

         Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya pada

penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh tangan karena terjadi

pembengkakan pada kandung empedu.

d.      Pola aktivitas

1)      Nutrisi

Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan

2)      Aktivitas

Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas dan anjuran bedrest

3)      Aspek Psikologis

Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana hati

4)      Aspek penunjang

1)      Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin,amylase serum meningkat) 

2)      Obat-obatan satu terapi sesuai dengan anjuran dokter.

2.2.2        Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan (Doenges, 2001)

Page 14: kolelitiasis 2

1.      Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis: obstruksi/spasme duktus, proses

inflamasi, iskemia jaringan/nekrosis.

Intervensi Rasional

1.   Observasi dan catat lokasi, beratnya

(skala 0-10) dan karakter nyeri

(menetap, hilang timbul, kolik).

2.   Dorong menggunakan teknik relaksasi,

contoh bimbingan imajinasi, visualisasi,

latihan napas dalam.

3.   Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien

melakukan posisi yang nyaman.

Kolaborasi

1.   Pertahankan status puasa,

masukan/pertahankan penghisapan NG

sesuai indikasi.

2.   Berikan obat sesuai indikasi;

antikolinergik.

1.   Membantu membedakan penyebab

nyeri dan memberikan informasi

tentang kemajuan/perbaikan penyakit,

terjadinya komplikasi, dan keefektifan

intervensi.

2.   Meningkatkan istirahat, memusatkan

kembali perhatian, dapat meningkatkan

koping.

3.   Tirah baring pada posisi fowler rendah

menurunkan tekanan intraabdomen.

Kolaborasi

1.   Membuang secret gaster yang

merangsang pengeluaran kolesistokinin

dan kontraksi kandung empedu.

2.   Menghilangkan reflex

spasme/kontraksi otot halus dan

membantu dalam manajemen nyeri.

2.      Kekurangan volume cairan, risiko tinggi terhadap berhubungan dengan muntah,

distensi, dan  hipermortilitas gaster.

Page 15: kolelitiasis 2

Intervensi                 Rasional

1.   Pertahankan masukan dan haluaran

akurat, perhatikan haluaran kurang dari

masukan, peningkatan berat jenis urine.

Kaji membrane mukosa/kulit, nadi

perifer, dan pengisian kapiler.

2.   Awasi tanda/gejala

peningkatan/berlanjutnya mual/muntah,

kram abdomen, kelemahan, kejang,

kejang ringan, kecepatan jantung tak

teratur, parestesia, hipoaktif atau tak

adanya bising usus, depresi pernapasan.

Kolaborasi

1.   Pertahankan pasien puasa sesuai

keperluan.

2.   Berikan antimetik.

3.   Berikan cairan IV, elektrolit, dan

vitamin K.

1.   Memberikan informasi tentang status

cairan/volume sirkulasi dan kebutuhan

penggantian.

2.   Muntah berkepanjangn, aspirasi gaster,

dan pembatasan pemasukan oral dapat

menimbulkan deficit natrium, kalium

dan klorida.

Kolaborasi

1.   Menurunkan sekresi dan motilitas

gaster.

2.   Menurunkan mual dan mencegah

muntah.

3.   Mempertahankan volume sirkulasi dan

memperbaiki ketidakseimbangan.

3. Nutrisi, perubahan: kurang dari kebutuhan tubuh, risiko tinggi terhadap berhubungan

dengan memaksa diri atau pembatasan berat badan sesuai aturan; mual/muntah,

Intervensi Rasional

1.   Kaji distensi abdomen, sering bertahak,

berhati-hati, menolak bergerak.

1.  Tanda non-verbal ketidaknyamanan

berhubungan dengan gangguan

Page 16: kolelitiasis 2

2.   Perkirakan/hitung pemasukan kalori

juga komentar tentang napsu makan

sampai minimal.

3.   Berikan suasana menyenangkan pada

saat makan, hilangkan rangsangan

berbau.

Kolaborasi

1.   Konsul dengan ahli diet/tim pendukung

nutrisi sesuai indikasi.

2.   Tambahkan diet sesuai toleransi,

biasanya rendah lemak, tinggi serat,

batasi makanan penghasil gas dan

makanan/makanan tinggi lemak.

pencernaan, nyeri gas.

2.  Mengidentifikasi

kekurangan/kebutuhan nutrisi. Berfokus

pada masalah membuat suasana

negative dan mempengaruhi masukan.

3.  Untuk meningkatkan napsu

makan/menurunkan mual.

Kolaborasi

1.   Berguna dalam membuat kebutuhan

nutrisi individual melalui rute yang

paling tepat.

2.   Memenuhi kebutuhan nutrisi dan

meminimalkan rangsangan pada

kandungan empedu.

Page 17: kolelitiasis 2

2.2.3        Perencanaan

Perencanaan merupakan akatifitas berorientasi tujuan dan sistemik dimana

rancangan intervensi keperawatan dituangkan dalam rencana keperawatan.

2.2.4        Implementasi

Implementasi adalah fase ketika perawat melakukan proses asuhan

keperawatan yang sesuai dengan tujuan yang spesifik

Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang spesifik .

2.2.5        Evaluasi

Perawat dapat melakukan evaluasi terhadap respon klien dari tindakan

keperawatan yang dilaksanakan pada klien untuk mendapatkan kasus sebagai data

dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang dilaksanakan pada klien untuk

mendapatkan kasus sebagai data dalam melaksanakan asuhan keperawatan yang

berkesinambungan.

Evaluasi adalah proses yang terus menerus karena setiap intervensi dikaji

efektivitasnya dan intervensi alternative digunakan sesuai kebutuhan. Evaluasi adalah

tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan

seberapa jauh diagnosa keperawatan, recana tindakan dan pelaksanaannya sudah

berhasil dicapai.

Evaluasi adalah fase akhir proses keperawatan. Evaluasi dapat dilakukan

dengan menggunakan pendekatan SOAP sebagai pola pikirnya.

S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang

      telah dilaksanakan

O : Respon Objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang

      telah dilaksanakan

Page 18: kolelitiasis 2

A : analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk

      menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul

      masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah

      yang ada.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa respon

     klien