Download - Kinetika Reaksi Kimia

Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering melihat reaksi-reaksi kimia dengan kecepatan yang berbeda-beda. Ada reaksi yang berlangsung sangat cepat seperti petasan yang meledak, ada juga reaksi yang berlangsung sangat lambat seperti pengkaratan besi. Dalam ilmu kimia banyak perubahan-perubahan yang terjadi dalam suatu reaksi yang selanjutnya ditelaah dengan ilmu-ilmu yang mengkaji lebih lanjut dan spesifik mengenai perubahan tersebut. Misalnya termodinamika yang membahas tentang arah reaksi kespontanan. Tetapi dengan termodinamika hanya dibahas mengenai perubahan energi dalam suatu reaksi sehingga waktu dan kecepatan atau laju suatu reaksi tidak diketahui.

Kinetika reaksi menggambarkan suatu pelajaran secara kuantitatif tentang perubahan-perubahan kadar terhadap waktu oleh reaksi kimia. Kecepatan reaksi di tentukan oleh kecepatan terbentuknya zat hasil, dan kecepatan pengurangan reaktan. Tetapan kecepatan (K) adalah vaktor pembanding yang menunjukkan hubungan anntara kecepatan reaksi dengan konsentrasi reaktan.

Pada percobaan ini, kita akan melakukan dua macam peercobaan yaitu mengamati pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi dan pengaruh suhu terhadap laju reaksi. Informasi kinetika di gunakan untuk meramalkan secara rinci mekanisme suatu reaksi yaitu langkah-langkah yang ditempuh pereaksi untuk menetukan hasil reaksi tertentu sesuai yang diinginkan. Disamping itu kinetika juga memberikan informasi untuk mengendalikan laju reaksi. Informasi semacam itu sangat berguna bagi para ahli sintesis senyawa kimia, sehingga hasil sintesanya memuaskan.

B. Tujuan Percobaan

Tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mempelajari kinetika reaksi kimia dan menetukan waktu kadaluwarsa obat.

C. Manfaat Percobaan

Manfaat dari praktikum ini yaitu agar mahasiswa dapat memahami tentang kinetika reaksi kimia dan menetukan waktu kadaluwarsa obat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Kinetika kimia merupakan pengkajian laju dan mekanisme reaksi. Laju atau kecepatan reaksi adalah perubahan konsentrasi reaktan atau produk dalam suatu satuan waktu. Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai laju berkurangnya konsetrasi reaktan, atau laju bertambahnya konsentrasi suatu produk. Pada dasarnya reaksi terjadi karena adanya kemampuan unsur-unsurnya untuk membentuk ikatan baru karena adanya pemutusan ikatan pada reaktan, terjadi pembentukan zat yang sifatnya baru dan terjadi perubahan sifat awal terhadap reaksi tersebut. Laju reaksi pada suatu reaksi kimia dipengaruhi tekanan, suhu, dan keberadaan katalis. Kita dapat mengoptimumkan laju reaksi dengan pemilihan kondisi reaksi yang tepat (Handoko, 2006).

Agar konstanta laju reaksi atau kecepatan penguraian berguna pada formulasi sediaan farmasi, perlu dinilai ketergantungan reaksinya pada suhu. Energi aktivasi menyatakan jumlah energi yang harus diterima oleh molekul-molekul yang bereaksi untuk dapat bereaksi. Makin tinggi panas aktivasi, makin besar ketergantungan stabilitas terhadap suhu. Energi aktivasi beberapa senyawa obat menunjukkan ketergantungan terhadap pH (Minarsih, 2011).

Besar kecilnya suhu berpengaruh pada nilai konstanta kecepatan reaksi dan koefisien transfer massa yang mengikuti persamaan Arrhenius. Jika suhu dinaikkan, nilai konstanta kecepata reaksi maupun koefisien transfer massa akan bertambah besar. Pada kondisi atmosferik, bila suhu dinaikkan sebesar 10 oC mengakibatkan kenaikan harga konstanta kecepatan reaksi dua kali lipat atau lebih, maka umunya reaksi mengontrol dan berlaku regim dinamik (Fadli, 2003).

Dalam perancangan reaktor-reaktor kimia perlu diketahui atau dicari datanya dengan penelitian kinetika reaksi, yaitu mengenai suhu reaksi, tekanan operasi, rate aliran, dan waktu reaksi. Selain waktu reaksi dan rate aliran yang saling terkait, dapat pula ditambahkan, yaitu waktu pengisian reaktor, waktu pengosongan, waktu pendinginan, dan waktu pemanasan. Karena data tersebut sangat diperlukan dalam perancangan reaktor kimia, maka hal tersebut yang melatar belakangi mengapa suatu penelitian kinetika reaksi dilaksanakan (Edahwati, 2007).

Reaksi atau transformasi terjadi dari kondisi dengan energi bebas tinggi ke energi rendah. Sebagai contoh, biji besi mempunyai energi bebas rendah dan cenderung stabil. Pada proses ekstraksi besi dipisahkan dari oksigen dan proses ini memerlukan energi sehingga energi bebas besi menjadi tinggi. Besi dengan kondisi energi bebas tinggi cenderung berubah menjadi produk korosi yang mempunyai energi bebas rendah (Sidiq, 2013).

Pengetahuan tentang stabilitas suatu senyawa juga sangat diperlukan dalam proses manufakturing obat, terkait dengan dosis dan eksipien yang diperlukan sehingga dihasilkan produk yang efektif dan aman. Stabilitas suatu senyawa diketahui dari laju degradasinya yang ditentukan berdasarkan studi kinetika reaksi. Degradasi berlangsung melalui beberapa jalur tetapi mekanisme yang paling umum adalah hidrolisis (Diyah,dkk, 2010).

Dalam praktikum ini menggunakan bahan asetosal. Asetosal mempunyai efek terapi sebagai analgesik, antipiretik, dan antiinflamasi. Asetosal mengalami hidrolisis menajadi asam asetat dan asam salisilat. Asetosal dapat mengalami transfer asli dengan nukleofil yang lain seperti senyawa amin dan kelompok hidroksi. Dalam pH netral hidrolisis asetosal dipercepat oleh katalis intramolekuler (Anas,dkk, 2010).

B. Uraian Bahan

1. Akuades (Dirjen POM Edisi III, 1979 : 96)

Nama resmi: Aqua Destilatta

Nama lain: Air suling / aquadest

RM/BM: H2O/18,02

Pemerian: Carian jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak

mempunyai rasa.

Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik.

2. Asetosal (Dirjen POM Edisi III, 1979 : 43)

Nama resmi: Acidum Acetylsalicylicum

Nama lain: Asam asetilsalisilat, Asetosal

RM/BM: C9H8O4/180,16

Pemerian: Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih, tidak

berbau atau hampir tidak berbau, rasa asam.

Kelarutan: Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol

(95%) P, larut dalam kloroform P dan dalam eter P.

Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik.

3. Alkohol (Dirjen POM Edisi III, 1979 : 65)

Nama resmi: Aethanolum

Nama lain: Etanol, Alkohol

RM/BM: C2H6O

Pemerian: Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah

bergerak, bau khas, rasa panas. Mudah terbakar dengan

memberikan nyala biru yang tidak berasap.

Kelarutan: Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan

dalam eter P.

Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya,

ditempat sejuk, jauh dari nyala api.

4. Besi (III) klorida ( Dirjen POM Edisi III, 1979 : 659)

Nama resmi: Ferri Chlorida

Nama lain: Besi (III) klorida

RM/BM: FeCl3 / 162,5

Pemerian: Hablur atau serbuk hablur, hitam kehijauan, bebas warna

jingga dari garam hidrat yang telah terpengaruh oleh

kelembaban.

Kelarutan: Larut dalam air, larutan beropalesensi berwarna jingga.

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

A. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah gelas kimia, batang pengaduk, pipet ukur, labu takar, kufet, elektromantel, timbangan analitik, spektrofotometer, statif, klem, termometer, dan tabung reaksi.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu akuades, besi (III) klorida (FeCl3), asetosal (C9H8O4) dan alkohol (C2H6O).

3. Prosedur Kerja

1.) Pembuatan larutan baku

Pertama-tama disiapkan alat dan bahan, selanjutnya asetosal ditimbang sebanyak 2,5 g dan dimasukkan ke dalam gelas kimia 100 ml kemudian ditambahkan 30 ml alkohol. Setelah itu, dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml dan diencerkan dengan penambahan akuades hingga tanda tera dan dikocok hingga homogen. Larutan baku yang telah dibuat dipipet 10 ml ke dalam labu takar 250 ml untuk 200 ppm dan diencerkan kembali dengan akuades hingga tanda tera kemudian dikocok hingga homogen. Dilakukan perlakuan yang sama untuk 400 ppm, 600 ppm dan 800 ppm. Untuk 400 ppm dipipet larutan baku sebanyak 20 ml, untuk 600 ppm dipipet larutan baku sebanyak 30 ml dan untuk 800 ppm dipipet larutan baku sebanyak 40 ml sedangkan untuk 1000 ppm tidak diencerkan lagi.

2.) Pembuatan larutan yang akan dipanaskan

Pertama-tama larutan asetosal dipipet 5 ml dan dimasukkan ke dalam 10 tabung reaksi serta ditambahkan 1 tetes FeCl3. Selanjutnya 5 tabung reaksi dipanaskan pada suhu 40 oC dan 5 tabung reaksi lainnya dipanaskan pada suhu 70 oC. Kemudian tabung reaksi tersebut diangkat setiap 5 menit untuk satu tabung reaksi hingga 25 menit untuk kelima tabung reaksi dan didinginkan dengan air es. Setelah itu, diukur masing-masing absorbansinya.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Pembuatan larutan baku dengan berbagai konsentrasi 200-1000 ppm

a. Tabel pengamatan larutan baku asetosal

No

Konsentrasi (ppm)

Absorbansi

1.

200

0.06

2.

400

0.23

3.

600

0.54

4.

800

0.79

5.

1000

1.00

b. Kurva baku asetosal

2. Penentuan Konsentrasi Asetosal dalam Sampel

a. Tabel pengamatan pada pemanasan 40 oC dan 70 oC

No

Suhu (oC)

Waktu (menit)

Hasil (absorbansi)

1

40

5

0.83

2

40

10

0.72

3

40

15

0.69

4

40

20

0.59

5

40

25

0.42

6

70

5

0.38

7

70

10

0.36

8

70

15

0.41

9

70

20

0.20

10

70

25

0.10

b. Perhitungan

Dimasukkan absorbansinya dengan persamaan y = 0.001x - 0.208 jika pada suhu 40 oC dengan absorbansi = y dan konsentrasi = x

(5 menit)0.83 = 0.001x - 0.208

0.001x = 0.83 + 0.208

x = 1038 ppm

(10 menit)0.72 = 0.001x - 0.208

0.001x = 0.72 + 0.208

x = 928 ppm

(15 menit)0.69 = 0.001x - 0.208

0.001x = 0.69 + 0.208

x = 898 ppm

(20 menit)0.59 = 0.001x - 0.208

0.001x = 0.59 + 0.208

x = 798 ppm

(10 menit)0.42 = 0.001x - 0.208

0.001x = 0.42 + 0.208

x = 628 ppm

Jika pada suhu 70 oC dengan absorbansi = Y dan konsentrasi = X

(5 menit)0.38 = 0.001x - 0.208

0.001x = 0.38 + 0.208

x = 588 ppm

(10 menit)0.36 = 0.001x - 0.208

0.001x = 0.36 + 0.208

x = 568 ppm

(15 menit)0.41 = 0.001x - 0.208

0.001x = 0.41 + 0.208

x = 618 ppm

(20 menit)0.20 = 0.001x - 0.208

0.001x = 0.20 + 0.208

x = 408 ppm

(10 menit)0.10 = 0.001x - 0.208

0.001x = 0.10 + 0.208

x = 308 ppm

c. Tabel Konsentrasi asetosal

No

Suhu (oC)

Waktu (menit)

Hasil (absorbansi)

Konsentrasi/ C (ppm)

C0 - X

Log C

1

40

5

0.83

1038

- 38

1.57

2

40

10

0.72

928

72

1.85

3

40

15

0.69

898

102

2.00

4

40

20

0.59

798

202

2.30

5

40

25

0.42

628

372

2.57

6

70

5

0.38

588

412

2.61

7

70

10

0.36

568

432

2.63

8

70

15

0.41

618

382

2.58

9

70

20

0.20

408

592

2.77

10

70

25

0.10

308

692

2.84

3. Penentuan Orde Reaksi

a. Kurva konsentrasi terhadap waktu orde nol

b. Kurva Log C terhadap waktu (orde 1)

B. Pembahasan

Praktikum kinetika reaksi ini bertujuan untuk menjelaskan kinetika suatu reaksi kimia dan menentukan waktu kadaluwarsa obat. Kinetika reaksi kimia merupakan bidang ilmu yang mempelajari laju reaksi kimia serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.Reaksi kimia adalah proses perubahan zat pereaksi menjadi produk. Seiring dengan bertambahnya waktu reaksi, maka jumlah zat peraksi semakin sedikit, sedangkan produk semakin banyak. Laju reaksi dinyatakan sebagai laju berkurangnya pereaksi atau laju terbentuknya produk. Faktor-faktor yang mempercepat kadaluwarsa obat meliputi faktor internal yaitu proses peruraian obat itu sendiri dan karena faktor eksternal yaitu oksigen, temperatur, cahaya dan kelembapan.

Orde reaksi berkaitan dengan pangkat dalam hukum laju reaksi, reaksi yang berlangsung dengan konstan, tidak bergantung pada konsentrasi pereaksi disebut orde reaksi nol. Reaksi orde pertama lebih sering menampakkan konsentrasi tunggal dalam hukum laju, dan konsentrasi tersebut berpangkat satu. Rumusan yang paling umum dari hukum laju reaksi orde dua adalah konsentrasi tunggal berpangkat dua atau dua konsentrasi masing-masing berpangkat satu. Salah satu metode penentuan orde reaksi memerlukan pengukuran laju reaksi awal dari sederet percobaan. Metode kedua membutuhkan pemetaan yang tepat dari fungsi konsentrasi pereaksi terhadap waktu. Untuk mendapatkan grafik garis lurus.

Laju menyatakan seberapa cepat atau seberapa lambat suatu proses berlangsung. Laju juga menyatakan besarnya perubahan yang terjadi dalam satu satuan waktu. Satuan waktu dapat berupa detik, menit, jam, hari atau tahun. Perubahan konsentrasi mula-mula dijadikan acuan untuk mengetahui kecepatan dekomposisi obat atau waktu paruh obat, yang dinyatakan dengan tetapan laju reaksi (k). Waktu paruh obat merupakan waktu yang dibutuhkan obat untuk terurai menjadi setengahnya. Waktu paruh obat berguna untuk mengetahui seberapa lama suatu sediaan itu stabil.

Pada praktikum ini kami menggunakan senyawa asetosal. Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin merupakan salah satu senyawa yang secara luas digunakan, aspirin digunakan sebagai obat analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan.

Dosis aspirin 80 mg per hari (dosis tunggal dan rendah) dapat menghasilkan efek antiplatelet (penghambat agregasi trombosit). Secara normal, trombosit tersebar dalam darah dalam bentuk tidak aktif, tetapi menjadi aktif karena berbagai rangsangan. Membran luar trombosit mengandung berbagai reseptor yang berfungsi sebagai sensor peka atas sinyal-sinyal fisiologik yang ada dalam plasma. Efek antiplatelet aspirin adalah dengan menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) dari asam arakidonat dalam trombosit oleh adanya proses asetilasi irreversibel dan inhibisi siklooksigenase, suatu enzim penting dalam sintesis prostaglandin dan tromboksan A2.

Aspirin diabsorpsi dengan cepat dan praktis lengkap terutama di bagian pertama duodenum. Namun, karena bersifat asam sebagian zat diserap pula di lambung. Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama dalam hati.

Pada dosis biasa, efek samping utama aspirin adalah gangguan pada lambung. Aspirin adalah suatu asam dengan harga pKa 3,5 sehingga pada pH lambung tidak terlarut sempurna dan partikel aspirin dapat berkontak langsung dengan mukosa lambung. Akibatnya mudah merusak sel mukosa lambung bahkan sampai timbul perdarahan pada lambung. Gejala yang timbul akibat perusakan sel mukosa lambung oleh pemberian aspirin adalah nyeri epigastrum, indigest rasa seperti terbakar, mual dan muntah. Oleh karena itu sangat dianjurkan aspirin diberi bersama makanan dan cairan volume besar untuk mengurangi gangguan saluran cerna.

Perlakuan pertama yang dilakukan pada percobaan ini adalah dengan memasukkan larutan asetosal yang telah diencerkan dengan akuades dan alkohol kedalam 10 buah tabung reaksi masing-masing sebanyak 5 ml. Tujuan dari penambahan akuades supaya asetosal terdegradasi menjadi asam salisilat dan untuk penambahan alkohol yakni untuk menghambat reaksi degradasi yang terjadi secara terus-menerus. Selanjutnya, tabung reaksi tersebut dimasukkan pada gelas kimia yang sedang dipanaskan diatas elektromantel. Dilakukan pemanasan karena pada percobaan ini menggunakan metode mempercepat reaksi suatu obat dengan memanaskannya pada temperatur yang lebih tinggi. Dengan metode ini kita dapat mempercepat terurainya molekul atau senyawa-senyawa dalam obat dengan pemanasan. Adapun alasan digunakan metode ini karena metode ini cukup mudah dilakukan dengan hasil yang akurat. Pada percobaan ini suhu yang digunakan untuk memanaskan larutan yaitu 40 oC dan 70 oC.

Tabung reaksi dipanaskan selama 5,10,15,20, dan 25 menit lalu dikeluarkan dari gelas kimia tetapi sebelunya tetapi sebelum dipanaskan tabung diteteskan dengan larutan FeCl3 dalam asam nitrat sebanyak dua tetes. Adapun tujuan ditetesi larutan FeCl3 adalah agar terbentuk kompleks antara Fe3+ dengan asam salisilat sehingga terjadi perubahan warna dari bening menjadi keunguan yang tidak terlalu pekat. Kemudian didinginkan dengan air es. Air es ini berfungsi untuk menghentikan kecepatan pemisahan yang terjadi pada saat asetosal dipanaskan.

Dalam percobaan larutan asam salisilat berubah warna menjadi ungu. Perubahan warna tersebut dipengaruhi oleh terbentuknya senyawa kompleks karena terikatnya atom Fe pada atom O pada salah satu gugus pada asam salisilat secara kordinasi, sehingga membentuk senyawa kompleks dimana atom F sebagai atom pusat yang menerima pasangan elektron bebas dari atom O sebagai ligannya. Perubahan warna tersebut diperlukan agar larutan asam salisilat dapat diukur nilai serapan atau absorbansinya pada alat spektrofotometer. Secara sederhana, prinsip kerja spektrofotometer ialah dengan memancarkan sinar tampak yang kemudian melewati suatu larutan dan diserap oleh larutan yang dilewati sehingga serapannya tersebut yang dikatakan sebagai absorbansi.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin lama suatu larutan dipanaskan, maka semakin rendah nilai absorbansi atau konsentrasinya, dan semakin rendah konsentrasi suatu larutan, maka laju reaksinya juga semakin rendah.

B. Saran

Saran dari praktikum ini yaitu mahasiswa dapat lebih memahami kinetika reaksi dalam pelaksanaan praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Anas, Y., Pantilata, I dan Suwaldi, 2010, Pengaruh Penambahan Sukrosa Terhadap Stabilitas Asetosal dalam Dapar Fosfat, Jurnal Purifikasi, Vol. 5 : 10-15.

Diyah, N.W., Susilowati, R dan Hardjono, S, 2010, Kinetika Degradasi Turunan Asam Benzoilsalisilat dalam Suasana Basa, Majalah Farmasi Airlangga, Vol. 8(2).

Edahwati, L, 2007, Kinetika Reaksi Pembuatan NaOH dari Soda Ash dan Ca(OH)2, Jurnal Penelitian Ilmu Teknik, Vol. 7(2) : 55-63.

Fadli, A., Supranto dan Sumardi, 2003, Model Kinetika Reaksi Destruksi Mineral Ilmenit pada Sintesa Titanium Dioksidasi (TiO2) dengan Asam Sulfat, Jurnal Natur Indonesia, Vol. 6(1) : 34-38.

Handoko, D.S.P, 2006, Kinetika Hidrolisis Maltosa Pada Variasi Suhu dan Jenis Asam Sebagai Katalis, Jurna Sigma, Vol. 9(1) : 9-17.

Minarsih, T, 2011, Penentuan Energi Aktivasi Amlodipin Besilat Pada pH 1,6 dan 10 dengan Metode Kromotografi Cair Kinerja Tinggi, Jurnal Pharmacy, Vol. 6(1).

Sidiq, M.F, 2013, Analisa Korosi dan Pengendaliannya, Jurnal Foundry, Vol. 3(1).

Kurva Baku

Konsentrasi 510152025588568618408308

Kurva pemanasan asetosal 40 oC

Konsentrasi 510152025588568618408308

Kurva pemanasan asetosal 70 oC

Konsentrasi 510152025588568618408308

Kurva Log C Asetosal 40 oC

Konsentrasi 5101520252.612.632.582.772.84

Kurva Log C Asetosal 70 oC

Konsentrasi 5101520252.612.632.582.772.84