Download - Kinetika Jonathan Huberto Harjono 12.70.0082_D5

Transcript

26

KINETIKA CUKA APEL

laporan resmi praktikum

TEKNOLOGI FERMENTASIDisusun oleh:

Nama : Jonathan Huberto HarjonoNIM : 12.70.0082Kelompok D5

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG2015

1. HASIL PENGAMATANHasil pengamatan dari kinetika fermentasi sari apel malang untuk memproduksi minuman cuka yang mengalami inkubasi selama 96 jam (N96) ditunjukkan oleh Tabel 1.Tabel 1. Kinetika Fermentasi Kinetika Fermentasi Cider Apel dalam Produksi Minuman Vinegar yang Diinkubasi Selama 96 jam (N96)

KelPerlakuanWaktu MO tiap petakRata-rata / MO tiap petakRata-rata / MO tiap ccODpHTotal Asam

(mg/ml)

1234

D1250 ml sari apel + 30 ml kultur yeast S. cereviceaeN0881358,53,4 x 1070,16763,2513,248

N242231691121961757,0 x 1080,74163,2213,248

N484352583847,751,91 x 1080,85073,2214,208

N723010812652803,2 x 1081,33753,3316,704

N968010011011095,253,81 x 1080,81993,3413,824

D2250 ml sari apel + 30 ml kultur yeast S. cereviceaeN0104648,53,4 x 1070,17543,2412,864

N247752825967,52,7 x 1080,63553,1313,440

N48651007611087,753,51 x 1080,79813,4614,016

N7293114103105103,754,15 x 1080,99433,2416,320

N965590975273,52,94 x 1080,70903,3414,784

D3250 ml sari apel + 30 ml kultur yeast S. cereviceaeN037696,252,5 x 1070,16973,2312,672

N241931223326,251,05 x 1080,80413,1913,248

N483640127101763,04 x 1080,86653,2813,440

N7214586109141120,254,81 x 1080,77283,2616,512

N9689222520391,56 x 1081,77683,3714,400

D4250 ml sari apel + 30 ml kultur yeast S. cereviceaeN076375,752,3 x 1070,17053,2713,056

N2421271113187,2 x 1080,78113,2013,440

N484255666657,252,29 x 1080,77723,2614,400

N7211696103100103,754,15 x 1080,72523,2415,760

N964457565653,252,13 x 1080,63533.3413,440

D5250 ml sari apel + 30 ml kultur yeast S. cereviceaeN055745,252,1 x 1070,17543,2212,864

N248488766377,753,11 x 1080,61083,2113,440

N4872846975753 x 1081,08263,3014,400

N726589687574,252,97 x 1081,20073,3116,320

N9672584755582,32 x 1080,92833,3414,208

Tabel 1, menunjukkan kinetika dari pembuatan cuka apel dengan bahan dasar yaitu sari apel yang ditambah dengan kultur mikroba. Kultur yang digunakan adalah bakteri Saccharomyces cereviceae. Beberapa parameter uji yang dilakukan adalah pengukuran jumlah mikroorganisme tiap petak, rata-rata mikroorganisme tiap petak, rata-rata mikroorganisme tiap ml cuka,nilai Optical Density (OD), nilai pH, dan total asam. Pengujian berlangsung selama 5 hari. Pengujian hari pertama disebut N0pengujian hari kedua disebut N24, pengujian hari ketiga disebut N48, pengujian hari keempat disebut N72, dan pengujian hari kelima disebut dengan N96. Banyaknya mikroorganisme tiap petak menunjukkan bahwa tidak ada pola yang jelas mengenai hubungan hari dengan banyaknya MO. Dengan menggunakan bahan dasar dan jenis kultur yang sama, hasil pengukuran dari setiap parameter dan pada hari yang sama tidak menunjukkan hasil yang sama. Jika ditinjau dari hasil dari satu parameter ke parameter yang lain maka, dapat terlihat bahwa pada hari ke 1 (N0) jumlah mikroba tiap ml memiliki nilai yang paling kecil dibandingkan pada hari yang lain. Untuk jumlah rata-rata jumlah mikroba per ml yang paling tinggi ada pada hari ketiga dan keempat. Nilai Optical Density tidak memiliki hubungan antara jumlah mikroba yang terkandung dalam cuka apel. Total asam yang terkandung dalam cuka apel dari kelima kelompok paling tinggi berkisar antara 13 mg/ml sampai 17 mg/ml. pH yang dimiliki oleh cuka apel tidak memiliki perubahan yang yang signifikan yaitu 3,20-3,40 Grafik yang menyatakan hubungan antara jumlah mikroorganisme (total biomassa) dengan waktu tumbuh ditunjukkan oleh Gambar 1.

Gambar 1. Hubungan Jumlah Mikroorganisme (total biomassa) dan WaktuGambar 1, menunjukkan hubungan antara jumlah mikroorganisme tiap ml sampel dengan waktu pertumbuhan. Dari kelima kelompok tidak menunjukkan adanya perubahan yang konstan seiring dengan pertambahan waktu. Dari grafik yang sudah ditampilkan menunjukkan bahwa titik tertinggi jumlah mikroba pada kelompok D1, D4, dan D5 ada pada waktu pertumbuhan hari ke 2 (N24) sedangkan pada kelompok D3 yang paling menunjukkan pola pertumbuhan dari mikroba yang memasuki fase lag, log, dan stationer, lalu fase kematian. Untuk kelompok D2 menunjukkan peningkatan yang hampir sama dengan kelompok D3 namun kenaikan paling tinggi ada pada waktu pertumbuhan ke 4 yaitu N72. Pada akhir waktu pengamatan, hanya kelompok D1 dan D5 yang mengalami peningkatan jumlah mikroba per cc sampel dibandingkan dengan kelompok D2,D3, dan D4 yang mengalami penurunan jumlah mikroba per cc sampel. Grafik hubungan antara konsentrasi sel biomasa (OD) dengan waktu pertumbuhan ditunjukkan oleh Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan Konsentrasi Sel Biomassa (OD) dan WaktuPada grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 2, menunjukkan hubungan antara konsentrasi sel / Optical Density dengan waktu pertumbuhan. Terlihat bahwa grafik yang dimiliki oleh setiap kelompok memiliki nilai yang fluktuatif. Dari grafik menunjukkan bahwa pada akhir hasil pengamatan kelompok D3 memiliki OD yang paling tinggi dibanding yang lain bila dibandingkan pada waktu yang sama. Pada waktu dimulainya pengamatan nilai OD paling tinggi adalah pada kelompok D3 dan yang paling rendah adalah kelompok D5. Kelompok D1 dan D2 dan D5, terus mengalami kenaikan nilai OD sampai pada hari ke 5 (N96) mengalami penurunan. Kelompok D3 mengalami kenaikan dan penurunan. Sedangkan pada kelompok D4 kenaikan hanya terjadi pada penyimpanan hari kedua (N24) sedangkan pada hari selanjutnya terjadi penurunan yang terus menerus. Grafik hubungan antara jumlah mikroorganisme (total biomassa) dengan konsentrasi sel biomassa (OD) dapat ditunjukkan oleh Gambar 3.

Gambar 3. Hubungan Jumlah Mikroorganisme (total biomassa) dan Konsentrasi Sel Biomassa (OD)Gambar 3 menunjukkan hubungan antara jumlah sel dengan konsentrasi biomassa yang ditunjukkan dengan OD. Hubungan tersebut terjadi pada besaran wilayah 107-108 dan terjadi pada OD antara 0,1676 1,7768. Hubungan antara jumlah mikroorganisme (total biomassa) menunjukkan hubungan yang normal kecuali kelompok D1 yang terlihat dari penyimpangan yang terjadi. Garis antar kelompok yang lain tidak menunjukkan penyimpangan. Grafik hubungan antara jumlah mikroorganisme (total biomassa) dengan pH ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 4. Hubungan Jumlah Mikroorganisme (total biomassa) dan pHGambar 4 menunjukkan grafik hubungan antara jumlah mikroorganisme dan pH dari substrat yang digunakan yang diamati selama 5 hari dari pertama (N0) sampai pada hari kelima (N96). Rentang pH yang terlihat dari grafik adalah berkisar antara 3,13-3,45. Gambar 4 menunjukkan bahwa tidak terdapat suatu hubungan yang jelas antara peningkatan pH dan jumlah sel. Perkembangan jumlah mikroorganisme menunjukkan hasil yang fluktuatif. Untuk kelompok D2 menunjukkan hasil yang paling menyimpang dibandingkan kelompok-kelompok yang lain. Rentang hubungan antara pH dengan jumlah sel yang paling kecil ada pada kelompok D5. Untuk kelompok D1 pertumbuhan yeast terjadi pada rentang pH 3,22-3,34, untuk kelompok D2 pertumbuhan yeast terjadi rentang pH 3,13-3,46, untuk kelompok D3 pertumbuhan yeast terjadi pada rentang pH 3,19-3,37 sedangkan pada kelompok D4 pertumbuhan yeast terjadi pada rentang pH 3,20-3,27, dan kelompok D5 pertumbuhan yeast terjadi pada rentang pH antara 3,21-3,34. Grafik hubungan antara jumlah mikroorganisme (total biomassa) dengan total asam ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Hubungan Jumlah Mikroorganisme (total biomassa) dan Total Asam

Gambar 5, merupakan grafik yang menunjukkan hubungan antara total kandungan asam yang ada di dalam substrat dibandingkan dengan jumlah yeast yang ada di dalam substrat. Pada setiap kelompok menunjukkan total asam yang terdapat dalam substrat berkisar antara 13-17mg/ml. Perbedaan yang sangat nyata ditunjukkan oleh pengamatan yang dilakukan oleh kelompok D1 yang menunjukkan perbedaan jumlah asam pada N0 dan N24. Perbedaan ini menunjukkan hasil total asam yang paling tinggi dibandingkan dengan hari yang lain dan pada kelompok yang lain.2. PEMBAHASAN

Praktikum fermentasi ketika membuat minuman cuka (vinegar) merupakan topik yang dibahas pada praktikum ini. Praktikum ini menggunakan sari buah apel malang yang diolah dengan menggunakan juicer sebagai substrat atau media yang akan digunakan untuk pengolahan cuka apel. Apel yang digunakan pada praktikum ini seragam dari kelompok D1-D5 yaitu menggunakan jenis apel malang. Dijelaskan oleh Nazzarudin&Fauziah (1996) menjelaskan bahwa jenis apel malang lebih dikenal oleh dunia internasional sebagai apel Rhome Beauty. Ciri fisik dari jenis apel malang adalah kulit buah yang berwarna hijau muda sampai semburat merah, namun tidak merata di seluruh bagian. Paparan sinar matahari pada apel malang secara kontinyu akan membuat warna apel menjadi merah namun tidak semua bagian akan berwarna merah. Sisis buah apel yang tidak pernah terkena paparan sinar matahari akan memiliki warna yang hijau seperti warna dominan pada apel malang atau Rhome Beauty. Ciri lain yang dimiliki oleh apel malang adalah kulitnya yang tebal dan kasar dan memiliki berat kurang lebih 250-300 gram. Untuk ciri dari daging buah yang dimiliki oleh apel malang, tekstur dari daging buah apel adalah keras, manis namun ada rasa sedikit asam, dan kandungan air dalam daging buah yang cukup tinggi. Contoh dari apel malang yang dibuat cuka apel pada praktikum ini ditunjukkan oleh Gambar 6.

Gambar 6. Apel Malang sebagai Bahan Dasar Pembuatan Cuka Apel

(sumber: http://www.organicnatura.com/shop/apel-malang-organic/)

Apel tidak hanya bisa dikonsumsi secara langsung namun dapat dimanfaatkan sebagai produk yang memiliki manfaat yang lebih. Salah satu penyebab dari apel harus diolah juga karena setelah buah apel dikupas dari kulitnya, buah apel akan mengalami reaksi brwoning yang akan membuat daging buah apel menjadi berwarna kecoklatan dan tidak baik untuk dikonsumsi secara langsung (Solomon,1987). Salah satu pemanfaatan yang digunakan dalam proses pengolahan apel adalah pembuatan cuka apel yang berasal dari fermentasi buah apel yang ditambah dengan yeast Saccharomyces cereviceae. Fermentasi dideskripsikan oleh Purwoko (2007) sebagai proses pembentukan energi yang berasal dari senyawa organik dengan proses transfer elektron yang berasal dari sitoplasma. Proses transfer elektron inilah yang sering disebut dengan fosforilasi oksidatif. Respirasi juga merupakan pembentukan energi yang berasal dari fosforilasi oksidatif. Fosforilasi dapat juga berlangsung pada tingkat yang lebih kecil yaitu fosforilasi tingkat substrat dan biasanya hanya berlangsung pada organisme yang disebut dengan fosforilasi tingkat subsrat. Organisme yang dapat menjalani fosforilasi tingkat substrat adalah organisme fermentatif. Syarat utama yang harus dipenuhi agar fermentasi dapat berlangsung adalah kesesuaian antara jenis mikroba dengan substrat organik yang digunakan. Jadi tidak semua mikroba dapat digunakan untuk proses fermentasi. Hanya mikroba tertentu yang dapat menjalankan suatu fermentasi dengan tepat. Ketika fermentasi sudah berlangsung pada substrat organik yang digunakan sebagai media fermentasi, maka perubahan baik fisik maupun kimia pada substrat tersebut tidak dapat terhindari. Hasil dari fermentasi juga tergantung pada beberapa faktor yaitu jenis bahan pangan yang menjadi substrat, kondisi substrat sebelum fermentasi, kondisi lingkungan yang mempengaruhi fermentasi, dan jenis mikroba (Winarno et al.,1984). Praktikum fermentasi bab kinetika ini melakukan pembuatan cuka apel yang berasal dari pengolahan apel malang yang difermentasi. Cukap apel akan mengandung alkohol hasil dari fermentasi (Winarno et al.,1984). Dijelaskan oleh Ranganna (1978) menyatakan bahwa cuka apel atau jika dikenal sebagai cider apel, merupakan jenis dari minuman yang berasal dari pengolahan buah apel dengan kandungan alkohol yang rendah dan disertai atau tidak disertai dengan penambahan gula oleh khamir. Khamir yang biasanya digunakan sebagai kultur untuk fermentasi cuka apel adalah Saccharomyces cereviceae. Alkohol yang terdapat dalam cuka apel merupakan hasil dari fermentasi di mana gula memang akan dipecah oleh mikroorganisme menjadi gas CO2 dan alkohol. Proses metabolisme selama proses fermentasi, jenis bahan pangan (substrat) dan macam mikroba yang digunakan merupakan faktor penentu dari proses fermentasi itu sendiri. Fermentasi akan berlangsung pada bahan-bahan yang memiliki kandungan atom karbon (C), nitrogen (N), dan juga oksigen (O). Praktikum ini menggunakan buah apel malang sebagai bahan baku utama dalam proses pembuatan cuka apel. Pengolahan minuman beralkohol dari apel atau yang sering disebut dengan cuka apel atau cider apel biasanya menggunakan apel namun tidak harus selalu menggunakan apel malang sebagai bahan baku produksinya. Menurut Wood (1985) definisi dari cuka apel adalah jenis minuman yang berasal dari sari buah apel yang akan difermentasikan dengan menggunakan yeast yang umumnya menggunakan yeast Saccharomyces cereviceae. Menurut jurnal yang dibuat oleh Salsabila et al. (2013) mengatakan bahwa fermentasi adalah suatu proses reaksi perubahan secara kimiawi yang disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya adalah aktivitas dari mikroorganisme yang beragam jenisnya. Proses fermentasi yang dilakukan oleh mikroorganisme pada dasarnya digunakan sebagai upaya oleh mikroorganisme untuk memperoleh energi. Substrat yang sudah difermentasi oleh mikroorganisme akan mengalami pemecahan senyawa secara kimiawi sebagai hasil akibat aktivitas mikroorganisme dalam bentuk metabolisme dan pertumbuhan mikroorganisme. Jika dibandingkan dengan jurnal yang dikarang oleh Salsabila et al. (2013) terlihat jelas bahwa proses pembuatan cuka apel yang dilakukan selama praktikum sudah sesuai dengan jurnal. Dalam jurnalnya Salsabila et al. (2013) menyatakan bahwa minuman cuka harus difermentasi dalam kondisi yang anaerob atau sering disebut dengan kondisi anaerobic fermentation. Proses fermentasi secara anaerob merupakan proses di mana fermentasi berlangsung dengan tanpa adanya paparan oksigen secara langsung. Aroma dan rasa yang biasanya keluar dari cuka apel adalah aroma alkohol di mana biasanya mikroorganisme yang berperan dalam fermentasi ini adalah Saccharmoyces cereviceae. Penggunaan yeast Saccharomyces cereviceae tidak hanya digunakan dalam pembuatan cuka apel namun sudah banyak digunakan dalam pembuatan produk lain seperti roti, bir, wine, dan masih banyak lagi (Said,1987). Yeast dijual secara komersial dalam bentuk ragi yang dijual secara langsung. Untuk membuat minuman beralkohol ini yang disebut dengan cuka apel atau cider apel, bahan baku utama yang digunaka adalah apel. Kandungan gula yang terkandung dalam apel sangat memberikan keuntungan tersendiri agar memudahkan yeast untuk berkembang karena nutrisi yang tersedia mencukupi. Apel malang yang digunakan dalam proses pembuatan cuka apel dihancurkan dengan menggunakan juicer dengan tanpa menghilangkan kulitnya, hanya dipotong menjadi potongan yang lebih kecil. Jumlah apel malang yang dibutuhkan dalam praktikum ini kurang lebih 4 kg buah segar. Setelah apel malang diolah dengan menggunakan juicer, lalu dari proses pengolahan tersebut akan diperoleh bagian cair atau yang lebih dikenal dengan filtrat atau yang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai sari buah. Sari apel merupakan substrat yang sangat berguna dalam pembuatan cuka apel. Pada praktikum yang sudah dilakukan terlihat bahwa sari atau filtrat apel yang digunakan dalam percobaan ini berjumlah 250 ml yang diperoleh dari hasil juicer. Sari buah apel harus disterilisasi terlebih dahulu untuk menghindarkan adanya kontaminasi selama proses pengambilan sari dari buah apel itu sendiri. Setelah sterilisasi dilakukan, maka substrat apel harus didinginkan sebelum kultur dimasukkan ke dalam substrat tersebut. Sari apel yang sudah didinginkan, akan diberi penambahan kultur di dalam Laminar Air Flow (LAF). Kultur yang ditambahkan ke dalam sari apel berjumlah 30 ml yeast Saccharomyces cereviceae. Pengambilan banyaknya kultur harus dilakukan dengan tepat dalam hal jumlah dengan proses pengambilan dilakukan dengan menggunakan pipet ukur yang steril. Setelah substrat dimasuki kultur yeast Saccharomyces cereviceae, akan dilakukan inkubasi secara aseptis selama 5 hari yang dilakukan pada suhu ruang. Perlakuan tambahan perlu dilakukan yaitu dengan melakukan inkubasi pada shaker. Proses inkubasi yang dilakukan dengan menggunakan tambahan shaker ditunjukkan oleh Gambar 7.

Gambar 7. Sari Buah selama Fermentasi yang Ada di ShakerPengamatan dilakukan setiap 24 jam sekali dengan pengambilan sampel berjumlah 30 ml sampel setiap ujinya. Pengambilan sampel uji juga dilakukan dengan menggunakan metode yang aseptis. Dari total 30 sampel yang diambil untuk diuji akan ada pembagian penggunaan sampel untuk masing-masing uji yang akan dilakukan. Ada 10 ml sampel yang digunakan untuk melakukan uji total asam, sedangkan 20 ml sampel sisanya digunakan dalam menguji jumlah padatan sel menggunakan haemocytometer, pengukuran pH dengan menggunakan pH meter, dan pengukuran konsentrasi sel (OD) dengan menggunakan spektrofotometer. Data hasil pengamatan akan dinyatakan dalam 5 hari pengamatan dengan perlambangan N0 menyatakan hari pertama, N24 menyatakan hari kedua, N48 menyatakan hari ketiga, N72 menyatakan hari keempat, dan N96 menyatakan hari terakhir atau hari kelima pengamatan. Setelah meninjau keseluruhan cara kerja yang dilakukan pada saat praktikum, maka dapat disimpulkan bahwa praktikum yang dilakukan dalam membuat minuman cuka apel menggunakan sistem batch hal ini terlihat dari penambahan yeast yang dilanjutkan dengan inkubasi dengan metode aseptis dan tidak terdapat penambahan baik substrat maupun kultur yang digunakan. Sistem batch dijelaskan oleh Stanburry&Whitaker (1984) sebagai suatu sistem fermentasi di mana pada saat fermentasi tidak terjadi lagi penambahan substrat maupun kultur karena penambahan kedua komponen tersebut terjadi pada sistem yang terbatas. Jika diaplikasikan pada praktikum yang sudah dilakukan maka dapat terlihat dari penambahan yeast dan substrat dilakukan satu kali pada saat sebelum fermentasi berlangsung. Dan ciri khas yang lain adalah apabila nutrient yang berasal dari substrat sudah habis, maka fermentasi akan secara otomatis akan berhenti berlangsung. Hal yang sama berlaku bagi yeast, di mana yeast juga ditambahkan hanya pada saat sebelum fermentasi secara aseptis di Laminar Air Flow. Ketika proses kerja yang dilakukan oleh yeast telah maksimal, maka aktivitas metabolisme yang dilakukan oleh yeast akan berhenti.Pada proses pembuatan cuka apel dilakukan metode sterilisasi di mana metode ini dilakukan dengan memberikan perlakuan panas terhadap substrat sehingga mikroorganisme yang tidak diharapkan akan dapat dihilangkan dan hanya mikroba yang diharapkan untuk tumbuh di substrat yang benar-benar tumbuh. Dijelaskan oleh Widodo (2003), proses sterilisasi dari suatu produk makanan biasanya dilakukan pada titik didih air yaitu 100C dalam jangka waktu tertentu, namun apabila menambahkan ke suhu yang lebih tinggi, maka jangka waktu tersebut harus disesuaikan lagi terlebih dahulu. Setelah proses sterilisasi, maka proses yang harus dijalankan adalah proses pendinginan substrat. Pendinginan substrat harus dilakukan agar substrat memiliki suhu berkisar 40-45C. Pendinginan substrat sebelum diberi kultur mikroba dijelaskan oleh Rahman (1992), bahwa sebelum menanam kultur harus dipastikan bahwa substrat yang disterilisasi harus benar-benar dingin pada suhu 40C sehingga kultur yang ditanam dalam substrat tidak mati akibat panas yang ada di dalam media.

Pemberian kultur yeast Saccharomyces cereviceae, harus berlangsung secara aseptis di dalam LAF (Laminar Air Flow). Proses ini sudah sesuai dengan teori dari Dwijoseputro (1994) yang menyatakan bahwa penggunaan proses yang aseptis pada saat pemanenan kultur memiliki tujuan untuk mengurangi resiko kontaminasi yang terjadi. Salah satu cara yang dilakukan dalam proses yang sudah dilakukan dalam proses pembuatan cuka apel dalam proses praktikum adalah penggunaan alkohol pada tangan sebelum memanen kultur secara aseptis dan proses pemanenan juga berlangsung di dalam Laminar Air Flow yang di dalamnya masih diberi bunsan yang menyala. Tujuan utama adalah untuk menghindari adanya kontaminasi yang merugikan bagi produk makanan yang dibuat dan efek negatif lain yang merugikan bagi praktikan sendiri.

Penggunaan jenis mikroorganisme yang membantu dalam proses pembuatan cuka apel adalah yeast Saccharomyces cereviceae. Dijelaskan oleh Rehm&Reed (1983) bahwa suhu optimum untuk yeast Saccharomyces cereviceae untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik adalah pada tingkatan suhu 28-32C. Proses inkubasi yang sudah dilakukan sudah sesuai dengan proses fermentasi yang dilakukan selama praktikum yaitu berkisar antara 25-30C. Inkubasi berlangsung selama 5 hari, proses fermentasi selama 5 hari tersebut berjalan dengan bantuan shaker. Penggunaan shaker dijelaskan oleh Said (1987) sebagai suatu penambahan proses yang dapat diaplikasikan selama proses fermentasi sebagai langkah penambahan media aerasi dan agitasi. Penggunaan yeast Saccharomyces cereviceae memang tergolong dalam bakteri anaerob, namun dalam prinsipnya mikroba jenis tersebut pun masih membutuhkan sedikit sekali oksigen untuk tumbuh dan berkembang, sehingga shaker sangat dibutuhkan dalam proses fermentasi untuk menyuplai kebutuhan yeast tersebut yang membutuhkan sedikit sekali oksigen tersebut. Manfaat lain yang ditawarkan dalam penggunaan shaker dalam proses fermentasi adalah agar adanya keseragaman hasil akhir produk fermentasi dari aktivitas mikroba selama proses fermentasi. Hal ini dapat dicapai ketika sel yeast menjadi homogen dengan sari apel sebagai substrat. Dijelaskan oleh Rahman (1992) bahwa dalam proses fermentasi juga membutuhkan agitator. Agitator dapat memberikan beberapa manfaat untuk proses fermentasi seperti: Ukuran partikel dan gelembung udara dalam produk jadi terutama di bagian permukaan dapat diminimalisir

Membuat media (substrat) yang ada di dalam wadah bergoyang, sehingga terjadi adanya aerasi yang ada di dalam substrat

Menjamin adanya kondisi lingkungan fermentasi yang stabil selama proses fermentasi. Kondisi cuka apel selama proses fermentasi ditunjukkan oleh gambar 8.

Gambar 8. Fermentasi Cuka Apel di Atas Shaker(Sumber: Dokumentasi Pribadi)Perhitungan banyaknya jumlah sel yang dilakukan pada praktikum kinetika pembuatan cuka apel dilakukan dengan menggunakan haemocytometer. Namun selain menggunakan haemocytometer terdapat metode lain yang dapat digunakan untuk mennghitung banyaknya jumlah kandungan mikroorganisme adalah dengan menggunakan Plate Count Agar atau yang lebih dikenal sebagai metode hitung cawan yang biasanya dilakukan pada praktikum. Namun sama seperti dengan apa yang dilakukan pada perhitungan mikroorganisme dengan menggunakan metode haemocytometer, proses inkubasi juga perlu dilakukan pada metode perhitungan mikroorganisme dengan menggunakan metode Plate Count Agar. Haemocytometer dijelaskan oleh Wood (1985) sebagai metode langsung yang digunakan untuk menghitung banyaknya mikroorganisme yang ada di dalam suatu larutan. Pengamatan yang dilakukan pada jumlah mikroorganisme yang terdapat dalam suatu larutan, dilakukan oleh haemocytometer dengan menggunakan larutan sampel dalam jumlah yang sangat kecil (Fardiaz,1992). Pengukuran banyaknya mikroorganisme dalam suatu larutan dengan menggunakan haemocytometer dilakukan dengan menggunakan sejumlah kecil larutan atau substrat yang sudah difermentasi dan diletakkan di antara coverslip atau yang lebih dikenal sebagai kaca penutup preparat dan 2 cekungan yang saling berhubungan dengan lempengan yang ada di haemocytometer. Wilayah yang digunakan untuk melakukan perhitungan jumlah sel mikroorgansime harus diterawang dengan lampu sinar lampu yang ada di dalam perangkat mikroskop. Penggunaan mikroskop pada proses pengukuran banyaknya sel dengan menggunakan metode haemocytometer ditunjukkan oleh Gambar 9.

Gambar 9. Penggunaan Mikroskop pada Pengukuran HaemocytometerPerhitungan jumlah sel dari yeast yang digunakan dalam proses fermentasi cuka apel dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Pada mikroskop pengukuran banyaknya mikroorganisme dilakukan dengan keadaan mikroskop yang diberi sumber cahaya dan menggunakan perbesaran yang ada di mikroskop. Ruang hitung akan langsung terlihat dengan terdiri dari 9 kotal besar dengan luas kotak besar masing-masing 1 mm2. Namun di antara kotak-kotak tersebut ada kotak yang juga berukuran lebih besar dari yang lainnya yang berukuran 25 kotak ukuran sedang yang panjangnya 0,2 mm. Dalam kotak yang berukuran sedang disusun oleh 16 kotak yang ukurannya jauh lebih kecil. Kotak kecil yang menyusun kotak sedang tersebut berjumlah 400 buah. Ketebalan yang dimiliki oleh ruang untuk perhitungan mikroorganisme memiliki ketebalan 0,1 mm. Sel mikroorganisme yang sudah diletakkan di dalam plat haemocytometer akan tersuspensi dengan rata dan akan memenuhi volume ruang untuk perhitungan haemocytometer (Fardiaz,1992). Pengujian banyaknya kandungan mikroorganisme dalam sel yang dilakukan dengan haemocytometer dilakukan dengan melakukan pengisian dalam plat haemocytometer. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan penuangan sampel dengan menggunakan pipet tetes ke plat tersebut. Namun dalam mengisi plat haemocytometer harus dipastikan bahwa proses tersebut dilakukan dengan hati-hati agar gelembung tidak terbentuk selama proses pengamatan yang akan menyulitkan selama proses pengamatan dengan menggunakan mikroskop dan menyebabkan salah persepsi. Proses pemberian sampel dengan menggunakan pipet tetes ditunjukkan oleh Gambar 10.

Gambar 10. Proses Pengisian Plat Haemocytometer dengan Pipet TetesNamun yang harus diperhatikan bahwa sebelum mengamati sampel dengan menggunakan haemocytometer yang diamati dengan menggunakan mikroskop harus didahului dengan memasang kaca penutup preparat agar pengamatan dapat dilakukan. Dan hal lain yang harus dilakukan sebelum mengamati banyaknya mikroorganisme dengan menggunakan haemocytometer adalah dengan menggunakan alkohol untuk membersihkan kaca haemocytometer. Penggunaan alkohol dijelaskan oleh Fardiaz (1992) adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah adanya kontaminasi yang terjadi selama proses pengukuran. Proses membersihkan kaca plat haemocytometer dengan menggunakan alkohol ditunjukkan oleh Gambar 11.

Gambar 11. Pembersihan dengan Menggunakan AlkoholJumlah total padatan sel yang diukur dengan menggunakan metode haemocytometer dilakukan dengan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 40x40. Garis batas dengan jumlah 3 pada sisi kanan kiri, atas, dan bawah petak merupakan wilayah batas untuk mengukur banyaknya mikroba tiap sampel dengan haemocytometer. Perhitungan banyaknya yeast yang ada di dalam cuka apel dilakukan dengan hand counter atau dihitung dengan cara yang manual. Perbandingan antara jumlah bakteri dibanding dengan satuan volume dapat diketahui dengan perhitungan satuan sel/ml. Penampang haemocytometer jika dilihat dari atas ditunjukkan oleh Gambar 12.

Gambar 12. Penampang Haemocytometer Tampak Atas

Wilayah yang menjadi area pengamatan jumlah mikroorganisme dengan haemocytometer dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Area untuk Perhitungan Banyaknya SelPengamatan yang dilakukan pada praktikum dilakukan dengan mengukur jumlah sel yang ada pada 4 petak yang berbeda. Jumlah mikroorganisme yang sudah diukur pada keempat petak akan dihitung banyaknya dengan merata-rata jumlahnya. Lalu, rata-rata tiap petak harus dihitung. Hasil perhitungan yang dilakukan selama 5 hari proses pengamatan yang dilakukan pada cuka apel yang difermentasi lalu divisualisasi dengan grafik yang menyatakan beberapa hubungan yaitu hubungan jumlah padatan tiap sel tiap ml sampel dengan waktu, hubungan antara jumlah kepadatan sel terhadap OD, hubungan antara jumlah kepadatan sel tiap ml sampel dengan nilai pH dan hubungan antara jumlah kepadatan sel tiap ml sampel dengan total kandungan asam dalam larutan.Konsentrasi dari sampel yang difermentasi selama 5 hari jug adiamati per harinya dengan menggunakan spektrofotometer. Metode ini sering disebut dengan Optical Density (OD). Dalam pengukuran dengan menggunakan spektrofotometer warna akan ditransfer menjadi gelombang elektromagnetik dan selanjutnya akan diproses menjadi angka yang mendeskripsikan intensitas warna dalam suatu sampel (Day&Underwood,1992). Gelombang yang merupakan warna yang ditransfer bentuknya, akan diukur jumlah sinar masuk, yang diserap, lalu akan diteruskan, dan akan diukur panjang gelombang sinarnya. Cahaya datang memiliki panjang gelombang yang spesifik dan akan menyebabkan pemantulan terhadap warna larutan sampel. Menurut teori yang ditulis oleh Ewing (1976) bahwa ketika konsentrasi suatu larutan meningkat, maka nilai absorbansinya akan juga meningkat. Konsentrasi yang meningkat pada suatu larutan akan dapat terdeteksi dengan peningkatan kekeruhan dari larutan yang biasanya diukur dengan menggunakan turbidimeteri. Dalam proses pengukuran yang sudah dilakukan untuk mengukur OD menggunakan spektrofotometer.

Penggunaan panjang gelombang untuk yang digunakan untuk mengukur konsentrasi cuka apel (Optical Density) adalah 660 nm. Cairan sampel yang sudah dipersiapkan dari 30 ml awal yang diambil setiap hari dengan menggunakan metode aseptis. Cairan akan dimasukkan ke dalam cuvet. Masing-masing sampel harus diambil setiap harinya dan akan diukur dengan panjang gelombang yang sama selama 5 hari (N0, N24, N48, N72, N96). Hasil pengamatan konsentrasi sel (OD) lalu dibuat grafik yang menunjukkan hubungan antara OD dengan waktu dan hubungan antara OD dengan jumlah kepadatan sel tiap ml larutan. Foto yang menunjukkan pengukuran tingkat konsentrasi sel mikroorganisme dengan menggunakan alat spektrofotometer ditunjukkan oleh Gambar 14.

Gambar 14. Pengujian OD dengan Menggunakan SpektrofometerPengukuran tingkat keasaman juga harus dilakukan dengan menggunakan pH meter. Pengukuran ini juga dilakukan selama 5 hari dan pengamatan juga dilakukan selama 5 hari (N0 sampai N96). Pengukuran tingkat keasaman dengan pH meter dilakukan dengan mengambil sampel dan dimasukkan ke dalam beaker glass. Elektroda yang ada pada pH meter akan dimasukkan ke dalam larutan sampel dan nilai pH dari larutan sampel akan dapat langsung diamati dengan baik. Pengukuran pH dengan menggunakan pH meter dilakukan dengan tidak boleh menempelkan batang elektroda ke dasar wadah menampung sampel karena perlakuan ini akan mempengaruhi hasil pengukuran secara keseluruhan (Day&Underwood,1992). Setelah nilai pH dari masing-masing sampel yang diukur selama 5 hari diketahui, maka hasil yang didapat dibuat grafik yang menyatakan hubungan antara pH dan jumlah kepadatan sel tiap ml substrat. Pengujian pH hasil fermentasi ditunjukkan oleh Gambar 15.

Gambar 15. Pengujian Tingkat Keasaman Cider Apel dengan pHmeter

Asam akan berhubungan dengan pH yang terdapat dalam suatu larutan. Dari praktikum yang sudah dilakukan terlihat bahwa pengukuran kandungan asam dari masing-masing sampel dilakukan setiap harinya. Pengukuran total kandungan asam yang terkandung dalam sampel yang digunakan dilakukan dengan menggunakan metode titrasi (Solomon,1987). Dijelaskan oleh Day&Underwood (1992) bahwa metode titrasi seperti yang dilakukan pada praktikum merupakan jenis metode yang melakukan penetralan pada sampel yang akan diuji dengan menentukan konsentrasi suatu zat yang akan direaksikan dengan larutan dengan konsentrasi yang sudah diketahui atau sering disebut dengan titran. Pada penentuan kandungan asam yang ada pada cuka apel menggunakan metode titrasi dengan spesifikasi metode alkalimetri. Hal ini didasarkan pada penggunaan larutan alkali yaitu penggunaan NaOH 0,1 N sebagai larutan standar yang digunakan (Brady,1997). Penentuan total asam total pada cuka apel yang dibuat dilakukan dengan mengambil 10 ml sampel yang akan diberi penambahan 3 tetes larutan indikator PP dan dititirasi dengan larutan yaitu NaOH 0,1N. Indikator yang digunakan dalam praktikum ini adalah indikator PP (phenolphtalein). Penggunaan indikator PP dalam pengujian kandungan asam sudah sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Day&Underwood (1992), yang menyatakan bahwa untuk pengujian dengan indikator PP, memiliki rentang pH berkisar antara 8,0-9,6 yang akan sesuai dengan pengujian secara alkalimetri di mana titran yang digunakan adalah NaOH yang bersifat basa. Ketika proses titrasi dilakukan akan terjadi kenaikan pH dari larutan sehingga lama kelamaan asam dari cuka apel akan berkurang hingga mencapai netral pada titik akhir titrasi yang dtunjukkan oleh warna merah. Tanda dari titrasi sudah selesai dilakukan adalah perubahan warna dari larutan menjadi merah tua yang pekat. Volume titran yang digunakan selama proses titrasi dicatat dan akan menjadi salah satu faktor yang menentukan angka asam dari masing-masing sampel yang diuji. Setelah semua sampel diuji, hasil dari pengamatan angka asam selama 5 hari masa pengamatan digabung dan dibuat menjadi grafik. 2.1. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan WaktuSetelah semua parameter uji dipenuhi untuk pengamatan selama 5 hari pada cuka apel yang sudah difermentasi, lalu beberapa grafik yang menunjukkan beberpa hubungan antar variabel pun dibuat. Grafik pertama yang dibuat adalah grafik yang menunjukkan hubungan antar jumlah mikroorganisme dengan waktu fermentasi. Pengukuran banyaknya jumlah mikroorganisme yang tumbuh dilakukan dengan menggunakan metode haemocytometer. Dari pengamatan yang sudah dilakukan dengan menggunakan haemocytometer dan mikroskop serta grafik yang sudah dibuat (ditunjukkan oleh Gambar 1.) menunjukkan bahwa terdapat hasil yang berbeda-beda mengenai hubungan antara jumlah mikroorganisme dengan waktu tumbuh yang terjadi pada yeast yang terdapat pada cuka apel. Dari kelompok D1 diperoleh data yang menunjukkan bahwa kelompok D1 dan kelompok D4, pada waktu fermentasi yang diamati selama 5 hari menunjukkan adanya kenaikan jumlah yeast yang terdapat dalam cuka apel namun setelah itu jumlah akan menurun dan lalu akan naik lagi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah yeast pada hari pertama menuju hari kedua menunjukkan kenaikan secara cepat sehingga grafik menjadi naik tinggi, Sedangkan pada hari kedua sampai ketiga jumlah yeast akan mengalami penurunan, lalu pada hari ketiga dan keempat jumlah yeast akan kembali mengalami peningkatan dalam jumlah yang cukup signifikan lalu pada hari keempat ke hari kelima terjadi perbedaan antara kelompok D1 dengan kelompok D4 di mana kelompok D1 pada hari terakhir mengalami kenaikan jumlah yeast sedangkan pada kelompok D4 mengalami penurunan jumlah yeast dalam larutan sampel. Ditunjukkan oleh kelompok D2 dan D5 yang menunjukkan pola yang berkelainan di mana kelompok D2 jumlah yeast akan terus naik sampai pada hari ke 4 namun seterlah hari keempat, akan terjadi penurunan jumlah yeast, sedangkan pada kelompok D5 kenaikan jumlah mikroorganisme hanya berlangsung pada hari ke 0 sampai pada hari ke 1 sedangkan setelah hari pertama kandungan yeast akan turun sampai titik terendah di hari kelima. Jadi untuk kelompok D2 memiliki fase lag dan fase log yang panjang sedangkan untuk kelompok D5 memiliki fase lag dan fase log yang pendek namun memiliki fase death yang sangat panjang. Untuk kelompok D3 menunjukkan pola yang hampir paling sesuai dengan fase perkembang sampai kematian. Perbandingan antara grafik perbandingan jumlah mikroba dibanding waktu dengan grafik perkembangan mikroba secara normal ditunjukkan oleh Gambar 16 dan Gambar 17.

Gambar 16. Perkembangan Normal

Gambar 17. Perkembangan D3Sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Laily et al. (2004) menyebutkan bahwa dalam suatu proses fermentasi denga sistem batch pertumbuhan dari suatu mikroorganisme tidak dapat selalu dalam fase yang naik dalam jumlah mikroorganismenya namun ada titik puncak dari pertumbuhan yeast lalu akan turun dan mikroorganisme yang berada di dalam substrat akan mati. Dalam fase yang stasioner, kandungan nutrisi yang ada di dalam substrat sudah habis. Peningkatan jumlah mikroorganisme yang ada di dalam fase log akan mengalami fase yang aktif dalam pertumbuhannya karena kandungan substrat yang masih banyak dan masih mencukupi untuk perkembangan dari yeast. Dari hasil pengamatan yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa, dari semua kelompok, kelompok D1-D5 mengalami peningkatan jumlah yeast, namun pada hari ketiga (N48) mulai ada fase penurunan yang terjadi di beberapa fase pada kelompok D1, D2, dan D4. Kesalahan terjadi pada kelompok D1 yang menunjukkan kenaikan jumlah mikroorganisme, tentu hasil ini tidak sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Laily et al. (2004). Ketidaksesuaian yang terjadi pada hasil terjadi pada ketidaktelitian pada saat menghitung banyaknya yeast yang ada di haemocytometer yang bisa dijelaskan sebagai ada sel yang seharusnya dihitung namun tidak dihitung karena bentuknya yang kurang jelas atau ada sel yang seharusnya tidak terhitung namun ikut terhitung.Pertumbuhan yang terjadi pada kelompok D5 dijelaskan oleh Laily et al. (2004) sebagai sebuah proses yang disebabkan oleh yeast dengan fase log dan lag yang sangat sebentar. Untuk kelompok D2 dijelaskan oleh Laily et al (2004) dan juga Matz (1992) sebagai sebuah proses di mana terdapat suatu grafik yang meningkat yang dimulai pada hari ke-0 (N0) sampai dengan hari ke-4 (N96). Menurut Matz (1992), proses fermentasi yang demikian disebabkan oleh proses hidrolisa dari maltosa dan sukrosa yang dipecah pada saat fase pertumbuhan dari yeast. Sukrosa dan maltosa yang bersumber dari substrat yang mengandung gula yang cukup banyak. Substrat yang digunakan dalam percobaan ini adalah apel malang. Ketika gula dalam substrat belum digunakan seluruhnya dalam proses fermentasi dan belum digunakan oleh yeast untuk menghasilkan energi maka proses fermentasi masih akan terus berjalan dengan baik. Sehingga fase penurunan akan terjadi seperti yang ditunjukkan oleh Grafik kelompok D2 di mana peningkatan jumlah yeast masih terjadi sampai pada hari ke 4 (N72). Diperkuat oleh Arpah (1993), proses fermentasi akan dibagi menjadi dua tahapan besar yaitu tahap utama dan tahap lanjutan. Fermentasi utama, akanterjadi perubahan gula yang ada di dalam substrat sari apel (yang terdiri dari glukosa, maltosa, dan sukrosa) menjadi alkohol dan gas CO2. Sari apel yang sudah dipecah oleh yeast akan mengandung alkohol dalam jumlah yang cukup kecil dan sering disebut dengan cuka apel. Kandungan alkohol dalam cuka apel akan sebanding dengan jumlah dari sel mikroorganisme yang terkandung dalam cuka apel (sel biomassa) yang diamati dengan mikroskop (Noguera et al.,2008). Dari hasil pengamatan yang sudah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa rata-rata aktivitas yeast dari kelompok D1 dan D4 memiliki kandungan alkohol yang cukup tinggi. Untuk fermentasi lanjutan, ekstrak yeast yang tidak sepenuhnya mengubah karbohidrat menjadi alkohol akan ikut diubah menjadi minuman cuka dengan aroma dan rasa yang spesifik hasil dari fermentasi. Dalam fermentasi lanjutan, akan terjadi proses penjenuhan O2 dalam cuka apel dan proses ini akan memurnikan cuka apel dan penyebab terjadinya larutan tersebut menjadi keruh (Arpah,1993). Namun dalam praktikum yang sudah dilakukan, fermentasi lanjut tidak dilakukan, biasanya yang menerapkan prinsip fermentasi lanjutan adalah pabrik dalam skala yang besar bukan aktivitas praktikum dengan skala pembuatan yang kecil (Mahreni&Sri,2011). Hasil pengamatan dari jumlah sel mikroorganisme yang diamati dengan menggunakan mikroskop pada kelompok D5 yang diamati pada hari ke 1, hari ke 2, hari ke 3, hari ke4, dan hari ke 5 ditunjukkan oleh Gambar 18. Gambar 18. Dari kiri ke kanan: Jumlah Sel Mikroorganisme Kelompok C3 pada hari ke-1 (N0), hari ke-2 (N24), hari ke-3 (N48), hari ke-4 (N72) dan hari ke-5 (N96)

(Sumber: Dokumentasi Pribadi)

2.2. Hubungan Konsentrasi Sel Biomassa (OD) dengan WaktuKekeruhan dalam suatu substrat yang difermentasi akan berbanding lurus dengan larutan dan sebanding pula dengan nilai dari absorbansi larutan tersebut (Ewing,1976). Kekeruhan dari cuka apel merupakan fakta konkrit yang membuktikan bahwa yeast melakukan metabolisme selama proses pembentukan apel malang. Dari hasil pengamatan yang sudah dilakukan, tingkat kekeruhan dari setiap kelompok dan dari setiap hari yang dilakukan memiliki tingkat kekeruhan yang berbeda-beda. Perbedaan kekeruhan merupakan bukti bahwa aktivitas yeast pada masing-masing kelompok terjadi berbeda-beda dalam suatu sistem metabolisme dan kecepatan pembentukan cuka apel berjalan pada waktu yang berbeda-beda. Kemampuan yeast untuk memecah gula yang terkandung dalam substrat apel dan ketersediaan substrat merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Tingkat kekeruhan pada masing-masing sampel cuka apel dapat dinyatakan dengan nilai OD (Optical Density). Nilai kekeruhan dari setiap kelompok pada umumnya menunjukkan peningkatan pada hari ke 1 sampai dengan hari ke 4 namun turun pada hari ke 5. Hal ini menunjukkan adanya metabolisme aktif yang berlangsung selama fase lag dan fase log. Peningkatan Optical Densitylah yang menandakan hal ini terjadi. Kecenderungan nilai OD akan turun pada hari keempat dan kelima seperti yang terjadi pada kelompok D1, D2, D4, dan D5. Sebenarnya, pada hari ketiga dan keempat dalam substrat, yeast sudah memasuki fase stasioner di mana tidak banyak perkembangan yeast yang akan terjadi. Peningkatan konsentrasi sel juga terjadi pada kelompok D3 pada hari kelima. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Laily et al. (2004) yang menyatakan bahwa setelah fase stasioner, jumlah yeast akan mengalami perlambatan perkembangan dan pada akhirnya akan menjadi berhenti dan jumlah yeast lama kelamaan akan berkurang jumlahnya. Peningkatan jumlah yeast yang teramati pada hari kelima pada kelompok D3 dapat disebabkan oleh kontaminasi sebagai akibat dari sudah seringnya wadah dibuka dan ditutup untuk pengamatan pada hari pertama dan sampai hari ke empat. Kontaminasi adalah hal dasar yang paling utama yang paling mendasar dari kesalahan selama pengamatan banyaknya mikroorganisme yang tumbuh pada pengamatan yang sudah dilakukan. 2.3. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Konsentrasi Sel Biomassa (OD)Pada Gambar 3 dapat terlihat bahwa total jumlah biomassa pada cuka apel per ml sampel adalah berkisar antara 107 109 per sel/ml. OD yang menyatakan banyaknya sel tersebut berkisar antara 0,1676-1,7768. Metode dengan menggunakan spektrofotometri dan metode haemocytometer pada dasarnya memiliki tujuan dan prinsip yang sama. Metode haemocytometer memiliki prinsip untuk mengetahui padatan atau keberadaan sel biomassa selama beberapa hari dilakukan perhitungan secara kuantitatif. Metode yang lain yang digunakan adalah metode spektrofotometer (OD), memiliki prinsip yang sama dengan haemocytometer dengan mengetahui banyaknya sel dalam suatu larutan secara kuantitatif. Dalam jurnal yang dikarang oleh Noguiera et al. (2008) dijelaskan bahwa metode OD adalah metode yang dilakukan secara kuantitatif dengan mengacu pada tingkat kekeruhan dari larutan. Metode pengukuran dengan sistem OD memiliki beberapa kelemahan yaitu tidak dapat memastikan pada saat perhitungan apakah benar keseluruhan mikroorganisme yang diuji adalah benar merupakan yeast Saccharomyces cereviceae. Kekeruhan yang dihasilkan untuk menyatakan nilai OD merupakan hasil dari pengukuran banyaknya semua sel yang ada di setiap larutan sampel uji. Semua sel ini tidak dapat menjamin bahwa yang diukur merupakan mikroorganisme jenis yeast. Pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan haemocytometer biasanya berlangsung dengan lebih akurat karena yeast dan bentuk sel yang lainnya dapat diukur dan diamati secara pasti apakah yang terukur adalah murni yeast atau bukan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Untuk menggunakan metode yang relatif mudah dan praktis untuk mengetahui jumlah yeast secara kuantitatif dapat dilakukan dengan menggunakan metode Optical Density atau yang lebih dikenal dengan OD sedangkan untuk menggunakan metode yang lebih teliti menggunakan metode haemocytometer (Arpah,1993). Jika sampai nilai dari OD bernilai negatif maka kekeruhan sampel yang diukur memiliki kekeruhan yang lebih keruh dibandingkan dengan blanko yang disediakan. Namun apabila diperhatikan, terjadi beberapa ketidaksesuaian yang terjadi pada masing-masing kelompok yang terlihat dengan tidak berbanding lurusnya antara kandungan jumlah mikroba per sel dengan OD yang dimiliki oleh masing-masing larutan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti tidak cermatnya praktikan pada saat mengukur banyaknya yeast pada haemocytometer, salah mendeskripsikan mikroba sebagai yeast pada pengukuran dengan menggunakan yeast, larutan yang akan diukur panjang gelombangnya tidak dihomogenisasi terlebih dahulu dengan baik. Pada kelompok D1pada N24 dan N48 mengalami penurunan jumlah sel rata-rata tiap ml sampel namun yang terjadi adalah pada OD yang ditunjukkan mengalami kenaikan dari nilai OD. Menurut Noguiera et al. (2008) menyebutkan bahwa kesalahan seperti yang sudah dideskripsikan mungkin karena terjadi kontaminasi dan kurang cermat dalam menghitung yeast pada kotak haemocytometer. 2.4. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Tingkat Keasaman (pH)

Grafik 4. Menunjukkan adanya hubungan antara jumlah mikroorganisme dengan pH dari cuka apel yang dihasilkan. Dari hari pertama sampai pada hari kelima, dapat terlihat bahwa banyaknya jumlah mikroorganisme yang ada pada kelima kelompok berkisar antara 107 109 sel/ml sampel. pH yang menjadi wilayah pertumbuhan dari metode ini adalah 3,13-3,46. Menurut jurnal yang dikarang oleh Herrero et al. (2006) untuk melakukan produksi minuman cukap atau cider harus melalui proses yang kompleks yang terdiri dari tahapan besar yaitu fermentasi alkohol dan prose dekarboksilasi asam malat menjadi asam laktat dan gas karbondioksida yang dibantu oleh bakteri malolaktat. Proses ini sering disebut dengan malolactic fermentation. Proses yang diinginkan adalah untuk menurunkan tingkat keasaman untuk memperbaiki kualitas dari organoleptik produk cuka yang dihasilkan dan akan memberikan kontribusi kestabilan pada mikroorganisme. Jadi keasaman akan berbanding lurus dengan jumlah mikroorganisme yang ada di dalam suatu produk. Kisaran pH yang ada pada produk menyatakan bahwa produk tersebut merupakan produk yang asam. Namun karena proses inkubasi berjalan selama 5 hari maka tidak ada nilai pH yang statis dari satu hari ke hari yang lain pada semua kelompok. Proses pembuatan cuka baik secara tradisional maupun modern tidak menggunakan sumber bakteri malolaktat eksternal yang khusus ditambahkan ke dalam media atau substrat. Pembuatan cuka apel dalam praktikum ini secara alami ada pada proses fermentasi yang sering disebut dengan fermentasi spontan. Pengukuran jumlah mikroorganisme yang diukur dengan menggunakan haemocytometer tidak hanya yeast Saccharomyces cereviceae tapi juga bakteri seperti malolaktat.

Seharusnya menurut Laily et al (2004) peningkatan jumlah sel dari setiap sampel akan diikuti dengan penurunan pH dari sampel yang menandakan bahwa bahwa larutan semakin asam. Namun dari kelima kelompok yang mengamati pengujian selama 5 hari menunjukkan hasil pengamatan yang sangat fluktuatif hasilnya. Kenaikan dan penurunan pH tidak disertai dengan kenaikan ataupun penurunan jumlah mikroorganisme yang ada di dalam sampel cuka apel tersebut. Kesalahan yang mungkin terjadi adalah pengukuran pH sampai pada dasar dinding, pengukuran banyaknya mikroorganisme tidak dilakukan dengan benar jadi dapat melebihi atau mengurangi jumlah yang ada, dan masih banyak lagi.2.5. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Total AsamPraktikum kinetika cuka apel kuga mengukur perbandingan jumlah mikroorganisme dibandingkan dengan total asam. Penentuan total asam dilakukan dengan menggunakan metode titrasi dengan spesifikasi alkametri. Pada penentuan total asam pada cuka apel menggunakan NaOH 0,1N sebagai titran yang digunakan. Penggunaan larutan basa dimaksudkan agar dapat memperoleh kesetimbangan reaksi selama titrasi. Oleh karena zat yang dititrasi bersifat asam, maka titran yang digunakan adalah basa. Banyaknya NaOH yang digunakan adalah sebagai indikator banyaknya kandungan asam yang ada pada cuka apel. Penambahan NaOH akan memberikan suasana netral pada larutan cuka apel. Dari volume titran yang digunakan maka kadar asam yang terkandung dalam sampel dapat diketahui secara akurat (Ewing,1976). Perubahan warna yang diakibatkan sudah tercapainya titik akhir titrasi ditunjukkan dengan warna merah yang terbentuk ketika akhir titrasi sudah tercapai. Indikator yang digunakan adalah indikator PP. Dengan peningkatan banyaknya NaOH yang digunakan maka, kandungan asam yang terdapat pada sampel uji semakin tinggi pula (Day&Underwood,1992). Perubahan warna dalam pengukuran total asam pada cuka apel yang dibuat oleh kloter D dari warna oranye menjadi warna merah ditunjukkan oleh Gambar 19.

Gambar 19. Proses Perubahan Warna Cuka Aple Sebelum dan Sesudah Proses TirtrasiDidasarkan pada pernyataan dari Day&Underwood (1992) yang menyatakan bahwa volume titran yang digunakan dalam proses titrasi akan memiliki perbandingan yang berbanding lurus dengan total asam yang dimiliki oleh cuka apel yang dihasilkan. Dari data hasil pengamatan maka dapat terlihat bahwa kandungan yeast yang terdapat dalam cuka apel berkisar antara 107-109 sel/ml dan total asam yang dihasilkan dari cuka apel yang diproduksi berkisar antara 13-17 mg/ml. Jika dibandingkan angka asam dari masing-masing kelompok, tidak terdapat adanya kesebandingan ataupun kesesuaian. Hubungan antara jumlah mikroorganisme dengan total asam tidak memiliki perbandingan yang sama. Kenaikan jumlah mikroorganisme tidak berbanding dengan turunnya pH atau pun sebaliknya. Fenomena ini dijelaskan oleh Herrero et al (2006) sebagai sebuah fenomena di mana fermentasi cuka apel tidak hanya dipengaruhi oleh kandungan dari yeast Saccharomyces cerevicae namun juga dipengaruhi oleh bakteri malolaktat. Yeast adalah mikroorganisme yang pada dasarnya memproduksi alkohol dalam proses fermentasi yang melibatkannya namun, pada cuka apel ditemukan adanya asam yang diproduksi oleh bakteri malolaktat. Perubahan akan dialami oleh asam malat pada substrat menjadi asam laktat yang memberikan rasa asam selama proses fermentasi cuka apel. Keberadaan bakteri ini tidak diamati secara khusus namun pastinya dapat terlihat di haemocytometer. Selain terjadinya fermentasi yang dilakukan oleh yeast untuk menghasilkan alkohol, terjadi pula fermentasi yang disebabkan oleh bakteri malolaktat sehingga terjadi adanya unsur asam pada cuka apel. Bakteri ini berasal dari bakteri penghasil asam laktat maupun asam asetat. Aktivitas bakteri ini yang secara bersamaan melakukan aktivitas dengan yeast Saccharomyces cereviceae akan menyebabkan fermentasi dari cuka apel menjadi lebih sempurna. Pada jurnal yang ditulis oleh Dierings et al. (2013) menyebutkan bahwa sari apel yang diberi penambahan inokulum Saccharomyces cereviceae dan bakteri asam laktat dengan jenis Oenococcus oeni untuk diteliti lebih lanjut. Menurut jurnal tersebut ada 3 tahapan fermentasi dalam pembentukan cider yaitu oxidative dengan tanpa menggunakan yeast Saccharmomyces cereviceae, fase alchoholic (dengan menggunakan yeast Saccharomyces cereviceae), dan malolactic (dengan menggunakan menggunakan bakteri malolaktat). Penggunaan yeast pada jurnal ini berbeda dengan praktikum. Pada praktikum menggunakan yeast Saccharomyces cereviceae sedangkan pada jurnal yang dibahas menggunakan Metschnikowia pulcherimma, Pichia guillermondii, Candida parasilopsis, dan Kloeckera sp. Keuntungan menggunakan yeast Saccharomyces cereviceae adalah lebih tahan terhadap kandungan alkohol yang ada di dalam bahan. Bakteri asam laktat adalah salah satu bakteri yang sering digunakan dalam proses fermentasi dalam pembuatan cuka. Jenis mikroba yang digunakan adalah fermentasi malolaktat. Penggunaan mikroba ini biasanya digunakan untuk pembuatan minuman beralkohol. Tahapan inokulasi yang terjadi pada proses pembuatan cider apel ini biasanya secara bertahap agar bakteri dan yeast dapat tumbuh secara alami dan berdampigan. Fermentasi yang terjadi karena bakteri maloklaktat menghasilkan suatu produk bernama cuka apel dengan aroma, rasa, dan flavor yang spesifik. Flavor dari cider apel ditentukan oleh bakteri malolaktat itu sendiri. Dalam jurnalnya Zhao et al. (2014) juga menjelaskan bahwa untuk menghasilkan cuka apel dengan rasa dan kualitas yang lebih baik sebaiknya menggunakan jenis Leuconostoc mesenteroides subsp. mesenteroides Z25 yang memiliki kemampuan untuk dapat meningkatkan kadar benzyl ethanol. Leuconostoc mesenteroides subsp. mesenteroides Z25 memiliki kemampuan untuk meningkatkan kadar benzyl ethanol dan gliserin yang secara mayor (dominan) mengkontribusi aroma cider.

Pada jurnal yang dikarang oleh Noe et al. (2009) beberapa jenis yeast seperti Saccharomyces cereviceae, S. bayanus var uvarum dan lain-lain adalah mikroorganisme yang penting yang selama ini sering digunakan dalam proses fermentasi. Kandungan suhu yang tinggi pada proses fermentasi akan mempengaruhi etanol dan komponen volatil lain yang dihasilkan selama proses fermentasi. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan sel dari fermentasi dengan menggunakan yeast adalah pH, suhu, kadar gula. Beberapa contoh yeast yang digunakan dalam jurnal tersebut adalah Torulaspora delbrueckii , S. cerevisiae , Kloeckera apiculata, dan Pichia anomala, Penumbuhan yeast pada sari apel dalam praktikum ini menggunakan sistem batch.Pada jurnal yang dikarang oleh Sevda&Rodrigues (2011) menyebutkan bahwa wine juga dapat dibuat dengan menggunakan jambu biji dengan bantuan yeast Saccharomyces cereviceae. Hal ini menunjukkan bahwa yeast Saccharomyces cereviceae, dapat digunakan tidak hanya untuk membuat cuka apel namun bisa digunakan pula untuk membuat bahan-bahan makanan lain yang berguna bagi manusia. Disebutkan bahwa yeast adalah salah satu penentu dari rasa produk fermentasi. Penggunaan yeast Saccharomyces cereviceae ternyata memiliki banyak keuntungan. Sejak tahun 1980 an yeast jenis ini sudah dijadikan produk komersial yang sangat berguna dalam proses pembuatan makanan dan minuman produk fermentasi. Dijekaskan bahwa dalam proses fermentasi yang dilakukan pada jurnal menggunkan shaker dengan kecepatan shaker 180 rpm. Namun pada jurnal yang digunakan penggunaan media hanya berasal dari media yang biasanya dibiakan. 3. KESIMPULAN Fermentasi yang berlangsung pada pembuatan cuka apel berlangsung dengan metode fermentasi anaerob.

Proses pembuatan cuka apel yang berlangsung selama praktikum menggunakan sistem batch. Inkubasi pada pembuatan cuka apel biasanya dilakukan pada suhu ruang yang memiliki suhu 25-35C. Dalam sistem batch pertumbuhan dari mikroorganisme tidak mungkin selalu mengalami kenaikan, setelah fase stasioner, jumlah mikroorganisme akan lama-lama mati dan kandungan mikrooorganisme akan turun. Proses shaker selama proses fermentasi dimaksudkan agar yeast Saccharomyces cereviceae dapat memperoleh aerasi dan agitasi yang cukup. Pertumbuhan yeast akan berhenti ketika kandungan gula dalam substrat habis dan tidak mungkin untuk melakukan fermentasi. Untuk mengukur banyaknya yeast dalam suatu cairan dapat menggunakan haemocytometer dan OD (Optical Density)

Prinsip perhitungan dari haemocytometer dan OD (Optical Density) sebenarnya sama yang pengamatannya harus dilakukan secara rutin dari hari ke hari.

Fase stasioner dari yeast pada umumnya terjadi pada hari ketiga namun apabila pada grafik masih menunjukkan kenaikan, maka kandungan gula dalam substrat masih memberikan energi bagi mikroorganisme. pH dari cuka apel berkisar antara 3,13-3,46 dengan total asam berkisar antara 13-17mg/ml. Penurunan pH dari cuka apel akan sebanding dengan kenaikan dari jumlah yeast yang ada di dalam cuka tersebut

Total asam dengan kandungan pH sebenarnya memiliki hubungan yang sangat kuat.

Proses fermentasi pembuatan cuka apel dapat dibedakan menjadi dua komponen besar yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi malolaktat. Pembentukan asam dari keberadaan bakteri malolaktat biasanya berlangsung secara alamiSemarang, 20 Juni 2015Praktikan:Asisten Dosen:

Metta Meliani Chaterine Meilani Bernardus Daniel4. DAFTAR PUSTAKA

Arpah, M. (1993). Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.Brady, J. E. (1997). Kimia Universitas. Bina Aksara Rupa. Jakarta.

Day, R.A & A.I.Underwood . (1992 ) . Analisa Kimia Kuantitatif . Erlangga . Jakarta.

Dierings, R; C.M. Braga; K. Marques da Silva; G. Wosiacki; dan A. Nogueira. (2013). Population Dynamics of Mixed Culture of Yeast and Lactic Acid Bacteria in Cider Conditions. An International Journal: Brazilian Archives of Biology and Technology Vol. 56, No. 5, pp. 837 847.

Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta.

Ewing, G. W. (1976). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Grow Hill Book Company. USA.

Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Herrero, M; Luis. A. Garcia; dan Diaz, M. (2006). Volatile Compounds in Cider: Inoculation Time and Fermentation Temperature Effect. Journal of the Institute of Brewing Vol. 112, No. 3, pp. 210-214.Laily, N., Atariansah, D. Nuraini, S. Istini, I. Susanti, L. Hartono. (2004). Kinetika Fermentasi Produksi Selulosa Bakteri oleh Acetobacter pasterianum pada Kultur Kocok.http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/40502/Kinetika%20Fermentasi%20Produksi%20Selulosa%20Bakteri.pdf?sequence=1. Diakses pada 12 Juni 2014.Matz, SA. (1992). Bakery Technology and Engineering, 3th edition. Van Nostrand Reinhold. New York.Mahreni dan Sri S. (2011).Kinetika Pertumbuhan Sel Sacharomyces cerevisiae dalam Media Tepung Kulit Pisang. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. ISSN:1411-4216Nazzarudin dan Fauziah, M. (1996).Buah Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.

Noguiera, A; J. M. Le Quere; P. Gestin; A. Michel, G. Wosiacki; dan J.F. Drilleau. (2008). Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction. Journal of the Institute of Brewing Vol. 114, No. 2, pp. 102-110.

Noe, F. A. L, Sandi O., Amparo Q., and Eladio B. (2009).Effects of Temperature, pH, and Sugar Concentration on the Growth Parameters of Saccharomyces cerevisiae, S. kudriavzevii and Their Interspecific Hybrid. International Journal of Food Microbiologu 131, 120-127. https://bib.irb.hr/datoteka/389483.Arroyo-Lopez_et_al.pdf.Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Rehm dan G. Reed. (1983). Food and Feed Production with Microorganisms Volume 5. Weinheim Deerfield Beach. Florida.

Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.Salsabila, U; Mardiana, D; dan Indahyanti, E. (2013). Kinetika Reaksi Fermentasi Glukosa Hasil Hidrolisis Pati Biji Durian menjadi Etanol. Jurnal Kimia Student Vol. 2, No. 1, pp. 331-337.Sevda, S. and Rodrigues L. (2011).Fermentative Behavior of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production. Journal Food Process Technol, 2:4. http://omicsonline.org/fermentative-behavior-of-saccharomyces-strains-during-guava-psidium-guajava-l-must-fermentation-and optimization-of-guava-wine-production-2157-%207110.1000118.pdf .Solomon, S. (1987). Introduction to General Organic and Biological. Mc Graw-Hill Book Company. Boston.

Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York.Widodo. (2003). Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press. Yogyakarta.Wood, B.J. (1985). Microbiology of Fermented Food Volume 2. Elsevier Applied Science Publisher, London. Zhao, H; Zhou, F; Dziugan, P; Yao, Y; Zhang, J; LV, Z; dan Zhang, B. (2014). Development of Organic Acids and Volatile Compounds in Cider during Malolactic Fermentation. Czech Journal Food Science Vol. 32, No. 1, pp. 69 76.

5. LAMPIRAN5.1. Perhitungan5.1.1. Rata-Rata Banyak Sel Tiap ml SampelRumus Rata-rata / tiap cc

Volume petak= 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm

= 0,00025 mm3

= 0,00000025 cc

= 2,5 x 10-7 cc5.1.1.1. Kelompok D1N0 :

Jumlah sel/cc = x 8,5 = 3,04 x 107 sel/ccN24:

Jumlah sel/cc = x 175= 7 x 108 sel/ccN48:

Jumlah sel/cc = x 47,75 = 1,91 x 108 sel/ccN72:

Jumlah sel/cc = x 80 = 3,2 x 108 sel/ccN96:

Jumlah sel/cc = x 95,25 = 3,81 x 108 sel/c

5.1.1.2. Kelompok D2N0

N24

N48

N72

N96

5.1.1.3. Kelompok D3

N0

N24

N48

N72

N96

5.1.1.4. Kelompok D4

N0Jumlah sel/cc = x 5,75 = 2,3 x 107 sel/ccN24Jumlah sel/cc = x 18 = 7,2 x 108 sel/ccN48Jumlah sel/cc = x 57,25 = 2,29 x 108 sel/ccN72Jumlah sel/cc = x 103,75 = 4,15 x 108 sel/ccN96Jumlah sel/cc = x 53,25 = 2,13 x 108 sel/cc5.1.1.5. Kelompok D5

N0 :

Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 5,23Jumlah sel/cc = x 5,23 = 2,1 x 107 sel/ccN24:

Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 77,75Jumlah sel/cc = x 77,75 = 3,11 x 108 sel/ccN48:

Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 75Jumlah sel/cc = x 75 = 3 x 108 sel/ccN72:

Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 74,25Jumlah sel/cc = x 74,25 = 2,97 x 108 sel/ccN96:

Rata-rata jumlah MO tiap petak = = 58Jumlah sel/cc = x 58 = 2,38 x 108 sel/cc

5.1.2. Total asamHari 1D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam =D5 Total Asam =Hari 2D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam =D5 Total Asam =Hari 3D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam =D5 Total Asam =Hari 4D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam =D5 Total Asam =Hari 5D1 Total Asam =D2 Total Asam =D3 Total Asam =D4 Total Asam =D5 Total Asam =5.2. Jurnal 5.3. Laporan SementaraWilayah yang dibatasi 3 garis batas

Jonathan Huberto H

(12.70.0082)