Download - Ketuban Pecah Dini Makalah

Transcript

KASUS

Identitas PasienNama Pasien: Ny SLUsia : 22 tahunAlamat : Kp JayaPendidikan : SMAPekerjaan: IRTNama Suami: Tn BAUsia Suami: 27 tahunAlamat: Kp Jaya Pekerjaan: SwastaAgama: IslamPendidikan: SMA No RM: 1185XXMasuk RS: 13 September 2015

ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal 13 September pukul 17.00 WIB

Keluhan UtamaKeluar cairan berwarna dari vagina sejak 16 jam SMRS (01.00 WIB).

Riwayat Penyakit Sekarang Seorang wanita G1P1A0 berusia 22 tahun dengan usia kehamilan 40 minggu atas rujukan bidan E keluar cairan dari vagina yang diyakini ketuban sejak 16 jam SMRS. Ketuban berwarna kuning keruh, bau (-), darah (-), demam (-). Ketuban yang keluar terus menerus namun sedikit-sedikit dan tidak dapat ditahan . Pasien juga merasakan sangat mulas 1 jam sebelum keluarnya ketuban. Mulas yang dirasakan semakin sering dan pasien merasa perutnya diputar dan merasa panas hingga ke pinggang. HPHT : 4 Desember 2014Riwayat Obstetri, Riwayat Haid, Riwayat Perkawinan, Riwayat Keluarga Berencana Pekerjaan dan Sosial Ekonomi Riwayat Obstetri : -Riwayat sosial: pasien seorang ibu rumah tangga, sehari sering melakukan aktivitas sedang, seperti mengurus kebersihan dan kerapihan rumah. Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak ada riwayat berbaganti-ganti pasangan. Riwayat menstruasi : menstruasi pertama saat usia 13 tahun, siklus 32 hari, teratur tiap bulan dan berlangsung 6-7 hari tiap bulannya. Dan tidak merasakan nyeri saat menstruasi. Riwayat pernikahan : pasien menikah 1 kali pada 10 Oktober 2014Riwayat KB : -

Riwayat Penyakit DahuluHipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung, batuk lama disangkalAlergi (-), Penyakit pernapasan (-)

Riwayat Penyakit KeluargaHipertensi (+). Menderita hipertensi adalah Ayah pasien sejak 10 tahun yang lalu.

PEMERIKSAAN FISIK Dilakukan tanggal 13 September 2015 di kamar bersalin RSU Harapan Depok. Kesadaran : compos mentisTekanan darah: 110/70 mmHg Nadi: 78 x/menit Suhu: 37.8 0CPernafasan: 20 x/menit DJJ : 142 x/mnt TFU : 30 cm HIS : 3 x dalam 10 menit. Kuat, sering dan teratur

Status GeneralisMata: konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterikParu: vesikuler +/+, tidak ada rhonki, tidak ada wheezingJantung: BJ I-II normal, tidak ada murmur, tidak ada gallopAbdomen: buncit, kencang, striae gravidarum,situs memanjang, hati dan limpa tidak teraba, bunyi usus (+) normal, massa nyeri tekan (-).

Leopold I : TFU 30 cm, teraba lunak, bulat (bokong)Leopold II : Tahanan lebih besar pada kiri ibu (punggung kiri/Pu.ki)Leopold III : Teraba keras, bulat (kepala)Leopold IV : Kepala sudah masuk sebagian besar di PAP Ektremitas: akral hangat, edema (-) Payudara : Simetris, benjolan (-)

Status GinekologiInspeksi : vagina berwarna hitam keunguan dan tampak vulva yang menonjol. Benjolan (-)Inspekulo: tidak dilakukan Vaginal touch: pembukaan 5cm, portio tebal, lendir (+) berwarna hijau campur darah, nyeri (-)Pemeriksaan Penunjang Darah Hb13.613 16g/dlHt37%Lk : 40-48%Pr : 37-43%Leukosit17.7004000-10000/ lTrombosit184.000150000 350000/ lHemostasisBT4151-6 MenitCT8299-15Menit Urin : Protein (-)

Resume Ny SL G1P1A0, usia 22 tahun dengan usia kehamilan 40 minggu datang dengan rujukan Bd E karena pecah ketuban sejak 16 jam SMRS. Ketuban berwarna kuning keruh, keluar terus menerus namun sedikit-sedikit dan tidak dapat ditahan . Pasien juga merasakan sangat mulas 1 jam sebelum keluarnya ketuban. Mulas yang dirasakan semakin sering, pasien juga merasa perutnya diputar dan merasa panas hingga ke pinggang. HPHT : 4 Desember 2014. Pasien Seorang ibu rumah tangga, sehari-harii sering melakukan aktivitas sedang, seperti mengurus kebersihan dan kerapihan rumah. Riwayat menstruasi pertama saat usia 13 tahun, siklus 32 hari, teratur tiap bulan dan berlangsung 6-7 hari tiap bulannya. Ayah pasien menderita hipertensi kronik sejak 10 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis namun suhu pasien 37,8 C. DJJ 142 x/mnt, TFU 30 cm, HIS 3 x dalam 10 menit kuat, sering dan teratur. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan perut pasien tampak membuncit, terdapat sriae gravidarum, situs memanjang. Leopold I TFU 30 cm, teraba lunak, bulat (bokong), Leopold II tahanan lebih besar pada kiri ibu (punggung kiri/Pu.ki), Leopold III teraba keras, bulat (kepala), Leopold IV kepala sudah masuk sebagian besar di PAP. Pada status ginekologi pada inspeksi terlihat vagina berwarna hitam keunguan dan vulva menonjol. Pada pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan 5cm, portio tebal, terdapat lendir berwarna hijau campur darah. Pemeriksaan penujang didapatkan leukositosis ringan yatu 17.700.

Rencana Terapi Guyur RL 2kolf Persiapan SC Observasi DJJ dan TTV

Bab IPendahuluan

1.1 Latar Belakang

Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih kontroversial dalam kebidanan. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif. Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup. Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi, karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina yang normal ada bisa menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan resiko terjadinya infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas, karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru. (4) Protokol pengelolaan yang optimal harus memprtimbangkan 2 hal tersebut di atas dan faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas perinatal dan dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.

Bab IITinjauan Pustaka

2.1 Amnion (Air Ketuban) Air ketuban atau amnion adalah cairan yang dihasilkan janin dan selaput yang mengelilinginya. Volume air ketuban akan terus bertambah dan mencapai puncaknya pada minggu ke 34 kehamilan. Jumlah akan relatif bertahan sampai usia kehamilan 37-40 minggu. Normalnya jumlah air ketuban adl 1-1.5 liter. Seiring dengan bertambahnya usia kehamilan, jumlah cairan ini terus meningkat. Normalnya, pada usia kehamilan 10 20 minggu, jumlah air ketuban sekitar 50 250 ml. Ketika memasuki minggu 30 40, jumlahnya mencapai 500 1500 ml. Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan kira - kira 1000 1500 cc. Air ketuban berwarna putih keruh, berbau amis, dan berasa manis. Reaksinya agak alkalis atau netral, dengan berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas 98 % air, sisanya albumin, urea, asam urik, kreatinin, sel - sel epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa, dan garam dan organik. Kadar protein kira kira 2,6 % g per liter, terutama albumin. Di jumpai lesitin dan sfingomielin dalam air ketuban amat berguna untuk mengetahui apakah paru paru janin sudah matang, sebab peningkatan kadar lesitin merupakan tanda bahwa permukaan paru paru (alveolus) diliputi oleh zat surfaktan. Cara penilaianya adalah dengan jalan menghitung rasio L/S. Bila persalinan berjalan lama atau ada gawat janin atau janin letak sungsang,maka akan kita jumpai warna air ketuban yang keruh kehijauan, karena telah bercampur dg mekonium Selama 9 bulan, janin 'berenang' dalam sebuah kantung setipis balon berisi cairan yang disebut air ketuban. Cairan ini berwarna putih, agak keruh, serta berbau agak amis. Adapun fungsi dari amnion sebagai berikut : Sebagai pelindung yang akan menahan janin dari trauma akibat benturan. Melindungi dan mencegah tali pusat dari kekeringan, yang dapat menyebabkannya mengerut sehingga menghambat penyaluran oksigen melalui darah ibu ke janin. Berperan sebagai cadangan cairan dan sumber nutrien bagi janin untuk sementara. Memungkinkan janin bergerak lebih bebas, membantu sistim pencernaan janin, sistim otot dan tulang rangka, serta sistim pernapasan janin agar berkembang dengan baik. Menjadi inkubator yang sangat istimewa dalam menjaga kehangatan di sekitar janin. Selaput ketuban dengan cairan ketuban di dalamnya merupakan penahan janin dan rahim terhadap kemungkinan infeksi. Pada waktu persalinan, air ketuban dapat meratakan tekanan atau kontraksi di dalam rahim, sehingga leher rahim membuka. Dan saat kantung ketuban pecah, air ketuban yang keluar sekaligus akan membersihkan jalan lahir. Pada saat kehamilan, air ketuban juga bisa digunakan untuk mendeteksi kelainan yang dialami janin, khususnya yang berhubungan dengan kelainan kromosom. Kandungan lemak dalam air ketuban dapat menjadi penanda janin sudah matang atau lewat waktu.Cara mengenali apakah cairan yang terdapat di vagina adalah amnion atau tidak dapat menggunakan cara : Bau cairan ketuban yang khas. Jika keluarnya sedikit-sedikit, tampung cairan yang keluar dan nilai 1 jam kemudian. Dengan spekulum DTT, lakukan pemeriksaan inspekulo. Nilai apakah cairan keluar melalui ostium uteri atau terkumpul di forniks posterior. Tes lakmus (tes nitrazin). Jika kertas lakmus merah. Berubah jadi biru menunjukkan adanya cairan ketuban (alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu. Tes pakis. Dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Permeriksaan mikroskopik menunjukkan kristal cairan amnion dan gambaran daun pakis.

Selaput ketuban manusia terdiri dari lima lapisan, tidak mengandung pembuluh darah atau saraf dan nutrisi yang dibutuhkan olehnya dipenuhi oleh cairan amnion. Rata-rata ketebalan selaput ketuban pelepasan dari dinding uterus adalah sekitar 200-300m, namun karena edema lokal mesoderm amnion, kadang terlihat selaput ketuban yang lebih tebal.

Gambar 1 Representasi skematik struktur selaput ketuban aterm. Diperlihatkan Komposisi matriks ekstraselular dari masing-masing lapisan dan tempat produksi matriks metalloproteinase (MMP) dan metalloproteinase inhibitor jaringan (Tissue Inhibitor of MetalloproteinaseTIMP). Amniono epitel amnion (20-30m)o mesoderm amnion (15-30m) lamina basalis atau membran basal lapisan stroma kompakta lapisan fibroblast lapisan spongiosum intermediat (tebal bervariasi)

Gambar 2. Lapisan-lapisan selaput ketuban janin Chorion laeveo mesoderm korionik (15-20m) pembuluh darah lamina basalis atau membran basal Trofoblas (10-50m) Desidua kapsularis (hingga 50m)Lapisan paling dalam, yang terdekat dengan janin, adalah epitel amnion. Sel epitel amnion mensekresikan kolagen tipe III dan IV dan glikoprotein nonkolagen (laminin, nidogen, dan fibronektin) yang membentuk membran basal, lapisan berikutnya dari amnion.Lapisan padat jaringan ikat yang dekat dengan membran basal membentuk kerangka fibrosa utama amnion. Kolagen lapisan padat tersebut disekresikan oleh sel mesenkim pada lapisan fibroblas. Kolagen interstisial (tipe I dan III) predominan dan membentuk ikatan parallel yang mempertahankan integritas mekanik amnion. Kolagen tipe V dan VI membentuk penghubung filamentosa antara kolagen interstisial dan membran basal epitel. Tidak ada penempatan substansi dasar amorf antara fibril kolagen dalam jaringan ikat amnion aterm, sehingga amnion mempertahankan daya regangnya sepanjang tahap akhir kehamilan normal.

3. Preparat histologi pewarnaan hematoxylin dan eosin (H&E)Gambar 3 Membran korioamnion dari kehamilan 39 minggu yang dilahirkan dengan repeat seksio sesaria sebelum dimulainya proses persalinan. Pembesaran 200x.

Lapisan fibroblast adalah lapisan yang paling tebal diantara lapisan- lapisan amnion, mengandung sel-sel mesenkim dan makrofag dalam suatu matriks ekstraselular. Kolagen pada lapisan ini membentuk jaringan longgar dengan pulau-pulau glikoprotein nonkolagen.Lapisan intermediat (lapisan spons, atau zona spongiosa) terletak di antara amnion dan korion. Kandungan yang melimpah dari proteoglikan terhidrasi dan glikoprotein memberikan sifat "kenyal" lapisan ini dalam preparat histologis, dan mengandung jaringan nonfibrillar sebagian besar kolagen tipe III. Lapisan intermediat menyerap tekanan fisik dengan membuat amnion bergeser di korion dasarnya, yang melekat kuat pada desidua maternal. Walaupun korion lebih tebal daripada amnion, amnion memiliki daya regang yang lebih besar. Korion menyerupai membran epitel tipikal, dengan polaritasnya yang mengarah ke desidua maternal. Dengan pertumbuhan kehamilan, vili trofoblas dalam lapisan korion dari refleksi membran janin (bebas plasenta) berkurang. Di bawah lapisan sitotrofoblas (lebih dekat ke janin) adalah membran basal dan jaringan ikat korionik, yang kaya akan fibril kolagen.Kolagen tipe IV, V, dan VII menciptakan sebuah substrat, yang tidak hanya penting bagi integritas struktur dari membran, tapi juga untuk penyembuhan luka dan pertumbuhan sel. Sudah jelas bukti bahwa banyak dari molekul-molekul ini berinteraksi satu sama lain di suatu milieu yang sangat kompleks dari bio-regulasi yang memerlukan adanya membran, pertumbuhan faktor individu, interaksi dan up-regulasi dan down-regulasi berbagai proses penyembuhan. Metalloproteinase contohnya, harus seimbang dengan Tissue Inhibitor of Metalloproteinases (TIMPS); faktor pertumbuhan, seperti fibroblas. Fibroblas berfungsi untuk membentuk lapisan yang memperkuat jaringan. Sel-sel epitel secara biologis aktif dalam proses penyembuhan yang memiliki reseptor pada permukaannya. Regenerasi biomolekul memegang peranan penting dalam penyembuhan dan faktor pertumbuhan yang terkonsentrasi di dalam selaput ketuban. Hal ini termasuk faktor pertumbuhan epidermis, Transforming Growth Factor (TGF), faktor pertumbuhan fibroblas, platelet-derived growth factors, metalloproteinase dan TIMP.2.2 Definisi Ketuban Pecah Dini (KPD)Ada 2 (dua) definisi mengenai KPD yang paling sering digunakan, yaitu ; Ketuban pecah dini atau yang sering disebut dengan KPD adalah ketuban pecah spontan tanpa diikuti tanda-tanda persalinan, ketuban pecah sebelum pembukaan 3 cm (primigravida) atau sebelum 5 cm (multigravida). Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur.

2.3 Insidensi KPDBeberapa peneliti melaporkan hasil penelitian mereka dan didapatkan hasil yang bervariasi. Insidensi KPD berkisar antara 8 - 10 % dari semua kehamilan. Hal yang menguntungan dari angka kejadian KPD yang dilaporkan, bahwa lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 % , sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 % semua kekahiran prematur. KPD merupakan komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan KPD pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan RDS.2.4 Etiologi Ketuban Pecah Dini Selama ini etiologi KPD sebagian besar adalah idiopatik. Namun ada beberapa factor yang diduga dapat menyebabkan KPD seperti ; A. Kelemahan kulit ketuban 1. Perubahan degenerative pada kulit ketuban yang rupture2. Perubahan elastisitas kulit ketuban 3. Perubahan biokimiawi pada kulit ketuban yang rupture, akibat defisiensi kolage tipe III, perubahan keseimbangan antara aktifitas enzim proteolitik dan inhibitor protease dan agen sitotoksik yang diuraikan bakteri atau inflames penjamu.

B. Peningkatan tekanan distensi pada kulit ketuban diatas ostium uteri internum pada serviks yang sudah terbuka atau peningkatan tekanan intrauterine (seperti misalnya: kehamilan ganda, polihidroamnion, solusio plasenta atau tauma yang meningkatkan tonus miometrium)Adapun referensi lain mnyebutkan bahwa penyebab ketuban pecah dini karena berkurangnya kekuatan membranatau meningkatnya tekanan intra uterin atau kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.

Menurut manuaba 1998 penyebab ketuban pecah dini antara lain Servik incompetentyaitu kelainan pada servik uteri di mana kanalis servikalis selalu terbuka. Ketegangan uterus yang berlebihan misalnya pada kehamilan ganda dan hidroamnion karena adanya peningkatan tekanan pada kulit ketuban di atas ostium uteri internum pada servik atau peningkatan intra uterin secara mendadak. Kelainan letak janin dalam rahim misalnya pada letak sunsang dan letak lintang,karena tidak ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah. Kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung, sepalopelvik, disproporsi. Kelainan bawaan dari selaput ketuban Infeksi. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.

2.5 Patofisiologi

Ketuban pecah dini terjadi karena ada kelemahan selaput ketubanperubahan menyeluruh dalam metabolisme kolagen atau ketika tekanandalam ketuban meningkat. Adanya bakteri yang mengandung enzime proteasedan kolagenase di tambah dengan respon inflamasi dari neutrofil secarabersama-sama menurukan kadar kolagen membran yang akan mengakibatkan penurunan kekuatan dan elastisitas selaput membran. Diduga juga adanya molekul perusak jaringan lunak yang di sebut Reactive Oxigen Species ( ROS ) merusak kebutuhan jaringan kolagen sehingga menyebabkan kelemahan selaput ketuban. Produksi relaxine yang berlebihan juga akan meningkatkan aktivitas enzime kolagenase yang akan merusak jaringan kolagen dari selaput ketuban. Kemungkinan jugatrombosis vaskuler plasenta juga turut berperan karena menimbulkan gangguan transport nutrisi sehingga aktivitas metabolisme kolagen terganggu.

2.6 Diagnosis KPD dan Gejala KlinisDiagnosis KPD didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan laboratorium. Dari anamnesis 90% sudah dapat mendiagnosa KPD secara benar. Pengeluaran urin dan cairan vagina yang banyak dapat disalahartikan sebagai KPD. Pemeriksaan fisik kondisi ibu dan janinnya. Tentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi antara lain bila suhu ibu 38C. Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterinPemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama terhadap kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks posterior. Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa warna, bau dan pH nya. Air ketuban yang keruh dan berbau menunjukkan adanya proses infeksi.1. Tentukan pula tanda-tanda inpartu. Tentukan adanya kontraksi yang teratur. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan. Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan) antara lain untuk menilai skor pelvik dan dibatasi sedikit mungkin.1 Pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. 2. Pemeriksaan penunjang diagnosis anatara lain : Pemeriksaaan Laboratorium : a. Tes lakmus (tes Nitrazin): jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis) karena pH air ketuban 7 7,5 sedangkan sekret vagina ibu hamil pH nya 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna, tetap berwarna kuning. Darah dan infeksi vagina dapat mengahsilakan tes yang positif palsu.b. Mikroskopik (tes pakis): dengan meneteskan air ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.2.7 Penatalaksanaan KPD :Ketuban pecah dini ternasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalan dalam mengelola KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayinya.Penatalaksaan KPD masih dilema bagi sebagian besar ahli kebidanan, selama masih beberapa masalah yang masih belum terjawab. Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek prognosis janin.Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.Kebanyakan penulis sepakat mengambil 2 faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengambil sikap atau tindakan terhadap penderita KPD yaitu umur kehamilan dan ada tidaknmya tanda-tanda infeksi pada ibu.

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu)Beberpa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari persalinan disebut periode latent = L.P = lag period. Makin muda umur kehamilan makin memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah, bila dalam 24 jam setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar.Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6 jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih dari 6 jam.Beberapa penulis meyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat dikurangi.Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya. Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil akhiri persalinan dengan seksio sesaria.

Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu)Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik yang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu dirawat di rumah sakit, ditidurkan dalam posisi trendelenberg tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan. Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada pnderita KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilanInduksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang kadang-kadang tidak ringan. Komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi gawat janin sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi intoksikasi.Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin, partus tak maju, dllSelain komplikasi-kompilkasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatan pengolahan konservatif adalah menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin.Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pem,eriksaan tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jamtung janin, pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam.Pemberian kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan kejadian RDS. The National Institutes of Health (NIH) telah merekomendasikan penggunaan kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam atau dexametason 4 dosis masing-masing 6 mg tiap 12 jam.2.8 Komplikasi Ada tiga komplikasi utama yang terjadi yaitu peningkatan morbiditas dan mortalitas neonatal oleh karena prematuritas, komplikasi selama persalinan dan kelahiran yaitu risiko resusitasi, dan yang ketiga adanya risiko infeksi baik pada ibu maupun janin. Risiko infeksi karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora vagina normal yang ada bisa menjadi patogen yang bisa membahayakan baik pada ibu maupun pada janinnya. Morbiditas dan mortalitas neonatal meningkat dengan makin rendahnya umur kehamilan. Komplikasi pada ibu adalah terjadinya risiko infeksi dikenal dengan korioamnionitis. Dari studi pemeriksaan histologis cairan ketuban 50% wanita yang lahir prematur, didapatkan korioamnionitis (infeksi saluran ketuban), akan tetapi sang ibu tidak mempunyai keluhan klinis. Infeksi janin dapat terjadi septikemia, pneumonia, infeksi traktus urinarius dan infeksi lokal misalnya konjungtivitis.

Bab IIIKesimpulanKetuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan preterm sebelum kehamilan 37 minggu maupun kehamilan aterm. Penyebabnya masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi adalah: Infeksi, Servik yang inkompetensia, Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus), misalnya (trauma, hidramnion, gemelli), Kelainan letak, Keadaan sosial ekonomi, dan faktor lain.

Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara : 1. Anamnesa 2. Inspeksi 3. Pemeriksaan dengan spekulum. 4. Pemeriksaan dalam 5. Pemeriksaan Penunjang : Pemeriksaan laboraturium, Tes Lakmus (tes Nitrazin), Mikroskopik (tes pakis),Pemeriksaan ultrasonografi (USG).

Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana. Komplikasi yang mungkin dapat terjadi : Prematuritas, persalinan preterm, jika terjadi pada usia kehamilan preterm, Oligohidramnion, bahkan sering partus kering (dry labor) karena air ketuban habis, infeksi maternal : (infeksi intra partum (korioamnionitis) ascendens dari vagina ke intrauterine, korioamnionitis (demam >380C, takikardi, leukositosis, nyeri uterus, cairan vagina berbau busuk atau bernanah, DJJ meningkat), endometritis), penekanan tali pusat (prolapsus) : gawat janin kematian janin akibat hipoksia (sering terjadi pada presentasi bokong atau letak lintang), trauma pada waktu lahir dan komplikasi infeksi intrapartum. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten

1

Daftar Pustaka 1. Cuningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap II LC, Wendstrom KD. 2010. William Obstetrics, 22nd Edition, Chapter 21 Disorder of Aminic Fluid Volume .USA : McGRAW-HILL2. Goldenberg, Robert L, Culhane, Jennifer F, Iams, Jay D, Romero, Roberto. Epidemiology and Causes of Preterm Birth. The Lancet 75-843. Manuaba Ida Bagus Kerthyayana, Ken Taylor, Tom Gedeon. 2008. GawatDarurat Obstetri Ginekologo dan Obstetri Ginekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC4. DeCherney AH. Nathan L : Late Pregnancy Complication in Current Obstetrics and Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw Hill Companies, 20085. Bullard I, Vermillion S, Soper D: Clinical intraamniotic infection and the outcome for very low birth weight neonates [abstract] Am J Obstet Gynecol 187;S73, 20076. Sarwono : Ilmu Kebidanan: PT Bina Pustaka, 2009

23