UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak CiptaKetentuan PidanaPasal 113
(1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelang-garan hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100. 000. 000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelangga-ran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf g un-tuk Penggunaan Secara Komerial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500. 000. 000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelangga-ran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pi-dana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 1. 000. 000. 000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimak-sud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembaja-kan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepu-luh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4. 000. 000. 000,00 (empat miliar rupiah).
ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU v
PenulisAfifah Zulfa AzzahAjeng Mutiara SholihahAmalia SastriyaniAna Siti FatimahAndika MuktiAnnisa Dwi YaniAnnisa MuslimahAnnisa Yuliandita PuspitasariAtha SuwandaniDina Wulan Ratna SariDwi PurwatiEnes PribadiErviana Dwi AksariFachri Yusufi MaulidaniFarras PradanaHerlin Wahyuni PutriIta Rusna DewiKiswantaraLaras AyundhitaLuthfia Sekar Wening
Melia Fathika RochmahNabila Nur AldiPutra Dwi Agus PurnomoPutri Nur Indah Sari KhasanahRagil PrasedewoRahma Diana SayidahRanita SariRiana Asti FitrianiRistiyaniRizqy Arif KurniaSanti AsesantiSholifah SetianiSiti FadlilahSujiantoTeofani Widyaningsih Tika KurniawatiTri ApriyadiTri WahyuniWahyu Nurul ChayatiZariful Ajri
PenyuntingMarwanto
Pemeriksa AksaraRachmat Purnanto
Desain SampulSatria Prakassiwi
Tata Letak IsiJanur Jene
Penanggung JawabRia HarlinawatiPanggih WidodoWagiman
Diterbitkan oleh :BADAn PengAwAS PemILIhAn UmUmKABUPATen KULon ProgoJl. KH Wahid Hasyim No. 83 Bendungan, Wates, Kulon Progo 55651
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena berkat limpahan ridho dan rahmat-Nya, Bawaslu Kulon Progo dapat
menyelesaikan penyusunan Buku berjudul “Ruang Putih Demokrasi: Antologi Puisi Pengawasan Pemilu”. 50 puisi yang ada dalam buku ini merupakan karya-karya terbaik dari sekian banyak karya puisi yang diterima oleh Bawaslu Kulon Progo dalam gelaran Lomba Cipta Puisi Bawaslu Kulon Progo dengan Tema “Pemilu Bersih” yang diadakan pada Bulan Maret-April 2020.
Kehadiran buku ini juga sekaligus sebagai penanda bahwa masih banyak masyarakat Kulon Progo yang mampu menciptakan karya-karya indah yang sarat akan makna, kepekaan, dan harapan akan terwujudnya sebuah proses
KATA PENGANTAR
vi RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU vii
demokrasi yang bersih dan jujur. Buku antologi puisi pengawasan pemilu ini juga merupakan salah satu ikhtiar Bawaslu Kulon Progo untuk senantiasa membumikan nilai-nilai pengawasan Pemilu kepada seluruh elemen masyarakat.
Melalui buku ini, Bawaslu Kulon Progo berupaya untuk menanamkan gerakan-gerakan pengawasan partisipatif pemilu dengan mengajak serta seluruh masyarakat untuk tidak lagi bersikap acuh terhadap proses pemilu di Indonesia. Masyarakat selaku pemegang kedaulatan tertinggi di negeri ini harus bersama-sama mengawal demokrasi yang bersih dan bermartabat melalui caranya masing-masing. Pesan-pesan untuk menjaga kehormatan dan martabat Pemilu tidak hanya digaungkan melalui acara-acara diskusi maupun seminar, namun juga dapat melalui rangkaian sajak yang indah.
Terakhir, kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan buku ini. Terima kasih kepada Bawaslu RI dan Bawaslu DIY atas arahan, bimbingan, dan masukannya dalam proses penyusunan buku ini. Apresiasi dan penghargaan yang tinggi kami sampaikan kepada seluruh penulis yang telah menyumbangkan karya
terbaiknya dalam buku ini. Terima kasih juga kami sampaikan kepada seluruh pihak, terutama dewan juri Lomba Cipta Puisi Bawaslu Kulon Progo yang telah membantu proses pelaksanaan lomba hingga penyusunan buku ini.
Akhir kata, semoga buku ini dapat memberikan banyak manfaat bagi semua pihak, terutama dalam upaya mengawal dan mengawasi proses demokrasi yang ada di Indonesia. Selamat menikmati setiap puisi di buku ini dengan sentuhan rasa dan menyelaminya dengan kedalaman makna.
Kulon Progo, Mei 2020 Ketua Bawaslu Kabupaten Kulonprogo
Ria Harlinawati, S.I.P., M.A.
viii RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU ix
Pemilu dan puisi, dua hal yang agaknya tak bisabertemu. Yang satu ajang kontestasi memperebutkan kekuasaan. Sementara
yang satunya menyuarakan hati dan perasaan. Namun, coba simak puisi Goenawan Mohammad (GM) berikut ini:
“Tuhan, berikanlah suara-Mu, kepadaku” Seperti jadi senyap salak anjing ketika ronda menemukan mayatnya di tepi pematang. Telungkup. Seperti mencari harum dan hangat padi.Tapi bau asing itu dan dingin pipinya jadi aneh, di bawah bulan.Dan kemudian mereka pun berdatangan – senter,
Puisi yANG MENGGETARKAN HATi
(Catatan dari Dewan Juri )
x RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU xi
suluh dankunang-kunang – tapi tak seorang pun mengenalnya. Ia bukan orang sini, hansip itu berkata.“Berikan suara-Mu”Di bawah petromaks kelurahan mereka menemukan liang luka yang lebih.Bayang-bayang bergoyang sibuk dan beranda meninggalkan bisik.Orang ini tak berkartu. Ia tak bernama. Ia tak berpartai. Ia takbertandagambar. Ia tak ada yang menangisi, karena kita tak bisa menangisi. Apa gerangan agamanya ?“Juru peta yang Agung, dimanakah tanah airku ?”Lusa kemudian mereka membacanya di koran kota, di halamanpertama. Ada seorang menangis entah mengapa. Ada seorangyang tak menangis entah mengapa. Ada seorang anak yang letihdan membikin topi dari koran pagi itu, yang diterbangkan anginkemudian. Lihatlah. Di udara berpasang layang-layang, semuabertopang pada cuaca. Lalu burung-burung sore hinggap di kawat,
sementara bangau-bangau menuju ujung senja, melintasi lapanganyang gundul dan warna yang panjang, seperti asap yang sirna.“Tuhan, berikan suara-Mu, kepadaku”
Puisi yang berjudul Tentang Seorang yang Terbunuh di Sekitar Hari Pemilihan Umum itu dimuat majalah sastraHorison(edisi September 1971, Thn VI). Apa yang bisa kita baca dari puisi karya seorang GM tersebut ?
Pertama, puisi itu ditulis bersamaan dengan momentum Pemilu 1971. Sebuah pemilu yang manandai berdirinya Orde Baru. Pemilu, terutama yang terjadi di Indonesia, ternyata tak hanya sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat semata. Juga bukan sekedar sebagai wahana sirkulasi elit politik (pemimpin) secara teratur dan damai. Ia, justru, acapkali digunakan untuk mendirikan rezim.Dan untuk kepentingan ini sering dibutuhkan tumbal !
Karena itu tepat, bersamaan dengan momentum reformasi di negeri ini, ada amandemen terhadap pasal 7 UUD 1945 yang mengatur jabatan presiden dan wakil presiden maksimal dua periode. Belakangan, aturan menjabat maksimal dua periode juga berlaku bagi kepada daerah. Sebab, sebuah rezim tak
xii RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU xiii
hanya berdiri di pusat (negara), tapi tumbuh subur menjamur di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Kedua, ada perpaduan menarik antara Tuhan, kekuasaan, dan korban (tumbal). Lantas, dimana perasaan (yang notabene bahasa sastra) mengisi puisi GM tersebut? Perasaan melingkupi atau bermain di ketiganya. Tanpa perasaan,Tuhan sulit untuk hadir (bahkan sekedar diingat) oleh mereka yang sedang berebut kuasa. Tanpa perasaan, kekuasaan sulit disandingkan dengan Tuhan.Tanpa perasaan, tumbal tak akan dituliskan.Adat kekuasaan selalu membiarkan tumbal tersimpan beku di dalam kulkas sejarah. Dan tanpa perasaan, tak mungkin tercipta perpaduan apik antara Tuhan, kekuasaan, dan korban pada puisi tersebut.
Ketiga, puisi di atas jauh dari kesan reportase seorang jurnalis belaka. Memang warna naratifnya agak lebih menonjol daripada puitiknya. Namun puisi tersebut berupaya keras untuk tidak sekedar meliput atau mengungkap fenomena politik 1971 secara banal. Ia berusaha menghadirkan sesuatu yang sublim. Meski dalam konteks ini, bacaan saya, sublimasinya belum sekental puisi panjang yang ditulis penyair lain, ambil contoh puisi Selama Bulan Menyinari
Dadanya karya ChairilAnwar.
Pendek kata, dari pembacaan atas puisi GM di atas, antara pemilu dan puisi ternyata bisa bertemu. Tapi itu di tangan seorang GM, yang kita tahu, selain seorang jurnalis kawakandiajuga sastrawan yang cukup diperhitungkan.Paduan dua dunia tersebut menghasilkan puisi liris yang, walaubelum sekental puisi lirisnya Sapardi Djoko Damono, membuat kagum sebagian pembaca sastra di tanah air. Lalu, bagaimana dengan publik? Apakah bisa menghubungkan puisi dan pemilu, sehingga tercipta puisi-puisi bertema pemilu?
Ketika diminta menjadi salah satu juri lomba cipta puisi pengawasan bertema “Pemilu Bersih” olehBawaslu Kabupaten Kulonprogo saya tak sekedar menyanggupi. Lebih dari itu, saya mengapresiasi kegiatan tersebut. Saya juga angkat topi pada lembaga (tingkat kabupaten) yang dalam keseharian berkonsentrasi pada pemilu tapi punya kepedulian pada puisi. Namun, di balik apresiasi tersebut sebenarnya saya dilingkupi rasa pesimisme. Dalam arti, apakah nanti akan banyak warga Kulonprogo yang antusias, yang mengirimkan karyanya ?Pesimisme saya itu bukan tanpa alasan.
xiv RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU xv
Pertama, aktivitas seni sastra di Kulonprogo tidak semeriah seni lainnya, terutama seni pementasan (tari, musik). Tak dipungkiri, di Kulonprogo pernah muncul Sangsisaku (1998-2000) dan komunitas Lumbung Aksara (2006-2010), dua wadah aktivitas bersastra yang pernah melegenda pada zamannya. Juga ada forum sastra yang dibentuk oleh Dinas Kebudayaan, dengan gaung kegiatan yang masih terbatas. Pendek kata, geliat sastra di Kulonprogo pasca vakumnyadua wadah tersebut masih terlihat sporadis.
Namun awal 2019 lahir komunitas Sastra-Ku. Aktivitas sastra di Kulonprogo pun kembali bergeliat. Dari para pegiat Sastra-Ku inilah, yang kebanyakan para generasi muda,lomba cipta puisi yang diadakan Bawaslu Kulonprogo diharapkan memperoleh respon.Tapi, dalam konteks lomba cipta puisi pengawasan dengan tema “Pemilu Bersih”, saya agak ragu. Sebab, selama ini pegiat Sastra-Ku (terlihat dari kiriman karya yang didiskusikan di group internal) notabene lebih asyik dengan puisi-puisi kamar: puisi-puisi yang bergumam pada diri sendiri. Masih jarang puisi yang tercipta “berbicara tentang hal di luar diri mereka”, apalagi bertema pemilu.
Kedua, salah satu penyumbang angka golput dalam pemilu adalah generasi muda. Pada tahun 2016 KPU Kulonprogo bekerjasa dengan UPN Veteran Yogyakarta pernah melakukan penelitian tentang pemilih yang tidak menggunakan hak suara atau pemilih non-partisipatif (golput). Penelitian tersebut menyimpulkan ada empat kriteria pemilih non-partisipatif, salah satunya adalah pemilih skeptis-idealistik yang sebagian besar terdiri dari generasi muda.Artinya, jika mereka yang tertarik pada puisi sebagian besar adalah generasi muda, padahal segmen inilah yang menjadi penyumbang angka golput maka sangat beralasan jika saya pesimis terhadap antusias publik yang akan mengirim puisi bertema pemilu.
Kekawatiran dan rasa pesimis saya di atas hampir menjadi kenyataan. Paling tidak menginjak minggu kedua setelah pengumuman lomba disampaikan ke publik. Hal ini terlihat dari kiriman naskah panitia kepada anggota dewan juri. Sejak dibuka penerimaan naskah 23 Maret 2020,tiap sore panitia selalu mengirim naskah ke dewan juri lewat email. Di minggu pertama, tiap hari rata-rata dewan juri menerima kiriman tiga sampai lima judul puisi. Namun menginjak minggu kedua, hanya ada satu atau dua judul
xvi RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU xvii
puisi yang diterima dewan juri –bahkanada hari yang tanpa kiriman puisi satu judul pun. Saat itu, saya memprediksi hanya akan ada sekitar 30 atau paling banter 40 judul puisi yang masuk.
Namun kiriman puisi dari panitia kembali melonjak menjelang penutupan lomba. Apalagi kemudian panitia memperpanjang waktu pengumpulan puisi (sekitar seminggu, akibat wabah Corona). Akhirnya, naskah puisi yang diterima panitia sampai penutupan pada 5 April 2020, jumlahnya diluar yang diprediksi: ada 68 judul !Jumlah ini menurut saya di luar dugaan, jika mengingat dua alasan sikap pesimis saya di atas. Memang puisi yang masuk tidak semua bagus, juga ada satu dua puisi yang isi dan temanya kurang sesuai. Namun yang perlu digarisbawahi adalah tingginya minat dan antusias masyarakat Kulonprogo mengikuti lomba cipta puisi.
Saya, dan anggota dewan juri yang lain, tidak mengetahui 68 judul puisi itu kiriman dari berapa penulis. Sebab, sejak awal panitia membuat kebijakan naskah yang dikirim ke panitia hanya meliputi judul dan isi puisi, tanpa ada nama pengarang/penulis. Memang ada ketentuan tiap peserta boleh mengirimkan karyanya maksimal 2 judul, tapi sangat dimungkinkan tidak tiap peserta memanfaatkan peluang tersebut dengan
mengirim dua judul puisi. Dan itu terlihat setelah proses penjurian selesai, ketika nama-nama pengirim dibuka, 68 judul puisi itu tidak berasal dari 34 penulis.
Menilai puisi tanpa mengetahui nama penulisnya bagi anggota dewan juri sungguh mengasyikan. Hal ini mendorong juri bertindak bagaikan “malaikat”: melompat dengan lihai dan lincah dari satu puisi ke pusi lainnya tanpa beban. Satu-satunya beban, kalau hal ini tepat disebut sebagai beban, adalah masalah “mindset” dewan juri. Tentu anggota dewan juri punya pandangan yang tidak sama terhadap puisi yang dianggap baik. Meski secara tekstual batasan dan pengertian puisi bisa dimengerti lewat sejumlah referensi, tapi dalam hal ini tak bisa sepenuhnya meninggalkan “urusanhati”. Dari sinilah muncul apa yang disebut “selera”. Meski selera tidak selamanya mendominasi (dalam penilaian), tapi jelas sulit dihindari.
Di samping itu, terkait urusan “selera” ini panitia berupaya mengatasidengan mengha-dirkan juri yang punya latar belakang beragam. Memang tiga dewan juri semuanya punya latar belakang (ataupernah bersentuhan) dengan dunia kepemiluan. Tapi,di luar persinggungan mereka dengan dunia kepemiluan, ketiganya
xviii RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU xix
punya latar belakang yang bebeda.Juri yang pertama, selain pernah bersentuhan dengan dunia kepemiluan, sebelumnya sejak lama telah menyelami di dunia sastra-budaya. Juri kedua, meski sedang bersentuhan dengan dunia kepemiluan, sebelumnya adalah seorang aktivis LSM. Sedangkan juri ketiga, meski saat ini juga sedang bersentuhan dengan dunia kepemiluan,sebelumnya adalah seorang pendidik. Menilik latar be;akang yang beragam tersebut, harapannya akan berpengaruh padaselera yang juga berbeda terhadap sebuah puisi.
Dalam penilaian, panitia menentukan empat aspek, yakni: kesesuaian dengan tema, gagasan atau ide, keindahan bahasa dan orisinalitas karya. Tiap puisi akan dinilai dengan empat aspek tersebut. Untuk memudahkan penilaian, ada juri yang menerapkan prinsip: jika pada aspek pertama sebuah puisi tidak memenuhi syarat, maka langsung dicoret dan naskah tersebut masuk tong sampah sehingga tidak perlu repot-repot memberi penilaian pada tiga aspek lainnya –meski sangat dimungkinkan puisi yang masuk tong sampah, dari aspek ide dan keindahan bahasa punya nilai lebih tinggi daripada puisi yang tidak masuk tong sampah tapi secara tema sesuai dengan yang ditentukan panitia.
Penilaian dilakukan tiap hari, begitu juri menerima kiriman email naskah puisi dari panitia. Namun setelah menerima dan menilai seluruh naskah, juri kembali membacanya dan memberi catatan (terutama untuk puisi yang masuk nomi-nasi). Seperti yang ditentukan panitia, ada tiga kategori hasil penilaian. Pertama, juara 1 sampai 3. Kedua, 10 puisi pilihan. Ketiga, 50 puisi yang akan dibukukan (praktiknya, juri hanya perlu menyiapkan 37 puisi untuk kategori ketiga ini, sebab 13 puisi sudah diambilkan dari 3 puisi yang juara dan 10 puisi pilihan).
Salah satu catatan yang menonjol dari proses penjurian terakhir, yang dilakukan dalam sebuah rapat pleno tanggal 7 April 2020, adalah tidak mudah menyamakan persepsi tiga juri tentang puisi yang dipandang, atau paling tidak masuk kriteria sebagai puisi yang baik. Beruntungnya, hal ini terjadi terutama untuk menentukan kategori 10 puisi pilihan dan 37 puisi yang akan dibukukan. Sedangkan untuk puisi yang menjadi juara (masuk tiga besar), tiga anggota dewan juri relatif punya pandangan yang sama.
Sehingga, terjadi dinamika yang cukup tinggi untuk menentukan puisi yang masuk 10 puisi pilihan. Bagi juri A, 10 puisi yang ia pilih belum tentu masuk di 10 puisi pilihan juri B dan
xx RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU xxi
C. Begitu sebaliknya. Bahkan yang lebih membuat rumit, sebuah puisi versi juri A masuk 10 puisi pilihan, oleh juri B atau C mendapat nilai yang sangat rendah (misal rangking 30 ke atas). Begitu sebaliknya. Demikian juga untuk menentukan 37 puisi yang akan dibukukan. Sebuah puisi yang dicoret oleh juri A (karena secara tema kurang sesuai), oleh juri lainnya justru memperoleh nilai lumayan bagus.
Di sinilah anggota dewan juri harus menempuh jalan komproni –dan ketiga juri punya hak suara yang sama.Meski ditempuh dengan jalan kompromi, tetap saja terjadi diskusi lumayan panas–danuntuk mendinginkan suasana rapat pleno yang dimulai habis dhuhur itu,harus dijeda dengan sholat magrib serta menikmati nasgitel.Setelah dewan juri merasa adem dan fresh, pleno dimulai kembali dengan melihat dan menimbang puisi yang akan masuk 10 puisi pilihan dan 37 puisi yang akan dibukukan.
Namun hal itu tidak terjadi untuk menen-tukan pemenang. Sebab, puisi yang masuk tiga besar sama-sama memperoleh nilai tinggi dari semua anggota dewan juri. Puisi yang masuk tiga besardipandang bagus–dilihat dari empat aspek penilaian. Tiga puisi yang masuk tiga besar, yakni: Ingin Kutulis Lagi Secara Nyata, Berani Bersih, dan
Ruang Putih Demokrasi, tampil dengan kekuatan masing-masing. Meski ketiganya bagus, tapi tetap harus dirangking 1 sampai 3. Untuk menentukan ini, anggota dewan juri kembali membaca tiga puisi tersebut secara berulang-ulang. Akhirnya, disepakati patokan yang simpel: menggetarkan hati dan istimewa (baca: tampil beda).
Dalam pandangan tiga anggota dewan juri, puisi Ingin Kutulis Lagi Secara Nyatalebih mende-kati dua patokan tersebut daripada Berani Bersih dan Ruang Putih Demokrasi. Sejak dibaca pertama kali, bahkan ketika dibaca berulang-ulang sekalipun, puisi tersebut tetap menggetarkan hati para anggota dewan juri. Puisi tersebut juga istimewa. Salah satu yang menandakan adalah tampil beda dibanding puisi-puisi lainnya. Permainan rima dan diksi yang konsisten, dengan tidak mengabaikan makna atau pesan yang ingin disampaikan. Membuatnya menjadisebuah puisi liris yang panjang tapi tidak melelahkan–bahkanenak dibaca.
Sedangkan puisi Berani Bersih, yang tampil sebagai runner-up, punya kekuatan di judul maupun isi yang amat dekat dengan tema lomba. Dengan menggunakan bahasa dan pilihan kata yang sederhana, padat dan mudah dimengerti, namun di sisi lain tidak mengeringkan imajinasi.
xxii RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU xxiii
Sementara kekuatan puisi Ruang Putih Demokrasi yang menempati rangking tiga terletak pada keberhasilannya menampilkan secara berkelin-dan antara penyuaraan filosofis dan puitis tentang kedalaman maknademokrasi dan pemilu, dalam sebuah puisiyang menarik.
Meski juri telah sepakat dengan urutan tiga besar seperti itu, untuk meyakinkan lagi, juri masih melakukan searchingterhadap model ungkapan yang digunakan dalam puisi Ingin Kutulis Lagi Secara Nyata. Memang sekilas model ungkapan seperti pada puisi tersebutbisa ditemui pada puisi Joko Pinurbo, misal yang berjudul “Kamus Kecil”. Juga seringada pada beberapa puisi karya penulis milenial.Namun bagi juri, sepanjang tidak ada kesamaan pada judul, bagian atau rangkaian kalimat di dalamnya yang sama persis, maka sisi orisinalitas masih bisa dipertanggungjawabkan.
Kalau sekedar diksi, gaya atau model peng-ung kapan, tiap periode tertentu seorang penyair jarang yang bisa sepenuhnya lepas dari pengaruh bahasa ungkap yang sedang tren.Dalam sejarah perpuisian di Indonesia, setidaknya hanya ada tiga penyair yang berhasil lepas dari pengaruh bahasa ungkap yang sedang menjadi tren pada zamannya untuk kemudian menawarkan bahasa ungkap yang baru. Tiga penyair itu
adalah Chairil Anwar (yang mendobrak bahasa ungkap sastrawan era Pujangga Baru), Sutardji Calzoum Bachri (dengan kredo puisi mantra-nya) dan Afrizal Malna (yang mengusung aliran puisi gelap).Memang ada penyair lain yang tampil menonjol, semisal Sapardi Djoko Damono, Taufiq Ismail, D Zawawi Imron, Joko Pinurbo (sekedar menyebut beberapa nama),tapi belum se-fenomenal tiga penyair sebelumnya.
Meski puisi Ingin Kutulis Lagi Secara Nyata yang tampil sebagai juara pertama, namun untuk memberi judul buku antologi puisi pengawasan ini, ketiga juri sepakat memilih puisi Ruang Putih Demokrasi. Argumentasinya, judul puisi ini lebih bisa menggambarkan dan mewakili puisi yang ada di antologi tersebut. Disamping itu, judul Ruang Putih Demokrasi dipandang mampu menerjemahkan visi lomba cipta puisi bertema “Pemilu Bersih” secara elegan dibanding judul puisi yang lain.
Ketika proses penjurian telah selesai, nama-nama penulis ataupengirim puisi pun dibuka. Bagi saya, adasejumlah catatan menarik setelah identitas penulis dibuka.
Pertama, yang tampil sebagai juarapertama adalah penulis muda yang relatif belum dikenal di kancah sastra dan perpuisian Kulonprogo. Bisa
xxiv RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU xxv
jadi ia telah lama berproses meski tidak tergabung dalam komunitas. Bisa jadi juga ia “belum teruji menulis puisi”. Tapi faktanya, karyanya mendapat apresiasi dari tiga anggota dewan juri. Fakta pertama ini membuat prediksi saya meleset: saya memperkirakan yang akan tampil sebagai pemenang adalah “pelaku lama” yang telah malang-melintang dengan jam terbang tinggi--paling tidak pernah aktif di Sangsisaku atau Lumbung Aksara.
Di balik melesetnya prediksi saya ini menunjukkan dunia sastra (dalam hal ini puisi) itu cukup dinamis.Puisi bukan lagi sebuah karya“keramat” yang hanya bisa lahir dari penulis yang telah mencapai maqam tertentu. Memang “kesakralan” puisi tetap harga mati. Namun proses untuk mencapai karya yang “sakral” itu tiap zaman punya caranya sendiri. Putri Khasanah, penulis puisi Ingin Kutulis Lagi Secara Nyata adalah satu dari banyak generasi milenial yang menempuh proses lewat sastra digital: bisa jadi ia tak familiar dengan Chairil Anwar, Sutardji, Sapardi, Afrizal atau Joko Pinurbo.
Saat ini, lalu lintas sastra digital, seperti diungkapkan Ahda Imron, lebih pada quote yang tidak selalu mengenal si pencipta atau sastrawannya (lihat majalah MajasNo 2 Vol 1 /
Februari-April 2019).Dalam konteks ini, bagi Putri dan penulis generasi milenial lainnya, untuk menghasilkan puisi alih-alih harus menjadi seorang penyair, melahap buku sastra para sastrawan terkemuka pun mungkin hampir tak pernah. Kondisi ini memang ada plus minusnya –bahkan beberapa pengamat mengkawatirkan.
Kedua, yang menjadi runner-up dan me-nempati posisi juara ketiga, adalah pegiat komunitas Sastra-Ku. Karya dari pegiat komunitas Sastra-Ku lainnya jaga ada yang masuk 10 puisi pilihan dan masuk 50 puisi yang dibukukan. Fakta kedua ini juga membuat prediksi saya meleset: perkiraan saya selama ini karya-karya pegiat konunitas Sastra-Ku sebagian besar adalah puisi kamar, yang jarang bersentuhan dengan tema-tema sosial politik. Namun, nyatanya ada juga karya mereka yang mengangkat fenomena sosial-politik dan masuk nominasi.Fakta kedua ini, menurut saya, menunjukkan bahwa keberadaan sebuah komunitas (sastra) tetap bermanfaat sebagai ajang belajar bersama dan saling menyemangati untuk tidak berhenti menulis dan berkarya.
Akhirnya, kesimpulan saya, tampilnya gene-rasi milenial sebagai jawara lomba cipta puisi ini mengisyaratkan bahwa masa depan sastra (di
xxvi RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU xxvii
Kulonprogo khususnya, dan di Indonesia pada umumnya) akan cemerlang.Di tangan generasi sastra yang baru (milenial) inilah, meminjam pendapat Emha Ainun Nadjib, akan tercipta ruang-ruang sastra yang tanpa fobi, tanpa senti mentalitas, dantanpa penolakan terhadap ruang sastra yang telah ada sebelumnya. Mereka menampilkan optimisme sastra yang tak disangka-sangka dan merekahkan harapan kebudayaan.
Dalam konteks lomba cipta puisi peng-awasan, generasi milenial yang menjadi harapan masa depan sastra itu juga generasi yang peduli dan tidak fobi pada urusan sosial politik, mereka tetap kritis tapi tidak apatis, sebab mereka adalah bagian dari tunas-tunas yang akan menyemaikan masa depan demokrasi di negeri ini.***
Kulonprogo, Juni 2020
Marwanto, S.Sos., M.Si Penyunting dan Juri Lomba Cipta Puisi Bawaslu Kabupaten Kulonprogo 2020
Kata Pengantar..........vPuisi yang Menggetarkan Hati..........ixDaftar Isi..........xxvii
Afifah Zulfa Azzah..........1 Sajak Pemilu
Ajeng Mutiara Sholihah..........3 Untuk Indonesiaku
Amalia Sastriyani..........5 Dibalik Bilik
Ana Siti Fatimah..........7 Rindu Pemilu Itu
Andika Mukti..........9 Pemilu Ku
Annisa Dwi Yani..........11 Cinta Suci Negeriku
Annisa Muslimah..........14 Tranformasi Demokrasi Negeri
Annisa Yuliandita Puspitasari..........19 Pemilu Bersih Pemimpin Bersih
DAFTAR isi
xxviii RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU xxix
Atha Suwandani..........21 Untukmu Negeriku
Dina Wulan Ratna Sari..........23 Nuraniku
Dwi Purwati..........25 Aku Rindu Akan Pemilu Yang Dulu
Enes Pribadi..........27 Hulu-Hilir Pemilu
Erviana Dwi Aksari..........33 Wujudkan Pemilu Yang Bersih
Fachri Yusufi Maulidani..........35 Pesta Demokrasi
Farras Pradana..........37 - Ia - Ruang Putih Demokrasi
Herlin Wahyuni Putri..........40 Dedah Kolusi
Ita Rusna Dewi..........42 - Pejuang Pemilu - Pemilu Bersih
Kiswantara..........45 Untukmu Pertiwi
Laras Ayundhita..........47 Memilih Pemimpin
Luthfia Sekar Wening..........49 - Amplop Terakhir - Pelangi
Melia Fathika Rochmah..........52 Subuh Ini
Nabila Nur Aldi..........55 Tsuara
Putra Dwi Agus Purnomo..........58 - Bahtera Pemilu Bersih - Kejujuran Pemilu
Putri Nur Indah Sari Khasanah..........61 Ingin Kutulis Lagi Secara Nyata
Ragil Prasedewo..........65 - Berani Bersih - Gelora Juang Pesta Demokrasi
Rahma Diana Sayidah..........68 Pesta Demokrasi Impian
Ranita Sari..........70 Pemilu yang Bersih dan Berdaulat
Riana Asti Fitriani..........72 Suara Rakyat
Ristiyani..........75 Biarkan Kami
Rizqy Arif Kurnia..........77 - Pemegang Kunci - Pemimpin Negeri
xxx RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 1
Rr. Sholifah Setiani..........81 Pemilu yang di Rindu
Santi Asesanti..........83 Suara Kemenangan
Siti Fadlilah..........85 - Kami Memilih - Pesta Rakyat
Sujianto..........88 Pemilu Bersih dan Terpercaya
Teofani Widyaningsih..........90 - Aku Rakyatmu1 - Maju Tak Gentar
Tika Kurniawati..........95 Secuil Aksi Kecil
Tri Apriyadi..........98 Tatkala Pemilu Bersih
Tri Wahyuni..........103 Sajak Luber Jurdil
Wahyu Nurul Chayati..........105 Bersih Tak Selalu Putih
Zariful Ajri..........108 Harapan Kami
Biodata Penyunting..........110
Afifah Zulfa Azzah
Afifah Zulfa Azzah lahir di Kulon Progo, 3 Februari 1998. Perempuan yang sedang menempuh pendi dikan s1 tersebut tinggal di Klopo sepuluh, Bendungan, Wates. Peng alaman menulis didapatkan dari mata kuliah yang diikuti selama kuliah dan beberapa kelas menulis bersama penulis novel dan puisi. Karya yang pernah dipublikasikan yaitu Buku Paket Terampil Membaca Teks Nonsastra Menggunakan Stategi PLAN untuk Siswa SMP/MTs Kelas VIII dan Kulon Progo dan Kisahnya
2 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 3
Sajak Pemilu
Hajat yang ditunggu telah tibaHajat rakyat indonesiaPemilu namanya Tiap lima tahun sekali adanya
Terpampang wajah-wajah calon pemimpin bangsa
Terpampang juga visi misinyaTinggal kita tentukan yang manaSesuai hati nurani kita
Jangan sampai lengahJangan sampai ada buzzer rupiah Jangan bertumpah darah Jangan saling bersilat lidah
Aku, kamu dan mereka memang bedaNamun itu tak apa, karna wajar adanyaAku, kamu dan mereka punya hak suaraMari melangkah ke TPS bersama
Aku kamu dan mereka mungkin samaSama-sama punya tujuan yang samaTujuan cari pimpinan sejati Di hajat negri ini
Bendungan pukul 7 pagi (work from home lagi)
Ajeng Mutiara Sholihah
Ajeng Mutiara sholihah atau akrab di panggil Ajeng merupakan pelajar di sMP N 1 sentolo. Perempuan kelahiran Bandung, 03 Agustus 2005 tinggal di Wora wari sukoreno, sentolo. Menulis puisi merupakan salah satu hobi dan mengisi waktu senggang di selasela belajar.
4 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 5
Untuk Indonesiaku
Kau adalah raja ambisiSemua hal kau raih demi kepuasan hatiTak peduli berapa orang yang kau nodaiSadarlah wahai calon pemimpin negeri
Demokrasi di negri ini harus lebih baikLubang-lubang demokrasi harus kita tambalTangan tangan kotor harus segera dibersihkanDemi mewujudkan pemilu yang bersih
Kepadamu rakyat di seluruh pelosok negeriBakar semangatmu untuk menyukseskan
pemilu nantiSuaramu menentukan nasib negri iniKuatkan langkahmu untuk hadir di pesta
demokrasi
Kemenangan kalbu yang bersihkemenangan yang bergerak tanpa pamrihBerjuta kepala menangis bersujud syukurBasah air mata dalam bahagia kemenangan
sebentar lagi tiba
Untuk hari hari yang lebih baikUntuk kepemimpinan yang berpihak pada rakyatIzinkan kami memiliki pemimpin yang bijaksanaUntuk seluruh umat negri ini
Wujudkan pemilu yang jujur dan damaiDamai Indonesiaku, Damai Kulon Progoku
Amalia Sastriyani
Amalia sastriyani, lahir di Kulon Progo 25 Mei 2002 dan baru saja lulus dari bangku sekolah yaitu di sMK N 1 Pengasih. Perempuan yang biasa di panggil Lia tersebut tinggal di Giyoso, salamrejo, sentolo.
6 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 7
Di Balik Bilik
Tradisi dalam lima tahun sekaliTradisi penentu masa depan negeriMasa depan negeri yang amat penuh perbedaan Bagaikan air dan minyak yang tak pernah
menyatuPenyatu perbedaan hanya dengan sebuah
pemilihanPemilihan menuju sebuah mufakat
Setiap insan akan berkumpul layaknya semut terhadap gula
Setiap insan akan terpanggil tuk memilihSetiap insan akan menuju sebuah bilikBilik yang penuh akan misteriHanya di balik bilik itu yang tahu jawabanJawaban penentu masa depan negeri
Setiap insan harus patuh Patuh pada asas tertentu Asas yang bagaikan pilar-pilarPenegak berdirinya sebuah keadilan pemilihan Tiada yang boleh bertindak semaunya Semua telah diatur layaknya barisan para semut
Ana Siti Fatimah
Ana siti Fatimah, lahir di Kulon Progo, 19 Februari 1998 dan tinggal di Kauman, Bendungan, Wates. Pendidikan terakhir yang ditempuh adalah sMK yaitu di sMK N 1 Pengasih. ia pernah menulis puisi dengan judul ”Takdirku” dan menulis cerpen dengan judul “Penantian Halalku” di jejak publisher.
8 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 9
Rindu Pemilu Itu
Pagi itu aku dibangunkan suaraSuara yang menurutku tak bermuaraPerlahan kubuka mata dengan penuh rasaSuara itu semakin dekat di batas asa
Aku berlari di ujung depan barisanBerjalan kaki berirama menentramkanBersama wanita-wanita kuat akan pukulanTak goyah bahkan dalam deru hujan
Salah satu pemimpin berteriak kerasDengan kalimat penuh makna yang lugasMereka dengan bukti tegasTidak hanya dalam bentuk tulisan kertas
Itulah masa di mana hatiku rinduRindu akan pelukan hangat ituSerta senyum ikhlas menembus kalbuYang hanya ada di satu kata pemilu
Di waktu itu adalah pemilu terbersihTak ada sampah cacian berselisihYang ada hanya pelukan kasihSerta satu kata ucapan terima kasih
Andika Mukti
Andika Mukti, lahir di Kulon Progo, 29 Juli 1997. ia merupakan lulusan s1 Manajemen Pendidikan islam di uiN sunan Kalijaga yogyakarta. saat ini, ia tinggal di sebokarang, Wates, Kulon Progo.
10 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 11
Pemilu Ku
Pemilu ajang unjuk diri dan rasa Tapi bukan tuk sandiwara saja Bukan sinetron yang penuh dengan halusinasi belaka Bukan pula sekedar retorika, agitasi apalagi
propaganda
Pemilu adalah pijakan rakyat jelata Asa dan harapan dirangkai dalam kata Maka, kumohon jangan kau tawarkan omong
kosong saja Berikan yang terbaik untuk bangsa
Adu gagasan dan adu kualitas Bukan sekedar tujuan pamer sosial Oh... Pemiluku bersihlah dari skenario elit politik Pemiluku jujur dan adil Pemiluku tak dapat dimahar dengan materiil
Politisasi agama, ras, dan apapun itu tak bisa ditawar Karena pemilu bukanlah pasar Seruan moral agama dan kepentingan mayoritas Harus tetap menjadi prioritas
Lubang demokrasi kita tambal Untuk mewujudkan pemilu yang berkualitas Memang tak semudah membalikan telapak tangan Namun kita yakin jika kita bergandengan
Annisa Dwi Yani
Bernama lengkap Annisa Dwi yani namun sering di panggil Hanbin merupakan pelajar sMK N 1 Pengasih. Annisa lahir di Kulon Progo, 26 Desember 2003 dan saat ini tinggal di Gunung Gondang, Margosari, Pengasih.
12 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 13
Cinta Suci Negeriku
Lautan manusia itu satuTerbalik enggan menyatuLalu langit abu-abu membiruMenyaksikan janji-janji palsu
Kenapa suciku telah pergi?Telah dirindu kamiTapi tak kunjung memilikiMalahan ingin sekaliTak membangkitkan kami
Alberth enstein kulihat terlalu lambat tertarik ke Bima Sakti,
Tapi apa kata si Bima SaktiKatanya tak apa dicoba lagiCobalah naik tangga hati-hati
Tangga itu berdamai dengannyaMenjaganya sampai ke ujungnyaKulihat mereka adalah puncaknyaKemajuan merekalah menjadi dambaannya
Pulau-pulau jadi satu Hati pun suci tak tertanggal satuBungaku haus alami baruHanya ahlinya yang tahu
Kunciku telah berintegritas diriTerbentuklah moral agama yang berdiriJangan sendiri itu sangat sakit sekaliMari bersama-sama berdiri dengan
ketangguhan hatiMelawan serangkaian konflik yang tak henti-henti
Pilih! jangan salahBersih tak sudi salahMaka jadikan pemilihan yang sahdemi kemajuan stok darah
Hiduplah negriku Jadikan aku pemilihmuMembantumu menyongsong kehidupan ituAku bersama cinta suci negeriku
14 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 15
Annisa Muslimah
Annisa Muslimah atau Nisa lahir di Kulon Progo, 27 November 1998. Tinggal di Nepi, Kranggan, Galur, saat ini Nisa sedang menempuh pendidikan di universitas Ahmad Dahlan (uAD) Jurusan Pendidikan Agama islam. Karya yang pernah dipublikasikan berupa Jurnal berjudul “Peran Nasyiatul ‘Aisyiah di Kulon Progo dalam Pemberdayaan Perempuan”
Tranformasi Demokrasi Negeri
Enam puluh lima tahun yang lalu tepatnyaBangsa ini memulai untuk mengukir sejarah
demokrasiBerbondong-bondong masyarakat ke TPS
dengan rasa gembira dan damai Saling berbeda pilihan tetapi satu tujuan ke
depanPerdamaian diutamakan, kejujuran senjatanyaTak heran jika saat itu demokrasi Indonesia
menjadi prioritas di mata dunia
Sayang bangsaku kini telah kehilangan harga dirinya
Hasutan, sogokan, kecurangan, dan manipulasi dilakukan demi menaikan persentase suara
Segala cara kotor dilakukan sedangkan hati nurani kini tidak lagi diberi kesempatan bersuara
Kalah dengan ego dan nafsu picik dan licik mereka
Kotornya pesta demokrasi negeriku iniKotor oleh tangan-tangan rakyat bawah
sampai oknum tersohor
16 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 17
Malunya sungguh malunya bangsaku iniPutih yang kini perlahan menjadi semakin
hitamMenjadi catatan yang sungguh
memprihatinkan dalam sejarah demokrasi
Martabat kini sudah tidak ada lagiTergerus hancur terbawa arus zaman
degradasi moralYang dimana kini kemenangan adalah tujuan
utama tanpa memandang cara untuk meraihnya
Sungguh sangat ironis dan mirisTahun dua ribu sembilan belas telah menjadi
saksiDengan banyaknya ketidakadilan dan
kejanggalanBanyak darah yang tumpah, nyawa
melayang, api disulut, batu berlayangan, mengamuk, bahkan kekerasan, dan perang saudara
Terlalu beringas dan ganasTerlalu kotor dan memalukan Saling menuduh menjadi strategi
Asas kini tidak lagi menjadi cerminKebebasan dalam memilih telah menjadi
kebutaan Antara baik dan buruk tidak bisa mereka
bedakanSedangkan rahasia hanya menjadi omong
kosong belakaBagaimana bisa menjemput masa depan bangsa
yang baikKalau cara yang ditempuh sangat kotor dan hina
Dengan rasa rindu dan juga malu sajak ini kutulisRindu pada pesta demokrasi yang dulu bersih
dan damai seperti kata orang tuaYang dulu belum pernah aku rasakan sehatnya
untuk saat iniMalu atas kotornya jiwa dan pikir masyarakat
negeri iniMenjadi sorot dunia bahwa negeriku tidak
seperti dulu lagi
Teruntuk orang tua dan remaja putra putri harapan bangsa di seluruh pelosok negeri ini
Mari bersama-sama kita bangun kembali apa yang telah runtuh
18 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 19
Mari kita munculkan kembali apa yang telah hilang
Dan bersatu kembali atas segala yang telah bercerai-berai
Mari jemput kembali pemilu dengan jiwa yang besar
Dengan memilihnya secara langsungDengan kebebasan murni tanpa hasutanDengan rahasia tanpa transparanDengan kejujuran bersih tanpa kecurangan Dengan rasa adil disertai kedamaianPemilu bersih negara bermartabatMajulah negeriku majulah bangsaku
Annisa Yuliandita Puspitasari
Annisa yuliandita Puspitasari, lahir di Kulon Progo, 24 Juli 2000. Gadis yang akrab di sapa Nisa tersebut saat ini sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. saat ini, ia tinggal di Tapen, Hargomulyo, Kokap, Kulon Progo. ia memiliki hobi menulis, baik menulis puisi, prosa, artikel, maupun jurnal. salah satu hasil tulisannya adalah cerita rakyat berjudul “Asal Mula Dusun Tapen” dalam buku berjudul Arkais.
20 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 21
Pemilu Bersih Pemimpin Bersih
Kepada calon pemimpin Rakyat butuh pemimpin yang bersih Bersih hati, bersih pikiranTerpilih secara bersih Bersih terbebas dari korupsi, kolusi,
dan nepotisme
Atha Suwandani
Atha suwandani, Lahir yogyakarta, 23 Januari 2004 dan saat ini sedang menempuh pendidikan di sMK N 1 Pengasih. Perempuan yang tinggal di Anjir, Hargorejo, Kokap tersebut pernah mengikuti lomba menulis puisi @Coretanfilsuf
22 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 23
Untukmu Negeriku
Sebuah bukti untuk mewujudkanSemua janji yang telah diucapkanMenyatukan semua perbedaanUntuk persatuan dan kesatuan
Melalui mu, kami bisa menyalurkan aspirasiDemi kemajuan bangsa iniBangsa dengan asas demokrasiMenuju Indonesia berprestasi
Pemilu yang bersihAkankah dapat kita raih?Apakah dapat membuat seseorang tersisih?Dan tergantikan dengan segala dalih
Pemilihan umum yang kita impikanSemua akan kukorbankanSegala upaya akan kulakukanPadamu Indonesia yang kubanggakan
Dina Wulan Ratna Sari
Dina Wulan Ratna sari sering disapa Dina, lahir di Kulon Progo, 14 Februari 2003. saat ini ia tinggal di Kebonromo, Giripurwo, Girimulyo, Kulon Progo dan sedang menempuh pendidikan di sMA N 1 Girimulyo.
24 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 25
Nuraniku
Waktu semakin dekat dengan kata pemiluMereka yang tergugah dengan semangat bersatuMelaju dengan langkah mendayuMemilih sesuai rumus-rumus pemilu
Jago berkokok di pagi hariSebagai alarm pagi demi jagoan hatiKobaran semangat yang membara bagai apiDengan pilihan sesuai hati nurani
Mulailah dengan senyuman hangatTiada kecurangan yang melekatPilihlah tanpa adanya hujatDengan tanda biru mendarat Dwi Purwati
Dwi Purwati lahir di Kulon Progo, 15 Januari 2004. Perempuan yang beralamat di Tejogan, Hargorejo, Kokap tersebut merupakan siswi sMK N 1 PENGAsiH. untuk mengisi waktu luang, Dwi sering menulis cerita di wattpad
26 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 27
Aku Rindu Akan Pemilu yang Dulu
Apakah kautahu, Apa yang kini kurasakanRasa rindu yang membuncahTapi bukan pada seseorang
Aku rindu akan masa laluDimana pesta demokrasi pertama
dilangsungkanDimana waktu itu masih aman dan damaiTanpa terjadi pertumpahan darah
Wahai lihatlah,Sekarang semua telah berubahSetiap lima tahun sekaliAkan terjadi pertumpahan darah
Wahai dengarkanSuara hinaan yang saling dilontarkanHanya karena perbedaan pendapatMenjadi penyebab pertumpahan darah
Wahai rakyat semua,Marilah kita mengulang masa silamDimana pesta demokrasi dilangsungkanTanpa ada satu nyawa yang melayang
Kulon Progo, 24 Maret 2020
Enes Pribadi
Memiliki nama asli Pribadi, lahir di Kulon Progo 1958. Dalam bersastra sering menggunakan 2 nama, yaitu Enes Pribadi dan Papi sadewa. sejak akhir tahun 1970an karyanya sering ada di koran Masa Kini, Berita Nasional, semangat dan Minggu Pagi (yogyakarta). suara Merdeka (semarang, Jawa Pos (surabaya) dan majalah Gadis (Jakarta . sejak jadi PNs jarang menulis. Tahun 1998, saat menjadi Penyiar radio Rosala mendirikan sanggar seni sastra Kulon Progo (sangsisaku) bersama Grilyadi, seorang penyiar radio RAM. Lewat 2 radio di wates itulah sastra kian berkembang di Kulon Progo. Tahun 2018 pensiun sebagai guru di sMA Negeri 1 Wates. Baginya puisi hanya sekedar “isenisen urip” dalam hidup. Maka untuk menjaganya ya harus terus belajar menulis. Entah sampai kapan.
28 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 29
Hulu-Hilir Pemilu
(1)Dari lembar-lembar bukuIndah menara gading pemiluKeikutsertaan warga yang setiadengan kemerdekaan bersuaraMembuka jaket Membuka dadaMengibarkan benderaTanpa konflik tak bergunaMelahirkan empat partai besar yang berbedaMemulai demokrasiMelewati batu cadas sungaiMengukir prasastiTiba di hilir ada yang tersingkirMaka enam lima berakhir
(2)Saat aku remajaAkupun ikut sertaMemilih tanda gambarSeperti diantar ke surga
Dalam perkembangan berikutnyaKetika masuk lebih dalamTernyata gambarnya berbedaPelan-pelan langkahku surutMenuju hutan, menjaga huluBiarlah semua tertataBiarlah semua satu warnaBiarlah semua satu suaraMenuju Macan AsiaDengan tekad yang samaNamun sungai memang berlikuKapal bergoyang sudah biasaTetap melaju dan melajuTiba di hilir kakimu terkilirSembilan delapan berakhirAkupun tak habis piker
30 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 31
(3)Kini aku sudah tuaPenglihatanpun berbedaBerjalan dengan merabaLewati pagar-pagar yang dijagaAtas nama demokrasi-reformasiTernyata sama saja
Aku ingin balik ke huluMereguk air yang jernihMelawan arus apalah daya
Tiba di hilir anginpun tak semilirBahkan makin khawatirTak indahlah samudraMakin jauhlah cakrawala
(4)Wahai anakku…Jika langit tak lagi biruAngin tlah berubahItu pertanda pancarobaMaka ambilah pusakaPilih doa nabi yang teraniayaMembelah kegelapanMenuju hari baruAlam yang segarSeperti dahulu
Wates, 27 Maret 2020
32 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 33
Sajak Akar Rumput
Akar rumputJangan dipandang sebelah mataIa bisa tumbuh bungaDan mengantarmu ke istana
Akar rumputJangan lengah merawatnyaPagi sore disiram ditengokSebagai atensi batin untuknya
Jika akar selalu sambungHujan rumput akan menjelmaDi halaman ujung jalanBukankah ini yang dikehendaki
Lain halnyaRumput hijau rumah tetanggaTanpa akar yang putihPasti petaka!
Akar rumput ini hanya puisiDi tanganmu entahlah jadiKerlip bintang di malam hariPenyair tak lebih menerangi
YIA full, 29 Maret 2020
Erviana Dwi Aksari
Erviana Dwi Aksari, lahir di Kulon Progo, 27 Maret 2000. Mahasiswa jurusan Akuntansi Fakultas Bisnis universitas PGRi yogyakarta tersebut aktif sebagai anggota uKM Jurnalistik dan aktif sebagai anggota Karang Taruna di daerahnya yaitu Pedukuhan 1, Brosot, Galur. salah satu puisi yang berjudul “sebuah pengorbanan” pernah di publikasikan dalam buku “Antologi Puisi HMP PBsi universitas PGRi yogyakarta.” Erviana juga sering mengikuti lomba puisi yang diselenggarakan media online.
34 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 35
Wujudkan Pemilu yang Bersih
Pemilu sebentar lagiKepada segenap jiwa yang mempunyai hak suaraBerlomba lombalah datang ke tempat
pemungutan suaraUntuk memilih mereka yang bisa dipercayaKepada putra putri bangsa iniKobarkan semangatmu untuk menyukseskan
pemilu nantiBakar jiwamu dengan rasa peduli
Memang kau bukan siapa siapaTapi negeri ini butuh dirimu Karena kedaulatan ada ditanganmuPilihlah sesuai dengan pilihan muHanya Tuhanlah yang tahuJadikan pemilu menjadi pemilu yang bersih
sesuai dengan asas pemiluBiarkan pemilu berjalan dengan lancar
Marilah berpatisipasi di Pemilu dan wujudkan pemilu yang bersih
Fachri Yusufi Maulidani
Fachri yusufi Maulidani lahir di Jepara, 14 Agustus 1996. ia merupakan lulusan salah satu universitas di yogyakarta dan saat ini tinggal di Gadingan, RT 002 RW 004, Wates, Wates, Kulon Progo. Punya kegemaran menulis, namun tulisannya seringkali hanya dituangkan dalam catatan pribadi.
36 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 37
Pesta Demokrasi
Deru ini berkumandang di mana-manaDari sabang hingga meraukeDeru ini mengibarkan berbagai warnaMerah kuning hijau hingga biru ada
Janji demi janji bertebar sana siniHingga rakyat bingung mempercayaiIming-iming akan negri yang damaiAkan negri yang aman dari badai
Padamu suara penentuGunakan hak pilihmuLangkahkan kaki ke TPSmuKeluarkan suaramu, siapa saja kamuKarna tiap kamu adalah penentu
Luber jurdil katanyaBawaslu, KPU mengawal setiaPada tiap satu suaraSuara penentu bangsa
Farras Pradana
Farras Pradana lahir di Lombok Timur, 26 Mei 2001. Tinggal di Ngramang, Kedungsari, Pengasih. saat ini menempuh pendidikan s1 di universitas Negeri yogyakarta jurusan Pendidikan sejarah. Farras telah aktif menulis sejak kelas dua sMK. Dan kini, di tengah kesibukannya mengerjakan tugas kuliah, masih berusaha untuk menulis. Tergabung dalam komunitas sastra di Kulon Progo, sastraKu.Karya yang pernah dipublikasikan yaitu Cerpen yang berjudul “si Lidi Pemesan Peti Mati” terpilih sebagai salah satu cerpen pilihan Festival sastra Bengkulu 2019 (FsBBWF). Cerpencerpenya pernah dimuat di galeribukujakarta.com, basabasi.co, detik.com, dan sejumlah media mahasiswa. Naskah novel yang ditulisnya pada saat sMK tahun ini diterbitkan dengan nama pena “Kumbang Lanang”, dengan judul buku “Mata dan Telinga” oleh penerbit guepedia.
38 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 39
Ia
Menusuk dalam gambar dengan tangan kosongartinya tanpa terlebih dahulu menerima
bayaran.Sebab pemilihan bukan pekerjaan.Ia tempat yang kita pijakmerupakan dinding yang berbaringmembiarkan tubuhnya dijejak.Ia adalah demokrasi yang kita sokong.
Ia mungkin adalah segala kegalauannamun mungkin juga seranganKadang, ia kita tafsirkan beginilalu sinar mengubah bayangandan kita tafsirkan begitu
Mungkin kita dapat lupakan kecurangandan muncul diterik matahari siangterbasuh langsungsecara umummenjadikan kita bebasdari rahasiaMenampatkan kita di poros jujuryang tegak adil
Menara cahaya menyelimuti dirinyaIa terbenam dalam yang terbukamembawa kita di dalamnya untuk masukikut tenggelam, hirup-hidup
Ia adalah angan-angan demokrasi kita
Ruang Putih Demokrasi
Ketika orang-orang bersuaradan orang-orang meminta suaraMasukan saja dari jenis keduanyake dalam satu ruangan yang jadi arena.
Apabila putih bersih dari asalnyaterus jaga, jangan biarkan menganga.
Lindungi, namun tak dapat dipungkiriYang bersuara dan yang memintanyakeduanya hanyalah fana.
Ruangan itu dapat menampung semuasedikit membuka jendelauntuk menumbuhkan bunga,dan memasukan matahari.
Bukan membiarkannya tidak abadi, tapi
bunga tidak dirawat tentu matiaroma busuk menghampirimenggiring keluar lalu kembali.
Setiap dimasuki, kesesakan terjadiapabila mulai dikotori.Entah siapa yang melekasi,namun kita sebut “menciderai demokrasi”
40 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 41
Herlin Wahyuni Putri
Herlin Wahyuni Putri, Lahir di Kulon Progo, 31 Oktober 2002. Tinggal di Kebonromo, Giripurwo, Girimulyo, Kulon Progo. saat ini ia masih menempuh pendidikan di sMA N 1 Girimulyo. Herlin mulai belajar menulis sejak memasuki bangku sMA. Karya yang pernah dipublikasikan yaitu Puisi “Notasi Arloji” dalam Antologi Pusi Kenangan, Esai “Tak Mengenal Gamelan, Rugi” dalam Antologi Esai Laskar Menoreh.
Dedah Kolusi Katanya ini negri demokrasi Rakyat menggelar pesta Terikat rapi dalam periodisasi Persuasi menjadi strategi Sorak sorai lekas menggemai Menyambut pesta rakyat yang akan segera
dijumpai Kala itu berbagai mangsa seakan enteng tuk
diburu Berbagai jalan seakan laju tuk berlalu Berharap berujung manis layaknya madu Hingga ternyata sebuah usaha terbentang nyata Suara rakyat bak mainan yang mudah
diperjualbelikan Apakah hak suara hanya untuk suatu
pembajakan? Perhelatan ini bukanlah buah dalam kolusi Bukanlah eksploitasi berbagai relasi Pikirkan sekali lagi Jangan sampai, Memperjuangkan nikmat sesaat demi
kemalangan yang hebat Jauhi kolusi, menuju indahnya demokrasi
42 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 43
Ita Rusna Dewi
ita Rusna Dewi, M.s.i atau biasa di panggil ita merupakan staf Panwaslu Kecamatan Kokap dalam Pemilu 2019. Perempuan yang lahir di Kulon Progo, 12 Maret 1987 merupakan lulusan Magister studi islam universitas Muhammadiyah yogyakarta (uMy). Tinggal di Gunung Rego Rt 19/05, Hargorejo, Kokap, ita memiliki beberapa pengalaman menulis yaitu Antologi Puisi “Aku tidak Berani Bertanya” Guru sMP se Kulon Progo tahun 2016, Antologi puisi “sajak Anak Negri” tahun 2018. beberapa judul puisi yang pernah di publikasikan yaitu Mencoba untuk Diam, Merasa Kehilangan, Perempuan di ujung Waktu, Tembang Akhir Zaman, Tetap Bertahan, Bunda selamanya
Pejuang Pemilu
Berani meluruskan langkah Derap laju tak pantang menyerahMengetuk sanubari insan yang lengahKau kesatria dalam suasana gundah
Baris terdepan menjadi pedomanLantang menerjang setiap rintanganMemberi energi bagi setiap insan Pengabdianmu layak dinantikan
Kuat menopang tugas atasanMeneriakkan siap dalam setiap kesempatanSemangat menjadi bagian tak terpisahkanProses pemilu adalah hidupmu sebagian
Bisa diandalkan dalam menjalani rutinitasTegas dan bijak dalam setiap aktivitasKemantapan hati memberantas tuntasPejuang pemilu layak menjadi prioritas
44 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 45
Pemilu Bersih
Jujur melangkah sesuai alurGegap gempita menyusuri lajurDetakan jantung kian membaurMenyambut pesta demokrasi makmur
Mandiri dalam setiap prestasiMenggaung menyampaikan maksud hatiMenggetarkan sanubari berpartisipasiMenyiapkan rangkaian pesta anak negri
Menolak curang dalam kebiasaanMenegur setiap tindak kejahatanMenenangkan insan dalam tindakanMensukseskan demokrasi di setiap kesempatan
Dapat dipertanggungjawabkan aturanMeraungkan semangat keadilanMenyertakan gembira dalam pekerjaanPemilu bersih sangatlah dirindukan
Kiswantara
Kiswantoro atau akrab di panggil om kis lahir di Kulon Progo 28 Februari 1980. saat ini ia tinggal di sabrangkidul, Purwosari, Girimulyo. Pendidikan terakhir yang ditempuh adalah s1 di salah satu universitas di yogyakarta.
46 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 47
Untukmu Pertiwi
Bukan untuk penguasa semata Bukan untuk yang bergelimang harta Bukan untuk yang terpandang saja Tetapi pemilu untuk semua, rakyat dan bangsa Pemilu untuk aku kau dan dia Tanpa paksaan juga sogokan Tanpa batas orang bawah atau atas Tanpa kecuali preman atau kiyai Untuk kejayaan negeri Untuk kemakmuran sejati Untuk anak cucu nanti Untuk senyum Ibu Pertiwi
Ayunan langit, 26 Maret 2020
Laras Ayundhita
Laras Ayundhita, sering dipanggil Laras atau Dhita merupakan pelajar di sMK N 2 Pengasih. Laras lahir di Kulon Progo, 23 Mei 2004. Tinggal di Kalisoka, Margosari, Pengasih, Laras pernah mengikuti lomba menulis puisi saat masih duduk di bangku sMP.
48 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 49
Memilih Pemimpin
Mentari bersinar menyongsong kemakmuranPapan-papan kontestan dengan segala janjinyaPilihlah saya...Coblos saya...
Janji keadilanJanji kesejahteraanJanji kesehatanJanji kemakmuran Ya....Manis.. sungguh manis janjimuAtas nama golonganAtas nama kemanusiaanKau janjikan harapan
Ketika semangat membaraMenentukan langkahAkan kemana negeri iniBerbagai suara berseru
Dia...Pilihlah dia..Namun aku tetaplah akuDengan kemantapan hatiMemilih pemimpin sejati
Luthfia Sekar Wening
Luthfia sekar Wening atau Luthfi lahir di Kulon Progo, 22 Januari 1993. Beralamat Tapen, RT 04/RW 01, Hargomulyo, Kokap. Luthfi merupakan lulusan D3 universitas Negeri yogyakarta (uNy). Dalam hal pengalaman menulis, Luthfi pernah mengikuti Lomba Karya Tulis BKKBN tingkat provinsi tahun 2011 dan berhasil menyabet juara iii.
50 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 51
Amplop Terakhir
Lima tahun sekaliDapat amplop dan janjiAwalnya hijau Berikutnya biruKemudian merahKemudian merah biruTerakhir merah dan merahSepertinya sudah sah!
Benarkah?
Batin tak bisa ditipuTidur tak nyenyakMakan tak enakIstirahatpun tak jenak
Begitulah hidupjika tak sekedar hanyutpada sungai keruh dan panjangSiapa lagi akan mulaikalau bukan kita sendiriMembersihkan langit nan biruLangitnya anak cucu
BegitulahIni amplop terakhir bagikuPenghalang berkahhidup yang tak maju-majuBagimu dan bagiku
Kokap, 03 April 2020
Pelangi
Seperti pelangi senja hariMerah hijau biruMerah hijau biruMemanggil-manggil disetiap pemiluMerangkulku seperti benar-benar rindu
Tak hanya ituEngkau mengajakku terbang jauhPemandangan yang menakjubkanKota-kota masa depandengan pepohonan yang rimbunLampu-lampu neonLalu lalang kendaraanKaki lima tempat orang gurau-sahabat
Lain waktu, angin laluHabis merah hijau biruHabislah pelangikuAku sendiri, termanguMerenungi nasib yang tak pernah berubahdari pemilu ke pemiluKarena merah hijau dan biruYang tak ku tahu…
Kokap, 03 April 2020
52 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 53
Melia Fathika Rochmah
Melia Fathika Rochmah sering disapa Meli atau Lia merupakan siswi sMA N 1 Wates yang lulus tahun 2020. ia lahir di Kulon Progo, 19 Maret 2002 dan saat ini tinggal di Kopat, Karangsari, Pengasih, Kulon Progo. sejak kecil ia memiliki hoby membaca buku serta menulis. Karya yang pernah dipublikasikan adalah sihir Batara Kala Antologi Cerpen Keluargaku inspirasiku
Subuh Ini
Nyatanya ada yang membangunkanmu pagi iniKetokan pintu tiga kali, kula nuwun ucapnya.Lalu dibukalah pintu, si tamu nyelonong masukDibawanya seplastik gula teh dan sepucuk
amplopPilih aku di pemilihan ini; bisiknya
Dirimu hari itu tiada makanan tersisa di meja Dengan begitu lembutnya, setan setan
mengingatkanmu“ambil saja, tidak apa apa, ambil saja”Hati orangmana tidak terrayu
Nyatanya ada yang lebih keras terdengar didalam hatimu
di matamu, dan mata-Nya, adzan subuh yang memanggilmu,
menyuruhmu datang bersama riuhnya dzikir di pagi hari
Bersama orang orang jujur lainnya, memanjatkan doa
Memilih pemimpin terbaik untuk kemajuan negeri ini
54 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 55
Dirimu pun menarik tamunya,mengembalikan bingkisannya
berjalan bersama menuju rumah-Nya di pagi nan sejuk ini
yang dipenuhi khusyuk makmum dan imamKhidmat menghadap kiblat, memanjatkan
taubat
Terima kasih melawan serangan setan fajar ini
Nabila Nur Aldi
Nabila Nur Aldi lahir di Kulon Progo, 8 Februari 2003. Pelajar sMAN 1 Wates ini beralamat di soronanggan, Tawangsari, Pengasih, Kulon Progo. Nabila memiliki pengalaman menulis yang cukup banyak diantaranya menulis Esai dalam Dies Natalis uiN sunan Kalijaga 2019, menulis Esai Tema Agroteknologi FK unej tahun 2019, menulis Esai sejarah Tema Geger spehi Dinas Kebudayaan Diy tahun 2019, serta Projek menulis Antologi Esai Balai Bahasa Diy tahun 2019. Karya yang pernah dipublikasikan yakni Essai dengan Judul Lahanku Lahan Besi dalam Antologi Essai Pelajar Kulon Progo tahun 2019, terbitan Balai Bahasa yogyakarta.
56 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 57
Tsuara
Tsuara kami t’lah dibeliKarena bunyinya tak berhargaPada roda yang berputarMengikuti arus jam yang mulai edan
Kini tsuaranya tak terdengarKarna bising pesta punggawa yang lupa akan asalYang menari nari dalam kemerlap lampu kesesatanDengan baju yang penuh kehormatanSerta kepala besar karna banyak impianTak lupa kaki kecil yang rapuh karna tak sadar
akan kemampuan
Tsuara kami telah hilangKarna mencari keadilanDikumpulan buih buih keraguan
Dunia ini kejamSetiap suara yang kau berikan Akan menjadi penentu beradaban
Kau harus selektifAkan berbagai janji atau dustaAkan berbagai nimangan kasih sayangAtau tusukan pada kemaluan
Kau harus bijak memilihMencari seseorang yang alim tanpa melihat
kopiyahnyaSeorang dermawan tanpa lihat isi dompetnyaJujur tanpa lihat penampilanOrang yang bisa memimpin tanpa melihat isi amplop
Tsuara kami telah lenyapKarna orang t’lah berubahKemanakah asas kejujuran Kemanakah asas kebebasan Kemanakah asas keadilanKemanakah semua asas itu dalam pemilihanKemana?
Dan mengapa?Kau ganti semua asas itu dengan“bayar berapa? Partai apa?’’Ahhh...
Mau jadi bagaimana negara iniNegara butuh Pemimpin yang mengayomiBukan pemimpin yang you not my familyRakyat butuh pemimpin yang mengispirasiBukan sana sini tebar sensasiKita sama sama belajarBelajar bijakBijak memilih, bijak menyikapiDan bijak menjalakan setiap peraturan.
58 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 59
Putra Dwi Agus Purnomo
Putra Dwi Agus Purnomo lahir di Kulon Progo, 15 Agustus 1992. ia tinggal di Bendungan Lor, Bendungan, Wates, Kulon Progo. saat ini, ia dipercaya sebagai Dukuh Bendungan Lor, Bendungan, Wates, Kulon Progo.
Bahtera Pemilu Bersih
Rasa syahdu berbalut rinduMenantikan sebuah kehadiranmu wahai pemiluDengan jiwa raga dan semangatmuAku menjadikanmu sahabatku
Wahai Pemilu…..Dengan semangat dan motivasiTak terpengaruh imbalan pastiEngkau telah menjadikan kejujuran dalam hatiUntuk menjadi tulang punggung demokrasi
Ku telah menelusuri dalam kehidupan iniWalaupun engkau banyak yang mengintogerasiNamun engkau tetap melayani dengan sebersih hatiUntuk menjadikan sebuah alat perubahan generasiAtas kehendak hati menuju pemimpin yang
berprestasi
Wahai Pemilu….Bangsa dan Negara telah percaya kepadamuDengan segala kekuranganmuDengan segala Iman dan KetaqwaanmuEngkau telah berusaha menjadikan Indonesia lebih
maju
60 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 61
Kejujuran Pemilu
Tanpa ku sadari engkau menjadikan aku rinduDengan semangat kehadiranmuAku memilih seorang yang ku tunggu - tungguUntuk menjadikan Indonesiaku yang maju
Wahai Pemilu…..Walaupun dengan segala perbedaanNamun engkau telah menjadikan sebuah
kepuasanDengan semangat bersih tanpa kecuranganEngkau menjadikan kami nyaman dan aman
Dengan semangat demokrasi dan kejujuranEngkau menjadikan suatu perkelahian dan
permusuhanMenjadi sebuah harapan untuk masa depanMelahirkan sebuah demokrasi yang kredibel dan
unggulan
Wahai Pemilu….Denganmu aku menaruh harapanUntuk menjadikan masa depan yang aku
inginkanDengan semangat kejujuran yang engkau
unggulkanAku memperoleh pemimpin masa depan yang
aku harapkan
Putri Nur Indah Sari Khasanah
Putri Nur indah sari Khasanah atau yang biasa disapa Putri saat ini beralamat di Gembongan, sukoreno, sentolo, Kulon Progo. Lahir di Kulon Progo, 30 Maret 2000, Putri kini masih berstatus sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di yogyakarta. Telah memiliki pengalaman menulis di Lomba Cipta puisi. Karya yang pernah dipublikasikan yaitu “Ruang Rindu”
62 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 63
Ingin Kutulis Lagi Secara Nyata
Sebenarnya ya,Aku lebih senang menorehkan tintaDi atas aksara cintaYa, meski ‘tak pernah ada pinta
Kalau dunia bisa terciptaAtas rangkaian kataApakah nanti berdamai dengan semesta?Yang mana bisa terlukis dari air mata
Melihat pemilu yang terlihat piluMemandang politik yang dipandang antikMenata negara yang ditata dari perolehan suara
Padahal ya,Petugasnya ‘kan sudah susah payahMempersiapkan segala kisahSembari menyediakan cap basahUntuk rakyat yang hanya bisa berkeluh kesah
Sejatinya paragrafku iniBernilai persuasif agar pemilu kondusifMengajak rakyat melahirkan semangatBerbekal harapan agar menjadi yang terdepanSupaya tidak ada kerusuhan disamping
kedamaian
Harusnya pemilu dalam luber jurdilDapat terlaksana tanpa hambatan yang hanya secuilTentang jeritan rakyat kecilAtau pemimpin yang katanya ‘tak adilSampai ekonomi yang tidak stabilHingga penguasa yang sering pamer mobilDan hutang yang entah kapan bisa dicicil
AyolahJangan hanya sekedar inginDisamping anganNanti bisa diterpa angin
Kita dilatih untuk sabarDi atas tanah yang suburDiantara penduduk yang hadir dengan sebar
Sungguh tak ada yang mau rugiMengajak kita gerakkan ragaTanpa ada sedikit ragu
Menanti baiknya kabarTentang semangat yang penuh kobarTapi jangan malah kaburKita disaksikan oleh bendera di atas kibarSembari panjatkan doa untuk pahlawan yang telah
dalam kubur
64 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 65
Agar setiap nafas yang kita hirupMenjelma menjadi sebuah harap
Wujudkan pemilu bersih bersama kekasihBerantas aksi golput yang sering dijemputMemburu pelaku serangan fajar secara wajarKarena ekonomi yang kian redup harus
segera hidup
Sudah yaSampai nanti di lain ceritaDi alenia selanjutnyaAku ingin menulis secara nyataTentang pemilu yang benar-benar terjagaBukan hanya sebuah harapan sajaBukan hanya goresan semata
Kulon Progo, 1 April 2020 Ragil Prasedewo
Ragil Prasadewo lahir di Jakarta, 25 Agustus 1992. Ragil saat ini beralamat di Durungan, Wates, Kulon Progo. Menulis puisi merupakan salah satu kegemarannya. Karya puisi yang telah dipublikasikan yakni “senja Di Atas Parangtritis” (Kontributor Antologi Puisi Ta’aruf Penyair Muda indonesia soulmedia Academy, 2016) dan “Antologi Puisi serdadu Api” (Guepedia, 2020).
66 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 67
Berani Bersih
Kala bilik-bilik perak memancarkan kilaunyaMemanggil kepala satu demi satu tunaikan haknyaDi balik kertas berukuran megaTidak lain dan tidak bukan tentang juaraJuara yang sesuai berlandaskan wibawaDari balik masing – masing pintu kayuSerangan fajar datang merayuTOLAK!!Tolak semua harapan palsuHanya demi menuntaskan posisi satu Kita tidak akan pernah merdekaJika kita tidak bisa berangkat dari nuraniJika rayuan dan intimidasiMenggelar iming-iming soal janjiYang akan hilang karena rendahnya harga suaramuYakinlah semangat untuk bersatuMenjaga amanat pahlawan pada jiwamuDemi keadilan damai dan maju
Wates, 23 Maret 2020
Gelora Juang Pesta Demokrasi
Seperti kita tahu akan hari esokBisa mujur atau harus mundur teraturDalam sebuah kompetisi tidak mungkin
selamanya menjadi seriAkan ada yang menang, diwajibkan tenang dan
tidak jumawaNamun yang kalah harus tahu etika serta tidak
berprasangka
Sang calon yang sudah siapkan candradimukaSegera mainkan semua lakon dengan suka citaMenerima kekalahan dengan lapang dadaMenjemput kemenangan dengan penuh
wibawaSemua ada porsi dan efek sampingnyaDari sebuah momentum bersamaJadikan rumah demokrasi sebagai penguat hatiBeda pilihan bukan berarti bisa diintimidasi
Ayo saudara bangkitkan api membara!Kawal kesucian di balik kelingking berwarna!Lawan oknum perusak demokrasi bangsa!Demi wujudkan Indonesia merdekaMerdeka dari hati menuju insan bernurani..
Karena demokrasi tanpa nuraniLayaknya istana tanpa pondasi
Wates, 23 Maret 2020
68 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 69
Rahma Diana Sayidah
Rahma Diana sayidah lahir di Kulon Progo, 9 Juni 2000. Rahma beralamat di Madigondo, sidoharjo, samigaluh, Kulon Progo. saat ini, Rahma berstatus sebagai mahasiswi Pendidikan Agama islam di uiN sunan Kalijaga yogyakarta. ia pernah menjadi kontributor dalam antologi puisi dan cerpen yang diadakan oleh penerbit pro kreatif dan penerbit anm. Karya yang pernah dipublikasikan yaitu essai yang berjudul “unggah ungguh dan kebudayaan” dipublikasikan oleh gusdurian.net
Pesta Demokrasi Impian
Genderang pemilihan telah ditabuhkanSeruan demokrasi telah dikumandangkanHuru hara kampanye mulai bertebaranMenyemarakkan pesta demokrasi impian
Petugas mulai menyebarkan edaranBerharap masyarakat di negeri ini sudi
mendengarkanBersedia menyumbangkan satu suaraDemi sebuah bangsa yang berkemajuan
Wahai rakyat IndonesiaYang muda hingga lanjut usiaYang miskin hingga yang bergelimang hartaMarilah kita suarakan bersama Suara kemenangan bangsa Indonesia
Wahai rakyat Indonesia Bukan masalah nomor satu atau nomor duaTak masalah pula nomor dua atau tigaYang jadi masalah jika kau tak ikut sumbang
suaraKarena satu suaramu berarti bagi masa depan
bangsa
70 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 71
Ranita Sari
Ranita sari atau yang biasa disapa dengan Nita ini lahir di Kulon Progo, 23 Juni 1998. Gadis asal Pengasih, Kulon Progo ini memang memiliki kegemaran menulis puisi. Nita telah beberapa kali ikut serta dalam lomba cipta puisi, diantaranya Lomba Cipta Puisi yang diselenggarakan uKKi Al Mujadid uNy Wates, Lomba Puisi Diklat KMP uNy, Lomba Puisi ikut Lomba, Cipta Puisi Jejak Publisher, serta Lomba Puisi Academia id. Karya yang pernah dipublikasikan yakni “Dalam Balutan Rindu”, “Wanita Peradaban”, “Apa Kabar Pahlawan Pendidikan”, “Aku Titipkan Rindu untukmu”, “Cinta Pertama”, dan “Bersua untuk Bersama”.
Pemilu yang Bersih dan Berdaulat
Seruan untuk kalian, pemilik hak suaraPerjuangkan harapan kalian,demi tegaknya
negeri iniLantas apa , yang menjadikan kalian masih ragu?Berduyun-duyun ke TPS, tentukan pilihanDemi kedaulatan tertanam dengan rasa
kemantapan
Karena aspirasimu harus tersalurkan,Dengan kalian, menyalurkan aspirasimu di bilik
suaraKarena hal yang kecil itu, kalian turut andilUntuk dedikasi dalam pesta demokrasi
Dengan hak suara kuat, menjadikan negara berdaulat
Bukan tentang lagi janji kosong untuk dipropagandakan,
Namun ada jawaban yang harus dipertanggung jawabkan
Dengan kebijakan negara di waktu mendatang.
Mari kawal pemilu yang bersih, berdaulatDengan menjadi pribadi yang taatTak ada lagi, kata golputIndonesia maju, dengan aspirasi kalian
72 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 73
Riana Asti Fitriani
Gadis bernama lengkap Riana Asti Fitriani ini lahir pada tanggal 20 Februari 1996 dan beralamat di Klampok, Brosot, Galur, Kulon Progo. Riana merupakan sarjana lulusan s1PGsD yogyakarta. sebelum mengikuti Lomba Cipta Puisi Bawaslu Kulon Progo, Riana pernah menulis karya cerpen & puisi untuk publikasi online tabloid sekolah & prodi.
Suara Rakyat
Pemilu bukan ajang pamerBukan tentang si kaya harus menangBukan tentang si miskin jadi patuhBerkat secuil rupiah milik si kaya
Pesta demokrasi katanyaHak pilih milik pribadiApa masih milik pribadiKetika suara dijajakan sana sini
Bukankah pemimpin berkat uangAkan berkerja demi uang?Apa kau rela negaramu dipimpin mereka?Yang memperkaya diri dengan kursinya
Yang lalu lalai pada rakyatnyaPada suara rakyat yang ia beliNanar bukan?Ya.. pilu sekali
Untuk apa mengatasnamakan demokrasiMemberi istilah pesta rakyatTapi rakyat justru tak bergemingBahkan tak merasa punya andil
Bukan kami tak percayaKami hanya lelah ditipu daya
74 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 75
Oleh penyokong kaya rayaOleh suara rakyat yang sasar nanar
Bantu kami perbaiki pribadi negeriBiarkanlah suara rakyatTetap menjadi milik rakyatYang tak peru dibeli
Ristiyani
Ristiyani atau yang biasa dipanggil Risti ini lahir di Kulon Progo, 22 Desember 1993. saat ini Ristiyani bertempat tinggal di Tunjungan, Pengasih, Pengasih, Kulon Progo. sebelum mengikuti Lomba Cipta Puisi Bawaslu Kulon Progo, ia juga kerap mengikuti eventevent lomba menulis baik cerpen maupun puisi.
76 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 77
Biarkan Kami
Paku ini menancapMenentukan masa depanTinta ini mengikatJari-jemari, mengarah amanah
Jangan licik, jangan culasBiarkan kami jernih dalam memilihBiarkan yang terbaik yang jadiJangan gangguApa yang sudah ada di pikiranBiarkan kami menuangkan dalam coblosan
Bersih tanpa biru dan merahTak menyandungTak menjegal
Terang tanpa hitamBiarkan jadi pengharapanBagi kami rakyat negeri ini
Tunjungan, di penghujung senja ….
Rizqy Arif Kurnia
Rizqy Arif Kurnia lahir di Kulon Progo, 18 Maret 1996 dan beralamat di Mentobayan, salamrejo, sentolo, Kulon Progo. saat ini Rizqy masih berstatus sebagai seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di yogyakarta.
78 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 79
Pemegang Kunci
“Dewasa ini semakin ragam para pemimpin negeri yang mencemari wajah demokrasi; satu-satunya jalan atas kesepatan pendahulu dan kitapun sudah menyetujui. Jika dalam birokrasi saja masih ada calo-calo yang hidup nan sejahtera, itu bukan karena pejabat yang lalai tapi masyarakat sendiri masih merasa memerlukan jasa-jasa calo mengatas namakan waktu dan efisiensi.
Masa kampanye apakah menjadi waktu yang ditunggu-tunggu? ; rindu akan sentuhan salam amplop kanan dan salam amplop kiri yang bilangan isinya setara dengan kedudukan partai yang mendominasi banyaknya kursi. Jika memang begitu adanya, perlukah masa kampanye disesuaikan dengan bulan suci agar bersih hati karena disana sini banyak siraman rohani?. Agar dibilik nanti masyarakat menjadi satu-satunya sang pemegang kunci, memilih nama yang memang layak menjadi pelayan dan pembela ibu pertiwi.
Lantas, akankah masih menjadi dambaan bersama akan pemilu yang bersih. Bersih pemilihnya bersih yang menyantumkan nama dan bersih yang menyelenggarakan, ah masih menyisakan tanya.
Tak mengapa jika yang dulu mengalah adalah para pemilih, yang memilih dengan hati bukan karena dititipi apalagi hanya datang mau selfi dibagikan ke story. Tak mengapa jika yang dulu mengalah adalah para pemilih yang memilih dengan panggilan hati bukan lagi karena bertepatan dengan ageda tahunan, apalagi hanya karena sudah memiliki hak pilih.
Tak mengapa...kalau keadaan pemilih sudah terlibat kompetisi karena dibilik anda lah sebenarnya sang pemegang kunci.
Wahai sang pemegang kunci, pemilu bersih sudah lama didambakan relakan engkau mengalah dan terus-terus mengalah? Relakan engkau memenuhi panggilan negeri yang sudah lama menanti pemimpin yang rela berbakti dan mengabdi, relakan engkau memilih dengan hati?”.
80 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 81
Pemimpin Negeri
”Yang tulus akan berbakti, iya yang dari awal tidak ingkar janji.
Yang tulus dari hati tanpa ambisi kursi, iya yang ketika memperkenalkan diri tidak akan memberi-beri.
yang tekad hanya melayani, iya yang akan berjuang menunaikan janji ketika terpilih nanti.
Yang akan menjadikan rakyatnya dihati, iya yang pertama menjadi wakil di legislatif selalu lantang memberi dan menawarkan solusi-solusi.
Yang langka sekali, iya yang hanya menerima gaji sesuai dengan haknya sendiri.”
Rr. Sholifah Setiani
Rr. sholifah setiani lahir di yogyakarta, 26 Desember 1999. sholifah yang beralamat di Ngaglik, sukoreno, sentolo, Kulon Progo ini masih berstatus sebagai seorang mahasiswi di unisa yogyakarta. Beberapa prestasi pernah diraihnya antara lain Juara 1 lomba resensi buku non fiksi tk. sMAN 1 Wates 2016 serta menjadi Penerima hibah PKMM “Pipa Abstrak” tingkat Nasional tahun 2019.
82 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 83
Pemilu yang di Rindu
Hari itu segera tiba Sudah lama kami mengidam cita Lewat bilik itu kami bersuara Memilih siapa yang layak diterima Kupikir dan kurenung Akal dan hati seakan bersatu Di bilik itu semua membisu Tengoklah, semua nampak syahdu Kau kira kemarin kami menerima uang itu? Kau kira kami tak punya Tuhan Yang Satu? Petunjuk itu, kulihat betul-betul Maklumat petinggi itu, kudengar baik-baik Kutatap raut wajahnya dalam secarik kertas Harap rasa, amanah membersamai janjinya Karna sejatinya kami tlah bersaksi Berusaha memilih seadil-adilnya
Kulonprogo, 11 Sya’ban 1441 H
Santi Asesanti
santi Asesanti adalah sebuah nama pena dari Fajri susanti. Lahir di Kabupaten Kulon Progo, 19 Juli 1982. Penulis aktif mengajar di sD N Gadingan, Wates, Kulon Progo. saat ini, penulis tinggal di Josutan, Karangsari, Pengasih, Kulon Progo. ia cukup aktif menulis, beberapa karyanya pernah dipublikasikan dalam antologi cerita hujan dan bintang (2015), dalam secangkir kopi (2016), kedai kopi sastra (2019), dan antologi puisi tunggal berjudul Purnama Bulan November (2020)
84 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 85
Suara Kemenangan
Di bilik mungilJemari-jemari lihai suarakan karsaUntuk sebuah harapan agungUntuk sebuah kedamaian bersamaUntuk sebuah kepatuhan pada Negara
Di bilik mungilLembaran bersaksi tanpa rupa pura-puraTiada campur tangan rupiahTak ada konspirasi ilegalHati berkata satu pilihan dengan penuh cinta
Di bilik mungilAmanat rakyat disampaikanMeski tanpa kalimat panjangAtau suara lantang
Di bilik mungilKami paparkan kemenangan kepadaYang mampu patahkan kekalahanYang mampu benamkan keangkuhanYang mampu padamkan kobaran dalam busung
dadanya
Kulon progo, 03 April 2020
Siti Fadlilah
siti Fadlilah lahir di Kulon Progo, 8 Februari 1988 dan beralamat di Kauman, Bendungan Wates, Kulon Progo. siti sempat aktif teater saat sMA dan pernah aktif di salah satu komunitas menulis di yogyakarta serta komunitas menulis secara online. Karya yang pernah di publikasikan yakni Buku Antologi Cerpen “Patah Tumbuh Hilang Berganti” bersama komunitas nulis bareng, Buku Antologi Kisah inspiratif “Welcome To Be Coming Writer” bersama komunitas nulisyuk, serta Buku Antologi Puisi “ Melintas Masa Lalu”.
86 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 87
Kami Memilih
Kaki melangkahBilik berjajarKertas suara di tanganFoto dan nama tertera
Ada temanAda saudaraAda yang kami kenalAda yang tidak kami kenal
Kami rakyatKami bersuaraIni tentang hati nuraniIni tentang gejolak kami
Hati gundah sedikit gulanaNurani membisikPilihlah yang bersihPililhlah yang amanah
Pemilu Kami rakyatKami bersuaraKami memilih
Kulon Progo, 17 Maret 2020
Pesta Rakyat
Rasa suka citaPesta digelarRakyat bersuaraRakyat memilih
Bukan yang tanpa namaTapi yang berkomitmen untuk rakyatBukan yang mempunyai uangTapi yang mengerti kepentingan rakyat
Kami rakyatBiarkan kami berpestaMenyalurkan aspirasiMengikuti hati nurani
Berpesta penuh riangBerpesta untuk suaraBerpesta untuk negeriBerpesta untuk kita semua
Pesta kamiPestamu jugaMari berpesta yang bersihKarena kita satu Indonesia
Kulon Progo, 12 Maret 2020
88 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 89
Sujianto
sujianto atau yang biasa disapa sujik ini lahir di Kulon Progo, 17 Desember 1976. Penulis merupakan sarjana s1 jurusan pendidikan. saat ini, penulis bertempat tinggal di Kalipetir Kidul, Margosari, Pengasih, Kulon Progo.
Pemilu Bersih dan Terpercaya
Pemilu bukan kegiatan biasaMemilih pemimpin masa depan bangsaBerada di politik yang penuh asaTetapi tetap fokus dengan cita-cita
Kepada orang tua di seluruh negeriDirimu adalah teladan bagi generasiKuatkan langkahmu hadir di pesta demokrasiRayakan peristiwa ini dengan berbesar hati
Kepadamu remaja, putra dan putriKobarkanlah semangat, sukseskan pemilu nantiBakar jiwamu dengan rasa peduliDi Pemilu marilah berpartisipasi
Mari segenap warga Kulon Progo tercintaBersama kita wujudkan kedewasan demokrasiTetap saudara dan sahabat meskipun bedaMari wujudkan Pemilu yang aman dan damai
Mari wujudkan pemilu yang terpercayaTerpercaya karena pelayanan transparanTerpercaya karena hukum jadi sandarannyaTerpercaya karena adil, jujur dan kesetaraan
90 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 91
Teofani Widyaningsih
Teofani Widyaningsih atau yang biasa disapa Fani ini lahir di Kulon Progo dan saat ini bertempat tinggal di Blimbing, sukoreno, sentolo, Kulon Progo. Meskipun memiliki kegemaran menulis, Fani terkadang kurang percaya diri dengan tulisannya sehingga lebih sering menyimpan tulisannya secara pribadi. Meski demikian, Fani pernah berkontribusi menjadi penulis di Tabloid sMA seminari Mertoyudan Magelang tahun 2017.
Aku Rakyatmu Pemilu… Suatu moment rutin milik raktyat Indonesia Sebagian besar menyebutnya “Pesta Rakyat” Yaa…. hari dimana penghuni kursi jabatan akan
berubah Bukan untuk semata-mata diganti oleh
pejabat yang baru Pemilu adalah hari dimana rakyat menentukan
pilihannya, Memilih pemimpin yang tulus mencintai
rakyat dan akan mampu serta mau mengayomi seluruh rakyat yang berada dibawah kepemimpinannya
Bukan dia yang hanya gencar mempromosikan diri, datang di suatu perkumpulan kemudian membagikan amplop berisi uang sogokan.
Menjadi pemimpin bukanlah ajang mengejar popularitas, melainkan pengabdian kepada rakyat.
Pemimpin yang dirindukan rakyat, adalah dia yang mampu memperhatikan sampai titik rakyat terendah.
Peka, ketika rakyatmu menjerit karena tertindas. Perhatikanlah dia!
92 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 93
Lembaran amplopmu tidak akan berarti apa-apa jika, jiwamu hanya haus kekuasaan bukan pengabdian.
Teruntuk calon pemimpinku, aku rakyatmu bukan abdimu
Aku rakyatmu, ingin kausapa Aku rakyatmu, ingin kaudengar Aku rakyatmu, ingin kauperhatikan
Maju Tak Gentar Kutatap wajahmu dijalan Di sebuah persimpangan jalan Di baliho kiri dan kanan jalan Ada gambar paku di samping tulisan namamu Rasa bosan menunggu lampu merah berubah
menjadi hijau seketika hilang Terimakasih untuk kalimat indahmu, janjimu
sungguh membuatku penuh harap untuk terwujud
Bukan dia yang memiliki gelar tinggi Bukan dia yang memiliki banyak harta Bukan dia yang memiliki perawakan gagah
sempurna Bukan dia yang membangun desaku saat
mendekati pemilu Bukan dia yang memberiku amplop setiap kali
aku hadir dalam sosialisasimu Aku, dan rakyatmu yang lain tidak
membutuhkan itu Ijinkan kami memilihmu dengan tulus Ijinkan kami memilihmu dengan jujur dan
transparan Tidak perlu bersusah payah kau kumpulkan
masa dan memberi kami uang pra-pemilu
94 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 95
Perhatikan saja dulu kami, apa yang menjadi harapan kami untuk pemimpin
Lebih baik kami tidak mendapatkan sepeserpun uang pra-pemilu darimu
Tetapi berjanjilah, dan wujudkan apa yang menjadi visi dan misimu
Indonesia punya lagu “Maju tak Gentar” “Membela yang Benar”, bukan “Membela yang
Bayar” Untuk calon pemimpinku, siapapun itu…
Dengarkan kami rakyatmu
Tika Kurniawati
Tika Kurniawati lahir di Kulon Progo, 12 Agustus 1995 dan beralamat di Kulwaru Kulon, Wates, Kulon Progo. Penulis merupakan sarjana s1 Bahasa dan sastra indonesia universitas PGRi yogyakarta. Karya yang pernah dipublikasikan yakni Halaman Cakrawala (sastra budaya) di Koran Minggu Pagi.
96 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 97
Secuil Aksi Kecil
Sesekali nyalang mata tertuju pada pigura usangyang menggantung pada kokoh dinding sudut-
sudut kotaGambar-foto itu menyiasatkan berbagai tanyaMenebar caci maki yang berbuntut panjang di
dunia mayaBenci-dengki tetap terpelihara dalam diriTerhadap mereka yang berbeda nurani
Aroma ketidakpercayaan semakin mengentalBebauan busuk menandai pergantian musim
demokrasi Dan perpolitikan adalah bagian lain yang turut
terbawa olehnyaHanya orang tertentu yang dapat menjamahnya,
menerjemahkannya
Bisa jadi saya, anda, bukan siapa-siapaTetapi kedaulatan adalah kita yang bersamaMemilih adalah sebagian dari permulaanSelebihnya saling berbagi dan peduli terhadap
sesama
Pesta demokrasi adalah uji kebersihan nuraniYang tidak dapat dibeli dengan janji-janji dan
iming-iming uang korupsiKemenangan akan didapat mereka yang dapat
dipercayaYang memperjuangkan kepentingan bersama
98 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 99
Tri Apriyadi
Tri Apriyadi lahir di salatiga, 8 April 1976 dan saat ini bertempat tinggal di Wonosidi Kidul, Wates, Wates, Kulon Progo. saat ini, ia aktif dalam komunitas menulis yang ada di Kulon Progo. Pengalaman menjadi seorang penyelenggara pemilu dan kegemarannya menulis membuatnya tertarik untuk ikut serta dalam Lomba Cipta Puisi dengan tema Pemilu Bersih ini. Karya yang pernah di publikasikan antara lain Kumpulan Cerpen Maafkan, Aku ingin Menikah Lagi Dan cerpen yang masuk dalam buku “Kluwung, Lukisan Maha Cahaya” Antologi Puisi Dan Prosa Komunitas sastraKu (sastraKu, 2020)
Tatkala Pemilu Bersih
Pemilu bersih itu … Tatkala penyelenggaranya mandiri, tanpa
campur tangan orang lain tidak berpihak kepada siapapun dengan alasan
dan kepentingan apapun amanah, seiring godaan menerpa bagaikan
deras hujan selalu terbuka, walau noktah hitam sempat
menyembul di muka bekerja menurut aturan perundang-undangan
berdasar keilmuan dan pengetahuan terpercaya segala omongan dan perbuatan, tak
beda di manapun berada berbuat adil dan merata pada semua peserta bertanggungjawab setiap tugas-tugas
dikerjakan dengan cakap berkomitmen penuh pada kepentingan Negara
dan rakyat semata berjihad dalam menjalankan tugas suci, tak
tergadai tuk ciderai demokrasi,
Pemilu bersih itu …tatkala yang mengawasi bak bermata elang,
tajam menatap mangsa jauh tak terhalang atau kelelawar di kelam malam mata tetap
berpijar
100 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 101
Jangan seperti anjing menggonggong, namun lalu kafilah tetap berlalu. Menggonggonglah lalu terkam walau sampai ke kolong
Jangan seperti macan ompong, aumannya keras namun melompong . Atau menggigit mangsa pilihan tuan yang dipilah karena pesanan
Tak boleh pandang bulu dalam memburu atau tebang pilih dengan berbagai dalih
Pemilu bersih itu …Tatkala pemerintah dan aparat berdiri di depan
mengawal proses dengan ketat membantu tanpa perhitungan rumit dan
berbelitmengayomi semua rakyat dengan hikmat menghukum yang salah dan tidak mengalah
pada yang pongah
Pemilu bersih itu …Tatkala media hadir tanpa berita sumir yang
membuat sesat pikir dan pandir berita tersaji secara berimbang, bukan
njomplang tidak membuat framing karena iming-iming
untuk membuat citra dengan cerita topeng tanpa bopeng tak boleh mencecar lawan dan memuji kawan
dalam acara dialog hingga menyeret rakyat dalam perang urat
syaraf tak terhormat dan membuat gaduh dan keruh
Pemilu bersih itu …Tatkala partai politik mencalonkan pemimpin
dengan pertimbangan prestasi yang teruji dan mumpuni
bukan yang memberi mahar dengan nilai miliar mereka melakukan kampanye dan slogan
dengan baik dan sopan tunjukkan kelebihan kekuatan tanpa
melemahkan lawantampilkan gagasan dengan pemikiran cerdas
dan bervisi masa depanmndidik rakyat dengan teladan bukan janji
tanpa bukti sepadantidak gunakan isu-isu yang dapat memecah
belah di tengah rakyat yang ekonominya masih
terengah-engah persatuan dan kemanusiaan menjadi
pertimbangan utama daripada sekedar kemenangan dan kekuasaan semata
dan tidak kalah penting tidak melakukan serangan fajar
dengan uang panjar
102 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 103
Pemilu bersih itu …Tatkala rakyat menyambut Pemilu dengan suka
cita tanpa mencela dan menghina sesamarakyat memegang penuh kendali hak politik
dengan teguh tak runtuh hanya karena imbalan bak buruh rakyat dapat memilih pemimpin dengan jernih
dan pasti tanpa teracuni hoaks yang berdasar atas benci
Jika semua itu terwujud maka Pemilu akan berjalan dengan bermartabat melahirkan pemimpin hebat Indonesia akan menjadi negara kuat
Kulon Progo, April 2020
Tri Wahyuni
Tri Wahyuni lahir di Kulon Progo,16 Juni 2001. ia adalah mahasiswa universitas Negeri yogyakarta prodi Bahasa dan sastra inggris. seorang penulis muda yang telah menyukai dunia menulis sejak masih berumur 12 tahun. ia telah memiliki 3 buku yang berjudul “Hujan Merindu”, “sajak Cerita senja”, “Berlutut di Bawah Kaki Purnama” dan hingga kini ia sudah menulis berbagai puisi yang telah dimuat dalam beberapa antologi bersama penulis seindonesia yaitu Antologi Puisi Maha Kata, Bahasa Diam, Antologi Kisah Lain Adam Hawa Pada Zamannya, Tenang Bersama Deen Assalam, Musim Penantian, Menanti senja , dan sekotak Rasa Palu Donggala. ia aktif menulis blog dan juga aktif sebagai anggota komunitas sastraKu dan Forum sastra Teater Kulon Progo. ia juga beberapa kali tampil di acara sastra yang ada di yogyakarta
104 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 105
Sajak Luber Jurdil
Masa depan adalah teka-teki yang tak menentuBagai cabang pikiran abstrak yang menanti
untuk diisi
Sering aku bertanya pada bayang manusia, yang berjalan menemui manusia lain
Tentang masa esok yang dijanjikan cerah oleh para manusia yang mengaku wakil rakyat
Sudahkah teka-teki itu diisi dengan jawaban yang benar?
Atau salah kita yang tidak menegakkan pemilu luber jurdil tahun lalu? Sehingga kertas masih sedikit goresan tahun ini
Apalah hendak dikataKita harus menghapus dongeng-dongeng lama,
yang membawa suapan deritaKita harus bangun, sarapan jelas dengan jerih
payah, dan memilih tidur di lorong pintu yang nyata hendak kemana
Jangan gila tinggi, lupa beban di punggung, lalu runtuh
Jangan hanya ingin diberi kebahagiaan oleh tanahmu
Mulailah menjawab teka-teki esok dengan menegakkan luber jurdil di setiap bertemu masa memilih
Jika ingin negara tercinta lengkap mengisi teka-teki masa depan cerah
Kulon Progo, Maret 2020
Wahyu Nurul Chayati
Wahyu Nurul Chayati lahir di Kulon Progo, 27 Juli 1987. Penulis saat ini bertempat tinggal di Kedundang 2, Kedundang, Temon, Kulon Progo. sarjana s1 PGsD ini memiliki kegemaran menulis, terutama puisi. Karya yang pernah dipublikasikan adalah Buku Puisi dengan judul “Kumpulan Tentang Rasa”.
106 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 107
Bersih Tak Selalu Putih
Kala itu..Waktu dimana semua sedang bertaruhNyawa pun banyak yang melayang menghilangWaktu yang cepat berputar dan semuanya serba
harus benarMasa itu..Dimana semua harus berjuangMemberikan semuanya dengan jiwa yang
tenangKetika semua tak mampu bersikap hari ini tak
kan bisa terulangHari dimana semua harus segera melaksanakanPemilu yang baru pertama ini berjalan
sepandangMasa dimana tidak semuanya bisa benar dan
sempurnaNamun selalu menunjukkan usaha yang tak sia
– siaPerjuangan tanpa batas melawan semua
keringat yang menetasYang ada hanyalah sebuah perjalanan bahwa ini
kami lakukan dengan baikDengan jalan yang terbaik dan berakhir dengan
baikKaulah orang – orang itu ..Penyelenggara Pemilu dan seluruh jajarannyaPahlawan Demokrasi yang selalu mengorbankan
dirinya walau kadang tanpa terlihatNamun akan selalu mengukirkan kasihBahkan tak ingin mereka bersedihDalam keadaan yang cukup perihMewujudkan Pemilu yang bersih walau tak
selalu putihDan Pemilu yang berakhir sangat indah walau
harus berjuang dengan berdarah – darahDan perjuangan ini berakhir sangat indah
108 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 109
Zariful Ajri
Zariful Ajri atau yang biasa disapa Ajri ini lahir di Lubuk Linggau, 28 Juni 1976. saat ini ia tinggal di Pedukuhan 1, Tayuban, Panjatan, Kulon Progo. Menulis puisi dalam Lomba Cipta Puisi Bawaslu Kulon Progo menjadi pengalaman pertamanya menulis sebuah puisi. Berkalikali menjadi seorang penyelenggara pemilu yang membuatnya tertarik untuk menuangkan “isi” hatinya dalam puisi dengan tema Pemilu Bersih ini.
Harapan Kami
Pemilu yang bersih….Itu yang kami inginkanItu yang kami idamkanJangan sampai hanya sebuah ungkapanYang akhirnya tidak berkesan
Semua aturan kami jalankanDemi terwujudnya keadilanWalaupun aral melintangKami selalu siap menerjang
Tidak takut dengan ancamanTerkadang perih yang dirasakanSatu tekad yang kami impikanuntuk mencapai kebaikan
Kami para pejuang keadilanjangan pernah engkau remehkanTerkadang ada yang mempermainkanMembolak balikan fakta dan aturan
Perjuangan ini memang sangatlah panjangUntuk Indonesiaku kami berjuangDemi terpilihnya pemimpin yang bersihTerlahir dari proses pemilu yang bersih
110 RUANG PUTIH DEMOKRASI ANTOLOGI PUISI PENGAWASAN PEMILU 111
Biodata Penyunting
Marwanto, S.Sos., M.Si, lahir di Kulonprogo 17 Maret 1972. Menyelesaikan pendidikan S-1 jurusan Administrasi Negara dan S-2 Ilmu Pemerintahan. Sejak mahasiswa menekuni dunia menulis. Pernah menjadi Pemimpin Umum Visi (majalah mahasiswa Fisip UNS Solo, 1994-1995). Tulisannya berupa opini, esai, resensi buku, cerpen, puisi dan cerkak pernah dimuat di media cetak nasional dan daerah, baik koran (Kompas, MediaIndonesia, Jawa Pos, Kedaulatan Rakyat, Minggu Pagi, Suara Karya, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Harian Jogja, Bernas, Solo Pos, Koran Merapi), majalah (Gatra, Gong, Syir’ah, Suara KPU RI, Suara Hidayatullah, Hai, Bakti, Binangun, Mata Jendela, Pagagan), tabloid (Adil), buletin (Ikhtilaf, Lontar, Pawon)maupun media online (Detikcom, Times Indonesia, dll).
Selepas kuliah ia aktif sebagai pegiat demo-krasi: pernah menjadi anggota KPPS (Pemilu 1999), anggota PPK (Pemilu 2004, Pilkada 2006), dan komisioner KPU Kabupaten Kulonprogo dua periode (2008-2013, 2013-2018). Ia juga dikenal sebagai sastrawan yang aktif di komunitas Lumbung Aksara (2006-2010), Dewan Kebudayaan Kulonprogo (2010-sekarang), Forum Sastra dan Teater Kulonprogo (2015-sekarang) dan komunitas Sastra-Ku (2019-sekarang). Menjadi narasumber untuk seminar tentang pemilu dan demokrasi, juri dan pemateri kegiatan sastra/pelatihan literasi dan jurnalistik.
Bukunya yang telah terbit: Menaksir Waktu (antologi puisi, 2008), Kado Kemenangan (Kumpulan Cerpen, Sabdamedia: 2016), Demo-krasi Kerumunan (Bunga Rampai tentang Pemilu, Demokrasi dan Budaya Politik, cetakan pertama Interlude: 2018, cetakan kedua Guepedia 2020), BYAR: Membaca Tanda Menulis Budaya (Kumpulan Esai, Interlude: 2019), dan Hujan Telah Jadi Logam (Kumpulan Cerpen, Interlude: 2019).
Karyanya juga masuk di buku antologi bersama: Herbarium (Antologi Puisi 4 Kota: Padang Bandung Yogya Denpasar, PUstaka puJAngga: 2007), Tiga Peluru (Kumpulan Cerpen Pilihan Minggu Pagi, 2010), Suluk Mataram (50 Penyair
112 RUANG PUTIH DEMOKRASI
Yogya, GREAT! Publisher: 2011), Membaca Sastra Jogja (Balai Bahasa DIY: 2012), Nyanyian Bukit Menoreh (antologi puisi Kulonprogo, Sabdamedia: 2015), Syair Keindonesiaan (Interlude & Pujangga Pres: 2016), Senja #2 Bersastra (Dinas Kebudayaan DIY: 2017), Gelar Jagad (kumpulan prosa Joglitfes, Dinas Kebudayaan DIY: 2019), Sanja Wewira (Kumpulan Cerkak, Dinas Kebudayaan DIY, 2019), Demokrasi dan Disrupsi: Pengalaman Pemilu 2019 (Presiden University Press, 2019), Menangkis Intoleransi Melalui Bahasa dan Sastra (Balai Bahasa DIY, 2019).
Terlibat penulisan buku di Dinas Kebudayaan Kulonprogo, diantaranya: Kesenian Unggulan Kulonprogo (2015), Biografi Ki Regut Prayitno (2017), Sejarah Perkebunan Teh (2019), dan Sejarah Pertanian Surjan (2019). Menjadi editor untuk bukuKembar Mayang (Kumpulan Cerpen, Interlude 2019), Kluwung Lukisan Maha Cahaya (antologi puisi dan prosa komunitas Sastra-Ku, 2020) danMenjaga Kemurnian Pemilu di Bukit Menoreh (Bawaslu Kulonprogo, 2020). Selain bersastra, iamengelola Studi Literasi Demokrasi dan Budaya (StiL_Daya). Bisa disapa di akun FB-nya: Marwanto (Marwan bin Muh Syamsi)
Top Related