Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Miastenia Gravis
Oleh:Kelompok 1
ANGGOTA KELOMPOKRAHMAT ANDI SAPUTRO (04)FEBRINA RISQY DAMAYANTI (11)SITI NUR CHOLIFAH (12)MAYDA DAHARIJJA (17)BAGUS EKO WIDIANTO (24)FIKA PUJI NARIANTI (27)DIMAS MAULA ULYA (32)FAHRUDIN ARIF R. (34)INDAH SETYANINGSIH (41)NI PUTU YUNI WULANDARI (43)
PENGERTIANMyasthenia Gravis (MG) adalah penyakit autoimun
kronis dari transmisi neuromuskular yang menghasilkan kelemahan otot. Istilah Myasthenia adalah bahasa Latin untuk kelemahan otot, dan Gravis untuk berat atau serius.
Menurut kamus kedokteran, penyakit autoimun itu sendiri adalah suatu jenis penyakit dimana antibodi menyerang jaringan-jaringannya sendiri.
Myasthenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang paling umum terserang adalah otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata, mengunyah, menelan, batuk dan ekspresi wajah. Bahu, pinggul, leher, otot yg mengontrol gerakan badan serta otot yang membantu pernafasan juga dapat terserang.
ANATOMI FISIOLOGITiap-tiap serat saraf secara normal bercabang
beberapa kali dan merangsang tiga hingga beberapa ratus serat otot rangka.
Ujung-ujung saraf membuat suatu sambungan yang disebut neuromuscular junction atau sambungan neuromuscular (Howard, 2008; Newton, 2008).
Bagian terminal dari saraf motorik melebar pada bagian akhirnya yang disebut terminal bulb, yang terbentang diantara celah-celah yang terdapat di sepanjang serat saraf.
Membran presinaptik (membran saraf), membran post sinaptik (membran otot), dan celah sinaps merupakan bagian-bagian pembentuk neuromuscular junction
LANJUTAN..Bila suatu impuls saraf tiba di neuromuscular
junction, kira-kira 125 kantong asetilkolin dilepaskan dari terminal masuk ke dalam celah sinaps.
Bila potensial aksi menyebar ke seluruh terminal, maka akan terjadi difusi dari ion-ion kalsium ke bagian dalam terminal.
Ion-ion kalsium ini kemudian diduga mempunyai pengaruh tarikan terhadap vesikel asetilkolin. Beberapa vesikel akan bersatu ke membran saraf dan mengeluarkan asetilkolinnya ke dalam celah sinaps.
Asetilkolin yang dilepaskan berdifusi sepanjang sinaps dan berikatan dengan reseptor asetilkolin (AChRs) pada membran post sinaptik
ETIOLOGIMyasthenia Gravis disebabkan oleh adanya
antibodi yang merintangi, merubah bahkan merusak penerimaan zat asetilkolin, sehingga hal ini menghalangi terjadinya kerja otot.
Antibodi ini dihasilkan oleh sistem imun tubuh sendiri.
Itulah sebabnya Myasthenia Gravis dimasukkan dalam golongan penyakit autoimun.
LANJUTAN....Pada Myasthenia Gravis, ada sebanyak 80%
penurunan pada angka reseptor asetilkolin. Untuk alasan yang tidak dimengerti, sistem
imun pada orang dengan Myasthenia Gravis membuat antibodi melawan reseptor pada persimpangan neuromuscular.
Antibodi menghancurkan reseptor dengan lebih cepat dibanding tubuh bisa menggantikan mereka lagi.
Kelemahan otot terjadi ketika asetilkolin tidak dapat menggerakkan reseptor pada persimpangan neuromuskular.
LANJUTAN..Pada pasein dengan Myasthenia Gravis, kelenjar
thymus tidak normal. Ini mengandung beberapa kelompok dari indikasi sel imun dari lymphoid hyperplasia.
Beberapa orang dengan Myasthenia Gravis menghasilkan thymoma atau tumor pada kelenjar thymus.
Umumnya tumor ini jinak, tapi bisa menjadi berbahaya.
Kelenjar thymus mungkin memberikan instruksi yang salah mengenai produksi antibodi reseptor asetilkolin sehingga menyerang transmisi neuromuskular.
EPIDEMIOLOGIMiastenia Gravis menyerang semua usia, paling
banyak ditemukan pada usia 20-40 tahun. Penyakit ini menyerang pria dan wanita secara
seimbang. Sedangkan bayi yang dilahirkan oleh ibu Miastenia gravis akan memiliki Miastenia transient dengan persentase 20%.
Penyakit ini akan muncul bersamaan dengan gangguan sistem kekebalan dan gangguan tiroid. Sekitar 15% dari penderita Miastenia Gravis mengalami thymoma (tumor yang dibentuk oleh jaringan kelenjar timus).
PATOFISIOLOGISaraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu
anterior medulla spinalis dan batang otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke perifer.
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan serabut otot disebut sinaps neuromuskular atau hubungan neuromuscular. Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimia antara saraf dan otot yang terdiri dari tiga komponen dasar: unsur presinaps, elemen postsinaps, dan celah sinaps yang berukuran lebar 200Å.
LANJUTAN....Unsur presinaps terdiri dari akson terminal
dengan vesikel sinaps yang berisi asetilkolin yang merupakan neurotransmitter.
Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal (bouton).
Membran postsinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema yang dinamakan alur atau palung sinaps dimana akson terminal menonjol masuk ke dalamnya.
LANJUTAN....Membran postsinaps memiliki reseptor-
reseptor asetilkolin dan mampu menghasilkan potensial lempeng akhir yang selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot.
Pada membran postsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan asetilkolin yaitu asetilkolinesterase.
Celah sinaps adalah ruang yang terdapat antara membran presinaps dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zat gelatin, dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi.
LANJUTAN....Bila impuls saraf mencapai hubungan
neuromukular, maka membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps.
Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps.
Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium maupun kalium pada membran postsinaps.
Influks ion natrium dan pengeluaran ion kalium secara tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempengakhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP).
LANJUTAN...Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk
potensial aksi dalam membrane otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema.
Potensial ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut otot.
Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuskular terjadi, asetilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetil kolinesterase.
Pada Miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin berkurang yang mungkin dikarenakan cedera autoimun.
MANIFESTASI KLINISPenderita menunjukkan karakteristik
khas, yaitu kelemahan pada otot skeletal yang memburuk ketika digerakkan dan membaik ketika beristirahat.
Pada tahap awal, otot-otot mudah terkena kelelahan, tetapi tidak ditemukan gejala lain. Kemudian, gejala ini semakin parah dan dapat menyebabkan kelumpuhan.
LANJUTANBiasanya, otot terasa kuat pada pagi hari
dan melemah sepanjang hari, terutama setelah latihan atau pengulangan gerakan.
Gejala yang terjadi bergantung pada otot yang diserang. Gejala ini akan semakin parah pada masa haid dan setelah stres emosional, terlalu lama terkena sinar matahari atau udara dingin, serta infeksi.
KLASIFIKASIMiastenia gravis berdasarkan
Golongannya (Price &Wilson, 2005), yaitu
Miastenia Okular Miastenia umum
a.Miastenia Ringanb.Miastenia Sedangc.Miastenia Berat
KOMPLIKASIMiastenia gravis dikatakan berada dalam keadaan krisis jika tidak
dapat menelan, membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat
tanpa bantuan alat-alat. Terdapat dua jenis krisis yang terjadi sebagai
komplikasi dari miastenia gravis (Corwin, 2009), yaitu:
a. Krisis Miastenik
Ditandai dengan perburukan berat fungsi otot rangka yang
memuncak pada gawat napas dan kematian.
b. Krisis Kolinergik
Disebabkan karena pasien tidak sengaja telah minum obat
berlebihan, atau mungkin juga dosis menjadi berlebihan karena
terjadi remisi spontan
Perbedaan kedua krisis diantaranya:
Krisis Miastenik Krisis Kolinergik
Meningkatnyatekanan darahTakikardiaGelisahKetakutanMeningkatnya sekresi
bronkhial, air mata dan keringat
Kelemahan otot umumKehilangan refleks batukKesulitan bernafas, menelan
dan bicaraPenurunan output urine
Menurunnya tekanan darahBradikardiaGelisahKetakutanMeningkatnya sekresi
bronkhial, air mata dan keringat
Kelemahan otot umumKesultan bernapas, menelan
dan bicaraMual, muntahDiareKram abdomen
PENATALAKSANAANMenurut Corwin (2009), penatalaksanaan pada pasien dengan miastenia gravis adalah:
Periode istirahat yang sering selama siang hari untuk menghemat energi.
Timektomi (pengangkatan timus melalui pembedahan).
Perawatan pasca operasi dan pengontrolan jalan napas.
Krisis miastenik dapat diatasi dengan obat tambahan dan bantuan pernapasan jika perlu
Krisis kolinergik diatasi dengan atropin (penyekat asetilkolin) dan bantuan pernapasan, sampai gejala hilang
Lanjutan .....Plasmaferesis (dialisis darah dengan
pengeluaran antibodi IgG).Tiap hari dilakukan penggantian plasma
sebanyak 3-8 kali dengan dosis 50 ml/kg BBTerapi farmakologi
a. Antikolinesterase, memperpanjang waktu paruh asetilkolin pada neuromuskular
b. Steroid (prednisolon sekali sehari secara selang-seling atau alternate days)
c. Azatioprin merupakan obat imunosupresifd. Obat anti-inflamasi untuk membatasi
serangan autoimun
PENCEGAHAN1. Pencegahan Primer
Bentuk pencegahan yang dilakukan pada saat individu belum menderita sakit
Bentuk upaya yang dilakukan yaitu dengan cara promosi kesehatan atau penyuluhan
Menjaga kondisi untuk tidak kelelahan dalam melakukan pekerjaan dan menjaga kondisi untuk tidak stres.
LANJUTAN...2. Pencegahan Sekunder
Ditujukan pada individu yang sudah mulai sakit dan menunjukkan adanya tanda dan gejala
Dilakukan dengan pengobatan antara lain dengan mempengaruhi proses imunologik pada tubuh individu, yang bisa dilaksanakan dengan; Timektomi, Kortikosteroid, Imunosupresif yang biasanya menggunakan Azathioprine.
LANJUTAN....3. Pencegahan Tersier (Rehabilitasi)
Mengusahakan agar penyakit yang di derita tidak menjadi hambatan bagi individu serta tidak terjadi komplikasi pada individu
Mencegah untuk tidak terjadinya penyakit infeksi pada pernafasan
Istirahat yang cukup Pemberian kacamata khusus yang dilengkapi
dengan pengait kelopak mata Mengontrol pasien Miastenia gravis untuk tidak
minum obat-obatan tikolinesterase secara berlebihan
ASUHAN KEPERAWATAN
Miastenia Okular
PENGKAJIANIdentitas klien yang meliputi nama, alamat, umur,
jenis kelamin,dan status Keluhan utama : kelemahan otot Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis
didasarkan pada riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.
PEMERIKSAAN FISIKB1 (Breating)
Inspeksi : adanya penurunan batuk efektif, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan. Auskultasi : bunyi nafas tambahan seperti ronchi atau stridor
B2 (Blood)untuk memantau perkembangan status kardiovaskular, terutama denyut nadi dan tekanan darah yang secara progresif akan berubah.
B3 (Brain)Kelemahan otot ekstraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik.
B4 (Bladder)Adanya penurunan fungsi, retensi urine, hilangnya sensasi saat berkemih.
B5 (Bowel)adanya kesulitan menelan-mengunyah, disfagia, kelemahan otot diafragma dan peristaltic usus turun.
B6 (Bone)adanya gangguan aktifitas atau mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIKLaboratorium
Anti-acetylcholine receptor antibody Anti-striated muscle Interleukin-2 receptor
Imaging X-ray thoraks
Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi timoma sebagai massa mediatinum anterior
CT scan thoraksIdentifikasi timoma
MRI otak dan orbita
PEMERIKSAAN KLINIS Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak
diatas bidang kedua mata selama 30 detik, akan terjadi ptosis
Melirik ke samping terus menerus akan terjadi diplopia Menghitung atau membaca keras-keras selama 3 menit
akan terjadi kelemahan pita suara hilang Tes untuk otot leher dengan mengangkat kepala selama
1 menit dalam posisi berbaring Tes exercise untuk otot ekstremitas, dengan
mempertahankan posisi saat mengangkat kaki dengan sudut 45° pd posisi tidur telentang 3 menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali.
PEMERIKSAAN TAMBAHANTes tensilon (edrophonium chloride)Tes kolinergikTes Prostigmin (neostigminPemeriksaan EMNG Pemeriksaan antibodi AChREvaluasi TimusDiagnosis Banding
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan
Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan ptosis,dipoblia
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fungsi indra penglihatan tidak optimal
DIAGNOSA KEPERAWATANGangguan aktivitas hidup sehari-hari yang
berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral
Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi verbal
INTERVENSIKetidakefektifanpola nafas yang
berhubungan dengan kelemahan otot pernafasanTujuan
Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi pola pernapasan klien kembali efektifKriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan
dalam batas normal Bunyi nafas terdengar jelas Respirator terpasang dengan optimal
LANJUTAN....Rencana Tindakan
1. Kaji Kemampuan ventilasi2. Kaji kualitas, frekuensi,dan kedalaman
pernapasan,laporkan setiap perubahan yang terjadi.
3. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman dalam posisi duduk
4. Observasi tanda-tanda vital (nadi,RR)
Gangguan persepsi sensori b.d ptosis,dipoblia Tujuan
Meningkatnya persepsi sensorik secara optimal. Kriteria hasil : Adanya perubahan kemampuan yang nyata Tidak terjadi disorientasi waktu, tempat, orang
Rencana Tindakan Tentukan kondisi patologis klien Kaji gangguan penglihatan terhadap perubahan
persepsi Latih klien untuk melihat suatu obyek dengan telaten
dan seksama Observasi respon perilaku klien, seperti menangis,
bahagia, bermusuhan, halusinasi setiap saat. Berbicaralah dengan klien secara tenang dan
gunakan kalimat-kalimat pendek.
Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fungsi indra penglihatan yang tidak optimalTujuan
Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup
untuk menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.
Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk meningkatkan keamanan
Rencana TindakanKaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitasAtur cara beraktivitas klien sesuai kemampuanEvaluasi Kemampuan aktivitas motorik
IMPLEMENTASIEVALUASI
Tahap ini merupakan pengelolaan, perwujudan, serta bentuk tindakan nyata dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap intervensi.
•Keefektifan fungsi pernapasan.•Batuk secara optimal bisa dilakukan.• Fungsi komunikasi sudah adekuat ditunjukkan dengan penggunaan baik dengan bahasa isyarat maupun verbal secara optimal.
TERIMAKASIH