Download - Kegawatdaruratan Psikiatrik Refarat 1

Transcript

Bagian Ilmu Kedokteran JiwaPalu, Maret 2015FKIK Universitas TadulakoRumah Sakit Umum Anutapura

REFARATKEGAWATDARURATAN PSIKIATRI

Nama: Rika Irena DwiputriStambuk : N 111 14 035Pembimbing Klinik: dr. Andi Soraya, Sp.KJ

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN JIWAFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS TADULAKOPALU2015

BAB IPENDAHULUAN

Pembangunan yang pesat di segala bidang berdampak pada tata kehidupan masyarakat terutama di daerah perkotaan yang memerlukan penyesuai. Namun tidak semua anggota masyarakat mampu menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Akibatnya adalah terjadi berbagai masalah kesehatan jiwa. Perilaku perasaan dan pikiran yang luar biasa yang jika tidak ditatalaksana dengan baik dapat menimbulkan ancaman bagi pasien tersebut maupun orang lain. Selain karena masalah di atas kegawatdaruratan psikiatri juga dapat disebabkan oleh akibat dari kondisi medik umum yang menampilkan gejala-gejala psikiatrik, atau sebagai akibat yang merugikan dari obat/zat atau intoksikasi maupun reaksi antar beberapa jenis obat. Krisis psikiatrik lain dapat terjadi jika pasien merupakan korban dari trauma fisik atau emosi yang berat. Kegawatdaruratan psikiatrik dapat terjadi di rumah, di jalan, pada ruang rawat inap atau rawat jalan, bangsal psikiatrik, ruang bedah, maupun pada ruang gawat darurat di rumah sakit umum.1 Dalam satu dasawarsa kebutuhan pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik di Indonesia meningkat. Berbagai bencana akibat ulah manusia seperti konflik horizontal masyarakat dengan masyarakat, masyarakat dengan negara, maupun berbagai kejadian bencana alam yang diakibatkan oleh manusia seperti tanah longsor, banjir, kecelakaan pesawat dan lain-lain yang memerlukan pertolongan psikiatrik segera.1Tindakan bunuh diri, kekerasan dan penyalahgunaan zat merupakan masalah serius yang perlu intervensi segera. Ketiga kondisi tersebuh merupakan sebagian dari pelbagai kondisi kedaruratan psikiatrik. Diperlukan keterampilan dalam asesmen dan teknik evaluasi untuk membuat diagnosis kerja. Dalam pelaksanaannya sering diperlukan pemeriksaan fisik serta laboratorium yang sesuai dan memadai.2 Kerjasama dalam suatu tim, adalah bentuk pelayanan yang paling diharapkan untuk hasil optimal. Pendekatan Consultation Liaison Psychiatry bermanfaat unuk beberapa penanganan kasus-kasus kedaruratan, seperti tindakan bunuh diri, delirium, sindrom neuroleptik maligna, dll.2

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1DefinisiPsikiatri kegawatdaruratan (psychatric emergency) adalah cabang psikiatri yang mempelajari tindakan segera dalam rangka upaya penyelamatan-nyawa maupun upaya pertolongan segera untuk mencegah terjadinya gangguan berlanjut atau yang bertambah buruk. Tindakan segera untuk menyelamatkan nyawa, seperti pada kasus percobaan bunuh diri, melukai diri, mengganggu lingkungan dan masyarakat sekitarnya, atau hanya mengalami kegelisahan pribadi (personal distress). Tingkah laku yang tidak lazim, kacau atau secara sosial tidak dapat diterima atau tidak pantas muncul, yang tidak timbul dengan tiba-tiba dapat pula dimasukkan kategori kegawatdaruratan psikiatrik.1Kegawatdaruratan psikiatrik adalah suatu keadaan gangguan dan/atau perubahan tingkah laku, alam pikiran atau alam perasaan yang dapat dicegah (preventable) atau dapat diatasi (treatable) yang membuat pasien sendiri, teman, keluarga, lingkungan, masyarakat atau petugas profesional merasa perlu meminta pertolongan medik psikiatrik segera, cepat dan tepat, karena kondisi itu dapat mengancam integritas fisik pasien, integritas fisik orang lain, integritas psikologi pasien, integritas psikologik keluarga atau lingkungan sosialnya. Keadaan kegawatdaruratan psikiatrik dapat terjadi pada seseorang atau sekelompok orang bersama-sama. Selain itu keadaan ini dapat disebabkan karena keterbatasan kapasitas orang bersangkutan dalam usia, intelegensi, penyakit atau emosi pada saat itu.12.2EpidemiologiRuang kegawatdaruratan psikiatrik sama-sama digunakan oleh laki-laki dan perempuan dan lebih banyak digunakan oleh lajang dibandingkan dengan orang yang telah menikah. Kira-kira 20 persen pasien ini melakukan bunuh diri dan kira-kira 10 persen melakukan kekerasan. Diagnosis yang paling lazim adalah gangguan mood (termasuk gangguan depresif dan episode manik), skizofrenia, dan ketergantungan alkohol. Kira-kira 40 persen pasien yang ditemui di ruang kegawatdaruratan psikiatrik memerlukan perawatan di rumah sakit. Sebagian besar kunjungan terjadi di malam hari, tetapi tidak ada perbedaan berdasarkan pada hari dalam seminggu atau bulan-bulan dalam setahun.3 2.3Tahap Pelayanan Kegawatdaruratan PsikiatriPelayanan kegawatdaruratan psikiatrik meliputi pengkajian, terapi jangka pendek yang efektif, cepat dan tepat, evaluasi dari berbagai problem psikiatrik yang dihadapi.1 Menilai kondisi pasien yang sedang dalam kritis secara cepat dan tepat adalah tujuan utama dalam melakukan evaluasi kedaruratan psikiatrik. Tindakan segera dengan pendekatan yang pragmatis, yang harus dilakukan secara tepat adalah2 : Menentukan diagnosis awal Melakukan identifikasi faktor-faktor presipitasi dan kebutuhan segera sang pasien Memulai terapi atau merujuk pasien ke fasilitas yang sesuai. Tujuan utama dalam evaluasi kedaruratan psikiatrik adalah :menilai kondisi pasien yang secara cepat dan tepat. Dengan tugas di unit gawat darurat yang sifatnya sering tak terduga, banyaknya pasien dengan keluhan-keluhan fisik dan emosional, terbatasnya waktu dan ruang serta fasilitas penunjang, diperlukan pendekatan yang pragmatis terhadap pasien. Kadang-kadang lebih baik bagi pasien untuk tidak terlalu lama berada di unit gawat darurat2. Dalam waktu yang relatif singkat, harus dapat dikaji masalah dan kebutuhan pasien, menentukan diagnosis dan mengambil tindakan yang sebaik-baiknya. Untuk itu harus dilakukan pemeriksaan kepada pasien, mulai dari mendapatkan informasi tentang pasien, penilaian ketika kontak langsung dengan pasien, wawancara dan pemeriksaan psikiatrik.1A.Informasi mengenai PasienInformasi singkat dan diprioritaskan kepada hal-hal yang sangat dibutuhkan.1 -Identitas pasien dan keluarga atau orang yang membawanya, bagaimana hubungan dengan pasien, siapa yang bertanggungjawab.-Alasan dibawa ke rumah sakit dan riwayat singkat keadaan pasien.-Apakah ada kejadian yang penting;beberapa hari sebelumnya.-Riwayat tindakan pengobatan sebelumnya termasuk reaksi alergi terhadap obat-obatan, baik yang disuntikkan maupun per oral.Kepada keluarga1-Informasikan keadaan kegawatdaruratan pasien dan tindakan-tindakan yang mungkin diperlukan, agar keluarga mengerti dan bersedia memberikan bantuan sepenuhnya.-Menandatangani surat pernyataan (informed consent) bahwa mereka menyetujui semua tindakan medik yang diperlukan untuk mengatasi perilaku pasien dengan kekerasan yang membahayakan diri sendiri dan orang lain. B.Kontak pertama dengan pasienTentukan apakah1:-Pasien melakukan kekerasan atau berpotensi melakukan kekerasan-Pasien dengan problem medis yang mengancam jiwanya yang tampilan gejalanya seperti gangguan psikiatrik. Penilaian kegawatdaruratan psikiatrik1 :-Sedang mengancam orang lain atau dilaporkan melakukan tindakan kekerasan-Berteriak-teriak, provokatif atau secara langsung maupun tidak langsung mengganggu pasien lain.-Orang yang telah mengenal pasien dan merasa diancam oleh tingkah laku pasien, meskipun pada saat pemeriksaan tidak ada tindakan kekerasan.-Menunjukkan perubahan tingkah laku yang mencolok seperti sikap melawan bergantian dengan diam atau berteriak-teriak bergantian dengan mengantuk.-Menunjukkan kehilangan pengendalian diri.-Tidak menjawab pertanyaan pemeriksa, jalan-jalan dan meninggalkan bagian IGD-Terdapat tanda-tanda trauma, sakit akut atau tanda-tanda vital yang abnormal dan disertai dengan tingkah laku bizzare.Jika pasien membutuhkan penanggulangan kegawatdaruratan, pertimbangkan segera1 :-Apakah perlu untuk diamati dengan saksama dan dibatasi geraknya?-Apakah membutuhkan bantuan medik dengan segera?-Apakah memperlihatkan gejala-gejala vital yang abnormal atau penyakit akut yang mengancam jiwanya?-Apakah orang yang menemaninya dapat memberikan informasi yang penting?Gejala-gejala vital yang abnormal biasanya lebih banyak menunjukkan penyakit medik dari pada psikiatrik seperti1 :-Dosis obat yang berlebih, trauma kepala, hipoglikemi, renjatan (syok) dan banyak lagi penyakit medik yang menyebabkan tingkah laku yang dramatik yang mirip dengan gangguan psikiatrik. -Tingkah laku irasional yang disebabkan oleh penyakit medik dapat diartikan sebagai tingkah laku yang tidak kooperatif. Tidak usah berupaya untuk memberikan pengertian atau berbicara dengan pasien, tetapi lebih diarahkan terhadap masalah mediknya.1

C.Pemeriksaan1.Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik dilakukan sesegera mungkin untuk menyingkirkan kegawatdaruratan yang terkait fungsi organik1. Yang pertama dan terpenting yang harus dilakukan oleh dokter di unit gawat darurat adalah menilai tanda-tanda vital pasien. Tekanan darah, suhu, nadi, adalah suatu yang mudah diukur yang dapat memberikan suatu informasi yang sangat bermakna secara cepat.2 2.Pemeriksaan psikiatrika. Wawancara kedaruratan psikiatrikWawancara dilaksanakan dengan lebih terstruktur. Secara umum, fokus wawancara ditujukan pada keluhan pasien dan alasan dibawa ke unit gawat darurat. Keterangan tambahan dari pihak pengantar, keluarga, teman, polisi, dapat melengkapi informasi, terutama pada pasien mutisme, negativistik, tidak kooperatif atau inkoheren. Seperti halnya wawancara psikiatrik yang biasa dilakukan, hubungan dokter-pasien sangat berpengaruh terhadap informasi yang diberikan dan yang diinterpretasikan. Karenanya diperlukan kemampuan mendengar, melakukan observasi dan melakukan interpretasi terhadap apa yang dikatakan ataupun yang tidak dikatakan oleh pasien, dan ini dilakukan dalam waktu cepat.2Pasien dapat sangat termotivasi untuk membuka diri meraka untuk mendapatkan kelegaan dari penderitaan, tetapi mereka juga dapat secara sadar maupun tidak sadar termotivasi untuk menutupi perasaan yang paling dalam yang mereka rasa memalukan atau mengancam. Jika seorang pasien dibawa ke rumah sakit secara paksa, keinginan atau kemampuan untuk bekerjasama dapat terganggu. Bersikap jujur, terus terang, tenang dan tidak mengancam, sangat penting, demikian juga kemampuan untuk membawa pasien berpikiran bahwa klinisi yang memegang kendali dan akan bertindak secara meyakinkan untuk melindungi mereka dari menyakiti diri mereka sendiri atau orang lain.3Potensi kesalahan terbesar di dalam psikiatri ruang kegawatdaruratan adalah mengabaikan penyakit fisik sebagai penyebab penyakit emosional. Trauma kepala, penyakit medis, penyalahgunaan zat (termasuk alkohol), penyakit serebrovaskular, kelainan metabolik, dan obat-obatan semuanya dapat menyebabkan perilaku abnormal, dan psikiater harus membuat riwayat medis yang berpusat pada area-area ini.3Pada hakikatnya wawancara psikiatrik berbeda dengan anamnesis medik yang rutin1. Ajukan pertanyaan yang bersifat terbuka dengan tujuan : Untuk menentukan problem psikiatrik yang mendesak Untuk menilai pengalaman adaptasi umum pasien terhadap kehidupan Untuk menentukan hubungan terapeutik sehingga pasien dapat menerima terapi atau rekomendasi terapi. Amati penampilan, aktivitas psikomotor, pembicaraan, alam perasaan, proses pikir dan isi pikir pasien disamping usaha memperoleh anamnesis. Tunda keinginan untuk segera memulai penanganan atau mengambil kesimpulan dengan maksud supaya segera memulai menolong pasien berikutnya. Persiapan dalam melakukan wawancara psikiatri1 : Memulai wawancara dengan suasana yang nyaman Posisi petugas lebih baik duduk Mintalah anggota keluarga atau teman pasien utuk menunggu di luar, setidak-tidaknya pada awal wawancara, bila dianggap perlu keluarga dapat menemani. Jangan tergesa-gesa dan sediakan waktu cukup untuk mengevaluasi psikiatrik. Dibutuhkan lebih banyak waktu untuk wawancara psikiatrik. Pasien dalam keadaan distress akan bereaksi terhadap petugas yang terburu-buru dengan tidak mau bicara atau memberikan jawaban yang berbelit-belit, sehingga sebenarnya akan memperpanjang waktu wawancara. Teknik yang berguna dalam wawancara dengan pasien yang diperkirakan sulit ialah teknik dengan melihat jam sebelum mulai dan merencanakan wawancara memberi waktu lima menit kepada pasien. Perkenalkanlah diri kepada pasien dan berikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan problemnya; petugas berdiam diri. Cobalah tidak menginterupasi untuk beberapa menit, amati penampilan pasien, tingkah laku, caranya dia mengatasi situasi dan caranya mempengaruhi perasaan petugas. Dalam waktu lima menit petugas akan mendapatkan gambaran tentang akut dan beratnya problem, serta kemampuan pasien untuk memberikan respon terhadap petugas yang penuh perhatian tersebut. Informasi ini akan menolong petugas untuk menjurus ke suatu diagnosis dan juga berguna untuk menentukan tindakan. Dalam wawancara psikiatrik penting sekali menyusun pertanyaan untuk memperoleh informasi dalam empat hal yang berikut1: Apakah masalahnya? Apa yang dirasakan pasien sebagai kesulitan utama? Apakah hal ini sudah pernah terjadi? Bagaimana cara mengatasinya? Apakah berhasil? Mengapa baru sekarang? Bagaimana pasien melakukan kegiatan sehari-hari sebelum problem sekarang timbul? Mengapa pasien dan/atau keluarga baru sekarang datang untuk mencari bantuan? Alasan pemikiran waktu ini dapat memberikan petunjuk tentang problem dasarnya dan bagaimana cara petugas menanganinya. Apa yang dikehendaki pasien? Biasanya pasien mengharapkan untuk dievaluasi dan diberikan terapi untuk kedaan daruratnya. Kadang-kadang tidak jelas untuk petugas apakah pasien mencari keyakinan diirnya kembali, intervensi dalam problem perkawinannya atau keterangan untuk bekerja kembali. Apa yang dapat disetujui bersama oleh pasien dan petugas?Pertimbangan lain dalam wawancara psikiatrik1 : Informasi dapat diperoleh dari keluarga, polisi atau kenalan yang mendampingi pasien Bila dokter khawatir akan kemungkinan bunuh diri atau pembunuhan, jangan ragu-ragu untuk melanggar rahasia jabatan. Bila keadaan pasien tidak menyangkut ancaman jiwa, dokter dapat membuka rahasia jabatan dengan petunjuk-petunjuk sebagai berikut : Beritahukan pasien bahwa dokter akan bicara dengan keluarganya. Usulkan kepada pasien untuk ikut serta dalam wawancara, dengan keluarga atau berbicara melalui telepon dengan anggota keluarga/orang lain. Hal ini amat penting bila pasien seorang remaja atau bersifat paranoid. Beritahukan kepada pasien bila dokter mendapatkan ketidaksesuaian antara keterangan pasien dengan apa yang didapatkan dari sumber lain. Dokter tidak perlu kuatir bahwa hal ini akan menghambat hubungan terapeutik. b.Pemeriksaan status mental -Selama pemeriksaan, evaluasi status mental pasien-Status mental pasien dinilai dari :1.Deskripsi umum (penampilan, perilaku dan aktivitas psikomotor, sikap terhadap pemeriksa).2.Kesadaran3.Alam perasaan4.Cara pasien bereaksi terhadap pertanyaan5.Cara pasien bergaul dengan petugas medik dan dengan keluarga6.Kemampuannya menanggapi instruksi yang diberikan.-Status mental selengkapnya dalam instalasi kegawatdaruratan psikiatrik, maka perlu diobservasi tingkah laku dan penampilan, orientasi, keadaan afekti, isi dan proses berpikir, persepsi, fungsi kognisi yang lebih tinggi.1 2.4DiagnosisMeskipun pemeriksaan gawat darurat tidak harus lengkap, namun ada beberapa hal yang harus dilakukan sesegera mungkin untuk keakuratan data, misalnya penapisan toksikologi (tes urin untuk opioid, amfetamin, benzodiazepin, kanabis, dsb), pemeriksaan radiologi, EKG, tes laboratorium. Sedapat mungkin pemeriksaan dan konsultasi medik untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab organik dilakukan di ruang gawat darurat. Data penunjang seperti catatan medik sebelumnya, informasi dari sumber luar (alloanamnesis dari keluarga, polisi, dsb) juga dikumpulkan sebelum kita menentukan tindakan. Prioritas utama memang keamanan, namun hal ini jangan sampai menunda penegakan diagnosis.2Kasus kedaruratan psikiatrik meliputi gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang memerlukan intervensi terapeutik segera, antara lain kondisi gaduh gelisah, dampak tindak kekerasan, suicide, gejala ekstra piramidal akibat penggunaan obat.2A.Gaduh GelisahKeadaan gaduh-gelisah bukanlah suatu diagnosis dalam arti kata yang sebenarnya, akan tetapi hanya menunjuk kepada suatu keadaan tertentu, suatu sindrom dengan sekelompok gejala tertentu. Biasanya keadaan gaduh-gelisah merupakan manifestasi salah satu jenis psikosis : F05 Delirium, F20.2 Skizofrenia Katatonik, F21 Gangguan Skizotipal, F23 Gangguan Psikotik akut dan sementara, F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik dan F68.8 Amok.4Delirium : pasien dengan keadaan gaduh-gelisah karena delirium menunjukkan kesadaran yang menurun. Istilah sindrom otak organik menunjuk kepada keadaan gangguan fungsi otak karena suatu penyakit badaniah. Penyakit badaniah itu yang mengakibatkan gangguan fungsi otak. Penyebab itu mungkin terletak di dalam tengkorak atau otak sendiri dan karenanya menimbulkan kelainan patologis-anatomis (misalnya meningo-ensefalitis, gangguan pembuluh darah otak, neoplasma intrakranial, dan sebagainya). Mungkin juga terletak di luar otak (misalnya tifus abdominalis, pneumonia, malaria, uremia, keracunan atropin/kecubung atau alkohol dan sebagainya) dan hanya mengakibatkan gangguan fungsi otak dengan manifestasi sebagai psikosis atau keadaaan gaduh gelisah, tetapi tidak ditemukan kelainan patologis-anatomis pada otak sendiri.4Skizofrenia dan Gangguan skizotipal : bila kesadaran tidak menurun, maka biasanya keadaan gaduh-gelisah itu merupakan manifestasi suatu psikosis dari kelompok ini, yaitu psikosis yang tidak berhubungan atau sampai sekarang belum diketahui dengan pasti adanya hubungan dengan suatu penyakit badaniah seperti pada gangguan mental organik.4 Gangguan psikotik akut dan sementara : timbul mendadak tidak lama sesudah terjadi stres psikologis yang dirasakan hebat sekali oleh individu. Stres ini disebabkan oleh suatu frustasi atau konflik dari dalam ataupun dari luar individu yang mendadak dan jelas, misalnya dengan tiba-tiba kehilangan seseorang yang dicintainya, kegagalan, kerugian dan bencana.4Psikosis bipolar : termasuk dalam psikosis afektif karena pokok gangguannya terletak pada afek emosi. Pada psikosis bipolar jenis mania tidak terdapat inkoherensi dalam arti kata yang sebenarnya, tetapi pasien itu memperlihatkan jalan pikiran yang meloncat-loncat atau melayang (flight of ideas). Ia merasa gembira luar biasa (efori), segala hal dianggap mudah saja. Psikomotorik meningkat, banyak sekali bicara (logorea) dan sering ia lekas tersinggung dan marah.4 Amok : keadaan gadung-gelisah yang timbul mendadak dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiobudaya. Efek malu (pengaruh sosiobudaya) memegang peranan penting. Biasanya seorang pria, sesudah suatu peride meditasi atau suatu tindakan ritualistik, maka mendadak ia bangkit dan mulai mengamuk. Ia menjadi sangat agresif dan destruktif, mungkin mula-mula terhadap yang menyebabkan ia malu tetapi kemudian terhadap siapa saj dan apa saja yang dirasakan menghalanginya. Kesadarannya menurun atau berkabut. Sesudahnya terdapat amnesia total atau sebagian. Amok sering berkahir karena ia melukai diri sendiri, dan mungkin sampai menemui ajalnya.4 Keadaan gaduh-gelisah biasanya timbul akut atau subakut. Gejala utama adalah psikomotorik yang sangat meningkat. Orang itu banyak sekali berbicara, berjalan mondar-mandir, tidak jarang ia berlari-lari dan meloncat-loncat bila keadaan itu berat. Gerakan tangan dan kaki serta mimik dan suaranya cepat dan hebat. Mukanya kelihatan bingung, marah-marah atau takut. Ekspresi ini mencerminkan gangguan afek-emosi dan proses berpikir yang tidak realistik lagi. Jalan pikiran biasanya cepat dan sering terdapat waham curiga. Tidak jarang juga timbul halusinasi penglihatan (terutama sindrom otak organik yang akut) atau halusinasi pendengaran (terutama pada skizofrenia).4 Bila seseorang dalam keadaan gaduh-gelisah dibawa kepada kita, penting sekali kita harus bersikap tenang. Dengan sikap yang meyakinkan, meskipun tentu waspada, dan kata-kata yang menentramkan pasien maupun pada pengantarnya, tidak jarang kita sudah dapat menguasai keadaan. Bila pasien itu masih diikat, sebaiknya ikatan itu suruh dibuka sambil tetap berbicara dengan pasien dengan beberapa orang memegangnya agar ia tidak mengamuk lagi. Sedapat-dapatnya tentu perlu ditentukan penyebab keadaan gaduh-gelisah itu dan mengobatinya secara etiologis bila mungkin.4Suntikan intramuskular suatu neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeutik tinggi (misalnya chlorpromazine HCL), pada umumnya sangat berguna untu mengendalikan psikomotorik yang meningkat. Bila tidak terdapat, maka suntikan neuroleptikum yang mempunyai dosis terapeurik rendah, misalnya trifluoperazine, haloperidol (5 10 mg), atau fluophenazine dapat juga dipakai, biarpun efeknya tidak secepat neuroleptikum kelompok dosis terapeutik tinggi. Bila tidak ada juga, maka suatu tranquailaizer pun dapat dipakai, misalnya diazepam (5 10 mg), disuntik secara intravena, dengan mengingat bahwa tranquilaizer bukan suatu antipsikotikum seperti neuroleptika, meskipun kedua-duanya mempunyai efek antitegang, anticemas dan antiagitasi.4Efek samping neuroleptika yang segera timbul terutama yang mempunyai dosis terapeutik tinggi, adalah hipotensi postural, lebih-lebih pada pasien dengan susunan saraf vegetatif yang labil atau pasien lanjut usia. Untuk mencegah jangan sampai terjadi sinkop, maka pasien jangan langsung berdiri dari keadaan berbaring, tetapi sebaiknya duduk dahulu kira-kira satu menit (bila pasien sudah tenang).4Penjagaan dan perawatan yang baik tentu juga perlu, mula-mula agar ia jangan mengalami kecelakaan, melukai diri sendiri, menyerang orang lain atau merusak barang-barang. Bila pasien sudah tenang dan mulai kooperatif, maka pengobatan dengan neuroleptika dilanjutkan per oral (bila perlu suntikan juga dapat diteruskan). Pemberian makanan dan cairan juga harus memadai. Kita berusaha terus mencari penyebabnya, bila belum diketahui, terutama bila diduga suatu sindrom otak organik yang akut. Bila ditemukan, tentu diusahakan untuk mengobatinya secara etiologis.4

Alur penaganan keadaan gaduh-gelisah4

B.Tindak Kekerasan (Violence)Violence atau tindak kekerasan adalah agresi fisik yang dilakukan seseorang terhadap orang lain. Jika hal itu diarahkan kepada dirinya sendiri, disebut mutilasi diri atau tingkahlaku bunuh diri (suicidal behavior). Tindakan kekerasan merupakan bagian dari suatu kondisi gaduh gelisah. Kondisi gaduh gelisah dapat bermanifestasi dalam 3 hal, yaitu2 : Agitasi, merupakan perilaku patologi dengan manifestasi berupa aktivitas verbal atau motorik yang tak bertujuan. Agresif, digunakan untuk binatang dan manusia. Pada manusia dapat berbentuk agresi verbal atau fisik terhadap benda atau seseorang. Kekerasan (violence), agresi fisik oleh seseorang yang bertujuan melukai orang lain.

Gambaran Klinis dan DiagnosisGangguan psikiatrik yang sering berkaitan dengan tindak kekerasan adalah2 : Gangguan psikotik, seperti skizofrenia dan manik, terutama bila penderita paranoid dan mengalami halusinasi yang bersifat suruhan (commanding hallucinations), Intoksikasi alkohol atau zat lain Gejala putus zat akibat alkohol atau obat-obat hipnotik-sedatif Katatonik furor Depresif agitatif Gangguan kepribadian yang ditandai dengan kemarahan dan gangguan pengendalian impuls (misalnya gangguan kepribadian ambang dan antisosial) Gangguan mental organik, terutama yang mengenai lobus frontalis dan temporalis otak. Faktor resiko lain2 : Adanya pernyataan seseorang bahwa ia berniat melakukan tindak kekerasan Adanya rencana spesifik Adanya kesempatan atau suatu cara untuk terjadinya kekerasan Laki-laki Usia muda (15-24 tahun), Status sosioekonomi rendah, Sistem dukungan sosial yang buruk Adanya riwayat melakukan tindak kekerasan Tindakan antisosial lainnya Pengendalian impuls yang buruk Riwayat percobaan bunuh diri Dan adanya stresor yang baru saja terjadi Riwayat tindak kekerasan merupakan indikator terbaik.

Panduan Wawancara dan Psikoterapi21.Bersikaplah suportik dan tidak mengancam. Meskipun demikian, bersikaplah tegas dan berikan batasan yang jelas bahwa kalau perlu pasien dapat diikat (psysical restraints). Tentukan batasan itu dengan memberikan pilihan (misalnya, pilih obat atau diikat), dan bukan dengan menyuruh pasien secara provokatif : minum tablet ini sekarang!2.Katakan langsung kepada pasien bahwa tindak kekerasan tidak dapat diterima.3.Tenangkan pasien bahwa ia aman disini. Tunjukkan dan tularkan sikap yang tenang serta penuh kontrol.4.Tawarkan obat kepada pasien untuk membatunya menjadi lebih tenang. Evaluasi dan Penatalaksanaan2 :1.Lindungi diri anda. Kita harus memperkirakan bahwa mungkin saja terjadi suatu tindak kekerasan sehingga kita tidak akan dikejutkan oleh suatu perilaku kekerasan yang mendadak. -Jangan pernah mewawancarai pasien yang bersenjata. Pasien harus menyerahkan senjatanya ke petugas keamanan (mis. Satpam). Ketahuilah sebanyak mungkin tentang pasien sebelum anda mewawancarai mereka. -Jangan pernah mewawancarai pasien yang bersikap beringas (violent) seorang diri atau di dalam ruang tertutup. Lepaskan hal-hal yang bisa dijambak/ditarik pasien, seperti kalung, dasi, dsb. Usahakan agar anda selalu terlihat oleh staf lainnya. -Jangan melakukan pengikatan pasien sendiri, tapi serahkan urusan itu pada anggota staf yang sudah terlatih untuk itu.-Jangan biarkan pasien mempunyai akses terhadap ruangan yang dapat berisi barang-barang yang dapat dijadikan senjata, misalnya brankar atau ruang tindakan. -Jangan duduk berdekatan dengan pasien paranoid, yang mungkin merasa anda mengancamnya. Duduklah dengan jarak paling tidak sepanjang lengan.-Jangan menantang atau menentang pasien psikotik.-Waspadalah terhadap tanda-tanda munculnya kekerasan. Selalu persiapkan rute untuk melarikan diri seandainya pasien menyerang anda. Jangan pernah membelakangi pasien. 2.Waspada terhadap tanda-tanda munculnya kekerasan antara lain : Adanya kekerasan terhadap orang atau benda yang terjadi belum lama ini, gigi yang dikatupkan serta telapak yang dikepal, Ancaman verbal, Agitasi psikomotor, Intoksikasi alkohol atau obat atau zat lain, Waham kejar, dan Senjata atau benda-benda yang dapat digunakan sebagai senjata (seperti garpu, asbak) Halusinasi yang menyeluruh.3.Pastikan bahwa terdapat jumlah staf yang cukup untuk mengikat pasien secara aman. Minta bantuan anggota staf lain sebelum agitasi pasien meningkat. Seringkali, unjuk kekuatan dengan menghadirkan banyak anggota staf yang tampak kuat sudah cukup untuk mencegah tindak kekerasan.4.Pengikatan pasien hanya dilakukan oleh mereka yang telah terlatih. Biasanya setelah pasien diikat diberikan benzodiazepin atau antipsikotik untuk menenangkan pasien. Berikan suasan yang tenang.5.Lakukan evaluasi diagnostik yang tepat, meliputi tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik dan wawancara pskiatrik. Evaluasi resiko bunuh diri, dan buat rencana petalaksanaan yang meliputi penanganan tindak kekerasan yang mungkin muncul kemudian. 6.Eksplorasi kemungkinan dilakukannya intervensi psikososial untuk mengurangi risiko kekerasan. Jika tindak kekerasan itu berhubungan dengan situasi atau orang tertentu, coba pisahkan pasien dari orang atau situasu tersebut. 7.Mungkin pasien perlu dirawat untuk mencegahnya melakukan tindak kekerasan. 8.Jika penanganan psikiatrik bukan hal yang sesuai dalam suatu kasus, anda mungkin perlu melibatkan polisi atau aparat hukum.9.Calon korban harus diperingatkan seandainya masih ada kemungkinan bahaya yang mengancam, misalnya bila pasien tidak dirawat. Terapi Psikofarmaka2 :Terapi obat tergantung diagnosisnya. Biasanya untuk menenangkan pasien diberikan obat antipsikotik atau benzodiazepin2: Flufenazine, trifluoperazine atau haloperidol 5mg per oral atau IM, Olanzapine 2,5-10 mg per IM, maksimal 4 injeksi per hari, dengan dosis rata-rata per hari 13-14mg, Atau lorazepam 2-4 mg, diazepam 5-10mg per IV secara pelahan (dalam 2 menit).Bila dalam 20-30 menit kegelisahan tidak berkurang, ulangi dengan dosis yang sama samapi dicapai kondisi tenang. Hindari pemberian antipsikotik pada pasien yang mempunyai risiko kejang. Untuk penderia epilepsi, mula-mula berikan antikonvulsan misalnya carbamazepine lalu berikan benzodiazepine. Pasien yang menderita ganggauan organik kronik seringkali memberikan respon yang baik dengan pemberian -blocker seperti propanolol2.C.Bunuh Diri (Suicide)Bunuh diri atau suicide atau tentamen suicidum adalah kematian yang diniatkan dan dilakukan oleh seseorang terhadap dirinya sendiri2 atau segala perbuatan seseorang yang dapat mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat4. Ada macam-macam pembagian bunuh-diri dan percobaan bunuh-diri. Pembagian Emile Durkheim masih dapat dipakai karena praktis, yaitu5:1.Bunuh diri egoistikIndividu ini tidak mampu berintegrasi dengan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadi individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang menikah. Masyarakat daerah pedesaan mempunyai integrasi social yang lebih baik dari pada daerah perkotaan, sehingga angka suiside juga lebih sedikit.2.Bunuh diri altruistikIndividu itu terikat pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa bahwa kelompok tersebut sangat mengharapkannya. Contoh: Hara-kiri: di Jepang, puputan di Bali beberapa ratus tahun yang lalu, dan di beberapa masyarakat primitive yang lain. Suiside macam ini dalam jaman sekarang jarang terjadi, seperti misalnya seorang kapten yang menolak meninggalkan kapalnya yang sedang tenggelam.3.Bunuh diri anomikHal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dengan masyarakat, sehingga individu tersebut meningglakan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu itu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak dapat memberikan kepuasan kepadanya karena tidak ada pengaturan dan pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya. Hal ini menerangkan mengapa percobaan bunuh diri pada orang cerai pernikahan lebih banyak dari pada mereka yang tetap dalam pernikahan. Golongan manusia yang mengalami perubahan ekonomi yang drastis juga lebih mudah melakukan percobaan bunuh diri.Helber Hendin mengemukakan beberapa hal psikodinamika bunuh-diri sebagai berikut5:1.Kematian sebagai pelepasan pembalasan (Death as retaliatory abandonment).Suiside dapat merupakan usaha untuk mengurangi preokupasi tentang rasa takut akan kematian. Individu mendapat perasaan seakan-akan ia dapat mengontrol dan dapat mengetahui bilamana dan bagaimana kematian itu.2.Kematian sebagai pembunuhan terkedik (ke belakang) (Death as retroflexed murder).Bagi individu yang mengalami gangguan emosi hebat, suiside dapat mengganti kemarahan atau kekerasan yang tidak dapat direpresikan. Orang ini cenderung untuk bertindak kasar dan suiside dapat merupakan penyelesaian mengenai pertentangan emosi dengan keinginan untuk membunuh.3.Kematian sebagai penyatuan kembali (Death as reunion).Kematian dapat mempunyai arti yang menyenangkan, karena individu itu akan bersatu kembali dengan orang yang telah meninggal (reuni khayalan). 4.Kematian sebagai hukuman buat diri sendiri (Death as self punishment).Menghukum diri sendiri karena kegagalan dalam pekerjaan jarang terjadi pada wanita, akan tetapi seorang ibu tidak mampu mencintai, maka keinginan menghukum dirinya sendiri dapat terjadi. Dalam rumah sakit jiwa, perasaan tak berguna dan menghukum diri sendiri merupakan hal yang umum. Mula-mula mungkin karena kegagalan, rasa berdosa karena agresi, individu itu mencoba berbuat lebih baik lagi, tetapi akhirnya ia menghukum diri sendiri untuk menjauhkan diri dari tujuan itu.

Faktor RisikoBerikut ini faktor-faktor resiko untuk bunuh diri3:1.Jenis kelaminPerempuan lebih banyak melakukan percobaan bunuh diri dibanding laki-laki. Akan tetapi, keberhasilan bunuh diri lebih tinggi pada laki-laki. Hal ini berkaitan dengan metode bunuh diri yang dipilih. Laki-laki lebih banyak dengan gantung diri, meloncat dari tempat tinggi, dengan senjata api. Perempuan lebih banyak dengan overdosis obat-obatan atau menggunakan racun.2.UsiaKasus bunuh diri meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Pada laki-laki, angka bunuh diri tertinggi pada usia di atas 45 tahun sedangkan pada perempuan angka bunuh diri tertinggi pada usia di atas 55 tahun. Orang yang lebih tua lebih jarang melakukan percobaan bunuh diri, tetapi lebih sering berhasil.3.RasDi Amerika Serikat ras kulit putih lebih banyak melakukan bunuh diri dibanding ras kulit hitam.4.Status perkawinanPernikahan menurunkan angka bunuh diri, terutama jika terdapat anak di rumah. Orang yang tidak pernah menikah dua kali lebih beresiko untuk bunuh diri. Perceraian meningkatkan resiko bunuh diri. Janda atau duda yang pasangannya telah meninggal juga memiliki angka bunuh diri yang tinggi.5.PekerjaanSemakin tinggi status sosial semakin tinggi resiko bunuh diri, tetapi status sosial yang rendah juga meningkatkan resiko bunuh diri. Pekerjaan sebagai dokter memiliki resiko bunuh diri tertinggi dibanding pekerjaan lain. Spesialisasi psikiatri memiliki resiko tertinggi, disusul spesialis mata dan spesialis anestesi. Pekerjaan lain yang memiliki resiko tinggi untuk bunuh diri adalah pengacara, artis, dokter gigi, polisi, montir, agen asuransi. Orang yang tidak memiliki pekerjaan memiliki resiko lebih tinggi untuk bunuh diri.6.Kesehatan fisikSatu dari tiga orang yang melakukan bunuh diri memiliki masalah kesehatan dalam 6 bulan sebelum bunuh diri. Hilangnya mobilitas fisik, nyeri hebat yang kronik, pasien hemodialisis meningkatkan resiko bunuh diri.7.Kesehatan JiwaSekitar 95% dari semua orang yang mencoba atau melakukan bunuh diri memiliki gangguan mental. Gangguan mental tersebut terdiri dari depresi 80%, skizofrenia 10%, dan demensia atau delirium 5%. Di antara semua pasien dengan gangguan mental, 25% kecanduan juga kepada alkohol.8.Ketergantungan alkoholSekitar 15% pasien kecanduan alkohol melakukan bunuh diri. Sekitar 80% pasien bunuh diri akibat kecanduan alkohol adalah laki-laki. Sekitar 50% dari pasien kecanduan alkohol yang bunuh diri mengalami kehilangan anggota keluarga atau pasangan dalam satu tahun terakhir.9.Gangguan kepribadianSebagian besar orang yang bunuh diri memiliki gangguan kepribadian. Gangguan kepribadian merupakan faktor predisposisi untuk gangguan depresi. Selain itu juga merupakan faktor predisposisi untuk kecanduan alkohol. Gangguan kepribadian juga dapat menyebabkan konflik dengan keluarga dan orang lain.Mengenali pasien yang berpotensi bunuh diriKemungkinan bunuh diri dapat terjadi apabila6: Pasien pernah mencoba bunuh diri Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan maupun tidak, atau berupa ancaman: kamu tidak akan saya ganggu lebih lama lagi (sering dikatakan pada keluarga) Secara objektif terlihat adanya mood yang depresif atau cemas Baru mengalami kehilangan yang bermakna (pasangan, pekerjaan, harga diri, dan lain-lain) Perubahan perilaku yang tidak terduga: menyampaikan pesan-pesan, pembicaraan serius dan mendalam dengan kerabat, membagi-bagikan harta/barang-barang miliknya. Perubahan sikap yang mendadak: tiba-tiba gembira, marah atau menarik diri.Panduan Wawancara dan Psikoterapi2 Pada waktu wawancara, pasien mungkin secara spontan menjelaskan adanya ide bunuh diri. Bila tidak, tanyakan langsung. Mulailah dengan menanyakan:Apakah anda pernah merasa ingin menyerah saja?Apakah anda pernah merasa bahwa lebih baik kalau anda mati saja? Tanyakan isi pikiran pasien:Berapa sering pikiran ini muncul?Apakah pikiran tentang bunuh diri ini meningkat? Selidiki :Apakah pasien bisa mendapatkan alat dan cara untuk melaukan rencana bunuh dirinya?Apakah mereka sudah mengambilkah aktif, isalnya mengumpulkan obat?Seberapa pesimiskah mereka?Apakah mereka bisa memikirkan bahwa kehidupannya akan membaik?Evaluasi dan PenatalaksanaanPertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat di rumah (di tempat kejadian) dan atau di Unit Gawat Darurat di rumah sakit, di bagian penyakit dalam atau bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka dan atau keracunan. Bila keracunan atau luka sudah dapat diatasi maka dilakukan evaluasi psikiatrik. Tidak ada hubungan antara beratnya gangguan fisik dengan beratnya gangguan psikologis. Penting sekali dalam pengobatan untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan psikoterapi dan obat antidepresan3.Ketika sedang mengevaluasi pasien dengan kecendrungan bunuh diri, jangan tinggalkan mereka sendiri di ruangan. Singkirkan benda-benda yang dapat membahayakan dari ruang tersebut. Etika mengevaluasi pasien yang baru melakukan percobaan bunuh diri, buatlah penilaian apakah hal itu direncanakan atau dilakukan secara impulsif.2Penatalaksanaan tergantung dari diagnosis yang ditegakkan. Pasien yang depresi berat boleh saja berobat jalan asalkan keluarganya dapat mengawasi pasien secara ketat di rumah. Ide bunuh diri pada pasien alkoholik umumnya hilang setelah sesudah menghentkan pengguanan alkohol itu. Pasien dengan gangguan kepribadian akan berespon baik bila mereka ditangani secara empatik dan dibantu untuk memecahkan masalah dengan cara rasional dan bertanggung jawab.2Rawat inap jangka panjang diperlukan bagi pasien yang cendrung dan mempunyai kebiasaan melukai diri sendiri serta parasuicides. Parasuicides yaitu mereka yang berulangkali melakukan hal-hal berbahaya tetapi menyangkal adanya ide-ide bunuh diri.2Terapi psikofarmakaSeorang yang sedang dalam krisis karena baru ditinggal mati biasanya akan berfungsi lebih baik setelah mendapat tranquilizer ringan, tertama bila tidurnya terganggu. Obat pilihannya adalah golongan benzodiazepine, misalnya lorazepam 3x1 mg per hari selama 2 minggu. Jangan memberikan obat dalam jumlah banyak sekaligus terhdap pasien (respkan sedikit-sedikit saja) dan pasien harus kontrol dalam beberapa hari.2D.Sindroma Neuroleptik MalignaSindrom neuroleptik maligna adalah suatu sindrom toksik yang behubungan dengan penggunaan obat antipsikotik. Gejalanya meliputi : kekakuan otot, distonia, akinesia, mutisme dan agitasi. Pasien sering juga datang ke gawat darurat karena keadaan yang disebabkan oleh efek samping pemberian obat-obatan antipsikotik seperti parkinsonism, distonia akut, akatisia akut, diskinesia tardif.2Gambaran Klinis dan DiagnosisDitandai oleh demam tinggi (dapat mencapai 41,5C), kekakuan otot yang nyata sampai seperti pipa (lead-pipe rigidity), instabilitas otonomik (takikardia, tekanan darah yang labil, keringat berlebih) dan gangguan kesadaran. Kekakuan yang parah dapat menyebabkan rhabdomyolysis, myaglobinuria dan akhirnya gagal ginjal. Penyulit lain dapat berupa tombosis vena, emboli paru dan kematian. Biasanya terjadi dalam hari-hari pertama pengguanaan antipsikotik pada saat dosis mulai ditingkatkan, umunya dalam 10 hari pertama pengobatan antipsikotik. Sindrom neuroleptik maligna paling mungkin terjadi pada pasien yang menggunakan antipsikotik potensi tinggi dalam dosis tinggi atau dosis yang meningkat cepat.2 Menurut DSM-IV-TR, diagnosis sindrom neuroleptik maligna ditegakkan jika terdapat demam dan kekakuan otot yang parah disertai dengan 2 atau lebih gejala berikut3: Diaforesis Disfagia Tremor Inkontinensia Penurunan kesadaran Mutism Takikardia Tekanan darah yang meningkat atau labil Leukositosis Bukti laboratorium adanya kerusakan otot rangkaPatofisiologiPatofisiologi sindrom neuroleptik maligna belum diketahui secara jelas. Timbulnya sindrom neuroleptik maligna akibat obat yang menghambat reseptor D2 menghasilkan hipotesis bahwa penghambatan reseptor D2 pada berbagai area di otak menjelaskan gejala klinis yang timbul. Hambatan reseptor D2 di formatio retikularis dapat menurunkan kesadaran. Hambatan reseptor D2 di jalur nigrostriatal dapat menyebabkan rigiditas. Hambatan reseptor D2 di hipotalamus dapat menyebabkan instabilitas otonom, gangguan pelepasan panas. Hiperpireksia terjadi akibat disfungsi hipotalamus dan kekakuan otot3.Faktor resikoJenis kelamin laki-laki dua kali lebih beresiko dibanding perempuan.Faktor predisposisi munculnya sindrom neuroleptik maligna adalah dehidrasi, malnutrisi, kelelahan, injeksi intramuskular neuroleptik, cedera kepala, infeksi, intoksikasi alkohol, pengunaan antipsikotik bersama dengan litium. Gangguan ini dapat pula terjadi pada pasien yang baru menghentikan terapi dengan obat-obatan agoni dopaminergik seperti carbidopa, levodopa, amantadine dan bromocriptine.Panduan Wawancara dan Psikoterapi2Sindrom neuroleptik maligna adalah kegawatdaruratan medik sehingga perlu dirawat di ICU. Kesadarannya terganggu, tanyakan perjalanan penyakitnya pada keluarga dan teman-temannya.Evaluasi dan Penatalaksanaan2 Pertimbangkan kemungkinan sindrom neuroleptik maligna pada pasien yang mendapat antipsikotik yang mengalami demam serta kekakuan otot. Bila terdapat rigiditas rinan yang tidak berespon terhadap antikolinergik biasa dan bila demamnya tak jelas sebabnya, buatlah diagnosis sementara sindroma neuroleptik maligna. Hentikan pemberian antipsikotik segera. Monitor tanda-tanda vital secara berkala. Lakukan pmeriksaan laboratorium Hidrasi cepat intrvena daapt mencegah erjadinya renjatan dan menurnkan kemungkinan terjadinya gagal ginjal. Sindrom ini biasanya berlangsung selama 15 hari. Setelah sembuh, masalah kemudian adalah pemberian naipsikotik selanjutnya apakah mengganti dari kelas yang berbeda atau kembali ke antipsikotik semula yang efektif.

Terapi Psikofarmaka2 Amantadine 200-400 mg PO/hari dalam dosis terbagi Bromocriptine 2,5 mg PO 2 atau 3 kali/hari , dapat dinaikkan sampai 45 mg/hari Levodopa 50-100 mg/hari IV dlam infus terus-menerus Dantrolene 1 mg/kg/hari IV selama 8 hari, kemudian dilanjutkan PO selama 7 hari setelah itu. Benzodiazepin atau ECT dapat diberikan apabila obat-obatan lain tidak berhasil.

E.Gangguan PanikGangguan panik merupakan gangguan yang sering dijumpai akhir-akhir ini. Dari penelitian diketahui bahwa di negara-negara Barat, gangguan panik dialami oleh lebih kurang 1,7% dari populasi orang dewasa. Angka kejadian sepanjang hidup gangguan panik dilaporkan 1,5%-5%, sedangkan serangan panik sebanyak 3% - 5,6 %. Di Indonesia belum dilakukan studi epidemiologi yang dapat menggambarkan berapa jumlah individu yang mengalami gangguan panik. Namun para profesional merasakan adanya peningkatan jumlah kasus yang datang minta pertolongan. Sebagaimana gangguan jiwa lainnya, etiologinya belum pasti dan terdiri atas faktor organobiologik, psikoedukatif (termasuk psikodinamik), serta sosiokultural2 :-Faktor biologik Gangguan panik berhubungan dengan abnormalitas struktur dan fungsi otak. Otak pasien dengan gangguan panik beberapa neurotransmiter mengalami gangguan fungsi, yaitu serotonin, GABA, dan norepinefrin. Hal ini didukung oleh fakta bahwa Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRIs) efektif pada terapi pasien-pasien dengan gangguan cemas, termasuk gangguan panik. Serangan panik merupakan respons terhadap rasa takut yang terkondisi yang ditampilkan oleh fear network yang terlalu sensitif, yaitu amigdala, korteks prefrontal dan hipokampus, yang berperan terhadap timbulnya panik. Faktor biologi lain yang berhubungan dengan terjadinya serangan panik adalah zat panikogen yang digunakan terbatas pada penelitian, serta perubahan pada tamplan pencitraan dengan MRI.-Faktor GenetikPada keturunan pertama pasien dengan gangguan panik dengan agorafobia mempunyai risiko 4-8 kali mengalami serangan yang sama.-Faktor PsikososialPola ansietas akan sosialisasi saat masa kanak, hubungan dengan orangtua yang tidak mendukung serta perasaan terperangkap atau terjebak. Pada kebanyakan pasien, rasa marah dan agresivitas sulit dikendalikan. Pada pasien-pasien dengan gangguan panik, terdapat kesulitan dalam mengendalikan rasa marah dan fantasi-fantasi nirsadar yang terkait. Tanda & Gejala2 :-Serangan panik yang berulang -Terjadi secara spontan dan tidak terduga, disertai gejala otonomik yang kuat terutama sistem kardiovaskular dan sistem pernafasan.-Biasanya terjadi secara tiba-tiba, dapat meningkat hingga sangat tinggi disertai gejala-gejala yang mirip gangguan jantung, yaitu rasa nyeri di dada, berdebar-debar, keringat dingin, hingga merasa seperti tercekik. -serangan sering dimulai selama 10 menit. -Abnormalitas kardiovaskular, pernafasan yang tidak stabil termasuk sindrom hiperventilasi dan peningkatan variasi pernafasan.-Gejala mental yang dirasakan adalah rasa takut yang hebat dan ancaman kematian atau bencana. -Pasien bisa merasa bingung dan sulit berkosentrasi. -Pada pemeriksaan status mental saat serangan dijumpai ruminasi, kesulitan bicara seperti gagap dan gangguan memori. Depresi, derealisasi dan depersonalisasi bisa dialami saat serangan panik. -Fokus perhatian somatik pasien adalah perasaan takut mati karena masalah jantung atau pernafasan. Sering pasien merasa seperti akan menjadi gila. Kriteria Diagnostik PPDGJ III2Terjadinya beberapa serangan berat ansietas otonomik, yang terjadi dalam periode kira-kira satu bulan :-Pada keadaan-keadaan yang sebenarnya secara objektif tidak ada bahaya.-Tidak terbatas hanya pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat diduga sebelumnya-Adanya keadaan relatif bebas gejala ansietas dalam periode antara serangan-serangan panik (meskipun lazim terjadi juga ansietas antisipatorik). Petalaksanaan2Farmakoterapi :-SSRITerdiri atas beberapa macam, dipilih salah satu dari sertralin, fluoksetin, fluvoksamin, escitalopram, dll. Obat diberikan dalam 3-6 bulan atau lebih, tergantung kondisi individu, agar kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat mencegah kekambuhan. -AlprazolamAwitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6 minggu, setelah ini secara perlahan-lahan diturunkan dosisnya sampai akhirnya dihentikan. Jadi setelah itu dan seterusnya, individu hanya minum golongan SSRI.

Psikoterapi-Terapi relaksasiBermanfaat meredakan secara relatif cepat serangan panik dan menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap hari. Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat, lalu mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan mensugesti pikiran ke arah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam proses terapi, dokter akan membimbing individu melakukan ini secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung selama 20-30 menit atau lebih lama lagi. Setelah itu, individu diminta untuk melakukannya sendiri dirumah setiap hari, sehingga bila serangan panik muncul kembali, tubuh sudah siap untuk relaksasi. -Terapi kognitif perilaku : Individu diajak untuk bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional. Terapi ini biasanya berlangsung 30-45 menit. -Psikoterapi dinamikIndividu diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan sekedar menghilangkan gejalanya semata. Prognosis2Walaupun gangguan panik merupakan penyakit kronis, namun penderita dengan fungsi premorbiid yang baik serta durasi serangan yang singkat bertendensi untuk prognosis yang lebih baik.

2.5Tempat Pelayanan Kedaruratan PsiakitrikHal-hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan tempat pelayanan kedaruratan psikiatrik, antara lain2 :1.Keamanan2.Pemisahanan ruang secara spesifik3.Akses langsung dan mudah4.Obat-obat psikofarmaka harus lengkap tersedia5.Tim yang bertugas harus mempunyai kepakaran yang spesiik dan siap bertindak segera pada saat yang tepat.6.Seluruh staf harus mengerti bahwa pasien dalam keadaan distress fisik dan emosional yang rapuh.7.Sikap, perilaku staf dan pasien harus dijaga dan dipahami mulai saat pasien masuk kedalam ruang gawat darurat. Tempat pelayanan kedaruratan psiakiatri2 : Rumah sakit umum Rumah sakit jiwa Klinik Sentra primerPenatalaksanaan kedaruratan untuk pasien psikiatri melibatkan hal-hal dibawah ini7 :1.Harus ada jaminan perlindungan untuk pasien dan petugas kesehatan.2.Singkirkan penyakit medis yang serius yang bermanifestasi secara psikiatris (gangguan mental organik).3.Singkirkan keadaan psikiatris yang mengancam jiwa.4.Formulasikan suatu diagnosis kerja psikiatri5.Pilihlah pengobatan dan disposisi yang tepat.

BAB IIIKESIMPULAN

Kedaruratan psikiatri merupakan cabang dari Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kedokteran Kedaruratan, yang dibuat untuk menghadapi kasus kedaruratan yang memerlukan intervensi psikiatrik. Tempat pelayanan kedaruratan psikiatri antara lain di rumah sakit umum, rumah sakit jiwa, klinik dan sentra primer. Kasus kedaruratan psikiatrik meliputi gangguan pikiran, perasaan dan perilaku yang memerlukan intervensi terapeutik segera.Sebagai ujung tombak di lapangan, peran dokter umum sangat penting dalam hal ini adalah sebagai bagian dari pelayanan kedaruratan medik yang terintegrasi. Diperlukan keterampilan dalam asesmen dan teknik evaluasi untuk membuat diagnosis kerja. Dalam pelaksanaannya sering diperlukan pemeriksaan fisik serta laboratorium yang sesuai dan memadai.Kerjasama dalam suatu tim, adalah bentuk pelayanan yang paling diharapkan untuk hasil optimal.

DAFTAR PUSTAKA

1.Kemenkes RI, 2010. KMK No. 1627 tentang Pedoman Pelayanan Kegawatdaruratan Psikiatri. Jakarta.2.Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto ed. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FKUI3.Sadock, B.J., Sadock, V.A., et al. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta : EGC.4.Maramis, W.F. dan Maramis, A.A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 2. Surabaya: Airlangga University Press.5.Marliana, S. 2012. Bunuh Diri Sebagai Pilihan Sadar Individu. Jakarta : Universitas Indonesia.6.Tomb, D.A. 2004. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Jakarta: EGC7.Eliastam, M, George, LS, Michael J. 2005. Penuntun Kedaruratan Medis Edisi 5. Jakarta : EGC.

34