KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-
UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
(Skripsi)
Oleh
Riki Indra
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-UNDANG
DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Abstrak
Keberadaan wakil kepala daerah dalam undang-undang pemerintahan daerah
bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945, yang tidak menyebutkan
kedudukan wakil kepala daerah. Dengan kondisi demikian dalam ketentuan
konstitusional tersebut terdapat permasalahan konstitusionalitas posisi wakil kepala
daerah, baik dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999, Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi
Undang-Undang. Dalam membahas kedudukan wakil kepala daerah metode
penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif yang menelaah peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang kedudukan wakil kepala daerah menurut
UUD Tahun 1945. Pendekatan yang digunakan dalam membahas kedudukan wakil
kepala daerah dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan
pendekatan sejarah. Keberadaan wakil kepala daerah dalam pemerintahan daerah
sangat dipengaruhi oleh ketentuan Undang-Undang Dasar yang berlaku saat itu,
selain itu berdampak terhadap ketentuan undang-undang tentang pemerintahan
daerah. Beberapa diantaranya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Penetapan
Presiden Nomor 6 Tahun 1959 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 s/d Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014, telah menempatkan wakil kepala daerah menjadi
bagian dari paket kepala daerah. Bahwa kedudukan seorang wakil kepala daerah
merupakan pembantu dari kepala daerah dalam melaksanakan kewajibannya dan
melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh kepala daerah. Dengan kata lain
seorang wakil kepala daerah hanyalah second hand, jika Kepala Daerah
menghendaki, seorang wakil kepala daerah dapat tidak memiliki tugas sama sekali
karena keseluruhan pertanggung jawaban nya ada pada kepala daerah.
Kata Kunci : Wakil Kepala Daerah, Pemerintahan Daerah, dan Kedudukan.
KEDUDUKAN WAKIL KEPALA DAERAH MENURUT UNDANG-
UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Riki Indra
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Tata Negara
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak ke-4 (empat) dari 4 saudara
pasangan Erman dan Yanidar alhamdulillah syukur penulis
dilahirkan dengan selamat pada hari Minggu Tanggal 19 Mei
1991, dari rahim seorang ibu yang sangat penyanyang. Penulis
merupakan anak rantauan dari kota kecil namun padat
penduduk yaitu Kota Tembilahan, karier pendidikan penulis diimulai saat
menginjakkan kaki di SDN 002 Tembilahan hingga lulus sekolah dasar. Cerita
sekolah penulis berlanjut tatkala berhasil lulus di SMP Negeri 2 Tembilahan dan
SMA Negeri 1 Tembilahan.
Kehidupan sederhana dilalui penulis dalam kesehariannya saat mengemban
pendidikan status siswa hingga mahasiswa, tepat pada tahun 2009 penulis
mendaftarkan diri pada jalur SNMPTN 2009. Pilihan IPS pada Pilihan 1 untuk
Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (Fkip) Unila, pilihan 2 pada Fakultas Hukum
Unila, atas karunia Allah SWT penulis lulus pada pilihan kedua. Sehingga penulis
tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung Angkatan
2009. Selama aktif kuliah di kampus, penulis gemar dengan berbagai aktivitas
yang menyibukkan, baik organisasi maupun bersosialisasi. Terlebih penulis
bertemu sahabat-sahabat luar biasa dalam lingkungan serta kesehariannya selama
ini.
Dalam rentang dari tahun 2009 s/d 2013 penulis terkadang diamanahkan pada
berbagai organisasi dari tingkat fakultas hingga universitas, yaitu Mujahid Muda
FOSSI FH tahun 2009-2010, Anggota Tetap PSBH FH Unila 2010, Anggota
Kelompok Diskusi Mahasiswa (KDM) FH Unila, dan Sekretaris Umum FOSSI
FH Unila 2011-2012. Pada tingkatan Fakultas, Penulis dipercaya untuk
mengemban amanah sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Hukum Tata
Negara Unila 2013 dan pada tingkatan Universitas bersama kawan-kawan
seperjuangan, berhasil membentuk sebuah organisasi baru di Unila yang bernama
PIK M Raya.
Penulis juga terkadang mengikuti beberapa pelatihan diantaranya LKMI-TD, dan
beberapa pelatihan dan seminar tingkat daerah maupun nasional. Penulis juga
mengeluti dunia penulisan karya ilmiah mengikuti LKTI-M Piala Gubernur
Lampung tahun 2011 dan LKTI-M se kota Bandar Lampung dengan predikat
juara II tahun 2011, penulis pernah mengikuti lomba Mood Court (peradilan
semu) tingkat fakultas maupun Nasional serta beberapa kali tembus proposal
PKM pada tahun 2012-2013 maupun PMW 2013 yang menjadi jalan bagi penulis
membuka usaha mikro dan lapangan pekerjaan kecil-kecilan dan membentuk jiwa
Entrepreneur bagi penulis hingga sempat mengecap manis pahit nya Universitas
Kehidupan di akhir masa perkuliahan.
“MOTTO”
“Cukup Lah Allah sebagai penolong kami, dan Allah adalah
sebaik-baiknya pelindung”
(Qs. Ali- Imran, 173)
“Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan
memudahkan baginya jalan ke surga.”
(HR. Muslim)
“
“Kejujuran Lebih Baik Dari Kebenaran”
(Armen Yasir)
“Big Price Huge Victory!!”
(Riki Indra)
PERSEMBAHAN
Atas semua Nikmat dan Rahmat-Mu
Kecil syukurku Untuk-Mu, Besar Kasih Sayang-Mu untukku
Inilah langkahku, kuingin berkah pada jiwa dan langkahku
Bismillahirrahmanirrohim
Sebuah karya sederhana ini kupersembahkan kepada:
Ayahanda Erman (Alm), dan Ibunda tercinta Yanidar sebagai jalan menuju
surga dan surga sesungguhnya didunia ini bagiku, yang telah membesarkan,
mendidik, mendoakan disetiap langkah perjuanganku.
Semua Abang, Kakak tercinta Eriyanti, S.T.P., Anjas Asmara Dan Dedek
Irawan, A.Md.
Saudara seperjuangan, pergerakan dan pecinta ilmu pengetahuan
Almamater tercinta: Fakultas Hukum Universitas Lampung.
SANWACANA
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Ucap syukurku pada Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Armen Yasir, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Senior pada Bagian Hukum
Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Lampung; Sebagai dosen
pembimbing I, sebagai motivator, pelecut serta sebagai inspirator akan sebuah
semangat, moral serta keteladanan dan orang yang akan paling penulis ingat
ketika sukses nanti karna jasa bapak yang tak ternilai oleh harga serta Terima
Kasih dan permohonan maaf sebesar-besar nya dalam mendidik,
membimbing penulis hingga selesai penulisan skripsi ini yang atas semua
bimbingan bapak, insyaallah menjadi berkah dalam kehidupan bapak.
2. Ibu Martha Riananda, S.H.,M.H. selaku dosen pembimbing II; sosok keibuan
yang terus mendukung penulis serta kemudahan yang ibu berikan guna
kelancaran selama menulis skripsi, insyaAllah Allah akan memudahkan hidup
ibu pula di dunia maupun akhirat.
ix
3. Bapak Rudy, S.H., LL.M., LL.D. selaku dosen pembahas utama penulis;
terima kasih atas semua ilmu, masukan dan kritikan pada penulisan skripsi
ini. Bapak telah mengajarkan nilai-nilai pembawaan sikap kasih sayang layak
nya seorang pendidik, salut buat bapak dalam pembawaan sikap langka
terhadap mahasiswa akhir yang tidak dimiliki oleh setiap dosen pengajar,
yang tanpa itu semua akan sulit bagi penulis dalam perjalanan menulis skripsi
ini.
4. Bapak Iwan Satriawan, S.H.,M.H. selaku dosen pembahas II, serta
Pembimbing Akademik; yang tak henti-henti memberikan masukan, kritik
dan saran serta dorongan untuk menulis skripsi ini.
5. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung
6. Bapak Marjiyono, S.pd. yang buat penulis “speechless” atas “support” bapak,
bantuan di segala apapun, serta dorongan yang tak henti-henti mengalir layak
nya seorang ayah.
7. Dosen-dosen Fakultas Hukum, mulai dari Bapak Muhtadi yang menjadi
dosen inspirasi, pribadi bapak yang tegas namun cerdas, yang memberikan
masukan pada skripsi penulis diawal-awal penulisan, Ibu Yusnani dengan
masukan atas penulisan skripsi penulis, Bapak Arif dengan masukan dan
kritikan tajam nan membangun pada skripsi penulis, Serta Ibu Yulia
Netta,ibu, Bapak Yoga,bapak Budiono Bapak Yhannu dan Bapak Rudi
Antoni yang telah berbagi ilmu pada penulis.
x
8. Seluruh Civitas Akademika di lingkungan Fakultas Hukum Universitas
Lampung yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas semua ilmu yang
dibagikan.
9. Terima kasih luar biasa pada Bapak Jarwo dan Bapak Supendi telah menjadi
bapak, sahabat dan teman curhat atas cerita nan berbagai peristiwa yang ada
dan support pada penulis selama menjadi mahasiswa dan hingga
menyelesaikan skripsi ini.
10. Kedua orang tua ku,Ama yang berdiri ringkih disamping ku disaat orang lain
menghindar,yang tiada putus kasih sayang mu mendoakan, bantuan masukan
serta saran-saran dari seorang ibu luar biasa yang tiada dua nya engkau lah
Jalan Surga dan Surgaku, penyemangatku, semuanya untukmu. Tiada cukup
kata didunia ini untukmu, Biarkanlah Allah SWT melihat semua ini dan
membalasnya.
11. Uny ku Eriyanti, tetap lah cerewet dan suka marah, tapi baik banget yang
selalu support disaat susah, baik kehidupan sehari-hari maupun segala macam
urusan skripsi.
12. Abang Anjas yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil,
serta kritikan pedas khas chandaan yang membangun dan melecut pribadi
penulis.
13. Abang Dedek Irawan yang dari awal kuliah banyak sekali bantuan yang
engkau berikan, sebagai abang luar biasa yang akan penulis ingat jasa budi
yang telah engkau keluarkan.
xi
14. Keluarga besar dimanapun berada, ingatlah selalu aku akan membanggakan
kalian dan begitupun kelak sebaliknya nama Er akan kembali harum di tangan
bungsu ini.
15. Saudaraku alias konco-konco the best para MABES Crew (markas besar):
Muhammad Amin Putra yang entah bagaiman akan membalas nya nanti atas
kebaikan sebagai seorang kawan, sahabat melewati itu semua engkau adalah
sodara min,Sofyan Jailani, Pimal Ibrahim, Saputro Prayitno, Roni Septian
Maulana, SM Munawar Harun Al-Rasyid, Gigih Suci Prayudi, Muhammad
Yudho Safe’i, Hidayat Fadillah, Muhammad Gribaldi, Syukri Ramadhan,
Andika Prayoga, Raden Permata, Ridho Abdilah Husin, Muhammad Faisal
SF, Handi Alifta Mahendra, Adam Tiansyah, M. Tajuddin, Rafly Pramudya,
Garda Arian Gunawan serta Ari Otoy;
16. Rekan-rekan HIMA HTN 2009 yang luar biasa menemani diri, Sofyan
Jailani, Muhamad Yudho Syafe’i, Muhammad Amin Putra, Mushab
Rabbani, Nico Noviansyah, Zulqadri Anand, Malicia Evendia, Dinarti
Andarini dan Reisa Malida.
17. Rekan-rekan Kuliah Kerja Nyata periode I. Desa bumi dana waykanan,
Januari 2012.
18. Semua guru-guruku yang telah mendidik dan mengajarku dari SDN 002
Tembilahan, SMP Negeri 2 Tembilahan, SMA Negeri 1 Tembilahan.
19. Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak
bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas do’a, dukungan dan
semangatnya.
xii
Inilah sebagian ilmu ku yang kutulis dalam lembar-lembar, dan ini tidak lain hadir
karena Rahmat dan Karunia serta Pertolongan Allah SWT pada hambanya ini.
Semoga berakhirnya masa studi ini sebagai langkah awal dari cerita indah
berikutnya dalam kehidupan ini. Amin ya rabbalalamin.
Billahi Taufiq Walhidayah.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Bandarlampung, Juli 2016
Penulis
Riki Indra
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 4
1.3 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 4
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................. 4
1.5 Kegunaan Penelitian............................................................................. 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 7
2.1 Pemerintahan Daerah ........................................................................... 7
2.2 Pemerintah Daerah ............................................................................... 15
2.3 Wakil Kepala Daerah dan Kedudukannya ........................................... 16
2.4 Jabatan dan Wewenang Wakil Kepala Daerah .................................... 18
III. METODE PENELITIAN ........................................................................ 27
3.1 Jenis dan Tipe Penelitian ...................................................................... 27
3.2 Metode Pendekatan .............................................................................. 28
3.3 Data dan Sumber Data ......................................................................... 29
3.4 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 30
3.5 Metode Pengolahan Data dan Bahan ................................................... 31
3.6 Analisa Data .......................................................................................... 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 32
4.1 Pemerintah Daerah Sebelum dan Sesudah Perubahan UUD 45 ...... 32
4.1.1 Pemerintah Daerah Menurut UUD 1945
(Sebelum Perubahan) ............................................................. 33
4.1.2 Pemerintah Daerah Menurut Konstitusi Republik Indonesia
(RIS)Tahun1949 ..................................................................... 43
4.1.3 Pemerintah Daerah Menurut UUD Sementara 1950 .............. 46
4.1.4 Pemerintah Daerah Menurut UUD 1945 Tahun 1965
(sebelumperubahan) ............................................................... 52
4.1.5 Pemerintah Daerah Menurut UUD 1945
(Setelah Perubahan) ................................................................ 55
4.2 Pemerintah Daerah Dalam UUD 1945 ............................................ 61
4.3 Urgensi Wakil Kepala Daerah Dalam Pelaksanaan Pemerintahan
Daerah .............................................................................................. 62
V. SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 70
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 70
5.2 Saran ................................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA
1
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Reformasi telah mengubah Indonesia menjadi negara yang lebih demokratis
dan mengaplikasikan berbagai demokrasi ke berbagai macam bentuk kehidupan
berbangsa dan bernegara.Salah satunya adalah agenda reformasi yang menghendaki
dilakukannya otonomi daerah yang seluas-luasnya atas sistem sentralisasi pada masa
orde baru1.
Pemberian otonomi kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran
serta masyarakat.Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,
keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah
dalam lingkup sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Selanjutnya M.
Ryaas Rasyid, menjelaskan :
1Agenda Reformasi secara lengkap diantaranya: Adili Soeharto dan kroni-kroninya, Laksanakan
amandemen UUD 1945, Hapuskan Dwi Fungsi ABRI, Pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-
luasnya, Tegakkan supremasi hukum, Ciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN
2
“Terdapat beberapa rasionalitas terhadap pemberian kewenangan yang
luas kepada Daerah, diantaranya adalah pemilihan otonomi luas
merupakan pilihan yang sangat strategis dalam rangka memelihara Nation
State (Negara Bangsa) yang sudah lama terpelihara, oleh karena itu
dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rekrutmen politik
lokal, masyarakat di Daerah dapat menentukan sendiri segala bentuk
kebijaksanaan yang menyangkut harkat hidup mereka.”2
Pemberian otonomi kepada daerah tidak terlepas dari adanya kepala daerah
sebagai perwujudan pelaksanaan otonomi, yang mengatur dan mengurus urusan
otonomi tersebut.Landasan dilaksanakannya otonomi daerah telah termaktub dalam
Bab VI Pasal 18 UUD 1945 perubahan kedua dengan judul Pemerintahan Daerah,
dan dibentuknya undang-undang tentang pemerintahan daerah pasca reformasi yaitu
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan diganti
dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
disahkannya Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang PemerintahanDaerah Menjadi
Undang-Undang.
Pemerintah dapat diartikan sebagai eksekutif dalam kewenangannya
menjalankan penyelengaraan pemerintahan. Demikian dengan pemerintah daerah,
dalam UUD 1945 dinyatakan dengan tegas sebagai Gubernur, Bupati dan Walikota
sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota. Dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang PemerintahanDaerah dinyatakan sebagai
Kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah,danPasal 4 ayat (1)
2 Ryaas Rasyid, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, (Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2004), hal.
37-39.
3
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyatakanbahwa Provinsi sebagai wilayah
kerja bagi Gubernur, dan ayat (2) bahwa Kabupaten/Kota adalah wilayah kerja dari
Bupati/Walikota. Kepala daerah dalam menjalankan penyelengaraan Pemerintahan
Daerah berserta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dibantu oleh perangkat
daerah, yang terdiri Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas, dan
Badan, untuk tingkat Kabupaten/Kota.
Dalam ketentuan konstitusional tersebut terdapat permasalahan
konstitusionalitas posisi wakil kepala daerah, baik dalam Undang-Undang No. 22
Tahun 1999, Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang No. 2 tahun
2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang PemerintahanDaerah Menjadi Undang-Undangyang mencantumkan posisi
wakil kepala daerah dinilai dengan Pasal 18 ayat (4) UUD 19453
yang tidak
menetapkan kedudukan wakil kepala daerah secara tegas. Kedudukan wakil kepala
daerah dalam pemerintahan daerah muncul setelah adanya pengaturan pemerintah
daerah diatas,Sebagai perbandingan, berbeda dengan pasal 6A dalam undang-undang
dasar Negara republik Indonesia tahun 1945 perubahan ketiga secara jelas dinyatakan
presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat,
bahkan dalam UUD 1945 sebelum amandemen di pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa
dalam melakukan kewajibannya presiden dibantu oleh satu orang wakil presiden.
3
Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
4
Dari permasalahan tersebut penulis tertarik menulis skripsi dengan judul
“Kedudukan Wakil Kepala Daerah Menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang diuraikan diatas maka penulis dapat merumuskan
permasalahan, yaitu :
1. Bagaimana kedudukan Wakil Kepala Daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945?
2. Apakah urgensi keberadaaan Wakil Kepala Daerah dalam pelaksanaan
pemerintahan daerah?
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini dibatasi pada ; kedudukanWakil Kepala Daerah
menurut Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945 dan urgensi wakil
kepala daerah dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kedudukanWakil Kepala Daerah menurut Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
5
2. Untuk mengetahui urgensi Wakil Kepala Daerahdalam pelaksanaan
Pemerintahan Daerah.
1.5 Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis adalahuntuk memberikan sumbangan pemikiran dan
pengembangan Ilmu Hukum khususnya Hukum Tata Negara (HTN) dalam
memahami kedudukanWakil Kepala Daerah dalam Undang-Undang Dasar Negar
Republik Indonesia tahun 1945 melalui interpretasinya.
2. Kegunaan Praktis
Kegunaan praktis dalam penelitian ini adalah :
a. Untuk memperluas wawasan dan pengetahuan mengenai interpretasi
kedudukanWakil Kepala Daerah dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945
b. Bahan informasi atau bahan bacaan bagi pihak-pihak yang berkepentingan
khususnya mahasiswa dalam memahami interpretasi kedudukanWakil Kepala
Daerah dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
6
c. Sebagai salah satu syarat akademik bagi peneliti untuk memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemerintahan Daerah
Bentuk negara Indonesia diamanatkan sebagai negara kesatuan, berdasarkan
ketentuan Pasal 1 ayat (1) UUD 19454.Dalam hakikat negara kesatuan adalah negara
yang kedaulatannya tidak terbagi, atau dengan kata lain, negara yang kekuasaan
pemerintahan pusatnya tak terbatas5.Jika kekuasaan pusat berpendapat, ada baiknya
mendelegasikan kekuasaan itu pada badan-badan tambahan, apakah badan-badan
tersebut berupa otoritas daerah atau otoritas kolonial-maka hal itu bisa saja dilakukan
mengingat otoritas pusat memiliki kekuasaan penuh6.Dari penjelasan diatas maka,
kekuasaan mutlak terdapat pada pemerintah/otoritas pusat, pembentukan
pemerintah/otoritas daerah dapat dilakukan.
Dalam konteks kekinian, pembentukan tersebut tidak lain disebut dengan
otonomi daerah (desentralisasi dan dekonsentrasi). Sejalan dengan bentuk negara
tersebut, dalam UUD 1945 juga telah mengatur ketentuan mengenai Pemerintahan
Daerah.yang diatur lebih lanjut dalam Pasal 18 UUD 1945.Pasal 18 UUD Tahun
1945 merupakan landasan atau pedoman dasar bagi terbentuknya sistem
4Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.
5 C. F Strong, Konstitusi – Konstitusi Politik Modern: Studi Perbandingan Tentang Sejarah dan
Bentuk – Bentuk Konstitusi Dunia, Terj.SPA Neamwork (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm. 115 6Ibid.,
8
Pemerintahan Daerah di Indonesia, sebagaimana isi dari pasal 18 tersebut adalah
sebagai berikut : “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan
bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan
memandang dan mengingati dasar permusyawartan dalam sistem Pemerintahan
Negara, dan hak-hak asal usul dalam daerah yang bersifat Istimewa.”7
Dalam Pasal 18 UUD Tahun 1945, terdapat beberapa makna yang terkandung
diantaranya juga termasuk mengenai apa yang disebut dengan pemerintahan daerah,
berikut adalah penjabaran makna terhadap Pasal 18, yaitu :
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia mengakui adanya pemerintahan daerah.
2. Pemerintahan daerah yang ada mencakup daerah besar dan kecil yang dimiliki
menurut status hukum daerah tertentu.
3. Pemerintah daerah yang ada didasar pada asas demokrasi, dengan memiliki
DPRD diseluruh Kabupaten/kota.
4. Mengakui adanya daerah swapraja maupun kesatuan masyarakat hukum yang
ada didaerah.
5. Memperhatikan keistimewaan atau kekhususan yang dimiliki oleh suatu
daerah.
Perubahan yang signifikan terjadi ketika dilakukannya perubahan terhadap
Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perubahan
tersebut dilakukan secara fundamental dan berbeda dari sebelumnya.Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam terbitan resminya mengenai paduan dalam
7Pasal 18 Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum diamandemen.
9
memasyarakatkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa
terdapat 7 prinsip yang menjadi paradigma dan arah politik yang mendasari Pasal 18,
18A dan Pasal 18B UUD 1945, yaitu :8
1. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan ( Pasal 18 ayat (2) )
2. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya ( Pasal 18 ayat (5) )
3. Prinsip kekhususan dan keragaman daerah ( Pasal 18 ayat (1) )
4. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya ( Pasal 18B ayat (2) )
5. Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan Daerah yang bersifat
khusus dan istimewa ( Pasal 18B ayat (3) )
6. Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan
umum ( Pasal 18 ayat (3) )
7. Prinsip hubungan pusat dan daerah dilaksanakan secara selaras dan adil
( Pasal 18A ayat (2) )
Perubahan UUD 1945 memulai dinamika pemerintahan daerah, yang ditandai
era desentralisasi.Pemerintahan daerah diamanatkan untuk mengurus daerah
wilayahnya sendiri, dalam lingkup Gubernur, Bupati dan Walikota sebagai kepala
pemerintah daerah bersama dengan DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota9. Namun,
dengan merujuk bahwa pelaksana tugas pemerintah maka pengertian pemerintahan di
8 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, Panduan dalam Memasyarakatkan Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Sekertariat MPR RI, Jakarta, 2003, hal. 102-
103. 9Lihat Pasal 18 ayat (2) dan (3) UUD 1945
10
sini dapat diartikan sebagai proses pemerintahan atau keseluruhan sistem dan
mekanisme pemerintahan. Dengan demikian kata pemerintah lebih sempit cakupan
pengertiannya dari pemerintahan.Kata pemerintah dapat dikatakan hanya menunjuk
kepada institusi pelaksana atau eksekutif saja yaitu dalam rangka melaksanakan
peraturan perundang-undangan pusat dan daerah yang berisi kebijakan kenegaraan di
daerah dan kebijakan pemerintahan daerah itu sendiri10
.
Dalam rangka menjalankan otonomi daerah dilakukan oleh Pemerintah daerah
beserta DPRD dan dibantu oleh perangkat daerah.Keberadaan pemerintah daerah
yaitu kepala daerah dan DPRD merupakan bentuk sinergitas, DPRD tidak dipahami
sebagai lembaga legislatif daerah namun merupakan kesatuan dengan pemerintah
daerah dalam menjalankan pemerintahan daerah.Perubahan UUD 1945 tidak banyak
mengubah bentuk dari pemerintahan daerah, hanya kewenangan-kewenangan dan
titik berat otonomi yang berubah, yang diwujudkan dalam beberapa perubahan
undang-undang tentang pemerintahan daerah.
Dalam beberapa periode pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya
diatur dalam ketentuan diantaranya:
a. UU No.1 tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah
b.UU No.22 tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah
c.UU No.1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
10
Jimly Asshiddiqie, Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara, (jakarta: Konstitusi
Press, 2006), hlm. 153
11
d.UU No.6 tahun 1959 tentang Penyerahan Tugas-Tugas Pemerintahan Pusat Dalam
Bidang Pemerintahan Umum, Pembantuan Pegawai Negeri, dan Penyerahan
Keuangan Kepada Pemerintah Daerah
e.UU No.18 tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
f.UU No.5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
g.UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
h.UU No.32 tahun 2004juncto UU No. 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah
i. UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 Tentang PemerintahanDaerah Menjadi Undang-Undang.
Pemerintahan daerah dikembangkan berdasarkan asas otonomi (desentralisasi)
dan tugas pembantuan11
, dalam ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 pelaksanaan
dekonsentrasi berada pada tingkat kabupaten, kota dan desentralisasi pada Provinsi
sedangkan pada ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 sebaliknya desentralisasi pada
tingkat kabupaten, kota dan dekonsentrasi pada tingkat provinsi.
Menurut Manor, kebijakan desentralisasi berasal dari kebutuhan untuk
memperkuat pemerintah daerah dalam rangka menjembatani jurang pemisash antara
negara dan masyarakat lokal12
. Pendapat lainnya oleh Gerald Maryanov bahwa
desentralisasi merupakan metode untuk mengakomodasikan kemajemukan, aspirasi,
11
Jimly Asshidiqqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Mahkamah Konstitusi dan
Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004), hlm. 212 12
Rudy, Hukum Pemerintahan Daerah Perspektif Konstitusionalisme Indonesia, (Bandar Lampung:
Indepth Publishing, 2012), hlm. 18
12
dan tuntutan masyarakat dalam batas-batas negara kesatuan13
,Dalam pemahaman
sebaliknya desentralisasi seringkali direpresentasikan sebagai antitesa dari
sentralisasi. Antara dua kutub, dalam perkembangannya tidak jarang diletakkan pada
kutub yang saling berlawanan,14
seharusnya di dalam negara kesatuan di samping
keliru untuk mempertentangkan keduanya tidak bisa ditiadakan sama sekali. Artinya
kedua konsep, sistem bahkan teori dimaksud saling melengkapi dan
membutuhkandalam kerangka yang ideal sebagai sendi negara demokratis.Negara
yang menganut desentralisasi pasti juga melaksanakan sentralisasi secara
bersamaan15
.Penyelenggaraan pemerintah daerah melalui sistem desentralisasi yang
berinti pokok atau bertumpu pada otonomi sangat mutlak didalam otonomi negara
demokrasi.
Diamond menyatakan bahwa pemerintahan di daerah beserta dengan aktor-
aktor politik lainnya memiliki peran yang sangat penting untuk akselerasi demokrasi
di daerah16
.Penitngnya demokrasi di daerah oleh aktor politik daerah bukan hanya
dalam hal pemecahan kekuasaan.Dalam bahasa yang lebih tegas lagi dapat dikatakan
bahwa demokrasi bukanlah sekedar pemencaran wewenang (spreiding van
bevoegheid) tetapi mengandung juga pembagian kekuasaan (scheiding van matchten)
13
Bhenyamin Hoessein, Perubahan Model, Pola, dan Bentuk Pemerintahan daerah: Dari Era Orde
Baru ke Era Reformasi, (Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia, 2011), hlm. 59 14
S.J. Wolhoff, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta: Timun Mas, NV,
1995) hlm.211 15
Bhenyamin Hoessein, Op. Cit. hlm. 59 16
Armen yasir, Formulasi Ideal Pemilu Kepala Daerah Sebagai Sarana penguatan Sistem Demokrasi
dan Otonomi di Daerah, Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional dengan Tema “Tinjauan
Terhadap Sistem Pemilihan Umum Kepala Daerah Langsung Dalam Rangka Penguatan Sistem
Demokrasi dan Otonomi Daerah”, 26 April 2012, Bandar Lampung
13
untuk mengatur dan mengurus penyelenggaraan pemerintah tingkatan lebih rendah.
Hal ini dikarenakan desentralisasi senantiasa berkaitan dengan status mandiri atau
otonom, maka setiap pembicaraan mengenai desentralisasai akan selalu dipersamakan
atau dengan sendirinya berarti membicarakan otonomi. Sebagaimana dalam
pemikiran Moh.Hatta yaitu otonomisasi tidak saja berarti melaksanakan demokrasi,
tetapi mendorong berkembangnya prakarsa sendiri.Prakarsa sendiri berarti
pengambilan keputusan dan pelaksanaan sendiri mengenai kepentingan masyarakat
setempat17
.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa, hadirnya satuan pemerintahan
territorial yang lebih kecil dalam wilayah negara kesatuan Indonesia, yaitu
pemerintah daerah, yang didalamnya mempunyai kewenangan untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya, dapat dijelasakan dengan berbagai alasan berikut:
1. Sebagai perwujudan fungsi dan kedudukan negara modern, yang lebih
menekankan ada upaya memajukan kesejahteraan umum (welfare state).
Kedudukan tersebut membawa konsekuensi pada semakin luasnya campur tangan
negara dalam mengatur dan mengurus aktivitas warga negara demi pencapaian
tujuan negara. Fakta kemajemukan (heterogenitas) masyarakat Indonesia, baik dari
segi territorial, suku, golongan., agama, membawa konsekuensi pada persoalan
kompleksnya persoalan persoalan kemasyarakatan yang harus dihadapidan
dipecahkan oleh negara. Kenyataan ini mendorong negara untuk membuka jalur
partisipasi masyarakat untuk ikut memikirkan dan menyelesaikan persoalan-
17
Ibid.,hlm. 70.
14
persoalan tersebut, salah satunya adalah dengan memberikan kesempatan kepada
satuan pemerintah territorial terdekat dengan rakyat (local government) untuk
terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Pemerintah
Daerah diberikan kewenangan-kewenangan untuk mengatur dan mengurus
aktivitas pemerintahan dan pembangunan diwilayahnya18
.
2. Hadirnya otonomi daerah dapat pula didekati dari persepktif politik. Negara
sebagai organisasi kekuasaan yang didalamnya terdapat lingkungan-lingkungan
kekuasaan, baik pada tingkat supra-struktur maupun infra-struktur cenderung
menyalahgunakan kekuasaan. Untuk menghindari hal itu, diperlukan pemencaran
kekuasaan (dispersed power). Pemencaran kekuasaan negara dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan dilakukan dengan membentuk satuan-satuan
territorial yang lebih kecil dan dekat dengan rakyat. Satuan territorial tersebut
dikenal dengan sebutan daerah-daerah besar dan kecil (sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar NRI 1945)19
. Dari perspektif manajemen
pemerintahan modern,adanya kewenangan yang diberikan kepada daerah berupa
keleluasaan dan kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahannnya, merupakan perwujudan dari adanyan tuntutan efisiensi dan
efektivitas pelayanan kepada masyarakat dan kesejahteraan umum.
18
Bagir Manan, Hubungan antara Pusat dan Daerah berdasarkan Asasa Desentralisasi menuruT UUD
1945, Disertasi Universitas Padjajaran Bandung. 19
Lukman Hakim, Filosofi Kewenangan Organ dan Lembaga Daerah,(Malang: Setara Pers)
15
2.2 Pemerintah Daerah
Dalam urusan penyelengaraan pemerintahan daerah, tidak dapat dilepaskan
eksistensi pemerintah daerah. Pemerintah daerah adalah kepala daerah sebagai
unsure penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpinpelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadikewenangan daerah otonom20
.
Pemahaman serupa dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah dan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Walaupun dalam
kedua undang-undang tersebut menegaskan dengan dua kata berbeda, yaitu “kepala
daerah” dan “Gubernur, Bupati atau Walikota”, namun memberikan pemahaman
bahwa pemerintah daerah dimaksudkan sebagai kepala daerah, tidak disertai wakil
kepala daerah. Pemerintah daerah berdasarkan ketentuan normatif tersebut dibantu
oleh perangkat daerah.
Perangkat daerah diantaranya unsur pembantu kepala daerah dan DPRD21
.
Unsur pembantu kepala daerah yang dimaksud adalah perangkat daerah, yang terdiri
dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas, dan Badan, untuk
tingkat Kabupaten/Kota ditambah Kecamatan22
. Ketentuan lebih tegas disebutkan
dalam Pasal 57 dalam UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
20
Lihat Pasal 1 angka 3 UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang 21
Lihat Pasal 1 angka 23 UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang 22
Lihat Pasal 209 ayat (1) dan (2) UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang
16
Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-
Undang yang menyatakanPenyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi
dankabupaten/kota terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantuoleh Perangkat
Daerah.
2.3 Wakil Kepala Daerah dan Kedudukannya
Keberadaan seorang Wakil Kepala Daerah pada prinsipnya bertujuan untuk
membantu meringankan tugas-tugas dari Kepala Daerah, Wakil seharusnya
merupakan "orang kepercayaan" atau tangan kanan dari Kepala Daerah yang
memiliki suatu keterikatan secara emosional satu sama lain. Kepercayaan ini akan
didapat apabila seorang Kepala Daerah bisa memilih secara bebas wakilnya tanpa
terikat kepada suatu sistem atau manajemen yang bersifat memaksa. Kalaupun ada
ketentuannya, maka seorang kepala daerah harus terlibat secara langsung dalam
menentukan Wakilnya.Jika tidak maka hubungan ini rentan konflik dan dapat
berujung kepada perpecahan antara Kepala Daerah dan wakilnya23
.
Jika mengacu kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 yang mengatur
tentang Pemerintahan Daerah sebelum masa reformasi, maka keberadaan wakil KDH
harus disesuaikan dengan kebutuhan daerah (Pasal 24 Ayat 5). Artinya, posisi wakil
kepala daerahbukanlah suatu keharusan dan jumlahnya bisa disesuaikan dengan
kebutuhan daerah tersebut.Wakil Kepala Daerah Tk. I diangkat oleh Presiden dan
untuk Daerah Tk.II oleh Mendagri serta berasal dari pegawai negeri yang memenuhi
persyaratan dengan persetujuan dari DPRD tanpa melalui proses pemilihan. Dalam
23
H. Sutan Zaili Asril dalam Takdir Wakil Kepala Daerah http://padangekspres.co.id diterbitkan
Minggu, 01/01/2012 11:21 WIB diakses 10 Juli 2015 03.05 WIB
17
penjelasan Undang-Undang ini dinyatakan bahwa keberadaan wakil kepala
daerahdipandang perlu mengingat luasnya tugas-tugas yang dihadapi oleh Kepala
Daerah baik fungsinya sebagai Kepala Wilayah Administratif maupun sebagai Kepala
Daerah Otonom.Keharusan Wakil KDH berasal dari pegawai negeri menunjukkan
bahwa seorang wakil kepala daerahharuslah berasal dari orang yang memahami seluk
beluk birokrasi agar dapat membantu Kepala Daerah secara maksimal.
Setelah era reformasi, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah mengamanatkan setiap daerah dipimpin oleh seorang kepala
daerah sebagai Kepala Eksekutif yang dibantu oleh seorang wakil kepala
daerah(Pasal 30). Pengisian jabatan wakil kepala daerahini dilakukan oleh DPRD
melalui pemilihan secara bersamaan (Pasal 34 Ayat 1). Selanjutnya pada Pasal 57
Ayat 1, disebutkan secara tegas bahwa tugas seorang Wakil Kepala Daerah adalah :
membantu kepala daerah dalam melaksanakan kewajibannya, mengkoordinasikan
kegiatan instansi pemerintahan di daerah dan melaksanakan tugas-tugas lain yang
diberikan oleh KDH. Seorang wakil kepala daerahjuga bertanggungjawab kepada
Kepala Daerah.Jadi meskipun mereka dipilih dalam satu paket, seorang Wakil Kepala
Daerah tetap berada dibawah koordinasi Kepala Daerah.
Meskipun Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah mengamanatkan secara jelas tentang keberadaan wakil kepala daerah, namun
kedudukan seorang wakil kepala daerahmasih sering menjadi persoalan.
Keberadaannya masih dirasakan kurang efektif dalam membantu tugas-tugas Kepala
Daerah. Apalagi untuk daerah-daerah dengan jumlah penduduk yang banyak seperti
18
Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dsb, tentunya keberadaan 1 orang wakil kepala
daerah kurang bisa membantu mengatasi persoalan yang timbul di daerah-daerah
tersebut. Sebaliknya, untuk daerah yang jumlah penduduknya masih sedikit seperti di
beberapa wilayah Sumatera dan Kalimantan serta belahan timur Indonesia,
keberadaan wakil kepala daerah menjadi kurang berarti karena memang semua tugas
pemerintahan masih bisa dilaksanakan oleh Gubernur dibantu oleh Sekretaris Daerah.
Eksistensi dari keberadaan wakil kepala daerah sangat dirasakan dalam sisi
pemilihan umum.Pasangan calon kepala daerah diajukan oleh partai politik atau
gabungan partai politik bahkan calon independen. Dalam perkembangannya, ketika
kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tidak berasal dari partai politik atau
gabungan partai politik yang sama maka peluang terjadinya konflik. Kondisi
demikian karena wakil kepala daerah cenderung tidak difungsikan dan wakil kepala
daerah tidak memiliki wibawa dihadapan satuan kerja-satuan kerja pemerintah
daerah.
2.4 Jabatan dan Wewenang Wakil Kepala Daerah
Dalam bidang hukum tata Negara dikenal teori Logemann yang menganggap
pengertian inti hukum tata Negara adalah jabatan. Menurut Logemann, Negara
menampakkan diri dalam masyarakat sebagai sebuah organisasi, yaitu segolongan
manusia yang bekerja sama dengan mengadakan pembagian kerja yang sifatnya
tertentu dan terus menerus untuk mencapai tujuan bersama atau tujuan Negara24
.
Jabatan itu ada beberapa macam.Ada jabatan yang hanya diisi atau diwakili oleh satu
24
Harun Al Rasid, Pengisian Jabatan Presiden, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999), hlm. 5-6
19
orang pemangku jabatan (jabatan tunggal), ada jabatan yang memiliki pengganti
(subtituut) yang setiap waktu berhak mewakili jabatan secara penuh (jabatan ganda),
misal panitera pengganti25
.
Di dalam jabatan terdapat kewenangan dan kekuasaan, dalam kekuasaan
terkandung suatu prinsip bahwa setiap kekuasaan wajib dipertanggung jawabkan oleh
setiap penerima kekuasaan pada saat menerima kekuasaan. Beban tanggung jawab
bentuknya ditentukan oleh cara-cara kekuasaan diperoleh. Suwoto mulyosudarmo
mengatakan pada dasarnya pemberian kekuasaan dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu : (a) perolehan kekuasaan yang sifatnya atributif, (b) perolehan
kekuasaan yang sifatnya derivatif. Perolehan kekuasaan dengan cara yang pertama
menyebabkan terjadinya pembentukan kekuasaan, karena berasal dari keadaan yang
belum ada menjadi ada. Kekuasaan yang timbul karena pembentukkan secara atributif
bersifat asli26
. Pembentukkan kekuasaan secara atributif menyebabkan adanya
kekuasaan yang baru.
Perolehan kekuasaan yang kedua disebut pelimpahan kekuasaan karena dari
kekuasaan yang telah ada dialihkan kepada pihak lain, karena itu sifatnya derivatif.
Pembentukkan kekuasaan bisa terjadi pada saat terjadi bersamaan pembentukkan
lembaga yang memperoleh kekuasaan dan bisa terjadi setelah lahirnya lembaga atau
badan. Konstitusi merupakan dasar hukum pembentukkan berbagai kekuasaan yang
kemudian diberikan kepada badan-badan negara yang dasar pembentukkannya
25
Ibid.,hlm. 7 26
Armen Yasir, hukum perundang-undangan,(Bandar Lampung:Universitas Lampung), hlm…
20
didasarkan pada konstitusi pula. Dalam proses pendistribusian hanya melibatkan dua
pihak, yaitu pemilik kekuasaan dan penerima kekuasaan. Pemberi kekuasaan kepada
subyek hukum yang baru dapat dikatakan pula sebagai pembentuk kekuasaan.
Sedangkan perolehan kekuasaan secara derivatif mengenal dasar-dasar sistem
pertanggungjawaban. Sistem pertanggungjawabandisini dimaksutkan untuk
mengetahui siapa yang memegang tanggungjawab kekuasaan internal dan eksternal
setelah perolehan kekuasaan secara derivatif itu dilakukan27
.
Henk van Maar Seveen mengatakan bahwa suatu subyek hukum yang
memiliki kewenangan dapat melimpahkan wewenangnya kepada subyek hukum yang
lain. Bentuk pelimpahan itu dapat berupa delegatie dan mandaat.Dalam undang-
undang umum hukum pemerintahan belanda pasal 1a.1.2.1 dinyatakan bahwa yang
dimaksud dengan pemberian delegasi: pelimpahan kewenangan untuk mengambil
keputusan-keputusan oleh suatu organ pemerintah kepada pihak lain yang
melaksanakan kewenangan ini atas tanggung jawab sendiri. Sedangkan pasal 1a.1.2.3
mengatakan bahwa delegasi hanya diberikan jika kewenangan untuk itu diatur dengan
peraturan perundang-undangan, dalam Pasal 1a.1.2.7. menyatakan bahwa suatu
keputusan yang diambil atas dasar kewenangan yang didelegasikan, menyebut
keputusan delegasinya dan dimana itu diketemukan.
Berdasarkan ketentuan diatas, maka pada pendelegasian kekuasaan delegataris
melaksanakan kekuasaan atas nama sendiri dan dengan tanggung jawab sendiri,
delegasi kewenangan diberikan apabila kewenangan itu baik sebagian atau
27
Ibid, hal, 44.
21
keseluruhan wewenang dinyatakan dnegan tegas atau ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan dan setiap keputusan yang diambil delegataris hanya atas dasar
kewenangan yang didelegasikan dan menyatakan dasar kewenangannya. Dalam
hubungannya dengan proses pendelegasian, seseorang delegant mempunyai
kepentingan apakah pelimpahan yang sudah dilakukan telah dilaksanakan dengan
memperhatikan segi manfaat dan kepatutan hukum. Perhatian ini adalah layak, karena
seorang delegant bertanggung-gugat terhadap pihak ketiga yang merasa dirugikan
oleh pemegang delegasi. Berdasarkan pandangan ini berarti, dalam delegasi harus
dipertanggungjawabkan, siapa yang harus mempertanggungjawabkan baik secara
internal maupun eksternal. Kepentingan pengawasan lebih ditujukan pada segi
keberhasilan suatu ketatalaksanaan organisasi.
Pendelegasian wewenang dapat dilakukan terhadap sebagian wewenang atau
terhadap keseluruhan wewenang, bentuk pendelegasian ini harus dinyatakan dalam
peraturan perundang-undangan.Begitu juga seorang delegataris dapat mendelegasikan
kepada pihak keiga, dengan ketentuan yang berlaku sama seperti pendelegasian
sebagian maupun seluruh wewenangnya. Bentuk pelimpahan wewenang ini disebut
sebagai subdelegasi.
Mandat merupakan bentuk pelimpahan wewenang, namun berbeda dengan
delegasi. Dalam pasal 1.a.1.1.1. undang-undang umum pemerintah belanda
dinyatakan bahwa pemberian mandat adalah kewenangan yang diberikan oleh suatu
organ pemerintahan kepada orang lain untuk atas namanya mengambil keputusan-
keputusan. Pasal 1a.1.1.2 menyatakan bahwa suatu organ pemerintahan dapat
22
memberi mandat, kecuali dengan peraturan perundang-undangan ditentukan lain atau
karena sifat kewenangan itu bertentangan dengan pemberi mandat itu. Pasal 1.a.1.1.3.
mengatakan suatu keputusan yang diambil oleh yang menerima mandat dalam batas-
batas kewenangannya berlaku sebagai suatu keputusan dari yang memberi mandat.
Pasal 1a.1.1.5 menyatakan bahwa suatu organ pemerintahan dapat memberikan baik
suatu mandat umum maupun suatu mandat untuk suatu hal tertentu saja.
Sama dengan ketentuan di atas Van Wijk atau Konijnenbelt menjelaskan
bahwa mandat tidak menimbulkan pergeseran wewenang dalam arti yuridis, sehingga
pertanggungjawaban untuk pelaksanaan wewenang tetap berada pada pemberi
kuasa.berdasarkan ketentuan ini, maka mandataris atau pihak yang menerima mandat
melaksanakan kekuasaan tidak bertindak atas nama sendiri. Mandataris bertindak atas
nama pemberi kuasa, karena ia tidak memiliki tanggungjawab sendiri. Batasan
kewenangan penerima mandat adalah dilarang undang-undang atau bertentangan
dengan kehendak pemberi mandat. Penerima mandat harus memberikan keterangan
kepada pemberi mandat terhadap pelaksanaan tugas-tugas yang dimandatkan
Berdasarkan pandangan diatas, maka delegasi kewenangan dalam
pembentukkan peraturan perundang-undangan ialah pelimpahan kewenangan
membentuk peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah, baik pelimpahan dinyatakan dengan tegas maupun tidak. Kewenangan
bersifat sementara sepanjang kewenangan ini dapat diselenggarakan atau sepanjang
pelimpahan tersebut masih ada. Sedangkan atribusi kewenangan dalam
23
pembentukkan peraturan perundang-undangan ialah pemberian kewenangan
membentuk peraturan perundang-undangan yang diberikan oleh UUD atau UU
kepada suatu lembaga negara/pemerintah. Kewenangan tersebut melekat terus
menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan sesuai
dengan batas-batas kewenangan.
Jabatan itu tetap, sedangkan pemangkunya berganti-ganti,namun tugas serta
wewenang (kompetensi) tidak hilang bersamaan dengan bergantinya pemangku
jabatan, akan tetapi tetap melekat pada jabatan28
. Hal ini pula yang melekat dari
jabatan sebagai wakil kepala daerah, yang melekat pula kewenangan atas
jabatan.Menurut Prajudi Atmosudirjo, yang disebut dengan suatu wewenang adalah
kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindak publik.29
Wewenang tersebut dapatlah
dijabarkan ke dalam beberapa pengertian, yang mana diantaranya adalah pertama,
sebagai hak untuk menjalankan suatu urusan pemerintahan dan kedua, sebagai hak
untuk dapat secara nyata mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh instansi
pemerintah lainnya.30
Suatu wewenang yang sah dilakukan pemerintah atas suatu kewenangan yang
dilandasi dengan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya terlebih dahulu.
Suatu kewenangan (Authority atau Gezag) adalah apa yang disebut dengan
“kekuasaan formal”, kekuasaan yang berasal dari Kekuasaan Legislatif (diberikan
oleh undang-undang) atau Kekuasaan Eksekutif Administratif terhadap sesuatu
28
Ibid.,hlm. 8 29
Prajudi S. Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara,(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hal.78. 30
Safri Nugraha dkk.,Hukum Administrasi Negara, Badan penerbit Fakultas Hukum UI, Jakarta,
2005, hal. 29-30.
24
bidang pemerintahan (atau bidang urusan) tertentu yang bulat.31
Dengan demikian
pemerintah yang diberikan wewenang, harus melaksanakan kewenangan nya yang
didasari atas hukum (wetmatigheid van bestuur).
R. Sri Soemantri mengklasifikasikan kewenangan menjadi dua bagian ditinjau
menurut perolehan kewenangan oleh seseorang melalui dua cara, yaitu sebagai
berikut :32
1. Atribusi, yaitu wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam tinjauan
hukum tata negara, atribusi ini ditujukan dalam wewenang yang dimiliki oleh
organ pemerintahan dalam menjalankan pemerintahannya berdasarkan
kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi ini
menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD) atau peraturan
perundang-undangan.
2. Pelimpahan wewenang (Delegasi), adalah penyerahan sebagian dari
wewenang pejabat atasan kepada bawahan tersebut membantu dalam
melaksanakan tugas-tugas kewajibannya untuk bertindak sendiri. Pelimpahan
wewenang ini dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan
ketertiban alur komunikasi yang bertanggung jawab, dan sepanjang tidak
ditentukan secara khusus oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian halnya kewenangan wakil kepala daerah yang diberikan
kewenangannya oleh Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan
31
Prajudi S. Atmosudirdjo, Op.Cit., hal.78. 32
R. Sri Soemantri M., Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung: Alumni, 1992), hlm.
29.
25
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
PemerintahanDaerah. Secara umum tugas dan wewenang dari wakil kepala daerah
disebutkan dalam Pasal 63 yang menyatakan membantu kepala daerah, lebih lanjut
kewenangan wakil kepala daerah diatur dalam Pasal 66, yaitu:
a. membantu kepala daerah dalam:
1. memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah;
2. mengoordinasikan kegiatan Perangkat Daerah dan menindaklanjuti
laporan dan/atau temuan hasilpengawasan aparat pengawasan;
3. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah yang dilaksanakan oleh Perangkat Daerah provinsi bagi
wakil gubernur; dan
4. memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan yang
dilaksanakan oleh Perangkat Daerah kabupaten/kota, kelurahan,
dan/atau Desabagi wakil bupati/wali kota;
b. memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam
pelaksanaan Pemerintahan Daerah;
c. melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah
menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara; dan
d. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Dikarenakan wewenang dari wakil kepala daerah yang membantu kepala daerah,
maka tugas dan kewajiban dalam melaksanakannya ditetapkan dengan keputusan
kepala daerah, dan bertanggung jawab pada kepala daerah33
.Disamping ketentuan
normative tentang kewenangan dari wakil kepala daerah, secara institusional
keberadaan wakil kepala daerah merupakan antisipasi dari ketidakberadaan kepala
daerah dalam kondisi tertentu, sebagaimana dimuat dalam Pasal 65 ayat (4) dan (5)
33
Lihat Pasal 66 Ayat (2) dan (3) Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
26
Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah34
.
34
(4) Dalam hal kepala daerah sedang menjalani masa tahanansebagaimana dimaksud pada ayat (3)
atau berhalangan sementara, wakil kepala daerah melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerah.
(5) Apabila kepala daerah sedang menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara dan tidak ada
wakil kepala daerah, sekretaris daerah melaksanakan tugas sehari-hari kepala daerah.
27
III. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian merupakan sarana pokok pengembangan ilmupengetahuan, karena
penelitian hukum bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis,
metodologis dan konsisten sistematis berarti menggunakan system tertentu.
Metodologis artinya menmggunakan metode tertentu dengan konsisten yang artinya
tidak bertententangan dalam kerangka tertentu.
3.1 Jenis dan Tipe Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian normatif yang menelaah peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang kedudukan wakil kepala daerah menurut
Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945.Penelitian yang
digunakan adalah tipe penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan untuk
menggambarkan secara jelas, sistematis dari kedudukan Wakil Kepala Daerah dalam
Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945.
28
3.2 Metode Pendekatan
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, penelitian merupakan penelitian
bidang Ilmu Hukum (Legal Research) dengan konsentrasi Hukum Tata
Negara.Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian normatif, sehingga
pendekatan masalah dilakukan dengan menginvestigasi bahan-bahan hukum yang
ada. Dimulai dari satu persoalan hukum, penelitian dilakukan dengan cara
mempelajari, mengkaji dan menginterpretasi bahan-bahan hukum yang berupa
Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945 sebagai Konstitusi
Negara Indonesia serta undang-undang yang berkaiitan erat dengan kedudukan wakil
kepala daerah.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue
approach), pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan sejarah
(historical approach).Pedekatan perundang-undangan digunakan untuk meneliti,
memahami dan mendalamiserta menelaah berbagai peraturan perundang-undangan
yang mengatur mengenai kedudukan wakil kepala daerah.Pendekatan konseptual
digunakan dalam penelitian ini untuk interpretasi Undang-Undang Dasar Negara
Repbulik Indonesia Tahun 1945 mengenai kedudukan wakil kepala
daerah.Pendekatan historis dimaksudkan untuk menelusuri kedudukan wakil kepala
daerah dalam Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945dan
undang-undang lainnya yang berkaitan dengan kedudukan wakil kepala daerah.
29
3.3 Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang
diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang telah ada35
,
berupa:
1. Bahan Hukum Primer, berupa :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
b. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di
Daerah
c. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
d. Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
e. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
f. Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
g. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
h. Undang-Undang No. 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang PemerintahanDaerah
35
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif:Suatu Tinjauan Singkat.(Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 1983), Hlm. 12-23
30
2. Bahan Hukum Sekunder, berupa bahan hukum yang berkaitan erat dan
menjelaskan masalah yang meliputi buku-buku tentang metode penelitian hukum
dan mengenai kedudukanWakil Kepala Daerah, dan literature-literatur dari para
ahli atau sarjana.
3. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder berupa Kamus Hukum dalam mencari
pengertian-pengertian hukum.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan adalah studi pustaka yang dilakukan dengan mengadakan
penelaahan dan pemikiran yang sangat mendalam terhadap kekhusukan Wakil Kepala
Daerah dalam Undang-Undang Dasar 1945.Teknik yang digunakan dalam penelitian
ini adalah mengumpulkan, mengidentifikasi dan mengenalisa data untuk kemudian
dilakukan pencatatan atau pengutipan data tersebut. Studi pustaka dilakukan dengan
tahap-tahap sebagai berikut :
1. Menentukan terlebih dahulu sumber data bahan hukum primer dansekunder
2. Identifikasi yang diperlukan
3. Inventarisasi data yang relevan dengan rumusan masalah
31
3.5 Metode Pengolahan Data dan Bahan Hukum
Data dan bahan hukum yang diperoleh selanjutnya diolah dengan menggunakan
langkah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan data dan bahan hukum (editing), yaitu mengoreksi apakah data dan
bahan hukum yang terkumpul sudah cukup lengkap, benar dan sesuai dengan
rumusan masalah.
2. Seleksi data, yaitu memeriksa secara keseluruhan data dan bahan hukum untuk
menghindari kekurangan dan kesalahan data yang berhubungan dengan
permasalahan.
3. Melakukan penelahaan atas data dan dan bahan hokum berdasarkan taraf
sinkronisasi dari peraturan perundang-undangan.
3.6 Analisa Data
Metode yang digunakan dalam analisa data adalah deskriptif kualitatif yaitu
berupa penggambaran kenyataan-kenyataan yang ditemui dalam penelitian berbentuk
uraian-uraian kalimat serta menginterpretasikan data-data yang ada dalam bentuk
kalimat secara sistematis sehingga menuju suatu kesimpulan mengenai Kedudukan
Wakil Kepala Daerah dalam UUD 1945.
70
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian dan pembahasan terhadap rumusan masalahdalam
penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan antara lain sebagai berikut
A. Kedudukan Wakil Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Keberadaan wakil kepala daerah dalam pemerintahan daerah sangat
dipengaruhi oleh ketentuan Undang-undang Dasar yang berlaku saat itu, dan
sistem pemerintahan yang digunakan.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1948 masih belum menjelaskan secara khusus kedudukan wakil
kepala daerah. Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957,
wakil kepala daerah hanya diatur pada daerah istimewa, sedangkan dalam
Penetapan Presiden Nomor 6 Tahun 1959 dapat diadakan wakil kepala daerah
yang diangkat oleh presiden. Hal ini menandakan dapat pula tidak
diangkatnya wakil kepala daerah. Perkembangan berikutnya mengenai wakil
71
kepala daerah dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 s/d Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014, telah menempatkan wakil kepala daerah
menjadi bagian dari paket kepala daerah. Dalam rentang waktu berlakunya
UUD 1945 awal kemerdekaan-Konstitusi RIS 1949-UUDS 1950 posisi wakil
kepala daerah sangat ditentukan oleh pemerintah pusat, baik oleh Presiden
maupun Menteri Dalam Negeri. Pasca kembali berlakunya UUD 1945 dan
Perubahan UUD 1945 tahun 1999-2002, wakil kepala daerah sudah diatur
secara khusus, namun terdapat perbedaan dalam hal pemilihan wakil kepala
daerah.
B. Urgensi keberadaaan Wakil Kepala Daerah dalam pelaksanaan pemerintahan
daerah. Bahwa kedudukan seorang wakil kepala daerah merupakan pembantu
dari kepala daerah dalam melaksanakan kewajibannya dan melaksanakan
tugas-tugas yang diberikan oleh kepala daerah. Serta dalam rangka politik
hukum negara untuk mengantisipasi ketika kepala daerah berhalangan.
Dengan kata lain seorang wakil kepala daerah hanyalah second handyang jika
Kepala Daerah menghendaki, seorang wakil kepala daerah dapat tidak
memiliki tugas sama sekali karena keseluran pertanggung jawaban nya ada
pada kepala daerah,sehingga dapat dikatakan hanyalah cadangan dalam
pemerintahan daerah.
5.2 SARAN
Setelah melakukan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam penelitian
ini, saran-saran yang dapat di sampaikan sebagai berikut:
72
A. Mengenai kedudukan wakil kepala daerah berdasarakan ketentuan UUD 1945
tidak diatur sama sekali, melainkan untuk aturan lebih lanjut diatur oleh
peraturan perundang-undangan namun meski telah beberapa kali dibuat
undang-undang yang mengatur yang berisi muatan tentang wakil kepala
daerah namun belum mampu menjawab tantangan dinamika konflik maupun
disharmonisasi yang terjadi dalam pemerintahan daerah sehingga perlu
dilakukan evaluasi terhadap keberlakuan undang-undang tentang
pemerintahan daerah secara periodik menyeluruh dan efektif sehingga
kedepannya mampu melahirkan Undang-Undang pemerintahan daerah yang
dapat meminimalisir kekurangan-kekurangan yang sudah ada.
B. Dikarenakan terjadi kecenderungan adanya pecah kongsi antara kepala daerah
dan wakil kepala daerah yang berakibat merusak kinerja pemerintahan
daerah,yang seharusnya dalam penyempurnaan undang-undang pemerintahan
daerah nantidapat dilakukan mekanisme pemilihan wakil kepala daerah sesuai
kebutuhan, sehingga tidak terjadi kemubaziran jabatan ketika seorang Kepala
Daerah mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya sendiri yang dibantu
oleh perangkat daerah, sebalik nya dalam suatu kondisi keadaan wilayah
ataupun populasi yang membutuhkan perhatian lebih dapat pula dilaksanakan
mekanisme lebih dari 1 wakil kepala daerah sesuai kebutuhan daerah tersebut
namun tetap dengan catatan Kepala Daerah lah yang memilih calon wakil nya
sendiri.
73
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Al Rasid, Harun.1999. Pengisian Jabatan Presiden, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Asshiddiqie, Jimly. 2004. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia.Jakarta:
Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Indonesia.
__________, Jimly. 2006. Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara,
Jakarta: Konstitusi Press.
__________, Jimly, 2007.Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Reformasi, Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Hakim, Lukman.Filosofi Kewenangan Organ dan Lembaga Daerah, Malang: Setara
Pers.
Hoessein, Bhenyamin.2011. Perubahan Model, Pola, dan Bentuk Pemerintahan
daerah: Dari Era Orde Baru ke Era Reformasi. Jakarta: Departemen Ilmu
Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia
Joeniarto, 2001.Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia.Jakarta: Bumi Aksara
M, R. Sri Soemantri., 1992.Bunga Rampai Hukum Tata Negara Indonesia. Bandung:
Alumni.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2003.Panduan dalam
Memasyarakatkan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Sekertariat MPR RI, Jakarta.
Nugraha, Safri dkk.2005.Hukum Administrasi Negara.Badan Penerbit Fakultas
Hukum UI Jakarta.
Pieris, John.2007. Pembatasan Konstitusional Kekuasaan Presiden RI, (Jakarta:
Pelangi Cendikia.
Rasyid, Ryaas. 2004 Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
74
Rudy.2012.Hukum Pemerintahan Daerah Perspektif Konstitusionalisme
Indonesia.Bandar Lampung: Indepth Publishing.
S. Atmosudirdjo, Prajudi, 1994. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 1983.Penelitian Hukum Normatif:Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Wolhoff, S.J., 1995. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Republik Indonesia.
Jakarta: Timun Mas, NV.
B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
UU No. 2 tahun 2015 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 Tentang PemerintahanDaerah Menjadi Undang-Undang.
Lembaran Negara Republik Indonesia 2015 Nomor 4, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5657.
C. WEBSITE
H. Sutan Zaili Asril dalam Takdir Wakil Kepala Daerah http://padangekspres.co.id
Top Related