Download - Kedelai Bagian b

Transcript
Page 1: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

I. PENDAHULUAN

Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Selain itu, kedelai juga merupakan tanaman palawija yang kaya akan protein yang memiliki arti penting dalam industri pangan dan pakan. Kedelai berperan sebagai sumber protein nabati yang sangat penting dalam rangka peningkatan gizi masyarakat karena aman bagi kesehatan dan murah harganya. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan kebutuhan bahan industri olahan pangan se­perti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, snack, dan sebagainya. Konsumsi per kapita pada tahun �998 sebesar 8,�3 kg meningkat menjadi 8,97 kg pada tahun 2004. Hal ini menunjukkan bahwa kebu­tuhan akan kedelai cenderung meningkat.

Kebutuhan kedelai pada tahun 2004 sebesar 2,02 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai 0,7� juta ton dan kekurangannya diimpor sebesar �,3� juta ton. Hanya sekitar 35% dari total kebutuhan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Keadaan ini tidak dapat dibiarkan terus menerus, mengingat potensi lahan cukup luas, teknologi telah banyak tersedia dan SDM handal cukup tersedia. Upaya untuk menekan laju impor tersebut dapat ditempuh melalui strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infra­struktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha. Mengingat Indonesia dengan jumlah penduduk yang cukup besar, dan industri pangan berbahan baku kedelai berkembang pesat maka komoditas kedelai perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan di dalam ne­geri untuk menekan laju impor.

Produk kedelai sebagai bahan olahan pangan berpotensi dan berperan dalam menumbuhkembangkan industri kecil menengah bahkan sebagai komoditas ekspor. Berkembangnya industri pangan

Page 2: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

2

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

berbahan baku kedelai membuka peluang kesempatan kerja dimulai dari budidaya, panen, prosesing, transportasi, pasar sampai pada industri pengolahan. Agar produksi kedelai dan olahannya mampu bersaing di pasar global, maka mutu kedelai dan olahannya masih harus ditingkatkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembinaan dan pengembangan dalam proses produksi, pengolahan dan pemasaran­nya, khususnya penerapan jaminan mutu terpadu sejak tahapan budi daya hingga penanganan pascapanen.

Page 3: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

3

II. KONDISI KEDELAI SAAT INI

A. Produksi, Luas Panen, dan Produktivitas

Data statistik dari FAO menunjukkan bahwa selama periode �990­�995, areal panen kedelai meningkat dari �,33 juta ha pada tahun �990 menjadi �,48 juta ha pada tahun �995, atau meningkat rata­rata 2,06% per tahun. Sejak tahun �995, terjadi penurunan areal panen secara tajam dari sekitar �,48 juta ha menjadi sekitar 0,83 juta ha pada tahun 2000, atau menurun rata­rata ��% per tahun. Selama periode 2000–2004, areal panen kedelai masih terus menurun rata­rata 9,66% per tahun. Secara keseluruhan, selama periode �5 tahun terakhir (�990–2004) luas areal kedelai di Indonesia menurun tajam dari sekitar �,33 juta ha pada tahun �990 menjadi 0,55 juta ha pada tahun 2004, atau turun rata­rata 6,�4% per tahun, seperti terlihat pada Gambar �.

Sebagai sumber protein nabati, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk produk olahan, yaitu tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai, dan berbagai bentuk makanan ringan (snack). Data statistik FAO menunjukkan bahwa konsumsi per kapita kedelai selama �½ dekade terakhir menurun dari sekitar ��,38 kg/kapita pada tahun �990 menjadi sekitar 8,97 kg/kapita pada tahun 2004, atau menu­run rata­rata �,69% per tahun. Penurunan terjadi sejak tahun �995. Selama periode �995–2000, konsumsi per kapita menurun dari ��,82 kg/kapita pada tahun �995 menjadi �0,92 kg/kapita pada ta­hun 2000, atau turun rata­rata �,57% per tahun. Selanjutnya, penu­runan paling tajam terjadi pada periode 2000–2004, yaitu rata­rata 4,8�% per tahun.

Penurunan total konsumsi jauh lebih rendah dari pada penurun­an produksi. Implikasinya ialah bahwa tanpa terobosan yang berarti, Indonesia akan menghadapi defisit yang makin besar. Artinya, bahwa Indonesia akan makin tergantung dengan impor untuk menutupi defi­sit. Indonesia selalu mempunyai net impor yang meningkat dari se­kitar 0,54 juta ton pada tahun �990 menjadi sekitar �,3� juta ton

Page 4: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

4

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

pada tahun 2004. Mengingat penurunan produksi kedelai jauh lebih tajam dari pada penurunan total konsumsi, maka ke depan impor untuk menutupi defisit diperkirakan akan terus meningkat. Padahal Indonesia pernah berswasembada kedelai sebelum tahun �976, de­ngan indeks swasembada lebih besar dari satu.

Gambar �. Perkembangan areal tanam, produktivitas, dan produksi kedelai di Indonesia.

Keadaan demikian tidak dapat dibiarkan terus menerus, mengingat potensi lahan cukup luas, teknologi telah banyak tersedia dan SDM handal cukup tersedia. Upaya untuk menekan laju impor tersebut dapat ditempuh melalui strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha.

2

1.8

1.6

1.4

1.2

1

0.8

0.6

0.4

0.2

01990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004

Areal (juta ha)Produktivitas (t/ha)Produksi (juta ton)

Page 5: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

5

B. Permintaan Kedelai

Pertumbuhan permintaan kedelai selama �5 tahun terakhir cukup tinggi, namun tidak mampu diimbangi oleh produksi dalam negeri, sehingga harus dilakukan impor dalam jumlah yang cukup besar. Harga kedelai impor yang murah dan tidak adanya tarif impor menyebabkan tidak kondusifnya pengembangan kedelai di dalam negeri.

Proyeksi konsumsi kedelai dalam bahasan ini dilakukan dengan cara memproyeksikan konsumsi per kapita dan proyeksi jumlah penduduk. Proyeksi konsumsi per kapita dilakukan dengan menggunakan elastisitas pendapatan, elastisitas harga kedelai, dan elastisitas silang harga komoditas lainnya, berdasarkan hasil penelitian Simatupang et al. (2003).

Pertumbuhan harga masing­masing komoditas menggunakan data FAO �99�–2002, sedangkan pertumbuhan pendapatan per kapita menggunakan data BPS (2002). Proyeksi jumlah penduduk dilakukan dengan menggunakan pertumbuhan penduduk dengan tingkat yang makin rendah.

Selama periode �990–2004, pertumbuhan penduduk adalah �,67% per tahun. Selanjutnya, pertumbuhan penduduk diasumsikan menurun 0,03% per tahun. Dengan menggunakan elastisitas yang ada, maka proyeksi konsumsi per kapita dan total konsumsi kedelai sampai 2025 adalah seperti disajikan pada Tabel �.

Page 6: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

6

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Tabel �. Proyeksi konsumsi kedelai di Indonesia, tahun 2003–2025. Konsumsi/ Pertumbuhan Total KonsumsiTahun kapita Proy Pddk pddk (000 ton) (kg/th) (000 jiwa) (%)

2003 9,�� 22�.23� �,67 2.0�62004 9,20 224.860 �,64 2.0692005 9,29 228.480 �,6� 2.�242006 9,39 232.090 �,58 2.�792007 9,48 235.687 �,55 2.2352008 9,58 239.270 �,52 2.29�2009 9,67 242.835 �,49 2.34920�0 9,77 246.380 �,46 2.40720�� 9,87 249.903 �,43 2.46620�2 9,97 253.402 �,40 2.52520�3 �0,07 256.874 �,37 2.58520�4 �0,�7 260.3�6 �,34 2.64620�5 �0,27 263.726 �,3� 2.70820�6 �0,37 267.�02 �,28 2.77020�7 �0,47 270.440 �,25 2.83320�8 �0,58 273.740 �,22 2.89620�9 �0,68 276.997 �,�9 2.9602020 �0,79 280.2�0 �,�6 3.024202� �0,90 283.377 �,�3 3.0892022 ��,0� 286.494 �,�0 3.�542023 ��,�2 289.559 �,07 3.2�92024 ��,23 292.57� �,04 3.2862025 ��,34 295.526 �,0� 3.352

Sumber: perhitungan proyeksi penulis.

Dari Tabel � terlihat bahwa total kebutuhan konsumsi kedelai terus meningkat dari 2,02 juta ton pada tahun 2003 menjadi 2,7� juta ton pada tahun 20�5 dan 3,35 juta ton pada tahun 2025. Jika sasaran produktivitas rata­rata nasional �,5 ton/ha bisa dicapai, maka kebutuhan areal tanam kedelai diperkirakan sebesar �,8� juta ha pada tahun 20�5, dan 2,24 juta ha pada tahun 2025. Tantangan­nya adalah bagaimana mencapai areal tanam seluas itu, sementara lahan yang tersedia terbatas dan digunakan untuk berbagai tanaman palawija, terutama yang lebih kompetitif.

Page 7: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

7

C. Profil Teknologi Kedelai

Senjang produktivitas kedelai di tingkat petani (rata­rata �,29 t/ha) dengan potensi genetik tanaman masih cukup tinggi (potensi genetik >2 t/ha). Rendahnya produktivitas disebabkan sebagian be­sar petani belum menggunakan benih unggul dan teknik pengelolaan tanaman masih belum optimal. Teknologi produksi meliputi varietas unggul dan teknik pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman (LATO) telah tersedia. Pengelolaan LATO dimaksudkan agar potensi hayati yang dimiliki oleh varietas dapat terekspresikan secara optimal. Varietas unggul merupakan inovasi teknologi yang mudah diadopsi petani dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan produksi. Varietas unggul memi­liki sifat seperti hasil tinggi, umur genjah, dan tahan/toleran terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) dan abiotik (lingkungan fisik). Teknik produksi merupakan sintesis dari varietas unggul dan teknik pengelolaan LATO (lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu). Inovasi teknologi dengan penggunaan benih bermutu, pembuatan saluran drainase, pemberian air yang cukup, pengendalian hama dan penyakit dengan sistem PHT, panen dan pascapanen dengan alsintan mampu meningkatkan produksi kedelai sesuai dengan potensi genetiknya.

D. Profil Usaha Tani

Tanaman kedelai merupakan tanaman cash crop yang dibudi­dayakan di lahan sawah dan di lahan kering. Sekitar 60% areal pertanaman kedelai terdapat di lahan sawah dan 40% lainnya di lahan kering. Areal pertanaman kedelai tersebar di seluruh Indonesia dengan luas masing­masing seperti disajikan pada Tabel 2.

Page 8: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

8

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Tabel 2. Penyebaran areal kedelai menurut wilayah

Wilayah �992 2003 ha % ha %Sumatera 480.7�4 28,86 40.896 7,76Jawa 879.650 52,8� 374.346 7�,06 Kalimantan 3.�48 �,39 9.59� �,82 Bali & NTB �52.388 9,�5 73.944 �4,04Sulawesi �24.55� 7,48 22.987 4,36Maluku & Papua 5.255 0,32 5.03� 0,96

Jumlah �.665.706 �00,00 526.796 �00,00

Tabel 2 menunjukkan bahwa luas areal tanam mencapai puncaknya tahun �992, yaitu �,67 juta ha. Namun sejak tahun 2000 areal tanam terus menurun menjadi 0,53 juta ha pada tahun 2003. Penurunan areal tanam ada kaitannya dengan banjirnya kedelai impor sehingga nilai kompetitif dan komparatif tanaman kedelai merosot.

Secara finansial, usahatani kedelai di tingkat petani cukup menguntungkan dengan pendapatan bersih yang diperoleh sekitar Rp 2.048.500/ha (R/C 2,�4).

Page 9: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

9

III. POTENSI, KENDALA DAN PELUANG

Potensi, kendala, dan peluang dalam pengembangan kedelai dipilih berdasarkan aspek penelitian dan pengembangan (litbang), sistem produksi, penanganan panen dan pascapanen, distribusi dan pemasaran, serta kelembagaan.

A. Potensi

1. Aspek penelitian dan pengembangan

Potensi kedelai berdasarkan aspek penelitian dan pengem­bangan cukup menjanjikan. Rakitan varietas unggul baru mampu meningkatkan produktivitas >2 t/ha. Varietas unggul yang dikemas dalam sistem pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dapat meningkat­kan hasil dan pendapatan petani.

Varietas unggul (Tabel 3) merupakan inovasi teknologi Badan Litbang Pertanian yang mudah diadopsi petani dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan produksi. Perakitan varietas unggul baru yang mempunyai karakter produktivitas tinggi dan toleran terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik sangat diperlukan dalam rangka peningkatan produksi kedelai.

Varietas unggul kedelai tersebut merupakan faktor produksi yang penting untuk diterapkan pada peningkatan produktivitas. Masalahnya, hingga saat ini baru �0% petani yang menggunakan benih varietas unggul yang berlabel. Upaya sosialisasi penggunaan varietas unggul sangat diperlukan untuk meningkatkan produksi.

Teknik produksi merupakan sintesis dari varietas unggul dan teknik pengelolaan LATO. Inovasi teknologi dengan penggunaan benih bermutu, pembuatan saluran drainase, pemberian air yang cukup, pengendalian hama dan penyakit dengan sistem PHT, panen dan pascapanen dengan alsintan mampu meningkatkan produksi kedelai sesuai dengan potensi genetiknya.

Page 10: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

�0

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Komponen teknologi produksi yang dikemas dalam PTT pada tanaman kedelai mampu meningkatkan produksi hingga lebih dari 2 t/ha. Pemasyarakatan PTT dilakukan melalui sosialisasi, pelatihan, sekolah lapang dan membangun kembali lembaga penyuluhan yang pada era otonomi daerah kurang mendapat perhatian.

Tabel 3. Varietas unggul baru kedelai yang dilepas tahun 200�–2004.

Varietas Potensi Umur Ukuran Adaptasi hasil (t/ha) (hari) biji Sinabung 2,5 88 Sedang Lahan sawahKaba 2,6 85 Sedang Lahan sawahAnjasmoro 2,5 85 Besar Lahan sawahMahameru 2,5 87 Besar Lahan sawahPanderman 2,5 85 Besar Lahan sawahIjen 2,5 85 Sedang Lahan sawah, toleran UG*Tanggamus 2,7 88 Sedang Lahan keringSibayak 2,5 89 Sedang Lahan keringNanti 2,5 9� Sedang Lahan keringRatai 2,6 90 Sedang Lahan keringSeulawah 2,7 90 Sedang Lahan kering

*UG=ulat grayak

Peningkatan stabilitas hasil kedelai di lahan sawah, lahan kering, dan lahan bukaan baru, maupun kedelai sebagai tanaman sela perlu mendapat perhatian. Gangguan stabilitas hasil pada tanaman kedelai banyak disebabkan oleh cekaman biotik dan abiotik. Gangguan hama, penyakit dan gulma dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 80% bahkan puso apabila tidak ada tindakan pengendalian. Penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) perlu disosialisasikan. Program pelatihan, sekolah lapang PHT perlu ditingkatkan. Pemanfaatan varietas toleran terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) misalnya varietas Ijen toleran serangan ulat grayak dan potensi hasil tinggi (>2 t/ha). Varietas toleran cekaman abiotik (kekeringan, tahan naungan, dll) perlu dirakit. Varietas

Page 11: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

��

Tanggamus, Nanti, Sibayak, Seulawah, dan Ratai merupakan varietas baru dengan potensi produksi tinggi dan adaptif pada lahan kering (masam dan non­masam).

Perakitan VUB berdaya hasil tinggi dan teknologi budidaya (PTT) pada tingkat litbang sangat dimungkinkan dengan adanya kekuatan seperti: (�) tersedianya sumber daya genetik yang banyak, (2) besar­nya perhatian pemerintah dalam penelitian dan pengembangan, dan (3) kualitas peneliti bidang kedelai cukup memadai.

2. Aspek perbenihan

Potensi aspek benih bermutu yang merupakan kekuatan dalam pengembangan agribisnis kedelai antara lain adalah: (�) tersedianya Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS), Balai Benih Induk (BBI) dan Balai Benih Umum (BBU), (2) teknologi benih sudah tersedia, dan (3) varietas unggul tersedia.

UPBS di balai komoditas telah terbentuk dengan tugas untuk memproduksi benih inti (NS) dan benih penjenis (BS). Benih penjenis yang dihasilkan akan disalurkan ke BBI untuk diproduksi menjadi benih dasar (FS) dan benih pokok (SS). Benih pokok disalurkan kepada BBU atau penangkar untuk dijadikan benih sebar (ES). Lembaga untuk memproduksi benih telah terbentuk namun efektivitas perlu ditingkatkan.

Benih bermutu varietas unggul merupakan salah satu faktor yang menentukan produktivitas pertanaman kedelai. Varietas unggul dengan potensi hasil tinggi (>2 t/ha) telah tersedia. Dalam mendukung penyediaan benih bermutu, industri benih untuk komoditas kedelai belum berkembang dengan baik. Produsen benih nasional maupun penangkar lokal masih kurang berperan. Berbeda dengan komoditas padi dan jagung, usaha perbenihan untuk tanaman kedelai masih tertinggal. Petani lebih banyak memakai benih asalan atau turunan dari pertanaman sebelumnya. Pemakaian benih unggul bersertifikat pada tanaman kedelai kurang dari �0% (Ditjentan, 2004). Hal ini merupakan salah satu penyebab rendahnya produktivitas kedelai nasional.

Page 12: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

�2

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

3. Aspek sistem produksi

Potensi kedelai berdasarkan aspek sistem produksi meliputi: (�) teknologi budidaya relatif sudah maju, (2) VUB potensi hasil tinggi tersedia, dan (3) lahan yang sesuai untuk tanaman kedelai masih tersedia cukup luas.

Potensi lahan yang sesuai untuk pengembangan kedelai dapat diarahkan ke propinsi­propinsi yang pernah berhasil menanam kedelai seperti disajikan pada Tabel 4.

Peta wilayah potensial sumber pertumbuhan baru produksi kedelai dan Location Quotient (LQ) digunakan sebagai indikator ke­sesuaian agroekosistem bagi usaha tani kedelai. Wilayah sasaran pengembangan intensifikasi terletak di propinsi penghasil kedelai uta­ma (LQ tinggi) diikuti propinsi penghasil kedelai dengan LQ sedang.

Tabel 4. Potensi lahan untuk pengembangan kedelai. Wilayah Luas (ha)

Sumatera 480.7�4Jawa 879.650Kalimantan 23.�48Bali & NTB �52.388Sulawesi �24.55�Maluku & Papua 5.255

Jumlah �.665.706

Sumber: Ditjentan (2004).

Pengembangan areal tanam kedelai dapat dilakukan pada lahan sawah, lahan kering (tegalan), lahan bukaan baru dan lahan pasang surut yang telah direklamasi. Secara rinci peluang penam­bahan areal panen dapat dilakukan pada:• Lahan sawah MK II (Juli – Oktober) yang biasanya diberikan

seperti: jalur pantura Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Selatan.

Page 13: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

�3

• Lahan sawah tadah hujan MK I (Maret – Juni) awal musim hujan sebelum ditanami padi sawah seperti Jawa dan NTB.

• Lahan kering (tegal), kedelai ditanam pada MH I (Oktober – Januari) atau MH II (Februari – Maret). Pertanaman kedelai ini lebih banyak di Lampung, Jambi, Sumatera Barat, Aceh, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

• Ladang yang belum ditanami.

• Tumpangsari pada lahan peremajaan perhutani.

• Tumpangsari tanaman perkebunan.

• Lahan bukaan baru, bekas alang­alang.

• Lahan pasang surut yang telah direklamasi.

Tanah yang sesuai untuk budi daya kedelai adalah tekstur ber­lempung atau berliat, solum tanah sedang­dalam, drainase sedang­baik, hara NPK dan unsur mikro sedang­tinggi, pH tanah 5,6­6,9. Jenis tanah yang sesuai untuk kedelai adalah tanah Aluvial, Regosol, Andosol, Latosol, Gromusol, dan Ultisol/Oxisol dengan amelioran ka­pur, fosfat dan bahan organik. Lahan gambut yang sudah direklamasi juga sesuai untuk tanaman kedelai.

Senjang hasil produktivitas kedelai di tingkat petani (rata­rata �,2 t/ha) dengan potensi genetik dari tanaman kedelai masih cukup tinggi (potensi genetik >2 t/ha). Rendahnya produktivitas disebabkan sebagian besar petani belum menggunakan benih unggul dan teknik pengelolaan tanaman masih belum optimal. Teknologi produksi kedelai meliputi varietas unggul dan teknik pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman (LATO). Pengelolaan LATO dimaksudkan agar potensi hayati yang dimiliki oleh varietas dapat terekspresikan secara optimal. Varietas unggul merupakan inovasi teknologi yang mudah diadopsi petani dan memberikan kon­tribusi yang signifikan dalam meningkatkan produksi. Varietas unggul memiliki sifat seperti hasil tinggi, umur genjah, dan tahan/toleran

Page 14: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

�4

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) dan abiotik (lingkung­an fisik). Teknik produksi merupakan sintesis dari varietas unggul dan teknik pengelolaan LATO. Inovasi teknologi dengan penggunaan benih bermutu, pembuatan saluran drainase, pemberian air yang cukup, pengendalian hama dan penyakit dengan sistem PHT, panen dan pascapanen dengan alsintan mampu meningkatkan produksi kedelai sesuai dengan potensi genetiknya.

Sebagai sumber protein nabati, kedelai umumnya dikonsumsi dalam bentuk produk olahan, yaitu tahu, tempe, kecap, tauco, susu kedelai, dan berbagai bentuk makanan ringan (snack). Data statistik FAO menunjukkan bahwa konsumsi per kapita kedelai selama �½ dekade terakhir menurun dari sekitar ��,38 kg/kapita pada tahun �990 menjadi sekitar 8,97 kg/kapita pada tahun 2004, atau menu­run rata­rata �,69% per tahun. Penurunan terjadi sejak tahun �995. Selama periode �995­2000, konsumsi per kapita menurun dari ��,82 kg/kapita pada tahun �995 menjadi �0,92 kg/kapita pada tahun 2000, atau turun rata­rata �,57% per tahun. Selanjutnya, penurunan paling tajam terjadi pada periode 2000­2004, yaitu rata­rata 4,8�% per tahun. Namun demikian, total konsumsi hanya turun rata­rata 0,05% per tahun (Tabel 5).

Penurunan total konsumsi jauh lebih rendah dari pada penurun­an produksi. Implikasinya ialah bahwa tanpa terobosan yang berarti, Indonesia akan menghadapi defisit yang makin besar. Artinya, bahwa Indonesia akan makin tergantung pada impor untuk menutupi defisit. Seperti disajikan pada Tabel 5, bahwa Indonesia selalu mempunyai net impor yang meningkat dari sekitar 0,54 juta ton pada tahun �990 menjadi sekitar �,3� juta ton pada tahun 2004. Mengingat penurunan produksi kedelai jauh lebih tajam dari pada penurunan total konsumsi, maka ke depan impor untuk menutupi defisit diperkirakan akan terus meningkat. Padahal Indonesia pernah berswasembada kedelai sebelum tahun �976, dengan indeks swasembada lebih besar dari satu (Swastika, �997).

Page 15: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

�5

Tabel 5. Neraca produksi, konsumsi dan perdagangan kedelai di Indonesia tahun �990­2004.

Tahun Prod Konsumsi Defisit Impor Ekspor Net impor (000 ton) (ton) (000 ton) (000 ton) (ton) (000 ton) �990 �.487 2.028 54� 54� 0,24 54� �99� �.555 2.228 673 673 0,27 672 �992 �.870 2.560 690 694 3,9� 690 �993 �.709 2.43� 723 724 0,75 723 �994 �.565 2.365 800 800 0,03 800 �995 �.680 2.287 607 607 0,08 607 �996 �.5�7 2.263 746 746 0,24 746 �997 �.357 �.973 6�6 6�6 0,0� 6�6 �998 �.306 �.649 343 343 0,00 343 �999 �.383 2.684 �.30� �.302 0,02 �.302 2000 �.0�8 2.294 �.276 �.278 0,52 �.277 200� 827 �.960 �.�33 �.�36 �,�9 �.�35 2002 673 2.0�7 �.344 �.365 0,24 �.365 2003 672 2.0�6 �.343 �.�93 0,43 �.�92 2004 707 2.0�5 �.307 �.307 0,00 �.307 Pertumb (%) ­5,�7 ­0,05 6,5� 6,50 ­ 6,5�

Sumber FAO (2004) diolah.

Perkembangan manfaat kedelai di samping sebagai sumber protein, makanan berbahan kedelai dapat dipakai sebagai penurun kolesterol darah yang dapat mencegah penyakit jantung. Selain itu, kedelai dapat berfungsi sebagai antioksidan dan dapat mencegah penyakit kanker. Oleh karena itu, ke depan proyeksi kebutuhan kedelai akan meningkat seiring dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang makanan sehat.

4. Aspek panen dan pascapanen

Untuk aspek panen dan pascapanen, telah diidentifikasi potensi kekuatan sebagai berikut: (�) teknologi panen dan pascapanen telah tersedia, (2) Alsintan tersedia di pasaran, dan (3) teknologi pengolahan tersedia.

Page 16: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

�6

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Teknologi panen dan pascapanen kedelai yang efektif dan efi­sien telah tersedia bahkan alsintan untuk proses panen dan pasca­panen telah tersedia di pasaran. Karena bersifat multiguna, kedelai dapat diolah untuk menghasilkan berbagai produk yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia, baik sebagai produk pangan, farmasi (obat­obatan), aplikasi dalam bidang teknik (industri) dan sebagai pakan (Gambar 2).

Sebelum memasuki pengolahan sekunder menjadi produk olah­an, kedelai selayaknya mendapat pengolahan primer untuk meningkat­kan kualitas kedelai sebagai bahan baku industri. Dengan demikian, harga jual kedelai akan lebih baik. Pengolahan primer, dengan me­manfaatkan teknologi pascapanen, dilakukan di tingkat petani.

Produk pangan olahan kedelai yang utama dan populer di kala­ngan masyarakat Indonesia adalah produk fermentasi seperti tempe, kecap, tauco, natto, dan produk non­fermentasi seperti tahu, susu, daging tiruan (meat analog). Produk fermentasi lain yang populer adalah natto (di Jepang), dan produk non­fermentasi lainnya seperti keju kedelai, yuba, dan lain­lain. Produk utama lain dari kedelai adalah minyak kasar, isolat protein, lesitin, dan bungkil kedelai. Minyak kedelai dapat diolah untuk aplikasi produk pangan dan kegunaan dalam bidang teknik atau industri. Produk pangan yang menggunakan minyak kedelai antara lain adalah minyak salad, minyak goreng, men­tega putih, margarine, mayonaise. Isolat protein dan lesitin banyak digunakan dalam berbagai produk industri makanan antara lain rerotian, es krim, yogurth, makanan bayi (infant formula), kembang gula, dan lain­lain. Bungkil kedelai yang mengandung protein tinggi sangat diperlukan dalam pembuatan ransum ternak (pakan).

5. Aspek distribusi dan pemasaran

Potensi aspek distribusi dan pemasaran yang telah teridentifikasi antara lain adalah: (�) infrastruktur distribusi telah memadai, (2) transportasi lancar, dan (3) sentra produksi telah terbentuk.

Page 17: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

�7

Pemasarannya mulai dari daerah sentra produksi ke industri pengolahan melalui pedagang, dan bermuara ke konsumen akhir. Selain dari petani, kedelai di pasar domestik juga sebagian berasal dari impor. Kedelai impor umumnya dibeli oleh koperasi pengrajin tahu dan tempe (KOPTI), untuk selanjutnya dipasarkan ke pengra­jin tahu dan tempe. Secara umum rantai tataniaga kedelai disajikan pada Gambar 3.

Gambar 2. Pohon industri kedelai.

KEDELAI

PANGANFERMENTASI

PANGAN NONFERMENTASI

MINYAKKASAR

LESITIN

KONSENTRATPROTEIN

BUNGKIL PAKANTERNAK

FARMASI(Obat-obatan,kecantikan)

PANGAN (rerotianeskrim, yogurth, makanan

bayi (infant formula), kembang gula)

TEKNIK/INDUSTRI (wettingagent, pelarut, pengemulsi, penstabil, pelumas dll)

PANGAN (minyaksalad, minyak goreng,

mentega putih,margarine)

Tempe, kecap tauco, natto, dll

Tahu, susu, dll

Page 18: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

�8

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Gambar 3. Rantai tataniaga kedelai di Indonesia.

Dari Gambar 3 terlihat bahwa kedelai di tingkat petani dibeli oleh pedagang pengumpul yang kemudian dijual ke pedagang grosir dan pengolah. Dalam pemasaran kedelai, petani umumnya berada dalam posisi tawar yang lemah, sehingga harga kedelai di tingkat petani lebih banyak ditentukan oleh pedagang. Oleh karena itu, harga riil di tingkat produsen (petani) selama �5 tahun terakhir cenderung terus menurun. Terbentuknya sentra produksi kedelai akan mempermu­dah konsumen untuk mendapatkan kedelai secara langsung. Dalam pengembangan kedelai, diperlukan perbaikan tataniaga kedelai dari produsen hingga konsumen. Dengan adanya infrastruktur distribusi produk yang memadai dan tranportasi yang lancar, diharapkan arus produk dari produsen ke konsumen lebih lancar, sehingga tataniaga kedelai lebih efektif dan efisien.

6. Aspek kelembagaan

Potensi yang dapat dimanfaatkan dalam program pengem­bangan kedelai antara lain: (�) telah berkembangnya kelembagaan

P edagang P engum pul D esa

P etani

G rosir P engolah P engecer

K onsum en akhir

Im portir

K O P TI

PetaniImportir

KOPTI

PengolahPengecer

Konsumen Akhir

Grosir

PedagangPengumpul Desa

Page 19: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

�9

permodalan (kredit) dalam berbagai skim, (2) berkembangnya kelem­bagaan alih teknologi, dan (3) telah terbentuknya kelembagaan kelompok tani.

Berkembangnya berbagai skim lembaga permodalan seperti LUEP, KKP, dan lembaga keuangan mikro lainnya yang lebih mudah diakses petani merupakan potensi yang besar bagi petani dalam memperoleh modal untuk menerapkan teknologi maju. Dalam alih teknologi, lembaga alih teknologi juga makin berkembang. Hal ini dipacu oleh: (�) terbentuknya BPTP di tiap propinsi yang berfungsi ganda, yaitu perakitan teknologi spesifik lokasi, dan (2) revitalisasi penyuluhan pertanian untuk mempercepat proses alih teknologi dari lembaga penelitian ke pengguna. Kelembagaan keuangan mikro dan kelembagaan alih teknologi merupakan dua ujung tombak yang memungkinkan petani mengadopsi teknologi maju, sehingga mampu meningkatkan produktivitas sumber daya dan pendapatan petani. Selain itu, keberadaan kelompok tani merupakan wadah yang efektif, baik dalam penyaluran kredit, diseminasi teknologi, maupun pema­saran hasil pertanian meskipun diakui dalam hal pemasaran hasil kelompok tani belum banyak berfungsi, namun di masa mendatang peran ini dapat diaktualisasi dan terus ditingkatkan.

B. Kendala

1. Aspek penelitian dan pengembangan

Kendala dalam aspek Litbang dapat dipilah berdasarkan kele­mahan dan ancaman. Kelemahan internal meliputi: (�) keterbatasan tenaga peneliti, (2) belum optimalnya diseminasi, dan (3) program penelitian yang masih kurang konsisten. Sedangkan untuk ancaman eksternal antara lain adalah: (�) sistem diseminasi dan alih teknologi belum memadai, (2) penerimaan tenaga peneliti belum memadai, dan (3) penghargaan hasil karya peneliti kurang memadai.

Jumlah tenaga peneliti yang terbatas sehingga potensi untuk mengembangkan rakitan teknologi unggul dalam satu paket PTT belum dapat diterapkan di setiap sentra produksi kedelai. Hasil penelitian

Page 20: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

20

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

rakitan teknologi PTT kedelai dapat meningkatkan produksi 30­40% untuk lahan sawah dan 50­60% untuk lahan kering masam.

Diseminasi/promosi yang belum optimal menyebabkan tingkat adopsi teknologi rendah sehingga varietas unggul baru dan teknik budi daya kedelai kurang dapat diterapkan petani. Hasil penelitian menun­jukkan bahwa senjang hasil produksi kedelai di tingkat petani dengan potensi hasil genetik kedelai masih tinggi. Potensi hasil varietas unggul dengan budi daya anjuran dapat mencapai > 2 t/ha, sedang rata­rata produktivitas di tingkat petani hanya �,29 t/ha. Hasil rata­rata kedelai yang masih rendah di tingkat petani dan harga yang murah menyebab­kan petani beralih usahatani nonkedelai. Dampak dari kelemahan terse­but menyebabkan usahatani kedelai belum dapat mencapai produksi yang maksimal dan keuntungan finansial yang masih rendah.

2. Aspek perbenihanKendala internal aspek perbenihan kedelai adalah (�) inkon­

sistensi alur benih dari benih sumber sampai benih sebar, (2) umur label sertifikat benih sangat singkat, dan (3) industri benih belum berkembang dengan baik. Sedangkan ancaman eksternal adalah: (�) kurangnya insentif harga benih bagi penangkar, (2) menurunnya ke­percayaan petani terhadap mutu benih dari kios, dan (3) petani lebih suka membuat benih asalan.

3. Aspek sistem produksi

Hambatan internal yang teridentifikasi dalam aspek sistem produksi meliputi: (�) ketersediaan sarana produksi yang makin terbatas, (2) sistem penyuluhan masih lemah, dan (3) akses petani terhadap sumber modal terbatas.

Ketersediaan benih varietas unggul baru masih sangat terbatas, sehingga produktivitas hasil kedelai masih rendah. Hingga kini peng­gunaan varietas unggul baru mencapai 20% dan penggunaan benih yang bersertifikat hanya �0%. Benih bersertifikat merupakan jaminan pemerintah untuk menyediakan benih bermutu, namun hingga kini

Page 21: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

2�

belum banyak petani yang menggunakan benih bersertifikat. Hal ini dikarenakan jumlah penangkar yang masih sangat terbatas, proses sertifikasi kedelai yang rumit dan keuntungan menjadi penangkar benih kedelai yang sangat kecil. Selain benih bermutu, pupuk dan pestisida makin mahal, sehingga makin tidak terjangkau oleh petani.

Pada era otonomi daerah, penyuluh kurang berfungsi sebagai­mana tugas pokoknya, sehingga penyuluh beralih profesi menjadi bukan penyuluh. Selain itu, jumlah penyuluh semakin berkurang (pensiun), pembinaan penyuluh untuk mengakses teknologi baru kurang mendapat perhatian, serta sarana dan prasarana penyuluhan banyak berubah fungsi. Hal ini merupakan salah satu penyebab tidak sampainya informasi teknologi kepada petani.

Akses petani terhadap sumber modal terbatas. Umumnya petani kedelai adalah petani miskin yang kekurangan modal. Modal petani yang terbatas dan usahatani kedelai yang kurang menguntungkan menyebabkan petani enggan menanam kedelai, sehingga areal dan produksi kedelai terus menurun.

Selain kelemahan internal, agribisnis kedelai masih dihadap­kan pada ancaman eksternal seperti: (�) masih tingginya impor kedelai yang menyebabkan usahatani kedelai dalam negeri kurang kompetitif, (2) adanya cekaman OPT, dan (3) anomali iklim yang da­pat menyebabkan kegagalan panen.

4. Aspek panen dan pascapanenKendala dalam aspek panen dan pascapanen adalah: (�) kehi­

langan hasil tinggi, (2) penerapan teknologi panen dan pascapanen be­lum memadai, dan (3) modal untuk membeli alsintan sangat terbatas. Selain itu, ancaman eksternalnya adalah: (�) belum ada insentif harga yang memadai bagi produk bermutu, (2) makin meningkatnya biaya operasional alsintan, dan (3) tenaga kerja pengolah relatif terbatas.

Kehilangan hasil kedelai pada saat panen maupun prosesing masih cukup besar. Sistem panen yang dijemur di lapangan tanpa lantai jemur dan alas menyebabkan biji tercecer cukup banyak dan

Page 22: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

22

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

menyebabkan kehilangan hasil cukup tinggi. Alat pengering dinilai masih cukup mahal bagi petani kedelai.

Penerapan teknologi panen dan pascapanen belum memadai, umumnya petani melakukan pemanenan dan prosesing masih dengan cara tradisional. Panen dengan menggunakan sabit dan proses pengeringan sebagian besar masih di lapang. Sedangkan pemakaian alat mesin untuk panen dan pengeringan, sebagian besar petani belum menggunakan.

Keterbatasan modal, menyebabkan petani kedelai tidak mampu untuk membeli alat mesin. Hal ini yang menyebabkan kehilangan hasil panen cukup besar dan proses produksi menjadi tidak efisien.

5. Aspek distribusi dan pemasaranKendala internal berdasarkan aspek pemasaran adalah: (�) daya

tawar petani lemah, (2) sistem informasi pasar lemah, dan (3) belum adanya tarif impor. Sedangkan kendala eksternalnya antara lain adalah: (�) tingginya impor kedelai dengan harga murah, (2) rantai pemasaran yang panjang sehingga tidak efisien, dan (3) biaya trans­portasi yang mahal.

Panjangnya rantai dari produsen sampai kepada konsumen menyebabkan tidak efektifnya proses pemasaran. Memperbaiki dan memperpendek simpul mata rantai dari produsen ke konsumen perlu dibentuk dan difungsikan sebagaimana mestinya sehingga dapat efektif dan efisien dalam pendistribusian produk.

Sistem informasi pasar belum terbentuk sehingga titik temu antara produsen dan konsumen sering tidak ketemu. Hal ini yang menyebabkan nilai jual produk berfluktuatif dan cenderung menu­run. Harga komoditas kedelai hampir tidak tersentuh oleh kebijakan pemerintah. Harga kedelai ditentukan oleh mekanisme pasar, yang ditentukan oleh permintaan dan persediaan (Demand and Supply). Harga nominal kedelai di tingkat petani berfluktuasi, disaat panen raya harga jatuh hingga Rp 2.500. Belum berlakunya tarif impor

Page 23: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

23

menyebabkan jumlah kedelai impor semakin banyak, sehingga harga kedelai di dalam negeri jatuh dan petani enggan menanam kedelai.

6. Aspek kelembagaanKendala berdasarkan aspek kelembagaan terdiri dari kelemahan

dan ancaman. Kelemahan internal yakni: (�) sistem penyuluhan masih lemah, (2) kelembagaan kelompok tani belum berfungsi optimal dan (3) akses petani terhadap lembaga modal terbatas. Sedang­kan ancaman eksternal adalah: (�) menurunnya kepercayaan petani terhadap kelembagaan yang ada, (2) rendahnya komitmen pimpinan kelembagaan atas pelaksanaan peraturan, serta (3) inkonsistensi peraturan antara pusat dengan daerah.

Kinerja penyuluhan pertanian yang lemah menyebabkan transfer teknologi kedelai terhambat, sehingga upaya untuk meningkatkan produktivitas juga terhambat. Lemahnya kinerja penyuluhan juga akan mengakibatkan kinerja kelompok tani lemah, sehingga petani akan sulit untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

C. PeluangPeluang pengembangan kedelai cukup besar dari berbagai

aspek, yakni: (�) aspek penelitian dan pengembangan, (2) aspek per­benihan, (3) aspek sistem produksi, (4) aspek panen dan pascapanen, (5) aspek distribusi dan pemasaran, dan (6) aspek kelembagaan.

1. Aspek penelitian dan pengembanganPeluang pengembangan berdasarkan aspek litbang meliputi:

(�) kebutuhan teknologi makin meningkat, (2) tuntutan terhadap alih teknologi semakin meningkat, dan (3) prospek kerja sama penelitian.

Penelitian untuk mengatasi senjang hasil antara petani dan hasil penelitian sesuai dengan potensi genetik, pemetaan lahan sesuai, efisiensi penggunaan sarana produksi, diversifikasi produk untuk meningkatkan nilai tambah perlu dilakukan agar dapat meningkatkan produktivitas dan daya guna kedelai.

Page 24: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

24

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Tuntutan alih teknologi untuk mengatasi senjang hasil sangat diperlukan. Peran aktif BPTP dan penyuluh untuk mengakses teknologi dari balai penelitian perlu ditingkatkan. Revitalisasi penyuluhan diharap­kan dapat menjadi jembatan dalam upaya meningkatkan arus teknologi dari balai penelitian kepada pengguna atau petani. Untuk mewujudkan tujuan mempercepat alih teknologi diperlukan kerja sama yang baik antara peneliti, penyuluh dengan kelompok tani. Kerja sama dengan swasta sangat diperlukan, peran swasta sebagai bapak angkat yang dapat memberikan jaminan harga yang layak pada saat harga jatuh.

2. Aspek perbenihanPeluang pengembangan pemanfaatan benih kedelai bermutu

terbuka lebar, karena hingga kini penggunaan benih bersetifikat kurang dari �0%. Upaya pengembangan pemanfaatan benih bermutu ditempuh melalui: (�) peningkataan kemampuan petugas/penangkar untuk memproduksi benih sumber, (2) peningkatan pembinaan pen­angkar benih di daerah sentra produksi kedelai, dan (3) peningkatan produksi benih sumber dan penyebaran varietas­varietas unggul baru kedelai di daerah sentra produksi.

Untuk membangun penyebaran benih varietas unggul diperlukan penguatan SDM dan fasilitas untuk memproduksi benih sumber. Me­ningkatnya kemampuan SDM yang terkait dalam produksi benih dasar (FS), benih pokok (SS), dan benih sebar (ES) diharapkan dapat me­ningkatkan produksi benih dan dapat didisribusikan ke daerah sentra­sentra produksi. Eskalasi dan akselerasi produksi dan distribusi benih sumber varietas unggul tanaman kedelai dilakukan dengan pelatihan pengenalan varietas melalui sosialisasi varietas dan pembekalan teknik produksi benih kepada penangkar di daerah yang melibatkan pemangku kepentingan (stakeholder) terkait. Dengan strategi tersebut terjadi percepatan waktu, peningkatan kadar, dan perluasan prevalensi adopsi teknologi inovatif yang dibawa oleh varietas unggul kedelai, sehingga dapat meningkatkan produksi benih berkualitas yang berbasis komunitas. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan kemahiran petugas dalam sistem produksi benih sumber kedelai melalui pelatihan.

Page 25: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

25

3. Aspek sistem produksiPeluang pengembangan kedelai berdasarkan aspek produksi

meliputi: (�) penggunaan benih bermutu masih rendah, (2) penggu­naan sarana produksi, (3) subsidi benih, dan (4) program pengem­bangan varietas unggul berdaya hasil tinggi.

Varietas unggul merupakan inovasi teknologi yang mudah di­adopsi petani dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam me­ningkatkan produksi. Varietas unggul memiliki sifat seperti hasil tinggi, umur genjah, dan tahan/ toleran terhadap cekaman biotik (hama dan penyakit) dan abiotik (lingkungan fisik). Teknik produksi merupakan sintesis dari varietas unggul dan teknik pengelolaan LATO. Inovasi teknologi dengan penggunaan benih bermutu, pembuatan saluran drainase, pemberian air yang cukup, pengendalian hama dan penyakit dengan sistem PHT, panen dan pascapanen dengan alsintan mampu meningkatkan produksi kedelai sesuai dengan potensi genetiknya. Oleh karena itu, program pengenalan dan sosialisasi varietas unggul baru serta teknik produksi benih sangat diperlukan.

Keterbatasan modal di tingkat petani untuk usahatani kedelai perlu mendapat perhatian. Oleh karena itu, diperlukan adanya subsidi, baik untuk pengadaan benih varietas unggul baru maupun untuk pengadaan pupuk dan insektisida.

4. Aspek panen dan pascapanenPeluang pengembangan kedelai berdasarkan aspek panen dan

pascapanen meliputi: (�) tuntutan terhadap hasil panen bermutu, (2) jenis olahan beragam, dan (3) industri produk olahan berbahan baku kedelai makin berkembang.

Mutu hasil panen kedelai saat ini masih perlu ditingkatkan. Preferensi konsumen terhadap mutu kedelai semakin meningkat. Industri pengolahan produk berbahan baku kedelai membutuhkan jenis kedelai yang bermutu tinggi sesuai dengan produk yang akan dihasilkan. Sebagian besar konsumen menghendaki biji besar/sedang, warna kuning mengkilap dan kebersihan biji. Varietas kedelai sesuai

Page 26: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

26

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

d engan kehendak konsumen dan sesuai dengan bahan baku industri telah tersedia, biji besar/sedang, warna kuning mengkilap (Argomulya, Burangrang, Anjasmoro, Kaba) bahkan kedelai hitam yang sesuai de­ngan industri kecap juga telah tersedia (Merapi, Cikuray, dan Malika).

Upaya untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing lebih tinggi adalah memperbaiki bentuk makanan olahan berbahan baku kedelai, makanan segar dengan kualitas polong maupun biji yang seragam, menarik, dan kuantitas serta kualitas biji untuk bahan industri cukup memadai. Bentuk makanan olahan yang menarik, rasa sesuai dengan selera konsumen dan kemasan yang menarik akan mempunyai daya tarik bagi konsumen. Sebagai

ilustrasi PT Garuda Food telah berhasil membidik konsumen tingkatan menengah ke atas dengan memproduksi snack kedelai oven dengan rasa enak dan dikemas dalam kemasan yang menarik dan terkesan elite, serta telah tersebar di seluruh pasar swalayan. Penguatan industri pedesaan skala kecil maupun industri besar yang bermitra dengan produsen kedelai perlu ditindak lanjuti. Upaya peningkatan daya saing selain bentuk produk diperlukan juga penyuluhan, promosi secara gencar, sehingga bisa mengendalikan konsumen untuk mengkonsumsi produk olahan kedelai. Promosi makanan berbahan baku kedelai susu, tempe, tauco, kecap, snack kaya akan protein, gizi tinggi dan menyehatkan perlu diinformasikan pada media cetak maupun elektronik.

5. Aspek distribusi dan pemasaranPeluang pengembangan kedelai berdasarkan aspek distribusi dan pe­

masaran meliputi: (�) industri pengolahan kedelai berkembang, (2) jaringan transportasi memadai, dan (3) permintaan kedelai terus meningkat.

Page 27: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

27

Berbagai macam produk olahan berbahan baku kedelai berkem­bang dengan pesat. Industri pengolahan bahan pangan (tahu, tempe, tauco, kecap, snack), farmasi (obat­obatan), aplikasi dalam bidang teknik (industri) dan sebagai pakan ternak menyebabkan kebutuhan akan kedelai semakin meningkat. Di Indonesia konsumsi tertinggi adalah untuk bahan industri tahu dan tempe. Berdasarkan perhitung­an, konsumsi kedelai untuk tahu dan tempe pada tahun 2002 men­capai �,776 juta ton atau 88% dari total kebutuhan dalam negeri. Sedang �2% sisanya dipergunakan berbagai keperluan makanan olahan lain dan bahan baku industri lainnya.

Jaringan transportasi sudah baik dan ditunjang oleh alat angkut yang memadai, sehingga memudahkan mobilitas bahan baku kedelai dari produsen ke konsumen.

6. Aspek kelembagaan

Peluang pengembangan kedelai berdasarkan aspek kelemba­gaan berupa (�) program revitalisasi alih teknologi, (2) program revi­talisasi penyuluhan, dan (3) minat swasta dalam industri pengolahan kedelai semakin meningkat.

Revitalisasi alih teknologi dan revitalisasi penyuluhan saling ber­hubungan erat. Program alih teknologi berupa diseminasi memperoleh prioritas utama, namun demikian teknologi yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian belum sampai kepada petani. Oleh karena itu, mela­lui diseminasi diharapkan adanya kerja sama yang baik antara peneliti, penyuluh, pemerintah daerah, dan petani. Revitalisasi di bidang pe­nyuluhan diharapkan penyuluh dapat berperan sebagai ujung tombak dan mampu memberdayakan kemandirian petani, kelompok tani, kelompok usaha/asosiasi petani dalam usaha pengembangan kedelai.

Asosiasi Petani Kacang Kedelai Indonesia (APKKI) telah terben­tuk di beberapa propinsi sentra produksi kedelai dan merupakan me­dia yang cukup efektif dalam pengembangan kedelai berbasis agri­bisnis. Asosiasi tersebut berpeluang dikembangkan di setiap propinsi sentra kedelai dengan penyuluh pertanian sebagai mediator dan Pemerintah Daerah sebagai fasilitator.

Page 28: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

28

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

IV. TUJUAN DAN SASARAN

Pengembangan kedelai diarahkan untuk tujuan jangka pendek­menengah dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek­menengah adalah meningkatkan produksi untuk memenuhi 60% kebutuhan. Dengan kata lain, impor kedelai yang saat ini mencapai 60­65% dari total kebutuhan dapat ditekan menjadi 40%. Tujuan jangka panjang adalah swasembada kedelai. Upaya peningkatan produksi diikuti de­ngan upaya peningkatan efisiensi, kualitas, dan nilai tambah produksi, penguasaan pasar, dan perluasan peranan pengguna. Dalam hal ini diperlukan dukungan dari pemerintah dan swasta.

Sasaran yang ingin dicapai dari pengembangan kedelai secara nasional adalah (i) terciptanya harga yang wajar yang dapat memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi; (ii) terbentuknya kelembagaan pemasaran yang kuat di tingkat petani, (iii) terciptanya mata rantai pemasaran yang efisien sehingga dapat memberikan keuntungan dan meningkatkan pendapatan petani, dan (iv) berkembangnya industri yang menggunakan bahan baku kedelai di dalam negeri.

Page 29: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

29

V. ARAH DAN SASARAN

Kebutuhan akan kedelai pada tahun 2004 sebesar 2,02 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri baru mencapai 0,7� juta ton dan kekurangannya diimpor sebesar �,3� juta ton. Hanya sekitar 35% dari total kebutuhan dapat dipenuhi dari produksi dalam negeri. Keadaan demikian tidak dapat dibiarkan terus menerus, mengingat potensi lahan cukup luas, teknologi telah tersedia dan SDM handal cukup tersedia. Upaya untuk menekan laju impor tersebut dapat ditempuh melalui strategi peningkatan produktivitas, perluasan areal tanam, peningkatan efisiensi produksi, penguatan kelembagaan petani, peningkatan kualitas produk, peningkatan nilai tambah, perbaikan akses pasar, perbaikan sistem permodalan, pengembangan infrastruktur, serta pengaturan tataniaga dan insentif usaha. Mengingat Indonesia dengan jumlah p enduduk yang cukup besar, dan industri pangan berbahan baku kedelai berkembang pesat maka komoditas kedelai perlu mendapat prioritas untuk dikembangkan dalam upaya menekan laju impor.

A. Arah dan Sasaran Pengembangan

Pengembangan kedelai diarahkan kepada sistem agribisnis berbasis agroindustri, di mana kedelai sebagai bahan baku industri, baik industri pangan maupun pakan. Di tingkat petani, usahatani dilakukan dengan teknologi maju yang efisien melalui pendekatan PTT, sehingga dapat menekan biaya per satuan produk dengan tetap memperhatikan kelestarian kesuburan tanah. Selain itu, petani juga dapat dilakukan pengolahan primer kedelai dengan industri rumah tangga di tingkat petani dan kelompok tani, menjadi produk olahan seperti tepung kedelai, tahu, tempe, bungkil kedelai sehingga peta­ni memperoleh nilai tambah. Di tingkat agroindustri, sektor swasta membeli kedelai dari petani untuk diolah lebih lanjut menjadi produk olahan sekunder, seperti pangan dan pakan. Pola agribisnis seperti ini akan membangun kemitraan yang sinergis antara petani dengan perusahaan swasta. Dengan demikian, nilai tambah akan terdistri­busi ke petani, pedagang, dan perusahaan swasta.

Page 30: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

30

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Sasaran utama dari pengembangan kedelai adalah untuk meningkatkan produksi kedelai dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Sebagai bahan baku industri pangan dan pakan, dampak swasembada kedelai akan bermuara pada peningkatan pendapatan petani dan pelaku agribisnis lainnya.

B. Proyeksi Pertumbuhan

Proyeksi konsumsi kedelai dalam bahasan ini dilakukan dengan cara memproyeksikan konsumsi per kapita dan proyeksi jumlah penduduk. Proyeksi konsumsi per kapita dilakukan dengan menggunakan elastisitas pendapatan, elastisitas harga kedelai, dan elastisitas silang harga komoditas lainnya, berdasarkan hasil penelitian Simatupang et al. (2004). Pertumbuhan harga masing­masing komoditas menggunakan data FAO �99�­2002, sedangkan pertumbuhan pendapatan per kapita menggunakan Data BPS (2002). Proyeksi jumlah penduduk dilakukan dengan menggunakan pertumbuhan penduduk dengan tingkat yang makin rendah. Selama periode �990­2003, pertumbuhan penduduk adalah �,67% per tahun. Selanjutnya, pertumbuhan penduduk diasumsikan menurun 0,03% per tahun. Tiga skenario diajukan untuk mencapai sasaran jangka menengah maupun jangka panjang pengembangan kedelai sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk mewujudkan swasembada kedelai ke depan. Proyeksi pertumbuhan produksi untuk masing­masing skenario disajikan pada Tabel 6.

Page 31: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

3�

Tabel 6. Proyeksi pertumbuhan areal tanam, produktivitas, dan produksi kedelai periode 2005­2025.

Konsumsi KontribusiTahun Pddk Provitas Area Impor Prod Prod (jt jiwa) (t/ha) (rb ha) (rb ton) (rb ton) (kg/kap) (rb ton) (%)Skenario 1 Pertumb (%) 2005­2009 �,30 4,50 �0,00 ­6,89 �4,95 �,25 2,55 �2,0920�0­20�4 �,�5 2,50 7,50 ­�4,86 �0,�9 �,23 2,39 7,6�20�5­20�9 �,00 �,50 5,00 ­65,80 6,58 �,�9 2,2� 4,272020­2025 0,84 0,50 3,50 5�,37 4,02 �,�5 2,00 �,98Rataan 1,08 2,25 6,50 -9,04 8,93 1,21 2,29 6,49Skenario 2 Pertumb (%) 2005­2009 �,30 4,50 �2,50 ­9,84 �7,56 �,25 2,55 �4,6420�0­20�4 �,�5 2,50 �0,00 ­64,78 �2,75 �,23 2,39 �0,��20�5­20�9 �,00 �,50 5,00 6�,45 6,58 �,�9 2,2� 4,272020­2025 0,84 0,50 �,50 2,04 2,0� �,�5 2,00 0,0�Rataan 1,08 2,25 7,25 -2,78 9,72 1,21 2,29 7,26Skenario 3 Pertumb (%) 2005­2009 �,30 4,50 7,50 ­4,36 �2,34 �,25 2,55 9,5520�0­20�4 �,�5 2,50 7,50 ­�0,63 �0,�9 �,23 2,39 7,6�20�5­20�9 �,00 �,50 5,00 ­�9,24 6,58 �,�9 2,2� 4,272020­2025 0,84 0,50 3,25 ­39,08 3,77 �,�5 2,00 �,73Rataan 1,08 2,25 5,81 -18,33 8,22 1,21 2,29 5,79

Skenario 1

(�) Proyeksi peningkatan produksi rata­rata 8,93% per tahun dalam periode 2005­2025.

(2) Peningkatan produksi tersebut diperoleh dari upaya perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas masing­masing 6,5% per tahun dan 2,25% per tahun dalam periode yang sama.

Page 32: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

32

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

(3) Dengan skenario �, swasembada kedelai akan dicapai pada tahun 2020.

Skenario 2

(�) Produksi kedelai dalam negeri diproyeksi meningkat rata­rata 9,72% per tahun dalam periode yang sama.

(2) Areal tanam dan produktivitas kedelai diproyeksikan meningkat masing­masing 7,25% per tahun dan 2,25% per tahun untuk men­capai tingkat pertumbuhan produksi 9,72% per tahun.

(3) Dengan skenario ini swasembada kedelai akan dicapai pada tahun 20�5.

Skenario 3

(�) Proyeksi peningkatan produksi kedelai dalam periode yang sama rata­rata mencapai 8,22% per tahun.

(2) Proyeksi pertumbuhan perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas masing­masing 5,8�% per tahun dan 2,25% per tahun dalam periode 2005­2025.

(3) Dengan skenario 3, swasembada kedelai akan dicapai pada tahun terakhir yaitu 2025.

C. Arah Pengembangan

Pengembangan kedelai ke depan diarahkan untuk mencapai tujuan jangka pendek­menengah dan jangka panjang yaitu Indonesia mampu meningkatkan produksi kedelai secara bertahap untuk memenuhi kebu­tuhan dalam negeri. Dengan kata lain, impor yang saat ini mencapai 60­65% secara substansial dapat ditekan menjadi minimal 45% pada 20�0.

Program peningkatan produktivitas diprioritaskan di wilayah­wilayah sentra produksi yang produktivitasnya masih tergolong rendah, di mana tingkat penerapan teknologi oleh petani masih kurang. Wilayah­wilayah yang sesuai untuk program ini antara lain adalah beberapa kabupaten di Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.

Page 33: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

33

Program perluasan areal tanam melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) ditujukan ke wilayah­wilayah yang memiliki potensi sumber daya lahan cukup baik di Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan. Sedang perluasan areal dapat di lakukan pada sawah tadah hujan/irigasi sederhana, dan lahan kering yang cukup luas, namun belum optimal dimanfaatkan. Wilayah­wilayah yang tergolong kate­gori tersebut antara lain adalah Jambi, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Bengkulu, Kalimantan Selatan.

D. Sasaran

Sasaran jangka panjang adalah swasembada kedelai (ontrend). Peningkatan produksi diikuti dengan proses produksi yang efisien, kuali­tas dan nilai tambah yang berdaya saing, penguasaan pasar yang luas, meluasnya peran pengguna, serta adanya dukungan pemerintah yang kondusif.

Dalam Rencana Pembangunan Pertanian Jangka Menengah (RPPJM: 2005–20�0) Departemen Pertanian, telah menyatakan bahwa sasaran pengembangan kedelai adalah meningkatkan produksi nasional sebesar 7% per tahun. Produksi kedelai tahun 2005 diproyeksikan 774 ribu ton biji kering, tahun 2006 sebesar 825 ribu ton, tahun 2007 sebe­sar 900 ribu ton, tahun 2008 sebanyak 975 ribu ton, dan tahun 2009 sebesar �,03 juta ton atau meningkat rata­rata 7,00% per tahun.

Apabila sasaran peningkatan produksi diproyeksikan sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada tahun 2009 impor diperkirakan masih sebesar �,36 juta ton dan ini berarti tidak terjadi pengurangan impor. Agar sasaran pengurangan impor dapat dicapai, misalnya dari 60–65% menjadi 45% dari kebutuhan dalam negeri, dan kapan kemungkinan pencapaian swasembada perlu disusun beberapa alternatif skenario.

Sasaran pengembangan kedelai dalam 20 tahun ke depan adalah untuk memanfaatkan seluruh potensi dan peluang yang ada untuk men­coba memenuhi kebutuhan kedelai nasional dari kemampuan produksi dalam negeri. Pertanyaannya kemudian adalah kapan sasaran itu dapat dicapai? Inilah tantangan yang harus dijawab dengan memanfaatkan

Page 34: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

34

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

sumber daya secara optimal yang dihela oleh kemajuan Iptek di bidang pangan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan sum­berdaya alam.

Sasaran lain adalah mengembalikan keunggulan kompetitif di tingkat on farm dan keunggulan komparatif di pasar global. Dengan demikian, ketergantungan Indonesia terhadap kedelai impor untuk me­menuhi kebutuhan dalam negeri secara gradual dapat dikurangi dan pada akhirnya mampu memenuhi seluruh kebutuhan dari kemampuan produksi dalam negeri.

Perluasan areal tanam dilakukan melalui peningkatan indeks per­tanaman (IP) pada lahan sawah irigasi sederhana, lahan sawah tadah hu­jan atau lahan kering. Wilayah sasaran perluasan areal adalah Nusa Teng­gara Barat, Jawa, Lampung, Sumatera Utara, Aceh dan Sulawesi Selatan.

Teknologi utama yang diperlukan dalam program ini adalah peng­gunaan benih varietas unggul yang bermutu, pengendalian gulma, hama dan penyakit (OPT) secara terpadu, waktu atau musim tanam yang sesuai serta rotasi tanaman.

1. Pencapaian sasaran menurut skenario 1

Perkiraan pencapaian sasaran atas dasar skenario � disajikan pada Tabel 7. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa perluasan areal tanam harus diupayakan meningkat rata­rata �0% per tahun dalam periode 2005­2009 dengan sasaran areal tanam mencapai sekitar 833 ribu ha pada 2009. Laju peningkatan areal tanam sedikit menurun pada lima tahun berikutnya (20�0­20�4) yaitu rata­rata 7,5% per tahun dan berturut­turut menurun menjadi rata­rata 5,0% per tahun dan 3,5% per tahun masing­masing pada periode 20�5­20�9 dan 2020­2025.

Sedangkan peningkatan produktivitas kedelai dalam empat periode yang sama masing­masing diproyeksi rata­rata 4,5%, 2,5%, �,5% dan 0,5% per tahun pada periode 2005­2009, 20�0­20�4, 20�5­20�9, dan 2020­2025. Dengan kata lain, produktivitas pada 2025 harus mencapai sekitar �,99 ton/ha secara nasional.

Melalui kedua upaya tersebut di atas, maka produksi diproyek­sikan meningkat rata­rata �4,95% per tahun pada 2005­2009, masing­

Page 35: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

35

masing �0,�9% dan 6,58% per tahun pada 20�0­20�4 dan 20�5­20�9 serta rata­rata 4,02% per tahun pada periode 2020­2025. Di sisi lain, total konsumsi diproyeksikan meningkat rata­rata 2,55% per tahun pada 2005­2009, sedikit menurun menjadi 2,39% dan 2,2�% per tahun masing­masing pada periode 20�0­20�4 dan 20�5­20�9. Penurunan laju pertumbuhan konsumsi terus menurun rata­rata 2,00% per tahun pada periode 2020­2025. Dengan skenario �, swasembada kedelai diperkirakan dapat dicapai pada tahun 2020 (Tabel 7).

Tabel 7. Arah dan sasaran pengembangan kedelai pada jangka menengah dan jangka panjang (skenario �).

Pert Pddk Provitas Area Impor Prod Konsumsi KontriNo. Tahun Pdd (jt (t/ha) (rb ha) (rb (rb (kg/ (rb Prod (%) jiwa) ton) ton) kap) ton) (%)0 2005 �,35 226 �,33 569 �.367 757 9,40 2.�24 35,63� 2006 �,32 229 �,39 626 �.309 870 9,52 2.�79 39,922 2007 �,29 232 �,45 688 �.235 �.000 9,63 2.235 44,743 2008 �,26 235 �,52 757 �.�42 �.�49 9,76 2.29� 50,�74 2009 �,23 238 �,59 833 �.028 �.32� 9,88 2.349 56,25Pertumb (%) 1,30 4,50 10,00 -6,89 14,95 1,25 2,55 12,09 5 20�0 �,20 24� �,63 896 95� �.456 �0,00 2.407 60,496 20�� �,�7 244 �,67 963 862 �.604 �0,�2 2.466 65,057 20�2 �,�4 247 �,7� �.035 757 �.768 �0,25 2.525 70,0�8 20�3 �,�� 250 �,75 �.��3 637 �.948 �0,37 2.585 75,359 20�4 �,08 252 �,79 �.�96 500 2.�46 �0,50 2.646 8�,��Pertumb (%) 1,15 2,50 7,50 -14,86 10,19 1,23 2,39 7,61 �0 20�5 �,05 255 �,82 �.256 422 2.287 �0,62 2.709 84,42�� 20�6 �,02 258 �,85 �.3�9 333 2.438 �0,75 2.770 87,99�2 20�7 0,99 260 �,88 �.385 234 2.598 �0,88 2.832 9�,74�3 20�8 0,96 263 �,90 �.454 �25 2.769 ��,0� 2.894 95,67�4 20�9 0,93 265 �,93 �.526 6 2.95� ��,�4 2.957 99,80Pertumb (%) 1,00 1,50 5,00 -65,80 6,58 1,19 2,21 4,27 �5 2020 0,90 268 �,94 �.580 ­5� 3.069 ��,27 3.0�8 �0�,69�6 202� 0,87 270 �,95 �.635 ­��2 3.�93 ��,40 3.08� �03,64�7 2022 0,84 273 �,96 �.692 ­�78 3.32� ��,53 3.�43 �05,66�8 2023 0,8� 275 �,97 �.752 ­248 3.454 ��,66 3.206 �07,75�9 2024 0,78 277 �,98 �.8�3 ­324 3.593 ��,79 3.269 �09,9�20 2025 0,75 279 �,99 �.876 ­405 3.737 ��,93 3.332 ��2,�5Pertumb (%) 0,84 0,50 3,50 51,37 4,02 1,15 2,00 1,98

Page 36: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

36

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

2. Pencapaian sasaran menurut skenario 2

Upaya peningkatan produksi menurut skenario 2, akan ditem­puh melalui program peningkatan produktivitas yang sejalan dengan skenario � yaitu rata­rata 4,5% per tahun pada periode 2005­2009, serta 2,5%, �,5%, dan 0,5% per tahun masing­masing pada periode 20�0­20�4, 20�5­20�9, dan 2020­2025. Yang berbeda dalam laju perluasan areal yang sangat agresif yaitu rata­rata �2,5%, �0,0%, 5,0%, dan �,5% per tahun untuk masing­masing periode yang sama. Dengan asumsi laju konsumsi sama dengan skenario �, maka upaya peningkatan produksi menurut skenario 2 akan mencapai swasem­bada pada tahun 20�5 atau lima tahun lebih cepat dari skenario � (Tabel 8).

Perluasan areal tanam dilakukan melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) pada lahan sawah irigasi sederhana, lahan sawah ta­dah hujan atau lahan kering. Wilayah sasaran perluasan areal adalah NTB, Jawa, Lampung, Sumatera Utara, Aceh, dan Sulawesi Selatan. Untuk peningkatan IP terutama pada musim tanam kedua (MT­II) dan MT­III sangat diperlukan dukungan pengairan melalui pompanisasi dan ini tentu tidak mudah dan tidak pula murah.

Teknologi utama yang diperlukan dalam program ini adalah penggunaan benih VUB yang bermutu, pengendalian gulma dan hama (OPT) secara terpadu, perbaikan kesuburan tanah dengan pemu­pukan sesuai kebutuhan (spesifik lokasi), waktu/musim tanam yang sesuai dan rotasi tanaman.

Page 37: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

37

Tabel 8. Arah dan sasaran pengembangan kedelai pada jangka menengah dan jangka panjang (skenario 2).

Pert Pddk Provitas Area Impor Prod Konsumsi KontriNo. Tahun Pdd (jt (t/ha) (rb ha) (rb (rb (kg/ (rb Prod (%) jiwa) ton) ton) kap) ton) (%)0 2005 �,35 226 �,33 569 �.367 757 9,40 2.�24 35,63� 2006 �,32 229 �,39 640 �.289 890 9,52 2.�79 40,832 2007 �,29 232 �,45 720 �.�89 �.046 9,63 2.235 46,803 2008 �,26 235 �,52 8�0 �.06� �.230 9,76 2.29� 53,674 2009 �,23 238 �,59 9�� 903 �.446 9,88 2.349 6�,54Pertumb (%) �,30 4,50 �2,50 ­9,84 �7,56 �,25 2,55 �4,64 5 20�0 �,20 24� �,63 �.003 777 �.630 �0,00 2.407 67,7�6 20�� �,�7 244 �,67 �.�03 628 �.838 �0,�2 2.466 74,527 20�2 �,�4 247 �,7� �.2�3 453 2.072 �0,25 2.525 82,068 20�3 �,�� 250 �,75 �.334 249 2.336 �0,37 2.585 90,379 20�4 �,08 252 �,79 �.468 �2 2.634 �0,50 2.646 99,55Pertumb (%) �,�5 2,50 �0,00 ­64,78 �2,75 �,23 2,39 �0,�� �0 20�5 �,05 255 �,82 �.54� ­98 2.807 �0,62 2.709 �03,6��� 20�6 �,02 258 �,85 �.6�8 ­22� 2.992 �0,75 2.770 �07,99�2 20�7 0,99 260 �,88 �.699 ­357 3.�89 �0,88 2.832 ��2,59�3 20�8 0,96 263 �,90 �.784 ­504 3.398 ��,0� 2.894 ��7,42�4 20�9 0,93 265 �,93 �.873 ­665 3.622 ��,�4 2.957 �22,49Pertumb (%) �,00 �,50 5,00 6�,45 6,58 �,�9 2,2� 4,27 �5 2020 0,90 268 �,94 �.902 ­676 3.694 ��,27 3.0�8 �22,39�6 202� 0,87 270 �,95 �.930 ­688 3.768 ��,40 3.08� �22,33�7 2022 0,84 273 �,96 �.959 ­70� 3.844 ��,53 3.�43 �22,30�8 2023 0,8� 275 �,97 �.988 ­7�5 3.92� ��,66 3.206 �22,3��9 2024 0,78 277 �,98 2.0�8 ­73� 4.000 ��,79 3.269 �22,3620 2025 0,75 279 �,99 2.048 ­748 4.080 ��,93 3.332 �22,44Pertumb (%) 0,84 0,50 �,50 2,04 2,0� �,�5 2,00 0,0�

3. Pencapaian sasaran menurut skenario 3

Diantara ketiga skenario dalam upaya peningkatan produksi kedelai dalam negeri, skenario 3 tampaknya yang paling moderat. Menurut skenario 3, swasembada kedelai baru bisa dicapai pada tahun 2025. Waktu pencapai swasembada kedelai yang cukup lama ini sebagai konsekuensi peningkatan areal tanam baik lewat peningkatan IP maupun pemanfaatan lahan tidur masing­masing 7,5% per tahun pada periode 2005­2009 dan periode 20�0­20�4. Kemudian laju

Page 38: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

38

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

peningkatan areal tanam kedelai tersebut turun menjadi rata­rata 5,0% dan 3,25% masing­masing untuk periode 20�5­2029 dan 2020­2025 (Tabel 9).

Tabel 9. Arah dan sasaran pengembangan kedelai pada jangka menengah dan jangka panjang (skenario 3).

Pert Pddk Provitas Area Impor Prod Konsumsi KontriNo. Tahun Pdd (jt (t/ha) (rb ha) (rb (rb (kg/ (rb Prod (%) jiwa) ton) ton) kap) ton) (%)

0 2005 �,35 226 �,33 569 �.367 757 9.40 2,�24 35.63� 2006 �,32 229 �,39 6�2 �.329 850 9.52 2,�79 39.0�2 2007 �,29 232 �,45 658 �.280 955 9.63 2,235 42.733 2008 �,26 235 �,52 707 �.2�8 �,073 9.76 2,29� 46.834 2009 �,23 238 �,59 760 �.�44 �,205 9.88 2,349 5�.3�Pertumb (%) 1,30 4,50 7,50 -4,36 12.34 1,079 2.55 9.55 5 20�0 �,20 24� �,63 8�7 �.003 �,328 �0.00 2,407 55.�76 20�� �,�7 244 �,67 878 9�3 �,463 �0.�2 2,466 59.347 20�2 �,�4 247 �,7� 944 808 �,6�2 �0.25 2,525 63.868 20�3 �,�� 250 �,75 �.0�5 688 �,777 �0.37 2,585 68.739 20�4 �,08 252 �,79 �.09� �.063 �,958 �0.50 2,646 73.98Pertumb (%) 1,15 2,50 7,50 -10,63 10.19 547 2.39 7.61 �0 20�5 �,05 255 �,82 �.�45 462 2,086 �0.62 2,709 77.00�� 20�6 �,02 258 �,85 �.203 369 2,223 �0.75 2,770 80.26�2 20�7 0,99 260 �,88 �.263 265 2,370 �0.88 2,832 83.68�3 20�8 0,96 263 �,90 �.326 ­�9.24 2,525 ��.0� 2,894 87.27�4 20�9 0,93 265 �,93 �.392 225 2,692 ��.�4 2,957 9�.04Pertumb (%) 1,00 1,50 5,00 -19.24 6.58 136 2.21 4.27 �5 2020 0,90 268 �,94 �.438 85 2,793 ��.27 3,0�8 92.53�6 202� 0,87 270 �,95 �.484 3� 2,898 ��.40 3,08� 94.08�7 2022 0,84 273 �,96 �.533 ­28 3,007 ��.53 3,�43 95.68�8 2023 0,8� 275 �,97 �.582 ­39.08 3,�2� ��.66 3,206 97.33�9 2024 0,78 277 �,98 �.634 �,367 3,238 ��.79 3,269 99.0520 2025 0,75 279 �,99 �.687 �,329 3,360 ��.93 3,332 �00.83Pertumb (%) 0,84 0,50 3,25 -39.08 3.77 1,218 2.00 1.73

Page 39: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

39

Pencapaian swasembada kedelai pada tahun 2025 dengan catatan bahwa konsumsi per kapita maupun total konsumsi sama dengan skenario � dan skenario 2. Perluasan areal tanam dilakukan melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) pada lahan sawah irigasi sederhana, lahan sawah tadah hujan atau lahan kering. Wilayah sasaran perluasan areal adalah Nusa Tenggara Barat, Jawa, Lampung, Sumatera Utara, Aceh, dan Sulawesi Selatan.

Teknologi utama yang diperlukan dalam program ini adalah penggunaan benih unggul yang bermutu, pengendalian gulma dan hama (OPT) secara terpadu, perbaikan kesuburan lahan dengan pemupukan sesuai kebutuhan (spesifik lokasi), waktu/musim tanam yang sesuai dan rotasi tanaman.

E. Perluasan Areal

Peta wilayah potensial sumber pertumbuhan baru produksi kedelai dan Location Quotient (LQ) digunakan sebagai indikator ke­sesuaian agroekosistem bagi usahatani kedelai. Penjabaran arti dari LQ adalah:

LQ = Eir / Ein

di mana Eir adalah sumbangan kedelai (i) terhadap ekonomi propinsi (r), Ein adalah sumbangan kedelai (i) terhadap ekonomi nasional (n). Nilai LQ diklasifikasikan sebagai berikut:

3,0 > LQ > 2,0 nilai tinggi

2,0 > LQ > �,0 nilai sedang

�,0 > LQ > 0 nilai rendah

Page 40: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

40

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Tabel �0. Prioritas program peningkatan produksi dan perluasan areal kedelai berdasarkan nilai LQ propinsi.

Nilai LQ dan Propinsi Peningkatan Perluasan Areal Produktivitas (PP) Tanam (PAT)

3,0 > LQ > 2,0

NTB, Jatim, Yoyakarta +++ +

2,0 > LQ >�,0

Aceh, Lampung, Jabar, Jateng, Sulsel +++ +

�,0 > LQ > 0,5

Bali, Sulut, Sumbar, Sumut ++ +

0,5 > LQ > 0,�

Jambi, Sumsel, Sultra, Bengkulu, Kalsel, + +++

Papua

+++ Prioritas utama; ++ Prioritas sedang; + Prioritas rendah

Wilayah sasaran intensifikasi terletak di propinsi penghasil kedelai utama (LQ) tinggi diikuti propinsi penghasil kedelai (LQ se­dang). Skala prioritas pengembangan kedelai berdasarkan nilai LQ disajikan pada Tabel �0.

Tabel �� menunjukkan bahwa potensi lahan yang sesuai un­tuk tanaman kedelai, baik untuk program peningkatan produktivitas maupun perluasan areal. Namun untuk pengembangan tanaman kedelai masih banyak kendala antara lain nilai komparatif dan kom­petitif kedelai paling rendah di antara komoditas lainnya. Sedangkan wilayah sasaran di Jawa dan Sulawesi khususnya Sulawesi Selatan perlu mempertimbangkan lahan dengan LQ tinggi sampai sedang.

Page 41: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

4�

Tabel ��. Daerah sasaran peningkatan produktivitas di propinsi penghasil kedelai utama dan propinsi penghasil kedelai sedang.

Nilai LQ Propinsi Kabupaten

� Penghasil � Yogyakarta Gunung Kidul Bantul, kedelai utama (40.050 ha) Wonosari, Slemen (LQ Tinggi) 2 Jawa Timur Tuban, Lamongan, Bojonegoro, (279.500 ha) Lumajang, Jember, Banyuwangi, Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Ponorogo, Madiun, Magetan, Ngawi, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, Sumenep. 3 NTB Sumbawa, Dompu, Lombok (�39.520 ha) Tengah, Lombok Barat

2 Penghasil � Aceh Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, kedelai Sedang (�8�.390 ha) Aceh Barat, Aceh Selatan. (LQ Sedang) 2 Lampung Lampung Selatan, Lampung (�64.500 ha) Tengah, Lampung Utara 3 Jawa Barat Pandeglang, Lebak, Serang, (327. 500 ha) Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, Ciamis, Garut, Sumedang, Majalengka, Cirebon, Subang, Purwakarta, Karawang, Bekasi 4 Jawa Tengah Purworejo, Tegal, Pemalang, (379.500 ha) Pekalongan, Batang, Demak, Boyolali, Sukoharjo, Sragen, Karanganyar, Wonogiri, Kudus, Jepara, Pati, Blora 5 Sulawesi Bone, Enrekang, Gowa, Majene, Selatan Maros, Pangkajene Kepulauan, (322.�00 ha) Polewali, Selayar, Sidenreng Rappang, Soppeng, Wajo

Page 42: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

42

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

F. Peningkatan Produktivitas

Upaya peningkatan produktivitas (PP) dibedakan atas tingkat produktivitas yang telah ada selama ini. Berdasarkan metoda perhi­tungan LQ, maka lahan dengan 3,0>LQ>2,0 (LQ tinggi) merupakan lahan yang sesuai untuk peningkatan produktivitas yang tersebar di Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, dan Yogyakarta. Bagi daerah­daerah yang telah memiliki produktivitas tinggi diarahkan untuk dimantapkan, dan bagi daerah­daerah yang tingkat produktivitasnya masih rendah dilakukan upaya akselerasi melalui penggunaan benih varietas unggul, pupuk berimbang, penerapan teknologi spesifik lokasi, pengelolaan usahatani terpadu lahan kering.

Perluasan areal tanam (PAT) diarahkan ke daerah di luar Jawa yang memiliki potensi cukup luas melalui penambahan baku lahan, mengoptimalkan lahan kering, rehabilitasi dan konservasi lahan, ser­ta pengembangan lahan rawa/lebak/pasang surut. Perluasan areal disesuaikan dengan kecocokan lahan dengan 2,0>LQ>�,0 di Aceh, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan. Untuk mendukung tercapainya sasaran­sasaran tersebut, perlu dukungan aspek hulu antara lain penyediaan lahan, perbaikan pengairan, sarana produksi, alsintan, permodalan, sarana transportasi/jalan usahatani.

Page 43: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

43

VI. STRATEGI, KEBIJAKAN, DAN PROGRAM

A. Strategi Pemecahan Masalah

Perumusan strategi, kebijakan, dan program pengembangan agribisnis kedelai di Indonesia disusun dengan menggunakan analisis SWOT. Penyusunan strategi dikelompokkan menjadi 6 bagian berdasar­kan bidang masalah yang dihadapi yaitu: (�) litbang, (2) perbenihan, (3) produksi, (4) panen dan pascapanen, (5) distribusi dan pemasaran, serta (6) kelembagaan. Dari masing­masing isu tersebut kemudian dirangking atas dasar indikator prioritas yaitu urgent, seriousness, dan growth. Dari masing­masing isu kemudian ditentukan tiga masalah prioritas. Masalah tersebut kemudian di analisis dengan SWOT yang terdiri atas faktor internal (strength, weakness) dan faktor ekternal (opportunity, threat). Dari hasil analisis ditentukan prioritas masing­masing isu untuk kekeuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan ancaman (threat). Berdasarkan masing­masing masalah disusun strategi agresif, diversifikatif, konsolidatif, dan defensif.

1. Penelitian dan pengembangan

Berdasarkan identifikasi dan seleksi faktor internal dan ekster­nal, maka faktor­faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dominan dari aspek penelitian dan pengembangan (litbang) adalah sebagai berikut.

Strategi Agresif (SO). Strategi ini memanfaatkan kekuatan eksternal dan peluang eksternal yang ada antara lain:

• pemanfaatan secara optimal sumber daya genetik dan peneliti yang berkualitas dalam merakit varietas unggul, guna memenuhi teknologi yang meningkat,

• pemanfaatan dukungan pemerintah untuk revitalisasi penyuluhan guna meningkatkan proses alih teknologi, dan

• pemanfaatan peneliti yang berkualitas untuk menjalin kerja sama penelitian (KSP) dalam perakitan teknologi.

Page 44: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

44

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Strategi Diversifikatif (WO). Strategi ini dimaksudkan untuk me­manfaatkan peluang eksternal dengan memperbaiki kelemahan inter­nal. Alternatif strategi yang termasuk kelompok diversifikatif adalah:

• optimalisasi program diseminasi guna memenuhi kebutuhan teknologi yang meningkat,

• pemanfaatan KSP untuk mendukung konsistensi program penelitian, dan

• prioritasi penelitian sesuai dengan keterbatasan tenaga peneliti.

Strategi Konsolidatif (ST). Strategi untuk memanfaatkan kekuatan internal sekaligus mengurangi ancaman eksternal yang ada, meliputi:

• pemberdayaan peneliti melalui perbaikan sistem reward bagi peneliti berprestasi,

• pemanfaatan perhatian pemerintah untuk memperbaiki sistem diseminasi teknologi, dan

• kaderisasi peneliti berkualitas melalui perbaikan rekruitmen yang sesuai dengan kebutuhan.

Strategi Defensif (WT). Strategi untuk mengatasi kelemahan internal dan sekaligus mengurangi ancaman eksternal, antara lain:

• fokus penelitian pada isu­isu yang paling mendesak, dan

• perbaikan rekruitmen tenaga peneliti sesuai kebutuhan.

2. Strategi sistem produksi benih

Secara lebih rinci, formulasi strategi dalam pengembangan sistem produksi benih kedelai berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Alternatif strategi sistem perbenihan juga dikelompokkan atas dasar kombinasi antara faktor internal dan eksternal yang terdiri atas strategi agresif (SO), strategi diversifikatif (ST), strategi konsolidatif (WO), dan strategi defensif (ST).

Page 45: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

45

Strategi Agresif (SO). Strategi untuk memanfaatkan kekuatan internal dan peluang eksternal yang cukup besar dalam pengem­bangan sistem produksi benih kedelai mendukung peningkatan produksi nasional, antara lain:

• peningkatan peran UPBS, BBI, dan BBU dalam penyediaan benih bermutu,

• pemanfaatan varietas unggul yang tersedia dalam perakitan VUB ber­daya hasil tinggi didukung oleh teknologi benih yang maju, dan

• pemanfaatan subsidi benih untuk penyediaan varietas unggul.

Strategi Diversifikatif (WO). Alternatif strategi untuk meman­faatkan peluang eksternal secara optimal untuk mengurangi anca­man eksternal dalam pengembangan perbenihan kedelai nasional, antara lain:

• perbaikan sistem alur benih dari benih sumber sampai benih sebar,

• penyederhanaan sistem sertifikasi, dan

• pemanfaatan subsidi untuk pengembangan industri benih.

Memanfaatkan peluang eksternal secara optimal antara lain: (�) pemanfaatan teknologi untuk menekan biaya produksi benih unggul dan (2) pemanfaatan UPBS, BBI, dan BBU untuk meningkatkan mutu benih guna meningkatkan kepercayaan petani. Strategi ini bersifat konsolidasi internal untuk menghadapi tantangan dari luar.

Strategi Defensif (WT). Strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi kelemahan internal dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mengurangi ancaman eksternal baik yang bersifat biotik, abiotik maupun sosial­ekonomi dalam pengembangan sistem perbenihan kedelai. Strategi ini meliputi:

• peningkatan peran penyuluh untuk menanggulangi OPT dan anomali iklim,

• pembatasan impor melalui tarif.

Page 46: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

46

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

3. Strategi sistem produksi

Strategi pengembangan sistem produksi (on-farm) kedelai diformulasikan dengan memperhatikan keterkaitan antara faktor internal dan eksternal.

Strategi Agresif (SO). Strategi ini diformulasikan untuk meman­faatkan kekuatan internal yang dimiliki dan optimalisasi pemanfaatan peluang eksternal. Strategi ini meliputi antara lain:

• pemanfaatan VUB dan teknologi budidaya untuk meningkatkan produksi, guna memenuhi permintaan yang terus meningkat,

• pemanfaatan lahan yang masih luas untuk perluasan areal tanam kedelai, baik sebagai tanaman utama maupun tanaman sela, dan

• pemanfaatan VUB untuk penyediaan kedelai berprotein tinggi.

Strategi Diversifikatif (WO). Strategi ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan internal dan mencoba secara optimal untuk memanfaatkan peluang ekternal yang ada agar kinerja produksi makin membaik. Strategi ini meliputi:

• penerapan teknologi produksi biaya rendah dengan sarana produksi terbatas,

• penyediaan kredit lunak yang mudah diakses petani, dan

• revitalisasi penyuluhan untuk mendiseminasikan budidaya kedelai sebagai tanaman sela.

Strategi Konsolidatif (ST). Strategi ini diarahkan untuk meman­faatkan secara optimal kekuatan internal dengan mengurangi atau menekan ancaman serendah mungkin baik yang bersifat sosial­ekonomi, biotik, maupun abiotik. Strategi ini meliputi:

• penerapan teknologi maju dalam peningkatan produksi untuk menekan laju impor, dan

• perakitan varietas unggul hasil tinggi toleran terhadap cekaman lingkungan seperti OPT dan Iklim.

Page 47: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

47

Strategi Defensif (WT). Strategi ini dimaksudkan untuk mening­katkan kinerja produksi di mana secara internal banyak kelemahan dan secara eksternal juga cukup banyak ancaman sehingga strategi ini harus diformulasikan secara hati­hati. Strategi ini meliputi:

• pemanfaatan tenaga yang terbatas untuk menekan kehilangan hasil, dan

• penggunaan alsintan sederhana yang terjangkau sesuai dengan keterbatasan modal.

4. Strategi penanganan panen dan pascapanen

Formulasi strategi pengembangan kedelai ditinjau dari aspek pen­anganan panen dan pascapanen didasarkan atas pengelompokan yang sama, juga dilakukan terhadap formulasi strategi pada aspek ini yaitu agresif, diversifikatif, konsolidatif, dan defensif. Formulasi strategi ber­dasarkan keterkaitan antara masing­masing faktor internal dan eksternal.

Strategi Agresif (SO). Strategi ini diformulasikan untuk meman­faatkan kekuatan internal yang dimiliki dan optimalisasi pemanfaa­tan peluang eksternal. Strategi ini antara lain:

• penerapan teknologi panen dan pascapanen untuk meningkatkan mutu hasil,

• pemanfaatan teknologi pengolahan untuk menghasilkan berbagai produk guna mendukung perkembangan agroindustri, dan

• pemanfaatan alsitan untuk pengolahan hasil panen.

Strategi Diversifikatif (WO). Strategi ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan internal dan mencoba secara optimal untuk memanfaatkan peluang eksternal yang ada agar nilai tambah produksi kedelai dapat dinikmati oleh petani produsen maupun pengolah. Penanganan hasil panen dan pascapanen dalam pengem­bangan kedelai sangat menentukan, selain manajemen pemeliharaan tanaman pada saat kegiatan usahatani. Penerapan teknologi pasca­panen tidak hanya menekan kehilangan hasil secara kuantitas juga meningkatkan mutu hasil. Strategi diversifikatif antara lain:

Page 48: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

48

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

• peningkatan teknologi panen dan pascapanen untuk meningkatkan hasil panen bermutu, dan

• penyediaan kredit lunak untuk pengadaan alsintan guna meningkatkan produk olahan berbahan baku kedelai.

Strategi Konsolidatif (ST). Strategi ini diarahkan untuk meman­faatkan secara optimal kekuatan internal dalam peningkatan nilai tambah hasil dengan mengurangi atau menekan ancaman baik yang bersifat teknis maupun sosial­ekonomi. Strategi ini antara lain:

• penerapan teknologi panen dan pascapanen untuk meningkatkan mutu produk dan meningkatkan harga jual dan

• penggunaan alsintan untuk mengatasi keterbatasan tenaga kerja dalam pengolahan

Strategi Defensif (WT). Strategi ini diarahkan untuk mengatasi kondisi internal yang masih banyak kelemahan dan eksternal yang juga cukup banyak ancaman. Strategi ini tampaknya harus diformu­lasikan secara hati­hati. Strategi ini antara lain:

• pemanfaatan tenaga yang terbatas untuk menekan kehilangan hasil, dan

• penggunaan alsintan sederhana yang terjangkau sesuai dengan keterbatasan modal.

5. Strategi distribusi dan pemasaran

Hasil analisis keterkaitan antar faktor­faktor internal seperti kekuatan dan kelemahan serta faktor­faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman dalam aspek distribusi dan pemasaran kedelai dan produk olahannya dikelompokkan ke dalam empat strategi, yaitu agresif, diversifikatif, konsolidatif, dan defensif.

Strategi Agresif (SO). Strategi ini diformulasikan untuk meman­faatkan kekuatan internal dan optimalisasi pemanfaatan peluang eksternal. Strategi ini meliputi:

Page 49: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

49

• pemanfaatan infrastruktur guna mendukung pengembangan industri pengolahan,

• pemanfaatan jaringan transportasi guna mendukung pengem­bangan industri pengolahan, dan

• intensifikasi di daerah sentra produksi untuk memenuhi permintaan kedelai yang meningkat.

Strategi Diversifikatif (WO). Strategi ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan internal dan mencoba secara optimal untuk me­manfaatkan peluang pasar eksternal yang ada agar kelancaran arus kedelai dari petani produsen maupun pengolah sampai ke pasar baik di desa maupun di kota terjamin. Penerapan teknologi informasi akan memperlancar arus data dan informasi dari pasar ke produsen dan ke pengolah begitu pula sebaliknya. Strategi diversifikatif terdiri atas:

• kerja sama petani dengan pengusaha pengolahan untuk meningkatkan daya tawar petani,

• perbaikan sistem informasi pasar melalui penerapan teknologi informasi, dan

• penerapan tarif terhadap kedelai impor secara proporsional.

Strategi Konsolidatif (ST). Strategi ini diharapkan mampu meningkatkan nilai tambah distribusi dan pemasaran di tingkat petani produsen dengan mengurangi atau menekan ancaman baik yang bersifat teknis maupun sosial­ekonomi. Strategi ini meliputi:

• pemanfaatan infrastruktur guna mempersingkat rantai pemasaran,

• pemanfaatan transportasi yang lancar untuk menekan biaya trans­portasi, dan

• peningkatan intensifikasi di sentra produksi guna menekan laju impor.

Strategi Defensif (WT). Strategi ini diarahkan untuk mengatasi kondisi internal yang masih banyak kelemahan pada tingkat petani produsen maupun pengolah dan masalah eksternal yang juga tidak

Page 50: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

50

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

kalah banyaknya. Strategi ini harus diformulasikan secara tepat dan hati­hati. Strategi ini meliputi:

• pemanfaatan informasi pasar yang ada guna memperpendek rantai pemasaran, dan

• penerapan tarif impor untuk menekan volume impor dan meningkatkan daya tawar petani.

6. Strategi penguatan kelembagaan

Percepatan penerapan revitalisasi kelembagaan petani, pe­nyuluhan, dan permodalan pada tingkat pedesaan tampaknya akan merupakan katalisator dalam upaya peningkatan produksi kedelai dalam negeri. Seperti halnya pada aspek­aspek lainnya, formulasi strategi dalam aspek kelembagaan juga dikelompokkan ke dalam empat magnitude sesuai dengan analisis SWOT yaitu agresif, diversi­fikatif, konsolidatif, dan defensif.

Strategi Agresif (SO). Strategi ini diformulasikan untuk meman­faatkan kekuatan internal yang ada pada tingkat organisasi petani, penyuluhan maupun permodalan serta optimalisasi pemanfaatan pe­luang eksternal. Strategi agresif dari aspek kelembagaan, antara lain:

• pemanfaatan lembaga perkreditan untuk mendorong swasta dalam industri pengolahan,

• sinkronisasi kelembagaan alih teknologi dengan program revita­lisasi penyuluhan, dan

• pemberdayaan kelompok tani guna mendukung program alih teknologi, penyuluhan, dan industri pengolahan.

Strategi Diversifikatif (WO). Strategi ini dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan internal dan mencoba secara optimal me­manfaatkan peluang eksternal yang ada agar seluruh kelembagaan baik di tingkat petani produsen maupun prosesing di pedesaan. Kelembagaan petani produsen yang ditangani secara profesional akan mampu meningkatkan posisi tawar petani dalam pasar produk

Page 51: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

5�

kedelai yang secara alami bersifat kompetitif. Penerapan teknologi informasi dan manajemen usaha yang efisien akan memperlancar arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen dan sebaliknya. Strategi diversifikatif terdiri atas:

• pemanfaatan program alih teknologi dan penyuluhan untuk perbaikan sistem penyuluhan, serta peningkatan peran dan fungsi kelompok, dan

• kerja sama petani dengan swasta guna meningkatkan ketersediaan modal bagi petani.

Strategi Konsolidatif (ST). Strategi ini diharapkan mampu melakukan konsolidasi manajemen usaha agribisnis kedelai untuk nilai tambah pada tingkat petani produsen dengan mengurangi atau menekan ancaman baik yang bersifat manajemen maupun sosial­ekonomi. Strategi ini meliputi:

• perbaikan kinerja lembaga permodalan dan alih teknologi untuk meningkatkan kepercayaan petani terhadap kelembagaan yang ada,

• penegasan komitmen pimpinan kelembagaan dalam pelaksanaan peraturan, guna meningkatkan fungsi kelembagaan, dan

• sinkronisasi peraturan dan kelembagaan antara pusat dengan daerah.

Strategi Defensif (WT). Strategi ini diarahkan untuk mengatasi kondisi internal institusi yang masih banyak kelemahan pada tingkat petani produsen maupun pengolah dan masalah eksternal yang merugikan petani. Strategi defensif yang terkait dengan masalah dis­tribusi dan pemasaran harus diformulasikan secara tepat dan hati­hati. Strategi ini antara lain:

• percepatan penerapan revitalisasi penyuluhan dan lembaga permodalan,

• revitalisasi kelompok tani guna meningkatkan kepercayaan petani, dan

Page 52: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

52

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

• peningkatan akses petani terhadap sumber modal melalui perbaikan komitmen pimpinan kelembagaan.

B. Prioritas Kebijakan dan Program Pengembangan

1. Kebijakan dan program penelitian dan pengembangan

Kebijakan dan Program Agresif (SO). Dari aspek litbang, kebija­kan pengembangan yang tertapis dua strategi, yaitu: (�) percepatan im­plementasi revitalisasi penyuluhan, dan (2) fasilitasi KSP antara peneliti litbang dengan lembaga penelitian lain, baik nasional maupun interna­sional. Dalam mempercepat revitalisasi penyuluhan, kebijakan terse­but harus ditindaklanjuti dalam bentuk program operasional, yaitu: (�) pemantapan lembaga penyuluhan dan keterkaitannya dengan lembaga penelitian, dan (2) penerimaan tenaga penyuluh disertai dengan penye­diaan fasilitas pendukungnya. Implementasi dari kerja sama penelitian (KSP) dapat dilakukan dalam bentuk konsorsium, baik nasional maupun internasional. Dengan demikian, sebagian keterbatasan dana peneli­tian dari Badan Litbang Pertanian dapat diatasi melalui kerja sama ini.

Kebijakan dan Program Diversifikatif (WO). Kebijakan yang ter­tapis adalah: (�) penajaman prioritas penelitian sesuai dengan SDM yang tersedia, dan (2) pemantapan program penelitian untuk menjalin KSP dengan pihak luar, dalam rangka konsistensi program penelitian. Kedua strategi ini berpijak dari keterbatasan tenaga peneliti dan inkon­sistensi program penelitian, namun tetap berupaya memanfaatkan pe­luang KSP dengan pihak luar. Dua program operasional yang dirumuskan sebagai tindak lanjut dari kebijakan tersebut adalah: (�) penelitian ung­gulan sesuai kebutuhan stakeholders, dan (2) melakukan KSP jangka menengah dan panjang dengan lembaga penelitian lain, baik nasional maupun internasional. Jika pendanaan tidak bisa dilakukan oleh satu pihak, maka KSP dapat dilakukan dengan sistem cost sharing.

Kebijakan dan Program Konsolidatif (ST). Satu kebijakan tertapis dan yang paling dominan yaitu penyediaan insentif bagi peneliti ber­prestasi melalui penerapan HaKI dan tunjangan peneliti yang memadai.

Page 53: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

53

Untuk mengoperasionalkan kebijakan tersebut, maka program yang harus dilaksanakan adalah perbaikan sistem tunjangan fungsional peneliti dan penerapan HaKI secara konsekwen. Kebijakan dan pro­gram ini diharapkan dapat mendorong kreativitas peneliti dalam meng­hasilkan teknologi dan rumusan kebijakan baru yang prospektif.

Kebijakan dan Program Defensif (WT). Kebijakan yang dibu­tuhkan untuk perbaikan kinerja tenaga peneliti adalah rekruitmen tenaga peneliti sesuai kebutuhan lembaga penelitian. Sedangkan program yang mendesak untuk diimplementasikan adalah pene­rimaan pegawai sesuai kebutuhan lembaga penelitian. Dengan demi­kian kesinambungan antara peneliti senior dengan peneliti yunior akan berjalan dengan baik.

2. Kebijakan dan program sistem perbenihan

Dari hasil analisis tapisan, maka strategi kebijakan dan pro­gram yang relevan dalam pengembangan kedelai tertapis lima kebi­jakan dan program yang terkait dengan sistem perbenihan kedelai.

Kebijakan dan Program Agresif (SO). Dari aspek perbenihan, strategi yang bersifat agresif (SO) adalah: (�) pemanfaatan subsidi benih untuk penyediaan varietas unggul, dan (2) peningkatan peran UPBS, BBI dan BBU dalam penyediaan benih bermutu. Sedangkan kebijakan pengembangan yang berkaitan dengan strategi SO tersebut adalah: (�) implementasi disertai pengawasan subsidi benih untuk penyediaan varietas unggul, dan (2) peningkatan kemampuan UPBS, BBI, dan BBU dalam penyediaan benih bermutu. Formulasi kebijakan tertapis tersebut bertujuan untuk: (�) memanfaatkan subsidi benih dari pemerintah se­cara optimal, dan (2) meningkatkan peran UPBS, BBI, dan BBU yang ada. Sedangkan program yang relevan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah: (�) program benih tepat sasaran, dan (2) penyediaan fasilitas dan pengangkatan tenaga yang dibutuhkan UPBS, BBI, dan BBU. Dengan demikian, diharapkan subsidi benih dari pemerintah dapat dimanfaatkan secara tepat sasaran, dan UPBS, BBI, dan BBU dapat ber­peran lebih baik dalam penyediaan benih unggul bermutu.

Page 54: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

54

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Kebijakan dan Program Diversifikatif (WO). Pada strategi WO, kebijakan yang tertapis dan dominan adalah perbaikan dan penye­derhanaan peraturan sertifikasi. Program pendukungnya adalah penerapan sertifikasi singkat dan tepat sasaran. Kebijakan dan pro­gram ini ditujukan untuk mengatasi masalah birokrasi yang panjang pada sistem sertifikasi saat ini yang memakan waktu paling cepat satu bulan. Sementara itu, umur sertifikat benih kedelai hanya tiga bulan sejak mulai pengujian, sehingga masa penjualan benih relatif singkat, yaitu hanya dua bulan. Kondisi ini kurang kondusif bagi industri benih kedelai di Indonesia.

Kebijakan dan Program Konsolidatif (ST). Kebijakan ini untuk menanggulangi keterbatasan dan mahalnya sarana produksi dalam upaya pengembangan teknologi hemat biaya (least cost technology) untuk produksi benih unggul. Program yang terkait dengan kebijakan ini adalah pengembangan teknologi produksi benih hemat lahan, air, tenaga kerja, dan input kimiawi. Contoh bentuk teknologi tersebut antara lain adalah budi daya benih kedelai tanpa olah tanah (zero tillage), penggunaan bahan organik (pupuk kandang atau mulsa jerami), dan insektisida hayati.

Kebijakan dan Program Defensif (WT). Dalam rangka pembinaan penangkar benih lokal, kebijakan yang dibutuhkan adalah fasilitasi pelatihan penangkar benih di tiap daerah. Sedangkan program yang relevan untuk merealisasikan kebijakan tersebut adalah pelatihan penangkar benih di tiap daerah. Kebijakan dan program ini dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan penangkar benih dalam memproduksi benih kedelai bermutu. Kunci keberhasilan yang pernah dicapai Indonesia pada awal tahun �990an adalah adanya program jalur benih antara musim dan lapang (Jabalsim). Program ini bisa dihidupkan lagi dengan memperbaiki sistem perbenihan mulai dari benih inti dan benih sumber pada Balit Nasional, benih dasar dan benih pokok pada tingkat BBI­BBU dan benih sebar pada tingkat penangkar.

Page 55: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

55

3. Kebijakan dan program sistem produksi

Kebijakan dan Program Agresif (SO). Alternatif kebijakan yang diformulasikan adalah intensifikasi kedelai untuk meningkatkan produktivitas. Sedangkan program yang relevan untuk mendukung kebijakan peningkatan produktivitas adalah penggunaan varietas unggul dan pemupukan berimbang yang dikemas dalam pengelolaan sumber daya dan tanaman terpadu (PTT). Kegiatan lain yang juga perlu mendapat perhatian dalam upaya peningkatan produktivitas kedelai adalah pemanfaatan sumber­sumber pertumbuhan produksi, antara lain: (�) menekan senjang hasil antara tingkat penelitian atau pengkajian dengan tingkat petani, (2) meningkatkan stabilitas hasil melalui peringatan dini terhadap ledakan hama dan penyakit maupun anomali iklim, (3) mengurangi kehilangan hasil, dan (4) pemanfaatan potensi genetik tanaman melalui kemajuan iptek pertanian.

Kebijakan dan Program Diversifikatif (WO). Alternatif kebijakan yang diformulasikan adalah introduksi teknologi biaya rendah untuk menekan biaya produksi. Sedangkan program pendukung yang relevan adalah budidaya kedelai hemat lahan, air, tenaga kerja, dan input kimiawi.

Kebijakan dan Program Konsolidatif (ST). Kebijakan yang terkait adalah: (�) pengembangan teknologi PTT, dan (2) perluasan areal tanam untuk meningkatkan luas panen dan produksi kedelai. Sedangkan program yang relevan untuk mendukung kebijakan ini adalah: (�) penyediaan kredit dan pendampingan untuk penerapan teknologi PTT, dan (2) penanaman kedelai pada musim kering di lahan tidur.

Kebijakan dan Program Defensif (WT). Alternatif kebijakan yang dibutuhkan adalah peningkatan pengetahuan dan keterampilan tenaga penyuluh dalam identifikasi dan penanggulangan OPT dan anomali iklim. Sedangkan program dibutuhkan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah pelatihan penyuluh dalam identifikasi dan penanggulangan OPT serta anomali iklim. Kebijakan dan program ini dibutuhkan untuk meningkatkan produksi kedelai di tingkat petani.

Page 56: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

56

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

4. Kebijakan dan program panen dan pascapanen

Kebijakan dan Program Agresif (SO). Alternatif kebijakan yang diperlukan untuk merealisasikan strategi ini adalah: (�) promosi teknologi pengolahan berbagai produk berbahan baku kedelai, dan (2) revitalisasi fungsi dan peran penyuluh dalam alih teknologi panen dan pascapanen. Sedangkan program yang relevan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah: (�) demonstrasi teknologi pengolahan berbagai produk berbahan baku kedelai, dan (2) pelatihan penyuluh dalam teknologi panen dan pascapanen.

Kebijakan dan Program Diversifikatif (WO). Alternatif kebijakan yang diformulasikan adalah: (�) penyaluran kredit lunak untuk pe­ngadaan alat pengolahan, dan (2) penyaluran kredit lunak untuk alsin­tan praproduksi dan produksi. Sedangkan program yang dibutuhkan untuk implementasi kebijakan tersebut adalah: (�) optimalisasi pe­nyaluran kredit lunak untuk pengadaan alat pengolah kedelai, dan (2) optimalisasi penyaluran kredit lunak untuk alsintan.

Kebijakan dan Program Konsolidatif (ST). Kebijakan yang terkait untuk menekan kehilangan hasil adalah pengembangan industri rumah tangga untuk pengolahan kedelai. Sedangkan program yang relevan untuk mendukung kebijakan yang bersifat konsolidatif adalah pelatihan pengolahan kedelai menjadi produk olahan.

Kebijakan dan Program Defensif (WT). Alternatif kebijakan yang terkait adalah penigkatan pengetahuan dan keterampilan petani dalam penanganan hasil panen. Sedangkan program yang dibutuhkan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah pelatihan pengolahan hasil bagi petani untuk menekan kehilangan hasil panen. Kebijakan dan program ini dibutuhkan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menekan kehilangan hasil panen dan pascapanen.

5. Kebijakan dan program distribusi dan pemasaran

Kebijakan dan Program Agresif (SO). Kebijakan yang diperlukan adalah: (�) perbaikan jaringan transportasi untuk memperlancar arus barang, dan (2) peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur guna

Page 57: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

57

mendukung pengembangan industri pedesaan. Sedangkan program yang relevan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah: (�) demon­strasi teknologi pengolahan berbagai produk berbahan baku kedelai, dan (2) pelatihan penyuluh dalam bidang teknologi panen dan pascapanen.

Kebijakan dan Program Diversifikatif (WO). Alternatif kebijakan yang sesuai adalah: (�) penyaluran kredit lunak untuk pengadaan alat pengolahan, dan (2) penyaluran kredit lunak untuk alsintan pra­produksi dan produksi. Sedangkan program yang dibutuhkan untuk implementasi kebijakan tersebut adalah: (�) pengadaan dan per­baikan sarana angkutan darat, laut dan udara, dan (2) pembangunan dan perbaikan infrastruktur untuk mendukung kelancaran pemasa­ran hasil industri pangan.

Kebijakan dan Program Konsolidatif (ST). Alternatif kebijakan yang terkait adalah perbaikan jaringan transportasi untuk menekan biaya transportasi. Sedangkan program yang dibutuhkan untuk men­dukung implementasi kebijakan tersebut di atas adalah pengadaan dan perbaikan sarana angkutan darat, laut dan udara.

Kebijakan dan Program Defensif (WT). Alternatif kebijakan yang terkait adalah peningkatan pelaksanaan dan pengawasan tarif impor. Sedangkan program yang dibutuhkan untuk mendukung kebi­jakan tersebut adalah peningkatan kualitas SDM dan fasilitas dalam pelaksanaan pengawasan tarif impor. Kebijakan dan program ini di­butuhkan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada untuk meng­konsolidasikan manajemen distribusi dan pemasaran yang secara internal masih banyak kelemahan dan ancaman dari faktor eksternal pun masih cukup banyak.

6. Kebijakan dan program kelembagaan

Kebijakan dan Program Agresif (SO). Alternatif kebijakan yang diperlukan adalah: (�) pengembangan teknologi siap terap sebagai bahan penyuluhan, dan (2) peningkatan kemampuan dan keterampilan petani dalam penerapan teknologi pengolahan hasil. Sedangkan

Page 58: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

58

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

program yang relevan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah: (�) penyebarluasan teknologi siap terap dan alat peraga bagi penyuluh, dan (2) pelatihan petani dalam penerapan teknologi pengolahan hasil.

Kebijakan dan Program Diversifikatif (WO). Alternatif kebija­kan yang sesuai adalah: (�) fasilitasi kemitraan dalam penyediaan sarana produksi dan pemasaran hasil, dan (2) fasilitasi kemitraan dalam penyediaan sarana produksi dan pemasaran hasil. Sedangkan program yang dibutuhkan untuk implementasi kebijakan tersebut adalah: (�) pengembangan pola kemitraan dalam penyediaan sara­na produksi dan pemasaran hasil, dan (2) demplot inovasi teknologi baru dengan melibatkan peneliti­penyuluh­kelompok tani.

Kebijakan dan Program Konsolidatif (ST). Alternatif kebijakan yang terkait adalah revitalisasi kelembagaan permodalan dan alih teknologi. Sedangkan program yang dibutuhkan untuk mendukung implementasi kebijakan tersebut adalah pengembangan lembaga keuangan mikro (micro finance) guna mendukung alih teknologi.

Kebijakan dan Program Defensif (WT). Alternatif kebijakan yang terkait adalah percepatan revitalisasi kelompok tani guna meningkatkan kepercayaan petani. Sedangkan program yang dibu­tuhkan untuk mendukung kebijakan tersebut adalah pemberdayaan kelompok tani melalui konsolidasi manajemen kelompok dan penguatan modal kelompok.

Page 59: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

59

VII. PETA JALAN MENUJU PENCAPAIAN SASARAN PENGEMBANGAN

A. Peta Jalan Menuju Sasaran Jangka Menengah Kedelai merupakan salah satu komoditas industri baik industri

pangan maupun pakan. Produksi kedelai nasional cenderung menurun sejak tercapainya produksi tertinggi pada tahun �992 yang mencapai sekitar �,6 juta ton. Berkurangnya luas areal tanam adalah penyebab utama menurunnya produksi sekalipun produktivitas dapat ditingkatkan. Namun peningkatan produktivitaspun sangat lambat dan sulit karena belum ditemukannya varietas unggul baru yang mampu meningkatkan produktivitas secara nyata. Usahatani kedelai dihadapkan kepada resiko yang cukup tinggi dibandingkan dengan tanaman pangan lain sehingga kurang memiliki keunggulan kompetitif di tingkat on farm. Ancaman lain terhadap upaya peningkatan produksi kedelai adalah harga kedelai im­por yang lebih murah dan mudah diperoleh. Kondisi ini makin mendorong menurunnya produksi kedelai domestik pasca �992.

Varietas unggul baru (VUB) kedelai yang telah dilepas oleh Badan Litbang Pertanian, menunjukkan potensi hasil yang berkisar antara 2,0­2,5 ton biji kering/ha. Rendahnya produktivitas di tingkat petani antara lain disebabkan oleh penggunaan varietas lokal setempat dengan hasil rendah dan penggunaan benih produksi sendiri oleh petani. Di sisi lain, belum tersedianya benih bermutu secara luas dan belum diadopsinya teknologi spesifik lokasi secara luas turut berperan menyulitkan upaya peningkatan produktivitas kedelai.

Peluang peningkatan produksi kedelai menuju swasembada masih cukup besar terutama melalui peningkatan produktivitas dan perluasan area panen. Untuk memanfaatkan peluang tersebut diperlukan strategi, dukungan kebijakan dan program pengembangan yang kondusif yang mampu memberikan insentif bagi petani kedelai untuk meningkatkan produktivitas per satuan luas lahan. Oleh karenanya, peta jalan menuju pencapaian sasaran jangka menengah peningkatan produksi kedelai diawali dengan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menemu­kan inovasi teknologi baru pada masing­masing agroekosistem. Secara simultan program litbang diikuti dengan diseminasi dan promosi inovasi

Page 60: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

60

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

teknologi baru baik VUB maupun PTT kedelai di lahan kering maupun la­han sawah, diikuti dengan pembentukan jaringan pasar (Gambar 4).

Peta jalan pengembangan kedelai perlu dibuat secara cermat agar tahapan pengembangan dan langkah­langkah operasional tetap berada pada upaya pencapaian swasembada kedelai. Peta jalan menuju penca­paian sasaran jangka menengah menggambarkan lima program utama yaitu: (�) penelitian dan pengembangan, (2) diseminasi inovasi tekno­logi, (3) program aksi atau scaling up, (4) program masalisasi (produksi nasional), dan (5) pembentukan jaringan pasar. Pada hirarki ke­4 dan ke­5 masing­masing adalah calon penerima manfaat dan dampak yang diharapkan.

Program litbang diawali dengan pembentukan database dan deli­neasi lahan­lahan potensial yang sesuai untuk pengembangan kedelai. Secara simultan dilakukan perakitan teknologi produksi dengan pendeka­tan PTT. Sedangkan perakitan VUB baru kedelai masih diprioritaskan un­tuk mencapai target hasil per hektar mendekati potensi genetiknya. Peng­kayaan materi genetik dan plasma nutfah sangat penting untuk perbaikan varietas unggul baru untuk masing­masing agroekosistem. Perakitan va­rietas kedelai yang lebih toleran terhadap lahan kering masam dan lahan kering beriklim kering tetap menjadi prioritas untuk membantu petani agar memiliki pilihan varietas yang lebih luas dalam melakukan usahataninya. Perakitan VUB juga dirancang atas dasar kesesuaian terhadap preferen­si dan selera pengguna serta permintaan pasar (demand driven). Di sisi lain, VUB yang akan dihasilkan juga dirakit dengan pertimbangan setelah dilepas varietas tersebut mampu menciptakan pasar (demand driving). Untuk lebih memacu upaya peningkatan produktivitas, VUB kedelai tipe baru akan menjadi salah satu program unggulan ke depan.

Selanjutnya, untuk menekan risiko dalam usahatani dan memper­luas sumber pendapatan petani, maka kedelai perlu diusahakan terinte­grasi dengan komoditas lain termasuk ternak dalam suatu pola usahatani terpadu. Pada lahan kering, kedelai dapat diusahakan terintegrasi dengan tanaman lain seperti ubi kayu, padi gogo, jagung dan aneka kacang lainnya. Kedelai juga sangat potensial diusahakan dalam suatu sistem integrasi tanaman ternak bebas limbah (SITT­BL). Sisa tanaman pada saat panen dapat dijadikan pakan ternak terutama pada musim kemarau, sedangkan

Page 61: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

6�

pupuk kandang dan kompos sisa tanaman dapat dijadikan pupuk organik untuk memperkaya kandungan bahan organik dalam tanah.

Dari aspek diseminasi dan promosi, kegiatan difokuskan kepada upaya untuk mempercepat penyebaran dan adopsi inovasi teknologi. Program ini dapat dilakukan dengan penyuluhan langsung pada petani, ekspose, pameran, dan demontrasi di lahan petani (dem-farm). Demon­strasi teknologi di lahan petani dapat meliputi antara lain: teknologi budidaya dan teknologi penanganan hasil panen dan pascapanen termasuk pengolahan hasil sekunder. Selain dengan memperagakan secara langsung di lahan petani, pemasyarakatan inovasi teknologi kedelai juga dapat dilakukan melalui mass­media baik cetak maupun elektronik. Penerbitan dan penyebarluasan brosur, leaflet dan booklet dengan bahasa yang mudah mengerti oleh petani, diyakini mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam mela­kukan agribisnis kedelai. Pengembangan kedelai juga harus diikuti de­ngan program aksi, masalisasi atau program nasional dan diversifikasi pengembangan produk olahan di tingkat pedesaan.

Pada hirarki berikutnya, pengembangan jaringan pasar perlu dilaku­kan melalui penyediaan informasi pasar yang cepat dan akurat termasuk market intelligence dan membangun database tentang perkembangan pasar komoditas unggulan masing­masing daerah termasuk kedelai. Di sisi lain penganekaragaman produk olahan berbahan baku kedelai perlu diperluas dengan memperkuat jaringan pasar produk kedelai. Pemasaran kedelai di tingkat petani umumnya adalah dalam bentuk biji kering. Na­mun pada jangka menengah petani didorong untuk mampu menciptakan nilai tambah baik secara individu maupun berkelompok, misalnya dalam bentuk korporasi pengolahan kedelai. Dengan demikian, nilai tambah dari penanganan hasil ini dapat langsung diminati oleh petani sekaligus me­ningkatkan posisi tawar petani. Usaha berkelompok dapat dilakukan oleh petani dalam bentuk koperasi, korporasi, atau asosiasi yang berbadan hukum. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan akses kelompok usaha agribisnis kedelai terhadap sumber modal. Kinerja manajemen usaha pengolahan kedelai harus terus ditingkatkan sehingga bisnis komoditas ini dapat bersaing dengan bisnis komoditas lainnya sehingga kedelai mampu merebut kembali keunggulan kompetitifnya di tingkat on farm.

Page 62: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

62

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Gam

bar 4

. Pe

ta ja

lan

(roa

d m

ap) m

enuj

u sa

sara

n ja

ngka

men

enga

h (5

tahu

n ke

dep

an)

peng

emba

ngan

ked

elai

.

Page 63: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

63

Pada hirarki selanjutnya, penerima manfaat dari upaya pening­katan produksi kedelai adalah petani produsen yang mengembangkan sistem integrasi tanaman ternak dalam usaha tani terpadu bebas lim­bah (SITT-BL). Pengembangan diversifikasi vertikal melalui pengolah hasil tidak hanya bermanfaat bagi prosesor, juga petani dalam pola kemitraan yang saling membutuhkan dan menguntungkan. Mela­lui pengembangan model integrasi tanaman ternak ini petani akan mampu meningkatkan indek pertanaman dalam pola tanam setahun, memperluas sumber pendapatan, mengurangi risiko kegagalan dan sekaligus mempertahankan kesuburan tanah. Di sisi lain, pengusaha yang bergerak di bidang industri pengolahan juga mendapat keuntung­an dari proses peningkatan nilai tambah dan jaminan pasokan bahan baku melalui pola kemitraan yang disepakati oleh kedua belah pihak.

B. Peta Jalan Menuju Sasaran Jangka PanjangSasaran jangka panjang pengembangan kedelai adalah berkem­

bangnya industri pengolahan baik untuk pakan maupun industri pa­ngan di pedesaan yaitu antara 2,5­5,0% per tahun. Konsumsi kedelai diproyeksikan meningkat 2,0­2,55% per tahun sampai 2025. Sedangkan pendapatan rumah tangga tani diperkirakan akan terus meningkat dan mencapai US$ 2500/kk/tahun pada akhir program. Muara dari penca­paian sasaran jangka panjang peningkatan produksi dan pengembangan industri pengolahan kedelai adalah tumbuh dan berkembangnya nilai tambah dan ekonomi pedesaan. Dengan demikian muara dari manfaat tersebut adalah meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga tani dan masyarakat pedesaan. Namun demikian, pengem­bangan industri pengolahan kedelai di pedesaan hendaknya memper­hatikan daerah sentra produksi untuk menekan biaya transportasi kedelai sebagai bahan baku industri.

Peta jalan menuju sasaran jangka panjang pengembangan industri pengolahan kedelai di pedesaan disajikan pada Gambar 5. Empat keterkaitan utama dapat dilihat antara lain: (�) keterkaitan institusional (kelembagaan), (2) keterkaitan horisontal (diversifikasi horizontal), (3) keterkaitan vertikal (penciptaan nilai tambah melalui pengolahan hasil), (4) keterkaitan regional (pewilayahan komoditas unggulan dan industri pengolahannya). Keempat keterkaitan tersebut

Page 64: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

64

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

akan m emberikan dampak positif bagi calon penerima manfaat baik di tingkat produsen maupun konsumen akhir, di wilayah surplus maupun defisit berupa arus barang dan jasa yang lancar.

Semua hirarki dalam peta jalan tersebut, baik untuk jangka menengah maupun jangka panjang akan menjadi lintasan utama menuju peningkatan produksi dan pengembangan industri pengolahan kedelai di pedesaan. Muara dan manfaat dari peta jalan tersebut ber­ujung kepada membaiknya tingkat pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga tani dan masyarakat di pedesaan.

Keterkaitan institusional atau kelembagaan merupakan pra­syarat (pre-requisite) dan pilar utama pengembangan agribisnis komoditas kedelai baik sebagai bahan baku maupun produk olahan industri pangan maupun pakan. Keterkaitan kelembagaan meliputi: (�) revitalisasi kelemba­gaan petani, (2) revitalisasi program penyuluhan untuk percepatan proses diseminasi dan adopsi inovasi teknologi pertanian, (3) pemberdayaan kelembagaan permodalan pertanian, (4) konsolidasi manajemen usaha agribisnis dalam bentuk sistem usaha agribisnis korporasi (integrated corporate agribusiness system, ICAS), dan (5) pengembangan sistem agribisnis kemitraan yang saling membutuhkan, menguntungkan dan saling ketergantungan, serta dikehendaki oleh kedua belah pihak.

Sedangkan keterkaitan horizontal dalam pengembangan kedelai adalah pelaksanaan program peningkatan produksi dan pengemban­gan industri pengolahan secara konsisten yang diawali dengan: (�) ka­rakterisasi dan dileniasi agroekosistem yang sesuai (agro­ecosystem zoning, AEZ), (2) varietal selection and testing, (3) penelitian dan peng­kajian (litkaji) PTT kedelai untuk masing­masing agroekosistem atau yang bersifat spesifik lokasi, dan (4) integrasi kedelai ke dalam sistem usahatani terpadu di tingkat petani. PTT spesifik lokasi kedelai dapat menggunakan varietas unggul baru dengan potensi hasil tinggi yang mendekati potensi genetiknya.

Pengembangan sistem usahatani tumpang sari dalam pola seta­hun pada sentra­sentra produksi kedelai. Mengintegrasikan kedelai ke dalam sistem integrasi tanaman ternak bebas limbah (SITT­BL) terutama di lahan kering yang pada umumnya kurang subur dapat memperluas dan memperkuat sumber pendapatan rumah tangga tani di wilayah ini.

Page 65: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

65

Gam

bar 5

. Pe

ta ja

lan

(roa

d m

ap) m

enuj

u pe

ncap

aian

sas

aran

jang

ka p

anja

ng 2

0 ta

hun

ke d

epan

.

Page 66: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

66

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Sedangkan pada lahan irigasi pada umumnya kedelai diusahakan setelah usahatani padi. Sistem integrasi ini akan mendorong produksi produk sampingan secara in-situ seperti sisa tanaman sebagai pa­kan ternak, limbah dan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk memperkaya bahan organik tanah. Masih terbuka kemungkinan untuk memproduksi biogas melalui dekompos limbah samping dari sistem ini. Pengembangan SITT­BL, dapat dilakukan melalui pola kemitraan dengan pihak swasta. Oleh karena itu, konsolidasi usaha antarpetani dalam bentuk kelompok usaha agribisnis terpadu (KUAT) yang dike­mas ke dalam sistem usaha agribisnis korporasi terpadu (integrated corporate agribusiness system, ICAS) merupakan jalan keluar untuk meningkatkan posisi tawar petani dan segera keluar dari perangkap kemiskinan baik sementara maupun permanen.

Pengembangan keterkaitan vertikal dalam produksi dan industri pengolahan kedelai dimaksudkan untuk menciptakan nilai tambah di tingkat petani melalui penerapan inovasi teknologi pengolahan hasil baik primer maupun skunder yang meliputi: (�) pengembangan diver­sifikasi produk olahan kedelai, (2) pengembangan industri pengolahan di pedesaan, dan 3) pemanfaatan limbah pengolahan kedelai sebagai pakan ternak dan pangan seperti oncom sebagai salah satu sumber protein. Percepatan program pengembangan industrialisasi pedesaan akan memberikan arah pada pemanfaatan kedelai dalam menciptakan nilai tambah di pedesaan. Proses penciptaan nilai tambah ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya ekonomi pedesaan. Program ini tentu harus dipicu oleh kebijakan yang bias kepada pedesaan.

Dalam hirarki keempat, diperlukan dileniasi wilayah pengem­bangan kedelai antar wilayah sebagai komoditas unggulan. Untuk mendukung memasarkan hasil produksi dan produk olahan secara luas perlu penguatan dan peningkatan infrastruktur dan jasa angku­tan antar pulau maupun wilayah. Peningkatan aksesibilitas terhadap pasar diharapkan mampu meningkatkan arus barang dan jasa melalui perdagangan antara wilayah surplus dan wilayah defisit. Kelancaran arus barang dan jasa akan memacu pertumbuhan ekonomi regional.

Page 67: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

67

Muara dari semua program yang dicanangkan tersebut di atas adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat khususnya petani kedelai dan keluarganya serta masyarakat pedesaan. Sasaran lain dalam pengembangan industri pengolahan kedelai adalah tersedianya lapangan kerja bagi angkatan kerja pedesaan guna mengurangi beban sektor pertanian yang selalu menjadi tumpuan terakhir dalam pemecahan masalah ketenagakerjaan.

Page 68: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

68

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

VIII. KELAYAKAN INVESTASIDalam upaya mencapai sasaran produksi yang ditargetkan

seperti terlihat pada Tabel 6­8, maka ditempuh tiga skenario, yaitu skenario �, skenario 2, dan skenario 3. Masing­masing skenario mempunyai target waktu pencapaian swasembada yang berbeda. Skenario � menargetkan swasembada kedelai pada tahun 2020, skenario 2 pada tahun 20�5, dan skenario 3 ditargetkan untuk mencapai swasembada pada tahun 2025. Untuk mencapai sasaran dari ketiga skenario tersebut, pertumbuhan areal panen dan produktivitas dirancang berbeda.

A. Analisis Investasi Berdasarkan Skenario 1

Seperti terlihat pada Tabel 5, bahwa untuk skenario �, per­tumbuhan areal panen ditargetkan menurun dari rata­rata �0% per tahun selama periode lima tahun pertama (2005­20�0), menjadi 7,5%, 5,0%, dan 3,5% per tahun berturut­turut pada periode lima tahun kedua, ketiga, dan keempat. Selama 20 tahun pengembangan, pertumbuhan areal panen diharapkan rata­rata 6,50% per tahun. Di samping itu, produktivitas ditargetkan tumbuh rata­rata 2,25% per tahun selama periode 2005­2025, sehingga produksi diharapkan tumbuh rata­rata 8,93% per tahun selama periode yang sama. Dengan skenario ini, diharapkan pada tahun 2020 produksi mencapai sekitar 3,07 juta ton, sedangkan konsumsi kedelai dalam negeri diproyek­sikan 3,02 juta ton. Pada posisi tersebut, Indonesia sudah mencapai swasembada kedelai, bahkan terdapat surplus sekitar 50 ribu ton.

Untuk mencapai sasaran pengembangan tersebut, diperlukan berbagai investasi. Di tingkat usahatani, diperlukan sarana dan alsintan seperti traktor, mesin perontok, pengering, dan sumur pantek untuk pengairan. Selain sarana fisik, juga diperlukan investasi untuk penelitian dan pengembangan (Litbang) dalam merakit teknologi baru, serta investasi untuk revitalisasi penyuluhan.

Page 69: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

69

Investasi traktor digunakan untuk penanaman seluruh tanaman semusim, seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah atau sayuran, dalam satu siklus pola tanam setahun, sehingga beban biaya investasi untuk kedelai diperkirakan 30% dari total nilai investasi traktor. Demikian juga untuk pengering yang dapat digunakan untuk mengeringkan berbagai komoditas pertanian, sehingga hanya 30% yang dibebankan pada pengembangan kedelai. Untuk sumur, penggunaannya juga diharapkan pada 2 musim palawija, sehingga pembebanannya pada pengembangan kedelai sebesar 50%. Untuk investasi penyuluhan, pembebanannya juga seperti pengering, yaitu 30%. Sedangkan untuk mesin perontok dan investasi Litbang khusus digunakan untuk kedelai, sehingga bebannya �00% untuk kedelai. Investasi untuk alsintan dan sumur mulai dilakukan pada tahun awal berdasarkan luas areal pertanaman kedelai.

Diasumsikan umur ekonomi alsintan 5 tahun, sehingga setelah berumur lima tahun dilakukan penggantian alsintan, termasuk mesin pompa sumur pantek. Selain pembelian, juga dibutuhkan biaya pemeliharaan dan operasional yang nilainya masing­masing diperkirakan 5% per tahun dari biaya pengadaan alat. Secara lebih rinci, kebutuhan investasi untuk pengembangan kedelai berdasarkan skenario � adalah seperti disajikan Tabel �2.

Seperti terlihat pada Tabel �2, bahwa investasi yang besar diperlukan pada tahun awal (2005) dan tiap lima tahun berikutnya. Sedangkan tahun­tahun di antaranya tambahan investasi dilakukan berdasarkan tambahan areal tanam kedelai. Selama periode 20 tahun pengembangan, kumulatif biaya investasi yang dibutuhkan untuk kedelai secara kumulatif adalah sekitar Rp 393 miliar untuk traktor, Rp 2,73 triliun untuk mesin perontok, Rp 3,73 triliun untuk mesin pengering, dan Rp 4,�7 triliun untuk sumur pantek. Selain itu, masih dibutuhkan biaya investasi untuk kegiatan penelitian dan pengembangan kedelai sebesar Rp 89 miliar, dan Rp 54 miliar untuk kegiatan penyuluhan. Secara keseluruhan, total biaya investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan kedelai selama 20 tahun ke depan berdasarkan skenario � adalah sekitar Rp ��,�6 triliun.

Page 70: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

70

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Tabel �2. Kebutuhan investasi untuk pencapaian sasaran produksi berdasar­kan skenario �.

Area Provitas Prod Investasi (Rp Milliar)Tahun (000 ha) (t/ha) (000 t) traktor perontok pengering Sumur Litbang Pnylhn Total2005 569 �,33 757 �8,67 99,33 �39,06 29�,6� 2,50 �,50 5532006 626 �,39 870 3,72 24,82 34,74 52,35 2,63 �,58 �202007 688 �,45 �.000 4,�7 29,�4 40,79 5�,37 2,76 �,65 �302008 757 �,52 �.�49 4,66 34,09 47,72 57,55 2,89 �,74 �492009 833 �,59 �.32� 5,20 39,92 55,89 64,53 3,04 �,82 �7020�0 896 �,63 �.456 26,20 �49,95 2�9,40 3�3,79 3,�9 �,9� 7�420�� 963 �,67 �.604 9,74 70,�9 99,�9 �09,86 3,35 2,0� 29420�2 �.035 �,7� �.768 �0,74 80,07 ��3,03 ��5,29 3,52 2,�� 32520�3 �.��3 �,75 �.948 ��,85 9�,47 �28,98 �27,43 3,69 2,22 36620�4 �.�96 �,79 2.�46 �3,09 �04,6� �47,38 �40,94 3,88 2,33 4�220�5 �.256 �,82 2.287 33,64 200,80 273,35 380,96 4,07 2,44 89520�6 �.3�9 �,85 2.438 �5,38 ��6,00 �62,47 �53,�9 4,28 2,57 45420�7 �.385 �,88 2.598 �6,42 �26,73 �77,49 �57,9� 4,49 2,69 48620�8 �.454 �,90 2.769 �7,57 �38,66 �94,20 �69,67 4,7� 2,83 52820�9 �.526 �,93 2.95� �8,8� �5�,94 2�2,79 �82,47 4,95 2,97 5742020 1.580 1,94 3.069 41,88 254,77 325,00 452,63 5,20 3,12 1.083202� �.635 �,95 3.�93 20,92 �57,82 2�7,92 �9�,�� 5,46 3,27 5972022 �.692 �,96 3.32� 2�,88 �67,32 23�,23 �93,64 5,73 3,44 6232023 �.752 �,97 3.454 22,90 �77,6� 245,63 203,73 6,02 3,6� 6602024 �.8�3 �,98 3.593 24,00 �88,73 26�,20 2�4,5� 6,32 3,79 6992025 �.876 �,99 3.737 5�,69 32�,94 40�,47 544,29 6,63 3,98 �330

Total 393 2.726 3.729 4.169 89,30 53,58 11.160

Di sisi lain, nilai tambahan produksi yang dihasilkan dari investasi tersebut secara kumulatif adalah sekitar Rp 2�,47 triliun, sehingga ting­kat pengembalian investasi (Return of Investment=ROI) sebesar �,92. Ini berarti bahwa tiap Rp �000 biaya yang dikeluarkan untuk investasi diperoleh tambahan penerimaan dari nilai produksi sebesar Rp �920. Dengan kata lain, kegiatan investasi untuk pengembangan kedelai de­ngan skenario � cukup layak dilakukan, karena diperoleh keuntungan dari investasi sekitar 92% dari total biaya investasi.

Page 71: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

7�

Dengan skenario ini, swasembada kedelai tercapai pada tahun ke­�5. Jika program dilaksanakan pada tahun 2005, maka swasembada dicapai pada tahun 2020. Secara mikro di tingkat usahatani, investasi ini juga cukup layak, yang dicerminkan oleh nilai perimbangan penerimaan terhadap total biaya (R/C), yaitu terus meningkat dari �,34 pada tahun awal menjadi 2,5� pada tahun ke­�0 program, dan 3,52 pada tahun ke­20 program. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa program pengembangan kedelai dengan skenario � layak dilakukan, baik dalam pencapaian swasembada pada tahun ke­�5, kriteria ROI secara makro, dan R/C secara mikro. Secara lebih rinci, analisis kelayakan investasi berdasarkan skenario � disajikan pada Tabel �3.

Tabel �3. Analisis kelayakan investasi pengembangan kedelai berdasarkan skenario �.

Tahun Biaya Biaya Tot Biaya Nilai Produksi Nilai Tb Prod R/C Invest Variable (Rp M) (Rp M) (Rp M) 2005 553 �.707 2.260 3.027 �,342006 �20 �.878 �.998 3.567 540 �,792007 �30 2.065 2.�95 4.202 636 �,9�2008 �49 2.272 2.42� 4.95� 749 2,052009 �70 2.499 2.670 5.834 883 2,�920�0 7�4 2.687 3.40� 6.589 755 �,9420�� 294 2.888 3.�83 7.442 853 2,3420�2 325 3.�05 3.430 8.405 963 2,4520�3 366 3.338 3.703 9.492 �.088 2,5620�4 4�2 3.588 4.000 �0.72� �.229 2,6820�5 895 3.767 4.663 ��.7�2 99� 2,5�20�6 454 3.956 4.4�0 �2.794 �.082 2,9020�7 486 4.�54 4.639 �3.976 �.�82 3,0�20�8 528 4.36� 4.889 �5.267 �.29� 3,�220�9 574 4.579 5.�53 �6.678 �.4�� 3,242020 1083 4.740 5.822 17.781 1.104 3,05202� 596 4.905 5.502 �8.958 �.�77 3,452022 623 5.077 5.700 20.2�3 �.255 3,552023 659 5.255 5.9�4 2�.550 �.338 3,642024 699 5.439 6.�37 22.976 �.426 3,742025 �.330 5.629 6.959 24.497 �.52� 3,52Total ��.�60 77.888 89.048 260.63� 2�.470

ROI = 1,92

Page 72: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

72

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

B. Analisis Investasi Berdasarkan Skenario 2Dalam skenario 2, target waktu pencapaian swasembada

kedelai adalah tahun ke­�0 program atau tahun 20�5, jika program dimulai tahun 2005. Untuk mencapai sasaran tersebut, pertumbuhan areal tanam adalah �2,5% per tahun pada periode lima tahun pertama (2005­20�0), selanjutnya �0%, 5%, dan �,5% per tahun berturut­turut pada pariode lima tahun kedua, ketiga dan keempat. Rata­rata pertum­buhan areal tanam selama 20 tahun program adalah 7,25% per tahun. Sedangkan pertumbuhan produktivitas sama seperti pada skenario �, yaitu rata­rata 2,25% per tahun selama periode 2005­2025.

Dengan metoda perhitungan yang sama dengan skenario �, maka kebutuhan biaya investasi selama 20 tahun program, berdasar­kan skenario 2 adalah seperti disajikan pada Tabel �4. Tabel �4. Kebutuhan investasi untuk pencapaian sasaran produksi ber­

dasarkan skenario 2.Tahun Area Provitas Produksi Investasi (Rp. Miliar) (000 ha) (t/ha) (000 t) Traktor Perontok Pengering Sumur Litbang Pnylhn Total2005 569 �,33 757 �8,67 99,33 �39,06 3�2,95 2,50 �,50 5742006 640 �,39 890 4,20 27,48 38,47 97,80 2,63 �,58 �722007 720 �,45 �.046 4,82 33,0� 46,22 ��2,�4 2,76 �,65 20�2008 8�0 �,52 �.230 5,5� 39,54 55,35 �27,85 2,89 �,74 2332009 9�� �,59 �.446 6,3� 47,40 66,36 �45,97 3,04 �,82 27�20�0 �.003 �,63 �.630 27,53 �59,05 239,87 4�8,8� 3,�9 �,9� 85020�� �.�03 �,67 �.838 ��,92 84,70 ��2,9� 254,06 3,35 2,0� 46920�2 �.2�3 �,7� 2.072 �3,45 98,84 �3�,24 285,7� 3,52 2,�� 53520�3 �.334 �,75 2.336 �5,2� ��5,49 �52,77 32�,70 3,69 2,22 6��20�4 �.468 �,79 2.634 �7,20 �35,�0 �78,08 362,6� 3,88 2,33 6992015 1.541 1,82 2.807 35,53 215,43 278,89 598,18 4,07 2,44 1.13520�6 �.6�8 �,85 2.992 �8,79 �4�,9� �73,26 42�,0� 4,28 2,57 76220�7 �.699 �,88 3.�89 20,34 �57,02 �90,26 452,67 4,49 2,69 82720�8 �.784 �,90 3.398 22,06 �74,�� 209,28 487,62 4,7� 2,83 90�20�9 �.873 �,93 3.622 23,96 �93,43 230,59 526,2� 4,95 2,97 9822020 �.902 �,94 3.694 43,04 263,94 27�,62 769,33 5,20 3,�2 �.356202� �.930 �,95 3.768 22,55 �7�,95 �80,67 544,35 5,46 3,27 9282022 �.959 �,96 3.844 23,40 �80,85 �87,94 562,03 5,73 3,44 9632023 �.988 �,97 3.92� 24,30 �90,49 �95,57 580,88 6,02 3,6� �.00�2024 2.0�8 �,98 4.000 25,26 200,9� 203,55 600,96 6,32 3,79 �.04�2025 2.048 �,99 4.080 5�,88 323,87 297,25 944,39 6,63 3,98 �.628Total investasi 435,9� 3.053,84 3.579,2� 8.927,22 89,30 53,58 �6.�39

Page 73: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

73

Dari Tabel �4 terlihat bahwa secara kumulatif selama 20 tahun program, biaya investasi yang besar dibutuhkan pada tahun pertama, dan setiap lima tahun berikutnya. Seperti halnya pada skenario �, pada tahun­tahun diantaranya investasi dilakukan berdasarkan tambahan areal tanam. Biaya investasi yang dibutuhkan sesuai dengan Skenario 2 adalah masing­masing Rp 436 miliar untuk traktor, Rp 3,05 triliun untuk mesin perontok, Rp 3,58 triliun untuk mesin pengering, dan Rp 8,93 triliun untuk sumur pantek. Sedangkan biaya investasi untuk Litbang dan penyuluhan masing­masing Rp 89 miliar dan Rp 54 miliar. Dengan demikian, secara kumulatif total biaya investasi yang dibutuhkan selama 20 tahun program pengembangan kedelai adalah Rp �6,�4 triliun.

Dari segi penerimaan, tambahan nilai produksi yang diperoleh dari program pengembangan kedelai selama periode yang sama adalah Rp 35,58 triliun. Dengan demikian, nilai ROI dari program pengembangan kedelai ini adalah 2,20. Angka ini menunjukkan bahwa program pengem­bangan kedelai dengan menggunakan skenario 2 sangat layak. Karena setiap Rp �000 biaya yang dikeluarkan untuk investasi, diperoleh tam­bahan penerimaan Rp 2.200. Dari sisi usahatani secara mikro, kegiatan investasi ini juga sangat layak. Hal ini dicerminkan oleh nilai R/C, yaitu �,99 pada awal tahun, kemudian meningkat menjadi 4,07 pada tahun ke­�0 dan 6,63 pada tahun ke­20, seperti disajikan pada Tabel �5.

C. Analisis Investasi Berdasarkan Skenario 3

Dalam skenario 3, target waktu pencapaian swasembada kedelai adalah tahun ke­�7 program atau tahun 2022, jika program dimulai tahun 2005. Untuk mencapai sasaran tersebut, pertumbuhan areal tanam adalah 7,5% per tahun pada periode 2005­2009 dan periode 20�0­20�4. Kemudian laju peningkatan areal tanam kedelai tersebut turun menjadi rata­rata 5,0% dan 3,25% masing­masing untuk periode 20�5­2029 dan 2020­2025 (Tabel �5). Sedangkan pertumbuhan produktivitas sama seperti pada skenario �, yaitu rata­rata 2,25% per tahun selama periode 2005­2025.

Dengan metoda perhitungan yang sama dengan skenario 2, maka kebutuhan biaya investasi selama 20 tahun program, berdasarkan skenario 3 adalah seperti disajikan pada Tabel �6.

Page 74: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

74

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Tabel �5. Analisis kelayakan investasi pengembangan kedelai ber­dasarkan skenario 2.

Tahun Biaya Biaya Tot Biaya Nilai Produksi Nilai Tb Prod R/C

Invest Variable (Rp M) (Rp M) (Rp M)

2005 574 �.707 2.28� 4.54� ­ �,99

2006 �72 �.920 2.093 5.472 93� 2,6�

2007 20� 2.�60 2.36� 6.593 �.�22 2,79

2008 233 2.430 2.663 7.945 �.352 2,98

2009 27� 2.734 3.005 9.574 �.629 3,�9

20�0 850 3.008 3.858 ��.064 �.49� 2,87

20�� 469 3.308 3.777 �2.787 �.723 3,39

20�2 535 3.639 4.�74 �4.778 �.99� 3,54

20�3 6�� 4.003 4.6�4 �7.078 2.30� 3,70

20�4 699 4.404 5.�03 �9.737 2.659 3,87

20�5 �.�35 4.624 5.758 2�.56� �.824 3,74

20�6 762 4.855 5.6�7 23.553 �.992 4,�9

20�7 827 5.098 5.925 25.729 2.�76 4,34

20�8 90� 5.353 6.253 28.�06 2.377 4,49

20�9 982 5.620 6.602 30.703 2.597 4,65

2020 �.356 5.705 7.06� 32.�03 �.399 4,55

202� 928 5.790 6.7�8 33.566 �.463 5,00

2022 963 5.877 6.840 35.096 �.530 5,�3

2023 �.00� 5.965 6.966 36.695 �.600 5,27

2024 �.04� 6.055 7.095 38.368 �.672 5,4�

2025 �.628 6.�45 7.773 40.��6 �.749 5,�6

Total 16.139 90.401 10.6540 455.164 35.576

ROI = 2,20

Page 75: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

75

Tabel �6. Kebutuhan investasi untuk pencapaian sasaran produksi berdasarkan skenario 3.

Dari Tabel �6 terlihat bahwa secara kumulatif selama 20 tahun program, biaya investasi yang besar dibutuhkan pada tahun pertama, dan setiap lima tahun berikutnya. Biaya investasi yang dibutuhkan sesuai dengan Skenario 3 adalah masing­masing Rp 368 miliar untuk traktor, Rp 2,73 triliun untuk mesin perontok, Rp 3,43 triliun untuk mesin pengering, dan Rp 4,99 triliun untuk sumur pantek. Sedangkan biaya investasi untuk Litbang dan penyuluhan masing­masing Rp 89 miliar dan Rp 54 miliar. Dengan demikian, secara kumulatif total biaya investasi yang dibutuhkan selama 20 tahun program pengembangan kedelai adalah Rp ��,66 triliun.

Tahun Area Provitas Produksi Investasi (Rp. Miliar)

(000 ha) (t/ha) (000 t) Traktor Perontok Pengering Sumur Litbang Pnylhn Total2005 569 �,33 757 �8,67 �65,54 �39,06 298,73 2,50 �,50 6262006 6�2 �,39 850 3,24 28,54 3�,0� 5�,80 2,63 �,58 ��92007 658 �,45 955 3,55 3�,87 35,56 56,74 2,76 �,65 �322008 707 �,52 �.073 3,86 35,47 40,6� 6�,79 2,89 �,74 �462009 760 �,59 �.205 4,2� 39,62 46,42 67,35 3,04 �,82 �6220�0 8�7 �,63 �.328 25,74 �53,06 2�2,06 327,27 3,�9 �,9� 72320�� 878 �,67 �.463 8,70 69,89 89,46 �24,50 3,35 2,0� 29820�2 944 �,7� �.6�2 9,49 78,�� �00,97 �35,83 3,52 2,�� 33020�3 �.0�5 �,75 �.777 �0,36 87,47 ��4,08 �48,32 3,69 2,22 36620�4 �.09� �,79 �.958 ��,32 98,�4 �29,0� �62,09 3,88 2,33 40720�5 �.�45 �,82 2.086 32,76 200,68 260,96 4�7,28 4,07 2,44 9�820�6 �.203 �,85 2.223 �4,2� ��3,23 �49,00 �96,2� 4,28 2,57 47920�7 �.263 �,88 2.370 �5,�6 �23,0� �62,70 209,39 4,49 2,69 5�720�8 �.326 �,90 2.525 �6,20 �33,90 �77,94 223,74 4,7� 2,83 55920�9 �.392 �,93 2.692 �7,34 �46,0� �94,90 239,36 4,95 2,97 6062020 �.438 �,94 2.793 40,60 25�,�7 305,28 5�5,97 5,20 3,�2 �.�2�202� �.484 �,95 2.898 �9,29 �5�,06 �98,37 26�,66 5,46 3,27 6392022 �.533 �,96 3.007 20,�4 �59,45 2�0,�� 273,�7 5,73 3,44 6722023 �.582 �,97 3.�2� 2�,03 �68,5� 222,8� 285,45 6,02 3,6� 7072024 �.634 �,98 3.238 2�,99 �78,32 236,53 298,55 6,32 3,79 7462025 �.687 �,99 3.360 49,90 3�3,76 372,�7 635,�4 6,63 3,98 �.382Total investasi 368 2.727 3.429 4.990 89,30 53,58 11.657

Page 76: Kedelai Bagian b

AGRO INOVASI

76

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai

Dari segi penerimaan, tambahan nilai produksi yang diperoleh dari program pengembangan kedelai selama periode yang sama adalah Rp 35,62 triliun. Dengan demikian, nilai ROI dari program pengembangan kedelai ini adalah 2,44. Angka ini menunjukkan bahwa program pengembangan kedelai dengan menggunakan skenario 3 sangat layak. Karena setiap Rp �.000 biaya yang dikeluarkan untuk investasi, diperoleh tambahan penerimaan Rp 2.440. Dari sisi usahatani secara mikro, kegiatan investasi ini juga sangat layak. Hal ini dicerminkan oleh nilai R/C, yaitu �,95 pada awal tahun, kemudian meningkat menjadi 3,68 pada tahun ke­�0 dan 5,�3 pada tahun ke­20, seperti disajikan pada Tabel �7. Tabel �7. Analisis kelayakan investasi pengembangan kedelai

berdasarkan skenario 3. Tahun Biaya Biaya Tot Biaya Nilai Prod N.Tb Prod R/C Invest Variable (Rp M) (Rp M) (Rp M) 2005 626 �.707 2.333 4.54� �,952006 ��9 �.835 �.954 5.228 688 2,682007 �32 �.973 2.�05 6.020 792 2,862008 �46 2.�2� 2.267 6.932 9�2 3,062009 �62 2.280 2.442 7.982 �.050 3,2720�0 723 2.45� 3.�74 9.0�5 �.033 2,8420�� 298 2.634 2.932 �0.�82 �.�67 3,4720�2 330 2.832 3.�62 ��.499 �.3�8 3,6420�3 366 3.044 3.4�� �2.988 �.488 3,8�20�4 407 3.273 3.679 �4.669 �.68� 3,9920�5 9�8 3.436 4.355 �6.024 �.355 3,6820�6 479 3.608 4.088 �7.504 �.48� 4,2820�7 5�7 3.789 4.306 �9.�22 �.6�7 4,4420�8 559 3.978 4.537 20.889 �.767 4,6020�9 606 4.�77 4.782 22.8�8 �.930 4,772020 �.�2� 4.3�3 5.434 24.270 �.45� 4,47202� 639 4.453 5.092 25.8�3 �.544 5,072022 672 4.598 5.270 27.455 �.642 5,2�2023 707 4.747 5.454 29.202 �.746 5,352024 746 4.90� 5.647 3�.059 �.857 5,502025 �.382 5.06� 6.442 33.034 �.975 5,�3Total ��.657 7�.209 82.866 356.247 28.494

ROI = 2,44

Page 77: Kedelai Bagian b

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kedelai AGRO INOVASI

77

IX. IMPLIKASI KEBIJAKAN

Implikasi kebijakan pengembangan kedelai untuk mening­katkan produksi kedelai dalam negeri meliputi:

�. Kebijakan makro mendorong pengembangan kedelai di dalam negeri dengan memberlakukan tarif impor yang cukup tinggi dan menetapkan harga kedelai terendah di tingkat petani yang sesuai dengan perkembangan pasar agar keuntungan yang diperoleh petani layak dan memadai.

2. Kemudahan prosedur untuk mengakses modal kerja (kredit usaha) bagi petani dan swasta yang berusaha dalam bidang agribisnis kedelai.

3. Kebijakan alokasi sumber daya (SDM, anggaran) yang memadai dalam kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) dalam rangka menghasilkan teknologi tepat guna.

4. Percepatan alih teknologi/diseminasi hasil penelitian. PTT kedelai perlu diimplementasikan di daerah sentra produksi kedelai di Indonesia. Percepatan penerapan teknologi di ting­kat petani melalui revitalisasi tenaga penyuluh pertanian.

5. Pembinaan/pelatihan produsen/penangkar benih dalam aspek teknis (produksi benih), manajemen usaha perbenihan serta pengembangan pemasaran benih. Penyediaan kredit usaha perbenihan bagi produsen dan calon produsen benih.

6. Mendorong/membina pengembangan usaha kecil/rumah tangga dalam subsistem hilir (pengolahan produk tahu, tempe, kecap, tauco, susu) untuk menghasilkan produk olahan yang bermutu tinggi sesuai dengan tuntutan konsumen.

7. Pengembangan sarana dan prasarana infrastruktur pertanian secara umum (pembukaan sawah/lahan pertanian baru, pem­buatan fasilitas irigasi dan jalan mendorong pengembangan kedelai di dalam negeri.