Download - Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Transcript
Page 1: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Acara III

KECAP IKAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama: Yosia

NIM: 13.70.0122

Kelompok: A4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

Page 2: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Tulang dan kepala ikan dihancurkan

1. MATERI METODE

1.1. Alat dan bahan

Bahan : tulang dan kepala ikan, enzim papain komersial, garam, gula kelapa dan

bawang putih

Alat : blender, pisau, toples ukuran 300 ml, kain saring ukuran 30x30, pengaduk

kayu, dan lakban bening

1.2. Metode

1

Sebanyak 50 gram bahan dimasukkan ke dalam toples berisi 250 ml air

Enzim papain ditambahkan ke dalam toples dengan konsentrasi 0,2% (kelompok A1),

konsentrasi 0,4% (kelompok A2), konsentrasi 0,6% (kelompok A3), konsentrasi 0,8%

(kelompok A4); konsentrasi 1% (kelompok A5)

Page 3: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Toples diinkubasi pada suhu ruang selama 4 hari

Hasil fermentasi disaring

Filtrat direbus sampai mendididh selama 30 menit

Page 4: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Setelah filtrat mendidih, ditambahkan 50 gram bawang putih, 50 gram garam, dan 3 butir

gula kelapa. Filtrat tetap diaduk diatas kompor selama 30 menit.

Setelah dingin hasil perebusan disaring

Page 5: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

Dilakukan pengamatan uji sensori berupa warna, rasa, dan aroma kecap

Page 6: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan praktikum kecap ikan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Tabel Pengamatan Kecap Ikan

Kel Perlakuan Warna Rasa Aroma Penampakan Salinitas %A1 Enzim papain 0,2 % ++++ ++++ +++ ++++ -A2 Enzim papain 0,4 % ++++ +++++ +++ ++++ -A3 Enzim papain 0,6 % ++++ +++++ +++ ++++ -A4 Enzim papain 0,8 % ++++ ++++ ++ ++++ -A5 Enzim papain 1 % ++++ ++++ +++++ +++ -

Keterangan:Warna Rasa Aroma+ : tidak coklat gelap + : sangat tidak asin + : sangat tidak tajam++ : kurang coklat gelap ++ : kurang asin ++ : kurang tajam+++ : agak coklat gelap +++ : agak asin +++ : agak tajam++++ : coklat gelap ++++ : asin ++++ : tajam+++++ : sangat coklat gelap +++++ : sangat asin +++++ : sangat tajam

Penampakan+ : sangat cair++ : cair+++ : agak kental++++ : kental+++++ : sangat kental

Pada table hasil pengamatan kecap ikan, perlakuan enzim papain yang ditambahkan

berbeda-beda untuk kelompok A1 ditambahkan dengan enzim papain 0,2%, kelompok

A2 ditambahkan enzim papain 0,4%, kelompok A3 ditambahkan enzim papain 0,6%,

kelompok A4 ditambahkan enzim papain 0,8%, dan kelompok A5 ditambahkan enzim

papain 1%. Setelah itu dilakukan uji sensorik yang meliputi warna, rasa, aroma,

penampakan dan salinitas. Pada uji warna yang dilakukan, semua kelompok

memperoleh warna coklat gelap. Pada uji rasa, untuk kelompok A1, A4, dan A5 rasa

yang diperoleh adalah asin, dan pada kelompok A2, dan A3 rasanya sangat asin. Pada

uji aroma untuk kelompok A1, A2, dan A3 aromanya yang diperoleh agak tajam,

kelompok A4 aromanya kurang tajam dan kelompok A5 aromanya sangat tajam. Pada

uji penampakan untuk kelompok A1, A2, A3, dan A4 memperoleh penampakan kental,

dan pada kelompok A5 agak kental. Kemudian pada uji salinitas semua kelompok tidak

terdapat % salinitas.

5

Page 7: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3. PEMBAHASAN

Kecap ikan (fish sauce) merupakan produk dari hasil hidrolisa ikan yang dimana proses

hidrolisisnya dapat dihasilkan melalui proses fermentasi ataupun dengan proses

penambahan garam, enzim, maupun bahan kimia. Kecap ikan memiliki ciri-ciri yaitu

bentuknya cair (liquid), dan berwarna coklat yang memiliki bau dan rasa yang khas

serta banyak mengandung nitrogen terlarut dan garam. Menurut Elmer et al (2005),

kecap ikan yang dibuat melalui proses irradiasi akan memiliki kualitas yang lebih baik

dibandingkan dengan kecap ikan yang dibuat tanpa menggunakan proses irradiasi.

Kecap ikan hanya ada satu macam yaitu kecap asin, berbeda dengan kecap manis yang

berasal dari bahan baku nabati. Selain dari jenisnya, perbedaan kecap ikan dengan kecap

yang berasal dari bahan nabati juga terdapat pada warnanya. Kecap asin yang dihasilkan

dari bahan hewani memiliki warna kekuningan, coklat hingga coklat muda, sedangkan

kecap manis berwarna merah kecoklatan. Kualitas kecap ikan yang dihasilkan

ditentukan oleh jumlah garam yang digunakan dan lamanya proses fermentasi. Hal

tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Afrianto & Liviawaty (1989).

Menurut Fakunle Olubunmi et al (2010) dari jurnalnya yang berjudul Preliminary

Production Of Sauce From Clupeids mengatakan bahwa kecap ikan adalah cairan

dengan kandungan garam yang tinggi di mana bahan protein dari ikan tersebut telah

terdegradasi menjadi asam amino bebas dan basa nitrogen sejaka fermentasi

berlangsung sebagai akibat dari reaksi enzim proteolitik dan mikroorganisme dengan

konsentrasi garam yang tinggi. Sifat produk akhir dari kecap ikan sangat tergantung

pada lamanya proses fermentasi, Suhu dan pH.

Pada umumnya, bagian ikan yang dapat dimakan sekitar 70%, sedangkan bagian

lainnya seperti kepala, isi perut, ekor, dan sirip biasanya dibuang atau diolah menjadi

produk lain (produk sampingan). Isi perut dan kepala ikan merupakan limbah yang

dapat diolah lagi menjadi produk berupa kecap ikan. Hal tersebut sesuai dengan teori

yang diungkapkan oleh Irawan (1995). Astawan & Astawan (1988) menambahkan

bahwa umumnya kecap ikan diolah dari ikan laut yang memiliki ukuran yang kecil

6

Page 8: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

seperti tembang, japuh, teri, selar, pepetek ataupun ikan air tawar seperti nilam, sriwet,

jempang, seluang, dan ikan-ikan kecil lainnya.

Pada proses pembuatannya, kecap ikan dapat dibuat dengan 2 cara fermentasi, yaitu

fermentasi dengan menggunakan garam dan fermentasi dengan menggunakan enzim

(secara enzimatis). Fermentasi dengan garam merupakan salah satu fermentasi

tradisional. Fermentasi secara tradisional dengan menggunakan garam membutuhkan

waktu fermentasi yang sangat lama, yaitu kurang lebih 7 bulan. Proses fermentasi pada

pembuatan kecap ikan melibatkan mikroorganisme maka dari itu penambahan garam

pada pembuatan kecap asin berguna sebagai bahan pengawet serta dapat menyeleksi

mikroorganisme yang boleh tumbuh pada saat proses fermentasi berlangsung. Apabila

proses fermentasi dilakukan tanpa adanya proses penambahan garam maka akan terjadi

proses fermentasi anaerob yang tidak dikehendaki. Pada proses pembuatan secara

tradisional ini, proses fermentasinya dilakukan dengan larutan garam 20% selama 2

hingga 4 minggu. Hal tersebut sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Astawan &

Astawan (1988).

Fermentasi secara enzimatis dilakukan dengan penambahan enzim pada proses

pembuatannya. Pada proses fermentasi tersebut biasanya dapat ditambahkan enzim

protease seperti enzim bromelin yang berasal dari parutan buah nanas muda ataupun

enzim papain yang dihasilkan dari getah buah pepaya muda. Kedua jenis enzim protease

tersebut memiliki fungsi untuk menguraikan protein yang ada pada bahan baku

pembuatan kecap ikan menjadi beberapa komponen seperti pepida, pepton, dan asam

amino lainnya yang akan saling berinteraksi dan menghasilkan rasa kecap yang khas

(Astawan & Astawan, 1988). Dengan penambahan enzim ini, proses fermentasi

pembuatan produk kecap ikan dapat dibuat dengan waktu yang lebih singkat dengan

nilai kandungan protein yang lebih tinggi pula. Namun, dengan adanya penambahan

enzim protease ini, kecap yang dibuat dengan fermentasi enzimatis ini mempunyai

aroma dan rasa yang jauh berbeda dari kecap ikan yang dibuat secara tradisional

sehingga kurang disukai oleh konsumen. Afrianto & Liviawaty (1989) menambahkan

bahwa pada proses pembuatan kecap ikan secara enzimatis biasanya menggunakan

Page 9: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

campuran antara daging ikan dengan cairan ekstrak enzim protease dengan

perbandingan sebesar 1 : 5.

Pada praktikum yang dilakukan, pembuatan kecap ikan dilakukan dengan cara

fermentasi menggunakan enzim. Enzim yang ditambahkan adalah enzim papain yang

merupakan enzim dari getah buah papaya muda yang juga termasuk enzim protease. Hal

tersebut sesuai dengan teori dari Lay (1994). Menurut pendapat dari Y.F, Ng. (2011)

dari jurnal yang berjudul Proteolytic action in Valamugil seheliand Ilisha melastomafor

fish sauce production, enzim protease merupakan enzim yang memiliki fungsi sebagai

penghidrolisis protein. Enzim protease dapat menghidrolisis protein secara alami oleh

enzim endogen dan mikrooraganisme. Enzim papain dihasilkan dari getah pepaya yang

terletak pada bagian batang, daun, serta buahnya. Enzim papain yang dihasilkan dari

getah buah memiliki aktivitas proteolitik sekitar 400 MCU/g sedangkan aktivitas

proteolilik dari enzim papain yang berasal dari getah batang dan getah daun memiliki

aktivitas proteolitik sebesar 200 MCU/g. Hal tersebut diungkapkan oleh Muhidin

(1999).

Menurut Lisdiana & Soemadi (1997), buah pepaya (Carica papaya) mengandung enzim

papain yang dapat berguna untuk memecah molekul protein. Papain termasuk ke dalam

kelompok enzim protease sulfhidril dari golongan protein. Enzim protease yang

dihasilkan dari buah nanas dan pepaya dapat digunakan untuk memecah molekul

protein. Oleh karena itu, enzim ini termasuk golongan endopeptidase dimana dapat

memecah protein dari dalam. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Winarno (1995),

Dalam pembuatan kecap ikan, mula-mula tulang dan kepala ikan dihancurkan

sebanyak50 gram. Setelah itu, dimasukkan ke dalam wadah fermentasi (toples) yang

berisi 250 ml air. Kemudian ditambahkan dengan enzim papain dengan konsentrasi

0,2% (kelompok A1), 0,4% (kelompok A2), 0,6% (kelompok A3), 0,8% (kelompok

A4), dan 1% (kelompok A5). Astawan & Astawan (1988) mengatakan bahwa pada

proses pembuatan kecap ikan biasanya ditambahkan dengan garam sebelum dilakukan

inkubasi tujuannya adalah untuk melindungi ikan dari pencemaran oleh lalat, serangan

belatung, dan pembusukan oleh bakteri pembusuk sehingga dapat menyeleksi

Page 10: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

mikroorganisme yang harus tumbuh pada saat proses fermentasi berlangsung. Selama

proses fermentasi berlangsung, mikroba halofilik seperti Saccharomyces, Torulopsis,

dan Pediococcus yang notabene tahan akan konsentrasi garam yang tinggi dapat

berkembang biak menghasilkan senyawa flavor kecap yang khas. Tanasupawat et al.

(2008) menambahkan bahwa terdapat bakteri halofilik moderat, yaitu Lentibacillus,

Tetragenococcus, Filobacillus, dan Chromohalobacter yang dapat tumbuh baik pada

media dengan konsentrasi garam 3-15%. Selain itu juga terdapat bakteri-bakteri yang

sanggup untuk tumbuh pada media dengan konsentrasi garam 20-25% yang disebut

dengan bakteri Halophilic archaea. Contoh bakteri yang termasuk pada golongan

Halophilic archaea adalah Halococcus dan Halobacterium. Berdasarkan teori dari

Sangjindavong et al (2009), bakteri Pediococcus halophilus merupakan salah satu

bakteri asam laktat yang dapat memberikan flavor yang baik pada kecap ikan.

Lalu proses selanjutnya, dilakukan inkubasi selama 4 hari pada suhu ruang. Selama

proses inkubasi, toples harus tertutup dalam keadaan rapat dengan ditambahkan dengan

lakban bening. Hal tersebut bertujuan untuk menghasilkan kondisi anaerob, yang akan

membuat fermentasi kecap ikan berjalan lebih cepat dan menghasilkan kecap ikan

dengan kualitas yang lebih baik. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Lisdiana &

Soemardi (1997). Selain itu juga, proses penutupan juga bertujuan untuk mencegah

masuknya kotoran atau kontaminan yang dapat masuk dan untuk menjalankan proses

fermentasi enzimatis dengan menggunakan enzim protease yang telah ditambahkan

sebelumnya. Fermentasi merupakan sebuah proses katabolisme yang terjadi secara

anaerobik atau penguraian senyawa-senyawa kompleks yang terkandung pada ikan

menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana karena adanya enzim atau

mikroorganisme yang berlangsung dalam kondisi lingkungan yang spesifik (anaerobik).

Proses katabolisme yang terjadi karena fermentasi dapat berjalan baik dengan ada atau

tidaknya mikroorganisme terutama golongan jamur dan yeast. Pada fermentasi

pembuatan kecap ikan ini, enzim yang sangat berperan adalah enzim protease yang akan

menghidrolisa protein yang ada pada bahan ikan yang difermentasikan. Berdasarkan

teori dari Dincer et al (2010), proses fermentasi merupakan suatu preservasi yang sudah

lama digunakan, dimana selain dapat memperpanjang umur simpan, tapi juga dapat

meningkatkan flavor dan kualitas nutrisi pada produk. Setelah 4 hari, lalu hasil

Page 11: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

fermentasi disaring dengan menggunakan kain saring. Menurut Moeljanto (1992),

proses penyaringan tersebut bertujuan untuk memisahkan cairan yang terbentuk dari

hasil fermentasi dengan padatan atau kotoran yang ada.

Kemudian, bahan tersebut direbus sampai mendidih selama 30 menit, kemudian

ditambahkan dengan bumbu-bumbu yang telah dihaluskan berupa 50 gram bawang

putih, 50 gram garam dan 3 butir gula jawa sambal diaduk. Proses pendidihan tersebut

bertujuan untuk membunuh mikroorganisme kontaminan yang muncul pada proses

fermentasi dan dari proses penyaringan sebelumnya, dan untuk meningkatkan cita rasa

dari kecap ikan yang dihasilkan, dengan menguapkan sebagian besar air yang ada

sehingga menghasilkan kecap ikan yang lebih kental. Penambahan bumbu-bumbu pada

kecap ikan pun bertujuan untuk menambah aroma dan cita rasa dari produk kecap ikan

yang dihasilkan nantinya. Selain itu, bumbu yang juga mengandung bawang putih ini

juga dapat berfungsi untuk membunuh bakteri karena mengandung zat allicin, bumbu-

bumbu lain yang dicampurkan seperti garam dan gula juga dapat digunakan untuk

menghambat pertumbuhan dari mikroorganisme. Hal tersebut sesuai dengan teori yang

diungkapkan oleh Fachruddin (1997). Proses pengadukan pada pembuatan kecap ikan

ini bertujuan untuk menghomogenkan seluruh bumbu yang telah dihaluskan dan

dimasukkan ke dalam kecap ikan sehingga dapat tercampur dengan sempurna.

Selanjutnya, dilakukan pengamatan secara sensoris yang meliputi warna, rasa, aroma,

penampakan. Selain itu, dilakukan juga pengukuran salinitas terhadap garam kecap ikan

dengan menggunakan hand refractometer.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada uji warna, semua kelompok memperoleh

hasil yang sama yaitu coklat gelap. Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan teori dari

Afrianto & Liviawaty (1989) yang mengatakan bahwa kecap ikan memiliki bentuk cair

dan berwarna coklat hingga coklat muda, hal ini dapat terjadi karena penambahan gula

kelapa yang dilakukan sebanyak 3 butir sehingga dapat mempengaruhi warna kecap

asin tersebut. Lees & Jackson (1973) menambahkan bahwa warna coklat pada kecap

dapat dihasilkan karena adanya reaksi maillard terjadi karena gugus-gugus asam amino

yang terkandung dalam daging ikan bereaksi dengan gula pereduksi yang terdapat

dalam gula jawa, sehingga menyebabkan timbulnya warna coklat gelap. Astawan &

Page 12: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

Astawan (1991) mengatakan bahwa semakin banyak konsentrasi enzim yang

ditambahkan, maka akan semakin tinggi pula aktivitas protease sehingga warna cairan

hasil hidrolisa akan semakin gelap. Hal tersebut tidak sesuai dengan hasil percobaan

yang dilakukan dimana semua kelompok memperoleh hasil yang sama, ketidaksesuaian

tersebut dapat disebabkan karena saat pembuatan proses kecap ikan suhu pemanasan

yang dilakukan berbeda, ataupun dapat terjadi karena uji yang dilakukan adalah uji

sensoris berdasarkan sudut pandang praktikan dalam mempersepsi warna sehingga

dapat menjadi kurang valid.

Pada uji rasa kecap ikan, pada kelompok A1, A4, dan A5 diperoleh rasa asin, dan pada

kelompok A2 dan A3 diperoleh rasa sangat asin. Rasa asin tersebut berasal dari

penambahan garam yang dilakukan saat proses pendidihan (Desrosier & Desrosier,

1977). Astawan & Astawan (1991) juga menambahkan dengan adanya penambahan

enzim papain akan mengakibatkan protein terurai menjadi peptida, pepton, dan asam

amino lainnya, dimana komponen-komponen tersebut akan memberikan rasa yang khas

pada kecap ikan, yaitu rasa asin.

Pada uji aroma yang dilakukan, kelompok A1, A2, dan A3 memiliki aroma yang agak

tajam, kelompok A4 memiliki aroma yang kurang tajam, sedangkan kelompok A5

memiliki aroma yang sangat tajam. Menurut Dincer et al (2010), aroma pada kecap ikan

dapat menentukan kualitas dari kecap ikan itu sendiri. Ditinjau dari segi aroma dan

flavor, aroma dari kecap ikan sendiri ditentukan oleh komponen nitrogen pendukung

seperti misalnya kadaverin, putresin, arginin, histidin dan amonia. Apabila terbentuk

senyawa garam dengan asam glutamat, hal ini akan mengakibatkan flavor kecap ikan

yang enak. Begitu juga apabila terbentuk asam amino seperti arginin, histidin, lisin,

putresin dengan asam suksinat yang juga mengakibatkan flavor kecap ikan yang enak.

Flavor khas dari kecap ikan berasal dari adanya asam glutamat yang merupakan hasil

penguraian protein. Karena penghasil aroma dan flavor ini berasal dari penguraian

protein, maka semakin banyaknya enzim papain (enzim protease) maka akan

menghasilkan senyawa turunan protein yang menyebabkan rasa dan flavor yang

dihasilkan pun akan semakin kuat. Namun, dari hasil uji sensori yang ada, hasil tersebut

tidak sesuai dengan teori yang ada di mana pada kelompok A4 dengan penambahan

Page 13: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

0,8% enzim papain aroma yang dihasilkan kurang tajam. Hal tersebut dikarenakan uji

sensoris yang dilakukan hanya menggunakan satu orang panelis sehingga kevalidan data

yang ada pun menjadi kurang akurat.

Pada uji penampakan yang dilakukan, pada kelompok A1 sampai A4 memperoleh hasil

penampakan yang kental, sedangkan pada kelompok A5 hasilnya adalah agak kental.

Hasil yang diperoleh juga kurang sesuai dengan teori dari Afrianto & Liviawaty (1989)

yang mengatakan bahwa kecap ikan memiliki bentuk yang cair, hal ini menurut Lees &

Jackson (1973) mengatakan bahwa penambahan gula pada pemanasan dapat

menyebabkan terjadinya reaksi maillard yang dapat menyebabkan struktur gula menjadi

terurai dan menyebabkan kecap menjadi lebih kental. Pada uji salinitas yang dilakukan

dengan menggunakan hand refractometer tidak diperoleh hasil pada setiap kelompok di

mana seharusnya menurut Astawan & Astawan (1991) dengan adanya penambahan

papain yang semakin banyak akan menghasilkan salinitas yang semakin rendah, hal ini

dapat terjadi karena produk kecap ikan yang dihasilkan terlalu kental sehingga %

salinitas tidak terbaca oleh hand refractometer.

Menurut Astawan & Astawan (1991), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi

suksesnya pembuatan kecap ikan, yaitu banyaknya konsentrasi enzim papain yang

ditambahkan, tingkat kesegaran ikan yang digunakan sebagai bahan baku, lamanya

proses fermentasi, bumbu-bumbu yang ditambahkan, dan kebersihan. Dengan semakin

banyaknya jumlah enzim papain yang ditambahkan maka protein yang terhidrolisa akan

semakin tinggi pula sehingga komponen penyusun aroma yang dihasilkan akan semakin

banyak. Begitupula dengan bahan baku yang digunakan, apabila bahan baku (ikan) yang

digunakan semakin segar, maka rasa dan warna yang dihasilkan oleh kecap ikan akan

semakin kuat karena kandungan asam amino yang dihasilkan dari hidrolisa ikan. Bumbu

yang ditambahkan juga akan menambah aroma dan rasa serta memperpanjang umur

simpan kecap ikan yang dihasilkan. Hal tersebut sesuai dengan teori dari Fachruddin

(1997). Menurut Desrosier & Desrosier (1977), dalam pembuatan kecap ikan dapat

ditambahkan dengan garam yang berfungsi untuk memberikan rasa asin, memberikan

efek pengawetan, dan memperkuat rasa kecap ikan yang dihasilkan. Kasmidjo (1990)

Page 14: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

pun menambahkan bahwa penambahan gula dalam pembuatan kecap juga akan

membentuk warna pada kecap ikan menjadi kecoklatan dan semakin kentalnya kecap.

Menurut pendapat dari Mah et al (2002) dari Jurnal Occurrence of Biogenic Amines

and Amines Degrading mengatakan bahwa kehadiran asam amina biogenetik pada

kecap ikan didominasi oleh histamin, putresin, cadaverine, dan tyramine. Kandungan

Tyramine biasanya berada pada tingkat yang lebih rendah dibandingkan asam amina

lainnya,sedangkan histamine dianggap sebagai amina yang paling aktif. Amina lain

seperti phenylethylamine, spermine, spermidine, dan agmatine juga ditemukan pada

komposisi dari kecap ikan.

Menurut pendapat dari Mehdi Zarei et al (2011) dari jurnalnya yang berjudul Chemical

and microbial properties of mahyaveh, a traditional Iranian fish sauce mengatakan

bahwa Mahyaveh adalah kecap ikan yang difermentasisecara tradisional dan banyak

dikonsumsi di bagian selatan Iran, khususnya di Larestan dan Hormozgan. Kecap ikan

jenis Mahyaveh biasanya dibuat dari ikan sarden (Sardinella sp.) atau anchovy

(Stelophorus sp.), dengan penambahan garam, mustard (Brassica juncea) dan air.

Pembuatannya hamper sama dengan yang dilakukan saat praktikum yaitu dengan cara

ikan dihancurkan, kemudian dicuci, dan dikemas ke dalam gerabah atau gelas botol

bersama dengan garam dan air hangat. Gelas botol diperbolehkan ditaro di bawah sinar

matahari atau pada suhu kamar selama 25-30 hari. Kemudian hasil fermentasi ikan

dicampur dengan mustard dan rempah-rempah lainnya sseperti jinten (Cuminum

cyminum), ketumbar (Coriandrum sativum), biji adas (Foeniculum vulgare), lada hitam

(Piper nigrum) dan thyme (Thymus capitatus).

Menurut Yuli Witono et al (2014) ikan bibian adalah sumber ikan yang berasal dari laut

Indonesia, terutama di laut Madura. Pada musim panen, ikan ini sangat melimpah dan

belum banyak digunakan sebagai bahan baku industri. Oleh karena itu, ikan Bibisan

dapat dikembangkan menjadi rasa makanan untuk mengurangi ketergantungan dari

bahan makanan impor di Indonesia. Ikan "Bibisan" dapat dikembangkan menjadi rasa

makanan dengan menggunakan hidrolisis enzimatik. Kombinasi protein dari ikan

Page 15: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

"Bibisan" dan enzim papain dapat mempersingkat waktu hidrolisis sehingga hidrolisis

ikan Bibisan dapat dibuat produk turunan seperti saus ikan dan kecap ikan.

Page 16: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4. KESIMPULAN

Bahan baku pembuatan kecap ikan adalah bahan hewani, sedangkan bahan baku

pembuatan kecap manis adalah bahan nabati.

Kecap ikan memiliki ciri-ciri dengan bentuk cair (liquid), dan memiliki warna coklat

jernih.

Kualitas kecap ikan yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah garam yang digunakan

dan lamanya proses fermentasi.

Terdapat 2 jenis fermentasi yang digunakan untuk pembuatan kecap ikan, yakni

fermentasi dengan garam dan fermentasi secara enzimatis.

Enzim yang ditambahkan dalam praktikum ini adalah enzim papain yang termasuk

enzim protease.

Enzim protease berfungsi untuk menguraikan protein menjadi beberapa komponen

seperti peptida, pepton, dan asam amino lainnya yang akan saling berinteraksi dan

menghasilkan rasa kecap yang khas.

Penambahan garam sebelum inkubasi bertujuan untuk melindungi ikan dari

pencemaran oleh lalat, serangan belatung, dan pembusukan oleh bakteri pembusuk

sehingga dapat menyeleksi mikroorganisme yang harus tumbuh pada saat proses

fermentasi berlangsung.

Penambahan enzim protease dapat berguna untuk mempercepat proses fermentasi

dan meningkatkan kualitas kecap ikan yang dihasilkan baik dari warna, aroma,

maupun rasa.

Warna kecoklatan yang dihasilkan pada kecap ikan dikarenakan adanya reaksi

maillard yang disebabkan reaksi antara gula yang ditambahkan dengan asam amino

yang terkandung pada kecap ikan.

Semakin banyak konsentrasi enzim papain yang ditambahkan, maka akan semakin

tinggi pula aktivitas protease sehingga warna cairan hasil hidrolisa akan semakin

gelap.

Dengan adanya penambahan papain yang semakin banyak akan menghasilkan

salinitas yang semakin rendah.

15

Page 17: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16

Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya pembuatan kecap ikan, yaitu enzim

papain yang ditambahkan, tingkat kesegaran ikan yang digunakan sebagai bahan

baku, lamanya proses fermentasi, bumbu-bumbu yang ditambahkan, dan kebersihan.

Semarang, 23 September 2015 Asisten Dosen:

Michelle Darmawan

Yosia 13.70.0122

Page 18: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5. DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & Liviawaty. (1989). Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Astawan, M. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pessindo.

Astawan, M. W. & M. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.

Desrosier, N. W. & Desrosier. (1977). Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Dincer, Tolga., Sukran Cakli., Berna Kilinc., & Sebnem Tolasa. (2010). Amino Acids and Fatty Acid Composition Content of Fish Sauce. Journal of Animal and Veterinary Advances 9 (2): 311-315, 2010.

Elmer-Rico E. Mojica, Alejandro Q. Nato Jr., Maria Edlyn T. Ambas, Chito P. Feliciano. Maria Leonora D.L. Francisco and Custer C. (2005).Deocaris Application of Irradiation as Pretreatment Method in the Production of Fermented Fish Paste.

Fachruddin, L. (1997). Membuat Aneka Dendeng. Kanisius. Yogyakarta.

Fakunle Olubunmi, Sadiku Suleman, Ibanga Uche, and Babinisi Olumide (2010) Preliminary Production Of Sauce From Clupeids New York Science Journal 2010;3(3).

Irawan, A. (1995). Pengolahan Hasil Perikanan Home Industri dan Usaha Perikanan dan Mengomersilkan Hasil Sampingnya. Penerbit Aneka. Solo.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe: Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Lay, B. W. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Lees, R. & E. B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture. Leonard Hill. Glasgow.

17

Page 19: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

18

Lisdiana & W. Soemardi. (1997). Budidaya Nanas: Pengantar dan Pemasaran. CV.Aneka. Solo.

Sangjindavong, Mathana., Juta Mookdasanit., Pongtep Wilaipun., Pranisa Chuapoehuk., & Chamaiporn Akkanvanitch. (2009). Using Pineapple to Produce Fish Sauce from Surimi Waste. Kasetsart J. (Nat. Sci.) 43 : 791 - 795 (2009).

Mah J.H., Han H.K., Oh Y.J., Kim M.G., Hwang H.J. (2002): Biogenic amines in jeotkals, Korean salted and fermented fish products. Food Chemistry, 79: 239–243.

Mehdi Zareia, Hossein Najafzadeh, Mohammad Hadi Eskandari, Marzieh Pashmforoush, Ala Enayati, Dariush Gharibi, Ali Fazlara (2012) Chemical and microbial properties of mahyaveh, a traditional Iranianfish sauce Food Control 23 (2012) 511e514

Moeljanto. (1992). Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Muhidin, D. (1999). Agroindustri Papain dan Pektin. Penebar Swadaya. Jakarta.

Tanasupawat, S.; Sirilak Namwong, Takuji Kudo, and Takashi Itoh.(2008). Identification of Halophilic Bacteria from Fish Sauce (Nam-Pla) in Thailand. Journal of Culture Collections, Volume 6, 2008-2009, pp. 69-75

Winarno, F.G. (1995). Enzim Pangan. Gramedia. Jakarta.

Y.F, Ng., T.S Afiza., Lim, Y.K., Muhammad Afif., A.G., Liong, M.T., Rosma, A. and Wan Nadiah, W.A. (2011). Proteolytic Action in Valamugil seheli and Ilisha melastoma for Fish Sauce Production. As. J. Food Ag-Ind. 2011, 4(04), 247-254

Yuli Witono, Wiwik Siti Windrati, Iwan Taruna, Asmak Afriliana, Ahib Assadam (2014) American Journal of Food Science and Technology, 2014, Vol. 2, No. 6, 203-208

Page 20: Kecap Ikan_Yosia_13.70.0122_Kloter A4_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6. LAMPIRAN

6.1. Lapsem

6.2. Diagram alir

6.3. Abstrak Jurnal

6.4. Viper

19