KEBERAGAMAAN ANAK USIA SEKOLAH DASAR
(Studi Kasus Peran Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen
Margoyoso Pati)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Maulaya Arinil Haq
NIM : 11140321000085
JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2018 M
iv
ABSTRAK
Maulaya Arinil Haq
Judul Skripsi: “Keberagamaan Anak Usia Sekolah Dasar (Studi Kasus Peran
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen Margoyoso Pati)”
Keberagamaan merupkan bentuk ukuran dari kualitas orang yang beragama,
dan agama sebagai wadah yang mengatur tata cara ritual penyembahan manusia
kepada tuhannya. Keberagamaan sendiri berkembang dari usia dini melalui proses
perpaduan antara potensi bawaan keagamaaan dengan pengaruh yang datang dari luar
diri manusia. Selain itu keberagamaan juga sangat dipengaruhi dengan pendidikan,
pengalaman, dan latihan-latihan yang dilakukan pada masa kecil agar dapat dibawa
dan diperaktekkan hingga dewasa nanti.
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah adalah salah satu lembaga formal yang
bergerak dibidang umum dan keagamaan, yakni menanamkan nilai-nilai keagamaan
kepada anak-anak dan ilmu-ilmu umum kepada anak-anak usia sekolah dasar.
Terlebih mengingat kebanyakan orang tua di Desa Kejen, Margoyoso, Pati tempat
menulis melakukan penelitian, ayah dan ibu sama-sama sibuk bekerja memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Oleh karena itu banyak anak-anak yang kurang mendapat
perhatian dalam hal masalah keagamaan. Hal tersebut yang menjadi titik berat dalam
penelitian ini.
Metode yang digunakan dalam kajian ini menggunakan penelitian
kepustakaan dan studi kasus lapangan dengan menggunakan pendektam psikologi
agama dengan metode diskriptif analitis, Metode diskriptif analitis ini dimaksud
untuk menguraikan peran lembaga Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah terhadap
keberagamaan siswa-siswinya pada kelas 4-6.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah sudah
berperan sangat baik terhadap keberagamaan siswa-siswinya, namun ada dua hal
yang dilupakan yaitu terkait dengan psikologi agama anak dan kurangnya peran guru
dalam memberikan pengalaman sehingga mempengaruhi tingkat keberagamaan anak
didiknya, sehingga hasil dari dimensi keberagamaan pada Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah kurang sempurna dan hanya berperan pada dimensi keyakinan dan dimesin
pengetahuan saja.
Kata Kunci: Keberagamaan, Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah, Anak Usia Sekolah
Dasar
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya skripsi
ini dengan judul “Keberagamaan Anak Usia Sekolah Dasar (Studi Kasus
Peran Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen),” dapat terselesaikan.
Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW
semoga setiap dari kita mendapatkan syafaatnya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna ini tidak
akan dapat selesai tanpa adanya dukungan dari banyak pihak baik secara
material maupun moril. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terutma kepada yang terhormat:
1. Ibu Dra. Marjuqoh, MA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
bersedia memberikan ilmunya, meluangkan waktu dan tenaganya,
yang tidak pernah bosan membimbing penulis dalam waktu yang
cukup lama, dan memberi semangat kepada penulis untuk bisa cepat
dan tidak mengulur-ngulur waktu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
2. Bapak Dr. Media Zainul Bahri, M.A, selaku Ketua Jurusan Studi
AgamaAgama dan ibu Dr. Halimah Mahmudy M.A, selaku Sekretaris
Jurusan Studi Agama-Agama yang telah banyak membantu penulis
dalam hal birokrasi administrasi juga pelayanan yang baik selama
proses penyelesaian skripsi ini.
vi
3. Bapak Syaiful Azmi M.A selaku dosen penasehat akademik yang
sudah bersedia menyetujui tema yang penulis angkat tanpa
memerlukan waktu yang lama, sehingga memudahkan penulis kepada
tahap-tahap berikutnya.
4. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A
atas kesempatan belajat dan fasilitas yang diberikan pada Fakultas
Ushuluddin.
5. Bapak Dekan Fakultas Ushuluddin Prof, Dr. Mansri Mansoer, M.A,
selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Prof Dr. Ikhsan Tanggok, M.A. selaku Wadek I bidang Administrasi
Fakultas Ushuluddin . Dr. M. Suryadinata, M.A, selaku wadek II
bidang Administrasi Umum. Dr. M. Suryadinata, M.A, selaku Wadek
III bidang Kemahasiswaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin, para Staff Akademik Fakultas
Ushuluddin khususnya untuk ibu Siti Nadroh, M.A yang sudah
bersedia meluangkan waktunya untuk menguji proposal skripsi
penulis. Serta dengan Kak Jamil yang membantu dalam informasi
tentang skripsi, para Staff Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan para
Staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatuallah Jakarta.
8. Untuk Almamater penulis Yayasan Salafiyah Kajen, dan khusus
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen, Margoyoso, Pati yang sudah
memberikan izin dan membantu penulis dalam proses penelitian.
vii
9. Abah dan Ibu tercinta Fahrur Rozi dan Yuliati, Tante Ayuk, Mbah
Buk, Om Roqib dan seluruh adik-adik yang membuat saya semangat
dalam menjalankan skripsi.
10. Teman-teman dan sahabat-sahabat seperjuangan Studi Agama-Agama
2014, khusus untuk Rexy, Fudhoh, Kak Fauziah, Wawa dan Onet yang
mau senantiasa mendengar keluh kesah penulis, dan semoga diberikan
kemudahan dalam menyelesaikan tugas akhir bagi yang belum selesai,
dan dimudahkan lading rezekinya bagi yang sudah lulus kuliah.
11. Teman-teman KKN Skyline atas kerjasamanya mengerjakan tugas-
tugas KKN, khusus untuk debil, cipo dan inne sudah memberika
support untuk selalu mengerjakan skripsi dan lulus tepat di tahun 2018.
12. Keluarga kedua di perantauan Ikatan Keluarga Alumni Madrasah
Salafiyah Kajen (IKLAS) Jakarta, khusus untuk De Desi, De Fitria, De
Indah, De Kamila, De Indah, Mbak Khoir, De Abidin, dan Teman
terbaik yang selalu mensupport dan mendukung dari awal mula
perkuliahan sampai menyelesaikan skripsi yaitu Saal Al-Sadad.
13. yang ikut mensupport dan membantu penulis dalam proses
mengerjakan skripsi.
14. Keluarga Kahfi Uztad 8, Khusus untuk Ka Dinda yang selalu
menyemangati dan memberikan saran dalam penulisan skripsi penulis.
15. Dan kepada semua orang yang saya kenal maupun yang mengenal saya
terimakasih atas ilmu dan pengalaman yang diberikan. Berdasarkan
peran-peran beliaau semua semoga mendapatkan balasan dan
dilimpahi rahmat Allah SWT. Menyadari atas banyaknya kekurangan
viii
dalam skripsi ini, oleh sebab itu penulis berharap kiranya skripsi ini
dapat dikembangkan di kemudian hari dengan lebih baik.
Jakarta, 21 September 2018
Maulaya Arinil Haq
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ......................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................. 8
C. Tujuan penelitian Manfaat Penelitian ......................................... 8
D. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 10
E. Metodelogi Penelitian ................................................................. 12
F. Sistematika Penulisan ................................................................ 16
BAB II MEMAHAMI KEBERAGAMAN DAN KARAKTER ANAK
SEKOLAH DASAR ..................................................................... 18
A. Pengertian Keberagamaan .......................................................... 18
B. Dimensi Keberagamaan .............................................................. 21
C. Sifat-sifat Keagamaan Pada Anak .............................................. 27
D. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar ..................................... 30
BAB III GAMBARAN UMUM MADRASAH IBTIDAIYAH
SALAFIYAH KAJEN ................................................................... 36
A. Asal Usul Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah .................................. 36
B. Tujuan dan Perkembangan Berdirinya Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah ..................................................................................... 42
C. Visi dan Misi Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah ............................. 46
D. Data Siswa-Siswi, Guru, dan Karyawan ..................................... 43
E. Struktur Organisasi ..................................................................... 48
x
BAB IV KEBERAGAMAAN SISWA-SISWI MADRASAH
IBTIDAIYAH SALAFIYAH ........................................................ 52
A. Peran Lembaga Dalam Keberagamaan Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah ..................................................................................... 52
B. Karakteristik Lembaga ................................................................ 58
C. Keberagamaan Siswa-Siswi Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah ...... 61
D. Karakteristik Anak Kelas 4-6 Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah .. 69
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 72
A. Simpulan .................................................................................... 72
B. Saran .......................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 75
LAMPIRAN ................................................................................................... 81
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa kanak-kanak hingga masa remaja adalah masa yang paling berkesan
dalam hidup ini. Pada kedua masa ini pula karakter dari sebuah individu
terbentuk. Seperti pendapat dari para ahli psikologi dari madzab psikonalisis,
behavioristis, dan humanis sepakat bahwa masa bayi dan masa kanak-kanak
menjadi pemicu awal yang sangat penting dalam proses kepribadian manusia.1
Pada masa anak-anak gambaran dunia hanya dipenuhi dengan permainan,
waktunya dihabiskan dengan permainan, yang mana mereka tertawa, bersenda
gurau, tanpa mengingat dan memperhatikan lingkungan sekitar. Namun, pada
dewasa ini justru banyak anak-anak yang kurang mendapatkan haknya, karena
disebabkan oleh banyak faktor seperti kemiskinan yang diderita oleh orang
tuanya, yang kerap kali mengharuskan mereka dengan usia yang masih dini ikut
bekerja untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ada juga yang disebabkan
meninggalnya kedua orang tua mereka, dan ada juga yang memang orang tuanya
sibuk dengan pekerjaannya. Hal-hal inilah yang menyebabkan mereka kehilangan
kesempatan bermain, serta kehilangan rasa kasih sayang dari orang tuanya.2
Masa kanak-kanak adalah masa permulaan untuk mencari identitas. Para
psikolog berpendapat bahwa masa kanak-kanak dinilai sebagai masa untuk
1 Robert W. Crapps, Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan (Yogyakarta: Kansius,
1994), h. 10 2 Suriyah, Keberagamaan Anak-anak Panti Asuhan Muhammadiyah Wates Kulon Progo
(Skripsi Fakultas Usuluddin Uin Sunan Kalijogo Yogyakarta, 2008), h. 1
2
bertahan hidup sebagai pribadi yang terpisah dan berdiri sendiri, karena pada
dasarnya manusia hidup dari tahun kelahiran sampai dengan tahun-tahun
berikutnya merupakan usaha untuk menemukan tempat sebagai pribadi yang
berbeda dengan pribadi lainnya. Kelahiran mengandung makna tersirat “Siapa aku
ini?”. Pengalaman hidup inilah yang menjadi bahan dan usaha untuk menjawab
pertanyaan dalam menjalin hubungan dengan orang-orang lain, dengan mengatur
prilaku dan mengolah pergaulan.3
Mengenai timbulnya agama pada anak, terdapat dua pendapat dari para
psikolog yaitu:
1. Bahwa anak dilahirkan bukanlah sebagai mahluk yang religius. Anak
yang baru dilahirkan lebih mirip dengan binatang, bahkan mereka
mengatakan anak seekor kera lebih bersifat kemanusian dari pada bayi
manusia itu sendiri. Dalam pendapat ini bayi dianggap sebagai
manusia dipandang dari segi bentuk dan bukan kejiwaannya.
2. Anak sudah membawa fitrah keagamaan sejak anak dilahirkan. Hanya
saja fitrah itu akan muncul melalui proses bimbingan dan latihan
setelah berada pada tahap kematangan.4
Menanggapi perbedaan pendapat diatas, maka muncul pertanyaan lantas
apa yang menjadi faktor dominan dalam perkembangan anak ? Dalam membahas
masalah tersebut berikut penjelasan mengenai pertumbuhan agama pada anak
antara lain:
3 Robert W. Crapps, Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan (Yogyakarta:
Kansius, 1994), h. 11 4 Jalaluddin, Psikologi Agama Memahami Prilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-
prinsip Psikologi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, cet. 18, 2016), h. 56-57
3
1. Rasa Ketergantungan (Sanse of Dependency)
Teori ini diungkapkan oleh William Isaac Thomas melalui teori
four wishes. Menurutnya, manusia mempunyai empat keinginan:
keinginan untuk perlindungan (security), keinginan akan pengalaman baru
(new experience), keinginan untuk mendapat tanggapan (response), dan
keinginan untuk dikenal (recognition). Dari kenyataan dan kerja sama
yang dibangun empat keinginan ini dapat disimpulkan bahwa bayi
dilahirkan hidup dalam ketergantungan, melalui pengalaman-pengalaman
yang diterimanya dari lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa
keagamaan pada diri anak.
2. Insting Keagamaan
Teori ini menurut Woodworth, ia mengungkapkan bahwa bayi
yang dilahirkan sudah mempunyai beberapa insting, diantaranya yaitu
insting keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada anak terjadi
karena belum berfungsinya insting dengan sempurna. 5
Manusia adalah mahluk beragama, namun sikap keberagamaan akan
muncul, tumbuh dan berkembang secara benar jika ada sebuah bimbingan. Sejalan
dengan tahap perkembangannya bimbingan yang paling menentukan dalam
menumbuhkan rasa keberagamaan adalah kedua orangtuanya. Seperti teori dari
Sigmund Frued6 yang menempatkan “ Bapak” sebagai sosok yang memiliki peran
penting dalam menumbuhkan agama pada anak. Hal ini dapat diamati dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya ketika berhadapan dengan temannya yang usil
5 Terkait dengan pendapat diatas bisa dilihat pada artikel Gisela J. Hinkle, “The "Four
Wishes " In Thomas”Theory Of Social Change,” Social Research 19, no. 4 (Desember 1952), pp.
464-484. 6Sigmund Frued adalah seorang Austria keturunan Yahudi dan pendiri aliran psikonalisis
dalam bidang ilmu psikologi.
4
mulut, dan sering menjelek-jelekkan orang lain, ia mengatakan: “Kata bapakku,
menggunjing orang itu berdosa.” Di lain hari, ketika bertemu dengan teman yang
usil tangan, ia akan mengatakan: “Bapakku bilang, mencuri itu dosa.” Dari contoh
di atas dapat diambil kesimpulan bahwa semua yang dikatakan adalah menurut “
Bapakku”, bukan dari pengajaraan agama yang formal dan langsung diterima oleh
si anak.7
Perkembangan keberagamaan pada anak sangat dipengaruhi dari keluarga,
khususnya pada kedua orang tua. Salah satu hal dasar yang harus dikenalkan pada
anak-anak adalah nilai-nilai keagamaan. Nilai dasar yang harus dikenalkan adalah
akhlak dan pandangan hidup beragama, karena hal yang paling penting menurut
psikonalisis dalam pertumbuhan agama adalah mutu pengalaman yang
berlangsung lama dengan orang-orang dewasa yang berarti dan penting bagi
mereka. Dengan demikian unsur-unsur agama mendasar tertanam dari hubungan
antar individu dan keluarga. Dimana anak pertama kali belajar tentang emosional
dan Iman religius.8
Pada dasarnya, perkembangan religius dalam diri anak merupakan bagian
dari perjuangan anak untuk mengembangkan kepribadian dan wataknya di tengah-
tengah lingkungan yang kerap sekali mengancam dan menghancurkan identitas
personalnya.9 Untuk itu dalam perkembangan pribadi serta keberagamaan anak,
keluarga mempunyai peranan penting, dan menjadi sumber keagamaan anak yang
pertama, dimana anak akan mendapatkan pengalaman hidupnya dari pengaruh
7 Jalaluddin, Psikologi Agama Memahami Prilaku dengan Mengaplikasikan Prinsip-
prinsip Psikologi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, cet. 18, 2016), h. 61 8 Robert W. Crapps, Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan (Yogyakarta: Kansius,
1994), h. 14 9 Robert W. Crapps, Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan, h. 16
5
anggota keluarganya pada masa yang paling penting dan kritis yaitu pada tahun-
tahun pertama dalam kehidupannya yaitu usia pra sekolah. Sebab pada masa ini,
apapun peristiwa atau kejadian yang dialami akan terekam oleh memorinya yang
pada masa usia tersebut sangatlah membekas sehingga tidak mudah hilang.10
Selain bimbingan orang tua pada masa anak-anak, hal yang sangat penting
untuk diperhatikan, namun jarang orang yang mengetahui tentang hal ini, yaitu
lingkungan tempat tumbuhnya bayi sebelum dilahirkan. Lingkungan tempat
tumbuhnya bayi yang belum dilahirkan mempunyai pengaruh besar pada
perkembangan selanjutnya, yaitu termasuk baik secara fisik maupun psikis.11
Sikap keberagamaan pada anak haruslah diasah sejak dini, agar anak-anak
terbiasa melakukannya hingga dewasa, guna sebagai bekal dalam hidup bersosial
masyarakat nanti. Pengaruh pertama yang diterima oleh seorang anak dalam
hidupnya, ialah sosok yang berada di sekelilingnya, yaitu kedua orang tua dan
keluarga. Pada usia anak yang seperti ini, lazimnya anak belum bisa
mempertimbangkan segala sesuatu yang hendak dikerjakannya. Ia hanya
melakukan sesuatu sesuai dengan kemauan dan fitrah jiwanya. Dan adapun sosok
pengaruh yang dapat membantu mereka adalah seorang guru atau pengajar.
Adapun ungkapan yang membuktikan bahwa guru itu memberi pengaruh pada
anak-anak adalah ucapan Uqbah Bin Abu Sufyan kepda seorang guru yang
dipercaya mendidik putera-puterinya seperti yang dikutip oleh Al-Jahizh berikut
ini,
10
Muhammad Yusuf Harun, Pendidikan Anak Dalam Islam (Jakarta: Yayasan Al-Sofwa,
1997, cet 1), h.11 11
John Janeway Conger, Perkembangan dan Kepribadian Anak (Jakarta: Arcan, 1992,
cet. lll), h, 51
6
“ Sebelum kamu memperbaiki akhlak putera-puteraku, sebaliknya kamu
perbaiki dahulu akhlakmu sendiri. Soalnya mata mereka terikat dengan matamu.
Sesuatu yang baik menurut mereka ialah apa yang kamu anggap baik, dan
sesuatu yang buruk menurut mereka ialah yang kamu anggap buruk.”12
Selain dari kedua orang tua, anak membutuhkan lembaga keagamaan baik
formal ataupun non formal agar mereka lebih bebas berinteraksi dengan teman
serta dengan guru atau pengajarnya. Anak mendapatkan pengalaman baru atau
pengalaman pertama yang belum pernah mereka dapatkan sebelumnya. Lembaga
keagamaan masyarakat sangat diperlukan, karena anak harus memperoleh segala
hal yang perlu diketahuinya yang belum pernah didapatkannya, sedangkan orang
tua atau keluarga tidak bisa meluangkan seharian waktunya setiap hari untuk
anak-anaknya. Jadi lembaga keagamaan baik formal dan non formal, serta adanya
guru juga memberi pengaruh besar pada tinggkat keberagamaan anak.13
Ketika anak memasuki usia sekolah dasar pengetahuan akan keberagaman
akan mulai sedikit lebih maju dibanding dengan usia yang masih kanak-kanak,
dengan tanda kutip meskipun pengetahuan dan pemberian ajaran agama yang di
dapat masih dalam taraf yang sangat sederhana. Pada usia anak sekolah dasar
mereka akan mulai mendapatkan perhatian yang mana bukan hanya dari orang tua
dan keluarga saja, melainkan juga teman-teman mereka sendiri. Pada masa ini
pula anak-anak mulai mengenal peraturan-peraturan dalam sebuah hal tertentu,
12
Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim. Terj. Abdul
Rosyad Shiddiq, Ahmad Vathir Zaman (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h. 6-7 13
Windi Wulandari, Perkembangan Perilaku Keberagamaan Pada Anak Usia Sekolah
Dasar Peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada (Skripsi Fakultas Usuluddin Uin Syarif
Hidayatuallah Jakarta), h. 6
7
yang mana hal ini akan membuahkan keberagamaan dalam diri anak, serta
membuat anak menjadi semakin disiplin denga keteraturan.
Dari latar belakang di atas penulis akan melakukan kajian mendalam di
Madrasah yang berada di Desa Kajen, Kec. Margoyoso, Kab. Pati, Jawa Tengah,
yaitu Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen. Madrasah ini sebetulnya bukan hanya
satu-satunya madrasah di Kajen. Namun, yang membuat penulis tertarik
membahas ini keunggulannya dalam mencetak generasi Qurani, karena lulusan
dari Madrasah Salafiyah harus hafal minimal juz 30. Selain hal tersebut, yang
menjadi alasan penulis mengambil madrasah ini dilihat dari letak geografisnya
yang berada di Desa Kajen, Margoyoso, Pati yang disana dikenal sebagai desa
santri, jadi dirasa perlu untuk tau seberapa besar pengaruh Madrasah Salafiyah
yang merupakan salah satu madrasah yang besar disana, pada masyarakat sekitar.
Madrasah Salafiyah Ibtidaiyah ini ikut dalam naungan Yayasan Salafiyah
Kajen yang merupakan salah satu yayasan yang besar disana, dan dikelilingi oleh
beberapa pondok pesantren yang pengasuhnya merupakan keluarga dari Yayasan
Salafiyah sendiri. Meski lingkungan proses belajarnya sudah mendukung dalam
perkembangan keberagamaan14
, faktanya banyak ditemui anak-anak yang masih
melalaikan waktu sholat, memperlihatkan aurat, dan pergaulan yang bebas tanpa
pengawasan. Jika dilihat dari prilaku anak-anak disana, masih banyak orang tua
yang lalai dan hanya sibuk pada urusannya masing-masing sehingga lalai pada
14
keberagamaan (religiusitas) adalah sebuah perilaku yang berupa penghayatan terhadap
nilai-nilai agama yang dapat dilihat dan ditandai tidak hanya melalui ketaatan ritual dalam
beribadah, namun, juga dengan adanya keyakinan, pengalaman, dan pengetahuan mengenai agama
yang dianutnya .
8
penerapan perilaku keagamaan pada buah hatinya, atau bahkan terlalu memberi
kebebasan pada anak-anaknya, sehingga sulit untuk dikendalikan.
Dari pemaparan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
tema “Keberagamaan Anak Usia Sekolah Dasar (Studi Kasus Peran Madrasah
Ibtidaiyah Salafiyah Kajen Margoyoso Pati)”, melihat fenomena-fenomena yang
terjadi disana. Oleh karena itu penulis ingin melakukan penelitian pada suatu
lembaga pendidikan keagamaan yaitu di Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen,
Margoyoso, Pati dalam proses pendidikan keagamaan terhadap anak didiknya.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan masalah yang terlalu luas dalam
penelitian, maka penulis membatasi masalah dengan ruang lingkup yang
lebih sempit. Pembahasan ini dibatasi pada siswa-siswi kelas 4-6
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen, Margoyoso, Pati.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu
(“Bagimanakah peran lembaga Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen
Margoyoso Pati Terhadap Keberagamaan siswa-siswi kelas 4-6 ?”)
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui peran lembaga Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen
9
Margoyoso Pati terhadap keberagamaan siswa-siswi kelas 4-6. Adapun
manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Akademis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
informasi dan dokumentasi ilmiah untuk perkembangan
ilmu pengetahuan terutama dalam bidang ilmu sosial-
keagamaan
b. Penelitian ini bisa dijadikan referensi untuk penelitian
lainnya yang sejenis.
c. Menjadi rujukan bagi penelitian terkait prilaku
keberagamaan pada anak usia sekolah dasar.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat menambah wawasan baru, khususnyaa
bagi peneliti, civitas akademik Fakultas Ushuluddin dan
masyarakat pada umumnya.
b. Selain itu, penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi
yang nyata berupa aspirasi dan informasi kepada pihak-
pihak tertentu, terutama Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
Kajen.
3. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
terhadap kajian keberagamaan pada anak usia sekolah dasar di
Indonesia khususnya.
10
D. Tinjauan Pustaka
Dari hasil pengamatan dan penelusuran terhadap tema yang
diambil untuk diteliti, ternyata mengenai tema “Keberagamaan Anak
Usia Sekolah Dasar (Studi Kasus Peran Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
Kajen Margoyoso Pati)”, belum ada hasil penelitian secara utuh, namun
penulis mendapati skripsi dan karya lainnya yang pembahasannya
berkaitan dengan tema penulis:
Skripsi Suriyah berjudul Keberagamaan Anak-anak Panti Asuhan
Muhammadiyah Wates Kulon Progo. Skripsi dari prodi Perbandingan
Agama, Fakultas Ushuludin Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2008. Dalam Skripsi ini, penulisnya menjelaskan mengenai
keberagamaan anak asuh panti asuhan serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Skripsi dari Suriyah in termasuk skripsi dengan
metode penelitian kuantitatif.
Skripsi Windi Wulandari berjudul Perilaku Perkembangan
Keberagamaan Pada Anak Usia Dini Peserta Daarul Takmiliyah Aliyah
Quthrunnada. Skripsi dari prodi Perbandingan Agama, Fakultas
Ushuludin Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta 2018.
Dalam skripsi ini menjelaskan mengenai keberagamaan anak usia sekolah
dasar.
Skripsi dari Windi Wulandari dengan pendekatan sosialisasi
keberagamaan dan teori internalisasi perilaku. Teori sosialisasi
keberagamaan adalah suatu proses seseorang dalam mengahayati norma-
norma yang ada dalam kelompok baik keluarga, lingkungan sekitar atau
11
suatu lembaga yang mampu menanamkan nilai-nilai keberagamaan.
Sosialisasi agama dalam keluarga adalah suatu hal yang sangat penting
karena, sosialisasi ini akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan
kognisi, emosi, sikap bahkan perkembangan keagamaan pada seorang
anak.15
Sedangkan internalisasi perilaku menurut kamus besar bahasa
indonesia diartikan sebagai penghayatan, penugasan, penguasaan secara
mendalam yang berlangsung melalui pembinaan, bimbingan, penyuluhan,
penataran dan sebagainya.16
Hal yang berbeda dari apa yang penulis teliti dari skripsi ini adalah
penulis tidak menggunakan teori internalisasi prilaku, karena penulis ingin
menitik beratkan fokus penelitian pada seberapa besar peran lembaga
terhadap keberagamaan siswa didiknya.
Adapun karya lain yaitu berbentuk sebuah buku dari Robert W.
Crapps, yang berjudul Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan yang
diterbitkan oleh Kansius Anggota IKAPI). Buku ini membahas tentang
agama pada masa kanak-kanak serta dengan ciri-ciri agama pada anak.17
Selain dari buku tersebut ada pula buku karya Benjamin Spock
yang berjudul Membina Watak Anak yang diterbitkan oleh Gunung Jati
Jakarta. Buku ini menjelaskan bahwa pemahaman beragama yang
15
Kuntari Widayanti, “Sosialisasi Keberagamaan Pada Anak (Studi Tentang Peran
Orangtua Dalam Pengenalan Agama Kepada Anak Di Desa Dengkeng Kecamatan Wedi
Kabupaten Klaten)”, ( Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,
2008), h. 40. 16
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departement Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka: 1989) , h. 336 17
Robert W. Crapps, Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan (Yogyakarta:
Kansius, 1994), h. 10
12
dipahami oleh anak-anak berbeda-beda, hal ini ditinjau dari usia anak
antara enam tahun ke bawah dan enam tahun ke atas.18
Adapun perbedaan kajian yang akan penulis tulis dengan hasil
penelitian diatas adalah pendekatan dan studi kasus yang diambil. Dalam
penulisan ini pendekatannya menggunakan pendekatan Psikologi Agama,
dan studi kasus yang diambil di Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen,
Margoyoso, Pati. Dengan demikian penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis merupakan penelitian pertama yang membahas tentang
“Keberagamaan Anak Usia Sekolah Dasar (Studi Kasus Peran
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen Margoyoso Pati)”.
E. Metodelogi Penelitian
Metode penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan secara
bertahap mulai dari penentuan topik, pengumpulan data, dan analisa data.
Hal ini harus dilakukan bertahap karena berlangsung mengikuti suatu
proses tertentu sehingga langkah-langkah tersebut perlu dilalui sebelum
melangkah pada tahap berikutnya.19
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini bersifat penelitian lapangan dengan
memanfaatkan metode kualitatif. Penelitian lapangan adalah penelitian
yang dilakukan di kancah atau medan terjadinya gejala.20
18
Benjamin Spock, Membina Watak Anak (Jakarta: Gunung Jati, 1982) h. 199 19
J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya
(Jakarta: PT Grasindo, 2010), h. 2-3 20
M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2002), h. 11
13
Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
seseorang yang dapat diamati.21
Adapun jenis penelitian kualitatif ini termasuk penelitian
partisipatoris. Menurut Agus Afandi penelitian partisipatorik yaitu
merupakan penelitian yang melibatkan secara aktif semua pihak-pihak
yang relevan dalam nengkaji tindakan yang sedang berlangsung
(dimana pengalaman mereka sendiri sebagai persiapan) dalam rangka
melakukan perubahan dan perbaikan ke arah yang lebih baik.22
Disebut
penelitian partisipatoris karena peneliti ada di dalam lingkungan itu.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan
Psikologi Agama23
dengan memperhatikan fenomena keberagamaan
(religiosity). Konsep religiusitas pun sangat beragam. Konsep yang
diambil penulis adalah konsep yang dirumuskan oleh ahli psikologi
dan sosiologi C.Y Glock dan R. Stark,24
yakni bahwa untuk
menjelaskan tingkat keberagamaan seseorang secara ilmiah, ada
beberapa dimensi yang bisa dijadikan indikasi, yaitu; dimensi
21
Uhar Suharsaputra, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan (Bandung:
PT Rafika Aditama, 2014), h. 181 22
Agus Afandi, dkk, Modul Parcipatory Action Research (PAR) : Untuk
Pengorganisasian Masyarakat (Community Organizing), (Surabaya : LPPM UIN Sunan Ampel,
2014), h. 91. 23
Psikologi agama adalah cabang ilmu psikologi yang menjelaskan dan mempelajari
tentang prilaku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang
dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing individu.
24 Charles Young Glock adalah seorang psikologi sosiolog Amerika yang karyanya
berfokus pada sosiologi agama , Rodney William Stark adalah seorang psikologi sosiolog agama
Amerika yang sudah lama menjadi profesor sosiologi dan agama perbandingan di Universitas
Washington
14
keyakinan, dimensi ritual agama, dimensi pengalaman, dimensi
pengetahuan agama, dan dimensi konsekuensi.25
Adapun jenis format penelitian menggunakan format studi kasus.
Studi kasus merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang
penelaahnya kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam,
dan komprehensif.26
Teknik Penulisan skripsi merujuk pada buku
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Desertasi), UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh Biro Akademik .
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014/2015.
3. Sumber Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, data-data yang di
dapatkan dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu Sumber Primer
dan Sumber Sekunder.
a. Sumber Primer: yakni data yang didapatkan secara langsung di
lapangan
b. Sumber Skundernya: yakni data yang didapatkan melalui buku-
buku, majalah, tulisan-tulisan baik surat kabar atau pun internet
dan lain sebagainya yang dianggap relevan dengan pokok
permasalahan.
4. Metode Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian lapangan, penulis menggunakan
metode pengumbulan data yang terbagi atas :
25
Terkait dengan dimensi-dimensi keberagamaan tersebut bisa diakses pada buku karya
Charles Young Glock dan Rodney William Stark, Amerikan Piety: The Nature Of Religious
Comitment ( California: University Of California Press Berkeley, 1974) pp. 14-16 26
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2010), h. 22
15
a). Studi Dokumentasi
Dokumentasi ialah teknik pengumpulan data yang didapatkan
melalui dokumen-dokumen yang ada. Sumber dokumen mengenai hal-
hal atau variabel berupa buku, catatan, transkip, surat kabar, media
online, majalah, prasasti, rapat, agenda, dan sebagainya.27
b). Interview
interview ialah teknik pengumpulan data dengan melakukan tanya
jawab secara langsung antara peneliti dengan responden atau
narasumber atau informan untuk mendapatkan informasi.28
Pada teknik
pengumpulan data ini akan penulis gunakan, untuk wawancara dengan
lembaga pendidikan keagamaan anak Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
Kajen.
c). Observasi Langsung
Observasi langsung adalah mengamati dan mendengar dalam
rangka memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap
fenomena sosial-keagamaan (perilaku, kejadian-kejaadin, keadaan,
benda dan simbol-simbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa
memengaruhi fenemona yang diobservasinya dengan mencatat,
merekam, memotret fenomena tersebut guna penemuan data analisis.
27
Irwan Suhartono, Metodologi Penelitian Sosial (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996),
h. 70 28
Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara,
2003), h. 83
16
d). Analisis Data
Dalam penelitian ini analisis data yang dilakukan oleh penulis
terbagi atas:
1). Metode Analitik Diskriptif
Metode analitik diskriptif adalah metode ini merupakan upaya
mencermati berbagai data kualitaatif yang tersedia dari data yang
merupan hasil interview, observasi, dan dokumentasi lainnya. Upaya ini
dilakukan dengan cara menguraikan berbagai data sehingga dapat
ditarik kesimpulan pengertian yang beraturan.29
F. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis memberikan sebuah gambaran
yang runtut agar mudaah dipahami oleh pihak pembaca, adapaun
sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB I: bab ini berisi tentang pemaparan pokok permasalahan yang terdiri
dari latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika
penelitian.
BAB II: Pada bab ini berisi tentang memahami keberagamaan dan
karakteristik anak sekolah dasar yang meliputi pengertian keberagamaan,
sifat-sifat keberagamaan, dimensi keberagamaan, dan karakteristik anak
sekolah dasar.
29
Winarno Surachmad, Pengantar Penelitian Ilmiah ( Bandung: Tarsito, 1985), h. 180
17
BAB III: Pada bab ini berisi tentang gambaran umum Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah yang meliputi sejarah berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah,
tujuan dan perkembangan berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah, data
siswa-siswi, guru, dan karyawan, dan struktur organiasasi. Madrasah
Ibtidaiyah Salafiyah.
BAB IV: Pada bab ini berisi tentang peran lembaga, karakteristik lembaga,
keberagamaan siswa siswi Madrasah Ibtiddaiyah Salafiyah, dan
karakteristik anak dari siswa-siswi Madrasah Ibtiddaiyah Salafiyah.
BAB V: Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan
berisi ringkasan uraian penulis dari apa yang telah dipaparkan dalam bab-
bab sebelumnya serta dilengkapi dengan saran sebagai tindak lanjut yang
seharusnya dilakukan sehingga penulisan ini dapat bermanfaat
sebagaimana mestinya.
18
BAB II
MEMAHAMI KEBERAGAMAAN DAN KARAKTERISTIK ANAK
SEKOLAH DASAR
A. Pengertian Keberagamaan
Keberagamaan (religiusitas) berasal dari kata religi yang jika
dalam bahasa Latin menjadi “religio” yang berarti mengikat. Mengikat
dalam arti bahwa setiap agama pada umumnya memiliki seperangkat
aturan dan kewajiban yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh
pemeluknya. Hal ini berfungsi untuk mengikat seseorang atau sekelompok
orang dalam hubungannya dengan tuhan, sesama manusia, dan alam
sekitar.30
Adapun pendapat lain menyebutkan jika keberagamaan
(religiusitas) adalah sebuah perilaku yang berupa penghayatan terhadap
nilai-nilai agama yang dapat dilihat dan ditandai tidak hanya melalui
ketaatan ritual dalam beribadah, namun juga dengan adanya keyakinan,
pengalaman, dan pengetahuan mengenai agama yang dianutnya.31
Sebuah agama yang dipeluk, dipraktekkan dan dihayati oleh
manusia itu juga dimaksud dengan keberagamaan (religiusitas). Salah satu
fakta dari adanya keberagamaan adalah dimensi yang dapat menyentuh
emosi dan jiwa pada sebuah individu. Jadi bisa disimpulkan bahwa
30
M. Nur Ghufron & Rini Risnawati S, Teori-teori Psikologi (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2016, cet III), h. 167 31
Vidya Tweriza Nuandri, Iwan Wahyu Widayat, “Hubungan Antara Sikap Terhadap
Religiusitas dengan Sikap terhadap Kecenderungan Prilaku Seks Pranikah Pada Remaja Akhir
Yang Sedang Berpacaran di Universitas Airlangga Surabaya,” Jurnal Psikologi Kepribadian dan
Sosial, Vol. 3, No. 2 Agustus 2014, h. 63
19
keberagamaan yang baik akan mempengarihi jiwanya sehingga menjadi
jiwa yang sehat dan membentuk kepribadian yang kokoh dan seimbang.32
Dari pemapaaran di atas dapat ditarik kesimpulan jika
keberagamaan (religiusitas) merupkan bentuk ukuran dari kualitas orang
yang beragama, dan agama sebagai wadah yang mengatur tata cara ritual
penyembahan manusia kepada tuhannya.
Keberagamaan sendiri berkembang dari usia dini melalui proses
perpaduan antara potensi bawaan keagamaaan dengan pengaruh yang
datang dari luar diri manusia. Selain itu keberagamaan juga sangat
dipengaruhi dengan pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang
dilakukan pada masa kecil agar dapat dibawa dan diperaktekkan hingga
dewasa nanti.33
Ada sebuah konsep tentang keberagamaan yang sekarang ini
dianut banyak ahli Psikolog dan Sosiolog iyalah konsep yang dirumuskan
dari Glock dan Stark yang menyatakan bahwa religiusitas merupakan
sebuah komitmen beragama, yang dijadikan sebagai kebenaran beragama,
dimana perilaku dan emosi serta pengalaman yang terjadi itu didasari oleh
agamanya, serta bagaimana seseorang hidup dan terpengaruh berdasarkan
agama yang dianutnya.34
Perkembangan keberagamaan ini sangat penting untuk digali mulai
dari usia dini, yaitu dari usia kanak-kanak. Pada perkembangan
32
Ismail dan Fahmi, Internalisasi Keberagamaan Sejak Anak Usia Dini (Dosen Tetap
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang) 01 Oktober 2017, h. 8 33
Nafis Wafiqni & Asep Edina Latip, Psikologi Perkembangan Anak Usia MI/SD
(Jakarta: UIN Pres, 2015), h. 232 34
Vidya Tweriza Nuandri, Iwan Wahyu Widayat, “Hubungan Antara Sikap Terhadap
Religiusitas dengan Sikap terhadap Kecenderungan Prilaku Seks Pranikah Pada Remaja Akhir
Yang Sedang Berpacaran di Universitas Airlangga Surabaya,” h. 63-64
20
keberagamaan masa kanak-kanak ini, yang paling penting adalah mutu
pengalaman yang berlangsung lama dengan orang-orang dewasa yang
berarti dan penting bagi mereka. Hal ini sejalan dengan pemikiran dari
Sigmund Frued, bahwa tuhan tidak lain adalah orang tua yang
diproyeksikan. Jadi tuhan pertama anak-anak adalah orang tuanya, yang
terdiri dari Bapak dan Ibu. Karena dari lingkungan yang penuh kasih
sayang yang diciptakan oleh orangtua, maka akan lahir pengalaman
keagamaan yang mendalam.35
Sebagaimana yang dikutip oleh M. Nurhadi Pada buku The
Development of Religious of Children karya dari Ernest Harms
mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak melalui tiga
fase, berikut diantaranya:
1. Fase Dongeng (The Fairy Tale Stage)
Pada fase ini dimulai pada anak usia 3-6 tahun, pada masa ini
konsep mengenai tuhan masih dipengaruhi oleh emosi dan
fantasi yang diperoleh dari dongeng, hal ini yang menjadi
dominasi pemikiran anak terhadap ajaran agamanya.
2. Fase Kenyataan (The Realistic Stage)
Fase ini terjadi ketika anak mulai menginjak masuk Sekolah
Dasar hingga ke masa usia remaja. Pada maasa ini konsep
tentang Tuhan sudah mulai berdasarkan kepada kenyataan.
Konsep ini dipengaruhi dan timbul oleh adanya lembaga
keagamaan atau orang dewasa yang berada di sekelilingnya.
35
Robert W. Crapps, Perkembangan Kepribadian & KeagamaanI ( Yogyakarta:
Kanisius, 1994, cet 4), h. 14
21
Ide keagamaan anak pada fase ini didasarkan dorongan
emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan
yang formalis.
3. Fase Individual (The Individual Stage)
Pada masa ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling
tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Jadi pada
masa ini anak sudah mempunyai pemikiran yang khas sesuai
dengan pemahaman agama yang sudah diketahui dan
dimengertinya.36
Jadi dapat disimpulkan jika keberagamaan (religiusitas) merupakan
bentuk ukuran dari kualitas orang yang beragama, yang muncul dari proses
perpaduan antara potensi bawaan keagamaaan dengan pengaruh yang
datang dari luar. Keberagamaan sudah berkembang mulai dari usia dini
yang dapat dipengari dari ada tiga fase diatas yaitu fase dongeng, fase
kenyataan dan fase individu.
B. Dimensi Keberagamaan
Membahas terkait dimensi keberagamaan ini, sebenarnya terjadi
perdebatan pendapat yang membuat para tokoh menghasilkan jumlah
dimensi yang berbeda-beda, jika menurut teori Ninian Smart dimensi
keberagamaan itu jumlahnya ada 7 yang tertera pada bukunya (The
Religious Experience Of Mankind, 1967) diantaranya:
a. Dimensi praktis
36
Nafis Wafiqni & Asep Edina Latip, Psikologi Perkembangan Anak Usia MI/SD, h.
237-238
22
b. Naratif atau mistis
c. Pengalaman dan emosional
d. Etis atau lega
e. Doktrin atau filosofis
f. Material
Selain teori Ninian Smart, terdapat teori Sartono Kartodirjo yang
merupakan peneliti studi agama-agama dari Indonesia, dimensi agama
secara kajian agama, dan terakhir yaitu teori dimensi keberagamaan oleh
C. Y Glock and Stark.
Dengan adanya berbagai macam bentuk dimensi agama yang ada,
disini penulis memilih dimensi keberagamaan dari C. Y Glock and Stark,
hal ini karena dimensi dari C. Y Glock and Stark lah yang dibutuhkan dan
cocok pada penelitian yang saya lakukan karena dimensinya yang sangat
ringkasnamun dapat mencangkup semuanya.
Dimensi keberagamaan digunakan Untuk mengetahui bagaimana
kualitas religiusitas. Keberagamaan mempunyai beberapa dimensi jika
menurut teori oleh ahli psikologi dan sosiologi Rodney William Stark dan
Charles Young Glock dalam bukunya American Piety: The Nature Of
Religious Commitment ia membagi dimensi keberagamaan dalam lima
dimensi yang meliputi yaitu keyakinan beragama, praktik keagamaan,
23
pengalaman keberagamaan, pengetahuan agama, dan konsekuensi dari
keempat dimensi tersebut. 37
Berikut pemaparannya:
1. Keyakinan Beragama (Religious Beliefs)
Menurut Rodney William Stark dan Charles Young Glock
dimensi keyakinan terdiri dari harapan bahwa orang yang
beragama akan memegang pandangan teologis tertentu, bahwa
ia akan mengakui kebenaran ajaran agama.38
Dimensi ini merupakan sebuah doktrin ketuhanan,
kebenaran, keyakinan lain dalam agama, dan tradisi-tradisi
keagamaan. Dimensi ini membahas tentang bagian-bagian yang
berkaitan dengan apa yang harus dipercayai dan menjadi sistem
keyakinan atau pengakuan akan kebenaran doktrin-doktrin dari
agama. Iman tidak hanya percaya melainkan keyakinan yang
mendorong munculnya ucapan dan perbuatan-perbuatan sesuai
dengan keyakinan yang dianutnya.39
Kepercayaan bisa diibaratkan dengan makna dari tujuan
atau pengetahuan tentang prilaku yang baik, dan yang
dikehendaki oleh Tuhan. Seorang Individu yang religius akan
yakin dan berpegang teguh pada ajaran teologis tertentu dan
37
Charles Young Glock dan Rodney William Stark, Amerikan Piety: The Nature Of
Religious Comitment, pp. 14-16
38
Charles Young Glock dan Rodney William Stark, Amerikan Piety: The Nature Of
Religious Comitment, pp. 14 39
M. Nurhadi, Pendidikan Kedewasaan Dalam Prespektif Psikologi Islam, h. 69
24
mengakui kebenaran doktrin agamanya, misalnya adanya
malaikat, surga-neraka dan sebagainya.40
Dimensi ini bisa disimpulkan sebagai salah satu cara kita
untuk melihat seorang individu terkait dengan komitmen
beragamanya, karena orang yang sudah berkomitmen maka
akan berpegang teguh pada ajaran yang ada pada agama yang
dianutnya.
2. Praktik Keagamaan (Religious Practices)
Dimensi yang berkaitan dengan seperangkat prilaku yang
dapat menunjukkan seberapa besar komitmen seseorang
terhadap agama yang diyakininya. Dimensi ini berhubungan
dengan prilaku atau ritual pada agama seperti pemujaan,
ketaatan dan hal-hal lain yang menunjukkan sebuah komitmen
dengan agama yang dianutnya.41
Praktik keagamaan adalah termasuk tindakan penyembahan
dan pengabdian, hal-hal yang dilakukan orang untuk
melaksanakan komitmen agama mereka.42
Dimensi ini sangat
berkaitan dengan ketaatan penganut suatu agama.
3. Pengalaman Keberagamaan (Religious Experience)
Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan,
perasaan-perasaan, presepsi-presepsi, dan sensasi-sensasi yang
dialami seseorang. Dimensi ini juga mencangkup tentang
40
Ismail dan Fahmi, Internalisasi Keberagamaan Sejak Anak Usia Dini, h. 9 41
M. Nurhadi, Pendidikan Kedewasaan Dalam Prespektif Psikologi Islam, h. 69 42
Charles Young Glock dan Rodney William Stark, Amerikan Piety: The Nature Of
Religious Comitment, pp. 15
25
informasi yang dimiliki seseorang mengenai keyakinan agama
yang dianutnya mulai dari tata cara, kitab suci, atau tradisi-
tradisinya.43
Menurut pendapat dari Rodney William Stark dan Charles
Young Glock mengatakan bahwa semua agama memiliki
harapan tertentu. Orang beragama akan memiliki waktu lain
untuk mencapai realita akhir yang langsung dan subyektif,
bahwa seseorang akan mencapai suatu rasa kontak, meskipun
sekilas kepada Tuhan.44
Perasaan yang dialami oleh orang beragama, seperti rasa
tenang, tentram, bahagia, syukur, patuh, taat, takut, menyesal,
bertobat, dan lain-lain. Dimensi ini ialah sebagai unsur
perasaan dalam kesadaran agama yang membawa pada suatu
keyakinan. Dimensi pengalaman keaagamaan ini dapat muncul
jika seseorang itu mempunyai tingkat keagamaan yang tinggi. 45
4. Pengetahuan Agama (Religious Knowledge)
Pengetahuan agama ialah dimensi yang mencangkup
informasi yang dimiliki seorang individu untuk mengenal
keyakinan yang dipeluknya. Hasil yang diberikan dari adanya
dimensi ini ialah memberikan sebuah informasi tentang
43
Ismail dan Fahmi, Internalisasi Keberagamaan Sejak Anak Usia Dini, h. 10 44
Charles Young Glock dan Rodney William Stark, Amerikan Piety: The Nature Of
Religious Comitment, pp. 15 45
M. Nurhadi, Pendidikan Kedewasaan Dalam Prespektif Psikologi Islam, h. 70
26
seberapa jauh tingkat pengetahuan agama (religiusliteracy) dan
tingkat ketertarikan dengan agama yang dianutnya.46
Dimensi pengetahuan mengacu pada harapan orang
beragama yang akan memiliki informasi tentang ajaran agama,
tradisi, dan kitab suci. Dimensi ini sangat berkaitan dengan
dengan dimensi keyakinan, hal ini dikarenakan pengetahuan
tentang keyakinan merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
penerimaannya. Sedangkan, keyakinan tidak perlu mengikuti
dari pengetahuan, juga tidak semua pengetahuan agama
bergantung pada keyakinan.47
Jadi dapat disimpulkan bahwa seseorang yang sudah
mengambil keputusan untuk memeluk sebuah agama paling
tidak mempunyai sejumlah pengetahuan mengenai dasar-dasar
keyakinan, ritus dari kitab suci dan tradisi-tradisinya.
5. Konsekuensi (Effect)
Ada sebuah keputusan tentu sudah sepaket dengan
konsekuensinya, begitu juga berlaku dengan keputusan untuk
memilih sebuah agama sebagai keyakinan untuk diyakini dan
diamalkan perintah-perintahnya.
Dimensi konsekuensi ialah dimensi yang mengacu pada
identifikasi mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan
keagamaan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan seseorang
46
Ismail dan Fahmi, Internalisasi Keberagamaan Sejak Anak Usia Dini, h. 9 47
Charles Young Glock dan Rodney William Stark, Amerikan Piety: The Nature Of
Religious Comitment, pp. 16
27
dalam kehidupan sehari-hari. 48
Dimensi ini menunjuk pada
konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh ajaran agama
dalam perilaku umum yang tidak secara laangsung dan khusus
ditetapkan oleh agama seperti pada dimensi ritualis.
Dari dimensi empat lainnya dimensi inilah yang menjadi
cermin untuk mengidentifikasi efek dari keyakinan agama,
praktik, pengalaman, dan pengetahuan. Dimensi ini digunakan
untuk mengukur sejauh mana komitmen seseorang dalam
beragama,yaitu apakah dia menerima segala konsekuensi dari
agama yang dianutnya atau hanya menuruti hawa nafsunya.49
C. Sifat-sifat Keagamaan pada Anak
Berdasarkan hasil riset dan observasi menurut kesepakatan dari
para ahli Psikologi, kebutuhan manusia sesungguhnya tidak hanya terbatas
pada kebutuhan makan, minum, pakaian ataupun kenikmatan-kenikmatan
lainnya. Manusia mempunyai keinginan dan kebutuhan yang bersifat
universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan lainnya, bahkan mengatasi
kebutuhan akan kekuasaan, hal itu merupakan kebutuhan kodrati, yaitu
keinginan untuk mencitai dan dicintai oleh Tuhan.50
Berdasarkan kesimpulan dari hal tersebut manusia ingin
mengabdikan dirinya kepada Tuhan atau sesuatu yang dianggap sebagai
zat yang mempunyai kekuasaan tertinggi. Keinginan itu terdapat pada
48
Vidya Tweriza Nuandri, Iwan Wahyu Widayat, “Hubungan Antara Sikap Terhadap
Religiusitas dengan Sikap terhadap Kecenderungan Prilaku Seks Pranikah Pada Remaja Akhir
Yang Sedang Berpacaran di Universitas Airlangga Surabaya,” h. 64 49
Charles Young Glock dan Rodney William Stark, Amerikan Piety: The Nature Of
Religious Comitment, pp. 15 50
Ramayulis, Psikologi Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 2004, cet. VII), h. 25
28
setiap kelompok golongan atau masyarakat manusia dari yang paling
primitive hingga yang paling modern.51
Hal tersebut juga berlaku pada anak-anak. Pandangan tuhan pada
anak memiliki beberapa ciri dan karakteristik yang sesuai dengan tingkat
perkembangan usia mental anak, yang pada umumnya pandangan Tuhan
pada anak bersifat antropomorfik dan personal. Gambaran Tuhan
antropomorfik dan personal adalah gambaran yang menyamakan Tuhan
dan manusia dari segi fisik dan kekuatan, hal ini merupakan ciri khas yang
melekat pada anak TK dan usia SD karena sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitif mereka.52
Anak mengenal Tuhan pertama kali melalui bahasa dari kata-kata
orang yang ada dalam lingkungannya, yang pada awalnya diterima secara
acuh. Tuhan bagi anak pada permulaan tidak adanya perhatian terhadap
Tuhan, ini dikarenakan ia belum mempunyai pengalaman yang akan
membawanya ke sana, baik pengalaman yang menyenangkan maupun
yang menyusahkan. Namun, setelah ia menyaksikan reaksi orang-orang di
sekelilingnya yang disertai oleh emosi atau perasaan tertentu yang makin
lama makin meluas, maka mulailah perhatiannya terhadap kata Tuhan itu
tumbuh.53
oleh karena ini terdapat beberapa sifat keagamaan pada anak
sebagai berikut:
51
Ramayulis, Psikologi Agama, h. 26 52
Gazi, & Faojah, Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama Terhadap Prilaku
Manusia (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, cet. I), h. 26 53
Ratnawati, Memahami Jiwa Keagamaan Pada Anak Dan Remaja, “Jurnal Kajian
Keislaman dan Kemasyarakatan”, Vol. 1, No. 01, 2016, h. 4
29
1. Unreflective (tidak mendalam/tanpa kritik)
Seperti yang dikutip oleh Jalaludin dan Ramayulis ada
sebuah penelitian yang dilakukan oleh Machion terkaid dengan
konsep ketuhanan pada anak, hasil yang ditemukan 73% anak
menganggap Tuhan itu bersifat seperti manusia. Selanjutnya di
sebuah sekolah ada yang mengatakan bahwa Santa Klaus yang
memotong jenggotnya untuk membuat bantal. Dari sini dapat
ditarik kesimpulan bahwa anggapan mereka tentang ajaran
agama dapat diterima tanpa kritik. Kebenaran yang mereka
terima tidak mendalam dan cukup sekadarnya saja dan mereka
merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang kurang
masuk akal.54
2. Egosentris ialah rasa kesadaran pada diri sendiri yang dimiliki
oleh anak sejak tahun pertama usia perkembangannya dan akan
dilanjutkan perkembangannya sesuai dengan pengalamannya.
3. Antropomorphis ialah konsep ketuhanan pada anak yang
menggambarkan pengalamannya di kala berhubungan dengan
orang lain. Konsep ketuhanan yang terjadi pada tahap
berpegang pada aspek-aspek kemanusiaan.
4. Verbalis dan Ritualis, ialah sebuah kehidupan pada anak yang
sebagian besar tumbuh mula-mula secara verbal (ucapan).
Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan
54
Jalaludin & Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 1993, cet.
II), h. 35
30
dan selain itu pula dari amaliah yang mereka kerjakan
berdasarkan pengalamannya.
5. Imitative ialah tindakan keagamaan yang dilakukan oleh anak-
anak yang pada dasarnya didapat dari meniru.
6. Rasa heran dan kagum hal ini merupakan tanda sifat teraakhir
pada anak, yang mana pada fase ini anak masih bersifat kritis
dan kreatif dalam menjelaskan dan melihat apa yang ada
disekelilingnya, sehingga mereka hanya kagum dengan
keindahan lahiriyah saja.55
D. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar
Anak yang memasuki usia sekolah dasar akan mengalami
perubahan yang sangat drastis baik mental maupun fisik. Selain itu pada
usia ini, anak mulai mempunyai prilaku yang khas dan bisa ditemukan
hanya pada periode usia tersebut. Karakteristik perilaku tersebut meliputi
pembentukan kelompok teman sebaya, perilaku tidak jujur atau
berbohong, perilaku curang, ketakutan dan stress. Sedangkan menurut
Hurlock, ahli psikolog perkembangan mendefinisikan karakteristik anak
pada usia sekolah sebagai masa berkelompok dimana perhatian anak
tertuju pada keinginan agar diterima oleh kelompoknya.56
Menurut Seifert dan Haffung usia anak SD yang berkisar antara 6-
12 tahun memiliki tiga jenis perkembangan berikut diantaranya:
1. Perkembangan Fisik
55
Jalaludin & Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Kalam Mulia, 1993, cet.
II), h. 35-38 56
Fika Latifah, Hubungan Karakteristik Anak Usia Sekolah Dengan Kejadian Bullying
Di Sekolah Dasar X Di Bogor (Skripsi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia), h. 10
31
Pada usia masuk kelas satu SD atau MI, perkembangan
fisik pada anak mengalami periode peralihan dari pertumbuhan
cepat masa anak-anak awal ke suatu fase perkembangan yang
lebih lambat. Perkembangan fisik ini ditandai dengan
pertumbuhan biologis, misalnya pertumbuhan otak, otot dan
tulang. Usia masuk SD atau MI pada anak-anak baik laki-laki
atau perempuan tinggi dan berat badannya kurang lebih
berkisar 3,5 kg. namun setelah usianya beranjak remaja yaitu
12-13 tahun anak perempuan berkembang lebih cepat
dibandingkan dengan laki-laki.57
Berikut diantaranya ulasan
perkembangan fisik pada anak usia sekolah dasar :
a. Pada usia 9 tahun tinggi dan berat badan anak laki-laki
dan perempuan kurang lebih sama. Namun, ada
perbedaan pada anak bentuk fisik dari anak perempuan,
dimana tingginya relatif lebih pendek dan lebih
langsing dari anak laki-laki pada umur sebelum
menginjak usia 9 tahun.
b. Dilanjut dengan usia anak menjelang akhir kelas empat,
terdapat pertumbuhan anak perempuan yang mengalami
masa lonjakan pertumbuhan, ditandai dengan lengan
dan kaki yang mulai tumbuh cepat.
57
Cerika Rismayanti , Optimalisasi Pembentukan Karakter Dan Kedisiplinan Siswa
Sekolah Dasar Melalui Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan, “Jurnal Pendidikan Jasmani
Indonesia”, Vol. 8, No. 1, April 2011, h. 11
32
c. Pada akhir kelas lima, pertumbuhan fisik antara laki-
laki dan perempuan masih didominasi oleh perempuan,
dimana perempuan terlihat lebih tinggi, lebih berat dan
lebih kuat daripada anak laki-laki. Pada usia 11 tahun
nantinya anak laki-laki akan mulai terlihat lonjakan
pertumbuhannya.
d. Menginjak anak kelas enam, khususnya buat
perempuan sangat mendekati puncak tertinggi dari
pertumbuhan mereka. Hal ini ditandai dengan
dimulainya menstruasi yang terjadi pada usia 12-13
tahun. Sedangkan dengan anak laki-laki, ia memasuki
masa pubertas dengan ejakulasi diantara umur 13-16
tahun.58
2. Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif ini mencangkup perubahan-
perubahan dalam perkembangan pola pikir. Perkembangan ini
akan dijawab dengan empat pendekatan perkembangan
kognitif. Menurut Piaget, pertama, Sensorimotorik berlaku
pada umur 0-2 tahun. Dimana bayi lahir dengan sejumlah
refleksi bawaan yang mendorong bayi mengeksplor dunianya.
Kedua, Praoprasional anak belajar dan mempresentasikan
sebuah obyek dengan gambar dan kata-kata. Pemikiran lebih
58
Sugiyanto, Karakteristik Anak Usia SD,
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Karakteristik%20Siswa%20SD.pdf , artikel ini diakses
pada tanggal 03 Mei 2018
33
simbolis dan lebih bersifat egosentris dan intuitif. Ketiga,
Operational Kongkrit (7-11), anak pada masa ini sudah mulai
berfikir menggunakan logika yang memadai. Keempat,
Operasional Formal (12-15) anak pada masa ini sudah mampu
berfikir secara abstrak, menalar secara logis, dan dapat menarik
kesimpulan dari imformasi yang telah tersedia.59
3. Perkembangan Psikososial
Perkembangan ini berkaitan tentang perubahan emosi
individu. Dimana perkembangan dari Individu harus sejalan
dengan perkembangan aspek lainnya, misalkan diantaranya
ialah aspek psikis, moral dan sosial.60
Pada usia anak yang
menjelang masuk SD, anak telah berhasil mengembangkan
ketrampilan berpikir, bertindak, serta pengaruh sosial yang
lebih kompleks. Sampai pada masa ini, pada dasarnya anak
masih berpusat pada diri sendiri (egosentris) dimana dunianya
masih seputar keluarga dirumah, dan taman kanak-kanaknya.
Setelah memasuki SD dunia anak akan mengalami sedikit
demi sedikit mengalami perubahan. Tahap ini bisa disebut
dengan tahap “I can do it my self “. Anak mulai mencoba
membuktikan bahwa mereka “dewasa”, mereka sudah mampu
untuk diberikan tugas, dan mereka dapat mengerjakan sendiri
tugasnya.
59
Sugiyanto, Karakteristik Anak Usia SD, h. 2-3 60
Cerika Rismayanti , Optimalisasi Pembentukan Karakter Dan Kedisiplinan Siswa
Sekolah Dasar Melalui Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan, h. 12
34
Selain hal tersebut masa SD juga menjadi awal tumbuhnya
tindakan mandiri anak, misalkan dengan menyelesaikan tugas
sekolahnya sendiri, dengan membuat kelompok belajar, serta
bertindak menurut cara-cara yang dapat diterima lingkungan
mereka. Mereka juga mulai belajar untuk menilai diri sendiri
dengan membandingkan dengan orang lain, mulai peduli pada
permainan yang jujur. Semua hal ini kebanyakan terjadi pada
anak SD yang sudah menginjak kelas besar. Anak-anak juga
mulai menggunakan perbandingan sosial (social comparison)
terutama untuk norma‐ norma sosial dan kesesuaian jenis-jenis
tingkah laku tertentu, pada saat anak-anak tumbuh semakin
lanjut, mereka cenderung menggunakan perbandingan sosial
untuk mengevaluasi dan menilai kemampuan-kemampuan
mereka sendiri.61
Selain memiliki karakteristik khusus anak-anak SD juga
mempunyai kebutuhan-kebutuhan tertentu, antara lain: anak
sekolah dasar pada umumnya senang bermain. Dalam tanda
kutip yaitu pembelajaran yang didalamnya terdapat unsur
permainan, dan aktif bergerak. Dalam hal ini anggapan anak
untuk duduk rapi dalam rentang waktu yang lama, adalah
membosankan.62
61
Sugiyanto, Karakteristik Anak Usia SD, h. 3 62
Windi Wulandari, Perkembangan Perilaku Keberagamaan Pada Anak Usia Sekolah
Dasar Peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada, h. 33
35
Jadi dapat disimpulkan jika karakteristik anak sekolah dasar mulai
ditandai dengan prilaku anak yang mulai tidak jujur, curang, dan mulai
membentuk grup kelompok belajar. Karakteristik ini terbagi menjadi tiga
menurut Seifert dan Haffung pada anak usia 6-12 tahun. Pada
perkembangan pertama, anak mengalami perkembangan fisik seperti
pertumbuhan biologisnya yang ditandai dengan bertumbuhnya otot, otak
dan tulang. Sedangkan perkembangan kedua, ialah perkembangan
kognitif, yang ditandai dengan perkembanga-perkembangan pola pikir.
Dan yang terakhir, adalah perkembangan psikososial yang ditandai dengan
anak mulai menggap dirinya dapat menerima tugas, dapat mengerjakan
tugas sendiri, mandiri, dan mulai memperhatikan perbandingan sosial.
36
BAB III
MADRASAH IBTIDAIYAH SALAFIYAH DAN PROGRAM PEMBINAAN
PERKEMBANGAN KEBERAGAMAAN
A. Asal Usul Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
1. Sejarah Berdirinya Yayasan Salafiyah
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah merupakan salah satu lembaga
di bawah naungan Yayasan, yaitu Yayasan Salafiyah. Yayasan
Salafiyah awalnya hanyalah sebuah pondok pesantren yang didirikan
oleh KH. Siroj dengan nama Pondok Kajen Wetan Banon, pada
tanggal 12 Mei 1902. Perkembangannya pun sangat pesat, dapat dilihat
muridnya seperti KH. Bisri Syamsuri yang menjadi ulama besar di
Denanyar Jombang, atau KH. Hambali tokoh terkenal di Waturoyo.
Pondok ini dipegang langsung oleh KH. Siroj selama 26, beliau
meninggal pada tahun 1928. kemudian sepeninggalnya barulah
kepemimpinan pesantren diserahkan pada anaknya, KH. Baedlowie. 63
Pada tanggal 1 Januari 1935 KH. Baedlowie memutuskan
untuk kerja sama dengan KH. Hambali barulah menghasilkan
Madrasah Salafiyah. Madrasah ini digunakan sebagai pelengkap dari
pengajaran agama di pesantren. Dimana pesantren tersebut awalnya
bernama Pesantren Kulon Banon, yang belakangan berganti nama
menjadi Pondok Salafiyah. Pertumbuhan pada Madrasah berjalan
terjal, bahkan sempat divakumkan pada masa penduduk fasis militer
63
Zainul Milal Bizawie, Pondok Kajen Wetan Banon Pesantren Salafiyah Dalam Lintas
Sejarah (Tangsel: Pustaka Compas, 2012), h. 50
37
Jepang, pada tahun 1942. Alasan karena pada saat itu Desa Kajen
diawasi oleh militer Jepang secara ketat.64
Setelah situasi tanah air mengizinkan, pada tahun 1945
Madrasah Salafiyah Kajen dibuka kembali dibawah asuhan KH.
Baedlowie dan dibantu dengan KH. Hanzawie beserta angkatan
mudanya. Berkat ketekunanan dan pengelolaan yang baaik, pada tahun
1948 Madrasah Salafiyah mendapatkan pengakuan dari pemerintah.
Dilanjut pada tahun 1950 Madrasah berhasil mendapatkan subsidi dari
pemerintah yang berupa tenaga pengajar dan alat-alat sekolah.65
Setelah berjalan beberapa tahun KH. Baedlowi mengalami
sakit-sakitan, meski pada kondisi terbaring, beliau masih tetap
berjuang untuk pendidikan, dan memberikan anjuran untuk
memperluas spektrum ruang gerak Salafiyah. Akhirnya pada tanggal 2
Februari 1981, lembaga Madrasah Salafiyah tersebut dijadikan
Yayasan yang diberi nama “Yayasan Assalafiyah” kedudukannya
masih tetap di Desa Kajen, Margoyoso, Pati. Namun di tengah alur
perkembangan yayaasan semakin membaik, datang berita duka pada
subuh hari jum‟at tanggal 3 Ramadhan 1402/ 25 Januari 1982 tentang
wafatnya KH Baedlowi.66
Sepeninggal dari KH Baedlowi, urusan kepemimpinan
yayasan diserahkan pada anak-anak dan saudara-saudaranya, yang
64
Zainul Milal Bizawie, Pondok Kajen Wetan Banon Pesantren Salafiyah Dalam Lintas
Sejarah, h. 53 65
Zainul Milal Bizawie, Pondok Kajen Wetan Banon Pesantren Salafiyah Dalam Lintas
Sejarah, h. 53 66
Zainul Milal Bizawie, Pondok Kajen Wetan Banon Pesantren Salafiyah Dalam Lintas
Sejarah, h. 58
38
perlahan-lahan berkembang lebih baik lagi dengan berbagai macam
prestasi, hingga dapat mendirikan lembaga-lembaga sekolah formal
dari mulai Madrasah Ibtidaiyah hingga Madrasah Tsanawiyah.
2. Sejarah Berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah berdiri sejak 1987 yang
didirikan oleh bapak Muwaffaq Noor dan H. Hadziq Siroj. Pendirian
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah dilatar belakangi oleh situasi dan
kondisi anak-anak di Kajen yang tumbuh dan berkembang tanpa ada
nilai keagamaan, seperti ibadah, ahlak serta pendidikan yang
berkenaan dengan agama. Karena belum ada lembaga yang menjadi
wadah untuk belajar agama, serta kesibukan dari orang tua yang sibuk
mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Adapaun hal lain yang menjadi alasan adalah pada saat siang hari yang
dilalui anak-anak hanya menghabiskan waktu dengan bermain saja,
serta adanya semangat yang tinggi untuk menanamkan keagamaan
pada diri seorang anak dimulai dari dini.67
Berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah ini berada pada
naungan Yayasan Salafiyah yang berada di Kajen, Margoyoso, Pati.
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah ini dahulunya sebuah lembaga yang
berdirinya diusung oleh Yayasan saja, yaitu Yayasan Salafiyah, yang
pada saat itu belum mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah.
Sistem pembelajaran yang diajarkan pun dimulai dari siang hari karena
mempunyai tujuan agar anak dapat memanfaatkan waktunya setelah
67
Wawancara dengan bapak Zainul Milal Bizawie (Keluarga Yayasan Salafiyah, dan
Sebagai Sejarawan), Ciputat, 11 Agustus 2018
39
selesai belajar formal di Sekolah Dasar. Jadi bisa dikatakan peran
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah dahulu adalah sebagai Taman
Pendidikan Al-Qur‟an.
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah awalnya hanya sebagai wadah
untuk belajar Pendidikan agama seperti Taman Pendidikan Al-Quran
(TPA). Pada waktu itu masih jarang bahkan hampir tidak ada TPA di
Kajen maka, keluarga dari Yayasan Salafiyah merasa penting adanya
wadah untuk belajar Al-Quran, namun seiring dengan berjalannya
waktu dan Lembaga Pendidikan Al-Quran semakin ramai, Madrasah
Ibtidaiyah Salafiyah pun mengalami penyusutan dalam hal siswa-
siswinya hingga akhirnya pihak Yayasan memutuskan untuk menutup
sementara sekolahan tersebut.68
Sampai pada masa beberapa tahun pasca vakum, kepala
sekolah Madrasah Tsanawiyah Salafiyah yaitu Bapak Masfuk merasa
perlu adanya sekolah keagamaan sebelum masuk di jenjang Madrasah
Tsanawiyah akhirnya mengusulkan untuk menghidupkan kembali
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah menjadi sekolah formal dan resmi
diakui oleh pemerintah setempat. Adapun proses peresmiannya,
Pertama pihak Yayasan meminta izin di badan wakaf untuk
mendirikan bangunan di tanah wakaf yang ditinggalkan leluhurnya dan
kedua, mengurus proposal untuk menindak lanjuti perizinan di
pemerintah Kab. Pati.
68
Wawancara dengan Zainul Milal Bizawie (Keluarga Yayasan Salafiyah, dan Sebagai
Sejarawan), Ciputat, 11 Agustus 2018
40
Pada masa menghidupkan Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah kembali,
pihak keluarga Yayasan memberikan amanah pada Bapak Akhmad
Ashab, S.Pd.I. untuk menjadi kepala sekolahnya. Beliau juga
merupakan keluarga dari Yayasan yaitu putra dari KH. Faqihuddin, atau
cucu dari KH. Baidlowie Sirodj.69
Suasana yang terlihat dari warga sekitar di sana ikut merasa
senang, atas kembalinya Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah, karena tidak
banyak sekolahan yang memberikan dua manfaat sekaligus yaitu
Pendidikan umum sekaligus Pendidikan agama. Madrasah Ibtidaiyah
mendapat pengakuan dari Departemen Agama dengan nomor :
Kd.11.18/4/PP.07/1877/2005 pada tanggal 12 Oktober 2005. 70
Jadi dapat disimpulkan bahwa berdiri Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah dilatar belakang terbentuknya Yayasan Salafiyah Kajen yang
mengalami perkembangan yang maju dengan mendirikan lembaga-
lembaga pendidikan hingga sampai pada jenjang sekolah dasar yaitu
dengan mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah, karena melihat
situasi pendidikan/ pengajaran di tanah air yang semakin maju namun
pembelajaran agamanya tertinggal, maka perlu kiranya didirikan
lembaga pendidikan agama yang sistematis dan terorganisir. Sedangkan
tujuan didirikannya Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah ini untuk mencetak
generasi yang beriman, bertakwa dan berkualitas yang bisa bermanfaat
untuk agama dan bangsa. Selain itu bertujuan untuk perkembangan dan
69
Wawancara dengan bapak Zainul Milal Bizawie (Keluarga Yayasan Salafiyah, dan
Sebagai Sejarawan), Ciputat, 11 Agustus 2018 70
Wawancara dengan bapak Ashab (Kepala Sekolah MI Salafiyah Kajen, 09 Juli 2018,
11.00 WIB
41
peningkatan nilai-nilai keagamaan pada anak, untuk bekal hidup di
masa sekarang sampai dengan masa yang akan datang.71
Dalam pendirian Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah ini, terdapat
beberapa faktor penghambat dan pendukung. Pertama, Faktor
penghambat tersebut ialah: Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah sempat
vakum di kurun waktu yang lumayan lama dikarenakan menurunnya
jumlah siswa siswanya, karena banyak yang pindah sekolah. Karena
dahulunya MI Salafiyah sebagai diniyah, dan seiring waktu banyak
berdiri TPQ di desa Kajen akhirnya siswa siswinya banyak yang pindah
di TPQ, karena sebenarnya mayoritas dari siswa siswinya di jam pagi
sudah sekolah. Akhirnya pihak yayasan memutuskan untuk vakum.
Kedua, Faktor pendukung tersebut yakni, terdapat banyak
Madrasah Ibtidaiyah yang berada di daerah Kajen yang sudah lebih
dulu berdiri, sehingga menjadikan kita mempunyai semangat dan
motivasi tinggi untuk menjadi Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah sebagai
Madrasah yang formal dengan ciri khas tersendiri serta dapat diakui
oleh pemerintah. Dalam mencukupi kebutuhan dan keperluan Madrasah
Ibtidaiyah Salafiyah agar menggunakan anggaran dana dari Yayasan
Salafiyah sendiri. Sampai pada akhirnya diresmikan sebagai sekolah
formal barulah mendapat tambahan bantuan dari pemerintah sekitar.72
71
Wawancara dengan bapak Ashab (Kepala Sekolah MI Salafiyah Kajen, 09 Juli 2018,
11.00 WIB 72
Wawancara dengan bapak Ashab (Kepala Sekolah MI Salafiyah Kajen, 09 Juli 2018,
11.00 WIB
42
B. Tujuan dan Perkembangan Berdirinya Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah
Tujuan didirikannya Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah ini untuk
mencetak generasi yang beriman, bertakwa dan berkualitas yang bisa
bermanfaat untuk agama dan bangsa. Selain itu, pendiriannya
bertujuan untuk mengembangan dan meningkatkan nilai-nilai
kegamaan pada anak, untuk bekal hidup di masa sekarang sampai
dengan masa yang akan datang.73
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah pada saat ini, berdiri kokoh pada
tanah wakaf dari yayasan. Perkembangan yang dilaluinya sangat
bagus, dimana dulunya hanya lantai satu sekarang sudah menjadi
bangunan lantai tiga. Terdapat 120 siswa dan siswi pada tahun ajaran
2018/2019. Tenaga guru pada MI Salafiyah bisa dibilang cukup karena
hampir semua guru sudah bergelar S1 (sarjana). Fasilitas yang
diberikan juga bisa dibilang cukup, meski belum semua siswa-siswi
dapat menikmati secara individu, diantaranya seperti adanya gedung
yang representatif, laboratorium komputer, buku panduan belajar, dan
perpustakaan.
Sedangkan dalam memenuhi kebutuhannya MI Salafiyah saat ini,
setiap anak tidak dipungut biaya karena sekolah mendapatkan dana
BOS (Bantuan oprasional sekolah ) dan APBD (Anggaran pendapatan
belanja daerah) serta dari yayasan. Namun, untuk keperluan ketika ada
kegiatan tertentu anak-anak sering diminta untuk iuran sesuai dengan
73
Wawancara dengan Akhmad Ashab (Kepala Sekolah MI Salafiyah Kajen, 09 Juli 2018,
11.00 WIB
43
kebutuhan acara pada saat itu. Karena di Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah ada jam tambahan untuk belajar Baca Tulis Al-Quran dengan
Metode Yanbu‟a anak-anak cukup diminta untuk membayar Rp. 15000
ribu saja.74
Di lima tahun ini, madrasah juga berhasil mendapatkan beberapa
penghargaan kejuaraan yang diperoleh dari anak didiknya diantaranya
adalah:
1. Juara III Lomba IPA se-KKM
2. Juara III Lomba IPU se-KKM
3. Juara II Lomba Rebana se-KKM
4. Juara I Lomba Pencak silat se-Kabupaten
5. Juara I Lomba Kaligrafi se-Kabupaten
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah juga menawarkan beberapa aktifitas
ekstra yang dapat diikuti di luar jam pelajaran, diantaranya adalah
pramuka, seni baca Al-Qur‟an, komputer, kaligrafi, muhadharah, dan
seni bela diri. 75
C. Visi dan Misi Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
VISI :
“ Beriman, Bertaqwa, Cerdas dan Berkualitas (Beta Celita)”
74
Wawancara dengan Akhmad Ashab (Kepala Sekolah MI Salafiyah Kajen, 09 Juli 2018,
11.00 WIB 75
Data Profil MI Salafiyah Kajen, Kajen, 09 Juli 2018
44
Misi :
1. Menanamkan keimanan dan ketaqwaan pada peserta didik dengan
cerdas, dan berkualitas.
2. Menanamkan jiwa cerdas bersosial baik terhadap sesama maupun
lingkungan sekitar pada peserta didik
3. Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dalam pencapaian
prestasi akademik secara religius, disiplin, jujur dan
bertanggungjawab.
4. Meningkatkan pengetahuan dan profesionalisme tenaga kependidikan
sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan secara religius dan
bertanggung jawab.
5. Menyelenggarakan tata kelola Madrasah yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel secara religius, peduli, disiplin, jujur dan
bertanggung jawab.
Visi Misi diatas merupakan hal-hal yang ingin dicapai madrasah
Ibtidaiyah Salafiyah pada siswa-siswinya. Visi Misi diatas secara garis
besar menginginkan penanaman akan pendidikan keagamaan pada peserta
didik, hal ini sesuai dengan metode salafi yang memang sudah dikenal
oleh masyarakat pada umumnya. Salafi berasal dari Bahasa Arab yaitu
Salafa yang berarti orang-orang terdahulu yang mempunyai konotasi arti
tradisional.
45
Lembaga pendidikan yang menganut sistem salaf, masih
berpatokan pada sistem tradisional dalam mengajarkan pendidikan agama.
Lembaga tersebut selektif dalam memilih pelajaran dan metode untuk
disesuaikan dengan kurikulum agama yang ingin diterapkan.
Lembaga ini umumnya berkembang di daerah-daerah pedesan dan
kurang berkembang di daerah perkotaan dimana orang-orang pedesaan
masih memiliki budaya dan pola pikir yang tradisional, oleh karenanya
tidak sedikit lembaga pendidikan salafi yang memakai bahasa daerah
setempat untuk memudahkan dalam mengajarkan pelajaran agama.
Lembaga pendidikan Salafi lebih mengedepankan aspek
keagamaan dalam mendidik siswa-siswinya, kemungkinan karena
menganggap bahwa pondasi pendidikan agama, penanaman keimanan,
akhlak yang baik merupakan pondasi awal yang harus di bangun agar
ketika anak mendapatkan aspek pendidikan yang lain seperti pelajaran
umum, ia sudah lebih dahulu mempunyai pondasi yang kuat.
Penguatan aspek keagamaan pada anak tidak hanya berpengaruh
pada diri mereka saja, tapi juga berpengaruh pada cara mereka
bersosialisasi dengan penanaman akhalak yang baik oleh lembaga
pendidikan salafi.
46
D. Data Siswa-siswi, Guru dan Karyawan
1. Data Siswa-siswi
Data terbaru pada tahun 2018/2019 jumlah keseluruhan dari
siswa-siswi Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen berjumlah 120.
Adapun perincian siswa-siwi sebagai berikut:
Tabel 1
Data siswa-siswi Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah menurut kelas
No. Kelas Rombel Siswa
laki-laki
Siswa
Perempuan
Jumlah
Siswa
Jumlah
Ruang
Kelas
1.
2.
3.
4.
5.
6.
I
II
III
IV
V
VI
1
1
1
1
1
1
17
6
13
14
6
10
12
16
6
9
8
3
29
22
19
23
14
13
1
1
1
1
1
1
Jumlah 6 66 54 120 6
Sumber: Tata Usaha Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen, tahun 2018
Dari data siswa diatas, dapat diketahui siswa kelas 1 sampai
dengan kelas 6 berjumlah 120 siswa, yang terdiri dari siswa laki-laki
berjumlah 66, dan siswi perempuan berjumlah 54.
2. Data Guru dan Karyawan
Jumlah karyawan di Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen
berjumlah tiga dengan perincian satu laki-laki dan dua perempuan.
Sedangkan jumlah Gurunya dua puluh, dengan perincian empat laki-
47
laki dan enam belas perempuan. seperti yang terlihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 2
Data Guru dan Karyawan Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen
No. Nama Keterangan Ket. Pr/Lk
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
Akhmad Ashab,S.Pd.I
Irna Baroroh,S.Pd.I
Nur Ifah,S.Pd.I
Ahmad Suwam,S.Pd.I
Ali Achmadi,S.Pd.I
Awalia,S.Pd.I
Azifatul Hannah,S.Pd.I
Luluk Hikmah,S.Pd.I
Mahmudah,S.Pd.I
Maria Ulfah,S.Ag
Nila Dakhiroh,S.Pd.I
Nur Hamid
Puji Riyanti,S.Pd.I
Ruqoyyah
Saiful Isrin,S.Pd.I
Zuliatin Nazihah,S.H.I
Masriyani Achna
Adibatun
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Guru
Bidang. Keuangan
Guru
Bidang Administrasi
Guru
Guru
Guru
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Perempuan
48
19.
20.
21.
22.
23.
Ulfa Hefi Sa'adah, SPd
Nur Inayah
Eka Rahmawati, S.Pd
Sutini
Mar'atus Sholihah
Guru
Guru
Guru
Tukang Kebun
Guru
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Perempuan
Sumber: Tata Usaha Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen, 2018
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen memiliki 20 guru dengan rincian
4 guru laki-laki dan 16 guru perempuan. 1 dari 4 guru laki-laki dan 5 dari
16 guru perempuan belum memiliki gelar sarjana, sehingga dapat
diakumulasikan bahwa 6 dari 20 guru belum bertitel sarjana. Hal ini dapat
mengurangi tingkat kualitas guru dimana seharusnya guru yang mengajar
sekolah dasar haruslah sudah memiliki gelar sarjana, bahkan guru taman
kanak-kanak pun telah harus tamat sarjana.
E. Struktur Organisasi
Sumber: Tata Usaha Madrasah Ibtidaiy`ah Salafiyah Kajen
49
Berdasarkan struktur organisasi diatas Yayasan Salafiyah Kajen
sebagai pengelola Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah memantau kinerja dari
struktur organisasi Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah. Seperti sekolah pada
umumnya Madrsah Ibtidaiyah Salafiyah diketuai oleh Kepala Sekolah dan
dibantu oleh Wakil Kepala Sekolah yang terdiri dari empat bidang: bidang
Kurikulum, bidang Kesiswaan, bidang Sarana Prasarana, bidang Humas.
Sedangkan untuk membantu kelancaran administrasi terdapat Bagian Tata
Usaha, yang terdiri dari bidang keuangan dan administrasi.
Dilihat dari struktur Lembaga yang terbentuk Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah sudah melakukan gerakan kemitraan bersama, yaitu adanya
keberhasilan yang diraih dalam sebuah organisasi atau lembaga merupakan
hasil dari adanya kerjasama yang baik antara atasan dan bawahan atau
karena adanya team work yang cerdas.76
Dengan prespektif sebagai berikut:
1. Pemimpin atau kepala sekolah mengomunikasikan nilai-nilai institusi
kepada para staf, para pelajar, dan kepada komunitas yang lebih luas.
2. Otonomi, eksperimentasi dan antisipasi terhadap kegagalan. Pemimpin
harus melakukan inovasi di antara staf-stafnya dan bersiap-siap
mengantisipasi kegagalan.
3. Menciptakan rasa kekeluargaan.
76
Abd. Wahab H.S &Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual
(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 88.
50
4. Ketulusan, kesabaran, semangat, intensitas, dan antusiasme, sifat
tersebut merupakan mutu personal esensial pemimpin lembaga
Pendidikan. 77
Dibalik kesuksesan seorang pemimpin dalam menjalankan roda
kepemimpinan terdapat faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Hal
tersebut berkaitan dengan faktor internal dan eksternal. Adapun faktor
internal adalah meliputi psikologi, mental, emosi, kepribadian, pola pikir
dan lain sebagainya. Faktor internal tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor
eksternal yang melingkupinya. Faktor eksternal tersebut meliputi orang-
orang terdekat sang pemimpin seperti istri, orang tua, anak, kerabat, teman
sejawat dan lingkungan.
Logika di atas dapat dipergunakan sebagai perumpamaan dalam melihat
seberapa besar kesuksesan dalam mendidik seorang anak, khususnya anak
usia dini. Anak usia dini dapat diibaratkan sebuah kanvas putih polos
dimana faktor eksternal sangat mempengaruhi bagaimana seorang anak
dapat dibentuk dan dilukiskan kepribadian dan pola pikirnya. Faktor
eksternal lebih mempengaruhi sang anak karena anak usia dini belum
mempunyai konsep pemikiran yang matang akan sesuatu, yaitu seperti
yang telah disebutkan dalam bab-bab awal bahwa anak usia dini
mempunyai sifat yang cenderung selalu meniru berbagai hal yang ia lihat.
Oleh karenanya, lingkungan dan faktor eksternal lain sangat membantunya
dalam membentuk pribadinya.
77
Abd. Wahab H.S &Umiarso, Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan Spiritual, h.
88.
51
Adapun salah satu faktor eksternal yang teramat mempengaruhi
kesuksesan dalam mendidik anak selain ibu kandungnya adalah sang
pendidik atau guru itu sendiri, dimana kualitas, kemampuan mengajar,
kreatifitas mengajar, emosi dalam mengajar dan hal lainnya perlu
diperhatikan. Berdasarkan data yang penulis dapatkan, Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah Kajen memiliki 20 guru dengan rincian 4 guru laki-laki dan 16
guru perempuan. 1 dari 4 guru laki-laki dan 5 dari 16 guru perempuan
belum memiliki gelar sarjana, sehingga dapat diakumulasikan bahwa 6 dari
20 guru belum bertitel sarjana. Hal ini dapat mengurangi tingkat kualitas
guru dimana seharusnya guru yang mengajar sekolah dasar haruslah sudah
memiliki gelar sarjana, bahkan guru taman kanak-kanak pun telah harus
tamat sarjana.
Berdasarkan informasi yang diterima penulis, tidak sedikit dari para
guru yang sering absen di tengah jam pelajaran karena beberapa alasan
tertentu yang bersifat individu. Meski tidak semua guru, namun presentase
guru yang sering absen itu terjadi oleh mayoritas dari keluarga Yayasan
sendiri yang ikut mengajar di sana, hal ini berimbas pada anak didik yang
mendapatkan jam kosong di sekolah dan hanya mengerjakan tugas yang
diwakilkan pada guru piket. Beberapa faktor di atas, alangkah lebih
baiknya jika dapat dikurangi dan diperbaiki untuk mengembangkan
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah menjadi lebih baik.
52
BAB IV
KEBERAGAMAAN SISWA-SISWI MADRASAH IBTIDAIYAH
SALAFIYAH
A. Peran Lembaga Dalam Keberagamaan Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah
Sebuah lembaga keagamaan, baik formal maupun non formal itu
sangat berpengaruh pada proses keberagamaan anak. Karena tidak
selamanya orang tua di rumah dapat memberikan pengetahuan yang
menyeluruh, karena anak harus memperoleh segala hal yang perlu
diketahuinya yang belum pernah didapatkannya, sedangkan orang tua atau
keluarga tidak bisa meluangkan seharian waktunya setiap hari untuk anak-
anaknya.
Sesuai dengan makna dari pentingnya lembaga, maka usaha dari
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah dalam menanamkan nilai keberagamaan
pada anak didiknya terbagi menjadi dua bentuk, yaitu pada kegiatan
kurikuler dan pada ekstrakulikuler sebagai berikut:
1. Pendidikan Agama Kurikuler
Pendidikan agama kurikuler merupakan kegiatan pendidikan
agama program akademisi yang menjadi tanggung jawab bidang
pendidikan. Pendidikan agama dalam program kurikuler sebagai salah
satu bidang studi yang mendapatkan alokasi waktu yang cukup dan
wajib diikuti oleh setiap siswa.
53
Pada sekolah yang bersifat umum seperti Madrasah
Ibtidaiyah Salafiyah , maka siswa wajib mengikuti semua mata
pelajaran agama yang ada di sekolah. Pelajaran agama yang
ditawarkan pun banyak dan beragam, karena pada Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah menggunakan kurikulum yang berstandar nasional plus yaitu
memadukan anatara kurikulum pemerintah dan kurikulum lokal dari
Madrasah sendiri, dengan menambah jumlah mata pelajaran, misalkan
pada materi agama, yang diwajibkan oleh pemerintah mempelajari Al-
Quran Hadits, Aqidah Akhlak, dan Fiqih Syari‟ah, sedangkan dari
madrasah adalah Hadits, Tauhid, Fiqih Kitab, Pendidikan Ibadah,
Nahwu, dan Shorof. Kegiatan belajar mengajar pun dilakukan secara
berkala setiap harinya, yaitu bergantian pada setiap harinya.78
2. Pendidikan Agama Ekstrakulikuler
Dalam sistem pendidikan nasional perkembangaan dan
pengembangan anak didiknya merupakan bagian tugas dan tanggung
jawab sekolah. Pengembangan bidang kesiswaan antara lain, meliputi
kemampuan penalaran dan keilmuan, pemupukan minat dan bakat,
kemampuan ketrampilan dan pembangunan keagamaan.
Penulis melakukan penelitian pada kelas 4 sampai dengan 6
dengan data informan 30 anak laki-laki dan 20 anak perempuan. Dari
hasil penelitian yang dilakukan responden menganggap bahwa
pemupukan minat dan bakat, serta ketrampilan dan pembangunan
keagamaan pada Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah “sangat berperan”. Hal
78
Wawancara dengan Akhmad Ashab (Kepala Sekolah MI Salafiyah Kajen, 09 Juli 2018,
11.00 WIB
54
ini, terlihat dari minat dan keikutsertaan anak-anak pada kegiatan
ekstrakulikuler seperti Science Club, Muhadhoroh, Komputer,
Rebana, Pramuka, Kaligrafi, Pagar Nusa, dan tambahan belajar BTA
setelah pulang sekolah.
Selain kegiatan tersebut madrasah pun mengadakan kegiatan
harian yaitu diantaranya sholat sunnah dhuha berjamaah, lalu
dilanjutkan dengan sholat dhuhur berjamaah. Pada saat pagi sebelum
memasuki kelas Madrasah juga melakukan apel doa bersama
kemudian dilanjut dengan bersalaman pada seluruh guru yang hadir. 79
3. Fasilitas dan Sarana Keberagamaan di Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah
Dari apa yang telah dilakukan oleh pihak Madrasah
Ibtidaiyah Salafiyah dalam peran keberagamaan dalam hal penyediaan
sarana dan pra sarana, pada dasarnya dapat dinilai “cukup berperan”,
hal tersebut didapat dari proses penelitian dengan siswa dan siswinya,
karena segala sarana yang sudah ada hanya dapat dirasakan oleh
sebagai siswa siswinya saja. Berikut diantaranya fasilitas yang
diberikan oleh Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah:
Tabel 1.1
Sarana dan Pra sarana Pendidikan
No. Sarana Jumlah
1. Gedung Sekolah 3 lantai
79
Wawancara dengan Akhmad Ashab (Kepala Sekolah MI Salafiyah Kajen, 09 Juli
2018, 11.00 WIB
55
2. Ruang Kelas 8 ruang
3. Ruang Perpustakaan 1 ruang
4. Labolatorium Komputer 1 ruang
5. Ruang Kepala Madrasah, Guru,
dan Tata Usaha (TU)
1 ruang
6. Kamar Mandi/ wc Guru 1 ruang
7. Kamar Mandi / WC Murid 2 ruang
8. Tempat Parkir 1 area
Sumber: Tata Usaha Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
Sedangkan untuk beribadah solat Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah awalnya masih ikut pada Madrasah Aliyah Salafiyah yang
satu yayasan, namun sekarang ini menggunakan ruang kelas kosong
untuk dijadikan sebagai tempat solat berjamaah. Selain itu ruang UKS
belum tersedia disana hanya menyediakan kotak P3K yang ditaruh di
kantor.
4. Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
Kurikulum adalah hal yang berhubungan erat dengan usaha
mengembangkan peserta didik sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai. Seperti pendapat dari Murray Print bahwa sebuah kurikulum
meliputi beberapa hal diantaranya adalah, perencanaan pengalaman
belajar, program sebuah lembaga pendidikan yang diwujudkan dalam
56
sebuah dokumentasi serta hasil dari implementasi dokumen yang telah
disusun.80
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah menggunakan kurikulum 2013
(Kurtilas). Seperti yang ditetapkan oleh Kementrian Pendidikan dan
Kebudayan (KEMENDIKBUD) bahwa seluruh sekolah wajib
menerapkan kurikulum 2013 pada tahun ajaran 2018/2019.81
Hal ini
juga berlaku pada Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah yang menerapkan
kurikulum 2013, pada kelas 1-4, sedangkan pada kelas 5-6 masih
menggunakan kurikulum 2006.
Selain kurikulum dari pemerintah Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah juga mempunyai kurikulum sendiri yaitu kurikulum Lokal,
jadi dalam pengaplikasian kurikulum dalam proses pembelajaran
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah menggunakan kurikulum nasional plus,
dimana kurikukulum lokal digunakan sebagai penunjang kurikulum
umum khusus di bidang keagamaan.82
dengan mata pelajaran sebagai
berikut:
a. Mata Pelajaran Sesuai Kurikulum Pemerintah
1. Al-Quran Hadits
2. Aqidah Akhlak
3. Fiqih Syari‟ah
4. Bahasa Indonesia
80
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,
2008), h. 3-4 81
Wawancara dengan Maria Ulfa (wakil bidang kurikulum MI Salafiyah Kajen), 11 Juli
2018, 11.00 WIB 82
Wawancara dengan Ibu Ulfa (wakil bidang kurikulum MI Salafiyah Kajen), 11 Juli
2018, 11.00 WIB
57
5. Matematika
6. Sejarah Kebudayaan Islam
7. Pendidikan Kewarganegaraan
8. Ilmu Pendidikan Sosial
9. Ilmu Pendidikan Alam
10. Seni Budaya dan Ketrampilan
11. Pend. Jasmani, Olah Raga dan Kesehatan
b. Kurikulum Madrasah
1. Bahasa Inggris
2. Bahasa Jawa
3. Nahwu
4. Shorof
5. Hadits
6. Tauhid
7. Fiqih Kitab
8. Hafalan Juz „Amma
9. Pendidikan Al-Quran
10. Pendidikan Ibadah
11. BTA
Dengan danya kurikulum nasional plus ini juga dalam rangka
sebagai salah satu upaya penanaman keberagamaan pada anak, dimana
kurikulum lokal bertujuan sebagai penunjang kurikulum umum yang
khusus pada bidang keagamaan.
58
B. Karakteristik Lembaga
Sebagai sebuah lembaga pendidikan, Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
mempunyai peran yang sangat besar dalam mendidik para siswanya,
khususnya dalam pengetahuan agama. Fakta bahwa peserta didik di
sekolah ini datang dari latar belakang keluarga dan lingkungan yang
berbeda, yang mana pengalaman pengalaman keberagamaannya tidak
selalu didapatkan di keluarga dan lingkungannya.
Dalam menanggapi hal tersebut Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
mempunyai ciri khas yang berbeda dari lembaga lainnya dalam proses
penanaman keberagamaan pada anak didiknya. Ciri khas dari Madrasah
Ibtidaiyah Salafiyah adalah adanya kurikulum nasional plus dan program
khusus tahfidz.83
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya terkait dengan
kurikulum nasional plus adalah perpaduan antara kurikulum pemerintah
dan kurikulum lokal dari Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah sendiri, yang
mana kurikulum lokal digunakan sebagai penunjang kurikulum umum di
bidang keagamaan. Mata pelajaran penunjang kurikulum umum meliputi
Nahwu, Shorof, Hadits, Tauhid, Fiqih Kitab, Pendidikan Al-Quran,
Pendidikan Ibadah, dan BTA.
Jika melihat mata pelajaran yang ditawarkan pada kurikulum
lokal ini, sangat mendukung peran dalam dimensi keberagamaan anak.
Dimana dimensi keberagamaan ini terdiri dari lima dimensi, yaitu dimensi
keyakinan, praktek, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi. Dimana
83
Wawancara dengan Ibu Ulfa (wakil bidang kurikulum MI Salafiyah Kajen), 11 Juli
2018, 12.30 WIB
59
lima dimensi ini terangkum dalam materi pembelajaran yang diberikan
oleh sekolah, yaitu Tauhid, yang mengenalkan bagaimana beriman kepada
Allah, sifat Allah, rukun iman, nabi-nabi beserta keluarganya, malaikat
yang harus diyakini dan lain-lainnya. Pendidikan ibadah yang mana
memberikan arahan bagaimana cara melakukan prilaku atau ritual agama
yang baik. Fiqih kitab yang menjelaskan bagaimana rukun islam, fardhu
wudhu, fardhu sholat, tayamum, najis, aurat, dan lain-lainnya. Nahwu dan
Shorof sebagai alat untuk mempelajari ilmu-ilmu islam, yang kebanyakan
dari literatur islam berbahasa arab. Hadits digunakan sebagai pedoman dan
penguat materi yang sudah ada.
Selanjutnya yaitu program tahfidz, program ini merupakan
program unggulan di Madrsah Ibtidaiyah Salafiyah, yang bertujuan untuk
menjadikan siswa siswinya menjadi generasi qurani dengan hafal Al-
Quran. Setiap siswa diharapkan untuk menghafal Al-Quran yaitu minimal
juz amma, dan hal ini digunakan sebagai syarat kelulusan di Madrasah
Ibtidaiyah Salafiyah.
Dalam proses pembelajaran yang digunakan yaitu dengan
menggunakan metode baca tulis Al-Quran Yanbu‟a. Metode Yanbu‟a ini
merupakan thoriqoh baca tulis dan menghafal Al-Quran, yanbu’a berasal
dari kata yanbu’ul qur’an yang berarti sumber Al-Quran, nama yang
sangat digemari oleh seorang guru besar Al-Quran Al Muqri‟ yaitu KH. M
Arwani, da nasal usul metode ini adalah dari beliau dan santri-santrinya.84
84
Yanbu’a (Kudus: Pondok Tahfidh Yanbu‟ul Qur‟an, 2009), h. iii
60
Guru yang memegang program inipun lulusan dari Pondok
Pesantren Yanbu‟a Kudus, yang pada proses pembelajarannya setiap anak
diminta menghafal beberapa ayat setiap minggu sesuai jenjangnya dan
melakukan muroja’ah setiap hari dengan surat-surat yang sudah
dihafalkan, dan akan dievaluasi setiap semester sesuai target yang telah
ditentukan.85
Berikut target yang harus dicapai per kelasnya:
1. Kelas I: Al-Kausar sampai dengan An- Nas
2. Kelas II: At-Takasur sampai dengan An-Nas
3. Kelas III: Al-Alaq sampai dengan An-Nas
4. Kelas IV: Al-Fajr sampai dengan An-Nas
5. Kelas V: Al-Infitar sampai dengan An-Nas
6. Kelas VI: An-naba‟ sampai dengan An-Nas
Semua target diakhiri pada surat An-Nas agar siswa siswi selalu
mengulang-ulang hafalannya, selain adanya evaluasi setiap semester. Pada
saat menjelang kelulusan sebagai sarat kelulusan pihak madrasah
mengadakan tes Al-Quran yang langsung di damping oleh orang tua wali,
dengan hafalan mulai An-Naba sampai dengan An-Nas secara acak.86
C. Keberagamaan Siswa-siwi Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
1. Penentuan Hasil Jawaban
a. Penentuan Skala Jawaban terbagi menjadi lima:
85
Wawancara dengan luluk Hikmah, koordiator tahfidz MI Salafiyah Kajen, 11 Juli
2018, 12.30 WIB 86
Wawancara dengan luluk Hikmah, koordiator tahfidz MI Salafiyah Kajen, 11 Juli
2018, 12.30 WIB
61
Skala Jawaban Nilai
Sangat tidak berperan 1
Kurang berperan 2
Cukup berperan 3
Berperan 4
Sangat berperan 5
b. Skor Ideal
Rumus Skala
5x30= 150 Sangat berperan
4x30= 120 Berperan
3x30= 90 Cukup berperan
2x30= 60 Kurang berperan
1x30= 30 Sangat tidak berperan
c. Penafsiran prosentase
No Prosentase Penafsiran
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
100%
90-99%
68-89%
51-59%
50%
40-49%
10-39%
1-9%
Selururnya
Hampir Seluruhnya
Sebagian Besar
Lebih dari Setengah
Setenngahnya
Hampir Setengahnya
Sebagian Kecil
Sedikit Sekali
62
9. 0% Tidak Sama Sekali
Untuk perhitungan hasil wawancara yang digunakan, adalah
menggunakan skala likert.
2. Hasil Jawaban
Keberagamaan (religiusitas) adalah sebuah perilaku yang berupa
penghayatan terhadap nilai-nilai agama yang dapat dilihat dan ditandai
tidak hanya melalui ketaatan ritual dalam beribadah, namun juga dengan
adanya keyakinan, pengalaman, dan pengetahuan mengenai agama yang
dianutnya.87
Salah satu fakta dari adanya keberagamaan adalah dimensi yang
dapat menyentuh emosi dan jiwa pada sebuah individu. Jadi bisa
disimpulkan bahwa keberagamaan yang baik akan mempengaruhi jiwanya
sehingga menjadi jiwa yang sehat dan membentuk kepribadian yang
kokoh dan seimbang.88
Dari pemapaaran di atas dapat ditarik kesimpulan jika
keberagamaan (religiusitas) merupakan bentuk ukuran dari kualitas orang
yang beragama, yang muncul dari proses perpaduan antara potensi bawaan
keagamaaan dengan pengaruh yang datang dari luar, dan agama sebagai
87
Vidya Tweriza Nuandri, Iwan Wahyu Widayat, “Hubungan Antara Sikap Terhadap
Religiusitas dengan Sikap terhadap Kecenderungan Prilaku Seks Pranikah Pada Remaja Akhir
Yang Sedang Berpacaran di Universitas Airlangga Surabaya,” Jurnal Psikologi Kepribadian dan
Sosial, Vol. 3, No. 2 Agustus 2014, h. 63 88
Ismail dan Fahmi, Internalisasi Keberagamaan Sejak Anak Usia Dini (Dosen Tetap
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang) 01 Oktober 2017, h. 8
63
wadah yang mengatur tata cara ritual penyembahan manusia kepada
tuhannya.
Pada umumnya keberagamaan seseorang ditentukan oleh
pendidikan, pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa
kecilnya dulu. Untuk itu adanya peran lembaga keagamaan baik formal
ataupun non formal sangat dibutuhkan, agar mereka lebih bebas
berinteraksi dengan teman serta dengan guru atau pengajarnya. Anak juga
mendapatkan pengalaman baru atau pengalaman pertama yang belum
pernah mereka dapatkan sebelumnya.
Lembaga keagamaan masyarakat sangat diperlukan, karena anak
harus memperoleh segala hal yang perlu diketahuinya yang belum pernah
didapatkannya, sedangkan orang tua atau keluarga tidak bisa meluangkan
seharian waktunya setiap hari untuk anak-anaknya.89
Dalam penelitian ini sasaran penulis yaitu di Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah, karena dengan adanya lembaga pendidikan agama ini turut
membantu perkembangan keberagamaan anak. Dalam melihat bagaimana
keberagamaan anak pada siswa siswi Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah,
penulis menggunakan dimensi-dimensi keberagaman, dalam hal ini
penulis meneliti 50 anak dari populasi yang ada, yang terdiri dari kelas 4
sampai kelas 6. Dengan hasil sebagai berikut:
a. Dimensi Keyakinan
89
Syaikh M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim. Terj. Abdul
Rosyad Shiddiq, Ahmad Vathir Zaman (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001), h. 6-7
64
Pada dimensi ini membahas tentang bagian-bagian yang
berkaitan dengan apa yang harus dipercayai dan menjadi sistem
keyakinan atau pengakuan akan kebenaran doktrin-doktrin dari
agama.90
Dalam proses pengenalan dimensi ini Madrasah
Salafiyah menggunakan kitab ا هر الكال ميتالجو untuk kelas 6, dan
kitab nadhaman عقيدة العوام untuk kelas 4 dan 5, dalam mata
pelajaran Tauhid, yang di dalamnya menjelaskan berapa jumlah
rukun iman dan apa saja rukun iman yang wajib dihafalkan,
serta materi-materi keagamaan lainnya.
Dari hasil penelitian yang didapatkan membuktikan bahwa
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah “sangat berperan” dalam proses
dimensi keyakinan terbukti dari hasil penelitan dengan anak-
anak saat ditanya tentang kefahaman materi dari pelajaran
tauhid yang diberikan sekolah, dengan jumlah 50 orang anak
yang menjadi fokus penulis, hanya menemukan 15 orang anak
yang kurang memahami materi yang sudah disampaikan.
Hasil dari nilai sangat baik ini terbukti anak-anak hafal
berapa jumlah rukun iman, dan apa saja rukun iman itu. Dalam
memperluas pengetahuan anak-anak setelah sudah hafal rukun
iman pihak lembaga membaginya lagi pada Selain itu anak-
anak juga hafal berapa jumlah malaikat sekaligus tugas-
tugasnya, dan menghafal jumlah nabi-nabi yang diyakini.91
90
M. Nurhadi, Pendidikan Kedewasaan Dalam Prespektif Psikologi Islam (Yogyakarta:
Deepublish, 2014, Cet. 1), h. 69 91
Wawancara anak-anak kelas 4-6, 16 Juli 2018-21 Juli 2018, 11.00 WIB
65
b. Dimensi Praktik
Dimensi yang berkaitan dengan seperangkat prilaku yang
dapat menunjukkan seberapa besar komitmen seseorang
terhadap agama yang diyakininya. Dalam proses pengenalan
dimensi ini Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah mempunyai
kegiatan harian berupa solat dhuha berjamaah serta solat
dhuhur berjamaah, karena kebetulan jadwal pulang sekolah
yang ditentukan adalah jam 12.30 bagi kelas 3-6.
Sebelum itu anak-anak di kelas dibekali ilmu tentang rukun
dan sunnahnya solat, gerakan-gerakan solat yang benar, doa
sehari-hari, serta belajar Al-Quran. Dari hasil penelitian yang
dilakukan pada sisiwa siswi Madrasah Salafiyah dalam proses
dimensi praktik ini “cukup baik”, karena pada faktanya saat
penulis melakukan penelitian langsung dengan siswa siswi
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah ternyata masih banyak yang
tidak melakukan sholat lima waktu pada saat di rumah. Dari
jumlah siswa siswi yang ada hampir setengahnya masih jarang-
jarang melakukan solat lima waktu.92
Sedangkan dalam praktek
sehari-hari yaitu terkait mematuhi perintah orang tua, membaca
Quran saat setelah solat hal ini juga tidak banyak dipraktekkan
oleh anak-anak. Selain itu praktek puasa dalam ramadhan pun
92
Wawancara anak-anak kelas 4-6, 16 Juli 2018-21 Juli 2018, 11.00 WIB
66
masih banyak yang tidak melakukannya meski usianya sudah
baligh.93
c. Dimensi Pengalaman
Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan,
perasaan-perasaan, presepsi-presepsi, dan sensasi-sensasi yang
dialami seseorang. Pada dimensi ini hasil yang didapatkan pun
“cukup baik”, karena fakta yang terjadi pada anak-anak mereka
masih kurang merasakan pengalaman keagamaan karena
melihat usia, dana cara memaknai agama baru masuk pada fase
kenyataan yang pemikirannya masih di dorong dengan
emosionalnya saja.
Mereka hanya beranggapan ketika kita berdoa maka apa
yang diinginkan akan dikabulkan, ketika hendak melakukan
sebuah pekerjaan biasa saja, ketika puasa hanya merasakan
lapar dan haus, dan merasa biasa saja saat berdzikir dan berdoa.
d. Dimensi Pengetahuan
Dimensi pengetahuan agama ialah dimensi yang
mencangkup informasi yang dimiliki seorang individu untuk
mengenal keyakinan yang dipeluknya. Dalam proses
pengenalan dimensi ini Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
menggunakan kitab المبا د ي ءالفقهيت, dalam mata pelajaran fiqih
kitab. Selain itu ia juga mendapatkan materi fiqih yang pada
93
Baligh secara fardhu kifayah adalah seseorang anak yang telah mencapai usia tujuh
tahun dan telah mumayyiz
67
umumnya di sekolah lainnya, yang sesuai dengan apa yang
ditentukan pemerintah.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada sisiwa siswi
Madrasah lembaga sangat berperan pada dimensi ini, karena
pada faktanya saat penulis menanyakan serangkaian pertanyaan
tentang pengetahuan agama anak-anak senantiasa dapat
menjawabnya, seperti:
1. Perbuatan apa yang dilarang dalam agama.
2. Perintah menutup aurat.
3. Berapa jumlah rukun dan sunnah sholat.
4. Berapa rukun iman dan islam, wudhu dan fardunya, serta
jenis-jenis najis.94
e. Dimensi Konsekuensi
Dimensi konsekuensi ialah dimensi yang mengacu pada
identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik,
pengalaman, dan pengetahuan seseorang dalam kehidupan
sehari-hari. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada sisiwa
siswi Madrasah lembaga kurang berperan pada dimensi ini,
karena pada faktanya pada dimensi ini anak masih belum
mengetahui dengan jelas akibat dari keyakinan keagamaan
yang dianutnya pada praktek sehari-hari.
Seperti saat saya menanyakan respon bagaimana jika
temannya melakukan perbuatan tercela apakah akan diingatkan
94
Wawancara anak-anak kelas 4-6, 16 Juli 2018-21 Juli 2018, 11.00 WIB
68
untuk tidak melakukan atau biasa saja, mereka lebih pada
jawaban biasa saja, jika ia sendiri yang menjadi korban dia
akan menegur dan mengingatkan namun jika temannya dia
biasa saja.
Sedangkan saat saya menanyakan jika ada teman non
muslim, bahkan teman muslim sendiri yang sakit, maka kita
akan menjenguknya. Dan kita selalu berbuat baik dengan
semua teman baik non muslim atau muslim, anak-anak justru
menjawab tidak pernah, dalam pandangan mereka jika
berteman dengan non muslim itu tidak diperbolehkan, karena
mereka bukan beragama sama dengan kita, karena mereka takut
jika seakan-akan akan dipengaruhi hal-hal yang tidak
diinginkan. Mereka akan peduli jika dengan teman sebaya dan
sama agamanya, namun saat ditanyakan respon saat bertemu
guru mereka selalu menjawab mengucapkan salam.95
Jadi
kesimpulannya mereka akan melakukan hal yang baik pada
siapapun yang agamanya sama dengannya.
Dari hasil penelitian akan dimensi keberagamaan siswa siswi
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah hanya berperan pada beberapa dimensi
saja, yaitu pada dimensi keyakinan dan dimensi pengetahuan, hal ini
terjadi karena ada beberapa faktor yang bisa penulis amati dan simpulkan,
diantaranya yaitu: pertama, faktor psikologi anak yang tidak diperhatikan
oleh lembaga madrasah, dimana anak-anak diminta untuk bisa memahami
95
Wawancara anak-anak kelas 4-6, 16 Juli 2018-21 Juli 2018, 11.00 WIB
69
berbagai mata pelajaran yang ada. Tanpa adanya penyeleksian yang sesuai
dengan umur pada setiap kelas. Karena anak mempunyai sifat keagamaan
yang berbeda-beda yang mana hal ini sesuai dengan kematangan usianya.
Kedua, mengacu pada sifat keberagamaan pada anak yang terdiri
dari berbagai sifat yaitu diantaranya tidak mendalam, verbalis96
dan imitate
(meniru), maka peran dan adanya kedekatan antara guru dan murid sangat
lah diperlukan. Namun, jika mengukur dari hasil penelitian dimensi
keberagamaan, guru masih kurang berperan, karena dari hasil penemuan
penulis juga, ada beberapa guru yang sering meninggalkan jam
pembelajaran dengan berbagai alasannya. Hal ini menjadi benang merah
mengapa hasil dimensi keberagamaan anak siswa siswi Madrasah
Ibtidaiyah Salafiyah menjadi tidak seimbang, karena pada saat anak masuk
usia sekolah dasar muta paling penting dalam keberagamaan adalah
pengalaman yang berlangsung lama dengan orang-orang dewasa
disekelilingnya.
D. Karakteristik Anak Kelas 4-6 Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
Dalam peroses pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
pada umumnya menggunkan metode belajar ceramah plus dan Tanya
jawab pada mata pelajaran tertentu.97
Metode ceramah adalah metode
pengajaran dengan cara berceramah atau menyampaikan informasi secara
lisan kepada siswa, sedangkan jika ditambah redaksi kata menjadi
96
Verbalis adalah sebuah kehidupan pada anak yang sebagian besar tumbuh mula-mula
secara ucapan. 97
Wawancara dengan bapak Ali Ahmadi. Guru Agama MI Salafiyah Kajen, 11 Juli 2018,
12.00 WIB
70
metode ceramah plus pengertiannya adalah sistem pembelajaran yang
menggunakan lisan yang dikombinasikan dengan metode yang lain.
Berikut diantaranya:
a. Metode ceramah plus diskusi dan tugas
Pada metode ini diawali dengan memberikan materi secara
lisan. Kemudian setelah selesai, setiap murid dibentuk
kelompok diskusi. Dan diakhir sesi pembelajaran setiap
kelompok yang sudah dibentuk dibagikan tugas baik secara
kelompok ataupun individu.
b. Metode ceramah plus demontrasi dan latihan
Pada metode ini awalnya tidak jauh berbeda dengan dua
metode sebelumnya, yaitu dengan memberikan materi secara
lisan, kemudian sebelum menginjak sesi akhir pembelajaran
siswa siswi diminta untuk praktek dan latihan.98
Dari hasil penelitian saat menggunakan metode dua ini pada anak
kelas 4-6, ia sangat antusias dalam menerima materi belajar, mereka akan
tambah senang jika materi belajar tidak monoton, namun diselingi
dengan permainan(games), banyak gerakan, serta sering melakukan
belajar kelompok, karena bagi mereka belajar kelompok menyenangkan,
serta membuat mereka rajin belajar. Mengingat tentang karakteristik anak
pada metode-metode diatas sangat cocok dengan perkembangan yang
terjadi pada anak, khususnya pada perkembangan kognitif, dan
psikososial anak.
98
Darmadi, Pengembangan Model Metode Pembelajaran Dalam Dinamika Belajar Siswa
(Yogyakarta: Deepublish, 2017), h. 183
71
Karena pada saat usia sekolah dasar anak mulai mempunyai
prilaku yang khas, karakteristik tersebut meliputi pembentukan kelompok
dengan teman sebayanya, prilaku tidak jujur atau berbohong, prilaku
curang, dan ketakutan saat melakukan kesalahan.
72
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penulis bagaimana peran
lembaga Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah dalam keberagamaan anak
baik dari segi pembinaan kurikuler maupun ekstra kurikuler, yaitu
“sangat berperan”, yang dibuktikan dari beberapa program yang
diberikan disana:
1. Adanya penambahan kurikulum lokal guna untuk menunjang
kurikulum umum di bidang keagamaan, yang berhubungan
dengan dimensi keberagamaan, dengan memberikan materi
pelajara sebagai berikut: Nahwu, Shorof, Hadis, Tauhid, Fiqih
Kitab, Pendidikan Al-Quran, Pendidikan Ibadah, dan BTA.
2. Selain dari kurikulum Madrasah juga mempunyai ciri khas
yang lain yaitu hafalan juz „amma, yang hal ini juga menunjang
dimensi keberagamaan khusus dalam dimensi praktek dan
pengetahuan. Dimana hafalan ini digunakan sebagai syarat
kelulusan untuk siswa-siswinya.
3. Dengan adanya peran yang baik dari lembaga ternyata tidak
menjamin sikap keberagamaan anak didiknya, karena hasil dari
penelitian tingkat keberagamaan dari anak yang disesuaikan
dengan dimensi keberagamaan hanya berhasil pada beberapa
dimensi saja. Pertama, Hal ini disebabkan oleh Madrasah yang
73
tidak memperhatikan psikologi anak, pada penerapan
kurikulum lokal, yang beberapa materi pelajaran yang
ditawarkan, buku primernya menggunakan kitab asli, yang
mana lembaga melupakan kemampuan anak apakah dapat
memahaminya dengan benar atau tidak, dan memberikan
pengaruh pada tingkat keberagamaan anak sehari-hari atau
tidak. Karena sifat keagamaan yang terjadi pada anak seusia
SD masih imitate (meniru), tanpa kritikan, egosentris, verbalis,
dan rasa kagum.
4. Kedua, yaitu kurangnya kedekatan guru dengan siswa-
siswinya, kurangnya pengalaman dengan gurunya. Hal tersebut
dibuktikan dari hasil penelitian yang menjadikan dimensi
keagamaan sebagai panduan penelitian belum dapat terlaksana
dengan baik. Seperti hasil penelitian pada dimensi praktek
agama seperti halnya lima waktu. Jangankan dikerjakan dengan
tepat waktu untuk mengerjakan solat pun masih banyak yang
tidak melakukannya, begitu juga pada dimensi pengalama, dan
konsekuensi. Namun untuk dimensi yang lain seperti dimensi
keyakinan dan dimensi pengetahuan sangat berperan pada
siswa siswinya.
B. SARAN
Penulis berharap dapat memberikan referensi baru serta bisa
menghasilkan penelitian yang lebih baik lagi mengenai psikologi
agama khususnya tentang keberagamaan pada anak-anak. Selain itu
74
penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika
terdapat hal yang belum lengkap atau belum dicantumkan.
Penulis akan sangat bersyukur dan mengucapkan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya apabila tulisan ini bisa bermanfaat dan bisa
menjadi rujukan terkait permasalahan keberagamaan pada anak usia
sekolah dasar. Adanya masukan maupun kritik dari para pembaca
sangat diharapkan oleh penulis demi berkembangnya kualitas penulis
dalam melakukan penulisan.
Saran untuk Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah agar memperhatikan
psikologi anak ketika akan memberikan materi agar apa yang menjadi
tujuannya dapat tercapai. Harapan untuk Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah untuk lebih memperbaiki, melengkapi dan mempertahankan
sistem dan kurikulum yang ada serta melakukan evalusi agar tercapai
kesuksesan untuk menjadi salah satu agen sosila yang kedua dalam
penanaman, pemahaman serta pengalaman keberagamaan anak usia
sekolah dasar.
75
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Afandi, Agus, dkk. Modul Parcipatory Action Research (PAR) : Untuk
Pengorganisasian Masyarakat (Community Organizing). Surabaya : LPPM UIN
Sunan Ampel, 2014.
Bizawie, Zainul Milal. Pondok Kajen Wetan Banon Pesantren Salafiyah
Dalam Lintas Sejarah. Tangsel: Pustaka Compas, 2012.
Conger, John Janeway. Perkembangan dan Kepribadian Anak. Jakarta:
Arcan, 1992.
Crapps, Robert W. Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan.
Yogyakarta: Kansius, 1994.
Darmadi. Pengembangan Model Metode Pembelajaran Dalam Dinamika
Belajar Siswa. Yogyakarta: Deepublish, 2017.
Data Profil MI Salafiyah Kajen, Kajen, 09 Juli 2018
Faisal, Sanapiah. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2010.
Gazi, & Faojah. Psikologi Agama Memahami Pengaruh Agama Terhadap
Prilaku Manusia. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2010.
76
Ghufron, M. Nur& S, Rini Risnawati. Teori-teori Psikologi. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Glock. Amerikan Piety: The Nature Of Religious Comitment. California:
University Of California Press Berkeley, 1974.
Harun, Muhammad Yusuf. Pendidikan Anak Dalam Islam. Jakarta:
Yayasan Al-Sofwa, 1997.
Hasan, M. Iqbal. Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002.
Hinkle, Gisela J. “The "Four Wishes " In Thomas”Theory Of Social
Change.” Social Research 19, no. 4 Desember 1952
H.S Abd. Wahab &Umiarso. Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan
Spiritual. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011
Ismail dan Fahmi. Internalisasi Keberagamaan Sejak Anak Usia Dini.
Dosen Tetap Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Raden Fatah Palembang)
01 Oktober 2017.
Jalaluddin. Psikologi Agama Memahami Prilaku dengan Mengaplikasikan
Prinsip-prinsip Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2016.
Jalaludin & Ramayulis. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Kalam
Mulia, 1993.
77
Latifah, Fika. Hubungan Karakteristik Anak Usia Sekolah Dengan
Kejadian Bullying Di Sekolah Dasar X Di Bogor. Skripsi Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
Mahfuzh, Syaikh M. Jamaluddin, Psikologi Anak dan Remaja Muslim.
Terj. Abdul Rosyad Shiddiq. Ahmad Vathir Zaman. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2001.
Narbuko, Cholid dan Ahmadi. Abu. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara, 2003.
Nuandri, Vidya Tweriza, Widayat, Iwan Wahyu. “Hubungan Antara Sikap
Terhadap Religiusitas dengan Sikap terhadap Kecenderungan Prilaku Seks
Pranikah Pada Remaja Akhir Yang Sedang Berpacaran di Universitas Airlangga
Surabaya. ” Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, Vol. 3, No. 2 Agustus 2014.
Nurhadi, M. Pendidikan Kedewasaan Dalam Prespektif Psikologi Islam.
Yogyakarta: Deepublish, 2014.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departement Pendidikan dan
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka: 1989.
Raco, J.R. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya.
Jakarta: PT Grasindo, 2010.
Rahmat, Jalaluddin. Psikologi Agama: Sebuah Pengantar. Bandung:
Mizan, 2004.
Ramayulis. Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia, 2004.
78
Ratnawati, Memahami Jiwa Keagamaan Pada Anak Dan Remaja, “Jurnal
Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan”, Vol. 1, No. 01, 2016.
Rismayanti, Cerika Rismayanti. Optimalisasi Pembentukan Karakter Dan
Kedisiplinan Siswa Sekolah Dasar Melalui Pendidikan Jasmani Olahraga Dan
Kesehatan, “Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia”, Vol. 8, No. 1, April 2011.
Spock, Benjamin. Membina Watak Anak. Jakarta: Gunung Jati, 1982).
Suharsaputra, Uhar. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan
Tindakan. Bandung: PT Rafika Aditama, 2014.
Suhartono, Irwan. Metodologi Penelitian Sosial. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1996.
Surachmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito,
1985), h. 180.
Suriyah. Keberagamaan Anak-anak Panti Asuhan Muhammadiyah Wates
Kulon Progo. Skripsi Fakultas Usuluddin Uin Sunan Kalijogo Yogyakarta, 2008.
Yanbu’a. Kudus: Pondok Tahfidh Yanbu‟ul Qur‟an, 2009.
Wafiqni, Nafis& Latip, Asep Edina. Psikologi Perkembangan Anak Usia
MI/SD. Jakarta: UIN Pres, 2015
Windi Wulandari. Perkembangan Perilaku Keberagamaan Pada Anak
Usia Sekolah Dasar Peserta Daarul Takmiliyah Aliyah Quthrunnada. Skripsi
Fakultas Usuluddin Uin Syarif Hidayatuallah Jakarta.
79
Widayanti, Kuntari. Sosialisasi Keberagamaan Pada Anak (Studi Tentang
Peran Orangtua Dalam Pengenalan Agama Kepada Anak Di Desa Dengkeng
Kecamatan Wedi Kabupaten Klaten). Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin, Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2008.
Wawancara:
Wawancara dengan bapak Zainul Milal Bizawie. Keluarga Yayasan Salafiyah,
dan Sebagai Sejarawan. Ciputat, 11 Agustus 2018
Wawancara dengan bapak Ashab. Kepala Sekolah MI Salafiyah Kajen, 09 Juli
2018
Wawancara dengan bapak Ali Ahmadi. Guru Agama MI Salafiyah Kajen, 11 Juli
2018, 12.00
Wawancara dengan Ibu Ulfa (wakil bidang kurikulum MI Salafiyah Kajen), 11
Juli 2018, 11.00 WIB
Wawancara dengan ibu luluk, koordiator tahfidz MI Salafiyah Kajen, 11 Juli
2018, 12.30 WIB
80
Wawancara siswa-siswi MI Salafiyah Kajen, 16 Juni 2018-21 Juni 2018
Sumber Internet:
Sugiyanto, Karakteristik Anak Usia SD,
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/Karakteristik%20Siswa%20SD.pdf ,
artikel ini diakses pada tanggal 03 Mei 2018
Lampiran-lampiran
Surat Penelitian
Bukti Wawancara
Pertanyaan Wawancara
Pertanyaan I
1. Siapa Pendiri Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen?
2. Kapan berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah?
3. Apa yang melatar belakangi berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
Kajen?
4. -Proses apa saja yang dilalui untuk dapat mendirikan Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah Kajen?
Pertanyaan II
1. Tujuan didirikannya Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen?
2. Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dalam mendirikan
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen?
3. Apa yang dilakukan untuk memenuhi keperluan Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah Kajen baik dalam dana maupun tenaga?
4. Seberapa penting peran Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen dalam
pembangunan agama?
5. Apakah peranan Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen dalam membangun
keberagamaan anak di Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen ini sudah
memadai atau belum?
Pertanyaan III
1. Apa kurikulum yang dipakai di Madrasah Ibtidaiyah Salafiayah?
2. Apa tujuan dari adanya kurikulum lokal ?
3. Apa yang menjadi ciri khas dari Mi Salafiyah dengan MI yang lain ?
4. Metode apa yang dipakai pada sistem pembelajaran di MI Salafiyah ?
Hasil Wawancara
Pertanyaan I
Nama : Zainul Milal Bizawie
Jabatan : Keluarga Yayasan Salafiyah, dan Sebagai
Sejarawan
Tanggal Wawancara : 11 Agustus 2018
1. Siapa Pendiri Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen?
Pendiri Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah adalah bapak Muwaffaq Noor
dan H. Hadziq Siroj
2. Kapan berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah?
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen didirikan pada tahun 1987
3. Apa yang melatar belakangi berdirinya Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah Kajen?
Pendirian Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah ini dilatar belakangi oleh
situasi dan kondisi anak-anak di Kajen yang tumbuh dan berkembang
tanpa ada nilai keagamaan, seperti ibadah, ahlak serta pendidikan yang
berkenaan dengan agama. Karena belum ada lembaga yang menjadi
wadah untuk belajar agama, serta kesibukan dari orang tua yang sibuk
mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Adapaun hal lain yang menjadi alasan adalah pada saat siang hari yang
dilalui anak-anak hanya menghabiskan waktu dengan bermain saja,
serta adanya semangat yang tinggi untuk menanamkan keagamaan
pada diri seorang anak dimulai dari dini.
5. Proses apa saja yang dilalui untuk dapat mendirikan Madrasah
Ibtidaiyah Salafiyah Kajen?
Prosesnya yaitu, pertama pertama pihak Yayasan meminta izin di badan
wakaf untuk mendirikan bangunan di tanah wakaf yang ditinggalkan
leluhurnya dan kedua, mengurus proposal untuk menindak lanjuti
perizinan di pemerintah Kab. Pati.
Pertanyaan IV
1. Bagaimana metode pembelajaran dalam program Tahfidz ?
2. Bagaimana pendekatan yang digunakan dalam proses belajar ?
3. Target hafalan siswa berapa surat ?
Pertanyaan II
Nama : Ashab
Jabatan : Kepala Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
Tanggal Wawancara : 09 Juli 2018
1. Tujuan didirikannya Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen?
Tujuan didirikannya Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah ini untuk mencetak
generasi yang beriman, bertakwa dan berkualitas yang bisa bermanfaat
untuk agama dan bangsa. Selain itu bertujuan untuk perkembangan dan
peningkatan nilai-nilai kegamaan pada anak, untuk bekal hidup di masa
sekarang sampai dengan masa yang akan datang.
2. Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat dalam
mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen?
Pertama, Faktor penghambat tersebut ialah: MI Salafiyah sempat vakum
dikurun waktu yang lumayan lama dikarenakan menurunnya jumlah siswa
siswanya, karena banyak yang pindah sekolah. Karena dahulunya MI
Salafiyah sebagai diniyah, dan seiring waktu banyak berdiri TPQ di desa
Kajen akhirnya siswa siswinya banyak yang pindah di TPQ, karena
sebenarnya mayoritas dari siswa siswinya di jam pagi sudah sekolah.
Akhirnya pihak yayasan memutuskan untuk vakum. Kedua, Faktor
pendukung tersebut yakni, terdapat banyak Madrasah Ibtidaiyah yang
berada di daerah Kajen yang sudah lebih dulu berdiri, sehingga
menjadikan kita mempunyai semangat dan motivasi tinggi untuk menjadi
MI Salafiyah sebagai MI formal dengan ciri khas tersendiri serta dapat
diakui oleh pemerintah. Dalam mencukupi kebutuhan dan keperluan
Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah agar menggunakan anggaran dana dari
Yayasan Salafiyah sendiri.
3. Apa yang dilakukan untuk memenuhi keperluan Madrasah
Ibtidaiyah Salafiyah Kajen baik dalam dana maupun tenaga?
Dalam memenuhi kebutuhannya MI Salafiyah saat ini, setiap anak tidak
dipungut biaya karena sekolah mendapatkan dana BOS+Apbd serta dari
yayasan. Namun, untuk keperluan ketika ada kegiatan tertentu anak-anak
sering diminta untuk iuran sesuai dengan kebutuhan acara pada saat itu.
Karena di Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah ada jam tambahan untuk belajar
Baca Tulis Al-Quran dengan Metode Yanbu’a anak-anak cukup diminta
untuk membayar Rp. 15000 ribu saja.
4. Seberapa penting peran Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen dalam
pembangunan agama?
Sangat penting, karena Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah merupakan lembaga
yang dasar yang mempelajari ilmu-ilmu agama yang dimulai dasar pula.
5. Apakah peranan Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Kajen dalam
membangun keberagamaan anak di Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
Kajen ini sudah memadai atau belum?
Sudah memadai, dengan adanya kurikulum yang berstandar nasional plus
yaitu memadukan anatara kurikulum pemerintah dan kurikulum lokal dari
Madrasah sendiri, dengan menambah jumlah mata pelajaran, misalkan
pada materi agama, yang diwajibkan oleh pemerintah mempelajari Al-
Quran Hadits, Aqidah Akhlak, dan Fiqih Syari’ah, sedangkan dari
madrasah adalah Hadits, Tauhid, Fiqih Kitab, Pendidikan Ibadah, Nahwu,
dan Shorof. Serta adanya kegiatan harian yaitu diantaranya sholat sunnah
dhuha berjamaah, lalu dilanjutkan dengaan sholat dhuhur berjamaah.
Pertanyaan III
Nama : Bu Ulfa
Jabatan : Waka. Bidaang Kurikulum
Tanggal Wawancara : 11 Juli 2018
1. Apa kurikulum yang dipakai di Madrasah Ibtidaiyah Salafiayah?
Kurikulum yang dipakai di Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah adalah
Kurikulum Nasional Plus. Yaitu kurikulum umum dari pemerintah dan
kurikulum lokal.
2. Apa tujuan dari adanya kurikulum lokal ?
Tujuannya adalah untuk menunjang kurikulum umum dari pemerintah,
khususnya pada bidang keagamaan.
3. Apa yang menjadi ciri khas dari Mi Salafiyah dengan MI yang lain ?
Ciri khas Madrasah Ibtidaiyah dengan madrasah lain adalah adanya
tambahan kurikul lokal pada kurikul umum, yang menjadi kerikulum
nasional plus, dan adanya program tahfidz
4. Metode apa yang dipakai pada sistem pembelajaran di MI Salafiyah ?
Pada penggunaan metode pembelajaran sebenarnya tergantung guru
mapelnya sendiri bebas menggunakan apa, tp yang paling sering di pakai
adalah metode ceramah plus dan Tanya jawab pada mata pelajaran
tertentu.
Pertanyaan IV
Nama : Bu Luluk
Jabatan : Koordinator Program Tahfidz
Tanggal Wawancara : 11 Juli 2018
1. Bagaimana metode pembelajaran dalam program Tahfidz ?
Metode pembelajaran baca tulis Quran menggunakan metode yanbu’a.
2. Bagaimana pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam proses
belajar ?
Pendekatan pembelajaran anak-anak dengan memberikan hafalan pada
masing-masing anak setiap minggu sesuai jenjang dan melakukan
murojaah setiap hari, dan akan dievaluasi setiap semester.
3. Target hafalan siswa berapa surat ?
Semua surat di juz 30
Pertanyaan Siswa-Siswi
A. Dimensi Keyakinan
1. Percaya adanya Allah adalah rukun iman yang ke ….?
2. Berapa jumlah malaikat yang wajib diyakini ?
3. Sebutkan kitab-kitab sebelum Al-Quran?
4. Hari akhir adalah rukun iman yang ke …?
5. Nabi terakhir umat islam adalah nabi … ?
6. Percaya adanya hari kiamat adalah rukun iman yang ke… ?
B. Dimensi Praktek
7. Dalam sehari kita wajib melakukan solat berapa waktu ?
8. Saya melakukan solat wajib lima kali dalam sehari semalam?
9. Setiap bulan ramadhan saya berpuasa penuh?
10. Apakah kamu selalu membaca Al-quran setelah selesai sholat?
11. Apakah kamu selalu mematuhi perintah orang tua?
12. Menunaikan zakat fitrah hukumnya adalah ?
C. Dimensi Pengalaman
13. Apakah kamu merasakan kenikmatan berbeda ketika berpuasa?
14. Apakah kamu yakin jika berdoa Allah akan mengabulkannya ?
15. Apakah kamu menangis ketika sedang berdoa atau berdzikir ?
16. Apakah kamu merasa diawasi setiap melakukan sesuatu hal ?
D. Dimensi pengetahuan
17. Berapa jumlah rukun sholat ?
18. Berapa jumlah rukun iman?
19. Berapa jumlah rukun islam ?
20. Ada berapa jumlah air yang bisa digunakan untuk bersuci ?
21. Apa hukum menutup aurat?
22. Hukum minum minuman keras adalah ?
23. Zakat merupakan salah satu bagian dari rukun ?
24. Ada berapa jumlah fardhunya wudhu ?
25. Ada berapa jumlah rukun sholat ?
E. Dimensi Konsekuensi
26. Bagaimana jika teman kamu melakukan perbuatan tercela apakah
apakah akan kamu ingatkan atau tidak ?
27. Apakah kamu mau berteman dengan anak yang beda agama dengan
kamu ?
28. Apa yang akan kamu lakukan saat melihat teman mu sakit ?
29. Perlu atau tidak berbuat baik selalu dengan teman ?
30. Apa yang akan kamu lakukan saat bertemu dengan orang yang lebih
tua atau guru ?
Foto-foto Hasil Kegiatan
Top Related