BAB I
PENDAHULUAN
Jika kita berbicara tentang persalinan sudah pasti berhubungan dengan perdarahan,
karena semua persalinan baik pervaginam ataupun perabdominal (sectio cesarea) selalu disertai
perdarahan. Pada persalinan pervaginam perdarahan dapat terjadi sebelum, selama ataupun
sesudah persalinan. Perdarahan bersama-sama infeksi dan gestosis merupakan tiga besar
penyebab utama langsung dari kematian maternal.1,2
Kematian maternal adalah kematian seorang wanita waktu hamil atau dalam 42 hari
sesudah berakhirnya kehamilan oleh sebab apapun, terlepas dari tuanya kehamilan dan tindakan
yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan. Sebab-sebab kematian ini dapat dibagi dalam 2
golongan, yakni yang langsung disebabkan oleh komplikasi-komplikasi kehamilan, persalinan
dan nifas, dan sebab-sebab lain seperti penyakit jantung, kanker, dan lain sebagainya.1
Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak melebihi 500 cc pada
persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada sectio cesarea. Perlu diingat bahwa
perdarahan yang terlihat pada waktu persalinan sebenarnya hanyalah setengah dari perdarahan
yang sebenarnya. Seringkali sectio cesarean menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, harus
diingat kalau narkotik akan mengurangi efek vasokonstriksi dari pembuluh darah.2,3
1
BAB II
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny.R Nama Suami : Tn.MN
Umur : 29 Th Umur :32 Th
Pendidikan : SLTA
Pendidikan: SLTA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Pegawai Swasta
Agama : Islam Agama: Islam
Suku Bangsa : Jawa Suku Bangsa : Jawa
Status : Menikah Status : Menikah
Alamat : Jl.Duri Raya no 69 RT 05/RW01 Duri kepa Kebun Jeruk Jakarta Barat
Masuk RS : 20-5-2015
No. RM : 13.32.15
2.2 Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis kepada Ny. R, umur 29 tahun, bertempat di bangsal Pulau
Bunyu RSAL dr. Mintohardjo Pada hari Rabu, tanggal 27 Mei 2015 pukul 15.00 WIB.
A. Keluhan Utama :
Keluar perdarahan dari vagina sejak 7 hari SMRS
B. Keluhan Tambahan :
Nyeri perut bagian bawah
Demam
Kembung
Diare
Kaki bengkak
Tangan dan kaki kesemutan
Pusing
2
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien wanita 29 tahun P2A0 datang ke VK RSAL dr.Mintohardjo tanggal 20 Mei 2015
pukul 21.00 dengan keluhan keluar darah dari vagina sejak pagi hari (11 jam SMRS).
Darah berwarna merah segar , bergumpal gumpal dan berbau. Pasien sudah menganti
pembalut sebanyak 3 kali penuh. Pasien juga mengeluh nyeri di bagian bawah perut. Nyeri
dirasakan seperti disayat benda tajam. Nyeri dirasakan terus-menerus hingga mengganggu
istirahat pasien. Selain nyeri pasien juga mengeluhkan demam hingga 380C sejak sore
hari . Pasien juga mengeluhkan lemas dan pusing sepanjang hari. Serta terdapat diare dan
kembung , dikarenakan kondisi pasien yang terus menurun dilakukan operasi
pengangkatan rahim guna mengurangi perdarahan yang dialami pasien pada tanggal 21
Mei 2015 . Pasien sempat dirawat di ICU selama 1 hari . Hingga saat anamesa dilakukan
(27 Mei 2015) keluhan yang dirasakan pasien adalah kembung , kesemutan pada kedua
tangan dan kaki dan diare sejak tanggal 25 Mei 2015 sebanyak 6 kali konsistensi cair
terdapat ampas , perdarahan dari vagina sudah berhenti , luka bekas operasi tidak
merembes.
D. Riwayat Menstruasi
Usia Menarche : 13 Tahun
Siklus haid : 28 hari, teratur
Lama haid : 5 - 7 hari
Nyeri haid : Tidak ada
E. Riwayat Obstetri
Kehamilan I :
18-7-2013, Usia kehamilan 39 minggu , Spontan , RSIA , Bidan , Tidak ada penyulit ,
Perempuan, 2700 gram, 46 cm , Sehat
Kehamilan II :
5-5-2015 , Usia kehamilan 39 minggu, SC , RSIA , Dokter , Letak sungsang , Laki-laki ,
3500 gram, 47cm , Sehat
F. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah satu kali , lama pernikahan 3 tahun
G. Riwayat Kontrasepsi
3
Pasien menggunakan kontrasepsi kondom tidak secara rutin sejak menikah 3 tahun yang lalu
untuk mengatur jarak anak.
H. Riwayat penyakit yang pernah diderita dahulu (RPD) :
Pasien mengaku baru saja pulang dari perawatan di RSAL sejak tanggal 14 – 18 Mei 2015
dengan gejala yang sama dan di lakukan tranfusi darah dan dilakukan kuretase untuk mengambil
bekuan darah di dalam rahim, pasien merupakan pasien rujukan dari RSIA Bina sehat mandiri .
Gejala-gejala tersebut dirasakan pasien timbul 9 hari setelah menjalani operasi SC anak kedua
(tanggal 5 Mei 2015).
Riwayat penyakit Hipertensi (-), DM (-), Asma (-), Jantung (-) , Alergi Obat (-).
I. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat Hipertensi , DM dan Jantung
J. Riwayat kebiasaan :
Pasien menyangkal merokok , minum alcohol dan konsumsi narkoba.
2.3 Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum :
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Antropometri BB : 65 kg
TB : 155 cm
BMI : BB/ TB(m)2 = 27,0 (Berat badan berlebih)
2. Tanda vital:
Tekanan darah :100/70 mmHg Suhu : 38oC
HR: 96x/menit RR: 22x/menit
3. Status Generalis
A.
Kepala : Normocephali , CA +/+ , SI -/- , Edema palpebral -/-
Leher : Tiroid dan KGB tidak teraba membesar
Dada :
Jantung : BJ I II regular , Murmur - , Gallop –
Paru : Suara nafas vesikuler +/+ , Ronkhi -/- , Wheezing -/-
Abdomen : Lihat status ginekologi
4
Genitalia : Perdarahan aktif - , Peradangan - , Fluor albus –
Ekstrimitas : Akral hangat berkeringat , Edema +/+ pada tungkai , kaku pada kedua tangan
B. Status Ginekologi
1. Pemeriksaan luar :
Leher : Cloasma gravidarum –
Mammae : Areola hiperpigmentasi +/+ , Putting susu menonjol +
Abdomen :
Inspeksi : Striae gravidarum + ,Linea nigra + , Terlihat luka bekas operasi
rembesan - ,
Palpasi : Nyeri luka post op , teraba kencang
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus + lemah
2. Pemeriksaan dalam : Tidak dilakukan
2.4 Pemeriksaan penunjang
Laboratorium tanggal 20/Mei/2015
Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 22.300 /uL* 5000-10.000 /uL
Eritrosit 2,79 juta/uL* 4,6- 6,2 juta/uL
Hemoglobin 7,8 g/dL* 14-16 g/dL
Hematokrit 29 %* 42- 48 %
Trombosit 728.000 /uL* 150.000-450.000/uL
Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 22.300 /uL* 5000-10.000 /uL
Eritrosit 2,79 juta/uL* 4,6- 6,2 juta/uL
Hemoglobin 7,8 g/dL* 14-16 g/dL
Hematokrit 29 %* 42- 48 %
Trombosit 728.000 /uL* 150.000-450.000/uL
5
Hasil Nilai Rujukan
SGOT 22 < 31 U/l
SGPT 11 < 34 U/l
Protein total 4,6* 6,4 – 8,3 g/dl
Albumin 2,4* 3,5 – 5,2 g/dl
Globulin 2,2* 2,6 – 3,4 g/dl
Ureum 16 17 – 43 mg/dl
Creatinin 1,0 0,6 – 1,1 mg/dl
Laboratorium post tranfusi 4 pack 21/5/2015 jam 19.04
Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 37.000 /uL* 5000-10.000 /uL
Eritrosit 3,78 juta/uL* 4,6- 6,2 juta/uL
Hemoglobin 10,9 g/dL* 14-16 g/dL
Hematokrit 33 %* 42- 48 %
Trombosit 617.000 /uL* 150.000-450.000/uL
Laboratorium 21/5 21.36
Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 35.300 /uL* 5000-10.000 /uL
Eritrosit 3,24 juta/uL* 4,6- 6,2 juta/uL
Hemoglobin 9,5 g/dL* 14-16 g/dL
Hematokrit 28 %* 42- 48 %
Trombosit 615.000 /uL* 150.000-450.000/uL
Laboratorium post op 22/5
Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 42.500 /uL* 5000-10.000 /uL
Eritrosit 3,41 juta/uL* 4,6- 6,2 juta/uL
Hemoglobin 9,8 g/dL* 14-16 g/dL
6
Hematokrit 30 %* 42- 48 %
Trombosit 478.000/uL* 150.000-450.000/uL
Protein total 4,4* 6,4 – 8,3 g/dl
Albumin 2,0* 3,5 – 5,2 g/dl
Globulin 2,4* 2,6 – 3,4 g/dl
Ureum 32 17 – 43 mg/dl
Creatinin 1,2 0,6 – 1,1 mg/dl
Natrium 131* 134 – 146 mmol/L
Kalium 2,0* 3,4 – 4,5 mmol/L
Clorida 102* 96 - 108
Laboratorium 25/5/2015
Hasil Nilai Rujukan
Leukosit 15.900 /uL* 5000-10.000 /uL
Eritrosit 3,25 juta/uL* 4,6- 6,2 juta/uL
Hemoglobin 9,3 g/dL* 14-16 g/dL
Hematokrit 29 %* 42- 48 %
Trombosit 572.000/uL* 150.000-450.000/uL
Ureum 18 17 – 43 mg/dl
Creatinin 0,8 0,6 – 1,1 mg/dl
Natrium 131* 134 – 146 mmol/L
Kalium 2,06* 3,4 – 4,5 mmol/L
Clorida 84* 96 - 108
2.5 Daftar Masalah
Perdarahan dari vagina
Nyeri perut bagian bawah
Demam
Kembung
Diare
Kaki bengkak
7
Tangan dan kaki kesemutan
Pusing
2.6 Diagnosis Kerja
P2 A0 Post Op SVH – SOD e.c HPP Lambat necrotic endometrium
Anemia
Sepsis
Hipokalemia
Diare
Hipoalbuminemia
2.7 Penatalaksanaan Awal
Rencana diagnosis:
USG
Pemeriksaan mikrobiologi (kultur bakteri) untuk mengetahui jenis kuman apa yang terkandung.
Rencana Terapi:
- RL : D5 = 2 : 3 Tiap RL berisi neurobion , Tiap D5 berisi transamin
- Cefotaxime 3 x 1 gram
- Metronidazole drip 3 x 500 mg
- Transamin 3 x1 amp
- Tranfusi PRC hingga Hb 10
- Anti diare 3 x 1
- Vip albumin 3 x 4 caps
- Histerektomi
Rencana Monitoring
Rawat ruangan
Observasi keadaan umum, tanda vital, fungsi hati , fungsi ginjal , elektrolit, Darah rutin
Rencana Edukasi
Edukasi mengenai obat-obatan yang diberikan
Diet lunak hingga 2 minggu
8
Kontrol ke poli obgyn dan interna
2.9 Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : ad malam
Ad sanationam : ad bonam
BAB III
9
FOLLOW UP
Tanggal 27 – Mei – 2015 Tanggal 28 – Mei -2015
S :
Nyeri luka operasi
Kedua tangan dan kaki kesemutan
Kembung (+)
Demam (-)
Pusing (+)
Perdarahan (-)
Kaki bengkak (+)
O:
KU/KES: TSS/CM
Tanda vital:
TD: 110/80 mmHg
HR: 104x/m
RR: 22x/m
T : 37,2oC
BJ I & II regular, gallop (-), Murmur (-)
SNV, Rh (-), Wh (-)
NT (+), BU (+), Timpani
A:
Post Op SVH – SOD hari ke 6 e.c HPP
Lambat necrotic endometrium
Anemia
Sepsis
S :
Nyeri luka operasi
Kembung (+)
Kesemutan berkurang
Kaki bengkak (+)
O:
KU/KES: TSS/CM
Tanda vital:
TD: 100/70 mmHg
HR: 84x/m
RR: 20x/m
T : 37 oC
BJ I & II regular, gallop (-), Murmur (-)
SNV, Rh (-), Wh (-)
NTE (+), BU (+), Timpani
A:
Post Op SVH – SOD hari ke 7 e.c HPP Lambat
necrotic endometrium
Anemia
Sepsis
10
Hipokalemia
Hipoalbuminemia
P:
IVFD RL +KCL 2 amp 20 tpm
KSR 3x1
Cefixime 2 x 200
Inj.Omeprazole 1 x 40 mg
Vip Albumin 3 x 4 caps
Mobilisasi
Makan lunak 2 minggu
Hipokalemia
Hipoalbuminemia
P:
Mobilisasi + Boleh pulang
Vip Albumin 3 x 4 caps
Cefixime 2 x 200
Hemobion 2 x 1
Diet lunak 2 minggu
BAB IV
11
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 PERDARAHAN POST PARTUM
1. DEFINISI
Perdarahan post partum secara tradisional ialah perdarahan yang melebihi 500 cc pada
kala III.1-3
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian : 4,6-9
a. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24
jam setelah anak lahir.
b. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi antara 24
jam dan 6 minggu setelah anak lahir.
2. EPIDEMIOLOGI
2.1 Insiden 7,8
Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8 %.
Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada
kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan
darah yang hilang setelah persalinan.
2.2 Peningkatan angka kematian di Negara berkembang 9
Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal hal ini
disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan transfusi,
kurangnya layanan operasi.
3. ETIOLOGI
Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan perdarahan post partum, faktor-faktor
yang menyebabkan perdarahan post partum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio
plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah.4,5,7
3.1 Tone Dimished : Atonia uteri
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil
sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol oleh
kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang
mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika
myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus
12
membesar dan lembek pada palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah
penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah
dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia
uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum.
Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi : 7-9
Manipulasi uterus yang berlebihan,
General anestesi (pada persalinan dengan operasi ),
Uterus yang teregang berlebihan :
o Kehamilan ganda
o Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram )
o polyhydramnion
Kehamilan lewat waktu
Partus lama
Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus )
Anestesi yang dalam
Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia)
Plasenta previa
Solutio plasenta
Gambar 1. Atonia Uteri
13
3.2 Tissue
a. Retensio plasenta
b. Sisa plasenta
c. Plasenta acreta dan variasinya.
Apabila plasenta belum lahir tiga puluh menit setelah janin lahir, hal itu dinamakan
retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding
uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan.
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan, tapi apabila terlepas
sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Gambar 2. Retensio Plasenta
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
- kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva )
- Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus desidva
sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta – perkreta )
14
Gambar 3. Perlekatan Plasenta
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan
oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III.
Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan
penyebab 20-25 % dari kasus perdarahan postpartum.
Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic mendukung diagnosa
retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah
persalinan ataupun pada perdarahan post partum sekunder. Apabila didapatkan cavum
uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan curettage.
3.3 Trauma
Sekitar 20% kasus perdarahan postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir :
a. Ruptur uterus
Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain
grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan
dengan induksi oxytosin. Ruptur uterus sering terjadi akibat jaringan parut section
secarea sebelumnya.
15
Gambar 4. Ruptur Uteri
b. Inversi uterus
Pada inversi uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga fundus uteri
sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam
kala III atau segera setelah plasenta keluar.
Inversi uterus dapat dibagi :
- Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang
tersebut.
- Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.
- Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar
vagina.
Klasifikasi prolapsus uteri
- Tingkat I : Uterus turun dengan serviks paling rendah dalam introitus vagina
- Tingkat II: uterus sebagian besar keluar dari vagina
16
- Tingkat III : Uterus keluar seluruhnya dari vagina yang disertai dengan inversio
vagina (prosidensia uteri)
Gambar 5. Pembagian Klasifikasi Inversio Uteri
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada korpus
uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum
lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak
ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai.
Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau
dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka
kematian tinggi ( 15 – 70 % ). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik
untuk keselamatan penderita.
17
Gambar 6. Reposisi uteri pervaginam
Gambar 7. Reposisi uteri dengan laparotomi
c. Perlukaan jalan lahir
Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi
karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar,
terminasi kehamilan dengan vacum atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi
pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan
vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi
berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan
terjadinya syok.
18
Gambar 8. Derajat Laserasi
d. Vaginal hematoma
Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai arteri
atau vena yang besar jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan
persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episiotomi.
Perdarahan yang terus terjadi dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada
perdarahan dari laserasi ataupun episiotomy.
19
Gambar 9. Episiotomi
3.4 Thrombin : Kelainan pembekuan darah
Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat,
kelainan pembekuan darah bisa berupa :
- Hipofibrinogenemia
- Trombocitopeni
- Idiopathic thrombocytopenic purpura
- HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count )
- Disseminated Intravaskuler Coagulation
- Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit
4. FAKTOR RESIKO
Riwayat perdarahan postpartum pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko
paling besar untuk terjadinya perdarahan postpartum sehingga segala upaya harus dilakukan
untuk menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita ketahui
karena dapat menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum : 8,9
a. Grande multipara
b. Perpanjangan persalinan
c. Chorioamnionitis
d. Kehamilan multiple
e. Injeksi Magnesium sulfat
f. Perpanjangan pemberian oxytocin
5. DIAGNOSIS
Dapat disebut perdarahan post partum bila perdarahan terjadi sebelum, selama, setelah
plasenta lahir. Beberapa gejala yang bisa menunjukkan perdarahan postpartum :
a. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol
b. Penurunan tekanan darah
c. Peningkatan detak jantung
20
d. Penurunan hitung sel darah merah ( hematokrit)
e. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan sekitar perineum
Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan ditatalaksana sesuai
penyebabnya.6 Perdarahan postpartum dapat berupa perdarahan yang hebat dan menakutkan
sehingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa
perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi terus menerus sehingga akhirnya
menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun jatuh kedalam syok.4
Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah,
nadi dan napas cepat, pucat, extremitas dingin, sampai terjadi syok. Pada perdarahan sebelum
plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau laserasi jalan lahir, bila karena
retensio plasenta maka perdarahan akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang
terjadi setelah plasenta lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau
trauma jalan lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar
jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk mengetahui
adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.
Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum: 4
1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :
a. Sisa plasenta dan ketuban
b. Robekan rahim
c. Plasenta succenturiata
4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.
5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain-lain.
6. PENCEGAHAN DAN MANAJEMEN
6.1 Pencegahan Perdarahan Postpartum
a. Perawatan masa kehamilan4
Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang
disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja
21
dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan
antenatal care yang baik.
Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai
predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di
rumah sakit.
b. Persiapan persalinan 7
Sebelum dilakukan persalinan dilakukan pemeriksaan fisik untuk menilai keadaan
umu serta tanda vital, juga pemeriksaan laboratorium untuk menilai kadar Hb,
golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan darah untuk persiapan transfuse.
Pemasangan cateter intravena dengan ukuran yang besar untuk persiapan apabila
diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung
dilakukan transfusi.
c. Persalinan 7
Setelah bayi lahir, lakukan massase uterus dengan arah gerakan circular atau maju
mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massase yang
berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah
lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan
mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan
memicu terjadinya perdarahan postpartum.
d. Penanganan Aktif Kala Tiga
o Pemberian suntikan oksitosin
o Melakukan penegangan tali pusat terkendali
o Melakukan masase fundus uteri
6.2 Manajemen Perdarahan Postpartum
Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah
menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin.8,9
Terapi pada pasien dengan perdarahan postpartum mempunyai 2 bagian pokok : 9
1) Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahan
Pasien dengan perdarahan postpartum memerlukan penggantian cairan dan
pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ – organ penting. Pantau terus perdarahan,
kesadaran dan tanda-tanda vital pasien.
22
Pastikan dua kateter intravena ukuran besar untuk memudahkan pemberian cairan dan
darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.
- Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer laktat
- Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
- Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan perfusi
cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1jam 30 cc atau lebih)
2) Manajemen penyebab perdarahan postpartum
Tentukan penyebab perdarahan postpartum :
a. Atonia uteri
Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri
dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina.
Apabila terus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan
massase yang lebih keras dan pemberian oksitocin. Pengosongan kandung kemih
bisa mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya.
Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu
tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan
lahir dan ditekankan pada fornix anterior.
Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin
dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya
adalah ergotamine.
23
Gambar 11. Kompresi Bimanual Interna
Gambar 12. Kompresi Bimanual Eksterna
b. Retensio plasenta
Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disebut
sebagai retensio plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan penanganan
aktif kala tiga bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan
menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala tiga) dan harus
diantisipasi dengan melakukan plasenta manual, meskipun kala plasenta belum
lewat setengah jam.
Gambar 13. Meregang tali pusat dengan jari-jari membentuk kerucut
24
Gambar 14. Ujung jari menelusuri tali pusat, tangan kiri diletakkan di atas fundus
Gambar 15. Mengeluarkan plasenta
c. Sisa plasenta
Sebagian kecil dari plasenta yang tertinggal dalam uterus disebut sisa plasenta.
Apabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelah kompresi bimanual
ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi ke
dalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret. Beberapa ahli menganjurkan
eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulit dilakukan tanpa general anestesi
kecuali pasien jatuh dalam syok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama
25
dilakukan eksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresi bimanual
ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica.
Pemberian antibiotik spectrum luas setelah tindakan eksplorasi dan manual
removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa
dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterovaginal
juga cukup berguna untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasi .
Gambar 16. eksplorasi ke dalam rahim
d. Trauma jalan lahir
Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah
berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan
lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan
reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai
26
diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan
setelah penjahitan selesai.
Hematoma jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi
pembuluh darah dibawah mukosa, penetalaksanaannya bisa dilakukan insisi dan
drainase. Apabila hematom sangat besar curiga sumber hematoma karena pecahnya
arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan.
e. Gangguan pembekuan darah
Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptur uteri, sisa plasenta dan
perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik mak kecurigaan penyebab
perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian product
darah pengganti (trombosit,fibrinogen).
Terapi pembedahan
o Laparatomi
Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah tergantung
operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan mengeksplorasi
uterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat ruptur uteri ataupun hematoma.
Reparasi tergantung tebal tipisnya ruptur. Pastikan reparasi benar-benar
menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan
menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu.
Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intak dan tidak ada perlukaan ataupun
rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica.
o Ligasi arteri
Ligasi uteri uterine
Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus
karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak ada
gangguan aliran menstruasi dan kesuburan.
Ligasi arteri ovarii
Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan
Ligasi arteri iliaca interna
27
Efektif mengurangi perdarahan yany bersumber dari semua traktus genetalia
dengan mengurangi tekanan darah dan circulasi darah sekitar pelvis. Apabila
tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah histerektomi.
o Histerektomi
Merupakan tindakan curative dalam menghentikan perdarahan yang berasal dari
uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal
histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak
begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim,
servix,fornix vagina.
Rekomendasi pencegahan dan manajemen perdarahan post partum menurut FIGO:
Pencegahan :
1. Oksitosin
Merupakan profilaksis pertama, pemberian pada menit pertama setelah persalinan 10
IU/mL atau 5 IU bolus perlahan.
2. Ergometrin / Metilergometrin
0,2 mg IM pada menit pertama setelah persalinan.
3. Misoprostol
600 mirkrogram oral pada menit pertama setelah persalinan, bila oksitosin tidak
tersedia.
Manajemen :
1. Oksitosin
10 IU IM atau 5 IU bolus perlahan atau 20-40 IU/L drip
2. Misoprostol
800 mikrogram sublingual
3. Ergometrin / Metilergometrin
0,2 mg IM dapat diulang 2-4 jam dengan dosis maksimum 1 mg/hari
4. Syntometrin
Kombinasi dari oksitosin 5IU dan ergometrin 0,5 mg. pemberian IM
5. Carbetocin
28
100 mikrogram IM atau IV
6. Carboprost
0,25 mg IM setiap 15 menit (maksimum 2 mg per hari)
4.2 INFEKSI NIFAS (INFEKSI PUERPURALIS)
I. Pengertian
Infeksi alat genital dalam masa nifas yang ditandai dengan meningkatnya suhu 38oC
yang terjadi selama 2 hari berturut-turut dalam 10 hari pertama pasca salin, kecuali 24 jam
pertama pascasalin.10
II. Etiologi
Mikroorganisme penyebab infeksi puerperalis dapat berasal dari luar (eksogen) atau dari
jalan lahir penderita sendiri (endogen). Mikroorganisme endogen lebih sering menyebabkan
infeksi. Mikroorganisme yang tersering menjadi penyebab ialah golongan streptokokus, basal
koli, dan stafilokokus. Akan tetapi, kadang-kadang mikroorganisme lain memegang peranan,
seperti Clostridium Welchii, Gonococcus, Salmonella typhii atau Clostridium tetani.10
III. Cara infeksi
Kemungkinan besar penolong persalinan membawa kuman ke dalam rahim penderita,
yakni dengan membawa mikroorganism yang telah ada dalam vagina ke atas, misalnya dengan
pemerikasaan dalam. Mungkin juga tangan penolong atau alat-alatnya masuk membawa kuman-
kuman dari luar dan dengan infeksi tetes.
Oleh karena itu, sebaliknya penolong persalinan memakai masker dalam kamar bersalin
dan pegawai dengan infeksi jalan napas bagian atas hendaknya ditolak bekerja di kamar bersalin.
Kadang-kadang sumber infeksi berasal penolong sendiri misalnya, jika ada luka pada
tanganya yang kotor atau dari pasien lain seperti pasien dengan infeksi puerperalis, luka operasi
yang meradang, carcinoma uteri, atau dari bayi dengan infeksi tali pusat disebabkan koitus pada
bulan terakhir.
IV. Faktor Predisposisi
1. Partus lama
29
2. Ketuban pecah dini
3. Persalinan traumatis
4. Pelepasan plasenta secara manual
5. Infeksi intra uterin
6. Infeksi kandung kemih
7. Anemi
8. Pertolongan persalinan yang tidak bersih
9. Perdarahan
V. Diagnosis
Klinis :
Febris
Nadi cepat
Nyeri peut bagian bawah
Sub involusi rahim
Inspekulo : lokia berbau
PD : uterus dan parametrium nyeri pada perabaan
VI. Pemeriksaan Penunjang
Kultur bakteri aerob dan anaerob dari bahan yang bersal dari cervix, uterus dan darah.
Faktor-faktor pembekuan darah
USG jika dicurigai adanya abses
VII. Pengelolaan
Antibiotik spektrum luas
Selanjutnya pemberian tergantung hasil kultur dan resistensi
Jika tidak ada perbaikan dalam waktu 72 jam pikirkan kemungkinan trombophlebitis
pelvic, abses dan septik emboli
30
Septik emboli walaupun jarang terjadi tapi merupakan komplikasi yang paling berbahaya.
Hal ini perlu dipertimbangkan supaya tidak ada respon terhadap pemberian antibiotik dan
adanya nyeri dada akut atau manifestasi paru lain nya
Bila ada abses harus dilakukan insisi drainase. Jika abses Douglas lakukan kolpotemi
posterior disertai pemasangan drain. Jika abses terdapat intra abdomen lakukan
laparatomi. Jika uterus merupakan fokus infeksi terutama pada kasus persalinan dengan
seksio sesarea dan terdapat dehisensi luka lakukan histerektomi.
Syok septik ditandai leh suhu tinggi, status kardiovaskular tidak stabil, penurunan lekosit.
Pengobatan : rawat di ICU, O2, terapi cairan, transfusi darah, antibiotik, kortokostreiod,
vasopresor/digitalis serta anti koagulan jika diperlukan.
VIII. Prognosis
Terutama bergantung pada virulensi kuman dan daya tahan tubuh penderita.
4.3 SEPSIS
Defi nisi
Sepsis didefinisikan sebagai respon tubuh terhadap infeksi. Istilah lainnya, sepsis adalah sindrom
klinis yang berasal dari respon inflamasi terhadap infeksi. Dalam klinis, sepsis didiagnosis bila
adanya infeksi nyata atau curiga infeksi dengan respon sistemik yang disebut Systemic Infl
ammatory Response Syndrome (SIRS). Sesuai dengan North American Consensus Conference
tahun 1991, SIRS didefi nisikan dengan adanya paling sedikit 2 dari gejala dibawah ini.12
1. Suhu >38OC atau < 36OC
2. HR > 90x/m
3. RR > 20x/m (PaCO2 < 30 torr)
4. Lekosit >12.000 atau < 3000/mm3
Severe sepsis berhubungan dengan adanya sepsis dan satu atau lebih gangguan organ. Syok
septik didiagnosis dengan adanya Severe sepsis dan adanya gagal sirkulasi akut walaupun telah
dilakukan resusitasi cairan.12
Tabel 1. Kriteria Sepsis
31
Diagnosis dan Penilaian klinis
Pengenalan dini dan teliti dari tanda dan gejala sepsis diharuskan dalam penerimaan pasien.
Faktor risiko seperti umur, jenis kelamin, ras, status imunocompromised dan pemakaian alat-alat
invasive atau kondisi lain yang dapat menyebabkan kolonisasi bakteri. Temuan klinis dan
laboratorium sangat penting.
Demam adalah salah satu tanda infeksi walaupun hipotermia dapat terjadi pada pasien-pasien
tertentu.
Tanda-tanda nonspesifik lainnya seperti takipneu dan hipotensi sebaiknya juga diperiksa.
Penyebab infeksi juga dicari dengan pemeriksaan klinis yang cermat dan dapat dilengkapi
dengan pemeriksaan x-ray, CT scan, USG atau yang lainnya. Adanya gangguan organ dan
beratnya gangguan juga harus diperiksa.
Acute Lung Injury atau Acute Respiratory Distress Syndrome (ALI/ARDS)
Gangguan sistem saraf pusat, ensefalopati septik
Gangguan Hati
Gangguan hati ditandai dengan adanya hepatomegali dan total bilirubin > 2mg/dl.
Adanya peningkatan bilirubin tergonjugasi dan peningkatan GGT sering terjadi.
Gangguan hematologi dan koagulasi
Penurunan sel darah merah tanpa adanya perdarahan dan penurunan trombosit <
100.000/mm3 sering ditemukan. Sepsis menambah koagulasi dan menurunkan fibrinolisis.
Endogenous- activated Protein C yang mencegah trombosis mikrovaskular juga turun selama
32
sepsis. Ketika terjadi penyumbatan pembuluh darah kecil dapat terjadi gangguan mikrosirkulasi
yang akan menyebabkan dysoxia jaringan. Dalam sepsis berat, pemberian rhAPC dapat
membantu memperbaiki gangguan koagulasi.
Gangguan ginjal
Gangguan fungsi ginjal dapat terjadi dengan produksi urin yang normal maupun
berkurang. Peningkatan kreatinin > 0,3mg/dl dari nilai sebelumnya atau peningkatan > 50% atau
oliguri < 0,5 cc/kgbb/jam lebih dari 6 jam menandakan gangguan ginjal akut dan dapat
mempengaruhi keluaran yang buruk.
Traktus gastrointestinal
Iskemia splanchnic dan asidosis intramukosa terjadi selama sepsis. Tanda klinis
mencakup perubahan fungsi otot halus usus dan terjadi diare. Perdarahan GIT disebabkan stress
ulcer gastritis akut yang juga manifestasi sepsis. Monitoring pH intramukosa lambung digunakan
untuk mengenali dan petunjuk terapi resusitasi. Peningkatan pCO2 intraluminal dikaitkan dengan
adanya iskemia jaringan dan asidosis mukosa.
Gangguan neuromuskular
Otot skeletal juga dipengaruhi oleh mediator inflamasi dan oksigen reaktif yang secara
simultan menurunkan sintesa protein dan proteolisis. Faktor- faktor ini dapat menurunkan
kekuatan otot termasuk otot pernapasan yang dapat mempengaruhi atau menyebabkan gagal
napas akut.
Identifikasi sumber infeksi dan agen microbial penting selama sepsis. Pemeriksaan mikrobiologi
sangat diperlukan dan pemberian terapi antibiotik yang adekuat harus dimulai sesegera mungkin.
Kecurigaan sepsis harus diikuti dengan pemeriksaan kultur yang diambil dari darah dan fokus
lain yang dicurigai. Pemeriksaan lainnya tidak boleh tertunda dan dapat melengkapi informasi.
Kultur darah yang positif hanya didapat pada 50% penderita. 20-30% penderita sepsis tidak
ditemukan penyebab bakterial. Infeksi secara umum dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan
jamur.
Penatalaksanaan klinis Severe sepsis berdasarkan evidence-based
Penanganan Severe sepsis dan syok septik saat ini bertujuan untuk mangatasi infeksi, mencapai
hemodinamik yang stabil, meningkatkan respon imunitas, dan memberikan support untuk organ
dan metabolisme.
33
Surviving Sepsis Campaign (SSC) adalah prakarsa global yang terdiri dari organisasi
internasional dengan tujuan membuat pedoman yang terperinci berdasarkan evidence-based dan
rekomendasi untuk penanganan Severe sepsis dan syok septik. Penanganan berdasarkan SSC:
1. Sepsis Resuscitation Bundle (intial 6 h)
Resusitasi awal pasien sepsis harus dikerjakan dalam waktu 6 jam setelah pasien didiagnosis
sepsis.
Hal ini dapat dilakukan di ruang emergensi sebelum pasien masuk di ICU. Identifikasi awal dan
resusitasi yang menyeluruh sangat mempengaruhi outcome. Dalam 6 jam pertama “Golden
hours” merupakan kesempatan yang kritis pada pasien. Resusitasi segera diberikan bila terjadi
hipotensi atau peningkatan serum laktat > 4mmol/l. Resusitasi awal tidak hanya stabilisasi
hemodinamik tetapi juga mencakup pemberian antibiotik empirik dan mengendalikan penyebab
infeksi.
Resusitasi Hemodinamik
Resusitasi awal dengan pemberian cairan yang agresif. Bila terapi cairan tidak dapat
memperbaiki tekanan darah atau laktat tetap meningkat maka dapat diberikan vasopressor.
Target terapi CVP 8-12mmHg, MAP ≥ 65mmHg, produksi urin ≥ 0,5 cc/kg/jam, oksigen saturasi
vena kava superior ≥ 70% atau saturasi mixed vein ≥ 65%
Terapi inotropik dan Pemberian PRC
Jika saturasi vena sentral <70% pemberian infus cairan dan/atau pemberian PRC dapat
dipertimbangkan.
Hematokrit ≥ 30% diinginkan untuk menjamin oxygen delivery. Meningkatkan cardiac index
dengan pemberian dobutamin sampai maksimum 20ug/kg/m dapat dipertimbangkan.
Terapi Antibiotik
Antibiotik segera diberikan dalam jam pertama resusitasi awal. Pemberian antibiotik sebaiknya
mencakup patogen yang cukup luas. Terdapat bukti Bahwa pemberian antibiotik yang adekuat
dalam jam pertama resusitasi mempunyai korelasi dengan mortalitas.
Identifikasi dan kontrol penyebab infeksi
Diagnosis tempat penyebab infeksi yang tepat dan mengatasi penyebab infeksi dalam 6 jam
pertama.
Prosedur bedah dimaksudkan untuk drainase abses, debridemen jaringan nekrotik atau melepas
alat yang potensial terjadi infeksi.
34
BAB V
ANALISIS KASUS
Seorang wanita usia 29 tahun dengan diagnosa P2 A0 Post Op SVH – SOD e.c HPP
Lambat necrotic endometrium. HPP lambat atau Perdarahan post partum sekunder adalah
perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi antara 24 jam dan 6 minggu setelah anak lahir. Pada
kasus didapatkan keluhan perdarahan dari vagina 9 hari setelah pasien menjalani operasi SC
anak kedua . Perdarahan banyak pasca melahirkan dalam kasus ini ± 500 cc disebabkan karena
adanya Subinvolusi uteri yang definisinya adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal
involusi yang merupakan penyebab umum perdarahan pasca partum sekunder. Subinvolusi uteri
pada kasus ini terjadi karena berawal adanya infeksi pada endometrium.
Pada kasus darah berwarna merah segar , bergumpal gumpal dan berbau. Pasien juga mengeluh
nyeri di bagian bawah perut. Pasien juga mengeluhkan demam hingga 380C sejak sore hari. Hal
ini mengindikasikan adanya infeksi nifas yaitu Infeksi alat genital dalam masa nifas yang
ditandai dengan meningkatnya suhu 38oC yang terjadi selama 2 hari berturut-turut dalam 10
hari pertama pasca salin. Endometritis adalah suatu peradangan endometrium yang biasanya
disebabkan oleh infeksi bakteri pada jaringan, yang merupakan komplikasi pasca partum,
biasanya terjadi 48 sampai 72 jam setelah melahirkan. Bertambahnya jumlah tindakan seksio
sesaria tanpa didasari standar operasional prosedur memadai akan meningkatkan kejadian infeksi
dan sepsis.3 Pada beberapa penelitian didapatkan kejadian endometritis sebanyak 15%-20%
dihubungkan dengan tindakan seksio sesaria emergensi dan 5%-10% tindakan seksio yang
terjadwal (elektif). Infeksi bakteri berasal dari beberapa kuman aerob dan anaerob. Kuman aerob
positif merupakan kuman patogen utama seperti grup B streptococci dan enterococci. Kuman
lain sebagai penyebab E.coli, Klebsiella pneumonia.4 . Namun pada kasus ini tidak dilakukan
pemeriksaan mikrobiologi (kultur bakteri) untuk mengetahui jenis kuman apa yang terkandung.
Berkaitan dengan kasus ini, metritis pada persalinan SC awalnya berasal dari kontaminasi
Bakteri (berasal dari flora normal vagina) Inokulasi dan kolonisasi bakteri pada segmen
bawah rahim, insisi dan laserasi (pemeriksaan dalam, pemakaian alat monitoring janin internal,
partus lama, insisi uterus) Kondisi optimal untuk pertumbuhan bakteri anaerob (trauma
operasi, benda asing, kerusakan jaringan, penumpukan darah dan serum) Proliferasi
polimikroba disertai invasi ke jaringan.5
35
Pasien juga mengeluhkan lemas dan pusing sepanjang hari. Pasien terlihat pucat dan pada
pemeriksaan laboratorium juga didapatkan Hb dibawah 10 . Hal ini disebabkan oleh Anemia
Dikarenakan kondisi pasien yang terus menurun dilakukan operasi pengangkatan rahim
guna mengurangi perdarahan yang dialami pasien pada tanggal 21 Mei 2015 . Pada riwayat
penyakit dahulu pasien sudah pernah dilakukan tindakan kuretase namun perdarahan masih terus
berlangsung sehingga diperlukan operasi laparotomi histerektomi subtotal, yaitu pengangkatan
sebagian uterus dengan meninggalkan segmen bawah rahim. Tindakan ini umumnya dilakukan
pada kasus emergency obstetri seperti yang terjadi pada kasus ini yaitu perdarahan post partum
untuk memberikan prognosis yang lebih baik. Keputusan histerektomi ini dilakukan adalah tepat
untuk live-saving dari pasien yang bersangkutan. Meskipun di kemudian hari pasien menjadi
infertil, namun hal ini sudah dipikirkan sebelumnya karena pasien sudah memiliki 2 anak dan
pasien setuju untuk dilakukan histerektomi.
Setelah dilakukan operasi timbul keluhan keluhan baru yaitu perut kembung , diare , kaki
bengkak dan tangan yang kaku disebabkan oleh sepsis yang diderita pasien serta adanya
hipoalbuminemia dan hipokalemia . Sepsis adalah sindrom klinis yang berasal dari respon
inflamasi terhadap infeksi yang dalam kasus ini disebabkan oleh endometritis . Pada pasien
didapatkan suhu yang tinggi , HR yang tinggi dan leukositosis serta didapatkan focus infeksi
yaitu dari jaringan endometrium yang nekrosis.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, H.Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat cetakan Kedua. Jakarta :Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008
2. Cunningham F G, Gant NF. Williams Obstetri. Edisi ke-21. Volume 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2011
3. Gabbe. Obstretics – Normal and Problem Pregnancies. 4th ed. London: Churchil
Livingstone, Inc. 2002
4. Mochtar, R. Sinopsis Obstetris. Edisi Kedua Jilid Satu. Jakarta: EGC. 1998
5. Mansjoer, A, et all. Perdarahan Pasca Persalinan. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke tiga
Jilid Pertama. Jakarta, Media Aesculapius FKUI. 2002.
6. DeCherney, A H. Nathan, L. Curren Obstretric & Gynecologic Diagnosis & Treatment.
Ninth edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. 2003
7. The International Federation of Gynecology and Obstetrics. Prevention and Treatment of
Postpartum Hemorrhage in Low Resourse Settings. FIGO Guidelines. International Journal
Gynecology and Obstetrics 2012; 117: 108-118
8. World Health Organization. WHO recommendations for the preventiom and treatment of
postpartum haemorrhage. WHO Guidelines 2012.
9. United Stated Agency International Development. Fact Sheets: Uterotonic Drugs for the
Prevention and Treatment of PostpartumHemorhage. Prevention od Postpartum Hemorrhage
Initiative 2008: 1-10
10. FK UNPAD, 2005. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC.
11. Hurtado FJ, Buroni M, Tenzi J. Sepsis: Clinical approach, evidence-based at the bedside. In:
Gallo A, et al, editors. Intensive and Cri! cal Care Medicine. Springer-Verlag Italia, 2009; p.
299-309.
37