tugas karya ilmiah kewarganegaraan
KRISIS GLOBAL MEMPENGARUHI KETAHANAN NASIONAL INDONESIA
DISUSUN OLEH :
NAMA : PEBRINISA WILANI KELAS : 2EA14 NPM : 15211519
FAKULTAS EKONOMIJURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA2013
KRISIS GLOBAL MEMPENGARUHI KETAHANAN NASIONAL INDONESIA
DISUSUN OLEH : NAMA : PEBRINISA WILANI KELAS : 2EA14 NPM : 15211519 FAKULTAS : EKONOMI JURUSAN : MANAJEMEN MATA KULIAH : PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Karya tulis ini diajukan untuk memenuhi nilai ujian mata kuliahpendidikan kewarganegaraan
FAKULTAS EKONOMIJURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah Nya sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah pendidikan kewarganegaraan
ini dengan baik.
Adapun maksud dilaksanakannya penyusunan karya ilmiah ini, tidak lain adalah untuk
memenuhi tugas pendidikan kewarganegaraan kepada penyusun, sehingga penyusun dan
pembaca lebih memahami tentang pengaruh ketahanan nasional dalam aspek ekonomi.
Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada bapak dosen pemberi mata kuliah ini. Atas
materi yang beliau berikan kepada penyususn, sehingga penyususun dapat menyelesaikan
tugas karya ilmiah ini tepat waktu. Penyususn juga mengucapkan terima kasih atas dukungan
dan doa dari kedua orang tua sehingga terpacu dan bersemangat dalam menyelesaikan tugas
karya ilmiah ini selesai.
Dalam karya ilmiah sederhana ini, penyususun bermaksud meneliti ketahanan nasional dalam
aspek ekonomi. Penyusun sadar masih terdapat banyak sekali kekurangan dalam penyusunan
karya ilmiah ini, untuk itu kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan sangat
penyususun harapkan. Akhir kata semoga hasil penenlitian ini dapat bermanfaat untuk dunia
menambah wacana pemahaman penyusun mengenai ketahanan nasional dalam aspek
ekonomi.
Depok, 28 april 2013
penyusun
DAFTAR ISIBAGIAN PERMULAAN :
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iiBAGIAN ANALISIS :BAB I PENDAHULUAN
1.1 latar belakang.......................................................................................................................11.2 Penegasan mengenai judul...................................................................................................11.3 Alasan pemilihan judul.........................................................................................................11.4 Tujuan reserch yang diselenggarakan..................................................................................11.5 Sistematika...........................................................................................................................2
BAB II ANALISIS LANDASAN TEORI 2.1 kondisi riil perekonomian indonesia....................................................................................32.2 Ancaman bagi perekonomian indonesia...............................................................................52.3 Pembinaan terhadap ekonomi indonesia..............................................................................7BAB III METODE YANG DIGUNAKAN3.1 Metode dan Prosedur pengolahan data.................................................................................83.2 Metode dan Prosedur penganalisaan data............................................................................8BAB VI PEMBAHASAN4.1 Kasus krisis global...............................................................................................................94.2 Dampak krisis global terhadap perekonomian indonesia...................................................104.3 Langkah Pemerintah mengatasi krisis global.....................................................................12BAB V PENUTUP5.1 Kesimpulan.........................................................................................................................145.2 Saran...................................................................................................................................14BAGIAN AKHIR :DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15LAMPIRAN AUTOBIOGRAFI..............................................................................................16INDEKS...................................................................................................................................17
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakangAdapun yang akan kita bahas dalam makalah ini adalah tentang aspek ekonomi.Tahun 2008 adalah
tahun yang kelam bagi sejarah perekonomian dunia. Krisis global yang melanda membuat
perekonomian di sebagian besar negara di seluruh dunia terpuruk. Negara-negara besar seperti
Amerika, Inggris, China, India, dan India pun terseret dalam krisis ini. Indonesia pun mau tak mau
juga terkena imbas dari krisis global. Walaupun dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap
perekonomian kita, namun perekonomian Indonesia juga sempat terpuruk. Ketika nilai tukar rupiah
turun sampai Rp 12.100/US$, Saham IHSG yang merosot hingga 51,17%, harga BBM yang naik,
pertumbuhan ekonomi yang mengalami penurunan, serta dampak-dampak yang lainnya. Nah, pada
momen inilah ketahanan ekonomi Indonesia diuji. Lalu bagaimanakah indonesia dapat bertahan dari
krisis global ini? Langkah-langkah apa saja yang diambil oleh pemerintah untuk meredam dampak
krisis ini?
1.2 Penegasan mengenai judul
Dari sekilas uraian pada pendahuluan diatas, penyusun memutuskan menggunakan judul :
KRISIS GLOBAL MEMPENGARUHI KETAHANAN NASIONAL INDONESIA.
1.3 Alasan pemilihan judulAdapun alasan penyusun menggunakan judul diatas sebagai judul penelitian adalah ingin
tahu bagaimana dampak krisis global mempengaruhi ketahanan nasional indonesia dan
bagaimana pemerintah mengatasinnya.
1.4 Tujuan penelitianSebagai pembelajaran dalam menambah wawasan dan pendidikan Ketahanan nasional yang
di pengaruhi oleh krisis global, sehingga pembaca dapat mengetahui apa saja dampak yang
mempengaruhi dan bagaimana pemerintah dapat mengatasinya krisis global yang berdampak
pada ketahanan nasional dalam aspek ekonomi.
1.5 Sistematika
BAGIAN PERMULAAN :
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISIBAGIAN ANALISIS :BAB I PENDAHULUAN
1.1 latar belakang1.2 Penegasan mengenai judul1.3 Alasan pemilihan judul1.4 Tujuan reserch yang diselenggarakan1.5 Sistematika
BAB II ANALISIS LANDASAN TEORI 2.1 kondisi riil perekonomian indonesia2.2 Ancaman bagi perekonomian indonesia2.3 Pembinaan terhadap ekonomi indonesiaBAB III METODE YANG DIGUNAKAN3.1 Metode dan Prosedur pengolahan data3.2 Metode dan Prosedur penganalisaan dataBAB VI PEMBAHASAN4.1 Kasus krisis global 4.2 Dampak krisis global terhadap perekonomian indonesia4.3 Langkah Pemerintah mengatasi krisis globalBAB V PENUTUP5.1 Kesimpulan5.2 SaranBAGIAN AKHIR :DAFTAR PUSTAKALAMPIRAN AUTOBIOGRAFI
INDEKS.
BAB II
ANALISIS LANDASAN TEORI
2.1 kondisi riil perekonomian indonesia
Deputi Bank Indonesia Halim Alamsyah menjelaskan, ekonomi Indonesia tahun 2011
tumbuh mencapai 6,5% lebih tinggi dari tahun 2010 sebesar 6,2% . Solidnya angka
pertumbuhan ekonomiIndonesia itu didukung tingginya kontribusi konsumsi rumah tangga
sebesar 55%, diikuti investasi 32%. Pada triwulan I tahun 2012, ekonomiIndonesia
diperkirakan tumbuh mencapai 6,5% . Dengan kondisi ini, PDB Indonesia tahun 2012
diperkirakan akan terus mengalami pertumbuhan yang tinggi, mencapai kisaran 6,3 – 6,7%,
meskipun kondisi perekonomian global penuh ketidakpastian. Perkembangan inflasi relatif
terjaga. Sepanjang tahun 2011, inflasi berhasil dijaga pada kisaran 3,79% . Sedangkan Inflasi
pada triwulan 1 tahun 2012 relatif masih terjaga pada kisaran 3,9%, sedikit mengalami
peningkatan seiring dengan meningkatnya ekspektasi pelaku ekonomi karena adanya rencana
kenaikan harga BBM oleh pemerintah. Tingginya pertumbuhan ekonomi nasional juga, tidak
terlepas dari kontribusi UMKM yang secara nasional jumlahnya mencapai lebih dari 53 juta
unit usaha. Jumlah ini terus meningkat dengan laju peningkatan rata-rata 2,6% per tahun
sejak tahun 2006. Tingginya jumlah UMKM ini juga berhasil menyerap tenaga kerja secara
nasional hingga lebih dari 99 juta orang, dengan laju peningkatan rata-rata mencapai 3,1%
per tahun. Sedangkan dari segi kredit, tingkat pemberian kredit sektor perbankan kepada
UMKM, nilainya mencapai lebih dari 20% dari total outstanding kredit perbankan nasional
yang jumlahnya mencapai lebih dari Rp2.200 triliun. LDR nasional masih berada pada
kisaran 79%, sehingga ruang untuk memberikan kredit kepada sektor UMKM masih cukup
lebar. Pertumbuhan Ekonomi Mengutip Opini Ahmad Erani Yustika dalam Jawa Pos Selasa,
27 Desember 2011 tersebut mengatakan pemerintah dan lembaga multilateral mungkin
mempunyai pandangan sederhana, rasio ekspor nasional terhadap PBD tidak terlalu besar
(sekitar 28 % saja) sehingga dampak krisis global lewat jalur perdagangan tidak akan
menimbulkan banyak guncangan ekonomi. Pemerintah masih bisa menggenjot pertumbuhan
ekonomi dari sumber lain, yakni pengeluaran pemerintah (APBN), konsumsi domestik
(rumah tangga), dan investasi. Namun, langkah pemerintah tidak mungkin semudah
membalik telapak tangannya. Sekarang ini masih banyak rakyatIndonesia yang terlantar dan
tidak terurus, ditambah lagi semakin kecilnya minat masyarakat untuk datang ke pasar
tradisional karena menjamurnya supermarket yang mulai masuk ke daerah-daerah. Secara
tidak langsung pasar-pasar modern sudah mengancam eksistensi pasar tradisonal. Apa yang
ditakutkan dari menjamurnya supermarket saat ini?. Ketakutannya adalah matinya pasar
tradisional dan meningkatnya pengangguran. Sekarang bisa dibayangkan saja berapa banyak
pekerja yang ada di pasar-pasar tradisional dan sejumlah orang yang akan kehilangan
lapangan pekerjaan, Padahal pasar tradisional juga ikut berperan dalam mengerakkan
ekonomiIndonesia. Kenerja Pemerintah Belum Maksimal Sebelum mengatakan
perekonomianIndonesia akan cerah pada tahun 2012 pemerintah sebaiknya melihat kembali
bagaimana kinerja mereka. Misalnya dalam hal kemiskinan absolut turun (tapi jumlah
penduduk miskin dan hampir miskin bertambah), pengganguran menurun namun proporsi
pekerja sektor informal terus bertambah, dan ketimpangan pendapatan semakin menganga
(Pada 2010 ratio mencapai 0,38, rekor tertinggi dalam periode modernisasi
ekonomiIndonesia). Dari data di atas pemerintah harus cermat membenahi sisi-sisi itu.
Bagaimana caranya supaya beberapa hal yang masih menjadi kelemahan itu tertutup. Seperti
masalah pengangguran yang belum maksimal dalam penanganannya.Ada beberapa cara
untuk pemerintah mengurangi pengangguran diIndonesia. Pemerintah bisa cermat melihat
program-program perusahaan yang bergerak di bidang kewirausahaan. Jika pemerintah bisa
memanfaatkan perusahaan ini dengan baik otomatis pemerintah tidak perlu repot-repot
mengeluarkan banyak modal untuk membuat program terkait. Meskipun pemerintah
mengklaim bahwa ekonomi kita sekarang ini sudah menuju modernisasi, sebenarnya dalam
banyak hal ekonomi nasional masih primitif. Kegiatan ekonomi (ekspor misalnya) banyak
bertumpu pada komoditas bahan mentah sehingga tidak hanya kehilangan kesempatan
menciptakan nilai tambah, tetapi juga kesulitan menciptakan lapangan kerja. Kasus kelapa
sawit misalnya kurang lebih hanya diolah untuk membuat 40 jenis komoditas
olahan.Padahal,Malaysia sudah mencapai seratus jenis. Itu juga terjadi pada kasus di
subsektor perikanan, pertanian, kehutanan, pertambangan, dan lain sebagainya. Seandainya
strategi hilirisasi komoditas bahan mentah tersebut dilakukan secara eksesif melalui
pembentukan “Pohom Industri”, sebagian besar masalah ekonomi akan terselesaikan. Jika
tiga hal itu saja mulai dicicil tahun depan, yakinlah bahwa pertumbuhan ekonomi bukanlah
isu yang penting lagi.
2.2 Ancaman bagi perekonomian indonesia
Perekonomian Indonesia pada 2012 masih dibayangi ketidakpastian global, terutama yang
bersumber dari masalah utang dan defisit anggaran negara-negara di Uni Eropa. Namun, di
tengah gejolak tersebut, ekonomi dunia masih memberikan kabar positif. Faktor positif
tersebut di antaranya perbaikan ekonomi AS, yaitu berkurangnya risiko ekonomi akibat
pelaksanaan pemilihan presiden AS pada November 2012. Hal lain adalah suntikan modal
Bank Sentral Uni Eropa pada tahap I senilai 489 miliar euro. Sementara itu, suntikan modal
tahap II akan dilakukan pada Februari 2012 dengan total dana mencapai satu triliun euro.
Sementara itu, dari sisi negatif ekonomi global, masih ada potensi ketidakstabilan nilai tukar
euro yang cenderung menuju bubarnya mata uang tunggal tersebut. Hal itu bisa ditandai
dengan permintaan dolar AS yang semakin meningkat. Kawasan Eropa juga masih dihantui
dengan adanya potensi resesi, karena kebijakan fiskal yang sangat ketat. Tak hanya dari luar
negeri,Indonesia harus menghadapi kemungkinan tantangan ekonomi domestik yang harus
dikelola secara baik. Tantanggan tersebut di antaranya pasar domestik yang kuat dengan
dukungan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa. Demografi pendudukIndonesia juga
dianggap memiliki struktur yang baik dengan stabilitas politik dianggap menguntungkan.
Masih teringat jelas, sepanjang tahun 2011, isu krisis utang dan defisit anggaran akut di
Yunani membuat goncangan-goncangan ekonomi terutama di pasar keuangan global,
termasuk diIndonesia. Berbagai upaya dilakukan oleh negara-negara yang tergabung dalam
Uni Eropa (UE), dan khususnya 15 negara pengguna mata uang euro, ternyata tidak berhasil
mengembalikan keyakinan investor, bahkan pesimisme menguat bahwa krisis UE akan
memakan waktu yangg lama. UE menghadapi problem fiskal yang berat dengan defisit
anggaran rata-rata tercatat 6,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan rasio utang
terhadap PDB sebesar 80 persen. Tidak hanya UE dijerat oleh krisis fiskal, problem anggaran
di Amerika Serikat (AS) juga sangat akut. Dengan defisit anggaran sebesar 1,3 triliun dollar
AS atau sekitar 8,6 persen dari perkiraan PDB 2011 dan besarnya utang pemerintah yang
mencapai 15,6 triliun dollar AS atau sekitar 90 persen dari PDB. Krisis fiskal membuat AS
kehilangan peringkat tertingginya AAA selama 70 tahun menjadi AA+ pada 3 Agustus 2011
lalu. Dalam perkembangan belakangan ini ekonomi AS mulai menunjukkan perbaikan
terutama dengan semakin membaiknya keyakinan konsumen dan turunnya tingkat
penggangguran menjadi 8,5 persen pada Desember 2011. Harapan juga muncul dari UE
seiring dengan semangat untuk melakukan konsolidasi fiskal disertai injeksi likuiditas dalam
bentuk pinjaman dari Bank Sentral Eropa (ECB) kepada perbankan di UE dengan bunga
hanya 1 persen dan tenor 3 tahun. ECB dikabarkan masih akan menambah jumlah pinjaman
tersebut hingga mencapai 1 triliun euro. Tambahan likuiditas dalam jumlah yang cukup masif
ini juga memberi peluang mengalirnya dana UE tersebut ke emerging market Asia, termasuk
keIndonesia. Apalagi disaat yang sama, kondisi ekonomiIndonesia mempunyai kekuatan
pasar domestik yang disertai dengan peningkatan daya beli masyarakat. Struktur
demografiIndonesia menjadi daya dukung pasar domestik terrsebut. Jumlah penduduk dengan
kategori kelas menengah – menurut Bank Dunia adalah penduduk dengan pengeluaran antara
2 dan 20 dollar AS per hari – meningkat sebanyak 50 juta antara tahun 2003-2010. Selain
dukungan demografi, kinerja makroIndonesia tercatat solid menguat. Ketika pertumbuhan
ekonomi dunia mengalami penurunan hingga negatif (resesi), bersama Cina danIndia –
ekonomiIndonesia tumbuh positif. Pertumbuhan ekonomi semakin solid di tahun 2010 yang
mencapai 5,9 persen yoy, dan 6,5 persen yoy pada tahun 2011. Disaat yang sama, angka
inflasi turun, cadangan devisa terus bertambah menembus diatas 100 miliar dollar AS. Selain
itu, ekonomiIndonesia juga didukung oleh sistem keuangan yang relatif stabil. Indeks
stabilitas keuangan tercatat semakin rendah. Hasil perhitungan BI mencatat indeks stabilisasi
sebesar 1,68 pada Oktober 2011, turun dari 2,43 pada krisis 2008. Di pasar keuangan,
Indonesia berpotensi menjadi primadona investasi tahun 2012, terlebih lagi Fitch pada 15
Desember 2011 lalu menetapkan Indonesia masuk dalam kategori peringkat investasi.
Tantangan ekonomiIndonesia di tahun 2012 justru berasal dari sektor riil didalam negeri.
Pasar domestik yang kuat bisa menjadi relokasi pasar domestik sementara waktu. Tentunya
pasar domestikIndonesia juga menjadi incaran pasar impor terutama dari negara-negara Asia
akibat mitra dagang mereka di UE melemah. Akses ke perbankan yang tidak cukup mudah
disertai bunga kredit yang mahal, biaya logistik yang tinggi karena terbatasnya konektivitas
dan tentu saja infrastruktur yang tidak memadai dan masalah akut korupsi. Pada saat yang
sama pemerintah mulai 1 April mendatang akan menaikkan tarif dasar listrik (TDL) rata-rata
sebesar 10 persen dan akan melarang mobil plat hitam menggunakan premium subsidi.
Menurut pemerintah, kedua komponen tersebut diperkirakan akan menambah inflasi sebesar
0,8 persen. Namun kami perkirakan dampak totalnya memberikan tambahan inflasi hingga 2
persen. Ekspektasi kenaikan inflasi ini akan membuat ekspektasi kenaikan suku bunga.
Faktor-faktor tersebut membuat daya saing produk domestik kalah dibandingkan produk
impor terutama untuk barang konsumsi.
2.3 Pembinaan terhadap ekonomi indonesia
Dari sisi fiskal dan moneter,Indonesia dinilai telah melakukan koordinasi dengan cukup baik.
Namun, perlunya perbaikan serapan anggaran dan efisiensi fiskal terutama yang terkait
dengan proyek infrastruktur. Berbagai strategi untuk menghadapi tantangan krisis ekonomi
dunia, dalam hal perdagangan misalnya perlu reorientasi dan perluasan pasar ekspor ke Cina,
Asia, dan pasar domestik sebagai antisipasi dampak penurunan kinerja ekspor Indonesia.
Langkah lainnya pemerintah perlu melakukan percepatan pembahasan Undang-undang jaring
pengaman sistem keuangan yang penting sebagai instrumen antisipasi krisis global. Untuk
menyerap masuknya modal jangka pendek, perlu melaksanakan IPO dan penyediaan
instrumen investasi jangka panjang. Ke depan, pemerintah juga perlu mengatasi suku bunga
bank yang terhitung masih tinggi jika dibandingkan dengan negara lain. Caranya melalui
regulasi BankIndonesia, menurunkan spread antara suku bunga kredit dengan deposito.
Permasalahan struktural, lanjutnya, yang perlu dibenahi yakni subsidi energi BBM yang
terlalu besar yang dalam dua tahun terakhir dan listrik hingga mencapai Rp390 triliun.
Bahkan diperkirakan pengeluaran subsidi energi meningkat tajam dari Rp170 triliun pada
APBN 2012 menjadi Rp185 triliun. Permasalahan lain, yakni mengenai produksi pangan
yang belum mencukupi permintaan dan manajemen distribusi pangan yang buruk. Hal ini
patut diwaspadai mengingat sumbangan komoditas beras yang besar terhadap pembentukan
inflasi diIndonesia. Solusinya perlu menyediakan cadangan beras pemerintah sebesar 1,5-2
juta ton per tahun dengan anggaran APBN. Akankah produkIndonesia bisa bersaing di pasar
sendiri ditengah kemungkinan gempuran produk-produk impor yang lebih murah ditengah
kendala yang ada? Kuncinya adalah kredibilitas pemerintah. Rencana pemerintah
membangun berbagai proyek infrastuktur harus terealisasi dan pemerintah perlu melakukan
terobosan kebijakan dalam jangka pendek. Saatnya pemerintah juga agresif disisi fiskal,
memastikan serapan anggaran yang maksimal sehingga peran pemerintah mendorong
pertumbuhan yang bisa mengkompensasi kemungkinan perlambatan dorongan ekonomi dari
penerimaan ekspor. Intinya adalah bagaimana membuat pasar domestik menjadi kekuatan
ekonomi Indonesia ditengah berbagai risiko global saat ini.
BAB III METODE YANG DIGUNAKAN
3.1 Metode dan Prosedur pengolahan dataMetode adalah cara tekhnik, sedangkan metode penelitian adalah cara, tekhnik melakukannya
bisa dengan survey, eksperimen, analisis isi dan study kasus. Metode yang penyususun
gunakan untuk meneliti kasus ini adalah metode library riset (metode kepustakaan).
3.2 Metode dan Prosedur penganalisaan data
Penganalisaan data dilakukan dengan menggunakan analisis data sekunder. Analisis data
sekunder tersebut yakni metode analisis yang penyususun ambil dari data yang sudah ada
yaitu : artikel- artikel, bagian isi dari buku dan study kasus yang ada.
BAB VI PEMBAHASAN
4.1 Kasus krisis global Krisis Global yang terjadi sekitar tahun 2008 berawal dari permasalahan kegagalan
pembayaran kredit perumahan (subprime mortgage default) di Amerika Serikat (AS), krisis
kemudian menggelembung merusak sistem perbankan bukan hanya di AS namun meluas
hingga ke Eropa lalu ke Asia.
Secara beruntun menyebabkan effect domino terhadap solvabilitas dan likuiditas lembaga-
lembaga keuangan di negara negara tersebut, yang antara lain menyebabkan kebangkrutan
ratusan bank, perusahaan sekuritas, reksadana, dana pensiun dan asuransi. Krisis kemudian
merambat ke belahan Asia terutama negara-negara seperti Jepang, Korea, China, Singapura,
Hongkong, Malaysia, Thailand termasuk Indonesia yang kebetulan sudah lama memiliki
surat-surat beharga perusahaan-perusahaan tersebut.
Dari berbagai kritik para ahli, bahwa problem tersebut dipicu maraknya penggelembungan
harga perumahan di AS yang didorong kebijakan-kebijakan Bank Sentral Amerika (the Fed)
yang kurang pruden untuk menstabilkan sistem keuangan sejak bertahun-tahun. Kondisi ini
didorong oleh keinginan untuk memelihara permintaan properti perumahan agar tetap tinggi,
maka bank-bank di Amerika Serikat banyak mengucurkan kredit perumahan terutama bagi
kalangan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki kapasitas keuangan yang memadai
(ninja loan yaitu pinjaman terhadap nasabah yang no income, no job, & no asset). Kredit
perumahan ini kemudian disekuritisasi secara hibrid agar lebih menarik bagi investor yang
terdiri dari bank, perusahaan sekuritas, reksadana, dana pensiun dan asuransi. Celakanya,
banyak kredit tak terbayar dalam jumlah besar dan merata. Akibatnya, bank-bank kesulitan
untuk membayar dan investor dengan cepat menarik dananya dari produk-produk perbankan
disaat harga masih tinggi sehingga hal ini memacetkan perputaran uang di pasar hipotik. Hal
ini menyebabkan pula struktur pasar uang yang produknya saling terkait satu sama lain
menjadi terganggu. Termasuk juga jaminan obligasi utang (collaterlaised debt
obligation/CDO) sebagai bentuk investasi kolektif dari sub-prime mortgage.
4.2 Dampak krisis global terhadap perekonomian indonesia1.Pasar Surat Utang Negara (SUN) mengalami tekanan hebat tercermin dari penurunan harga
SUN atau kenaikan yield SUN secara tajam yakni dari rata-rata sekitar 10% sebelum krisis
menjadi 17,1% pada tanggal 20 November 2008; (catatan: setiap 1% kenaikan yield SUN
akan menambah beban biaya bunga SUN sebesar Rp1,4 Triliun di APBN)
2.Credit Default Swap (CDS) Indonesia mengalami peningkatan secara tajam yakni dari
sekitar 250 bps awal tahun 2008 menjadi diatas 980 bps pada bulan November 2008. Hal ini
menunjukkan bahwa pasar menilai country risk Indonesia yang tinggi pada saat itu;
3.Banking Pressure Index (dikeluarkan oleh Danareksa Research Institute) dan Financial
Stability Index (dikeluarkan oleh BI) yang sudah memasuki dalam ambang batas kritis.
Banking Pressure Index per Oktober 2008 sebesar 0,9 atau lebih tinggi dari ambang normal
0,5. Sementara itu, Financial Stability Index per November 2008 sebesar 2,43 atau di atas
angka indikatif maksimum 2,0. Ini menunjukkan bahwa sistem perbankan dan sistem
keuangan domestik dalam keadaan genting. Semakin tinggi nilai BPI (positif), semakin
vulnerable sistem perbankan negara yang bersangkutan;
a. Dampak terhadap Bursa Saham
Bursa saham Indonesia juga mengalami penurunan indeks yang signifikan, sampai melebihi
51,17%, sehingga memaksa Otoritas Bursa untuk melakukan penghentian perdagangan
selama 3 hari untuk mencegah lebih terpuruknya bursa akibat sentimen negatif. Untuk
memitigasi kemungkinan lebih terpuruknya indeks yang tidak mencerminkan fundamental
perusahaan, maka telah diambil berbagai langkah antar lain.
b. Dampak terhadap Nilai Tukar dan Inflasi
Dampak krisis keuangan jelas terlihat pada nilai tukar Rupiah yang melemah terhadap dolar
AS bahkan sempat mencapai RP 12.600/USD pada minggu kedua November 2008. Hal ini
lebih dikarenakan adanya aliran keluar modal asing akibat kepanikan yang berlebihan
terhadap krisis keuangan global.
Dampak sejenis juga akan terjadi pada inflasi. Karena melemahnya Rupiah terhadap USD,
maka harga barang-barang juga akan terimbas untuk naik, karena Indonesia masih
mengimpor banyak kebutuhan termasuk tepung dan kedelai.
c. Dampak terhadap Ekspor dan Impor
Krisis keuangan global ini sudah pasti akan sangat berdampak kepada ekspor Indonesia ke
negara-negara tujuan ekspor, bukan hanya ke AS. Selama 5 tahun terakhir ini, ekspor
Indonesia ke Amerika menempati urutan ke-2 setelah Jepang dengan kisaran masing-masing
12% – 15%. Selain itu, negara-negara importir produk Indonesia pada urutan ke-3 s.d. 10
(Singapura, RRC, India, Malaysia, Korsel, Belanda, Thailand, Taiwan) menyumbang sekitar
45% dari total ekspor Indonesia. Dari informasi tersebut, hampir dapat dipastikan bahwa
keseluruhan negara-negara tersebut sedang mengalami dampak krisis keuangan global yang
berakibat pada perlambatan ekonomi di setiap negara. Lebih lanjut hal ini akan
mengakibatkan penurunan kemampuan membeli atau bahkan membayar produk ekspor yang
dihasilkan Indonesia, sehingga pada akhirnya akan memukul industri yang berorientasi
ekspor di Indonesia. Hal ini sudah terkemuka di publik melalui media massa, terutama untuk
sektor garmen, kerajinan, mebel dan sepatu, banyak keluhan para pelaku bisnis yang
mengatalami penurunan order dan kelambatan pembayaran dari rekanan bisnis yang
mengimport barangnya. (Data statistik belum dapat diperoleh).
Dampak yang tidak menguntungkan juga terjadi di sisi impor, karena dengan melemahnya
Rupiah, maka nilai impor akan melonjak yang selanjutnya akan menyulitkan para importir
untuk menyelesaikan transaksi impor. Dampak berikutnya adalah melonjaknya harga-harga
bahan yang berasal dari impor di pasar sehingga inflasi meningkat dan daya beli masyarakat
juga akan menurun. Hal ini selanjutnya mengakibatkan turunnya daya serap masayrakat
terhadap barang-barang impor sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan
jumlah impor.
d. Dampak terhadap Sektor Riel dan Pengangguran
Dampak terhadap sektor riel dapat dilihat dari dua aspek, yaitu:
1.Menurunnya order dari rekanan di luar negeri sehingga banyak perusahaan kesulitan
memasarkan produknya yang pada akhirnya harus melakukan efisiensi atau rasionalisasi
supaya dapat bertahan hidup.
2.Melemahnya daya beli masyarakat Indonesia karena melemahnya mata uang Rupiah dan
kenaikan inflasi serta kesulitan likuiditas atau modal kerja dari perbankan yang mengetatkan
kebijakan pemberian kreditnya. Kedua hal tersebut mengakibatkan industri di sektor riel
menjadi tertekan, sehingga apabila hal ini berlarut-larut akan melemahkan daya tahan
perusahaan yang akan berimbas pada kemungkinan melakukan PHK bagi para karyawannnya
demi mengurangi beban perusahaan atau karena memang perusahaan sudah tidak mampu lagi
beroperasi
4.3 Langkah Pemerintah mengatasi krisis globala. Pengamanan Pasar Finansial
Hal ini dilakukan dengan cara menghindari mark to market atas portofolio dalam bentuk
Surat Utang Negara (SUN) serta memberi kebebasan emiten melakukan buyback pada satu
hari bursa tanpa pembatasan pembelian dari volume perdagangan harian. Emiten juga diberi
kesempatan untuk membeli kembali saham, terutama yang mengalami koreksi tanpa melalui
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) saat IHSG anjlok dan perdagangan dihentikan
otoritas bursa.
Disamping itu, pemerintah mempercepat pencairan belanja kementrian untuk melonggarkan
likuiditas. Pemerintah juga mengambil langkah hukum bagi pihak-pihak yang memunculkan
rumor atau melanggar aturan dan menimbulkan kepanikan pasar saham. Revisi auto rejection
(naik/turunnya harga saham maksimal hanya 10% dari sebelumnya 30%) juga diterapkan.
b. Pengamanan Likuiditas
Kebijakan ini direalisasikan dengan antara lain pemerintah menyediakan pasokan valas bagi
korporasi, menurunkan rasio Giro Wajib Minumum (GWM) valas dari 3% menjadi 1%,
pencabutan pasal 4 PBI No.7/1/2005 tentang batasan Posisi Saldo Harian Pinjaman Luar
Negeri Jangka Pendek, penyederhanaan perhitungan GWM rupiah 7,5% dari Dana Pihak
Ketiga (DPK) yang terdiri dari 5% GWM utama (statutory reserve) dan 2,5% GWM sekunder
(secondary reserve). Kebijakan yang cukup melegakan nasabah bank adalah dinaikkannya
jaminan dana nasabah dari Rp 100 juta menjadi Rp 2 miliar oleh Lembaga Penjamin
Simpanan, yang menurut Menteri Keuangan sudah mencakup 90% dana pihak ketiga dan
97% rekening nasabah. Kebijakan lain adalah turunnya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang (Perpu) Bank Indonesia (amandemen Pasal 11 UU No 3/2004) terkait
dengan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek, yang mana BI dapat menerima
portofolio kredit yang berkolektibilitas lancar untuk dijadikan agunan pemberian fasilitas
pendanaan jangka pendek.
c. Implementasi Jaring Pengaman Sektor Keuangan
Pemerintah juga mengeluarkan Perpu menyangkut implementasi jaring pengaman sektor
keuangan bila terjadi keadaan yang membahayakan stabilitas keuangan, dimana pemerintah
dapat menyertakan modal sementara ke bank dan lembaga keuangan bukan bank.Bank yang
kesulitan likuiditas dapat memperoleh fasilitas pembiayaan darurat (FPD) dari BI yang
dijamin pemerintah dan BI berhak mengganti pengurus bank yang mendapat FPD.
Pemerintah juga memberi insentif bank atau lembaga keuangan bukan bank (LKBB)
mengakuisisi bank atau LKBB lain. Untuk memaksimalkan kekuatan kebijakan ini maka
Menteri Keuangan, Gubernur BI, dan pihak lain yang melaksanakan kebijakan sesuai Perppu
tidak dapat dihukum. Ini untuk menghindari jika suatu saat akibat dari kebijakan yang
diambil mungkin berdampak negatif.
Pemerintah nampaknya masih kurang yakin dengan kebijakan yang diambil (akibat terus
menurunnya nilai tukar Rupiah ke level 10.800/USD), maka pada tanggal 28 Oktober 2008
pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi sebagai berikut.
Pertama, menjaga kesinambungan neraca pembayaran/devisa dengan mewajibkan BUMN
menempatkan valuta asing di bank dalam negeri dalam satu clearing house. Perusahaan juga
wajib melaporkan pendapatan dan kebutuhan valas ke Kementrian BUMN.
Kedua, mempercepat pelaksanaan proyek dengan biaya bilateral dan multilateral. Ketiga,
menjaga stabilitas likuiditas dan mencegah perang harga dengan menginstruksikan BUMN
tidak memindahkan dana antarbank. Keempat, menjaga kepercayaan pasar terhadap SUN
dengan membeli SUN di pasar sekunder secara bertahap. Kelima, menjaga kesinambungan
neraca pembayaran dengan memanfaatkan bilateral swap arrangement dari bank Jepang,
Korea dan Cina.Keenam, menjaga kelangsungan ekspor dengan memberikan garansi
terhadap risiko pembayaran dari pembeli. Ketujuh, menurunkan pungutan ekspor Crude Plam
Oil (CPO) menjadi 0%. Kedelapan, menjaga kesinambungan fiskal 2009 dengan menyusun
APBN 2009 yang memungkinkan pemerintah melakukan perubahan bujet segera.
Kesembilan, mencegah impor ilegal. Garmen, elektronik, makanan, mainan anak dan sepatu
hanya bisa diimpor oleh importir terdaftar. Terakhir, meningkatkan pengawasan barang
beredar di pasar.
Disini nampak terlihat bahwa pemerintah telah belajar dari krisis 1998 agar tidak terulang
lagi dengan cara melakukan pemagaran yang sangat rapat sehingga serangan terhadap sektor
finansial dan ekonomi dapat diminimalisir. Pemerintah dan Bank Indonesia tidak mau
bersantai-santai sambil menunggu gejolak internasional mereda, namun terus memantau dan
mengantisipasi dengan mengeluarkan kebijakan lanjutan untuk menyempurnakan kebijakan
sebelumnya.
BAB V PENUTUP
5.1 KesimpulanKrisis global tahun 2008 yang menghantam perekonomian dunia memang tidak terlalu
dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Ini menunjukan bahwa ketahanan ekonomi Indonesia
cukup bagus dalam menghadapi krisis.
Hal ini disebabkan oleh fundamental ekonomi yang lebih baik saat itu, disamping kesiapan
pemerintah dan Bank Indonesia sendiri dalam menanggapi krisis tersebut yang ditunjukkan
oleh komprehensifnya kebijakan yang diambil.
Sektor perbankan juga lebih tahan menghadapi krisis saat itu karena dari sisi internal, yaitu
permodalan dan prudensialitas operasional, jauh lebih baik dibandingkan krisis 1998.
Namun tak berarti penanganan krisis tak luput dari masalah. Bailout pada bank Century
ternyata mendapat kecaman keras dari masyarakat. Tapi di balik itu, langkah-langkah yang
diambil pemerintah, terutama Menkeu Sri Mulyani tergolong bagus dalam menanggulangi
krisis global tahun 2008.
5.2 Saran
Mewujudkan Keberhasilan Ketahanan Nasional dalam Aspek Ekonomi :
Pencapaian tingkat ketahanan ekonomi memerlukan pembinaan sebagai berikut:
• Sistem ekonomi Indonesia diarahkan untuk dapat mewujudkan kemakmuran dan
kesejahteraan yang adil dan merata di seluruh wilayah Nusantara melalui eknomi kerakyatan
• Ekonomi kerakyatan harus menghindari sistem free fight liberalism, etatisme, dan monopoli
ekonomi
• Pembangunan ekonomi merupakan usaha bersama atas asas kekeluargaan
• Pemerataan pembangunan dan pemanfaatan hasilnya dengan memperhatikan keseimbangan
dan keserasian pembangunan antarwilayah dan antar sektor.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkarim,Aim.2006.Pendidikan kewarganegaraan.Jakarta : Grafindo Media Pratama
Iskandar Encang,2004. Pendidikan kewarganegaraan.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Achmad muchji,2007. Pendidikan pancasila.
S. Soemarsono,2011. Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia
LAMPIRAN
AUTOBIOGRAFI
BIODATA PENULIS :
Nama lengkap : Pebrinisa wilani
Nama panggilan : Pebrinisa
TTL : Bogor, 23 februari 1993
Alamat : kp. Sawah kulon Rt/Rw 01/02 no. 50 kec. Leuwiliang kab. Bogor
jawa barat
Pekerjaan : Mahasiswa
Pendidikan : TK. Aisyah
SD Negeri 1 leuwiliang
SMP Negeri 1
leuwiliang,
SMA Negeri 1 leuwiliang, bogor
Universita gunadarma, depok
No telepon : 087870872634
Alamat email : [email protected]
INDEKS
Inkonsistensi : Penjelasan yang berbeda-beda dari pemerintah tentang kasus
Liberalisme : Sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang
didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan adalah nilai politik yang
paling utama.
Individualisme : Sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan
pada pemahaman kepentingan pribadi adalah nilai yang paling utama.
Konvensi : Hukum dasar yang tidak tertulis aturan-aturan dasar yang
timbul terpelihara dalam praktek negara meskipun sifatnya tidak tertulis
Ratifikasi : Pengesahan
Legitimasi : (bahasa Inggris: legitimize kualitas hukum yang berbasis pada
penerimaan putusan dalam peradilan,[1] dapat pula diartikan seberapa jauh masyarakat mau
menerima dan mengakui kewenangan, keputusan atau kebijakan yang diambil oleh seorang
pemimpin.
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN: SESUATU YANG PERLU
Pendahuluan
Multikultur dapat dipahami sebagai suatu keadaan yang diberikan Tuhan kepada manusia. Allah Swt dalam QS. Al-Hujurat menyatakan “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal mengenal”.
Hal ini terjadi dengan bangsa Indonesia, adanya keragaman etnis dan ras serta suku bangsa merupakan kenyataan yang harus diterima. Secara tata hukum perundang-undangan, kenyataan tersebut dapat dilihat dalam rumusan Pancasila sebagai dasar ideologi negara yang merangkum kebhinnekaan masyarakat dan bangsa Indonesia. Dalam UUD RI 1945 juga telah dengan tegas menyatakan tentang kenyataan multikultural bangsa Indonesia. Hal ini bisa dilihat pada lambang negara “Bhinneka Tunggal Ika”. Sumpah Pemuda pada tahun 1928 menyatakan juga akan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai jenis suku bangsa dan bertekad sebagai suatu bangsa yang mempunyai satu bangsa, satu bahasa, satu tanah air; Indonesia.
Kebhinnekaan sebagai kenyataan sosial yang terjadi di Indonesia dapat menjadi modal untuk melangkah ke masyarakat yang lebih demokratis yang terdidik. Menurut Ritzer dalam Ainul Yaqin (2005: 193), keragaman etnis yang terbentuk dari definisi sosial dan bukan merupakan definisi berdasarkan pada faktor keturunan/biologis, dan ras yang didefinisikan secara sosial berdasarkan berbagai macam karakteristik kulturnya (bahasa, agama, asal suku atau asal negara, tata hidup sehari-hari, makanan pokok, cara berpakaian atau ciri-ciri kultur yang lainnya) bukan untuk mengukur tingkat keberbedaan dan saling melemahkan.
Keberbedaan tersebut dimaksudkan agar saling kenal mengenal dengan segala dimensi keunikan dan kekayaan budaya yang dimiliki manusia. Dari beberapa keberbedaan tersebut tetap ada sifat-sifat universal yang dimiliki manusia. Dengan keuniversalan tersebut, mereka (warga negara) mampu berempati dan bersimpati, sehingga mampu memahami keberadaan orang lain di luar dirinya dengan berbagai keragaman budaya (cultural diversity). Pemahaman terhadap sifat keuniversalan manusia tersebut, akan mampu menjadikan mereka dapat berpikir untuk melewati batas-batas budayanya sendiri, sehingga tampak seperti orang yang berwawasan universal tersebut yang menunjukkan sikapnya yang toleran dan menghargai pluralitas.
Sedangkan menurut Cogan (1998: 115), kompetensi yang harus nampak pada diri warga negara sebagai masyarakat yang multikultural adalah:
1. Kemampuan mengenal dan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global;2. Kemampuan bekerjasama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau
kewajibannya dalam masyarakat;3. Kemampuan untuk memahami, menerima dan menghormati perbedaan-perbedaan budaya;4. Kemampuan berpikir kritis dan sistematis;5. Kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai tanpa kekerasan;6. Kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna
melindungi lingkungan;7. Memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan HAM;8. Kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkat pemerintahan
lokal, nasional, dan internasional.
Pendidikan Multikultural
Istilah multikultur berakar dari kata kultur. Pada umumnya, kultur diartikan sebatas pada budaya dan kebiasaan sekelompok orang pada daerah tertentu (Ainul Yaqin, 2005: 6). Secara etimologis, multikulturalisme dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham) (H.A.R Tilaar, 2004). Multikultur merupakan kata dasar yang mendapat awalan. Kata dasar itu adalah kultur yang berarti kebudayaan, kesopanan, atau pemeliharaan, sedang awalannya adalah multi yang berarti banyak, ragam, atau aneka.
Dengan demikian, multikultur berarti keragaman kebudayaan, aneka kesopanan, atau banyak pemeliharaan.
Secara khusus, H.A.R. Tilaar (2000: 39-40) menyatakan bahwa kebudayaan merupakan suatu keseluruhan yang kompleks. Hal ini berarti kebudayaan merupakan suatu kesatuan dan bukan jumlah dari bagian-bagian. Keseluruhan mempunyai pola-pola atau desain tertentu yang unik. Setiap kebudayaan mempunyai mozaik yang spesifik yang bercirikan:
1. Kebudayaan merupakan prestasi kreasi manusia yang bersifat immateri. Artinya berupa bentuk-bentuk prestasi psikologis seperti ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni dan sebagainya;
2. Kebudayaan dapat pula berbentuk fisik seperti hasil seni, dan terbentuknya kelompok-kelompok keluarga;
3. Kebudayaan dapat pula berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti hukum, adat-istiadat yang berkesinambungan;
4. Kebudayaan merupakan suatu realitas yang obyektif yang dapat dilihat,;5. Kebudayaan tidak terwujud dalam kehidupan manusia yang soliter atau terasing, tetapi yang
hidup dalam suatu masyarakat tertentu;6. Kebudayaan merupakan perwujudan dari cipta, rasa, dan karsa manusia yang diberikan oleh
Allah. Dari apa yang dikemukakan H.A.R. Tilaar jelas tergambar bahwa kebudayaan
merupakan sebuah keniscayaan yang dimiliki manusia dan merupakan hasil karya yang unik dan bersifat beragam.
Multikulturalisme merupakan suatu paham atau situasi-kondisi masyarakat yang tersusun dari banyak kebudayaan. Multikulturalisme sebagai sebuah paham menekankan pada kesenjangan dan kesetaraan budaya-budaya lokal tanpa mengabaikan hak-hak dan eksistensi budaya yang ada. Bagi H.A.R Tilaar, multikulturalisme bukan sekedar pengenalan terhadap berbagai jenis budaya di dunia ini, tetapi juga telah merupakan tuntutan dari berbagai komunitas yang memiliki budaya-budaya tersebut. Multikulturalisme merupakan konsep dimana sebuah komunitas dalam konteks kebangsaan dapat mengakui keberagaman, perbedaan dan kemajemukan budaya, baik ras, suku (etnis), dan agama. Sebuah konsep yang memberikan pemahaman bahwa sebuah bangsa yang plural atau majemuk adalah bangsa yang dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam. Bangsa yang multikultur adalah bangsa yang kelompok-kelompok etnik atau budaya (etnic and cultural groups) yang ada dapat hidup berdampingan secara damai dalam prinsip co existence yang ditandai oleh kesediaan untuk menghormati budaya lain.
Secara sederhana, Azra (2006: 157) memberikan definisi sederhana tentang pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk/tentang keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan atau bahkan dunis secara keseluruhan. Sedangkan menurut Musa Asy’arie (2004), pendidikan multikultural adalah proses penanaman cara hidup menghormati, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat plural. Dengan pendidikan multikultural, diharapkan adanya kekenyalan dan kelenturan mental bangsa menghadapi benturan konflik sosial, sehingga persatuan bangsa tidak mudah patah dan retak.
Pendidikan multikultural berawal dari berkembangnya gagasan dan kesadaran tentang “interkulturalisme” seusai Perang Dunia II. Hal ini terkait dengan perkembangan politik internasional menyangkut HAM, kemerdekaan dari kolonialisme, dan diskriminasi rasial dan lain-lain, juga karena meningkatnya pluralitas di negara-negara Barat sendiri sebagai akibat peningkatan migrasi dari negara-negara yang baru merdeka ke Amerika dan Eropa.
Pendidikan apapun bentuknya, tidak boleh kehilangan dimensi multikulturalnya, termasuk di dalamnya pendidikan kewarganegaraan, karena realitas dalam kehidupan pada hakikatnya bersifat multidimensional. Demikian juga halnya manusia sendiri pada hakikatnya adalah sebagai makhluk yang multidimensional.
Pendidikan Kewarganegaraan
Jack Allen (1960) dalam Soemantri (2001: 83) menyatakan bahwa pendidikan kewarganegaraan didefinisikan sebagai hasil seluruh progam sekolah, bukan merupakan program tunggal ilmu-ilmu sosial dan bukan sekedar rangkaian pelajaran tentang kewarganegaraan. Akan tetapi, kewarganegaraan mempunyai fungsi yang penting untuk melakukan atau melaksanakan, yaitu menghadapkan remaja (peserta didik) pada pengalaman di sekolahnya tentang pandangan yang menyeluruh terhadap fungsi kewarganegaraan sebagai hak dan tanggung jawab dalam suasana yang demokratis.
Berdasarkan kurikulum depdiknas tahun 2004 (2003:7), tersurat bahwa apa yang dinamakan dengan pendidikan kewarganegaraan (citizenship) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
Hal senada juga ditegaskan oleh Nu’man Soemantri (2001: 299) yang menyatakan bahwa PKn yang sekiranya akan cocok dengan Indonesia adalah sebagai berikut: “…Pendidikan Kewarganegaraan adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih siswa untuk berpikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945”.
Dalam materi latihan kerja guru PPKn depdiknas (2002: 2), dinyatakan bahwa PPKn adalah mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Juga bermaksud membekali peserta didik dengan budi pekerti, pengetahuan, dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
Tujuan utama dari kehendak negara yang memprogramkan pendidikan kewarganegaraan ini pada dasarnya adalah untuk mengembangkan warga negara yang mengenal, menerima, dan menghayati serta menyadari perannya sebagai pengambil keputusan yang bertanggung jawab yang berkenaan dengan peradaban dan moral dalam kehidupan masyarakat yang demokratis seperti perilakunya diatur oleh prinsip-prinsip moral dalam segala situasi. Secara singkat tujuan yang terfokus pada status kewarganegaraannya adalah untuk pengembangan pribadi manusia yang memiliki kepedulian terhadap pembentukkan suatu masyarakat yang adil dan mampu melindungi orang atau makhluk lain dari kekejaman dan sebagai bangsa yang merdeka dan demokratis. Di beberapa negara, tujuan ini didukung oleh Undang Undang Dasar, Ketetapan dan peraturan negara masing-masing (CICED, 1999: 73).
Atas dasar tujuan dari pendidikan kewarganegaraan yang dikemukakan di atas, maka fungsi PKn dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Mengembangkan dan melestarikan nilai moral Pancasila secara dinamis dan terbuka. Dinamis dan terbuka dalam arti bahwa nilai moral yang dikembangkan mampu menjawab tantangan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat, tanpa kehilangan jati diri sebagai bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat:
2. Mengembangkan dan membina manusia Indonesia seutuhnya yang sadar politik dan konstitusi negara kesatuan republik Indonesia berlandaskan Pancasila dan UUD 1945;
3. Membina pemahaman dan kesadaran terhadap hubungan antara warga negara dengan negara, antar warga negara dengan sesama warga negara, dan pendidikan pendahuluan bela negara agar mengetahui serta mampu melaksanakan dengan baik hak dan kewajiban sebagai warga negara. (Depdiknas, Proyek PKn dan BP (2000: 21)
Pembelajaran PKn akan membekali peserta didik dengan pengetahuan tentang hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang meliputi bidang politik, pemerintahan, nilai-moral budaya bangsa sebagai identitas bangsa, nasionalisme, ekonomi dan nilai-nilai masyarakat lainnya; pemahaman terhadap hak dan tanggung jawab sebagai warga negara Indonesia yang memiliki identitas/ jati diri sebagai bangsa Indonesia; pengayaan sumber belajar, bahwa sumber belajar tidak hanya di dalam kelas dan dari buku teks, melainkan diperkaya dengan pengalaman belajar mandiri dari peserta didik yang relevan, baik di sekolah, keluarga, maupun di masyarakat, yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dan menemukan sendiri bagaimana berperan serta dalam lingkungan masyarakat, bangsa dan negara dengan menggunakan berbagai media sebagai hasil teknologi; keteladanan dari nilai-nilai dan prinsip yang dikembangkan dalam PKn melalui sikap dan perilaku sehari-hari sehingga peserta didik memiliki panutan dalam mewujudkan perilaku yang diharapkan; hidup bersama dengan orang lain sebagai satu bangsa, bahwa mata pelajaran PKn termasuk dalam rumpun PIPS, menekankan bagaimana manusia sebagai warga negara dapat bekerja sama dengan orang lain, saling menghormati, menghargai,…damai,…cita-cita bangsa. (Arnie Fadjar, 2005: 61)
Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan berfungsi sebagai wahana untuk membentuk warganegara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isue kewarganegaraan;2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab dan bertindak secara cerdas dalam
kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-
karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama bangsa-bangsa lainnya;4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. (BSNP, 2006)Apa yang dikemukakan dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut
terlihat bahwa anak didik dipersiapkan untuk mempunyai kemampuan berpikir kritis, rasional dan kreatif yang diwujudkan dalam partisipasinya sebagai warganegara yang mempunyai identitas kebangsaan yang kuat, di tengah-tengah masyarakat internasional.
Perlunya Pendidikan Multikultural di Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Maslikhah (2007: 159), setidaknya ada tujuh alasan, mengapa pendidikan multikultural perlu dikembangkan dan dijadikan model pendidikan khusus dalam pendidikan kewarganegaraan di Indonesia: Pertama, realitas bahwa Indonesia adalah negara yang dihuni oleh berbagai suku, bangsa, etnis, agama, dengan bahasa yang beragam dan membawa budaya yang heterogen serta tradisi dan peradaban yang beraneka ragam. Kedua, pluralitas tersebut secara inheren sudah ada sejak bangsa Indonesia ini ada. Ketiga, masyarakat menentang pendidikan yang berorientasi bisnis, komersialisasi, dan kapitalis yang mengutamakan golongan atau orang tertentu. Keempat, masyarakat tidak menghendaki kekerasan dan kesewenang-wenangan pelaksanaan hak setiap orang. Kelima, pendidikan multikultur sebagai resistensi fanatisme yang mengarah pada berbagai jenis kekerasan dan kesewenang-wenangan. Keenam, pendidikan multikultural memberikan harapan dalam mengatasi berbagai gejolak masyarakat yang terjadi akhir-akhir ini. Ketujuh, pendidikan multikultural sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan, sosial, kealaman, dan ke-Tuhanan.
Sedangkan Djahiri mengemukakan bahwa pendidikan multikultural diperlukan dalam pendidikan kewarganegaraan karena pendidikan kewarganegaraan itu sendiri merupakan program dan rekayasa pendidikan untuk membina dan membelajarkan anak didik menjadi warga negara yang baik, beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, memiliki nasionalisme (rasa kebangsaan) yang kuat/mantap, sadar dan mampu membina dan melaksanakan hak dan kewajiban dirinya sebagai manusia, warga masyarakat bangsa dan negaranya, taat asas/ketentuan (rule of law), demokratis, dan partisipasi aktif-kreatif-positif dalam kebhinnekaan kehidupan masyarakat-bangsa-negara madani (civil society) yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta kehidupan yang terbuka-mendunia (global) dan modern tanpa melupakan jati dirinya. (CICED, 1999: 58)
Oleh karenanya, pendidikan multikultural harus menjadi sinergi dalam pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Dalam pendidikan multikultural, tidak akan ada pembedaan kebutuhan, baik yang bersifat intelektual, spritual, material, emosional, etika, estetika, sosial, ekonomi, budaya, dan transendental dari seluruh lapisan masyarakat dengan berbagai ragam stratanya.
Dalam konteks Indonesia, yang dikenal dengan muatan yang sarat kemajemukan, maka pendidikan multikultural menjadi sangat strategis untuk dapat mengelola berbagai kemajemukan secara kreatif, sehingga konflik yang muncul sebagai dampak dari transformasi dan reformasi sosial dapat dikelola secara cerdas dan menjadi bagian dari pencerahan kehidupan bangsa ke depan.
Pendidikan multikultural mengandaikan sekolah dan kelas dikelola sebagai suatu simulasi arena hidup nyata yang plural, terus berubah dan berkembang. Institusi sekolah dan kelas adalah wahana hidup dengan pemeran utama peserta didik di saat guru dan seluruh tenaga kependidikan berperan sebagai fasilitator. Pembelajaran dikelola sebagai dialog dan pengayaan pengalaman hidup unik, sehingga bisa tumbuh pengalaman dan kesadaran kolektif setiap warga dan peserta didik yang kelak menjadi dasar etika politik berbasis etika kewargaan.
Pendidikan multikultural didasari konsep kebermaknaan perbedaan secara unik pada tiap orang dan masyarakat. Kelas disusun dengan anggota kian kecil hingga tiap peserta didik memperoleh peluang belajar semakin besar sekaligus menumbuhkan kesadaran kolektif di
antara peserta didik. Pada tahap lanjut menumbuhkan kesadaran kolektif melampaui batas teritori kelas, kebangsaan dan nasionalitas, melampaui teritori teologi keagamaan dari tiap agama berbeda.
Gagasan itu didasari asumsi, tiap manusia memiliki identitas, sejarah, lingkungan, dan pengalaman hidup unik dan berbeda-beda. Perbedaan adalah identitas terpenting dan paling otentik tiap manusia daripada kesamaannya. Kegiatan belajar-mengajar bukan ditujukan agar peserta didik menguasai sebanyak mungkin materi ilmu atau nilai, tetapi bagaimana tiap peserta didik mengalami sendiri proses berilmu dan hidup di ruang kelas dan lingkungan sekolah.
Karena itu, guru tidak lagi ditempatkan sebagai aktor tunggal terpenting sebagai kamus berjalan yang serba tahu dan serba bisa. Guru yang afisien dan produktif ialah jika bisa menciptakan situasi sehingga tiap peserta didik belajar dengan cara sendiri yang unik. Kelas disusun bukan untuk mengubur identitas personal, tetapi memperbesar peluang tiap peserta didik mengaktualkan kedirian masing-masing. Pendidikan sebagai transfer ilmu dan nilai tidak memadai, namun bagaimana tiap peserta didik menemukan dan mengalami situasi beriptek dan berkehidupan otentik.
Gagasan pendidikan multikultural bersumber dari prinsip martabat keunikan diri tiap peserta didik. Pendidikan formal (sekolah) diletakkan dalam ide deschooling Ivan Illich seperti demokrasi yang meletakkan suara rakyat sebagai suara Tuhan. Rakyat sebagai diri lebih penting dari realitas negara dan partai seperti dalam masyarakat sipil atau madani. Kegiatan belajar-mengajar bukan sebagai alat sosialisasi atau indoktrinasi guru, tetapi wahana dialog dan belajar bersama. Di saat yang sama institusi negara dan partai dikembangkan sebagai wahana aktualisasi dan representasi kepentingan rakyat.
Soalnya ialah bagaimana memanipulasi kelas sebagai wahana kehidupan nyata dan membuat simulasi sehingga tiap peserta didik berpengalaman berteori ilmu dan menyusun sendiri nilai kebaikan. Guru tidak lagi sebagai gudang (bankir) ilmu dan nilai yang tiap saat siap diberikan kepada peserta didik, tetapi sebagai teman dialog dan partner menciptakan situasi beriptek dan bersosial. Pembelajaran di kelas disusun sebagai simulasi kehidupan nyata sehingga peserta didik berpengalaman hidup sebagai warga masyarakatnya.
Dengan adanya pendidikan multikultural dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan maka diharapkan akan mengubah tingkah laku individu agar tidak meremehkan apalagi melecehkan budaya orang atau kelompok lain, khususnya dari kalangan minoritas Selain itu, juga diharapkan akan menumbuhkan toleransi dalam diri individu terhadap berbagai perbedaan rasial, etnis, agama, dan lain-lain.
Yang menjadi permasalahan dalam menerapkan pendidikan multikultural dalam pendidikan kewarganegaraan ialah pendidikan di Indonesia kebanyakan masih berciri “pendidikan bergaya bank” seperti apa yang dikemukakan oleh Faulo Freire sehingga perlu adanya perubahan paradigma seperti dikemukakan sebagai berikut:
1. Siswa harus dianggap sebagai manusia yang utuh, yang punya naluri, kesadaran, kepribadian, eksistensi, dan keterbatasan. Atas dasar tersebut maka siswa akan mampu memahami keberadaan dirinya dan lingkungannya;
2. Perlunya diubah antagonis pendidikan di Indonesia sebagai “pendidikan bergaya bank”, seperti: guru mengajar, murid belajar; guru tahu segalanya, murid tidak tahu apa-apa; guru berpikir, murid dipikirkan; guru bicara, murid mendengarkan; guru mengatur, murid diatur; guru memilih dan memaksakan kehendaknya, murid menuruti; guru bertindak, murid membayangkan bagaimana bertindak sesuai dengan tindakan gurunya; guru memilih apa yang akan diajarkan, murid menyesuaikan diri; guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang profesionalismenya dan mempertentangkannya dengan kebebasan murid-murid; guru adalah subyek proses belajar, murid objeknya.
3. Guru dan Siswa harus saling belajar serta saling memanusiakan, sehingga hubungan keduanya merupakan subjek-subjek, bukan subjek-objek;
4. Siswa harusnya menjadi subjek yang belajar, bertindak dan berpikir serta berbicara mengenai hasil tindakan dan pemikirannya.
5. Guru harusnya tidak bersifat masih bangga dengan peran reaksionernya yang gembira yaitu peran yang masih konservatif dan unkreatif.
Hal semacam itu akan bisa menjadi suatu kenyataan apabila tentu saja salah satunya didukung oleh adanya kompetensi guru dalam melakukan proses pembelajaran. Beberapa kompetensi yang dipersyaratkan mutlak dimiliki oleh seorang guru adalah: pertama, mampu menjelaskan dan meyakinkan siswa untuk memahami maksud dan tujuan dari materi yang akan diajarkan; kedua, mampu berperan dan berfungsi sebagai fasilitator dan pembimbing dalam melayani keperluan siswa saat mengikuti proses belajar mengajar; ketiga, mampu mengembangkan metode pendekatan belajar mengajar individual, interaktif dan kolaboratif untuk menciptakan siswa aktif; keempat, mampu menciptakan suasana belajar yang
kondusif dan menyenangkan di dalam dan di luar kelas; kelima, dalam pembelajaran multikultural seorang guru harus menjelmakan dirinya sebagai seorang pribadi antar budaya, dan lain-lain; keenam, mampu mengembangkan komunikasi yang efektif (lugas dan luwes), dalam membimbing siswa mencapai tujuan pembelajaran mereka; dan ketujuh, mampu melakukan evaluasi secara menyeluruh (Saputra, L.S: 2007:4).
Penutup
Multikulturalisme merupakan salah satu realitas utama yang dimiliki oleh bangsa di Indonesia. Multikulturalisme dapat diartikan bahwa negara memberikan pengakuan adanya keragaman atau kemajemukan pada masyarakatnya. Adanya keragaman ini mestinya menjadi dasar bagi pendidikan yang berkeadaban. Multikulturalisme menjadi landasan budaya bagi kewargaan, kewarganegaraan, dan pendidikan.
Pendidikan apa pun bentuknya, tidak boleh kehilangan dimensi multikulturalnya, termasuk di dalamnya pendidikan kewarganegaraan, karena realitas dalam kehidupan pada hakikatnya bersifat multidimensional. Demikian juga halnya manusia sendiri pada hakikatnya adalah sebagai makhluk yang multidimensional. Karena itu, pendekatan kepada manusia dan untuk mengatasi problem kemanusiaan yang ada, tidak bisa lain kecuali dengan menggunakan pendekatan yang multidimensional dan di dalamnya adalah pendidikan multikultural.
Pendidikan multikultural dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan dapat membantu peserta didik dalam hal membekalinya pengetahuan sebagai warga negara. Warga negara yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berpikir kritis, rasional dan kreatif, berpartisipasi dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter (multikultur) masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
----------------------------
* Dian A. Ruchliyadi adalah Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan FKIP Unlam Banjarmasin. E-mail: [email protected].
Daftar Pustaka
Azra, A. (2006). Pancasila dan Identitas Nasional: Perspektif Multikulturalisme. Jakarta: Fisip UI, Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D), Brighten Institute Bogor, Kelompok Tempo Media.
Budimansyah, D. (2007). “Warganegara Multidimensi Untuk Menghadapi Tantangan Abad Ke-21”. Makalah pada Seminar Invics. Bandung.
Chamim, Asykuri Ibn. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan: Menuju Kehidupan Yang Demokratis dan Berkeabadan. Jakarta: Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah.
Center for Indonesia Civic Education. (1999). Democratic Citizens In a Civic Society: Building Rationales for the 21 Century’s Civic Education. Bandung.
Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kewarganegaraan di Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Puskur, Balitbang Depdiknas.
Djahiri, A. Kosasih. (1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT. LP3 IPS FKIS IKIP Bandung.
Fadjar. A. (2005). Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Menengah Atas: Tinjauan Praksis. Makalah pada Seminar Nasional dan Rakernas Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung.
Sapriya dan Winataputra, Udin S. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan: Model Pengembangan Materi dan Pembelajaran. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan.
Saputra, L.S. (2007). “Refleksi Terhadap Pembelajaran PKn: Kajian Terhadap Pembelajaran PKn Sebagai Pembelajaran Multikultural”. Makalah pada Seminar Invics. Bandung.
Soemantri, M.N. (2001). Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Bandung: Kerjasama Program Pascasarjana dengan PT. Remaja Rosdakarya.
Tilaar, H.A.R. (2004). Multikulturalisme: Tantangan-Tantangan Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.
----------------. (2006). Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta.
----------------. (2007). Mengindonesia Etnisitas dan Identitas Bangsa Indonesia: Tinjauan dari Perspektif Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Yaqin, Ainul. (2005). Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media.
Secara klasik sering dikemukakan bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan di Indonesia adalah untuk membentuk warga negara yang baik. Sejalan dengan pendidikan kewarganegaraan era reformasi, misi materi pembelajaran ini adalah meningkatkan kompetensi peserta didik agar mampu menjadi warga negara yang berperan serta secara aktif dalam sistem pemerintahan negara Indonesia. Pendidikan kewarganegaraan dituntut merevitalisasi diri agar mampu menembus keberagaman budaya, suku dan agama yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan di dalamnya harus memiliki suatu pengajaran yang memuat tentang keberagaman tersebut. Pada artikel inilah, penulis akan menyampaikan tentang pendidikan multikultural yang masih asing di dunia pendidikan Indonesia terutama kaitannya dengan pendidikan kewarganegaraan. Artikel ini bertujuan untuk memaparkan perlunya pendidikan multikultural dalam pendidikan kewarganegaraan, sehingga mata pelajaran ini dapat berfungsi dalam meningkatkan kompetensi kewarganegaraan yang berwawasan multikulturalisme.
Kata kunci : Pendidikan, Multikulturalisme, Pendidikan Kewarganegaran, Pendidikan Multikultural
Classically often stated that the purpose of civic education in Indonesia is to form good citizens . In line with the reform era civic education, learning materials mission is to improve the competence of students to be able to become citizens who actively participate in the governance system of Indonesia. Citizenship education is required to revitalize themselves to be able to penetrate the diversity of cultures, races and religions that exist in Indonesia. Therefore, civic education in it must have a teaching load of such diversity. In this article, the author will deliver about multicultural education are still unfamiliar in the world of education in Indonesia especially associated with citizenship education. This article aims to explain the need for multicultural education in civic education, so that these subjects can function in improving civic competence minded multiculturalism.Keywords : Education , Multiculturalism , Citizenship Education , Multicultural Education
Top Related