i
Karya Ilmiah
ANALISIS HASIL KARAKTERISASI XRD
UNTUK PENENTUAN INDEKS MILLER
Oleh :
Ir. Ida Bagus Sujana Manuaba, M.Sc.
Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana
2018
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, berkat
rahmatNya telah berhasil kami lakukan penulisan laporan Karya Ilmiah dengan baik. Karya
ilmiah dengan judul “ANALISIS HASIL KARAKTERISASI XRD UNTUK PENENTUAN
INDEKS MILLER” telah berhasil diselesaikan tepat pada waktunya. Keberhasilan tersebut
tentu saja tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami
menghaturkan banyak-banyak terimakasih kepada :
1. Ketua Program Studi Fisika yang sudah memberikan kesempatan untuk melakukan
penulisan karya ilmiah ini
2. Dekan Fakultas MIPA yang sudah memberikan tugas dan kesempatan untuk melakukan
penulisan karya ilmiah ini
3. Teman-teman yang sudah membantu kelancaran penulisan karya ilmiah ini, baik secara
spiritual maupun material
Mudah-mudahan laporan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, bagi
bangsa dan rakyat Indonesia, khususnya bagi civitas akademika.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL …………………………………………………………. i
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. iv
RINGKASAN …………………………………………………………………... v
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang ………………………………………………….. 1
1.2. Permasalahan ……………………………………………………. 1
1.3. Tujuan …………………………………………………………... 2
1.4. Manfaat ………………………...………………………………... 2
iBAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………… 3
2.1. Objek Teresolusi dan Tidak Teresolusi 3
2.2. Pembangkitan sinar-X 5
2.3. Hukum Bragg 8
BAB III. HAMBURAN ……………..…….. 10
3.1. Hamburan Satu Elektron 10
3.2. Hamburan Dua Elektron 11
3.3. Hamburan oleh Banyak Elektron 13
3.4. Hamburan oleh Seluruh Kristal 14
3.5. Kisi Rasiprok 15
BAB IV. PERHITUNGAN FAKTOR STRUKTUR GEOMETRIK 16
4.1. Teorema De Moivre’s 16
4.2. Faktor Struktur Geometrik Simple Cubic 17
4.3. Faktor Struktur Geometrik Body centered cubic 18
4.4. Faktor Struktur Geometrik Face centered cubic 19
4.5. Metode Penentuan Struktur Kristal 20
4.6. Penentuan Indeks Miller (hkl) Pada Suatu Padatan 22
BAB V. KESIMPULAN ……………………………………………………….. 27
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 28
v
RINGKASAN
Beberapa mata kuliah yang ada di Program Studi Fisika sangat berhubungan dengan
karakterisasi XRD dan indeks Miller, seperti mata kuliah Zat padat I dan II, mata kuliah Bahan
Keramik, mata kuliah Analisis XRD dan mata kuliah Superkonduktivitas. khususnya Oleh
karena itu, permasalahan yang diangkat pada karya ilmiah ini adalah bagaimana cara
menganalisis hasil karakterisasi XRD dan menetukan nilai Indeks Miller suatu spektrum.
Tujuan dari penulisan adalah agar mahasiswa dapat menganalisis hasil karakterisasi XRD dan
menentukan nilai indeks Miller suatu spektrum. Dari hasil pembahasan berdasarkan teori dan
perhitungan, maka diperoleh bahwa kristal berstruktur NaCl, puncak intensitas pada difraksi
ada, apabila indeks bidang pemantul semuanya ganjil atau semuanya genap. Kristal berstruktur
alkali halida (KCl), apabila indeks bidang pemantul ganjil semua, maka tidak akan ada puncak
intensitas pada grafik difraksinya.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam mata kuliah fisika modern dibahas interaksi antara sinar-X dengan kisi suatu
kristal. Pemantulan oleh kisi kristal terjadi apabila gelombang-gelombang sinar-X lebih kecil
daripada 2 kali jarak antar bidang pemantul dalam kisi kristal. Disamping itu juga sudah
dijelaskan bagaimana hukum Bragg tersebut diperoleh dan dipergunakan.
Untuk memahami interaksi lebih jauh mengenai sinar-X dengan kisi suatu kristal, maka
pada makalah ini akan dibahas lebih mendalam mengenai difraksi sinar-X, Objek Teresolusi
dan Tidak Teresolusi, Pembangkitan sinar-X dan Hukum Bragg. Sedangkan untuk mendalami
proses terjadinya hamburan, maka pada makalah ini ditelaah lebih mendalam mengenai
hamburan oleh satu elektron, hamburan oleh dua elektron, hamburan oleh banyak elektron, kisi
resiprok.
Kemudian pemahaman teori struktur kristal dan hamburan, maka pada makalah ini
diimplementasikan perhitungan faktor struktur geometrik, teorema De Moivre’s, penentuan
struktur geometrik struktur simple cubic, penentuan struktur geometrik struktur body centered
cubic, face centered cubic.
Pembahasan selanjutnya adalah penentuan Indeks Miller (hkl) pada suatu kristal, yang
mana pada makalah ini dibahas kristal KCl, KBr dan NaCl.
1.2. Permasalahan
Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan pada sub bab 1.1, maka
permasalahan yang diangkat pada tulisan ini adalah :
2
- bagaimana cara menganalisis hasil karakterisasi XRD
- bagaimana cara menentukan indeks Miller suatu spektrum
1.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah :
- dapat menganalisis hasil karakterisasi XRD
- dapat menentukan indeks Miller suatu spektrum
1.4. Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi
oleh mahasiswa yang mengambil tugas akhir dengan bidang minat fisika material, biofisika dan
fisika instrumentasi.
3
BAB II
DIFRAKSI SINAR-X
2.1. Objek Teresolusi dan Tidak Teresolusi
Dengan mata telanjang kita tidak dapat melihat susunan atom di dalam Kristal. Apa
sebabnya ?
Mata manusia peka terhadap cahaya, yang berpanjang gelombang rata-rata λ 600 nm.
Panjang gelombang ini jauh lebih besar dibandingkan jarak tetangga terdekat atau jarak pisah
rata-rata j dua atom di dalam kristal yang ordenya (1-10) Å atau (0,1-1) nm. Maka mata tidak
dapat meresolusikan (melihat secara terpisah) kedua atom tersebut. Agar dua atom bertetangga
dapat diresolusikan haruslah λ j, berarti panjang gelombang yang digunakan harus dalam
ordo Å.
Gambar 2.1. Sebuah bola dengan jari-jari besar dijatuhkan pada deretan kelereng yang
berjari-jari kecil
Gambar 2.2. Sebuah bola dengan jari-jari besar dijatuhkan pada deretan kelereng yang
berjari-jari kecil
Bola
Kelereng
Kelereng
Kelereng
4
Gambar 2.1 memperlihatkan sebuah bola dengan jari-jari besar dijatuhkan pada deretan
kelereng yang berjari-jari kecil. Bola basket (R) tidak melihat lantai terdiri dari kelereng-
kelereng (r << R). Lantai dilihatnya sebagai permukaan yang licin (kontinyu). Karena itu bola
akan memantul dengan arah pantul tertentu, yakni p = m. Yang terjadi ialah pantulan cermin
menurut hukum Snellius. Lain halnya apabila yang datang itu sesama kelereng, seperti terlihat
pada gambar 2.2. Kelereng yang datang akan dipantulkan dengan sudut yang tidak dapat
dipastikan arahnya, yang terjadi adalah hamburan.
Maka kalau λ >> j : terjadi peristiwa pantulan cermin objek tidak teresolusi (tidak
terpisahkan jelas). Kalau λ j, terjadi peristiwa hamburan, objek teresolusi. Jadi agar kita
dapat melihat susunan atom di dalam kristal, haruslah kita menggunakan partikel yang panjang
gelombang de Broglienya 1 Å. Partikel apakah itu ?
- Dapat digunakan netron, yang dibangkitkan dalam reaktor. Untuk keperluan ini, harus
digunakan netron dengan energi :
2
22
2
1
2
1
h
mm
pE
nn
n
Untuk λ = 1 Å, diperoleh
eV
Cm
Js
kgE 08,0
106,1
1
10
106,6
1067,12
119210
234
227
netron dengan energi serendah ini disebut netron termal.
- Dapat digunakan elektron, seperti dalam mikroskop elektron. Energi elektron tersebut
haruslah :
22
1
2
1 22h
mm
pE
ee
e
Untuk λ = 1 Å, diperoleh E = 144 eV.
5
- Apabila digunakan gelombang elektromagnetik (foton), maka gelombang
elektromagnetik dengan λ 1 Å adalah sinar-X.
- Energi foton sinar-X :
keVhc
hE 3,12
Maka untuk menyelidiki struktur kristal dengan penyinaran gelombang elektromagnetik, harus
dipakai sinar-X berenergi puluhan keV.
2.2. Pembangkitan sinar-X
Sinar-X dibangkitkan dalam tabung sinar-X. Elektron keluar dari katoda lalu dipercepat
oleh sumber tegangan tinggi di dalam vakum Anod berupa logam (Cu, Fe atau Ni). Setelah
ditumbuk elektron mengeluarkan sinar-X. Dua hal terjadi di dalam atom logam anod tersebut,
yaitu :
- terjadi radiasi yang dikenal sebagai Bremstrahlung. Elektron yang mendekati anod
berinteraksi dengan atom-atom bahan anod, tepatnya dengan elektron luar atom.
Elektron mengalami perlambatan dan karenanya mengeluarkan radiasi.
Menurut teori e = m, setiap muatan yang mengalami percepatan atau perlambatan
mengeluarkan radiasi. Radiasi ini beranekaragam panjang gelombangnya, karena proses
Bremstrahlung dapat dialami elektron berulangkali. Maka spektrum radiasi ini bersifat
kontinyu.
6
Gambar 2.3. Elektron bergerak mendekati elektron pada kulit terluar dan mengalami
perlambatan
- Elektron yang mendekati atom di dalam anod berinteraksi dengan elektron dalam
(misalnya elektron kulit K) atom tersebut, berupa tumbukan tak kenyal sempurna,
dengan akibat elektron K terlepas dari kulitnya. Atom tertinggal dalam keadaan
tereksitasi, yang tidak merupakan keadaan yang stabil. Maka terjadilah (dalam waktu
sekitar 10-8
detik) pengisian kekosongan itu oleh elektron dari kulit-kulit yang lebih
luar. Perpindahan elektron dari kulit luar ke kulit yang lebih dalam disertai pancaran
radiasi dengan panjang gelombang tertentu, radiasi diskret. Pancaran ini harus sesuai
dengan kaidah.
Gambar 2.4. Elektron menumbuk elektron pada kulit dalam dan terjadi tumbukan elastik
sempurna
7
Seleksi (untuk radiasi dipole listrik)
1n 1l 0j atau +1
Sebagai ilustrasi, perhatikan skema tingkatan energi atom Cu sebagai bahan anod.
Menurut aturan seleksi di atas dapat terjadi transisi dari tingkat 2p1/2 1S1/2, dan dari tingkat
2p3/2 1S3/2.
Gambar 2.5. Transisi pada tingkat-tingkat energi
Radiasi yang dikeluarkan disebut Kα1 dan Kα2 dengan panjang gelombang dihitung dari
rumus
hcE , λrata-rata = 1,54 Å (radiasi Kα). Radiasi yang dihasilkan trasisi dari kulit M ke
kulit K disebut Kβ (ada Kβ1 dan Kβ2).
Kedua radiasi Kα dan Kβ inilah yang merupakan spektrum sinar-X bersifat nergaris.
Intensitas radiasi yang terjadi bergantung pada kemungkinan transisi yang bersangkutan dapat
terjadi makin besar kemungkinannya, makin besar intensitas. Sedangkan kemungkinan transisi
Kβ Kα
K
L
M
I
II
III
IV
V
1s1/2
2s1/2
2p1/2
2p3/2
3s1/2
3p3/2 3p1/2
3d5/2 3d3/2
8
ditentukan oleh besar loncatan dalam satuan energi, makin besar perubahan energi pada
transisi, makin kecil kemungkinannya. Karena itu IKα > IKβ.
Gambar menunjukkan spektrum sinar-X yang dikeluarkan anoda. Dalam difraksi sinar-
X biasanya dipakai radiasi monokromatik yakni Kα. Radiasi monokromatik dapat diperoleh
dengan menggunakan sistem penapis yang sesuai.
2.3. Hukum Bragg
Hukum Bragg dapat dinyatakan dengan rumusan 2 dhkl sin θ = nλ. Dengan hukum ini
kita dapat menentukan dhkl, dengan mendapatkan sudut θ dari percobaan. Adapun
penurunannya adalah sebagai berikut :
Gambar 2.6. Sianar datang dan pantulan yang terjadi pada bidang sel satuan
Kristal dianggap terdiri dari pusat-pusat hamburan yang duduk pada titik-titik kisi.
Pusat hamburan ini berupa elektron. Dalam menurunkan hukum ini adalah menguntungkan
apabila kristal tidak kita lihat sebagai kumpulan titik, melainkan sebagai bidang-bidang kristal.
Kita tentukan dahulu syarat interferensi maksimum untuk 2 sinar hamburan berasal dari pusat
hamburan yang sebidang (hkl). Interferensi maksimum kalau beda jalan AP2-P1B = 0 atau nλ.
a(cos θ-cos φ) = θ, maka φ = θ. Ini adalah hukum pantulan Snellius. Jadi semua sinar yang
θ θ1
dhkl
A B
C
9
direfleksi dalam arah φ = θ (sama dengan sudut masuk) oleh pusat-pusat hamburan suatu
bidang (hkl) saling memperkuat, berarti sefasa.
Berkat daya tembus sinar-X yang besar, perlu kita perhatikan pula sinar-sinar yang
direfleksikan oleh bidang-bidang kristal yang letaknya lebih dalam. Perhatikan 2 bidang (hkl)
yang berdekatan.
Syarat bahwa sinar refleksi a dan b saling memperkuat. Beda jalan = nλ atau CB + BD
= nλ atau 2 dhkl sin θ = nλ. Bilangan bulat n = 1, 2, 3, … menentukan ordo refleksi Bragg.
Artinya kalau n diambil 1, maka hkld2
sin 1
adalah sudut dimana bidang (hkl) memberi
intensitas maksimum ordo ke-1. Kalau n diambil 2, maka hkld2
2sin 2
adalah sudut dimana
bidang (hkl) tersebut memberi intensitas maksimum ordo ke-2. Namun demikian, demi
kemudahan menghitung dan menginterpretasikan hasil percobaan, n selalu diambil 1 sebagai
berikut :
2 dhkl sin θ = nλ atau sin2n
dhkl , menjadi 2 dhkl sin θ = λ
Ini boleh dan mengandung arti berikut :
Misalkan n = 3 :
Refleksi ordo ke-3 bidang (hkl) adalah 2 dhkl sin θ = 3λ. Tetapi refleksi ordo ke-1 bidang
dengan jarak pisah 3
hkldadalah 1sin
32 o
hkld. Jelas θo = θo.
Catatan : bidang yang jarak pisahnya dhkl, berindek Miller (hkl). Tetapi bidang yang jarak
pisahnya 3
hkld, berindeks Miller (3h, 3k, 3l). Sehingga dapat disimpulkan : refleksi ordo ke-n
oleh bidang (hkl) = refleksi ordo ke-1 oleh osbidang (nh, nk, nl).
10
BAB III
HAMBURAN
Pada saat melakukan karakterisasi dengan menggunakan XRD pada suatu kristal, maka
akan terjadi : 1) hamburan oleh satu elektron dari atom kristal tersebut (tingkat elektron), 2)
hamburan oleh semua elektron dari kristal tersebut atau hamburan oleh atom-atom secdara
individual (tingkat atom), 3) interferensi dari semua berkas hamburan yang berasal dari atom-
atom kristal tersebut (tingkat kristal).
3.1. Hamburan Satu Elektron
Apabila gelombang yang datang adalah gelombang datar, maka pancaran energi
elektromagnetik oleh elektron adalah gelombang sferik. Dalam kasus ini diandaikan sifatnya
elastik, sehingga tidak ada energi yang hilang, dengan kata lain besar vektor gelombang ok
tidak berubah.
Andaikan gelombang yang datang (seperti terlihat pada Gambar 1) direpresentasikan
dengan :
)(,
trki ooAetr
1
Gambar 3.1. Gelombang datang pada satu elektron
11
Maka gelombang sferik pada posisi D dari elektron berbentuk :
)(1 ,tkDi
eoe
D
AftD
dimana fe adalah panjang hamburan :
2
22
12 2cos1
21
cm
ef
o
e
e
o
rcm
e
2
2
, radius klasik elektron, 2,82 x 10-15
m.
Sudut 2θ adalah sudut antara arah rambat 1 dan arah rambat . Sedangkan ok
dan k
masing-masing adalah vektor gelombang datang dan vektor gelombang terhambur.
3.2. Hamburan Dua Elektron
Hamburan oleh sistem yang terdiri dari dua elekton yang terletak di P1 dan P2. Apabila
kedudukan elektron pertama dengan elektron kedua adalah r
, maka hamburannya dapat
direpresentasikan seperti terlihat pada Gambar 2.
k
r
ok
Gambar 3.2. Hamburan oleh dua elektron
M
P2
_
P1
_
N
12
Andaikan dibuat pembatasan dengan suatu besaran baru yang dinamakan vektor hamburan
yaitu s
, dimana :
okks
Secara geometrik, hubungannya adalah seperti diperlihatkan pada Gambar 3.3.
k
s
2θ
ok
Gambar 3.3. Vektor hamburan
Karena ok
= k
, maka panjang vektor s
adalah :
sin2kss
, dengan : k = ok
= k
.
Beda panjang lintasan dari sinar yang terhambur adalah :
NPMP 11
Apabila : ksksk oooo
dan ksksk
,
maka : os
dan s
merupakan vektor satuan masing-masing dalam arah ok
dan k
.
Oleh karena itu :
osrsrNPMP 11
oo kkrk
ssr
1
srk
1
Superposisi dari dua gelombang tersebut adalah :
tiDikikD
eToeee
D
Af
13
Dengan mengabaikan fungsi waktu, maka :
DikikD
eT eeD
Af
atau dapat ditulis :
ikikD
eT eeD
Af 1
rsiikD
eT eeD
Af
1
Apabila elektron 1 dan 2 berkedudukan di 1r
dan 2r
, maka :
21 rsirsiikD
eT eeeD
Af
3.3. Hamburan oleh Banyak Elektron
Apabil atom tersebut mempunyai l buah elektron, masing-masing pada kedudukan lr ,
dimana l = 1, 2, 3 … n, maka untuk suatu arah tertentu yang dinyatakan dengan vektor s
,
besarnya gelombang adalah :
n
l
rsiikD
eTlee
D
Af
1
n
l
rsi
c
ikD
Tlefe
D
A
1
dengan mendefinisikan
n
l
rsi
clef
1
sebagai fa maka persamaan di atas dapat ditulis sebagai :
n
l
rsi
ealeff
1
, fa adalah panjang hamburan atom.
Intensitas parsial :
2
1
22
n
l
rsi
ealeffI
14
3.4. Hamburan oleh Seluruh Kristal
Hamburan oleh seluruh kristal dilakukan dengan menjumlahkan semua gelombang yang
datang dari seluruh atom yang ada dalam kristal.
Apabila atom-atom dalam kristal tersebut terletak pada kedudukan lR
, maka sama
seperti dalam kasus atom, kita batasi faktor hamburan kristal sebagai :
N
l
Rsi
alcrleff
1
dengan : fal adalah hamburan atom ke-l
lR
adalah kedudukan atom ke-l
s
adalah vektor hamburan
Dengan mengelompokkan atom-atom tersebut menurut sel satuannya, maka diperoleh :
j
c
ll RR
1
dengan c
lR 1
adalah kedudukan sel satuan ke l
1
j
adalah kedudukan atom dalam sel satuan
Sehingga :
l
Rsi
alcr
jc
leff
1
l
Rsisi
al
c
lj eef1
j
Rsi
l
si
aj
c
lj eef1
1
FSfcr
F dinamakan faktor struktur geometrik, yang bergantung dari bentuk dan isi sel satuan :
15
j
si
ajjefF
S dinamakan faktor struktur kisi, bergantung dari kisi kristal :
1
1
l
Rsi c
leS
3.5. Kisi Rasiprok
Cara lain yang digunakan untuk merepresentasikan kisi kristal yaitu melalui kisi
resiproknya. Apabila vektor basis dalam ruang nyata adalah a
, b
dan c
, maka basis vektor
resiproknya adalah *a
, *b
dan *c
.
cxba
cxba
2*
bxac
bxac
2*
axcb
axcb
2*
Basis vektor resiprok tersebut :
- dimensinya adalah kebalikan dari panjang
- *a
adalah tegak lurus dengan bidang ( *b
, *c
), *b
adalah tegak lurus dengan bidang ( *c
,
*a
), *c
adalah tegak lurus dengan bidang ( *a
, *b
)
- *a
. ( *b
x *c
) = *b
. ( *c
x *a
) = *c
. ( *a
x *b
)
Vektor basis yang baru tersebut dapat dipakai untuk membentuk kisi baru, yaitu :
*
3
*
2
*
1 cnbnanGn
dengan n1, n2 dan n3 adalah bilangan bulat, sedangkan *a
, *b
dan *c
adalah vektor basis
resiprok.
Kondisi Bragg terpenuhi apabila : hklGS
16
Faktor kisi S tidak berharga nol, dan mempunyai besar : NShkl .
Dengan demikian faktor hamburan kristal menjadi : hklhklcr NFf , .
Sedangkan intensitas menjadi : 22
, hklhklcrhkl FfI .
Interferensi yang saling menguatkan terjadi apabila S = 0, jadi apabila dipenuhi kondisi Bragg
hklGS
. Meskipun syarat Bragg terpenuhi, intensitas tetap berharga nol apabila Fhkl =0.
Apabila kedudukan atom j dalam sel satuan dinyatakan sebagai cwbvau jjjj
,
kemudian syarat difraksi dipenuhi ( hklGS
), dengan : *** clbkahGhkl
, maka :
j
lwkvhui
ajhkljjjefF
2
dimana penjumlahan dilakukan terhadap semua atom dalam sel satuan, dengan faj adalah faktor
hamburan atom yang berkedudukan di j
.
Intensitas gelombang yang didifraksi oleh suatu sel satuan bergantung dari :
- Arah hamburan s
, yang dapat dinyatakan dengan hklG
- Isi dari sel satuan tersebut, yaitu macam dan kedudukan semua atom dalam sel satuan
tersebut
- harga faktor hamburan atom masing-masing atom
17
BAB IV
PERHITUNGAN FAKTOR STRUKTUR GEOMETRIK
4.1. Teorema De Moivre’s
Untuk dapat menyelesaikan perhitungan faktor struktur geometrik, perlu diingat
beberapa teorema De Moivre’s.
Teorema De Moivre’s :
nnine in cossincos
nine 1
aee iaia cos2
4.2. Faktor Struktur Geometrik Simple Cubic
Padatan yang mempunyai struktur SC (Simple cubic), posisi atomnya terletak di (0, 0,
0). Dengan kata lain posisi atom terletak di setiap titik sudut kubus.
Gambar 4.1. Struktur Simple Cubic
a b
c
18
jjj lwkvhui
j
ajhkl efF
2 )( lkhifef
jjj lwkvhui
j
ajhkl efF
2
02)000(2 i
a
lkhi
a efef
af
4.3. Faktor Struktur Geometrik Body centered cubic
Padatan yang mempunyai struktur BCC (Body centered cubic), posisi atomnya terletak
di (0, 0, 0) dan (1/2, ½, ½).
Gambar 4.2. Struktur Body Centered Cubic
)(2
1 lkhi
a
lwkvhui
j
ajhkl efefF jjj
0111 ahkl fF , jumlah (h+k+l) ganjil
aahkl ffF 2112 , jumlah (h+k+l) genap
19
4.4. Faktor Struktur Geometrik Face centered cubic
FCC (Face centered cubic), posisi atom : (0, 0, 0), (1/2, ½, 0), (1/2, 0, ½), (0, ½, ½).
Gambar 4.3. Struktur Face Centered Cubic
)()()(2
1 lkilhikhi
a
lwkvhui
j
ajhkl eeefefF jjj
aahkl ffF 41111222 ,
- indeks (h,k,l) tidak tercampur, artinya semua genap atau semua ganjil
01111233 ahkl fF ,
- indeks (h,k,l) tercampur, artinya ada yang genap dan ada yang ganjil
Base centered cubic, posisi atom : (0, 0, 0) dan (1/2, 1/2, 0)
)(2
1 khi
a
lwkvhui
j
ajhkl efefF jjj
aahkl ffF 2112 ,
- indeks (h,k) tidak tercampur, artinya keduanya genap atau keduanya
ganjil
0113 ahkl fF ,
- indeks (h,k) tercampur, artinya h dan k tidak keduanya genap atau tidak
keduanya ganjil
20
4.5. Metode Penentuan Struktur Kristal
Salah satu metode yang sering digunakan untuk menentukan struktur kristal adalah
metode serbuk kristal atau powder method. Cara ini paling sering digunakan karena tidak rumit
dan mudah dalam analisanya. Metode ini tidak memerlukan kristal tunggal, cukup dengan
serbuk halus kristal. Serbuk halus tersebut membuat kita berhadapan dengan banhyak sekali
kristal-kristal kecil dengan orientasi kristal yang serba acak atau randomly distributed crystal
orientation.
Dalam metode ini suatu berkas sinar-X yang monokromatik ditujukan pada sampel
yang berbentuk serbuk tersebut. Berkas sinar-X monokromatik mengenai cuplikan serbuk
kristal yang ditempatkan pada ujung sumbu di tengah-tengah kamera. Serbuk kristal yang
orientasinya sesuai dengan syarat difraksi Bragg akan memberikan pantulan dengan sudut
hamburan 2θ. Berkas yang dihamburkan ini memberikan penghitaman pada film yang secara
silindrik mengelilingi sampel. Silinder sampel tersebut konsentrik terhadap sumbu sampel.
Tempat dengan intensitas tinggi memberikan penghitaman yang lebih pekat
dibandingkan dengan tempat dimana intensitas sinar-X yang sampai di film tidak begitu tinggi.
Derajat penghitaman diukur dengan suatu densitometer. Dalam sistem yang sudah maju,
peralatan tidak lagi menggunakan film. Intensitas direkam dengan suatu pencacah foton secara
otomatis.
Sebagai contoh penggunaan metode serbuk yaitu pada kristal KBr dan KCl. Kedua
kristal tersebut mempunyai struktur NaCl yaitu kisi FCC dengan basis K terletak di (0, 0, 0)
dan Br terletak di (1/2, ½, ½). Demikian pula halnya untuk kristal KCl.
Sinar-X yang digunakan mempunyai λ = 1,55 Å, sedangkan diketahui bahwa untuk
kristal KBr dan KCl parameter kisinya masing-masing adalah a = 6,61 Å dan a = 6,29 Å.
21
Kedua kristal tersebut sama struktur, tetapi kristal KCl mempunyai lebih sedikit puncak
intensitas dibandingkan kristal KBr.
Gambar 4.4. Hasil karakterisasi XRD kristal KCl
Gambar 4.5. Hasil karakterisasi XRD kristal KBr
22
4.5. Penentuan Indeks Miller (hkl) Pada Suatu Padatan
Dari grafik dapat diperoleh sudut 2θ, kemudian dicari harga sin θ.
Harga 2θ memberikan nilai dhkl , kemudian diperoleh harga (h2 +k
2 +l
2) dari hubungan :
2
222
hkld
alkh
Dengan mengetahui spektrum yang muncul pada sudut 2θ, kemudian mengetahui struktur
kristal, dan harga parameter kisi, maka dapat diketahui Indeks Miller masing-masing spektrum
atau puncak yang terjadi.
Jadi parameter yang harus diketahui adalah :
- sudut 2θ
- panjang gelombang sinar-X
- nilai parameter kisi a, b dan c.
Dari hubungan Hukum Bragg, yaitu :
ndhkl sin2 ,
sin2hkld
2/1
2
222
1
a
lkhdhkl ,
2
222
hkld
alkh
Kristal KBr, a = 6,61 Å, λ = 1,55 Å. Untuk kasus 2θ = 24o, maka besarnya θ adalah 12
o
dan sin θ = 0,20179. Dari hubungan jarak antar bidang dhkl di atas, maka diperoleh nilai dhkl
sebesar 3,728. Kenudian dari hubungan (h2+k
2+l
2) pada persamaan di atas, maka diperoleh
nilai (h2+k
2+l
2) sebesar 3,14. Nilai 3,14 tersebut dibulatkan menjadi 3. Kemudian dihitung
masing-masing nilai h, k dan l, dan diperoleh Indeks Miller (111).
23
Hasil perhitungan Indeks Miller kristal KBr diperlihatkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil perhitungan Indeks Miller kristal KBr.
2θ sin θ dhkl=1,55/2 sin
θ
(h2+k
2+l
2) (hkl)
24,00o
0,20179 3,728 3,14 (3) (111)
26,93o
0,2329 3,328 3,94 (4) (200)
38,80o
0,3322 2,333 8,03 (8) (220)
45,67o
0,3881 1,997 10,96 (11) (311)
47,80o
0,4051 1,913 11,94 (12) (222)
56,33 0,4720 1,642 16,20 (16) (400)
61,13 0,5085 1,524 18,81 (19) (331)
63,20 0,5240 1,479 19,97 (20) (420)
Tabel 4.2. Hasil perhitungan Indeks Miller kristal KBr.
2θ (hkl)
24,00o
(111)
26,93o
(200)
38,80o
(220)
45,67o
(311)
47,80o
(222)
56,33 (400)
61,13 (331)
63,20 (420)
24
Kristal KCl, a = 6,29 Å, λ = 1,55 Å. Untuk kasus 2θ = 28,67o, maka besarnya θ adalah
14,335o dan sin θ = 0,2475. Dari hubungan jarak antar bidang dhkl di atas, maka diperoleh nilai
dhkl sebesar 3,131. Kenudian dari hubungan (h2+k
2+l
2) pada persamaan di atas, maka diperoleh
nilai (h2+k
2+l
2) sebesar 4,035. Nilai 4,035 tersebut dibulatkan menjadi 4. Kemudian dihitung
masing-masing nilai h, k dan l, dan diperoleh Indeks Miller (200).
Hasil perhitungan Indeks Miller kristal KCl diperlihatkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.3. Hasil perhitungan Indeks Miller kristal KCl.
2θ sin θ dhkl=1,55/2 sin
θ
(h2+k
2+l
2) (hkl)
28,67o
0,2475 3,131 4,035 (4) (200)
40,33o
0,3487 2,222 8,010 (8) (220)
50,50o
0,4266 1,317 11,988 (12) (222)
58,83o
0,4912 1,578 15,893 (16) (400)
66,67o
0,5495 1,410 19,890 (20) (420)
Tabel 4.4. Hasil perhitungan Indeks Miller kristal KCl.
2θ (hkl)
28,67o
(200)
40,33o
(220)
50,50o
(222)
58,83o
(400)
66,67o
(420)
25
Ternyata pantulan oleh bidang-bidang (111), (311) dan (331) pada kristal KBr, tidak
muncul pada kristal KCl.
Pada kasus kristal KBr, jumlah atom dalam sel satuannya adalah 4 K+ dan 4 Br
-. Basis
terdiri dari 2 atom atau ion, yaitu K+ dan Br
-. Sel satuan tersebut mempunyai ion K
+ yang
berkedudukan di :
(0, 0, 0), (1/2, ½, 0), (1/2, 0, ½), dan (0, ½, ½).
Sedangkan ion Br- berkedudukan di :
(1/2, 0, 0), (0, ½, 0), (0, 0, ½), dan (1/2, ½, ½).
Struktur geometrik untuk kristal KBr adalah :
)(2
1 khi
a
lwkvhui
j
ajhkl efefF jjj
)()()()(1 lkhiilikih
Br
lkilhikhi
K eeeefeeef
)()()()( 1 lhilkikhilkhi
BrKhkl eeeeffF
Dari persamaan di atas, maka dapat dikatakan :
Fhkl = 0 ; apabila faktor kedua dalam ruas kanan sama dengan nol, yaitu apabila indeks h, k dan
l bercampur, artinya tidak semuanya ganjil atau tidak semuanya genap.
Fhkl ≠ 0 ; apabila indeks h, k dan l semuanya genap atau semuanya ganjil.
Untuk kasus dimana h, k dan l semuanya genap atau semuanya ganjil, maka Fhkl ≠ 0.
a. Andaikan (hkl) semuanya genap, maka :
Fhkl = [fK + fBr] [4]
BrKhkl ffF 2
[16]
b. Andaikan (hkl) semuanya ganjil, maka :
Fhkl = [fK + fBr] [4]
26
BrKhkl ffF 2
[16]
Ion K+ dan ion Br
- masing-masing mempunyai jumlah elektron 18 dan 36, sehingga fK tidak
sama dengan fBr.
Lain halnya dengan KCl, dimana K+ dan Cl
- masing-masing mempunyai jumlah
elektron yang sama, yaitu 18. Oleh karena itu fK sama dengan fCl. Jadi untuk kristal KCl,
apabila indeks h, k, l semuanya ganjil, maka :
ClKhkl ffF 2
[16] = 0.
27
BAB V
KESIMPULAN
Dari teori, hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu :
a. Kristal berstruktur NaCl, puncak intensitas pada difraksi ada, apabila indeks bidang
pemantul semuanya ganjil atau semuanya genap.
b. Kristal berstruktur alkali halida (KCl), apabila indeks bidang pemantul ganjil semua,
maka tidak akan ada puncak intensitas pada grafik difraksinya.
28
DAFTAR PUSTAKA
Ali Omar, M, Elementary Solid State Physics, 1975, Addison Wesley Publishing Company.
Aschcroft Mermin, Solid State Physics, 1975, International Edition, Printed in the United States
of America.
Darmawan, Waloeyo Loeksmanto, The Houw Liong, Fisika Zat Padat, 1987, Penerbit Karanika
Jakarta, Universitas Terbuka.
Top Related