Download - Karst Blora

Transcript

LAPORAN PRAKTIKUM

GEOMORFOLOGI DAN GEOLOGI FOTO

ACARA : BENTANG ALAM KARST

Disusun Oleh :

Aditya Arief Pamungkas

21100111130041

LABORATORIUM GEOMORFOLOGI DAN

GEOLOGI FOTO

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

MEI 2012

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan praktikum Geomorfologi dan Geologi Foto, acara : Bentang Alam Karst.

Ini telah disahkan pada:

Hari : Rabu

Tanggal : 16 Mei 2012

Pukul :

Sebagai tugas praktikum Geomorfologi dan Geologi Foto mata kuliah

Geomorfologi dan Geologi Foto.

Semarang, 16 Mei 2012

Asisten Acara, Praktikan,

Magdalena Agustini Aditya Arief Pamungkas

21100110110009 21100111190079

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR............................................................................................iii

DAFTAR TABEL.................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Maksud................................................................................................1

1.2 Tujuan..................................................................................................1

1.3 Waktu Pelaksanaan .............................................................................1

BAB II DASAR TEORI

2.1 Pengertian Bentang Alam Karst..........................................................2

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi......................................................2

2.3 Bentang Alam hasil kartifikasi............................................................5

2.4 Pola Pengaliran pada bentang alam karst............................................9

BAB III PERHITUNGAN MORFOMETRI

3.1 Satuan Karst........................................................................................10

3.2 Satuan Struktural ................................................................................11

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Satuan Deliniasi Karst.........................................................................12

4.2 Satuan Deliniasi Struktural ................................................................14

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan..........................................................................................16

5.2 Saran....................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................18

LEMBAR ASISTENSI

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Stalagtit dan Stalagmite………………………………………………6

Gambar 2.2 Kerucut karst…………………………………………………………8

Gambar 2.3 Menara karst………………………………………………………….8

Gambar 2.4 Mogote……………………………………………………………….9

Gambar 2.5 Pola Pengaliran Multibasinal.………………………………………...9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud.

Membuat delinasi peta berdasarkan perbedaan proses tebentunya.

Mengetahui kenampakan bentang alam karst dalam peta topografi.

Membuat sayatan geomorfologi yang melewati semua satuan yang ada

Mengitepretasikan kenampakan yang ada pada bentang alam karst

Menentukan potensi positif dan negatif lahan.

1.2 Tujuan

Dapat membuat delinasi peta berdasarkan perbedaan proses tebentunya.

Dapat mengetahui kenampakan bentang alam karst dalam peta topografi.

Mampu Membuat sayatan geomorfologi yang melewati semua satuan yang

ada

Mengitepretasikan kenampakan yang ada pada bentang alam karst

Mengetahui tata guna pada bentang alam karst

1.3 Waktu Pelaksanaan Praktikum

Hari/Tanggal : Rabu,9 mei 2012

Waktu : 18.30 WIB

Tempat Pelaksanaan : Laboratorium Geomorfologi dan Geologi Foto

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Bentang Alam Karst

Bentang alam karst adalah bentang alam yang terbentuk pada daerah

dengan litologi berupa batuan yang mudah larut, menunjukkan relief yang

khas, penyaluran yang tidak teratur, aliran sungainya secara tiba-tiba masuk

kedalam tanah dan meninggalkan lembah kering untuk kemudian keluar

ditempat lain sebagai mata air yang besar sertakenampakan-kenampakan

geologi yang terbentuk akibat dari proses-proses pelarutan batuan.

Dari sebaran batugamping yang ada, Indonesia merupakan wilayah

yang potensial sebagai kawasan karst. Dari kondisi geologinya Indonesia

kaya akan batugamping. Tetapi tidak semua batugamping yang ada diwilayah

Indonesia dapat berkembang menjadi bentang alam kars.

2.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

2.2.1 Faktor Fisik

Faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan topografi karst

meliputi :

1. Ketebalan Batugamping

Menurut Von Engeln, batuan mudah larut (dalam hal ini

batugamping) yang baik untuk perkembangan topografi karst harus

tebal. Batugamping tersebut dapat masif atau terdiri dari beberapa

lapisan yang membentuk satu unit batuan yang tebal, sehingga

mampu menampilkan topografi karst sebelum batuan tersebut habis

terlarutkan dan tererosi. Sebaliknya pada batugamping yang massif,

sirkulasi air akan berjalan lancar sehingga mempermudah terjadinya

proses karstifikasi.

2. Porositas dan Permeabilitas

Porositas (baik primer maupun sekunder) biasanya

mempengaruhi permeabilitas yaitu kemampuan batuan batuan untuk

melalukan air. Disamping itu permeabilitas juga dipengaruhi oleh

adanya kekar yang saling berhubungan dalam batuan. Semakin besar

permeabilitas suatu batuan maka sirkulasi air akan berjalan semakin

lancar sehingga proses karstifikasi akan semakin intensif.

3. Intensitas Struktur Terhadap Batuan

Intensitas struktur terutama kekar sangat berpengaruh

terhadap proses karstifikasi. Disamping kekar dapat mempertinggi

permeabilitas batuan, zona kekar merupakan zona yang lemah yang

mudah mengalami pelarutan dan erosi sehingga dengan adanya

kekar dalam batuan proses pelarutan dan erosi berjalan intensif.

Ritter (1978) mengemukakan bahwa kekar biasanya terbentuk

dengan pola tertentu dan berpasangan (kekar gerus), tiap pasang

membentuk sudut antara 70° sampai 90° dan mereka saling

berhubungan. Hal inilah yang menyebabkan kekar dapat

mempertinggi porositas dan permeabilitas sekaligus sebagai zona

lemah yang menyebabakan proses pelarutan dan erosi berjalan lebih

intensif. Apabila intensitas pengkekaran sangat tinggi maka batuan

menjadi mudah hancur atau tidak memiliki kekuatan yang cukup.

Disamping itu permeabilitas menjadi sangat tingi sehingga waktu

sentuh batuan dan air sangat cepat.

2.2.2 Faktor Kimiawi

Faktor kimiawi yang berpengaruh dalam proses karstifikasi

adalah:

1. Kondisi Kimia Batuan

Kondisi kimia batuan yang dimaksud adalah komposisi dan

sifat kimia (kelarutannya).Secara umum berdasarkan komposisinya

batugamping dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok,

tetapi sesuai dengan namanya, batugamping sedikitnya mengnadung

50% mineral karbonat yang umumnya berupa kalsit (CaCO3).

2. Kondisi Kimia Media Pelarut

Kondisi kimiawi media pelarut ini sangat berpangaruh pada

proses karstifikasi. Flint dan Skinner (1979) mengemukakan bahwa

kalsit sangat sulit larut dalam air murni, akan tetapi ia akan larut

dalam air yang mengandung asam. Dialam, air hujan akan mengikat

karbondioksida (CO2) dari udara dan dari tanah disekitarnya

membentuk air/larutan yang bersifat asam yaitu asam karbonat

(H2CO3). Larutan inilah yang akan melarutkan batugamping. Dengan

demikian bahwa sifat kimiawi media pelarut sangat dipengaruhi oleh

banyaknya karbondioksida yang diikatnya.

3. Faktor Biologis

Aktifitas biologis dapat mempengaruhi pembentukan

topografi karst, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Disamping meningkatkan tekanan parsial CO2 dalam larutan, pada

saat pembentukan humus juga terjadi proses dekomposisi material

organik yang menghasilkan karbondioksida (CO2). Karbondioksida

ini disebut dengan biogenik CO2, yang merupakan bagian terbesar

dari kandungan CO2 didalam tanah (Ritter, 1978). Dengan demikian

berarti bahwa aktifitas biologis juga menambah suplai CO2 didalam

tanah dan CO2 ini akan diikat oleh air tanah sehinga lebih reaktif.

4. Faktor Iklim dan Lingkungan

Iklim dan lingkungan merupakan dua hal yang sering kali

sulit untuk dipisahkan. Lingkungan dalam arti sempit adalah kondisi

disekitar tempat yang dimaksud (dalam hal ini adalah lahan

pembentukan topografi karst) dan lingkungan dalam arti luas

meliputi seluruh aspek biotik dan abiotik yang ada didaerah yang

dimaksud.

Daerah yang beriklim tropis basah (lintang 0° – 13°) curah

hujan cukup tingggi, kombinasi suhu dan presipitasi ideal untuk

berlangsungnya proses pelarutan sehingga proses karstifikasi

berjalan sangat bagus (Riter, 1978). Selain itu sikulasi air tanah

sangat baik, tumbuh-tumbuhan lebah dan aktifitas mikroba cukup

tinggi sehingga sangat mendukung terjadinya proses karstifikasi. Air

tanah didaerah ini sangat reaktif untuk pelarutan dan suhu udara

cukup tinggi sehinga reaksi kimia untuk melarutkan batugamping

berjalan lebih cepat.

2.3 Bentang Alam Hasil Proses Karstifikasi

Bentuk morfologi yang menyusun suatu bentang alam karst dapat

dibedakan menjadi dua macam (Srijono, 1984, dalam Widagdo, 1984), yaitu:

2.3.1 Bentuk-bentuk Konstruksional

Bentuk konstruksional adalah bentuk topografi yang dibentuk

oleh proses pelarutan batugamping atau pengendapan material

karbonat yang dibawa oleh air. Berdasarkan ukurannya, topografi

konstruksional dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu

bentuk-bentuk minor dan bentuk-bentuk mayor. Karst minor adalah

bentang alam yang tak dapat diamati pada foto udara atau peta

topografi, sedang bentang alam karst mayor adalah bentang alam yang

dapat diamati baik didalam foto udara atau peta topografi.Bentuk-

bentuk topografi kars minor adalah :

1. Lapies

Merupakan bentuk tak rata pada permukaan batugamping

akibat adanya proses pelarutan, penggerusan atau karena proses

lain. Lapies (bahasa Prancis). Ritter (1978) mengklasifikasikan

Karren berdasar bentuknya menjadi dua kelompok, yaitu yang

mempunyai bentuk lurus dan bentuk melingkar seperti bulan sabit.

2. Karst Split

Adalah celah pelarutan yang terbentuk dipermukaan. Kars

split sebenarnya merupakan perkembangan dari kars-runnel

(solution runnel). Bila jumlah kars-runnel banyak dan saling

berpotongan maka akan membentuk kars split (Srijono, 1984 dalam

Widagdo, 1984).

3. Parit Karst

Adalah alur pada permukaan yang memanjang membentuk

parit. Srijono (1984), mengemukakan bahwa parit karst ini

merupakan karst split yang memajang sehingga membentuk parit

karst.

4. Palung Karst

Adalah alur pada permukaan batuan yang besar dan lebar,

dibentuk oleh proses pelarutan. Kedalamannya dapat mencapai

lebih dari 50 cm. biasanya terbentuk pada permukaan batuan yang

datar atau miring rendah dan dikontrol oleh struktur yang

memanjang.

5. Speleothem

Adalah hiasan yang terdapat didalam gua yang dihasilkan

oleh endapan berwarna putih, bentuknya seperti tetesan air,

mengkilat dan menonjol. Hiasan ini merupakan endapan CaCO3

yang mengalami presipitasi pada saat air tanah yang membawanya

masuk kedalam gua (Sanders, J.E., 1981). Macam-macam

speleothems yang sering dijumpai adalah Stalagtit, yaitu hiasan

yang menggantung dilangit-langit dan Stalagmit, yaitu hiasan yang

berada didasar atau dilantai gua serta Tiang Masif (Massife

Column), yaitu hiasan yang terbentuk bila stalagtit dan stalagmite

bertemu.

Gambar 2.1 Stalagtit dan Stalagmite

Bentuk-bentuk topografi kars mayor adalah :

1. Surupan

Yaitu depresi tertutup hasil pelarutan denagn diameter

mulai dari beberapa meter sampai beberapa kilometer,

kedalamannya mencapai ratusan meter dan bentuknya dapat bundar

atau lonjong (oval), (Twidale, 1967).

2. Uvala

Adalah depresi tertutup yang besar, terdiri dari gabungan

beberapa doline, lantai dasarnya tidak rata. Jenning (1967) dalam

Ritter (1978), mengemukakan bahwa sebuah uvala terdiri dari 14

buah doline dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi. Ukuran

diameternya berkisar antara 5 – 1000 meter dan kedalamannya

berkisar antara 1- 200 meter, dindingnya curam.

3. Polje

Depresi tertutup yang besar dengan lantai dasar dan

dinding yang curam, bentuknya tidak teratur dan biasanya

memanjang searah jurus perlapisan atau zona lemah struktural.

Pembentukannya dikontrol oleh litologi dan struktur dan

mengalami pelebaran oleh proses korosi lateral pada saat ia terisi

air (Riiter, 1979). Polje mempunyai ukuran yang sangat besar

minimal dalam satuan kilometer persegi.

2.3.2 Bentuk-bentuk Sisa Pelarutan

Yang dimaksud dengan bentuk morfologi sisa pelarutan

adalah morfologi yang terbentuk karena pelarutan dan erosi sudah

berjalan sangatlanjut sehingga meninggalkan sisa yang khas untuk

lahan kars. Macam-macam bentuk morfologi sisa yaitu :

1. Kerucut Karst

Yaitu bukit karst yang berbentuk kerucut, berlereng terjal

dan dikelilingi oleh depresi yang biasanya disebut sebagai bintang

(Ritter, 1978).Kerucut karst sering disebut sebagai kegelkars

(bahasa Jerman). Depresi tertutup yang mengelilingi bukit sisa

biasanya terbentuk bintang dan tidak teratur sering disebut sebagai

cockpits dan terbentuk oleh proses pelarutan sepanjang zona kekar

atau patahan.

Gambar 2.2 Kerucut karst

2. Menara Karst

Merupakan bukit sisa pelarutan dan erosi berbentuk

menara dengan lereng yang terjal, tegak atau menggantung,

terpisah satu dengan yng lain dan dikelilingi oleh dataran alluvial

(Ritter, 1978). Menara karst disebut juga pepino hill atau haystack

atau turmkarst. Contoh menara kars yang baik adalah menara karst

yang terdapat di Kweilin, Propinsi Kwangsi, China.

Gambar 2.3 Menara karst

3. Mogote

Adalah bukit terjal yang merupakan sisa pelarutan dan

erosi, umumnya dikelilingi oleh dataran alluvial yang hampir rata

(flat). Bentuknya kadang-kadang tidak simetri antara sisi yang

mengarah kearah datangnya angin dengan sisi sebaliknya (Ritter,

1978). Mogote dan menara karst dibedakan dari bentuk dan

keterjalan lereng sisi-sisinya.

Gambar 2.4 Mogote

2.4 Pola pengaliran pada Bentang Alam Karst

Pola pengaliran yang berkembang pada bentang alam karst adalah

multibasinal yang disebut juga sink hole. Merupakan pola pengaliran yang

tidak sempurna, kadang tampak kadang hilangyang disebut sebagai sungai

bawah tanah, pola ini bekembang pada daerah karst atau batugamping.

Gambar 2.5 Pola Pengaliran Multibasinal

BAB III

PERHITUNGAN MORFOMETRI

3.1 Perhitungan Persen Kelerangan Sayatan Pada Daerah Karst

% Lerang= ∆ h=n× IKd × skala peta(dalam meter )

× 100 %

IK= 12000

×25000=12,5

∆ h=n× IK

∆ h=5×12,5=62,5

Panjang Sayatan :

Sayatan 1 = 0,5 cm d=0,5 ×25000=12500=125 m

Sayatan 2 = 0,8 cm d=0,8 ×25000=20000=2 00 m

Sayatan 3 = 0,7 cm d=0,7 ×25000=17500=17 5 m

Sayatan 4 = 0,4 cm d=0,4 ×25000=10 000=100 m

Sayatan 5 = 0,5 cm d=0,5 ×25000=125000=125 m

Persen Kelerengan

% Lereng Sayatan1=62,5125

× 100 %=50 %

% Lereng Sayatan2=62,5200

×100 %=31 ,2 5 %

% Lereng Sayatan3=62,5175

×100 %=35,71 %

% Lereng Sayatan 4=62,5100

× 100 %=62,5 %

% Lereng Sayatan5=62,5125

×100 %=50 %

Rata-rata Lereng = 50+31,25+35,71+62,5+50

5=45,9 %

Beda Tinggi

Titik Tertinggi – Titik Terendah = 675 −302=373 m

Menurut klasifikasi Van Zuidam (1983) Daerah ini termasuk dalam

Pegunungan terjal

3.2 Perhitungan Persen Kelerangan Sayatan Pada Daerah Struktural

∆ h=n× IKd × skala peta(dalam meter )

×100 %

IK= 12000

×25000=12,5

∆ h=n× IK

∆ h=5×12,5=62,5

Panjang Sayatan :

Sayatan 1 = 0,6 cm d=0,6 ×25000=15000=150 m

Sayatan 2 = 0,5 cm d=0,5 ×25000=12500=125 m

Sayatan 3 = 0,7 cm d=0,7 ×25000=17500=175 m

Sayatan 4 = 0,6 cm d=0,6 ×25000=15000=150 m

Sayatan 5 = 0,7 cm d=0,7 ×25000=17500=175 m

Persen Kelerengan

% Lereng Sayatan1=62,5150

× 100 %=41,66 %

% Lereng Sayatan2=62,5125

×100 %=50 %

% Lereng Sayatan3=62,5175

×100 %=35,71 %

% Lereng Sayatan 4=62,5150

× 100 %=41,66 %

% Lereng Sayatan5=62,5175

×100 %=35,71 %

Rata-rata Lereng = 41,66+50+35,71+41,66+35,71

5=40,1 %

Beda Tinggi

Titik Tertinggi – Titik Terendah = 671 −360=311m

Menurut klasifikasi Van Zuidam (1983) Daerah ini termasuk dalam

Pegunungan terjal

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada praktikum acara bentang alam karst hal yang pertama kali

dilakukan adalah menyiapkan alat-alat seperti peta,kertas kalkir,pensil

warna,pensil,board marker warna merah dan biru,serta penggaris,lalu

tempelkan kertas kalkir pada peta dan buatlah garis border pada pinggir kertas

sesuai dengan peta,setelah itu buatlah satuan delinasi pada kertas

kalkir,satuan delanasi struktural diwarnai dengan warna ungu sedangkan

satuan delinasi karst diwarnai dengan warna orange,setelah diwarnai

kemudian di buatlah sayatan pada masing- masing satuan delinasi. Kemudian

dibuat pola aliran sungai dan pola jalan pada kertas kalkir yang lain,pola

aliran sungai diwarnai dengan warna biru dan pola jalan diwarnai dengan

warna merah. Setelah itu buatlah sayatan sepanjang 20 cm dan kemudian

dibuat profil eksagrasi dan prosil normal pada milimeter blok. Dan kemudian

langkah yang terakhir adalah melakukan perhitungan morfometri pada

masing masing sayatan baik satuan delinasi rapat maupun satuan delinasi

hitungan renggang dan ditentukan klasifikasi reliefnya berdasarkan tabel Van

Zuidam. Berdasarkan pergitungan yang telah dilakukan maka didapatkan

hasil sebagai berikut :

1. Satuan A ( Karst )

Pada satuan deliniasi kars ini ditunjukkan dengan warna orange.

Adapun Daerah yang termasuk kedalam satuan deliniasi ini adalah

Kenteng, Prampelan, Wonosongo, Sendanggolo, Salam, Munggur,Gunung

Klitik, Gunung Rajutan, Kangkung, Turi, Badul, Gunung Wadang,

Gunung Klumpit, Gunung kutjir, Duwur, Gunung Epek, Gunung Bentar,

dan Gunung Tutup.

Berdasarkan hasil perhitungan morfometri daerah ini memiliki

persen kelerengan bernilai 45,9% dan memiliki beda tinggi 373 m

,sehingga berdasarkan klasifikasi Van Zuidam ( 1983 ) termasuk daerah

berbukit terjal. Berdasarkan kenampakan kontur dan morfogenesa pada

peta daerah ini masuk ke dalam bentang alam karst, karena diperkirakan

pada daerah ini terdapat kenampakan-kenampakan hasil proses karstifikasi

yang menghasilkan topografi mayor seperti : surupan, uvala, polje, jendela

karst, lembah karst, gua (cave), terowongan dan jembatan alam. Dan

bentuk-bentuk sisa (topografi minor) seperti : menara karst, kerucut karst,

dan mogote. yang terbentuk dari lapisan batu gamping yang mengalami

pelarutan oleh air alam.

Pola pengaliran yang ada pada daerah ini adalah pola pengaliran

multi-basinal, dimana pola aliran ini adalah pola aliran khas bentang alam

karst, pola aliran multi-basinal (sinkhole) adalah pola aliran yang kurang

sempurna, karena kadang tampak kadang hilang yang disebut sungai

bawah tanah,hal ini disebabkan karena litologi karst yang memiliki sifat

mudah larut dalam air,sehingga ketika air melewati litologi karst,maka air

akan masuk kedalam tanah yang memiliki sifat permebealitas dan

porositas tinggi air akan mudah menyusup masuk ke dalam litologi karst.

Litologi yang ada pada bentang alam karst sendiri adalah litologi

Batu Gamping dimana Batu Gamping ini memiliki sifat mudah larut dalam

air,permebealtias dan porositas tinggi,mudah tererosi dll. Diperkirakan

daerah dengan litologi Karst ini dahulu berupa dasar laut yang mengalami

gaya angkat atau uplift akibat adanya gaya tektonik, membentuk daratan

seperti sekarang sehingga banyak terdapat kandungan batugamping atau

kalsit di daerah ini, tetapi tidak semua batugamping dapat berkembang

menjadi bentang alam karst. Pada bentang alam karst, batuan yang mudah

larut tersebut disertai surupan (sink) dan gua yang berkombinasi

membentuk topografi yang aneh (peculiar topography) yang dicirikan oleh

adanya lembah kecil dan pola penyaluran yang tidak teratur dengan aliran

sungai yang tiba-tiba masuk ke dalam tanah meninggalkan lembah kering

dan muncul sebagai mata air yang besar.

Bentang alam karst ini dapat terbentuk karena adanya air

permukaan yang memasuki rekahan pada batuan yang diikuti oleh

pelarutan batuan pada zona rekahan tersebut. Adanya proses pelarutan

menyebabkan rekahan menjadi semakin besar dan akhirnya membeuk

sungai bawah tanah ataupun gua.

Struktur dominan yang terdapat pada bentang alam karst adalah

kekar. Intersitas struktur terutama kekar sangat berpengaruh terhadap

proses karstifikasi. Disamping kekar dapat mempertinggi permeabilitas

batuan, zona kekar merupakan zona yang lemah yang mudah mengalami

pelarutan dan erosi sehingga dengan adanya kekar dalam batuan proses

pelarutan dan erosi berjalan intensif.

Potensi positif dari daerah ini adalah sebagai tambang batu

gamping,pabrik bahan baku semen,penelitian geologi dll. Potensi

negatifnya adalah longsor. Tataguna Lahan Daerah ini dimanfaatkan

sebagai objek studi, karena daerah ini masih menyimpan banyak ilmu

pengetahuan yang belum terungkap, selain itu daerah ini dimanfaatkan

sebagai tambang batu gamping, daerah wisata, karena bentang alam ini

sangat unik, daerah pemukiman penduduk pusat pemerintahan daerah,

pendidikan dan kegiatan pecinta alam susur gua (caving).

2. Satuan B ( Struktural )

Daerah Satuan B ini adalah daerah structural,dalam deliniasi peta

topografi, pewarnaan daerah struktural menggunakan warna ungu. Adapun

Daerah yang termasuk kedalam satuan deliniasi ini adalah Gunung

Bubuhan, Gunung Bulu, Gunung Bandjaran, Gunung Singo, Dajati,

Selodjono, Djimbaran, Gunung Uni, Bangos, Badron, Tawang, dan

Djambedawi.

Daerah Struktural ini memiliki persen kelerengan 40,1 % dan

memiliki beda tinggi 311 m. Berdasarkan klasifikasi Van Zuidam

(1983),daerah ini termasuk daerah pegunungan terjal. Pola pengaliran yang

ada di daerah ini adalah pola pengaliran dendritik, karena pada daerah ini

terdapat pola pengaliran yang bercabang cabang seperti pohon dengan

cabang-cabangnya atau disebut dengan pola pengaliran dendritik. Pola ini

bisa dipengaruhi adanya struktur-struktur yang ada didaerah tersebut

seperti sesar atau lipatan, sungai akan mengalir melewati daerah daerah

dengan resistensi yang lemah sehingga membentuk pola pengaliran yang

bercabang cabang .

Bentang alam struktural tergolong daerah berbukit terjal (persen

lereng). Pada bentang alam ini memiliki proses geomorfik bertupa erosi,

transportasi dan pelapukan,hal-hal tersebut dipengaruhi oleh gaya eksogen

atau gaya dari luar bumi,namun selain itu juga dipengaruhi gaya endogen

yaitu tenaga yang berasal dari pergerakan lempeng ( proses tektonik ).

Hasil dari proses ini mengakibatkan perubahan struktur geologi, seperti

pengangkatan, lipatan, dan patahan yang dapat terlihat dalam bentuk

topografi dan relief yang khas. Dengan proses – proses tersebut maka

kelerengan pun dapat naik dan berubah menjadi lebih terjal.

Litologi yang dominan adalah batuan yang memiliki resistensi yang

tinggi,hal itu diperkirakan karena dengan resistensi batuan yang lebih

tinggi bisa memungkinkan terbentuk pola kontur rapat bila dibandingkan

dengan batuan yang memiliki resistensi yang rendah,jadi dapat

diindikasikan bahwa litologi daerah tersebut berupa batuan beku dan

sedikit litologi batuan sedimen akibat pengaruh dari proses fluviatil aliran

sungai yang ada didaerah tersebut.

Potensi Positif daerah ini adalah sebagai pemukiman,pertambangan

batupasir dll. Potensi negatifnya adalah tanah longsor.Tata guna lahan

pada daerah berbukit terjal ini dapat digunakan untuk daerah pemukiman

dan dapat juga untuk area pertanian dan perkebunan.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan pengamatan, sayatan, dan perhitungan morfometri dari

peta topografi di atas, dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya sebagai

berikut:

5.1.1 Satuan Bukit terjal Karst

Setelah melalui perhitungan morfometri, diketahui bahwa

daerah ini termasuk dalam satuan daerah berbukit Terjal dalam tabel

Van Zuidam dengan persen lereng 45,9 %. Pada daerah ini, beda

tinggi antara puncak tertinggi ( top hill) dan puncak terendah ( Down

hill) adalah 373 m dengan puncak tertinggi 675 m dan puncak

terendah 302 m. Litologi pada daerah ini adalah berupa batu

gamping,pola pengaliranya adalah multibasinal,tata guna lahanya

daerah ini dimanfaatkan sebagai objek studi, karena daerah ini masih

menyimpan banyak ilmu pengetahuan yang belum terungkap, selain

itu daerah ini dimanfaatkan sebagai tambang batu gamping, daerah

wisata, karena bentang alam ini sangat unik, daerah pemukiman

penduduk pusat pemerintahan daerah, pendidikan dan kegiatan pecinta

alam susur gua (caving).

5.1.2 Satuan Bukit terjal Struktural

Setelah melalui perhitungan morfometri, diketahui bahwa

daerah ini termasuk dalam satuan daerah berbukit Terjal dalam tabel

Van Zuidam dengan persen lereng 40,1 %. Pada daerah ini, beda

tinggi antara puncak tertinggi ( top hill) dan puncak terendah ( Down

hill) adalah 311 m dengan puncak tertinggi 671 m dan puncak

terendah 360 m. Litologi daerah ini diperkirakan adalah batuan beku

dan batuan sedimen. Tenaga endogen yang biasanya mempengaruhi

perubahan struktur geologi berasal dari pergerakan lempeng ( proses

tektonik ) sedangkan tenaga eksogenya adalah erosi,transportasi dan

pelapukan. Tata guna lahan pada daerah berbukit terjal ini dapat

digunakan untuk daerah pemukiman dan dapat juga untuk area

pertanian dan perkebunan.

5.2 Saran

Lakukan percobaan dengan serius

Jangan meminjam barang milik teman, keran mengganggu jalanya

pratikum

Asisten harus sabar dalam menghadapi pratikan

Kuasai materi sebelum menjalankan pratikum

DAFTAR PUSTAKA

Staff Asisten Geomorfologi dan Geologi Foto. 2011. Buku Panduan Praktikum

Geomorfologi dan Geologi Foto . Semarang : UNDIP

Endarto, danang.2007.”PENGANTAR GEOMORFOLOGI UMUM”.Solo.UNS

press

http://en.wikipedia.org/wiki/Karst ( Diakses pada tanggal 13 Mei 2012 pukul 17.00 )

LAMPIRAN

POSTER