Download - Karil waode rosmia

Transcript
Page 1: Karil waode rosmia

1

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DALAM

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKN PADA MATERI PEMERINTAHAN DESA/KELURAHAN DAN KECAMATAN

SISWA KELAS IV SDN 10 LOHIA KECAMATAN LOHIA KABUPATEN MUNA

Oleh :

Wa Ode Rosmia

822165869

Email : [email protected]

Page 2: Karil waode rosmia

2

Abstrak

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil belajar PKn materi pokok Struktur Pemerintahan Desa/Kelurahan dan Kecamatan pada siswa kelas IV SDN 10 Lohia Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna? Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar PKn materi pokok Struktur Pemerintahan Desa/Kelurahan dan Kecamatan pada siswa kelas IV SDN 10 Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna melalui model pembelajaran koperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Prosedur dalam penelitian ini melaputi, (a) tahap perencanaan (planing), (b) pelak-sanaan tindakan (action), (c) observasi dan evaluasi (observation and evaluation) dan (d) refleksi (reflection). Penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua siklus dan setiap siklus dua kali pertemuan. Data dalam penelitian ini terdiri dari data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif diperoleh melalui observasi dengan menggunakan lembar observasi, sedangkan data kuantitatif diperoleh melalui hasil tes pada setiap sisklus tindakan. Model pembelajaran koperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). sedangkan data kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar PKn siswa kelas IV SDN 10 Lohia Kabupaten Muna ketika guru menggunakan model pembelajaran koperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)..Ketika guru menggunakan model pembelajaran koperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) pada siklus I dari 20 siswa terdapat 13 siswa atau 65% mencapai KKM, dan pada siklus II dari 20 siswa meningkat menjadi 17 siswa atau 85% mencapai KKM yang diteapkan yaitu 70 (tujuh puluh)

Kata Kunci: Hasil Belajar PKn, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT), Peningkatan Hasil Belajar.

Page 3: Karil waode rosmia

3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Guru sebagai komponen penting dari tenaga kependidikan, memiliki tugas

untuk melaksanakan proses pembelajaran. Pembelajaran berarti upaya

membelajarkan siswa. Guru sebagai tenaga kependidikan merupakan salah faktor

penentu keberhasilan tujuan pendidikan, karena guru yang langsung

bersinggungan dengan siswa. Melalui pembelajaran inilah guru membantu proses

belajar siswa melalui serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian

rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa.

Guru merupakan komponen yang sangat menentukan dalam implementasi

proses pembelajaran di dalam kelas sebagai unsur mikro dari suatu keberhasilan

pendidikan. Keberhasilan implementasi suatu strategi pembelajaran di dalam

kelas tergantung pada kepiawaian guru dalam menggunakan metode, teknik, dan

strategi pembelajaran.

Kenyataan yang terjadi di lapangan, banyak ditemui pelaksanaan

pembelajaran masih kurang variatif, pross pembelajaran memiliki kecenderungan

metode tertentu (konvensional), dan tidak memperhatikan tingkat pemahaman

siswa ter-hadap informasi yang disampaikan. Siswa kurang aktif dalam proses

pembelajar-an, siswa lebih banyak mendengar dan menulis, menyebabkan isi

pelajaran seba-gai hafalan sehingga siswa tidak memahami konsep yang

sebenarnya. Saat ini dunia pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan

bahwa pengetahuan se-bagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Jadi,

singkatnya masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan adalah lemahnya

proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa kurang didorong untuk

mengembangkan keterampilan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas

diarahkan kepada kemampuan siswa untuk menghafal informasi, siswa terbiasa

untuk mengingat dan menimbun informasi, tanpa berusaha menghubungkan yang

diingat itu dengan kehidupan sehari-hari. Akibatnya siswa hanya pintar secara

teoretis tetapi miskin dalam aplikasi.

Page 4: Karil waode rosmia

4

Fenomena seperti yang dikemukakan tersebut di atas terjadi pula dalam

proses pembelajaran PKn pada SDN 10 Lohia Kabupaten Muna. Dari dokumen

guru kelas IV SDN 10 Lohia Kabupaten Muna pada semester genap tahun ajaran

2012/2013 berupa hasil ulangan harian PKn pada materi Pemerintahan

Desa/Kelurahan dan Kecamatan menunjukkan, dari 13 siswa terdapat 7 siswa

atau 53% berada di bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan

untuk mata pelajaran PKn yaitu 7.

Menyikapi kondisi tersebut, perlu dilakukan suatu upaya untuk memperbaiki

dan meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas IV SDN 10 Lohia Kabupaten

Muna, dengan menggunakan suatu pendekatan, metode, strategi serta model

pembelajaran yang inovatif yang membuat siswa berpikir secara kritis, kreatif

dan bahkan menyenangkan.

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki dan

meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas IV SDN 10 Lohia Kabupaten Muna

adalah melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT). Melalui model pembelajaran NHT ini dirancang untuk mempengaruhi

pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisonal. Atas

dasar inilah sehingga peneliti melakukan penelitian tentang Penggunaan Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Dalam

Meningkatkan Hasil Belajar PKn Siswa Kelas IV SDN 10 Lohia Kabupaten

Muna.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang seperti yang dipaparkan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan hasil

belajar PKn siswa kelas IV SDN 10 Lohia Kabupaten Muna?

B. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah tersebut di atas maka tujuan penelitian ini

adalah, untuk meningkatkan hasil belajar PKn siswa kelas IV SDN 10 Lohia

Kabupaten Muna melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT).

Page 5: Karil waode rosmia

5

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat bagi:

1. Siswa

Manfaat penelitian ini bagi siswa adalah dapat menstimuli siswa

untuk berpikir. Karena melalui model pembelajaran NHT siswa akan

berpikir baik secara mandiri maupun kelompok memikirkan jawaban kuis

yang diajukan oleh guru.

2. Guru

Kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran semakin

profe-sional sehingga membuat siswa senang belajar, dan pada akhirnya akan

ber-dampak pada hasil belajar siswa.

3. Sekolah

Manfaat penelitian ini bagi sekolah adalah, kualitas sekolah akan

semakin meningkat, seiring dengan kemampuan guru dalam mengelola

proses pembe-lajaran yang berkualitas, karena dalam proses pembelajaran

dikelola oleh guru yang professional.

Page 6: Karil waode rosmia

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Konsep Belajar dan Pembelajaran

1. Hakikat Belajar

Belajar merupakan interaksi individu dengan lingkungannya. Lingkungan

dalam hal ini dapat berupa manusia atau obyek-obyek lain yang memungkin-

kan individu memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan, baik

pengetahuan atau pengalaman baru maupun sesuatu yang pernah diperoleh

atau ditemukan sebelumnya akan tetapi menimbulkan perhatian kembali bagi

individu tersebut sehingga memungkinkan terjadinya interaksi .

Adanya interaksi individu dengan lingkungan ini mendorong seseorang

un-tuk lebih intensif meningkatkan keaktifan jasmaniah maupun mentalnya

guna lebih mendalami sesuatu yang menjadi pehatian. Burton (dalam

Aunurrahman, 2011: 35) dalam bukunya The Guidance of Learning Acti-

vities, merumuskan pengertian belajar sebagai perubahan tingkah laku pada

diri individu berkat adanya interaksi individu dengan individu dan individu

dengan lingkungannya.

Anthony Robbins (dalam Trianto, 2010: 15), mendefinisikan belajar seba-

gai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah

dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Dari definisi ini dimensi bela-

jar memuat beberapa unsur, yaitu: (1) penciptaan hubungan, (2)sesuatu hal

(pengetahuan) yang sudah dpahami, dan (3) sesuatu (pengetahuan) yang baru.

Jadi dalam makna belajar, di sini bukan berangkat dari sesuatu yang benar-

benar belum diketahui (nol), melainkan merupakan keterkaitan dari dua

pengetahuan yang sudah ada dengan pengetahhuan baru.

Dalam pandangan konstruktivisme belajar bukanlah semata-mata

mentransfer pengetahuan yang ada di luar dirinya, tetapi belajar lebih pada

bagaimana otak memproses dan menginterpretasikan pengalaman yang baru

de-ngan pengetahuan yang sudah dimilikinya dalam format yang baru. Proses

pembangunan ini bisa melalui asimilasi atau akomodasi (Mc Mahon, 1996

dalam Trianto, 2010: 16).

Page 7: Karil waode rosmia

7

Pandangan modern mengenai belajar, lebih berorientasi pada perubahan

perilaku secara holistik dan integral. Pandangan modern menyatakan bahwa

belajar adalah proses perubahan perilaku, berkat interaksi dengan

lingkungannya. Perubahan perilaku mencakup aspek kognitif, afektif dan

psikomotor. Adapun yang dimaksud lingkungan mencakup keluarga, sekolah

dan masya-rakat, di mana siswa berada.

Pandangan modern ini didukung oleh beberapa pakar, antara lain

Witherington (1952: 165 dalam Hanafia 2012; 7) yang menyatakan bahwa

belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan

sebagai pola-pola respons baru yang berbentuk keterampilan, sikap,

kebiasaan, penge-tahuan, kecakapan. Gagne, Berliner, dan Hilgar (1970: 256

dalam Hanafia 2012: 7) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses

perubahan perilaku yang muncul karena pengalaman.

2. Ciri-ciri Belajar

Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

merupakan kegiatan yang paling pokok, Ini berarti, bahwa berhasil tidaknya

pencapaian tujuan pendidikan banyak tergantung kepada bagaimana proses

belajar yang dialami oleh siswa sebagai peserta didik..

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa belajar dapat didefinisikan

setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil

latihan atau pengalaman . Pengertian ini mencakup tiga unsur, yaitu: (1)

belajar adalah perubahan tingkah laku, (2) perubahan tingkah laku tersebut

terjadi karena latihan atau pengalaman, (3) perubahan tingkah laku tersebut

relatif permanen atau tetap ada untuk waktu yang cukup lama.

Belajar merupakan proses internal yang kompleks. Yang terlibat dalam

proses internal tersebut adalah seluruh mental, yang meliputi ranah kognitif,

afektif dan psikomotorik. Dari segi guru proses belajar tersebut dapat diamati

secara tidak langsung. Artinya proses belajar yang merupakan proses internal

siswa tidak dapat diamati, akan tetapi dapat dipahami oleh guru. Proses

belajar tersebut tampak melalui perilaku siswa mempelajari bahan ajar.

Perilaku belajar tersebut merupakan respon siswa terhadap tindakan mengajar

atau tin-dakan pembelajaran dari guru. Perilaku belajar tersebut ada

Page 8: Karil waode rosmia

8

hubungannya de-ngan desain instuksional guru, karena di dalam desain

instrukruksional, guru merumuskan tujuan instruksional atau sasaran belajar.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Belajar merupakan suatu proses yang menimbulkan terjadinya perubahan

atau pembaruan dalam tingkah laku dan kecakapan. Menurut Purwanto (2002:

102 dalam Thobrani, 2011: 31), berhasil atau tidaknya perubahan tersebut

dipengaruhi oleh berbagai factor yang dapat dibedakan menjadi dua golongan

sebagai berikut:

a. Faktor kematangan atau pertumbuhan

Faktor ini berhubungan dan berkaitan erat dengan kematangan atau tingkat

pertumbuhan organ-organ tubuh manusia. Kegiatan mengajarkan sesuatu

baru dapat behasil jika taraf pertumbuhan pribadi telah memungkinkan,

potensi-potensi jasmani dan rohaninya telah matang.

b. Faktor kecerdasan atau intelegensi

4. Hasil Belajar

Dari uraian tentang konsep belajar, dapat dipahami tentang makna hasil

belajar, yaitu perubahan-peruahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang

menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan

belajar. Menurut Nawawi dalam K. Brahim (2007: 39) menyatakan bahwa

hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam

mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor

diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.

Secara sederhana, yang dimaksud hasil belajar siswa adalah kemampuan

yang diperoleh siswa melalui kegiatan belajar. Karena belajar itu sendiri

merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh

suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam kegiatan

pembela-jaran, biasanya guru menetapkan tujuan belajar. Siswa yang berhasil

dalam belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan-tujuan pembelajaran.

Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai telah sesuai dengan

tujuan yang dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi. Sebagaimana

dikemukakan oeleh Sunal (1993: 94), bahwa evaluasi merupakan proses

penggu-naan informasi untuk membuat pertimbangan seberapa efektif suatu

Page 9: Karil waode rosmia

9

program telah memenuhi kebutuhan siswa. Selain itu dengan dilakukan

evaluasi atau penilaian dapat dijadikan feedback atau tindak lanjut, atau

bahkan cara untuk mengukur tingkat penguasaan siswa. Kemajuan prestasi

belajar siswa tidak saja diukur dari tingkat penguasaan pengetahuan, tetapi

juga sikap, dan kete-rampilan yang bekaitan dengan mata pelajaran yang

diberikan kepada siswa.

5. Konsep Pembelajaran

Pembelajaran tidak diartikan sebagai sesuatu yang statis, melainkan suatu

konsep yang yang berkaitan dengan kemajuan ilmu dan teknologi yang

melekat pada wujud pengembangan sumber daya manusia. Dengan

demikian, pe-ngertian pembelajaran yang berkaitan dengan sekolah ialah

Kemampuan dalam mengelola secara operasional dan efisien terhadap

komponen-kompo-nen yang berkaitan dengan pembelajaran, sehingga

menghasilkan nilai tam-bah terhadap komponen tersebut menurut

norma/standar yang berlaku

Menurut Miarso, pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja.

bertujuan, dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang

relatif menetap pada diri orang lain (Miarso, 2004: 545). Dapat pula

dikatakan bah-wa pembelajaran adalah usaha yang dilakukan oleh guru agar

membuat siswa dapat belajar dan mencapai hasil yang maksimal.

Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa pembelajaran bukan

menitikberatkan pada apa yang dipelajari, melaikan pada bagaimana

membuat siswa mengalami proses belajar, yaitu cara-cara yang dilakukan

untuk mencapai tujuan yang berkaitan dengan pengorganisasian materi, cara

penyampaian pelajaran, dan cara mengelola pembelajaran. Seterusnya Robert

and Walter (dalam Martinus Yamin, 2011: 71) mengemukakan pembelajaran

yang efektif adalah yang membuat siswa untuk mendapatkan

keterampilanketerampilan, atau sikap-sikap dan siswa senang belajar dalam

pembelajaran tersebut. Selanjutnya menurut Vigosky (dalam Martinus

Yamin, 2011: 71) mengemukakan bahwa, suatu pem-belajaran efektif bila

pembelajar itu melanjutkan pengembangan-pengembangan. Dalam proses

pembelajaran guru perlu mengembangkan potensi kognitif siswa melalui

Page 10: Karil waode rosmia

10

proses pembelajaran yang bermakna. Ausubel (dalam Dahar, 1999 112)

mengemukakan bahwa pembelajaran bermakna (meaningfull learning)

merupakan proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan

yang ter-dapat dalam struktur kognitif seseorang. Pembelajaran bermakna

sebagai hasil dari peristiwa membelajarkan yang ditandai oleh terjadinya

hubungan antara aspek-aspek, konsep-konsep, informasi atau situasi baru

dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif peserta

didik.

Proses pembelajaran tidak sekedar menghafal konsep-konsep atau fakta-

fakta belaka, teapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep

untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari

akan dipa-hami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Agar terjadi belajar

bermakna, maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan mengenali

konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan mencoba memadukannya

secara harmonis konsep-konep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan

diajarkan. Menurut Natawijaya (1999: 22) kinerja guru dapat dilihat saat

melaksanakan interaksi belajar mengajar di kelas termasuk bagaimana dia

mempersiapkan dan mengevaluasinya. Pendapat yang dikemukakan oleh

Natawijaya ini menyiratkan bahwa untuk melihat kinerja guru tidak hanya

terbatas pada saat terjadi proses belajar menga-jar di ruang kelas, akan tetapi

termasuk juga kegiatan guru dalam mempersiapkan proses pembelajaran

tersebut.

B. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di Sekolah Dasar (SD)

1. Pendidikan Kewarganegaraan di SD

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran sosial yang

bertujuan untuk membentuk dan membina warga negara yang baik yaitu warga

negara yang tau, mau dan mampu berbuat baik.

Warga negara yang baik adalah warga negara yang mengetahui dan

menyadari serta melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara.

Pendidikan kewarganegaraan menyangkut status formal kewarganegaraan yang

pada awalnya diatur dalam UU No. 12 tahun 2006 yang isinya mengatur tentang

Page 11: Karil waode rosmia

11

kewarganegaraan, peraturan tentang naturalisasi atau perolehan status sebagai

warga negara Indonesia.

Komponen penting dalam pendidikan kewarganegaraan adalah keterampilan

bermasyarakat agar warga negara dapat menjalankan hak-haknya dan

menunaikan tanggung jawabnya sebagai anggota masyarakat yang

berpemerintahan sen-diri, mereka tidak hanya memiliki pengetahuan berkenaan

dengan materi pokok di atas, mereka perlu pula memiliki keterampilan

intelektual dan partisipasi yang relevan.

Empat isi pokok Pendidikan Kewarganegaraan menurut Romis Zowski

(Rianto, 2006: 34):

1. Kemampuan dasar dan kemampuan kewarganegaraan sebagai sasaran

pembentukan.

2. Standar materi kewarganegaraan sebagai muatan kurikulum dan pembelajaran

3. Indikator pembelajaran sebagai criteria pencapaian kemampuan.

4. Rambu-rambu umum pembelajaran sebagai rujukan alternatif para guru.

Tujan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membentuk watak atau

karakter warga Negara yang baik. Sedangkan tujuan mata pelajaran Pendidikan

kewarganegaraan menurut Mulyasa (2007: 126) adalah agar siswa menjadi:

a. Mampu bepikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam mengatasi

persoalan hidup maupun isu kewarganegaraan di negaranya.

b. Mau berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan, secara aktif dan

bertanggungjawab, sehingga bisa bertindak secara cerdas dalam semua

kegiatan.

c. Bisa berkembang secara positif dan demokratis serta mampu

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dengan baik. Hal ini

akan mudah tercapai jika pendidikan nilai moral dan norma dapat

ditanamkan pada siswa sejak usia dini. Karena jika siswa sudah memiliki

nilai moral yang baik, tujuan untuk membentuk warga negara yang baik

akan mudah diwu-judkan. Dengan demikian, kelak siswa diharapkan

dapat menjadi warga negara yang terampil, cerdas, bersikap baik, serta

mampu mengikuti ke-majuan teknologi modern.

Page 12: Karil waode rosmia

12

2. Maateri Pemerintahan Desa/Kelurahan dan Kecamatan

Pengertian desa menurut UU No. 32 tahun 2004 adalah kesatuan

masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwewenang

untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan

asal usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem

peme-rintahan negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Perangkat desa terdiri dari:

a. Sekertaris Dasa (Sekdes)

Seketaris Desa bertugas di bidang administrasi dan pelayanan umum

misal kegiatan surat-menyurat dan kearsipan.

b. Kepala Urusan (Kaur)

Tugas utama kepala urusan adalah membantu sekertaris desa.

c. Kepala Dusun

Kepala dusun melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pembangunan

dan kemasyarakatan di wilayah kerjanya.

Tugas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) meliputi

a. Menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa.

b. Menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa.

c. Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.

Pemerintahan lurah dilaksanakan oleh lurah yang dibantu perangkat kelurahan

yang terdiri atas sekertaris kelurahan, kepala urusan, dan kepala lingkungan.

Lurah dan perangkat kelurahan adalah pegaai negeri sipil (PNS) yang

mendapat gaji dari pemerintah.

Lembaga pemerintahan kecamatan dipimpin oleh camat. Dalam menjalankan

tugasnya camat dibantu oleh seorang sekertaris kecamatan (Sekcam), kepala

urusan dan kepala-kepala seksi. Menurut PP No. 41 Tahun 2007 tugas camat

meliputi:

a. Mengkordinasikan kegiatan kegiatan pemberdayaan masyarakat.

b. Mengkordinasikan upaya penyelenggaraan ketenraman dan ketertiban

umum.

c. Mengkordinasikan penerapan dan penegakan peraturan perundang-

undangan

Page 13: Karil waode rosmia

13

d. Mengkordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum

B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)

1. Hakikat Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang

digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas

atau pembelajaran dalam tutorial. Sukamto, dkk (dalam Nurulwati, 2000:

10) menge-mukakan maksud dari model pembelajaran adalah: “Kerangka

konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam

mengorganisasikan penga-laman belajar untuk mencapai tujuan belajar

tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran

dan para pengajar dalam meren-canakan aktivitas pembelajaran. Hal yang

serupa juga dikemukakan oleh Enggen dan Kauchak menyatakan bahwa

model pembelajaran merupakan kerangka dan arah bagi guru untuk

mengajar.

Menurut Johnson (dalam Samani, 2000: 34), untuk mengetahui kualitas

model pembelajaran harus dilihat dari dua aspek, yaitu proses dan produk.

Aspek proses mengacu apakah pembelajaran mampu menciptakan situasi

belajar yang menyenangkan (joyful learning) serta mendorong siswa untuk

aktif belajar dan berpikir kreatif. Aspek produk mengacu apakah

pembelajaran mampu mencapai tujuan yaitu, meningkatkan kemampuan

siswa sesuai de-ngan standar kemampuan atau kompetensi yang ditentukan.

Dalam hal ini sebelum melihat hasilnya, terlebih dahulu aspek proses sudah

dapat dipas-tikan berlangsung baik.

Model pembelajaran merupakan pola umum perilaku pembelajaran

untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Joice & Weil

berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang

dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka

panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing

pembela-jaran di kelas atau yang lain (Joice & Weil, 1980: 1). Model

pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih

Page 14: Karil waode rosmia

14

model pembe-lajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan

pendidikannya.

2. Pengertian Kooperatif (Cooperative Learninug)

Cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai

tuuan bersama (Hamid Hasan, 1996 dalam Etin Solihatin, 2011: 4). Menurut

Slavin (1984, dalam Etin Solihatin, 2011: 4) mengemukakan bahwa

cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di mana siswa

belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara kolaboratif yang

anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya

bersifat heterogen.

Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian suatu

sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesame

dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok yang terdiri dari dua

orang atau lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh

keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning

dapat diartikan pula sebagaibsuatu struktur tugas bersama dalam dalam

suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok

Cooperative learning lebih dari sekedar belajar kelompok atau

kelompok kerja, karena belajar dalam Cooperative learning harus ada

“struktur dorongan dan tugas yang yang bersifat kooperatif” sehingga

memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan

yang bersifat interdependensi yang efektif di antara anfggota kelompok

(Slavin 1983; Stahl, 1984 dalam Etin Solihatin, 2011: 5). Selain itu, pola

kerja seperti itu memungkinkan tim-bulnya persepsi persepsi yang positif

tentang apa yang dapat mereka lakukan untuk berhasil berdasarkan

kemampuan dirinya secara individual dan sum-bangsih dari anggota lainnya

selama mereka belajar secara bersama-sama dalam kelompok. Stahl (1994,

dalam Etin Solihatin, 2011: 5) mengatakan bahwa model pembelajaran

Cooperative learning menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu system

kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar. Model

pembe-lajaran ini berangkat dari suatu asumsi mendasar dalam kehidupan

Page 15: Karil waode rosmia

15

masyarakat, yaitu “getting better together, atau “raihlah yang lebih baik

secara bersama-sama” (Slavin, 1992 dalam Etin Solihatin, 2011: 5).

Model pembelajaran Cooperative learning merupakan suatu model yang

membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai

dengan kehidupan nyata di masarakat, sehingga dengan bekerja secara

bersama-sama di antara sesame anggota kelompok akan meningkatkan

motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Model belajar Cooperative

learning mendorong peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan

berbagai permasalahan yang ditemui selama pembelajaran, karena siswa

dapat bekerja sama dengan siswa lain dalam menemukan dan merumuskan

alternatif pe-mecahan terhadap masalah materi pelajaran yang dihadapi.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dalam pembelajaran dengan

menggunakan model Cooperative learning, pengembangan kualitas diri

siswa terutama aspek afektif siswa dapat dilakukan secara bersama. Belajar

dalam kelompok kecil dengan prinsip koperatif sangat baik digunakan untuk

mencapai tujan belajar, baik yang sifatnya kognitif, afektif, maupun konatif

(Hamid Hasan, 1996, Kosasih, 1994 dalam Etin Solihatin, 2011: 6). Suasana

yang berlangsung dalam interaksi yang saling percaya, terbuka dan rileks di

antara anggota kelompok memberikan kesempatan bagi siswa untuk

memperoleh dan memberi masukan di antara mereka untuk mengemangkan

pengetahuan, sikap, nilai dan moral, serta keterampilan yang ingin

dikembangkan dalam pembelajaran.

3. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah dalam penggunaan model pembelajaran Cooperative

learning secara umum (Stahl, 1994; Slavin, 1983 dalam Etin Solihatin,

2011: 10) dijelaskan secara operasional sebagai berikuat:

a. Langkah pertama yang dilakukan oleh guru adalah merancang rencana

program pembelajaran. Pada langkah ini guru mempertimbangkan dan

menetap-kan target pembelajaran yang akan dicapai. Guru dalam merancang

pembelajaran harus mengorganisasikan materi dan tugas-tugas siswa yang

mencerminkan sistem kerja dalam kelompok kecil. Artinya bahwa, materi

dan tugas-tugas itu adalah untuk dibelajarkan dan dikerjakan oleh siswa

Page 16: Karil waode rosmia

16

secara bersama dalam dimensi kerja kelompok. Untuk memulai

pembelajarannya guru harus menjelaskan tujuan dan sikap serta

keterampilan sosial yang ingin dicapai dan diperlihatkan oleh siswa selama

proses pembelajaran. Hal ini mut-lak dilakukan oleh guru, karena dengan

demikian siswa tahu dan memahami apa yang harus dilakukannya selama

berlangsungnya proses pembelajaran.

b. Langkah kedua, dalam aplikasi pembelajaran di kelas, guru merancang

lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi kegiatan siswa

dalam belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam

menyampaikan materi, guru tidak lagi menyampaikan materi secara panjang

lebar, karena pemahaman dan pendalaman materi tersebut nantinya akan

dilakukan siswa ketika belajar secara bersama dalam kelompok. Guru hanya

menjelaskan pokok-pokok materi dengan tujuan siswa mempunyai wawasan

dan orientasi yang memadai tentang materi yang diajarkan. Pada saat guru

selesai menyajikan materi, langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah

menggali pengetahuan dan pemahaman siswa tentang materi pelajaran

berdasarkan apa yang telah dibelajarkan. Hal ini dimaksudkan untuk

mengkondisikan kesiapan belajar siswa. Berikutnya, guru membimbing

siswa untuk membuat kelompok. Pemahaman dan konsepsi guru terhadap

siswa secara individual sangat menentukan kebersamaan dari kelompok

yang terbentuk. Kegiatan dilakukan sambil menjelaskan tugas yang harus

dilakukan oleh siswa dalam kelompoknya masing-masing. Pada saat siswa

bekerja secara berkelompok maka guru mulai melakukan monitoring dan

mengobservasi kegiatan belajar siswa berdasarkan lembar observasi yang

telah dirancang.

c. Langkah ketiga, dalam melakukan observasiterhadap kegiatan siswa, guru

mengarahkan dan membibing siswa, baik secara individual maupun

kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai sikap dan

perilaku siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Pemberian pujian

dan kritik membangun dari guru kepada siswa merupakan aspek yang sangat

penting yang harus diperhatikan oleh guru pada saat siswa bekerja dalam

kelompok-nya. Di sampng itu pada saat kegiatan kelompok berlangsung,

Page 17: Karil waode rosmia

17

ketika siswa terlibat dalam diskusidalam masing-masing kelompok, guru

secara peiodik memberikan layanan kepada siswa, baik secara individual

maupun secara klasikal.

d. Langkah keempat, guru memberi kesempatan kepada siswa dari masing-

masing kelompok untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Pada saat diskusi

kelas ini, guru bertindak sebagai moderator. Hal ini dimaksudkan untuk

mengarahkan dan mengoreksi pengertian dan pemahaman siswa terhadap

matei atau hasil kerja yang telah ditampilkannya. Pada saat presentassi siswa

berakhir, guru mengajak siswa melakukan refleksi diri terhadap proses

jalannya pembelajaran, dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan-

kelemahan yang ada atau sikap serta perilaku menyimpang yang dilakukan

selama dalam pembelajaran. Di samping itu guru memberikan beberapa

penekanan terhadap nilai, sikap, dan perilaku sosial yang harus dikembangkan

dan dilatih oleh siswa. Dalam melakukan refleksi diri ini, guru berperan

sebagai mediator dan moderator aktif. Artinya, pengembangan ide, saran, dan

kritik terhadap proses pembelajaan harus diupayakan beasal siswa.

4. Numbered Heads Together (NHT)

Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir besama

adalah merupakan jenis pembelajaran koopeatif yang dirancang untuk

mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai altenatif terhadap struktur

kelas tradisional. Numbered Heads Together (NHT) pertama kali

dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk meli-batkan lebih banyak

siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan

mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan

struktur empat fase sebagai sintaks NHT:

a. Fase 1: Penomoran

Dalam fase ini, guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan

kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.

b. Fase 2: Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat

ber-variasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya

Page 18: Karil waode rosmia

18

Misalnya, “Berapakah jumlah jari kedua tangan kita?”. Atau berbentuk

arahan, misalnya “Pastikan setiap orang mengetahui 4 buah ibu kota

kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara”.

c. Fase 3: Berpikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanaan itu dan

meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.

d. Fase 4: Menjawab

Guru mengambil suatu nomor tertentu, kemudian nomor yang sesuai

mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk

seluruh kelas.

Langkah-langkah dalam model pembelajaran ini dapat dilakukan

kegiatan sebagai berikut:

1. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam

kelompok mendapat nomor.

2. Penugasan diberikan kepada setiap siswa berdasarkan

nomor terhadap tugas yang berangkai. Misalnya, siswa nomor satu bertugas

mencatat soal, siswa nomor dua mengerjakan soal, dan peserta didik nomor

tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya.

3. Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antar

kelompok. Siswa disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama

dengan beberapa siswa bernomor sama dalam kelopok lain. Dalam

kesempatan ini, siswa dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau

mencocokkan hasil kerja sama mereka.

4. Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok lain.

5. Kesimpulan.

Page 19: Karil waode rosmia

19

BAB III

PELAKSANAAN PENELITAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

A. Subyek, Tempat, dan Waktu Penelitian, Pihak yang Membantu

1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian perbaikan pembelajaran ini adalah siswa kelas IV SDN

10 Lohia Kecamatan Lohia Kabupaten Muna sebanyak 20 orang.

2. Tempat

Penelitian perbaikan pembelajaran ini dilaksanakan pada SDN 10 Lohia

Kecamatan Lohia Kabupaten Muna.

3. Waktu

Penelitian perbaikan pembelajaran ini dilaksanakn pada semester genap

tahun ajaran 2013/2014.

4. Pihak yang Membantu

Dalam pelaksanaan penelitian perbaikan pembelajaran ini dibantu oleh

teman sejawat sebagai observer.,

B. Desain prosedur Penelitian Perbaikan Pembelajaran

Prosedur pengembangan penelitian perbaikan pembelajaran ini meliputi (1)

perencanaan (planning), (2) pelaksanaan tindakan (action), (3) observasi dan

evaluasi (observation and evaluation), dan (4) refleksi (reflection).

Adapun jenis kegiatan setiap tahap tindakan adalah sebagai berikut:

1. Tahap Perencanaan

Kegiatan ini diawali dengan orientasi, yaitu studi pendahuluan sebelum

tindakan penelitian dilakukan. Dalam hal ini dilakukan bersama oleh guru dan

peneliti terhadap praktek pembelajaran yang dilakukan oleh guru di dalam

kelas.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka disusunlah rencana tindakan yang

hendak dilaksanakan berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) selama

proses pelaksanaan pembelajaran PKn dengan menggunakan model

pembelajaran koperatif tipe NHT oleh observer pada saat proses pembelajaran

berlangsung.

Page 20: Karil waode rosmia

20

2. Pelaksanaan Tindakan

Yaitu praktek pembelajaran yang nyata berdasarkan rencana tindakan yang

telah disusun bersama sebelumnya. Tindakan ini ditujukan untuk memperbaiki

keadaan atau proses pembelajaran.

3. Observasi dan Evaluasi

Yaitu pendokumentasian terhadap proses tindakan. Pada tahap ini observer

mengobservasi segala tindakan atau aktivitas yang dilakukan oleh guru dengan

menggunakan lembar observasi dalam proses pembelajaran ketika

menggunakan model pembelajaran koperatif tipe NHT dalam pembelajaran

PKn. Pada setiap akhir tindakan dilakukan tes tindakan untuk mengetahui

peningkatan hasil belajar setiap siklus tindakan yang dilakukan oleh guru.

4. Refleksi

Refleksi dilakukan untuk menemukan, mengkaji dan merenungkan

kembali tindakan yang telah dilakukan. Dan refleksi ini dilakukan pada setiap

akhir pe-laksanaan suatu tindakan. Refleksi dilakukan secara kolaboratif antara

peneliti dengan observer, dimaksudkan untuk menemukan dan merekonstruksi

makna situasi sosial, serta untuk mendapatkan dasar bagi perbaikan rencana

tindakan selanjutnya.

C. Teknik Analisis Data

Data dalam penelitian ini terdiri dari data kualitaif dan data kuantitatif. Data

kualitatif diperoleh melalui observasi dengan menggunakan lembar observasi,

sedangakan data kuantitatif diperoleh melalui tes pada setiap siklus tindakan

dengan menggunakan soal-soal.

Selanjutnya data kualitatif dianalisis secara deskriptif kualitatif berdasarkan

hasil observasi dari observer, sedangkan data kuantitatif dianalisis secara deskriptif

kualitatif berdasarkan hasil tes. Untuk mengetahui tingkat penguasaan atau

ketuntasan belajar secara kuantitatif menggunakan rumus sebagai berikut:

Tingkat Penguasaan = Jumlah jawaban yang benar X 100% Jumlah Skor maksimal

Mames dalam Rustam (2010: 53)

Persentase (%) ketuntasan:

Jumlah Siswa Yang Tuntas X 100%Jumlah Siswa

Page 21: Karil waode rosmia

21

BAB IV

DESKRIPSI HASIL PENELITIAN PERBAIKAN PEMBELAJARAN

A. Hasil Penelitian

1. Kegiatan pendahuluan

Sebelum melakukan penelitian perbaikan perbaikan pembelajaran

diawali dengan observasi awal pada SDN 10 Lohia Kecamatan Lohia

Kabupaten Muna. Hasil observasi awal menunjukkan hasil belajar siswa

masih rendah yaitu dari 12 siswa hanya lima orang atau 41,66% yang

mencapai KKM yang ditetapkan untuk mata pelajaran PKn yaitu “70”.

Model pembelajaran yang yang digunakan masih bersifat konvensional

sehingga membuat siswa merasa jenuh dan bosan. Berdasrkan fenomena

pembelajaran tersebut maka peneliti menawarkan suatu model

pembelajaran untuk digunakan dalam proses pembelajaran PKn yaitu

dengan menggunakan model pembelajaran koperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT) dalam pembelajaran PKn pada siswa kelas IV SDN 10

Lohia Kabupaten Muna.

2. Tindakan Pembelajaran Siklus I

a. Perencanaan

Tahap perencanaan pada siklus I diawali dengan mempersiapakan

hal-hal sebagai berikut:

1. Membuat scenario pembelajaran yang meliputi silabus, rencana

perbaikan pembelajaran (RPP).

2. Mengkomunikasikan kepada observer tentang model pembelajaran

yang akan digunakandalam proses pembelajaran, yaitu model

pembelajaran koperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).

3. Membuat/mempersiapkan media termasuk LKS, dan lembar

observasi.

b. Pelaksanaan Tindakan

Pada pelaksanaan tindakan siklus I terdiri dari dua kali pertemuan

dan setiap pertemuan dengan materi yang berbeda, hanya saja masih

dalam kompetensi dasar (KD) yang sama. Pada pertemuan pertama

membahas tentang Lembaga Pemerintahan desa/Kelurahan sedangkan

Page 22: Karil waode rosmia

22

pada pertemuan kedua membahas tentang perbedaan Pemerintahan

Desa dan kelurahan. Pada siklus II membahas tentang pemerintahan

kecamatan. Adapun pelaksanaannya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pelaksanaan tindakan diawali dengan kegiatan pendahuluan dengan

kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi (a) melakukan apersepsi,

(b) menyampaikan tujuan pembelajaran, (c) menyampaikan langkah-

langkah kegiatan dalam pembelajaran, termasuk memperkenalkan

model pembelajaran yang akan digunakan yaitu: ‘’Model

Pembelajaran Koperatif Tipe Numbered Heads Together ( NHT).

Memasuki kegiatan inti guru menjelaskan materi tentang

pemerintah desa/kelurahan dan kecamatan. Selanjutnya guru dengan

melalui media yang telah disiapkan melakukan Tanya jawab dengan

siswa, kemudia membagi siswa dalam 3 kelompok..

Guru membagikan LKS pada setiap kelompok berupaya masalah

yang dikemas dalam pernyataan-pernyatan yang harus didiskusikan

oleh siswa dalam kelompoknya masing-masing. Pada saat kerja

kelompok berlangsung guru memantau setiap kelompok untuk

memastikan bahwa setiap siswa aktif bekerja dalam kelompoknya,

sambil membim-bing siswa kelompok mengerjakan tugas yang

diberikan.

Setelah setiap kelompok selesai mengerjakan tugas kelompok

yang diberikan guru selanjutnya guru memberikan pertanyaan dengan

mengacak nomor pertanyaan yang dibacakan akan dijawab oleh siswa

yang nomornya disebutkan oleh guru. Kemudia siswa dipersilahkan

untuk menjawab secara bergilir sesuai petunjuk dari guru, setelah

pertanyaan sudah terjawab guru mengumumkan jawaban kelompok.

Bagi kelompok yang terbaik guru member penghargaan. Dan bagi

kelompok yang masih kurang atau belum sempurna jawabannya guru

member motivasi ntuk lebih giat belajar.

3. Tindakan Pembelajaran Siklus II

Setelah melakukan diskusi dengan observer berdasarkan

pengamatannya yang menggunakan lembar observasi terdapat beberapa

Page 23: Karil waode rosmia

23

kelemahan-kelemahan yang terjadi pada saat guru menerapkan model

pembelajaran koperatif tipe Nubered Head Together (NHT) pada

pembelajaran PKn materi pokok Pemerintahan Desa/Kelurahan. Oleh

sebab itu penelitian ini dilanjutkan pada siklus II dengan materi pokok

Pemerintahan Kecamatan.

Kegiatan yang dilakukan pada sisklus II ini sama dengan pelaksanaan

siklus I, hanya saja pada siklus II ini lebih difokuskan pada materi

pemerin-tahan di kecamatan. Adapun hasil pembelajaran yang dilakukan

dengan meng-gunakan model pembelajaran koperatif tipe Nubered Head

Together (NHT) dapat dideskripsikan pada table berikut ini:

Tabel 4.2 Hasil Belajar PKn siklus II

No. Nama Nilai Keerangan

1 Ld. Yogi 78 Tuntas2 Ld. Danil 80 Tuntas3 Harfan 95 Tuntas4 La Ungge 80 Tuntas5 La Rakas 74 Tuntas6 Ld. Muh. Nurdiansyah 70 Tuntas7 Akbar 70 Tuntas8 Ld. Sirota 72 Tuntas9 Ld. Muh. Barton 6610 Wa Yanti 70 Tuntas11 Wa Ode Ningsih 71 Tuntas12 Wa Ode Asal Hikmah 64 B. Tuntas13 Wd. Rina Sari 70 Tuntas14 Wa Neni 76 Tuntas15 Herdianti 75 Tuntas16 Wa Indah 80 Tuntas17 Wa Nesa 70 Tuntas18 Serliati 66 B. Tuntas19 St. Nurhayana 80 Tuntas20 Lisni Marni 74 Tuntas

JumlahNilai dan Rerata 902/75,16Jumlah Tuntas &

persentse10 Orang/83,64%

Jumlah Belum Tuntas & persentse

2 orang/16,16%

Page 24: Karil waode rosmia

24

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN TINDAK LANJUT

A. Simpulan

Berdasarkan analisis data sebagaimana yang disajikan, apakah data kuali-

tatif maupun data kuntitatif menunjukkan bahwa penggunaan model pembe-

lajaran koperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat meningkatkan

hasil pembelajaran PKn pada sisw kelas IV SDN 10 Lohia Kecamatan Lohia

Kabupaten Muna. Hal ini terlihat dari:

1. Ketika guru mengajar masih menggunakan model pembelajaran konven-

sional dalam proses pembelajaran PKn dari 13 siswa hanya 7 siswa atau

53% yang mencapai KKM yang ditetapkan oleh sukolah untuk mata

pelajaran PKn yaitu 70.

2. Ketika guru menggunakan model pembelajaran koperatif tipe Numbered

Head Together (NHT) pada siswa kelas IV SDN 10 Lohia Kecamatan

Lohia Kabupaten Muna pada siklus I dari 12 siswa pada semester genap

tahun pelajaran 2013/2014 sebanyak 8 siswa atau 66,66% mencapai

kriteria ketuntasan minimal ( KKM).

3. Pada pelaksanaan pembelajaran PKn siklus II dengan menggunakan

model pembelajaran koperatif tipe Numbered Head Together (NHT) pada

siswa kelas IV SDN 10 Lohia dari 12 siswa sebanyak 10 siswa atau 83,

64% yang mencapai Kriteria ketuntasan minimal ( KKM).

B. Saran Tindak Lanjut

Mengingat pentingnya penggunaan model pembelajaran dalam proses

pembelajaran maka guru perlu menguasai berbagai model pembelajaran yang

membuat siswa senang belajar. Salah satu model pembelajaran yang dapat

digunakan oleh guru dalam meningkatkan hasil belajar PKn adalah melalui

model pembelajaran koperatif tipe Numbered Head Together (NHT).

Sehubungan dengan itu maka peneliti menyarankan kepada:

1. Guru

Sedapat mungkin guru perlu memilih metode atau model

pembelajaran yang dapat menstimuli siswa agar senang belajar. Dengan

demikian proses pembelajaran akan berlangsung secara kondusif dan

Page 25: Karil waode rosmia

25

menyenangkan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar

siswa.

2. Sekolah

Pihak sekolah perlu melakukan pembinaan secara intensif dengan

memanfaatkan wadah pembinaan yang ada di sekolah dalam rangka

peningkatan kualitas profesionalisme guru di lingkungan sekolahnya.

3. Pengawas SD

Pengawas SD perlu melakukan pembinaan terhadap guru-guru yang

ada dalam wilayah kerjanya, dengan memanfaatkan guru-guru yang

memiliki kemampuan dan menguasai model-model pembelajaran,

sehingga kualitas pengelolaan proses pembelajaran di sekolah semakin

berkualitas.

Page 26: Karil waode rosmia

26

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Soli, 1999, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Tim PGSM

Asma, Nur, 2006,Model pembelajaran Koperatif, Jakarta: Depdiknas

Ebbut, 1985, Penelitian Tindakan Kelas, Bandung: Pustaka Pelajar

Ibrahim Muslim, 2000, Pembelajaran Koperatif, Surabaya: Universitas Negeri

Surabaya.

Ismail, 2002, Model-Model Pembelajaran, Jakarta: Dirjen Dikdasmen Depdiknas.

Mudjiono dan Dimiati, 1999, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.

Mulyasa, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta: Bumi Aksara.

Muquiin, Abdullah, 2000, Pembelajaran Koperatif, Surabaya: Pusat Sains dan

Matematika Program Pascasarjana Unesa

Rianto, dkk., 2006 Pendidikan Kewarganegaraan, Malang: PT Musik Penasa Utama

Sumartono, 2000, Interaksi Belajar Mengajar, Surabaya: Usaha Nasional

Suparno, 2008, Teknik Pengumpulan Data, Jakarta: PT Gramedia.

Trianto, 2007, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktistik,

Jakarta: Prestasi Pustaka.

Tim Pelatih PGSM, 1990, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem,

Bandung: Citra Aitiya Bakti.

Usman, 1993, Teknik-teknik Pengumpulan Data, Jakarta: PT Gramedia.