Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014
Pontianak, 19 Juni 2014
241
ISSN: 2355-7524
KAJIAN STRATEGI PENYIAPAN INFRASTRUKTUR PERIZINAN
PADA RENCANA PEMBANGUNAN REAKTOR DAYA
EKSPERIMENTAL DI INDONESIA
Endiah Puji Hastuti
Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) - BATAN
Gedung 80, Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang 15310
Telp/Fax: 021-7560912/021-7560913 email: [email protected]
ABSTRAK KAJIAN STRATEGI PENYIAPAN INFRASTRUKTUR PERIZINAN PADA RENCANA
PEMBANGUNAN REAKTOR DAYA EKSPERIMENTAL DI INDONESIA. Kebijakan energi
nasional (KEN) yang tertuang dalam peraturan presiden No 5 tahun 2006, telah menentukan bahwa
pada tahun 2025, kontribusi energi baru dan terbarukan sebesar 5%. BATAN merencanakan
membangun reaktor daya eksperimental (RDE), yang dapat membangkitkan listrik, beroperasi secara
aman, dan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pembangunan PLTN di masa depan.
Pembangunan reaktor nuklir memerlukan izin yang mencakup persyaratan yang harus dipenuhi
untuk setiap tahap pelaksanaan. Kajian ini dilakukan untuk memahami persyaratan dan mencari
strategi perizinan agar tepat waktu. Pada umumnya pembangunan dan pengoperasian harus
mengikuti proses perizinan multi step. Dalam PP No. 43/2006 perizinan dapat dilakukan melalui
proses perizinan tiga tahap (combined licensing), untuk mendapatkan izin tapak, izin gabungan
(konstruksi, komisioning dan operasi) dan izin dekomisioning. Strategi yang perlu dilakukan agar
perizinan tepat waktu antara lain adalah: pemilihan jenis reaktor yang telah memiliki izin operasi dari
badan regulasi negara vendor, pengajuan combined lisencing atau pengajuan izin secara paralel, serta
komunikasi yang intens antara BATAN dan BAPETEN.
Kata kunci: reaktor daya eksperimental, persyaratan, perizinan, strategi
ABSTRACT THE STRATEGY ASSESSMENT OF LISENCING INFRASTRUCTURE PREPARATION
FOR DEVELOPMENT OF EXPERIMENTAL POWER REACTOR IN INDONESIA. National
energy policy (KEN) as stipulated in Presidential Decree No. 5 of 2006, has determined that by 2025,
the contribution of new and renewable energy is 5%. Correspondingly, BATAN plans to build an
experimental power reactor (RDE), which can generate electricity, operate safely, and increasing the
public acceptance of nuclear power plant construction in the future. Nuclear reactor development
require license, covers the requirements, which must be fulfilled for each phase of implementation.
This study was conducted to understand the requirements and licensing strategy on time. Generally
the construction and operation must comply with the multi-step licensing process. Regarding to
president act No. 43/2006 it is enable to follow a three-phase licensing process (combined licensing) to
get site license, combined license (construction, commissioning and operation) and the
decommissioning license. In order to fulfill the time table, hence the strategy that necessary to be
establish are: reactor candidate selection, the reactor should have operating license from regulatory
body of the vendor, submit the combined lisencing or paralell lisencing, and intens communications
between BATAN and BAPETEN.
Keywords: experimental power reactor, requirement, licensing, strategy
Kajian Strategi Penyiapan Infrastruktur...
Endiah Puji Hastuti
242
ISSN: 2355-7524
1. PENDAHULUAN Sesuai dengan rencana strategis (RENSTRA) 2015-2019, Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) merencanakan untuk membangun reaktor daya eksperimental (RDE).
Hal ini sejalan dengan kebijakan energi nasional (KEN) dalam dekrit presiden No 5 tahun
2006 yang telah menentukan bahwa pada tahun 2025, kontribusi energi baru dan terbarukan
(EBT) termasuk biomasa, nuklir, hidroelektrik, energi matahari, energi angin, sebesar 5%[1].
RPP KEN menargetkan kontribusi EBT sebesar 23% (2025), maka energi nuklir merupakan
alternatif yang tidak terhindarkan, meskipun masih merupakan opsi terakhir[2]. Rencana
pembangunan dan pengoperasian reaktor daya eksperimental bertujuan untuk
mendemonstrasikan pengoperasian reaktor yang dapat membangkitkan listrik, beroperasi
secara aman, dan meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pembangunan PLTN di
masa depan. Reaktor daya eksperimental akan dibangun dalam skala laboratorium dan
tidak bersifat komersial.
Indonesia telah memiliki dan berpengalaman mengoperasikan 3 (tiga) reaktor riset
yaitu 2 reaktor jenis TRIGA berdaya 100 KW dan 2 MW serta 1 reaktor serbaguna dengan
daya menengah 30 MW, dengan aman. Ketiga reaktor ini digunakan untuk memanfaatkan
neutron yang dihasilkan guna memenuhi berbagai kebutuhan seperti: produksi isotop,
penelitian ilmu bahan, penelitian lingkungan melalui analisis aktivasi neutron, pendidikan,
pewarnaan batu berharga (gemstone) dan lain-lain. Pengalaman tersebut merupakan salah
satu modal dasar yang diperlukan dalam pengoperasian RDE. BATAN telah menyiapkan
jadwal induk pembangunan RDE seperti ditunjukan pada Gambar 1. Aspek perizinan yang
dikeluarkan BAPETEN menjadi perhatian di dalam makalah ini karena menyangkut
keselamatan nuklir. Dalam peta jalan tersebut terlihat bahwa diperlukan12 bulan untuk izin
tapak, 24 bulan untuk izin konstruksi, 12 bulan untuk izin komisioning, dan 24 bulan untuk
izin operasi serta 12 bulan untuk izin komisioning. Permasalahan yang harus dihadapi
adalah bagaimana strategi yang harus dilakukan agar waktu yang direncanakan dapat tepat
waktu, sesuai peraturan perizinan BAPETEN.
Gambar 1. Jadwal Induk Pembangunan RDE[2]
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014
Pontianak, 19 Juni 2014
243
ISSN: 2355-7524
Sesuai dengan PP No 2/2014 mengenai Perizinan Instalasi Nuklir dan Pemanfaatan
Bahan Nuklir, reaktor daya eksperimental termasuk kategori reaktor daya non komersial.
Pemilik dan pemegang izin adalah badan pelaksana, dalam hal ini adalah BATAN.
Pembangunan reaktor nuklir memerlukan izin yang mencakup persyaratan yang harus
dipenuhi untuk setiap tahap pelaksanaan[3]. BATAN sebagai badan pelaksana untuk
pembangunan, pemilik dan pemegang izin reaktor riset (reaktor non daya non komersil)
dan RDE wajib mengetahui persyaratan yang diperlukan guna perizinan sehingga dapat
menyiapkan strategi yang tepat agar perencanaan pembangunan dan pengoperasian RDE
dapat terlaksana sesuai jadwal. Sebagai pemegang izin reaktor riset berdaya rendah seperti
TRIGA Kartini, TRIGA 2000, maupun reaktor riset dengan daya tinggi seperti RSG-GA
Siwabessy di Serpong, BATAN telah memiliki pengalaman dalam pengajuan izin sejak
tahap izin tapak, komisioning dan pengoperasian reaktor. Meskipun demikian perlu diakui
ketika pengajuan izin-izin tersebut Badan Pengawas Tenaga Atom (BPTA) masih menjadi
satu di dalam struktur organisasi BATAN. Akan tetapi berdasarkan Undang-undang No.
10/1997 tentang ketenaganukliran pada saat ini badan pelaksana (BATAN) dan badan
pengawas (BAPETEN) terpisah, sehingga terdapat independensi antara keduanya[4]. Sebagai
insentif pemerintah, BATAN telah melakukan penyiapan infrastruktur yang diperlukan
untuk rencana pembangunan PLTN seperti penyiapan tapak, penyiapan persyaratan
pengguna (user requirement document PWR) dll.
Dimasukkannya RDE sebagai kategori reaktor daya, meskipun dengan daya rendah
dibandingkan dengan RSG-GAS, mengharuskan perizinan mengikuti peraturan yang sesuai
dengan kategori tersebut. Untuk memahami persyaratan perizinan yang diperlukan guna
memperoleh izin pada setiap tahapan, dalam makalah ini dipaparkan hirarki peraturan dan
standar IAEA, BAPETEN, dan kajian terhadap peraturan BAPETEN selaku badan regulasi
tenaga nuklir di Indonesia, serta langkah-langkah yang harus disiapkan agar jadwal dapat
terpenuhi. Kajian ini diharapkan dapat membantu penyiapan dokumen persyaratan dan
strategi yang perlu dilakukan agar perizinan dapat diperoleh tepat waktu.
2. TEORI DAN POKOK BAHASAN
2.1. Reaktor Daya Eksperimental
Pembangunan dan pengoperasian reaktor daya eksperimental merupakan bagian dari
kegiatan penelitian di Indonesia. RDE berdaya kecil yaitu 10 MWe, hingga saat ini salah satu
tipe reaktor yang dipilih adalah reaktor berpendingin gas. Dengan adanya reaktor ini maka
SDM Indonesia akan dapat memiliki pengalaman dalam menguasai teknologi PLTN jenis
pendingin gas dan melaksanakan proyek pembangunan PLTN yang memerlukan persiapan
yang matang dan kompleks karena menyangkut keselamatan. Salah satu desain reaktor
yang akan digunakan dalam dokumen persyaratan (URD) adalah high temperature gas cooled
reactor dengan tujuan selain untuk pembangkitan listrik, juga akan menjadi reaktor
eksperimen aplikasi panas proses dalam kerangka konsep kogenerasi, dan riset untuk
pengembangan bahan bakar HTGR. Pemilihan reaktor jenis ini antara lain karena[5,6]:
- Memiliki bahan bakar dengan kemampuan mengungkung hasil fisi radioaktif di
dalam lapisan pengungkung bahan bakar (coated fuel particles) untuk rentang operasi
daya nominal dan kondisi kecelakaan dengan fraksi kegagalan yang sangat rendah.
- Menggunakan pendingin fasa tunggal yang bersifat inert (gas helium)
- Memiliki kerapatan daya yang rendah didalam teras
- Memiliki kapasitas panas yang besar
Kajian Strategi Penyiapan Infrastruktur...
Endiah Puji Hastuti
244
ISSN: 2355-7524
- Memiliki konduktivitas termal yang tinggi
- Memiliki margin termal yang besar
- Memiliki koefisien temperatur moderator bahan bakar negatif yang cukup untuk
memadamkan reaktor untuk setiap kejadian penyisipan reaktivitas yang tidak
diinginkan (baik saat startup maupun operasi daya).
- Memiliki sistem pemindahan panas peluruhan pasif (passive decay heat removal) yang
berbasis konveksi alamiah.
2.2. Peraturan IAEA
International Atomic Energy Agency mempunyai hirarki standar keselamatan nuklir
yang harus dipatuhi oleh negara anggota. Hirarki standar keselamatan tersebut dapat
digambarkan pada diagram berikut ini:
Gambar 2. Diagram Hierarki Standar Keselamatan IAEA[7]
Di puncak piramida adalah landasan keselamatan (SF=Safety Fundamentals), yang
mempresentasikan tujuan, konsep dan prinsip keselamatan. SF digunakan sebagai landasan
untuk pengembangan konvensi keselamatan nuklir dan konvensi pada keselamatan limbah
radioaktif dan bahan bakar bekas. Landasan keselamatan diikuti dengan persyaratan
keselamatan (Safety Requirements) yang harus dipenuhi untuk menjamin keselamatan. Ini
merupakan landasan bagi hukum dan peraturan nasional. Setiap persyaratan keselamatan
dilengkapi oleh sejumlah Panduan Keselamatan yang menyajikan tindakan yang
direkomendasikan untuk memenuhi Persyaratan Keselamatan. Panduan keselamatan ini
setara dengan panduan regulasi nasional. Pada prinsipnya persyaratan keselamatan dan
panduan mencerminkan best practices dari negara-negara anggota. Standar Keselamatan
perlu dilengkapi dengan infrastruktur nasional dan standar industri. IAEA juga
mengembangkan publikasi keselamatan terkait lainnya, dalam mendukung standar-standar
yang ada.
2.3. Peraturan BAPETEN Terkait Pengawasan Energi Nuklir
BAPETEN selaku badan pengawas yang harus dipatuhi oleh pemegang izin, telah
mengajukan ke pemerintah dan mengeluarkan berbagai peraturan, perundang-undangan
dan pedoman terkait pemanfaatan bahan radioaktif, termasuk tenaga nuklir. Hirarki
peraturan dan pedoman BAPETEN terkait dengan pembangunan pengoperasian dan
dekomisioning PLTN adalah sebagai berikut [8]:
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014
Pontianak, 19 Juni 2014
245
ISSN: 2355-7524
Gambar 3. Hirarki Peraturan dan Pedoman BAPETEN
Di puncak piramida adalah undang-undang No. 10/1997 yang merupakan hirarki
tertinggi di bidang ketenaga nukliran di Indonesia. Undang-undang tersebut disahkan
terutama untuk pemanfaatan tenaga nuklir, pembangunan, pengoperasian dan
dekomisioning reaktor, termasuk PLTN di seluruh wilayah Indonesia. Undang-Undang ini
dengan jelas menunjukkan adanya independensi antara badan pengawas (BAPETEN) dan
badan pelaksana (BATAN). Peraturan yang lebih teknis diturunkan dari undang-undang
tersebut dalam bentuk peraturan pemerintah (PP), contoh PP yang terkait dengan ketenaga
nukliran ditunjukkan pada pustaka[9-13]. Dari undang-undang dapat dibuat peraturan
presiden (Perpres), dimana level hirarkinya sedikit lebih rendah daripada PP. Perpres
mengatur hal yang sangat spesifik tetapi memerlukan kekuatan hukum yang lebih tinggi,
sebagai contoh adalah Perpres No. 74/2012 tentang Pertanggung-jawaban kerugian nuklir[14].
Peraturan kepala (Perka) Bapeten merupakan peraturan yang dibuat di bawah PP, Perka
seperti ditunjukkan pada pustaka[15-19]. Perka BAPETEN bersifat mengikat atau wajib diikuti,
selain itu terdapat berbagai pedoman yang bersifat tidak wajib, merupakan arahan yang
dapat diikuti dalam rangka memenuhi ketentuan di dalam Perka maupun peraturan yang
lebih tinggi.
3. METODOLOGI
Peraturan yang dikaji dalam metodologi ini antara lain adalah PP 2/2014 tentang
Perizinan Reaktor Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir; Perka BAPETEN 3/2014 tentang
tentang Penyusunan Dokumen Mengenai Analisis Dampak Lingkungan Bidang
Ketenaganukliran; Perka BAPETEN 3/2011 tentang Keselamatan Desain Reaktor Daya serta
peraturan terkait lainnya. Variabel peraturan yang dikaji adalah persyaratan yang harus
dipenuhi, waktu pemeriksaan dokumen, waktu pemeriksaan teknis dan waktu perbaikan
dokumen. Metodologi yang dilakukan dalam kajian ini antara lain adalah melakukan kajian
terhadap:
- Peraturan perundang-undangan terkait tahapan perizinan instalasi nuklir.
- Alur dan tenggat waktu perizinan.
- Strategi yang perlu dilakukan oleh pemegang izin agar tepat waktu dan
- Best practice dari negara yang membangun reaktor serupa.
Cara analisis dilakukan dengan membuat kajian terhadap persyaratan dan alur perizinan.
Kajian Strategi Penyiapan Infrastruktur...
Endiah Puji Hastuti
246
ISSN: 2355-7524
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Peraturan Perundang-Undangan Terkait Tahapan Perizinan Instalasi Nuklir
Sesuai PP No. 2/2014, dalam pelaksanaan pembangunan dan pengoperasian reaktor
nuklir terdapat tahapan yang harus dilalui, yaitu: Tahap evaluasi tapak, Tahap konstruksi,
Tahap komisioning dan Tahap operasi.
Setiap tahapan ini memerlukan izin sesuai tahapannya. Pada umumnya
pembangunan dan pengoperasian harus mengikuti proses perizinan multi step (multi-step
licensing) dan mengajukan izin untuk setiap tahap pembangunan. Kecuali untuk desain
reaktor yang telah memiliki sertifikat desain dari badan pengawas dari negara vendor,
dimungkinkan untuk mengikuti proses perizinan tiga tahap (combined licensing), pada PP
No. 43/ 2006 hal ini dimungkinkan untuk mendapatkan izin tapak, izin gabungan
(konstruksi, komisioning dan operasi) dan izin dekomisioning[8]. Sedangkan pada PP No. 2/
2014 secara eksplisit tidak terlihat, akan tetapi pada aturan tambahan (masa peralihan)
masih berlaku sepanjang tidak bertentangan. Secara garis besar izin Pembangunan dan
Pengoperasian Reaktor Nuklir serta Dekomisioning memerlukan pemenuhan terhadap
a. persyaratan administratif; b. persyaratan teknis; dan c. persyaratan finansial.
Persyaratan yang diminta untuk penilaian perizinan sesuai dengan tahapannya.
Dalam tahap evaluasi tapak antara lain diperlukan dokumen mengenai laporan Evaluasi
tapak, laporan AMDAL (Analisis mengenai dampak lingkungan), Daftar informasi desain,
dan Laporan Pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan Evaluasi tapak. Evaluasi tapak
diperlukan untuk memeroleh karakteristika tapak atas kemungkinan terjadinya kejadian
alam seperti angin, banjir, badai, longsor, gempa bumi, dll. Gempa bumi dianggap paling
berbahaya karena goncangannya tidak hanya berpengaruh pada gedung/pengungkung saja,
melainkan juga pada semua sistem dan komponen reaktor sehingga dapat menggagalkan
fungsinya. Apabila reaktor daya eksperimental akan dibangun di dalam kawasan
PUSPIPTEK maka analisis tapak dapat menggunakan pendekatan studi kawasan[20], dimana
data yang dimiliki RSG-GAS masih relevan, karena masih dalam satu kawasan yang telah
teruji dan selalu diperbaharui secara periodik seperti ditunjukkan dalam LAK RSG-GAS,
kecuali data perkembangan demografi penduduknya untuk perencanaan kedaruratan
nuklir. Izin tapak hanya berlaku selama 4 tahun, apabila tidak dilakukan
pembangunan/konstruksi maka izin harus diperbaharui.
Dokumen yang harus disiapkan pada tahap konstruksi antara lain adalah Laporan
Analisis Keselamatan Pendahuluan (LAK-P), Desain Rinci Reaktor, Program dan Jadwal
Konstruksi, dan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi. LAK pendahuluan merupakan
dokumen teknis yang berisi desain keselamatan secara rinci, dokumen ini harus dibuat oleh
vendor dan dievaluasi oleh kedua belah pihak, Pemilik dan BAPETEN. Ini merupakan
pekerjaan yang tidak mudah karena penilaian dokumen akan bergantung pada tingkat
kemampuan analisis. Oleh karena itu di dalam penyusunan URD yang merupakan dasar
penyusunan dokumen lelang, harus dengan tegas diuraikan permintaan back-up
penyusunan LAK oleh pihak vendor.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014
Pontianak, 19 Juni 2014
247
ISSN: 2355-7524
Tabel 1. Jenis Perizinan dan Persyaratan Dokumen
No Jenis
Perizinan Dokumen Persyaratan Teknis
Persyaratan Tahap
Perizinan
1. Izin Tapak a. laporan pelaksanaan Evaluasi Tapak;
b. laporan pelaksanaan sistem manajemen
Evaluasi Tapak;
c. DID; dan
d. dokumen yang memuat data utama Reaktor
Nuklir.
Kegiatan Evaluasi Tapak
harus dilakukan oleh
Pemohon sebelum
mengajukan permohonan
izin Tapak.
2. Izin
Konstruksi
a. laporan analisis keselamatan;
b. dokumen batasan dan kondisi operasi;
c. dokumen sistem manajemen;
d. DID;
e. program proteksi dan keselamatan radiasi;
f. dokumen sistem Safeguards;
g. dokumen rencana proteksi fisik;
h. program manajemen penuaan;
i. program Dekomisioning;
j. program kesiapsiagaan nuklir;
k. program Konstruksi; dan
l. izin lingkungan dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Pemegang Izin Tapak harus
memperoleh persetujuan
desain dari Kepala
BAPETEN sebelum
mengajukan permohonan
izin Konstruksi.
3. Izin
Komisioning
a. laporan analisis keselamatan;
b. dokumen batasan dan kondisi operasi;
c. program Komisioning;
d. program perawatan;
e. program proteksi dan keselamatan radiasi;
f. dokumen sistem Safeguards;
g. dokumen rencana proteksi fisik;
h. dokumen sistem manajemen;
i. program manajemen penuaan;
j. program Dekomisioning;
k. program kesiapsiagaan nuklir;
l. laporan pelaksanaan izin lingkungan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup;
m. laporan hasil kegiatan Konstruksi; dan gambar
teknis Reaktor Nuklir terbangun.
Pemegang Izin Konstruksi
dapat mengajukan
permohonan izin
Komisioning kepada Kepala
BAPETEN:
a. Pada saat memulai
pelaksanaan uji fungsi
struktur, sistem, dan
komponen Reaktor
Nuklir tanpa Bahan
Nuklir;
b. Setelah memiliki izin
pemanfaatan Bahan
Nuklir; dan
c. Setelah memiliki surat
izin bekerja bagi
petugas Instalasi Nuklir
dan Bahan Nuklir.
4. Izin Operasi a. laporan analisis keselamatan;
b. dokumen batasan dan kondisi operasi;
c. program proteksi dan keselamatan radiasi;
d. program perawatan;
e. dokumen sistem Safeguards;
f. dokumen rencana proteksi fisik;
g. dokumen sistem manajemen;
h. program Dekomisioning;
i. program kesiapsiagaan nuklir; dan
j. laporan pelaksanaan izin lingkungan sesuai
ketentuan peraturan perundang- undangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Pemegang Izin Komisioning
dapat mengajukan
permohonan izin operasi
kepada Kepala BAPETEN
pada saat pelaksanaan
Komisioning.
Kajian Strategi Penyiapan Infrastruktur...
Endiah Puji Hastuti
248
ISSN: 2355-7524
Tahap komisioning memerlukan dokumen-dokumen utama antara lain: Program dan
jadwal komisioning, Gambar sesuai terbangun (as built drawing), Program Kesiapsiagaan
Nuklir, Sistem Keamanan Nuklir, Sistem Manajemen Keselamatan Komisioning dan Bukti
Finansial untuk Pertanggung-jawaban Kerugian Nuklir, BATAN selaku badan pelaksana
milik pemerintah tidak perlu menyampaikan dokumen bukti finansial ini[3].
Dokumen yang diperlukan pada perizinan tahap pengoperasian reaktor adalah LAK
akhir, Rencana Pemantauan dan Pengelolaan Lingkungan dan Sistem manajemen
Keselamatan Operasi. Dokumen teknis ini telah lengkap berisi persyaratan analisis
keselamatan termasuk Batas Kondisi Operasi yang merupakan nilai batas pengoperasian
reaktor. Apabila desain reaktor dan izin operasi telah diperoleh dari badan regulasi negara
vendor, maka akan dapat mengakselerasi perizinan. Persyaratan yang diperlukan untuk
setiap tahap perizinan dapat dilihat pada Tabel 1.
Permohonan izin ini dapat disederhanakan dengan menggabungkan beberapa tahap
yaitu tahap konstruksi, komisioning dan operasi menjadi satu perizinan. Izin dimintakan
secara sekaligus di depan sebelum masuk pada tahap konstruksi. Tujuannya adalah untuk
mempersingkat administrasi perizinan dan mengurangi biaya. Dokumen persyaratan yang
diperlukan merupakan gabungan dari dokumen ketiga tahapan di atas, ditambah dengan
sertifikat desain reaktor yang dikeluarkan oleh badan pengawas dari negara vendor.
Dengan demikian maka dokumen yang diperlukan adalah: Sertifikat desain dari badan
pengawas negara vendor, LAK, Program dan jadwal konstruksi, Sistem keamanan nuklir,
Sistem manajemen keselamatan konstruksi-operasi.
4.2. Alur Dan Tenggat Waktu Perizinan
Diagram alir permohonan izin ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar tersebut
menunjukkan alur permohonan izin, mulai dari permohonan evaluasi tapak hingga izin
komisioning. Pada setiap tahapan perizinan, tampak dalam alur tersebut pemohon harus
melengkapi dokumen pengajuan izin dan dilakukan pemeriksaan kelengkapannya oleh
BAPETEN dengan tenggat waktu maksimum 30 hari. Apabila data lengkap maka pemohon
izin akan diberikan surat mengenai kelengkapan data dan dapat langsung dilakukan
penilaian teknis, sebaliknya apabila data tidak lengkap maka pemohon izin akan dikirimi
surat mengenai hal tersebut dan harus diperbaiki secepatnya. Tenggat waktu BAPETEN
dalam melakukan penilaian teknis beragam untuk setiap perizinan, waktu penilaian teknis
bergantung pada kecepatan pemohon izin dalam melengkapi data.
Tahap penilaian teknis cukup memakan waktu, dan hal ini akan sangat bergantung
pada komunikasi antara BATAN dan BAPETEN, dimana pemohon izin harus dapat
menjelaskan detil teknis yang diminta. Waktu maksimum evaluasi tapak hingga izin tapak
2,5 tahun setelah data lengkap. Untuk izin tapak dapat diajukan dan dijelaskan oleh
BATAN. Pemilihan lokasi calon tapak RDE di kawasan PUSPIPTEK seharusnya akan
menghemat waktu dengan cukup signifikan, mengingat BATAN telah memiliki data tapak
RSG-GA Siwabessy di kawasan yang sama. Permohonan persetujuan desain memerlukan
waktu penilaian teknis maksimum 1 tahun setelah data lengkap. Pemohon izin memperbaiki
hasil penilaian teknis dan dapat dilakukan secara berulang dengan waktu maksimum 18
bulan. Selanjutnya dilakukan izin konstruksi yang harus dilakukan maksimum 4 tahun
setelah izin tapak disetujui, sesuai masa berlakunya.
Permohonan izin konstruksi meliputi waktu penyelesaian kelengkapan dokumen dan
penilaian teknis dengan waktu maksimum 2 tahun, perbaikan hasil penilaian teknis
maksimum 2 tahun, dan dapat berulang hingga 4 tahun sejak dokumen dinyatakan lengkap.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014
Pontianak, 19 Juni 2014
249
ISSN: 2355-7524
Izin konstruksi dikeluarkan apabila memenuhi penilaian persyaratan konstruksi. Waktu
yang diperlukan untuk penilaian teknis perubahan desain selama maksimum 6 bulan,
sedangkan perbaikan berulang dapat dilakukan oleh pemohon selama maksimum 1 tahun
sejak dokumen permohonan dinyatakan lengkap.
Gambar 4. Alur Perizinan[3]
Keterangan gambar:
------------- = kegiatan berulang
TL = dokumen tidak lengkap
L-SMKD = lengkap surat mengenai kelengkapan data
TMS = Tidak memenuhi syarat
* = Dapat dilakukan perubahan desain; izin pemanfaatan bahan nuklir; SIB
untuk PIN bahan nuklir.
** = Dapat dilakukan izin modifikasi
Kajian Strategi Penyiapan Infrastruktur...
Endiah Puji Hastuti
250
ISSN: 2355-7524
4.3. Strategi Tepat Waktu
Rekapitulasi prakira waktu yang diperlukan dari tahap evaluasi tapak hingga izin
komisioning dengan proses multi step licensing sangat tidak reasonable, seperti ditunjukkan
pada Tabel 2. Hasil penilaian teknis bergantung pada kecepatan BATAN dalam merevisi
dan kecepatan BAPETEN dalam menilai dokumen apakah akan menggunakan waktu
penilaian yang maksimum ataukah lebih cepat.
Apabila pengajuan izin dilakukan secara seri mengikuti proses perizinan multi step
licensing, maka dari proses evaluasi tapak hingga tahap komisioning dapat memakan waktu
yang cukup lama, dengan waktu maksimum 15 tahun. Hal ini tentu akan sangat
menghambat pembangunan RDE. Apabila tanpa perubahan desain dan modifikasi serta
tanpa perbaikan yang dapat dilakukan secara berulang diperkirakan memakan waktu 6,5
tahun. Apabila permohonan izin dilakukan serentak pada awal konstruksi, dengan asumsi
penilaian dilakukan secara paralel maka waktu yang diperkirakan secara keseluruhan lebih
moderate, ≤3,5 tahun, hal ini dengan asumsi penilaian dilakukan secara paralel, tidak ada
perubahan desain dan modifikasi, serta penilaian dan perbaikan dokumen oleh pemohon
berjalan dengan effisien maka perizinan akan lebih cepat. Best practise yang dapat dipelajari
dari China yang membangun reaktor HTGR 10 MW menunjukkan bahwa perlunya
review/dialog pertemuan, penjelasan teknis, general conference, yang intens antara pemohon
dan badan regulasi yang membahas: isu-isu penting, lembar kerja berisi executive summary,
laporan analisis tambahan bila diperlukan, serta adanya safety advisory commitee[20].
Tabel 2. Prakira Waktu Penilaian Dokumen Perizinan Multi Step[3]
Revisi
dokumen
Penilaian
teknis
BAPETEN
Revisi
Teknis Pemohon No Tahap perizinan Kelengkapa
n dokumen
Min. Max. Min. Max. Max. Max. ulang
1. Evaluasi tapak ≤30 hari - - - ≤6 bl ≤6 bl ≤1 th
2. Izin tapak ≤30 hari - - - ≤2 th ≤3 th ≤5 th
3. Izin Desain ≤30 hari - - - ≤12 bl ≤6 bl ≤1,5 th
4. Izin konstruksi ≤30 hari - - - ≤2 th ≤2 th ≤4 th
5. Izin komisioning ≤30 hari - - - ≤12 bl ≤6 bl ≤1,5 th
Dari hasil kajian tersebut dapat dinyatakan bahwa:
1. Untuk mempersingkat waktu penilaian teknis sebaiknya diajukan proses tiga tahap
combined lisencing, karena pada kenyataannya materi persyaratan perizinan ketiga
tahap ini memang berbeda kompetensi, sehingga penilaian dapat dilakukan secara
paralel.
2. Pada proses kelengkapan dokumen hendaknya dilakukan dengan memperhatikan
persyaratan dokumen sesuai tahapan, data yang tidak lengkap akan menyebabkan
penambahan waktu untuk merevisi.
3. Jenis reaktor yang dipilih juga berpengaruh pada proses penilaian, reaktor yang
telah proven atau memiliki izin operasi dari negara vendor akan menyingkat waktu
perizinan. Selain itu tidak adanya modifikasi karena desain reaktor telah establish
sehingga tidak perlu ada penambahan waktu penilaian teknis.
4. Belajar dari pengalaman China, perlu adanya review/dialog pertemuan, penjelasan
teknis, general conference, yang intens antara BATAN dan BAPETEN yang
membahas isu-isu penting, lembar kerja berisi executive summary, laporan analisis
tambahan bila diperlukan, serta adanya safety advisory commitee.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Energi Nuklir 2014
Pontianak, 19 Juni 2014
251
ISSN: 2355-7524
5. KESIMPULAN
Dari hasil kajian strategi penyiapan infrastruktur perizinan reaktor daya
eksperimental di Indonesia, yang juga merupaka reaktor daya pertama penghasil listrik,
perlu dilakukan berbagai terobosan agar izin dari tahap evaluasi tapak hingga komisioning
tepat waktu. Strategi yang harus dilakukan antara lain adalah pemilihan jenis reaktor yang
telah memiliki izin operasi dari negara vendor, tidak ada perubahan desain dan modifikasi,
pengajuan izin melalui proses izin gabungan, penyiapan kelengkapan dokumen yang teliti,
dan proses revisi yang cepat. Serta adanya review/ pertemuan, penjelasan teknis, general
conference, yang intens antara BATAN dan BAPETEN yang membahas isu-isu penting,
lembar kerja berisi executive summary, laporan analisis tambahan bila diperlukan, serta
adanya safety advisory commitee.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. _______, Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
[2]. BATAN, “Cetak Biru Pembangunan Reaktor Daya Eksperimen (RDE) 2014 – 2020”,
No. CB-RDE BATAN,Rev. 0., 8 Maret 2014.
[3]. _______, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 2/2014 tentang Perizinan
Reaktor Nuklir dan Pemanfaatan Bahan Nuklir.
[4]. _______, Undang-undang No. 10/1997 tentang Ketenaganukliran.
[5]. BATAN, “URD 10 MW Electric Experimental Nuclear Power Plant”, 2014.
[6]. _______, PTRKN-BATAN-2010, Dokumen Pertimbangan Pengguna, SEN Kogenerasi
[7]. SYED ARIF AHMAD, “ Applications of Nuclear Science & Technology in Pakistan”,
SASSI , Conference 12-13 July 2012, Islamabad. http://www.sassi.org/. Diakses tanggal
10 April 2014.
[8]. KHOIRUL HUDA, Sistem Pengawasan PLTN di Indonesia, BAPETEN, Jakarta,2010.
[9]. _______, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 63/2000 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion.
[10]. _______, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26/2002 tentang Keselamatan
Pengangkutan zat Radioaktif.
[11]. _______, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27/2002 tentang Pengelolaan
Limbah Radioaktif
[12]. _______, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 134/2000 tentang Biaya Izin
Pemanfaatan Tenaga Nuklir
[13]. _______, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 54/2012 tentang Keselamatan
dan Keamanan Instalasi Nuklir
[14]. _______, Perpres No. 74/2012 tentang Pertanggung-jawaban Kerugian Nuklir
[15]. _______, Perka BAPETEN No. 3/2011 tentang Keselamatan Desain Reaktor Daya
[16]. _______, Perka BAPETEN No. 4/2011 tentang Proteksi dan Keselamatan Radiasi
Dalam Pemanfaatan Tenaga Nuklir
[17]. _______, Perka BAPETEN No. 6/2011 tentang Izin Bekerja Petugas Instalasi dan Bahan
Nuklir
[18]. _______, Perka BAPETEN No. 7/2011 tentang Nilai Batas Radioaktivitas Lingkungan
[19]. _______, Perka BAPETEN No. 3/2014 tentang Penyusunan Dokumen Mengenai
Analisis Dampak Lingkungan Bidang Ketenaganukliran.
[20]. FU LI, "HTGR Safety and Licensing Approaches", Tsinghua University, disampaikan
pada IAEA Meeting, BATAN-Serpong, 2-6 September 2013.
Kajian Strategi Penyiapan Infrastruktur...
Endiah Puji Hastuti
252
ISSN: 2355-7524
DISKUSI/TANYA JAWAB:
1. PERTANYAAN: June Mellawati (PKSEN-BATAN)
Izin tapak 1 tahun, bagaimana bila mundur karena BAPETEN mundur. Tentunya
akan mempengaruhi perizinan yang berikutnya. Apakah semua jadi mundur juga?
Bila Negara vendor belum memberikan “Proven”. Apakah mungkin di ambil
langkah-langkah 3 perizinan (tapak, konstruksi dan komisioning).
Bagaimana kiat-kiat supaya dalam 3,5 tahun “on time”?.
JAWABAN: Endiah PH (PTKRN-BATAN)
Apabila salah satu izin mengalami kemunduran akan berpotensi mempengaruhi perizinan
berikutnya.
Kemungkinan tersebut bedasarkan perka BAPETEN no. 2/ 2014 tentang perizinan reactor
daya tidak dapat dilakukan.
Kiat-kiat seperti pada makalah.
2. PERTANYAAN: Hadi Suntoko (PKSEN-BATAN)
Izin tapak yang direncanakan RDE dengan kapasitas 10 MWt dan bila terjadi
perubahan dalam hal desain dan kapasitas. Apakah izin juga tetap.
Izin konstruksi harus memenuhi SER dan SER harus dilengkapi SDR. Apakah SDR
Serpong sudah lengkap?
JAWABAN: Endiah PH (PTKRN-BATAN)
Prosedur izin sesuai peraturan BAPETEN adalah sama tidak tergantung pada daya yang
ditampilkan, prosedur tetap.
SDR Serpong menggunakan peralatan studi kawasan, sudah ada, akan tetapi perlu di up-
date terutama untuk demografi lingkungan dan perlu dilengkapi dengan data pengeboran
calon tapak reactor.
3. PERTANYAAN: Basuki Wibowo (PKSEN-BATAN)
Apa kelebihan compound lisensi dari pada parsial lisensi?
JAWABAN: Endiah PH (PTKRN-BATAN)
Combined licensing pada izin konstruksi, izin komisioning dan izin operasi diajukan secara
bersama sehingga menghemat waktu. Dapat dilakukan dengan persyarat tertentu seperti
desain reactor yang telah mendapat izin operasi dari Negara vendor dan tidak ada modifikasi
desain.
Top Related