i
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SULAWESI UTARA
FEBRUARI 2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Soekowardojo : Kepala Perwakilan / Direktur
Buwono Budisantoso : Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi / Deputi Direktur
A.Yusnang : Kepala Divisi SP, PUR, Layanan dan Administrasi / Deputi Direktur
Gunawan : Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan / Asisten Direktur
Lukman Hakim : Kepala Tim PUR dan Operasional SP / Asisten Direktur
Zulham Effendi : Analis Ekonomi / Manajer
Rivo Mandey : Analis Ekonomi / Asisten Manajer
Iona Rombot : Analis / Asisten Manajer
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
Jl. 17 Agustus No. 56
Manado 95117
T: 0431 868102 / 868103
F: 0431 866933
Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat:
http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/Sulawesi Utara/
atau
Silahkan mengirimkan email ke:
[email protected] dengan subyek “Publikasi KEKR Sulawesi Utara”
serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan
ii
Visi, Misi & Nilai Strategis Bank Indonesia
VISI
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai
strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil
MISI
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu
bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber
pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian
nasional.
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap
perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan
aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi
nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang
berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
NILAI-NILAI STRATEGIS
Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork
Visi & Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Sulawesi Utara
VISI
Menjadi Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang kontributif terhadap perekonomian Sulawesi Utara
yang maju dan penting bagi Indonesia, dengan semangat kerja cerdas, ikhlas, dan tuntas.
MISI
1. Menjalankan fungsi Bank Indonesia di daerah terkait sistem pembayaran dan komunikasi
kebijakan.
2. Memberikan informasi mengenai perekonomian daerah dan respon kebijakan Bank
Indonesia.
3. Menjalankan fungsi advisory dengan baik.
iii
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi
Utara Periode Februari 2017 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders Bank
Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan secara periodik
setiap triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara
dalam memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi Sulawesi Utara
terkini serta prospeknya. Kami berharap informasi yang kami sajikan ini dapat menjadi salah satu
referensi atau acuan dalam proses diskusi atau proses pengambilan kebijakan berbagai pihak terkait.
Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari berbagai
pihak, yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat Statistik, pelaku
usaha, laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan sumber-sumber lain yang
tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak tersebut, kami mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang telah terjalin erat selama ini dapat
ditingkatkan di masa yang akan datang.
Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini ataupun
terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan kritikan
dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan datang.
Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat bagi
semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.
Manado, Februari 2017
KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI SULAWESI UTARA
ttd
Soekowardojo
Direktur
iv
Daftar Isi
VISI DAN MISI BANK INDONESIA ii KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv DAFTAR GRAFIK v
DAFTAR TABEL vii INDIKATOR EKONOMI PROVINSI SULAWESI UTARA viii
RINGKASAN EKSEKUTIF 1 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 5
PDRB – Jenis Penggunaan 5 Konsumsi 5
Investasi (PMTB) 7 Ekspor-Impor 8
PDRB – Kinerja Lapangan Usaha 11 Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan 12
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor 12 Konstruksi 13
Transportasi 14 Industri Pengolahan 14
Lapangan Usaha Lainnya 16 Box I. Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara Di Atas Output Potensial 17
BAB II - KEUANGAN PEMERINTAH 18 Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara 18
Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara 19 Alokasi Belanja APBN Di Sulawesi Utara 20
BAB III - PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 21 Evaluasi Realisasi Inflasi Triwulan IV 2016 21
Arah Perkembangan Inflasi Triwulan I 2017 25 Program Pengendalian Dan Tantangan Yang Dihadapi 28
BAB IV - STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 30 Gambaran Umum Perbankan 30 Akses Keuangan Dan UMKM 31
Ketahanan Korporasi 34 Ketahanan Rumah Tangga 36
Box II. Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Sulawesi Utara 40 BAB V - PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 41
Penyelenggaraan Layanan Sistem Pembayaran Nontunai 41 Pengelolaan Uang Tunai 42
BAB VI - KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 45 Ketenagakerjaan 45
Kesejahteraan 46 BAB VII - PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 49
Pertumbuhan Ekonomi 49 Inflasi 50
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN 51
v
Daftar Grafik
Grafik 1.1. Konsumsi Rumah Tangga, Indeks Keyakinan Konsumen, dan Kredit Konsumsi Grafik 1.2. Tabungan dan Kinerja Kategori Industri Pengolahan Grafik 1.3. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Grafik 1.4. Kredit Investasi dan Likert Scale Investasi dalam Liaison Grafik 1.5. Nilai Ekspor Grafik 1.6. Volume Ekspor Grafik 1.7. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Grafik 1.8. Nilai Ekspor Grafik 1.9. Harga Komoditas CNO Grafik 1.14. Nilai Impor Grafik 1.15. Produksi Beras Grafik 1.16. Indeks Pembelian Barang Tahan Lama dan Kredit Konsumsi Grafik 1.17. Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Bitung Grafik 1.18. Arus Penumpang di Bandara Sam Ratulangi Grafik 1.19. Produksi Industri Pengolahan Kelapa Grafik 1.20. Kunjungan Wisman Grafik 3.1. Inflasi Bulanan Grafik 3.2. Inflasi dan Andil Oktober 2016 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.3. Inflasi dan Andil November 2016 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Desember 2016 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.5. Inflasi dan Andil Triwulan IV 2016 (qtq) Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.6. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi Grafik 3.7. Inflasi Tahunan Core Traded dan Non Traded Grafik 3.8. Inflasi Tahunan Core traded dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Grafik 3.9. Ekspetasi Harga oleh Konsumen Grafik 3.10. Ekspetasi Harga oleh Pedagang Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.2. Perkembangan Indikator Utama Perbankan Grafik 4.3. Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.4. Pangsa UMKM Grafik 4.5. Pangsa UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara Grafik 4.6. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.7. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.8. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara Grafik 4.9. Lickert Scale Kegiatan Usaha Grafik 4.10. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.11. Pertumbuhan Kredit Korporasi Grafik 4.12. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Lapangan Usaha Dominan Grafik 4.13. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Utara Grafik 4.14. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Ekonomi Saat Ini Grafik 4.15. Persepsi Rumah Tangga terhadap Ekonomi 6 Bulan YAD Grafik 4.16. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Utara Grafik 4.17. Komposisi DPK Sulawesi Utara Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Grafik 4.19. Komposisi Kredit Konsumsi Grafik 4.20. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Menurut Jenis Penggunaan Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring SKNBI
6 6 7 7 8 9 9 10 10 10 12 13 14 14 15 16 21 21 22 22 23 23 24 24 25 25 30 31 32 32 32 33 33 34 35 35 35 36 36 37 37 37 37 38 38 38 41
vi
Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun) Grafik 5.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (Lembar) Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Agustus (%) Grafik 6.2. Nilai Tukar Petani Grafik 7.1. Indeks Ekspektasi Konsumen 6 Bulan yang Akan Datang
43 44 45 48 49
vii
Daftar Tabel
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan Tabel 1.2. Pangsa Jenis Penggunaan Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha Tabel 1.4. Pangsa Lapangan Usaha Tabel 2.1. Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.2. Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara 2016 Tabel 2.3. Alokasi Belanja APBN di Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.4. Alokasi Anggaran Infrastruktur Strategis 2016 Tabel 3.1. Inflasi Januari 2017 Tabel 3.2. Inflasi Komoditas Utama Sulawesi Utara Januari 2017 Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (Ribu Jiwa) Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Tabel 6.5. TPT Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi (%) Tabel 6.6. Indikator Keadaaan Kesejahteraan
5 5 11 11 19 19 20 20 26 27 45 46 46 46 46 47
viii
Indikator Ekonomi dan Perbankan
Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
INDIKATORI. MAKRO NASIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL
A PDB Nasional (yoy) 4.71 4.67 4.73 5.04 4.79 4.92 5.18 5.02 4.94 5.02
B Inflasi Nasional (yoy) 6.38 7.26 6.83 3.35 3.35 4.45 3.45 3.07 3.02 3.02
II. MAKRO REGIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL
A 1. Laju Inflasi (ytd) % (0.40) 2.14 2.23 5.56 5.56 (1.02) (0.71) (0.93) 0.35 0.35 2. Laju Inflasi (yoy) % 7.99 8.73 9.34 5.56 5.56 4.91 3.67 2.28 0.35 0.35 3. Laju Inflasi (mtm) % 0.50 0.49 0.62 1.74 1.74 (0.03) 1.06 (0.68) (1.52) (1.52) 4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) % 0.59 1.21 2.37 5.93 5.93 (2.51) 3.62 (3.56) 1.69 1.69 4. Inflasi Makanan Jadi (mtm) % 0.07 0.07 0.67 0.79 0.79 0.11 0.47 0.09 0.46 0.46 5. Inflasi Perumahan (mtm) % 0.44 0.05 0.08 0.40 0.40 (0.18) 0.42 0.17 0.96 0.96 6. Inflasi Sandang (mtm) % (0.12) 0.36 0.07 0.38 0.38 0.14 0.32 0.03 0.52 0.52 7. Inflasi Kesehatan (mtm) % 0.27 0.17 0.13 0.30 0.30 - 0.41 0.26 0.21 0.21 8. Inflasi Pendidikan (mtm) % 0.31 0.27 - 0.35 0.35 0.05 0.03 0.05 0.14 0.14 9. Inflasi Transportasi (mtm) % 1.28 0.94 (0.28) 0.29 0.29 (1.50) (0.18) 0.57 1.91 1.91
B PDRB Penggunaan 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 6.49 6.17 - Konsumsi Rumah Tangga 6.26 6.06 6.72 6.69 6.44 6.82 6.93 5.84 5.52 6.27 - Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (11.86) (1.55) 5.65 9.75 0.25 5.57 5.45 5.60 2.67 4.76 - Konsumsi Pemerintah 7.19 7.80 10.96 13.00 9.94 8.94 11.37 (1.50) (6.55) 2.32 - Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.56 6.61 12.86 12.37 9.08 9.96 9.86 6.34 1.62 6.29 - Perubahan Persediaan (72.36) (77.23) (62.90) 22.94 (63.28) (136.10) (35.44) (34.43) (34.79) (55.37) - Ekspor Luar Negeri (3.15) (13.86) (9.52) (21.34) (11.70) (20.07) (12.86) (2.80) 53.37 0.14 - Impor Luar Negeri 1.64 (25.08) 3.54 16.45 (0.88) 16.01 126.75 18.79 (14.15) 28.53 - Net Ekspor Antardaerah (8.21) (9.23) 8.49 7.27 (1.38) (9.44) (16.26) (11.50) 12.41 (7.48)
C PDRB Sektoral 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 6.49 6.17
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.27 4.43 2.83 0.66 2.95 0.90 2.11 4.08 5.72 3.67
Pertambangan dan Penggalian 12.40 8.35 7.48 5.30 8.17 3.56 0.81 0.81 3.85 4.42
Industri Pengolahan 4.57 3.67 0.83 1.80 2.65 2.68 (1.23) 1.82 1.45 1.11
Pengadaan Listrik dan Gas 31.93 4.35 2.99 (5.05) 6.76 8.10 30.18 27.07 2.43 17.52
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 8.15 8.29 (0.87) (4.90) 2.42 0.17 1.44 6.31 4.47 3.07
Konstruksi 7.12 7.53 11.25 11.48 9.49 9.88 9.86 6.23 5.76 6.89
Perdagangan Besar dan Eceran 6.09 5.49 5.44 6.65 5.93 6.53 7.91 7.23 4.76 6.05
Transportasi dan Pergudangan 8.78 7.99 7.06 5.47 7.25 7.83 8.47 9.94 10.14 9.24
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.62 7.50 9.10 11.35 8.52 11.56 8.49 17.80 13.69 12.69
Informasi dan Komunikasi 8.20 9.23 8.75 9.52 8.95 8.24 8.94 9.86 9.03 9.20
Jasa Keuangan dan Asuransi 6.79 2.58 10.26 (3.32) 3.91 12.41 21.09 14.82 28.36 19.16
Real Estate 7.56 7.14 7.21 7.76 7.42 7.00 6.90 7.31 7.03 7.08
Jasa Perusahaan 8.14 8.26 8.40 6.29 7.73 6.36 6.36 6.86 9.16 6.87
Adm.i Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 8.37 9.24 8.74 9.47 8.99 8.07 8.76 1.47 2.03 4.72
Jasa Pendidikan 2.62 5.81 9.69 9.98 7.08 7.98 7.48 1.34 7.87 6.21
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.46 9.35 9.16 8.36 7.88 7.10 6.82 9.89 8.80 8.02
Jasa lainnya 6.17 7.42 8.77 7.75 7.56 7.34 7.87 9.94 9.23 8.64
II. MONETER TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL
Policy Rate (%)* 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 6.75 6.50 4.75 4.75 4.75
Kurs (Rp/USD - posisi akhir) 13,084 13,313 13,854 13,726 13,494 13,527 13,317 12,998 13,436 13,320
III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL
1. Ekspor (ribu USD) 2,748,852 2,921,078 2,427,757 2,140,307 10,237,993 2,460,036 2,852,328 2,231,129 2,663,362 10,206,855
2. Impor (ribu USD) 18,790 12,040 12,080 29,210 72,120 37,270 52,870 23,900 47,930 161,970
IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL
A. Jumlah Bank 46 46 46 46 46 46 46 47 48 48
1. Bank Umum 24 24 24 24 24 28 28 29 29 29
1.1. Bank Pemerintah 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6
1.2. Bank Swasta (non Syariah) 18 18 18 18 18 18 18 19 20 20
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18
3. Bank Syariah 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit) 347 350 345 342 342 340 340 341 349 349
1. Bank Umum 292 295 290 289 289 285 285 286 294 294
1.1. Konvensional 276 279 275 275 275 272 273 274 282 282
1.2. Syariah 16 16 15 14 14 13 12 12 12 12
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55
2.1. Konvensional 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55
2.2. Syariah - - - - - - - - - -
C. Total Asset (Rp miliar) 35,839 37,037 38,383 37,195 37,195 39,637 40,521 40,593 39,186 39,186
1. Bank Umum (non syariah) 34,381 35,566 36,932 35,721 35,721 38,135 39,033 39,085 37,652 37,652
2. BPR 973 977 983 1,004 1,004 1,069 1,058 1,100 1,100 1,100
3. Bank Syariah 485 494 468 470 470 433 430 408 434 434
Keterangan :
* Menggunakan BI-7 day (Reverse) Repo Rate
** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
2015 2016
i
Indikator Ekonomi dan Perbankan
Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
INDIKATOR
IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL
D. Indikator Kinerja Bank Umum
1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar) 20,368 21,096 21,848 21,482 21,482 21,537 21,860 21,229 21,215 21,215
1.1. Giro 3,855 4,292 4,485 4,436 4,436 5,017 4,049 4,017 3,147 3,147
1.2. Deposito 7,752 8,022 8,242 6,485 6,485 7,071 7,352 7,011 6,879 6,879
1.3. Tabungan 8,762 8,782 9,121 10,562 10,562 9,448 10,458 10,201 11,189 11,189
2. Kredit (Rp miliar) 27,079 28,652 30,036 30,273 30,273 29,630 30,714 30,824 31,440 31,440
2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan - -
- Modal Kerja 7,309 7,538 7,546 7,564 7,564 7,704 8,156 8,111 8,090 8,090
- Investasi 3,022 3,743 4,542 4,265 4,265 4,143 4,380 4,342 4,383 4,383
- Konsumsi 16,067 16,209 17,248 17,739 17,739 17,782 18,178 18,371 18,967 18,967
2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi - - -
Pertanian, Kehutanan & Perikanan 480 506 510 545 545 539 569 561 609 609
Pertambangan & Penggalian 38 733 1,594 1,317 1,317 1,222 1,360 1,280 1,247 1,247
Industri Pengolahan 763 795 720 733 733 714 717 701 720 720
Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es 2 4 9 12 12 17 19 22 45 45
Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang 5 5 5 5 5 5 7 8 7 7
Konstruksi 724 839 900 807 807 751 975 1,086 954 954
Perdagangan Besar & Eceran 6,075 6,230 6,228 6,549 6,549 6,708 6,956 6,937 6,948 6,948
Transportasi & Pergudangan 303 329 279 350 350 346 342 345 444 444
Penyediaan Akomodasi & Makan Minum 417 457 473 430 430 448 544 560 579 579
Informasi & Komunikasi 4 6 5 4 4 4 4 1 1 1
Jasa Keuangan & Asuransi 78 85 74 57 57 53 42 38 34 34
Real Estate 340 342 345 355 355 356 340 330 319 319
Jasa Perusahaan 235 228 223 225 225 276 275 206 171 171
Adm.i Pemerintah, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3
Jasa Pendidikan 42 39 37 35 35 39 36 33 36 36
Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 35 37 35 39 39 37 36 35 35 35
Jasa Lainnya 579 643 463 420 420 330 311 306 317 317
Lain-lain 15,808 16,209 16,988 18,386 18,386 17,782 18,178 18,373 18,970 18,970
2.3. Kredit untuk Debitur UMKM 7,472 7,446 7,228 7,430 7,430 7,612 7,828 8,079 8,262 8,262
2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 128.12 131.00 132.73 135.73 135.73 137.57 140.50 145.20 148.20 148.20
2.5. Non Performing Loan (NPL)
- Nominal (Rp miliar) 894 988 996 984 984 1,072 1,142 1,186 1,070 1,070
- Rasio (%) 3.39 3.45 3.32 3.33 3.33 3.62 3.72 3.85 3.40 3.40
V. SISTEM PEMBAYARAN TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL
1. Kas (Rp miliar)
- Inflow 2,303 1,077 1,814 1,099 6,293 2,500 1,025 2,451 1,289 7,265
- Outflow 670 1,391 2,375 2,772 7,208 707 2,464 1,791 2,789 7,752
2. Kliring
- Volume Kliring (Lembar) 90,235 91,718 92,357 99,513 373,823 102,698 100,895 82,472 84,940 371,005
- Nominal Kliring (Rp Miliar) 2,668 2,345 2,447 2,817 10,277 2,973 2,609 2,242 2,321 10,145
- Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar) 1,477 1,558 1,490 1,659 1,546 1,679 1,576 1,375 1,348 1,495
- Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar) 44 40 39 47 43 49 41 37 37 41
- Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%) 2.10 2.37 2.65 2.86 2.49 3.15 2.47 2.74 2.81 2.79
- Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%) 1.87 2.59 2.91 3.48 2.71 3.08 2.87 2.52 4.25 3.18
Keterangan :
** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor
2015 2016
1
Ringkasan Eksekutif Kinerja perekonomian Provinsi Sulawesi Utara menunjukan tren peningkatan... Anggaran pendapatan dan belanja APBD Sulawesi Utara tahun
Perkembangan Ekonomi Makro Kinerja perekonomian Provinsi Sulawesi Utara menunjukan tren meningkat, tercermin dari peningkatan pertumbuhan PDRB Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 sebesar 6,49% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya (6,01%). Realisasi pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi sejak triwulan II 2014 dan melanjutkan tren peningkatan ekonomi yang berlangsung sejak awal tahun 2016. Peningkatan kinerja perekonomian Sulawesi Utara relatif sesuai dengan perkiraan Bank Indonesia sebagaimana proyeksi triwulan IV 2016 sebesar 6,43% (yoy)1. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara triwulan IV 2016 tersebut didorong oleh peningkatan ekspor di sisi penggunaan, sementara itu di sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi didorong oleh peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian, konstruksi, transportasi dan jasa keuangan. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 4,94% (yoy) pada triwulan IV 2016. Namun demikian, secara spasial di kawasan Sulawesi, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara masih relatif cukup rendah. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara hanya menempati urutan kelima dibandingkan dengan 6 (enam) provinsi di kawasan Sulawesi atau hanya lebih tinggi dari Sulawesi Tengah. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi tahun 2016 juga tumbuh meningkat, yaitu sebesar 6,17% (yoy) dibanding tahun sebelumnya (6,12%). Realisasi pertumbuhan tersebut menunjukkan sinyal positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yang mengalami tren penurunan sejak tahun 2013 hingga 2016. Adapun realisasi pertumbuhan tahun 2016 juga relatif sesuai dengan prakiraan Bank Indonesia yaitu sebesar 6,15% (yoy)2. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara tahun 2016 tersebut didorong oleh peningkatan ekspor di sisi penggunaan, sementara itu di sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi didorong oleh kinerja lapangan usaha pertanian, perdagangan, transportasi, penyediaan akomodasi makan minum, dan jasa keuangan. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 5,02% (yoy) pada tahun 2016. Namun demikian, secara spasial di kawasan Sulawesi, kinerja perekonomian Sulawesi Utara tahun 2016 relatif cukup rendah. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara hanya menempati urutan kelima dibandingkan dengan 6 (enam) provinsi di kawasan Sulawesi atau hanya lebih tinggi dari Sulawesi Barat. Memasuki triwulan I 2017, perkembangan berbagai indikator dan hasil liaison mengindikasikan perekonomian tumbuh melambat dibanding triwulan IV 2016. Pada periode tersebut, ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh 5,9%-6,3% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaan, melambatnya kinerja perekonomian pada triwulan pertama 2017 dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan komponen ekspor. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan akan disebabkan oleh kinerja kategori pertanian dan kategori-kategori yang merupakan cerminan sektor pariwisata.
Keuangan Pemerintah Anggaran pendapatan APBD Sulawesi Utara tahun 2016 meningkat dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut didorong oleh naiknya pendapatan transfer dari pemerintah pusat, sedangkan PAD Sulawesi Utara mengalami penurunan. Dampak
1 Publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara periode November 2016 2 Publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara periode November 2016
2
2016 meningkat dibanding tahun sebelumnya... Inflasi tahunan Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 rendah, terkendali dan berada di bawah batas kisaran sasaran inflasi Bank Indonesia...
menurunnya PAD tersebut menyebabkan rasio kemandirian pendapatan Sulawesi Utara semakin rendah. Di sisi lain, signal positif ditunjukkan oleh realisasi pendapatan yang meningkat dibanding tahun 2015 dan triwulan III 2016. Ketiga sumber pendapatan mengalami peningkatan sehingga mendorong realisasi pendapatan meningkat. Dari sisi belanja, anggaran belanja juga meningkat dibanding periode sebelumnya yang didorong oleh peningkatan anggaran belanja modal dan non-modal. Namun, berdasarkan porsinya, jumlah belanja modal masih relatif kecil dibanding belanja non-modal, sehingga masih terdapat ruang peningkatan bagi pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara. Dalam hal penyerapannya, anggaran belanja terealisasi cukup baik, namun masih di bawah level realisasi 90%. Berbeda halnya dengan realisasi alokasi APBN di Sulawesi Utara, realisasi alokasi APBN masih di bawah level 90%, namun dengan porsi belanja modal yang lebih besar dibanding belanja pegawai. Sementara belanja pegawai terealisasi dengan baik, namun belanja modal khususnya beberapa proyek infrastruktur prioritas belum terealisasi dengan optimal. Untuk meningkatkan realisasi penggunaan anggaran, pemerintah perlu menyiapkan upaya khusus. Hal tersebut cukup penting mengingat banyak proyek infrastruktur strategis yang akan dan sementara dibangun. Upaya yang perlu disiapkan yakni percepatan proses lelang proyek, monitoring realisasi fisik dan anggaran, dan memastikan penyampaian laporan realisasi anggaran tepat waktu, mengingat penyaluran DAK nantinya berdasarkan perkembangan realisasi anggaran. Hal-hal tersebut merupakan bentuk Sulawesi Utara turut ikut dalam semarak pembangunan negeri.
Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi tahunan Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 rendah, terkendali dan berada di bawah batas kisaran sasaran inflasi Bank Indonesia. Indeks Harga Konsumen (IHK) Sulawesi Utara yang diwakili Kota Manado mencatat inflasi sebesar 0,35% (yoy), lebih rendah dari triwulan III 2016 (2,28%) dan tahun 2015 (5,56%). Secara bulanan, angka IHK pada bulan Oktober tercatat inflasi yang rendah sebesar 0,01% (mtm), kemudian meningkat tajam pada bulan November sebesar 2,86%, dan pada bulan Desember mencatat deflasi sebesar 1,52%. Adapun realisasi inflasi 0,35% (yoy) tersebut berada di bawah batas sasaran inflasi Bank Indonesia tahun 2016 sebesar 4±1%. Memasuki awal triwulan I 2017, inflasi tercatat cukup tinggi dan mengalami peningkatan. Indeks Harga Konsumen (IHK) Sulawesi Utara pada bulan Januari 2017 mencatat inflasi sebesar 1,10% (mtm), lebih tinggi dari bulan Desember 2016 (-1,52%). Inflasi bulanan tersebut juga lebih tinggi dari inflasi historis Januari 5 tahun terakhir. Secara tahunan, inflasi bulan Januari 2017 tercatat sebesar 1,63% (yoy), lebih tinggi dari bulan Desember 2016 (0,35%). Melihat realisasi inflasi Januari dan perkiraan inflasi pada Februari dan Maret, Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada triwulan I 2017 sebesar 3,01% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi pada triwulan sebelumnya (0,35% yoy). Berbagai upaya dilakukan oleh TPID Sulawesi Utara untuk mencapai sasaran inflasi. Pada Oktober 2016, TPID Sulawesi Utara bersama dengan TPID Kab/Kota telah menyepakati Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara periode 2016-2019. Fokus pengendalian inflasi akhir tahun menjadi agenda utama TPID Provinsi maupun Kab/Kota pada November dan Desember 2016. Selanjutnya, rapat koordinasi TPID Se-Sulawesi Utara telah dilaksanakan pada Desember untuk membahas pengendalian harga dan ketersediaan bahan pokok strategis menjelang Natal dan Tahun Baru 2017. Untuk tahun 2017, upaya pengendalian inflasi akan dilaksanakan sesuai dengan Roadmap yang telah disusun. Upaya pengendalian inflasi semakin diperkuat melalui penyelarasan program pengendalian inflasi 2017.
3
Kondisi Stabilitas Keuangan Daerah di Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 relatif masih terjaga... Pada triwulan IV 2016, nilai nominal transaksi pembayaran baik nontunai maupun tunai menunjukkan peningkatan
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Kondisi Stabilitas Keuangan Daerah di Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 relatif masih terjaga. Ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih relatif baik seiring dengan berkurangnya tekanan dan potensi risiko pada kedua sektor tersebut. Ketahanan sektor korporasi masih relatif terjaga yang didorong oleh perbaikan kondisi bahan baku meski pada level yang masih relative terbatas untuk industri pengolahan. Hal tersebut mengurangi tekanan akan kerentanan sektor korporasi, melihat pangsa ekspor Sulawesi Utara yang didominasi hasil olahan industri pengolahan. Disisi lain, kondisi sektor rumah tangga yang salah satunya tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKE) masih berada pada level yang optimis (diatas 100) meski menurun dari periode sebelumnya. Penurunan IKE sejalan dengan menurunnya pertumbuhan konsumsi RT pada PDRB periode laporan. Di sisi perkembangan indikator utama perbankan, pertumbuhan DPK tercatat membaik meski masih mencatatkan pertumbuhan negatif. Membaiknya pertumbuhan DPK terutama disebabkan oleh pertumbuhan positif komponen Deposito yang pada periode sebelumnya mencatatkan kontraksi yang cukup dalam, pada triwulan IV 2016 telah tercatat tumbuh positf. komponen Tabungan sebagai komponen utama pembentuk DPK, mengalami perlambatan pertumbuhan meski masih mencatatkan pertumbuhan positif. Di sisi lain, tekanan terhadap penurunan komponen Giro masih terus berlanjut. Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit tercatat tumbuh sebesar 6,32% (yoy) meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 5,06% (yoy). Secara umum, penyaluran pembiayaan di Sulawesi Utara masih disalurkan ke sektor konsumtif, yang tercermin dari pangsa kredit konsumsi yang mencapai 60,3% dari total kredit yang disalurkan di Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh penyaluran pembiayaan di sektor UMKM, yang menunjukkan perlambatan pada periode laporan. Sektor pariwisata Sulawesi Utara pada beberapa bulan terakhir yang menunjukkan tren perlambatan mengkoreksi penyaluran kredit UMKM, khususnya untuk dua lapangan usaha yang mendominasi kredit UMKM yaitu lapangan usaha perdagangan dan lapangan usaha akomodasi dan makan minum yang erat kaitannya dengan sektor pariwisata. Sementara itu indikator akses keuangan Sulawesi Utara terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, namun demikian dari sisi penyaluran pembiayaan menunjukkan penurunan. Sebagai upaya agar lembaga keuangan/pembiayaan dapat diakses seluruh lapisan masyarakat Sulawesi Utara yang kemudian diharapkan dapat turut pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sekaligus mengatasi kemiskinan, dalam beberapa kurun waktu terakhir Bank Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan diantaranya memperluas implementasi LKD, memfasilitasi Perjanjian Kerja Sama (PKS) implementasi transaksi pembayaran dan penerimaan Pemda melalui aplikasi kasda online, dan melakukan berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Pada triwulan IV 2016, nilai nominal transaksi pembayaran baik nontunai maupun tunai menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan peningkatan sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016. Namun, secara pertumbuhan transaksi SKNBI mengalami perlambatan seiring dengan switching referensi masyarakat untuk menggunakan RTGS dalam bertransaksi akibat perubahan batas bawah nilai transaksi RTGS. Sementara itu, kebutuhan uang kartal di Sulawesi
4
dibandingkan triwulan sebelumnya... Keadaan ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara meningkat... Baik perekonomian maupun inflasi Sulawesi Utara, diperkirakan meningkat pada triwulan II 2017...
Utara mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun nontunai, Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan dan menyempurnakan kebijakan dan kegiatan penyelenggaraan sistem pembayaran nontunai serta pengelolaan uang tunai Rupiah. Bank Indonesia melakukan berbagai upaya di Sulawesi Utara seperti kas titipan, kas keliling, pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), pemberantasan uang palsu, Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), Layanan Keuangan Digital (LKD), sosialisasi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR) dan kewajiban penggunaan uang Rupiah serta sosialisasi uang Rupiah Tahun Emisi 2016.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Keadaan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara menunjukkan peningkatan pada periode Agustus 2016. Hal tersebut tercermin dari penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT) menjadi 6,18% dari 9,03% pada tahun sebelumnya, sehingga jumlah tenaga kerja mencapai 1.111 ribu jiwa dengan penyerapan tenaga kerja periode Agustus 2016 sebanyak 111 ribu jiwa. Penyerapan tenaga kerja terjadi didorong oleh meningkatnya kinerja lapangan usaha pertanian sebagai dampak program pertanian pemerintah dan seiring dengan membaiknya kondisi cuaca. Sejalan dengan keadaan ketenagakerjaan, kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara meningkat yang tercermin dari penurunan tingkat kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara menurun dari 8,98% menjadi 8,20% pada tahun 2016. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari perbaikan pertumbuhan NTP. Selain dampak pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang rendah, meningkatnya kesejahteraan masyarakat juga didukung oleh program pengentasan kemiskinan pemerintah daerah “ODSK”3 menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.
Prospek Perekonomian Daerah Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan berada pada kisaran 6,0-6,4% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017. Dari sisi lapangan usaha, faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yaitu kinerja pertanian, industri, perdagangan, konstruksi dan sektor pariwisata. Dari sisi penggunaan, pertumbuhan akan ditopang oleh konsumsi. Untuk keseluruhan tahun 2017, kategori utama Sulawesi Utara masih menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, terdapat beberapa tantangan dan risiko yang membayangi peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yang perlu menjadi perhatian. Pada triwulan kedua 2017, tekanan inflasi Sulawesi Utara diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan triwulan I 2017, namun demikian masih berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 4±1%. Inflasi secara tahunan diperkirakan sebesar 3,13±1% (yoy) pada triwulan II 2017. Secara bulanan, inflasi terjadi di bulan Mei dan Juni, sedangkan pada bulan April diperkirakan mengalami deflasi. Namun terdapat beberapa risiko yang tetap perlu menjadi perhatian khususnya kenaikan tarif dan harga komoditas administered prices.
3 OSDK: Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan (Program Gubernur Olly Dondokambey dan Wagub Steven Kandouw)
5
Bab I.
Perkembangan Ekonomi Makro
1.1. PDRB - JENIS PENGGUNAAN
Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Utara baik pada triwulan IV 2016
dan keseluruhan tahun 2016 didorong oleh
peningkatan pertumbuhan ekspor.
Sementara itu, laju pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Utara yang lebih tinggi tertahan oleh
perlambatan pertumbuhan konsumsi baik
rumah tangga dan pemerintah serta
perlambatan pertumbuhan investasi.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan kontribusinya, konsumsi rumah
tangga masih menjadi penopang utama
perekonomian Sulawesi Utara, dengan pangsa
mencapai 45%. Setelah konsumsi rumah
tangga, investasi menjadi penopang ekonomi
Sulawesi Utara dengan pangsa 34%. Adapun
investasi didominasi oleh investasi bangunan
dengan pangsa sebesar 94%. Kemudian,
konsumsi pemerintah memiliki kontribusi
sebesar 17% terhadap ekonomi Sulawesi
Utara.
Tabel 1.2. Pangsa Jenis Penggunaan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Memasuki triwulan I 2017, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh
melambat dibanding triwulan sebelumnya.
Perlambatan tersebut diperkirakan
disebabkan oleh kinerja ekspor yang
melambat.
1.1.1. Konsumsi
Konsumsi Sulawesi Utara pada triwulan IV
2016 tumbuh melambat dibanding triwulan
sebelumnya. Konsumsi rumah tangga kembali
mengalami perlambatan pertumbuhan,
demikian pula halnya konsumsi pemerintah
kembali mengalami penurunan. Perlambatan
kedua komponen ini menjadi penahan laju
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada
triwulan IV 2016.
Konsumsi rumah tangga yang tumbuh
melambat terkonfirmasi dari hasil Survei
Konsumen Bank Indonesia. Berdasarkan hasil
survei tersebut, Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) pada triwulan IV 2016 mengalami
penurunan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Perlambatan konsumsi juga
tercermin dari kredit konsumsi yang tumbuh
melambat. Kredit konsumsi perseorangan di
Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh
melambat dari 5,93% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi 5,56% pada triwulan IV
2016.
2015 (% yoy)
Total III IV Total
Konsumsi Rumah Tangga 6.37 5.96 5.52 6.27
Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga 0.25 5.60 2.67 4.76
Konsumsi Pemerintah 9.94 (1.50) (6.55) 2.32
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 9.52 5.86 1.62 6.29
Perubahan Inventori (63.28) (34.43) (34.79) (55.37)
Ekspor (11.70) (2.80) 53.37 0.14
Impor (0.88) 18.79 (14.15) 28.53
Net Ekspor Antarprovinsi (0.74) (12.10) 12.41 (7.48)
Total 6.12 6.01 6.49 6.17
Jenis Penggunaan2016 (% yoy)
2015 (%)
Total III IV Total
Konsumsi Rumah Tangga 45.8 44.9 44.0 45.3
Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga 2.0 2.0 2.0 2.0
Konsumsi Pemerintah 17.8 16.7 16.8 17.3
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 34.0 34.0 34.4 34.2
Perubahan Inventori 0.0 0.0 0.0 0.0
Ekspor 14.6 14.3 15.3 14.4
Impor (termasuk net impor antardaerah) 14.2 11.9 12.5 13.2
Total 100.0 100.0 100.0 100.0
Jenis Penggunaan2016 (%)
6
Grafik 1.1. Konsumsi Rumah Tangga, Indeks Keyakinan Konsumen, dan Kredit Konsumsi
Di tengah perlambatan konsumsi, jumlah
tabungan rumah tangga di perbankan umum
Sulawesi Utara juga mengalami perlambatan,
sehingga dapat disimpulkan perlambatan
konsumsi disebabkan oleh tingkat daya beli
masyarakat yang terbatas. Jumlah tabungan
perseorangan di perbankan umum pada
triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 10,70
triliun, tumbuh melambat menjadi 7,02% (yoy)
dibandingkan triwulan sebelumnya (12,28%).
Terbatasnya tingkat pendapatan masyarakat
sebagai akibat dari perkembangan harga
beberapa komoditas pertanian yang stagnan
dengan kecenderungan menurun pada akhir
tahun seperti kelapa, cengkih, pala, dan juga
beras. Penurunan harga komoditas-komoditas
tersebut terjadi seiring dengan peningkatan
produksi dan panen raya khususnya komoditas
cengkih. Di samping itu, terbatasnya daya beli
masyarakat tidak terlepas dari belum
normalnya produksi industri pengolahan
khususnya pengolahan ikan di daerah Bitung-
Sulawesi Utara yang berdampak pada
pemberhentian tenaga kerja di industri
tersebut. Kondisi ini terkonfirmasi dari
pertumbuhan kinerja kategori industri
pengolahan yang terus mengalami tren
perlambatan.
Grafik 1.2. Tabungan dan Kinerja Kategori Industri Pengolahan
Dari sisi pemerintah, penurunan konsumsi
pada triwulan IV 2016 terutama disebabkan
oleh penundaan penyaluran anggaran pusat
ke daerah. Penundaan tersebut merupakan
dampak dari penerimaan perpajakan dalam
APBNP 2016 lebih rendah dari yang
ditargetkan. Hal ini menyebabkan persentase
realisasi belanja pemerintah daerah di
Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016
mengalami penurunan. Dampak dari hal
tersebut yaitu terdapat beberapa paket proyek
infrastruktur yang gagal dilelang dan belum
dibayarkan.
Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja
konsumsi rumah tangga dan pemerintah
mengalami perlambatan dibandingkan tahun
sebelumnya. Terbatasnya daya beli
masyarakat seiring penurunan tingkat
pendapatan menjadi faktor penyebab
perlambatan konsumsi sepanjang tahun 2016.
Sementara itu, penundaan penyaluran
anggaran pusat ke daerah menjadi faktor
penyebab perlambatan konsumsi pemerintah
sepanjang tahun 2016.
Memasuki triwulan I 2017, pengeluaran
konsumsi rumah tangga diperkirakan relatif
stabil dengan kecenderungan meningkat,
sedangkan pengeluaran konsumsi
pemerintah diperkirakan tumbuh meningkat
dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan
hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) naik dari 116,1 poin
menjadi 124,3 poin pada Januari 2017.
Peningkatan IKK salah satunya didorong oleh
persepsi peningkatan penghasilan
0
20
40
60
80
100
120
140
160
0
5
10
15
20
25
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
% yoy
Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
Konsumsi Rumah Tangga dalam PDRB Kredit Konsumsi
Indeks Keyakinan Konsumen
-5
0
5
10
15
20
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
% yoy
Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
Tabungan Kinerja Industri Pengolahan
7
sebagaimana naiknya Upah Minimum Provinsi
(UMP) dari Rp2.400.000 menjadi Rp2.598.000.
Namun, laju pertumbuhan konsumsi rumah
tangga diperkirakan tertahan oleh
perlambatan di sektor pertanian akibat
penurunan produksi seiring curah hujan yang
tinggi pada triwulan I 2017. Selain turunnya
produksi pertanian, berbagai tantangan dan
risiko yang berpotensi menghambat
pengeluaran antara lain kenaikan tarif listrik
sebagaimana pengalihan subsidi tenaga listrik
900 VA yang berlanjut pada bulan Maret.
Sementara itu, konsumsi pemerintah
diperkirakan meningkat seiring dengan
penyaluran anggaran dari pusat ke daerah
serta percepatan pelelangan proyek di awal
tahun.
1.1.2. Investasi (PMTB)
Melemahnya kinerja investasi terutama
disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan
investasi bangunan, sebagaimana 94%
investasi di Sulawesi Utara berupa bangunan.
Perlambatan tersebut tercermin dari
pertumbuhan penjualan semen pada triwulan
IV 2016 yang melambat dibanding triwulan
sebelumnya. Berdasarkan sektornya,
perlambatan terutama disebabkan oleh
investasi sektor pemerintah seiring dengan
penundaan penyaluran anggaran ke daerah.
Hal itu berdampak pada realisasi anggaran
belanja modal mengalami penurunan.
Demikian pula halnya, investasi oleh sektor
rumah tangga juga belum kuat pada triwulan
IV 2016 tercermin dari kredit pemilikan rumah
(KPR) yang tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya. Hal tersebut sejalan
dengan tingkat konsumsi masyarakat yang
cenderung melambat pada triwulan IV 2016.
Adapun penyaluran KPR perbankan di Sulawesi
Utara hingga akhir tahun 2016 sebesar Rp 4,17
triliun.
Grafik 1.3. Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
Sementara itu, perbaikan investasi mulai
terjadi di sektor swasta, yang tercermin dari
peningkatan kredit investasi pada triwulan IV
2016 dibanding triwulan sebelumnya. Kredit
investasi yang disalurkan oleh perbankan
umum di Sulawesi Utara hingga akhir tahun
2016 sebesar Rp 4,38 triliun. Membaiknya
investasi swasta terkonfirmasi dari likert scale
investasi hasil liaison Bank Indonesia kepada
perusahaan-perusahaan besar di Sulawesi
Utara. Beberapa perusahaan melakukan
investasi berupa pembukaan cabang di
beberapa kabupaten kota di Sulawesi Utara
serta pembelian alat dan mesin dalam rangka
mendukung bisnis. Menurut contact liaison,
investasi tersebut dilakukan untuk
mengantisipasi perbaikan permintaan pada
tahun 2017. Adapun berdasarkan data Badan
Koordinasi dan Penanaman Modal, salah satu
investasi Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) yang besar di Sulawesi Utara pada
triwulan IV 2016 yaitu investasi pada lapangan
usaha kelistrikan yang tercatat sebesar Rp 3,30
triliun seiring dengan gencarnya pembangunan
infrastruktur listrik dalam rangka mendukung
program 35.000 MW pemerintah.
Grafik 1.4. Kredit Investasi dan Likert Scale Investasi dalam Liaison
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
0
500,000,000,000
1,000,000,000,000
1,500,000,000,000
2,000,000,000,000
2,500,000,000,000
3,000,000,000,000
3,500,000,000,000
4,000,000,000,000
4,500,000,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
yoyRupiah
Sumber: Bank Indonesia
KPR Pertumbuhan KPR
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
yoy
Sumber: Bank Indonesia
Pertumbuhan Kredit Investasi Likert Scale Investasi
8
Untuk keseluruhan tahun 2016, investasi juga
tumbuh melambat dibanding tahun
sebelumnya. Perlambatan terutama
disebabkan oleh penurunan belanja modal
pemerintah seiring dengan penundaan
penyaluran anggaran ke daerah. Dari sektor
swasta, perlambatan investasi seiring dengan
perlambatan ekonomi dunia dan nasional
sehingga berdampak pada pelaku usaha yang
masih wait & see sebelum melakukan
investasi. Sementara itu, sektor rumah tangga
menjadi penahan laju perlambatan investasi
dimana kredit pemilikan rumah (KPR)
mengalami peningkatan pada tahun 2016
dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan KPR
merupakan dampak positif dari pelonggaran
aturan Loan To Value (LTV) pada Juni 2015. KPR
yang disalurkan perbankan umum di Sulawesi
Utara mencapai Rp 4,17 triliun pada akhir
tahun 2016, yang tumbuh sebesar 7,43% (yoy),
meningkat dibandingkan tahun 2015 (7,19%).
Melihat perkembangan terkini, investasi
diperkirakan tumbuh meningkat pada
triwulan I 2017, meskipun dalam level yang
relatif terbatas. Peningkatan didorong baik
oleh pemerintah dan rumah tangga. Dari
sektor pemerintah, berlanjutnya
pembangunan proyek infrastruktur seiring
dengan penyaluran anggaran tahun 2017 serta
penyaluran anggaran yang ditunda pada tahun
2016. Dari sektor rumah tangga, pelonggaran
LTV pada Agustus 2016 akan mulai berdampak
pada permintaan KPR sehingga mendorong
investasi dalam konstruksi perumahan. Hal
lainnya yang diyakini akan mendorong
investasi yaitu program kebijakan ekonomi
yang terus dikeluarkan oleh pemerintah
khususnya dalam upaya perbaikan iklim
investasi dan perizinannya. Namun demikian,
laju pertumbuhan investasi akan tertahan oleh
sektor swasta. Berdasarkan hasil liaison,
pelaku usaha masih pesimis terhadap
pemulihan ekonomi tahun 2017 sehingga
pelaku usaha belum melakukan ekspansi usaha
atau pun investasi yang cukup tinggi. Hal
tersebut diantisipasi oleh kebijakan Bank
Indonesia dalam menetapkan suku bunga
acuan yakni BI 7-day reverse repo rate yang
saat ini masih tetap dipertahankan pada level
4,75% atau dengan stance pelonggaran
moneter. Tingkat suku bunga tersebut
diharapkan mendorong perbankan untuk
menurunkan tingkat suku bunga kreditnya
yang tentu akan berdampak positif bagi
investasi.
1.1.3. Ekspor-Impor Luar Negeri
Nilai ekspor Sulawesi Utara triwulan IV 2016
tumbuh sebesar 24,78% (yoy), meningkat dari
triwulan sebelumnya (-8,13%). Sehingga nilai
ekspor Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016
tercatat sebesar USD 266,96 juta. Berdasarkan
komoditasnya, ekspor Sulawesi Utara triwulan
IV 2016 didominasi oleh lemak dan minyak
hewan/nabati dengan pangsa 57% (USD
152,22 juta), kemudian perhiasan/permata
15% (USD 40,78 juta), serta ikan dan udang 9%
(USD 23,08 juta). Berdasarkan negara
tujuannya, Amerika Serikat merupakan tujuan
utama ekspor Sulawesi Utara dengan pangsa
26% (USD 68,08 juta), kemudian Singapura
dengan pangsa 15,5% (USD 41,26 juta) dan
Belanda dengan pangsa 15,3% (USD 40,82
juta).
Grafik 1.5. Nilai Ekspor
Peningkatan kinerja ekspor Sulawesi Utara
menjadi penopang pertumbuhan ekonomi
pada triwulan IV 2016. Hal tersebut didorong
oleh peningkatan permintaan dari beberapa
negara mitra dagang seiring dengan mulai
membaiknya perekonomian di beberapa
negara tersebut khususnya pada triwulan IV
2016. Peningkatan permintaan terkonfirmasi
dari perbaikan volume ekspor Sulawesi Utara
(0.40)
(0.30)
(0.20)
(0.10)
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
-
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
300,000,000
350,000,000
400,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016
yoyUSD
Sumber: Badan Pusat Statistik
Nilai Ekspor Growth Nilai Ekspor (sb.kanan)
9
pada triwulan IV 2016, sehingga total volume
ekspor tercatat sebesar 208 juta ton. Hal ini
sejalan dengan peningkatan Purchasing
Manufacturing Index (PMI) beberapa negara
importir tersebut pada akhir tahun 2016.
Selain itu, pelemahan nilai tukar Rupiah
terhadap Dollar Amerika Serikat pada triwulan
IV 2016 turut membantu peningkatan ekspor
Sulawesi Utara. Nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar Amerika Serikat melemah sebesar
3,82% (yoy) pada triwulan IV 2016, setelah
menguat pada triwulan sebelumnya sebesar
5,18%. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika Serikat pada triwulan IV 2016 yaitu
sebesar Rp 13.248,47/USD. Dari sisi internal,
peningkatan ekspor didorong oleh
ketersediaan bahan baku perkebunan baik
kelapa, cengkih maupun pala seiring dengan
membaiknya cuaca. Meningkatnya produksi
bahan baku tersebut terkonfirmasi dari hasil
liaison kepada pelaku usaha pengolahan
kelapa dan pala. Adapun peningkatan nilai
ekspor terjadi pada tiga komoditas utama
Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 yaitu
lemak dan minyak nabati, perhiasan/permata
serta ikan dan udang. Di sisi lain, harga
komoditas dunia khususnya coconut oil (CNO)
yang merupakan ekspor utama Sulawesi Utara,
menunjukan tren meningkat pada tahun 2016
dan masih tumbuh tinggi pada triwulan IV
2016, meskipun relatif sedikit melambat
(38,3% yoy) pada akhir tahun 2016 dibanding
triwulan sebelumnya (43,4%). Harga CNO pada
triwulan IV 2016 yaitu sebesar USD
1.551,25/MT.
Grafik 1.6. Volume Ekspor
Grafik 1.7. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat
Untuk keseluruhan tahun 2016, nilai ekspor
Sulawesi Utara mengalami perbaikan,
meskipun masih tercatat kontraksi. Nilai
ekspor Sulawesi Utara tahun 2016 terkontraksi
sebesar 0,04% (yoy), membaik dibandingkan
kontraksi tahun sebelumnya (-13,21%). Total
ekspor Sulawesi Utara pada tahun 2016
tercatat sebesar USD 1,02 miliar. Berdasarkan
komoditasnya, ekspor tahun 2016 didominasi
oleh lemak dan minyak hewan/nabati (64,95%)
dan perhiasan/permata (12,69%). Berdasarkan
negara tujuannya, Amerika Serikat masih
merupakan negara utama tujuan ekspor
(29,36%), diikuti Belanda (15,50%) dan
Tiongkok (10,24%).
Perbaikan ekspor tersebut mendorong
peningkatan kinerja komponen ekspor dan
pertumbuhan ekonomi tahun 2016. Namun
demikian, peningkatan kinerja ekspor
keseluruhan tahun 2016 berbeda dengan
peningkatan ekspor pada triwulan IV 2016.
Pada keseluruhan tahun, ekspor lebih
didorong oleh perbaikan harga komoditas
dunia khususnya CNO, namun jumlah volume
ekspor Sulawesi Utara mengalami penurunan
sejalan dengan pemulihan ekonomi global
yang belum kuat. Adapun rata-rata harga CNO
pada tahun 2016 yaitu sebesar USD 1.472/MT,
meningkat sebesar 32,46% (yoy) dari USD
1.111/MT di tahun sebelumnya. Sedangkan
volume ekspor tahun 2016 turun sebesar
12,43% (yoy), lebih dalam dari penurunan pada
tahun sebelumnya (-0,74%), sehingga volume
ekspor Sulawesi Utara pada tahun 2016
tercatat sebesar USD 964 juta.
(0.30)
(0.20)
(0.10)
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
-
50,000,000
100,000,000
150,000,000
200,000,000
250,000,000
300,000,000
350,000,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016
yoyTon
Sumber: Bank Indonesia
Volume Ekspor Growth Volume Ekspor (sb.kanan)
(0.10)
(0.05)
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
10,500
11,000
11,500
12,000
12,500
13,000
13,500
14,000
14,500
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
yoyRp/1 USD
Sumber: Bank Indonesia
Nilai Tukar Rupiah thd Dollar AS
Growth Nilai Tukar Rp thd Dollar AS (sb.kanan)
10
Grafik 1.8. Nilai Ekspor
Grafik 1.9. Harga Komoditas CNO
Sementara itu, kinerja impor Sulawesi Utara
mengalami penurunan pada triwulan IV 2016.
Penurunan tersebut tercermin dari
melambatnya nilai impor Sulawesi Utara, yakni
tumbuh 64,03% (yoy), lebih rendah dari tahun
sebelumnya (98,18%). Penurunan pada
triwulan IV 2016 terutama disebabkan oleh
base-effect impor barang konsumsi gandum-
ganduman sebesar USD 6,71 juta pada
triwulan IV 2015 yang menyebabkan
penurunan pada triwulan IV 2016. Impor
gandum-ganduman tersebut merupakan
impor beras yang dilakukan untuk mendukung
ketersediaan bahan pangan utama di Sulawesi
Utara yang pada saat itu mengalami
kekurangan sebagai dampak El Nino 2015.
Apabila impor tersebut tidak diperhitungkan,
maka kinerja impor triwulan IV 2016 akan
mencatat peningkatan kinerja. Berdasarkan
kategorinya, impor barang konsumsi turun
sebesar 93% (yoy) dari 132%, barang bahan
baku melambat menjadi 91% (yoy) dari 135%,
dan barang modal mengalami peningkatan
signifikan sebesar 245% (yoy) dari 47%. Pada
triwulan IV 2016, impor Sulawesi Utara
didominasi oleh impor bahan baku dengan
pangsa sebesar 54%, diikuti impor barang
modal 41%, impor barang konsumsi 1,3% dan
impor komoditi lainnya 3,3%. Berdasarkan
negara asalnya, Tiongkok merupakan negara
eksportir utama ke Sulawesi Utara dengan
pangsa sebesar 38%, diikuti oleh Singapura
(24%) dan Malaysia (13%).
Grafik 1.14. Nilai Impor
Meskipun pada triwulan IV 2016 mengalami
penurunan, namun dalam keseluruhan tahun
2016 kinerja impor meningkat. Peningkatan
tersebut tercermin dari peningkatan nilai
impor Sulawesi Utara tahun 2016 yang tumbuh
sebesar 124,68% (yoy), lebih tinggi dari tahun
sebelumnya (-41,71%). Peningkatan impor
tersebut didorong oleh meningkatnya impor
barang modal yang tumbuh sebesar 420,02%
(yoy), meningkat signifikan dibanding tahun
sebelumnya yang tercatat kontraksi (-73,98%).
Impor barang modal tersebut merupakan
impor mesin kelistrikan yakni boiler yang
digunakan untuk pembangkit tenaga listrik
sejalan dengan pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit 5 dan 6
Lahendong di Tompaso, Kabupaten Minahasa,
Sulawesi Utara selama tahun 2016.
Berdasarkan kategorinya, pada tahun 2016
barang modal mendominasi pangsa impor
yaitu sebesar 53%, diikuti oleh bahan baku 37%
dan barang konsumsi 5%. Berdasarkan negara
tujuannya, sebesar 19% impor berasal dari
Tiongkok, 15% dari Singapura dan 9% dari
Australia.
Berdasarkan perkembangan terkini, kinerja
ekspor Sulawesi Utara pada triwulan I 2017
diperkirakan melambat. Perlambatan
(0.20)
(0.10)
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
-
200,000,000
400,000,000
600,000,000
800,000,000
1,000,000,000
1,200,000,000
1,400,000,000
2013 2014 2015 2016
yoyUSD
Sumber: Badan Pusat Statistik
Nilai Ekspor Growth Nilai Ekspor (sb.kanan)
(0.20)
(0.10)
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
-
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
1,600
2014 2015 2016
yoyUSD/MT
Sumber: World Bank
Harga Coconut Oil Growth Harga CNO (sb.kanan)
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
1400%
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV
2015 2016
yoyUSD Juta
Sumber: Badan Pusat Statistik
Nilai Impor Pertumbuhan Nilai Impor (rhs)
11
tersebut terutama disebabkan oleh
perkembangan harga komoditas dunia
khususnya CNO yang cenderung masih berada
di level harga akhir tahun 2016, sehingga
secara pertumbuhan harga tersebut relatif
melambat pada triwulan I 2017. Di samping itu,
produksi bahan baku SDA dalam Sulawesi
Utara yang juga belum kuat memengaruhi
kapasitas produksi industri, khususnya dari
perikanan tangkap. Berdasarkan hasil liaison,
pelaku usaha masih pesimis terhadap
pemulihan ekonomi global tahun 2017. Pelaku
usaha di industri pengolahan komoditas
perkebunan dan perikanan menyatakan
bahwa kinerja usaha tahun 2017 masih penuh
risiko. Adapun dalam rangka mendorong
ekspor, Pemerintah Sulawesi Utara
memperkuat sektor primer yaitu lapangan
usaha pertanian yang merupakan sumber
bahan baku bagi industri pengolahan.
Penguatan lapangan usaha pertanian
dilakukan pemerintah terutama melalui
peremajaan tanaman perkebunan. Bank
Indonesia juga mendukung program dan
strategi Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi
Utara melalui penelitian dan kajian serta
pembentukan klaster yang berorientasi pada
pengolahan komoditas pertanian. Salah satu
penelitian yang dilakukan Bank Indonesia pada
tahun 2016 yaitu penelitian Komoditas Produk
dan Jenis Usaha Unggulan UMKM yang
hasilnya dalam bentuk pemetaan produk dan
jenis usaha unggulan di tiap kabupaten dan
kota di Sulawesi Utara.
1.2. PDRB - KINERJA LAPANGAN USAHA
Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan IV
2016 didorong oleh kategori pertanian,
transportasi yang merupakan cerminan dari
pariwisata, dan jasa keuangan yang
meningkat signifikan. Sementara itu, kategori
utama Sulawesi Utara seperti perdagangan,
konstruksi, dan industri pengolahan
mengalami perlambatan pertumbuhan.
Untuk keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara didorong oleh
kategori pertanian, perdagangan,
transportasi dan juga jasa keuangan yang
meningkat tinggi. Sementara itu, kategori
konstruksi dan industri pengolahan mengalami
perlambatan pertumbuhan kinerja.
Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan kontribusinya, kategori
pertanian masih menjadi penopang utama
perekonomian Sulawesi Utara, dengan pangsa
mencapai 22%. Setelah pertanian, kategori
perdagangan menjadi penopang ekonomi
Sulawesi Utara dengan pangsa 12%. Kemudian,
ada kategori konstruksi dan transportasi yang
masing-masing memiliki pangsa sebesar 11%
terhadap perekonomian Sulawesi Utara.
Tabel 1.4. Pangsa Lapangan Usaha
Sumber: Badan Pusat Statistik
Memasuki triwulan I 2017, pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh
melambat dibanding triwulan sebelumnya.
Perlambatan ekonomi akan disebabkan oleh
perlambatan kinerja kategori pertanian dan
sektor pariwisata.
2015 (%)
Total III IV Total
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2.55 4.29 5.72 3.67
Pertambangan dan Penggalian 8.41 4.71 3.85 4.42
Industri Pengolahan 2.69 1.80 1.45 1.11
Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 15.87 28.56 2.43 17.52
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 2.42 6.31 4.47 3.07
Konstruksi 9.84 5.61 5.76 6.89
Perdagangan Besar dan Eceran 6.00 6.07 4.76 6.05
Transportasi dan Pergudangan 7.38 10.11 10.14 9.24
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.38 16.83 13.69 12.69
Informasi dan Komunikasi 8.99 9.80 9.03 9.20
Jasa Keuangan dan Asuransi 3.93 14.75 28.36 19.16
Real Estate 7.58 7.37 7.03 7.08
Jasa Perusahaan 8.11 6.86 9.16 6.87
Administrasi Pemerintahan 8.99 1.73 2.03 4.72
Jasa Pendidikan 7.08 2.01 7.87 6.21
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7.88 9.23 8.80 8.02
Jasa lainnya 7.56 9.94 9.23 8.64
Total 6.12 6.01 6.49 6.17
Lapangan Usaha2016 (%)
2015 (%)
Total III IV Total
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 21.7 22.2 21.5 21.7
Pertambangan dan Penggalian 4.7 4.9 4.7 4.8
Industri Pengolahan 9.5 8.8 8.8 9.0
Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 0.1 0.1 0.1 0.1
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 0.1 0.1 0.1 0.1
Konstruksi 11.5 11.3 11.8 11.4
Perdagangan Besar dan Eceran 12.4 11.9 12.1 12.1
Transportasi dan Pergudangan 10.6 11.2 11.1 11.0
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2.1 2.4 2.3 2.3
Informasi dan Komunikasi 3.8 3.9 3.9 3.9
Jasa Keuangan dan Asuransi 3.6 3.9 3.9 4.0
Real Estate 3.5 3.4 3.4 3.5
Jasa Perusahaan 0.1 0.1 0.1 0.1
Administrasi Pemerintahan 8.4 8.1 8.6 8.3
Jasa Pendidikan 2.9 2.8 2.6 2.8
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.5 3.4 3.5 3.5
Jasa lainnya 1.5 1.5 1.5 1.5
Total 100 100 100 100
Lapangan Usaha2016 (%)
12
1.2.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Kinerja kategori pertanian pada triwulan IV
2016 meningkat seiring dengan perbaikan
cuaca. Membaiknya kondisi iklim tahun 2016
setelah dampak buruk dari El Nino tahun 2015,
mendorong peningkatan luas tanam dan
jumlah produksi pertanian serta produksi
perkebunan tahunan. Pada tahun 2015,
produksi pertanian dan perkebunan
mengalami penurunan seiring dengan gagal
panen akibat El Nino. Namun, pada September
2016, indeks El Nino tercatat menurun menjadi
-0,31 dari 2,06 pada September 2015, sehingga
mendorong peningkatan produksi. Di samping
perbaikan cuaca, peningkatan kinerja
pertanian didorong juga oleh program
pemerintah daerah berupa pencetakan sawah,
bantuan alsintan, bantuan bibit/benih, subsidi
pupuk dan penyuluhan petani. Kedua faktor
utama tersebut mendorong produksi beras
tumbuh 0,29% (yoy) sehingga mencapai
produksi 95.583 ton pada triwulan IV 2016.
Berdasarkan hasil liaison, pelaku usaha juga
menyatakan bahwa supply bahan baku
perkebunan baik kelapa, cengkih dan pala juga
mengalami perbaikan pada triwulan IV 2016
seiring dengan perbaikan cuaca.
Grafik 1.15. Produksi Beras
Sepanjang tahun 2016, kategori pertanian
juga tumbuh meningkat dibandingkan tahun
2015. Peningkatan terutama didorong oleh
perbaikan cuaca pasca El Nino tahun 2015.
Perbaikan cuaca mendorong peningkatan
produksi pertanian. Adapun pada tahun 2015
banyak pertanian tanaman pangan yang
mengalami gagal panen akibat El Nino. Selain
itu, peningkatan produksi didukung juga oleh
program pemerintah, salah satunya
pencetakan sawah. Berdasarkan Dinas
Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi
Utara, total pencetakan sawah yang dilakukan
pemerintah selama tahun 2016 yaitu sebesar
2.855 ha. Di samping peningkatan produksi
tanaman pangan, peningkatan kinerja
pertanian didukung juga oleh perbaikan
kinerja perikanan tangkap. Namun demikian,
pertumbuhan kinerja pertanian yang lebih
tinggi ditahan oleh perlambatan kinerja
perkebunan tahunan dimana mengalami
penurunan cukup dalam pada awal tahun
akibat masih terasanya dampak El Nino tahun
2015.
Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia,
lapangan usaha pertanian diperkirakan
melambat pada triwulan I 2017. Perlambatan
tersebut disebabkan oleh kondisi cuaca
dengan curah hujan yang tinggi pada triwulan I
2017, sehingga menyebabkan produksi
tanaman pangan mengalami penurunan.
Dampak lainnya juga menyebabkan produksi
perikanan tangkap menurun dikarenakan tidak
bisa melaut dengan kondisi cuaca pada
triwulan I 2017.
1.2.2. Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Kinerja kategori perdagangan pada triwulan
IV 2016 tumbuh melambat seiring dengan
perlambatan konsumsi baik rumah tangga
maupun pemerintah. Perlambatan konsumsi
rumah tangga disebabkan oleh daya beli
masyarakat yang menurun sehingga
berdampak pada perlambatan aktivitas
perdagangan. Penurunan daya beli
terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen Bank
Indonesia dimana Indeks Keyakinan Konsumen
(IKK) turun dari 119 poin menjadi 116,1 poin.
Penurunan IKK salah satunya disumbang oleh
penurunan Indeks Pembelian Barang Tahan
Lama dari 103,7 pada triwulan III 2016 menjadi
102,7 pada triwulan IV 2016. Masyarakat
cenderung terbatas dalam konsumsi dan
menurunkan aktivitas pembelian durable
goods. Penurunan aktivitas perdagangan
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
0
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
160,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012 2013 2014 2015
yoyTon
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Utara, diolah
Produksi Beras Pertumbuhan Prod. Beras (Sb.Kanan)
13
tercermin juga dari pertumbuhan kredit
konsumsi. Kredit konsumsi perseorangan di
Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh
melambat dari 5,93% (yoy) pada triwulan
sebelumnya menjadi 5,56% pada triwulan IV
2016. Hingga akhir tahun 2016, kredit
konsumsi yang disalurkan oleh perbankan
umum di Sulawesi Utara tercatat sebesar Rp
18,66 triliun. Penurunan juga tercermin dari
base-effect impor barang konsumsi gandum-
ganduman sebesar USD 6,71 juta pada
triwulan IV 2015 yang menyebabkan
perlambatan pertumbuhan pada triwulan IV
2016.
Grafik 1.16. Indeks Pembelian Barang Tahan Lama dan Kredit Konsumsi
Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja
kategori perdagangan relatif stabil dengan
kecenderungan meningkat. Berbeda dengan
triwulan IV 2016 yang mengalami
perlambatan, tahun 2016 kinerja perdagangan
sedikit meningkat dari 6,00% (yoy) pada tahun
2015 menjadi 6,05% pada tahun 2016.
Peningkatan kinerja tersebut ditopang oleh
tingginya konsumsi dan aktivitas perdagangan
pada triwulan II 2016 sebagai dampak
penurunan harga bahan bakar minyak (BBM)
pada 1 April 2016, sehingga secara
keseluruhan tahun 2016 kinerja perdagangan
meningkat. Pada triwulan II 2016, kinerja
perdagangan tercatat tumbuh 7,15% (yoy),
meningkat dari 6,44% pada triwulan
sebelumnya. Selain itu, peningkatan
perdagangan juga sedikit ditopang oleh
aktivitas konsumsi oleh wisatawan
mancanegara yang meningkat signifikan pada
tahun 2016.
Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori
perdagangan diperkirakan tumbuh
meningkat seiring dengan peningkatan UMP.
Peningkatan sumber pendapatan seiring yakni
peningkatan UMUM Sulawesi Utara dari Rp
2.400.000 menjadi Rp 2.598.000 juta.
Perkiraan peningkatan diindikasi oleh hasil
Survei Konsumen dimana IKK naik dari 116,1
poin pada triwulan IV 2016 menjadi 124,3 poin
pada triwulan I 2017. Salah satu indeks
pembentuknya yaitu Indeks Pembelian Barang
Tahan Lama dari 102,7 poin menjadi 109 poin.
Selain itu, suku bunga acuan yang tetap
dipertahankan pada stance pelonggaran
moneter diperkirakan akan mendorong
peningkatan kredit konsumsi.
1.2.3. Konstruksi
Kinerja kategori konstruksi pada triwulan IV
2016 tumbuh meningkat dibanding triwulan
sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama
didorong oleh pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit 5 dan 6
Lahendong di Tompaso, Kabupaten Minahasa,
Sulawesi Utara.
Namun, kinerja kategori konstruksi pada
keseluruhan tahun 2016 tumbuh melambat
dibanding tahun sebelumnya. Hal tersebut
merupakan dampak dari penundaan
penyaluran anggaran pusat ke daerah sejak
Agustus 2016. Faktor pendorong perlambatan
lainnya yaitu sikap wait & see oleh pelaku
usaha selama tahun 2016 dalam pengambilan
keputusan melakukan ekspansi.
Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori
konstruksi diperkirakan akan meningkat
meskipun cenderung terbatas. Peningkatan
didorong oleh kelanjutan pembangunan
proyek infrastruktur oleh pemerintah seiring
dengan masuknya anggaran tahun 2017 dan
penyaluran anggaran yang ditunda tahun
2016. Kinerja konstruksi juga didukung oleh
kebijakan Bank Indonesia dalam menetapkan
suku bunga acuan yakni BI 7-day reverse repo
rate yang saat ini masih tetap dipertahankan
pada level 4,75% atau dengan stance
pelonggaran moneter, yang diperkirakan
0
5
10
15
20
25
0
20
40
60
80
100
120
140
160
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
% yoy
Sumber: Bank Indonesia
Indeks Pembelian Barang Tahan Lama Pertumbuhan Kredit Konsumsi
14
memengaruhi suku bunga kredit investasi.
Kemudian, pelonggaran kebijakan
makroprudensial yaitu aturan down payment
atau LTV kredit kepemilikan rumah pada
Agustus 2016 akan menopang pertumbuhan
kinerja konstruksi. Untuk membantu
mendorong kinerja konstruksi, masalah
pembebasan lahan yang sering menjadi
kendala dalam pembangunan perlu mendapat
perhatian dari pemerintah dan pemangku
kepentingan terkait.
1.2.4. Transportasi
Kinerja transportasi pada triwulan IV 2016
tumbuh meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Peningkatan tersebut didorong
oleh peningkatan aktivitas perdagangan di
pelabuhan Bitung Sulawesi Utara, baik
perdagangan luar negeri maupun dalam
negeri. Total volume perdagangan barang
pada triwulan IV 2016 mencapai 433,500 ton,
atau mengalami perbaikan meskipun masih
tercatat kontraksi dibandingkan jumlah
volume perdagangan triwulan IV 2015. Selain
itu, peningkatan transportasi juga didorong
oleh peningkatan mobilisasi orang pada
transportasi darat seiring dengan jumlah
wisman yang berkunjung ke Sulawesi Utara
pada triwulan IV 2016 mencapai 11.881 jiwa
atau meningkat sebesar 207,48% (yoy) dari
3.864 jiwa pada triwulan IV 2015.
Grafik 1.17. Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Bitung
Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja
kategori transportasi tumbuh meningkat.
Peningkatan kinerja tersebut terutama akan
didorong oleh berlanjutnya kedatangan
wisatawan mancanegara khususnya dari
Tiongkok ke Sulawesi Utara sebagai dampak
dari kerjasama program direct charter flight
antara pemerintah, maskapai serta tour and
travel agent. Untuk mendukung sektor
pariwisata, Bandara Sam Ratulangi sendiri juga
telah diizinkan untuk beroperasi selama 24 jam
sehari sejak Agustus 2016. Adapun dampak
dari program direct charter flight tersebut,
jumlah penumpang baik datang maupun
berangkat pada tahun 2016 di Bandara Sam
Ratulangi mencapai 2.584.866 orang, lebih
tinggi dari tahun 2015 yang tercatat sebesar
2.086.267 orang. Pertumbuhan tersebut
sebesar 23,90% (yoy) pada tahun 2016, lebih
tinggi dibandingkan pertumbuhan 5,84% pada
tahun 2015. Selain itu, adanya pembukaan
layanan rute baru oleh beberapa maskapai
pada tahun 2016 juga menjadi pendorong
pertumbuhan kinerja kategori transportasi.
Grafik 1.18. Arus Penumpang di Bandara Sam Ratulangi
Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori
transportasi diperkirakan tumbuh melambat,
namun masih akan mencatat pertumbuhan
yang cukup tinggi. Perlambatan tersebut
disebabkan peningkatan jumlah wisman tidak
setinggi semester II 2016. Melihat tren jumlah
wisman yang datang dari Juli hingga Desember
2016, jumlah wisman mengalami penurunan.
Dari sisi transportasi laut, perlambatan ekspor
diperkirakan menyebabkan aktivitas bongkar
muat di pelabuhan mengalami penurunan.
1.2.5. Industri Pengolahan
Pada triwulan IV 2016, kinerja industri
pengolahan mengalami perlambatan yang
-60%
-50%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
-
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
yoyTon
Sumber: PT Pelindo IV, Bitung
Total Barang Pertumbuhan Total Barang (rhs)
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
-
500,000
1,000,000
1,500,000
2,000,000
2,500,000
3,000,000
2014 2015 2016
yoyOrang
Sumber: PT Angkasa Pura I, Bandara Sam Ratulangi
Jumlah Penumpang Pertumbuhan Penumpang (rhs)
15
disebabkan oleh perlambatan pada industri
selain industri makanan dan minuman.
Adapun industri makanan dan minuman
merupakan industri terbesar dengan pangsa
sebesar 85% terhadap total output industri
pengolahan. Pada triwulan IV 2016 industri
tersebut tumbuh meningkat sebagai dampak
dari peningkatan produksi perkebunan yakni
kelapa, cengkih dan pala. Hal tersebut
terkonfirmasi dari hasil liaison yang dilakukan
kepada salah satu pelaku usaha di industri
pengolahan kelapa yang menyatakan bahwa
supply bahan baku komoditas perkebunan
mengalami perbaikan. Perbaikan pasokan
terjadi seiring dengan perbaikan kondisi iklim.
Peningkatan produksi industri pengolahan
berdampak positif bagi perkembangan ekspor
Sulawesi Utara. Namun demikian, industri
selain makanan dan minuman secara agregat
mengalami penurunan kinerja. Salah satu
industri tersebut yaitu industri barang galian
bukan logam yang mengalami penurunan
sebagai dampak penertiban izin pertambangan
yang dilakukan oleh Pemerintah Sulawesi
Utara. Sehingga, secara total industri
mengalami perlambatan pertumbuhan.
Turunnya industri selain makanan dan
minuman juga mengkonfirmasi bahwa
turunnya konsumsi masyarakat, karena
industri tersebut merupakan industri yang
sebagian besar dikonsumsi oleh domestik.
Sementara itu, industri makanan dan minuman
sebagian besar digunakan untuk ekspor,
sehingga mengkonfirmasi juga peningkatan
ekspor pada triwulan IV 2016.
Grafik 1.19. Produksi Industri Pengolahan Kelapa
Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja
industri pengolahan mengalami perlambatan
seiring dengan melambatnya industri
makanan dan minuman. Perlambatan industri
makanan dan minuman disebabkan oleh
perlambatan pertumbuhan agregat supply
bahan baku komoditas perkebunan pada
tahun 2016. Meskipun pada triwulan IV 2016
produksi perkebunan membaik, namun pada
triwulan I dan II 2016 produksi perkebunan
turun cukup dalam akibat El Nino tahun 2015
yang berdampak pada kuantitas dan kualitas
komoditas perkebunan hingga awal tahun
2016. Oleh karena itu, total keseluruhan
produksi komoditas perkebunan tahun 2016
mengalami penurunan dibandingkan tahun
sebelumnya sehingga berdampak pada
perlambatan kinerja industri pengolahan
berbahan baku kelapa. Hal ini terkonfirmasi
juga dari hasil liaison dan volume ekspor
Sulawesi Utara sepanjang tahun 2016. Volume
ekspor tahun 2016 turun cukup dalam,
meskipun terbantukan oleh peningkatan harga
komoditas.
Memasuki triwulan I 2017, kinerja industri
pengolahan diperkirakan akan mengalami
peningkatan. Peningkatan didorong oleh
membaiknya produksi komoditas perkebunan
dan perikanan. Namun, produksi perikanan
dihadapkan pada risiko penurunan produksi
akibat tingginya curah hujan pada awal tahun
dari Januari hingga Februari yang berpengaruh
pada operasional penangkapan ikan. Hal ini
berpotensi memperburuk pasokan bahan baku
bagi industri pengolahan ikan yang saat ini juga
masih terkendala dengan pasokan.
Berdasarkan informasi anekdotal, lapangan
usaha perikanan masih kesulitan memenuhi
kebutuhan bahan baku dimana rata-rata
pasokan bahan baku ikan tahun 2016 hanya
sebanyak 90 ton/hari, sedangkan pada tahun
2015 sebanyak 250 ton/hari. Hal itu
berdampak pada penurunan jumlah unit
pengolahan ikan (UPI) dan aktivitas
operasional UPI hanya pada hari Senin dan
Kamis. Adaptasi usaha perikanan tangkap di
Sulawesi Utara terhadap aturan
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
yoy
Sumber: Pelaku Usaha
16
pemberantasan ilegal fishing relatif berat
sehingga berpengaruh pada jumlah tangkapan
ikan yang menjadi bahan baku bagi industri
pengolahan. Untuk mendorong kategori
pertanian khususnya perkebunan, pemerintah
terus berupaya melalui peremajaan kelapa dan
cengkih, penjajakan ekspansi pasar dunia,
pembangunan infrastruktur, pengembangan
UMKM. Bank Indonesia juga memberikan
dukungan yakni melalui penyusunan riset
Komoditasi Produk dan Jenis Usaha Unggulan
UMKM dan penyaluran bibit komoditas
perkebunan.
1.2.6. Lapangan Usaha Lainnya
Pada triwulan IV 2016 maupun keseluruhan
tahun 2016, terdapat 2 (dua) kategori
lapangan usaha yang signifikan mendukung
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara, yaitu
kategori penyediaan akomodasi dan makan
minum (akmamin) serta kategori jasa
keuangan. Peningkatan kinerja penyediaan
akmamin didorong oleh peningkatan jumlah
wisatawan mancanegara yang berkunjung ke
Sulawesi Utara. Peningkatan jumlah wisman
merupakan program Pemerintah Sulawesi
Utara untuk mendorong sektor pariwisata
menjadi sumber pertumbuhan ekonomi
Sulawesi Utara. Sejak Juli 2016, jumlah wisman
yang datang ke Sulawesi Utara meningkat
signifikan. Pada Juni 2016, hanya tercatat
sebanyak 1.295 orang. Sedangkan pada Juli
2016, jumlah wisman yang datang ke Sulawesi
Utara sudah mencapai 7.677 orang.
Peningkatan tersebut didorong oleh kunjungan
wisman asal Tiongkok. Dari Januari –
Desember 2016, tercatat sebanyak 25.255
wisman Tiongkok atau sebesar 62% dari total
wisman 40.624 orang. Meningkatnya wisman
Tiongkok didukung oleh program direct charter
flight dari Tiongkok ke Manado yang diinisiasi
oleh Pemerintah Sulawesi Utara dan bekerja
sama dengan tour and travel agent di Sulawesi
Utara. Sehingga jumlah wisman yang datang ke
Sulawesi Utara sepanjang tahun 2016 yaitu
40.624 orang, meningkat sebesar 108,7%
dibanding keseluruhan tahun sebelumnya
(19.465 wisman). Seiring dengan hal tersebut,
Rata-Rata Lama Menginap Tamu meningkat
dari 1,91 hari (2015) menjadi 2,09 hari (2016).
Sementara itu, rata-rata Tingkat Penghunian
Kamar seluruh hotel meningkat dari 47,34%
(2015) menjadi 58,80% (2016). Sementara itu,
kategori jasa keuangan tumbuh signifikan
sebagai dampak dari peningkatan pendapatan
perbankan seiring dengan peningkatan kredit
di tengah DPK yang masih terkontraksi.
Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori
penyediaan akmamin akan kembali mencatat
pertumbuhan yang tinggi meskipun
cenderung melambat, sama halnya dengan
kinerja kategori jasa keuangan. Pertumbuhan
kategori akmamin didorong oleh maraknya
perayaan MICE seperti Manado International
Choral Expo dan PGWAC (Paragliding Accuracy
World Cup) 1st Series pada bulan Maret 2016
dimana Sulawesi Utara menjadi tuan rumah
untuk event internasional ini. Namun,
penurunan kunjungan wisman yang tidak
setinggi semester II 2016 akan menahan laju
pertumbuhan kategori ini. Sementara itu,
kategori jasa keuangan memiliki
kecenderungan mengalami perlambatan
pertumbuhan akibat base effect tingginya
pertumbuhan pada tahun 2016, namun
demikian masih akan mencatat pertumbuhan
yang cukup tinggi.
Grafik 1.20. Kunjungan Wisman
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoyOrang
Sumber: Badan Pusat Statistik
Jumlah Wisman Pertumbuhan Jumlah Wisman (Sb.Kanan)
17
Box I.
Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara
Di Atas Output Potensial
*The Hodrick-Prescott filter (yang juga dikenal sebagai
Hodrick-Prescott dekomposisi) adalah alat matematis
yang digunakan dalam Makroekonomi, terutama
dalam teori siklus bisnis riil, untuk menghapus
komponen cyclical dari time series data. Metode HP filter
digunakan oleh para peneliti dalam menghitung output
potensial. Menurut Solikin (2004), HP filter merupakan
metode metode yang terbaik di antara metode univariate
lainnya untuk diaplikasikan dalam menghitung PDB
potensial di Indonesia 1974-2002.
Realisasi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara
triwulan IV 2016 berada di atas output potensial sebesar
6,12%. Sehingga pada triwulan IV 2016 terjadi output gap
yang positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa
perekonomian Sulawesi Utara tumbuh secara optimal
dimana nilai output aktual lebih tinggi dari output
optimumnya. Output gap positif biasanya ditandai
dengan permintaan yang berlebih (excess demand)
sehingga tingkat harga-harga cenderung mengalami
kenaikan yang signifikan atau laju inflasi yang relatif
tinggi. Namun, tingkat inflasi Sulawesi Utara pada akhir
tahun 2016 tercatat sebesar 0,35% (yoy), cukup rendah
dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal ini sejalan
dengan analisis perkembangan ekonomi makro Sulawesi
Utara dimana pada triwulan IV 2016 didorong oleh
kenaikan ekspor, bukan kenaikan konsumsi. Kenaikan
ekspor sejalan dengan perbaikan harga komoditas ekspor
di pasar internasional.
Periode Real Output Potential Output* Output Gap
2009-I 6.59 6.364743036 0.22
2009-II 6.84 6.291270344 0.55
2009-III 5.84 6.220019298 (0.38)
2009-IV 6.76 6.158748153 0.60
2010-I 5.44 6.111442487 (0.67)
2010-II 5.16 6.088096602 (0.93)
2010-III 6.59 6.092006410 0.49
2010-IV 6.11 6.117212994 (0.01)
2011-I 5.72 6.162692012 (0.45)
2011-II 5.59 6.227358294 (0.63)
2011-III 6.47 6.305672811 0.17
2011-IV 6.78 6.385753611 0.39
2012-I 6.77 6.457369069 0.31
2012-II 6.50 6.514180229 (0.01)
2012-III 6.69 6.552928056 0.14
2012-IV 7.41 6.570243524 0.84
2013-I 6.62 6.564156943 0.05
2013-II 6.25 6.541129834 (0.30)
2013-III 6.15 6.508171416 (0.36)
2013-IV 6.53 6.469337065 0.06
2014-I 6.72 6.425059716 0.30
2014-II 6.25 6.376375956 (0.13)
2014-III 6.19 6.327292918 (0.14)
2014-IV 6.12 6.280560196 (0.16)
2015-I 6.41 6.237554040 0.17
2015-II 6.28 6.198093871 0.08
2015-III 6.32 6.163707338 0.16
2015-IV 5.58 6.136745648 (0.56)
2016-I 5.97 6.121132281 (0.15)
2016-II 6.15 6.115201503 0.04
2016-III 6.02 6.115774883 (0.09)
2016-IV 6.49 6.120068204 0.37
4
4.5
5
5.5
6
6.5
7
7.5
8
20
09
-I2
00
9-I
I2
00
9-I
II2
00
9-I
V2
01
0-I
20
10
-II
20
10
-III
20
10
-IV
20
11
-I2
01
1-I
I2
01
1-I
II2
01
1-I
V2
01
2-I
20
12
-II
20
12
-III
20
12
-IV
20
13
-I2
01
3-I
I2
01
3-I
II2
01
3-I
V2
01
4-I
20
14
-II
20
14
-III
20
14
-IV
20
15
-I2
01
5-I
I2
01
5-I
II2
01
5-I
V2
01
6-I
20
16
-II
20
16
-III
20
16
-IV
Real Output Potential Output
18
Bab II.
Keuangan Pemerintah
2.1. PENDAPATAN APBD PROVINSI
SULAWESI UTARA
Anggaran pendapatan Provinsi Sulawesi
Utara tahun 2016 meningkat dibanding tahun
sebelumnya. Anggaran pendapatan Sulawesi
Utara tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp 2,91
triliun, naik 10,1% (yoy) atau sebesar Rp 267,25
miliar dari Rp 2,64 triliun pada tahun 2015.
Kenaikan tersebut didorong oleh peningkatan
pendapatan transfer sebesar 24% (yoy)
khususnya peningkatan Dana Alokasi Khusus
seiring dengan pemindahan penempatan dana
BOS yang pada tahun 2015 disalurkan melalui
Dana Penyesuaian dan pada tahun 2016
melalui DAK. Sementara itu, pendapatan asli
daerah (PAD) tahun 2016 menurun sebesar
10,1% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya
akibat banyak wajib pajak yang belum
membayar pajak kendaraan bermotor.
Meskipun anggaran pendapatan meningkat,
namun rasio kemandirian pendapatan
Sulawesi Utara tahun 2016 cukup rendah.
Porsi PAD Sulawesi Utara hanya sebesar 34%
dari total anggaran pendapatan, sedangkan
pendapatan transfer berada di level 66%. Rasio
tersebut menunjukkan bahwa Sulawesi Utara
masih rendah tingkat kemandirian fiskalnya
atau masih bergantung pada transfer dari
pemerintah pusat. Adapun pada tahun 2016,
PAD Sulawesi Utara sebesar Rp 979,35 miliar
atau sebesar 34% dari total pendapatan.
Bahkan, porsi tersebut mengalami penurunan
dari 41% pada tahun 2015.
Anggaran pendapatan Sulawesi Utara pada
tahun 2016 terealisasi sebesar 99%, lebih
tinggi dibandingkan tahun 2015 dan triwulan
III 2016. Pada tahun 2015 realisasi anggaran
pendapatan yaitu sebesar 96% dan pada
triwulan III 2016 sebesar 92%. Adapun nominal
realisasi pendapatan pada tahun 2016 sebesar
Rp 2,88 triliun dari total anggaran pendapatan
Rp 2,91 triliun. Realisasi tersebut didorong
oleh realisasi seluruh sumber pendapatan baik
PAD maupun transfer serta pendapatan lain
yang sah. Namun, beberapa pos pendapatan
belum terealisasi dengan maksimal atau masih
di bawah 90% yakni pos pendapatan retribusi
daerah (86%) dan pos dana bagi hasil bukan
pajak (66%). Tidak optimalnya realisasi pos
pendapatan retribusi daerah lebih dipengaruhi
oleh meningkatnya target anggaran pos
tersebut secara signifikan yaitu 48% (yoy).
Meskipun demikian, realisasi pos tersebut
pada tahun 2016 sebesar Rp 64,75 miliar, lebih
tinggi dari realisasi tahun sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp 54,03 miliar. Sementara
itu, rendahnya realisasi DBH bukan pajak
disebabkan oleh jumlah produksi sub lapangan
usaha masih belum kembali ke level normal
seiring dengan proses adaptasi dan
penyesuaian terhadap aturan ilegal fishing.
Ke depan, pemerintah perlu meningkatkan
tingkat kemandirian pendapatan Sulawesi
Utara. Upaya awal yang dapat dilakukan yaitu
meningkatkan realisasi pada pos-pos PAD
khususnya yang belum terealisasi dengan
optimal. Upaya berikutnya yaitu bekerja sama
dengan instansi terkait dalam hal mendorong
ketertiban pembayaran pajak khususnya pajak
kendaraan bermotor.
19
Tabel 2.1. Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah
2.2. BELANJA APBD PROVINSI SULAWESI
UTARA
Anggaran belanja APBD Sulawesi Utara tahun
2016 mengalami peningkatan dibandingkan
tahun 2015. Anggaran belanja tumbuh 2,65%
(yoy) pada tahun 2016 sehingga total anggaran
belanja sebesar Rp 2,98 triliun, lebih tinggi Rp
77,13 miliar dari Rp 2,91 triliun pada tahun
2015. Peningkatan tersebut terutama
didorong oleh peningkatan belanja modal yang
tumbuh 5,17% (yoy), sementara itu belanja
non-modal yang terdiri dari belanja operasinal,
transfer dan tidak terduga tumbuh 1,65%
(yoy). Peningkatan anggaran belanja modal
sejalan dengan masifnya pembangunan proyek
infrastruktur pada tahun 2016.
Menurut postur belanja, anggaran belanja
non-modal mencapai 72,10% dan anggaran
belanja modal mencapai 27,84% (serta 0,06%
belanja tidak terduga). Postur tersebut relatif
sama dengan tahun sebelumnya dimana
postur anggaran belanja non-modal sebesar
72,81% dan belanja modal sebesar 27,17%.
Dari postur tersebut menunjukkan bahwa
masih terdapat ruang peningkatan lebih baik
dalam rangka pembangunan infrastruktur di
Sulawesi Utara. Adapun anggaran belanja non-
modal sebesar Rp 2,15 triliun dan belanja non-
modal Rp 830,47 miliar pada tahun 2016.
Dalam postur belanja modal, anggaran belanja
dialokasikan pada belanja jalan, irigasi dan
jaringan sebesar 58,66%, belanja bangunan
dan gedung 20,27%, belanja peralatan dan
mesin 18,44%, belanja tanah 2,45% dan
belanja aset tetap lainnya 0,19%.
Di sisi penyerapan, realisasi anggaran belanja
APBD Provinsi Sulawesi Utara pada tahun
2016 mengalami peningkatan. Pada akhir
tahun 2016, realisasi sebesar 93,89%, lebih
tinggi dibandingkan tahun 2015 (92,66%) dan
triwulan III 2016 (82,43%). Realisasi tahun
2016 tercatat sebesar Rp 2,80 triliun, lebih
tinggi dari tahun 2015 sebesar Rp 2,69 triliun.
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
realisasi belanja non-modal sebesar 95,53%,
yang meningkat dari tahun 2015 91,46% dan
triwulan III 2016 81,56%. Realisasi belanja
modal tercatat sebesar 89,82%, lebih tinggi
dari triwulan III 2016, namun lebih rendah
dibandingkan tahun 2015 95,90%. Cukup
rendahnya realisasi belanja modal dipengaruhi
oleh kebijakan pemerintah pusat yang
melakukan penghematan anggaran yang
berdampak pada pemotongan sejumlah
anggaran.
Tabel 2.2. Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara 2016
Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah
Pemerintah perlu menyiapkan strategi untuk
mendorong realisasi belanja modal pada
tahun 2017. Tentunya strategi tersebut cukup
penting mengingat berbagai pembangunan
proyek infrastruktur yang semakin masif pada
tahun-tahun kedepan. Berbagai infrastruktur
strategis yang sementara dan akan dibangun di
Sulawesi Utara yaitu jalan tol Manado-Bitung,
Kawasan Ekonomi Khusus Bitung, bendungan
Kuwil dan Lolak, pengembangan pelabuhan
Bitung sebagai hub port dan infrastruktur
lainnya. Percepatan pelaksanaan lelang proyek
dan monitoring pencapaian target realisasi
secara menjadi pendorong peningkatan
realisasi belanja modal. Bagi pemerintah
kabupaten kota, diperlukan strategi agar
penyaluran anggaran DAK tidak terkendala
karena pada tahun 2017 penyaluran DAK akan
berdasarkan tingkat realisasi anggaran yang
dibagi ke beberapa kelas.
Postur
Anggaran
Setelah
Perubahan (Rp
ribu)
Realisasi (Rp
ribu)
%
Realisasi
%
Growth
Pendapatan 100% 2,907,881,753 2,882,096,250 99.11% 10.1%
Pendapatan Asli Daerah 34% 979,353,945 980,939,963 100.16% -10.1%
Pendapatan Pajak Daerah 84% 823,736,152 837,086,965 102% -9.8%
Pendapatan Retribusi Daerah 8% 75,248,150 64,746,257 86% 48.7%
Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan2% 21,430,625 21,330,625 100% -35.3%
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 6% 58,939,019 57,776,116 98% -36.2%
Pendapatan Transfer 66% 1,923,527,808 1,880,906,287 97.78% 24.0%
Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 1,923,527,808 1,880,906,287 98% 59.0%
Dana Bagi Hasil Pajak 5% 91,450,604 91,228,190 100% 10.5%
Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 1% 17,287,198 11,493,268 66% -24.8%
Dana Alokasi Umum 55% 1,065,545,204 1,065,545,204 100% 3.8%
Dana Alokasi Khusus 39% 749,244,802 712,639,625 95% 876.3%
Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan - - 0% -100.0%
Dana Penyesuaian 0% - - 0% -100.0%
Lain-lain Pendapatan yang Sah 0% 5,000,000 20,250,000 405%
Pendapatan Hibah 5,000,000 5,000,000 100%
Pendapatan Dana Darurat - 15,250,000 0%
2016
Uraian
Uraian Postur Anggaran Realisasi % Realisasi Growth
Belanja 100.0% 2,983,466 2,801,145 93.9% 2.65%
Belanja Operasional+Transfer 72.1% 2,150,997 2,054,746 95.5% 1.65%
Belanja Modal 27.8% 830,468 745,900 89.8% 5.17%
Belanja Tidak Terduga 0.1% 2,000 500 25.0% 247.83%
20
2.3. ALOKASI BELANJA APBN DI SULAWESI
UTARA
Alokasi APBN di Sulawesi Utara berdasarkan
jenis belanjanya, menunjukkan bahwa
belanja barang dan modal merupakan porsi
terbesar dengan total 73%. Sementara itu,
porsi belanja pegawai berada di bawah kedua
jenis belanja tersebut. Porsi alokasi tersebut
cukup baik dan mendukung program
pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara.
Namun, melihat realisasinya, penyerapan
alokasi anggaran APBN di Sulawesi Utara
belum cukup baik. Realisasi anggaran tersebut
tercatat sebesar 84% atau masih berada di
bawah level 90%. Dari jenis belanjanya, hanya
belanja pegawai dan bantuan sosial yang
mencatat realisasi di atas 90%, namun belanja
barang dan belanja modal masih berada di
bawah 90%, bahkan belanja modal berada di
bawah 80%. Rendahnya realisasi belanja
modal merupakan dampak dari kebijakan
penghematan anggaran oleh pemerintah
pusat. Adapun dari 3 (tiga) proyek
pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara
yaitu bendungan, pembangunan dan
pemeliharaan serta perbaikan jalan, dan
pembangunan jalan tol, ketiga-tiganya belum
terealisasi dengan optimal. Pembangunan
jalan tol yang merupakan infrastruktur
prioritas, anggarannya hanya terealisasi
sebesar 38%. Hal tersebut disebabkan oleh
kendala-kendala dalam pembangunan dimana
salah satunya adalah pembebasan lahan.
Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan
triwulan III 2016, realisasi total belanja
anggaran APBN pada akhir tahun 2016 secara
umum tercatat meningkat, sedangkan realisasi
belanja pegawai relatif sama sejalan dengan
sifatnya sebagai pengeluaran rutin.
Tabel 2.3. Alokasi Belanja APBN di Provinsi Sulawesi Utara
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara
Tabel 2.4. Alokasi Anggaran Infrastruktur Strategis 2016
Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara
Jenis Belanja
Postur
Tahun
2016
Pagu Tahun
2016 (Rp
juta)
Realisasi
Tahun 2016
(Rp juta)
%
Realisasi
Tahun
2016
%
Realisasi
Triwulan
III 2016
Belanja Pegawai 27% 2,351,792 2,292,647 97% 97%
Belanja Barang 37% 3,289,410 2,794,155 85% 71%
Belanja Modal 36% 3,191,655 2,360,495 74% 47%
Belanja Bantuan Sosial 0% 14,718 14,485 98% 59%
Total 100% 8,847,575 7,461,782 84% 69%
Infrastruktur Pagu Realisasi % Realisasi
Bendungan 374,720,966,000 304,611,138,565 81%
Jalan (termasuk Pemeliharaan) 806,900,438,000 608,033,793,460 75%
Jalan Tol 423,269,711,000 162,739,431,000 38%
21
Bab III.
Perkembangan Inflasi Daerah
3.1. EVALUASI REALISASI INFLASI
TRIWULAN IV 2016
3.1.1. Inflasi Bulanan (mtm)
Secara bulanan, angka IHK pada bulan Oktober
tercatat inflasi yang rendah sebesar 0,01%
(mtm), kemudian meningkat tajam pada bulan
November sebesar 2,86%, dan pada bulan
Desember mencatat deflasi sebesar 1,52%.
Grafik 3.1. Inflasi Bulanan
Oktober 2016
Pada Oktober 2016, Indeks Harga Konsumen
(IHK) Sulawesi Utara mengalami inflasi yang
rendah yaitu sebesar 0,01% (mtm).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tersebut
disumbang oleh inflasi kelompok administered
prices4 dan core5 masing-masing sebesar 0,13%
dan 0,04%, sedangkan kelompok volatile food6
menjadi penyumbang deflasi (-0,16%)
sehingga menahan laju inflasi bulan tersebut.
Meskipun inflasi pada bulan Oktober 2016
relatif rendah, namun mengalami peningkatan
4 Kelompok administered prices merupakan kelompok barang dan jasa yang tarifnya diatur oleh Pemerintah. 5 Kelompok core merupakan kelompok barang dan jasa selain kelompok administered prices dan volatile food.
dibanding bulan sebelumnya yang tercatat
deflasi sebesar 0,68% (mtm).
Grafik 3.2. Inflasi dan Andil Oktober 2016 Berdasarkan Disagregasi
Rendahnya inflasi pada bulan Oktober 2016
terutama dipengaruhi oleh kelompok volatile
food yang mencatat deflasi sebesar 0,81%
(mtm). Deflasi kelompok volatile food
terutama bersumber dari ketersediaan
pasokan bawang merah dari sentra-sentra
produksi (Bima, Enrekang dan Brebes) di
tengah tingkat permintaan di Sulawesi Utara
yang relatif normal. Selain itu, tomat sayur
menjadi penyumbang kedua deflasi di bulan
ini. Adapun bawang merah dan tomat sayur
secara berturut-turut mencatat deflasi sebesar
20,26% (mtm) dan 2,75% (mtm) pada bulan
Oktober 2016.
Sementara itu, kelompok administered prices
mencatat inflasi sebesar 0,62% (mtm) dan
kelompok core sebesar 0,07% (mtm). Inflasi
kelompok barang dan jasa yang tarifnya diatur
oleh pemerintah disumbang oleh inflasi sub
kelompok energi khususnya inflasi tarif listrik
6 Kelompok volatile food merupakan kelompok barang dan jasa yang harganya cenderung berfluktuatif.
-3%
-2%
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2014 2015 2016
mtmmtm
Sumber: Badan Pusat Statistik & Bank Indonesia
Total Volatile Food Administered Prices (rhs) Core (rhs)
-0.81%
0.62%
0.07%
0.01%
-1.0% -0.8% -0.6% -0.4% -0.2% 0.0% 0.2% 0.4% 0.6% 0.8%
Volatile Food
Administered Prices
Core
Total
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia
Inflasi (mtm) Andil
22
dan angkutan udara seiring dengan kenaikan
harga minyak dunia dan maraknya kegiatan
MICE (Meeting, Incentive, Convention dan
Exhibition) seperti Apresiasi Film Indonesia
(AFI) dan Lembeh Festival pada bulan Oktober
2016. Adapun sub kelompok administered
prices energi mencatat inflasi 1,01% (mtm),
sementara inflasi administered prices non-
energi mencatat inflasi sebesar 0,32% (mtm).
Berdasarkan komoditasnya, tarif listrik
mencatat inflasi sebesar 1,93% (mtm) dan
angkutan udara sebesar 2,77% (mtm). Di sisi
lain, inflasi kelompok core disumbang oleh
jeruk nipis, obat dengan resep dan surat kabar
harian.
• November 2016
Pada November 2016, Indeks Harga
Konsumen (IHK) Sulawesi Utara mengalami
inflasi yang tinggi yaitu sebesar 2,86% (mtm).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tersebut
disumbang oleh inflasi kelompok volatile food
(2,78%), kemudian diikuti oleh kelompok core
(0,06%) dan administered prices (0,03%).
Realisasi bulan November meningkat tajam
dibandingkan bulan Oktober yang tercatat
rendah sebesar 0,01% (mtm).
Tingginya inflasi kelompok volatile food
sebesar 14,39% (mtm) terutama disebabkan
oleh inflasi tomat sayur. Tomat sayur
mencatat inflasi sebesar 222,24% (mtm) dan
menyumbang sebesar 2,52% terhadap total
inflasi bulan November (2,86% mtm).
Peningkatan harga tomat disebabkan oleh
curah hujan yang tinggi di daerah produsen
tomat yakni Langowan, Kabupaten Minahasa,
Sulawesi Utara. Berdasarkan hasil liaison
kepada pedagang di pasar tradisional, pasokan
dari produsen tomat tersebut menurun hampir
50% pada bulan November 2016. Berdasarkan
hasil liaison dan survei di pasar-pasar
tradisional, harga tomat yang normalnya
sebesar Rp 6.000/kg, meningkat hingga Rp
25.000/kg pada kondisi tersebut. Selain tomat
sayur, cabai rawit juga mengalami inflasi yakni
sebesar 19,55% (mtm) seiring dengan
kurangnya pasokan akibat kondisi cuaca.
Grafik 3.3. Inflasi dan Andil November 2016 Berdasarkan Disagregasi
Di sisi lain, inflasi kelompok core dan
administered prices tercatat cukup rendah.
Inflasi core sebesar 0,14% (mtm) didorong oleh
komoditas lemon, sedangkan inflasi
administered prices sebesar 0,10% (mtm)
didorong oleh tarif angkutan udara seiring
dengan berlanjutnya peningkatan kunjungan
wisatawan.
• Desember 2016
Pada Desember 2016, Indeks Harga
Konsumen (IHK) Sulawesi Utara mengalami
deflasi yakni sebesar 1,52% (mtm), berbeda
secara signifikan dari 2 bulan sebelumnya
yang tercatat inflasi. Berdasarkan
disagregasinya, kelompok volatile food
memberikan andil sebesar -2,04%, kelompok
core sebesar 0,43% dan kelompok
administered prices sebesar 0,09%. Realisasi
bulan Desember tersebut menurun signifikan
dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat
inflasi sebesar 2,86% (mtm).
Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Desember 2016 Berdasarkan Disagregasi
Deflasi kelompok volatile food pada bulan
Desember 2016 tercatat sebesar 9,48%
14.39%
0.14%
0.10%
2.86%
0.0% 2.0% 4.0% 6.0% 8.0% 10.0% 12.0% 14.0% 16.0%
Volatile Food
AdministeredPrices
Core
Total
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia
Inflasi (mtm) Andil
-9.48%
0.43%
0.73%
-1.52%
-10.0% -8.0% -6.0% -4.0% -2.0% 0.0% 2.0%
Volatile Food
Administered Prices
Core
Total
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia
Inflasi (mtm) Andil
23
(mtm). Penurunan IHK kelompok tersebut
terutama disebabkan oleh harga tomat sayur
yang mulai kembali ke level normal seiring
dengan kondisi cuaca yang mendukung
peningkatan produksi. Adapun tomat sayur
mengalami deflasi sebesar 53,84% (mtm) pada
bulan Desember 2016. Normalisasi harga juga
terjadi pada komoditas cabai rawit seiring
dengan ketersediaan pasokan.
Di sisi lain, kelompok core mencatat inflasi
0,73% (mtm) dan kelompok administered
prices mencatat inflasi 0,43% (mtm). Inflasi
core disumbang oleh inflasi pada sub kelompok
core traded khususnya komoditas pangan jeruk
nipis. Adapun inflasi sub kelompok core traded
tercatat sebesar 1,31% (mtm) dan core non-
traded sebesar 0,30% (mtm). Sementara itu,
inflasi kelompok administered prices
disumbang oleh tarif angkutan udara seiring
dengan peningkatan penyelenggaraan MICE,
kunjungan wisatawan pada Desember 2016
dan mobilisasi dalam rangka perayaan hari
raya Natal dan Tahun Baru.
3.1.2. Inflasi Triwulanan (qtq)
Jika dilihat secara triwulanan, inflasi Sulawesi
Utara juga menunjukkan peningkatan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Inflasi pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar
1,31% (qtq), lebih tinggi dibanding triwulan
sebelumnya yang mengalami deflasi 0,23%
(qtq). Berdasarkan disagregasinya, inflasi pada
triwulan IV 2016 disumbang oleh kelompok
core (0,54%), kelompok volatile food (0,53%)
dan kelompok administered prices (0,24%).
Grafik 3.5. Inflasi dan Andil Triwulan IV 2016 (qtq) Berdasarkan Disagregasi
Kelompok core tercatat mengalami inflasi
sebesar 0,90% (qtq) yang didorong oleh inflasi
sub kelompok core traded. Peningkatan inflasi
sub kelompok core traded disebabkan oleh
kenaikan harga jeruk nipis akibat kurangnya
pasokan di tengah permintaan yang naik
terhadap komoditas tersebut. Sementara itu,
kelompok volatile food yang mencatat inflasi
sebesar 2,70% (qtq) didorong oleh tomat sayur
yang harganya meningkat tinggi khususnya
pada bulan November 2016 akibat curah hujan
yang tinggi. Di sisi administered prices, inflasi
sebesar 1,19% (qtq) didorong oleh tarif
angkutan udara yang rata-rata harganya
meningkat dibanding triwulan sebelumnya
seiring dengan mobilisasi masyarakat dalam
rangka perayaan hari raya Natal dan Tahun
Baru.
3.1.3. Inflasi Tahunan (yoy)
Inflasi Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016
tercatat cukup rendah yakni sebesar 0,35%
(yoy). Realisasi inflasi tersebut lebih rendah
baik dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya (2,28% yoy) dan tahun 2015
(5,56% yoy). Realisasi ini juga berada di bawah
target inflasi tahun 2016 4%±1% (yoy).
Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan
pada triwulan IV 2016 disumbang oleh inflasi
kelompok core sebesar 0,74% dan kelompok
administered prices sebesar 0,11%, sedangkan
kelompok volatile food menjadi penahan laju
inflasi atau mengalami deflasi dengan andil
sebesar 0,50%.
Grafik 3.6. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi
Kelompok core pada triwulan IV 2016
mencatat inflasi yang relatif rendah yakni
2.70%
1.19%
0.90%
1.31%
0.0% 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% 2.5% 3.0%
Volatile Food
AdministeredPrices
Core
Total
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia
Inflasi (qtq) Andil
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015 2016
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia
Andil Core Andil Administered Prices Andil Volatile Food Inflasi Total (yoy)
24
sebesar 1,25% (yoy). Realisasi tersebut
cenderung meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya (1,05%). Berdasarkan analisa
fundamentalnya, inflasi kelompok core
terutama disumbang oleh inflasi yang
terdampak dari nilai tukar. Sementara itu,
inflasi yang disebabkan oleh interaksi
permintaan-penawaran serta ekspektasi
konsumen dan pedagang relatif kecil
berpengaruh pada tingkat inflasi triwulan IV
2016. Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi
core disebabkan oleh inflasi core traded yang
tercatat inflasi sebesar 2,28% (yoy) dengan
sumbangan terhadap inflasi core sebesar
0,57%. Komoditas utama penyumbang inflasi
pada sub kelompok core traded yaitu gula pasir
yang tercatat mengalami inflasi sebesar
14,82% (yoy). Selain itu, komoditas jeruk nipis
juga mencatat inflasi seiring dengan kurangnya
pasokan. Di sisi sub kelompok core non-traded,
inflasi tercatat sebesar 0,49% (yoy) dengan
sumbangan sebesar 0,17% terhadap total
inflasi kelompok core. Tarif pulsa ponsel
merupakan komoditas utama penyumbang
inflasi pada sub kelompok core non-traded
seiring tingginya permintaan untuk jasa
komunikasi selama momen libur dan hari raya,
baik yang berbasis voice maupun mobile data.
Inflasi tarif pulsa ponsel tercatat sebesar
13,07% (yoy).
Grafik 3.7. Inflasi Tahunan Core Traded dan Non-Traded
Output Gap
Hingga triwulan IV 2016, tingkat kapasitas
utilisasi di Sulawesi Utara secara umum masih
dapat memenuhi tingkat permintaan
sehingga inflasi yang bersumber dari output
gap relatif kecil atau tidak ada. Hal tersebut
didukung oleh hasil liaison yang menyatakan
bahwa rata-rata kapasitas utilisasi dari seluruh
contact liaison yang menjawab masih berada di
bawah level 100%. Hasil Survei Kegiatan Dunia
Usaha Bank Indonesia juga menunjukkan
bahwa rata-rata kapasitas produksi berada di
bawah level 100% yakni sebesar 86,67% pada
triwulan IV 2016. Di sisi lain, tekanan
permintaan pada triwulan IV 2016 cenderung
melambat. Selain perlambatan pada
pertumbuhan PDRB konsumsi rumah tangga,
kondisi tersebut tercermin dari Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) yang menurun dari
119 pada triwulan III menjadi 116,1 pada
triwulan IV 2016.
Nilai Tukar
Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar
Amerika Serikat pada triwulan IV 2016
mendorong peningkatan inflasi yang
tercermin dari inflasi sub kelompok core
traded. Rata-rata kurs tengah nilai tukar
Rupiah pada triwulan IV 2016 yaitu sebesar Rp
13.248/1 USD. Angka tersebut melemah
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Rp
13.134/1 USD). Depresiasi tersebut telah
berdampak pada inflasi core traded sebesar
2,28% (yoy) dengan andil sebesar 0,57%
terhadap inflasi core triwulan IV 2016.
Grafik 3.8. Inflasi Tahunan Core Traded dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika
Serikat
Ekspektasi
Berdasarkan perkembangan indikator output
gap dan nilai tukar, maka sumbangan inflasi
yang bersumber dari ekspektasi diperkirakan
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015 2016
yoy
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia
Inflasi Core Core Traded Core Non-Traded-0.5%
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
10,000
10,500
11,000
11,500
12,000
12,500
13,000
13,500
14,000
14,500
15,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014 2015 2016
yoyRupiah
Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
Nilai Tukar Rp thd 1 USD Inflasi Core Traded (rhs)
25
maksimal sebesar 0,17% terhadap inflasi
tahunan core pada triwulan IV 2016. Relatif
rendahnya ekspektasi konsumen tersebut
tercermin dari hasil survei. Hasil Survei
Konsumen (SK) dan Survei Penjualan Eceran
(SPE) Bank Indonesia menunjukkan bahwa
ekspektasi kenaikan harga mengalami
penurunan. Dari sisi konsumen, hasil SK
menunjukkan bahwa ekspektasi harga pada
triwulan IV 2016 mengalami penurunan
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.
Hal tersebut sejalan dengan ekspektasi para
pedagang dimana hasil SPE menunjukkan
bahwa ekspektasi harga pada triwulan IV 2016
juga mengalami penurunan.
Grafik 3.9. Ekspektasi Harga oleh Konsumen
Grafik 3.10. Ekspektasi Harga oleh Pedagang
Inflasi kelompok administered prices (AP)
juga tercatat relatif rendah yaitu sebesar
0,56% (yoy), meskipun cenderung meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya (0,31%).
Berdasarkan sub kelompoknya, peningkatan
tekanan inflasi tahunan kelompok AP
disebabkan oleh subkelompok AP non-energi.
Sub kelompok tersebut mencatat inflasi
sebesar 1,57% (yoy) dengan sumbangan
sebesar 0,18% terhadap inflasi AP. Adapun
komoditas atau jasa yang menyebabkan inflasi
pada sub kelompok tersebut yaitu angkutan
udara. Peak season mobilitas pengguna
transportasi udara dalam merayakan hari raya
Natal dan Tahun Baru serta liburan mendorong
inflasi pada angkutan udara sebesar 21,50%
(yoy). Di sisi lain, sub kelompok AP energi
mencatat deflasi sehingga menjadi penahan
laju inflasi AP. Komoditas yang menjadi
penyumbang deflasi yaitu bensin yang tercatat
deflasi 11,36% (yoy) seiring dengan turunnya
harga bensin pada 5 Januari 2016 dari Rp 7.300
menjadi Rp 6.950 dan kembali diturunkan pada
1 April 2016 menjadi Rp6.450 per liter.
Sementara itu, kelompok volatile food
tercatat mengalami deflasi sebesar -2,48%
(yoy), sehingga menahan laju inflasi lebih
tinggi. Realisasi inflasi tersebut sangat berbeda
dengan tren historis dimana umumnya
kelompok pangan mengalami peningkatan
harga pada akhir tahun. Realisasi tersebut juga
lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang
tercatat inflasi sebesar 8,57% (yoy). Deflasi
kelompok ini bersumber dari komoditas cabai
rawit yang mengalami perbaikan harga yang
lebih wajar dibanding tahun sebelumnya. Hal
tersebut tidak terlepas dari peran Tim
Pengendalian Inflasi Daerah yang terdiri dari
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Bank
Indonesia dan instansi terkait lainnya.
Komoditas lain yang menyumbang deflasi yaitu
daun bawang dan daging ayam ras.
3.2. ARAH PERKEMBANGAN INFLASI
TRIWULAN I 2017
Memasuki awal triwulan I 2017, inflasi
tercatat cukup tinggi dan mengalami
peningkatan. Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sulawesi Utara pada bulan Januari 2017
mencatat inflasi sebesar 1,10% (mtm), lebih
tinggi dari bulan Desember 2016 (-1,52%).
Inflasi bulanan tersebut juga lebih tinggi dari
inflasi historis Januari 5 tahun terakhir. Secara
tahunan, inflasi bulan Januari 2017 tercatat
sebesar 1,63% (yoy), lebih tinggi dari bulan
Desember 2016 (0,35%).
100
120
140
160
180
200
220
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014 2015 2016
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Indeks Ekspektasi Harga 3 Bulan yad Indeks Ekspektasi Harga 6 Bulan yad
90
100
110
120
130
140
150
160
170
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112
2014 2015 2016
Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia
Ekspektasi Pedagang thd Harga 3 Bulan yad Ekspektasi Pedagang thd Harga 6 Bulan yad
26
Tabel 3.1. Inflasi Januari 2017
Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik
Berdasarkan disagregasinya, inflasi bulanan
Januari 2017 terutama didorong oleh tekanan
kelompok administered prices. Kelompok
volatile food juga mencatat inflasi dan
meningkat dibanding bulan sebelumnya. Di sisi
kelompok core, inflasi tercatat relatif rendah
dan menurun dibanding bulan sebelumnya.
Tekanan inflasi pada kelompok administered
prices (AP) sebesar 2,45% (mtm) disebabkan
oleh inflasi kedua sub kelompok AP baik
energi maupun non-energi. Sub kelompok AP
energi pada bulan Januari 2017 mencatat
inflasi sebesar 3,03% (mtm). Pada sub
kelompok energi, andil inflasi terbesar
diberikan oleh tarif listrik dan bensin. Hal ini
didorong oleh kebijakan Pemerintah menaikan
tarif listrik untuk pelanggan 900VA dari Rp 605
menjadi Rp 791/kWh per 1 Januari 2017.
Adapun pangsa pemakaian listrik pada
golongan ini sebesar 38% dari total seluruh
golongan pelanggan di Sulawesi Utara. Dengan
demikian, kenaikan tarif sebesar 30,74%
tersebut mendorong inflasi pada komoditas ini
sebesar 6,42% (mtm) dengan andil mencapai
0,24%. Selain itu, kenaikan harga bahan bakar
minyak pada 16 Desember 2016 khususnya
pertamax dan pertalite sebesar Rp 150
sehingga masing-masing menjadi Rp 7.750 dan
Rp 7.050, dan pada 5 Januari 2017 kembali
dinaikannya harga BBM Non Subsidi yaitu
Pertamax dan Pertamax Plus masing-masing
Rp300/liter atau sebesar 4% mendorong inflasi
komoditas bensin sebesar 1,48% (mtm)
dengan andil sebesar 0,03%. Hal ini sejalan
dengan perkembangan harga minyak dunia
yang mengalami kenaikan. Sementara itu, sub
kelompok AP non-energi pada bulan Januari
2017 mencatat inflasi sebesar 2,01% (mtm).
Pada sub kelompok non-energi, andil inflasi
terbesar diberikan oleh biaya perpanjangan
STNK dan angkutan udara. Terhitung per 1
Januari 2017, Pemerintah menaikkan biaya
pengurusan surat-surat kendaraan bermotor
(STNK) sebesar 100% (dari Rp 50.000 menjadi
Rp 100.000) untuk kendaraan roda dua dan
167% (dari Rp 75.000 menjadi Rp 200.000)
untuk kendaraan roda empat. Adapun pangsa
kendaraan roda dua di Sulawesi Utara
mencapai 68% sementara roda empat
mencapai 32%. Hal ini mendorong inflasi pada
biaya perpanjangan STNK sebesar 111,99%
(mtm) dan memberikan sumbangan inflasi
bulanan sebesar 0,15%. Sementara itu, masih
berlanjutnya peak season mobilitas pengguna
transportasi udara mendorong inflasi pada
angkutan udara sebesar 5,89% (mtm) dan
memberikan sumbangan inflasi bulanan
sebesar 0,09%.
Inflasi kelompok volatile food pada Januari
2017 sebesar 1,76% (mtm), meningkat dari
bulan sebelumnya yang tercatat deflasi.
Kondisi ini sangat berbeda dengan tren historis
dimana umumnya kelompok pangan
mengalami penurunan harga atau mencatat
deflasi di awal tahun sebagai dampak kembali
normalnya permintaan masyarakat setelah
perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru.
Inflasi kelompok volatile food bersumber dari
komoditas cabai rawit yang pasokannya
terganggu akibat curah hujan yang tinggi pada
bulan Januari. Demikian juga halnya komoditas
tomat sayur yang mengalami inflasi karena
gangguan pasokan. Tingginya inflasi kedua
komoditas ini juga dipengaruhi oleh faktor
base effect kedua komoditas tersebut yang
mencatat deflasi pada bulan sebelumnya.
Adapun andil cabai rawit dan tomat sayur
terhadap inflasi bulanan Januari 2017 secara
berturut-turut sebesar 0,40% dan 0,12%.
Namun demikian, inflasi yang lebih tinggi
ditahan oleh deflasi komoditas bawang merah
seiring dengan masih terjaganya pasokan
pasca panen dari daerah produsen. Andil
komoditas bawang merah terhadap inflasi
bulanan Januari 2017 yaitu sebesar -0,24%.
Inflasi Andil Inflasi Andil
Total 1.10% 1.10% 1.63% 1.63%
Volatile Food 1.76% 0.35% 0.46% 0.09%
Administered Prices 2.45% 0.50% 1.95% 0.41%
Core 0.42% 0.25% 1.93% 1.14%
Core Traded 0.37% 0.09% 2.89% 0.72%
Core Non-Traded 0.46% 0.16% 1.23% 0.42%
AP Energi
AP Non-Energi
Indikatormtm yoy
27
Sementara itu, pergerakan harga komoditas
beras relatif stabil selama 3 bulan terakhir atau
sejak November 2016. Hal ini disebabkan
membaiknya produksi di Sulawesi Utara pada
tahun 2016 setelah adanya El Nino pada tahun
2015. Selain itu, stabilnya komoditas beras
didukung oleh ketersediaan pasokan dari luar
daerah (Sulawesi Tengah).
Tabel 3.2. Inflasi Komoditas Utama Sulawesi Utara Januari 2017
Di sisi lain, kelompok core mencatat inflasi
yang rendah yakni sebesar 0,42% (mtm),
menurun dibandingkan bulan sebelumnya
(0,73%). Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi
core disebabkan oleh inflasi core non-traded
yang meningkat dari 0,30% (mtm) menjadi
0,46% pada bulan Januari. Peningkatan inflasi
core non traded didorong oleh peningkatan
harga komoditas mie dan tarif pulsa ponsel.
Meningkatnya harga mie merupakan dampak
dari kebijakan salah satu produsen mie instan
nasional7 yang menaikkan harga jual mie instan
sebesar Rp100 per bungkus pada tanggal 17
Januari 2017. Kenaikan tersebut tidak
berhubungan dengan harga bahan baku
tepung saat ini, namun merupakan kenaikan
rutin setiap tahun sebagai strategi untuk
menjaga marjin perusahaan. Sementara itu,
kenaikan tarif pulsa ponsel disebabkan oleh
masih tingginya permintaan untuk jasa
komunikasi selama momen libur dan hari raya,
baik yang berbasis voice maupun mobile data
menjadi faktor pendorong utama. Kenaikan
tarif pulsa ponsel tersebut berlanjut dari bulan
sebelumnya. Adapun andil inflasi komoditas
mie dan tarif pulsa ponsel terhadap
keseluruhan inflasi bulan Januari 2017 secara
berturut-turut adalah 0,09% dan 0,04%. Di sisi
7 PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 8 Glencore dan Nyrstar
lain, inflasi core traded disebabkan oleh
peningkatan inflasi seng yang memberikan
andil terhadap total inflasi bulanan Januari
2017 sebesar 0,04%. Peningkatan inflasi seng
seiring dengan tren positif harga seng dunia
pada tahun 2016. Peningkatan harga seng
dunia disebabkan oleh kondisi defisit pasar
seng dunia dimana akibat penutupan
tambang-tambang besar8 dan pertambangan
yang terbengkalai di China. Sementara itu, laju
inflasi kelompok core traded tertahan oleh gula
pasir yang tercatat deflasi dan apresiasi rupiah
sepanjang Januari 2017. Penurunan harga gula
pasir didukung oleh ketersediaan ribuan ton
stok gula pasir9 dan kegiatan pasar murah serta
Operasi Pasar (OP) yang dilakukan Pemerintah.
Selanjutnya, berlangsungnya apresiasi rupiah
sepanjang Januari 2017 menahan gejolak pada
kelompok core traded. Rupiah terapresiasi
sebesar 0,44% (mtm) pada bulan Januari 2017.
Melihat realisasi inflasi Januari dan perkiraan
inflasi pada Februari dan Maret, Bank
Indonesia memperkirakan inflasi pada
triwulan I 2017 sebesar 3,01% (yoy). Perkiraan
tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi
inflasi pada triwulan sebelumnya (0,35% yoy).
Naiknya inflasi tersebut secara bulanan
didorong oleh inflasi pada bulan Maret. Pada
bulan Februari, Indeks Harga Konsumen (IHK)
diperkirakan mencatat inflasi yang sangat
rendah, bahkan dapat mencatat deflasi seiring
dengan normalisasi harga komoditas bumbu-
bumbuan yang meningkat tinggi pada bulan
Januari. Sementara itu, pada bulan Maret, IHK
diperkirakan mencatat inflasi yang cukup tinggi
seiring dengan kenaikan tarif listrik 900 VA bagi
rumah tangga mampu. Namun, tingginya
curah hujan yang berlangsung hingga bulan
Februari berpotensi mendorong inflasi pada
bulan tersebut. Adapun dengan
mempertimbangkan hal-hal tersebut, realisasi
inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan
berada dalam rentang sasaran inflasi 2017
yakni 4+1% (yoy).
9 Ketersediaan di Perum Bulog Divre Sulawesi Utara
Inflasi Andil Inflasi Andil
Cabai Rawit 58.98% 0.40% -13.43% -0.17%
Tomat Sayur 7.06% 0.12% 31.72% 0.43%
Bawang Merah -23.27% -0.24% -23.66% -0.25%
Beras 0.00% 0.00% 4.85% 0.25%
Indikatormtm yoy
28
3.3. PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI
DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI
Pada Oktober 2016, TPID Sulawesi Utara
bersama dengan TPID Kab/Kota telah
menyepakati Roadmap Pengendalian Inflasi
Sulawesi Utara periode 2016-2019. Roadmap
Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara disusun
untuk menjadi acuan upaya pengendalian
inflasi di wilayah Provinsi Sulawesi Utara,
sekaligus mensinergikan berbagai kebijakan
dalam mengawal pencapaian sasaran inflasi
Sulawesi Utara maupun Nasional. Roadmap
Pengendalian Inflasi ini diharapkan dapat
membuahkan hasil yang positif, disertai
dengan langkah-langkah nyata, koordinatif dan
berkesinambungan, baik di ruang lingkup
Provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Fokus pengendalian inflasi akhir tahun
menjadi agenda utama TPID Provinsi maupun
Kab/Kota pada November dan Desember
2016. Rapat TPID tingkat Provinsi telah
dilaksanakan bersama dengan Ketua TPID
Provinsi sebagai respons tingginya inflasi
November. Pada rapat tersebut telah
disepakati untuk meningkatkan kegiatan
pengendalian inflasi akhir tahun berupa
operasi pasar harian yang fokus pada
komoditas bumbu-bumbuan dan sidak pasar
yang bekerjasama dengan aparat penegak
hukum. Di sisi lain, Gerakan Rica Rumah yang
telah diimplementasikan melalui pembagian
bibit pada Agustus-September lalu, diharapkan
dapat menambah pasokan cabai rawit secara
mandiri di level rumah tangga, sehingga
mengurangi potensi tekanan harga.
Selanjutnya, rapat koordinasi TPID Se-
Sulawesi Utara telah dilaksanakan pada
Desember untuk membahas pengendalian
harga dan ketersediaan bahan pokok strategis
menjelang Natal dan Tahun Baru 2017. Atas
hasil rapat tersebut, beberapa kegiatan nyata
telah dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan
permintaan masyakat seperti Operasi Pasar
pada 40 titik di Kota Manado (termasuk OP
langsung oleh Bulog di pasar tradisional utama
Kota Manado), Sidak Pasar oleh TPID Provinsi
yang bekerjasama dengan Aparat Penegak
Hukum, serta komunikasi ekspektasi dan
himbauan kepada pedagang melalui media
masa terkemuka di Sulawesi Utara. Hasil dari
berbagai upaya pengendalian inflasi di
sepanjang tahun 2016, termasuk Gerakan Rica
Rumah yang telah diinisiasi sejak pertengahan
tahun, dinilai mampu menjaga tingkat harga
dan ketersediaan pasokan bahan makanan
strategis, sehingga pencapaian inflasi Sulawesi
Utara pada tahun 2016 lebih baik
dibandingkan tahun sebelumnya.
Untuk tahun 2017, upaya pengendalian inflasi
akan dilaksanakan sesuai dengan Roadmap
yang telah disusun. Salah satu program besar
dalam pengendalian inflasi 2017 adalah upaya
untuk mendirikan Pasar Induk/Pasar Provinsi di
Sulawesi Utara. Dalam hal ini, Pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara melalui Gubernur telah
melakukan koordinasi awal dengan
Kementerian Perdagangan untuk mewujudkan
rencana tersebut.
Upaya pengendalian inflasi semakin
diperkuat melalui penyelarasan program
pengendalian inflasi 2017. Hal ini mengingat
risiko tekanan inflasi yang cukup besar pada
kelompok administered prices pada tahun
2017. Di awal tahun 2017, TPID Provinsi
Sulawesi Utara telah melaksanakan High Level
Meeting perdana pada 25 Januari 2017 dengan
agenda utama menyelaraskan upaya
pengendalian inflasi tahun 2017. Dalam
pertemuan tersebut, seluruh anggota TPID
Sulawesi Utara berkomitmen untuk
menjalankan program pengendalian inflasi
2017 mengacu kepada Roadmap Pengendalian
Inflasi Sulawesi Utara yang telah disusun
sebelumnya. Beberapa program utama
pengendalian inflasi 2017 antara lain adalah
peningkatan produksi bahan pangan melalui
penyediaan benih pertanian & holtikultura,
mensukseskan Gerakan Rica Rumah (Next
Level), memperluas peran Bulog dalam
stabilisasi harga, meningkatkan koordinasi dan
kerjasama dengan Aparat Penegak Hukum
(APH) khususnya Kepolisian, serta optimalisasi
penggunaan PIHPS. Selain itu, Pemerintah
29
Provinsi juga terus berupaya untuk mendirikan
Pasar Induk/Pasar Provinsi di Sulawesi Utara
dengan tujuan memperluas pasar dan
mencegah monopoli pasar.
30
Bab IV.
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan
Akses Keuangan dan UMKM
4.1. GAMBARAN UMUM PERBANKAN
4.1.1. Jaringan Kantor dan Aset
Pada triwulan IV 2016, terdapat pembukaan 2
kantor bank dan 5 jaringan kantor bank
umum konvensional yang beroperasi di
wilayah Sulawesi Utara, sehingga total bank
umum sebanyak 30 dengan 294 jaringan
kantor sedangkan BPR masih sama dengan
periode sebelumnya yaitu sebanyak 18 dengan
55 jaringan kantor.
Sejalan dengan adanya pembukaan kantor
bank, total aset perbankan umum di Sulawesi
Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh
meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan aset
terjadi pada kelompok Bank Persero menjadi
sebesar 11,3% (yoy) dari sebelumnya hanya
tumbuh 8,7%. Peningkatan juga terjadi pada
kelompok bank swasta nasional yang juga
tumbuh menjadi 2,6% (yoy) dari sebelumnya
hanya tumbuh 1,3% serta pada Bank
Pemerintah Daerah yang tercatat meningkat
menjadi sebesar 7,4% (yoy) dibandingkan
periode sebelumnya sebesar 5,4%. Sementara
itu, pertumbuhan aset Bank Asing dan
Campuran tercatat kontraksi yang semakin
dalam menjadi 21,6% (yoy) dari sebelumnya
yang telah terkontraksi sebesar 20,9%.
Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
4.1.2. Dana Pihak Ketiga
Pertumbuhan DPK tercatat membaik meski
masih mencatatkan pertumbuhan negatif.
DPK pada triwulan IV 2016 tercatat
terkontraksi 1,8% (yoy) yang membaik dari
triwulan sebelumnya yang terkontraksi
sebesar 6,1%. Membaiknya pertumbuhan DPK
terutama disebabkan oleh pertumbuhan
positif komponen Deposito yang pada periode
sebelumnya mencatatkan kontraksi yang
cukup dalam, pada triwulan IV 2016 telah
tercatat tumbuh positf. Adapun komponen
Tabungan sebagai komponen utama
pembentuk DPK, mengalami perlambatan
pertumbuhan meski masih mencatatkan
pertumbuhan positif. Di sisi lain, tekanan
terhadap penurunan komponen Giro masih
terus berlanjut. Giro yang pada bulan
sebelumnya terkontraksi sebesar -10,44%
(yoy), pada periode laporan terkontraksi
semakin dalam menjadi sebesar -29,05%.
Penurunan giro perlu dicermati karena
menjadi cerminan kinerja sektor swasta,
utamanya korporasi. Dari hasil liaison Bank
Indonesia diperoleh informasi bahwa pelaku
usaha lebih memilih menarik dana gironya
untuk dijadikan modal kerja dibandingkan
menggunakan fasilitas pembiayaan modal
kerja yang rata-rata suku bunganya masih
berada diatas 10%. Di samping itu, jelang akhir
tahun penarikan dana giro sektor korporasi
juga diperuntukkan untuk pembayaran
Tunjangan Hari Raya (THR) / Tunjangan Akhir
Tahun (TAT) karyawan. Tekanan terhadap
komponen giro juga berasal dari giro
pemerintah yang disebabkan oleh pembayaran
sisa realisasi proyek pemerintah yang
dianggarkan untuk tahun 2016. Selain faktor
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016
Total Aset Bank Persero Bank Swasta Nasional
Bank Campuran Bank Pemerintah daerah
31
penurunan pendapatan masyarakat,
peningkatan konsumsi masyarakat jelang akhir
tahun untuk perayaan Natal dan Tahun Baru
juga turut memengaruhi kondisi DPK,
utamanya komponen tabungan yang
merupakan dana yang sifatnya dapat ditarik
sewaktu-waktu. Hal tersebut sejalan dengan
melambatnya pertumbuhan komponen
tabungan pada periode laporan yang tumbuh
sebesar 5,94% (yoy) dibandingkan periode
sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar
11,84% (yoy). Berdasarkan komponen
pembentuknya, DPK masih didominasi oleh
tabungan dengan pangsa 52,7%, diikuti oleh
deposito dan giro yang masing-masing 32,4%
dan 14,8%.
4.1.3. Kredit
Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit
tercatat tumbuh sebesar 6,32% (yoy)
meningkat jika dibandingkan triwulan
sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar
5,06% (yoy). Secara umum, penyaluran
pembiayaan di Sulawesi Utara masih
disalurkan ke sektor konsumtif, yang tercermin
dari pangsa kredit konsumsi yang mencapai
60,3% dari total kredit yang disalurkan di
Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016.
Sementara itu, kredit produktif yakni modal
kerja dan investasi sebesar 25,7% dan 13,9%.
Berdasarkan penggunaannya, peningkatan
kredit disumbang oleh pertumbuhan positif
Kredit Konsumsi (KK) sebesar 6,92% (yoy),
dibandingkan periode sebelumnya sebesar
6,51% (yoy). Pertumbuhan KK utamanya
didorong oleh tumbuhnya jenis kredit
Multiguna yang mendominasi penyaluran KK
(pangsa sebesar 75,9%). Penyaluran Kredit
Investasi (KI) juga mulai menunjukkan
perbaikan yang tercermin dari meredanya
tekanan pertumbuhan negatif KI, yang pada
bulan sebelumnya terkontraksi hingga -4,41%
(yoy), kini tercatat tumbuh positif sebesar
2,75% (yoy). Disisi lain, Kredit Modal Kerja
(KMK) mengalami perlambatan, yaitu hanya
tumbuh sebesar 6,94% (yoy) dari sebelumnya
7,47%.
Grafik 4.2. Perkembangan Indikator Utama Perbankan
Sumber: Bank Indonesia
4.1.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non
Performing Loan (NPL)
Fungsi intermediasi perbankan yang
tercermin dari indikator LDR menunjukkan
peningkatan pada bulan triwulan IV 2016
menjadi 149,6% dari 145,2% pada triwulan
sebelumnya yang disebabkan oleh
meningkatnya penyaluran kredit ditengah
pertumbuhan negatif DPK. Tumbuhnya
penyaluran pembiayaan pada triwulan IV 2016
juga diikuti oleh perbaikan kualitas kredit. Hal
ini tercermin dari indikator rasio NPL
menunjukkan penurunan menjadi 3,40% dari
sebelumnya 3,85% pada periode laporan.
4.2. AKSES KEUANGAN DAN UMKM
4.2.1. Perkembangan Pembiayaan UMKM
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
memiliki peran penting dalam perekonomian
Sulawesi Utara tercermin dari pangsa unit
usaha yang mendominasi dari total unit usaha
yang ada serta sebagai sektor yang juga turut
berkontribusi terhadap penyerapan tenaga
kerja. Namun demikian, sebagai salah satu
aktor yang cukup penting dalam
perekonomian domestik maupun nasional,
UMKM sering kali masih terkendala dalam
memperoleh pembiayaan.
Pada triwulan IV 2016, laju pertumbuhan
kredit UMKM di Sulawesi Utara tercatat
mengalami sedikit perlambatan, dari yang
semula tumbuh sebesar 9,18% (yoy) pada
triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 9,03%
pada triwulan IV 2016. Ditengah perlambatan
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015 2016
YoYLDR-sb.kanan Aset dpk Kredit
32
tersebut, kualitas kredit yang tercermin dari
penurunan rasio NPL kredit UMKM mengalami
perbaikan. Pada triwulan IV 2016, NPL Kredit
UMKM tercatat sebesar 5,48%, dibanding
periode sebelumnya mencapai 6,10%. Meski
mengalami penurunan, NPL Kredit UMKM
yang berada diatas ambang threshold 5% perlu
terus menjadi perhatian.
Grafik 4.3. Perkembangan Kredit UMKM
Sumber: Bank Indonesia
Pangsa kredit UMKM di triwulan IV 2016
tercatat mengalami peningkatan, yakni
menjadi sebesar 26,2%, jika dibandingkan
pangsa pada triwulan sebelumnya sebesar
25,4%. Berdasarkan wilayahnya, konsentrasi
penyaluran kredit UMKM terbesar berada di
Kota Manado sebesar 61,5%, diikuti Kota
Bitung sebesar 10,9% dan Kota Kotamobagu
sebesar 9,8%. Meski demikian, dari sisi
kerentanan terhadap risiko kredit bermasalah,
Kota Manado perlu menjadi perhatian. Sebagai
daerah dengan realisasi kredit UMKM
terbesar, rasio NPL kredit UMKMnya telah
melewati threshold yaitu sebesar 7,3% pada
triwulan IV 2016 meningkat dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 6,3%. Di samping itu,
Kab. Bolaang Mongondow Timur mencatatkan
NPL tertinggi dibandinkan 15 kab/kota lainnya
untuk kategori kredit UMKM, rasio kredit
UMKM bermasalah Kab. Bolaang Mongondow
Timur tercatat mencapai 38,5% pada periode
laporan yang perlu menjadi perhatian
bersama.
Grafik 4.4. Pangsa UMKM
Sumber: Bank Indonesia
Grafik 4.5. Pangsa UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara
Sumber: Bank Indonesia
4.2.2. Akses Keuangan Penduduk
Indikator akses keuangan Sulawesi Utara
terutama dari sisi penghimpunan dana
mengalami peningkatan, namun demikian
dari sisi penyaluran pembiayaan
menunjukkan penurunan. Rasio jumlah
rekening DPK terhadap penduduk angkatan
kerja di Sulawesi Utara masih menujukkan tren
peningkatan, dimana pada data terakhir yaitu
periode Agustus 2016 rasio tersebut tercatat
sebesar 102,28%. Rasio yang telah melampaui
angka 100% mengindikasikan sebagian kecil
angkatan kerja memiliki lebih dari satu
rekening (dengan asumsi seluruh angkatan
kerja masing-masing memiliki 1 rekening
tabungan).
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Growth UMKM (yoy) Porsi UMKM NPL UMKM (sb.kanan)
0,74
0,26
Non-UMKM UMKM
61,54%
8,88%
9,89%
10,98%
7,88% 0,83% Manado
Minahasa
Kotamoagu
Bitung
Kep. Sangihe
Kab.Kota Lainnya
33
Grafik 4.6. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja
Sumber: Bank Indonesia
Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit
terhadap jumlah penduduk angkatan kerja di
Sulawesi Utara menunjukkan sedikit
penurunan menjadi 15,81% di bulan Agustus
2016. Masih sangat rendahnya rasio rekening
kredit menunjukkan bahwa fasilitas
pembiayaan masih sedikit dimanfaatkan oleh
masyarakat Sulawesi Utara, baik karena alasan
belum membutuhkan maupun secara
administratif dan non-administratif belum
dapat melengkapi persyaratan yang ada untuk
dapat memanfaatkan fasilitas pembiayaan.
Masih minimnya rasio tersebut juga
menunjukkan masih terdapat ruang untuk
meningkatkan penyaluran kredit di masa
mendatang.
Grafik 4.7. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja
Sumber: Bank Indonesia
4.2.3. Upaya Peningkatan Akses Keuangan
Sebagai upaya agar lembaga
keuangan/pembiayaan dapat diakses seluruh
lapisan masyarakat Sulawesi Utara yang
kemudian diharapkan dapat turut
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas
sekaligus mengatasi kemiskinan, dalam
beberapa kurun waktu terakhir Bank Indonesia
telah melakukan berbagai bentuk langkah dan
upaya, diantaranya adalah sebagai berikut:
Bank Indonesia berupaya memperluas
implementasi LKD melalui dorongan
kepada BRI dan Bank Mandiri, yang
merupakan bank penyelenggara LKD di
Sulawesi Utara, untuk memperbanyak
agen LKD di tiap-tiap daerah.
Bank Indonesia memfasilitasi
Perjanjian Kerja Sama (PKS)
implementasi transaksi pembayaran
dan penerimaan Pemda melalui
aplikasi kasda online yang
diintegrasikan dengan simda online
antara 6 Pemda yaitu Pemkab
Minahasa Utara, Minahasa Selatan,
Bolaang Mongondow, Bolaang
Mongondow Utara, dan Kepulauan
Talaud dengan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
serta PT Bank Sulawesi UtaraGo.
Penandatangan PKS tersebut
dilakukan pada 14 November 2016.
Berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT
terus dilakukan oleh Bank Indonesia
pada berbagai kesempatan dan
kepada beragam stakeholders.
Sepanjang tahun 2016, telah dilakukan
sosialisasi dan edukasi kepada Pemda
Kab/Kota, kasir perbankan, Stasiun
Pengisian Bahan Bakar (SPBU),
department store, pelaku usaha dan
masyarakat. Khusus triwulan IV 2016,
Bank Indonesia menyelenggarakan
sosialisasi GNNT kepada masyarakat
dan pelaku usaha di Provinsi Gorontalo
serta kepada pengusaha dan karyawan
hotel dan resort di Likupang,
Kabupaten Minahasa Utara. Pada
bulan Januari 2017, sosialisasi GNNT
dilakukan di Kotamobagu kepada
pemda, masyarakat dan pelajar.
84,25% 83,20%
91,19% 89,01%85,37% 88,01%
93,42%
102,28%
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt
2013 2014 2015 2016
14,89% 15,30% 15,37% 15,56% 15,69% 15,68% 16,04% 15,81%
Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt
2013 2014 2015 2016
34
4.3. KETAHANAN KORPORASI
4.3.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Permasalahan bahan baku bagi industri
pengolahan masih menjadi salah satu sumber
kerentanan yang perlu diwaspadai, utamanya
untuk korporasi di sektor Industri Pengolahan
yang hasil produksinya merupakan komoditas
ekspor utama Sulawesi Utara. Meski krisis
bahan baku untuk industry pengolahan ikan
dan kelapa mulai mereda pada triwulan
laporan, namun belum dapat kembali ke level
normal (berdasarkan hasil diskusi/liaison
dengan para pelaku bisnis di Industri
Pengolahan). Kondisi tersebut tercermin dari
Lickert Scale (LS) persediaan bahan baku hasil
liaison yang pada triwulan laporan berada
pada level 0,22 dimana pada periode
sebelumnya berada pada level -0,20. Belum
pulih sepenuhnya kondisi bahan baku untuk
industri pengolahan ikan salah satunya
disebabkan oleh pasokan dari perusahaan
supplier (perikanan tangkap) masih terkendala
oleh syarat-syarat dari relaksasi kebijakan
transhipment melalui penerbitan Peraturan
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap No.
1/2016 tentang Penangkapan Ikan dalam Satu
Kesatuan Operasi. Salah satu persyaratan yang
dikeluhkan adalah terkait pemasangan Video
Monitoring System pada kapal yang
membutuhkan biaya tambahan.
Grafik 4.8. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara
Sumber: SITC, diolah
Di sisi lain, Minyak (termasuk CPO) dan Lemak
Nabati sebagai komoditas yang mendominasi
kinerja ekspor Sulawesi Utara, masih
mencatatkan adanya pertumbuhan meskipun
pada level yang masih relatif terbatas.
Permasalahan ketersediaan bahan baku
kelapa, masih menjadi salah satu kendala
utama yang menahan pertumbuhan industri
pengolahan minyak kelapa. Ketersediaan
bahan baku utamanya dipengaruhi oleh masih
minimnya upaya peremajaan kelapa. Biaya
penanaman dan pemeliharaan kelapa untuk
peremajaan yang cukup besar serta
membutuhkan waktu yang cukup lama
membuat petani kelapa cukup enggan untuk
melakukan revitalisasi tanpa bantuan dari
pemerintah daerah. Sumber kerentanan lain
yang perlu menjadi perhatian adalah
penurunan harga komoditas di pasar dunia
baik CPO maupun CNO ditengah peningkatan
harga bahan baku. Permasalahan terkait bahan
baku kelapa tersebut jika terus berlanjut dapat
menjadi sumber risiko korporasi Sulawesi
Utara, mengingat dominannya pangsa industri
ini terhadap ekspor Sulawesi Utara.
4.3.2. Kinerja Korporasi
Kegiatan Usaha
Kinerja korporasi berdasarkan hasil liaison
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov.
Sulawesi Utara dengan perusahaan pada
lapangan usaha utama Sulawesi Utara,
mengindikasikan adanya peningkatan
kegiatan usaha pada triwulan IV 2016.
Perbaikan tersebut didorong oleh
meningkatnya penjualan domestik disertai
mulai pulihnya kinerja ekspor namun meski
masih level yang relatif terbatas yang
tercermin dari lickert scale (LS) penjualan
domestik maupun ekspor yang menunjukkan
peningkatan. Likert Scale (LS) penjualan
domestik tercatat tumbuh dari 0,33 pada
triwulan lalu kini berada di level 1,71. LS ekspor
yang sebelumnya tercatat -1,0 membaik ke
angka 0,33 yang menunjukkan meredanya
tekanan terhadap kinerja ekspor Sulawesi
Utara.
Minyak & Lemak Nabati; 57%
Ikan; 13%
Emas ; 15%
Kopi, Teh, Coklat & Rempah; 4%
Pakan Ternak; 3%Lainnya; 8,0%
35
Grafik 4.9. Lickert Scale Kegiatan Usaha
Sumber: Liaison, Bank Indonesia
Disisi lain, prospek kinerja korporasi yang
tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov.
Sulawesi Utara menunjukkan perlambatan,
dimana kegiatan usaha pada triwulan
mendatang diperkirakan akan melambat
dengan SBT sebesar 6,14%. Perlambatan
tersebut diperkirakan akan disumbangkan oleh
melambatnya kinerja lapangan usaha
penyediaan akomodasi dan makan minum
serta transportasi dan pergudangan sejalan
dengan mulai melambatnya kinerja pariwisata
memasuki awal tahun.
4.3.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor
Korporasi
Meski eksposure kredit perbankan pada sektor
korporasi hanya sebesar 16,9% dari total kredit
di Sulawesi Utara, kerentanan yang terjadi
pada sektor ini perlu tetap diwaspadai untuk
menjaga stabilitas sistem keuangan secara
keseluruhan mengingat eratnya keterkaitan
antar sektor. Keterkaitan tersebut terutama
terhadap sektor rumah tangga, dengan
penghasilan dan penyerapan tenaga kerja
dipengaruhi oleh kinerja korporasi merupakan
eksposur terbesar kredit perbankan Sulawesi
Utara.
Grafik 4.10. Pangsa Penggunaan Kredit
Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.11. Pertumbuhan Kredit Korporasi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Kredit perbankan pada sektor korporasi di
Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016
mencapai Rp 5,29 Trilliun, tumbuh terbatas
sebesar 3,0% (yoy) meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya (1,5% yoy). Berdasarkan
jenis penggunaannya, kredit korporasi
terutama disalurkan dalam bentuk kredit
investasi (50%) dan investasi (47%), dan hanya
sebagian kecil dipergunakan untuk konsumsi
(3%). Peningkatan pertumbuhan kredit
korporasi terutama disebabkan oleh
meredanya tekanan terhadap kredit investasi
sebagai jenis penggunaan utama kredit
korporasi. Kredit investasi yang pada triwulan
sebelumnya terkontraksi hingga sebesar -0,8%
(yoy) pada triwulan laporan tercatat membaik
meski masih tumbuh negative sebesar -6,6%
(yoy). Disisi lain kredit modal kerja
mencatatkan perlambatan pertumbuhan
menjadi sebesar 8,2% (yoy) dibandingkan
periode sebelumnya yang tumbuh 14,3% (yoy).
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
Likert Scale Penjualan Domestik (sb.kanan)
Likert Scale Penjualan Ekspor (sb.kanan)
47,00%50,09%
2,90%
Modal Kerja Investasi Konsumsi
-100,0%
0,0%
100,0%
200,0%
300,0%
400,0%
500,0%
600,0%
700,0%
800,0%
-50,0%
0,0%
50,0%
100,0%
150,0%
200,0%
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi -sb. Kanan
36
Kredit Modal Kerja Korporasi
Posisi kredit modal kerja (KMK) Tw IV 2016
mencapai Rp2,4 Triliun menurun sebesar
Rp154 Miliar secara nominal, jika dibandingkan
dengan baki debet pada triwulan sebelumnya.
Perlambatan pertumbuhan kredit modal kerja
korporasi tersebut didorong oleh penurunan
kredit lapangan usaha yang mendominasi
penyaluran kredit modal kerja korporasi, yaitu
lapangan usaha konstruksi (pangsa 23%)
tercatat tumbuh melambat menjadi sebesar
24% (yoy) pada triwulan laporan,
dibandingkan periode sebelumnya yang dapat
tumbuh sebesar 28% (yoy). Perlambatan juga
terjadi pada lapangan usaha perdagangan
sebagai lapangan usaha terbesar penerima
pembiayaan modal kerja pada sektor korporasi
(pangsa 54%) yang hanya pertumbuhannya
(14,58 yoy) lebih rendah dibandingkan
triwulan sebelumnya (24,6% yoy). Disisi lain,
tekanan pada lapangan usaha industri
pengolahan (pangsa 11%) mulai meredam.
Pertumbuhan KMK lapangan usaha tersebut
menunjukkan sebelumnya mencatatkan
kontraksi -13,5% saat ini tercatat tumbuh
sebesar 0,47%.
Grafik 4.12. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja
Korporasi Lapangan Usaha Dominan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.4. KETAHANAN RUMAH TANGGA
4.4.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi
Sektor Rumah Tangga
Rumah tangga dalam sistem keuangan
memiliki 2 (dua) fungsi yaitu sebagai penyedia
dana dan sebagai penerima pendanaan dari
institusi keuangan. Beberapa faktor yang
memengaruhi kondisi rumah tangga adalah
tingkat pendapatan, tingkat pengangguran,
tingkat konsumsi dan kondisi
pembiayaan/kredit rumah tangga.
Grafik IV.6. Kontribusi Konsumsi Rumah
Tangga terhadap PDRB Sulawesi Utara
Sumber: BPS, diolah
Pada triwulan IV 2016, konsumsi rumah tangga
tercatat tumbuh 5,52% (yoy) melambat dari
5,96% (yoy) pada periode sebelumnya sejalan
dengan menurunnya pangsa konsumsi rumah
tangga terhadap perekonomian Sulawesi Utara
meski tercatat masih dominan dengan pangsa
sebesar 73,75%.
Grafik 4.13. Indeks Keyakinan Konsumen
Rumah Tangga Sulawesi Utara
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Perlambatan konsumsi rumah tangga tersebut
sejalan dengan menurunnya tingkat
optimisme rumah tangga dalam melakukan
kegiatan konsumsi. Hal ini terlihat dari Indeks
Keyakinan Konsumen (IKK) selama triwulan IV
2016 yang hanya berada pada level 116,1
menurun dibandingkan periode sebelumnya
yang berada pada level 119,0.
-13
,51
%
28
,88
%
21
,32
%
0,4
7%
24
,60
%
14
,58
%
I N D U S T R I P E N G O L A H A N K O N S T R U K S I P E R D A G A N G A N B E S A R D A N E C E R A N
Tw III 2016 IV 2016
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
7,00
7,50
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
90,00%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016
Pangsa gKonsumsi RT
60
80
100
120
140
160
180
200
JanFebM
arA
pr
May
Jun
eJu
lA
ug
SepO
ctN
ov
Dec
JanFebM
arA
pr
May
Jun
Jul
Au
gSepO
ctN
ov
Dec
JanFebM
arA
pr
Mei
Jun
iJu
liA
gtSepO
ktN
ov
Des
JanFebM
aretA
pril
Mei
Jun
iJu
liA
gtSepO
ktN
ov
Des
2013 2014 2015 2016Indeks Keyakinan Konsumen Kondisi Ekonomi Saat Ini
Ekspektasi Konsumen Titik Optimis
37
Grafik 4.14. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi
Utara terhadap Ekonomi saat ini
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Grafik 4.15. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi
Utara terhadap Ekonomi 6 bulan
Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia
Rumah tangga Sulawesi Utara pada triwulan IV
2016 masih memiliki optimisme baik terhadap
kondisi penghasilan, pembelian barang tahan
lama dan ketersediaan lapangan kerja. Hal ini
tercermin dari indeks pembentuk IKE,
sepanjang Oktober-Desember 2016 masih
berada diatas level 100.
Sejalan dengan membaiknya kondisi
perekonomian, Indeks Ketersediaan Lapangan
Kerja juga menunjukkan peningkatan pada
triwulan laporan yang diikuti dengan
penurunan Indeks Penghasilan Saat Ini.
Kondisi tersebut diperkirakan akan terkoreksi
pada waktu mendatang, sebagaimana
tercermin dari rata-rata ekspektasi rumah
tangga terhadap lapangan pekerjaan 6 bulan
mendatang yang akan relatif lebih rendah
dibandingkan rata-rata periode sebelumnya
meski masih dalam level yang masih optimis.
Ke depan, sektor RT masih memperkirakan
adanya risiko yang berasal dari kenaikan
harga yang terindikasi dari peningkatan
Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 6 bulan
mendatang. Sementara itu, pada triwulan II
2017 mendatang rumah tangga akan
dihadapkan pada perayaan pengucapan dan
hari raya Idul Fitri, dimana secara historis
tekanan harga bahan pangan dan makanan
pada bulan tersebut relatif tinggi jika
pemerintah tidak melakukan intervensi.
4.4.2. Dana Pihak Ketiga Perseorangan di
Perbankan
Pada triwulan IV 2016 pertumbuhan dana
pihak ketiga (DPK) perseorangan mengalami
perlambatan, sebesar 7,09% (yoy), melambat
dibandingkan periode sebelumnya dapat
tumbuh sebesar 14,22% (yoy). Dilihat dari
porsinya, sektor rumah tangga tercatat masih
mendominasi DPK perbankan Sulawesi Utara,
dengan pangsa yang mencapai 83,2% dari
keseluruhan DPK di Sulawesi Utara. Porsi DPK
perseorangan tersebut relative sama jika
dibandingkan triwulan sebelumnya (83,3%),
namun meningkat jika dibandingkan dengan
periode yang sama di 2015 dengan pangsanya
hanya sebesar 76,8%.
Grafik 4.16. Komposisi DPK Perseorangan di
Sulawesi Utara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.17. Komposisi DPK Sulawesi Utara
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Kondisi Ekonomi Saat Ini Penghasilan Saat Ini Pembelian Barang TahanLama
Ketersediaan Lap. Kerja
Okt Nov Des Titik Optimis
Ekspektasi Konsumen Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Ekonomi Ekspektasi KetersediaanLap. Kerja
Okt Nov Des Titik Optimis
0,0%
20,0%
40,0%
60,0%
80,0%
100,0%
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Perseorangan Bukan Perseorangan
0%
20%
40%
60%
80%
100%
Tw III 2016 Tw IV 2016 Tw III 2016 Tw IV 2016 Tw III 2016 Tw IV 2016
Tabungan Deposito Giro
Bukan Perseorangan Perseorangan
38
Preferensi rumah tangga pada triwulan IV
dalam melakukan penempatan dana masih
didominasi pada tabungan dan deposito,
masing-masing dengan porsi sebesar 48% dan
34%. Pertumbuhan DPK dalam bentuk
tabungan (10,70% yoy) meningkat dibanding
triwulan sebelumnya 9,73% (yoy). Disisi lain
perlambatan terjadi pada komponen Deposito,
tercatat hanya tumbuh sebesar 5,54% (yoy),
setelah pada triwulan sebelumnya mampu
tumbuh sebesar 5,94% (yoy
Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK Perseorangan
Tiap Jenis Penempatan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
4.4.3. Kredit Perbankan Sektor Rumah
Tangga
Kredit rumah tangga (konsumsi) pada triwulan
IV 2016 mencapai Rp18,9 triliun, tumbuh
6,92% (yoy), meningkat dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar 6,51% (yoy). Sementara itu pangsa
kredit rumah tangga terhadap total kredit yang
disalurkan masih medominasi yaitu sebesar
60,33%. Jelang perayaan Natal dan Tahun
Baru, tingkat konsumsi masyarakat dengan
memanfaatkan salah satu sumber pendanaan
melalui realisasi kredit.
Grafik 4.19. Komposisi Kredit Konsumsi
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi penggunaan, pangsa kredit rumah
tangga masih didominasi oleh Multiguna
(75,9%), diikuti KPR (22,01%), KKB (1,22%) dan
Perlengkapan (0,78%). Kredit RT jenis
multiguna sebagai jenis kredit terbesar
tercatat tumbuh sebesar 6,41% (yoy)
dibandingkan bulan sebelumnya 5,51% (yoy).
Disisi lain, perlambatan pertumbuhan terjadi di
seluruh jenis penggunaan kredit meski
pertumbuhannya secara keseluruhan masih
positif. KPR tumbuh sebesar 7,47% (yoy)
melambat dibandingkan periode sebelumnya.
KKB tumbuh sebesar 3,42% (yoy) juga
melambat dari periode sebelumnya yang
dapat tumbuh sebesar 5,77% (yoy). Adapun
kredit perlengkapan juga menunjukkan
perlambata sebesar 71,16% (yoy) dimana pada
periode sebelumnya dapat tumbuh hingga
161,4% (yoy).
Grafik 4.20. Pertumbuhan Kredit Konsumsi
Menurut Jenis Penggunaan
Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah
Dari sisi risiko kredit, kualitas kredit rumah
tangga pada triwulan laporan menunjukkan
perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya
sebagaimana tercermin dari peningkatan rasio
maupun nominal NPL. Rasio NPL periode
sebelumnya 2,74% turun menjadi 2,26% pada
triwulan laporan, sementara nominal NPL
tercatat menurun dari Rp504 Milyar menjadi
Rp428 Milyar. Perbaikan kualitas kredit terjadi
pada seluruh jenis kredit Rumah Tangga
kecuali Kredit Perlengkapan. Namun demikian,
tekanan tersebut masih relatif rendah, dimana
NPL konsumsi secara agregat masih dibawah
threshold 5%. Meskipun NPL RT masih jauh di
bawah threshold namun tetap perlu dicermati
mengingat masih rentannya kondisi
-10,00%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015 2016
g.Tabungan g.Deposito
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
1400%
1600%
1800%
-50%
0%
50%
100%
150%
200%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Total Kredit RT KPR KKB Multiguna Perlengkapan (sb.kanan)
KPR22,01%
KKB1,22%
Perlengkapan0,78%
Multiguna75,99%
39
perekonomian domestik yang dapat
mempengaruhi kemampuan membayar
sektor RT atas semua kewajibannya,
terutama pada perbankan.
40
Box II.
KPJU UNGGULAN UMKM SULAWESI UTARAPada tahun 2016, Kantor perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara bekerjasama dengan
PT. SEM Institute untuk menyelesaikan Kajian Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM
yang dilakukan selama 5 (lima) bulan yang dimulai pada Juni 2016 sampai dengan Desember 2016.
Penelitian ini merupakan salah satu upaya Bank Indonesia dalam pemberdayaan sektor riil,
khususnya pengembangan UMKM. Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan informasi
mengenai KPJU Unggulan UMKM yang perlu diprioritaskan pengembangannya di kota/kabupaten di
Sulawesi Utara, yang kami lakukan berkala setiap 5 (lima) tahun.
Penentuan KPJU Unggulan di setiap daerah dilakukan dengan Metode Perbandingan Eksponensial
(MPE) dan Analytic Hierarchy Process (AHP). Metode ini menggunakan pendekatan partisipatif yang
menggabungkan pendekatan top-down dalam penetapan kriteria dan bottom-up pada penetapan KPJU-
KPJU yang diungkapkan dengan prinsip “dari, oleh dan untuk daerah”. Setiap pemangku kepentingan dalam
pengembangan UMKM dilibatkan sebagai narasumber.
Penelitian ini juga memuat secara singkat profil daerah, profil UMKM beserta faktor pendorong
dan penghambat serta kaitan kebijakan pemerintah daerah dan perbankan. Oleh karenanya, penelitian ini
diharapkan mampu memberikan masukan guna mendukung pengembangan ekonomi daerah. Penelitian
ini secara umum menghasilkan identifikasi KPJU Unggulan, pemetaan, prospek dan daya saingnya pada
setiap daerah maupun bagi Provinsi Sulawesi Utara, sehingga hasil penelitian ini diharapkan menjadi basis
kebijakan dalam pengembangan UMKM.
Berdasarkan penilaian terhadap kriteria penetapan KPJU Unggulan Kecamatan, diketahui bahwa
Ketersediaan Bahan Baku dengan bobot tertinggi (0,357). Selanjutnya Potensi Ekonomi Kecamatan dengan
bobot 0,328; Jangkauan Pemasaran Produk dengan bobot 0,219 dan yang terendah adalah Kontribusi
Terhadap Perekonomian Lokal dengan bobot 0,097.
Kriteria seleksi yang digunakan dalam penentuan KPJU unggulan dari yang paling penting berturut-
turut adalah: Teknologi (0,498), Prospek Pasar (0,310), Modal (0,301), Penyerapan Tenaga Kerja (0,286),
Pengelolaan Usaha (0,280), Tenaga kerja terampil (0,264), Nilai Tambah (0,261), Ketersediaan Bahan Baku
(0,253), Sarana Usaha/Produksi (0,182), Sumbangan terhadap Perekonomian (0,142), Sosial-Budaya
(0,119), dan Dampak Lingkungan (0,096).
Sepuluh KPJU Unggulan di Unggulan di Tingkat Provinsi Sulawesi Utara yang dihasilkan dari
penilaian kembali terhadap KPJU Unggulan di tingkat Kota/Kabupaten dengan metode Borda dan Bayes
adalah Industri Kopra 0,0548; Kelapa 0,0488; Ikan Cakalang Tangkap 0,0337; Padi Sawah 0,0301;
Warung/Rumah Makan Campur 0,0328; Budidaya Ikan Mujaer/Nila 0,0294; Cengkeh 0,0254; Ikan Tuna
Tangkap 0,0251; Toko Kelontong/Sembako 0,0212; Penjualan Cengkeh 0,0192.
Penanganan dan pengembangan KPJU Unggulan Lintas Sektor di Provinsi Sulawesi Utara,
khususnya di 15 Kabupaten/Kota dan di tingkat Provinsi yang diteliti perlu menggunakan titik kekuatan
(yang selanjutnya dikembangkan menjadi competitive advantages dan nilai jual) dan mengeliminasi titik
kritisnya (kelemahan), serta memanfaatkan peluang yang tersedia.
Titik kekuatan yang dimaksud secara umum adalah KPJU yang terpilih umumnya memang KPJU
yang sudah unggul di sektornya, baik dalam aspek kapasitas produksinya, luas lahan, serapan tenaga kerja
dan kontribusinya bagi perekonomian daerah. Titik kritis yang dimaksud secara umum adalah lebih kepada
persoalan biaya produksi/proses yang masih tinggi, tingkat produktivitas yang belum optimal, teknologi
pengembangan yang belum ada/minim, teknologi pasca panen untuk peningkatan nilai tambah, dan
perluasan akses pasar.
41
Bab V.
Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan
Pengelolaan Uang Rupiah
5.1. PENYELENGGARAAN LAYANAN
SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI
Pada triwulan IV 2016, transaksi kliring
melalui Sistem Kliring Nasional Bank
Indonesia (SKNBI) di Sulawesi Utara dan
Provinsi Gorontalo tercatat sebesar Rp 2,76
triliun. Angka tersebut meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar Rp 2,62 triliun seiring dengan
peningkatan pertumbuhan ekonomi pada
triwulan IV 2016. Namun demikian, secara
pertumbuhannya, transaksi kliring kembali
mengalami penurunan yaitu sebesar 15,67%
(yoy) pada triwulan IV 2016, lebih rendah dari
pada triwulan III 2016 yang menurun sebesar
11,00% (yoy). Penurunan tersebut dipengaruhi
oleh ketentuan Bank Indonesia yang membuka
caping SKNBI atau nilai nominal transfer dana
tidak dibatasi sejak 16 November 2015 sampai
dengan 30 Juni 2016 dan ketentuan batas nilai
nominal transfer dana menggunakan BI-RTGS
adalah di atas Rp 100 juta. Ketentuan tersebut
menyebabkan penggunaan SKNBI pada
triwulan IV 2015 tumbuh meningkat dan
kemudian mengalami penurunan memasuki
pertengahan tahun 2016 yang menyebabkan
switching preferensi masyarakat untuk
menggunakan BI-RTGS sebagai media
transaksi, sehingga pertumbuhan transaksi
kliring melalui SKNBI mengalami penurunan
pada triwulan IV 2016.
Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring SKNBI
Bank Indonesia terus melakukan upaya
menjaga kelancaran transaksi pembayaran
nontunai. Upaya yang dilakukan antara lain
melalui implementasi SKNBI Generasi II sejak 5
Juni 2015, mendorong Gerakan Nasional Non
Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan
Digital (LKD) dan elektronifikasi serta
melakukan pemantauan pada Koordinator
Pertukaran Warkat Debit (KPWD).
Guna meningkatkan penggunaan LKD di
Sulawesi Utara, Bank Indonesia berupaya
memperluas implementasi LKD melalui
dorongan kepada BRI dan Bank Mandiri, yang
merupakan bank penyelenggara LKD di
Sulawesi Utara, untuk memperbanyak agen
LKD di tiap-tiap daerah. Untuk mendukung
upaya tersebut, Bank Indonesia juga
melakukan mediasi perbankan dan pihak
penyedia jaringan. Selain itu, Bank Indonesia
juga melakukan monitoring beberapa agen
LKD di Manado, dimana sepanjang tahun 2016,
telah dilakukan monitoring kepada 4 agen LKD
guna melihat progres perkembangannya. Hasil
monitoring implementasi agen LKD pada
triwulan IV 2016 yaitu PT Bank BRI Kanwil
Manado memiliki pencapaian 102,06% dari
-20%-15%-10%-5%0%5%10%15%20%25%30%35%
-
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016
Sumber: Bank Indonesia
Nilai Transaksi (Rp Triliun) Pertumbuhan (yoy) (rhs)
42
target dan PT Bank Mandiri Area Manado
memiliki pencapaian 90% dari target, dimana
minimum pencapaian adalah 25% dari target
awal. Jumlah agen LKD dari bank
penyelenggaran BRI yaitu sebanyak 987 (posisi
Oktober 2016) dari target 967 agen.
Sementara jumlah agen LKD dari bank
penyelenggaran Bank Mandiri yaitu sebanyak
117 (posisi Desember 2016) dari target 130
agen di tahun 2016.
Selanjutnya, dalam rangka mendorong
elektronifikasi, Bank Indonesia memfasilitasi
Perjanjian Kerja Sama (PKS) implementasi
transaksi pembayaran dan penerimaan Pemda
melalui aplikasi kasda online yang
diintegrasikan dengan simda online antara 6
Pemda yaitu Pemkab Minahasa Utara,
Minahasa Selatan, Bolaang Mongondow,
Bolaang Mongondow Utara, dan Kepulauan
Talaud dengan Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) serta PT Bank
Sulawesi UtaraGo. Penandatangan PKS
tersebut dilakukan pada 14 November 2016.
Rencana elektronifikasi pada tahun 2017
kedepan yaitu implementasi pembayaran gaji
pegawai melalui kasda online di Kab.
Minahasa, pembayaran pajak seperti Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) dan samsat secara
online.
Berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT terus
dilakukan oleh Bank Indonesia pada berbagai
kesempatan dan kepada beragam
stakeholders. Sepanjang tahun 2016, telah
dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada
Pemda Kab/Kota, kasir perbankan, Stasiun
Pengisian Bahan Bakar (SPBU), department
store, pelaku usaha dan masyarakat. Khusus
triwulan IV 2016, Bank Indonesia
menyelenggarakan sosialisasi GNNT kepada
masyarakat dan pelaku usaha di Provinsi
Gorontalo serta kepada pengusaha dan
karyawan hotel dan resort di Likupang,
Kabupaten Minahasa Utara. Pada bulan
Januari 2017, sosialisasi GNNT dilakukan di
Kotamobagu kepada pemda, masyarakat dan
pelajar. Di bulan Februari, Bank Indonesia
Sulawesi Utara menyelenggarakan edukasi
keuangan di Melonguane, Kabupaten
Kepulauan Talaud yang merupakan Kabupaten
terluar dan perbatasan dengan negara lain.
Di sisi dukungan pada kelancaran sistem
kliring, Bank Indonesia melakukan
pemantauan kepatuhan KPWD melalui analisis
laporan berkala setiap bulan. Selain off-site,
ada juga pemantauan langsung onsite visit
kepada KPWD selain Bank Indonesia, pada
triwulan IV 2016 pemantauan langsung
dilakukan di Bitung dan Provinsi Gorontalo. Di
Sulawesi Utara, terdapat 5 penyelenggara
kliring yaitu Bank Indonesia di Manado, dan 3
KPWD yang terdiri dari BNI di Kotamobagu,
Bank Mandiri di Kep. Sangihe, dan BNI di
Bitung. Dukungan pada kelancaran sistem
kliring dilakukan juga dalam bentuk sosialisasi
terkait Daftar Hitam Nasional dan peraturan
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
Gen II kepada peserta kliring lokal Manado
pada November 2016. Pada bulan Januari
2017, Bank Indonesia telah melakukan
sosialisasi penyampaian ketentuan Bilyet Giro
dan ketentuan lainnya kepada peserta kliring.
Rencana yang akan dilakukan sepanjang
semester I 2017 ini yaitu pemeriksaan on-site
seluruh KPWD (Bitung, Kotamobagu, Provinsi
Gorontalo dan Tahuna). Dari sisi dukungan
pada pengembangan KUPVA (Kegiatan Usaha
Penukaran Valuta Asing), Bank Indonesia
berupaya mengumpulkan data transaksi dan
identitas KUPVA melalui meeting dengan
KUPVA BB (Bukan Bank) di Sulawesi Utara yang
berkantor pusat di luar Sulawesi Utara guna
perluasan data serta bekerja sama dengan
Kepolisian Daerah, Badan Narkotikan Nasional,
Dinas Pariwisata, dan Dinas Perdagangan dan
Perindustrian dalam hal pengumpulan
informasi KUPVA tidak berizin. Ke depan, Bank
Indonesia akan meningkatan frekuensi
sosialisasi dan pemasangan iklan terkait
KUPVA BB, bahkan mulai tanggal 7 April 2017
penertiban KUPVA BB tidak berizin akan
ditingkatkan.
43
5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI
Kebutuhan uang kartal pada triwulan IV 2016
mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan III 2016. Peningkatan kebutuhan uang
kartal tercermin dari aktivitas setoran-bayaran
uang tunai yang berada pada posisi net outflow
(lebih besar uang kartal yang keluar dari Bank
Indonesia) sebesar Rp 1,50 triliun,
berkebalikan dengan dibandingkan triwulan
sebelumnya yang tercatat net inflow (lebih
besar uang kartal yang masuk ke Bank
Indonesia) Rp 0,67 triliun. Peningkatan
aktivitas setor bayar tersebut sejalan dengan
peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi
Utara pada triwulan IV 2016.
Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun)
Seiring dengan kebijakan clean money policy,
kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar
(UTLE) terus dilakukan oleh Bank Indonesia.
Pada triwulan IV 2016, jumlah UTLE yang
dimusnahkan mencapai Rp 354,16 miliar
dengan rasio terhadap inflow sebesar 27,47%.
Jumlah pemusnahan tersebut lebih rendah
dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar Rp 594,82 miliar yang dimusnahkan.
Pemusnahan UTLE dilakukan sejalan dengan
komitmen Bank Indonesia untuk secara
konsisten memastikan ketersediaan uang layak
edar bagi masyarakat melalui kas keliling dan
kas titipan. Pada bulan Januari 2017, sebanyak
Rp 289,09 miliar dimusnahkan dalam
menjamin konsistensi penyediaan uang layak
edar bagi masyarakat.
Tercatat selama periode triwulan IV 2016,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi
Utara telah melakukan kegiatan penukaran
dan kas keliling total sebanyak 54 kali, yang
terdiri dari 21 kali pada bulan Oktober, 20 kali
pada bulan November dan 13 kali pada bulan
Desember. Berdasarkan lokasinya, sebanyak
49 kali dilakukan di dalam Kota Manado dan 5
kali di luar Kota Manado yang terdiri dari
Provinsi Gorontalo, Pasar Tomohon,
Kepulauan Talaud, Kepulauan Siau, dan
Tahuna Kepulauan Sangihe masing-masing
sekali. Jumlah kegiatan kas keliling pada
triwulan IV 2016 relatif sama dengan triwulan
sebelumnya yang sebanyak 55 kali. Adapun
total modal kerja yang digunakan dalam kas
keliling triwulan IV 2016 tersebut sebanyak Rp
42,81 miliar dengan tingkat serapan sebesar
79,08% yaitu Rp 33,86 miliar. Pada bulan
Januari 2017, kas keliling sudah dilakukan
sebanyak 12 kali yang terdiri dari 11 kali di
dalam Kota Manado dan 1 kali di luar Kota
Manado yakni Kotamobagu. Jumlah modal kas
keliling bulan Januari sebesar Rp 5,43 miliar
dengan realisasi sebesar Rp 4,02 miliar atau
sebesar 73,99%.
Bank Indonesia juga menyelenggarakan
pelayanan jasa kas titipan dalam rangka
penyediaan kebutuhan uang kartal. Pada
triwulan IV 2016, dilakukan sebanyak 6 kali
dropping kas titipan, yang terdiri dari 1 kali di
Tahuna (Bank Mandiri), 2 kali di Provinsi
Gorontalo (Bank Mandiri) dan 3 kali di
Kotamobagu (Bank Sulawesi UtaraGo).
Sementara itu, penarikan kas titipan dilakukan
juga sebanyak 6 kali dengan rincian yang sama
dengan dropping. Total dropping kas titipan
pada triwulan IV 2016 sebesar Rp 374,48
miliar, meningkat tinggi dari Rp 126,41 miliar
pada triwulan sebelumnya. Pada bulan Januari
2017, kas keliling sudah dilakukan sebanyak 2
kali yaitu ke Tahuna Kabupaten Sangihe dan
Provinsi Gorontalo.
Temuan uang palsu di Sulawesi Utara dan
Provinsi Gorontalo pada triwulan IV 2016
sebanyak 23 lembar, menurun dari triwulan
III 2016 yang tercatat sebanyak 95 lembar.
Berdasarkan pecahannya, sepanjang triwulan
IV 2016, temuan tersebut terdiri dari 10 lembar
1.29
(2.79) (3)
(2)
(1)
-
1
2
3
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016
Sumber: Bank Indonesia
Inflow Outflow Netflow
44
pecahan Rp 100 ribu dan 13 lembar pecahan
Rp 50 ribu. Pemberantasan uang palsu terus
dilakukan Bank Indonesia antara lain melalui
penguatan koordinasi bersama aparat penegak
hukum melalui penandatanganan Pokok-
Pokok Kesepahaman dalam rangka
Mendukung Pelaksanaan Tugas Bank
Indonesia dengan Kepolisian Daerah Sulawesi
Utara pada tanggal 23 Juni 2015. Bank
Indonesia selalu melakukan klarifikasi Uang
Palsu melalui data dan fisik bilyet setiap bulan
yang kemudian dilaporkan kepada Kepolisian
Daerah Sulawesi Utara untuk ditindaklanjuti
sesuai kewenangannya sebagai penegak
hukum. Selain itu, untuk meningkatkan kehati-
hatian masyarakat, Bank Indonesia
menggiatkan berbagai kegiatan sosialisasi dan
edukasi sepanjang triwulan IV 2016 melalui
sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR)
kepada masyarakat, pelaku usaha, nasabah
perbankan, dan kasir perbankan. Bank
Indonesia juga terus memperkuat strategi
komunikasi terkait kewajiban penggunaan
Uang Rupiah dalam bertransaksi di wilayah
NKRI. Sepanjang triwulan IV 2016, sosialisasi
CCKUR dan kewajiban penggunaan uang
Rupiah telah dilakukan kepada masyarakat,
pelaku usaha dan media di Sulawesi Utara.
Selain sosialisasi, dilakukan juga pembagian
brosur dan stiker CCKUR dan kewajiban
penggunaan Rupiah. Memasuki triwulan I
2017, seiring dengan pengeluaran dan
pengedaran 11 (sebelas) pecahan uang Rupiah
Tahun Emisi (TE) 2016 pada 19 Desember
2016, Bank Indonesia Sulawesi Utara
melakukan sosialisasi uang Rupiah TE 2016 di
Kotamobagu pada bulan Januari 2017.
Sosialisasi uang Rupiah TE 2016 juga dilakukan
pada Februari 2017 di Melonguane, Kabupaten
Kepulauan Talaud yang merupakan kabupaten
perbatasan dengan negara lain. Adapun
sosialisasi tersebut dirangkaikan dengan
sosialiasi CCKUR, kewajiban penggunaan
rupiah di NKRI termasuk penggunaan uang
koin, waspada uang palsu, dan tepis isu hoax.
Sosialisasi CCKUR lainnya dilakukan kepada
TNI, Lantamal, dan masyarakat yang berada di
daerah kepulauan perbatasan. terbaru
dilakukan di Kabupaten Minahasa kepada
pemerintah daerah pada tanggal 20 Februari
2017. Adapun telah dilakukan sosialisasi
sebanyak 8 kali selama bulan Januari hingga 22
Februari 2017.
Grafik 5.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (Lembar)
69 64
34
67
149
124
219 214
7967 58
84
228
18
95
23
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2013 2014 2015 2016
Sumber: Bank Indonesia
45
Bab VI.
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
5.1. KETENAGAKERJAAN
Ketenagakerjaan di Sulawesi Utara
mengalami perbaikan sejalan dengan kinerja
ekonomi Sulawesi Utara pada tahun 2016.
Perbaikan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara
tersebut tercermin dari tingkat pengangguran
terbuka (TPT) pada tahun Agustus 2016 yang
sebesar 6,18%, menurun dari tahun
sebelumnya yang berada di level 9,03%.
Sejalan dengan itu, kinerja ekonomi Sulawesi
Utara pada tahun 2016 juga meningkat dengan
pertumbuhan sebesar 6,17% (yoy), lebih tinggi
dibanding tahun sebelumnya (6,12%).
Jumlah tenaga kerja meningkat baik secara
pertumbuhan maupun jumlah jiwanya
dibandingkan jumlah peningkatan angkatan
kerja dan penduduk berumur 15 tahun ke
atas. Kondisi tersebut menyebabkan TPT
mengalami penurunan yang cukup dalam.
Pada periode Agustus 2016, peningkatan
jumlah penduduk 15 tahun ke atas relatif stabil
yakni bertambah sebanyak 25 ribu jiwa,
sementara peningkatan jumlah angkatan kerja
meningkat lebih tinggi yakni sebesar 85 ribu
jiwa sebagai dampak bertambahnya jumlah
penduduk di atas 15 tahun yang lulus sekolah.
Jumlah yang meningkat tersebut dapat
terserap oleh lapangan kerja selama tahun
2016 dimana jumlah penduduk yang bekerja
bertambah sebesar 111 ribu jiwa. Sementara
itu, penyerapan tenaga kerja mendorong
jumlah pengangguran berkurang hingga 26
ribu jiwa.
Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (ribu jiwa)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Agustus (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Berdasarkan lapangan usahanya, penurunan
tingkat pengangguran ditopang oleh
penyerapan tenaga kerja pada lapangan
usaha pertanian. Pertumbuhan penyerapan
tenaga kerja di lapangan usaha tersebut
tumbuh 24,54% (yoy), lebih tinggi dari tahun
sebelumnya yang tercatat kontraksi 0,50%,
atau menyerap sebanyak 78 ribu orang dari
total 110 ribu tenaga kerja (porsi 71%).
Lapangan usaha pertanian meningkat
kinerjanya seiring dengan perbaikan cuaca
yang terkonfirmasi dari penurunan indeks El
Nino (data BMKG), serta dukungan program
pemerintah melalui penyaluran bibit/benih,
pencetakan sawah dan bantuan alsintan. Di
samping itu, penyerapan tenaga kerja juga
didukung oleh lapangan usaha jasa
kemasyarakatan dan perdagangan yang
meningkat kinerjanya sebagai dampak
peningkatan permintaan wisatawan
mancanegara. Berdasarkan porsinya, tenaga
Keadaan Ketenagakerjaan Agu-15 Agu-16Growth
Agu-15
Growth
Agu-16
Penduduk 15 thn ke atas 1,793 1,818 1.43% 1.37%
Angkatan kerja 1,099 1,184 3.60% 7.71%
Bekerja 1,000 1,111 1.96% 11.05%
Pengangguran 99 73 23.75% -26.06%
TPAK (%) 61.28 65.11
TPT (%) 9.03 6.18
14.62
12.35
10.65 10.56 9.61
8.62 7.78
6.67 7.54
9.03
6.18
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
46
kerja masih terkonsentrasi pada lapangan
usaha pertanian dengan jumlah 397,71 ribu
jiwa atau sebesar 35,82% dari total tenaga
kerja di Sulawesi Utara, kemudian diikuti oleh
lapangan usaha perdagangan (20,08%) dan
jasa kemasyarakatan (20,06%).
Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan
Utama (ribu orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Sejalan dengan peningkatan tenaga kerja di
lapangan usaha pertanian, pekerjaan
informal menunjukkan peningkatan jumlah
tenaga kerja secara signifikan dan masih
mendominasi jenis lapangan pekerjaan di
Sulawesi Utara. Peningkatan jumlah tenaga
kerja di sektor informal sejalan dengan
peningkatan kinerja dan jumlah tenaga kerja di
lapangan usaha pertanian yang merupakan
sektor informal. Senada dengan hal itu, pekerja
yang berusaha sendiri dan pekerja
keluarga/tak dibayar yang merupakan
karakteristik lapangan usaha pertanian juga
mengalami peningkatan penyerapan tenaga
kerja. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari
peningkatan tenaga kerja dengan jumlah jam
kerja 1-7 jam per minggu. Tenaga kerja yang
bekerja dengan jumlah jam tersebut
meningkat 218,45% (yoy) dari 7.000 jiwa
menjadi 22.000 jiwa pada Agustus 2016.
Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan
Utama (ribu orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Selain itu, penyerapan tenaga kerja di
lapangan usaha pertanian terkonfirmasi oleh
peningkatan tenaga kerja berdasarkan
pendidikannya. Tenaga kerja dengan
pendidikan SD ke bawah yang merupakan
karakteristik dari lapangan usaha pertanian
mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar
17,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan Agustus
2015 yang terkontraksi -1,8%. Peningkatan
tersebut mendorong jumlah tenaga kerja
berpendidikan SD ke bawah bertambah
sebanyak 61,7 ribu jiwa menjadi 408,7 ribu
jiwa pada Agustus 2016. Adapun tenaga kerja
dengan pendidikan SD ke bawah memiliki
pangsa 36,8% dari total seluruh tenaga kerja di
Sulawesi Utara.
Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi
yang Ditamatkan (ribu orang)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perbaikan keadaan ketenagakerjaan yang
tercermin dari penurunan TPT terjadi di
seluruh jenjang pendidikan tenaga kerja. TPT
penduduk dengan pendidikan SD ke bawah
dan Diploma I/II/III merupakan yang terendah,
sedangkan TPT penduduk dengan pendidikan
SMA dan SMK merupakan yang tertinggi.
Tabel 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (%)
Sumber: Badan Pusat Statistik
5.2. KESEJAHTERAAN
Kondisi kesejahteraan di Sulawesi Utara
secara umum mengalami peningkatan seiring
dengan perbaikan indikator-indikator
kesejahteraan. Indikator-indikator tersebut
antara lain upah, tingkat kemiskinan, dan Nilai
Tukar Petani.
Lapangan Pekerjaan
UtamaAgu-14 Agu-15 Agu-16
Growth
Agu-15
Growth
Agu-16
Pangsa
Agu-16
Pertanian 321.0 319.3 397.7 -0.50% 24.54% 35.82%
Industri 71.3 67.7 64.0 -5.04% -5.47% 5.76%
Konstruksi 79.3 84.6 79.7 6.69% -5.72% 7.18%
Perdagangan 195.9 207.5 222.9 5.92% 7.45% 20.08%
Transportasi 79.1 83.4 75.0 5.42% -10.08% 6.75%
Keuangan 29.7 26.3 26.7 -11.41% 1.29% 2.40%
Jasa Kemasyarakatan 180.4 189.3 222.7 4.96% 17.65% 20.06%
Lainnya 24.2 22.0 21.6 -9.17% -1.59% 1.95%
Status
PekerjaanAgu-14 Agu-15 Agu-16
Growth
Agu-15
Growth
Agu-16
Pangsa
Agu-16
Formal 413.96 404.52 429.62 -2.28% 6.20% 38.69%
Informal 566.80 595.52 680.93 5.07% 14.34% 61.31%
Pendidikan
Tertinggi yang
Ditamatkan
Agu-14 Agu-15 Agu-16Growth
Agu-15
Growth
Agu-16
Pangsa
Agu-16
SD Ke bawah 353.3 347.0 408.7 -1.8% 17.8% 36.8%
SMP 193.5 206.5 208.8 6.7% 1.1% 18.8%
SMA 226.6 229.3 225.8 1.2% -1.5% 20.3%
SMK 98.6 90.5 124.7 -8.3% 37.8% 11.2%
Diploma I/II/III 23.3 24.1 26.9 3.4% 11.8% 2.4%
Universitas 85.5 103.6 115.6 21.2% 11.6% 10.4%
2015 2016
Ags Ags
SD Ke bawah 3.74 2.80
Sekolah Menengah Pertama 6.80 5.11
Sekolah Menengah Atas 13.92 10.88
Sekolah Menengah Kejuruan 19.18 10.29
Diploma I/II/III 7.85 2.31
Universitas 8.94 6.20
Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan
47
Pada tahun 2016, upah minimum provinsi
(UMP) meningkat sehingga mendorong
kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.
Upah Minimum Provinsi Sulawesi Utara tahun
2016 ditetapkan pemerintah daerah sebesar
Rp 2.400.000, meningkat sebesar 11,63% (yoy)
dari UMP tahun 2015 yakni Rp 2.150.000.
Berdasarkan spasialnya, UMP Provinsi
Sulawesi Utara merupakan UMP tertinggi ke-
tiga secara Nasional (di bawah Jakarta dan
Papua).
Naiknya kesejahteraan masyarakat Sulawesi
Utara juga tercermin dari tingkat kemiskinan
yang mengalami penurunan. Pada posisi
September 2016, tingkat kemiskinan di
Sulawesi Utara tercatat sebesar 8,20%,
menurun dari posisi September 2015 (8,98%).
Hal ini didorong oleh menurunnya jumlah
pengangguran di Sulawesi Utara sebagai
dampak dari kinerja perekonomian yang
meningkat pada tahun 2016 dibanding tahun
sebelumnya. Perbaikan kesejahteraan juga
tercermin dari peningkatan pendapatan
masyarakat di tengah garis kemiskinan yang
bergeser naik, sementara tingkat kemiskinan
mengalami penurunan. Garis kemiskinan total
termasuk makanan dan non-makanan pada
September 2016 sebesar Rp
318.984/kapita/bulan, meningkat dari Rp
307.104 pada September 2015. Meskipun garis
kemiskinan meningkat, namun tingkat
kemiskinan mengalami penurunan, sehingga
diindikasikan pendapatan meningkat lebih
tinggi dibandingkan kenaikan garis kemiskinan.
Perbaikan tingkat kemiskinan yang terjadi di
Sulawesi Utara menunjukkan bahwa daya beli
masyarakat mengalami kenaikan yang
tercermin dari Indeks Kedalaman Kemiskinan
menurun dari 1,539 pada September 2015
menjadi 1,377 pada September 2016. Namun
demikian, menurut daerahnya, kenaikan daya
beli hanya terjadi pada penduduk di pedesaan,
sementara daya beli penduduk di perkotaan
mengalami penurunan. Indeks Kedalaman
Kemiskinan di perkotaan meningkat dari 0,634
menajdi 0,791. Hal tersebut sejalan dengan
pertumbuhan konsumsi yang mengalami
perlambatan pada tahun 2016. Perbaikan
tingkat kemiskinan juga terjadi di seluruh
lapisan masyarakat tercermin dari Indeks
Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan,
dari 0,443 menjadi 0,336. Namun sama halnya
dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan,
perbaikan ketimpangan pengeluaran di antara
penduduk miskin hanya terjadi di pedesaan,
sedangkan ketimpangan meningkat di daerah
perkotaan. Kondisi tersebut sejalan dengan
kinerja lapangan usaha pertanian meningkat
dimana lapangan usaha tersebut
terkonsentrasi di daerah pedesaan. Selain
dampak dari peningkatan pertumbuhan
ekonomi, perbaikan keadaan kesejahteraan
didukung juga oleh faktor lain antara lain inflasi
harga bahan pangan yang terkendali dan
program pemerintah daerah “ODSK” Operasi
Daerah Selesaikan Kemiskinan yang terbuktif
efektif dalam mengurangi kemiskinan. Apabila
dibandingkan dengan nasional dan provinsi
lain di Kawasan Sulawesi, tingkat kemiskinan
Sulawesi Utara merupakan yang paling rendah,
di bawah Sulawesi Selatan (9,24%) dan
nasional (10,70%), sedangkan tingkat
kemiskinan tertinggi tercatat di Provinsi
Gorontalo dengan tingkat 17,63%.
Tabel 6.6. Indikator Keadaan Kesejahteraan
Sumber: Badan Pusat Statistik
Perbaikan kesejahteraan khususnya yang
bekerja di lapangan usaha pertanian
terkonfirmasi dari pertumbuhan Nilai Tukar
Petani (NTP). NTP mengalami perbaikan
pertumbuhan dari -2,91% (yoy) pada tahun
2015 menjadi -0,20% pada tahun 2016.
Perbaikan pertumbuhan NTP pada tahun 2016
sejalan dengan perbaikan cuaca yang
mendorong peningkatan produksi komoditas
pertanian. NTP 2014 tercatat sebesar 99,37,
kemudian menurun menjadi 96,48 pada 2015
dan mengalami sedikit penurunan menjadi
96,28 pada 2016 dengan. Memperhatikan
Indikator Sep-15 Sep-16
Tingkat Kemiskinan (%) 8.98 8.20
Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) 217.15 200.35
Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan) 307.10 318.98
Indeks Kedalaman Kemiskinan 1.539 1.377
Indeks Keparahan Kemiskinan 0.443 0.336
48
tingkat kesejahteraan petani yang masih
berada di bawah batas sejahtera, pemerintah
perlu terus mendorong berbagai program
peningkatan lapangan usaha pertanian.
Grafik 6.2. Nilai Tukar Petani
-4%
-3%
-2%
-1%
0%
1%
2%
3%
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
yoy
Sumber: Badan Pusat Statistik
NTP Pertumbuhan NTP (rhs)
49
Bab VII.
Prospek Perekonomian Daerah
7.1. PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan
II 2017 diperkirakan tumbuh meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara
diperkirakan berada pada kisaran 6,0-6,4%
(yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017.
Dari sisi lapangan usaha, faktor pendorong
pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yaitu
peningkatan kinerja pertanian seiring dengan
membaiknya produksi perkebunan, perikanan
dan pertanian tanaman pangan. Produksi
perkebunan khususnya komoditas kelapa
membaik dampak base effect awal tahun 2016
yang masih dilanda El Nino dari tahun 2015.
Produksi perikanan membaik seiring dengan
perbaikan cuaca dibandingkan triwulan I 2017,
sehingga kegiatan melaut sudah berjalan
lancar. Produksi tanaman pangan juga
membaik seiring dengan perbaikan cuaca serta
program pencetakan sawah dan penyaluran
bantuan alsintan oleh pemerintah. Perbaikan
produksi pertanian mendorong pasokan pada
kategori industri pengolahan yang didominasi
oleh industri makanan dan minuman
khususnya pengolahan kelapa dan ikan.
Perbaikan kinerja pertanian akan mendorong
kinerja perdagangan seiring dengan
meningkatnya sumber pendapatan. Pada
triwulan II 2017, adanya hari raya Idul Fitri juga
akan mendorong aktivitas perdagangan. Hal
tersebut tercermin dari perkembangan Indeks
Ekspektasi Konsumen terhadap kondisi
ekonomi 3 bulan kedepan yang meningkat
pada bulan Januari dan Februari, dibandingkan
bulan Oktober, November dan Desember.
Selanjutnya, kinerja konstruksi juga akan
meningkat seiring dengan dimulainya proyek
pembangunan infrastruktur oleh pemerintah.
Dari rumah tangga, pelonggaran LTV akan
memberikan dorongan untuk pembelian
rumah. Setelah melambat pada triwulan I
2016, kinerja sektor pariwisata, yang tercermin
dari kategori transportasi dan penyediaan jasa
akomodasi dan akmamin akan meningkat
seiring masuknya musim liburan pada bulan
Juni sehingga mendorong kunjungan
wisatawan. Selain itu, pembukaan beberapa
rute baru juga diperkirakan mendorong
kategori transportasi. Rute baru yang dibuka
yaitu Manado-Morotai, Manado-Raja Ampat
dan Manado-Gorontalo.
Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi
akan didorong oleh peningkatan konsumsi
rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan
pertumbuhan investasi dan ekspor yang
diperkirakan terbatas. Komponen investasi
akan meningkat seiring dengan pembangunan
infrastruktur oleh pemerintah dan permintaan
pembelian rumah oleh rumah tangga. Namun,
sektor swasta masih menjadi misteri pada
triwulan-triwulan yang akan datang.
Berdasarkan hasil liaison, beberapa pelaku
usaha menyatakan bahwa pesimis terhadap
pemulihan ekonomi global tahun 2017. Hal
tersebut juga diperkirakan akan memengaruhi
perkembangan ekspor ke depan.
Grafik 7.1. Indeks Ekspektasi Konsumen
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
-
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
140.0
160.0
180.0
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu Se
p
Okt
No
v
De
s
Jan
Feb
Mar
Ap
r
Mei
Jun
Jul
Agu Se
p
Okt
No
v
De
s
Jan
Feb
2015 2016 2017
50
Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun
2017, perekonomian Sulawesi Utara
diperkirakan tumbuh meningkat
dibandingkan tahun 2016. Ekonomi Sulawesi
Utara diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,1-
6,5% (yoy). Proyeksi peningkatan
pertumbuhan didorong oleh berbagai faktor.
Dari sisi lapangan usaha, kategori pertanian,
industri, perdagangan dan konstruksi serta
sektor pariwisata akan mengalami
peningkatan pertumbuhan. Kinerja pertanian
akan terbantu juga oleh pencetakan sawah dan
penyaluran bantuan alsintan oleh pemerintah.
Total sawah yang ditargetkan dicetak tahun
2017 yaitu sebanyak 2.400 ha. Dari sisi jenis
penggunaan, faktor pendorong ekonomi yaitu
konsumsi rumah tangga, konsumsi
pemerintah, dan investasi. Konsumsi rumah
tangga selain ditopang oleh kinerja pertanian,
juga akan ditopang oleh kenaikan UMP tahun
2017.
Di tengah proyeksi peningkatan tersebut,
beberapa faktor risiko baik dari sisi eksternal
maupun internal tetap perlu mendapat
perhatian. Dari sisi eksternal yaitu terbatasnya
pemulihan ekonomi dunia sehingga dapat
menyebabkan permintaan ekspor Sulawesi
Utara ikut tumbuh terbatas. Selain itu, potensi
kuat meningkatnya suku bunga Fed Fund Rate
(FFR) yang dapat berpengaruh pada jumlah
Foreign Direct Investment yang masuk ke
Sulawesi Utara. Masih dari Amerika Serikat,
kebijakan proteksionisme yang diterapkan
berpotensi memengaruhi ekspor Sulawesi
Utara. Dari sisi internal, beberapa risiko
dimaksud antara lain kondisi cuaca yang
semakin tidak pasti atau potensi terjadinya La
Nina pada akhir tahun 2017, potensi
penerimaan pajak atau sumber pendapatan
negara yang rendah, dan masalah pembebasan
lahan yang sering terjadi pada lokasi
pembangunan infrastruktur sehingga
menghambat pembangunan.
Untuk mendukung peningkatan investasi,
Pemerintah Daerah terus berupaya
mengimplementasikan layanan KLIK
(Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi),
pengurusan izin 3 jam, pembangunan
infrastruktur strategis, dan juga bekerja sama
dengan Bank Indonesia dalam pengembangan
Regional Investor Relation Unit (RIRU).
7.2. INFLASI
Pada triwulan kedua 2017, tekanan inflasi
Sulawesi Utara diperkirakan sedikit
meningkat dibandingkan triwulan I 2017,
namun demikian masih berada dalam rentang
target inflasi tahun 2017 4±1%. Inflasi secara
tahunan diperkirakan sebesar 3,13±1% (yoy)
pada triwulan II 2017.
Secara bulanan, inflasi terjadi di bulan Mei
dan Juni, sedangkan pada bulan April
diperkirakan mengalami deflasi. Pada bulan
April 2017, IHK Sulawesi Utara diperkirakan
mengalami deflasi sebesar 0,11% (mtm).
Deflasi tersebut disebabkan oleh turunnya
harga beras seiring dengan musim panen beras
pada bulan Februari hingga Maret 2017. Pada
bulan Mei, inflasi terutama didorong oleh
pengalihan subsidi tarif listrik 900 VA yang
bersifat permanen. Sementara itu, pada bulan
Juni 2017, inflasi akan disumbang oleh tomat
sayur, beras dan paket liburan. Naiknya harga
tomat sayur dan beras disebabkan oleh
peningkatan permintaan seiring dengan
perayaan hari raya Idul Fitri pada bulan Juni
2017.
Terdapat beberapa faktor risiko inflasi lainnya
yang harus diwaspadai pada 2017 antara lain:
(i) Dampak perbaikan ekonomi pada
peningkatan permintaan yang tidak
sepenuhnya dapat direspon; (ii) Potensi
tekanan imported inflation seiring
meningkatnya ketidakpastian global yang
memberi pengaruh pada pergerakan kurs; (iii)
Kondisi cuaca yang tidak menentu; dan (iv)
Tidak optimalnya upaya penguatan
infrastruktur pangan, serta (v) rencana
kenaikan harga LPG dan BBM pada tahun 2017.
51
Daftar Istilah dan Singkatan
PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu
mtm month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.
qtq quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
yoy year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.
Indeks Kondisi Ekonomi
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100
Indeks Ekspektasi Konsumen
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Dana Perimbangan
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.
Inflasi Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan.
Volatile Foods Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Administered Price
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah.
M1 Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral
52
M2 Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing).
Mo Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank sentral.
Uang Kartal Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum.
Uang Giral Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.
NIM Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.
NPLs Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.
Restrukturisasi kredit
Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.
UMKM Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.
UYD
Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.
Inflow Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum.
Outflow Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.
Netflow Selisih antara outflow dan inflow.
PTTB Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.
Top Related