Download - KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI … · Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara 18 Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara 19 Alokasi Belanja APBN Di Sulawesi Utara 20 BAB

Transcript

i

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

PROVINSI SULAWESI UTARA

FEBRUARI 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara

Soekowardojo : Kepala Perwakilan / Direktur

Buwono Budisantoso : Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi / Deputi Direktur

A.Yusnang : Kepala Divisi SP, PUR, Layanan dan Administrasi / Deputi Direktur

Gunawan : Kepala Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan / Asisten Direktur

Lukman Hakim : Kepala Tim PUR dan Operasional SP / Asisten Direktur

Zulham Effendi : Analis Ekonomi / Manajer

Rivo Mandey : Analis Ekonomi / Asisten Manajer

Iona Rombot : Analis / Asisten Manajer

Untuk informasi lebih lanjut hubungi:

Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara

Jl. 17 Agustus No. 56

Manado 95117

T: 0431 868102 / 868103

F: 0431 866933

Salinan elektronis publikasi ini dapat diperoleh di website Bank Indonesia dengan alamat:

http://www.bi.go.id/id/publikasi/kajian-ekonomi-regional/Sulawesi Utara/

atau

Silahkan mengirimkan email ke:

[email protected] dengan subyek “Publikasi KEKR Sulawesi Utara”

serta mencantumkan nama, instansi, dan jabatan

ii

Visi, Misi & Nilai Strategis Bank Indonesia

VISI

Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai

strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

MISI

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu

bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber

pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian

nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap

perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan

aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi

nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang

berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

NILAI-NILAI STRATEGIS

Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork

Visi & Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Sulawesi Utara

VISI

Menjadi Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang kontributif terhadap perekonomian Sulawesi Utara

yang maju dan penting bagi Indonesia, dengan semangat kerja cerdas, ikhlas, dan tuntas.

MISI

1. Menjalankan fungsi Bank Indonesia di daerah terkait sistem pembayaran dan komunikasi

kebijakan.

2. Memberikan informasi mengenai perekonomian daerah dan respon kebijakan Bank

Indonesia.

3. Menjalankan fungsi advisory dengan baik.

iii

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi

Utara Periode Februari 2017 dapat selesai disusun dan dipublikasikan kepada stakeholders Bank

Indonesia. Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara diterbitkan secara periodik

setiap triwulan sebagai wujud peranan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara

dalam memberikan informasi kepada stakeholders tentang perkembangan ekonomi Sulawesi Utara

terkini serta prospeknya. Kami berharap informasi yang kami sajikan ini dapat menjadi salah satu

referensi atau acuan dalam proses diskusi atau proses pengambilan kebijakan berbagai pihak terkait.

Dalam proses penyusunan kajian ini, kami menggunakan data yang diperoleh dari berbagai

pihak, yakni instansi di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Badan Pusat Statistik, pelaku

usaha, laporan perbankan serta data hasil analisis intern Bank Indonesia dan sumber-sumber lain yang

tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Untuk itu kepada para pihak tersebut, kami mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya dan semoga hubungan yang telah terjalin erat selama ini dapat

ditingkatkan di masa yang akan datang.

Kami juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan kajian ini ataupun

terdapat penyajian data yang kurang tepat, oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan kritikan

dan masukan membangun demi penyempurnaan di masa yang akan datang.

Akhirnya besar harapan kami mudah-mudahan laporan triwulanan ini dapat bermanfaat bagi

semua kalangan dalam memahami perekonomian Sulawesi Utara. Terima Kasih.

Manado, Februari 2017

KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI SULAWESI UTARA

ttd

Soekowardojo

Direktur

iv

Daftar Isi

VISI DAN MISI BANK INDONESIA ii KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv DAFTAR GRAFIK v

DAFTAR TABEL vii INDIKATOR EKONOMI PROVINSI SULAWESI UTARA viii

RINGKASAN EKSEKUTIF 1 BAB I - PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 5

PDRB – Jenis Penggunaan 5 Konsumsi 5

Investasi (PMTB) 7 Ekspor-Impor 8

PDRB – Kinerja Lapangan Usaha 11 Pertanian, Kehutanan Dan Perikanan 12

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor 12 Konstruksi 13

Transportasi 14 Industri Pengolahan 14

Lapangan Usaha Lainnya 16 Box I. Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara Di Atas Output Potensial 17

BAB II - KEUANGAN PEMERINTAH 18 Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara 18

Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara 19 Alokasi Belanja APBN Di Sulawesi Utara 20

BAB III - PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 21 Evaluasi Realisasi Inflasi Triwulan IV 2016 21

Arah Perkembangan Inflasi Triwulan I 2017 25 Program Pengendalian Dan Tantangan Yang Dihadapi 28

BAB IV - STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 30 Gambaran Umum Perbankan 30 Akses Keuangan Dan UMKM 31

Ketahanan Korporasi 34 Ketahanan Rumah Tangga 36

Box II. Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM Sulawesi Utara 40 BAB V - PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 41

Penyelenggaraan Layanan Sistem Pembayaran Nontunai 41 Pengelolaan Uang Tunai 42

BAB VI - KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 45 Ketenagakerjaan 45

Kesejahteraan 46 BAB VII - PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 49

Pertumbuhan Ekonomi 49 Inflasi 50

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN 51

v

Daftar Grafik

Grafik 1.1. Konsumsi Rumah Tangga, Indeks Keyakinan Konsumen, dan Kredit Konsumsi Grafik 1.2. Tabungan dan Kinerja Kategori Industri Pengolahan Grafik 1.3. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Grafik 1.4. Kredit Investasi dan Likert Scale Investasi dalam Liaison Grafik 1.5. Nilai Ekspor Grafik 1.6. Volume Ekspor Grafik 1.7. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Grafik 1.8. Nilai Ekspor Grafik 1.9. Harga Komoditas CNO Grafik 1.14. Nilai Impor Grafik 1.15. Produksi Beras Grafik 1.16. Indeks Pembelian Barang Tahan Lama dan Kredit Konsumsi Grafik 1.17. Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Bitung Grafik 1.18. Arus Penumpang di Bandara Sam Ratulangi Grafik 1.19. Produksi Industri Pengolahan Kelapa Grafik 1.20. Kunjungan Wisman Grafik 3.1. Inflasi Bulanan Grafik 3.2. Inflasi dan Andil Oktober 2016 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.3. Inflasi dan Andil November 2016 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Desember 2016 Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.5. Inflasi dan Andil Triwulan IV 2016 (qtq) Berdasarkan Disagregasi Grafik 3.6. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi Grafik 3.7. Inflasi Tahunan Core Traded dan Non Traded Grafik 3.8. Inflasi Tahunan Core traded dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat Grafik 3.9. Ekspetasi Harga oleh Konsumen Grafik 3.10. Ekspetasi Harga oleh Pedagang Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara Grafik 4.2. Perkembangan Indikator Utama Perbankan Grafik 4.3. Perkembangan Kredit UMKM Grafik 4.4. Pangsa UMKM Grafik 4.5. Pangsa UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara Grafik 4.6. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.7. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja Grafik 4.8. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara Grafik 4.9. Lickert Scale Kegiatan Usaha Grafik 4.10. Pangsa Penggunaan Kredit Korporasi Grafik 4.11. Pertumbuhan Kredit Korporasi Grafik 4.12. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja Korporasi Lapangan Usaha Dominan Grafik 4.13. Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Sulawesi Utara Grafik 4.14. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi Utara terhadap Ekonomi Saat Ini Grafik 4.15. Persepsi Rumah Tangga terhadap Ekonomi 6 Bulan YAD Grafik 4.16. Komposisi DPK Perseorangan di Sulawesi Utara Grafik 4.17. Komposisi DPK Sulawesi Utara Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK Perseorangan Tiap Jenis Penempatan Grafik 4.19. Komposisi Kredit Konsumsi Grafik 4.20. Pertumbuhan Kredit Konsumsi Menurut Jenis Penggunaan Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring SKNBI

6 6 7 7 8 9 9 10 10 10 12 13 14 14 15 16 21 21 22 22 23 23 24 24 25 25 30 31 32 32 32 33 33 34 35 35 35 36 36 37 37 37 37 38 38 38 41

vi

Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun) Grafik 5.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (Lembar) Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Agustus (%) Grafik 6.2. Nilai Tukar Petani Grafik 7.1. Indeks Ekspektasi Konsumen 6 Bulan yang Akan Datang

43 44 45 48 49

vii

Daftar Tabel

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan Tabel 1.2. Pangsa Jenis Penggunaan Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha Tabel 1.4. Pangsa Lapangan Usaha Tabel 2.1. Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.2. Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara 2016 Tabel 2.3. Alokasi Belanja APBN di Provinsi Sulawesi Utara Tabel 2.4. Alokasi Anggaran Infrastruktur Strategis 2016 Tabel 3.1. Inflasi Januari 2017 Tabel 3.2. Inflasi Komoditas Utama Sulawesi Utara Januari 2017 Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (Ribu Jiwa) Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi Tabel 6.5. TPT Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi (%) Tabel 6.6. Indikator Keadaaan Kesejahteraan

5 5 11 11 19 19 20 20 26 27 45 46 46 46 46 47

viii

Indikator Ekonomi dan Perbankan

Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik

INDIKATORI. MAKRO NASIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL

A PDB Nasional (yoy) 4.71 4.67 4.73 5.04 4.79 4.92 5.18 5.02 4.94 5.02

B Inflasi Nasional (yoy) 6.38 7.26 6.83 3.35 3.35 4.45 3.45 3.07 3.02 3.02

II. MAKRO REGIONAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL

A 1. Laju Inflasi (ytd) % (0.40) 2.14 2.23 5.56 5.56 (1.02) (0.71) (0.93) 0.35 0.35 2. Laju Inflasi (yoy) % 7.99 8.73 9.34 5.56 5.56 4.91 3.67 2.28 0.35 0.35 3. Laju Inflasi (mtm) % 0.50 0.49 0.62 1.74 1.74 (0.03) 1.06 (0.68) (1.52) (1.52) 4. Inflasi Bahan Makanan (mtm) % 0.59 1.21 2.37 5.93 5.93 (2.51) 3.62 (3.56) 1.69 1.69 4. Inflasi Makanan Jadi (mtm) % 0.07 0.07 0.67 0.79 0.79 0.11 0.47 0.09 0.46 0.46 5. Inflasi Perumahan (mtm) % 0.44 0.05 0.08 0.40 0.40 (0.18) 0.42 0.17 0.96 0.96 6. Inflasi Sandang (mtm) % (0.12) 0.36 0.07 0.38 0.38 0.14 0.32 0.03 0.52 0.52 7. Inflasi Kesehatan (mtm) % 0.27 0.17 0.13 0.30 0.30 - 0.41 0.26 0.21 0.21 8. Inflasi Pendidikan (mtm) % 0.31 0.27 - 0.35 0.35 0.05 0.03 0.05 0.14 0.14 9. Inflasi Transportasi (mtm) % 1.28 0.94 (0.28) 0.29 0.29 (1.50) (0.18) 0.57 1.91 1.91

B PDRB Penggunaan 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 6.49 6.17 - Konsumsi Rumah Tangga 6.26 6.06 6.72 6.69 6.44 6.82 6.93 5.84 5.52 6.27 - Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga (11.86) (1.55) 5.65 9.75 0.25 5.57 5.45 5.60 2.67 4.76 - Konsumsi Pemerintah 7.19 7.80 10.96 13.00 9.94 8.94 11.37 (1.50) (6.55) 2.32 - Pembentukan Modal Tetap Bruto 3.56 6.61 12.86 12.37 9.08 9.96 9.86 6.34 1.62 6.29 - Perubahan Persediaan (72.36) (77.23) (62.90) 22.94 (63.28) (136.10) (35.44) (34.43) (34.79) (55.37) - Ekspor Luar Negeri (3.15) (13.86) (9.52) (21.34) (11.70) (20.07) (12.86) (2.80) 53.37 0.14 - Impor Luar Negeri 1.64 (25.08) 3.54 16.45 (0.88) 16.01 126.75 18.79 (14.15) 28.53 - Net Ekspor Antardaerah (8.21) (9.23) 8.49 7.27 (1.38) (9.44) (16.26) (11.50) 12.41 (7.48)

C PDRB Sektoral 6.40 6.27 6.31 5.57 6.12 5.96 6.14 6.01 6.49 6.17

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 4.27 4.43 2.83 0.66 2.95 0.90 2.11 4.08 5.72 3.67

Pertambangan dan Penggalian 12.40 8.35 7.48 5.30 8.17 3.56 0.81 0.81 3.85 4.42

Industri Pengolahan 4.57 3.67 0.83 1.80 2.65 2.68 (1.23) 1.82 1.45 1.11

Pengadaan Listrik dan Gas 31.93 4.35 2.99 (5.05) 6.76 8.10 30.18 27.07 2.43 17.52

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 8.15 8.29 (0.87) (4.90) 2.42 0.17 1.44 6.31 4.47 3.07

Konstruksi 7.12 7.53 11.25 11.48 9.49 9.88 9.86 6.23 5.76 6.89

Perdagangan Besar dan Eceran 6.09 5.49 5.44 6.65 5.93 6.53 7.91 7.23 4.76 6.05

Transportasi dan Pergudangan 8.78 7.99 7.06 5.47 7.25 7.83 8.47 9.94 10.14 9.24

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.62 7.50 9.10 11.35 8.52 11.56 8.49 17.80 13.69 12.69

Informasi dan Komunikasi 8.20 9.23 8.75 9.52 8.95 8.24 8.94 9.86 9.03 9.20

Jasa Keuangan dan Asuransi 6.79 2.58 10.26 (3.32) 3.91 12.41 21.09 14.82 28.36 19.16

Real Estate 7.56 7.14 7.21 7.76 7.42 7.00 6.90 7.31 7.03 7.08

Jasa Perusahaan 8.14 8.26 8.40 6.29 7.73 6.36 6.36 6.86 9.16 6.87

Adm.i Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 8.37 9.24 8.74 9.47 8.99 8.07 8.76 1.47 2.03 4.72

Jasa Pendidikan 2.62 5.81 9.69 9.98 7.08 7.98 7.48 1.34 7.87 6.21

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.46 9.35 9.16 8.36 7.88 7.10 6.82 9.89 8.80 8.02

Jasa lainnya 6.17 7.42 8.77 7.75 7.56 7.34 7.87 9.94 9.23 8.64

II. MONETER TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL

Policy Rate (%)* 7.50 7.50 7.50 7.50 7.50 6.75 6.50 4.75 4.75 4.75

Kurs (Rp/USD - posisi akhir) 13,084 13,313 13,854 13,726 13,494 13,527 13,317 12,998 13,436 13,320

III. PERDAGANGAN LUAR NEGERI TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL

1. Ekspor (ribu USD) 2,748,852 2,921,078 2,427,757 2,140,307 10,237,993 2,460,036 2,852,328 2,231,129 2,663,362 10,206,855

2. Impor (ribu USD) 18,790 12,040 12,080 29,210 72,120 37,270 52,870 23,900 47,930 161,970

IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL

A. Jumlah Bank 46 46 46 46 46 46 46 47 48 48

1. Bank Umum 24 24 24 24 24 28 28 29 29 29

1.1. Bank Pemerintah 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6

1.2. Bank Swasta (non Syariah) 18 18 18 18 18 18 18 19 20 20

2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 18 18 18 18 18 18 18 18 18 18

3. Bank Syariah 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

B. Jaringan Kantor (Termasuk Unit) 347 350 345 342 342 340 340 341 349 349

1. Bank Umum 292 295 290 289 289 285 285 286 294 294

1.1. Konvensional 276 279 275 275 275 272 273 274 282 282

1.2. Syariah 16 16 15 14 14 13 12 12 12 12

2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55

2.1. Konvensional 55 55 55 55 55 55 55 55 55 55

2.2. Syariah - - - - - - - - - -

C. Total Asset (Rp miliar) 35,839 37,037 38,383 37,195 37,195 39,637 40,521 40,593 39,186 39,186

1. Bank Umum (non syariah) 34,381 35,566 36,932 35,721 35,721 38,135 39,033 39,085 37,652 37,652

2. BPR 973 977 983 1,004 1,004 1,069 1,058 1,100 1,100 1,100

3. Bank Syariah 485 494 468 470 470 433 430 408 434 434

Keterangan :

* Menggunakan BI-7 day (Reverse) Repo Rate

** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor

2015 2016

i

Indikator Ekonomi dan Perbankan

Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik

INDIKATOR

IV. PERBANKAN** TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL

D. Indikator Kinerja Bank Umum

1. Dana Pihak Ketiga (DPK) (Rp miliar) 20,368 21,096 21,848 21,482 21,482 21,537 21,860 21,229 21,215 21,215

1.1. Giro 3,855 4,292 4,485 4,436 4,436 5,017 4,049 4,017 3,147 3,147

1.2. Deposito 7,752 8,022 8,242 6,485 6,485 7,071 7,352 7,011 6,879 6,879

1.3. Tabungan 8,762 8,782 9,121 10,562 10,562 9,448 10,458 10,201 11,189 11,189

2. Kredit (Rp miliar) 27,079 28,652 30,036 30,273 30,273 29,630 30,714 30,824 31,440 31,440

2.1. Berdasarkan Jenis Penggunaan - -

- Modal Kerja 7,309 7,538 7,546 7,564 7,564 7,704 8,156 8,111 8,090 8,090

- Investasi 3,022 3,743 4,542 4,265 4,265 4,143 4,380 4,342 4,383 4,383

- Konsumsi 16,067 16,209 17,248 17,739 17,739 17,782 18,178 18,371 18,967 18,967

2.2. Berdasarkan Sektor Ekonomi - - -

Pertanian, Kehutanan & Perikanan 480 506 510 545 545 539 569 561 609 609

Pertambangan & Penggalian 38 733 1,594 1,317 1,317 1,222 1,360 1,280 1,247 1,247

Industri Pengolahan 763 795 720 733 733 714 717 701 720 720

Pengadaan Listrik, Gas & Produksi Es 2 4 9 12 12 17 19 22 45 45

Pengelolaan Air, Sampah, Limbah & Daur Ulang 5 5 5 5 5 5 7 8 7 7

Konstruksi 724 839 900 807 807 751 975 1,086 954 954

Perdagangan Besar & Eceran 6,075 6,230 6,228 6,549 6,549 6,708 6,956 6,937 6,948 6,948

Transportasi & Pergudangan 303 329 279 350 350 346 342 345 444 444

Penyediaan Akomodasi & Makan Minum 417 457 473 430 430 448 544 560 579 579

Informasi & Komunikasi 4 6 5 4 4 4 4 1 1 1

Jasa Keuangan & Asuransi 78 85 74 57 57 53 42 38 34 34

Real Estate 340 342 345 355 355 356 340 330 319 319

Jasa Perusahaan 235 228 223 225 225 276 275 206 171 171

Adm.i Pemerintah, Pertahanan & Jaminan Sosial Wajib 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3

Jasa Pendidikan 42 39 37 35 35 39 36 33 36 36

Jasa Kesehatan & Kegiatan Sosial 35 37 35 39 39 37 36 35 35 35

Jasa Lainnya 579 643 463 420 420 330 311 306 317 317

Lain-lain 15,808 16,209 16,988 18,386 18,386 17,782 18,178 18,373 18,970 18,970

2.3. Kredit untuk Debitur UMKM 7,472 7,446 7,228 7,430 7,430 7,612 7,828 8,079 8,262 8,262

2.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) % 128.12 131.00 132.73 135.73 135.73 137.57 140.50 145.20 148.20 148.20

2.5. Non Performing Loan (NPL)

- Nominal (Rp miliar) 894 988 996 984 984 1,072 1,142 1,186 1,070 1,070

- Rasio (%) 3.39 3.45 3.32 3.33 3.33 3.62 3.72 3.85 3.40 3.40

V. SISTEM PEMBAYARAN TW I TW II TW III TW IV TOTAL TW I TW II TW III TW IV TOTAL

1. Kas (Rp miliar)

- Inflow 2,303 1,077 1,814 1,099 6,293 2,500 1,025 2,451 1,289 7,265

- Outflow 670 1,391 2,375 2,772 7,208 707 2,464 1,791 2,789 7,752

2. Kliring

- Volume Kliring (Lembar) 90,235 91,718 92,357 99,513 373,823 102,698 100,895 82,472 84,940 371,005

- Nominal Kliring (Rp Miliar) 2,668 2,345 2,447 2,817 10,277 2,973 2,609 2,242 2,321 10,145

- Rata2 Volume Kliring/hari (Lembar) 1,477 1,558 1,490 1,659 1,546 1,679 1,576 1,375 1,348 1,495

- Rata2 Nominal Kliring/hari (Rp Miliar) 44 40 39 47 43 49 41 37 37 41

- Rata2 Lembar Tolakan Kliring/hari (%) 2.10 2.37 2.65 2.86 2.49 3.15 2.47 2.74 2.81 2.79

- Rata2 Nominal Tolakan Kliring/hari (%) 1.87 2.59 2.91 3.48 2.71 3.08 2.87 2.52 4.25 3.18

Keterangan :

** Berdasarkan Lokasi Bank Pelapor

2015 2016

1

Ringkasan Eksekutif Kinerja perekonomian Provinsi Sulawesi Utara menunjukan tren peningkatan... Anggaran pendapatan dan belanja APBD Sulawesi Utara tahun

Perkembangan Ekonomi Makro Kinerja perekonomian Provinsi Sulawesi Utara menunjukan tren meningkat, tercermin dari peningkatan pertumbuhan PDRB Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 sebesar 6,49% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya (6,01%). Realisasi pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi sejak triwulan II 2014 dan melanjutkan tren peningkatan ekonomi yang berlangsung sejak awal tahun 2016. Peningkatan kinerja perekonomian Sulawesi Utara relatif sesuai dengan perkiraan Bank Indonesia sebagaimana proyeksi triwulan IV 2016 sebesar 6,43% (yoy)1. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara triwulan IV 2016 tersebut didorong oleh peningkatan ekspor di sisi penggunaan, sementara itu di sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi didorong oleh peningkatan kinerja lapangan usaha pertanian, konstruksi, transportasi dan jasa keuangan. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 4,94% (yoy) pada triwulan IV 2016. Namun demikian, secara spasial di kawasan Sulawesi, pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara masih relatif cukup rendah. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara hanya menempati urutan kelima dibandingkan dengan 6 (enam) provinsi di kawasan Sulawesi atau hanya lebih tinggi dari Sulawesi Tengah. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi tahun 2016 juga tumbuh meningkat, yaitu sebesar 6,17% (yoy) dibanding tahun sebelumnya (6,12%). Realisasi pertumbuhan tersebut menunjukkan sinyal positif terhadap pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yang mengalami tren penurunan sejak tahun 2013 hingga 2016. Adapun realisasi pertumbuhan tahun 2016 juga relatif sesuai dengan prakiraan Bank Indonesia yaitu sebesar 6,15% (yoy)2. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara tahun 2016 tersebut didorong oleh peningkatan ekspor di sisi penggunaan, sementara itu di sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi didorong oleh kinerja lapangan usaha pertanian, perdagangan, transportasi, penyediaan akomodasi makan minum, dan jasa keuangan. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 5,02% (yoy) pada tahun 2016. Namun demikian, secara spasial di kawasan Sulawesi, kinerja perekonomian Sulawesi Utara tahun 2016 relatif cukup rendah. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara hanya menempati urutan kelima dibandingkan dengan 6 (enam) provinsi di kawasan Sulawesi atau hanya lebih tinggi dari Sulawesi Barat. Memasuki triwulan I 2017, perkembangan berbagai indikator dan hasil liaison mengindikasikan perekonomian tumbuh melambat dibanding triwulan IV 2016. Pada periode tersebut, ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh 5,9%-6,3% (yoy). Berdasarkan jenis penggunaan, melambatnya kinerja perekonomian pada triwulan pertama 2017 dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan komponen ekspor. Dari sisi lapangan usaha, perlambatan akan disebabkan oleh kinerja kategori pertanian dan kategori-kategori yang merupakan cerminan sektor pariwisata.

Keuangan Pemerintah Anggaran pendapatan APBD Sulawesi Utara tahun 2016 meningkat dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut didorong oleh naiknya pendapatan transfer dari pemerintah pusat, sedangkan PAD Sulawesi Utara mengalami penurunan. Dampak

1 Publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara periode November 2016 2 Publikasi Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Utara periode November 2016

2

2016 meningkat dibanding tahun sebelumnya... Inflasi tahunan Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 rendah, terkendali dan berada di bawah batas kisaran sasaran inflasi Bank Indonesia...

menurunnya PAD tersebut menyebabkan rasio kemandirian pendapatan Sulawesi Utara semakin rendah. Di sisi lain, signal positif ditunjukkan oleh realisasi pendapatan yang meningkat dibanding tahun 2015 dan triwulan III 2016. Ketiga sumber pendapatan mengalami peningkatan sehingga mendorong realisasi pendapatan meningkat. Dari sisi belanja, anggaran belanja juga meningkat dibanding periode sebelumnya yang didorong oleh peningkatan anggaran belanja modal dan non-modal. Namun, berdasarkan porsinya, jumlah belanja modal masih relatif kecil dibanding belanja non-modal, sehingga masih terdapat ruang peningkatan bagi pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara. Dalam hal penyerapannya, anggaran belanja terealisasi cukup baik, namun masih di bawah level realisasi 90%. Berbeda halnya dengan realisasi alokasi APBN di Sulawesi Utara, realisasi alokasi APBN masih di bawah level 90%, namun dengan porsi belanja modal yang lebih besar dibanding belanja pegawai. Sementara belanja pegawai terealisasi dengan baik, namun belanja modal khususnya beberapa proyek infrastruktur prioritas belum terealisasi dengan optimal. Untuk meningkatkan realisasi penggunaan anggaran, pemerintah perlu menyiapkan upaya khusus. Hal tersebut cukup penting mengingat banyak proyek infrastruktur strategis yang akan dan sementara dibangun. Upaya yang perlu disiapkan yakni percepatan proses lelang proyek, monitoring realisasi fisik dan anggaran, dan memastikan penyampaian laporan realisasi anggaran tepat waktu, mengingat penyaluran DAK nantinya berdasarkan perkembangan realisasi anggaran. Hal-hal tersebut merupakan bentuk Sulawesi Utara turut ikut dalam semarak pembangunan negeri.

Perkembangan Inflasi Daerah Inflasi tahunan Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 rendah, terkendali dan berada di bawah batas kisaran sasaran inflasi Bank Indonesia. Indeks Harga Konsumen (IHK) Sulawesi Utara yang diwakili Kota Manado mencatat inflasi sebesar 0,35% (yoy), lebih rendah dari triwulan III 2016 (2,28%) dan tahun 2015 (5,56%). Secara bulanan, angka IHK pada bulan Oktober tercatat inflasi yang rendah sebesar 0,01% (mtm), kemudian meningkat tajam pada bulan November sebesar 2,86%, dan pada bulan Desember mencatat deflasi sebesar 1,52%. Adapun realisasi inflasi 0,35% (yoy) tersebut berada di bawah batas sasaran inflasi Bank Indonesia tahun 2016 sebesar 4±1%. Memasuki awal triwulan I 2017, inflasi tercatat cukup tinggi dan mengalami peningkatan. Indeks Harga Konsumen (IHK) Sulawesi Utara pada bulan Januari 2017 mencatat inflasi sebesar 1,10% (mtm), lebih tinggi dari bulan Desember 2016 (-1,52%). Inflasi bulanan tersebut juga lebih tinggi dari inflasi historis Januari 5 tahun terakhir. Secara tahunan, inflasi bulan Januari 2017 tercatat sebesar 1,63% (yoy), lebih tinggi dari bulan Desember 2016 (0,35%). Melihat realisasi inflasi Januari dan perkiraan inflasi pada Februari dan Maret, Bank Indonesia memperkirakan inflasi pada triwulan I 2017 sebesar 3,01% (yoy). Perkiraan tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi inflasi pada triwulan sebelumnya (0,35% yoy). Berbagai upaya dilakukan oleh TPID Sulawesi Utara untuk mencapai sasaran inflasi. Pada Oktober 2016, TPID Sulawesi Utara bersama dengan TPID Kab/Kota telah menyepakati Roadmap Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara periode 2016-2019. Fokus pengendalian inflasi akhir tahun menjadi agenda utama TPID Provinsi maupun Kab/Kota pada November dan Desember 2016. Selanjutnya, rapat koordinasi TPID Se-Sulawesi Utara telah dilaksanakan pada Desember untuk membahas pengendalian harga dan ketersediaan bahan pokok strategis menjelang Natal dan Tahun Baru 2017. Untuk tahun 2017, upaya pengendalian inflasi akan dilaksanakan sesuai dengan Roadmap yang telah disusun. Upaya pengendalian inflasi semakin diperkuat melalui penyelarasan program pengendalian inflasi 2017.

3

Kondisi Stabilitas Keuangan Daerah di Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 relatif masih terjaga... Pada triwulan IV 2016, nilai nominal transaksi pembayaran baik nontunai maupun tunai menunjukkan peningkatan

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Kondisi Stabilitas Keuangan Daerah di Sulawesi Utara pada triwulan III 2016 relatif masih terjaga. Ketahanan sektor korporasi dan rumah tangga masih relatif baik seiring dengan berkurangnya tekanan dan potensi risiko pada kedua sektor tersebut. Ketahanan sektor korporasi masih relatif terjaga yang didorong oleh perbaikan kondisi bahan baku meski pada level yang masih relative terbatas untuk industri pengolahan. Hal tersebut mengurangi tekanan akan kerentanan sektor korporasi, melihat pangsa ekspor Sulawesi Utara yang didominasi hasil olahan industri pengolahan. Disisi lain, kondisi sektor rumah tangga yang salah satunya tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKE) masih berada pada level yang optimis (diatas 100) meski menurun dari periode sebelumnya. Penurunan IKE sejalan dengan menurunnya pertumbuhan konsumsi RT pada PDRB periode laporan. Di sisi perkembangan indikator utama perbankan, pertumbuhan DPK tercatat membaik meski masih mencatatkan pertumbuhan negatif. Membaiknya pertumbuhan DPK terutama disebabkan oleh pertumbuhan positif komponen Deposito yang pada periode sebelumnya mencatatkan kontraksi yang cukup dalam, pada triwulan IV 2016 telah tercatat tumbuh positf. komponen Tabungan sebagai komponen utama pembentuk DPK, mengalami perlambatan pertumbuhan meski masih mencatatkan pertumbuhan positif. Di sisi lain, tekanan terhadap penurunan komponen Giro masih terus berlanjut. Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit tercatat tumbuh sebesar 6,32% (yoy) meningkat jika dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar 5,06% (yoy). Secara umum, penyaluran pembiayaan di Sulawesi Utara masih disalurkan ke sektor konsumtif, yang tercermin dari pangsa kredit konsumsi yang mencapai 60,3% dari total kredit yang disalurkan di Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016. Hal yang berbeda ditunjukkan oleh penyaluran pembiayaan di sektor UMKM, yang menunjukkan perlambatan pada periode laporan. Sektor pariwisata Sulawesi Utara pada beberapa bulan terakhir yang menunjukkan tren perlambatan mengkoreksi penyaluran kredit UMKM, khususnya untuk dua lapangan usaha yang mendominasi kredit UMKM yaitu lapangan usaha perdagangan dan lapangan usaha akomodasi dan makan minum yang erat kaitannya dengan sektor pariwisata. Sementara itu indikator akses keuangan Sulawesi Utara terutama dari sisi penghimpunan dana mengalami peningkatan, namun demikian dari sisi penyaluran pembiayaan menunjukkan penurunan. Sebagai upaya agar lembaga keuangan/pembiayaan dapat diakses seluruh lapisan masyarakat Sulawesi Utara yang kemudian diharapkan dapat turut pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sekaligus mengatasi kemiskinan, dalam beberapa kurun waktu terakhir Bank Indonesia telah melakukan berbagai kegiatan diantaranya memperluas implementasi LKD, memfasilitasi Perjanjian Kerja Sama (PKS) implementasi transaksi pembayaran dan penerimaan Pemda melalui aplikasi kasda online, dan melakukan berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT.

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah Pada triwulan IV 2016, nilai nominal transaksi pembayaran baik nontunai maupun tunai menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) menunjukkan peningkatan sejalan dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016. Namun, secara pertumbuhan transaksi SKNBI mengalami perlambatan seiring dengan switching referensi masyarakat untuk menggunakan RTGS dalam bertransaksi akibat perubahan batas bawah nilai transaksi RTGS. Sementara itu, kebutuhan uang kartal di Sulawesi

4

dibandingkan triwulan sebelumnya... Keadaan ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara meningkat... Baik perekonomian maupun inflasi Sulawesi Utara, diperkirakan meningkat pada triwulan II 2017...

Utara mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran baik tunai maupun nontunai, Bank Indonesia terus berupaya meningkatkan dan menyempurnakan kebijakan dan kegiatan penyelenggaraan sistem pembayaran nontunai serta pengelolaan uang tunai Rupiah. Bank Indonesia melakukan berbagai upaya di Sulawesi Utara seperti kas titipan, kas keliling, pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), pemberantasan uang palsu, Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), Layanan Keuangan Digital (LKD), sosialisasi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah (CIKUR) dan kewajiban penggunaan uang Rupiah serta sosialisasi uang Rupiah Tahun Emisi 2016.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Keadaan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara menunjukkan peningkatan pada periode Agustus 2016. Hal tersebut tercermin dari penurunan tingkat pengangguran terbuka (TPT) menjadi 6,18% dari 9,03% pada tahun sebelumnya, sehingga jumlah tenaga kerja mencapai 1.111 ribu jiwa dengan penyerapan tenaga kerja periode Agustus 2016 sebanyak 111 ribu jiwa. Penyerapan tenaga kerja terjadi didorong oleh meningkatnya kinerja lapangan usaha pertanian sebagai dampak program pertanian pemerintah dan seiring dengan membaiknya kondisi cuaca. Sejalan dengan keadaan ketenagakerjaan, kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara meningkat yang tercermin dari penurunan tingkat kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Sulawesi Utara menurun dari 8,98% menjadi 8,20% pada tahun 2016. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari perbaikan pertumbuhan NTP. Selain dampak pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi yang rendah, meningkatnya kesejahteraan masyarakat juga didukung oleh program pengentasan kemiskinan pemerintah daerah “ODSK”3 menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.

Prospek Perekonomian Daerah Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan II 2017 diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan berada pada kisaran 6,0-6,4% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017. Dari sisi lapangan usaha, faktor pendorong pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yaitu kinerja pertanian, industri, perdagangan, konstruksi dan sektor pariwisata. Dari sisi penggunaan, pertumbuhan akan ditopang oleh konsumsi. Untuk keseluruhan tahun 2017, kategori utama Sulawesi Utara masih menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, terdapat beberapa tantangan dan risiko yang membayangi peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yang perlu menjadi perhatian. Pada triwulan kedua 2017, tekanan inflasi Sulawesi Utara diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan triwulan I 2017, namun demikian masih berada dalam rentang target inflasi tahun 2017 4±1%. Inflasi secara tahunan diperkirakan sebesar 3,13±1% (yoy) pada triwulan II 2017. Secara bulanan, inflasi terjadi di bulan Mei dan Juni, sedangkan pada bulan April diperkirakan mengalami deflasi. Namun terdapat beberapa risiko yang tetap perlu menjadi perhatian khususnya kenaikan tarif dan harga komoditas administered prices.

3 OSDK: Operasi Daerah Selesaikan Kemiskinan (Program Gubernur Olly Dondokambey dan Wagub Steven Kandouw)

5

Bab I.

Perkembangan Ekonomi Makro

1.1. PDRB - JENIS PENGGUNAAN

Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Utara baik pada triwulan IV 2016

dan keseluruhan tahun 2016 didorong oleh

peningkatan pertumbuhan ekspor.

Sementara itu, laju pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Utara yang lebih tinggi tertahan oleh

perlambatan pertumbuhan konsumsi baik

rumah tangga dan pemerintah serta

perlambatan pertumbuhan investasi.

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Jenis Penggunaan

Sumber: Badan Pusat Statistik

Berdasarkan kontribusinya, konsumsi rumah

tangga masih menjadi penopang utama

perekonomian Sulawesi Utara, dengan pangsa

mencapai 45%. Setelah konsumsi rumah

tangga, investasi menjadi penopang ekonomi

Sulawesi Utara dengan pangsa 34%. Adapun

investasi didominasi oleh investasi bangunan

dengan pangsa sebesar 94%. Kemudian,

konsumsi pemerintah memiliki kontribusi

sebesar 17% terhadap ekonomi Sulawesi

Utara.

Tabel 1.2. Pangsa Jenis Penggunaan

Sumber: Badan Pusat Statistik

Memasuki triwulan I 2017, pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh

melambat dibanding triwulan sebelumnya.

Perlambatan tersebut diperkirakan

disebabkan oleh kinerja ekspor yang

melambat.

1.1.1. Konsumsi

Konsumsi Sulawesi Utara pada triwulan IV

2016 tumbuh melambat dibanding triwulan

sebelumnya. Konsumsi rumah tangga kembali

mengalami perlambatan pertumbuhan,

demikian pula halnya konsumsi pemerintah

kembali mengalami penurunan. Perlambatan

kedua komponen ini menjadi penahan laju

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara pada

triwulan IV 2016.

Konsumsi rumah tangga yang tumbuh

melambat terkonfirmasi dari hasil Survei

Konsumen Bank Indonesia. Berdasarkan hasil

survei tersebut, Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK) pada triwulan IV 2016 mengalami

penurunan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Perlambatan konsumsi juga

tercermin dari kredit konsumsi yang tumbuh

melambat. Kredit konsumsi perseorangan di

Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh

melambat dari 5,93% (yoy) pada triwulan

sebelumnya menjadi 5,56% pada triwulan IV

2016.

2015 (% yoy)

Total III IV Total

Konsumsi Rumah Tangga 6.37 5.96 5.52 6.27

Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga 0.25 5.60 2.67 4.76

Konsumsi Pemerintah 9.94 (1.50) (6.55) 2.32

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 9.52 5.86 1.62 6.29

Perubahan Inventori (63.28) (34.43) (34.79) (55.37)

Ekspor (11.70) (2.80) 53.37 0.14

Impor (0.88) 18.79 (14.15) 28.53

Net Ekspor Antarprovinsi (0.74) (12.10) 12.41 (7.48)

Total 6.12 6.01 6.49 6.17

Jenis Penggunaan2016 (% yoy)

2015 (%)

Total III IV Total

Konsumsi Rumah Tangga 45.8 44.9 44.0 45.3

Konsumsi Lembaga Nonprofit Rumah Tangga 2.0 2.0 2.0 2.0

Konsumsi Pemerintah 17.8 16.7 16.8 17.3

Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 34.0 34.0 34.4 34.2

Perubahan Inventori 0.0 0.0 0.0 0.0

Ekspor 14.6 14.3 15.3 14.4

Impor (termasuk net impor antardaerah) 14.2 11.9 12.5 13.2

Total 100.0 100.0 100.0 100.0

Jenis Penggunaan2016 (%)

6

Grafik 1.1. Konsumsi Rumah Tangga, Indeks Keyakinan Konsumen, dan Kredit Konsumsi

Di tengah perlambatan konsumsi, jumlah

tabungan rumah tangga di perbankan umum

Sulawesi Utara juga mengalami perlambatan,

sehingga dapat disimpulkan perlambatan

konsumsi disebabkan oleh tingkat daya beli

masyarakat yang terbatas. Jumlah tabungan

perseorangan di perbankan umum pada

triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp 10,70

triliun, tumbuh melambat menjadi 7,02% (yoy)

dibandingkan triwulan sebelumnya (12,28%).

Terbatasnya tingkat pendapatan masyarakat

sebagai akibat dari perkembangan harga

beberapa komoditas pertanian yang stagnan

dengan kecenderungan menurun pada akhir

tahun seperti kelapa, cengkih, pala, dan juga

beras. Penurunan harga komoditas-komoditas

tersebut terjadi seiring dengan peningkatan

produksi dan panen raya khususnya komoditas

cengkih. Di samping itu, terbatasnya daya beli

masyarakat tidak terlepas dari belum

normalnya produksi industri pengolahan

khususnya pengolahan ikan di daerah Bitung-

Sulawesi Utara yang berdampak pada

pemberhentian tenaga kerja di industri

tersebut. Kondisi ini terkonfirmasi dari

pertumbuhan kinerja kategori industri

pengolahan yang terus mengalami tren

perlambatan.

Grafik 1.2. Tabungan dan Kinerja Kategori Industri Pengolahan

Dari sisi pemerintah, penurunan konsumsi

pada triwulan IV 2016 terutama disebabkan

oleh penundaan penyaluran anggaran pusat

ke daerah. Penundaan tersebut merupakan

dampak dari penerimaan perpajakan dalam

APBNP 2016 lebih rendah dari yang

ditargetkan. Hal ini menyebabkan persentase

realisasi belanja pemerintah daerah di

Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016

mengalami penurunan. Dampak dari hal

tersebut yaitu terdapat beberapa paket proyek

infrastruktur yang gagal dilelang dan belum

dibayarkan.

Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja

konsumsi rumah tangga dan pemerintah

mengalami perlambatan dibandingkan tahun

sebelumnya. Terbatasnya daya beli

masyarakat seiring penurunan tingkat

pendapatan menjadi faktor penyebab

perlambatan konsumsi sepanjang tahun 2016.

Sementara itu, penundaan penyaluran

anggaran pusat ke daerah menjadi faktor

penyebab perlambatan konsumsi pemerintah

sepanjang tahun 2016.

Memasuki triwulan I 2017, pengeluaran

konsumsi rumah tangga diperkirakan relatif

stabil dengan kecenderungan meningkat,

sedangkan pengeluaran konsumsi

pemerintah diperkirakan tumbuh meningkat

dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan

hasil Survei Konsumen Bank Indonesia, Indeks

Keyakinan Konsumen (IKK) naik dari 116,1 poin

menjadi 124,3 poin pada Januari 2017.

Peningkatan IKK salah satunya didorong oleh

persepsi peningkatan penghasilan

0

20

40

60

80

100

120

140

160

0

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

% yoy

Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik

Konsumsi Rumah Tangga dalam PDRB Kredit Konsumsi

Indeks Keyakinan Konsumen

-5

0

5

10

15

20

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

% yoy

Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik

Tabungan Kinerja Industri Pengolahan

7

sebagaimana naiknya Upah Minimum Provinsi

(UMP) dari Rp2.400.000 menjadi Rp2.598.000.

Namun, laju pertumbuhan konsumsi rumah

tangga diperkirakan tertahan oleh

perlambatan di sektor pertanian akibat

penurunan produksi seiring curah hujan yang

tinggi pada triwulan I 2017. Selain turunnya

produksi pertanian, berbagai tantangan dan

risiko yang berpotensi menghambat

pengeluaran antara lain kenaikan tarif listrik

sebagaimana pengalihan subsidi tenaga listrik

900 VA yang berlanjut pada bulan Maret.

Sementara itu, konsumsi pemerintah

diperkirakan meningkat seiring dengan

penyaluran anggaran dari pusat ke daerah

serta percepatan pelelangan proyek di awal

tahun.

1.1.2. Investasi (PMTB)

Melemahnya kinerja investasi terutama

disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan

investasi bangunan, sebagaimana 94%

investasi di Sulawesi Utara berupa bangunan.

Perlambatan tersebut tercermin dari

pertumbuhan penjualan semen pada triwulan

IV 2016 yang melambat dibanding triwulan

sebelumnya. Berdasarkan sektornya,

perlambatan terutama disebabkan oleh

investasi sektor pemerintah seiring dengan

penundaan penyaluran anggaran ke daerah.

Hal itu berdampak pada realisasi anggaran

belanja modal mengalami penurunan.

Demikian pula halnya, investasi oleh sektor

rumah tangga juga belum kuat pada triwulan

IV 2016 tercermin dari kredit pemilikan rumah

(KPR) yang tumbuh melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Hal tersebut sejalan

dengan tingkat konsumsi masyarakat yang

cenderung melambat pada triwulan IV 2016.

Adapun penyaluran KPR perbankan di Sulawesi

Utara hingga akhir tahun 2016 sebesar Rp 4,17

triliun.

Grafik 1.3. Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

Sementara itu, perbaikan investasi mulai

terjadi di sektor swasta, yang tercermin dari

peningkatan kredit investasi pada triwulan IV

2016 dibanding triwulan sebelumnya. Kredit

investasi yang disalurkan oleh perbankan

umum di Sulawesi Utara hingga akhir tahun

2016 sebesar Rp 4,38 triliun. Membaiknya

investasi swasta terkonfirmasi dari likert scale

investasi hasil liaison Bank Indonesia kepada

perusahaan-perusahaan besar di Sulawesi

Utara. Beberapa perusahaan melakukan

investasi berupa pembukaan cabang di

beberapa kabupaten kota di Sulawesi Utara

serta pembelian alat dan mesin dalam rangka

mendukung bisnis. Menurut contact liaison,

investasi tersebut dilakukan untuk

mengantisipasi perbaikan permintaan pada

tahun 2017. Adapun berdasarkan data Badan

Koordinasi dan Penanaman Modal, salah satu

investasi Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN) yang besar di Sulawesi Utara pada

triwulan IV 2016 yaitu investasi pada lapangan

usaha kelistrikan yang tercatat sebesar Rp 3,30

triliun seiring dengan gencarnya pembangunan

infrastruktur listrik dalam rangka mendukung

program 35.000 MW pemerintah.

Grafik 1.4. Kredit Investasi dan Likert Scale Investasi dalam Liaison

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

0

500,000,000,000

1,000,000,000,000

1,500,000,000,000

2,000,000,000,000

2,500,000,000,000

3,000,000,000,000

3,500,000,000,000

4,000,000,000,000

4,500,000,000,000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

yoyRupiah

Sumber: Bank Indonesia

KPR Pertumbuhan KPR

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

yoy

Sumber: Bank Indonesia

Pertumbuhan Kredit Investasi Likert Scale Investasi

8

Untuk keseluruhan tahun 2016, investasi juga

tumbuh melambat dibanding tahun

sebelumnya. Perlambatan terutama

disebabkan oleh penurunan belanja modal

pemerintah seiring dengan penundaan

penyaluran anggaran ke daerah. Dari sektor

swasta, perlambatan investasi seiring dengan

perlambatan ekonomi dunia dan nasional

sehingga berdampak pada pelaku usaha yang

masih wait & see sebelum melakukan

investasi. Sementara itu, sektor rumah tangga

menjadi penahan laju perlambatan investasi

dimana kredit pemilikan rumah (KPR)

mengalami peningkatan pada tahun 2016

dibanding tahun sebelumnya. Peningkatan KPR

merupakan dampak positif dari pelonggaran

aturan Loan To Value (LTV) pada Juni 2015. KPR

yang disalurkan perbankan umum di Sulawesi

Utara mencapai Rp 4,17 triliun pada akhir

tahun 2016, yang tumbuh sebesar 7,43% (yoy),

meningkat dibandingkan tahun 2015 (7,19%).

Melihat perkembangan terkini, investasi

diperkirakan tumbuh meningkat pada

triwulan I 2017, meskipun dalam level yang

relatif terbatas. Peningkatan didorong baik

oleh pemerintah dan rumah tangga. Dari

sektor pemerintah, berlanjutnya

pembangunan proyek infrastruktur seiring

dengan penyaluran anggaran tahun 2017 serta

penyaluran anggaran yang ditunda pada tahun

2016. Dari sektor rumah tangga, pelonggaran

LTV pada Agustus 2016 akan mulai berdampak

pada permintaan KPR sehingga mendorong

investasi dalam konstruksi perumahan. Hal

lainnya yang diyakini akan mendorong

investasi yaitu program kebijakan ekonomi

yang terus dikeluarkan oleh pemerintah

khususnya dalam upaya perbaikan iklim

investasi dan perizinannya. Namun demikian,

laju pertumbuhan investasi akan tertahan oleh

sektor swasta. Berdasarkan hasil liaison,

pelaku usaha masih pesimis terhadap

pemulihan ekonomi tahun 2017 sehingga

pelaku usaha belum melakukan ekspansi usaha

atau pun investasi yang cukup tinggi. Hal

tersebut diantisipasi oleh kebijakan Bank

Indonesia dalam menetapkan suku bunga

acuan yakni BI 7-day reverse repo rate yang

saat ini masih tetap dipertahankan pada level

4,75% atau dengan stance pelonggaran

moneter. Tingkat suku bunga tersebut

diharapkan mendorong perbankan untuk

menurunkan tingkat suku bunga kreditnya

yang tentu akan berdampak positif bagi

investasi.

1.1.3. Ekspor-Impor Luar Negeri

Nilai ekspor Sulawesi Utara triwulan IV 2016

tumbuh sebesar 24,78% (yoy), meningkat dari

triwulan sebelumnya (-8,13%). Sehingga nilai

ekspor Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016

tercatat sebesar USD 266,96 juta. Berdasarkan

komoditasnya, ekspor Sulawesi Utara triwulan

IV 2016 didominasi oleh lemak dan minyak

hewan/nabati dengan pangsa 57% (USD

152,22 juta), kemudian perhiasan/permata

15% (USD 40,78 juta), serta ikan dan udang 9%

(USD 23,08 juta). Berdasarkan negara

tujuannya, Amerika Serikat merupakan tujuan

utama ekspor Sulawesi Utara dengan pangsa

26% (USD 68,08 juta), kemudian Singapura

dengan pangsa 15,5% (USD 41,26 juta) dan

Belanda dengan pangsa 15,3% (USD 40,82

juta).

Grafik 1.5. Nilai Ekspor

Peningkatan kinerja ekspor Sulawesi Utara

menjadi penopang pertumbuhan ekonomi

pada triwulan IV 2016. Hal tersebut didorong

oleh peningkatan permintaan dari beberapa

negara mitra dagang seiring dengan mulai

membaiknya perekonomian di beberapa

negara tersebut khususnya pada triwulan IV

2016. Peningkatan permintaan terkonfirmasi

dari perbaikan volume ekspor Sulawesi Utara

(0.40)

(0.30)

(0.20)

(0.10)

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

-

50,000,000

100,000,000

150,000,000

200,000,000

250,000,000

300,000,000

350,000,000

400,000,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

yoyUSD

Sumber: Badan Pusat Statistik

Nilai Ekspor Growth Nilai Ekspor (sb.kanan)

9

pada triwulan IV 2016, sehingga total volume

ekspor tercatat sebesar 208 juta ton. Hal ini

sejalan dengan peningkatan Purchasing

Manufacturing Index (PMI) beberapa negara

importir tersebut pada akhir tahun 2016.

Selain itu, pelemahan nilai tukar Rupiah

terhadap Dollar Amerika Serikat pada triwulan

IV 2016 turut membantu peningkatan ekspor

Sulawesi Utara. Nilai tukar Rupiah terhadap

Dollar Amerika Serikat melemah sebesar

3,82% (yoy) pada triwulan IV 2016, setelah

menguat pada triwulan sebelumnya sebesar

5,18%. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar

Amerika Serikat pada triwulan IV 2016 yaitu

sebesar Rp 13.248,47/USD. Dari sisi internal,

peningkatan ekspor didorong oleh

ketersediaan bahan baku perkebunan baik

kelapa, cengkih maupun pala seiring dengan

membaiknya cuaca. Meningkatnya produksi

bahan baku tersebut terkonfirmasi dari hasil

liaison kepada pelaku usaha pengolahan

kelapa dan pala. Adapun peningkatan nilai

ekspor terjadi pada tiga komoditas utama

Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 yaitu

lemak dan minyak nabati, perhiasan/permata

serta ikan dan udang. Di sisi lain, harga

komoditas dunia khususnya coconut oil (CNO)

yang merupakan ekspor utama Sulawesi Utara,

menunjukan tren meningkat pada tahun 2016

dan masih tumbuh tinggi pada triwulan IV

2016, meskipun relatif sedikit melambat

(38,3% yoy) pada akhir tahun 2016 dibanding

triwulan sebelumnya (43,4%). Harga CNO pada

triwulan IV 2016 yaitu sebesar USD

1.551,25/MT.

Grafik 1.6. Volume Ekspor

Grafik 1.7. Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat

Untuk keseluruhan tahun 2016, nilai ekspor

Sulawesi Utara mengalami perbaikan,

meskipun masih tercatat kontraksi. Nilai

ekspor Sulawesi Utara tahun 2016 terkontraksi

sebesar 0,04% (yoy), membaik dibandingkan

kontraksi tahun sebelumnya (-13,21%). Total

ekspor Sulawesi Utara pada tahun 2016

tercatat sebesar USD 1,02 miliar. Berdasarkan

komoditasnya, ekspor tahun 2016 didominasi

oleh lemak dan minyak hewan/nabati (64,95%)

dan perhiasan/permata (12,69%). Berdasarkan

negara tujuannya, Amerika Serikat masih

merupakan negara utama tujuan ekspor

(29,36%), diikuti Belanda (15,50%) dan

Tiongkok (10,24%).

Perbaikan ekspor tersebut mendorong

peningkatan kinerja komponen ekspor dan

pertumbuhan ekonomi tahun 2016. Namun

demikian, peningkatan kinerja ekspor

keseluruhan tahun 2016 berbeda dengan

peningkatan ekspor pada triwulan IV 2016.

Pada keseluruhan tahun, ekspor lebih

didorong oleh perbaikan harga komoditas

dunia khususnya CNO, namun jumlah volume

ekspor Sulawesi Utara mengalami penurunan

sejalan dengan pemulihan ekonomi global

yang belum kuat. Adapun rata-rata harga CNO

pada tahun 2016 yaitu sebesar USD 1.472/MT,

meningkat sebesar 32,46% (yoy) dari USD

1.111/MT di tahun sebelumnya. Sedangkan

volume ekspor tahun 2016 turun sebesar

12,43% (yoy), lebih dalam dari penurunan pada

tahun sebelumnya (-0,74%), sehingga volume

ekspor Sulawesi Utara pada tahun 2016

tercatat sebesar USD 964 juta.

(0.30)

(0.20)

(0.10)

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

-

50,000,000

100,000,000

150,000,000

200,000,000

250,000,000

300,000,000

350,000,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

yoyTon

Sumber: Bank Indonesia

Volume Ekspor Growth Volume Ekspor (sb.kanan)

(0.10)

(0.05)

0.00

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

10,500

11,000

11,500

12,000

12,500

13,000

13,500

14,000

14,500

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

yoyRp/1 USD

Sumber: Bank Indonesia

Nilai Tukar Rupiah thd Dollar AS

Growth Nilai Tukar Rp thd Dollar AS (sb.kanan)

10

Grafik 1.8. Nilai Ekspor

Grafik 1.9. Harga Komoditas CNO

Sementara itu, kinerja impor Sulawesi Utara

mengalami penurunan pada triwulan IV 2016.

Penurunan tersebut tercermin dari

melambatnya nilai impor Sulawesi Utara, yakni

tumbuh 64,03% (yoy), lebih rendah dari tahun

sebelumnya (98,18%). Penurunan pada

triwulan IV 2016 terutama disebabkan oleh

base-effect impor barang konsumsi gandum-

ganduman sebesar USD 6,71 juta pada

triwulan IV 2015 yang menyebabkan

penurunan pada triwulan IV 2016. Impor

gandum-ganduman tersebut merupakan

impor beras yang dilakukan untuk mendukung

ketersediaan bahan pangan utama di Sulawesi

Utara yang pada saat itu mengalami

kekurangan sebagai dampak El Nino 2015.

Apabila impor tersebut tidak diperhitungkan,

maka kinerja impor triwulan IV 2016 akan

mencatat peningkatan kinerja. Berdasarkan

kategorinya, impor barang konsumsi turun

sebesar 93% (yoy) dari 132%, barang bahan

baku melambat menjadi 91% (yoy) dari 135%,

dan barang modal mengalami peningkatan

signifikan sebesar 245% (yoy) dari 47%. Pada

triwulan IV 2016, impor Sulawesi Utara

didominasi oleh impor bahan baku dengan

pangsa sebesar 54%, diikuti impor barang

modal 41%, impor barang konsumsi 1,3% dan

impor komoditi lainnya 3,3%. Berdasarkan

negara asalnya, Tiongkok merupakan negara

eksportir utama ke Sulawesi Utara dengan

pangsa sebesar 38%, diikuti oleh Singapura

(24%) dan Malaysia (13%).

Grafik 1.14. Nilai Impor

Meskipun pada triwulan IV 2016 mengalami

penurunan, namun dalam keseluruhan tahun

2016 kinerja impor meningkat. Peningkatan

tersebut tercermin dari peningkatan nilai

impor Sulawesi Utara tahun 2016 yang tumbuh

sebesar 124,68% (yoy), lebih tinggi dari tahun

sebelumnya (-41,71%). Peningkatan impor

tersebut didorong oleh meningkatnya impor

barang modal yang tumbuh sebesar 420,02%

(yoy), meningkat signifikan dibanding tahun

sebelumnya yang tercatat kontraksi (-73,98%).

Impor barang modal tersebut merupakan

impor mesin kelistrikan yakni boiler yang

digunakan untuk pembangkit tenaga listrik

sejalan dengan pembangunan Pembangkit

Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit 5 dan 6

Lahendong di Tompaso, Kabupaten Minahasa,

Sulawesi Utara selama tahun 2016.

Berdasarkan kategorinya, pada tahun 2016

barang modal mendominasi pangsa impor

yaitu sebesar 53%, diikuti oleh bahan baku 37%

dan barang konsumsi 5%. Berdasarkan negara

tujuannya, sebesar 19% impor berasal dari

Tiongkok, 15% dari Singapura dan 9% dari

Australia.

Berdasarkan perkembangan terkini, kinerja

ekspor Sulawesi Utara pada triwulan I 2017

diperkirakan melambat. Perlambatan

(0.20)

(0.10)

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

-

200,000,000

400,000,000

600,000,000

800,000,000

1,000,000,000

1,200,000,000

1,400,000,000

2013 2014 2015 2016

yoyUSD

Sumber: Badan Pusat Statistik

Nilai Ekspor Growth Nilai Ekspor (sb.kanan)

(0.20)

(0.10)

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

2014 2015 2016

yoyUSD/MT

Sumber: World Bank

Harga Coconut Oil Growth Harga CNO (sb.kanan)

-200%

0%

200%

400%

600%

800%

1000%

1200%

1400%

0

5

10

15

20

25

30

I II III IV I II III IV

2015 2016

yoyUSD Juta

Sumber: Badan Pusat Statistik

Nilai Impor Pertumbuhan Nilai Impor (rhs)

11

tersebut terutama disebabkan oleh

perkembangan harga komoditas dunia

khususnya CNO yang cenderung masih berada

di level harga akhir tahun 2016, sehingga

secara pertumbuhan harga tersebut relatif

melambat pada triwulan I 2017. Di samping itu,

produksi bahan baku SDA dalam Sulawesi

Utara yang juga belum kuat memengaruhi

kapasitas produksi industri, khususnya dari

perikanan tangkap. Berdasarkan hasil liaison,

pelaku usaha masih pesimis terhadap

pemulihan ekonomi global tahun 2017. Pelaku

usaha di industri pengolahan komoditas

perkebunan dan perikanan menyatakan

bahwa kinerja usaha tahun 2017 masih penuh

risiko. Adapun dalam rangka mendorong

ekspor, Pemerintah Sulawesi Utara

memperkuat sektor primer yaitu lapangan

usaha pertanian yang merupakan sumber

bahan baku bagi industri pengolahan.

Penguatan lapangan usaha pertanian

dilakukan pemerintah terutama melalui

peremajaan tanaman perkebunan. Bank

Indonesia juga mendukung program dan

strategi Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi

Utara melalui penelitian dan kajian serta

pembentukan klaster yang berorientasi pada

pengolahan komoditas pertanian. Salah satu

penelitian yang dilakukan Bank Indonesia pada

tahun 2016 yaitu penelitian Komoditas Produk

dan Jenis Usaha Unggulan UMKM yang

hasilnya dalam bentuk pemetaan produk dan

jenis usaha unggulan di tiap kabupaten dan

kota di Sulawesi Utara.

1.2. PDRB - KINERJA LAPANGAN USAHA

Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Utara pada triwulan IV

2016 didorong oleh kategori pertanian,

transportasi yang merupakan cerminan dari

pariwisata, dan jasa keuangan yang

meningkat signifikan. Sementara itu, kategori

utama Sulawesi Utara seperti perdagangan,

konstruksi, dan industri pengolahan

mengalami perlambatan pertumbuhan.

Untuk keseluruhan tahun 2016, pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Utara didorong oleh

kategori pertanian, perdagangan,

transportasi dan juga jasa keuangan yang

meningkat tinggi. Sementara itu, kategori

konstruksi dan industri pengolahan mengalami

perlambatan pertumbuhan kinerja.

Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan Lapangan Usaha

Sumber: Badan Pusat Statistik

Berdasarkan kontribusinya, kategori

pertanian masih menjadi penopang utama

perekonomian Sulawesi Utara, dengan pangsa

mencapai 22%. Setelah pertanian, kategori

perdagangan menjadi penopang ekonomi

Sulawesi Utara dengan pangsa 12%. Kemudian,

ada kategori konstruksi dan transportasi yang

masing-masing memiliki pangsa sebesar 11%

terhadap perekonomian Sulawesi Utara.

Tabel 1.4. Pangsa Lapangan Usaha

Sumber: Badan Pusat Statistik

Memasuki triwulan I 2017, pertumbuhan

ekonomi Sulawesi Utara diperkirakan tumbuh

melambat dibanding triwulan sebelumnya.

Perlambatan ekonomi akan disebabkan oleh

perlambatan kinerja kategori pertanian dan

sektor pariwisata.

2015 (%)

Total III IV Total

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2.55 4.29 5.72 3.67

Pertambangan dan Penggalian 8.41 4.71 3.85 4.42

Industri Pengolahan 2.69 1.80 1.45 1.11

Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 15.87 28.56 2.43 17.52

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 2.42 6.31 4.47 3.07

Konstruksi 9.84 5.61 5.76 6.89

Perdagangan Besar dan Eceran 6.00 6.07 4.76 6.05

Transportasi dan Pergudangan 7.38 10.11 10.14 9.24

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 8.38 16.83 13.69 12.69

Informasi dan Komunikasi 8.99 9.80 9.03 9.20

Jasa Keuangan dan Asuransi 3.93 14.75 28.36 19.16

Real Estate 7.58 7.37 7.03 7.08

Jasa Perusahaan 8.11 6.86 9.16 6.87

Administrasi Pemerintahan 8.99 1.73 2.03 4.72

Jasa Pendidikan 7.08 2.01 7.87 6.21

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7.88 9.23 8.80 8.02

Jasa lainnya 7.56 9.94 9.23 8.64

Total 6.12 6.01 6.49 6.17

Lapangan Usaha2016 (%)

2015 (%)

Total III IV Total

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 21.7 22.2 21.5 21.7

Pertambangan dan Penggalian 4.7 4.9 4.7 4.8

Industri Pengolahan 9.5 8.8 8.8 9.0

Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi Es 0.1 0.1 0.1 0.1

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah 0.1 0.1 0.1 0.1

Konstruksi 11.5 11.3 11.8 11.4

Perdagangan Besar dan Eceran 12.4 11.9 12.1 12.1

Transportasi dan Pergudangan 10.6 11.2 11.1 11.0

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 2.1 2.4 2.3 2.3

Informasi dan Komunikasi 3.8 3.9 3.9 3.9

Jasa Keuangan dan Asuransi 3.6 3.9 3.9 4.0

Real Estate 3.5 3.4 3.4 3.5

Jasa Perusahaan 0.1 0.1 0.1 0.1

Administrasi Pemerintahan 8.4 8.1 8.6 8.3

Jasa Pendidikan 2.9 2.8 2.6 2.8

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 3.5 3.4 3.5 3.5

Jasa lainnya 1.5 1.5 1.5 1.5

Total 100 100 100 100

Lapangan Usaha2016 (%)

12

1.2.1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Kinerja kategori pertanian pada triwulan IV

2016 meningkat seiring dengan perbaikan

cuaca. Membaiknya kondisi iklim tahun 2016

setelah dampak buruk dari El Nino tahun 2015,

mendorong peningkatan luas tanam dan

jumlah produksi pertanian serta produksi

perkebunan tahunan. Pada tahun 2015,

produksi pertanian dan perkebunan

mengalami penurunan seiring dengan gagal

panen akibat El Nino. Namun, pada September

2016, indeks El Nino tercatat menurun menjadi

-0,31 dari 2,06 pada September 2015, sehingga

mendorong peningkatan produksi. Di samping

perbaikan cuaca, peningkatan kinerja

pertanian didorong juga oleh program

pemerintah daerah berupa pencetakan sawah,

bantuan alsintan, bantuan bibit/benih, subsidi

pupuk dan penyuluhan petani. Kedua faktor

utama tersebut mendorong produksi beras

tumbuh 0,29% (yoy) sehingga mencapai

produksi 95.583 ton pada triwulan IV 2016.

Berdasarkan hasil liaison, pelaku usaha juga

menyatakan bahwa supply bahan baku

perkebunan baik kelapa, cengkih dan pala juga

mengalami perbaikan pada triwulan IV 2016

seiring dengan perbaikan cuaca.

Grafik 1.15. Produksi Beras

Sepanjang tahun 2016, kategori pertanian

juga tumbuh meningkat dibandingkan tahun

2015. Peningkatan terutama didorong oleh

perbaikan cuaca pasca El Nino tahun 2015.

Perbaikan cuaca mendorong peningkatan

produksi pertanian. Adapun pada tahun 2015

banyak pertanian tanaman pangan yang

mengalami gagal panen akibat El Nino. Selain

itu, peningkatan produksi didukung juga oleh

program pemerintah, salah satunya

pencetakan sawah. Berdasarkan Dinas

Pertanian dan Peternakan Provinsi Sulawesi

Utara, total pencetakan sawah yang dilakukan

pemerintah selama tahun 2016 yaitu sebesar

2.855 ha. Di samping peningkatan produksi

tanaman pangan, peningkatan kinerja

pertanian didukung juga oleh perbaikan

kinerja perikanan tangkap. Namun demikian,

pertumbuhan kinerja pertanian yang lebih

tinggi ditahan oleh perlambatan kinerja

perkebunan tahunan dimana mengalami

penurunan cukup dalam pada awal tahun

akibat masih terasanya dampak El Nino tahun

2015.

Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia,

lapangan usaha pertanian diperkirakan

melambat pada triwulan I 2017. Perlambatan

tersebut disebabkan oleh kondisi cuaca

dengan curah hujan yang tinggi pada triwulan I

2017, sehingga menyebabkan produksi

tanaman pangan mengalami penurunan.

Dampak lainnya juga menyebabkan produksi

perikanan tangkap menurun dikarenakan tidak

bisa melaut dengan kondisi cuaca pada

triwulan I 2017.

1.2.2. Perdagangan Besar dan Eceran;

Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Kinerja kategori perdagangan pada triwulan

IV 2016 tumbuh melambat seiring dengan

perlambatan konsumsi baik rumah tangga

maupun pemerintah. Perlambatan konsumsi

rumah tangga disebabkan oleh daya beli

masyarakat yang menurun sehingga

berdampak pada perlambatan aktivitas

perdagangan. Penurunan daya beli

terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen Bank

Indonesia dimana Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK) turun dari 119 poin menjadi 116,1 poin.

Penurunan IKK salah satunya disumbang oleh

penurunan Indeks Pembelian Barang Tahan

Lama dari 103,7 pada triwulan III 2016 menjadi

102,7 pada triwulan IV 2016. Masyarakat

cenderung terbatas dalam konsumsi dan

menurunkan aktivitas pembelian durable

goods. Penurunan aktivitas perdagangan

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

0

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

160,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2010 2011 2012 2013 2014 2015

yoyTon

Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Utara, diolah

Produksi Beras Pertumbuhan Prod. Beras (Sb.Kanan)

13

tercermin juga dari pertumbuhan kredit

konsumsi. Kredit konsumsi perseorangan di

Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh

melambat dari 5,93% (yoy) pada triwulan

sebelumnya menjadi 5,56% pada triwulan IV

2016. Hingga akhir tahun 2016, kredit

konsumsi yang disalurkan oleh perbankan

umum di Sulawesi Utara tercatat sebesar Rp

18,66 triliun. Penurunan juga tercermin dari

base-effect impor barang konsumsi gandum-

ganduman sebesar USD 6,71 juta pada

triwulan IV 2015 yang menyebabkan

perlambatan pertumbuhan pada triwulan IV

2016.

Grafik 1.16. Indeks Pembelian Barang Tahan Lama dan Kredit Konsumsi

Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja

kategori perdagangan relatif stabil dengan

kecenderungan meningkat. Berbeda dengan

triwulan IV 2016 yang mengalami

perlambatan, tahun 2016 kinerja perdagangan

sedikit meningkat dari 6,00% (yoy) pada tahun

2015 menjadi 6,05% pada tahun 2016.

Peningkatan kinerja tersebut ditopang oleh

tingginya konsumsi dan aktivitas perdagangan

pada triwulan II 2016 sebagai dampak

penurunan harga bahan bakar minyak (BBM)

pada 1 April 2016, sehingga secara

keseluruhan tahun 2016 kinerja perdagangan

meningkat. Pada triwulan II 2016, kinerja

perdagangan tercatat tumbuh 7,15% (yoy),

meningkat dari 6,44% pada triwulan

sebelumnya. Selain itu, peningkatan

perdagangan juga sedikit ditopang oleh

aktivitas konsumsi oleh wisatawan

mancanegara yang meningkat signifikan pada

tahun 2016.

Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori

perdagangan diperkirakan tumbuh

meningkat seiring dengan peningkatan UMP.

Peningkatan sumber pendapatan seiring yakni

peningkatan UMUM Sulawesi Utara dari Rp

2.400.000 menjadi Rp 2.598.000 juta.

Perkiraan peningkatan diindikasi oleh hasil

Survei Konsumen dimana IKK naik dari 116,1

poin pada triwulan IV 2016 menjadi 124,3 poin

pada triwulan I 2017. Salah satu indeks

pembentuknya yaitu Indeks Pembelian Barang

Tahan Lama dari 102,7 poin menjadi 109 poin.

Selain itu, suku bunga acuan yang tetap

dipertahankan pada stance pelonggaran

moneter diperkirakan akan mendorong

peningkatan kredit konsumsi.

1.2.3. Konstruksi

Kinerja kategori konstruksi pada triwulan IV

2016 tumbuh meningkat dibanding triwulan

sebelumnya. Peningkatan tersebut terutama

didorong oleh pembangunan Pembangkit

Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit 5 dan 6

Lahendong di Tompaso, Kabupaten Minahasa,

Sulawesi Utara.

Namun, kinerja kategori konstruksi pada

keseluruhan tahun 2016 tumbuh melambat

dibanding tahun sebelumnya. Hal tersebut

merupakan dampak dari penundaan

penyaluran anggaran pusat ke daerah sejak

Agustus 2016. Faktor pendorong perlambatan

lainnya yaitu sikap wait & see oleh pelaku

usaha selama tahun 2016 dalam pengambilan

keputusan melakukan ekspansi.

Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori

konstruksi diperkirakan akan meningkat

meskipun cenderung terbatas. Peningkatan

didorong oleh kelanjutan pembangunan

proyek infrastruktur oleh pemerintah seiring

dengan masuknya anggaran tahun 2017 dan

penyaluran anggaran yang ditunda tahun

2016. Kinerja konstruksi juga didukung oleh

kebijakan Bank Indonesia dalam menetapkan

suku bunga acuan yakni BI 7-day reverse repo

rate yang saat ini masih tetap dipertahankan

pada level 4,75% atau dengan stance

pelonggaran moneter, yang diperkirakan

0

5

10

15

20

25

0

20

40

60

80

100

120

140

160

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

% yoy

Sumber: Bank Indonesia

Indeks Pembelian Barang Tahan Lama Pertumbuhan Kredit Konsumsi

14

memengaruhi suku bunga kredit investasi.

Kemudian, pelonggaran kebijakan

makroprudensial yaitu aturan down payment

atau LTV kredit kepemilikan rumah pada

Agustus 2016 akan menopang pertumbuhan

kinerja konstruksi. Untuk membantu

mendorong kinerja konstruksi, masalah

pembebasan lahan yang sering menjadi

kendala dalam pembangunan perlu mendapat

perhatian dari pemerintah dan pemangku

kepentingan terkait.

1.2.4. Transportasi

Kinerja transportasi pada triwulan IV 2016

tumbuh meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Peningkatan tersebut didorong

oleh peningkatan aktivitas perdagangan di

pelabuhan Bitung Sulawesi Utara, baik

perdagangan luar negeri maupun dalam

negeri. Total volume perdagangan barang

pada triwulan IV 2016 mencapai 433,500 ton,

atau mengalami perbaikan meskipun masih

tercatat kontraksi dibandingkan jumlah

volume perdagangan triwulan IV 2015. Selain

itu, peningkatan transportasi juga didorong

oleh peningkatan mobilisasi orang pada

transportasi darat seiring dengan jumlah

wisman yang berkunjung ke Sulawesi Utara

pada triwulan IV 2016 mencapai 11.881 jiwa

atau meningkat sebesar 207,48% (yoy) dari

3.864 jiwa pada triwulan IV 2015.

Grafik 1.17. Aktivitas Bongkar Muat di Pelabuhan Bitung

Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja

kategori transportasi tumbuh meningkat.

Peningkatan kinerja tersebut terutama akan

didorong oleh berlanjutnya kedatangan

wisatawan mancanegara khususnya dari

Tiongkok ke Sulawesi Utara sebagai dampak

dari kerjasama program direct charter flight

antara pemerintah, maskapai serta tour and

travel agent. Untuk mendukung sektor

pariwisata, Bandara Sam Ratulangi sendiri juga

telah diizinkan untuk beroperasi selama 24 jam

sehari sejak Agustus 2016. Adapun dampak

dari program direct charter flight tersebut,

jumlah penumpang baik datang maupun

berangkat pada tahun 2016 di Bandara Sam

Ratulangi mencapai 2.584.866 orang, lebih

tinggi dari tahun 2015 yang tercatat sebesar

2.086.267 orang. Pertumbuhan tersebut

sebesar 23,90% (yoy) pada tahun 2016, lebih

tinggi dibandingkan pertumbuhan 5,84% pada

tahun 2015. Selain itu, adanya pembukaan

layanan rute baru oleh beberapa maskapai

pada tahun 2016 juga menjadi pendorong

pertumbuhan kinerja kategori transportasi.

Grafik 1.18. Arus Penumpang di Bandara Sam Ratulangi

Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori

transportasi diperkirakan tumbuh melambat,

namun masih akan mencatat pertumbuhan

yang cukup tinggi. Perlambatan tersebut

disebabkan peningkatan jumlah wisman tidak

setinggi semester II 2016. Melihat tren jumlah

wisman yang datang dari Juli hingga Desember

2016, jumlah wisman mengalami penurunan.

Dari sisi transportasi laut, perlambatan ekspor

diperkirakan menyebabkan aktivitas bongkar

muat di pelabuhan mengalami penurunan.

1.2.5. Industri Pengolahan

Pada triwulan IV 2016, kinerja industri

pengolahan mengalami perlambatan yang

-60%

-50%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

-

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

yoyTon

Sumber: PT Pelindo IV, Bitung

Total Barang Pertumbuhan Total Barang (rhs)

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

-

500,000

1,000,000

1,500,000

2,000,000

2,500,000

3,000,000

2014 2015 2016

yoyOrang

Sumber: PT Angkasa Pura I, Bandara Sam Ratulangi

Jumlah Penumpang Pertumbuhan Penumpang (rhs)

15

disebabkan oleh perlambatan pada industri

selain industri makanan dan minuman.

Adapun industri makanan dan minuman

merupakan industri terbesar dengan pangsa

sebesar 85% terhadap total output industri

pengolahan. Pada triwulan IV 2016 industri

tersebut tumbuh meningkat sebagai dampak

dari peningkatan produksi perkebunan yakni

kelapa, cengkih dan pala. Hal tersebut

terkonfirmasi dari hasil liaison yang dilakukan

kepada salah satu pelaku usaha di industri

pengolahan kelapa yang menyatakan bahwa

supply bahan baku komoditas perkebunan

mengalami perbaikan. Perbaikan pasokan

terjadi seiring dengan perbaikan kondisi iklim.

Peningkatan produksi industri pengolahan

berdampak positif bagi perkembangan ekspor

Sulawesi Utara. Namun demikian, industri

selain makanan dan minuman secara agregat

mengalami penurunan kinerja. Salah satu

industri tersebut yaitu industri barang galian

bukan logam yang mengalami penurunan

sebagai dampak penertiban izin pertambangan

yang dilakukan oleh Pemerintah Sulawesi

Utara. Sehingga, secara total industri

mengalami perlambatan pertumbuhan.

Turunnya industri selain makanan dan

minuman juga mengkonfirmasi bahwa

turunnya konsumsi masyarakat, karena

industri tersebut merupakan industri yang

sebagian besar dikonsumsi oleh domestik.

Sementara itu, industri makanan dan minuman

sebagian besar digunakan untuk ekspor,

sehingga mengkonfirmasi juga peningkatan

ekspor pada triwulan IV 2016.

Grafik 1.19. Produksi Industri Pengolahan Kelapa

Untuk keseluruhan tahun 2016, kinerja

industri pengolahan mengalami perlambatan

seiring dengan melambatnya industri

makanan dan minuman. Perlambatan industri

makanan dan minuman disebabkan oleh

perlambatan pertumbuhan agregat supply

bahan baku komoditas perkebunan pada

tahun 2016. Meskipun pada triwulan IV 2016

produksi perkebunan membaik, namun pada

triwulan I dan II 2016 produksi perkebunan

turun cukup dalam akibat El Nino tahun 2015

yang berdampak pada kuantitas dan kualitas

komoditas perkebunan hingga awal tahun

2016. Oleh karena itu, total keseluruhan

produksi komoditas perkebunan tahun 2016

mengalami penurunan dibandingkan tahun

sebelumnya sehingga berdampak pada

perlambatan kinerja industri pengolahan

berbahan baku kelapa. Hal ini terkonfirmasi

juga dari hasil liaison dan volume ekspor

Sulawesi Utara sepanjang tahun 2016. Volume

ekspor tahun 2016 turun cukup dalam,

meskipun terbantukan oleh peningkatan harga

komoditas.

Memasuki triwulan I 2017, kinerja industri

pengolahan diperkirakan akan mengalami

peningkatan. Peningkatan didorong oleh

membaiknya produksi komoditas perkebunan

dan perikanan. Namun, produksi perikanan

dihadapkan pada risiko penurunan produksi

akibat tingginya curah hujan pada awal tahun

dari Januari hingga Februari yang berpengaruh

pada operasional penangkapan ikan. Hal ini

berpotensi memperburuk pasokan bahan baku

bagi industri pengolahan ikan yang saat ini juga

masih terkendala dengan pasokan.

Berdasarkan informasi anekdotal, lapangan

usaha perikanan masih kesulitan memenuhi

kebutuhan bahan baku dimana rata-rata

pasokan bahan baku ikan tahun 2016 hanya

sebanyak 90 ton/hari, sedangkan pada tahun

2015 sebanyak 250 ton/hari. Hal itu

berdampak pada penurunan jumlah unit

pengolahan ikan (UPI) dan aktivitas

operasional UPI hanya pada hari Senin dan

Kamis. Adaptasi usaha perikanan tangkap di

Sulawesi Utara terhadap aturan

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

yoy

Sumber: Pelaku Usaha

16

pemberantasan ilegal fishing relatif berat

sehingga berpengaruh pada jumlah tangkapan

ikan yang menjadi bahan baku bagi industri

pengolahan. Untuk mendorong kategori

pertanian khususnya perkebunan, pemerintah

terus berupaya melalui peremajaan kelapa dan

cengkih, penjajakan ekspansi pasar dunia,

pembangunan infrastruktur, pengembangan

UMKM. Bank Indonesia juga memberikan

dukungan yakni melalui penyusunan riset

Komoditasi Produk dan Jenis Usaha Unggulan

UMKM dan penyaluran bibit komoditas

perkebunan.

1.2.6. Lapangan Usaha Lainnya

Pada triwulan IV 2016 maupun keseluruhan

tahun 2016, terdapat 2 (dua) kategori

lapangan usaha yang signifikan mendukung

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara, yaitu

kategori penyediaan akomodasi dan makan

minum (akmamin) serta kategori jasa

keuangan. Peningkatan kinerja penyediaan

akmamin didorong oleh peningkatan jumlah

wisatawan mancanegara yang berkunjung ke

Sulawesi Utara. Peningkatan jumlah wisman

merupakan program Pemerintah Sulawesi

Utara untuk mendorong sektor pariwisata

menjadi sumber pertumbuhan ekonomi

Sulawesi Utara. Sejak Juli 2016, jumlah wisman

yang datang ke Sulawesi Utara meningkat

signifikan. Pada Juni 2016, hanya tercatat

sebanyak 1.295 orang. Sedangkan pada Juli

2016, jumlah wisman yang datang ke Sulawesi

Utara sudah mencapai 7.677 orang.

Peningkatan tersebut didorong oleh kunjungan

wisman asal Tiongkok. Dari Januari –

Desember 2016, tercatat sebanyak 25.255

wisman Tiongkok atau sebesar 62% dari total

wisman 40.624 orang. Meningkatnya wisman

Tiongkok didukung oleh program direct charter

flight dari Tiongkok ke Manado yang diinisiasi

oleh Pemerintah Sulawesi Utara dan bekerja

sama dengan tour and travel agent di Sulawesi

Utara. Sehingga jumlah wisman yang datang ke

Sulawesi Utara sepanjang tahun 2016 yaitu

40.624 orang, meningkat sebesar 108,7%

dibanding keseluruhan tahun sebelumnya

(19.465 wisman). Seiring dengan hal tersebut,

Rata-Rata Lama Menginap Tamu meningkat

dari 1,91 hari (2015) menjadi 2,09 hari (2016).

Sementara itu, rata-rata Tingkat Penghunian

Kamar seluruh hotel meningkat dari 47,34%

(2015) menjadi 58,80% (2016). Sementara itu,

kategori jasa keuangan tumbuh signifikan

sebagai dampak dari peningkatan pendapatan

perbankan seiring dengan peningkatan kredit

di tengah DPK yang masih terkontraksi.

Memasuki triwulan I 2017, kinerja kategori

penyediaan akmamin akan kembali mencatat

pertumbuhan yang tinggi meskipun

cenderung melambat, sama halnya dengan

kinerja kategori jasa keuangan. Pertumbuhan

kategori akmamin didorong oleh maraknya

perayaan MICE seperti Manado International

Choral Expo dan PGWAC (Paragliding Accuracy

World Cup) 1st Series pada bulan Maret 2016

dimana Sulawesi Utara menjadi tuan rumah

untuk event internasional ini. Namun,

penurunan kunjungan wisman yang tidak

setinggi semester II 2016 akan menahan laju

pertumbuhan kategori ini. Sementara itu,

kategori jasa keuangan memiliki

kecenderungan mengalami perlambatan

pertumbuhan akibat base effect tingginya

pertumbuhan pada tahun 2016, namun

demikian masih akan mencatat pertumbuhan

yang cukup tinggi.

Grafik 1.20. Kunjungan Wisman

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

yoyOrang

Sumber: Badan Pusat Statistik

Jumlah Wisman Pertumbuhan Jumlah Wisman (Sb.Kanan)

17

Box I.

Realisasi Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Utara

Di Atas Output Potensial

*The Hodrick-Prescott filter (yang juga dikenal sebagai

Hodrick-Prescott dekomposisi) adalah alat matematis

yang digunakan dalam Makroekonomi, terutama

dalam teori siklus bisnis riil, untuk menghapus

komponen cyclical dari time series data. Metode HP filter

digunakan oleh para peneliti dalam menghitung output

potensial. Menurut Solikin (2004), HP filter merupakan

metode metode yang terbaik di antara metode univariate

lainnya untuk diaplikasikan dalam menghitung PDB

potensial di Indonesia 1974-2002.

Realisasi pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara

triwulan IV 2016 berada di atas output potensial sebesar

6,12%. Sehingga pada triwulan IV 2016 terjadi output gap

yang positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa

perekonomian Sulawesi Utara tumbuh secara optimal

dimana nilai output aktual lebih tinggi dari output

optimumnya. Output gap positif biasanya ditandai

dengan permintaan yang berlebih (excess demand)

sehingga tingkat harga-harga cenderung mengalami

kenaikan yang signifikan atau laju inflasi yang relatif

tinggi. Namun, tingkat inflasi Sulawesi Utara pada akhir

tahun 2016 tercatat sebesar 0,35% (yoy), cukup rendah

dibanding tahun-tahun sebelumnya. Hal ini sejalan

dengan analisis perkembangan ekonomi makro Sulawesi

Utara dimana pada triwulan IV 2016 didorong oleh

kenaikan ekspor, bukan kenaikan konsumsi. Kenaikan

ekspor sejalan dengan perbaikan harga komoditas ekspor

di pasar internasional.

Periode Real Output Potential Output* Output Gap

2009-I 6.59 6.364743036 0.22

2009-II 6.84 6.291270344 0.55

2009-III 5.84 6.220019298 (0.38)

2009-IV 6.76 6.158748153 0.60

2010-I 5.44 6.111442487 (0.67)

2010-II 5.16 6.088096602 (0.93)

2010-III 6.59 6.092006410 0.49

2010-IV 6.11 6.117212994 (0.01)

2011-I 5.72 6.162692012 (0.45)

2011-II 5.59 6.227358294 (0.63)

2011-III 6.47 6.305672811 0.17

2011-IV 6.78 6.385753611 0.39

2012-I 6.77 6.457369069 0.31

2012-II 6.50 6.514180229 (0.01)

2012-III 6.69 6.552928056 0.14

2012-IV 7.41 6.570243524 0.84

2013-I 6.62 6.564156943 0.05

2013-II 6.25 6.541129834 (0.30)

2013-III 6.15 6.508171416 (0.36)

2013-IV 6.53 6.469337065 0.06

2014-I 6.72 6.425059716 0.30

2014-II 6.25 6.376375956 (0.13)

2014-III 6.19 6.327292918 (0.14)

2014-IV 6.12 6.280560196 (0.16)

2015-I 6.41 6.237554040 0.17

2015-II 6.28 6.198093871 0.08

2015-III 6.32 6.163707338 0.16

2015-IV 5.58 6.136745648 (0.56)

2016-I 5.97 6.121132281 (0.15)

2016-II 6.15 6.115201503 0.04

2016-III 6.02 6.115774883 (0.09)

2016-IV 6.49 6.120068204 0.37

4

4.5

5

5.5

6

6.5

7

7.5

8

20

09

-I2

00

9-I

I2

00

9-I

II2

00

9-I

V2

01

0-I

20

10

-II

20

10

-III

20

10

-IV

20

11

-I2

01

1-I

I2

01

1-I

II2

01

1-I

V2

01

2-I

20

12

-II

20

12

-III

20

12

-IV

20

13

-I2

01

3-I

I2

01

3-I

II2

01

3-I

V2

01

4-I

20

14

-II

20

14

-III

20

14

-IV

20

15

-I2

01

5-I

I2

01

5-I

II2

01

5-I

V2

01

6-I

20

16

-II

20

16

-III

20

16

-IV

Real Output Potential Output

18

Bab II.

Keuangan Pemerintah

2.1. PENDAPATAN APBD PROVINSI

SULAWESI UTARA

Anggaran pendapatan Provinsi Sulawesi

Utara tahun 2016 meningkat dibanding tahun

sebelumnya. Anggaran pendapatan Sulawesi

Utara tahun 2016 ditargetkan sebesar Rp 2,91

triliun, naik 10,1% (yoy) atau sebesar Rp 267,25

miliar dari Rp 2,64 triliun pada tahun 2015.

Kenaikan tersebut didorong oleh peningkatan

pendapatan transfer sebesar 24% (yoy)

khususnya peningkatan Dana Alokasi Khusus

seiring dengan pemindahan penempatan dana

BOS yang pada tahun 2015 disalurkan melalui

Dana Penyesuaian dan pada tahun 2016

melalui DAK. Sementara itu, pendapatan asli

daerah (PAD) tahun 2016 menurun sebesar

10,1% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya

akibat banyak wajib pajak yang belum

membayar pajak kendaraan bermotor.

Meskipun anggaran pendapatan meningkat,

namun rasio kemandirian pendapatan

Sulawesi Utara tahun 2016 cukup rendah.

Porsi PAD Sulawesi Utara hanya sebesar 34%

dari total anggaran pendapatan, sedangkan

pendapatan transfer berada di level 66%. Rasio

tersebut menunjukkan bahwa Sulawesi Utara

masih rendah tingkat kemandirian fiskalnya

atau masih bergantung pada transfer dari

pemerintah pusat. Adapun pada tahun 2016,

PAD Sulawesi Utara sebesar Rp 979,35 miliar

atau sebesar 34% dari total pendapatan.

Bahkan, porsi tersebut mengalami penurunan

dari 41% pada tahun 2015.

Anggaran pendapatan Sulawesi Utara pada

tahun 2016 terealisasi sebesar 99%, lebih

tinggi dibandingkan tahun 2015 dan triwulan

III 2016. Pada tahun 2015 realisasi anggaran

pendapatan yaitu sebesar 96% dan pada

triwulan III 2016 sebesar 92%. Adapun nominal

realisasi pendapatan pada tahun 2016 sebesar

Rp 2,88 triliun dari total anggaran pendapatan

Rp 2,91 triliun. Realisasi tersebut didorong

oleh realisasi seluruh sumber pendapatan baik

PAD maupun transfer serta pendapatan lain

yang sah. Namun, beberapa pos pendapatan

belum terealisasi dengan maksimal atau masih

di bawah 90% yakni pos pendapatan retribusi

daerah (86%) dan pos dana bagi hasil bukan

pajak (66%). Tidak optimalnya realisasi pos

pendapatan retribusi daerah lebih dipengaruhi

oleh meningkatnya target anggaran pos

tersebut secara signifikan yaitu 48% (yoy).

Meskipun demikian, realisasi pos tersebut

pada tahun 2016 sebesar Rp 64,75 miliar, lebih

tinggi dari realisasi tahun sebelumnya yang

tercatat sebesar Rp 54,03 miliar. Sementara

itu, rendahnya realisasi DBH bukan pajak

disebabkan oleh jumlah produksi sub lapangan

usaha masih belum kembali ke level normal

seiring dengan proses adaptasi dan

penyesuaian terhadap aturan ilegal fishing.

Ke depan, pemerintah perlu meningkatkan

tingkat kemandirian pendapatan Sulawesi

Utara. Upaya awal yang dapat dilakukan yaitu

meningkatkan realisasi pada pos-pos PAD

khususnya yang belum terealisasi dengan

optimal. Upaya berikutnya yaitu bekerja sama

dengan instansi terkait dalam hal mendorong

ketertiban pembayaran pajak khususnya pajak

kendaraan bermotor.

19

Tabel 2.1. Anggaran Pendapatan APBD Provinsi Sulawesi Utara

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah

2.2. BELANJA APBD PROVINSI SULAWESI

UTARA

Anggaran belanja APBD Sulawesi Utara tahun

2016 mengalami peningkatan dibandingkan

tahun 2015. Anggaran belanja tumbuh 2,65%

(yoy) pada tahun 2016 sehingga total anggaran

belanja sebesar Rp 2,98 triliun, lebih tinggi Rp

77,13 miliar dari Rp 2,91 triliun pada tahun

2015. Peningkatan tersebut terutama

didorong oleh peningkatan belanja modal yang

tumbuh 5,17% (yoy), sementara itu belanja

non-modal yang terdiri dari belanja operasinal,

transfer dan tidak terduga tumbuh 1,65%

(yoy). Peningkatan anggaran belanja modal

sejalan dengan masifnya pembangunan proyek

infrastruktur pada tahun 2016.

Menurut postur belanja, anggaran belanja

non-modal mencapai 72,10% dan anggaran

belanja modal mencapai 27,84% (serta 0,06%

belanja tidak terduga). Postur tersebut relatif

sama dengan tahun sebelumnya dimana

postur anggaran belanja non-modal sebesar

72,81% dan belanja modal sebesar 27,17%.

Dari postur tersebut menunjukkan bahwa

masih terdapat ruang peningkatan lebih baik

dalam rangka pembangunan infrastruktur di

Sulawesi Utara. Adapun anggaran belanja non-

modal sebesar Rp 2,15 triliun dan belanja non-

modal Rp 830,47 miliar pada tahun 2016.

Dalam postur belanja modal, anggaran belanja

dialokasikan pada belanja jalan, irigasi dan

jaringan sebesar 58,66%, belanja bangunan

dan gedung 20,27%, belanja peralatan dan

mesin 18,44%, belanja tanah 2,45% dan

belanja aset tetap lainnya 0,19%.

Di sisi penyerapan, realisasi anggaran belanja

APBD Provinsi Sulawesi Utara pada tahun

2016 mengalami peningkatan. Pada akhir

tahun 2016, realisasi sebesar 93,89%, lebih

tinggi dibandingkan tahun 2015 (92,66%) dan

triwulan III 2016 (82,43%). Realisasi tahun

2016 tercatat sebesar Rp 2,80 triliun, lebih

tinggi dari tahun 2015 sebesar Rp 2,69 triliun.

Peningkatan tersebut terutama didorong oleh

realisasi belanja non-modal sebesar 95,53%,

yang meningkat dari tahun 2015 91,46% dan

triwulan III 2016 81,56%. Realisasi belanja

modal tercatat sebesar 89,82%, lebih tinggi

dari triwulan III 2016, namun lebih rendah

dibandingkan tahun 2015 95,90%. Cukup

rendahnya realisasi belanja modal dipengaruhi

oleh kebijakan pemerintah pusat yang

melakukan penghematan anggaran yang

berdampak pada pemotongan sejumlah

anggaran.

Tabel 2.2. Anggaran Belanja APBD Provinsi Sulawesi Utara 2016

Sumber: Badan Pengelola Keuangan dan Barang Milik Daerah

Pemerintah perlu menyiapkan strategi untuk

mendorong realisasi belanja modal pada

tahun 2017. Tentunya strategi tersebut cukup

penting mengingat berbagai pembangunan

proyek infrastruktur yang semakin masif pada

tahun-tahun kedepan. Berbagai infrastruktur

strategis yang sementara dan akan dibangun di

Sulawesi Utara yaitu jalan tol Manado-Bitung,

Kawasan Ekonomi Khusus Bitung, bendungan

Kuwil dan Lolak, pengembangan pelabuhan

Bitung sebagai hub port dan infrastruktur

lainnya. Percepatan pelaksanaan lelang proyek

dan monitoring pencapaian target realisasi

secara menjadi pendorong peningkatan

realisasi belanja modal. Bagi pemerintah

kabupaten kota, diperlukan strategi agar

penyaluran anggaran DAK tidak terkendala

karena pada tahun 2017 penyaluran DAK akan

berdasarkan tingkat realisasi anggaran yang

dibagi ke beberapa kelas.

Postur

Anggaran

Setelah

Perubahan (Rp

ribu)

Realisasi (Rp

ribu)

%

Realisasi

%

Growth

Pendapatan 100% 2,907,881,753 2,882,096,250 99.11% 10.1%

Pendapatan Asli Daerah 34% 979,353,945 980,939,963 100.16% -10.1%

Pendapatan Pajak Daerah 84% 823,736,152 837,086,965 102% -9.8%

Pendapatan Retribusi Daerah 8% 75,248,150 64,746,257 86% 48.7%

Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yg Dipisahkan2% 21,430,625 21,330,625 100% -35.3%

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 6% 58,939,019 57,776,116 98% -36.2%

Pendapatan Transfer 66% 1,923,527,808 1,880,906,287 97.78% 24.0%

Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan 1,923,527,808 1,880,906,287 98% 59.0%

Dana Bagi Hasil Pajak 5% 91,450,604 91,228,190 100% 10.5%

Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA) 1% 17,287,198 11,493,268 66% -24.8%

Dana Alokasi Umum 55% 1,065,545,204 1,065,545,204 100% 3.8%

Dana Alokasi Khusus 39% 749,244,802 712,639,625 95% 876.3%

Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan - - 0% -100.0%

Dana Penyesuaian 0% - - 0% -100.0%

Lain-lain Pendapatan yang Sah 0% 5,000,000 20,250,000 405%

Pendapatan Hibah 5,000,000 5,000,000 100%

Pendapatan Dana Darurat - 15,250,000 0%

2016

Uraian

Uraian Postur Anggaran Realisasi % Realisasi Growth

Belanja 100.0% 2,983,466 2,801,145 93.9% 2.65%

Belanja Operasional+Transfer 72.1% 2,150,997 2,054,746 95.5% 1.65%

Belanja Modal 27.8% 830,468 745,900 89.8% 5.17%

Belanja Tidak Terduga 0.1% 2,000 500 25.0% 247.83%

20

2.3. ALOKASI BELANJA APBN DI SULAWESI

UTARA

Alokasi APBN di Sulawesi Utara berdasarkan

jenis belanjanya, menunjukkan bahwa

belanja barang dan modal merupakan porsi

terbesar dengan total 73%. Sementara itu,

porsi belanja pegawai berada di bawah kedua

jenis belanja tersebut. Porsi alokasi tersebut

cukup baik dan mendukung program

pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara.

Namun, melihat realisasinya, penyerapan

alokasi anggaran APBN di Sulawesi Utara

belum cukup baik. Realisasi anggaran tersebut

tercatat sebesar 84% atau masih berada di

bawah level 90%. Dari jenis belanjanya, hanya

belanja pegawai dan bantuan sosial yang

mencatat realisasi di atas 90%, namun belanja

barang dan belanja modal masih berada di

bawah 90%, bahkan belanja modal berada di

bawah 80%. Rendahnya realisasi belanja

modal merupakan dampak dari kebijakan

penghematan anggaran oleh pemerintah

pusat. Adapun dari 3 (tiga) proyek

pembangunan infrastruktur di Sulawesi Utara

yaitu bendungan, pembangunan dan

pemeliharaan serta perbaikan jalan, dan

pembangunan jalan tol, ketiga-tiganya belum

terealisasi dengan optimal. Pembangunan

jalan tol yang merupakan infrastruktur

prioritas, anggarannya hanya terealisasi

sebesar 38%. Hal tersebut disebabkan oleh

kendala-kendala dalam pembangunan dimana

salah satunya adalah pembebasan lahan.

Selanjutnya, apabila dibandingkan dengan

triwulan III 2016, realisasi total belanja

anggaran APBN pada akhir tahun 2016 secara

umum tercatat meningkat, sedangkan realisasi

belanja pegawai relatif sama sejalan dengan

sifatnya sebagai pengeluaran rutin.

Tabel 2.3. Alokasi Belanja APBN di Provinsi Sulawesi Utara

Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara

Tabel 2.4. Alokasi Anggaran Infrastruktur Strategis 2016

Sumber: Dirjen Perbendaharaan Negara, Provinsi Sulawesi Utara

Jenis Belanja

Postur

Tahun

2016

Pagu Tahun

2016 (Rp

juta)

Realisasi

Tahun 2016

(Rp juta)

%

Realisasi

Tahun

2016

%

Realisasi

Triwulan

III 2016

Belanja Pegawai 27% 2,351,792 2,292,647 97% 97%

Belanja Barang 37% 3,289,410 2,794,155 85% 71%

Belanja Modal 36% 3,191,655 2,360,495 74% 47%

Belanja Bantuan Sosial 0% 14,718 14,485 98% 59%

Total 100% 8,847,575 7,461,782 84% 69%

Infrastruktur Pagu Realisasi % Realisasi

Bendungan 374,720,966,000 304,611,138,565 81%

Jalan (termasuk Pemeliharaan) 806,900,438,000 608,033,793,460 75%

Jalan Tol 423,269,711,000 162,739,431,000 38%

21

Bab III.

Perkembangan Inflasi Daerah

3.1. EVALUASI REALISASI INFLASI

TRIWULAN IV 2016

3.1.1. Inflasi Bulanan (mtm)

Secara bulanan, angka IHK pada bulan Oktober

tercatat inflasi yang rendah sebesar 0,01%

(mtm), kemudian meningkat tajam pada bulan

November sebesar 2,86%, dan pada bulan

Desember mencatat deflasi sebesar 1,52%.

Grafik 3.1. Inflasi Bulanan

Oktober 2016

Pada Oktober 2016, Indeks Harga Konsumen

(IHK) Sulawesi Utara mengalami inflasi yang

rendah yaitu sebesar 0,01% (mtm).

Berdasarkan disagregasinya, inflasi tersebut

disumbang oleh inflasi kelompok administered

prices4 dan core5 masing-masing sebesar 0,13%

dan 0,04%, sedangkan kelompok volatile food6

menjadi penyumbang deflasi (-0,16%)

sehingga menahan laju inflasi bulan tersebut.

Meskipun inflasi pada bulan Oktober 2016

relatif rendah, namun mengalami peningkatan

4 Kelompok administered prices merupakan kelompok barang dan jasa yang tarifnya diatur oleh Pemerintah. 5 Kelompok core merupakan kelompok barang dan jasa selain kelompok administered prices dan volatile food.

dibanding bulan sebelumnya yang tercatat

deflasi sebesar 0,68% (mtm).

Grafik 3.2. Inflasi dan Andil Oktober 2016 Berdasarkan Disagregasi

Rendahnya inflasi pada bulan Oktober 2016

terutama dipengaruhi oleh kelompok volatile

food yang mencatat deflasi sebesar 0,81%

(mtm). Deflasi kelompok volatile food

terutama bersumber dari ketersediaan

pasokan bawang merah dari sentra-sentra

produksi (Bima, Enrekang dan Brebes) di

tengah tingkat permintaan di Sulawesi Utara

yang relatif normal. Selain itu, tomat sayur

menjadi penyumbang kedua deflasi di bulan

ini. Adapun bawang merah dan tomat sayur

secara berturut-turut mencatat deflasi sebesar

20,26% (mtm) dan 2,75% (mtm) pada bulan

Oktober 2016.

Sementara itu, kelompok administered prices

mencatat inflasi sebesar 0,62% (mtm) dan

kelompok core sebesar 0,07% (mtm). Inflasi

kelompok barang dan jasa yang tarifnya diatur

oleh pemerintah disumbang oleh inflasi sub

kelompok energi khususnya inflasi tarif listrik

6 Kelompok volatile food merupakan kelompok barang dan jasa yang harganya cenderung berfluktuatif.

-3%

-2%

-1%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2014 2015 2016

mtmmtm

Sumber: Badan Pusat Statistik & Bank Indonesia

Total Volatile Food Administered Prices (rhs) Core (rhs)

-0.81%

0.62%

0.07%

0.01%

-1.0% -0.8% -0.6% -0.4% -0.2% 0.0% 0.2% 0.4% 0.6% 0.8%

Volatile Food

Administered Prices

Core

Total

Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia

Inflasi (mtm) Andil

22

dan angkutan udara seiring dengan kenaikan

harga minyak dunia dan maraknya kegiatan

MICE (Meeting, Incentive, Convention dan

Exhibition) seperti Apresiasi Film Indonesia

(AFI) dan Lembeh Festival pada bulan Oktober

2016. Adapun sub kelompok administered

prices energi mencatat inflasi 1,01% (mtm),

sementara inflasi administered prices non-

energi mencatat inflasi sebesar 0,32% (mtm).

Berdasarkan komoditasnya, tarif listrik

mencatat inflasi sebesar 1,93% (mtm) dan

angkutan udara sebesar 2,77% (mtm). Di sisi

lain, inflasi kelompok core disumbang oleh

jeruk nipis, obat dengan resep dan surat kabar

harian.

• November 2016

Pada November 2016, Indeks Harga

Konsumen (IHK) Sulawesi Utara mengalami

inflasi yang tinggi yaitu sebesar 2,86% (mtm).

Berdasarkan disagregasinya, inflasi tersebut

disumbang oleh inflasi kelompok volatile food

(2,78%), kemudian diikuti oleh kelompok core

(0,06%) dan administered prices (0,03%).

Realisasi bulan November meningkat tajam

dibandingkan bulan Oktober yang tercatat

rendah sebesar 0,01% (mtm).

Tingginya inflasi kelompok volatile food

sebesar 14,39% (mtm) terutama disebabkan

oleh inflasi tomat sayur. Tomat sayur

mencatat inflasi sebesar 222,24% (mtm) dan

menyumbang sebesar 2,52% terhadap total

inflasi bulan November (2,86% mtm).

Peningkatan harga tomat disebabkan oleh

curah hujan yang tinggi di daerah produsen

tomat yakni Langowan, Kabupaten Minahasa,

Sulawesi Utara. Berdasarkan hasil liaison

kepada pedagang di pasar tradisional, pasokan

dari produsen tomat tersebut menurun hampir

50% pada bulan November 2016. Berdasarkan

hasil liaison dan survei di pasar-pasar

tradisional, harga tomat yang normalnya

sebesar Rp 6.000/kg, meningkat hingga Rp

25.000/kg pada kondisi tersebut. Selain tomat

sayur, cabai rawit juga mengalami inflasi yakni

sebesar 19,55% (mtm) seiring dengan

kurangnya pasokan akibat kondisi cuaca.

Grafik 3.3. Inflasi dan Andil November 2016 Berdasarkan Disagregasi

Di sisi lain, inflasi kelompok core dan

administered prices tercatat cukup rendah.

Inflasi core sebesar 0,14% (mtm) didorong oleh

komoditas lemon, sedangkan inflasi

administered prices sebesar 0,10% (mtm)

didorong oleh tarif angkutan udara seiring

dengan berlanjutnya peningkatan kunjungan

wisatawan.

• Desember 2016

Pada Desember 2016, Indeks Harga

Konsumen (IHK) Sulawesi Utara mengalami

deflasi yakni sebesar 1,52% (mtm), berbeda

secara signifikan dari 2 bulan sebelumnya

yang tercatat inflasi. Berdasarkan

disagregasinya, kelompok volatile food

memberikan andil sebesar -2,04%, kelompok

core sebesar 0,43% dan kelompok

administered prices sebesar 0,09%. Realisasi

bulan Desember tersebut menurun signifikan

dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat

inflasi sebesar 2,86% (mtm).

Grafik 3.4. Inflasi dan Andil Desember 2016 Berdasarkan Disagregasi

Deflasi kelompok volatile food pada bulan

Desember 2016 tercatat sebesar 9,48%

14.39%

0.14%

0.10%

2.86%

0.0% 2.0% 4.0% 6.0% 8.0% 10.0% 12.0% 14.0% 16.0%

Volatile Food

AdministeredPrices

Core

Total

Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia

Inflasi (mtm) Andil

-9.48%

0.43%

0.73%

-1.52%

-10.0% -8.0% -6.0% -4.0% -2.0% 0.0% 2.0%

Volatile Food

Administered Prices

Core

Total

Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia

Inflasi (mtm) Andil

23

(mtm). Penurunan IHK kelompok tersebut

terutama disebabkan oleh harga tomat sayur

yang mulai kembali ke level normal seiring

dengan kondisi cuaca yang mendukung

peningkatan produksi. Adapun tomat sayur

mengalami deflasi sebesar 53,84% (mtm) pada

bulan Desember 2016. Normalisasi harga juga

terjadi pada komoditas cabai rawit seiring

dengan ketersediaan pasokan.

Di sisi lain, kelompok core mencatat inflasi

0,73% (mtm) dan kelompok administered

prices mencatat inflasi 0,43% (mtm). Inflasi

core disumbang oleh inflasi pada sub kelompok

core traded khususnya komoditas pangan jeruk

nipis. Adapun inflasi sub kelompok core traded

tercatat sebesar 1,31% (mtm) dan core non-

traded sebesar 0,30% (mtm). Sementara itu,

inflasi kelompok administered prices

disumbang oleh tarif angkutan udara seiring

dengan peningkatan penyelenggaraan MICE,

kunjungan wisatawan pada Desember 2016

dan mobilisasi dalam rangka perayaan hari

raya Natal dan Tahun Baru.

3.1.2. Inflasi Triwulanan (qtq)

Jika dilihat secara triwulanan, inflasi Sulawesi

Utara juga menunjukkan peningkatan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Inflasi pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar

1,31% (qtq), lebih tinggi dibanding triwulan

sebelumnya yang mengalami deflasi 0,23%

(qtq). Berdasarkan disagregasinya, inflasi pada

triwulan IV 2016 disumbang oleh kelompok

core (0,54%), kelompok volatile food (0,53%)

dan kelompok administered prices (0,24%).

Grafik 3.5. Inflasi dan Andil Triwulan IV 2016 (qtq) Berdasarkan Disagregasi

Kelompok core tercatat mengalami inflasi

sebesar 0,90% (qtq) yang didorong oleh inflasi

sub kelompok core traded. Peningkatan inflasi

sub kelompok core traded disebabkan oleh

kenaikan harga jeruk nipis akibat kurangnya

pasokan di tengah permintaan yang naik

terhadap komoditas tersebut. Sementara itu,

kelompok volatile food yang mencatat inflasi

sebesar 2,70% (qtq) didorong oleh tomat sayur

yang harganya meningkat tinggi khususnya

pada bulan November 2016 akibat curah hujan

yang tinggi. Di sisi administered prices, inflasi

sebesar 1,19% (qtq) didorong oleh tarif

angkutan udara yang rata-rata harganya

meningkat dibanding triwulan sebelumnya

seiring dengan mobilisasi masyarakat dalam

rangka perayaan hari raya Natal dan Tahun

Baru.

3.1.3. Inflasi Tahunan (yoy)

Inflasi Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016

tercatat cukup rendah yakni sebesar 0,35%

(yoy). Realisasi inflasi tersebut lebih rendah

baik dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya (2,28% yoy) dan tahun 2015

(5,56% yoy). Realisasi ini juga berada di bawah

target inflasi tahun 2016 4%±1% (yoy).

Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan

pada triwulan IV 2016 disumbang oleh inflasi

kelompok core sebesar 0,74% dan kelompok

administered prices sebesar 0,11%, sedangkan

kelompok volatile food menjadi penahan laju

inflasi atau mengalami deflasi dengan andil

sebesar 0,50%.

Grafik 3.6. Inflasi Tahunan dan Andil Disagregasi

Kelompok core pada triwulan IV 2016

mencatat inflasi yang relatif rendah yakni

2.70%

1.19%

0.90%

1.31%

0.0% 0.5% 1.0% 1.5% 2.0% 2.5% 3.0%

Volatile Food

AdministeredPrices

Core

Total

Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia

Inflasi (qtq) Andil

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014 2015 2016

Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia

Andil Core Andil Administered Prices Andil Volatile Food Inflasi Total (yoy)

24

sebesar 1,25% (yoy). Realisasi tersebut

cenderung meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya (1,05%). Berdasarkan analisa

fundamentalnya, inflasi kelompok core

terutama disumbang oleh inflasi yang

terdampak dari nilai tukar. Sementara itu,

inflasi yang disebabkan oleh interaksi

permintaan-penawaran serta ekspektasi

konsumen dan pedagang relatif kecil

berpengaruh pada tingkat inflasi triwulan IV

2016. Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi

core disebabkan oleh inflasi core traded yang

tercatat inflasi sebesar 2,28% (yoy) dengan

sumbangan terhadap inflasi core sebesar

0,57%. Komoditas utama penyumbang inflasi

pada sub kelompok core traded yaitu gula pasir

yang tercatat mengalami inflasi sebesar

14,82% (yoy). Selain itu, komoditas jeruk nipis

juga mencatat inflasi seiring dengan kurangnya

pasokan. Di sisi sub kelompok core non-traded,

inflasi tercatat sebesar 0,49% (yoy) dengan

sumbangan sebesar 0,17% terhadap total

inflasi kelompok core. Tarif pulsa ponsel

merupakan komoditas utama penyumbang

inflasi pada sub kelompok core non-traded

seiring tingginya permintaan untuk jasa

komunikasi selama momen libur dan hari raya,

baik yang berbasis voice maupun mobile data.

Inflasi tarif pulsa ponsel tercatat sebesar

13,07% (yoy).

Grafik 3.7. Inflasi Tahunan Core Traded dan Non-Traded

Output Gap

Hingga triwulan IV 2016, tingkat kapasitas

utilisasi di Sulawesi Utara secara umum masih

dapat memenuhi tingkat permintaan

sehingga inflasi yang bersumber dari output

gap relatif kecil atau tidak ada. Hal tersebut

didukung oleh hasil liaison yang menyatakan

bahwa rata-rata kapasitas utilisasi dari seluruh

contact liaison yang menjawab masih berada di

bawah level 100%. Hasil Survei Kegiatan Dunia

Usaha Bank Indonesia juga menunjukkan

bahwa rata-rata kapasitas produksi berada di

bawah level 100% yakni sebesar 86,67% pada

triwulan IV 2016. Di sisi lain, tekanan

permintaan pada triwulan IV 2016 cenderung

melambat. Selain perlambatan pada

pertumbuhan PDRB konsumsi rumah tangga,

kondisi tersebut tercermin dari Indeks

Keyakinan Konsumen (IKK) yang menurun dari

119 pada triwulan III menjadi 116,1 pada

triwulan IV 2016.

Nilai Tukar

Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar

Amerika Serikat pada triwulan IV 2016

mendorong peningkatan inflasi yang

tercermin dari inflasi sub kelompok core

traded. Rata-rata kurs tengah nilai tukar

Rupiah pada triwulan IV 2016 yaitu sebesar Rp

13.248/1 USD. Angka tersebut melemah

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Rp

13.134/1 USD). Depresiasi tersebut telah

berdampak pada inflasi core traded sebesar

2,28% (yoy) dengan andil sebesar 0,57%

terhadap inflasi core triwulan IV 2016.

Grafik 3.8. Inflasi Tahunan Core Traded dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika

Serikat

Ekspektasi

Berdasarkan perkembangan indikator output

gap dan nilai tukar, maka sumbangan inflasi

yang bersumber dari ekspektasi diperkirakan

-1%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014 2015 2016

yoy

Sumber: Badan Pusat Statistik dan Bank Indonesia

Inflasi Core Core Traded Core Non-Traded-0.5%

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

2.0%

10,000

10,500

11,000

11,500

12,000

12,500

13,000

13,500

14,000

14,500

15,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014 2015 2016

yoyRupiah

Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik

Nilai Tukar Rp thd 1 USD Inflasi Core Traded (rhs)

25

maksimal sebesar 0,17% terhadap inflasi

tahunan core pada triwulan IV 2016. Relatif

rendahnya ekspektasi konsumen tersebut

tercermin dari hasil survei. Hasil Survei

Konsumen (SK) dan Survei Penjualan Eceran

(SPE) Bank Indonesia menunjukkan bahwa

ekspektasi kenaikan harga mengalami

penurunan. Dari sisi konsumen, hasil SK

menunjukkan bahwa ekspektasi harga pada

triwulan IV 2016 mengalami penurunan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Hal tersebut sejalan dengan ekspektasi para

pedagang dimana hasil SPE menunjukkan

bahwa ekspektasi harga pada triwulan IV 2016

juga mengalami penurunan.

Grafik 3.9. Ekspektasi Harga oleh Konsumen

Grafik 3.10. Ekspektasi Harga oleh Pedagang

Inflasi kelompok administered prices (AP)

juga tercatat relatif rendah yaitu sebesar

0,56% (yoy), meskipun cenderung meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya (0,31%).

Berdasarkan sub kelompoknya, peningkatan

tekanan inflasi tahunan kelompok AP

disebabkan oleh subkelompok AP non-energi.

Sub kelompok tersebut mencatat inflasi

sebesar 1,57% (yoy) dengan sumbangan

sebesar 0,18% terhadap inflasi AP. Adapun

komoditas atau jasa yang menyebabkan inflasi

pada sub kelompok tersebut yaitu angkutan

udara. Peak season mobilitas pengguna

transportasi udara dalam merayakan hari raya

Natal dan Tahun Baru serta liburan mendorong

inflasi pada angkutan udara sebesar 21,50%

(yoy). Di sisi lain, sub kelompok AP energi

mencatat deflasi sehingga menjadi penahan

laju inflasi AP. Komoditas yang menjadi

penyumbang deflasi yaitu bensin yang tercatat

deflasi 11,36% (yoy) seiring dengan turunnya

harga bensin pada 5 Januari 2016 dari Rp 7.300

menjadi Rp 6.950 dan kembali diturunkan pada

1 April 2016 menjadi Rp6.450 per liter.

Sementara itu, kelompok volatile food

tercatat mengalami deflasi sebesar -2,48%

(yoy), sehingga menahan laju inflasi lebih

tinggi. Realisasi inflasi tersebut sangat berbeda

dengan tren historis dimana umumnya

kelompok pangan mengalami peningkatan

harga pada akhir tahun. Realisasi tersebut juga

lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang

tercatat inflasi sebesar 8,57% (yoy). Deflasi

kelompok ini bersumber dari komoditas cabai

rawit yang mengalami perbaikan harga yang

lebih wajar dibanding tahun sebelumnya. Hal

tersebut tidak terlepas dari peran Tim

Pengendalian Inflasi Daerah yang terdiri dari

Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Bank

Indonesia dan instansi terkait lainnya.

Komoditas lain yang menyumbang deflasi yaitu

daun bawang dan daging ayam ras.

3.2. ARAH PERKEMBANGAN INFLASI

TRIWULAN I 2017

Memasuki awal triwulan I 2017, inflasi

tercatat cukup tinggi dan mengalami

peningkatan. Indeks Harga Konsumen (IHK)

Sulawesi Utara pada bulan Januari 2017

mencatat inflasi sebesar 1,10% (mtm), lebih

tinggi dari bulan Desember 2016 (-1,52%).

Inflasi bulanan tersebut juga lebih tinggi dari

inflasi historis Januari 5 tahun terakhir. Secara

tahunan, inflasi bulan Januari 2017 tercatat

sebesar 1,63% (yoy), lebih tinggi dari bulan

Desember 2016 (0,35%).

100

120

140

160

180

200

220

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014 2015 2016

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Indeks Ekspektasi Harga 3 Bulan yad Indeks Ekspektasi Harga 6 Bulan yad

90

100

110

120

130

140

150

160

170

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112

2014 2015 2016

Sumber: Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia

Ekspektasi Pedagang thd Harga 3 Bulan yad Ekspektasi Pedagang thd Harga 6 Bulan yad

26

Tabel 3.1. Inflasi Januari 2017

Sumber: Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik

Berdasarkan disagregasinya, inflasi bulanan

Januari 2017 terutama didorong oleh tekanan

kelompok administered prices. Kelompok

volatile food juga mencatat inflasi dan

meningkat dibanding bulan sebelumnya. Di sisi

kelompok core, inflasi tercatat relatif rendah

dan menurun dibanding bulan sebelumnya.

Tekanan inflasi pada kelompok administered

prices (AP) sebesar 2,45% (mtm) disebabkan

oleh inflasi kedua sub kelompok AP baik

energi maupun non-energi. Sub kelompok AP

energi pada bulan Januari 2017 mencatat

inflasi sebesar 3,03% (mtm). Pada sub

kelompok energi, andil inflasi terbesar

diberikan oleh tarif listrik dan bensin. Hal ini

didorong oleh kebijakan Pemerintah menaikan

tarif listrik untuk pelanggan 900VA dari Rp 605

menjadi Rp 791/kWh per 1 Januari 2017.

Adapun pangsa pemakaian listrik pada

golongan ini sebesar 38% dari total seluruh

golongan pelanggan di Sulawesi Utara. Dengan

demikian, kenaikan tarif sebesar 30,74%

tersebut mendorong inflasi pada komoditas ini

sebesar 6,42% (mtm) dengan andil mencapai

0,24%. Selain itu, kenaikan harga bahan bakar

minyak pada 16 Desember 2016 khususnya

pertamax dan pertalite sebesar Rp 150

sehingga masing-masing menjadi Rp 7.750 dan

Rp 7.050, dan pada 5 Januari 2017 kembali

dinaikannya harga BBM Non Subsidi yaitu

Pertamax dan Pertamax Plus masing-masing

Rp300/liter atau sebesar 4% mendorong inflasi

komoditas bensin sebesar 1,48% (mtm)

dengan andil sebesar 0,03%. Hal ini sejalan

dengan perkembangan harga minyak dunia

yang mengalami kenaikan. Sementara itu, sub

kelompok AP non-energi pada bulan Januari

2017 mencatat inflasi sebesar 2,01% (mtm).

Pada sub kelompok non-energi, andil inflasi

terbesar diberikan oleh biaya perpanjangan

STNK dan angkutan udara. Terhitung per 1

Januari 2017, Pemerintah menaikkan biaya

pengurusan surat-surat kendaraan bermotor

(STNK) sebesar 100% (dari Rp 50.000 menjadi

Rp 100.000) untuk kendaraan roda dua dan

167% (dari Rp 75.000 menjadi Rp 200.000)

untuk kendaraan roda empat. Adapun pangsa

kendaraan roda dua di Sulawesi Utara

mencapai 68% sementara roda empat

mencapai 32%. Hal ini mendorong inflasi pada

biaya perpanjangan STNK sebesar 111,99%

(mtm) dan memberikan sumbangan inflasi

bulanan sebesar 0,15%. Sementara itu, masih

berlanjutnya peak season mobilitas pengguna

transportasi udara mendorong inflasi pada

angkutan udara sebesar 5,89% (mtm) dan

memberikan sumbangan inflasi bulanan

sebesar 0,09%.

Inflasi kelompok volatile food pada Januari

2017 sebesar 1,76% (mtm), meningkat dari

bulan sebelumnya yang tercatat deflasi.

Kondisi ini sangat berbeda dengan tren historis

dimana umumnya kelompok pangan

mengalami penurunan harga atau mencatat

deflasi di awal tahun sebagai dampak kembali

normalnya permintaan masyarakat setelah

perayaan hari raya Natal dan Tahun Baru.

Inflasi kelompok volatile food bersumber dari

komoditas cabai rawit yang pasokannya

terganggu akibat curah hujan yang tinggi pada

bulan Januari. Demikian juga halnya komoditas

tomat sayur yang mengalami inflasi karena

gangguan pasokan. Tingginya inflasi kedua

komoditas ini juga dipengaruhi oleh faktor

base effect kedua komoditas tersebut yang

mencatat deflasi pada bulan sebelumnya.

Adapun andil cabai rawit dan tomat sayur

terhadap inflasi bulanan Januari 2017 secara

berturut-turut sebesar 0,40% dan 0,12%.

Namun demikian, inflasi yang lebih tinggi

ditahan oleh deflasi komoditas bawang merah

seiring dengan masih terjaganya pasokan

pasca panen dari daerah produsen. Andil

komoditas bawang merah terhadap inflasi

bulanan Januari 2017 yaitu sebesar -0,24%.

Inflasi Andil Inflasi Andil

Total 1.10% 1.10% 1.63% 1.63%

Volatile Food 1.76% 0.35% 0.46% 0.09%

Administered Prices 2.45% 0.50% 1.95% 0.41%

Core 0.42% 0.25% 1.93% 1.14%

Core Traded 0.37% 0.09% 2.89% 0.72%

Core Non-Traded 0.46% 0.16% 1.23% 0.42%

AP Energi

AP Non-Energi

Indikatormtm yoy

27

Sementara itu, pergerakan harga komoditas

beras relatif stabil selama 3 bulan terakhir atau

sejak November 2016. Hal ini disebabkan

membaiknya produksi di Sulawesi Utara pada

tahun 2016 setelah adanya El Nino pada tahun

2015. Selain itu, stabilnya komoditas beras

didukung oleh ketersediaan pasokan dari luar

daerah (Sulawesi Tengah).

Tabel 3.2. Inflasi Komoditas Utama Sulawesi Utara Januari 2017

Di sisi lain, kelompok core mencatat inflasi

yang rendah yakni sebesar 0,42% (mtm),

menurun dibandingkan bulan sebelumnya

(0,73%). Berdasarkan sub kelompoknya, inflasi

core disebabkan oleh inflasi core non-traded

yang meningkat dari 0,30% (mtm) menjadi

0,46% pada bulan Januari. Peningkatan inflasi

core non traded didorong oleh peningkatan

harga komoditas mie dan tarif pulsa ponsel.

Meningkatnya harga mie merupakan dampak

dari kebijakan salah satu produsen mie instan

nasional7 yang menaikkan harga jual mie instan

sebesar Rp100 per bungkus pada tanggal 17

Januari 2017. Kenaikan tersebut tidak

berhubungan dengan harga bahan baku

tepung saat ini, namun merupakan kenaikan

rutin setiap tahun sebagai strategi untuk

menjaga marjin perusahaan. Sementara itu,

kenaikan tarif pulsa ponsel disebabkan oleh

masih tingginya permintaan untuk jasa

komunikasi selama momen libur dan hari raya,

baik yang berbasis voice maupun mobile data

menjadi faktor pendorong utama. Kenaikan

tarif pulsa ponsel tersebut berlanjut dari bulan

sebelumnya. Adapun andil inflasi komoditas

mie dan tarif pulsa ponsel terhadap

keseluruhan inflasi bulan Januari 2017 secara

berturut-turut adalah 0,09% dan 0,04%. Di sisi

7 PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 8 Glencore dan Nyrstar

lain, inflasi core traded disebabkan oleh

peningkatan inflasi seng yang memberikan

andil terhadap total inflasi bulanan Januari

2017 sebesar 0,04%. Peningkatan inflasi seng

seiring dengan tren positif harga seng dunia

pada tahun 2016. Peningkatan harga seng

dunia disebabkan oleh kondisi defisit pasar

seng dunia dimana akibat penutupan

tambang-tambang besar8 dan pertambangan

yang terbengkalai di China. Sementara itu, laju

inflasi kelompok core traded tertahan oleh gula

pasir yang tercatat deflasi dan apresiasi rupiah

sepanjang Januari 2017. Penurunan harga gula

pasir didukung oleh ketersediaan ribuan ton

stok gula pasir9 dan kegiatan pasar murah serta

Operasi Pasar (OP) yang dilakukan Pemerintah.

Selanjutnya, berlangsungnya apresiasi rupiah

sepanjang Januari 2017 menahan gejolak pada

kelompok core traded. Rupiah terapresiasi

sebesar 0,44% (mtm) pada bulan Januari 2017.

Melihat realisasi inflasi Januari dan perkiraan

inflasi pada Februari dan Maret, Bank

Indonesia memperkirakan inflasi pada

triwulan I 2017 sebesar 3,01% (yoy). Perkiraan

tersebut lebih tinggi dibandingkan realisasi

inflasi pada triwulan sebelumnya (0,35% yoy).

Naiknya inflasi tersebut secara bulanan

didorong oleh inflasi pada bulan Maret. Pada

bulan Februari, Indeks Harga Konsumen (IHK)

diperkirakan mencatat inflasi yang sangat

rendah, bahkan dapat mencatat deflasi seiring

dengan normalisasi harga komoditas bumbu-

bumbuan yang meningkat tinggi pada bulan

Januari. Sementara itu, pada bulan Maret, IHK

diperkirakan mencatat inflasi yang cukup tinggi

seiring dengan kenaikan tarif listrik 900 VA bagi

rumah tangga mampu. Namun, tingginya

curah hujan yang berlangsung hingga bulan

Februari berpotensi mendorong inflasi pada

bulan tersebut. Adapun dengan

mempertimbangkan hal-hal tersebut, realisasi

inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan

berada dalam rentang sasaran inflasi 2017

yakni 4+1% (yoy).

9 Ketersediaan di Perum Bulog Divre Sulawesi Utara

Inflasi Andil Inflasi Andil

Cabai Rawit 58.98% 0.40% -13.43% -0.17%

Tomat Sayur 7.06% 0.12% 31.72% 0.43%

Bawang Merah -23.27% -0.24% -23.66% -0.25%

Beras 0.00% 0.00% 4.85% 0.25%

Indikatormtm yoy

28

3.3. PROGRAM PENGENDALIAN INFLASI

DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI

Pada Oktober 2016, TPID Sulawesi Utara

bersama dengan TPID Kab/Kota telah

menyepakati Roadmap Pengendalian Inflasi

Sulawesi Utara periode 2016-2019. Roadmap

Pengendalian Inflasi Sulawesi Utara disusun

untuk menjadi acuan upaya pengendalian

inflasi di wilayah Provinsi Sulawesi Utara,

sekaligus mensinergikan berbagai kebijakan

dalam mengawal pencapaian sasaran inflasi

Sulawesi Utara maupun Nasional. Roadmap

Pengendalian Inflasi ini diharapkan dapat

membuahkan hasil yang positif, disertai

dengan langkah-langkah nyata, koordinatif dan

berkesinambungan, baik di ruang lingkup

Provinsi maupun Kabupaten/Kota.

Fokus pengendalian inflasi akhir tahun

menjadi agenda utama TPID Provinsi maupun

Kab/Kota pada November dan Desember

2016. Rapat TPID tingkat Provinsi telah

dilaksanakan bersama dengan Ketua TPID

Provinsi sebagai respons tingginya inflasi

November. Pada rapat tersebut telah

disepakati untuk meningkatkan kegiatan

pengendalian inflasi akhir tahun berupa

operasi pasar harian yang fokus pada

komoditas bumbu-bumbuan dan sidak pasar

yang bekerjasama dengan aparat penegak

hukum. Di sisi lain, Gerakan Rica Rumah yang

telah diimplementasikan melalui pembagian

bibit pada Agustus-September lalu, diharapkan

dapat menambah pasokan cabai rawit secara

mandiri di level rumah tangga, sehingga

mengurangi potensi tekanan harga.

Selanjutnya, rapat koordinasi TPID Se-

Sulawesi Utara telah dilaksanakan pada

Desember untuk membahas pengendalian

harga dan ketersediaan bahan pokok strategis

menjelang Natal dan Tahun Baru 2017. Atas

hasil rapat tersebut, beberapa kegiatan nyata

telah dilakukan untuk mengantisipasi lonjakan

permintaan masyakat seperti Operasi Pasar

pada 40 titik di Kota Manado (termasuk OP

langsung oleh Bulog di pasar tradisional utama

Kota Manado), Sidak Pasar oleh TPID Provinsi

yang bekerjasama dengan Aparat Penegak

Hukum, serta komunikasi ekspektasi dan

himbauan kepada pedagang melalui media

masa terkemuka di Sulawesi Utara. Hasil dari

berbagai upaya pengendalian inflasi di

sepanjang tahun 2016, termasuk Gerakan Rica

Rumah yang telah diinisiasi sejak pertengahan

tahun, dinilai mampu menjaga tingkat harga

dan ketersediaan pasokan bahan makanan

strategis, sehingga pencapaian inflasi Sulawesi

Utara pada tahun 2016 lebih baik

dibandingkan tahun sebelumnya.

Untuk tahun 2017, upaya pengendalian inflasi

akan dilaksanakan sesuai dengan Roadmap

yang telah disusun. Salah satu program besar

dalam pengendalian inflasi 2017 adalah upaya

untuk mendirikan Pasar Induk/Pasar Provinsi di

Sulawesi Utara. Dalam hal ini, Pemerintah

Provinsi Sulawesi Utara melalui Gubernur telah

melakukan koordinasi awal dengan

Kementerian Perdagangan untuk mewujudkan

rencana tersebut.

Upaya pengendalian inflasi semakin

diperkuat melalui penyelarasan program

pengendalian inflasi 2017. Hal ini mengingat

risiko tekanan inflasi yang cukup besar pada

kelompok administered prices pada tahun

2017. Di awal tahun 2017, TPID Provinsi

Sulawesi Utara telah melaksanakan High Level

Meeting perdana pada 25 Januari 2017 dengan

agenda utama menyelaraskan upaya

pengendalian inflasi tahun 2017. Dalam

pertemuan tersebut, seluruh anggota TPID

Sulawesi Utara berkomitmen untuk

menjalankan program pengendalian inflasi

2017 mengacu kepada Roadmap Pengendalian

Inflasi Sulawesi Utara yang telah disusun

sebelumnya. Beberapa program utama

pengendalian inflasi 2017 antara lain adalah

peningkatan produksi bahan pangan melalui

penyediaan benih pertanian & holtikultura,

mensukseskan Gerakan Rica Rumah (Next

Level), memperluas peran Bulog dalam

stabilisasi harga, meningkatkan koordinasi dan

kerjasama dengan Aparat Penegak Hukum

(APH) khususnya Kepolisian, serta optimalisasi

penggunaan PIHPS. Selain itu, Pemerintah

29

Provinsi juga terus berupaya untuk mendirikan

Pasar Induk/Pasar Provinsi di Sulawesi Utara

dengan tujuan memperluas pasar dan

mencegah monopoli pasar.

30

Bab IV.

Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan

Akses Keuangan dan UMKM

4.1. GAMBARAN UMUM PERBANKAN

4.1.1. Jaringan Kantor dan Aset

Pada triwulan IV 2016, terdapat pembukaan 2

kantor bank dan 5 jaringan kantor bank

umum konvensional yang beroperasi di

wilayah Sulawesi Utara, sehingga total bank

umum sebanyak 30 dengan 294 jaringan

kantor sedangkan BPR masih sama dengan

periode sebelumnya yaitu sebanyak 18 dengan

55 jaringan kantor.

Sejalan dengan adanya pembukaan kantor

bank, total aset perbankan umum di Sulawesi

Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh

meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan aset

terjadi pada kelompok Bank Persero menjadi

sebesar 11,3% (yoy) dari sebelumnya hanya

tumbuh 8,7%. Peningkatan juga terjadi pada

kelompok bank swasta nasional yang juga

tumbuh menjadi 2,6% (yoy) dari sebelumnya

hanya tumbuh 1,3% serta pada Bank

Pemerintah Daerah yang tercatat meningkat

menjadi sebesar 7,4% (yoy) dibandingkan

periode sebelumnya sebesar 5,4%. Sementara

itu, pertumbuhan aset Bank Asing dan

Campuran tercatat kontraksi yang semakin

dalam menjadi 21,6% (yoy) dari sebelumnya

yang telah terkontraksi sebesar 20,9%.

Grafik 4.1. Perkembangan Aset Perbankan Umum di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

4.1.2. Dana Pihak Ketiga

Pertumbuhan DPK tercatat membaik meski

masih mencatatkan pertumbuhan negatif.

DPK pada triwulan IV 2016 tercatat

terkontraksi 1,8% (yoy) yang membaik dari

triwulan sebelumnya yang terkontraksi

sebesar 6,1%. Membaiknya pertumbuhan DPK

terutama disebabkan oleh pertumbuhan

positif komponen Deposito yang pada periode

sebelumnya mencatatkan kontraksi yang

cukup dalam, pada triwulan IV 2016 telah

tercatat tumbuh positf. Adapun komponen

Tabungan sebagai komponen utama

pembentuk DPK, mengalami perlambatan

pertumbuhan meski masih mencatatkan

pertumbuhan positif. Di sisi lain, tekanan

terhadap penurunan komponen Giro masih

terus berlanjut. Giro yang pada bulan

sebelumnya terkontraksi sebesar -10,44%

(yoy), pada periode laporan terkontraksi

semakin dalam menjadi sebesar -29,05%.

Penurunan giro perlu dicermati karena

menjadi cerminan kinerja sektor swasta,

utamanya korporasi. Dari hasil liaison Bank

Indonesia diperoleh informasi bahwa pelaku

usaha lebih memilih menarik dana gironya

untuk dijadikan modal kerja dibandingkan

menggunakan fasilitas pembiayaan modal

kerja yang rata-rata suku bunganya masih

berada diatas 10%. Di samping itu, jelang akhir

tahun penarikan dana giro sektor korporasi

juga diperuntukkan untuk pembayaran

Tunjangan Hari Raya (THR) / Tunjangan Akhir

Tahun (TAT) karyawan. Tekanan terhadap

komponen giro juga berasal dari giro

pemerintah yang disebabkan oleh pembayaran

sisa realisasi proyek pemerintah yang

dianggarkan untuk tahun 2016. Selain faktor

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Total Aset Bank Persero Bank Swasta Nasional

Bank Campuran Bank Pemerintah daerah

31

penurunan pendapatan masyarakat,

peningkatan konsumsi masyarakat jelang akhir

tahun untuk perayaan Natal dan Tahun Baru

juga turut memengaruhi kondisi DPK,

utamanya komponen tabungan yang

merupakan dana yang sifatnya dapat ditarik

sewaktu-waktu. Hal tersebut sejalan dengan

melambatnya pertumbuhan komponen

tabungan pada periode laporan yang tumbuh

sebesar 5,94% (yoy) dibandingkan periode

sebelumnya yang dapat tumbuh sebesar

11,84% (yoy). Berdasarkan komponen

pembentuknya, DPK masih didominasi oleh

tabungan dengan pangsa 52,7%, diikuti oleh

deposito dan giro yang masing-masing 32,4%

dan 14,8%.

4.1.3. Kredit

Dari sisi penyaluran pembiayaan, kredit

tercatat tumbuh sebesar 6,32% (yoy)

meningkat jika dibandingkan triwulan

sebelumnya yang hanya tumbuh sebesar

5,06% (yoy). Secara umum, penyaluran

pembiayaan di Sulawesi Utara masih

disalurkan ke sektor konsumtif, yang tercermin

dari pangsa kredit konsumsi yang mencapai

60,3% dari total kredit yang disalurkan di

Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016.

Sementara itu, kredit produktif yakni modal

kerja dan investasi sebesar 25,7% dan 13,9%.

Berdasarkan penggunaannya, peningkatan

kredit disumbang oleh pertumbuhan positif

Kredit Konsumsi (KK) sebesar 6,92% (yoy),

dibandingkan periode sebelumnya sebesar

6,51% (yoy). Pertumbuhan KK utamanya

didorong oleh tumbuhnya jenis kredit

Multiguna yang mendominasi penyaluran KK

(pangsa sebesar 75,9%). Penyaluran Kredit

Investasi (KI) juga mulai menunjukkan

perbaikan yang tercermin dari meredanya

tekanan pertumbuhan negatif KI, yang pada

bulan sebelumnya terkontraksi hingga -4,41%

(yoy), kini tercatat tumbuh positif sebesar

2,75% (yoy). Disisi lain, Kredit Modal Kerja

(KMK) mengalami perlambatan, yaitu hanya

tumbuh sebesar 6,94% (yoy) dari sebelumnya

7,47%.

Grafik 4.2. Perkembangan Indikator Utama Perbankan

Sumber: Bank Indonesia

4.1.4. Loan to Deposit Ratio (LDR) dan Non

Performing Loan (NPL)

Fungsi intermediasi perbankan yang

tercermin dari indikator LDR menunjukkan

peningkatan pada bulan triwulan IV 2016

menjadi 149,6% dari 145,2% pada triwulan

sebelumnya yang disebabkan oleh

meningkatnya penyaluran kredit ditengah

pertumbuhan negatif DPK. Tumbuhnya

penyaluran pembiayaan pada triwulan IV 2016

juga diikuti oleh perbaikan kualitas kredit. Hal

ini tercermin dari indikator rasio NPL

menunjukkan penurunan menjadi 3,40% dari

sebelumnya 3,85% pada periode laporan.

4.2. AKSES KEUANGAN DAN UMKM

4.2.1. Perkembangan Pembiayaan UMKM

Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)

memiliki peran penting dalam perekonomian

Sulawesi Utara tercermin dari pangsa unit

usaha yang mendominasi dari total unit usaha

yang ada serta sebagai sektor yang juga turut

berkontribusi terhadap penyerapan tenaga

kerja. Namun demikian, sebagai salah satu

aktor yang cukup penting dalam

perekonomian domestik maupun nasional,

UMKM sering kali masih terkendala dalam

memperoleh pembiayaan.

Pada triwulan IV 2016, laju pertumbuhan

kredit UMKM di Sulawesi Utara tercatat

mengalami sedikit perlambatan, dari yang

semula tumbuh sebesar 9,18% (yoy) pada

triwulan sebelumnya, menjadi sebesar 9,03%

pada triwulan IV 2016. Ditengah perlambatan

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

160%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014 2015 2016

YoYLDR-sb.kanan Aset dpk Kredit

32

tersebut, kualitas kredit yang tercermin dari

penurunan rasio NPL kredit UMKM mengalami

perbaikan. Pada triwulan IV 2016, NPL Kredit

UMKM tercatat sebesar 5,48%, dibanding

periode sebelumnya mencapai 6,10%. Meski

mengalami penurunan, NPL Kredit UMKM

yang berada diatas ambang threshold 5% perlu

terus menjadi perhatian.

Grafik 4.3. Perkembangan Kredit UMKM

Sumber: Bank Indonesia

Pangsa kredit UMKM di triwulan IV 2016

tercatat mengalami peningkatan, yakni

menjadi sebesar 26,2%, jika dibandingkan

pangsa pada triwulan sebelumnya sebesar

25,4%. Berdasarkan wilayahnya, konsentrasi

penyaluran kredit UMKM terbesar berada di

Kota Manado sebesar 61,5%, diikuti Kota

Bitung sebesar 10,9% dan Kota Kotamobagu

sebesar 9,8%. Meski demikian, dari sisi

kerentanan terhadap risiko kredit bermasalah,

Kota Manado perlu menjadi perhatian. Sebagai

daerah dengan realisasi kredit UMKM

terbesar, rasio NPL kredit UMKMnya telah

melewati threshold yaitu sebesar 7,3% pada

triwulan IV 2016 meningkat dari triwulan

sebelumnya yang sebesar 6,3%. Di samping itu,

Kab. Bolaang Mongondow Timur mencatatkan

NPL tertinggi dibandinkan 15 kab/kota lainnya

untuk kategori kredit UMKM, rasio kredit

UMKM bermasalah Kab. Bolaang Mongondow

Timur tercatat mencapai 38,5% pada periode

laporan yang perlu menjadi perhatian

bersama.

Grafik 4.4. Pangsa UMKM

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 4.5. Pangsa UMKM Berdasarkan Wilayah di Sulawesi Utara

Sumber: Bank Indonesia

4.2.2. Akses Keuangan Penduduk

Indikator akses keuangan Sulawesi Utara

terutama dari sisi penghimpunan dana

mengalami peningkatan, namun demikian

dari sisi penyaluran pembiayaan

menunjukkan penurunan. Rasio jumlah

rekening DPK terhadap penduduk angkatan

kerja di Sulawesi Utara masih menujukkan tren

peningkatan, dimana pada data terakhir yaitu

periode Agustus 2016 rasio tersebut tercatat

sebesar 102,28%. Rasio yang telah melampaui

angka 100% mengindikasikan sebagian kecil

angkatan kerja memiliki lebih dari satu

rekening (dengan asumsi seluruh angkatan

kerja masing-masing memiliki 1 rekening

tabungan).

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Growth UMKM (yoy) Porsi UMKM NPL UMKM (sb.kanan)

0,74

0,26

Non-UMKM UMKM

61,54%

8,88%

9,89%

10,98%

7,88% 0,83% Manado

Minahasa

Kotamoagu

Bitung

Kep. Sangihe

Kab.Kota Lainnya

33

Grafik 4.6. Rasio Jumlah Rekening DPK terhadap Penduduk Angkatan Kerja

Sumber: Bank Indonesia

Sementara itu, rasio jumlah rekening kredit

terhadap jumlah penduduk angkatan kerja di

Sulawesi Utara menunjukkan sedikit

penurunan menjadi 15,81% di bulan Agustus

2016. Masih sangat rendahnya rasio rekening

kredit menunjukkan bahwa fasilitas

pembiayaan masih sedikit dimanfaatkan oleh

masyarakat Sulawesi Utara, baik karena alasan

belum membutuhkan maupun secara

administratif dan non-administratif belum

dapat melengkapi persyaratan yang ada untuk

dapat memanfaatkan fasilitas pembiayaan.

Masih minimnya rasio tersebut juga

menunjukkan masih terdapat ruang untuk

meningkatkan penyaluran kredit di masa

mendatang.

Grafik 4.7. Rasio Jumlah Rekening Kredit terhadap Penduduk Angkatan Kerja

Sumber: Bank Indonesia

4.2.3. Upaya Peningkatan Akses Keuangan

Sebagai upaya agar lembaga

keuangan/pembiayaan dapat diakses seluruh

lapisan masyarakat Sulawesi Utara yang

kemudian diharapkan dapat turut

pertumbuhan ekonomi yang berkualitas

sekaligus mengatasi kemiskinan, dalam

beberapa kurun waktu terakhir Bank Indonesia

telah melakukan berbagai bentuk langkah dan

upaya, diantaranya adalah sebagai berikut:

Bank Indonesia berupaya memperluas

implementasi LKD melalui dorongan

kepada BRI dan Bank Mandiri, yang

merupakan bank penyelenggara LKD di

Sulawesi Utara, untuk memperbanyak

agen LKD di tiap-tiap daerah.

Bank Indonesia memfasilitasi

Perjanjian Kerja Sama (PKS)

implementasi transaksi pembayaran

dan penerimaan Pemda melalui

aplikasi kasda online yang

diintegrasikan dengan simda online

antara 6 Pemda yaitu Pemkab

Minahasa Utara, Minahasa Selatan,

Bolaang Mongondow, Bolaang

Mongondow Utara, dan Kepulauan

Talaud dengan Badan Pengawasan

Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

serta PT Bank Sulawesi UtaraGo.

Penandatangan PKS tersebut

dilakukan pada 14 November 2016.

Berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT

terus dilakukan oleh Bank Indonesia

pada berbagai kesempatan dan

kepada beragam stakeholders.

Sepanjang tahun 2016, telah dilakukan

sosialisasi dan edukasi kepada Pemda

Kab/Kota, kasir perbankan, Stasiun

Pengisian Bahan Bakar (SPBU),

department store, pelaku usaha dan

masyarakat. Khusus triwulan IV 2016,

Bank Indonesia menyelenggarakan

sosialisasi GNNT kepada masyarakat

dan pelaku usaha di Provinsi Gorontalo

serta kepada pengusaha dan karyawan

hotel dan resort di Likupang,

Kabupaten Minahasa Utara. Pada

bulan Januari 2017, sosialisasi GNNT

dilakukan di Kotamobagu kepada

pemda, masyarakat dan pelajar.

84,25% 83,20%

91,19% 89,01%85,37% 88,01%

93,42%

102,28%

Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt

2013 2014 2015 2016

14,89% 15,30% 15,37% 15,56% 15,69% 15,68% 16,04% 15,81%

Feb Agt Feb Agt Feb Agt Feb Agt

2013 2014 2015 2016

34

4.3. KETAHANAN KORPORASI

4.3.1. Sumber Kerentanan Sektor Korporasi

Permasalahan bahan baku bagi industri

pengolahan masih menjadi salah satu sumber

kerentanan yang perlu diwaspadai, utamanya

untuk korporasi di sektor Industri Pengolahan

yang hasil produksinya merupakan komoditas

ekspor utama Sulawesi Utara. Meski krisis

bahan baku untuk industry pengolahan ikan

dan kelapa mulai mereda pada triwulan

laporan, namun belum dapat kembali ke level

normal (berdasarkan hasil diskusi/liaison

dengan para pelaku bisnis di Industri

Pengolahan). Kondisi tersebut tercermin dari

Lickert Scale (LS) persediaan bahan baku hasil

liaison yang pada triwulan laporan berada

pada level 0,22 dimana pada periode

sebelumnya berada pada level -0,20. Belum

pulih sepenuhnya kondisi bahan baku untuk

industri pengolahan ikan salah satunya

disebabkan oleh pasokan dari perusahaan

supplier (perikanan tangkap) masih terkendala

oleh syarat-syarat dari relaksasi kebijakan

transhipment melalui penerbitan Peraturan

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap No.

1/2016 tentang Penangkapan Ikan dalam Satu

Kesatuan Operasi. Salah satu persyaratan yang

dikeluhkan adalah terkait pemasangan Video

Monitoring System pada kapal yang

membutuhkan biaya tambahan.

Grafik 4.8. Komposisi Ekspor Sulawesi Utara

Sumber: SITC, diolah

Di sisi lain, Minyak (termasuk CPO) dan Lemak

Nabati sebagai komoditas yang mendominasi

kinerja ekspor Sulawesi Utara, masih

mencatatkan adanya pertumbuhan meskipun

pada level yang masih relatif terbatas.

Permasalahan ketersediaan bahan baku

kelapa, masih menjadi salah satu kendala

utama yang menahan pertumbuhan industri

pengolahan minyak kelapa. Ketersediaan

bahan baku utamanya dipengaruhi oleh masih

minimnya upaya peremajaan kelapa. Biaya

penanaman dan pemeliharaan kelapa untuk

peremajaan yang cukup besar serta

membutuhkan waktu yang cukup lama

membuat petani kelapa cukup enggan untuk

melakukan revitalisasi tanpa bantuan dari

pemerintah daerah. Sumber kerentanan lain

yang perlu menjadi perhatian adalah

penurunan harga komoditas di pasar dunia

baik CPO maupun CNO ditengah peningkatan

harga bahan baku. Permasalahan terkait bahan

baku kelapa tersebut jika terus berlanjut dapat

menjadi sumber risiko korporasi Sulawesi

Utara, mengingat dominannya pangsa industri

ini terhadap ekspor Sulawesi Utara.

4.3.2. Kinerja Korporasi

Kegiatan Usaha

Kinerja korporasi berdasarkan hasil liaison

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov.

Sulawesi Utara dengan perusahaan pada

lapangan usaha utama Sulawesi Utara,

mengindikasikan adanya peningkatan

kegiatan usaha pada triwulan IV 2016.

Perbaikan tersebut didorong oleh

meningkatnya penjualan domestik disertai

mulai pulihnya kinerja ekspor namun meski

masih level yang relatif terbatas yang

tercermin dari lickert scale (LS) penjualan

domestik maupun ekspor yang menunjukkan

peningkatan. Likert Scale (LS) penjualan

domestik tercatat tumbuh dari 0,33 pada

triwulan lalu kini berada di level 1,71. LS ekspor

yang sebelumnya tercatat -1,0 membaik ke

angka 0,33 yang menunjukkan meredanya

tekanan terhadap kinerja ekspor Sulawesi

Utara.

Minyak & Lemak Nabati; 57%

Ikan; 13%

Emas ; 15%

Kopi, Teh, Coklat & Rempah; 4%

Pakan Ternak; 3%Lainnya; 8,0%

35

Grafik 4.9. Lickert Scale Kegiatan Usaha

Sumber: Liaison, Bank Indonesia

Disisi lain, prospek kinerja korporasi yang

tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov.

Sulawesi Utara menunjukkan perlambatan,

dimana kegiatan usaha pada triwulan

mendatang diperkirakan akan melambat

dengan SBT sebesar 6,14%. Perlambatan

tersebut diperkirakan akan disumbangkan oleh

melambatnya kinerja lapangan usaha

penyediaan akomodasi dan makan minum

serta transportasi dan pergudangan sejalan

dengan mulai melambatnya kinerja pariwisata

memasuki awal tahun.

4.3.3. Eksposure Perbankan Pada Sektor

Korporasi

Meski eksposure kredit perbankan pada sektor

korporasi hanya sebesar 16,9% dari total kredit

di Sulawesi Utara, kerentanan yang terjadi

pada sektor ini perlu tetap diwaspadai untuk

menjaga stabilitas sistem keuangan secara

keseluruhan mengingat eratnya keterkaitan

antar sektor. Keterkaitan tersebut terutama

terhadap sektor rumah tangga, dengan

penghasilan dan penyerapan tenaga kerja

dipengaruhi oleh kinerja korporasi merupakan

eksposur terbesar kredit perbankan Sulawesi

Utara.

Grafik 4.10. Pangsa Penggunaan Kredit

Korporasi

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.11. Pertumbuhan Kredit Korporasi

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Kredit perbankan pada sektor korporasi di

Sulawesi Utara pada triwulan IV 2016

mencapai Rp 5,29 Trilliun, tumbuh terbatas

sebesar 3,0% (yoy) meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya (1,5% yoy). Berdasarkan

jenis penggunaannya, kredit korporasi

terutama disalurkan dalam bentuk kredit

investasi (50%) dan investasi (47%), dan hanya

sebagian kecil dipergunakan untuk konsumsi

(3%). Peningkatan pertumbuhan kredit

korporasi terutama disebabkan oleh

meredanya tekanan terhadap kredit investasi

sebagai jenis penggunaan utama kredit

korporasi. Kredit investasi yang pada triwulan

sebelumnya terkontraksi hingga sebesar -0,8%

(yoy) pada triwulan laporan tercatat membaik

meski masih tumbuh negative sebesar -6,6%

(yoy). Disisi lain kredit modal kerja

mencatatkan perlambatan pertumbuhan

menjadi sebesar 8,2% (yoy) dibandingkan

periode sebelumnya yang tumbuh 14,3% (yoy).

-4

-3

-2

-1

0

1

2

3

Likert Scale Penjualan Domestik (sb.kanan)

Likert Scale Penjualan Ekspor (sb.kanan)

47,00%50,09%

2,90%

Modal Kerja Investasi Konsumsi

-100,0%

0,0%

100,0%

200,0%

300,0%

400,0%

500,0%

600,0%

700,0%

800,0%

-50,0%

0,0%

50,0%

100,0%

150,0%

200,0%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi -sb. Kanan

36

Kredit Modal Kerja Korporasi

Posisi kredit modal kerja (KMK) Tw IV 2016

mencapai Rp2,4 Triliun menurun sebesar

Rp154 Miliar secara nominal, jika dibandingkan

dengan baki debet pada triwulan sebelumnya.

Perlambatan pertumbuhan kredit modal kerja

korporasi tersebut didorong oleh penurunan

kredit lapangan usaha yang mendominasi

penyaluran kredit modal kerja korporasi, yaitu

lapangan usaha konstruksi (pangsa 23%)

tercatat tumbuh melambat menjadi sebesar

24% (yoy) pada triwulan laporan,

dibandingkan periode sebelumnya yang dapat

tumbuh sebesar 28% (yoy). Perlambatan juga

terjadi pada lapangan usaha perdagangan

sebagai lapangan usaha terbesar penerima

pembiayaan modal kerja pada sektor korporasi

(pangsa 54%) yang hanya pertumbuhannya

(14,58 yoy) lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya (24,6% yoy). Disisi lain,

tekanan pada lapangan usaha industri

pengolahan (pangsa 11%) mulai meredam.

Pertumbuhan KMK lapangan usaha tersebut

menunjukkan sebelumnya mencatatkan

kontraksi -13,5% saat ini tercatat tumbuh

sebesar 0,47%.

Grafik 4.12. Pertumbuhan Kredit Modal Kerja

Korporasi Lapangan Usaha Dominan

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

4.4. KETAHANAN RUMAH TANGGA

4.4.1. Sumber Kerentanan dan Kondisi

Sektor Rumah Tangga

Rumah tangga dalam sistem keuangan

memiliki 2 (dua) fungsi yaitu sebagai penyedia

dana dan sebagai penerima pendanaan dari

institusi keuangan. Beberapa faktor yang

memengaruhi kondisi rumah tangga adalah

tingkat pendapatan, tingkat pengangguran,

tingkat konsumsi dan kondisi

pembiayaan/kredit rumah tangga.

Grafik IV.6. Kontribusi Konsumsi Rumah

Tangga terhadap PDRB Sulawesi Utara

Sumber: BPS, diolah

Pada triwulan IV 2016, konsumsi rumah tangga

tercatat tumbuh 5,52% (yoy) melambat dari

5,96% (yoy) pada periode sebelumnya sejalan

dengan menurunnya pangsa konsumsi rumah

tangga terhadap perekonomian Sulawesi Utara

meski tercatat masih dominan dengan pangsa

sebesar 73,75%.

Grafik 4.13. Indeks Keyakinan Konsumen

Rumah Tangga Sulawesi Utara

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Perlambatan konsumsi rumah tangga tersebut

sejalan dengan menurunnya tingkat

optimisme rumah tangga dalam melakukan

kegiatan konsumsi. Hal ini terlihat dari Indeks

Keyakinan Konsumen (IKK) selama triwulan IV

2016 yang hanya berada pada level 116,1

menurun dibandingkan periode sebelumnya

yang berada pada level 119,0.

-13

,51

%

28

,88

%

21

,32

%

0,4

7%

24

,60

%

14

,58

%

I N D U S T R I P E N G O L A H A N K O N S T R U K S I P E R D A G A N G A N B E S A R D A N E C E R A N

Tw III 2016 IV 2016

4,00

4,50

5,00

5,50

6,00

6,50

7,00

7,50

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

70,00%

80,00%

90,00%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Pangsa gKonsumsi RT

60

80

100

120

140

160

180

200

JanFebM

arA

pr

May

Jun

eJu

lA

ug

SepO

ctN

ov

Dec

JanFebM

arA

pr

May

Jun

Jul

Au

gSepO

ctN

ov

Dec

JanFebM

arA

pr

Mei

Jun

iJu

liA

gtSepO

ktN

ov

Des

JanFebM

aretA

pril

Mei

Jun

iJu

liA

gtSepO

ktN

ov

Des

2013 2014 2015 2016Indeks Keyakinan Konsumen Kondisi Ekonomi Saat Ini

Ekspektasi Konsumen Titik Optimis

37

Grafik 4.14. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi

Utara terhadap Ekonomi saat ini

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Grafik 4.15. Persepsi Rumah Tangga Sulawesi

Utara terhadap Ekonomi 6 bulan

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Rumah tangga Sulawesi Utara pada triwulan IV

2016 masih memiliki optimisme baik terhadap

kondisi penghasilan, pembelian barang tahan

lama dan ketersediaan lapangan kerja. Hal ini

tercermin dari indeks pembentuk IKE,

sepanjang Oktober-Desember 2016 masih

berada diatas level 100.

Sejalan dengan membaiknya kondisi

perekonomian, Indeks Ketersediaan Lapangan

Kerja juga menunjukkan peningkatan pada

triwulan laporan yang diikuti dengan

penurunan Indeks Penghasilan Saat Ini.

Kondisi tersebut diperkirakan akan terkoreksi

pada waktu mendatang, sebagaimana

tercermin dari rata-rata ekspektasi rumah

tangga terhadap lapangan pekerjaan 6 bulan

mendatang yang akan relatif lebih rendah

dibandingkan rata-rata periode sebelumnya

meski masih dalam level yang masih optimis.

Ke depan, sektor RT masih memperkirakan

adanya risiko yang berasal dari kenaikan

harga yang terindikasi dari peningkatan

Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 6 bulan

mendatang. Sementara itu, pada triwulan II

2017 mendatang rumah tangga akan

dihadapkan pada perayaan pengucapan dan

hari raya Idul Fitri, dimana secara historis

tekanan harga bahan pangan dan makanan

pada bulan tersebut relatif tinggi jika

pemerintah tidak melakukan intervensi.

4.4.2. Dana Pihak Ketiga Perseorangan di

Perbankan

Pada triwulan IV 2016 pertumbuhan dana

pihak ketiga (DPK) perseorangan mengalami

perlambatan, sebesar 7,09% (yoy), melambat

dibandingkan periode sebelumnya dapat

tumbuh sebesar 14,22% (yoy). Dilihat dari

porsinya, sektor rumah tangga tercatat masih

mendominasi DPK perbankan Sulawesi Utara,

dengan pangsa yang mencapai 83,2% dari

keseluruhan DPK di Sulawesi Utara. Porsi DPK

perseorangan tersebut relative sama jika

dibandingkan triwulan sebelumnya (83,3%),

namun meningkat jika dibandingkan dengan

periode yang sama di 2015 dengan pangsanya

hanya sebesar 76,8%.

Grafik 4.16. Komposisi DPK Perseorangan di

Sulawesi Utara

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Grafik 4.17. Komposisi DPK Sulawesi Utara

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Kondisi Ekonomi Saat Ini Penghasilan Saat Ini Pembelian Barang TahanLama

Ketersediaan Lap. Kerja

Okt Nov Des Titik Optimis

Ekspektasi Konsumen Ekspektasi Penghasilan Ekspektasi Ekonomi Ekspektasi KetersediaanLap. Kerja

Okt Nov Des Titik Optimis

0,0%

20,0%

40,0%

60,0%

80,0%

100,0%

I II III IV I II III IV I II III IV

2014 2015 2016

Perseorangan Bukan Perseorangan

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Tw III 2016 Tw IV 2016 Tw III 2016 Tw IV 2016 Tw III 2016 Tw IV 2016

Tabungan Deposito Giro

Bukan Perseorangan Perseorangan

38

Preferensi rumah tangga pada triwulan IV

dalam melakukan penempatan dana masih

didominasi pada tabungan dan deposito,

masing-masing dengan porsi sebesar 48% dan

34%. Pertumbuhan DPK dalam bentuk

tabungan (10,70% yoy) meningkat dibanding

triwulan sebelumnya 9,73% (yoy). Disisi lain

perlambatan terjadi pada komponen Deposito,

tercatat hanya tumbuh sebesar 5,54% (yoy),

setelah pada triwulan sebelumnya mampu

tumbuh sebesar 5,94% (yoy

Grafik 4.18. Pertumbuhan DPK Perseorangan

Tiap Jenis Penempatan

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

4.4.3. Kredit Perbankan Sektor Rumah

Tangga

Kredit rumah tangga (konsumsi) pada triwulan

IV 2016 mencapai Rp18,9 triliun, tumbuh

6,92% (yoy), meningkat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 6,51% (yoy). Sementara itu pangsa

kredit rumah tangga terhadap total kredit yang

disalurkan masih medominasi yaitu sebesar

60,33%. Jelang perayaan Natal dan Tahun

Baru, tingkat konsumsi masyarakat dengan

memanfaatkan salah satu sumber pendanaan

melalui realisasi kredit.

Grafik 4.19. Komposisi Kredit Konsumsi

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Dari sisi penggunaan, pangsa kredit rumah

tangga masih didominasi oleh Multiguna

(75,9%), diikuti KPR (22,01%), KKB (1,22%) dan

Perlengkapan (0,78%). Kredit RT jenis

multiguna sebagai jenis kredit terbesar

tercatat tumbuh sebesar 6,41% (yoy)

dibandingkan bulan sebelumnya 5,51% (yoy).

Disisi lain, perlambatan pertumbuhan terjadi di

seluruh jenis penggunaan kredit meski

pertumbuhannya secara keseluruhan masih

positif. KPR tumbuh sebesar 7,47% (yoy)

melambat dibandingkan periode sebelumnya.

KKB tumbuh sebesar 3,42% (yoy) juga

melambat dari periode sebelumnya yang

dapat tumbuh sebesar 5,77% (yoy). Adapun

kredit perlengkapan juga menunjukkan

perlambata sebesar 71,16% (yoy) dimana pada

periode sebelumnya dapat tumbuh hingga

161,4% (yoy).

Grafik 4.20. Pertumbuhan Kredit Konsumsi

Menurut Jenis Penggunaan

Sumber: LBU Bank Indonesia, diolah

Dari sisi risiko kredit, kualitas kredit rumah

tangga pada triwulan laporan menunjukkan

perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya

sebagaimana tercermin dari peningkatan rasio

maupun nominal NPL. Rasio NPL periode

sebelumnya 2,74% turun menjadi 2,26% pada

triwulan laporan, sementara nominal NPL

tercatat menurun dari Rp504 Milyar menjadi

Rp428 Milyar. Perbaikan kualitas kredit terjadi

pada seluruh jenis kredit Rumah Tangga

kecuali Kredit Perlengkapan. Namun demikian,

tekanan tersebut masih relatif rendah, dimana

NPL konsumsi secara agregat masih dibawah

threshold 5%. Meskipun NPL RT masih jauh di

bawah threshold namun tetap perlu dicermati

mengingat masih rentannya kondisi

-10,00%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016

g.Tabungan g.Deposito

-200%

0%

200%

400%

600%

800%

1000%

1200%

1400%

1600%

1800%

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2011 2012 2013 2014 2015 2016

Total Kredit RT KPR KKB Multiguna Perlengkapan (sb.kanan)

KPR22,01%

KKB1,22%

Perlengkapan0,78%

Multiguna75,99%

39

perekonomian domestik yang dapat

mempengaruhi kemampuan membayar

sektor RT atas semua kewajibannya,

terutama pada perbankan.

40

Box II.

KPJU UNGGULAN UMKM SULAWESI UTARAPada tahun 2016, Kantor perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Utara bekerjasama dengan

PT. SEM Institute untuk menyelesaikan Kajian Komoditas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) Unggulan UMKM

yang dilakukan selama 5 (lima) bulan yang dimulai pada Juni 2016 sampai dengan Desember 2016.

Penelitian ini merupakan salah satu upaya Bank Indonesia dalam pemberdayaan sektor riil,

khususnya pengembangan UMKM. Penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan informasi

mengenai KPJU Unggulan UMKM yang perlu diprioritaskan pengembangannya di kota/kabupaten di

Sulawesi Utara, yang kami lakukan berkala setiap 5 (lima) tahun.

Penentuan KPJU Unggulan di setiap daerah dilakukan dengan Metode Perbandingan Eksponensial

(MPE) dan Analytic Hierarchy Process (AHP). Metode ini menggunakan pendekatan partisipatif yang

menggabungkan pendekatan top-down dalam penetapan kriteria dan bottom-up pada penetapan KPJU-

KPJU yang diungkapkan dengan prinsip “dari, oleh dan untuk daerah”. Setiap pemangku kepentingan dalam

pengembangan UMKM dilibatkan sebagai narasumber.

Penelitian ini juga memuat secara singkat profil daerah, profil UMKM beserta faktor pendorong

dan penghambat serta kaitan kebijakan pemerintah daerah dan perbankan. Oleh karenanya, penelitian ini

diharapkan mampu memberikan masukan guna mendukung pengembangan ekonomi daerah. Penelitian

ini secara umum menghasilkan identifikasi KPJU Unggulan, pemetaan, prospek dan daya saingnya pada

setiap daerah maupun bagi Provinsi Sulawesi Utara, sehingga hasil penelitian ini diharapkan menjadi basis

kebijakan dalam pengembangan UMKM.

Berdasarkan penilaian terhadap kriteria penetapan KPJU Unggulan Kecamatan, diketahui bahwa

Ketersediaan Bahan Baku dengan bobot tertinggi (0,357). Selanjutnya Potensi Ekonomi Kecamatan dengan

bobot 0,328; Jangkauan Pemasaran Produk dengan bobot 0,219 dan yang terendah adalah Kontribusi

Terhadap Perekonomian Lokal dengan bobot 0,097.

Kriteria seleksi yang digunakan dalam penentuan KPJU unggulan dari yang paling penting berturut-

turut adalah: Teknologi (0,498), Prospek Pasar (0,310), Modal (0,301), Penyerapan Tenaga Kerja (0,286),

Pengelolaan Usaha (0,280), Tenaga kerja terampil (0,264), Nilai Tambah (0,261), Ketersediaan Bahan Baku

(0,253), Sarana Usaha/Produksi (0,182), Sumbangan terhadap Perekonomian (0,142), Sosial-Budaya

(0,119), dan Dampak Lingkungan (0,096).

Sepuluh KPJU Unggulan di Unggulan di Tingkat Provinsi Sulawesi Utara yang dihasilkan dari

penilaian kembali terhadap KPJU Unggulan di tingkat Kota/Kabupaten dengan metode Borda dan Bayes

adalah Industri Kopra 0,0548; Kelapa 0,0488; Ikan Cakalang Tangkap 0,0337; Padi Sawah 0,0301;

Warung/Rumah Makan Campur 0,0328; Budidaya Ikan Mujaer/Nila 0,0294; Cengkeh 0,0254; Ikan Tuna

Tangkap 0,0251; Toko Kelontong/Sembako 0,0212; Penjualan Cengkeh 0,0192.

Penanganan dan pengembangan KPJU Unggulan Lintas Sektor di Provinsi Sulawesi Utara,

khususnya di 15 Kabupaten/Kota dan di tingkat Provinsi yang diteliti perlu menggunakan titik kekuatan

(yang selanjutnya dikembangkan menjadi competitive advantages dan nilai jual) dan mengeliminasi titik

kritisnya (kelemahan), serta memanfaatkan peluang yang tersedia.

Titik kekuatan yang dimaksud secara umum adalah KPJU yang terpilih umumnya memang KPJU

yang sudah unggul di sektornya, baik dalam aspek kapasitas produksinya, luas lahan, serapan tenaga kerja

dan kontribusinya bagi perekonomian daerah. Titik kritis yang dimaksud secara umum adalah lebih kepada

persoalan biaya produksi/proses yang masih tinggi, tingkat produktivitas yang belum optimal, teknologi

pengembangan yang belum ada/minim, teknologi pasca panen untuk peningkatan nilai tambah, dan

perluasan akses pasar.

41

Bab V.

Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan

Pengelolaan Uang Rupiah

5.1. PENYELENGGARAAN LAYANAN

SISTEM PEMBAYARAN NONTUNAI

Pada triwulan IV 2016, transaksi kliring

melalui Sistem Kliring Nasional Bank

Indonesia (SKNBI) di Sulawesi Utara dan

Provinsi Gorontalo tercatat sebesar Rp 2,76

triliun. Angka tersebut meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar Rp 2,62 triliun seiring dengan

peningkatan pertumbuhan ekonomi pada

triwulan IV 2016. Namun demikian, secara

pertumbuhannya, transaksi kliring kembali

mengalami penurunan yaitu sebesar 15,67%

(yoy) pada triwulan IV 2016, lebih rendah dari

pada triwulan III 2016 yang menurun sebesar

11,00% (yoy). Penurunan tersebut dipengaruhi

oleh ketentuan Bank Indonesia yang membuka

caping SKNBI atau nilai nominal transfer dana

tidak dibatasi sejak 16 November 2015 sampai

dengan 30 Juni 2016 dan ketentuan batas nilai

nominal transfer dana menggunakan BI-RTGS

adalah di atas Rp 100 juta. Ketentuan tersebut

menyebabkan penggunaan SKNBI pada

triwulan IV 2015 tumbuh meningkat dan

kemudian mengalami penurunan memasuki

pertengahan tahun 2016 yang menyebabkan

switching preferensi masyarakat untuk

menggunakan BI-RTGS sebagai media

transaksi, sehingga pertumbuhan transaksi

kliring melalui SKNBI mengalami penurunan

pada triwulan IV 2016.

Grafik 5.1. Perkembangan Transaksi Kliring SKNBI

Bank Indonesia terus melakukan upaya

menjaga kelancaran transaksi pembayaran

nontunai. Upaya yang dilakukan antara lain

melalui implementasi SKNBI Generasi II sejak 5

Juni 2015, mendorong Gerakan Nasional Non

Tunai (GNNT) melalui Layanan Keuangan

Digital (LKD) dan elektronifikasi serta

melakukan pemantauan pada Koordinator

Pertukaran Warkat Debit (KPWD).

Guna meningkatkan penggunaan LKD di

Sulawesi Utara, Bank Indonesia berupaya

memperluas implementasi LKD melalui

dorongan kepada BRI dan Bank Mandiri, yang

merupakan bank penyelenggara LKD di

Sulawesi Utara, untuk memperbanyak agen

LKD di tiap-tiap daerah. Untuk mendukung

upaya tersebut, Bank Indonesia juga

melakukan mediasi perbankan dan pihak

penyedia jaringan. Selain itu, Bank Indonesia

juga melakukan monitoring beberapa agen

LKD di Manado, dimana sepanjang tahun 2016,

telah dilakukan monitoring kepada 4 agen LKD

guna melihat progres perkembangannya. Hasil

monitoring implementasi agen LKD pada

triwulan IV 2016 yaitu PT Bank BRI Kanwil

Manado memiliki pencapaian 102,06% dari

-20%-15%-10%-5%0%5%10%15%20%25%30%35%

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Sumber: Bank Indonesia

Nilai Transaksi (Rp Triliun) Pertumbuhan (yoy) (rhs)

42

target dan PT Bank Mandiri Area Manado

memiliki pencapaian 90% dari target, dimana

minimum pencapaian adalah 25% dari target

awal. Jumlah agen LKD dari bank

penyelenggaran BRI yaitu sebanyak 987 (posisi

Oktober 2016) dari target 967 agen.

Sementara jumlah agen LKD dari bank

penyelenggaran Bank Mandiri yaitu sebanyak

117 (posisi Desember 2016) dari target 130

agen di tahun 2016.

Selanjutnya, dalam rangka mendorong

elektronifikasi, Bank Indonesia memfasilitasi

Perjanjian Kerja Sama (PKS) implementasi

transaksi pembayaran dan penerimaan Pemda

melalui aplikasi kasda online yang

diintegrasikan dengan simda online antara 6

Pemda yaitu Pemkab Minahasa Utara,

Minahasa Selatan, Bolaang Mongondow,

Bolaang Mongondow Utara, dan Kepulauan

Talaud dengan Badan Pengawasan Keuangan

dan Pembangunan (BPKP) serta PT Bank

Sulawesi UtaraGo. Penandatangan PKS

tersebut dilakukan pada 14 November 2016.

Rencana elektronifikasi pada tahun 2017

kedepan yaitu implementasi pembayaran gaji

pegawai melalui kasda online di Kab.

Minahasa, pembayaran pajak seperti Pajak

Bumi dan Bangunan (PBB) dan samsat secara

online.

Berbagai sosialisasi dan edukasi GNNT terus

dilakukan oleh Bank Indonesia pada berbagai

kesempatan dan kepada beragam

stakeholders. Sepanjang tahun 2016, telah

dilakukan sosialisasi dan edukasi kepada

Pemda Kab/Kota, kasir perbankan, Stasiun

Pengisian Bahan Bakar (SPBU), department

store, pelaku usaha dan masyarakat. Khusus

triwulan IV 2016, Bank Indonesia

menyelenggarakan sosialisasi GNNT kepada

masyarakat dan pelaku usaha di Provinsi

Gorontalo serta kepada pengusaha dan

karyawan hotel dan resort di Likupang,

Kabupaten Minahasa Utara. Pada bulan

Januari 2017, sosialisasi GNNT dilakukan di

Kotamobagu kepada pemda, masyarakat dan

pelajar. Di bulan Februari, Bank Indonesia

Sulawesi Utara menyelenggarakan edukasi

keuangan di Melonguane, Kabupaten

Kepulauan Talaud yang merupakan Kabupaten

terluar dan perbatasan dengan negara lain.

Di sisi dukungan pada kelancaran sistem

kliring, Bank Indonesia melakukan

pemantauan kepatuhan KPWD melalui analisis

laporan berkala setiap bulan. Selain off-site,

ada juga pemantauan langsung onsite visit

kepada KPWD selain Bank Indonesia, pada

triwulan IV 2016 pemantauan langsung

dilakukan di Bitung dan Provinsi Gorontalo. Di

Sulawesi Utara, terdapat 5 penyelenggara

kliring yaitu Bank Indonesia di Manado, dan 3

KPWD yang terdiri dari BNI di Kotamobagu,

Bank Mandiri di Kep. Sangihe, dan BNI di

Bitung. Dukungan pada kelancaran sistem

kliring dilakukan juga dalam bentuk sosialisasi

terkait Daftar Hitam Nasional dan peraturan

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Gen II kepada peserta kliring lokal Manado

pada November 2016. Pada bulan Januari

2017, Bank Indonesia telah melakukan

sosialisasi penyampaian ketentuan Bilyet Giro

dan ketentuan lainnya kepada peserta kliring.

Rencana yang akan dilakukan sepanjang

semester I 2017 ini yaitu pemeriksaan on-site

seluruh KPWD (Bitung, Kotamobagu, Provinsi

Gorontalo dan Tahuna). Dari sisi dukungan

pada pengembangan KUPVA (Kegiatan Usaha

Penukaran Valuta Asing), Bank Indonesia

berupaya mengumpulkan data transaksi dan

identitas KUPVA melalui meeting dengan

KUPVA BB (Bukan Bank) di Sulawesi Utara yang

berkantor pusat di luar Sulawesi Utara guna

perluasan data serta bekerja sama dengan

Kepolisian Daerah, Badan Narkotikan Nasional,

Dinas Pariwisata, dan Dinas Perdagangan dan

Perindustrian dalam hal pengumpulan

informasi KUPVA tidak berizin. Ke depan, Bank

Indonesia akan meningkatan frekuensi

sosialisasi dan pemasangan iklan terkait

KUPVA BB, bahkan mulai tanggal 7 April 2017

penertiban KUPVA BB tidak berizin akan

ditingkatkan.

43

5.2. PENGELOLAAN UANG TUNAI

Kebutuhan uang kartal pada triwulan IV 2016

mengalami peningkatan dibandingkan

triwulan III 2016. Peningkatan kebutuhan uang

kartal tercermin dari aktivitas setoran-bayaran

uang tunai yang berada pada posisi net outflow

(lebih besar uang kartal yang keluar dari Bank

Indonesia) sebesar Rp 1,50 triliun,

berkebalikan dengan dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat net inflow (lebih

besar uang kartal yang masuk ke Bank

Indonesia) Rp 0,67 triliun. Peningkatan

aktivitas setor bayar tersebut sejalan dengan

peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulawesi

Utara pada triwulan IV 2016.

Grafik 5.2. Perkembangan Aliran Uang Kartal (Rp triliun)

Seiring dengan kebijakan clean money policy,

kegiatan pemusnahan uang tidak layak edar

(UTLE) terus dilakukan oleh Bank Indonesia.

Pada triwulan IV 2016, jumlah UTLE yang

dimusnahkan mencapai Rp 354,16 miliar

dengan rasio terhadap inflow sebesar 27,47%.

Jumlah pemusnahan tersebut lebih rendah

dari triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar Rp 594,82 miliar yang dimusnahkan.

Pemusnahan UTLE dilakukan sejalan dengan

komitmen Bank Indonesia untuk secara

konsisten memastikan ketersediaan uang layak

edar bagi masyarakat melalui kas keliling dan

kas titipan. Pada bulan Januari 2017, sebanyak

Rp 289,09 miliar dimusnahkan dalam

menjamin konsistensi penyediaan uang layak

edar bagi masyarakat.

Tercatat selama periode triwulan IV 2016,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi

Utara telah melakukan kegiatan penukaran

dan kas keliling total sebanyak 54 kali, yang

terdiri dari 21 kali pada bulan Oktober, 20 kali

pada bulan November dan 13 kali pada bulan

Desember. Berdasarkan lokasinya, sebanyak

49 kali dilakukan di dalam Kota Manado dan 5

kali di luar Kota Manado yang terdiri dari

Provinsi Gorontalo, Pasar Tomohon,

Kepulauan Talaud, Kepulauan Siau, dan

Tahuna Kepulauan Sangihe masing-masing

sekali. Jumlah kegiatan kas keliling pada

triwulan IV 2016 relatif sama dengan triwulan

sebelumnya yang sebanyak 55 kali. Adapun

total modal kerja yang digunakan dalam kas

keliling triwulan IV 2016 tersebut sebanyak Rp

42,81 miliar dengan tingkat serapan sebesar

79,08% yaitu Rp 33,86 miliar. Pada bulan

Januari 2017, kas keliling sudah dilakukan

sebanyak 12 kali yang terdiri dari 11 kali di

dalam Kota Manado dan 1 kali di luar Kota

Manado yakni Kotamobagu. Jumlah modal kas

keliling bulan Januari sebesar Rp 5,43 miliar

dengan realisasi sebesar Rp 4,02 miliar atau

sebesar 73,99%.

Bank Indonesia juga menyelenggarakan

pelayanan jasa kas titipan dalam rangka

penyediaan kebutuhan uang kartal. Pada

triwulan IV 2016, dilakukan sebanyak 6 kali

dropping kas titipan, yang terdiri dari 1 kali di

Tahuna (Bank Mandiri), 2 kali di Provinsi

Gorontalo (Bank Mandiri) dan 3 kali di

Kotamobagu (Bank Sulawesi UtaraGo).

Sementara itu, penarikan kas titipan dilakukan

juga sebanyak 6 kali dengan rincian yang sama

dengan dropping. Total dropping kas titipan

pada triwulan IV 2016 sebesar Rp 374,48

miliar, meningkat tinggi dari Rp 126,41 miliar

pada triwulan sebelumnya. Pada bulan Januari

2017, kas keliling sudah dilakukan sebanyak 2

kali yaitu ke Tahuna Kabupaten Sangihe dan

Provinsi Gorontalo.

Temuan uang palsu di Sulawesi Utara dan

Provinsi Gorontalo pada triwulan IV 2016

sebanyak 23 lembar, menurun dari triwulan

III 2016 yang tercatat sebanyak 95 lembar.

Berdasarkan pecahannya, sepanjang triwulan

IV 2016, temuan tersebut terdiri dari 10 lembar

1.29

(2.79) (3)

(2)

(1)

-

1

2

3

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Sumber: Bank Indonesia

Inflow Outflow Netflow

44

pecahan Rp 100 ribu dan 13 lembar pecahan

Rp 50 ribu. Pemberantasan uang palsu terus

dilakukan Bank Indonesia antara lain melalui

penguatan koordinasi bersama aparat penegak

hukum melalui penandatanganan Pokok-

Pokok Kesepahaman dalam rangka

Mendukung Pelaksanaan Tugas Bank

Indonesia dengan Kepolisian Daerah Sulawesi

Utara pada tanggal 23 Juni 2015. Bank

Indonesia selalu melakukan klarifikasi Uang

Palsu melalui data dan fisik bilyet setiap bulan

yang kemudian dilaporkan kepada Kepolisian

Daerah Sulawesi Utara untuk ditindaklanjuti

sesuai kewenangannya sebagai penegak

hukum. Selain itu, untuk meningkatkan kehati-

hatian masyarakat, Bank Indonesia

menggiatkan berbagai kegiatan sosialisasi dan

edukasi sepanjang triwulan IV 2016 melalui

sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah (CIKUR)

kepada masyarakat, pelaku usaha, nasabah

perbankan, dan kasir perbankan. Bank

Indonesia juga terus memperkuat strategi

komunikasi terkait kewajiban penggunaan

Uang Rupiah dalam bertransaksi di wilayah

NKRI. Sepanjang triwulan IV 2016, sosialisasi

CCKUR dan kewajiban penggunaan uang

Rupiah telah dilakukan kepada masyarakat,

pelaku usaha dan media di Sulawesi Utara.

Selain sosialisasi, dilakukan juga pembagian

brosur dan stiker CCKUR dan kewajiban

penggunaan Rupiah. Memasuki triwulan I

2017, seiring dengan pengeluaran dan

pengedaran 11 (sebelas) pecahan uang Rupiah

Tahun Emisi (TE) 2016 pada 19 Desember

2016, Bank Indonesia Sulawesi Utara

melakukan sosialisasi uang Rupiah TE 2016 di

Kotamobagu pada bulan Januari 2017.

Sosialisasi uang Rupiah TE 2016 juga dilakukan

pada Februari 2017 di Melonguane, Kabupaten

Kepulauan Talaud yang merupakan kabupaten

perbatasan dengan negara lain. Adapun

sosialisasi tersebut dirangkaikan dengan

sosialiasi CCKUR, kewajiban penggunaan

rupiah di NKRI termasuk penggunaan uang

koin, waspada uang palsu, dan tepis isu hoax.

Sosialisasi CCKUR lainnya dilakukan kepada

TNI, Lantamal, dan masyarakat yang berada di

daerah kepulauan perbatasan. terbaru

dilakukan di Kabupaten Minahasa kepada

pemerintah daerah pada tanggal 20 Februari

2017. Adapun telah dilakukan sosialisasi

sebanyak 8 kali selama bulan Januari hingga 22

Februari 2017.

Grafik 5.3. Perkembangan Temuan Uang Palsu (Lembar)

69 64

34

67

149

124

219 214

7967 58

84

228

18

95

23

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015 2016

Sumber: Bank Indonesia

45

Bab VI.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan

5.1. KETENAGAKERJAAN

Ketenagakerjaan di Sulawesi Utara

mengalami perbaikan sejalan dengan kinerja

ekonomi Sulawesi Utara pada tahun 2016.

Perbaikan ketenagakerjaan di Sulawesi Utara

tersebut tercermin dari tingkat pengangguran

terbuka (TPT) pada tahun Agustus 2016 yang

sebesar 6,18%, menurun dari tahun

sebelumnya yang berada di level 9,03%.

Sejalan dengan itu, kinerja ekonomi Sulawesi

Utara pada tahun 2016 juga meningkat dengan

pertumbuhan sebesar 6,17% (yoy), lebih tinggi

dibanding tahun sebelumnya (6,12%).

Jumlah tenaga kerja meningkat baik secara

pertumbuhan maupun jumlah jiwanya

dibandingkan jumlah peningkatan angkatan

kerja dan penduduk berumur 15 tahun ke

atas. Kondisi tersebut menyebabkan TPT

mengalami penurunan yang cukup dalam.

Pada periode Agustus 2016, peningkatan

jumlah penduduk 15 tahun ke atas relatif stabil

yakni bertambah sebanyak 25 ribu jiwa,

sementara peningkatan jumlah angkatan kerja

meningkat lebih tinggi yakni sebesar 85 ribu

jiwa sebagai dampak bertambahnya jumlah

penduduk di atas 15 tahun yang lulus sekolah.

Jumlah yang meningkat tersebut dapat

terserap oleh lapangan kerja selama tahun

2016 dimana jumlah penduduk yang bekerja

bertambah sebesar 111 ribu jiwa. Sementara

itu, penyerapan tenaga kerja mendorong

jumlah pengangguran berkurang hingga 26

ribu jiwa.

Tabel 6.1. Keadaan Ketenagakerjaan (ribu jiwa)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Grafik 6.1. Tingkat Pengangguran Terbuka Periode Agustus (%)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Berdasarkan lapangan usahanya, penurunan

tingkat pengangguran ditopang oleh

penyerapan tenaga kerja pada lapangan

usaha pertanian. Pertumbuhan penyerapan

tenaga kerja di lapangan usaha tersebut

tumbuh 24,54% (yoy), lebih tinggi dari tahun

sebelumnya yang tercatat kontraksi 0,50%,

atau menyerap sebanyak 78 ribu orang dari

total 110 ribu tenaga kerja (porsi 71%).

Lapangan usaha pertanian meningkat

kinerjanya seiring dengan perbaikan cuaca

yang terkonfirmasi dari penurunan indeks El

Nino (data BMKG), serta dukungan program

pemerintah melalui penyaluran bibit/benih,

pencetakan sawah dan bantuan alsintan. Di

samping itu, penyerapan tenaga kerja juga

didukung oleh lapangan usaha jasa

kemasyarakatan dan perdagangan yang

meningkat kinerjanya sebagai dampak

peningkatan permintaan wisatawan

mancanegara. Berdasarkan porsinya, tenaga

Keadaan Ketenagakerjaan Agu-15 Agu-16Growth

Agu-15

Growth

Agu-16

Penduduk 15 thn ke atas 1,793 1,818 1.43% 1.37%

Angkatan kerja 1,099 1,184 3.60% 7.71%

Bekerja 1,000 1,111 1.96% 11.05%

Pengangguran 99 73 23.75% -26.06%

TPAK (%) 61.28 65.11

TPT (%) 9.03 6.18

14.62

12.35

10.65 10.56 9.61

8.62 7.78

6.67 7.54

9.03

6.18

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

46

kerja masih terkonsentrasi pada lapangan

usaha pertanian dengan jumlah 397,71 ribu

jiwa atau sebesar 35,82% dari total tenaga

kerja di Sulawesi Utara, kemudian diikuti oleh

lapangan usaha perdagangan (20,08%) dan

jasa kemasyarakatan (20,06%).

Tabel 6.2. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan

Utama (ribu orang)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Sejalan dengan peningkatan tenaga kerja di

lapangan usaha pertanian, pekerjaan

informal menunjukkan peningkatan jumlah

tenaga kerja secara signifikan dan masih

mendominasi jenis lapangan pekerjaan di

Sulawesi Utara. Peningkatan jumlah tenaga

kerja di sektor informal sejalan dengan

peningkatan kinerja dan jumlah tenaga kerja di

lapangan usaha pertanian yang merupakan

sektor informal. Senada dengan hal itu, pekerja

yang berusaha sendiri dan pekerja

keluarga/tak dibayar yang merupakan

karakteristik lapangan usaha pertanian juga

mengalami peningkatan penyerapan tenaga

kerja. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari

peningkatan tenaga kerja dengan jumlah jam

kerja 1-7 jam per minggu. Tenaga kerja yang

bekerja dengan jumlah jam tersebut

meningkat 218,45% (yoy) dari 7.000 jiwa

menjadi 22.000 jiwa pada Agustus 2016.

Tabel 6.3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan

Utama (ribu orang)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Selain itu, penyerapan tenaga kerja di

lapangan usaha pertanian terkonfirmasi oleh

peningkatan tenaga kerja berdasarkan

pendidikannya. Tenaga kerja dengan

pendidikan SD ke bawah yang merupakan

karakteristik dari lapangan usaha pertanian

mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar

17,8% (yoy), lebih tinggi dibandingkan Agustus

2015 yang terkontraksi -1,8%. Peningkatan

tersebut mendorong jumlah tenaga kerja

berpendidikan SD ke bawah bertambah

sebanyak 61,7 ribu jiwa menjadi 408,7 ribu

jiwa pada Agustus 2016. Adapun tenaga kerja

dengan pendidikan SD ke bawah memiliki

pangsa 36,8% dari total seluruh tenaga kerja di

Sulawesi Utara.

Tabel 6.4. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi

yang Ditamatkan (ribu orang)

Sumber: Badan Pusat Statistik

Perbaikan keadaan ketenagakerjaan yang

tercermin dari penurunan TPT terjadi di

seluruh jenjang pendidikan tenaga kerja. TPT

penduduk dengan pendidikan SD ke bawah

dan Diploma I/II/III merupakan yang terendah,

sedangkan TPT penduduk dengan pendidikan

SMA dan SMK merupakan yang tertinggi.

Tabel 6.5. Tingkat Pengangguran Terbuka Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (%)

Sumber: Badan Pusat Statistik

5.2. KESEJAHTERAAN

Kondisi kesejahteraan di Sulawesi Utara

secara umum mengalami peningkatan seiring

dengan perbaikan indikator-indikator

kesejahteraan. Indikator-indikator tersebut

antara lain upah, tingkat kemiskinan, dan Nilai

Tukar Petani.

Lapangan Pekerjaan

UtamaAgu-14 Agu-15 Agu-16

Growth

Agu-15

Growth

Agu-16

Pangsa

Agu-16

Pertanian 321.0 319.3 397.7 -0.50% 24.54% 35.82%

Industri 71.3 67.7 64.0 -5.04% -5.47% 5.76%

Konstruksi 79.3 84.6 79.7 6.69% -5.72% 7.18%

Perdagangan 195.9 207.5 222.9 5.92% 7.45% 20.08%

Transportasi 79.1 83.4 75.0 5.42% -10.08% 6.75%

Keuangan 29.7 26.3 26.7 -11.41% 1.29% 2.40%

Jasa Kemasyarakatan 180.4 189.3 222.7 4.96% 17.65% 20.06%

Lainnya 24.2 22.0 21.6 -9.17% -1.59% 1.95%

Status

PekerjaanAgu-14 Agu-15 Agu-16

Growth

Agu-15

Growth

Agu-16

Pangsa

Agu-16

Formal 413.96 404.52 429.62 -2.28% 6.20% 38.69%

Informal 566.80 595.52 680.93 5.07% 14.34% 61.31%

Pendidikan

Tertinggi yang

Ditamatkan

Agu-14 Agu-15 Agu-16Growth

Agu-15

Growth

Agu-16

Pangsa

Agu-16

SD Ke bawah 353.3 347.0 408.7 -1.8% 17.8% 36.8%

SMP 193.5 206.5 208.8 6.7% 1.1% 18.8%

SMA 226.6 229.3 225.8 1.2% -1.5% 20.3%

SMK 98.6 90.5 124.7 -8.3% 37.8% 11.2%

Diploma I/II/III 23.3 24.1 26.9 3.4% 11.8% 2.4%

Universitas 85.5 103.6 115.6 21.2% 11.6% 10.4%

2015 2016

Ags Ags

SD Ke bawah 3.74 2.80

Sekolah Menengah Pertama 6.80 5.11

Sekolah Menengah Atas 13.92 10.88

Sekolah Menengah Kejuruan 19.18 10.29

Diploma I/II/III 7.85 2.31

Universitas 8.94 6.20

Pendidikan Tertinggi yang

Ditamatkan

47

Pada tahun 2016, upah minimum provinsi

(UMP) meningkat sehingga mendorong

kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara.

Upah Minimum Provinsi Sulawesi Utara tahun

2016 ditetapkan pemerintah daerah sebesar

Rp 2.400.000, meningkat sebesar 11,63% (yoy)

dari UMP tahun 2015 yakni Rp 2.150.000.

Berdasarkan spasialnya, UMP Provinsi

Sulawesi Utara merupakan UMP tertinggi ke-

tiga secara Nasional (di bawah Jakarta dan

Papua).

Naiknya kesejahteraan masyarakat Sulawesi

Utara juga tercermin dari tingkat kemiskinan

yang mengalami penurunan. Pada posisi

September 2016, tingkat kemiskinan di

Sulawesi Utara tercatat sebesar 8,20%,

menurun dari posisi September 2015 (8,98%).

Hal ini didorong oleh menurunnya jumlah

pengangguran di Sulawesi Utara sebagai

dampak dari kinerja perekonomian yang

meningkat pada tahun 2016 dibanding tahun

sebelumnya. Perbaikan kesejahteraan juga

tercermin dari peningkatan pendapatan

masyarakat di tengah garis kemiskinan yang

bergeser naik, sementara tingkat kemiskinan

mengalami penurunan. Garis kemiskinan total

termasuk makanan dan non-makanan pada

September 2016 sebesar Rp

318.984/kapita/bulan, meningkat dari Rp

307.104 pada September 2015. Meskipun garis

kemiskinan meningkat, namun tingkat

kemiskinan mengalami penurunan, sehingga

diindikasikan pendapatan meningkat lebih

tinggi dibandingkan kenaikan garis kemiskinan.

Perbaikan tingkat kemiskinan yang terjadi di

Sulawesi Utara menunjukkan bahwa daya beli

masyarakat mengalami kenaikan yang

tercermin dari Indeks Kedalaman Kemiskinan

menurun dari 1,539 pada September 2015

menjadi 1,377 pada September 2016. Namun

demikian, menurut daerahnya, kenaikan daya

beli hanya terjadi pada penduduk di pedesaan,

sementara daya beli penduduk di perkotaan

mengalami penurunan. Indeks Kedalaman

Kemiskinan di perkotaan meningkat dari 0,634

menajdi 0,791. Hal tersebut sejalan dengan

pertumbuhan konsumsi yang mengalami

perlambatan pada tahun 2016. Perbaikan

tingkat kemiskinan juga terjadi di seluruh

lapisan masyarakat tercermin dari Indeks

Keparahan Kemiskinan mengalami penurunan,

dari 0,443 menjadi 0,336. Namun sama halnya

dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan,

perbaikan ketimpangan pengeluaran di antara

penduduk miskin hanya terjadi di pedesaan,

sedangkan ketimpangan meningkat di daerah

perkotaan. Kondisi tersebut sejalan dengan

kinerja lapangan usaha pertanian meningkat

dimana lapangan usaha tersebut

terkonsentrasi di daerah pedesaan. Selain

dampak dari peningkatan pertumbuhan

ekonomi, perbaikan keadaan kesejahteraan

didukung juga oleh faktor lain antara lain inflasi

harga bahan pangan yang terkendali dan

program pemerintah daerah “ODSK” Operasi

Daerah Selesaikan Kemiskinan yang terbuktif

efektif dalam mengurangi kemiskinan. Apabila

dibandingkan dengan nasional dan provinsi

lain di Kawasan Sulawesi, tingkat kemiskinan

Sulawesi Utara merupakan yang paling rendah,

di bawah Sulawesi Selatan (9,24%) dan

nasional (10,70%), sedangkan tingkat

kemiskinan tertinggi tercatat di Provinsi

Gorontalo dengan tingkat 17,63%.

Tabel 6.6. Indikator Keadaan Kesejahteraan

Sumber: Badan Pusat Statistik

Perbaikan kesejahteraan khususnya yang

bekerja di lapangan usaha pertanian

terkonfirmasi dari pertumbuhan Nilai Tukar

Petani (NTP). NTP mengalami perbaikan

pertumbuhan dari -2,91% (yoy) pada tahun

2015 menjadi -0,20% pada tahun 2016.

Perbaikan pertumbuhan NTP pada tahun 2016

sejalan dengan perbaikan cuaca yang

mendorong peningkatan produksi komoditas

pertanian. NTP 2014 tercatat sebesar 99,37,

kemudian menurun menjadi 96,48 pada 2015

dan mengalami sedikit penurunan menjadi

96,28 pada 2016 dengan. Memperhatikan

Indikator Sep-15 Sep-16

Tingkat Kemiskinan (%) 8.98 8.20

Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa) 217.15 200.35

Garis Kemiskinan (Rp/kapita/bulan) 307.10 318.98

Indeks Kedalaman Kemiskinan 1.539 1.377

Indeks Keparahan Kemiskinan 0.443 0.336

48

tingkat kesejahteraan petani yang masih

berada di bawah batas sejahtera, pemerintah

perlu terus mendorong berbagai program

peningkatan lapangan usaha pertanian.

Grafik 6.2. Nilai Tukar Petani

-4%

-3%

-2%

-1%

0%

1%

2%

3%

93

94

95

96

97

98

99

100

101

102

103

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

yoy

Sumber: Badan Pusat Statistik

NTP Pertumbuhan NTP (rhs)

49

Bab VII.

Prospek Perekonomian Daerah

7.1. PERTUMBUHAN EKONOMI

Perekonomian Sulawesi Utara pada triwulan

II 2017 diperkirakan tumbuh meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara

diperkirakan berada pada kisaran 6,0-6,4%

(yoy), meningkat dibandingkan triwulan I 2017.

Dari sisi lapangan usaha, faktor pendorong

pertumbuhan ekonomi Sulawesi Utara yaitu

peningkatan kinerja pertanian seiring dengan

membaiknya produksi perkebunan, perikanan

dan pertanian tanaman pangan. Produksi

perkebunan khususnya komoditas kelapa

membaik dampak base effect awal tahun 2016

yang masih dilanda El Nino dari tahun 2015.

Produksi perikanan membaik seiring dengan

perbaikan cuaca dibandingkan triwulan I 2017,

sehingga kegiatan melaut sudah berjalan

lancar. Produksi tanaman pangan juga

membaik seiring dengan perbaikan cuaca serta

program pencetakan sawah dan penyaluran

bantuan alsintan oleh pemerintah. Perbaikan

produksi pertanian mendorong pasokan pada

kategori industri pengolahan yang didominasi

oleh industri makanan dan minuman

khususnya pengolahan kelapa dan ikan.

Perbaikan kinerja pertanian akan mendorong

kinerja perdagangan seiring dengan

meningkatnya sumber pendapatan. Pada

triwulan II 2017, adanya hari raya Idul Fitri juga

akan mendorong aktivitas perdagangan. Hal

tersebut tercermin dari perkembangan Indeks

Ekspektasi Konsumen terhadap kondisi

ekonomi 3 bulan kedepan yang meningkat

pada bulan Januari dan Februari, dibandingkan

bulan Oktober, November dan Desember.

Selanjutnya, kinerja konstruksi juga akan

meningkat seiring dengan dimulainya proyek

pembangunan infrastruktur oleh pemerintah.

Dari rumah tangga, pelonggaran LTV akan

memberikan dorongan untuk pembelian

rumah. Setelah melambat pada triwulan I

2016, kinerja sektor pariwisata, yang tercermin

dari kategori transportasi dan penyediaan jasa

akomodasi dan akmamin akan meningkat

seiring masuknya musim liburan pada bulan

Juni sehingga mendorong kunjungan

wisatawan. Selain itu, pembukaan beberapa

rute baru juga diperkirakan mendorong

kategori transportasi. Rute baru yang dibuka

yaitu Manado-Morotai, Manado-Raja Ampat

dan Manado-Gorontalo.

Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi

akan didorong oleh peningkatan konsumsi

rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan

pertumbuhan investasi dan ekspor yang

diperkirakan terbatas. Komponen investasi

akan meningkat seiring dengan pembangunan

infrastruktur oleh pemerintah dan permintaan

pembelian rumah oleh rumah tangga. Namun,

sektor swasta masih menjadi misteri pada

triwulan-triwulan yang akan datang.

Berdasarkan hasil liaison, beberapa pelaku

usaha menyatakan bahwa pesimis terhadap

pemulihan ekonomi global tahun 2017. Hal

tersebut juga diperkirakan akan memengaruhi

perkembangan ekspor ke depan.

Grafik 7.1. Indeks Ekspektasi Konsumen

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

-

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

160.0

180.0

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Mei

Jun

Jul

Agu Se

p

Okt

No

v

De

s

Jan

Feb

Mar

Ap

r

Mei

Jun

Jul

Agu Se

p

Okt

No

v

De

s

Jan

Feb

2015 2016 2017

50

Sementara itu, sepanjang keseluruhan tahun

2017, perekonomian Sulawesi Utara

diperkirakan tumbuh meningkat

dibandingkan tahun 2016. Ekonomi Sulawesi

Utara diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,1-

6,5% (yoy). Proyeksi peningkatan

pertumbuhan didorong oleh berbagai faktor.

Dari sisi lapangan usaha, kategori pertanian,

industri, perdagangan dan konstruksi serta

sektor pariwisata akan mengalami

peningkatan pertumbuhan. Kinerja pertanian

akan terbantu juga oleh pencetakan sawah dan

penyaluran bantuan alsintan oleh pemerintah.

Total sawah yang ditargetkan dicetak tahun

2017 yaitu sebanyak 2.400 ha. Dari sisi jenis

penggunaan, faktor pendorong ekonomi yaitu

konsumsi rumah tangga, konsumsi

pemerintah, dan investasi. Konsumsi rumah

tangga selain ditopang oleh kinerja pertanian,

juga akan ditopang oleh kenaikan UMP tahun

2017.

Di tengah proyeksi peningkatan tersebut,

beberapa faktor risiko baik dari sisi eksternal

maupun internal tetap perlu mendapat

perhatian. Dari sisi eksternal yaitu terbatasnya

pemulihan ekonomi dunia sehingga dapat

menyebabkan permintaan ekspor Sulawesi

Utara ikut tumbuh terbatas. Selain itu, potensi

kuat meningkatnya suku bunga Fed Fund Rate

(FFR) yang dapat berpengaruh pada jumlah

Foreign Direct Investment yang masuk ke

Sulawesi Utara. Masih dari Amerika Serikat,

kebijakan proteksionisme yang diterapkan

berpotensi memengaruhi ekspor Sulawesi

Utara. Dari sisi internal, beberapa risiko

dimaksud antara lain kondisi cuaca yang

semakin tidak pasti atau potensi terjadinya La

Nina pada akhir tahun 2017, potensi

penerimaan pajak atau sumber pendapatan

negara yang rendah, dan masalah pembebasan

lahan yang sering terjadi pada lokasi

pembangunan infrastruktur sehingga

menghambat pembangunan.

Untuk mendukung peningkatan investasi,

Pemerintah Daerah terus berupaya

mengimplementasikan layanan KLIK

(Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi),

pengurusan izin 3 jam, pembangunan

infrastruktur strategis, dan juga bekerja sama

dengan Bank Indonesia dalam pengembangan

Regional Investor Relation Unit (RIRU).

7.2. INFLASI

Pada triwulan kedua 2017, tekanan inflasi

Sulawesi Utara diperkirakan sedikit

meningkat dibandingkan triwulan I 2017,

namun demikian masih berada dalam rentang

target inflasi tahun 2017 4±1%. Inflasi secara

tahunan diperkirakan sebesar 3,13±1% (yoy)

pada triwulan II 2017.

Secara bulanan, inflasi terjadi di bulan Mei

dan Juni, sedangkan pada bulan April

diperkirakan mengalami deflasi. Pada bulan

April 2017, IHK Sulawesi Utara diperkirakan

mengalami deflasi sebesar 0,11% (mtm).

Deflasi tersebut disebabkan oleh turunnya

harga beras seiring dengan musim panen beras

pada bulan Februari hingga Maret 2017. Pada

bulan Mei, inflasi terutama didorong oleh

pengalihan subsidi tarif listrik 900 VA yang

bersifat permanen. Sementara itu, pada bulan

Juni 2017, inflasi akan disumbang oleh tomat

sayur, beras dan paket liburan. Naiknya harga

tomat sayur dan beras disebabkan oleh

peningkatan permintaan seiring dengan

perayaan hari raya Idul Fitri pada bulan Juni

2017.

Terdapat beberapa faktor risiko inflasi lainnya

yang harus diwaspadai pada 2017 antara lain:

(i) Dampak perbaikan ekonomi pada

peningkatan permintaan yang tidak

sepenuhnya dapat direspon; (ii) Potensi

tekanan imported inflation seiring

meningkatnya ketidakpastian global yang

memberi pengaruh pada pergerakan kurs; (iii)

Kondisi cuaca yang tidak menentu; dan (iv)

Tidak optimalnya upaya penguatan

infrastruktur pangan, serta (v) rencana

kenaikan harga LPG dan BBM pada tahun 2017.

51

Daftar Istilah dan Singkatan

PDRB Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu

mtm month to month. Perbandingan antara satu bulan dan bulan sebelumnya.

qtq quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.

yoy year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang, dengan skala 1-100

Indeks Harga Konsumen (IHK)

Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu.

Indeks Kondisi Ekonomi

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1-100

Indeks Ekspektasi Konsumen

Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1-100

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.

Dana Perimbangan

Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Ukuran kualitas pembangunan manusia yang diukur melalui pencapaian rata-rata 3 (tiga) hal kualitas hidup yaitu : pendidikan, kesehatan dan daya beli.

Inflasi Kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan bersifat persisten. Perubahan (laju) inflasi umumnya diukur dengan melihat perubahan harga pada sejumlah barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat, seperti tercermin pada perkembangan indeks harga konsumen (IHK). Berdasarkan faktor penyebabnya, inflasi dapat dipengaruhi baik dari penawaran maupun dari permintaan.

Volatile Foods Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat bergejolak karena faktor-faktor tertentu.

Administered Price

Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur pemerintah.

M1 Disebut sebagai narrow money (uang beredar dalam arti sempit), terdiri dari uang kartal dan uang giral

52

M2 Disebut broad money atau uang beredar dalam arti luas, merupakan indikator tingkat likuiditas perekonomian, terdiri dari uang kartal, uang giral dan uang kuasi (tabungan dan deposito baik dalam mata uang rupiah maupun asing).

Mo Disebut uang primer (base money) merupakan kewajiban otoritas moneter (di dalam neraca bank sentral), terdiri dari uang kartal pada bank umum dan masyarakat ditambah dengan saldo giro bank umum dan masyarakat dibank sentral.

Uang Kartal Uang kertas dan uang logam yang berlaku, tidak termasuk uang kas pada kas negara (KPKN) dan bank umum.

Uang Giral Terdiri dari rekening giro masyarakat dibank, kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan yang sudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanann penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.

NIM Singkatan dari Net Interest Margin adalah selisih antara penerimaan bunga yang diperoleh oleh bank dengan biaya bunga yang harus dibayar.

NPLs Singkatan dari Non Performing Loans disebut juga kredit bermasalah, dengan kolektibiltas kurang lancar (3), diragukan(4) dan macet (5) menurut ketentuan BI.

Restrukturisasi kredit

Upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya yang dilakukan antara lain dengan melalui : restrukturisasi, re-scheduling atau konversi kepemilikan.

UMKM Singkatan dari Sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mempunyai skala pinjaman antara Rp50 juta s/d Rp5 miliar.

UYD

Singkatan dari uang yang diedarkan, adalah uang kartalyang berada dimasyarakat ditambah dengan uang yang berada di kas bank.

Inflow Uang kartal yang masuk ke BI, melalui kegiatan setoran yang dilakukan oleh bank umum.

Outflow Uang kartal yang keluar dari BI melaui proses penarikan uang tunai bank umum dari giro di BI atau pembayaran tunai melalui BI.

Netflow Selisih antara outflow dan inflow.

PTTB Pemberian tanda tidak berharga, adalah bagian dari kegiatan untuk menarik uang yang sudah tidak layak edar, sehingga uang yang disediakan oleh BI tersebut dapat berada dalam kondisi layak dan segar (fit for circulation) untuk bertransaksi.