KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA BARAT
2016AGUSTUS
Puji serta syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan ridha-Nya, buku “Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional
Provinsi Jawa Barat Agustus 2016” dapat diterbitkan. Buku ini merupakan
asesmen terhadap perkembangan ekonomi Jawa Barat terkini yang berisi
mengenai pertumbuhan ekonomi, inflasi, perbankan dan sistem pembayaran,
keuangan daerah, ulasan perkembangan kesejahteraan masyarakat serta
mencakup pula prospek perekonomian ke depan.
Dalam penyusunan buku ini, data dan informasi selain dari internal
Bank Indonesia, juga bersumber dari berbagai instansi terkait, seperti Pemer-
intah Provinsi Jawa Barat dan dinas-dinas terkait, BPS Jawa Barat, BULOG
Divre III, Kementerian Keuangan c.q. DJP Jawa Barat I, Kanwil Ditjen
Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat, PLN, berbagai perusahaan, asosiasi dan
akademisi. Sehubungan dengan hal tersebut, perkenankanlah kami mengu-
capkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah
membantu penyusunan buku ini.
Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya
dan menerangi setiap langkah kita.
Bandung, 1 September 2016
Kepala Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat
Ttd
Rosmaya Hadi
Direktur Eksekutif
KATA PENGANTAR
i Kata Pengantar
iiKAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GRAFIK
RINGKASAN EKSEKUTIF
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
Boks 1 Potensi Pelabuhan Patimban dalam Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi
Sisi Permintaan
1.1.1 Konsumsi
1.1.2 Investasi
1.1.3 Ekspor Impor
Sisi Penawaran
1.2.1 Industri Pengolahan
1.2.2 Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor
1.2.3 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
1.2.4 Konstruksi
1.2.5 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Program Pengembangan Ekonomi Daerah
Boks 2 Perkembangan Trade Balance Jawa Barat BAB II KEUANGAN PEMERINTAH
Boks 3 Perkembangan Penyaluran Dana Desa Tahun 2016
Gambaran Umum
APBD Provinsi Jawa Barat
2.2.1 Anggaran Pendapatan Provinsi Jawa Barat
2.2.2 Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan II 2016
2.2.3 Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat
2.2.4 Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan II 2016
Belanja APBD Kabupaten/Kota di Jawa Barat
Belanja APBN di Jawa Barat
BAB III PERKEMBANGAN INFLASI
Boks 4 Operasi Pasar Murah Di Jawa Barat Dalam Rangka Pengendalian
Perkembangan Inflasi Periode Triwulan II 2016
APBD Provinsi Jawa Barat
3.1.1 Inflasi Bulanan (mtm)
3.1.2 Inflasi Tahunan (yoy)
3.1.3 Perkembangan Inflasi Menurut Kota
3.1.4 Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi
Belanja APBD Kabupaten/Kota di Jawa Barat
Belanja APBN di Jawa Barat Perkembangan Inflasi Triwulan III 2016
3.2.1 Perkembangan Disagregasi Inflasi
3.2.2 Perkembangan Inflasi Kota Program Pengendalian Inflasi Daerah
3.3.1 Pelaksanaan Kegiatan FKPI Jawa Barat
3.3.2 Tantangan Dalam Pelaksanaan Pengendalian Inflasi Daerah
Daftar Isi
Boks 5 Program Bank Indonesia dalam Pengembangan UMKM
iiDaftar Isiii
BAB IV STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Perkembangan Realisasi APBD Provinsi Jawa Barat
4.1.1 Aset dan Aktiva Produktif
4.1.2 Dana Pihak Ketiga
4.1.3 Kredit
4.1.3.1 Penyaluran Kredit di Sektor Utama Penopang Perekonomian Jawa Barat
4.1.3.2 Penyaluran Kredit Menurut Kota/Kabupaten di Jawa Barat
4.1.4 Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
4.1.4.1 Penyaluran Kredit UMKM di Jawa Barat
4.1.4.2 Penyaluran Kredit UMKM Menurut Kabupaten/Kota
Asesmen Sektor Korporasi
4.2.1 Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
4.2.2 Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko
4.2.3 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
Asesmen Sektor Rumah Tangga
4.3.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
4.3.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga
4.3.3 Eksposur Perbankan pada Sektor Rumah Tangga
Boks 6 GEPUK: Gerakan Peduli Uang Koin
Boks 7 Penggunaan Non Tunai untuk Meminimalisir Kemacetan di Tol
Boks 8 Kesenjangan Nelayan Pantai Utara dan Selatan
BAB V PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Sistem Pembayaran Non Tunai
5.1.1 Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)
5.1.2 Upaya Menjaga Kelancaran Sistem Pembayaran
5.1.3 Upaya Pengembangan Layanan Keuangan Non Tunai dan Elektronifikasi
Pengelolaan Uang Rupiah
5.2.1 Penarikan dan Penyetoran Perbankan
5.2.2 Upaya Penyediaan Uang Layak Edar
5.2.3 Temuan Uang yang Tidak Sesuai Dengan Ciri Keaslian Rupiah
5.2.4 Upaya Menekan peredaran uang palsu
BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Ketenagakerjaan
Nilai Tukar Petani
Kesejahteraan
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN
LAMPIRAN
TIM PENYUSUN
Prospek Ekonomi Makro Regional
Prakiraan Inflasi
Daftar Isi
iv Daftar Tabel
Tabel 1.1
Tabel 1.2
Tabel 1.3
Tabel 1.4
Tabel 1.5
Tabel 1.6
Tabel 1.7
Tabel 1.8
Tabel 1.9
Tabel 1.10
Tabel 1.11
Tabel 1.12
Tabel 2.1
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Tabel 2.6
Tabel 2.7
Tabel 2.8
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4
Tabel 3.5
Tabel 3.6
Tabel 3.7
Tabel 3.8
Tabel 3.9
Tabel 3.10
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 6.1
Tabel 6.2
Tabel 6.3
Tabel 6.4
Tabel 6.5
Tabel 6.6
Tabel 6.7
Tabel 7.1
Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Penggunaan Atas Dasar
Harga Konstan (ADHK).
Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Penggunaan (% yoy)
Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Penggunaan (%)
Struktur Konsumsi Rumah Tangga Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan
(ADHK)
Struktur Komponen Investasi Provinsi Jawa Barat (% yoy)
Investasi Pelaku Usaha di Jawa Barat
Struktur Ekspor-Impor Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan (%)
Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Jawa Barat (HS 2 Digit)
Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga
Konstan
Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (% yoy)
Andil Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha
Daftar Pelabuhan Laut Existing di Jawa Barat
Ringkasan Realisasi APDB Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan II 2016
Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat 2015 dan 2016
Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan II 2016
Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2015 dan 2016
Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan II 2016
Anggaran Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat
Realisasi Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan II 2016
Realisasi Komponen Belanja Modal APBN di Provinsi Jawa Barat
Perbandingan Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang (%, mtm)
Andil Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Perkembangan Dampak Penurunan Harga BBM (%)
Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi (%, mtm)
Sumbangan Inflasi & Deflasi Komoditas Penyumbang Utama (%, mtm)
Inflasi & Andil Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang & Jasa (%, yoy)
Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Kota Terhadap Inflasi IHK Jawa Barat (%, yoy)
Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Adminstered Prices di Jawa Barat
Triwulan II 2016 (%, yoy)
Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Volatile food di Jawa Barat Triwulan
II 2016 (%, yoy)
Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Core Inflation di Jawa Barat Triwulan
I 2016 (%, yoy)
Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat
Pengeluaran/Bulan.
Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya Berdasarkan Tingkat
Pengeluaran/Bulan
Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (Juta Orang)
Jenjang Pendidikan TPK
Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan (Juta Orang)
Klasifikasi Penduduk Bekerja (Juta Orang)
Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha (Juta Orang)
Perbandingan Kinerja lapangan Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerjanya
Penduduk Bekerja Menurut Status Kegiatan Pekerja (Juta Orang)
Upward dan Downward Risk Inflasi Jawa Barat Triwulan IV 2016
iv Daftar Grafik
Grafik 1.1
Grafik 1.2
Grafik 1.3
Grafik 1.4
Grafik 1.5
Grafik 1.6
Grafik 1.7
Grafik 1.8
Grafik 1.9
Grafik 1.10
Grafik 1.11
Grafik 1.12
Grafik 1.13
Grafik 1.14
Grafik 1.15
Grafik 1.16
Grafik 1.17
Grafik 1.18
Grafik 1.19
Grafik 1.20
Grafik 1.21
Grafik 1.22
Grafik 1.23
Grafik 1.24
Grafik 1.25
Grafik 1.26
Grafik 1.27
Grafik 1.28
Grafik 1.29
Grafik 1.30
Grafik 1.31
Grafik 1.32
Grafik 1.33
Grafik 1.34
Grafik 1.35
Grafik 1.36
Grafik 1.37
Grafik 1.38
Grafik 1.39
Grafik 1.40
Grafik 1.41
Grafik 1.42
Grafik 1.43
Grafik 1.44
Grafik 1.45
Grafik 1.46
Grafik 1.47
Grafik 1.48
Grafik 1.49
Grafik 1.50
Grafik 1.51
Grafik 1.52
Grafik 1.53
Grafik 1.54
Grafik 1.55
Grafik 1.56
Pertumbuhan Ekonomi Jabar & Nasional
Pertumbuhan Komponen Konsumsi RT
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini
Penggunaan Pendapatan Rumah Tangga
Pendaftaran Mobil & Sepeda Motor Baru
Perkembangan Harga Properti Residensial
Pertumbuhan Harga Properti Per Tipe
Indeks Perkembangan Dunia Usaha
Perkembangan Permintaan Domestik - Liaison
Perkembangan Nilai Tukar Petani
Perkembangan Impor Barang Konsumsi
Perkembangan Kredit Konsumsi
Perkembangan KPR, KKB, dan Multiguna
Perkembangan Suku Bunga Kredit Konsumsi
Perkembangan Nilai Tukar Petani
Perkembangan KPR, KKB, dan Multiguna
Perkembangan Indeks Penjualan Riil
Struktur Penggunaan Pendapatan
Permintaan Domestik - Liaison
Realisasi Belanja Operasional – APBN Jawa Barat
Realisasi Belanja Operasional – APBD Provinsi Jawa Barat
Simpanan Pemda di Perbankan
Posisi Giro & Deposito Pemerintah di Bank
Pertumbuhan Komponen Investasi
Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Jawa Barat
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) Jawa Barat
Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Bangunan
Perkembangan Kegiatan Dunia usaha Sektor Konstruksi - SKDU
Penjualan Semen Jawa Barat
Impor Barang Modal Jawa Barat
Perkembangan Investasi Dunia Usaha - SKDU
Perkembangan Investasi Pelaku Usaha - Liaison
Perkembangan Kredit Investasi Jawa Barat
Perkembangan Suku Bunga Kredit Investasi
Inflasi Kelompok Bahan Bangunan
Perkiraan Investasi (SKDU)
Perkembangan Neraca Perdagangan Luar Negeri Jawa Barat
Perkembangan Neraca Perdagangan Antar Daerah Jawa Barat
Pertumbuhan Ekonomi Kawasan di Indonesia (yoy)
IKK Provinsi Mitra Dagang Jawa Barat (Survei Konsumen Bank Indonesia)
Perkembangan Nilai & Volume Ekspor Jawa Barat
Penjualan Ekspor Pelaku Usaha – Liaison Bank Indonesia
Struktur Komoditas Ekspor Jawa Barat
Pertumbuhan Ekspor Manufaktur Jawa Barat
Ekspor Jawa Barat ke Negara/Kawasan Tujuan Utama
Perkembangan PMI Negara Mitra Dagang Utama
Perkembangan Nilai Volume Impor Jawa Barat
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD
Pangsa Komoditas Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan
Perkembangan Impor Jenis Penggunaan
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks Kondisi Ekonomi
Produksi Mobil Nasional
Penjualan Mobil Nasional
Ekspor Mobil Nasional
vKAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Grafik 1.57
Grafik 1.58
Grafik 1.59
Grafik 1.60
Grafik 1.61
Grafik 1.62
Grafik 1.63
Grafik 1.64
Grafik 1.65
Grafik 1.66
Grafik 1.67
Grafik 1.68
Grafik 1.69
Grafik 1.70
Grafik 1.71
Grafik 1.72
Grafik 1.73
Grafik 1.74
Grafik 1.75
Grafik 1.76
Grafik 1.77
Grafik 1.78
Grafik 1.79
Grafik 1.80
Grafik 1.81
Grafik 1.82
Grafik 1.83
Grafik 1.84
Grafik 1.85
Grafik 1.86
Grafik 1.87
Grafik 1.88
Grafik 1.89
Grafik 1.90
Grafik 2.1
Grafik 2.2
Grafik 2.3
Grafik 2.4
Grafik 2.5
Grafik 2.6
Grafik 2.7
Grafik 2.8
Grafik 2.9
Grafik 2.10
Grafik 2.11
Grafik 2.12
Grafik 2.13
Grafik 3.1
Grafik 3.2
Grafik 3.3
Grafik 3.4
Grafik 3.5
Grafik 3.6
Grafik 3.7
Grafik 3.8
Grafik 3.9
Produksi Mobil Nasional
Penjualan Mobil Nasional
Indeks SKDU
Kapasitas Produksi - SKDU
Prompt Manufacturing Indeks
Kredit Industri Pengolahan
Impor Barang Konsumsi
Indeks konsumsi durable goods
Pengajuan Izin Kepemilikan Kendaraan Bermotor
Indeks Penjualan Riil Suku Cadang
SKDU Perdagangan
Indeks Harga Jual
Kredit Sektor Perdagangan
Kredit Konsumsi
Indeks Penjualan Eceran (IPR)
IPR Suku Cadang
Kredit Sektor Perdagangan hingga Juli 2016
Kredit Konsumsi hingga Juli 2016
SKDU Pertanian
Perkiraan Dampak La Nina
NTP Jawa Barat dan Komponen Penyusunnya
NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Barat
Kredit Sektor Pertanian
NPL Sektor Pertanian
Kredit Sektor Pertanian hingga Juli 2016
Likert Scale Penggunaan Tenaga Kerja Pertanian
SKDU Konstruksi
Kredit Perumahan Rakyat
Kredit Sektor Konstruksi
Indeks Prakiraan Dunia Usaha – Konstruksi
TPK Hotel Berbintang
Wisatawan Mancanegara melalui Bandara Husein Sastranegara
IPR Makanan Minuman
Indeks Prakiraan Dunia Usaha – Akomodasi dan Penyediaan Mamin
Perkembangan APBD Provinsi Jawa Barat
Perkembangan Pendapatan dan Belanja Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Pangsa Komponen Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat
Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat
Perkembangan Belanja Operasi dan Modal
Pangsa Belanja Operasi (%)
Perkembangan Komponen Belanja Operasi
Pangsa Anggaran Belanja Kab/Kota 2016 (%)
Struktur Belanja APBD Kab/Kota 2015 dan 2016
Perkembangan Realisasi Belanja 20 Kab/Kota di Jawa Barat s.d. Tw II’16
Pangsa Belanja APBN di Jawa Barat TA 2016
Perkembangan Belanja APBN di Jawa Barat
Persentase Realisasi APBN di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Belanja Per Triwulan
Inflasi Tahunan Jawa Barat vs Nasional
Inflasi Tahunan Provinsi di Kawasan Jawa
Rata-rata Inflasi Bulanan 5 Tahun Terakhir
Inflasi Bulanan Provinsi di Kawasan Jawa
Disagregasi Inflasi (mtm)
Andil Disagregasi Inflasi (mtm)
Perkembangan Harga Jual – Liaison
Perkembangan Harga Jual Per Sektor – Liaison
Inflasi Kota di Jawa Barat Triwulan II 2016 (yoy)
iv Daftar Grafik
Grafik 3.10
Grafik 3.11
Grafik 3.12
Grafik 3.13
Grafik 3.14
Grafik 3.15
Grafik 3.16
Grafik 3.17
Grafik 3.18
Grafik 3.19
Grafik 3.20
Grafik 3.21
Grafik 3.22
Grafik 3.23
Grafik 3.24
Grafik 3.25
Garfik 3.26
Grafik 3.27
Grafik 3.28
Grafik 3.29
Grafik 3.30
Grafik 3.31
Grafik 3.32
Grafik 3.33
Grafik 4.1
Grafik 4.2
Grafik 4.3
Grafik 4.4
Grafik 4.5
Grafik 4.6
Grafik 4.7
Grafik 4.8
Grafik 4.9
Grafik 4.10
Grafik 4.11
Grafik 4.12
Grafik 4.13
Grafik 4.14
Grafik 4.15
Grafik 4.16
Grafik 4.17
Grafik 4.18
Grafik 4.19
Grafik 4.20
Grafik 4.21
Grafik 4.22
Grafik 4.23
Grafik 4.24
Grafik 4.25
Grafik 4.26
Grafik 4.27
Grafik 4.28
Grafik 4.29
Grafik 4.30
Grafik 4.31
Historis Inflasi Tahunan Kota Perhitungan Inflasi di Jawa Barat
Inflasi Tahunan Kota Inflasi
Inflasi Pangan Tahunan Kota Inflasi
Inflasi Kota Berdasarkan Kelompok Barang
Disagregrasi Inflasi Jawa Barat
Perbandingan Inflasi Per Komponen
Perkembangan Tarif Listrik Berdasarkan Kelompok Pelanggan
Inflasi Administered prices Kelompok Energi dan Non Energi (yoy)
Perkembangan Inflasi Core Traded dan Non Traded (yoy)
Disagregasi Inflasi Core Traded (yoy)
Inflasi Core Lapangan Usaha Perumahan
Inflasi Core Kelompok Bahan Bangunan
Harga Komoditas Emas
Harga Komoditas Emas
Perkembangan Inflasi Jawa Barat dan Nasional (yoy)
Perkembangan Inflasi di Kawasan Jawa (yoy)
Perkembangan Inflasi Jawa Barat dan Nasional (yoy)
Perkembangan Inflasi di Kawasan Jawa (yoy)
Disagregasi Inflasi Jawa Barat (yoy)
Disagregasi Inflasi Jawa Barat (yoy)
Perkembangan Inflasi Core (mtm)
Perkembangan Inflasi Adm. Prices (mtm)
Inflasi Bulanan 7 Kota IHK Provinsi Jawa Barat (Juli 2016)
Inflasi Tahunan 7 Kota IHK Provinsi Jawa Barat (Juli 2016)
Pertumbuhan aset perbankan
Pangsa aset per kelompok bank
Pertumbuhan DPK dan Komponennya
Pertumbuhan DPK per Kelompok Bank
Pertumbuhan DPK BPD
Struktur DPK berdasarkan jenisnya
DPK berdasarkan kelompok Bank
Pertumbuhan Deposito dibanding
Perkembangan Kredit per Kel Debitur
Perkembangan Kredit vs Suku Bunga
Perkembangan Kredit menurut Jenisnya
Perkembangan LDR
Perkembangan NPL
Pemetaan NPL dan LDR berdasarkan BUKU Bank
Proporsi Kredit Sektoral
Kredit Industri Pengolahan
Kredit Sektor Perdagangan
NPL dan Kredit Ind Pengolahan
NPL dan Kredit Sektor Perdagangan
NPL Industri Pengolahan
Sebaran Kredit Kota/kabupaten
NPL Kredit per Kota/Kab
Perkembangan Kredit UMKM
NPL Kredit UMKM
Proporsi Kredit UMKM
Kredit UMKM Kota/kabupaten
NPL Kedit UMKM per Kota/Kab
Perkembangan Ekspor Manufaktur
PMI Negara Mitra dagang Utama
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks Kondisi Ekonomi
iv Daftar Grafik
Grafik 4.32
Grafik 4.33
Grafik 4.34
Grafik 4.35
Grafik 4.36
Grafik 4.37
Grafik 4.38
Grafik 4.39
Grafik 4.40
Grafik 4.41
Grafik 4.42
Grafik 4.43
Grafik 4.44
Grafik 4.45
Grafik 4.46
Grafik 4.47
Grafik 4.48
Grafik 4.49
Grafik 4.50
Grafik 5.1
Grafik 5.2
Grafik 5.3
Grafik 5.4
Grafik 5.5
Grafik 5.6
Grafik 5.7
Grafik 5.8
Perkembangan Kegiatan Usaha – SKDU
Kapasitas Produksi – SKDU
Likert scale Permintaan Domestik
Likert Scale Penjualan Ekspor
Perkembangan Kredit Korporasi
Kredit Koporasi Sektora Utama
NPL Kredit Korporasi
Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga Terhadap PDRB Jawa Barat
Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Jawa Barat
Persepsi Rumah Tangga Jawa Barat Terhadap Perkembangan Ekonomi Saat Ini
Ekspektasi Rumah Tangga Jawa Barat Terhadap Kondisi Ekonomi 6 Bulan
Mendatang
Perubahan Penghasilan Saat Ini Dibanding 6 Bulan yang Lalu
Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Mendatang
Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mentang Berdasarkan Komoditas
Ekspektasi Perubahan Harga Oleh Rumah Tangga 3 Bulan Mendatang
Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mentang Berdasarkan Komoditas
Perkembangan Kredit RT
NPL Kredit RT
Suku Bunga Tertimbang Kredit RT
Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks Kondisi Ekonomi
Pergeseran Proporsi Kliring
Spasial Kliring
Penarikan dan Penyetoran Perbankan
Indeks Kondisi Ekonomi
RINGKASANEKSEKUTIF
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONALPROVINSI JAWA BARAT
AGUSTUS 2016
Pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat
meningkat pada
triwulan II 2016 yang
didorong oleh
peningkatan
konsumsi rumah
tangga,investasi,
dan ekspor serta
industri pengolahan
dan perdagangan
dari sisi lapangan
usaha
tangga masih menjadi sumber pertum-
buhan utama pada perekonomian Jawa
Barat dengan peran sebesar 62%.
Dari sisi sektoral, sebagaimana prakiraan Bank Indonesia sebelumnya, lapangan usaha pengolahan dan perd-agangan pada triwulan II 2016 tumbuh meningkat sebagai bentuk respon pelaku usaha terhadap menguatnya permintaan konsumen yang didorong momen Ramadhan, Lebaran dan Tahun Ajaran Baru. Sementara itu, efek La
Nina (kemarau basah) yang tergolong
rendah dengan kondisi cuaca relatif
normal membuat produktivitas panen
meningkat yang mendorong lapangan
usaha pertanian tumbuh lebih baik di
triwulan laporan.
Perekonomian Jawa Barat pada triwu-lan III 2016 diperkirakan tumbuh sedik-it melambat dibanding triwulan II. Hal
ini merupakan sebagai dampak dari
pergeseran momen Ramadhan ke akhir
triwulan II serta siklus pola konsumsi
masyarakat yang kembali melambat
sehingga mendorong konsumsi rumah
tangga tumbuh lebih rendah dibanding
triwulan II. Namun demikian, perlam-
batan yang lebih dalam mampu ditahan
oleh perkembangan konsumsi pemerin-
tah untuk merealisasikan belanja APBD,
investasi, dan kinerja net ekspor yang
diperkirakan mengalami akselerasi.
viii Ringkasan Eksekutif
Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan pada triwulan II 2016 dibandingkan triwulan sebelumnya didorong oleh perbaikan kinerja mayoritas komponen penyusunnya. Hal ini sejalan dengan proyeksi Bank
Indonesia pada triwulan I 2016 yang
memprakirakan pertumbuhan
ekonomi pada triwulan II 2016 akan
meningkat dibanding triwulan I 2016.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Barat
triwulan II 2016 tercatat berada pada
level 5,88% (yoy) meningkat jika
dibandingkan triwulan I 2015 sebesar
5,13%. Dengan demikian, perekono-
mian Jawa Barat mencatatkan
pertumbuhan triwulanan tertinggi
sejak tahun 2014.
Dari sisi permintaan, komponen konsumsi pemerintah, investasi, dan ekspor mengalami peningkatan yang cukup signifikan diiringi dengan daya beli atau konsumsi rumah tangga yang juga terus mem-baik. Stimulus yang diberikan baik
melalui otoritas fiskal maupun mon-
eter melalui kebijakan penurunan
suku bunga, GWM, dan instrumen
makroprudensial turut berperan
dalam mendorong perbaikan ini. Di
sisi lain, sisi permintaan juga semakin
meningkat selama triwulan II 2016
seiring pola siklikal bulan Ramadhan
dan Idul Fitri. Konsumsi rumah
Laju Pertumbuhan Ekonomi (PDRB)
Inflasi Jawa Barat
tercatat menurun
seiring dengan
pergeseran musim
panen komoditas
beberapa komoditas
utama ke triwulan II
yang menahan
tekanan inflasi
volatile food serta
berlanjutnya tren
penguatan nilai
tukar rupiah dan
ekspektasi yang
terjaga sehingga
inflasi core
terkendali.
ixKAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
(yoy) menjadi 10,80% (yoy) pada triwu-
lan II 2016. Peningkatan permintaan ini
terutama didorong oleh momentum
Bulan Ramadhan yang mengalami
pergeseran dibanding tahun lalu sehing-
ga hampir seluruhnya berlangsung di
akhir triwulan II 2016.
Inflasi IHK tahunan Jawa Barat pada
triwulan III 2016 diperkirakan sedikit
meningkat dibanding triwulan sebelumn-
ya dan berada pada rentang 3,16% -
3,56%. Perkiraan ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain periode
Lebaran yang berlangsung di awal triwu-
lan, bergesernya musim panen padi dari
triwulan III ke awal triwulan IV 2016, tren
harga minyak dunia yang mulai mening-
kat seiring dengan menurunnya pasokan,
serta potensi peningkatan likuiditas
seiring dengan masuknya dana dari tax
amnesty.
Koordinasi dan intensitas komunikasi terus ditingkatkan oleh Bank Indonesia baik dengan Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Jawa Barat melalui forum Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) serta Pemerintah Pusat sebagai upaya untuk menahan laju infla-si agar tetap terkendali. Melalui tema
program Proper Kahiji Utama, Forum
Koordinasi Pengendalian Inflasi (FKPI)
Jawa Barat akan fokus kepada penguata-
n/pemberdayaan petani melalui sinergi
dengan pihak terkait serta mengaktifkan
Sistem Resi Gudang (SRG) sebagai
upaya mengatasi permasalahan di
bidang infrastruktur, logistik, dan kelem-
bagaan pertanian. Dengan perkemban-
gan tersebut, optimisme akan kinerja
pengendalian inflasi di Jawa Barat dalam
mencapai target sasaran inflasi nasional
2016 sebesar 4,0±1% semakin terjaga.
Inflasi Jawa Barat pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 2,89% (yoy), menurun dari triwulan I 2016 sebesar 3,78%. Realisasi inflasi ini kembali
lebih rendah dibanding dengan
nasional yang mencapai 3,45%. Selain
itu, tingkat inflasi ini juga lebih rendah
dibandingkan rata-rata inflasi triwulan
I pada 5 tahun terakhir (2011-2015)
sebesar 5,66%. Secara umum, perkem-
bangan inflasi Jawa Barat hingga
triwulan II 2016 ini relatif rendah dan
secara historis merupakan realisasi
inflasi triwulan II terendah sejak tahun
2009.
Penurunan tekanan inflasi tahunan ini disebabkan baik oleh faktor non fundamental yakni dari kelompok administered prices serta faktor fundamental pada kelompok core. Penurunan tekanan inflasi terutama
terjadi pada kelompok administered
prices yang menurun dari 3,23% (yoy)
menjadi -0,24% (yoy) pada triwulan II,
didorong oleh kebijakan pemerintah
yang kembali menurunkan harga
bahan bakar minyak pada awal triwu-
lan II 2016 dalam persentase
penurunan yang lebih besar dibanding
awal tahun. Tingkat inflasi core men-
galami penurunan dari 2,38% (yoy)
pada triwulan I menjadi 2,28% (yoy)
pada triwulan II, didorong oleh tren
penguatan nilai tukar rupiah yang
berlangsung secara konsisten sejak
awal tahun serta masih terdapatnya
kecenderungan masyarakat untuk
menahan konsumsi pada jenis kebutu-
han yang bersifat non-primer.
Namun penurunan tekanan yang lebih
dalam ditahan oleh perkembangan
pada kelompok volatile food yang
mengalami peningkatan dari 9,49%
Perkembangan Inflasi
Stabilitas keuangan
masih terjaga
terbukti dengan
penyaluran kredit
yang meningkat dari
triwulan sebelumnya
serta sektor
korporasi dan rumah
tangga yang berada
dalam kondisi stabil.
rumah tangga yang berada dalam kondisi stabil. Meski demikian risiko
pemburukan kualitas kredit perlu
mendapat perhatian mengingat trennya
yang mulai meningkat.
Risiko perekonomian global dan
domestik turut berpengaruh pada
perlambatan kinerja perbankan di
Jawa Barat, yang tercermin dengan
perlambatan pertumbuhan aset dan DPK pada triwulan laporan. Namun stabilitas keuangan masih terjaga terbukti dengan penyaluran kredit yang meningkat dari triwulan sebel-umnya serta sektor korporasi dan
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan Dan Umkm
Terjadi kenaikan
net outflow
serta kenaikan
transaksi kliring
yang signifikan
sebagai akibat
tingginya konsumsi
di bulan Ramadhan
2016. Hal ini sejalan dengan menguatnya
konsumsi dan sesuai pola historis ketika
Ramadhan.
Sementara itu, pada sistem pemba-yaran tunai, terjadi kenaikan net outflow pada triwulan II 2016. Hingga
Tw II 2016, Jawa Barat mengalami net
penyetoran sebesar Rp 9,24 triliun.
Disamping itu, baik volume maupun
nilai transaksi kliring mengalami
pertumbuhan dibandingkan triwulan I
Perkembangan Sistem Pembayaran Dan Pengelolaan Uang Rupiah
Menguatnya kinerja
perekonomian Jawa
Barat pada triwulan
II 2016 berdampak
pada perbaikan
kondisi
ketenagakerjaan dan
kesejahteraan pada
triwulan laporan
menunjukkan penguatan dengan
peningkatan Saldo Bersih Tertimbang
(SBT) dari triwulan I 2016 sebesar -1,72
menjadi 1,53 pada triwulan II 2016.
Demikian halnya dengan angka kemi-
skinan yang menunjukkan penurunan
pada maret 2016 dibandingkan dengan
Maret 2015.
Menguatnya kinerja perekonomian Jawa Barat pada triwulan II 2016 berdampak pada perbaikan kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan pada triwulan laporan. Berdasarkan
hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha,
kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat
yang tercermin dari indeks perkem-
bangan penggunaan tenaga kerja
Perkembangan Ketenagakerjaan Dan Kesejahteraan
viii Ringkasan Eksekutif
ixKAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Pertumbuhan
Ekonomi Jawa Barat
triwulan IV 2016
diperkirakan
meningkat,
sementara tekanan
inflasi diperkirakan
relatif menurun
hingga akhir tahun
si maupun konsumsi masyarakat. Semen-
tara itu dari sisi penawaran (lapangan
usaha), meningkatnya kinerja industri
pengolahan dan konstruksi menjadi
pendorong utama pertumbuhan di
triwulan IV 2016. Sedangkan perdagan-
gan dan pertanian diperkirakan melam-
bat sebagai dampak berakhirnya momen
ramadhan serta dimulainya masa tanam
.
Di sisi lain, tekanan inflasi diperkirakan menurun seiring dengan penurunan tekanan dari kelompok core dan volatile food. Pergeseran masa panen menye-
babkan puncak panen padi diperkirakan
terjadi pada awal triwulan IV 2016.
Secara fundamental, stabilitas makro
ekonomi dan terjaganya ekspektasi infla-
si masyarakat, serta risiko gangguan
distribusi menjadi faktor penahan inflasi
hingga akhir tahun.
Setelah mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada triwulan II 2016 dengan pertumbuhan sebesar 5,88% dan perkembangan ekonomi yang sedikit melambat memasuki triwulan III, kinerja perekonomian Jawa Barat pada triwulan IV 2016 diperkirakan kembali tumbuh meningkat. Dengan
demikian, untuk keseluruhan tahun
2016 perekonomian Jawa Barat
diperkirakan tumbuh pada kisaran
5,5% - 5,9% (yoy). Dari sisi permintaan,
kinerja seluruh komponen diperkira-
kan meningkat. Stimulus baik dari sisi
fiskal (implementasi paket kebijakan
secara lebih komprehensif) maupun
moneter (pelonggaran suku bunga
kebijakan, penurunan Giro Wajib
Minimum (GWM), dan pelonggaran
ketentuan LTV-loan to value ratio)
juga diharapkan tetap menjadi motor
pendorong baik bagi kegiatan investa-
Prakiraan Perekonomian Ke Depan
xKAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA BARAT
I. Ekonomi Makro Regional
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat ( r) Angka Revisi) ; Ket : Data IHK menggunakan Tahun Dasar 2012.
Konsumsi Rumah Tangga
2013 20142015 2016
2016-I 2016-II2015
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Ekspor
Impor
4,37
0,89
-1,02
-6,29
-17,47
4,50
1,25
7,19 5,11 3,98 3,23 4,86 4,42
3,95
4,16
10,17
7,85
11,06
0,58
1,57
4,55
-8,42
5,23
-2,33
8,53
16,11
12,37
0,12
0,54
Berdasarkan Penaearan/Lapangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertamabangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Litrik, Gas
Pengadaan Air
Konstruksi
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan
Jasa Perusahaan
Real Estate
Administrasi Pemerintahan, Pertahanandan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan sosial
Jasa Lainnya
Ekspor
Nilai Ekspor Non Migas
Volume Ekspor Non Migas
Perdaganan Besar dan Eceran, danReparasi Mobil dan Sepeda Motor
Impor
Nilai Impor Non Migas
Volume Impor Non Migas
Indeks Harga Konsumen (IHK)
Jawa Barat
Jawa Barat
Kota Bandung
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Bogor
Kota Cirebon
Kota Sukabumi
Kota Tasikmalaya
Kota Bandung
Kota Bekasi
Kota Depok
Kota Bogor
Kota Cirebon
Kota Sukabumi
Kota Tasikmalaya
Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)
Indikator
Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)
Berdasarkan Permintaan/Penggunaan
5,22
6,10
7,23
1,88
-6,25
5,62
5,31
4,07
12,28
5,23
4,06
0,64
-4,99
-0,25
5,76 5,07 5,78 5,92
6,33 5,09 4,91 4,94 5,02 5,23 5,03 5,13 5,88
7,56
4,50
8,53
6,02
5,24
-1,88
-3,38
2,30
2,30
5,85
2,76
5,46
4,87
-11,64
7,83
5,87
15,91
13,44
5,58
-5,63
6,53
11,59
-2,06
12,28
16,61
8,15
6,50
8,15
4,91
4,75
9,10
12,42
5,41
-1,39 0,46 0,98 4,38 8,76 5,38
4,79
5,95
5,45
7,78
6,00
17,47
4,36
4,46
8,88
7,21
-12,67
9,84
6,02
11,22
8,24
17,96 16,31
7,36
5,46
-6,67
6,62
5,18
11,31
6,34
19,12
1,78
6,47
-7,95
6,87
7,63
11,10
6,09
14,87
7,95
4,23
-5,32 -8,14 3,63 -2,84
5,88
5,98
5,21 3,31 3,58 3,93 4,64 3,66
9,58
8,10
5,01
16,71
10,18
7,93
2,46
6,17
2,41
7,57
9,24
13,95
14,43
18,46
6,86
5,62
6,95
4,16
6,90
6,68
7,10
13,73
10,72
4,07
7,79 6,92 6,44 8,158,01 8,88 7,71 6,619,21
0,78
5,11
2,53
4,98
11,89
8,93
6,61
7,88
7.050
12.202
2.081
109,69 117,81 117,33 118,67 121,08 121,03
14,43
15,78
8,80
6.537
11.890
2.143 468
7,95
14,71
8,03
1.605
2.826 10.928
1961
8,43
12,82
7,96
1.751
2.856
523
10,43
13,00
7,94
1.588
2.581
458
13,72 10,19 10,66 7,30
14,14
8,96
25.822 26.318 6.132 6.399 6.063 24.791
6.661
121,77
2.735
521
11,86
10,88
5.891
1.622
122,49
2.921
591
7,33
7,81
6.500
1.669
121,03
2.665
512
15,98
11,78
6.197
1.717
108,67
109,11
110,68
110,92
109,37
108,22
9,15
7,97
9,46 7,68 5,04 6,52 6,07 2,22
117,11
117,49
118,98
118,49
117,11
116,97
7,41
7,76
5,46
6,26
117,33
116,79
117,80
118,09
116,00
116,74
2,73
3,93
119,02
117,89
118,75
119,96
117,61
118,18
6,51
7,31
120,61
119,37
120,15
121,30
118,30
119,13
6,11
6,90
121,71 121,71 122,42 123,23
121,20
120,15
121,69
110,11 119,33 119,09 119,79 120,94 121,96
118,94
121,10
3,33
3,78
4,34
120,68
121,94
122,98
122,62
119,28
122,01
2,75
3,22
3,54
121,13
122,89
123,58
123,03
120,10
123,07
2,22
2,73
3,93
121,20
120,15
121,69
121,96
118,94
121,10
10,97
8,55
8,03
7,86
7,49
6,83
8,38
7,08
5,09
5,03
6,09
4,52
5,73
6,55
5,83
5,33
5,53
6,25
5,74
4,04
1,87 1,87 3,51 3,49
2,70
2,20
1,56
6,89 8,09 5,90 6,40 5,81 3,53
4,14
2,96
2,83
4,51
3,02
2,70
2,12
4,14
2,70
2,20
1,56
3,53
r) r)
2015-I r) 2015-II r) 2015-IIIr) r)2015-IV
II. Perbankan
III. Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Sumber: Bank Indonesia* Lokasi bank pelapor :
* Lokasi proyek :
Sumber: Bank Indonesia
pencatatan berdasarkan transaksi perbankan (baik penghimpunan dana maupun penyaluran kredit) yang dilakukan oleh bank-bank yang berkantor di Jawa Baratpencatatan berdasarkan realisasi kredit yang disalurkan di wilayah Jawa Barat (tidak terbatas kepada penyaluran oleh bank yang berkantor di Jawa Barat
xi Tabel Indikator
Total Aset
2013 2014
2015 2016
2016-I 2016-II
2015
Dana Pihak Ketiga (DPK) - Lokasi Bank Pelapor
Kredit - Lokasi Bank Pelapor
Kredit - Lokasi Proyek
Bank Umum Syariah
Loan to Deposito (LDR) (%)
Total Aset
378,13
279,43
247,10
390,47
29,26
21,24
21,55
27,01
101,46 110,71 114,27 115,23 112,33 107,60
420,76
309,11
279,37
447,73
33,37
23,37
25,87
38,31
26,03
34,12
435,18
314,06
279,83
454,75
32,49
22,78
28,40
36,38
Dana Pihak Ketiga (DPK) - Lokasi Bank Pelapor
Pembiayaan - Lokasi Bank Pelapor
Pembiayaan - Lokasi Proyek
Financing to Deposit Ratio (FDR)
Total Bank Umum
Total Aset
Dana Pihak Ketiga (DPK) - Lokasi Bank Pelapor
Tabungan
Deposito
Kredit/Pembiayaan - Lokasi Bank Pelapor
Kredit/Pembiayaan - Lokasi Proyek
Investasi
Modal Kerja
Konsumsi
Kredit UMKM - Lokasi Proyek
Loan to Deposit Ratio (LDR) (%)
Ratio Non Peforming Loan (NLP) Gross
Giro
Indikator(dalam Rp Triliun kecuali diyatakan lain)
Bank umum Konvensional
462,39
331,72
290,74
471,76
33,77
23,51
27,09
34,01
474,29
339,29
298,44
487,33
34,88
24,59
27,62
35,18
472,30 472,30 476,61 496,02
343,94
306,13
489,93
88,43 90,38 89,10 87,65 87,96 89,01
36,78
26,40
108,57
28,38
36,17
346,71
308,24
486,83
88,91
36,90
26,14
105,08
28,76
39,39
358,29
321,91
505,75
89,85
38,32
27,37
107,60
28,40
36,38
343,94
306,13
489,93
89,01
36,78
26,40
407,39
300,67
113,73
114,01
268,65
417,48
173,60
157,42 182,40 185,78 192,45 198,74 205,15
454,13
332,47
141,81
131,29
305,24
486,04
200,26
488,87
200,74
467,67
336,83
132,06
140,91
305,86 334,54
526,31
213,97
496,16
355,23
136,22
149,90
317,83
505,76
210,27
509,17
363,88
142,92
147,11
326,06
522,51
218,09
509,07
370,33
54,93 59,38 63,86 69,61 73,85 64,17
155,41
150,75
209,93
336,62
523,01
206,52
515,52
372,85
74,77
148,82
149,26
218,59
350,67
546,19
215,90
534,34
385,66
72,83
162,59
150,24
205,15
334,54
526,31
213,97
86,46 103,39 102,34 107,18103,04 105,67 106,56 111,69107,18
509,07
370,33
64,17
155,41
150,75
81,51
89,35
2,32
96,99
91,81
2,41
95,23
90,80
2,73
97,85
89,47
2,78
97,90
89,61
2,84
100,54 100,54 100,50 107,86
90,33
2,45
90,28
2,81
90,93
3,51
90,33
2,45
2015-I 2015-II 2015-III r)2015-IV
2013 2014INDIKATOR 2015
20152016
Net penarikan/penyetoran
Penyetoran
36.60
72.42
43.37
78.6
Pengelolaan Uang Rupiah
13.75
20.33
5.75
18.07
5.02
17.89
-4.22
17.36
34.24
81.30
15.30
22.30
9.77
25.01
Nominal
Volume (Juta)
167.74
5.46
177.42
5.25
Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
43.96
1.30
46.79
1.36
64.99
1.66
97.22
2.30
207.01
5.77
89.51
2.15
51.26
1.45
Penarikan 35.82 35.29 6.58 12.37 12.87 21.5747.06 7.0015.24
(dalam Rp Triliun kecuali dinyatakan lain) 2015-I 2015-II 2015-III 2015-IV 2016-I 2016-II
Ekonomi MakroRegional01
BAB
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONALPROVINSI JAWA BARAT
AGUSTUS 2016
1 Ekonomi Makro Regional
Sinyal perbaikan pada perekonomian Jawa Barat semakin menguat seiring dengan peningkatan yang cukup signifikan pada laju pertumbuhan ekonomi (LPE) triwulan II 2016. Hal ini sejalan dengan proyeksi Bank Indonesia
pada triwulan I 2016 yang memprakirakan laju
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada
triwulan II 2016 akan meningkat dibanding
triwulan I 2016. Pertumbuhan ekonomi Jawa
Barat triwulan II 2016 tercatat berada pada level
5,88% (yoy) meningkat jika dibanding triwulan I
2016 sebesar 5,13%. Adapun level pertumbuhan
triwulan ini merupakan yang tertinggi sejak
tahun 2014 dan di atas rata-rata pertumbuhan
triwulanan periode 2012-2015 sebesar 5,74%
(yoy). Perekonomian Jawa Barat juga kembali
tumbuh di atas nasional sebesar 5,18% (Grafik
1.1).
dengan hal tersebut, Pembentukan Modal Tetap
Bruto (PMTB) juga kembali meningkat pada triwu-
lan II, didorong oleh percepatan pembangunan
proyek-proyek infrastruktur strategis serta mem-
baiknya persepsi pelaku usaha. Hal ini tercermin
pada meningkatnya kegiatan investasi baik
bangunan maupun non bangunan. Membaiknya
kegiatan dunia usaha juga tercermin dari kinerja
ekspor dan impor yang mengalami peningkatan
cukup signifikan, khususnya dari kegiatan perda-
gangan (ekspor-impor) antar daerah selama
momentum Ramadhan dan menyambut Lebaran.
Dari sisi penawaran, tiga lapangan usaha utama penopang perekonomian Jawa Barat yakni industri pengolahan, perdagangan besar-eceran & reparasi mobil-motor serta pertanian, kehutan-an, perikanan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. lndustri pengolahan masih
memberikan andil pertumbuhan terbesar (2,36%),
diikuti dengan lapangan usaha perdagangan
(0,65%) dan konstruksi (0,55%). Sebagaimana
prakiraan Bank Indonesia sebelumnya, lapangan
usaha pengolahan dan perdagangan pada triwu-
lan II 2016 ini tumbuh meningkat sebagai bentuk
respon pelaku usaha terhadap kenaikan perminta-
an masyarakat yang didorong oleh menguatnya
keyakinan konsumen serta momen Ramadhan dan
Lebaran. Sementara itu, lapangan usaha pertanian
memberikan andil 0,42% dengan laju pertumbu-
han yang menggembirakan dari sebelumnya
-1,90% ke 4,87% (yoy). Kondisi cuaca yang stabil
dengan efek La Nina yang rendah menyebabkan
panen berjalan lancar dan produktivitas pertanian
meningkat.
Dari sisi permintaan, mayoritas komponen men-galami peningkatan laju pertumbuhan dibanding triwulan sebelumnya (kecuali konsumsi LNPRT) seiring dengan semakin membaiknya keyakinan
dan daya beli masyarakat serta adanya momen-
tum Bulan Ramadhan yang hampir seluruhnya
berlangsung pada triwulan II 2016 dan persiapan
menjelang Lebaran. Hal ini yang kemudian men-
dorong konsumsi rumah tangga kembali mening-
kat serta masih menjadi sumber pertumbuhan
utama pada perekonomian Jawa Barat. Membai-
knya pola realisasi belanja/konsumsi pemerintah
juga terus berlanjut, tercermin dari tingkat
serapan yang lebih baik dibanding periode sama
tahun sebelumnya sehingga mendorong konsum-
si pemerintah kembali tumbuh meningkat. Sejalan
9
8
8
7
7
6
6
5
2012
I II III IV2013
I II III IV2014
I II III IV2015 2016
I III IIIII IV
5
4
4
5,88
5,18
Jawa Barat
Nasional
% (YOY)
Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jabar & Nasional
2KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
ekspor, walau berdasarkan kontribusinya konsumsi rumah tangga masih menjadi komponen pemberi andil terbesar. Namun demikian, khususnya pada Provinsi Banten dan Jawa Tengah dan DI Yogyakarta terjadi perlambatan pertumbuhan ekspor.
Perekonomian Jawa Barat diperkirakan masih tetap tumbuh solid pada triwulan III 2016 walaupun sedikit melambat dibanding triwulan II. Hal ini merupakan dampak seasonal akibat pergeseran momen Ramadhan ke akhir triwulan II serta kembali stabilnya pola konsumsi masyarakat sehingga mendorong konsumsi rumah tangga tumbuh lebih rendah dibanding triwulan II.
Secara spasial, level pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan I 2016 lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional (5,13%) merupakan yang tertinggi di kawasan Jawa. Setelah sempat tumbuh di bawah rata-rata kawasan Jawa sejak tahun 2014, pada triwulan II 2016 Jawa Barat mampu tumbuh mengungguli provinsi lainnya di Jawa yakni DKI Jakarta (5,86%), Jawa Tengah (5,75%), Jawa Timur (5,62%), DI Yogykarta (5,57%), dan Banten (5,16%). Secara umum, baik nasional serta seluruh provinsi di Pulau Jawa mengalami peningkatan laju pertumbuhan dibanding triwulan I 2016. Faktor pendorong pertumbuhan cukup seragam di mayoritas provinsi yakni peningkatan pada konsumsi pemerintah dan
daerah tumbuh meningkat dibanding triwulan sebelumnya dengan peningkatan pertumbuhan yang lebih besar pada ekspor. Ekspor tercatat tumbuh cukup signifikan yakni dari 5,85% pada triwulan I 2016 menjadi 15,91% pada triwulan II 2016. Sejalan dengan hal tersebut, impor juga mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yakni dari 2,76% menjadi 13,44%. Selain karena meningkatnya permintaan menjelang Hari Raya, berlanjutnya tren penguatan rupiah menjadi salah satu faktor pendorong impor luar negeri.
Berdasarkan kontribusinya, konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama perekonomian Jawa Barat, dengan pangsa mencapai 62,30% terhadap PDRB Jawa Barat Pada triwulan ini, konsumsi rumah tangga masih menunjukkan peningkatan kinerja yang
Peningkatan kinerja perekonomian Jawa Barat triwulan II 2016 didorong oleh meningkatnya kinerja mayoritas komponen permintaan, khususnya konsumsi pemerintah dan ekspor. Hal ini mengacu kepada pola penyerapan anggaran pemerintah yang cenderung terus meningkat hingga akhir tahun dan juga didukung oleh tingkat serapan anggaran yang lebih baik dibanding periode yang sama tahun lalu. Walaupun memberikan kontribusi yang relatif kecil terhadap PDRB Jawa Barat yakni sebesar 5,05% (Tabel 1.1), namun dengan pertumbuhan sebesar 7,83% (Tabel 1.2), andil konsumsi pemerintah terhadap laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat meningkat cukup besar dari 0,10% pada triwulan I 2016 menjadi 0,39% pada triwulan II 2016 (Tabel 1.3.). Selain itu, seiring dengan meningkatnya permintaan menjelang Lebaran, terjadi peningkatan transaksi antara daerah yang mendorong baik ekspor maupun impor antar
1.1. Sisi Permintaan
3 Ekonomi Makro Regional
pembangunan infrastruktur mendorong kegiatan
investasi terus meningkat, baik dari sisi investasi
bangunan maupun non bangunan. Hal ini juga
tercermin dari kenaikan andil investasi terhadap
pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi
dibanding komponen permintaan lainnya, yakni
dari 0,59% menjadi 1,50% (Tabel 1.3.).
cukup baik sehingga turut mendorong
peningkatan kinerja perekonomian. Pada
peringkat kedua, PMTB/investasi memberikan
kontribusi sebesar 25,48% terhadap PDRB,
relatif meningkat dibanding kontribusi pada
triwulan I 2016 sebesar 25,18%. Membaiknya
persepsi pelaku usaha serta percepatan
oleh PMTB dengan andil sebesar 1,50%.
Selanjutnya, dengan perkembangan ekspor
yang tumbuh lebih pesat daripada impor, net
ekspor memberikan andil terbesar ketiga yakni
sebesar 1,01%. Secara umum, mayoritas
komponen mengalami peningkatan andil
pertumbuhan dibanding triwulan sebelumnya
Pada aspek sumber pertumbuhan, konsumsi rumah tangga masih menjadi sumber pertumbuhan utama pada perekonomian Jawa Barat triwulan II 2016 dengan besaran kontribusi yang meningkat dibanding triwulan sebelumnya. Dengan laju pertumbuhan PDRB
sebesar 5,88% (yoy), konsumsi rumah tangga
memberikan andil sebesar 3,69% dan diikuti
Tabel 1.1Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Penggunaan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)
Tabel 1.2Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Penggunaan (% yoy)
2013 2014
2015 2016
2015
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Impor
Ekspor
Komponen Peggunaan
Konsusmi Rumah Tangga 63,60 62,91 63,41 62,28 62,30 63,78 62,94 63,80 62,30
5,38 5,34 4,33 4,95 5,70 6,81 5,46 4,21 5,05
24,54 25,72 25,88 25,49 25,14 25,88 25,59 25,18 25,48
34,67 35,58 35,66 33,01 35,56 42,75 36,77 35,90 36,14
33,68 35,59 34,74 31,54 33,45 43,85 35,92 33,96 33,79
I II IIIr) I IIr)
r) r)
r) r) IV
2013 2014
2015 2016
2015
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Impor
Ekspor
PDRB
Komponen Peggunaan
Konsusmi Rumah Tangga 4,37 3,95 5,23 5,22 4,07 5,76 5,07 5,78 5,92
0,89 4,16 -2,33 6,10 12,28 11,59 7,56 2,30 7,83
-1,02 10,17 8,53 7,23 5,23 -2,06 4,50 2,30 5,87
-6,29 7,85 16,11 1,88 12,284,06 8,53 5,85 15,91
-17,47 11,06 12,37 -6,25 0,46 16,61 6,02 2,76 13,44
6,33 5,09 4,91 4,94 5,02 5,23 5,03 5,13 5,88
I II IIIr) I IIr)
r) r)
r) r) IV
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Perhitungan Sta� BIKet: r) Angka Revisi
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Perhitungan Sta� BIKet: r) Angka Revisi
4KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
inventori sejalan dengan meningkatnya
permintaan masyarakat khususnya terhadap
barang jadi menjelang momentum Lebaran
sehingga semakin menurunkan jumlah
persediaan/inventori.
(kecuali konsumsi LNPRT dan perubahan
inventori), dengan kenaikan andil terbesar pada
PMTB (0,90%) dan konsumsi pemerintah
(0,29%). Khususnya penurunan laju
pertumbuhan dan andil pada perubahan
terbanyak secara nasional sehingga konsumsin-
ya juga didominasi oleh kebutuhan dasar.
Adapun pertumbuhan 2 (dua) komponen
konsumsi rumah tangga utama yakni makanan
dan minuman (7,23%) serta transportasi dan
komunikasi (5,99%) mengalami peningkatan
laju pertumbuhan dibanding triwulan sebelumn-
ya, sejalan dengan perkembangan seasonal
berupa persiapan menjelang Hari Raya dan libur
panjang yang diikuti dengan tradisi mudik
(Grafik 1.2). Di sisi lain, konsumsi perlengkapan
rumah tangga mengalami perlambatan diband-
ing triwulan sebelumnya yang mencerminkan
peralihan pola konsumsi masyarakat dari kebu-
tuhan tidak mendesak untuk memenuhi season-
al spending-nya yang mendesak.
Konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwulan II 2016 dengan pangsa sebesar 62,30%. Laju pertumbuhan konsumsi
rumah tangga pada triwulan II 2016 tercatat
sebesar 5,92% (yoy) meningkat dibandingkan
laju pertumbuhan pada triwulan I 2016 sebesar
5,78%. Peningkatan kinerja komponen ini yang
menjadi salah satu faktor pendorong tingginya
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada triwu-
lan II 2016.
Berdasarkan struktur komponen penyusunnya,
konsumsi rumah tangga di Jawa Barat didomi-
nasi oleh konsumsi makanan dan minuman
selain restoran dengan pangsa sebesar 35,79%
dan diikuti oleh transportasi dan komunikasi
(28,30%) serta perumahan dan perlengkapan
rumah tangga (12,39%) (Tabel 1.4). Karakteristik
ini sejalan dengan profil demografi Jawa Barat
sebagai provinsi dengan jumlah penduduk
1.1.1. KonsumsiKonsumsi Rumah TanggaEvaluasi Triwulan II 2016
Tabel 1.3Sumber Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat Berdasarkan Komponen Penggunaan (%)
2014
2015 2016
2015
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Dikurangi Impor
Ekspor
PDRB
Komponen Peggunaan
Konsusmi Rumah Tangga 2,51 3,30 3,25 2,56 3,66 3,19 3,66 3,69
0,22 -0,11 0,30 0,66 0,74 0,40 0,10 0,39
2,49 2,13 1,80 1,31 -0,57 1,16 0,59 1,50
2,72 5,19 0,64 4,921,46 3,03 2,09 5,25
3,72 4,01 -2,21 0,22 6,57 2,14 0,96 4,24
5,09 4,91 4,94 5,02 5,23 5,03 5,13 5,88
I II IIIr) I IIr)
r)
r) r) IV
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat, Perhitungan Sta� BIKet: r) Angka Revisi
5 Ekonomi Makro Regional
peningkatan pada periode laporan (Grafik 1.3).
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)
meningkat dari 88,5 pada triwulan I menjadi
90,4 pada triwulan II. Berdasarkan komponen
penyusunnya, hal ini didorong oleh
peningkatan indeks konsumsi barang
kebutuhan lama dari 76,2 menjadi 85,6 pada
triwulan II 2016 (Grafik 1.4). Selain itu, dari sisi
alokasi pendapatan rumah tangga, terjadi
peningkatan pada share alokasi pendapatan
untuk konsumsi dari 63,6% menjadi 64,5% dari
total pendapatan, yang diikuti dengan
penurunan share pada alokasi tabungan dari
22,3% menjadi 21,2% (Grafik 1.5). Dari
perkembangan hasil survei konsumen pada
triwulan II ini dapat disimpulkan bahwa
keyakinan masyarakat umum secara umum
Meningkatnya konsumsi rumah tangga tercermin dari menguatnya optimisme dan kinerja ekonomi rumah tangga dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara umum,
peningkatan optimisme dan daya beli
masyarakat didorong oleh beberapa faktor
antara lain : (1) tingkat inflasi yang terkendali
dan relatif rendah; (2) berlanjutnya tren
penguatan nilai tukar rupiah; (3) penurunan
suku bunga kredit sebagai bentuk transmisi dari
pelonggaran kebijakan moneter (penurunan BI
Rate); dan (4) kebijakan pemerintah
memberikan gaji ke-13 dan ke-14 kepada PNS
menjelang Hari Raya. Berdasarkan hasil Survei
Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia,
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks
Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) mengalami
Tabel 1.4Struktur Konsumsi Rumah Tangga Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan (ADHK)
Grafik 1.2Pertumbuhan Komponen Konsumsi RT
Pakaian dan Alas Kaki
2014
2015 2016
2015
Perumahan dan PerlengkapanRumah Tangga
Kesehatan dan Pendidikan
Transportasi dan Komunikasi
Lainnya
Restoran dan Hotel
Konsumsi Rumah Tangga
4,69 4,73
Komponen Konsumsi Rumah Tangga
Makanan dan Minuman,Selain Restoran
4,28 4,92 4,74 4,80 4,74 4,80
34,88 35,28 35,36 35,45 35,58 35,42 35,54 35,79
12,28 12,18 12,23 12,34 12,63 12,35 12,57 12,39
6,57 6,51 6,47 6,47 6,34 6,44 6,35 6,28
28,42 28,22 28,29 28,05 28,11 28,16 28,20 28,30
7,05 6,93 6,83 6,856,80 6,85 6,86 6,77
6,16 6,15 6,01 5,97 5,75 5,97 5,74 5,66
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
I II IIIr) I IIr)
r)2013
4,75
34,33
12,54
6,51
28,60
7,34
5,93
100,00
r)
r) r) IV
% (yoy) Konsumsi RTTrasnsporkom
Mamin
7,23
7,23
5,99
Perlengkapan RT
2011 2012 2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2016
8
10
12
6
4
2
0
-2
Sumber: BPS Provinsi Jawa Barat. Perhitungan Sta� BIKet: r) Angka Revisi
6KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
diperkirakan mulai terjadi shifting dari penggu-
na sepeda motor ke mobil tipe LCGC. Dari sisi
perkembangan properti, Survei Harga Properti
Residensial (SHPR) oleh Bank Indonesia menun-
jukkan berlanjutnya peningkatan harga properti
setelah mengalami pertumbuhan terendahnya
pada akhir tahun 2015 (Grafik 1.7). Berdasarkan
tipe rumahnya, peningkatan harga jual properti
residensial khususnya terjadi pada tipe rumah
menengah dan besar (Grafik 1.8). Perkembangan
ini turut menjadi sinyal dari mulai membaiknya
keyakinan dan konsumsi masyarakat serta tidak
lagi terbatas pada pemenuhan kebutuhan
mendesak saja.
mulai pulih dan dicerminkan oleh semakin
meningkatnya kegiatan konsumsi. Khususnya
pada triwulan II hal ini juga tidak terlepas dari
periode Ramadhan yang hampir seluruhnya
berlangsung pada triwulan II dan persiapan
menjelang Lebaran.
Sejalan dengan hasil survei tersebut, mening-
katnya kegiatan konsumsi masyarakat juga
dikonfirmasi oleh beberapa indikator riil antara
lain meningkatnya laju pertumbuhan pendafa-
taran mobil pribadi baru yang tercatat di Dinas
Pendapatan Daerah. Pendaftaran mobil pribadi
baru tumbuh dari 9,40% pada triwulan I menja-
di 11,31% pada triwulan II (Grafik 1.6). Di sisi lain,
terjadi penurunan pada pendaftaran sepeda
motor baru. Hal ini diperkirakan karena adanya
kecenderungan masyarakat untuk mengganti
kendaraannya sebelum mudik Hari Raya.
Dengan perkembangan harga mobil yang
semakin terjangkau (khususnya LCGC),
7 Ekonomi Makro Regional
dengan pola seasonal menjelang Lebaran. Hal
ini juga dikonfirmasi melalui wawancara liaison
oleh Bank Indonesia kepada 48 (empat puluh
delapan) perusahaan di Jawa Barat yang secara
umum menyampaikan terjadi peningkatan laju
pertumbuhan penjualan domestik pada triwulan
II 2016 dibanding triwulan sebelumnya dengan
likert scale meningkat dari 0,14 pada triwulan I
2016 menjadi 0,73 (Grafik 1.10).
Dari sisi dunia usaha, respon terhadap peningkatan konsumsi rumah tangga juga tercermin dari peningkatan indeks perkembangan dunia usaha serta penjualan domestik. Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) menunjukkan terjadi peningkatan
kegiatan dunia usaha yang mengindikasikan
permintaan yang meningkat pada triwulan
laporan (Grafik 1.9). Peningkatan tertinggi
terjadi pada sektor perdagangan, sejalan
Grafik 1.3 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.4 Indeks Kondisi Ekonomi Saat IniSumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber: Dinas Pendapatan Daerah Jawa Barat, diolah
Sumber: Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia Sumber: Survei Harga Properti Residensial Bank Indonesia
Grafik 1.5 Penggunaan Pendapatan Rumah Tangga Grafik 1.6 Pendaftaran Mobil & Sepeda Motor Baru
Grafik 1.7 Perkembangan Harga Properti Residensial Grafik 1.8 Pertumbuhan Harga Properti Per Tipe
Indeks Konsidi Ekonomi Saat IniIndeks Keyakinan KonsumenIndeks Ekspektasi Konsumen
120,0
130,0
140,0
150,0
128,4
109,4
90,4
110,0
100,0
90,0
80,0
70,0
pes
imis
op
tim
is
2011 2012 2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2016
TabunganCicilan PinjamanKonsumsi
90
100
10
20
0
30
80
70
60
50
40
2012 2013 2014 2015 2016I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
64,5
14,3
21,2
Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama
Indeks Penghasilan Saat Ini
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Indeks Konsidi Ekonomi Saat Ini
90
100
110
120
140
130
80
70
60
50
40
pes
imis
2012 2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2016
5,87
11,31Sepeda Motor Baru
Growth yoy (%)
Mobil Pribadi baru
2014 2015 2016
I III II III IVI II III IV
25
20
15
10
5
0
-5
-10
-15
-25
-20
Indeks %
8
10
14
12
6
4
2
0
-2
220
230
240
250
210
200
190
180
170
2012
Growth (qtq)Growth (yoy)IHPR-LHS
2013 2014 2015
Q1 Q2Q1 Q4Q3Q2Q1 Q4Q3Q2Q1 Q4Q3Q2Q1 Q4Q3Q2
20162012
Tipe BesarTipe MenengahTipe Kecil
2013 2014 2015
Q1 Q2Q1 Q4Q3Q2Q1 Q4Q3Q2Q1 Q4Q3Q2Q1 Q4Q3Q2
2016
(%) YOY
1820
24
0
6
16141210
8
8KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
dengan berlanjutnya tren penguatan nilai tukar
rupiah, pertumbuhan impor barang konsumsi
juga kembali meningkat dari 7,21% (yoy) pada
triwulan I menjadi 7,24% (yoy) pada triwulan II
(Grafik 1.12). Adapun kelompok impor barang
konsumsi dengan peningkatan pertumbuhan
yang signifikan adalah impor kelompok barang
konsumsi yang bersifat semi-durable (jenis
barang yang tidak bertahan dalam jangka
waktu yang sangat lama seperti pakaian).
Dari sektor pertanian, hal ini dikonfirmasi oleh
perkembangan pertumbuhan tahunan NTP
Jawa Barat yang meningkat dari 0,37% (yoy)
menjadi 0,97% (yoy) pada triwulan II 2016
(Grafik 1.11). Hal ini menjadi indikator dari
potensi meningkatnya kegiatan konsumsi
khususnya masyarakat pedesaan seiring
dengan meningkatnya pendapatan. Selain itu,
dalam merespon meningkatnya permintaan
masyarakat menjelang Lebaran yang dibarengi
Rumah (KPR) yang tumbuh dari 13,38% menjadi
15,28%, di mana peningkatan ini terjadi pada
KPR seluruh tipe rumah (besar, kecil, dan
menengah). Perkembangan ini tidak terlepas
dari penurunan BI Rate yang berdampak
kepada penurunan suku bunga sejak awal
tahun, yakni antara lain suku bunga kredit
konsumsi (7 bps), KPR (22 bps) dan KKB (12
bps) (Grafik 1.15).
Dari indikator perbankan, meningkatnya kegiatan konsumsi rumah tangga juga tercermin dari peningkatan laju pertumbuhan kredit konsumsi, KPR dan multiguna dibanding triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit
konsumsi terus meningkat secara bertahap dari
13,0% pada triwulan I 2016 menjadi 13,6% pada
triwulan II 2016 (Grafik 1.13). Sejalan dengan hal
tersebut, penyaluran kredit multiguna juga
mengalami peningkatan laju pertumbuhan dari
16,60% menjadi 16,89% pada triwulan II 2016
(Grafik 1.14). Peningkatan yang cukup signifikan
terjadi pada penyaluran Kredit Pemilikan
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat (diolah)
Sumber: Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank IndonesiaGrafik 1.9 Indeks Perkembangan Dunia Usaha Grafik 1.10 Perkembangan Permintaan Domestik -
Grafik 1.11 Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 1.12 Perkembangan Impor Barang Konsumsi
PerdaganganPertanianIndustri PengolahanTotal
% SBT25
20
15
10
5
0
-5
-10
-15
2012 2013 2014 2015I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2016
Indeks
3
4
7
6
5
2
1
0
1,00
1,50
2,00
0,50
0,00
-0,50
2012Permintaan Domestik Konsumsi RT - kanan
2013 2014 2015
Q1 Q2Q1 Q4Q3Q2Q1 Q4Q3Q2Q1 Q4Q3Q2Q1 Q4Q3Q2
2016
5,92
0,73
2013 2014 2015Q1 Q2Q1 Q4Q3Q2Q1 Q4Q3Q2Q1 Q4Q3Q2
2016
NTP Jabar Growth - RHS % (yoy)Indeks
104
105
106
108
107
103
102
101
-1
0
2
2
1
1
-1
-2
-2
Impor Brg. Konsumsi g. Impor Brg. KonsumsiUSD Miliar
0,10
0,15
0,20
0,05
0,00
0,25
2012 2013 2014 2015I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2016
% (yoy)
20
30
40
70
80
100
90
60
50
10
0
-10
9 Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.13 Perkembangan Kredit Konsumsi Grafik 1.14 Perkembangan KPR, KKB, dan Multiguna
Grafik 1.15 Perkembangan Suku Bunga Kredit
lan II 2016 menjadi 0,14% (yoy) pada Juli 2016 (Grafik 1.16). Hal ini sejalan dengan perkembangan permintaan terhadap komoditas pangan pada periode Lebaran kali ini tidak sebesar periode sebelumnya sejalan dengan perjalanan mudik ke luar Jawa Barat oleh sebagian masyarakat. Dari sisi pembiayaan, pertumbuhan penyaluran kredit rumah tangga pada awal triwulan III 2016 (Juli 2016) juga mengalami perlambatan dibanding triwulan sebelumnya, yakni pada kredit konsumsi (dari 13,58% menjadi 13,15%) dan Kredit Pemilikan Rumah (dari 15,28% menjadi 14,64%), di mana penurunan terdalam terjadi pada kredit multiguna (dari 16,89% menjadi 9,72%) (Grafik 1.17). Hal ini terjadi di tengah suku bunganya yang secara konsisten masih mengalami penurunan. Secara umum, hal ini merupakan cerminan stabilisasi pada spending masyarakat yang telah meningkat cukup tinggi pada akhir triwulan II 2016 atau men-jelang Lebaran.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh melambat dibanding triwulan II 2016 pada rentang 5,6% - 6,0%. Hal ini sejalan dengan stabil-isasi pola konsumsi masyarakat pasca momentum Hari Raya, serta adanya pergeseran Bulan Ramad-han yang hampir seluruhnya berlangsung di triwu-lan II. Selain itu, selama periode mudik Lebaran, sebagian besar penduduk khususnya pada kota-kota sub urban (Bekasi, Bogor, Depok) melakukan perjalanan mudik ke luar Jawa Barat. Selain itu, selama berlangsungnya musim tanam komoditas beras dan di tengah kondisi cuaca dengan curah hujan tinggi yang berpotensi menurunkan volume panen komoditas hortikultu-ra, diperkirakan tingkat harga pangan akan relatif tinggi selama triwulan III dan berpotensi menurunkan daya beli masyarakat.Memasuki awal triwulan III 2016, daya beli masyarakat pedesaan yang tercermin dari perkembangan nilai tukar petani (NTP) tumbuh melambat yakni dari 0,97% (yoy) pada akhir triwu-
Tracking Triwulan III 2016
Kredit Konsumsi g. Kredit Konsumsi - rhs
2012 2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2016
Rp Triliun
100
150
200
50
0
250
% (yoy)
10
15
25
30
20
5
0
Multiguna - kananKPR KKB
2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2016
16,89
-0,52
15,28
% yoy40
35
30
25
20
15
10
5
0
-5
-10
-15
% (yoy)
40
60
100
120
80
20
-20
0
% (Suku Bunga Tertimbang) SB KreditSB KPR SB Kredit Konsumsi
SB KKB
2012 2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2016
10,78
11,64
13,38
11,78
pada triwulan II 2016 menjadi 63,8% pada triwu-
lan III 2016 (Grafik 1.19). Sementara di sisi lain,
share alokasi untuk tabungan mengalami
peningkatan, di mana masyarakat kembali
meningkatkan simpanannya setelah pada triwu-
lan II lalu digunakan dalam persiapan menjelang
Lebaran. Dari sisi pelaku usaha, tren perlam-
batan ini juga dikonfirmasi melalui hasil liaison
di mana likert scale permintaan domestik
menurun dari 0,73 menjadi 0,38 hingga perten-
gahan triwulan III 2016 (Grafik 1.20). Hal ini teru-
tama dikonfirmasi oleh contact liaison yang
bergerak di sektor manufaktur peralatan elek-
tronik rumah tangga (televisi), baik produk
televisi dari brand Jepang maupun Korea.
Selain itu, indikasi ini juga dikonfirmasi melalui
hasil survei dan wawancara liaison yang dilaku-
kan oleh Bank Indonesia hingga pertengahan
triwulan III 2016. Survei Penjualan Eceran
hingga Juli 2016 menunjukkan adanya
penurunan pada Indeks Penjualan Eceran Riil
(IPR) yang tumbuh melambat dari 21,16% (yoy)
pada triwulan II 2016 menjadi 7,85% (yoy)
hingga awal triwulan III 2016 (data s.d. Juli). Hal
ini terutama didorong oleh penurunan penjual-
an eceran pada kelompok barang utama yakni
makanan & minuman, peralatan komunikasi, dan
peralatan rumah tangga (Grafik 1.18). Survei
Konsumen hingga Agustus 2016 menunjukkan
adanya penurunan share alokasi pendapatan
(disposable income) untuk konsumsi dari 64,5%
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat (diolah)Grafik 1.16 Perkembangan Nilai Tukar Petani Grafik 1.17 Perkembangan KPR, KKB, dan Multiguna
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat (diolah)Grafik 1.18 Perkembangan Indeks Penjualan Riil Grafik 1.19 Struktur Penggunaan Pendapatan
Grafik 1.20 Permintaan Domestik - Liaison
10KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
tan. Hingga triwulan ini belanja operasional
pemerintah provinsi mencapai Rp7,50 Triliun
atau lebih tinggi dibanding realisasi belanja
operasional hingga triwulan II 2015 sebesar
Rp4,31 Triliun. Dengan demikian, realisasi belan-
ja operasional pada triwulan II 2016 ini tumbuh
signifikan yakni sebesar 73,96% (yoy) (Grafik
1.22). Sejalan dengan hal tersebut, tingkat sera-
pan belanja operasi terhadap pagu anggaran
pada triwulan II 2016 sebesar 40,24% lebih baik
dibandingkan tingkat serapan pada triwulan II
2015 sebesar 26,48%. Berdasarkan komponenn-
ya, hal ini didorong oleh tingkat serapan yang
tinggi pada pos belanja hibah (53,13%) yang
didorong oleh penyaluran Dana Bantuan Opera-
sional Sekolah (BOS). Meningkatnya serapan
belanja pemerintah ini juga tercermin pada
simpanan Pemerintah Daerah di perbankan
yang tumbuh melambat dari 24,6% (yoy) pada
triwulan I 2016 menjadi -12,4% (yoy) pada triwu-
lan II 2016 (Grafik 1.23). Kinerja pemerintah, baik di level pemerintah pusat maupun provinsi pada triwulan ini dalam merealisasikan anggaran belanja operasionalnya tergolong cukup baik dan mencerminkan adanya perbaikan khususnya pada APBD Provinsi. Hal ini yang kemudian mendorong konsumsi pemerin-tah menjadi salah satu faktor pendorong pertum-buhan ekonomi yang cukup tinggi pada triwulan II 2016.
Kinerja konsumsi pemerintah pada triwulan II 2016 mengalami peningkatan dibanding triwu-lan sebelumnya seiring dengan membaiknya pola serapan anggaran pemerintah. Pertumbu-
han konsumsi pemerintah pada triwulan II 2016
tercatat sebesar 7,83% (yoy) meningkat diband-
ing triwulan sebelumnya sebesar 2,30%. Secara
umum, peningkatan kinerja konsumsi pemerin-
tah ini sejalan dengan pola penyerapan yang
cenderung meningkat hingga akhir tahun.
Selain itu, hal ini juga didukung oleh semakin
membaiknya pola penyerapan anggaran belanja
dibanding periode yang sama tahun lalu.
Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada peri-
ode ini tercatat lebih tinggi dari tingkat pertum-
buhan pada triwulan II 2016 sebesar 6,10%
(yoy).
Realisasi belanja operasional Pemerintah Pusat
di Jawa Barat yang terdiri dari belanja pegawai,
belanja barang, dan belanja bantuan sosial
melalui APBN pada triwulan ini mencapai
Rp9,42 Triliun, sedikit menurun dibanding
triwulan II 2015 sebesar Rp10,04 Triliun atau
terkontraksi sebesar -6,18% (yoy) (Grafik 1.21).
Penurunan ini sejalan dengan kebijakan pemer-
intah melakukan pengetatan anggaran sehingga
pagu anggaran ke daerah juga mengalami
penurunan.
Sebaliknya, realisasi belanja pemerintah daerah
melalui APBD Provinsi mencatatkan peningka-
Konsumsi Pemerintah
Evaluasi Triwulan II 2016
Grafik 1.21Realisasi Belanja Operasional – APBN Jawa Barat
Grafik 1.22Realisasi Belanja Operasional – APBD Jawa Barat
% Serapan Belanja Terhadap Pagug. Belanja Pegawai, Barang, dan Bansos - kanan
2014 2015I II III IV I II IIIII IV I
2016
29,06
%
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
% (yoy)
5
10
20
25
30
15
0
-10
-5-6,18
% Serapan Belanja Terhadap Pagug. Belanja Operasi
2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2016
40,24
%
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
74,0
% (yoy)
20
40
80
100
60
-20
0
Sumber: Kanwil Perbendaharaan Jawa Barat Sumber: Biro Keuangan Pemprov Jawa Barat
11 Ekonomi Makro Regional
Konsumsi pemerintah diperkirakan kembali
mengalami akselerasi pada triwulan III 2016
pada rentang 10,0% - 10,4%. Hal ini sejalan
dengan sejalan dengan pola historis belanja
yang akan terus terakselerasi hingga akhir tahun
serta adanya momentum PON yang menyerap
belanja bantuan keuangan. Dalam rangka final-
isasi persiapan serta penyelanggaraan PON
pada September 2016 ini, diperkirakan serapan
belanja pemerintah akan semakin meningkat
pada triwulan III, khususnya dari pos belanja
bantuan keuangan. Penyelenggaraan PON ini
akan tersebar di 15 kab/kota di Jawa Barat. Dari
total alokasi anggaran untuk PON sebesar
Rp2,6 T, sebesar Rp800 M ditujukan untuk
penyelenggaraan pada hari-H.
Giro pemerintah masih tumbuh melambat pada
awal triwulan III 2016, yakni sebesar 21,1% (yoy)
dari triwulan sebelumnya sebesar 25,8% (Grafik
1.24). Hal ini menunjukkan terus meningkatnya
pemanfaatan anggaran pemerintah terus
melalui simpanannya pada perbankan. Selain
itu, Berdasarkan data pada situs Tim Evaluasi
dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA),
realisasi progress keuangan/belanja APBD
Provinsi Jawa Barat hingga Juli 2016 telah men-
capai 38,56% (meningkat dibanding triwulan II
2016 sebesar 32,95%). Adapun realisasi APBD
dari 11 Kab/Kota di Jawa Barat (dengan pangsa
anggaran sebesar 45% terhadap total se-Jawa
Barat) hingga bulan Juli 2016 mencapai 37,77%.
Walaupun sempat terkena sanksi konversi dana
perimbangan pada periode April lalu akibat
adanya saldo berlebih pada rekening pemerin-
tah di bank, dana tersebut sudah dicairkan kem-
bali dan dapat digunakan pada triwulan III 2016
ini.
Tracking Triwulan III 2016
Grafik 1.23Simpanan Pemda di Perbankan Jawa
Grafik 1.24Posisi Giro & Deposito Pemerintah di Bank
2013 2014 2015 2016
Simpanan Pemda g. Simpanan Pemda
I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
Rp Triliun
20
30
40
50
10
0
70
60
% (yoy)
0
10
30
40
20
-20
-10-12,4
12KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
13 Ekonomi Makro Regional
bangunan dengan pangsa sebesar 70,99% (Tabel
1.5). Pertumbuhan investasi bangunan cenderung
relatif stabil dan pada triwulan II 2016 mencatat-
kan pertumbuhan triwulanan tertinggi sejak
tahun 2014 (Grafik 1.25). Di sisi lain, investasi non
bangunan yang telah mencapai titik terendahnya
pada triwulan IV 2015 terus tumbuh meningkat
dan semakin membaik pada triwulan II 2016.
Investasi non bangunan yang umumnya bersum-
ber dari pelaku usaha/swasta ini menunjukkan
pulihnya persepsi pelaku usaha terhadap kondisi
ekonomi.
Pertumbuhan komponen Penanaman Modal
Tetap Bruto (PMTB) kembali mengalami pening-
katan dibanding triwulan sebelumnya yakni
tumbuh dari 2,30% pada triwulan I 2016 menjadi
5,87% pada triwulan II 2016. Peningkatan ini
didorong oleh semakin positifnya persepsi
pelaku usaha terhadap kondisi ekonomi serta
percepatan pembangunan proyek infrastruktur
pemerintah sehingga baik investasi bangunan
maupun non bangunan mengalami peningkatan
pertumbuhan pada triwulan ini. Adapun investa-
si di Jawa barat didominasi oleh investasi
1.1.2. Investasi
Evaluasi Triwulan II 2016
Tabel 1.5Struktur Komponen Investasi Provinsi Jawa Barat (% yoy)
Grafik 1.25Pertumbuhan Komponen Investasi
Investasi Bangunan
2013 2014
2015 2016
2015
Investasi non Bangunan
Total
77,43 73,24 69,14
Komponen Investasi
Struktur
71,43 74,77 75,74 72,74 70,29 70,99
22,57 26,76 30,86 28,57 25,53 24,26 27,16 29,71 29,01
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
I II IIIr) I IIr)
r) r)
r) r) IV
Investasi Non BangunanBangunan
2011 2012 2013 2014 2015I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2016
3,18
% yoy
50
40
30
20
10
0
-10
-20
-30
-40
-50
6,95
14KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
k h u s u s n y a d a l a m mempermudah kegiatan
investasi dan pengurusan perijinan juga menjadi
salah satu faktor pendorong. Dari 14 (empat
belas) Kawasan Industri yang ditetapkan
pemerintah untuk mengimplementasikan KLIK
(Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi),
sebanyak 5 Kawasan Industri tersebut berlokasi di
Jawa Barat.
Sementara itu, pada triwulan II 2016, nilai realisasi
PMA di Jawa Barat mencapai 1,2 Miliar USD atau
setara dengan Rp16,14 Triliun. Adapun
pertumbuhan PMA pada triwulan ini relatif lebih
rendah dibanding triwulan I 2016. Namun
demikian, minat investasi PMA tertinggi masih
berada di Jawa Barat (Grafik 1.27).
Peningkatan laju pertumbuhan investasi tersebut
juga dikonfirmasi oleh data Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI yang
menunjukkan bahwa pada triwulan II 2016 terjadi
akselerasi investasi di Jawa Barat khususnya yang
bersumber dari PMDN. Nilai realisasi PMDN pada
triwulan II 2016 sebesar Rp8,8 Triliun atau tumbuh
sebesar 83,50% (Grafik 1.20). Pertumbuhan
PMDN pada triwulan ini meningkat cukup
signifikan dibanding triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar -42,69%.Nilai realisasi investasi
tersebut menduduki peringkat kedua terbesar di
antara provinsi-provinsi lainnya di Indonesia
setelah Jawa Timur. Peningkatan PMDN tersebut
didorong oleh meningkatnya outlook dan
persepsi terhadap pemulihan kondisi ekonomi
serta merespon peningkatan permintaan
menjelang Lebaran. Selain itu, dukungan
implementasi Paket Kebijakan E k o n o m i
Grafik 1.26Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN) Jawa BaratGrafik 1.27
Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) Jawa Barat
2013 2014 2015 2016I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
PMDN Pertumbuhan (Axis Kanan)
Rp Miliar
4000
6000
8000
10.000
2000
0
12.000
% (yoy)
200300400500
800900
600700
100
-200-1000
83,5
2013 2014 2015 2016I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
PMA Pertumbuhan (Axis Kanan)
USD Juta
4000
1500
2000
500
0
2500% (yoy)
50
100
150
-100
-50
0-28,8
Sumber: BKPM RI, diolah Sta� BI Sumber: BKPM RI, diolah Sta� BI
15 Ekonomi Makro Regional
Meningkatnya investasi bangunan selain didorong
oleh percepatan pembangunan infrastruktur
strategis di Jawa Barat juga didukung oleh realisa-
si investasi bangunan oleh pihak swasta.
Berdasarkan informasi anekdotal, diketahui
bahwa selama triwulan II 2016 terdapat aktivitas
investasi berupa pembangunan yang dilakukan
oleh beberapa perusahaan besar antara lain:
Selain itu, meningkatnya investasi bangunan juga
terindikasi dari tingkat inflasi kelompok bahan
bangunan baik barang maupun jasa yang terus
meningkat pada triwulan II 2016 (Grafik 1.28)
dengan peningkatan yang lebih tinggi pada
kelompok jasa. Survei Kegiatan Dunia Usaha
(SKDU) yang dilakukan oleh Bank Indonesia juga
menunjukkan adanya peningkatan pada indeks
kegiatan dunia usaha untuk sektor konstruksi dari
-0,9 pada triwulan I 2016 ke 0,5 pada triwulan II
2016 (Grafik 1.29). Namun di sisi lain, penjualan
semen di Jawa Barat masih terus mengalami
penurunan khususnya sejak triwulan I 2016 (Grafik
1.30)
Peningkatan kinerja investasi khususnya yang
bersifat non-bangunan tercermin dari
peningkatan impor barang modal. Pada triwulan II
2016, impor barang modal ke Jawa Barat tumbuh
sebesar -8,0% atau membaik dibandingkan
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar -25,3%
(Grafik 1.31).
1Pembangunan infrastruktur jaringan BTS,
switching dengan nilai realisasi Rp60
Miliar pada salah satu pelaku usaha di
subsektor komunikasi
Peresmian pabrik LED TV terbaru dengan
nilai investasi sebesar Rp55 Miliar oleh
salah satu pelaku usaha di subsektor
elektronik, di mana pabrik ini menyerap
sekitar 172 orang tenaga kerja lokal dan 1
(satu) orang tenaga kerja asing serta
bekerja sama dengan 44 supplier lokal.
Mulai dibangunnya pabrik garmen baru di
Tasikmalaya dengan kapasitas produksi
6-7 juta pcs/tahun dan nilai investasi awal
sebesar USD 10 juta. Jika sudah
dioperasikan pada awal 2017 mendatang,
diperkirakan menyerap 3.700 tenaga kerja.
Peresmian pabrik beton baru di Subang
pada Juni 2016 dengan total nilai investasi
Rp181 Miliar.
1.
2.
3.
4.
Grafik 1.28Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan Bangunan
Grafik 1.29Perkembangan Kegiatan Dunia usaha Sektor Konstruksi -
SKDU
Bahan Bangunan
Bahan Bangunan Jasa
Bahan Banguan Barang
1
5
6
4
3
2
1
0
% (yoy)
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 6543
2015 2016
2012 2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2016
0,5
5
6
4
3
3
2
1
0
% SBT
16KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
outlet penjualan barang, perluasan bangunan,
maupun penambahan armada transportasi untuk
distribusi barang. Sejalan dengan hal tersebut,
hasil wawancara liaison pada triwulan II 2016 juga
menunjukkan peningkatan kegiatan investasi
yang tercermin dari likert scale investasi yang
meningkat dari 0,80 pada triwulan I 2016 menjadi
0,95 pada triwulan laporan (Grafik 1.33). Sejalan
dengan hasil SKDU, investasi pada ketiga sektor
ekonomi utama berdasarkan hasil liaison juga
mengalami peningkatan, dengan peningkatan
terbesar pada sektor pertanian (Grafik 1.33).
Secara umum, meningkatnya kegiatan investasi
pada triwulan II juga dikonfirmasi oleh hasil Survei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang menunjukkan
indeks perkembangan investasi seluruh lapangan
usaha pada triwulan I 2016 meningkat dari 5,80%
SBT pada triwulan I 2016 menjadi 15,67%SBT
pada triwulan laporan (Grafik 1.32). Secara
sektoral, peningkatan kegiatan investasi ini terjadi
di ketiga sektor ekonomi utama (industri pengo-
lahan, perdagangan, dan pertanian) dengan
peningkatan SBT tertinggi pada sektor perdagan-
gan (2,46%). Umumnya investasi pada sektor
perdagangan ini berupa penambahan jumlah
Grafik 1.30 Penjualan Semen Jawa Barat Grafik 1.31 Impor Barang Modal Jawa Barat
2012 2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2016
-1,6
3,0
3,5
2,5
1,5
2,0
1,0
0,5
-
Juta Ton
Penjualan Semen Pertumbuhan (Kanan)
(yoy)
0
5
20
25
10
15
-10
-5
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2012 2013 2014 2015 2016
USD Miliar
0,20
0,30
0,40
0,50
0,10
0,00
0,70
0,60
% (yoy)
50
100
150
250
200
-100
-50
0
-8.0
Impor Brg. Modal g. Impor Brg. Modal
Grafik 1.32Perkembangan Investasi Dunia Usaha - SKDU
Grafik 1.33Perkembangan Investasi Pelaku Usaha - Liaison
14121086420-2-4
2Likert Scale Growth (%)
2
1
0
0
1
1
2012 2013 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II IIIII IV I III III IV
Investasi - Liason g. PMTB-kanan
0.95
20
15
10
5
-5
2014 2015 2016
Tw I Tw II Tw II Tw II Tw II Tw II Tw II Tw II Tw II Tw II
0
SBT (%)TOTALPerdagangan
Industri PengolahanPertanian
subsektor industri pengolahan tertentu mengakui
bahwa dalam beberapa tahun ke depan
perusahaan akan secara bertahap mulai
meningkatkan level intensifikasi penggunaan
barang modal perusahaan dengan meningkatkan
jumlah mesin berteknologi tinggi, mengingat upah
tenaga kerja di Jawa Barat yang setiap tahun
selalu naik dan semakin membebani perusahaan.
Selain informasi anekdotal di atas, kegiatan
investasi secara umum juga terkonfirmasi melalui
wawancara liaison oleh Bank Indonesia kepada
sejumlah pelaku usaha besar di Jawa Barat.
Secara umum, investasi yang dilakukan pelaku
usaha khususnya di sektor industri pengolahan
adalah berupa pembelian mesin baru ataupun
pemeliharaan mesin. Responden liaison pada
17 Ekonomi Makro Regional
Tabel 1.6Investasi Pelaku Usaha di Jawa Barat
Sumber : Wawancara Liaison Bank Indonesia Periode Triwulan II 2016.
Maintenance mesin
Maintenance mesin
Pembelian mesin celup
Maintenance mesin
Pembelian tanah dan mesin pemotong kayuPembuatan workshop
Perdagangan besar dan eceran Renovasi dan Maintenance gedung
Hotel
Renovasi kamar mandi
Maintenace dan perbaikan fasilitas kamar
Perbaikan lahan parkir
Perbaikan pipa
PertanianRevitalisasi fasilitas pabrik
Pembangunan gudang penyimpanan pupuk
Pembelian pompa
Peternakan
Investasi Hatchery (Penetasan)
Investasi berupa 5 close house rangka besi dan 12 close house rangka kayu
Investasi pembanguan kandang peralatan
Pengangkutan
Komunkasi
Pembangunan gudang
Pembangunan infrastruktur jaringan BTS,switching, dll
Pembelian sejumlah pernakat komputer
Industri Pengolahan
Industri makanan danminuman
Pembangunan lini produksi baru meliputi perluasan pabrik danpengadaan mesin
Industri otomotif dankomponen
Industri tekstil danproduk tekstil
Industri furnitur
Perdaganan, Hotel,dan Restoran
Pertanian dan Peternakan
Pengakuan dan Komunikasi
Sektor Subsektor Investasi
semakin memperkuat sinyal rebound pada
ekspansi kredit investasi setelah sempat
mengalami penurunan pertumbuhan yang cukup
dalam pada tahun 2015. Selain didukung oleh
membaiknya iklim usaha dan iklim investasi,
perkembangan ini juga didukung oleh suku bunga
kredit investasi yang terus bergerak dalam tren
menurun seiring dengan pelonggaran kebijakan
moneter (penurunan suku bunga kebijakan/BI
Rate) (Grafik 1.35).
Pada sisi kredit, peningkatan laju pertumbuhan PMTB juga tercermin dari meningkatnya pertumbuhan kredit investasi pada triwulan laporan dibanding triwulan sebelumnya. Kredit
investasi untuk lokasi proyek di Jawa Barat pada
triwulan II 2016 tercatat sebesar Rp111,69 Triliun
atau tumbuh 8,39% (yoy) (Grafik 1.34). Laju
pertumbuhan kredit investasi pada triwulan ini
meningkat cukup signifikan dari triwulan I 2016
yang hanya tumbuh sebesar 4,12% (yoy). Hal ini
18KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Grafik 1.34 Perkembangan Kredit Investasi Jawa Grafik 1.35 Perkembangan Suku Bunga Kredit Investasi
8.4
kredit Investasig. kredit investasi-rhs
100%
120%
% (YOY)Rp Triliun
60
50
40
30
20
10
0
80%
60%
40%
20%
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2015 2016
I III III IV0%
II
% (Suku Bunga Tertimbang)
SB KreditSB Kredit Investasi - Kanan
13
11
11
11
10
10
101010
999
12
12
11
11
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2015 2016
I III III IV10
II
11.78
9.87
dalam waktu dekat adalah Tol Soroja yang akan
digunakan pada saat PON (akhir triwulan III
2016). Berikutnya adalah Bandara Internasional
Kertajati yang ditargetkan soft launch pada
pertengahan tahun 2017 mendatang dan sedang
dalam proses pembangunan infrastruktur darat
(seperti terminal). Selain itu, Pemerintah juga
berencana membangun Stasiun KRL di Telaga
Murni (Cikarang Barat) yang ditandai dengan
ground breaking pada tanggal 8 Agustus 2016.
Seiring dengan aktifnya berbagai proyek pemba-
ngunan ini, inflasi pada kelompok bahan bangu-
nan jasa terus meningkat khususnya sejak triwu-
lan II 2016 (Grafik 1.36).
Selain itu, Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
menunjukkan bahwa perkiraan investasi mening-
kat dari 16,89 SBT pada triwulan II 2016 menjadi
17,36 SBT pada triwulan III 2016 (Grafik 1.37).
Secara sektoral, kenaikan ini didorong oleh
sektor perdagangan dan pertanian (di tengah
berlangsungnya musim tanam) sementara
investasi sektor industri pengolahan diperkirakan
menurun.
Investasi diperkirakan kembali mengalami akselerasi pada triwulan III 2016 dengan tumbuh pada rentang 6,6% - 7,0%. Hal ini terjadi
seiring dengan membaiknya persepsi pelaku
usaha, implementasi kebijakan pemerintah
dalam mendorong kemudahan berinvestasi,
serta percepatan penyelesaian pembangunan
infrastruktur strategis oleh pemerintah. Perkem-
bangan daya beli masyarakat yang semakin
membaik dibanding tahun lalu serta berbagai
upaya pemerintah untuk mendorong kegiatan
ekonomi baik dari sisi kemudahan perizinan
maupun perpajakan menjadi salah faktor
pendorong meningkatnya kegiatan investasi
pelaku usaha. Implementasi Paket Kebijakan
berupa KLIK di 5 kawasan industri untuk men-
dorong investasi di Jawa Barat telah berjalan
dengan baik, di mana beberapa proyek sudah
memasuki tahap konstruksi.
Terdapat sejumlah proyek infrastruktur strategis
yang sedang menjadi fokus pembangunan
pemerintah di
Jawa Barat. Proyek yang ditargetkan selesai
Tracking Triwulan III 2016
19 Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.36 Inflasi Kelompok Bahan Bangunan Grafik 1.37 Perkiraan Investasi (SKDU)
sebelumnya yang tumbuh sebesar -7,27% (yoy)
(Grafik 1.38). Sejalan dengan hal tersebut, net
ekspor antar daerah pada triwulan II 2016 tumbuh
sebesar -15,01% (yoy), membaik dibanding
triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
-21,04% (yoy) (Grafik 1.39). Perbaikan kinerja net
ekspor luar negeri dan antar daerah ini didukung
oleh peningkatan permintaan dari mitra dagang
khususnya dalam negeri dalam menyambut
momentum Lebaran.
Neraca perdagangan Jawa Barat pada triwulan II 2016 secara total mencatatkan surplus. Pencapaian ini khususnya didukung oleh kinerja
net ekspor luar negeri selalu mencatatkan surplus
dan meningkat pada triwulan II 2016 menjadi
Rp29,6 Triliun (ADHK 2010) atau Rp42,24 Triliun
(ADHB). Di sisi lain, net ekspor antar daerah Jawa
Barat masih tetap mencatatkan defisit
sebagaimana karakterisrik historisnya, di mana
defisit pada triwulan II 2016 sebesar Rp22,11
Triliun (ADHK 2010) atau Rp52,51 Triliun (ADHB).
Namun demikian, kinerja pertumbuhan net
ekspor baik luar negeri maupun antar daerah
pada triwulan II 2016 membaik dibanding
triwulan sebelumnya. Net ekspor luar negeri Jawa
Barat pada triwulan II 2016 tumbuh sebesar
-2,82% (yoy), membaik dibanding triwulan
1.1.3. Ekspor Impor
Evaluasi Triwulan II 2016
Tabel 1.7Struktur Ekspor-Impor Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan (%)
Komponen 2013r)
64.81
35.19
37.88
62.12
63.45
36.55
36.31
63.69
60.38
39.64
34.36
65.64
65.77
34.23
36.79
63.21
59.40
40.60
34.48
65.54
50.17
49.83
26.48
73.54
58.33
41.67
32.47
67.53
55.72
44.28
34.00
66.00
57.45
42.55
33.98
66.02
2014r)2015
20152016
Ir) IIr) Ir) IIIIIr) IV
Ekspor
Ekspor Luar Negeri
Ekspor Antar Provinsi
Impor
Impor Luar Negeri
Impor Antar Provinsi
20KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
ayam ras dan telur ayam ras. Seiring dengan aksel-
erasi pertumbuhan ekonomi nasional, perekono-
mian mayoritas kawasan di Indonesia juga turut
mengalami peningkatan (kecuali Maluku & Papua)
(Grafik 1.40). Sejalan dengan hal tersebut, pertum-
buhan kawasan Jawa dan Sumatera yang menjadi
mitra dagang utama Jawa Barat juga mengalami
akselerasi dibanding triwulan sebelumnya.
Berdasarkan Survei Konsumen Bank Indonesia,
peningkatan keyakinan konsumen terjadi di Jawa
Tengah (dari 119,40 menjadi 125,47) dan Sumatera
Selatan (dari 116,93 menjadi 124,73) (Grafik 1.41).
Net ekspor antar daerah pada triwulan ini men-
galami akselerasi dari -21,04% (yoy) menjadi
-15,01% (yoy). Peningkatan kinerja net ekspor ini
terutama didorong oleh pertumbuhan ekspor
antara daerah yang meningkat cukup signifikan
yakni dari 18,26% (yoy) pada triwulan I menjadi
44,06% (yoy) pada triwulan II 2016. Hal ini tidak
terlepas dari momentum menyambut Lebaran di
awal triwulan III yang meningkat permintaan baik
dari produk pertanian maupun produk industri
pengolahan (otomotif, elektronik, tekstil).
Sebagaimana diketahui, Jawa Barat merupakan
provinsi dengan penyumbang PDRB sektor indus-
tri pengolahan terbesar terhadap PDB nasional.
Selain itu, Jawa Barat juga menjadi salah satu
lumbung beberapa produk pangan seperti daging
Grafik 2.32Pertumbuhan Ekonomi Kawasan di Indonesia (yoy)
Grafik 2.33IKK Provinsi Mitra Dagang Jawa Barat (Survei Konsumen
Bank Indonesia)
Grafik 1.38Perkembangan Neraca Perdagangan
Luar Negeri Jawa Barat
Grafik 1.39Perkembangan Neraca Perdagangan
Antar Daerah Jawa Barat
Ekspor-Impor Antar Daerah
2011
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II I IIIII IV10
15
20
25
30
35
Rp TriliunNet ekspor LN g. ekspor LN g. impor LN
2012 2013 2014 2015 2016
50
40
30
20
10
0
-10
-20
50
-5-10-15
-20-25-30-35-40-45
Rp TriliunNet ekspor DN g. ekspor DN g. impor DN
2011
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II I IIIII IV
2012 2013 2014 2015 2016
200
150
100
50
0
-50
g. PDRB (%, yoy)
Tw II’16
Tw I’16
-4 -2 0 2 4 6 8 10
Maluku & Papua
Sulawesi
Kalimantan
Balnustra
Jawa
SumateraI II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2015
I II
2016
140
130
120
110
100
90
80
70
60
Indeks DKI JakartaSumut
Jateng JatimSumsel
21 Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.40Perkembangan Nilai & Volume Ekspor Jawa Barat
Grafik 1.41Penjualan Ekspor Pelaku Usaha – Liaison
Bank Indonesia
Barat pada triwulan ini mencapai USD6.499 juta,
meningkat dibanding triwulan I sebesar USD5.890
juta. Peningkatan permintaan ekspor ini juga
dikonfirmasi melalui wawancara liaison kepada
pelaku usaha di Jawa Barat, di mana pada likert
scale permintaan ekspor membaik dari -0,05 pada
triwulan I 2016 menjadi 0,54 pada triwulan II 2016
(Grafik 1.43). Sama halnya dengan perkembangan
ekspor FOB, likert scale penjualan ekspor Jawa
Barat untuk pertama kalinya bernilai positif
setelah sejak awal 2015 bernilai negatif.
Kinerja ekspor luar negeri riil (ADHK 2010) Jawa
Barat mengalami akselerasi yakni dari -2,30%
(yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 1,25% (yoy)
pada triwulan II 2016. Sejalan dengan hal tersebut,
nilai ekspor FOB (freight on board) pada triwulan
ini juga meningkat dari -3,94% (yoy) pada
triwulan I 2016 menjadi 1,57% (yoy) pada triwulan
II 2016 (Grafik 1.42). Dengan demikian, untuk
pertama kalinya kinerja pertumbuhan ekspor FOB
Jawa Barat kembali mengalami pertumbuhan
positif setelah sejak awal 2015 secara konsisten
mengalami kontraksi. Total nilai ekspor FOB Jawa
oleh subkelompok kendaraan (tumbuh dari 1,0%
menjadi 24,6%) serta elektronik (tumbuh dari
-13,1% menjadi -4,6%) (Grafik 1.45). Negara tujuan
ekspor utama untuk produk kendaraan dari Jawa
Barat adalah Thailand (30,36%) dan Jepang
(11,08%). Pertumbuhan ekspor kendaraan kepada
dua negara mitra dagang tersebut mengalami
pertumbuhan yang cukup signifikan pada
triwulan II, di mana ekspor ke Thailand tumbuh
dari -6,41% (yoy) menjadi 14,23% (yoy) sementara
ekspor ke Jepang tumbuh dari 32,28% menjadi
63,20%.
Ekspor luar negeri produk manufaktur yang memegang pangsa sekitar 99,5% terhadap total ekspor luar negeri Jawa Barat mengalami akselerasi pertumbuhan pada triwulan II 2016. Berdasarkan pangsanya, komoditas ekspor
terbesar dari Jawa Barat adalah dari
subkelompok Tekstil dan Produk Tekstil (23%),
diikuti oleh Elektronik (15,9%), Mesin (8,9%), serta
Kendaraan (8,5%) (Grafik 1.44). Pertumbuhan
ekspor luar negeri produk manufaktur Jawa Barat
pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 1,7%,
membaik dibanding pertumbuhan triwulan
sebelumnya sebesar -3,9%. Secara khusus,
peningkatan kinerja ekspor luar negeri ini dialami
Ekspor-Impor Luar NegeriEkspor Luar Negeri
I II III IV
20132012
I II III IV
2014
I II III IV I III IIIII IV
2015 2016
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
-5.00
-10.00
-15.00
Growth yoy (%) Growth Ekspor Growth Volume Ekspor
1.6
-4.7
2 15
10
5
0
-5
-10
2
1
1
0
-1
-1I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2015
I II
2016
Likert Scale Penjualan Ekspor - Liaison % (yoy)
-1.57
0.54
Ekspor LN (rhs)
22KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Grafik 1.42Struktur
Komoditas Ekspor
Jawa Barat
Grafik 1.43Pertumbuhan Ekspor Manufaktur Jawa Barat
Tabel 1.8Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama Jawa Barat (HS 2 Digit)
dalam tren meningkat. Sejalan dengan hal
tersebut, pertumbuhan ekspor ke ASEAN juga
kembali membaik dari -5,55% (yoy) menjadi
-1,64% pada triwulan II 2016. Ketidakpastian yang
terus berkembang di beberapa negara-negara
maju utama mendorong investasi yang semakin
meningkat ke negara-negara berkembang
sehingga mendorong perekonomiannya
diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan
negara maju. Adapun ekspor ke Eropa juga
kembali meningkat yakni dari 0,31% (yoy) menjadi
5,25% (yoy) pada triwulan II. Hal ini turut
dikonfirmasi oleh perkembangan Purchasing
Managers Index (PMI) Eropa yang meningkat dari
51,70 pada triwulan I menjadi 52,00 pada triwulan
II (Grafik 1.47).
Sementara itu dari sisi negara tujuan, terlihat bahwa pertumbuhan ekspor Jawa Barat ke tiga kawasan tujuan ekspor utama (ASEAN, Amerika Serikat, dan Eropa) terus mencatatkan peningkatan secara konsisten sejak awal tahun. Nilai ekspor FOB dari Jawa Barat ke ASEAN,
Amerika Serikat, dan Eropa tercatat
masing-masing sebesar USD1.331 juta, USD1.392
juta dan USD972 juta. Pertumbuhan ekspor ke
kawasan utama yakni Amerika Serikat kembali
membaik yakni dari 1,14% (yoy) menjadi 5,56%
(yoy) pada triwulan II 2016 (Grafik 1.46).
Perbaikan pada ekonomi Amerika Serikat yang
terus berlanjut tercermin dari sektor tenaga kerja
yang terus membaik dan meningkatnya
pendapatan rumah tangga serta personal
consumption expenditure (PCE) yang berada
4,9%
6,9%
7,2%
7,2%
7,9%
8,5%
8,9%
15,9%
23,0
% TPT
Elektronik
Mesin
Kendaraan
Karet & Plastic
Kimia
Kulit
Makanan danMinuman
60.0%
50.0%
40.0%
30.0%
20.0%
10.0%
0.0%
-10.0%
-20.0%I II III IV
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2015
I II
2016
%(yoy) ManufakturKaret & Plastik
TPTKendaraan
Elektronik
Tw I 2016
Komoditas (H S 2 Digit)
85 - Elect. machinery, sound rec., tvetc 956 16,23
8,86
7,41
7,20
6,21
5,96
5,71
5,29
3,67
3,54
3,27
26,65
522
436
424
366
351
337
312
216
208
193
1570
5891
84 - Nuclear react., boilers, mech. appli.
87 - Vehicles other than railway
61 - Articles of apparel accesories
62 - Articles of apparel acces. not knit
40 - Rubber and articles thereof
64 - Footwear, part of such articles.
55 - Man-made staple fibres
54 - Man-made filaments
48 - Paper and paperboard
39 - Plastic and articles thereof
Lainnya
Total
Nilai Ekspor(Juta USD)
Pangsa(%)
Tw II 2016
Komoditas (H S 2 Digit)
85 - Elect. machinery, sound rec., tvetc 1017 15,65
10,07
7,52
7,44
6,48
6,23
5,65
4,63
3,62
3,21
2,93
26,57
654
489
483
421
405
367
301
235
209
191
1727
6500
84 - Nuclear react., boilers, mech. appli.
87 - Vehicles other than railway
61 - Articles of apparel accesories
62 - Articles of apparel acces. not knit
40 - Rubber and articles thereof
64 - Footwear, part of such articles.
55 - Man-made staple fibres
54 - Man-made filaments
48 - Paper and paperboard
39 - Plastic and articles thereof
Lainnya
Total
Nilai Ekspor(Juta USD)
Pangsa(%)
23 Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.44Ekspor Jawa Barat ke Negara/Kawasan Tujuan Utama
Grafik 1.45Perkembangan PMI Negara Mitra Dagang Utama
Grafik 1.46Perkembangan Nilai Volume Impor Jawa Barat
Grafik 1.47Pangsa Komoditas Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan
Barat pada triwulan ini mencapai USD2.921 juta, meningkat dibanding triwulan I sebesar USD2.735 juta. Sejak awal tahun hingga akhir semester I 2106, perkembangan nilai tukar rupiah terhadap USD secara konsisten berada dalam tren menguat (Grafik 1.49) sehingga semakin mengurangi beban impor.
Kinerja impor luar negeri riil (ADHK 2010) Jawa Barat juga kembali mengalami akselerasi yakni dari 1,70% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 4,80% (yoy) pada triwulan II 2016. Sejalan dengan hal tersebut, nilai impor CIF pada triwulan ini juga meningkat dari -3,24% (yoy) pada triwulan I 2016 menjadi 2,27% (yoy) pada triwulan II 2016 (Grafik 1.48). Total nilai impor CIF Jawa
2016. Meningkatnya impor barang modal ini juga sejalan dengan perkembangan investasi non-bangunan di Jawa Barat yang mulai meningkat pada triwulan II 2016. Selanjutnya, impor bahan baku juga meningkat dari 0,67% (yoy) menjadi 3,89% (yoy) pada triwulan II 2016. Sejalan dengan perkembangan impor barang modal, kenaikan impor bahan baku juga terutama terjadi pada bahan baku spare part dan aksesoris kendaraan bermotor.
Berdasarkan jenis penggunaannya, impor ke Jawa Barat didominasi oleh impor bahan baku (79,57%), sedangkan impor barang modal dan barang konsumsi masing-masing memiliki pangsa 13,82% dan 6,61% (Grafik 1.50). Secara umum, pertumbuhan impor ketiga kelompok barang mengalami peningkatan dibanding triwulan sebelumnya, dengan peningkatan terbesar pada impor barang modal dari -25,27% (yoy) menjadi -7,99% (yoy) pada triwulan II 2016 (Grafik 1.51). Secara khusus, peningkatan ini terjadi pada impor barang modal untuk kebutuhan manufaktur kendaraan & komponennya yakni dari -24,38% (yoy) pada triwulan I menjadi 110,80% (yoy) pada triwulan II
Impor Luar Negeri
Lainnya
ASEAN
Eropa
USA
g.ASEAN-rhs
g.Eropa-rhs
g.USA-rhs
2012 2013 2014 2015I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2016
%
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
-5
0
5
15
10
-20
-15
-10
JepangChinaEuro US
2012 2013 2014 2015I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2016
Index58
56
54
50
52
48
46
44
42
40
2012 2013 2014 2015 2016
Growth yoy (%)
0,00
5,00
10,0015,00
20,0025,00
-5,00-10,00
-15,00
-20,00
-25,00
Growth Impor Growth Volume Impor
12,9
2,3
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
IDR/USD Monthly Average Quarterly Average
9/3/2
015
10/3/2
015
11/3/2
015
12/3/2
015
1/3/2
016
2/3/2
016
3/3/2
016
4/3/2
016
5/3/2
016
6/3/2
016
7/3/2
016
8/3/2
016
8/3/2
015
USD/IDR
13.800
14.000
14.200
14.400
14.600
14.800
15.000
13.600
13.400
13.200
13.000
24 KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Di sisi lain, meningkatnya prospek ekspor luar
negeri khususnya manufaktur dari Jawa Barat
turut meningkatkan prospek pertumbuhan impor
luar negeri, khususnya bahan baku yang menjadi
komoditas impor utama Jawa Barat. Masih
berlanjutnya tren penguatan/apresiasi rupiah
hingga Agustus 2016 diprakirakan dapat menjadi
pertimbangan perusahaan untuk melakukan
stock building seiring dengan beban valas yang
lebih rendah. Implementasi salah satu poin dalam
Paket Kebijakan Ekonomi Jilid II yakni insentif
fasilitas di Kawasan Pusat Logistik Berikat (PLB)
yang membebaskan bea masuk impor di PLB
dapat menjadi pertimbangan pelaku usaha di
subsektor TPT untuk meningkatkan impor kapas
ke depannya. Dengan adanya gudang kapas
pada PLB di Cikarang Dry Port, maka beban
logistik impor kapas akan semakin murah. Selain
itu, dengan berlangsungnya musim tanam serta
adanya kendala cuaca, diperkirakan transaksi
impor antar daerah akan meningkat khususnya
terkait pemenuhan kebutuhan pangan.
Kinerja ekspor Jawa Barat juga diperkirakan kem-
bali mengalami akselerasi pada triwulan III 2016
dengan tumbuh pada rentang 15,8% - 16,2%.
Sejalan dengan hal tersebut, kinerja impor juga
diperkirakan kembali meningkat pada rentang
14,1% - 14.5%. Peningkatan kinerja ekspor khusus-
nya luar negeri seiring dengan perbaikan secara
bertahap pada perekonomian negara tujuan
ekspor utama khususnya Amerika Serikat serta
ASEAN yang masih tumbuh solid. Selain itu,
strategi diversifikasi ekspor yang terus diterapkan
oleh pelaku usaha juga berperan dalam peningka-
tan ekspor. Peningkatan harga beberapa komodi-
tas dunia, khususnya minyak mentah umumnya
akan diikuti dengan peningkatan harga jual
beberapa produk ekspor Jawa Barat khususnya
produk tekstil dengan bahan polyester. Perdagan-
gan antar daerah juga diperkirakan meningkat
khususnya mengacu kepada prospek pertumbu-
han DKI Jakarta yang menjadi tujuan ekspor
utama seiring dengan reformasi strukturalnya,
serta meningkatnya pertumbuhan provinsi mitra
dagang lainnya seperti Jawa Tengah, Jawa Timur,
dan Banten.
Tracking Triwulan III 2016
Grafik 1.48Pangsa Komoditas Impor Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 1.49Perkembangan Impor Jenis Penggunaan
I II III IV2013
Bahan Baku Konsumsi Modal100%90%80%70%60%50%40%30%20%10%0%
I II III IV2014
I II I IIIII IV2015 2016
1008060
40
20
0
-20
-40
% (YOY) % (YOY)Bahan Baku Brg Konsumsi Brg Modal - kanan
2011I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II I IIIII IV
2012 2013 2014 2015 2016
250
200
150
100
50
0
-50
-100
25 Ekonomi Makro Regional
penopang utama perekonomian Jawa Barat
dengan pangsa mencapai 75,05%. Industri
pengolahan yang pada triwulan II tumbuh 5,46%
dengan pangsa sebesar 43,13% menjadi motor
utama penggerak perekonomian Jawa Barat
Pada triwulan II 2016, 4 (empat) lapangan usaha
yang terdiri dari Industri Pengolahan; Perdagan-
gan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor; Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan; serta Konstruksi masih menjadi
yang rendah menyebabkan panen berjalan lancar
dan produktivitas pertanian meningkat. Di samp-
ing itu berbagai program pemerintah Jawa Barat
dalam rangka pembangunan ketahanan pangan
juga turut mendorong kinerja lapangan usaha
pertanian, seperti: optimalisasi pemanfaatan
lahan sawah melalui peningkatan lndeks Pertana-
man (IP), pengembangan ahan pertanian pangan
berkelanjutan untuk antisipasi alih fungsi lahan,
pencetakan sawah baru dan perbaikan serta
pemeliharaan jaringan irigasi. Pada triwulan ini,
lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi men-
galami pertumbuhan tertinggi mencapai 18,46%.
Kondisi perekonomian yang membaik
berdampak pada peningkatan permodalan dan
likuiditas perbankan di triwulan II 2016. Hal ini
juga mendorong perbankan lebih percaya diri
dalam menyalurkan kredit, tercermin dari penyal-
uran kredit perbankan Jawa Barat yang tumbuh
dari 10,06% ke 10,44%.
Dari sisi lapangan usaha, tiga lapangan usaha
utama penopang perekonomian Jawa Barat yakni
industri pengolahan, perdagangan besar-eceran
& reparasi mobil-motor serta pertanian, kehutan-
an, perikanan tumbuh meningkat dibandingkan
triwulan sebelumnya. lndustri pengolahan masih
memberikan andil pertumbuhan terbesar (2,36%),
diikuti dengan lapangan usaha perdagangan
(0,65%) dan konstruksi (0,55%).
Sebagaimana prakiraan Bank Indonesia sebelum-
nya, lapangan usaha pengolahan dan perdagan-
gan pada triwulan II 2016 ini tumbuh meningkat
sebagai bentuk respon pelaku usaha terhadap
kenaikan permintaan masyarakat yang didorong
oleh menguatnya keyakinan konsumen serta
momen Ramadhan dan Lebaran. Sementara itu,
lapangan usaha pertanian memberikan andil
0,42% dengan laju pertumbuhan yang menggem-
birakan dari sebelumnya -1,90% ke 4,87% (yoy).
Kondisi cuaca yang stabil dengan efek La Nina
Tabel 1.9Struktur PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan
Sumber: BPS, hasil kalkulasi staf BIKet: r) Angka Revisi
1.2. Sisi Penawaran
Lapangan Usaha 2013r)
2.48
43.68
0.08
8.03
2.20
43.88
0.08
8.62
2.25
43.49
0.08
7.73
2.31
43.31
0.08
7.93
2.30
42.94
0.08
8.23
2.23
44.03
0.08
8.62
2.27
43.44
0.08
8.13
2.07
43.53
0.08
7.81
1.93
8.45 6.42 8.40 8.69 8.03 5.67 7.71 7.84 8.61
0.56 0.56 0.47 0.48 0.47 0.50 0.48 0.47 0.44
16.25 16.50 15.60 15.56 15.83 16.08 15.77 15.20 15.31
4.39 4.64 4.73 4.66 4.75 4.63 4.69 4.84 4.71
2.38 2.34 2.44 2.48 2.46 2.49 2.47 2.53 2.50
2.80 3.34 3.43 3.41 3.43 3.61 3.47 3.81 3.69
2.41 2.42 2.48 2.29 2.46 2.54 2.45 2.60 2.56
1.15 1.16 1.16 1.14 1.14 1.15 1.15 1.19 1.15
0.39 0.40 0.41 0.41 0.41 0.41 0.41 0.42 0.41
2.16 2.16 1.99 1.95 2.13 2.20 2.07 1.99 2.10
2.35 2.61 2.61 2.63 2.67 2.82 2.69 2.75 2.66
0.61 0.69 0.74 0.72 0.72 0.76 0.74 0.78 0.73
1.86 1.96 1.98 1.96 1.96 2.09 2.00 2.09 2.00
100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
43.13
0.08
8.01
2014r)2015
20152016
Ir) IIr) Ir) IIIIIr) IV
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik, Gas
Pengadaan Air
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi & Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanandan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa Lainnya
PDRB
26KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Sumber: BPS, perhitungan staf BIKet: r) Angka Revisi
Sumber: BPS, hasil kalkulasi staf BIKet: r) Angka Revisi
Tabel 1.11Andil Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha
Tabel 1.10Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat Berdasarkan Lapangan Usaha (% yoy)
Lapangan Usaha 2013r)
-1.25
7.19
6.50
8.15
1.57
5.11
5.95
5.45
-8.42
3.98
9.84
6.02
5.31
3.23
6.62
5.18
-0.25
4.86
6.87
7.63
6.53
5.58
0.78
5.11
0.54
4.42
5.88
5.98
-3.38
5.24
2.46
6.17
-11.64
4.50 0.58 4.55 5.62 -4.99 -5.63 0.12 -1.88 4.87
8.15 4.79 -12.67 -6.67 -7.95 -5.32 -8.14 3.63 -2.84
5.21 3.31 3.58 3.93 4.64 2.53 3.66 2.41 4.16
4.91 7.78 11.22 11.31 11.10 4.98 9.58 7.57 6.90
4.75 6.00 8.24 6.34 6.09 11.89 8.10 9.24 6.68
9.10 17.47 17.96 19.12 14.87 13.73 16.31 16.71 14.43
12.42 4.36 8.88 1.78 7.95 10.72 7.36 10.18 18.46
5.41 4.46 7.21 6.47 4.23 4.07 5.46 7.93 6.86
7.79 6.92 6.44 8.01 8.88 9.21 8.15 7.71 6.61
-1.39 0.46 0.98 4.38 8.76 7.10 5.38 5.01 13.95
8.93 14.43 7.95 8.43 10.43 13.72 10.19 10.66 7.30
6.61 15.78 14.71 12.82 13.00 15.98 14.14 11.86 7.33
7.88 8.80 8.03 7.96 7.94 11.78 8.96 10.88 7.81
6.33 5.09 4.91 4.94 5.02 5.23 5.03 5.13 5.88
5.46
5.62
6.95
2014r)2015
20152016
Ir) IIr) Ir) IIIIIr) IV
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik, Gas
Pengadaan Air
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi & Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanandan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa Lainnya
PDRB
Administrasi Pemerintahan, Pertahanandan Jaminan Sosial Wajib
Pertambangan dan Penggalian
2014
2015 2016
2015
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik, Gas
Pengadaan Air
Perdangangan Besar dan Eceran, danReparasi Mobil dan Sepeda Motor
Konstruksi
Transportasi dan Pergudangan
Informasi dan Komunikasi
Penyediaan Akomodasi dan Makanan
Jasa Keuangan
Real Estate
Jasa Perusahaan
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa Lainnya
PDRB
0,04 -0,22
Lapanangan Usaha
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
-0,12 -0,01 0,14 0,01 -0,08 -0,27
0,05 0,38 0,49 -0,44 -0,36 0,01 -0,16 0,42
2,23 1,75 1,42 2,09 2,45 1,93 2,28 2,36
0,03 -0,07 -0,04 -0,04 -0,03 -0,04 0,02 -0,01
0,00 0,01 0,01 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00
0,44 0,46 0,41 0,440,61 0,48 0,48 0,55
0,54 0,57 0,62 0,74 0,42 0,59 0,38 0,65
0,34 0,50 0,50 0,50 0,23 0,43 0,36 0,32
0,14 0,19 0,16 0,15 0,28 0,19 0,23 0,17
0,49 0,55 0,58 0,47 0,46 0,51 0,57 0,49
0,10 0,10 0,09 0,09 0,11 0,10 0,09 0,05
0,16 0,15 0,15 0,23 0,23 0,17 0,22 0,15
5,09 4,91 4,94 5,02 5,23 5,03 5,13 5,88
0,11 0,21 0,04 0,19 0,26 0,18 0,25 0,42
0,05 0,08 0,07 0,05 0,05 0,06 0,09 0,08
0,03 0,03 0,03 0,03 0,04 0,03 0,03 0,03
0,01 0,02 0,09 0,18 0,15 0,11 0,10
0,270,34 0,20 0,21 0,27 0,36 0,26 0,28
0,19
I II IIIr) I IIr)
r)
r) r) IV
27 Ekonomi Makro Regional
Peningkatan kinerja Sektor Industri Pengolahan tidak lepas dari dampak menguatnya konsumsi masyarakat. Hal ini terkonfirmasi dari hasil survei konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) meningkat dari 106,5 menjadi 109,4 pada Tw II 2016, diikuti peningkatan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) dan Indeks Ekonomi Kedepan (IEK). Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) Tw II 2016 meningkat dari 88,5 menjadi 90,4. Peningkatan ini diikuti oleh peningkatan pada komponen penyusunannya dengan kenaikan terbesar pada Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama (durable goods) yakni dari 76,2 menjadi 85,6. Selain menunjukkan peningkatan keyakinan masyarakat, indeks konsumsi durable goods ini juga merupakan sinyal positif meningkatnya konsumsi mas-yarakat atas produk otomotif dan elektronik yang merupakan salah satu unggulan manufak-tur Jabar.
Kinerja lapangan usaha atau Sektor Industri Pengolahan pada triwulan II 2016 tercatat meningkat pada level 5,46% (yoy) lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya sebesar 5,24% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan Sektor Indus-tri Pengolahan Jawa Barat terutama bersumber dari membaiknya kinerja industri alat angkutan yang memiliki pangsa kurang lebih 18,55% dari total industri pengolahan di Jawa Barat. Di samping itu, kinerja industri pengolahan makanan dan minuman juga terindikasi membaik sejalan dengan meningkatnya permintaan mas-yarakat selama bulan Ramadhan. Meski demiki-an, berdasarkan data produksi industri manufak-tur BPS Provinsi Jawa Barat yang dirilis pada triwulan II 2016, produksi industri manfaktur besar dan sedang tercatat mengalami pertum-buhan tahunan sebesar 9,45%, relatif stabil dibandingkan pertumbuhan triwulan I 2016 sebesar 9,47%. Demikian halnya pertumbuhan tahunan produksi industri manufaktur mikro kecil yang tercatat melambat dari triwulan I 2016 sebesar 2,81% menjadi 2,33% di triwulan II 2016.
1.2.1. Industri Pengolahan
Evaluasi Triwulan II 2016
Grafik 1.50 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 1.51 Indeks Kondisi Ekonomi
109,4
128,4
90,4
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
70,0
80,0
90,0
100,0
110,0
120,0
130,0
140,0
150,0
2012 2013 2014 2015 2016I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Penghasilan Saat Ini
Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama
2012 2013 2014 2015 2016
Pesi
mis
Opt
imis
40,0
50,0
60,0
80,0
70,0
90,0
100,0
120,0
110,0
130,0
140,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
28KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
-5,35% menjadi 8,87%. Perbaikan kinerja ini
diprediksi masih akan berlanjut hingga triwulan III
2016. Penjualan ekspor produk otomotif juga
tercatat meningkat signifikan baik kategori CBU
(Complete Built Up), CKD (Complete Knock
Down) set dan komponen yang meningkat
masing-masing dari -28,87% ke 1,93%; 24,79% ke
122,64%; dan 13,16% ke 44,81%. Peningkatan
penjualan ekspor otomotif memberikan sinyal
perbaikan yang diaharapkan bertahan hingga
akhir tahun 2016, setelah pada tahun sebelumnya
sempat mengalami kontraksi.
Peningkatan kinerja Sub Sektor Industri Alat
Angkutan di Jawa Barat terkonfirmasi dari
peningkatan produksi mobil nasional serta
penjualan mobil nasional baik penjualan domestik
maupun penjualan ekspor, di mana industri alat
angkutan Jawa Barat memiliki pangsa terbesar
terhadap industri manufaktur alat angkutan
nasional. Berdasarkan data GAIKINDO, produksi
mobil nasional hingga Tw II 2016 menunjukkan
perbaikan pertumbuhan yang signifikan dari
-5,05% menjadi 13,36%. Selain itu, penjualan
domestik mobil nasional juga meningkat dari
Grafik 1.54 Ekspor Mobil Nasional
Grafik 1.52 Produksi Mobil Nasional Grafik 1.53 Penjualan Mobil Nasional
13,36%
2014 2015 2016
0
50.000
100.000
200.000
150.000
250.000
350.000
300.000
400.000
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
-5,00%
-10,00%
-15,00%
-20,00%
Produksi g.Produksi
I II III IV I II IIIII IV I
8,87%
0
50.000
100.000
200.000
150.000
250.000
350.000
300.000
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
-5,00%
-10,00%
-15,00%
-20,00%
-25,00%
Market g.Market
2014 2015 2016I II III IV I II IIIII IV I
g_Ekspor (CBU)
g_Ekspor (CKD SET)
g_EKspor (components)-pieces
2014 2015 2016
0
50.000
100.000
200.000
150.000
250.000
300.000
I II III IV I II IIIII IV I
Sumber: GAIKINDO, diolah Sumber: GAIKINDO, diolah
Sumber: GAIKINDO, diolah
29 Ekonomi Makro Regional
menjadi -7,3%). Di samping itu, pada triwulan II
2016 terdapat kenaikan impor bahan baku dipros-
es dari 1,7% menjadi 7,4% yang mengindikasikan
peningkatan proses produksi oleh perusahaan
manufaktur.
Peningkatan performa industri manufaktur Jawa
Barat juga tercermin dari kinerja ekspor produk
manufaktur Jawa Barat yang pada triwulan II 2016
mengalami peningkatan pertumbuhan dari -3,9%
menjadi -1,8%, khususnya untuk kendaraan (dari
7,4% menjadi 14,9%) dan elektronik (dari -13,1%
dapi permintaan produk tekstil yg meningkat
selama Ramadhan dan Lebaran. Selain itu, indeks
penggunaan tenaga kerja, investasi dan harga jual
industri pengolahan di triwulan II 2016 juga
menunjukkan peningkatan (masing-masing -2,20
ke -1,93 SBT, 1,51 ke 2,49 SBT dan 3,88 ke 4,18
SBT). Kenaikan penggunaan tenaga kerja merupa-
kan respon perusahaan dalam menghadapi
kenaikan permintaan sedangkan kenaikan indeks
investasi menunjukkan adanya performa usaha
positif yang membuat perusahaan memiliki
kemampuan untuk ekspansi.
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) oleh Bank
Indonesia turut mengkonfirmasi hal ini. Hasil
SKDU mengindikasikan bahwa industri pengolah-
an mencatatkan pertumbuhan dibanding triwulan
I 2016, terlihat dari peningkatan indeks realisasi
usaha manufaktur yang cukup signifikan dari
-6,28 ke 2,49 SBT. Peningkatan kinerja manufaktur
ini didorong oleh membaiknya permintaan ekspor
maupun domestik khususnya menghadapi
Ramadhan dan Lebaran di akhir Tw II 2016. Dari
SKDU juga terlihat peningkatan kapasitas produk-
si industri manufaktur dari 77,93% ke 78,69%,
seperti industri tekstil yang kapasitasnya mening-
kat dari 79,23% ke 80,11% sebagai respon mengha-
Grafik 1.55 Produksi Mobil Nasional Grafik 1.56 Penjualan Mobil Nasional
Grafik 1.57 Indeks SKDU Grafik 1.58 Kapasitas Produksi - SKDU
Karet & Plastik
Manufaktur
TPT
Kendaraan
Elektronik
2012 2013 2014 2015 2016
% (yoy)
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
-10,00%
-20,00%I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
Impor Barang Konsumsi Non Durable
Impor Bahan Baku Diproses
7,4
200
% (YOY)
150
100
50
0
-50
2012 2013 2014 2015 2016
% (yoy)
-10
-5
0
5
10
15
-15
-20
12,5
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
Tenaga Kerja
Realisasi Usaha
Investasi
Harga Jual
2012 2013 2014 2015 2016
% SBT
-10
-5
0
5
10
15
-15
4,18
1,89
-1,93
2,49
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
TekstilKap Produksi
2012 2013 2014 2015 2016
%
60
65
70
75
80
85
90
55
80,11
78,69
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
Sumber: GAIKINDO, diolah
30KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
menyebutkan bahwa pembiayaan perusahaan manufaktur lebih banyak berasal dari non-bank (parent company) dengan proporsi rata-rata: pembiayaan investasi sebesar 28,2% (bank) dan 71,70% (non bank) dan pembiayaan modal kerja 28,01% (bank) dan 71,99& (non bank). Dengan demikian, meski laju pertumbuhan kredit manu-faktur melambat namun kinerja sektor dapat tetap tumbuh karena pembiayaan yang sebagian besar berasal dari parent company (non-bank). Namun demikian, repayment capacity industri pengolahan perlu diwaspadai, khususnya subsek-tor Mamin dan Elektronik yang mengalami kenaikan NPL cukup tinggi, dari 3,12% di Tw I men-jadi 13,96% untuk Mamin, sedangkan elektronik dari 1,99% menjadi 14,40%. Selain itu, risiko nilai tukar atas pembiayaan dari parent company di luar negeri juga perlu diwaspadai.
Informasi liaison mengindikasikan bahwa penjual-an eskpor perusahaan manufaktur mencatatkan pertumbuhan yangg meningkat sebagai dampak dari mulai membaiknya kondisi perekonomian negara mitra dagang, di samping mulai dilakukan-nya diversifikasi negara tujuan ekspor. Selain itu, penjualan domestik juga terindikasi tumbuh meningkat sebagai dampak dari momen Ramad-han dan Lebaran yang mendorong produksi sektor pengolahan khususnya makana minuman dan tekstil.Di sisi lain, perkembangan kredit atau pembiayaan dari perbankan pada Sektor Industri Pengolahan masih tumbuh melambat. Laju pertumbuhan kredit industri pengolahan pada triwulan II 2016 menurun dari 3,51 (yoy) menjadi -2,14 (yoy) yang dibarengi dengan kenaikan NPL dari 2,55% menja-di 4,80%. Meski demikian, informasi liaison
Tw II sebesar 92,0 menjadi 97,0. Peningkatan ini diikuti oleh peningkatan pada komponen peny-usunannya dengan kenaikan terbesar pada Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama (dari 87,4 menjadi 92,4). Selain menunjukkan peningka-tan keyakinan masyarakat, indeks konsumsi dura-ble goods ini juga sinyal positif meningkatnya konsumsi masyarakat atas produk otomotif dan elektronik yg merupakan salah satu unggulan manufaktur Jawa Barat. Namun demikian, laju pertumbuhan kredit industri pengolahan yang pada Juli 2016 menurun dari -2,14 (yoy) menjadi -4,21 (yoy) menjadi sinyal bahwa pertumbuhan industri pengolahan akan sedikit tertahan diband-ingkan triwulan II 2016.
Industri pengolahan di triwulan III 2016 diperkira-kan tumbuh stabil dibandingkan triwulan II, kinerja industri otomotif diperkirakan masih positif namun berlalunya momen Ramadhan membuat pertumbuhan industri manufaktur khususnya mamin dan tekstil tidak setinggi sebelumnya. Industri pengolahan di triwulan III 2016 diperkira-kan tumbuh dalam kisaran 5,2% - 5,6% (yoy). Indikasi ini juga sejalan dengan Prompt Manufac-turing Index (PMI) Prakiraan industri pengolahan yang mengalami peningkatan dari 47,44% ke 55,55%, dengan peningkatan utama di indeks prakiraan volume produksi dan penggunaan tenaga kerja. Selain itu, Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) hingga Agustus 2016 meningkat dari
Tracking Triwulan III 2016
Grafik 1.59 Prompt Manufacturing Indeks Grafik 1.60 Kredit Industri PengolahanSumber: Survei Bank Indonesia
31 Ekonomi Makro Regional
sebesar 7,2%. Peningkatan ini terutama didominasi
oleh impor bahan makanan yang naik signifikan
dari -49,0% ke 383,9%. Selain itu, perdagangan
besar seperti otomotif dan elektronik juga
tercatat membaik yang terkonfirmasi dari
peningkatan indeks Konsumsi Barang Kebutuhan
Tahan Lama (durable goods) dari 76,2 menjadi
85,6. Peningkatan penjualan kendaraan
b e r m o t o r t e r k o n fi r m a s i d a r i
meningkatnya pengajuan ijin kepemilikan
kendaraan bermotor khususnya mobil yang
mengalami pertumbuhan dari 9,40% ke 11,31%.
Sementara itu, subsektor reparasi juga tercatat
mengalami peningkatan seir ing dengan
meningkatnya permintaan servis dan reparasi
kendaraan menjelang musim mudik. Hal ini
terkonfirmasi dari peningkatan indeks penjualan
riil (IPR) suku cadang dari 12,67% di triwulan I 2016
menjadi 29,36% yang menunjukkan naikknya
harga suku cadang akibat kenaikan permintaan.
Kinerja lapangan usaha perdagangan besar,
eceran & reparasi pada triwulan II 2016 meningkat
dari triwulan s e b e l u m n y a s e i r i n g d e n g a n
meningkatnya keyakinan konsumen dan sesuai
pola historis kenaikan konsumsi barang eceran
saat Ramadhan, Lebaran dan Libur Sekolah yang
jatuh di bulan yg sama. Kinerja lapangan usaha
Perdagangan Besar-Eceran & Reparasi
Mobil-Sepeda Motor tumbuh dari 2,41% menjadi
4,16% d i t r i w u l a n I I 2 0 1 6 .
Sama halnya dengan kinerja industri pengolahan,
peningkatan kinerja sektor perdagangan di
triwulan II 2016 juga merupakan dampak dari
peningkatan konsumsi masyarakat, terutama yang
didorong oleh momen Ramadhan dan Tahun
Ajaran Baru. Pola historis pembelian barang
konsumsi terutama mamin yang meningkat saat
Ramadhan dan menjelang Hari Raya salah satunya
t e r c e r m i n d a r i p e r t u m b u h a n impor
barang konsumsi pada triwulan II 2016 sebesar
7,9% meningkat dibandingkan triwulan I 2016
Grafik 1.61 Impor Barang Konsumsi Grafik 1.62 Indeks konsumsi durable goods
Grafik 1.63Pengajuan Izin Kepemilikan Kendaraan Bermotor
Grafik 1.64 Indeks Penjualan Riil Suku Cadang
1.2.2. Perdagangan Besar-Eceran & Reparasi Mobil-Sepeda Motor
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
Impor Bahan Makanan - kanan
Impor Barang Konsumsi
2012 2013 2014 2015 2016
% (YOY)
0
1020
30
4050
6070
80
90100
-10
300
400
500
% (YOY)
200
100
0
-100
-200
7,9
383,9
Mobil Pribadi Baru
11,31
2014 2015 2016
Growth yoy (%)
-10
-5
0
5
10
15
20
25
-15
-25
-20
I II III IV I II IIIII IV I 2013 2014 2015 2016
Indeks (Rebase 2010)
0
5
10
15
20
25 IPR Suku Cadang dan AksesoriGrowth yoy (%)
-10
0
10
20
30
40
50
50
70
-20
29,16
I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)
2012 2013 2014 2015 2016
70,0
80,0
90,0
100,0
110,0
120,0
130,0
140,0
150,0137,6
116,5
95,4
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
Pesi
mis
Opt
imis
Evaluasi Triwulan II 2016
32KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
penggunaan tenaga kerja merupakan respon
perusahaan dalam menghadapi tingginya
permintaan sedangkan kenaikan indeks investasi-
menunjukkan adanya performa usaha positif yang
membuat perusahaan memiliki kemampuan
menambah investasi. Namun, indeks harga jual
sektor perdagangan menunjukkan penurunan dari
6,46 ke 4,52 SBT. Dengan kondisi peningkatan
volume penjualan, hal ini mengindikasikan pelaku
usaha perdagangan menurunkan harga jual untuk
menarik lebih banyak pembeli dalam merespon
persaingan penjualan di momen Ramadhan dan
Lebaran.
Peningkatan kinerja Sektor Perdagangan
dan Reparasi juga terkonfimasi dari indeks
realisasi usaha SKDU. Hasil SKDU mengindi-
kasikan bahwa sektor perdagangan men-
catatkan pertumbuhan dibanding triwulan I
2016, terlihat dari peningkatan indeks realisasi
usaha yang signifikan dari -1,03 ke 7,55 SBT. Hal ini
disebabkan meningkatnya penjualan barang retail
khususnya mamin ketika Ramadhan. Pertumbu-
han tersebut juga terindikasi dari peningkatan
indeks penggunaan tenaga kerja dan investasi
sektor perdagangan dari 0,16 ke 2,57 SBT (tenaga
kerja) dan 0,16 ke 2,46 SBT (investasi). Kenaikan
Grafik 1.65 SKDU Perdagangan Grafik 1.66 Indeks Harga Jual
Grafik 1.67 Kredit Sektor Perdagangan Grafik 1.68 Kredit Konsumsi
konsumsi pada triwulan II 2016 juga meningkat
dibandingkan triwulan I 2016, yakni dari 13,00%
menjadi 13,58%. Meski demikian repayment
capacity sektor perdagangan yang ditunjukkan
dari peningkatan NPL dari 4,74% mjd 4,82%
(mendekati 5%) perlu diwaspadai.
Dari segi perbankan, pembiayaan perbankan
pada sektor perdagangan melalui kredit
mengalami pertumbuhan pada triwulan II 2016,
meningkat dari 7,91% (yoy) menjadi 9,45% (yoy).
Hal ini menjukkan meningkatnya kepercayaan
perbankan pada kinerja sektor perdagangan di
triwulan II 2016. Laju pertumbuhan kredit
Tenaga KerjaRealisasi Usaha Investasi
% SBT
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
-8
2012 2013 2014 2015 2016
7,55
2,46
2,57
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
2012 2013 2014 2015 2016
% SBT
2
3
-2
5
6
7
8
9
10
1
Harga Jual
4,52
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
Tenaga KerjaIPR Suku Cadang dan Aksesori
2013 2014 2015 2016
10,00
0,00
20,00
30,00
40,00
50,00
60,00
70,00
90,00
80,00
5,00
0,00
10,00
15,00
20,00
25,00
30,00
35,00
45,00
50,00
YOY
40,00
9,45
I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
GrowthKK
2013 2014 2015 2016I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
50,00
0,00
100,00
150,00
200,00
250,00
5,00
0,00
10,00
15,00
20,00
25,00YOY
13,58
33 Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.69 Indeks Penjualan Eceran (IPR) Grafik 1.70 IPR Suku Cadang
Grafik 1.71 Kredit Sektor Perdagangan hingga Juli 2016 Grafik 1.72 Kredit Konsumsi hingga Juli 2016
35,0% ke 26,0% yang menunjukkan perlambatan pada kinerja subsektor servis kendaraan bermotor yang ditunjukkan dengan adanya penurunan permintaan atas suku cadang. Pembiayaan perbankan pada sektor perdagangan melalui kredit juga mengalami perlambatan pada Juli 2016, turun dari 9,45% (yoy) menjadi 8,95% (yoy). Hal ini menunjukkan sektor perdagangan mulai membatasi ekspansi seiring berlalunya momen Ramadhan yang turut mengurangi jumpah permintaan masyarakat akan barang-barang konsumsi. Selain itu, laju pertumbuhan kredit konsumsi pada Juli 2016 juga menurun dibanding-kan triwulan II 2016 (dari 13,58% menjadi 13,15%) seiring mulai normalnya kebutuhan konsumsi masyarakat dengan berlalunya Ramadhan dan Tahun Ajaran Baru.
Kinerja lapangan usaha Perdagangan besar, eceran & reparasi pada TW III 2016 diperkirakan melambat dibanding triwulan sebelumnya seiring dengan berlalunya momen Ramadhan dan Tahun Ajaran Baru. Pada triwulan II 2016 lapangan usaha ini diperkirakan tumbuh dalam kisaran 3,7% - 4,1%. Meski indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mening-kat dari 111,9 di triwulan II 2016 menjadi 118,2 pada Tw III (Agustus) 2016, diikuti peningkatan IKE dan IEK namun Indeks Penjualan Riil menunjukkan arah perlambatan dibandingkan triwulan sebel-umnya, dari 15,2% menjadi 7,8%, terutama terlihat dalam penurunan IPR makanan minuman dan tembakau yang turun dari 12,1% ke 8,6%. Penurunan indeks ini menunjukkan berkurangnya permintaan barang eceran di masyarakat. Sejalan dengan IPR makanan minuman dan tembakau, IPR suku cadang juga mengalami penurunan dari
Tracking Triwulan III 2016
Grafik 1.73 SKDU Pertanian Grafik 1.74 Perkiraan Dampak La Nina
1.3.3. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
tidak terkendala. Peningkatan kinerja sektor
pertanian triwulan II 2016 juga tercermin dari
peningkatan prognosa produksi dibanding triwu-
lan sebelumnya pada beberapa komoditas, seperti
: bawang merah, cabai merah dan cabai rawit
(informasi Dispertan Jabar). Realisasi produktivi-
tas padi sawah hingga Juni 2016 telah mencapai
101,77% sedangkan padi ladang sebesar 112,52%
dari sasaran tahun 2016 (kuintal/hektar). Kondisi
cuaca yang lebih baik dibandingkan tahun 2015
menyebabkan produksi beras pada musim panen
tahap I 2016 ini lebih baik dibandingkan tahun
sebelumnya. Demikian halnya dengan produktivi-
tas kentang yang mencapai 140,09% (kuintal/Ha)
dan bawang merah 10,69% (Kuintal/Ha) dari sasa-
ran. Informasi dari BMKG menyebutkan bahwa
pada triwulan II 2016, dampak iklim global di Jawa
Barat masuk kategori moderat (La Nina lemah)
sehingga tidak menyebabkan curah hujan berlebih
yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman
pangan serta ternak.
Kinerja sektor Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan pada triwulan laporan tumbuh sebesar
4,17% setelah pada triwulan sebelumnya terkon-
traksi -1,88%. Peningkatan kinerja Sektor Pertanian
yang cukup signifikan terutama disebabkan oleh
pergeseran masa tanam akibat El Nino. Masa
tanam yang seharusnya berada pada triwulan IV
2015 bergeser menjadi triwulan I 2016 sehingga
panen raya terjadi di triwulan II 2016. Berdasarkan
hasil liaison, kondisi cuaca yang baik pada triwu-
lan II 2016 mendukung keberlangsungan musim
panen serta peningkatan kualitas komoditas
khususnya produk holtikultura seperti cabai. Hasil
SKDU mengindikasikan bahwa sektor pertanian
mencatatkan pertumbuhan dibanding Tw I 2016,
terlihat dari peningkatan indeks realisasi usaha
dari 0,09 ke 5,38 SBT. Pertumbuhan tersebut juga
terindikasi dari peningkatan indeks penggunaan
tenaga kerja dan investasi sektor pertanian dari
-1,24 ke 0,78 SBT (tenaga kerja) dan 0,54 ke 2,36
SBT (investasi). Kondisi cuaca yang mendukung
dengan efek La Nina yang lemah membuat panen
Tenaga Kerja
Realisasi Usaha
Investasi
2012 2013 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
% SBT
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
-8
5,38
0,70
2,36
Oct
Jul
Ap
r
Jan 2016
Oct
Jul
Ap
r
Jan 2015
Oct
Jul
Ap
r
Jan 2014
Oct
Jul
Ap
r
Jan 2013
Oct
Jul
Ap
r
Jan 2012
Oct
Jul
Ap
r
Jan 2011
Oct
Jul
Ap
r
Jan 2010
Oct
Jul
Ap
r
Jan 200
9
Aliran massa uap air dariIndonesia SamuderaPasifik
Aliran massa uap air dariSamudera Pasifik Indonesia
3,0
3,5
2,5
1,5
2,0
1,0
0,5
-3,0
-3,5
-2,5
-1,5
-2,0
-1,0
-0,5
0
El Nino Kuat
El Nino Kuat
El Nino Moderate
El Nino Moderate
Ind
eks
Nin
o
El Nino Lemah
El Nino Lemah
Normal
CurrentJamstec
NCEP/NOAABoM
BMKG
34KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Evaluasi Triwulan II 2016
Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II 2016
yang mengalami peningkatan dibandingkan
triwulan I 2016. Peningkatan NTP merupakan
indikasi kesejahteraan petani mengalami
perbaikan akibat naiknya daya beli petani di
pedesaan. Hal ini tercermin dari indeks yang
diterima petani naik lebih tinggi dibandingkan
dengan indeks yang dibayar petani. Peningkatan
NTP tersebut juga dapat disebabkan oleh
membaiknya kondisi panen pada triwulan laporan.
Peningkatan NTP Jawa Barat pada triwulan II 2016
didorong oleh NTP subsektor hortikultura,
tanaman pangan dan perikanan. Sedangkan NTP
subsektor tanaman perkebunan rakyat dan NTP
peternakan tumbuh melambat pada triwulan II
2016. Subsektor yang mengalami pertumbuhan
NTP paling besar adalah subsector holtikultura
yang tumbuh sebesar 6,48%, diikuti dengan
subsektor perikanan dan tanaman pangan yang
masing-masing tumbuh 0,25% dan -2,06%.
Program pemerintah dalam rangka pembangunan
ketahanan pangan juga diperkirakan ikut
mendorong kinerja sektor pertanian, seperti:
optimalisasi pemanfaatan lahan sawah melalui
peningkatan Indeks Pertanaman (IP),
pengembangan lahan pertanian pangan
berkelanjutan untuk antisipasi alih fungsi lahan,
pencetakan sawah baru, perbaikan dan
pemeliharaan jaringan irigasi, perbaikan teknologi
budidaya, serta pengembangan konservasi,
rehabilitasi lahan dan air. Selain itu, program
Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang menambah
luas tambah tanam (LTT) sebanyak 962.625
hektar untuk periode April sampai September
2016 diperkirakan semakin mendorong
produktivitas pertanian hingga akhir tahun.
Hingga Juli lalu target dimaksud telah terpenuhi
69,42%.
Peningkatan kinerja lapangan ushaa pertanian
juga terkonfirmasi dari pertumbuhan tahunan
35 Ekonomi Makro Regional
Grafik 1.75 NTP Jawa Barat dan Komponen Penyusunnya Grafik 1.76 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Barat
Grafik 1.77 Kredit Sektor Pertanian Grafik 1.78 NPL Sektor Pertanian
dari 3,89% menjadi 4,19% yang dibarengi dengan penurunan NPL dari 7,02% menjadi 6,99%. Pertumbuhan penyaluran kredit di sektor ini mengindikasikan adanya peningkatan kinerja di sektor pertanian.
Di sisi lain, perkembangan kredit atau pem-biayaan dari perbankan pada sektor pertanian juga terlihat mengalami pertumbuhan dibanding triwulan sebelumnya. Laju pertumbuhan kredit sektor pertanian pada triwulan II 2016 meningkat
GrowthPertanian & Peternakan
2013 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II IIIII IV I0,00
1,002,00
3,00
4,005,00
6,007,00
8,00
90010,00
-10,00
-5,000,00
5,00
10,0015,00
20,0025,00
30,00
35,0040,00
YOY
4,19
NPL_Pertanian Peternakan
2013 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II IIIII IV I0,001,002,003,004,005,006,007,008,00900
10,00
YOY
6,99
Grafik 1.79Kredit Sektor Pertanian hingga Juli 2016
Grafik 1.80Likert Scale Penggunaan Tenaga Kerja Pertanian
1.2.4. Konstruksi
tenaga kerja di sektor konstruksi stabil rendah
dengan kecenderungan meningkat dibanding
triwulan sebelumnya, yang terkonfirmasi dari Saldo
Bersih Tertimbang (SBT) indeks penggunaan tenaga
kerja pada level 0,00. Hasil SKDU juga menunjukkan
bahwa sektor konstruksi mencatatkan pertumbuhan
yang terlihat dari peningkatan indeks realisasi usaha
konstruksi dari -0,90 ke 0,46 SBT. Peningkatan
kinerja sektor konstruksi didorong oleh
pembangunan infrastruktur yang dilakukan
pemerintah (seperti: tol Soroja, Cisumdawu) serta
beberapa investasi bangunan (fisik) yang dilakukan
oleh swasta di Jawa Barat, seperti pembangunan
Pabrik Wooling dan Mitsubishi.
Sektor Konstruksi merupakan sektor dengan share
ekonomi terbesar keempat yaitu dengan pangsa
sekitar 7,8% pada triwulan II 2016. Pada triwulan II
2016, Sektor Konstruksi tercatat mengalami
pertumbuhan pada level pertumbuhan 6,95% (yoy)
setelah pada triwulan I 2016 tumbuh sebesar 6,17%
(yoy). Meningkatnya kinerja Sektor Konstruksi
terkonfirmasi antara lain dari hasil indeks
penggunaan tenaga kerja Survei Kegiatan Dunia
Usaha (SKDU) Provinsi Jawa Barat, sektor konstruksi
menunjukkan perbaikan kinerja yang tercermin dari
peningkatan penggunaan tenaga kerja di sektor ini.
Berdasarkan hasil liaison Bank Indonesia, diperoleh
informasi bahwa pelaku usaha sektor konstruksi
secara umum menjelaskan bahwa penggunaan
juga ditunjukkan oleh perkembangan kredit sektor pertanian yang mengalami perlambatan pada Juli 2016, dari 4,19% menjadi 3,82%. Selain itu, informasi liaison juga menunjukkan adanya penurunan di penjualan produk pertanian yang terlihat dari penurunan likert scale dari 0,73 men-jadi 0,50. Informasi liasion juga menunjukkan penurunan pada penggunaan tenaga kerja sektor pertanian dari LS 0,18 menjadi -0,67 yang menun-jukkan kembali terbatasnya produksi di sektor pertanian.
Kinerja sektor pertanian triwulan III 2016 diperkira-kan melambat seiring berlalunya masa panen raya di triwulan II 2016. Pada triwulan III 2016 lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan diperkirakan tumbuh di kisaran 4,2% - 4,6%. Masuknya masa tanam diperkirakan menjadi faktor utama penurunan di sektor ini, setelah pada triwulan sebelumnya berlangsung masa panen yang lancar. Selain itu, efek La-Nina yang meski relatif tidak besar menyebabkan kondisi kemarau basah yang diperkirakan mengganggu produktivi-tas pertanian. Perkiraan perlambatan sektor ini
Tracking Triwulan III 2016
Evaluasi Triwulan II 2016
36KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
37KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
juga tercatat meningkat dengan laju pertumbu-
han kredit sektor konstruksi sebesar 16,39%,
meningkat dari triwulan sebelumnya 15,26%.
Meski demikian repayment capacity sektor
konstruksi yang ditunjukkan dari peningkatan
NPL dari 4,28% menjadi 4,63% (mendekati 5%)
perlu diwaspadai.
Peningkatan kinerja sektor konstruksi salah
satunya didorong oleh meningkatnya pemban-
gunan perumahan yang tercermin dari kenaikan
laju pertumbuhan kredit perumahan rakyat
(KPR). Pada triwulan II 2016, laju pertumbuhan
kredit perumahan rakyat (KPR) pada meningkat
dari 13,38% (yoy) menjadi 15,28% (yoy). Selain itu
pembiayaan perbankan pada sektor konstruksi
tumbuh pada kisaran 7,7% - 8,1%. Perkiraan
pertumbuhan ini juga didukung oleh indeks
prakiraan dunia usaha untuk sektor bangunan
yang menunjukka kenaikan saldo bersih tertim-
bang dari 1,88 menjadi 3,25 SBT.
Kinerja lapangan usaha konstruksi pada triwulan
III 2016 diperkirakan meningkat seiring realisasi
pembangunan infrastruktur pemerintah serta
dampak pelonggaran kebijakan Loan to Value
(LTV) untuk pembangunan rumah tapak. Pada
triwulan III 2016, lapangan usaha ini diperkiran
Tracking Triwulan III 2016
Grafik 1.81 SKDU Konstruksi
Grafik 1.82 Kredit Perumahan Rakyat
Grafik 1.84 Indeks Prakiraan Dunia Usaha - Konstruksi
Grafik 1.83 Kredit Sektor Konstruksi
YOY
20142013 2015 2016
Tw I
Tw II
TwIII
Tw IV
Tw I
Tw II
TwIII
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw I
Tw II
TwIII
Tw IV
40.0040.0040.0040.0040.0040.0040.0040.0040.0040.0040.00
40.0035.00
30.0025.0020.0015.0010.005.000.00
KPR Growth
15.28
YOY
20142013 2015 2016
Konstruksi Growth
25.00
20.00
15.00
10.00
5,00
0,00Tw I
Tw II
TwIII
Tw IV
Tw I
Tw II
TwIII
Tw IV
Tw I
Tw II
Tw I
Tw II
TwIII
Tw IV
40.0035.00
30.0025.00
20.00
15.0010.00
5.00
0.00
16.39
2012 2013 2014 2015 2016I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
Tenaga Kerja
Realisasi Usaha
Investasi
Harga Jual
% SBT
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
-4
1,84
0,00
0,46
-0,46
38 Ekonomi Makro Regional
tawan mancanegara yang melalui Bandara
Husein Sastranegara, dari 15.835 orang pada
triwulan I 2016 menjadi 14.343 orang pada
triwulan II 2016. Berkurangnya jumlah wisa-
tawan ke Jawa Barat tentunya berdampak pada
berkurangnya tingkat peghunian kamar (TPK)
hotel-hotel di Jawa Barat sehingga memberikan
andil perlambatan pada kinerja Sektor Penye-
diaan Akomodasi dan Makan Minum. Pada
triwulan II 2016 TPK hotel berbintang tercatat
sebesar 41,52%, menurun dibandingkan triwulan
I 2016 sebesar 50,37%
Lapangan usaha Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum memiliki share sebesar 2,50%
pada triwulan II 2016. Setelah tumbuh sebesar
9,24% pada triwulan I 2016, kinerja sektor ini
tercatat melambat menjadi 6,68% pada triwulan
laporan. Perlambatan yang terjadi pada sektor
ini merupakan dampak dari adanya momen
Ramadhan yang menyebabkan berkurangnya
kunjungan wisatawan ke Jawa Barat. Adapun
momen hari raya dan mudik terjadi di triwulan III
2016 sehingga tidak tertangkap dalam kinerja
PDRB triwulan II 2016. Penurunan tersebut
dapat dilihat dari berkurangnya jumlah wisa-
penjualan riil mamin pada triwulan laporan
tercatat sebesar 8,6%, lebih rendah daripada
triwulan sebelumnya sebesar 12,1%.
Dari subsektor penyediaan makan minum,
perlambatan kinerja pada sektor ini terlihat dari
menurunnya indeks penjualan riil untuk kelom-
pok barang makanan dan minuman. Indeks
1.2.5. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Evaluasi Triwulan II 2016
Grafik 1.87 IPR Makanan Minuman
Grafik 1.85 TPK Hotel Berbintang Grafik 1.86Wisatawan Mancanegara melalui Bandara Husein
Sastranegara
25.000,00
20.000,00
15.000,00
10.000,00
500,00
0,00Tw I
Tw II
TwIII
Tw IV
Tw I
Tw I
Tw II
TwIII
Tw IV
2014 2015 2016
Wisatawan mancanegara
39KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
indeks prakiraan realisasi usaha akomodasi dan
penyediaan makanan minuman yang tumbuh
dari 8,03 SBT menjadi 11,15 SBT. Di samping itu,
penyelenggaraan PON diperkirakan cukup men-
dorong sektor ini terutama untuk subsektor
akomodasi.
Kinerja lapangan usaha konstruksi pada triwulan
III 2016 diperkirakan meningkat seiring
berlangsungnya gelaran Pekan Olahraga Nasion-
al (PON) ke XIX di Jawa Barat. Pada triwulan III
2016, lapangan usaha ini diperkiran tumbuh pada
kisaran 6,5% - 6,9%. Prakiraan ini dikuatkan oleh
Tracking Triwulan III 2016
Grafik 1.88Indeks Prakiraan Dunia Usaha – Akomodasi dan
Penyediaan Mamin
40 Ekonomi Makro Regional
Dalam rangka mendorong akselerasi pertumbu-
han ekonomi Jawa Barat, Pemerintah Daerah di
Jawa Barat terus berinovasi dalam menciptakan
program-program pengembangan ekonomi
yang berbasiskan pemerataan kesejahteraan
maupun mengoptimalkan program-program
yang sudah. Selama triwulan II 2016 dan mema-
suki triwulan III 2016, terdapat beberapa
program pengembangan ekonomi yang digagas
oleh Pemerintah Daerah di Jawa Barat, antara
lain meliputi :
Dalam rangka meningkatkan mobilitas sekitar 600.000 penumpang yang berada di Kabupaten Bekasi, Pemerintah Kabu-paten Bekasi bekerjasama dengan PT. Kereta Api Indonesia dalam membuka jalur KRL jurusan Jakarta-Cikampek yang mulai melintas pada pertengahan Agustus 2016. Bursa Efek Indonesia baru saja membuka kantor BEI-Pusat Informasi Go Public di Bandung. Pembukaan kantor cabang ini merupakan upaya untuk menopang peru-sahaan lokal di Jawa Barat yang berniat untuk menjadi perusahaan terbuka atau go public. Selain itu, kantor cabang BEI ini juga menjadi pemberi layanan one stop service tax amnesty (OSSTA), karena dana repatriasi dari amnesti pajak dapat diman-faatkan perusahaan IPO.
1.3. Program Pengembangan Ekonomi Daerah
Sebagai bentuk penyederhanaan dalam pengurusan izin investasi, Pemerintah Provinsi Jawa Barat kini telah mengganti kewajiban calon investor untuk mengurus rekomendasi teknis SKPD menjadi koordi-nasi pembahasan teknis pada BPMPTSP atau dengan kata lain calon investor tidak perlu mengurus ke beberapa SKPD lain untuk memperoleh rekomendasi terhadap rencana investasinya, cukup melalui BPMPT (dengan catatan rencana investasi tersebut tidak berhubungan dengan potensi risiko yang membutuhkan analisis spesifik lebih lanjut misal terkait bahan kimia, dll) Sebagai bentuk implementasi Paket Kebi-jakan Ekonomi II, Pemerintah telah meres-mikan Kemudahan Investasi Langsung Konstruksi (KLIK) di 14 Kawasan Industri, di mana 5 di antara kawasan industri terse-but berada di Jawa Barat. Implementasi kemudahan perizinan melalui KLIK di Jawa Barat saat ini telah berjalan dan beberapa proyek telah memasuki tahap konstruski. Adapun Kawasan Industri yang paling aktif adalah yang berlokasi di Kab. Bekasi.Dalam rangka mempromosikan pariwisata daerah, pemerintah menyelenggarakan Ciletuh Palabuhan Ratu Geopark Festival 2016. Adapun Ciletuh Geopark merupakan salah satu tujuan wisata baru yang masih terus dikembangkan oleh Pemerintah Daerah dan diharapkan dapat menyaingi tujuan wisata modern yang ada di kota-ko-ta besar.
a.
b.
c.
d.
e.
industri di Jawa Barat ke Tanjung Priok maupun
time cost akibat kemacetan yang seringkali
dihadapi.
Kementerian Perindustrian RI mencatat bahwa
dari sisi luas area, total luas kawasan industri di
Jawa Barat mencapai 14,3 ribu hektar atau 39,4
% dari seluruh kawasan industri di Indonesia
seluas 36,3 ribu hektar. Dengan banyaknya
jumlah industri yang beroperasi di Jawa Barat
serta tingginya orientasi ekspor, maka
keberadaan Pelabuhan Utama di wilayah Jawa
Barat menjadi semakin vital untuk mendorong
efisiensi serta daya saing khususnya dari sisi
logistik.
Berdasarkan fungsinya, hierarki pelabuhan
dibagi ke dalam 3 tingkatan yakni pelabuhan
utama yang melayani pelayaran internasional,
pelabuhan pengum-pul yang menjadi peng-
hubung antar provinsi, serta pelabuhan peng-
umpan yang menghubungkan
daerah dalam satu provinsi saja. Saat ini Jawa
Barat telah memiliki 5 (lima) buah pelabuhan
namun belum ada pelabuhan yang berstatus
pelabuhan utama atau menangani kegiatan
pelayaran internasional. Selain pelabuhan, Jawa
Barat juga memiliki sejumlah terminal khusus
(tersus) untuk menangani kegiatan bongkar
muat sejumlah komoditas seperti batu bara,
LPG, pasir besi, listrik, dan kimia.
Sebagai negara kepulauan, pelabuhan memiliki
peran yang sangat vital bagi perekonomian
Indonesia. Kehadiran pelabuhan menjadi faktor
penting dalam menunjang mobilitas baik
barang dan manusia antar pulau maupun antar
negara. Bagi suatu perekonomian, pelabuhan
merupakan salah satu rantai yang sangat pent-
ing dari seluruh proses perdagangan yang men-
jadi titik temu antara transportasi darat dan
laut. Dalam konteks Jawa Barat, peran penting
pelabuhan khususnya timbul dalam kaitannya
untuk mendukung kelancaran proses logistik
perdagangan dari sektor industri pengolahan
yang menjadi penopang utama perekonomian
Jawa Barat.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari
wawancara liaison yang dilakukan oleh KPw BI
Provinsi Jawa Barat, secara umum diketahui
bahwa sektor industri pengolahan di Jawa Barat
berorientasi ekspor, dengan perbandingan
pangsa penjualan ekspor dan domestik menca-
pai 74,67% : 25,33%. Dengan proses ekspor yang
sebagian besar mengandalkan transportasi laut,
kebutuhan pelabuhan sebagai gerbang pengiri-
man ekspor barang menjadi sangat vital.
Selama ini mayoritas kegiatan shipment barang
ke luar negeri dilakukan melalui Tanjung Priok di
Jakarta. Hal ini tentu menimbulkan tambahan
logistic cost baik ongkos angkut dari kawasan
41KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
BOKS
01POTENSI PELABUHANPATIMBAN DALAMMENGAKSELERASIPERTUMBUHAN EKONOMI
Gambar 1. Peta Pelabuhan Non Perikanan di Jawa
BOKS 01POTENSI PELABUHAN PATIMBAN DALAM MENGAKSELERASIPERTUMBUHAN EKONOMI
han Cilamaya ke lokasi yang lebih timur. Kepu-
tusan ini didasarkan kepada beberapa pertim-
bangan, yakni : (1) keberadaan pipa gas Pertam-
ina; (2) banyaknya jumlah anjungan dan rig
pengeboran minyak; dan (3) area timur (Subang
atau Indramayu) belum terlalu padat. Akhirnya
pemerintah kemudian mulai menjajaki kese-
suaian tata ruang wilayah untuk pelabuhan
Patimban Kabupaten Subang sesuai RT RW
Provinsi Jawa Barat. Lalu pada bulan Maret 2016
dilakukan pengesahan dokumen pra studi kelay-
akan pembangunan pelabuhan baru di Patim-
ban Utara dan studi kelayakan pembangunan
pelabuhan Patimban . Hasil studi ini menya-
takan bahwa pelabuhan Patimban layak sebagai
lokasi pengganti pelabuhan Cilamaya. Pada
tanggal 25 Mei 2016 kemudian dikeluarkan
Peraturan Presiden No. 47 Tahun 2016 tentang
Penetapan Pelabuhan Patimban di Kabupaten
Subang Sebagai Proyek Strategis Nasional.
Pada tahun 2007 pemerintah menandatangani
MoU pembangunan Pelabuhan Peti Kemas di
Cilamaya dengan PT. Eurocor Indonesia di mana
tindak lanjut dari MoU tersebut adalah dilaku-
kannya studi kelayakan. Pada tahun 2011, atas
inisiatif Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
proyek pembangunan Pelabuhan di Cilamaya ini
masuk dalam PerPres No. 32/2011 tentang Mas-
terplan Percepatan dan Perluasan Pembangu-
nan Ekonomi Indonesia (MPPPEI) 2011-2025.
Selanjutnya, pada tahun 2012 Japan Internation-
al Cooperation Agency (JICA) ikut mengkaji
proyek yang rencananya dilakukan di Keca-
matan Tempuran, Karawang. Kemudian pada
bulan Maret 2015 Kajian kelanjutan pembangu-
nan Cilamaya dilaporkan sudah selesai oleh
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
kepada Presiden. Namun akhirnya pada tanggal
2 April 2015 saat Wakil Presiden melakukan
tinjauan lapangan untuk mengecek langsung
rencana pembangunan, diambil keputusan
untuk menggeser lokasi pembangunan pelabu-
42 Boks 01POTENSI PELABUHAN
PATIMBAN DALAMMENGAKSELERASI
PERTUMBUHAN EKONOMI
BOKS
01
Tabel 1.12 Daftar Pelabuhan Laut Existing di Jawa Barat
Sumber : Bappeda Jawa Barat
Sumber : Bappeda Jawa Barat
Pada dasarnya, Pelabuhan Patimban ini sejak
tahun 2010 telah dibangun dengan tujuan untuk
menjadi Pelabuhan Pengumpan Regional.
Dengan adanya PP ini maka status pembangu-
nan Pelabuhan Patimban kemudian di-upgrade
menjadi Pelabuhan Utama. Adapun perkemban-
gan pembangunan Pelabuhan Patimban hingga
tahun 2015 dengan status awal sebagai Pelabu-
han Pengumpan Regional adalah :
mencapai 152,1 ton dengan nilai produksi men-
capai Rp711 juta. Diharapkan dengan peningka-
tan kapasitas pelabuhan akan turut meningkat-
kan produksi perikanan.
Adapun alasan pemilihan lokasi Pelabuhan
Patimban sebagai Pelabuhan Utama pengganti
Cilamaya adalah :
Untuk fasilitas pelabuhan telah terbangun
causeway sepanjang 357,5 m dan trestle
sepanjang 570 m
Akuisisi lahan pelabuhan mencapai 8.256
m2 dari rencana target awal seluas 5 hektar
Telah dibangun jalan akses ke Pantura
seluas 30 m x 8.000 m
1.
2.
3.
Kelayakan aspek teknis, sedimentasi
rendah, serta jumlah bangkitan demand
tidak jauh berbeda dengan Cilamaya
Menekan biaya logistik dengan mendekat-
kan pusat produksi
Menurunkan tingkat kemacetan Ibukota
Mengembangkan jaringan logistik dari
pusat-pusat industri di kawasan pinggiran
Jabodetabek
1.
2.
3.
4.
43KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
BOKS
01POTENSI PELABUHANPATIMBAN DALAMMENGAKSELERASIPERTUMBUHAN EKONOMI
Dengan dibangunnya pelabuhan Patimban yang
berskala internasional, maka beberapa kawasan
industri di Jawa Barat memiliki pelabuhan
ekspor yang secara jarak dan waktu tempuh
lebih dekat daripada Tanjung Priok. Hal ini
memberikan keuntungan efisiensi bagi perusa-
haan yang diharapkan dapat mendorong ekspor
Jawa Barat. Berdasarkan perbandingan jarak
antara ke Tanjung Priok dan ke Pelabuhan
Patimban, diketahui bahwa 9 Kota/Kabupaten
berjarak lebih dekat ke Tj. Priok sementara 17
Kota/Kabupaten berjarak lebih dekat ke Patim-
ban.
Selain dampaknya kepada efisiensi proses logis-
tik dalam rangka ekspor, Pelabuhan Patimban
juga memiliki potensi perikanan. Pada kondisi
saat ini, volume produksi Pelabuhan Patimban
Gambar 3. Perbandingan Jarak Lokasi Industri ke Pelabuhan
meningkat dibandingkan 2015 masing-masing
sebesar 9,39% dan 10,69% (yoy). Menurunnya
nilai impor ditengah meningkatnya volume
impor mengindikasikan kebutuhan impor yang
masih tinggi ditengah menurunnya harga
komoditas.
Datangnya bulan Ramadhan dan Idul Fitri telah
mendorong meningkatnya impor April sebesar
3,68% (yoy) menjadi USD971 ,8 juta. Namun
secara kumulatif Januari-April 2016, impor
melambat -1,52% (yoy) menjadi USD3,71 miliar.
Sementara berdasarkan volume, pertumbuhan
impor baik bulanan maupun kumulatif 2016
meningkat meskipun impor bahan baku industri
relatif stabil. Nilai impor terbesar berasal dari
bahan baku untuk industri yaitu tekstil
USD852,64 juta; alat listrik, ukur, fotografi, dll
USD714,11 juta; barang logam USD230,18 juta;
dan bahan kimia USD65,17 juta. Hal ini sejalan
dengan sektor industri utama Jabar yang beras-
al dari subsektor TPT, elektronik dan listrik serta
mesin dan otomotif. Sementara impor bahan
baku pertanian terbesar terdiri dari komoditas
bulu bebek USD9,6 juta dan tanaman obat
USD2,1 juta.
Berdasarkan kelompok, barang konsumsi
meningkat paling tinggi dibandingkan kelom-
pok lainnya yakni mencapai 8,29% (kumulatif
yoy) berdasarkan nilai dan 30,27% (kumulatif
yoy) berdasarkan volume. Dari sisi share, peran
impor barang konsumsi hanya sebesar 6,09%
jauh lebih kecil dibandingkan impor bahan
baku/penolong yang mencapai 80,95%. Impor
barang penolong/bahan baku kumulatif
Jan-Apr 2016 sebesar USD3,0 miliar atau
tumbuh 1,5% (yoy) lebih tinggi dibandingkan
Jan-Apr 2015 yang kontraksi -7,1% (yoy). Barang
penolong yang diimpor terutama jenis industri
sebesar USD2,95 miliar (peran 98,3%), pertani-
an USD37,37 juta (1,2%), dan pertambangan
USD13,46 juta (0,5%).
Secara tahunan pada April 2016, pertumbuhan
total impor bahan baku mencapai 3,92% disertai
pertumbuhan impor bahan baku pertanian
35,49% dan bahan baku industri 3,69%. Secara
keseluruhan, total impor bahan baku dalam tren
Tabel 1. Perkembangan Impor
BOKS 02PERKEMBANGAN TRADE BALANCE JAWA BARAT
44 Boks 02PERKEMBANGANTRADE BALANCE
JAWA BARAT
BOKS
02
Sumber : KPw BI Provinsi Jawa Barat (diolah)
45KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
BOKS
02PERKEMBANGANTRADE BALANCEJAWA BARAT
Grafik 1. Perkembangan Impor Bahan Baku Grafik 2. Perkembangan Impor Non Durable Goods
Grafik 3. Pertumbuhan Impor Barang Modal Grafik 4. Impor Barang Modal Alat Listrik
impor makanan olahan juga merupakan barang
impor yang cukup besar mencapai USD10 juta
atau tumbuh 36,03% (yoy). Perkembangan
impor barang modal sepanjang 2016 hingga
April menunjukkan perkembangan yang baik
dan berada dalam tren meningkat sebagaimana
ditandai oleh pertumbuhan sebesar 18,82%
(kumulatif, yoy) atau mencapai USD42,73 juta
dan lebih tinggi dibandingkan dengan periode
yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh
7,46% (kumulatif, yoy).
Peningkatan impor barang modal Jabar teruta-
ma disumbang oleh impor barang alat listrik,
ukur, fotografi dll yang mencapai USD 12,89
juta; meubel dan bagiannya USD5,99 juta; serta
hasil industri lainnya, terutama komputer dan
bagiannya sebesar USD787 ribu. Sementara
impor barang modal dari logam hanya sebesar
USD2,01 juta yang disumbang oleh barang
aluminium USD266 ribu dan barang besi/baja
USD235 ribu.
Impor barang konsumsi kumulatif Jan-Apr 2016
sebesar USD225,9 juta atau tumbuh 8,29% (yoy)
didominasi oleh barang tidak tahan lama
(non-durable goods) sebesar 56,3% atau men-
capai USD127,04 juta, sisanya durable goods
sebesar 43,7% atau mencapai USD98,79 juta.
Hingga April 2016, kelompok non-durable
goods tumbuh 26,31% (yoy), seiring datangnya
Ramadhan dan Idul Fitri yang diikuti meningkat-
nya konsumsi non-durable goods. Sementara
untuk kelompok durable goods hingga April
mengalami pertumbuhan negatif sebesar -1,71%
(yoy). Hal ini diduga krn masyarakat menahan
untuk mengkonsumsi barang impor yang lebih
mahal seperti meubel dan tekstil, dan lebih
mengutamakan produk domestik.
Komoditas impor barang konsumsi terbesar
terutama didominasi oleh minyak atsiri menca-
pai USD42,85 juta yang digunakan sebagai
bahan dasar kosmetik, parfum, aromatherapi,
obat, suplemen hingga makanan. Sementara itu,
46 Boks 02PERKEMBANGANTRADE BALANCE
JAWA BARAT
BOKS
02
Nilai tukar berdampak signifikan terhadap
kinerja ekspor dan impor (dengan dampak
yang berbeda)
Dampak pelemahan nilai tukar secara
umum negatif baik terhadap ekspor
maupun impor sehingga depresiasi nilai
tukar juga menyebabkan penurunan
ekspor. Hal ini diduga terkait dengan peri-
ode data yang digunakan yang diwarnai
kondisi perekonomian global yang masih
lemah dan ketidakpastian akibat kebijakan
moneter AS.
Hanya untuk impor barang konsumsi mem-
punyai sign (+) dikarenakan ketergantun-
gan impor terhadap sejumlah komoditas
yang belum bisa diproduksi di dalam negeri
sehingga meskipun nilai tukar Rupiah
terdepresiasi, elastisitasnya masih positif.
Secara singkat, elastisitas pelemahan 1
Rupiah terhadap ekspor impor Jawa Barat
terhadap satuan USD adalah
Ket: **) signifikan pada level 95%
****) signifikan pada level 99%
1.
2.
3.
4.
dll; kertas dan barang dari kertas; karet alam
olahan; kayu olahan; makanan olahan; dll.
Sementara itu, komoditas yang kurang mempu-
nyai daya saing al. barang dari logam tidak
mulia; kulit dan barang dari kulit; dan bahan
kimia.
Berdasarkan pengujian ekonometrik pada peri-
ode Januari 2012 s.d. April 2016 diperoleh
bahwa dampak dari nilai tukar sebagai proxy
perkembangan eksternal terhadap kinerja
ekspor/impor Jawa Barat sbb:
Impor barang modal alat listrik dan meubel
terindikasi mengalami perlambatan sebagaima-
na terlihat dari pertumbuhan yoy pada April
2016 sebesar 12,73% dan 11,62% lebih rendah
dari pertumbuhan pada bulan-bulan sebelumn-
ya. Sementara impor barang modal dari logam
meski nilainya kecil namun dalam tren mening-
kat.Kinerja ekspor Jawa Barat Jan-Apr 2016
mencapai USD7,95 miliar atau melambat -4,0%
dibandingkan periode yang sama tahun sebel-
umnya. Pertumbuhan negatif kinerja ekspor
terjadi pada seluruh sektor usaha, terutama
sektor pertanian sebesar -6,97% dan industri
-3,96% yang merupakan sektor utama dengan
peran utama dalam total ekspor masing-masing
sebesar 0,84% dan 99,14%. Sementara itu,
secara bulanan yoy ekspor Jabar juga tumbuh
negatif sebesar -4,17% disertai juga dengan
pertumbuhan negatif untuk sektor industri
-4,03% menjadi USD2,04 miliar.
Kondisi tersebut dipengaruhi oleh perkemban-
gan perekonomian eksternal yang mengalami
perlambatan pertumbuhan di semua kawasan
seperti Cina, AS, Jepang, Eropa, dll. Produk
ekspor unggulan berasal dari komoditas industri
pengolahan yaitu TPT, alat listrik, makanan
olahan, karet alam olahan, kertas dan barang
kertas, barang dari logam, meubel, minyak atsiri
dan olahan, kayu olahan, produk farmasi, serta
minyak nabati. Kinerja ekspor Jawa Barat
Jan-Apr 2016 mencapai USD7,95 miliar atau
melambat -4,0% dibandingkan periode yang
sama tahun sebelumnya.
Kondisi neraca perdagangan Jawa Barat selama
Jan-Apr 2016 masih tercatat net ekspor/suplus
USD4,24 miliar. Surplus tersebut menyusut
sebesar -6,07% dibandingkan periode yang
sama 2015 yang mencapai USD4,52
miliar.Penurunan tersebut dipengaruhi oleh
kondisi permintaan global yang melambat
akibat terjadinya tekanan ekonomi di sejumlah
negara utama tujuan ekspor. Meski demikian
sejumlah komoditas ekspor unggulan Jabar
masih menunjukkan daya saingnya sebagaima-
na tercermin dari komoditas ekspor yang lebih
besar dibandingkan komoditas bahan baku
impor. Komoditas yang memiliki daya saing
cukup baik al. tekstil; alat listrik, ukur, fotografi,
KeuanganPemerintah02
BAB
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONALPROVINSI JAWA BARAT
AGUSTUS 2016
47 Keuangan Pemerintah
2.1. Gambaran Umum
nya, realisasi belanja APBD terbesar diraih oleh
Kota Bandung (Rp 2,13 Triliun) sementara
persentase realisasi tertinggi terhadap total
anggaran diraih oleh Kabupaten Ciamis
(44,80%). Di sisi lain, realisasi belanja APBN di
Provinsi Jawa Barat hingga triwulan II 2016 men-
capai 27,61% terhadap pagu anggaran, sedikit
lebih tinggi dibanding realisasi triwulan II 2015
sebesar 26,17%. Namun demikian, secara nominal
terdapat penurunan baik pada pagu maupun
realisasi APBN di Jawa Barat hingga triwulan II
2016 seiring dengan kebijakan pengetatan
anggaran yang diterapkan oleh Pemerintah
Pusat.
Dari sisi pendapatan, realisasi penerimaan APBD
Provinsi Jawa Barat hingga triwulan II 2016 men-
capai 50,33% terhadap target. Tingkat realisasi
ini lebih baik dibanding pencapaian pada triwu-
lan II 2015 sebesar 49,04%. Tingginya realisasi
pendapatan ini terutama didorong oleh realisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup
tinggi yakni mencapai 51,00%, lebih tinggi
dibanding triwulan II 2015 sebesar 46,81%.
Total anggaran belanja fiskal Jawa Barat untuk
tahun 2016 mencapai Rp150,72 Triliun, meliputi
belanja APBD Provinsi Jawa Barat sebesar
Rp28,60 Triliun (pangsa 18,98%), belanja APBD
kabupaten/kota di Jawa Barat1 sebesar Rp83,42
Triliun (pangsa 55,35%) dan belanja APBN sebe-
sar Rp38,70 Triliun (pangsa 25,67%). Secara
spasial, anggaran belanja APBD kabupaten/kota
tertinggi dimiliki oleh Kota Bandung yang men-
capai Rp7,29 Triliun (pangsa 8,7%) dan terendah
adalah Kota Banjar sebesar Rp916,90 Miliar
(pangsa 1,10%).
Hingga triwulan II 2016, realisasi belanja untuk
ketiga anggaran belanja tersebut relatif baik
tercermin dari adanya peningkatan dibanding
tingkat realisasi belanja dibanding periode yang
sama tahun lalu. Realisasi anggaran belanja
APBD Provinsi Jawa Barat mencapai 32,95% atau
lebih tinggi dibanding tingkat realisasi hingga
triwulan II 2015 sebesar 22,94%, di mana realisasi
terbesar pada pos belanja operasi yang menca-
pai 40,24% (Tabel 4.1). Adapun anggaran belanja
untuk APBD dari 20 (dua puluh)2 Kab/Kota
terealisasi sebesar 31,70%. Berdasarkan nominal-
1 Data APBD Kab/Kota mencakup 26 kab/kota dari 27 kab/kota yang ada di Jawa Barat, di mana data
diambil dari situs Tim Evaluasi dan Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA) : monev.lkpp.go.id
2Hingga periode penyusunan laporan, data yang tersedia di situs TEPRA untuk realisasi hingga Juni 2016
hanya tersedia untuk 20 kabupaten/kota di Jawa Barat
48KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
2.2. APBD Provinsi Jawa Barat
triwulan II 2016 lebih baik dibanding realisasi
pada triwulan II 2015. Dari sisi pertumbuhan
tahunan, pertumbuhan realisasi belanja pada
triwulan II 2016 sedikit melambat dibanding
triwulan I 2016, di mana pada triwulan I terdapat
lonjakan yang cukup tajam pada realisasi
belanja APBD (Grafik 4.2). Walaupun melambat,
tingkat pertumbuhan belanja pada triwulan II
2016 ini masih lebih tinggi dibanding
historisnya. Sejalan dengan hal tersebut,
persentase realisasi penerimaan juga lebih baik
dibanding triwulan II 2015 dan tumbuh
meningkat dibanding triwulan I 2016.
Dukungan fiskal Provinsi Jawa Barat untuk
tahun 2016 mencapai Rp26,81 Triliun untuk
anggaran pendapatan dan Rp28,60 Triliun
untuk anggaran belanja dan transfer (Grafik 4.1).
Anggaran pendapatan meningkat 12,09%
dibanding tahun 2015 sebesar Rp23,91 Triliun.
Adapun anggaran belanja meningkat sebesar
15,55% dibanding anggaran belanja tahun 2015
sebesar Rp24,75 Triliun. Secara umum, baik
anggaran pendapatan maupun belanja pada
APBD Provinsi Jawa Barat terus mengalami
peningkatan setiap tahunnya.
Secara ringkas, persentase realisasi baik pada
anggaran belanja dan pendapatan hingga
Tabel 2.1 Ringkasan Realisasi APDB Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan II 2016
Grafik 2.1 Perkembangan APBD Provinsi Jawa BaratSumber: Biro Keuangan Pemprov Jabar (diolah staf BI)
Grafik 2.2Perkembangan Pendapatan dan Belanja Pemerintah
Provinsi Jawa BaratSumber: Biro Keuangan Pemprov Jabar (diolah staf BI)
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat, perhitungan staf BI
Pendapatan Asli Daerah
APBD 2105P (RpMiliar)
APBD 2106(Rp
Miliar)
S.d. Triwulan II 2015
Dana Perimbangan
Lain-lain Pendapatan
15,415,1 7.419,7 46,81
Komponen Investasi
No
1
2
3
1
2
3
4
Pendapatan
Belanja Operasi
Belanja Modal
Surplus/(Defisit)
Belanja Tidak Terduga
Belanja transfer
Belanja
16.180,2 3.401,9 21,03 8. 251,5 51,00
23.981,9 11.728,7 49,04 26.806,9 5.961,3 22,24 13,491 50,33
3.046,2 1.572,8 62,19 10.594,9 689,7 6,51 5.225,8 49,32
5.520,5 2.736,2 49,44 31,7 1.869,7 5.891,80 14,0 44,18
18.244,0 4.308,6 24,68 21.488,8 3.590,2 16,71 7.495,2 34,88
27.752,7 5.677,3 22,94 28.603,3 3.601,2 12,59 9.424,6 32,95
2.826,2 174,2 7,80 3.545,9 11,0 0,31 410,2 11,57
85,3 - - 45,2 - - - -
6.597,2 1.194,6 19,47 3.523,3 - - 1.519,3
(3.770,8) 6.051,4 (1.796,4) 2.360,1 4.066,7
43,12
Realisasi(Rp Miliar)
%Realisasi
S.d. Triwulan I 2016
Realisasi(Rp Miliar)
%Realisasi
S.d. Triwulan II 2016
Realisasi(Rp Miliar)
%Realisasi
I
II
2012 2013 2014 2015 2015
10
15
25
30
35
Rp TriliunPendapatan Daerah Belanja Daerah
20
5
02013 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
Rp Miliar
10.000
15.000
20.000
25.000
5.000
0
30.000
Belanjag. Belanja
Pendapatang. Pendapatan
60
80
100
Growth yoy (%)
40
20
0
-20
-40
49 Keuangan Pemerintah
2 .2.1. Anggaran Pendapatan Provinsi Jawa Barat
yang pada tahun 2015 disalurkan melalui Dana
Penyesuaian dan pada tahun 2016 melalui DAK.
Pendapatan asli daerah (PAD) yang umumnya
menjadi pendorong pertumbuhan pada tahun
2016 hanya tumbuh 2,08%, di mana hal ini
disebabkan oleh adanya penurunan target
penerimaan pajak daerah dari Rp14,94 Triliun
pada tahun 2015 menjadi Rp14,93 Triliun pada
tahun 2016 (-0,08%, yoy).
Pertumbuhan anggaran pendapatan daerah
Provinsi Jawa Barat terutama ditopang oleh
transfer dana perimbangan yang naik signifikan
hingga 318,95%, khususnya didorong oleh
peningkatan pada Dana Alokasi Khusus (DAK)
yang meningkat dari Rp23,6 Miliar pada tahun
2015 menjadi Rp7.747,4 Miliar pada tahun 2016
(Tabel 4.2). Namun hal ini disebabkan oleh
adanya pemindahan penempatan dana BOS
juga lebih rendah dibanding realisasi
penerimaan pajak daerah tahun 2015 yang
tumbuh sebesar 6,28% (yoy). Penurunan target
pendapatan pajak daerah tersebut diperkirakan
menjadi salah satu upaya Pemerintah Provinsi
Jawa Barat untuk mendorong kapasitas ekonomi
masyarakat khususnya melalui kegiatan
konsumsi rumah tangga.
Rasio derajat otonomi fiskal (DOF) Provinsi Jawa
Barat masih dalam kategori baik, tercermin dari
60,36% anggaran pendapatan pada tahun 2016
bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pajak daerah masih menjadi komponen terbesar
PAD namun mengalami penurunan pangsa dari
tahun 2015 sebesar 94,3% menjadi 92,3% pada
tahun 2016. Pertumbuhan target penerimaan
pajak daerah tahun 2016 sebesar -0,08% (yoy)
Tabel 2.2 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat 2015 dan 2016
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat (angka sementara), perhitungan staf BI
Pajak Daerah
APBD 2105(Rp Miliar)
APBD 2106(Rp Miliar)
Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah
Lain-lain PAD
UraianNo
a
b
c
d
a
b
c
a
b
c
PAD
Bagi Hasil Pajak
Dana Alokasi Umum
Bantuan Keuangan (Hibah)
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
Total Pedapatan
Lain-lain Penerimaan
Dana Alokasi Khusus
Lain-lain Pendapatan
Dana Perimbangan
14,942.47 14,930.51 (0,08)
15,851.20 16,180.20 2.08
62.04 66.27 6.82
277.35 310.07 11.80
2,528.92 10,594.92 318.95
569.35 873.36 53.40
1,201.63
1,303.65
23.63
5,534.37
1,600.47
1,247.05
33.19
(4.34)
7,747.40
31.73
32,686.26
(99.43)
24.45
-
5,509.92
23,914.49
26.73
-
9.35
-
5.00
26,806.85
(99.91)
12.09
% Perubahan(yoy)
I
II
III
50KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
2.2.2. Anggaran Pendapatan Provinsi Jawa Barat
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang pada tahun 2015 disalurkan melalui Dana
Penyesuaian dan pada tahun 2016 melalui DAK.
Pendapatan asli daerah (PAD) yang umumnya
menjadi pendorong pertumbuhan pada tahun
2016 hanya tumbuh 2,08%, di mana hal ini
disebabkan oleh adanya penurunan target
penerimaan pajak daerah dari Rp14,94 Triliun
pada tahun 2015 menjadi Rp14,93 Triliun pada
tahun 2016 (-0,08%, yoy).
Pertumbuhan anggaran pendapatan daerah
Provinsi Jawa Barat terutama ditopang oleh
transfer dana perimbangan yang naik signifikan
hingga 318,95%, khususnya didorong oleh
peningkatan pada Dana Alokasi Khusus (DAK)
yang meningkat dari Rp23,6 Miliar pada tahun
2015 menjadi Rp7.747,4 Miliar pada tahun 2016
(Tabel 4.2). Namun hal ini disebabkan oleh
adanya pemindahan penempatan dana BOS
sebelumnya. Peningkatan ini terutama didorong
meningkatnya konsumsi masyarakat khususnya
untuk jenis kendaraan bermotor menjelang
momentum Hari Raya Idul Fitri.
Hingga triwulan II 2016, realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) mencapai Rp8,25 triliun atau 51%
terhadap total anggaran, lebih tinggi dibanding
realisasi pada periode yang sama tahun
Grafi k 2.3 Pangsa Komponen Pendapatan Asli Daerah Provinsi Jawa Barat
Tabel 2.3 Realisasi Pendapatan Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan II 2016
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat (angka sementara), perhitungan staf BI
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil PengelolaanKekeayaan Daerah
Lain-lain Daerah
0,4%
5,4%
92,3%
1,9%0,4%
3,6%1,7%
94,3%
APBD 2105P (RpMiliar)
APBD 2106(Rp
Miliar)
S.d. Triwulan II 2015
14.942,5 6.659,3 44,6
Komponen Investasi
No
14.930,5 3.274,7 21,9 7.521,4 50,4
15.851,2 7.419,7 46,8 16.180,2 3.401,9 21,0 8.251,5 51,0
62,0 30,9 49,8 66,3 13,8 20,8 36,8 55,5
277,3 270,4 97,5 310,1 0,0 0,0 319,4 103,0
2.528,9 1.572,8 62,2 10.594,9 2.559,3 24,2 5.225,8 49,3
569,4 459,1 80,6 873,4 113,5 13,0 373,9 42,8
1.201,6 805,2 67,0 1.600,5 377,9 23,6 919,3 57,4
1.303,7 760,5 58,3 1.247,0 311,8 25,0 519,6
23,6 7,1 30,0
49,4
7.747,4 1.869,7 24,1 3.786,9
5.534,4 2.736,2 31,7 0,0 3.786,90,0 48,9
48,9
41,7
24,4 8,9 36,5 26,7 0,0 0,0 14,0 33,7
0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0
5.509,9 2.727,3 49,5
49,0
5,0 0,0 0,0 5,0
23.914,5 11.728,7 26.806,9 5.961,3 13.491,322,2 50,3
100,0
0,0
Realisasi(Rp Miliar)
%Realisasi
S.d. Triwulan I 2016
Realisasi(Rp Miliar)
%Realisasi
S.d. Triwulan II 2016
Realisasi(Rp Miliar)
%Realisasi
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil Pengelolaan KekayaanDaerah
Lain-lain PAD
a
b
c
d
a
b
c
a
b
c
PAD
Bagi Hasil Pajak
Dana Alokasi Umum
Bantuan Keuangan (Hibah)
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus
Total Pedapatan
Lain-lain Penerimaan
Dana Alokasi Khusus
Lain-lain Pendapatan
Dana Perimbangan
I
II
III
51 Keuangan Pemerintah
2016. Hal ini diperkirakan karena menjelang
Lebaran umumnya masyarakat cenderung memi-
lih mengganti kendaraannya (baik baru maupun
bekas) untuk dibawa ke kampung halaman.
Adapun market share Jawa Barat untuk penjual-
an kendaraan bermotor merupakan yang terbe-
sar secara nasional yakni mencapai 18%. Selain
itu, upaya Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk
mengintensifkan pungutan pajak juga turut
berperan terhadap capaian ini. Sementara itu,
sumber PAD lainnya juga terealisasi lebih tinggi
dibanding triwulan II 2015, yakni retribusi daerah
sebesar Rp36,8 Miliar atau 55,% terhadap angga-
ran dan hasil pengelolaan kekayaan daerah sebe-
sar Rp319,4 Miliar atau 103% terhadap anggaran.
Berdasarkan komponennya, peningkatan realisa-
si PAD ini didorong oleh realisasi sebagian besar
komponennya yakni pajak daerah, retribusi
daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang lebih tinggi dibanding realisasi pada triwu-
lan II 2015. Adapun komponen pajak daerah
sebagai komponen dengan pangsa terbesar
(91,2%) terealisasi sebesar 50,4% atau meningkat
cukup signifikan dari realisasi pada triwulan II
2015 sebesar 44,6%. Penerimaan pajak daerah ini
terutama bersumber dari Pajak Kendaraan
Bermotor/PKB (40,20%), Bea Balik Nama Kend-
araan Bermotor/BBNKB (34,39%), dan Pajak
Bahan Bakar Kendaraan Bermotor/PBBKB
(14,67%). Pendapatan pajak melalui PKB dan
BBNKB melonjak cukup tinggi pada triwulan II
Dana Perimbangan
jelang akhir tahun, sementara realisasi pendapa-
tan dapat berlangsung secara lebih merata di
setiap triwulan. Pola backloading pada realisasi
anggaran belanja ini disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain keterlambatan proses lelang
serta penagihan oleh vendor yang seringkali
digabungkan menjelang akhir tahun.
Dilihat dari sumbernya, komponen Dana Alokasi
Khusus (DAK) memberikan kontribusi terbesar
yakni mencapai 72,47%, disusul oleh dana bagi
hasil pajak (17,59%), dan Dana Alokasi Umum
(9,94%). Tingginya realisasi DAK ini sehubungan
dengan pencairan dana BOS yang harus direal-
isasikan pada semester I. Dana Alokasi Umum
(DAU) sangat penting bagi daerah karena dana
yang bersumber APBN ini merupakan bagian
dari perwujudan desentralisasi dan dialokasikan
untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-
daerah dalam rangka mendanai kebutuhan
daerah. Pengalokasian DAU tersebut didasarkan
atas fiscal gap3 dan alokasi dasar4.
Hingga triwulan II 2016, realisasi dana perimban-
gan mencapai Rp5,23 Triliun atau 49,3% terdapat
total anggaran. Walau secara nominal nilai
realisasi dana perimbangan pada triwulan II 2016
lebih tinggi dibanding triwulan II 2015, sebalikn-
ya persentase realisasinya sebesar 49,3% lebih
rendah dibanding triwulan II 2015 sebesar 62,2%.
Hal ini salah satunya disebabkan oleh meningkat-
nya pagu anggaran dana perimbangan sejalan
dengan adanya pegalihan penempatan Dana
BOS dari Dana Penyesuaian pada tahun 2015
menjadi dialihkan ke Dana Alokasi Khusus (DAK)
pada tahun 2016.
Selain itu, mengacu kepada implementasi PMK
235, pada bulan April 2016 Pemerintah Provinsi
Jawa Barat terkena sanksi konversi DAU menjadi
surat berharga negara (SBN) sebesar Rp103
Miliar akibat penilaian saldo tidak wajar di reken-
ing BPD. Menurut Biro Keuangan Pemerintah
Provinsi Jawa Barat, hal ini relatif wajar mengin-
gat akselerasi belanja umumnya terjadi men-
3 Fiscal gap adalah kebutuhan fiskal (meliputi jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan
konstruksi, PDRB per kapita, dan indeks pembangunan manusia (IPM)) dikurangi dengan kapasitas fiskal
daerah (terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil (DBH).
4Alokasi dasar dihitung berdasarkan atas jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah.
52KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
2.2.3. Anggaran Belanja Provinsi Jawa Barat
operasi yakni sebesar Rp2,36 Triliun (14,49%,
yoy). Adapun pada belanja operasi, mayoritas
komponen belanja mengalami peningkatan
dibanding tahun 2015 (kecuali belanja bantuan
keuangan), di mana nilai peningkatan terbesar
terjadi pada belanja hibah sebesra Rp2,50 Triliun
(35,01%), kemudian diikuti oleh belanja pegawai
dan belanja barang yang masing-masing
meningkat sebesar Rp389 Miliar dan Rp377
Miliar. Berdasarkan strukturnya, komponen
belanja operasi masih mendominasi alokasi
belanja APDB Pemerintah Provinsi Jawa Barat
dengan pangsa yang mencapai 83,8%
(Grafik4.3).
Anggaran belanja Pemerintah Provinsi Jawa
Barat terdiri dari anggaran belanja dan transfer
dengan total anggaran mencapai Rp28,60
Triliun atau meningkat sebesar 15,55% dibanding
tahun 2015 (Tabel 4.3). Peningkatan terbesar
terjadi pada anggaran belanja yang meningkat
dari Rp18,62 Triliun pada tahun 2015 menjadi
Rp22,22 Triliun pada tahun 2016 (19,33%, yoy).
Sejalan dengan hal tersebut, anggaran transfer
juga meningkat dari Rp6,13 Triliun pada tahun
2015 menjadi Rp6,38 Triliun pada tahun 2016
(4,07%, yoy).
Secara nominal, komponen belanja yang men-
galami peningkatan terbesar adalah belanja
Lain-lain Pendapatan
pendapatan seluruhnya diperoleh dari
bantuan keuangan (hibah) sebesar Rp9
Miliar atau terealisasi 33,7% dan dana
penyesuaian dan otonomi khusus sebe-
sar Rp5 Miliar yang telah terealisasi
100%.
Pada komponen lain-lain pendapatan, realisasi
sampai dengan triwulan II 2016 mencapai Rp14
Miliar di mana angka ini menurun dibanding
triwulan II sebesar Rp2,74 Triliun sejalan dengan
adanya pemindahan anggaran dari pos dana
penyesuian ke Dana Alokasi Khusus (DAK).
Sumber pemasukan komponen lain-lain
Tabel 2.4 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2015 dan 2016
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat, perhitungan staf BI
Belanja Pegawai
APBD 2105(Rp Miliar)
APBD 2106(Rp Miliar)
Belanja Barang
Belanja Bunga
Belanja Subsidi
UraianNo
a
b
c
d
a
b
c
Belanja Operasi
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bantuan Keuangan
Transfer
Belanja
Transfer/ Bagai hasil retribusi
Total Pedapatan
Transfer/ Bagi hasil pajak
Belanja Modal
Belanja tak terduga
Belanja Hibah
2.656,78 2.376,66 19,56
16.269,56 18.627,51 14,49
18.618,97 22.218,69 19,33
2,656,96 3.034,42 14,21
0,00 0,00 0,00
7.154,14 9.658,67 35,01
10,00 15,00 50,00
12,00
4.448,67
2.232,41
117,00
19,46
3.523,31
62,13
-20,80
3.545,94
45,25
58,84
-61,33
6.134,79
6.134,79
0,00
24.753,76
6384,56
6384,56
4,07
4,07
0,00
28.603,25
0,00
15,55
% Perubahan(yoy)
1
3
2
2
1
53 Keuangan Pemerintah
infrastruktur pendukung, salah satunya seperti
Jalan Tol Soreang-Pasir Koja (Soroja). Berdasar-
kan strukturnya, pangsa belanja modal terhadap
total anggaran belanja APBD mengalami sedikit
peningkatan dari 12% pada tahun 2015 menjadi
16% pada tahun 2016, di mana hal ini mencer-
minkan komitmen pemerintah yang semakin
tinggi terhadap kegiatan pembangunan yang
bersifat produktif.
Sejalan dengan perkembangan belanja operasi,
anggaran untuk komponen belanja modal juga
mengalami peningkatan sebesar Rp1,3 Triliun
(58,84%, yoy). Hal ini sejalan dengan tema pem-
bangunan baik di level nasional maupun regional
yang fokus kepada percepatan pembangunan
infrastruktur. Selain itu, adanya momentum
penyelenggaraan PON ke-19 di Jawa Barat juga
mendorong percepatan penyelesaian beberapa
Grafik 2.4 Proporsi Anggaran Belanja Provinsi Jawa BaratSumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat, perhitungan staf BI
75,2%
87,4
%
12,0%
0,6
%
83
,8%
16,0%
0,2
%
24.8%
77,7%
22,3%
Belanja
Transfer
Belanja Operasi
Belanja Modal
Belanja Tak Terduga
54KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
2.2.4. Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan II 2016
tahun-tahun sebelumnya. Baik komponen
belanja maupun transfer terealisasi lebih tinggi
dibanding periode yang sama tahun
sebelumnya. Khususnya pada komponen belanja,
belanja operasi terealisasi sebesar 40,24%
meningkat cukup signifikan dibanding realisasi
pada triwulan II 2015 sebesar 26,48%, di mana
hal ini khususnya disebabkan oleh adanya
pemberian gaji ke-13 dan ke-14 menjelang
Lebaran serta belanja dalam rangka persiapan
penyelenggaraan PON ke-19 di Jawa Barat.
Realisasi belanja dan transfer APBD Provinsi
Jawa Barat pada triwulan II 2016 mencapai
32,95%, lebih tinggi dibanding pencapaian pada
triwulan II 2015 sebesar 22,94% (Tabel 4.4).
Sesuai polanya, realisasi belanja akan terus
meningkat dari triwulan I hingga akhir tahun di
mana puncak penyerapan biasanya berlangsung
pada triwulan IV (pola backloading). Namun
pada tahun 2016, mulai terlihat adanya
perubahan dan perbaikan di mana tingkat
realisasi anggaran pada triwulan I dan triwulan II
sudah semakin tinggi dan lebih baik dibanding
2016. Adapun komponen belanja operasi
walaupun tumbuh sedikit melambat namun
masih lebih tinggi dibanding rata-rata
pertumbuhan historisnya (Grafik 4.4).
Berdasarkan nilainya, pertumbuhan yang sangat
signifikan terjadi pada komponen belanja modal
yang tumbuh dari -17,94% (yoy) pada triwulan I
2016 menjadi 135,50% (yoy) pada triwulan II
Tabel 2.5 Realisasi Belanja Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan II 2016
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat, perhitungan staf BI
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Bunga
Belanja Subsidi
a
b
c
d
a
b
c
Belanja Operasi
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bantuan Keuangan
Transfer
Belanja
Transfer/ Bagai hasil retribusi
Total Belanja
Transfer/ Bagi hasil pajak
Belanja Modal
Belanja tak terduga
Belanja Hibah
1
3
2
2
1
APBD 2105 (Rp Miliar)
APBD 2106(Rp Miliar)
S.d. Triwulan II 2015UraianNo
Realisasi(Rp Miliar)
%Realisasi
S.d. Triwulan I 2016
Realisasi(Rp Miliar)
%Realisasi
S.d. Triwulan II 2016
Realisasi(Rp Miliar)
%Realisasi
16.269,56 4.308,58 26,48 18.627,51 3.590,19 19,27 7.495,18 40,24
18.618,97 4.428,75 24,08 22.218,69 3.601,21 16,21 7.905,34 35,58
1.987,78 723,59 36,40 2.376,66 290,82 12,24 1.112,14 46,79
2.656,96 704,76 26,52 3.034,42 192,57 6,35 969,15 31,94
10,00 0,00 0,00 15,00 - - - -
- - - - - - - -
7.154,14 2.857,67 39,94 9.658,79 3.106,79 32,17 5.131,70 53,13
12,00 0,00 0,00 19,46 - - -
4.448,67 22,57 0,51
7,80
3.532,31 - - 282,20
2.232,41 174,17 3.545,94 11,02 410,160,31 11,57
8,01
-
117,00 0,00 0,00 45,25 - - - -
6.134,79 1.194,57 19,47 6.384,56 - - 1.519,26
6.134,79 1.194,57 19,47
-
6.384,56 - - 1.519,26
- - - - -- -
22,9424.753,76 5.677,32 28.603,26 3.601,21 9.424,6115,29 32,95
-
23,80
55 Keuangan Pemerintah
dengan pangsa mencapai 68,5%, diikuti oleh
belanja pegawai (14,8%), dan belanja barang
(12,9%) (Grafik 4.5). Adapun komponen belanja
operasi yang tumbuh meningkat dibanding
triwulan sebelumnya adalah belanja pegawai
yang tumbuh dari -3,72% (yoy) pada triwulan I
menjadi 53,70% (yoy) pada triwulan II, serta
belanja barang yang tumbuh dari -25,07% (yoy)
menjadi 37,51% (yoy) pada triwulan II (Grafik
4.6).
Realisasi belanja operasi hingga akhir triwulan II
2016 mencapai sebesar Rp7,50 triliun atau sebe-
sar 40,24% terhadap total pagu belanja operasi
pada APBD tahun 2016. Realisasi tersebut
tumbuh sebesar 73,96% (yoy) atau sedikit
melambat dibanding triwulan I 2016 sebesar
86,86% (yoy), namun masih lebih tinggi diband-
ing rata-rata historis pertumbuhan belanja oper-
asi pada triwulan II (periode 2013-2015) sebesar
6,92% (yoy). Kontributor utama dari belanja
operasi tersebut adalah komponen belanja hibah
realisasi didorong oleh belanja sarana/prasarana
dalam rangka persiapan penyelenggaraan PON.
Sejalan dengan hal tersebut, komponen belanja
hibah juga mencatatkan realisasi yang tinggi
yakni mencapai 53,13% (meningkat dibanding
triwulan II 2015 sebesar 39,94%).
Kenaikan pada belanja pegawai didorong oleh
kebijakan pemerintah untuk memberikan insentif
berupa gaji ke-13 dan ke-14 bagi PNS di tahun
2016. Pada komponen belanja bantuan keuangan
yang terealisasi sebesar 11,57% (meningkat
dibanding triwulan II 2015 sebesar 0,51%),
Grafik 2.5 Perkembangan Belanja Operasi dan ModalSumber : Biro Keuangan Prov.Jawa Barat, diolah staf BI
Grafik 2.6 Pangsa Belanja Operasi (%)Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat
Grafik 2.7 Perkembangan Komponen Belanja OperasiSumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Barat
Belanja Modalg. Total Belanja g. Belanja Operasi
Belanja Operasi
g. Belanja Modal
2013 2014 2015 2016I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
4
6
10
12
14
16
18
20
Rp Triliun
8
2
-
150
Growth yoy (%)
100
50
0
(50)
(100)
3.8
%
68
,5%
12,9%
14,8
%Belanja Hibah
Belanja Barang
Belanja Pegawai
Belanja BantuanKeuangan
g. Belanja Pegawaig. Belanja Barangg. Total Belanja Operasi
g. Belanja Hibah
2013 2014 2015 2016I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
% (YOY)
150
100
50
0
-50
-100
56KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
2.3. Belanja APBD Kabupaten/Kota di Jawa Barat
Adapun rincian alokasi dana hibah ini adalah
sebagai berikut:
Adapun anggaran dalam rangka belanja panitia
PB/PON juga akan disalurkan dari pos belanja
hibah.
Sebanyak 54,19% dari anggaran untuk peny-
aluran Dana BOS bagi jenjang SD (di mana
untuk tahun 2016 total Dana BOS untuk Jawa
Barat mencapai 5 Triliun dan telah disalurkan
2,78 Triliun hingga akhir triwulan II 2016)
Sebanyak 24,25% merupakan alokasi hibah
untuk lembaga berbadan hukum (umumnya
koperasi)
a.
b.
Sebanyak 20,32% merupakan hibah dalam
bentuk penyaluran Dana BOS untuk jenjang
SMP
Sebesar 1,23% merupakan hibah kepada
pemerintah pusat yakni umumnya dalam
rangka kegiatan pengamanan di daerah
(contoh : KODAM).
c.
d.
Belanja Modal
persiapan berupa maintenance dan perbaikan
jalan untuk mendukung kelancaran akomodasi
selama periode mudik. Dalam rangka
mendukung penyelenggaraan PON, Pemerintah
juga berfokus dalam menyelesaikan proyek jalan
Tol Soroja yang merupakan salah satu akses
pendukung acara tersebut. Terdapat beberapa
proyek infrastruktur strategis di Jawa Barat,
yakni antara lain pembangunan Tol Cisumdawu,
Tol Soroja, Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi, dan
Bandara Internasional Kertajati. Pembebasan
lahan masih menjadi kendala yang kerap muncul
dan hal ini juga berpotensi untuk menghambat
realisasi penyerapan belanja modal dari
pembangunan fisiknya.
Realisasi belanja modal hingga triwulan I 2016
tercatat sebesar Rp410,16 Miliar atau 11,57% dari
pagunya. Tingkat realisasi tersebut mengalami
peningkatan dibandingkan dengan periode yang
sama tahun sebelumnya dengan pencapaian
sebesar 7,80% terhadap total pagu belanja
modal 2015. Secara nominal, pertumbuhan
belanja modal triwulan II 2016 juga mengalami
peningkatan yang signifikan yakni dari tumbuh
sebesar -17,94% (yoy) pada triwulan I 2016
menjadi 135,50% (yoy) pada triwulan II 2016. Hal
ini sejalan dengan p e r c e p a t a n
p e m b a n g u n a n infrastruktur yang terus
digagas baik oleh pemerintah pusat maupun
daerah. Selain itu, dalam rangka persiapan
menjelang Lebaran, pemerintah juga melakukan
Triliun. Secara spasial, anggaran belanja untuk 5
kab/kota besar di Jawa Barat memiliki pangsa
mencapai 35,8% terhadap total anggaran belanja
kab/kota di Jawa Barat.
Dari 27 kabupaten/kota yang ada di Jawa Barat,
anggaran belanja untuk 26 kabupaten/kota5
pada tahun 2016 tercatat sebesar Rp83,42 Triliun
atau meningkat sebesar 13,00% dibanding
anggaran belanja tahun 2015 sebesar Rp73,82
5 Data bersumber dari situs TEPRA, di mana pada situs tersebut data tersedia untuk 26 kabupaten/kota
57 Keuangan Pemerintah
Grafik 2.8 Pangsa Anggaran Belanja Kab/Kota 2016 (%)Sumber : Situs TEPRA (monev.lkpp.go.id)
Grafik 2.9 Struktur Belanja APBD Kab/Kota 2015 dan 2016Sumber : Situs Tim Evaluasi & Pengawasan Realisasi Anggaran (TEPRA)
pangsa belanja terendah adalah Kota
Tasikmalaya (1,84%), Kota Sukabumi (1,48%),
Kab. Pangandaran (1,34%), dan Kota Banjar
(1,10%).
Adapun anggaran belanja tertinggi dimiliki oleh
kota Bandung dengan pangsa mencapai 8,7%,
diikuti oleh Kab. Bogor (8,6%), Kab. Bekasi
(6,6%), Kab. Bandung (6,2%), dan Kota Bekasi
(5,6%) (Grafik 4.7). Di sisi lain, kab/kota dengan
(21,8%), belanja barang dan jasa (20,7%), dan
belanja hibah & bantuan (10,5%). Karakteristik ini
sedikit berbeda dengan
Berdasarkan strukturnya, anggaran belanja
kab/kota didominasi oleh belanja pegawai
(46,9%), kemudian diikuti oleh belanja modal
mencapai Rp2,13 Triliun sementara nilai realisasi
terendah dialami oleh Kab. Pangandaran sebesar
Rp355,8 Miliar (Grafik 4.9). Perkembangan
realisasi belanja APBD Kab/Kota juga relatif
lebih baik dan menunjukkan adanya upaya
pemerintah kab/kota untuk memperbaiki pola
realisasi anggarannya.
Hingga triwulan II 2016, realisasi belanja APBD
dari 20 kab/kota6 yang ada di Jawa Barat
mencapai 31,70% terhadap total anggaran.
Adapun realisasi terendah dialami oleh oleh Kota
Bogor (21,90%) sementara realisasi tertinggi
dialami oleh Kab. Ciamis (44,80%). Secara
nominal, realisasi belanja tertinggi hingga
triwulan II 2016 dialami oleh Kota Bandung yang
6 Hingga periode penyusunan laporan, data yang tersedia di situs TEPRA untuk realisasi hingga Juni 2016
hanya tersedia untuk 20 kabupaten/kota di Jawa Barat
64,17%8,
7%
8,6%
6,6%
6,2%
5,6%
Kota Bandung
Kab. Bogor
Kab. Bekasi
KAb. Bandung
Kota Bekasi
Lainnya
Belanja Pegawai
Belanja Hibah & Bantuan
Belanja Barang/Jasa
Belanja Modal
50,2%
8,7
%
20,8%
20,3%
10,5
%
21,8%
20,7%
46,9%
58KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Grafik 2.10 Perkembangan Realisasi Belanja 20 Kab/Kota di Jawa Barat s.d. Tw II’16Sumber : Situs TEPRA (monev.lkpp.go.id)
Tabel 2.6 Anggaran Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah)
2.3 Belanja APBN di Jawa Barat
digunakan untuk membiayai gaji pegawai
Kementerian atau instansi pemerintah pusat
yang berada di Jawa Barat, seperti Kantor
Wilayah Perbendaharaan Negara dan Kantor
Wilayah Pajak. Selain itu, anggaran ini juga digu-
nakan untuk membiayai proyek-proyek infras-
truktur strategis yang dicanangkan oleh pemer-
intah pusat. Berdasarkan strukturnya, belanja
APBN di Jawa Barat terutama dialokasikan untuk
belanja pegawai (43,48%) dan belanja barang
(39,71%) (Tabel 4.5).
Dalam rangka membiayai belanja serta program-
nya di daerah, pemerintah pusat mengalokasikan
sejumlah anggaran APBD untuk direalisasikan di
Jawa Barat. Anggaran penerimaan APBN terse-
but hanya berasal dari penerimaan dalam negeri
yang bersumber dari pajak, Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP), serta hibah. Selain alokasi
ini, belanja APBN juga disalurkan dalam bentuk
Belanja Pemerintah Pusat dan Transfer ke Daerah
melalui Dana Perimbangan dan Lain-Lain
Pendapatan Daerah yang Sah. Belanja pemerin-
tah pusat melalui APBN tersebut antara lain
ja APBN hingga ini mengalami penurunan nilai
dibanding triwulan II 2015 yang mencapai
Rp10,84 Triliun. Berdasarkan komponennya,
tingkat realisasi mayoritas komponen meningkat
dibanding triwulan II 2015, kecuali pada kom-
ponen belanja bantuan sosial.
Hingga triwulan II 2016, realisasi belanja APBN di
Jawa Barat telah mencapai Rp10,68 Triliun atau
27,61% terhadap total anggaran, di mana persen-
tase realisasi ini sedikit lebih tinggi dibanding
triwulan II 2015 sebesar 26,17% (Tabel 4.6).
Namun demikian, secara nominal realisasi belan-
2500 50%45%40%35%30%25%20%15%10%5%0%
2000
1500
1000
500
0
Kab
.Ban
du
ng
Kab
.Bo
go
r
Kab
.Gar
ut
Kab
.Bek
asi
Kab
.Su
kab
um
i
Kab
.Kar
awan
g
Kab
.Cia
nju
r
Kab
.Tas
ikm
alay
a
Kab
.Su
med
ang
Kab
.Su
ban
g
Kab
.Maj
alen
gka
Ko
ta D
epo
k
Kab
.Cia
mis
Kab
.Ban
du
ng
Bar
at
Ko
ta T
asik
mal
aya
Ko
ta C
imah
i
Ko
ta B
og
or
Ko
taS
uka
bu
mi
Kab
,Pan
gan
dar
an
Nilai Realisasi Belanja
% Realisasi Belanjas.d Tw II’16
Rp Miliar %
No.
1
2
3
4
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Belanja Bantuan Sosial
Total Belanja
17122,75
14129,15
7639,69
2543,65
41435,24
41,32
34,10
18,44
6,14
100,00
jenis Belanja %Perubahan
(yoy)
TA 2015
Pagu(Rp Miliar)
Pangsa(%)
TA 2016
Pagu(Rp Miliar)
Pangsa(%)
16824,95
15364,78
6289,16
216,79
38695,68
43,48
39,71
16,25
0,56
100,00
-1,74
8,75
-17,68
-91,48
0,24
59 Keuangan Pemerintah
realisasi belanja modal dan belanja barang masih
mencatatkan pertumbuhan positif secara tahu-
nan. Sebaliknya, komponen belanja pegawai
mengalami kontraksi dari 14,23% (yoy) pada
triwulan I menjadi -20,76% (yoy) pada triwulan II.
Secara umum, perkembangan ini sejalan dengan
kebijakan pemerintah pusat yang mulai melaku-
kan pengetatan anggaran pada awal triwulan II
2016 seiring dengan perkembangan defisit
belanja terhadap PDB yang semakin membesar.
Berdasarkan nilai pertumbuhannya, terjadi
perlambatan pada laju pertumbuhan realisasi
belanja pegawai, belanja barang, dan belanja
modal (Grafik 2.12). Hal ini terjadi setelah sebel-
umnya laju pertumbuhan belanja barang dan
belanja modal meningkat cukup signifikan pada
triwulan I. Penurunan pertumbuhan terdalam
terjadi pada belanja modal yang melambat dari
877,22% (yoy) pada triwulan I menjadi 57,30%
(yoy) pada triwulan II. Meski demikian, baik
Tabel 2.7 Realisasi Belanja APBN di Provinsi Jawa Barat Hingga Triwulan II 2016
Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah)
Grafik 2.11 Pangsa Belanja APBN di Jawa Barat TA Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah)
Grafik 2.12 Perkembangan Belanja APBN di Jawa BaratSumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah)
Grafik 2.13 % Realisasi APBN di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Belanja Per TriwulanSumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat (diolah)
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Belanja Bantuan Sosial
43,5%
0,6
%
16,3%
39,7%
100 1000
% (yoy) % (yoy)
800
600
400
200
0
-200
80
60
40
20
0
-20
-40I II I IIIII
2015 2016
IV
g. Total Belanja
g. Belanja Barang
g. Belanja Pegawai
g. Belanja Modal-kanan
Tw I Tw II Tw III Tw IV
0102030405060708090
100
2014 2015 2016TOTAL BELANJA
2014 2015 2016BELANJA PEGAWAI
2014 2015 2016BELANJA MODAL
2014 2015 2016BELANJA BANTUAN SOSIAL
10
32
60
91
11
26
52
92
14
2821
45
75
96
20
39
69
98
2032
0214
35
84 88
30
1101
0820
01
30
58
97 92
63
1704 02 07
Realisasi s.d. Triwulan II 2015 Realisasi s.d. Triwulan II 2016Jenis BelanjaNo.
Belanja Pegawai 17122,751
2
3
4
31,59
26,61
20,13
6,67
27,61
14129,15
7639,69
2543,65
41435,24
6706,89
2900,16
804,76
430,53
10842,35
39,17
20,53
10,53
16,93
26,17
16824,95
15364,78
6289,16
216,79
38695,68
5314,24
4088,36
1265,91
14,65
10683,16
Belanja Barang
Belanja Modal
Belanja Bantuan Sosial
TOTAL BELANJA
Realisasi(Rp Miliar)
Pagu(Rp Miliar)
Pagu(Rp Miliar)% Realisasi Realisasi
(Rp Miliar) % Realisasi
60KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
(pangsa 7,33) (Tabel 4.7). Hingga triwulan II
2016, realisasi tertinggi diraih oleh fungsi
pertahanan (49,01%), diikuti oleh fungsi ekonomi
(14,87%), dan fungsi perlindungan sosial (11,91%).
Berdasarkan fungsinya, alokasi belanja modal di
Jawa Barat terutama ditujukan untuk
mendukung fungsi ekonomi (pangsa 65,13%),
pendidikan (pangsa 11,63%), dan kesehatan
Grafik 2.8 Realisasi Komponen Belanja Modal APBN di Provinsi Jawa Barat Sumber : Ditjen Perbendaharaan Jawa Barat
Tw I 2016 Tw II 2016FungsiNo.
Pelayanan Umum 165,561
2
3
4
5
6
7
8
9
10
4,71
49,01
3,80
14,87
4,12
6,91
4,38
0,26
7,00
11,91
11,72
11,00
212,14
4096,37
107,17
410,95
460,78
73,93
731,44
19,83
6289,16
3,58
0,00
1,90
178,39
1,33
22,27
1,79
0,45
12,84
0,25
222,79
2,16
0,00
0,90
4,35
1,24
5,42
0,39
0,60
1,75
1,28
3,54
7,80
5,39
8,06
609,10
28,38
4,42
20,18
0,19
51,23
2,36
737,11
Pertahanan
Ketertiban & Keamanan
Ekonomi
Lingkungan Hidup
Perumahan & Fasilitas Umum
Kesehatan
Agama
Pendidikan
Perlindungan Sosial
TOTAL BELANJA MODAL
Pagu(Rp Miliar) Realisasi
(Rp Miliar) % Realisasi Realisasi(Rp Miliar) % Realisasi
faktor-faktor tersebut disesuaikan juga dengan
kesulitan geografis masing-masing desa.
Alokasi APBN untuk Dana Desa di Provinsi Jawa
Barat pada tahun 2016 ini meningkat cukup
signifikan, dari Rp1,59 triliun menjadi Rp3,57
triliun dengan besaran rata-rata desa menerima
Rp670,89 juta, atau naik sekitar 124,47%. Dilihat
dari wilayahnya, hanya 3 Kota/Kabupaten di
Provinsi Jawa Barat yang menerima dana desa
kurang dari Rp 100 miliar yakni Kabupaten
Subang, Kota banjar dan Kabupaten Panganda-
ran. Hal ini dikarenakan faktor-faktor penentu di
3 Kota/Kabupaten tersebut yang terbatas, teru-
tama seperti jumlah penduduk dan luas wilayah
serta kesulitan geografis.
Sebagaimana amanat oleh UU No.6 tahun 2014
tentang Desa maka pemerintah diberi tugas
untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemer-
ataan pembangunan desa melalui peningkatan
pelayanan publik di desa, memajukan perekono-
mian desa, mengatasi kesenjangan pembangu-
nan antar desa serta memperkuat masyarakat
desa sebagai subyek dari pembangunan. Salah
satu wujud konkrit upaya ini dicerminkan
melalui penyaluran dana desa yang bersumber
dari APBN yang diperuntukkan untuk desa dan
desa adat yang ditransfer melalui APBD Kabu-
paten/Kota. Alokasi dana desa tersebut mem-
pertimbangkan faktor-faktor jumlah penduduk,
luas wilayah, dan angka kemiskinan. Selanjutnya
Pencairan dana desa tahun anggaran 2016 dari
Pemerintah Pusat sesuai rencana dilakukan
dalam 2 tahap sebagai berikut:
Tahap I sebesar 60%, dilaksanakan pada
bulan Maret 2016
Tahap II sebesar 40% dilaksanakan pada
bulan Agustus 2016
61 Boks 03PERKEMBANGAN
PENYALURANDANA DESATAHUN 2016
BOKS
03
Gambar 1. Alokasi dana Desa per Kabupaten di Provinsi Jawa Barat
BOKS 03PERKEMBANGAN PENYALURAN DANA DESA TAHUN 2016
Gambar 2. Alur Kronologis Rekrutmen Pendamping Desa
62KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
BOKS
03PERKEMBANGANPENYALURANDANA DESATAHUN 2016
Pencairan dilakukan melalui pemidahbukuan
dari RKUN (Rekening Kas Umum Negara) ke
RKUD (Rekening Kas Umum Daerah). Selanjutn-
ya dari RKUD akan dikirimkan ke RKD (Rekening
Desa). Penyaluran dana desa dari RKUD ke RKD
dilakukan selambatnya 7 hari kerja setelah dana
desa diterima RKUD.
Dalam realisasinya, hingga Juni 2016, penyalu-
ran dana desa masih terkendala. Meski sudah
100% dropping Dana Desa Tahap I 2016 dari
RKUN ke RKUD dilakukan ke semua kabupaten,
namun dana tersebut belum dapat dicairkan ke
desa-desa. Penyebab dari kesulitan pencairan
dana desa tersebut antara lain:
Di Provinsi Jawa Barat terdapat 538 kecamatan
(yang memiliki desa) dengan total jumlah desa
sebanyak 5.319 desa. Dengan demikian, total
jumlah kebutuhan pendamping desa (dari level
desa hingga kabupaten) adalah 2.927 orang.
Pada Juli 2015, Kementerian Desa telah
menyebutkan bahwa seluruh pegawai eks PNPM
akan berganti peran dan dilantik menjadi
Pendamping Desa. Untuk tahun 2016, kontrak
kerja pegawai eks PNPM sebagai pendamping
desa hanya diperpanjang s.d. 31 Mei 2016 oleh
Kementerian Desa.
Kemudian pada Mei 2016 Kementerian Desa
mensyaratkan jika pegawai eks-PNPM ingin
tetap menjadi Pendamping Desa, maka yang
bersangkutan harus mengikuti proses
seleksi/rekruitmen Pendamping Desa periode
tahun 2016 yang dimulai pada 28 Mei 2016. Pada
realitanya, hampir tidak ada pegawai eks-PNPM
yang mengikuti proses seleksi/rekrutmen ini.
Dengan jumlah pendamping desa rekrutmen
baru tahun 2015 sebanyak 635 orang, tanpa
beroperasinya pendamping desa lama
(eks-PNPM), maka shortage dari kuota menca-
pai 2.292 orang.
Kurangnya pengetahuan dan kapasitas
perangkat Desa untuk meyusun APBDes.
Rata-rata 90% APBDes terkait pembangu-
nan infrastruktur yang membutuhkan peny-
usunan RAB yang tidak sederhana bagi
perangkat Desa.
Kekhawatiran bahwa perencanaan yang
keliru akan berakibat pada temuan auditor.
Kekosongan Pendamping Desa yang sebel-
umnya aktif membantu Desa dalam melaku-
kan perencanaan. Terkait kekosongan
pendamping desa tersebut berasal dari
shortage pendamping karena diakhirinya
kontak pendamping desa lama (ex PNPM)
sedangkan rekruitmen pendamping desa
baru belum sepenuhnya siap.
memiliki peranan yang sangat penting dalam
memberikan guidance dan mendorong desa
dalam menyusun proposal rencana pembangu-
nan/proyek yang menjadi syarat penyaluran
Dana Desa.
Dapat disimpulkan bahwa permasalahan
menurunnya daya dukung Pendamping Desa
dimaksud berdampak cukup signifikan pada
pencairan Dana Desa dan realisasi ke depan. Hal
ini disebabkan Pendamping Desa sejauh ini
PerkembanganInflasi03
BAB
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONALPROVINSI JAWA BARAT
AGUSTUS 2016
63KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
menjadi 2,28% (yoy) pada t r i w u l a n I I . B e r -d a s a r k a n subkelompoknya, penurunan ini terutama disebabkan oleh kelompok core yang bersifat non-traded seiring dengan penurunan permintaan terhadap komoditas jasa utama. Hal ini menjadi salah satu indikasi adanya kecend-erungan masyarakat untuk menahan konsumsi pada jenis kebutuhan yang bersifat non-primer. Selain itu, tren penguatan nilai tukar rupiah yang berlangsung secara konsisten sejak awal tahun turut berkontribusi kepada rendahnya tekanan imported inflation pada kelompok core traded, khususnya pada jenis barang elektronik dan bahan bangunan.
Di sisi lain, penurunan tekanan harga ini ditahan oleh perkembangan pada kelompok volatile food yang mengalami peningkatan harga yang cukup tinggi pada triwulan II. Inflasi kelompok volatile food meningkat dari 9,49% (yoy) pada triwulan I menjadi 10,80% (yoy) pada triwulan II 2016. Real-isasi inflasi tahunan ini merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan historis inflasi tahunan volatile food bulan Ramadhan elama periode 2011-2015 (exclude 2013). Secara seasonal,pen-ingkatan permintaan didorong oleh momentum Bulan Ramadhan yang mengalami pergeseran dibanding tahun lalu s e h i n g g a h a m p i r s e l u r u h n y a berlangsung di akhir triwulan II 2016. Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia serta mayor-itas penduduknya khususnya di suburban (Bekasi , Depok, Bogor) yang merupakan pendatang menyebabkan permintaan yang cenderung lebih tinggi pada periode Ramadhan daripada Lebaran. Selain itu, meningkatnya dukungan infrastruktur terhadap konektivitas antar provinsi (salah satunya melalui beroper-asinya Tol Cipali) juga meningkatkan distri-busi bahan pangan dari beberapa sentra produk-si di Jawa Barat untuk memenuhi permintaan di luar Jawa Barat.
Perkembangan inflasi Jawa Barat relatif terken-dali pada triwulan II 2016 seiring dengan kebi-jakan pemerintah menurunkan harga bahan bakar di awal triwulan serta tren penguatan nilai tukar rupiah yang berlangsung secara konsisten sejak awal tahun. Inflasi IHK pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 3,22% (yoy), lebih rendah dibanding triwulan I 2016 sebesar 3,78%. Perkembangan inflasi Jawa Barat pada triwulan ini kembali mencatatkan realisasi yang lebih rendah dibanding inflasi nasional sebesar 3,45% (yoy). Secara spasial di Kawasan Jawa, realisasi inflasi tahunan Jawa Barat merupakan yang yang tertinggi kedua setelah Banten (3,78%). Sementara secara triwulanan inflasi IHK Jawa Barat menurun dari triwulan I 2016 sebesar 0,61% (qtq) menjadi sebesar 0,59% pada triwu-lan II 2016, serta lebih rendah dibanding triwulan II 2015 yang tercatat sebesar 1,14% (qtq). Secara umum, perkembangan inflasi Jawa Barat hingga triwulan II 2016 ini relatif rendah dan secara historis merupakan realisasi inflasi triwulan II terendah sejak tahun 2009.
Penurunan tekanan inflasi tahunan ini disebab-kan baik oleh faktor non fundamental yakni dari kelompok administered prices serta faktor fundamental pada kelompok core. Berdasarkan andilnya, inflasi pada triwulan II terutama dise-babkan oleh kelompok volatile food dengan andil sebesar 1,54%, kemudian diikuti oleh kelompok core dengan andil sebesar 1 , 5 4 % . A d a p u n k e l o m p o k administered prices memberikan andil deflasi sebesar 0,01% dan mengalami penurunan inflasi dari 3,23% (yoy) pada triwulan I menjadi -0,24% (yoy) pada triwu-lan II. Penurunan tekanan yang cukup besar pada kelompok administered prices terutama didorong oleh kebijakan pemerintah yang kem-bali menurunkan harga bahan bakar minyak pada awal triwulan II 2016 dalam persentase penurunan yang lebih besar dibanding awal tahun, mengacu kepada perkembangan harga minyak dunia yang masih mengalami penurunan hingga awal triwulan II. Adapun kelompok core secara konsisten mengalami penurunan tekanan sejak akhir tahun 2016 dan menjadi faktor salah satu faktor utama yang mendorong tren inflasi yang relatif rendah. Tingkat inflasi core mengala-mi penurunan dari 2,38% (yoy) pada triwulan I
Sisi Permintaan
historisnya. Perkembangan serupa juga terjadi di
Kawasan Jawa, di mana realisasi inflasi seluruh
provinsi pada triwulan II 2016 berada di bawah
historis periode yang sama padatahun 2014 dan
2015 (Grafik 3.2).
Khususnya sejak tahun 2014, perkembangan
inflasi Jawa Barat secara konsisten berada di
bawah level inflasi nasional (Grafik 3.1).
Penurunan tekanan inflasi pada triwulan II yang
dialami baik di level nasional maupun Jawa Barat
secara umum berada di bawah rata-rata tren
64 Perkembangan Inflasi
Grafik 3.1 Inflasi Tahunan Jawa Barat vs Nasional
Grafik 3.2 Inflasi Tahunan Provinsi di Kawasan Jawa
3.45
3.22
Jabar Nasional
% (yoy)10987654321
0I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2011 2012 2013 2014 2015 2016
Rata-rata InflasiJabar 5 tahun terakhir : 5,30%
Sumber : BPS (diolah)
Sumber : BPS (diolah)
% (yoy)10987654321
0Tw II’14 Tw II’15 Tw II’16
JabarJatim JatengJakartaJogjaBanten
serta persiapan masyarakat menyambut Hari
Raya Idul Fitri. Jika dibandingkan dengan
provinsi lain di kawasan Jawa, rata-rata inflasi
bulanan Jawa Barat pada triwulan II 2016
(0,20%) merupakan yang tertinggi, diikuti oleh
Jawa Timur dan DKI Jakarta (0,16%), DI
Yogyakarta (0,15%), Banten (0,07%), dan Jawa
Tengah (0,03%) (Grafik 3.4).
Pada triwulan II 2016, rata-rata inflasi bulanan
Jawa Barat sebesar 0,20% (mtm), sama dengan
rata-rata inflasi bulanan pada triwulan I 2016.
Realisasi ini relatif lebih rendah dibanding
dengan rata-rata historis inflasi bulanan di
triwulan II (periode 2011-2015) sebesar 0,24%
(Tabel 3.1). Selama triwulan II 2016, tekanan
inflasi tertinggi terjadi pada bulan Juni 2016
seiring dengan berlangsungnya bulan Ramadhan
65KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Grafik 3.3 Rata-rata Inflasi Bulanan 5 Tahun Terakhir
Grafik 3.4 Inflasi Bulanan Provinsi di Kawasan Jawa
3.1. Perkembangan Inflasi Periode Triwulan II 20163.1.1. Inflasi Bulanan (mtm)
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
% (mtm)
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
-1.00Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Rata-rata 2011-2015
2012
2013
2014
2015
2016
% (yoy)0,80
0,70
0,60
0,50
0,40
0,30
0,20
0,10
0,00Tw II’14 Tw II’15 Tw II’16
JabarJatim JatengJakartaJogjaBanten
khususnya untuk jenis barang impor (imported
inflation) sehingga terdapat penurunan tekanan
inflasi pada kelompok pendidikan, rekreasi, dan
olahraga dibanding triwulan sebelumnya dengan
rata-rata andil deflasi bulanan sebesar -0,01% .
Hal ini khususnya disumbang oleh sejumlah
komoditas pada sub kelompok perlengkapan
pendidikan yang umumnya diperoleh melalui
impor. Selain itu, terjadinya pergeseran musim
panen pada komoditas beras dari biasanya di
akhir triwulan I 2016 ke awal triwulan II 2016 juga
turut menjadi faktor yang menahan tekanan
inflasi pangan yang lebih tinggi pada triwulan II
2016.
Tekanan inflasi IHK bulanan di triwulan II teruta-
ma didorong oleh faktor seasonal baik tradisi
menyambut Ramadhan (munggahan) yang
kental di kalangan masyarakat Sunda serta Bulan
Ramadhan yang hampir seluruhnya berlangsung
pada akhir triwulan. Momentum ini mendorong
peningkatan permintaan khususnya pada kelom-
pok bahan makanan dan kelompok makanan
jadi, minuman, dan tembakau. Adapun rata-rata
inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan II
2016 sebesar 0,87% lebih tinggi dibanding
rata-rata historis triwulan II (2011-2015) sebesar
0,03% (Tabel 3.1). Sejalan dengan hal tersebut,
kelompok bahan makanan juga memberikan
rata-rata andil inflasi bulanan terbesar pada
triwulan II 2016 yakni mencapai 0,18% kemudian
disusul oleh kelompok makanan jadi, minuman,
dan tembakau sebesar 0,06% (Tabel 3.2). Hal ini
terutama disebabkan oleh tingginya tekanan
inflasi khususnya dari subkelompok sayur-sayu-
ran seiring dengan semakin meningkatnya keter-
gantungan Jawa Barat terhadap pasokan beber-
apa jenis komoditas sayur-sayuran dari provinsi
lain di tengah tingkat konsumsi yang terus
meningkat setiap tahunnya.
Namun demikian, perkembangan inflasi bulanan
Jawa Barat pada triwulan II 2016 ini sedikit lebih
rendah dibanding rata-rata historis 2011-2015
sebesar 0,24%. Meningkatnya tekanan harga dari
komoditas pangan mampu ditahan oleh perkem-
bangan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang
kembali diturunkan oleh pemerintah pada awal
triwulan II 2016 (dengan persentase penurunan
yang lebih besar dibanding awal triwulan I 2016),
mengacu kepada perkembangan harga minyak
dunia yang terus menurun selama awal tahun.
Sebagai dampaknya, inflasi pada kelompok
transportasi, komunikasi dan jasa keuangan serta
kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan
bakar menurun cukup dalam khususnya pada
awal triwulan. Adapun kelompok transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan memberikan
rata-rata andil deflasi bulanan terbesar pada
triwulan II 2016 yakni sebesar -0,06%. Selain itu,
tren penguatan rupiah yang terus berlanjut
secara konsisten sejak awal tahun juga men-
dorong adanya penurunan tekanan inflasi
66 Perkembangan Inflasi
dengan kedua kelompok lainnya, kelompok
administered prices secara rata-rata mengalami
deflasi pada triwulan II 2016, didorong oleh
tekanan deflasi yang besar pada awal triwulan.
Hal ini sebagai dampak dari kebijakan pemerin-
tah yang kembali menurunkan harga Bahan
Bakar Minyak (BBM) yang berlaku per tanggal 1
April 2016 serta PT. PLN yang melakukan
penurunan tarif listrik pada awal bulan April
2016.
Berdasarkan disagregasi kelompok, tekanan
inflasi terutama bersumber dari kelompok vola-
tile food dengan rata-rata inflasi sebesar 0,96%
(Grafik 3.5) dan memberikan andil terbesar men-
capai 0,17% (Grafik 3.6). Selanjutnya, tekanan
inflasi juga diberikan oleh kelompok core dengan
rata-rata inflasi bulanan sebesar 0,14% dan andil
sebesar 0,09%. Adapun perkembangan tekanan
inflasi bulanan kelompok core terpantau berger-
ak dalam tren menurun dibanding triwulan I 2016
dengan rata-rata inflasi bulanan sebesar 0,17%
dan andil mencapai 0,11%. Penurunan tekanan
inflasi bulanan dibanding triwulan sebelumnya
ini didorong oleh tren penguatan rupiah serta
terbatasnya permintaan masyarakat khususnya
pada sektor properti jasa (sewa). Berbeda
67KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Tabel 3.1 Perbandingan Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang (%, mtm)
Tabel 3.2 Andil Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Umum -0,12 0,17 0,69 0,590,24 -0,17 0,20 -0,370,20 0,25 0,72 0,20
1 Bahan Makanan -1,40 -0,02 1,52 2,840,03 -0,87 0,83 -0,560,94 0,51 2,66 0,87
2Makanan jadi, minumanrokok & tembakau
0,31 0,42 0,42 0,410,38 0,55 0,38 0,260,45 0,49 0,38 0,38
6Pendidikan, rekreasi,dan olahraga
0,04 0,00 0,06 0,250,03 0,01 -0,09 0,000,06 0,01 -0,21 -0,07
7Transportasi, komunikasi,dan jasa keuangan
0,39 0,08 1,04 -1,060,51 -0,20 -0,12 -1,45-0,46 0,02 0,34 -0,36
4 Sandang -0,05 0,00 0,11 0,120,02 0,15 0,32 0,210,20 0,53 0,10 0,42
5 Kesehatan 0,24 0,31 0,18 0,490,24 0,05 0,13 0,010,22 0,13 0,10 0,08
3Perumahan, air, listrik,dan bahan bakar
0,33 0,32 0,25 0,300,30 -0,25 -0,12 -0,16-0.02 0,07 0,10 0,00
Kelompok Tw II (2011-2015)
AprNo
Mei Jun
Rata-rata
Tw I 2016
Jan Feb Mar
Rata-rata
Tw II 2016
Apr Mei Jun
Rata-rata
1 Bahan Makanan -0,37 0,25 0,66 -0,130,18 0,10 0,57 0,18
2Makanan jadi, minumanrokok & tembakau
-0,04 -0,14 0,22 0,040,01 0,09 0,06 0,06
6Pendidikan, rekreasi,dan olahraga
-0,01 0,00 -0,03 0,00-0,01 0,00 -0,02 -0,01
7Transportasi, komunikasi,dan jasa keuangan
0,13 0,05 -0,09 -0,250,03 0,00 0,06 -0,06
4 Sandang 0,00 -0,01 0,05 0,010,01 0,02 0,02 0,02
5 Kesehatan -0,01 0,00 0,02 0,000,00 0,01 0,00 0,00
3Perumahan, air, listrik,dan bahan bakar
-0,05 0,09 -0,12 -0,05-0,03 0,02 0,03 0,00
KelompokNo Tw I 2016
Okt Nov Des
Rata-rata
Tw II 2016
Jan Feb Mar
Rata-rata
ing periode Januari, di mana secara total andil
deflasi kelompok jasa terkait sebesar -0,03%
sementara pada bulan Januari tidak berdampak
pada kelompok jasa. Hal ini salah satunya
didorong oleh arahan Presiden yang menghim-
bau penurunan tarif angkutan dalam kota mini-
mal sebesar 3% menyusul penurunan harga BBM.
Namun demikian, dampak lanjutan penurunan
BBM dari awal triwulan ke akhir triwulan lebih
besar pada triwulan I dibanding triwulan II,
didorong oleh meningkatnya permintaan men-
jelang Lebaran khususnya terkait distribusi
barang dan pangan.
Khususnya terkait penurunan BBM mengacu
kepada ketentuan pemerintah untuk mengevalu-
asi harga bahan bakar setiap triwulan, adapun
persentase penurunan harga premium pada
triwulan II 2016 sebesar -7,09% (qtq) lebih tinggi
dibanding penurunan pada triwulan I (-4,73%),
sementara itu, persentase penurunan harga solar
lebih rendah. Sejalan dengan hal tersebut, andil
deflasi bulanan komoditas bensin pada bulan
April sebesar -0,21% lebih tinggi dibanding bulan
Januari sebesar -0,14% (Tabel 3.3). Dampak
penurunan harga BBM pada bulan April terhadap
komoditas jasa terkait juga lebih besar diband-
68 Perkembangan Inflasi
Tabel 3.3 Perkembangan Dampak Penurunan Harga BBM (%)
Grafik 3.5 Disagregasi Inflasi (mtm)Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Grafik 3.6 Andil Disagregasi Inflasi (mtm)
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00-1,00-2,00
RATA-RATA TW II’16
JUN’16
MEI’16
APR’16 -1,50
-0,31
-0,73
0,09
0,520,120,19
0,450,14
0,96
0,14
3.08
Core Inflation
Administreted Prices
Volatile Food
0,00 0,20 0,40 0,60-0,20-0,40
RATA-RATA TW II’16
JUN’16
MEI’16
APR’16 -0,30
-0,06
-0,13
0,06
0,090,02
0,12
0,090,09
0,17
0,09
0,55
Core Inflation
Administreted Prices
Volatile Food
TOTAL SUMBANGAN -0,20 -0,05 -0,03 0,27 -0.01 0,04
Biaya Pengiriman Barang 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Tarip Kendaraan Travel 0,00 0,460,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Tarip Taxi 0,00 -4.50 0,00-0,01 0,00 0,05 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Kendaraan Carter 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Angkutan Dalam Jasa 0,00 -0,38 -0,020,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,00
Angkutan Antar Kota 0,000,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,000,00 0,00 0,00 0,00
JASA 0,00 0,00 0,00 -0,03 0,00 0,05
Solar 0,00 0,00 0,00 0,00-13,64 -0,06 -2,35 0,00-0,01 0,00 -8,85 -0,03
Bensin -3,79 -0,14 -1,22 -0,98-0,04 -0,03 -6,28 -0,28-0,28 -0,01 -0,22 -0,01
BARANG -0,20 -0,05 -0,03 -0,24 -0,01 -0,01
Dampak Penurunan Tarif Energi Januari’16 Dampak Penurunan Tarif Energi April’16
Komoditas
Januari’16Inflasi
mtm(%)Andil
mtm(%)
Februari’16Inflasi
mtm(%)Andil
mtm(%)
Maret’16Inflasi
mtm(%)Andil
mtm(%)
April’16Inflasi
mtm(%)Andil
mtm(%)
Mei’16Inflasi
mtm(%)Andil
mtm(%)
Juni’16Inflasi
mtm(%)Andil
mtm(%)
Premium : 7.400 7.050 (-4,73%, qtq)Pertamax : 8.750 8.600 (-1,70%, qtq)
Solar : 6.800 5.750 (-15,44%, qtq)LPG : 135,2rb 129,6rb (-4,12%, qtq)
Premium : 7.050 6.550 (-7,09%, qtq)
Solar : 5.750 5.250 (-8,70%, qtq)
69KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi (%, mtm)
Tabel 3.5 Sumbangan Inflasi & Deflasi Komoditas Penyumbang Utama (%, mtm)
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
Headline -0,37 -0,25 0,21 0,22 0,41 0,51 0,79 0,58 -0,18 -0,17 0,18 0,79 0,59 -0,17 0,20 -0,37 0,25 0,72
Core 0,26 0,27 0,35 0,11 0,22 0,20 0,25 0,33 0,32 0,14 0,12 0,14 0,22 0,23 0,07 0,09 0,19 0,14
Core Traded 0,38 0,26 0,28 0,13 0,32 0,12 0,35 0,38 0,39 0,21 0,10 0,21 0,27 0,23 0,11 0,11 0,29 0,21
Core Non Traded 0,09 0,28 0,46 0,08 0,05 0,33 0,08 0,25 0,22 0,04 0,16 0,04 0,14 0,24 0,01 0,05 0,04 0,04
Administered Prices -2,93 -1,31 0,85 1,76 0,35 0,40 1,21 0,16 0,01 0,05 0,13 0,56 -0,64 -0,62 -1,50 -1,50 0,12 0,45
Energi -5,93 -3,04 1,92 3,15 0,38 0,63 0,05 0,09 -0,40 -0,35 -0,19 0,58 -1,70 -2,02 -3,47 -3,47 -0,20 0,17
Non Energi -0,39 0,07 0,02 0,66 0,34 0,22 2,16 0,21 0,32 0,37 0,39 0.55 0,19 0,44 -0,05 -0,05 0,35 0,65
Volatile Food 0,43 -0,96 -1,03 -1,38 1,28 1,76 2,38 1,98 -2,20 -1,66 0,38 3,35 3,22 -1,07 1,09 -0,73 0,52 3,08
BARANGInflasi (mtm)
2015 2016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6
Komoditas Penyumbang Inflasi
Tomat Sayur 0,07 Daging Ayam Ras 0,09 Daging Ayam Ras 0,08
Bawang Merah 0,04 Telur Ayam Ras 0,04 Telur Ayam Ras 0,08
Bawang Putih 0,03 Kentang 0,03 Kentang 0,08
Tomat Buah 0,03 Rokok Kretek Filter 0,02 Beras 0,07
Jeruk 0,02 Emas Perhiasan 0,02 Wortel 0,06
Bawang Daun 0,01 Gula Pasir 0,02 Angkutan Antar Kota 0,05
Minyak Goreng 0,01 Minyak Goreng 0,01 Jengkol 0,03
Ketimun 0,01 Tukang Bukan Mandor 0,01 Petai 0,03
Pemeliharaan 0,01 Ayam Hidup 0,01 Ketimun 0,02
Bayam 0,01 Bawang Putih 0,01 Nasi Dengan Lauk 0,02
April 2016
Komoditas
Mei 2016 Juni 2016
Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%)
Komoditas Penyumbang Deflasi
Bensin -0,21 Cabai Merah -0,06 Bawang Merah -0,05
Cabai Merah -0,14 Cabai Rawit -0,02 Laptop/Notebook -0,02
Daging Ayam Ras -0,07 Beras -0,02 Tomat Sayur -0,02
Beras -0,06 Ketimun -0,02 Jeruk -0,01
Tarip Listrik -0,05 Bensin -0,01 Tomat Buah -0,01
Kentang -0,04 Tarip Listrik -0,01 Bensin -0,01
Telur Ayam Ras -0,03 Kacang Panjang -0,01 Papaya 0,00
Solar -0,03 Daging Sapi -0,01 Semen 0,00
Cabai Rawit -0,02 Bawang Merah -0,01 Cabai Rawit 0,00
Angkutan Dalam Kota -0,02 Tomat Buah -0,01 Tauge/kecambah 0,00
April 2016
Komoditas
Mei 2016 Juni 2016
Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%) Komoditas Sumbangan (%)
70 Perkembangan Inflasi
Di sisi lain, deflasi yang terjadi pada kelompok
transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan
akibat kebijakan pemerintah menurunkan harga
BBM di awal triwulan, tren penguatan nilai tukar
rupiah yang terus berlanjut, serta terkendalinya
ekspektasi masyarakat mampu meredam tekanan
inflasi yang lebih tinggi akibat gejolak harga
pangan. Hal ini tercermin dari realisasi inflasi
triwulan II 2016 yang lebih rendah baik dibanding
dengan rata-rata historis inflasi triwulan II periode
2011-2015 (exclude 20131) sebesar 8,33% maupun
terhadap rata-rata historis inflasi Ramadhan
periode 2011-2015 sebesar 7,21%.
Pada triwulan II 2016, inflasi Jawa Barat mencapai
3,22% (yoy) atau masih berada di dalam rentang
target inflasi (4%±1%) dan berada di bawah
tingkat inflasi nasional (3,45%). Tingkat inflasi
tahunan ini mengalami penurunan dibanding
triwulan II 2016 sebesar 3,78% (yoy). Berdasarkan
kelompok barang, tekanan inflasi pada triwulan II
2016 terutama bersumber dari kelompok bahan
makanan dan kelompok makanan jadi, minuman,
rokok & tembakau (Tabel 3.6). Momentum
Ramadhan yang bergeser hampir seluruhnya ke
triwulan II serta persiapan menjelang Lebaran
menjadi faktor utama pendorong tekanan inflasi
pada triwulan ini.
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
3.1.2. Inflasi Tahunan (yoy)
Tabel 3.6 Inflasi & Andil Inflasi Tahunan Jawa Barat Menurut Kelompok Barang & Jasa (%, yoy)
1 Pada Juni 2013 Pemerintah menaikkan harga BBM yakni premium sebesar 44,4% dan solar sebesar
22,2% yang mengakibatkan kenaikan inflasi yang cukup signifikan baik pada first round e�ect maupun
second round e�ect yang jatuh momentum Ramadhan.
Umum 5,46 6,51 6,11 3,782,73 3,22 5,46 6,116,51 2,73 3,78 3,22
1 Bahan Makanan 4,63 7,59 8,01 8,744,73 9,88 0,94 1,601,51 0,95 1,75 1,89
2Makanan jadi, minumanrokok & tembakau 5,26 5,21 5,34 5,355,30 5,46 0,89 0,910,89 0,87 0,90 0,92
6 Pendidikan, rekreasi,dan olahraga
4,93 4,88 1,79 1,411,44 1,11 0,41 0,150,40 0,12 0,12 0,09
7 Transportasi, komunikasi,dan jasa keuangan
7,51 9,90 10,50 2,44-1,02 -1,04 1,37 1,911,81 -0,20 0,45 -0,20
4 Sandang 2,05 2,58 2,99 1,972,23 2,72 0,10 0,140,12 0,10 0,09 0,12
5 Kesehatan 4,96 4,90 5,19 3,624,60 3,25 0,20 0,200,19 0,18 0,14 0,13
3 Perumahan, air, listrik,dan bahan bakar
5,72 5,74 4,40 1,212,53 0,61 1,59 1,231,60 0,69 0,34 0,17
KelompokInflasi Tahunan (%) Andil Inflasi Tahunan (%)
Tw I
NoTw II Tw III Tw IV Tw I
20162015 20162015
Tw II Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
71KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
0,47 pada triwulan II 2016 (Grafik 3.9). Menurut contact liaison, penurunan harga terse-but dilakukan seiring dengan penurunan biaya energi serta untuk mempertahankan daya saing perusahaan. Secara sektoral, penurunan harga jual terjadi pada sektor pertanian dan industri pengo-lahan (Grafik 3.10.). Pada sektor pertanian, penurunan harga komoditas beras disebabkan oleh penurunan kualitas gabah akibat faktor cuaca, sementara pada komoditas cabai penurunan harga jual didorong oleh melimpahnya pasokan. Sementara itu pada sektor industri pengolahan, penurunan harga jual secara tahunan dilakukan untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat di tengah permintaan domestik yang masih belum terlalu menguat.
Kelompok bahan makanan dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau merupakan pemberi andil inflasi terbesar pada triwulan II 2016, masing-masing sebesar 1,98% dan 0,92%.Tekanan inflasi pada kedua kelompok ini meningkat dibanding triwulan sebelumnya seiring dengan adanya momentum seasonal. Namun demikian, secara umum inflasi IHK triwulan II 2016 menurun dibanding triwulan sebelumnya akibat andil deflasi dari kelompok transportasi, komuni-kasi, dan jasa keuangan sebesar -0,20%. Penurunan tekanan inflasi tahunan pada triwulan II 2016 ini juga dikonfirmasi melalui wawancara liaison kepada pelaku usaha di Jawa Barat, di mana secara agregat likert scale harga jual menurun dari 0,73 pada triwulan I 2016 menjadi
Grafik 3.7 Perkembangan Harga Jual - Liaison
Grafik 3.8 Perkembangan Harga Jual Per Sektor -
Likert Scale %(YOY)
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
109876543210
2012 2013 2014
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
2015 2016
0.47
Inflasi yoy - kananHarga Jual
1.80
1.50
1.20
0.90
0.60
0.30
0.00
0.33
0.31
0.59
0.75
1.56
0.36
IndustriPengolahan
Tw I’16
Tw II’16
Perdagangan Pertanian
72 Perkembangan Inflasi
triwulan II 2016 dengan realisasi inflasi sebesar
2,12% (yoy). Secara keseluruhan, tingkat inflasi
tahunan dari seluruh kota-kota inflasi tersebut
pada triwulan II 2016 mengalami penurunan
dibanding triwulan I 2016 (Grafik 2.16).
Pada triwulan II 2016, terdapat 3 kota yang
mengalami inflasi tahunan di atas tingkat inflasi
Jawa Barat yaitu Tasikmalaya (4,14%), Bandung
(3,54%), dan Depok (3,49%) (Grafik 3.11).
Sementara itu, Cirebon kembali menjadi kota
dengan inflasi terendah di Jawa Barat pada
ta besar yang menawarkan harga lebih tinggi. Hal
ini yang menyebabkan mayoritas produksi pangan
dari Tasikmalaya lebih banyak didistribusikan ke
kota-kota besar.
Terdapat risiko yang perlu diwaspadai khususnya
pada kota-kota dengan bobot inflasi yang besar
terhadap Jawa Barat. Jika dilakukan pemetaan
dengan menggunakan variabel bobot kota dan
tingkat inflasi, dapat dilihat bahwa kota dengan
bobot inflasi tertinggi (khususnya Bandung dan
Depok) juga mengalami inflasi yang relatif tinggi
(Grafik 3.9). Sejalan dengan hal tersebut, pemeta-
an dengan menggunakan data inflasi pangan juga
memperlihatkan bahwa ketiga kota dengan bobot
inflasi tertinggi (Bandung, Bekasi, dan Depok)
juga mengalami inflasi pangan yang tinggi jika
dibandingkan dengan kota-kota inflasi lainnya
(Grafik 3.10). Secara umum, kondisi ini disebabkan
oleh tingginya ketergantungan kota-kota besar
dengan bobot inflasi tertinggi tersebut terhadap
pasokan barang (khususnya komoditas pangan)
dari daerah-daerah yang merupakan sentra peng-
hasil. Khususnya pada kota Tasikmalaya, walaupun
dikenal sebagai sentra penghasil beberapa jenis
komoditas pangan strategis (seperti beras, daging
ayam, dan telur ayam), namun terdapat kecend-
erungan para produsen yang lebih menguta-
makan untuk memenuhi permintaan dari kota-ko-
Grafik 3.9Inflasi Kota di Jawa Barat Triwulan II 2016 (yoy)
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI)Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI)
Grafik 3.10Historis Inflasi Tahunan Kota Perhitungan Inflasi
di Jawa Barat
3.1.3. Perkembangan Inflasi Menurut Kota
%(YOY)4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
3.54
2.75
3.49
2.70
2.12
4.14
Jabar : 3.22%
Bandung Bekasi Depok Bogor Sukabumi Cirebon Tasikmalaya
3.02
%(YOY)12
10
8
6
4
2
8
Bandung Bekasi Depok BogorSukabumi Cirebon Tasikmalaya
2012 2013 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
73KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
di atas tingkat inflasi Jawa Barat adalah kota
Tasikmalaya. Sementara itu berdasarkan andilnya,
kota Depok menjadi pemberi andil inflasi tahunan
terbesar di Jawa Barat (0,66%) dan disusul oleh
kota Bandung (0,60%).
Selain itu, jika dievaluasi berdasarkan capaian
inflasi di kota-kota inflasi dibandingkan dengan
inflasi Jawa Barat, kota Bandung secara konsisten
sejak triwulan I 2015 mengalami inflasi di atas
tingkat inflasi Jawa Barat (Tabel 2.8). Dua kota
lainnya yang juga relatif sering mengalami inflasi
tembakau, dan rokok. Tekanan deflasi
bersumber dari kelompok transportasi ,
komunikasi , dan jasa keuangan seir ing
dengan penurunan harga BBM dan tarif
l istr ik. (Grafik 2.15).
Berdasarkan kelompok barang, sejalan
dengan realisasi inflasi di Jawa Barat,
tekanan di kota-kota inflasi juga
bersumber dari kelompok bahan makanan
serta kelompok makanan jadi , minuman,
Grafik 3.11 Inflasi Tahunan Kota Inflasi
Tabel 3.7 Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Kota Terhadap Inflasi IHK Jawa Barat (%, yoy)
Grafik 3.12 Inflasi Pangan Tahunan Kota InflasiSumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BIKet : Inflasi kota di atas inflasi Jawa Barat
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Jawa Barat 5,46 6,51 6,11 3,782,73 3,22 5,46 6,116,51 2,73 3,78 3,22
1 Kota Bandung 6,26 7,31 6,90 4,343,93 3,54 1,05 1,161,23 0,66 0,73 0,60
2 Kota Bekasi 5,04 6,52 6,07 3,332,22 2,75 0,87 1,041,12 0,38 0,57 0,47
3 Kota Depok 5,09 5,73 5,53 3,511,87 3,49 0,97 1,061,10 0,36 0,67 0,66
4 Kota Bogor 5,03 6,55 6,25 4,142,70 3,02 0,68 0,850,89 0,36 0,56 0,41
5 Kota Sukabumi 6,09 5,83 5,74 2,962,20 2,70 0,71 0,670,68 0,26 0,35 0,31
6 Kota Cirebon 4,52 5,33 4,04 2,831,56 2,12 0,49 0,440,58 0,17 0,30 0,23
7 Kota Tasikmalaya 5,90 6,40 5,81 4,513,53 4,14 0,64 0,630,69 0,38 0,49 0,45
KelompokInflasi Tahunan (%) Andil Terhadap Inflasi Tahunan Jabar (%)
Tw I
NoTw II Tw III Tw IV Tw I
20162015 20162015
Tw II Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II
in�a
si T
ahun
an (y
oy)
Bobot Kota
Keterangan:
6,4% 4,14%
20,5% 3,49%
28,0% 3,54%
2,75%27,7%
Bobot kab/kot terhadap in�asi Jawa BaratIn�asi Tw II 2016 (yoy)
Depok
TasikmalayaBandung
Bekasi
in�a
si P
anga
n (y
oy)
Bobot Kota
Keterangan:
6,4% 10,02%
20,5% 12,26%
28,0% 9,85%
9,84%27,7%
Bobot kab/kot terhadap in�asi Jawa BaratIn�asi pangan Tw II 2016 (yoy)
Depok
Tasikmalaya Bandung
Bekasi
74 Perkembangan Inflasi
Grafik 3.13 15 Inflasi Kota Berdasarkan Kelompok Barang
Grafik 3.14 Disagregrasi Inflasi Jawa Barat Grafik3.15 Perbandingan Inflasi Per KomponenSumber : BPS, Perhitungan Staf BISumber : BPS, Perhitungan Staf BI
BahanMakanan
Makananjadi, rorkok
Perumahan,air, listrik Sandang Kesehatan Pendidikan Transportasi
10
8
6
4
2
0
-2
-4
-6
-8
BandungBekasi
SukabumiCirebon
DepokBogor
Tasikmalaya
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
suku bunga kebijakan (BI Rate) serta tren nilai
tukar rupiah yang secara konsisten menguat
kemudian menahan tekanan inflasi dari kelompok
core, sehingga realisasi inflasi core pada triwulan II
2016 sebesar 2,28% (yoy) menurun dibanding
triwulan I 2016 sebesar 2,38% (yoy). Jika diband-
ingkan dengan rata-rata historis inflasi pada triwu-
lan II (2012-2016) secara umum realisasi inflasi dari
kelompok administered prices dan core pada
triwulan II 2016 lebih rendah dibanding rata-rata
historisnya, sebaliknya inflasi kelompok volatile
food lebih tinggi dibanding rata-rata historisnya
(Grafik 2.17). Penguatan nilai tukar rupiah serta
terkendalinya ekspektasi inflasi mampu men-
dorong inflasi berada pada level moderat dan
terkendali.
Berdasarkan disagregasi kelompok, peningkatan
inflasi tahunan dibanding triwulan lalu terjadi
pada kelompok volatile food, sementara tekanan
pada kelompok administered prices dan core
menurun dibanding triwulan sebelumnya. Seiring
dengan melonjaknya permintaan selama Bulan
Ramadhan, tingkat inflasi pada kelompok volatile
food meningkat dari 9,49% (yoy) pada triwulan I
menjadi 10,80% (yoy) pada triwulan II (Graik 2.16).
Namun demikian, penurunan tarif BBM pada
bulan April menyebabkan kelompok administered
prices untuk pertama kalinya mengalami deflasi
secara tahunan sejak tahun 2015, sehingga
tekanan inflasi kelompok ini menurun dari 3,23%
(yoy) pada triwulan I menjadi -0,24% (yoy) pada
triwulan II. Sejalan dengan hal tersebut, terjagan-
ya ekspektasi inflasi seiring dengan penurunan
3.1.4. Perkembangan Inflasi Berdasarkan Disagregasi
11
9
8
5
3
1
-1
% (YOY)
3.452.28
7.50
-0.24
9.8410.80
Rata-rataJuni 2012-2016
Jun-16 Rata-rataJuni 2012-2016
Jun-16 Rata-rataJuni 2012-2016
Jun-16
INTI Adm.Prices Vol.FoodsJawa BaratYOY (%)
Administered Price (yoy) Core Indlation (yoy)Volatile Food (yoy)Nasional
1
-5
0
5
10
15
20
25
2 3 5 6 74 9 10 11 12 2 3 4 68 51 7 8 9 10 11 12 1 3 4 5 6 7 982 10 11 12 3 4
20162015
10.80
-0.24
2.28
20142013
5 621
75KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Grafik 3.16Perkembangan Tarif Listrik Berdasarkan
Kelompok PelangganSumber : PT. PLN , Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Grafik 3.17Inflasi Administered prices Kelompok Energi dan
Non Energi (yoy)
BBM solar turun dari Rp5.750,-/liter menjadi
Rp5.250,-/liter (-8,70%, qtq). Penurunan kedua
adalah pada pertengahan Mei di mana pemerin-
tah menurunkan harga BBM non subsidi yakni
Pertamax dan Pertamax Plus sebesar
Rp200,-/liter serta Pertamina Dex sebesar
Rp300,-/liter. Selain itu, kebijakan pembatasan
kuota elpiji 3 kg menyebabkan langkanya
komoditas ini di sejumlah kota serta peningkatan
harga jual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET).
Selain itu, sejalan dengan perkembangan harga
minyak dunia dan nilai tukar, PT. PLN (Persero)
kembali menurunkan tarif listrik pada bulan April,
namun mulai meningkat pada bulan Mei dan Juni
seiring dengan mulai meningkatnya tren harga
minyak dunia (Grafik 2.18).
Perkembangan tekanan inflasi kelompok admin-
istered prices pada akhir triwulan II 2016
menurun dibanding akhir triwulan I 2016, dengan
penurunan terdalam terjadi di bulan April saat
pemerintah melakukan penyesuaian harga dan
mulai meningkat menjelang akhir triwulan seiring
dengan meningkatnya aktivitas baik terkait
distribusi maupun persiapan masyarakat men-
jelang mudik dan libur panjang. Selama triwulan
II 2016, Pemerintah melakukan penyesuaian
harga bahan bakar sebanyak 2 kali. Penurunan
pertama adalah pada bulan April (sesuai dengan
ketentuan penyesuaian harga energi dengan
harga keekonomiannya di setiap awal triwulan)
yakni penurunan harga BBM subsidi, di mana
harga BBM premium turun dari Rp7.050,-/liter
menjadi Rp6.550,-/liter (-7,09%, qtq) dan harga
mudiknya dari kereta api menjadi kendaraan
pribadi. Selain tarif angkutan, kenaikan tekanan
inflasi juga didorong oleh meningkatnya harga
rokok kretek seiring dengan penyesuaian
bertahap harga rokok merespon kenaikan cukai
rokok tahun 2016 sebesar 11,19% dan tarif angku-
tan dalam kota dan luar kota. Secara umum, kom-
binasi dari kondisi-kondisi di atas masih men-
dorong tingkat inflasi administered prices
menurun, khususnya pada kelompok energi,
sementara kelompok non-energi meningkat
seiring kenaikan harga rokok (Grafik 3.19).
Namun demikian, dampak penurunan ini ditahan
oleh kenaikan khususnya pada moda angkutan
seiring dengan mulai meningkatnya permintaan
atau pemesanan menjelang periode mudik dan
libur panjang pada awal triwulan III serta penera-
pan skema kenaikan tarif angkutan (tuslah) oleh
pemerintah daerah. Adapun tarif angkutan yakni
angkutan antar kota, kereta api, serta angkutan
udara menjadi pendorong utama inflasi adminis-
tered prices khususnya pada triwulan II 2016
(Tabel 2.8). Berbeda dengan tahun sebelumnya,
kenaikan harga pada tarif kereta api tidak setinggi
historisnya. Dengan beroperasinya tol Cipali yang
langsung mengubungkan Jawa Barat dengan
Jawa Tengah diperkirakan mendorong sebagian
masyarakat mengalihkan moda transportasi
Administered prices
600
2014
5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 5 7 8 9 10 11 1264 1 2 5 63 4
2015 2016
995
1,207
1,365
700
800
900
1000
1100
1200
1300
1400
1500
1600Rp/kWh
Rumah Tangga Bisnis Industri1
-10
-5
0
5
10
15
20% (yoy)
Adm. Prices AP Energi AP Non Energi
2 5 7 8 9 10 11 1263 4 1 2 5 63 4
-0,70
6,33 6,06
-8,03
76 Perkembangan Inflasi
Sumber: BPS , Perhitungan Staf BI
Tabel 3.8 Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Adminstered Prices di Jawa Barat Triwulan II 2016 (%, yoy)
Volatile Food
gangguan pada sentra produksi pasca erupsi gunung Bromo turut mempengaruhi harga jual komoditas ini. Adapun pada komoditas wortel, kenaikan ini didorong oleh karakteristik masyarakat Jawa Barat yang lebih memilih jenis wortel impor dan pada akhir triwulan terjadi kenaikan harga yang tinggi pada komoditas wortel impor.
Pada komoditas daging, kenaikan harga pada komoditas daging sapi umumnya terjadi sebagai efek seasonal selama Bulan Ramadhan dan men-jelang Lebaran. Selain itu, kenaikan juga turut disebabkan oleh preferensi masyarakat Jawa Barat yang tidak menyukai konsumsi daging beku, sementara pemerintah dalam rangka mengenda-lian harga selain melakukan impor sapi bakalan juga melakukan impor daging yang sudah dipo-tong. Pada komoditas daging ayam ras, kenaikan harga selain didorong oleh lonjakan permintaan juga disebabkan oleh harga pakan ayam yang masih relatif tinggi.
Tekanan inflasi terhadap komponen volatile food pada triwulan II 2016 mengalami peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni dari 9,49% (yoy) pada triwulan I menjadi 10,80% pada triwulan II, di mana realisasi ini merupakan yang tertinggi sejak tahun 2015. Beberapa faktor yang mendorong perkembangan ini adalah pergeseran Bulan Ramadhan yang hampir seluruhnya berlangsung pada triwulan II sehingga meningkatkan permintaan dibanding periode yang sama tahun lalu serta anomali cuaca sebagai dampak El Nino. Selain itu, dengan sema-kin membaiknya akses infrastruktur dan konekti-vitas antar provinsi diperkirakan semakin men-dorong kegiatan perdagangan serta pengiriman produksi ke luar daerah. Melonjaknya permintaan dan tekanan inflasi ini khususnya terjadi di kota-kota inflasi utama di Jawa Barat yakni Bekasi, Bandung, dan Depok dengan jumlah penduduk yang tinggi akibat tingkat imigrasi yang juga besar.
Berdasarkan komoditasnya, kenaikan pada komoditas beras seiring dengan berlalunya masa panen di awal triwulan serta adanya penurunan kualitas gabah di sejumlah sentra sehingga menurunkan harga jualnya. Adapun pada kelom-pok hortikultura, curah hujan yang tinggi menjadi faktor utama yang menyebabkan penurunan kualitas dan volume panen karena menyebabkan tanaman rentan penyakit dan busuk. Khususnya pada komoditas sayur-sayuran, terdapat keter-gantungan pada pasokan dari provinsi lain seperti komoditas seperti kentang sehingga adanya
Angkutan Dalam Kota
Rokok Kretek Filter
Bensin
Solar
KomoditasInflasi (yoy)
Inflasi
24,90
12,42
Sumbangan
0,25
0,22
KomoditasDeflasi (yoy)
Deflasi Sumbangan
-13,67 -0,51
-25,36 -0,12
Rokok Kretek
Tarip Kereta Api
Bahan Bakar Rumah Tangga
Tarip Listrik
9,59
12,45
0,11
0,04
-3,16 -0,05
-1,46 -0,05
Rokok Putih
Tarip Parkir
Angkutan Dalam Kota
Tarip Taksi
8,65
10,07
0,03
0,02
-,023 -0,01
-4,46 -0,01
Tarip Air Minum PAM
Angkatan Udara
2,89
18,86
0,01
0,01
77KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Tabel 3.9 Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Volatile food di Jawa Barat Triwulan II 2016 (%, yoy)
Sumber: BPS, Perhitungan Staf BI
rupiah juga menjadi faktor pendorong penurunan
tingkat inflasi kelompok core. Jika dianalisis
secara lebih dalam, penurunan ini khususnya
didorong oleh menurunnya tekanan inflasi pada
kelompok core non traded khususnya terkait
properti jasa (kontrak rumah dan sewa rumah)
(Grafik 2.20). Adapun kelompok core traded
terpantau mengalami sedikit peningkatan khusus-
nya bersumber dari kelompok food related dan
construction (Grafik 2.21).
Inflasi core pada triwulan II 2016 kembali men-
galami penurunan, yaitu dari sebesar 2,38% (yoy)
pada triwulan I 2016 menjadi 2,28% (yoy) pada
triwulan II 2016. Tingkat inflasi kelompok core
terpantau mengalami penurunan secara konsisten
sejak awal tahun 2014, sejalan dengan tren
perlambatan ekonomi yang menyebabkan
permintaan masyarakat relatif terbatas. Selain itu,
terjaganya ekspektasi inflasi seiring dengan
kebijakan BI menurunkan suku bunga kebijakan
serta berlanjutnya tren penguatan nilai tukar
Inflasi Core
Grafik 3.18Perkembangan Inflasi Core Traded dan Non Traded (yoy)
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Grafik 3.19Disagregasi Inflasi Core Traded (yoy)
Bawang Putih 83,13 0,18
KomoditasInflasi (yoy)
Inflasi SumbanganKomoditas
Deflasi (yoy)
Deflasi Sumbangan
Beras Minyak Goreng8,05 0,28 -1,72 -0,02
Bawang Merah 22,91 0,14
Kentang 48,76 0,13
Daging Sapi 15,69 0,12
Tomat Sayur 49,98 0,10
Wortel 113,33 0,09
Pisang 22,34 0,06
Daun Bawang 92,03 0,05
Daging Ayam Ras 3,75 0,05
11.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
Core Core Traded2015 2016
Core Non Traded
2 5 7 8 9 10 11 1263 4 1 2 5 63 4
1,32
2,89
% (yoy)
11.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
Core Traded Food Related2015
% (yoy)
2016Construction
2 5 7 8 9 10 11 1263 4 1 2 5 63 4
0,99
2,12
4,37
Other
78 Perkembangan Inflasi
percepatan pembangunan infrastruktur strategis
oleh pemerintah serta mulai membaiknya persepsi
pelaku usaha yang ditransmisikan kepada
meningkatnya kegiatan investasi bangunan di
triwulan II. Hal ini tercermin pada tingkat inflasi
kelompok bahan bangunan baik barang maupun
jasa yang meningkat dibanding triwulan I 2016
(Grafik 3.23). Selain itu, peningkatan inflasi
kelompok core food related terjadi seiring dengan
melonjaknya permintaan terhadap makanan jadi
selama Bulan Ramadhan dengan adanya tradisi
buka bersama serta munggahan sebelum
Ramadhan.
Sejalan dengan penurunan tingkat inflasi dari
kelompok core non traded terkait properti jasa,
tekanan inflasi dari kelompok papan baik barang
maupun jasa juga terus menurun dan telah
berlangsung sejak awal tahun 2015 (Grafik 3.22).
Hal ini mencerminkan permintaan masyarakat
terhadap properti jual yang masih relatif terbatas
seiring perekonomian yangmasih tumbuh
terbatas, sehingga hal ini juga diikuti oleh harga
sewa properti yang ikut menurun.
Di sisi lain, kenaikan pada kelompok core traded
khususnya construction sejalan dengan
rupiah. Di sisi lain, penurunan ini ditahan oleh
perkembangan harga emas perhiasan yang sema-
kin meningkat sejalan dengan peningkatan harga
emas global (Grafik 3.25). Peningkatan harga
emas umumnya terjadi seiring dengan pelemahan
nilai tukar dollar karena emas menjadi alternatif
investasi yang dinilai lebih aman.
Terkait faktor eksternal, tren penguatan nilai
rupiah yang terus berlanjut (Grafik 3.24) turut
berkontribusi kepada penurunan tekanan inflasi
beberapa komoditas pada kelompok core traded.
Hal ini khususnya terjadi pada kelompok others
sebagai contoh laptop/notebook yang beban
impornya menurun seiring dengan penguatan
Grafik 3.20 Inflasi Core Lapangan Usaha Perumahan Grafik 3.21 Inflasi Core Kelompok Bahan BangunanSumber : BPS , Perhitungan Staf BI Sumber : BPS , Perhitungan Staf BI
Sumber : Bloomberg, Perhitungan Staf BI Sumber : Bloomberg, Perhitungan Staf BIGrafik 3.22 Harga Komoditas Emas Grafik 3.23 Harga Komoditas Emas
1
0
1
2
3
4
5
6
7
8
-1
%(yoy)
2015 20162 5 7 8 9 10 11 1263 4 1 2 5 63 4
0,76
1,42
0,46
0,19
Papan BarangPapan Jasa
Papan
1
1
2
3
4
5
6
0
%(yoy)
2015 20162 5 7 8 9 10 11 1263 4 1 2 5 6 73 4
1,22 1,66
0,89
Papan BarangPapan Jasa
Papan
0,51
13.000
8/3/2
015
9/3/2
015
10/3
/2015
11/3/
2015
12/3
/2015
1/3/
2016
2/3/
2016
3/3/
2016
4/3/2
016
5/3/
2016
6/3/2
016
7/3/
2016
8/3/2
016
13.200
13.400
13.600
13.800
14.000
14.200
14.400
14.600
14.800
15.000USD/IDR
IDR/USD Mounthly Average Quarterly Average
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000$/OZ %(YOY)
2011 2012 2013 2014 2015 2016
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
1
G. Harga Emas-kananHarga Emas
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
79KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
tabel 3.10 Komoditas Penyumbang Inflasi & Deflasi Kelompok Core Inflation di Jawa Barat Triwulan I 2016 (%, yoy)
mempunyai sumbangan inflasi sebesar 0,09%.
Secara historis komoditas jasa sewa rumah menja-
di komponen inflasi IHK yang mempunyai
sumbangan inflasi yang paling tinggi dibanding-
kan komoditas-komoditas lainnya.
Dari sisi sumbangan inflasi core, komoditas jasa
sewa rumah memberikan sumbangan terbesar
yakni mencapai 0,21% dibandingkan komodi-
tas-komoditas lainnya seperti mobil 0,16%, mobil
sebesar 0,16%, mie dan nasi lauk masing-masing
Inflasi IHK tahunan Jawa Barat pada triwulan III
2016 diperkirakan sedikit meningkat dibanding
triwulan sebelumnya dan berada pada rentang
3,16% - 3,56%. Terdapat beberapa faktor yang
diperkirakan berpotensi mendorong kenaikan
tingkat inflasi di triwulan III 2016, yakni antara lain :
mengalami kenaikan sekitar 7%. Pada sektor
pertanian, harga jual mengalami peningkatan
terutama dipengaruhi oleh meningkatnya
permintaan. Selain itu, khususnya pada sektor
pengolahan hasil laut, peningkatan harga jual
dipengaruhi oleh siklus musiman dari panen hasil
laut (rajungan, udang, ikan tuna, dan cumi-cumi).
Meningkatnya likuiditas baik di lembaga
perbankan maupun pasar keuangan seiring
dengan mulai masuknya dana hasil tax amnes-
ty yang pada akhirnya akan meningkatkan
potensi aliran dana ke masyarakat
Sumber: BPS , Perhitungan Staf BI
3.2. Perkembangan Inflasi Triwulan III 2016
Periode Lebaran yang berlangsung di awal
triwulan yang kemudian meningkatkan inflasi
pada kelompok pangan maupun tarif angku-
tan;
Bergesernya musim panen padi dari triwulan III
ke awal triwulan IV 2016;
Curah hujan yang tinggi berpotensi menyebab-
kan tanaman rentan terkena penyakit dan
busuk sehingga menurunkan produksi khusus-
nya pada komoditas hortikultura;
Tren harga minyak dunia yang mulai
mengalami rebound seiring dengan
menurunnya pasokan berpotensi menaikkan
tarif listrik maupun harga BBM pada jadwal
penyesuaian tarif energi berikutnya;
Adanya wacana di mana pemerintah akan
menaikkan harga rokok hingga 100%;
1.
2.
3.
4.
5.
6.
KomoditasInflasi (yoy)
Inflasi SumbanganKomoditas
Deflasi (yoy)
Deflasi Sumbangan
Bihun Laptop/Notebook6,15 0,00 -6,43 -0,02
Ketela Pohon Semen8,77 0,00 -0,98 -0,01
Sewa Rumah Kamera1,49 0,06 -7,50 -0,01
Bubur Besi Beton9,85 0,06 -1,77 -0,01
Nasi dengan Lauk 2,61 0,06
Mie 4,46 0,06
Gula Pasir 16,27 0,06
Mobil 2,95 0,05
Ayam Goreng 6,28 0,04
Tarip Rumah Sakit 5,91 0,04
Di sisi lain, kenaikan tekanan inflasi yang lebih
tinggi pada triwulan III diperkirakan akan ditahan
oleh beberapa faktor seperti tren penguatan nilai
tukar rupiah yang diperkirakan akan terus
berlanjut serta masih terbatasnya permintaan
masyarakat khususnya di sektor properti.
Prakiraan ini juga didukung oleh hasil wawancara
liaison yang dilakukan oleh Bank Indonesia
hingga pertengahan triwulan III 2016 (Agustus
2016), di mana hingga tendensi kenaikan harga
jual oleh pelaku usaha tercermin dari likert scale
harga jual yang meningkat dari 0,47 pada
triwulan II menjadi 0,50 pada triwulan III (Grafik
3.24). Secara sektoral, kenaikan ini secara
rata-rata disampaikan oleh pelaku usaha di ketiga
sektor ekonomi utama Jawa Barat, dengan
kenaikan tertinggi pada sektor perdagangan
kemudian diikuti oleh sektor pertanian (Grafik
3.25). Adapun pelaku usaha pada sektor
perdagangan mengakui bahwa peningkatan
harga jual ini merupakan kebijakan yang tidak
dapat dihindari perusahaan terutama selama
momentum Lebaran yang bersamaan dengan
libur sekolah tahun ini. Adapun harga produk
yang diterima dari supplier rata-rata juga
80 Perkembangan Inflasi
Grafik 3.26Perkembangan Inflasi Jawa Barat dan Nasional (yoy)
Grafik 3.27Perkmebangan Inflasi di Kawasan Jawa (yoy)
mengalami kenaikan sekitar 7%. Pada sektor
pertanian, harga jual mengalami peningkatan
terutama dipengaruhi oleh meningkatnya
permintaan. Selain itu, khususnya pada sektor
pengolahan hasil laut, peningkatan harga jual
dipengaruhi oleh siklus musiman dari panen hasil
laut (rajungan, udang, ikan tuna, dan cumi-cumi).
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Grafik 3.24Perkembangan Inflasi Jawa Barat dan Nasional (yoy)
Grafik 3.25Perkmebangan Inflasi di Kawasan Jawa (yoy)
Sumber : Wawancara Liaison Bank Indonesia Sumber : Wawancara Liaison Bank Indonesia
2012 2013 2014 2015 2016
1 2 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7
YOY(%)
0
2
4
6
8
10
12
3,21
2,89
Nasional Jawa Barat
DKI0,00
Jabar Jateng Jatim DIY BantenJakarta
Inflasi Tahunan Juli 2016 (%, yoy)
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
2,742,89
3,05 3,19 3,26 3,38 TargetInflasi
Nasional4+-1%
3,00
3,50
4,00
Di sisi lain, kenaikan tekanan inflasi yang lebih
tinggi pada triwulan III diperkirakan akan ditahan
oleh beberapa faktor seperti tren penguatan nilai
tukar rupiah yang diperkirakan akan terus
berlanjut serta masih terbatasnya permintaan
masyarakat khususnya di sektor properti.
Prakiraan ini juga didukung oleh hasil wawancara
liaison yang dilakukan oleh Bank Indonesia
hingga pertengahan triwulan III 2016 (Agustus
2016), di mana hingga tendensi kenaikan harga
jual oleh pelaku usaha tercermin dari likert scale
harga jual yang meningkat dari 0,47 pada
triwulan II menjadi 0,50 pada triwulan III (Grafik
3.24). Secara sektoral, kenaikan ini secara
rata-rata disampaikan oleh pelaku usaha di ketiga
sektor ekonomi utama Jawa Barat, dengan
kenaikan tertinggi pada sektor perdagangan
kemudian diikuti oleh sektor pertanian (Grafik
3.25). Adapun pelaku usaha pada sektor
perdagangan mengakui bahwa peningkatan
harga jual ini merupakan kebijakan yang tidak
dapat dihindari perusahaan terutama selama
momentum Lebaran yang bersamaan dengan
libur sekolah tahun ini. Adapun harga produk
yang diterima dari supplier rata-rata juga
Juli 2016 sebesar 1,69% (ytd) atau masih berada
dalam rentang target inflasi tahunan sebesar
4%±1%. Secara umum, faktor seasonal berupa
libur Lebaran dan sekolah menjadi pendorong
utama permintaan masyarakat dan pada akhirnya
tekanan harga. Realisasi inflasi pada bulan
periode Lebaran tahun ini merupakan yang
terendah selama 5 tahun terakhir (2011-2015) di
mana rerata inflasi di bulan Lebaran sebesar
0,80% (mtm) atau 4,64% (yoy). Selain itu, inflasi
Jawa Barat pada bulan Juli juga lebih rendah
dibanding realisasi inflasi nasional (3,21%, yoy)
(Grafik 3.26). Secara kawasan, inflasi Jawa Barat
merupakan yang terendah kedua di Pulau Jawa
setelah DKI Jakarta (2,74%) (Grafik 3.27).
Pada awal triwulan III 2016 atau bulan Juli 2016,
Jawa Barat tercatat mengalami inflasi sebesar
0,47% (mtm) atau 2,89% (yoy). Realisasi inflasi ini
menurun dibanding akhir triwulan II pada saat
periode Ramadhan berlangsung (3,22%, yoy). Hal
ini menunjukkan bahwa karakteristik inflasi di
Jawa Barat cenderung tinggi pada bulan Ramad-
han dan menurun pada periode Lebaran. Hal ini
disebabkan karena mayoritas penduduk Jawa
Barat khususnya di sub urban city seperti Bekasi,
Depok, dan Bogor mayoritas merupakan
pendatang sehingga melakukan perjalanan
mudik ke luar Jawa Barat selama libur Lebaran
yang berbarengan dengan libur sekolah.
Adapun inflasi tahun berjalan Jawa Barat hingga
81KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
adalah volatile food (1,63%) dan core (1,34%) sedangkan administered prices memberikan andil deflasi sebesar -0,01%. Jika dibandingkan dengan rata-rata historis inflasi periode 2012-2016, realisa-si inflasi tahunan pada ketiga kelompok tersebut di bulan Juli lebih rendah dibanding rata-rata historis. Adapun kelompok administered prices mengalami gap yang cukup jauh dengan rata-rata historisnya.
Pada bulan Juli 2016, tekanan inflasi di Jawa Barat terutama disebabkan oleh kelompok volatile food yang mengalami inflasi sebesar 0,57% (mtm) atau 8,84% (yoy), kemudian diikuti oleh kelompok administered prices yang mengalami inflasi sebe-sar 1,43% (yoy) atau -0,03% (yoy) (Grafik 2.28). Adapun kelompok core mengalami inflasi sebesar 0,14% dengan inflasi tahunan sebesar 2,17% (yoy) yang menurun dibanding akhir triwulan II 2016. Adapun pemberi andil inflasi bulanan secara berurutan adalah administered prices (0,47%), volatile food (0,11%), dan core (0,09%). Sementara itu, pemberi andil inflasi tahunan secara berurutan
3.2.1. Perkembangan Disagregasi Inflasi
Grafik 3.28 Disagregasi Inflasi Jawa Barat (yoy) Grafik 3.29 Disagregasi Inflasi Jawa Barat (yoy)
mengalami kenaikan sekitar 7%. Pada sektor
pertanian, harga jual mengalami peningkatan
terutama dipengaruhi oleh meningkatnya
permintaan. Selain itu, khususnya pada sektor
pengolahan hasil laut, peningkatan harga jual
dipengaruhi oleh siklus musiman dari panen hasil
laut (rajungan, udang, ikan tuna, dan cumi-cumi).
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
2013 2014 2015 20161
YOY(%) Volatile Food (yoy)
0
5
-5
10
15
20
25
8,84
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
2,17
-0,03
Jawa Barat Nasional
Administratered Price (yoy) Core Inflation (yoy)
% (yoy)
3,51
Rata-rataJuli 2012-
2016
2,17
Jul - 16 Rata-rataJuli 2012-
2016
Jul - 16 Rata-rataJuli 2012-
2016
Jul - 16
7,90
9,698,84
-0,03
11
9
7
5
3
1
-1
INTI Adm. Prices Vol. Foods
Di sisi lain, kenaikan tekanan inflasi yang lebih
tinggi pada triwulan III diperkirakan akan ditahan
oleh beberapa faktor seperti tren penguatan nilai
tukar rupiah yang diperkirakan akan terus
berlanjut serta masih terbatasnya permintaan
masyarakat khususnya di sektor properti.
Prakiraan ini juga didukung oleh hasil wawancara
liaison yang dilakukan oleh Bank Indonesia
hingga pertengahan triwulan III 2016 (Agustus
2016), di mana hingga tendensi kenaikan harga
jual oleh pelaku usaha tercermin dari likert scale
harga jual yang meningkat dari 0,47 pada
triwulan II menjadi 0,50 pada triwulan III (Grafik
3.24). Secara sektoral, kenaikan ini secara
rata-rata disampaikan oleh pelaku usaha di ketiga
sektor ekonomi utama Jawa Barat, dengan
kenaikan tertinggi pada sektor perdagangan
kemudian diikuti oleh sektor pertanian (Grafik
3.25). Adapun pelaku usaha pada sektor
perdagangan mengakui bahwa peningkatan
harga jual ini merupakan kebijakan yang tidak
dapat dihindari perusahaan terutama selama
momentum Lebaran yang bersamaan dengan
libur sekolah tahun ini. Adapun harga produk
yang diterima dari supplier rata-rata juga
82 Perkembangan Inflasi
Adapun komoditas semen dan besi beton
masing-masing tercatat mengalami deflasi sebe-
sar -0,62% (mtm) dan -1,55% (mtm).
Berbeda dengan kelompok traded, tekanan inflasi
kelompok core non tradeable terpantau mengala-
mi peningkatan dibanding bulan sebelumnya (dari
0,04% menjadi 0,13%). Hal ini didorong oleh efek
seasonal memasuki Tahun Ajaran Baru sehingga
terjadi peningkatan pada tarif taman kanak-kanak
(3,36%, mtm) dan bimbingan belajar (1,78%).
Adapun tingkat inflasi dari tarif pendidikan lainnya
seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas
(SMA) terpantau stagnan.
Secara bulanan, tekanan inflasi core tradeable
telah konsisten mengalami penurunan sejak bulan
Mei (0,29%) hingga Juli (0,15%) (Grafik 2.30).
Masih berlanjutnya tren penguatan nilai tukar
rupiah yang tercermin melalui apresiasi yang
cukup besar seiring dengan ketidakpastian global
yang meningkat khususnya di kawasan Eropa
pasca Brexit. Pada bulan Juli nilai tukar rupiah
(USD/IDR) tercatat mengalami depresiasi sebesar
-1,77% (mtm) atau lebih besar dibandingkan
depresiasi bulan Juni sebesar -0,48% (mtm). Hal
ini memberikan kontribusi dalam meredam
tekanan imported inflation dan inflasi core trade-
able khususnya di tengah melonjaknya impor
barang konsumsi menjelang Lebaran.
Adapun penurunan tekanan inflasi core pada
kelompok tradeable ini terutama didorong oleh
penurunan dari sub kelompok food related (dari
0,42% menjadi 0,24%) dan sub kelompok
constructions (dari -0,04% menjadi -0,11%). Pada
sub kelompok food related, permintaan terhadap
nasi dengan lauk cenderung menurun selama libur
panjang kali ini karena didorong aktivitas mudik
ke luar Jawa Barat walaupun dibarengi dengan
masih tingginya permintaan terhadap gula pasir
dan kue kering minyak selama momentum Leba-
ran. Pada sub kelompok constructions, terbatasn-
ya kegiatan pembangunan fisik dikarenakan libur
panjang yang berlangsung hingga sekitar 2 (dua)
minggu menyebabkan penurunan permintaan
khususnya pada komoditas bahan bangunan.
Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
Inflasi Core
Grafik 3.30 Perkembangan Inflasi Core (mtm)
1
%(mtm)
2015 20162 5 7 8 9 10 11 1263 4 1 2 5 63 4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1Core Traded Non Traded
83KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Brebes yang merupakan sentra produksi pada
masa panen Juli 2016 ini menurun 50% akibat
terendam banjir.
Berlanjutnya kenaikan harga komoditas kentang
disebabkan oleh semakin terbatasnya pasokan
akibat petani di sejumlah sentra memilih melaku-
kan panen dini menjelang bulan Ramadhan lalu.
Adapun pada komoditas beras, tengah
berlangsungnya masa tanam menjadi penyebab
kenaikan harga walaupun hal ini umum terjadi
secara seasonal. Namun demikian,
tekanan inflasi volatile food ini ditahan oleh
penurunan tekanan harga pada subkelompok
sayur-sayuran yang mengalami deflasi sebesar
-2,37% (mtm) serta subkelompok telur, susu, dan
hasil-hasilnya sebesar -1,34% (mtm). Menurunnya
permintaan hingga akhir bulan pasca Lebaran di
tengah terjaganya kecukupan stok sejumlah
komoditas utama menjadi penyebab utama
terjadinya deflasi pada kelompok ini. Penurunan
harga komoditas telur ayam ras yang selama dua
bulan sebelumnya mencatatkan inflasi tinggi salah
satunya disebabkan oleh menurunnya permintaan
masyarakat khususnya untuk pembuatan kue
yang umumnya dilakukan sebelum Lebaran.
Tekanan inflasi kelompok volatile food pada bulan
Juli 2016 relatif terkendali dan menurun dibanding
bulan Juni di mana periode Ramadhan
berlangsung. Adapun inflasi kelompok volatile
food pada bulan Juli 2016 adalah sebesar 0,57%
(mtm) atau 8,84% (yoy), lebih rendah dibanding
bulan Juni sebesar 3,08% (mtm) atau 10,80%
(yoy). Realisasi inflasi ini juga lebih rendah diband-
ing dengan historis rata-rata inflasi volatile food di
bulan periode Lebaran sebesar 1,77% (mtm).
Relatif terkendalinya inflasi kelompok volatile food
selama periode Lebaran dan libur panjang kali ini
diperkirakan salah satunya dipengaruhi oleh tren
perjalanan mudik ke luar Jawa Barat khususnya
oleh masyarakat di kota-kota seperti Bekasi,
Depok, dan Bogor. Adapun tekanan inflasi kelom-
pok volatile food pada bulan Juli ini terutama
bersumber dari subkelompok bumbu-bumbuan
yang mengalami inflasi sebesar 4,00% (mtm),
kemudian diikuti oleh subkelompok daging dan
hasil-hasilnya serta padi-padian yang
masing-masing mengalami inflasi sebesar 1,89%
(mtm) dan 1,12% (mtm). Tingginya tekanan inflasi
pada subkelompok bumbu-bumbuan merupakan
akibat dari curah hujan yang tinggi selama musim
kemarau basah ini (efek La Nina) sehingga menye-
babkan tanaman terendam dan rentan busuk yang
pada akhirnya menurunkan produksi/volume
panen khususnya pada komoditas bawang merah.
Sebagai perbandingan, produksi bawang merah di
Volatile Food
84 Perkembangan Inflasi
Dari sub kelompok energi, kenaikan inflasi teruta-
ma disebabkan oleh tarif listrik yang kembali naik
pada bulan Juli 2016 pada rentang Rp33-Rp48/k-
Wh untuk 12 golongan pelanggan (non-subsidi).
Adapun rentang kenaikan tarif pada bulan Juli ini
lebih tinggi dibandingkan kenaikan pada bulan
Juni sebesar Rp8-11/kWh (0,84%, mtm). Dengan
rata-rata kenaikan tarif sebesar 3,5% (mtm) pada
bulan Juli, inflasi untuk tarif listrik pada bulan Juli
adalah sebesar 1,24% (mtm) atau lebih tinggi
dibanding inflasi Juni sebesar 0,58% (mtm). Real-
isasi inflasi yang lebih rendah dibanding persen-
tase kenaikan tarif ini disebabkan karena tarif
untuk kelompok pelanggan yang disubsidi (rumah
tangga dengan pemakaian di bawah 1.300 VA)
tidak mengalami perubahan.
Kelompok administered prices pada Juli 2016
memberikan andil inflasi bulanan sebesar 0,28%
atau meningkat dibanding bulan sebelumnya
dengan andil sebesar 0,09%. Kenaikan inflasi bula-
nan ini disebabkan oleh kenaikan harga-harga baik
pada sub kelompok energi maupun non energi
(Grafik 2.30). Hal ini sejalan dengan efek seasonal
yakni tradisi mudik selama libur Lebaran yang
bersamaan dengan libur sekolah. Namun demiki-
an, perkembangan inflasi tahunan administered
prices masih mengalami deflasi sebesar -0,03%
(yoy).
Dari sub kelompok non-energi, kenaikan
harga-harga terutama terjadi pada tarif angkutan
yakni angkutan antar kota yang mengalami inflasi
sebesar 17,64% (mtm). Libur Lebaran yang bersa-
maan dengan libur sekolah mendorong sebagian
masyarakat memperpanjang masa liburnya
hingga 2 (dua) minggu. Sebagai akibatnya,
perjalanan mudik juga menjadi lebih panjang dan
fleksibel atau tidak hanya terikat pada periode
menjelang Lebaran saja. Sebagian masyarakat
juga masih melakukan perjalanan mudik hingga
beberapa hari setelah Lebaran. Periode mudik
yang berkepanjangan ini menyebabkan tingginya
tarif angkutan bahkan hingga akhir bulan Juli.
Namun, berdasarkan informasi dari Dinas
Perhubungan Jawa Barat, kenaikan tarif angkutan
ini khususnya terjadi pada kelas non-ekonomi
(pemerintah hanya mensupervisi tarif angkutan
kelas ekonomi). Selain itu, dengan dibukanya tol
Cipali yang semakin mempermudah akses perjala-
nan darat dari Jawa bagian Barat ke bagian
Tengah maupun Timur menyebabkan permintaan
terhadap angkutan darat antar kota meningkat
lebih tinggi dibandingkan kereta api. Selain tarif
angkutan umum, komoditas rokok kretek filter
kembali menjadi penyumbang utama inflasi
sejalan dengan penyesuaian harga akibat
kenaikan cukai rokok yang dilakukan secara
bertahap.
Administered Prices
Grafik 3.31 Perkembangan Inflasi Adm. Prices (mtm)Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
1
%(mtm)
2015 20162 5 7 8 9 10 11 1263 4 1 2 5 6 73 4
-8
-6
-4
-2
0
2
4
Administered Prices Energi Non Energi
85KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Secara tahunan, inflasi tertinggi masih terjadi di Kota Tasikmalaya sebesar 4,12% dan terendah di Kota Cirebon sebesar 1,43%. Sementara itu kota-kota lainnya yaitu Kota Bandung mengalami inflasi sebesar 3,40%; Kota Depok sebesar 3,00%; Kota Bogor sebesar 2,85%; Kota Bekasi sebesar 2,19%; dan Kota Sukabumi sebesar 3,11%. Perkem-bangan inflasi 4 (empat) kota dari 7 (tujuh) kota tersebut, yaitu Kota Tasikmalaya, Bandung, Suka-bumi, dan Depok menunjukkan inflasi tahunan periode Juni 2016 yang lebih tinggi dibanding Jawa Barat.
Secara kumulatif, inflasi tahun berjalan dari seluruh kota di Jawa Barat masih relatif rendah jika dibandingkan dengan target inflasi nasional sebesar 4%±1%. Inflasi tahun berjalan Jawa Barat hingga Juli 2016 sebesar1,69% (ytd). Inflasi tahun berjalan Kota Tasikmalaya (2,14%), Kota Bogor (1,88%), Kota Depok (1,88%), Kota Sukabumi (1,81%), dan Kota Bandung (1,97%) berada di atas Jawa Barat.
Dari tujuh kota yang menjadi basis perhitungan inflasi di Jawa Barat, seluruhnya (7 kota) mengala-mi inflasi pada Juli 2016 dengan inflasi tertinggi terjadi di Kota Sukabumi sebesar 0,93% (mtm) dan terendah di Kota Cirebon sebesar 0,24% (mtm). Sementara itu kota-kota lainnya yaitu Kota Depok mengalami inflasi sebesar 0,48% (mtm); Kota Tasikmalaya sebesar 0,50% (mtm); Kota Bandung sebesar 0,71% (mtm); Kota Bekasi sebe-sar 0,26% (mtm); serta Kota Bogor sebesar 0,32% (mtm). Perkembangan inflasi 4 (empat) kota dari 7 (tujuh) kota tersebut, yaitu Kota Sukabumi, Bandung, Tasikmalaya dan Depok menunjukkan inflasi bulanan Juli 2016 yang lebih tinggi diband-ing Jawa Barat. Dari perkembangan ini dapat dilihat bahwa perkembangan inflasi untuk kota-kota besar yang masyarakatnya mayoritas melakukan aktivitas mudik ke luar Jawa Barat seperti kota Bekasi, Bogor, dan Depok relatif rendah dibandingkan dengan kota-kota yang umumnya menjadi tujuan mudik di Jawa Barat seperti Sukabumi dan Tasikmalaya.
identifikasi masalah dan kebijakan yang diambil
oleh FKPI Jawa Barat setiap tahunnya adalah
sebagai berikut:
Sepanjang tahun 2009 s.d 2016, FKPI Jawa Barat
telah melakukan banyak upaya baik dalam hal
penguatan kelembagaan maupun dalam upaya
pengendalian inflasi di Jawa Barat. Secara ringkas
3.2.2. Perkembangan Inflasi Kota
3.3. Program Pengendalian Inflasi Daerah
Grafik 3.32 Inflasi Bulanan 7 Kota IHK
Provinsi Jawa Barat (Juli 2016)
Grafik 3.33Inflasi Tahunan 7 Kota IHK
Provinsi Jawa Barat (Juli 2016)Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI Sumber : BPS, Perhitungan Staf BI
0.00
Cirebon
Bekasi
Bogor
Jawa Barat
Depok
Tasikmalaya
Nasional
Bandung
Sukabumi 0.93
0.20 0.40 0.60 0.80 1.00
Inflasi Bulanan Juli 2016 (%, mtm)
0.71
0.69
0.50
0.48
0.47
0.32
0.26
0.24
0.00
Cirebon
Bekasi
Bogor
Jawa Barat
Depok
Sukabumi
Nasional
Bandung
Tasikmalaya 4.12
1.00 2.00 3.00 4.00 5.00
Inflasi Tahunan Juli 2016 (%, yoy)
3.40
3.21
3.11
3.00
2.89
2.85
2.19
1.43
86 Perkembangan Inflasi
Pada tahun 2016, komoditas pangan masih
merupakan penyumbang utama tingkat inflasi.
Kondisi ketersediaan pangan dan distribusinya
dipastikan mempengaruhi tingkat inflasi, baik ke
arah positif maupun ke arah negatif. FKPI Provinsi
Jawa Barat mulai pada 2016 mulai menjalankan
pendekatan yang lebih fokus terhadap permasala-
han dimaksud. Adapun program kerja dimaksud
yaitu “Paket 5 Plus 1 UTAMA” atau disebut
PROPER KAHIJI UTAMA:
Peningkatan produksi komoditas penyumbang
inflasi;
Antisipasi lonjakan permintaan menjelang
peak season;
Revitalisasi pasar;
Penyusunan kajian pendukung pengendalian
inflasi dan peningkatan kompetensi sumber
daya pendukung;
Peningkatan kualitas infrastruktur pendukung
(irigasi, perbaikan jalan, jembatan) serta
penguatan sistem logistik bahan pangan strat-
egis;
Peningkatan jaringan konektivitas, koordinasi
dan kerjasama; serta
Usaha Tani Mandiri, yaitu penguatan/pember-
dayaan petani melalui sinergi dengan pihak
terkait.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tahun Identifikasi Masalah Kebijakan
2009
Kurangnya Awareness Anggota
Kenaikan harga gula pasir
Edukasi peningkatan Awareness pentingnya pengendali Inflasi
Jangka Pendek
Jangka Panjang
:
:
Pasar Murah dan Operasi Pasar
Revitalisasi merin dan pabrik gula, ekspansi
lahan tebu dan pabrik gula
2010 Potensi kenaikan harga beras
Rapat tingkat tinggi (HLM), percepatan launching raskin,
mendorong pembak/kota mempercepat penyaluran raskin dan
pelaksanaan OP serta mengarahkan ekspektasi masyarakat yang
diantaranya melalui kunjungan ke gedung BULOG
2011 Gangguan produksi bahan pangan
10 langkah pengendalian Inflasi
Contoh : meningkatkan produktifitas padi, memberikan
pembentukan TPID Kota Bekasi, Depok, Sukabumi, meningkatkan
awareness masyarakat terhadap inflasimelalui media massa
2012 Kebijakan Pemerintah dan GangguanProduksi bahan pangan
5 Plus 1 Paket Kebijakan Inflasi, diantaranya mendedukasiMasyarakat melalui media massa secara interaktif
2013 Kebijakan Pemerintah Pusatterkait harga/tarif
3 Plus 1, memperkuat upaya stabilisasi melalui peningkatanproduksi dan stok, akses informasi, dan kelancaran distribusiserta mengoptimalkan kerjasama perdagangan antar daerah
2014 Kebijakan Pemerintah Pusatterkait harga/tarif
4 Plus 1, Meningkatkan kerjasama antar-SKPD, dinas, instansiserta antar Kabupaten/Kota
2015 Penguatan Inflastruktur 5 Plus 1 (PROPER KAHIJI), Jangka Panjang : Revitalisasi merindan pabrik gula, ekspansi lahan tebu dan pabrik gula
87KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Penambahan UTAMA atau disebut Usaha Tani Mandiri merupakan salah satu upaya FKPI Provinsi Jawa
Barat dalam mendorong pemberdayaan petani.
Gambar 3.1 Langkah Strategis 5 plus 1 UTAMA Pengendalian Inflasi Jawa Barat
Gambar 3.2 Penyebutan Langkah Strategis 5 plus 1 UTAMA Sebagai “Proper Kahiji UTAMA”
Peningkatan Produksi komoditas Penyumbang Inflasi1.
2.
3.
4.
5.
6.
Antisipasi Lonjakan Permintaan menjelang peak season
Revitallisasi Pasar
Penyusunan kajian pendukung pengendalian inflasi dan peningkatan kompetensi sumber daya pendukung
Peningkatan kualitas infrastruktur pendukung(irigasi, perbaikan jalan, jembatan) seta penguatan sistem logistik bahan pangan strategis
Peningkatan jaringan konektivitas,koordinasi dan kerjasama
UTAMAUsaha TAni MAndiri
5+1
Peningkatan Produksi komoditas Penyumbang Inflasi PRODUKSI
PROPER KAHIJI
PERODUKSI
PASAR
KAJIAN
INFRASTRUKTUR
JARINGAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Antisipasi Lonjakan Permintaan menjelang peak season
Revitallisasi Pasar
Penyusunan kajian pendukung pengendalian inflasi dan peningkatan kompetensi sumber daya pendukung
Peningkatan kualitas infrastruktur pendukung(irigasi, perbaikan jalan, jembatan) seta penguatan sistem logistik bahan pangan strategis
Peningkatan jaringan konektivitas,koordinasi dan kerjasama
UTAMAUsaha TAni MAndiri
88 Perkembangan Inflasi
Pemerintah Pusat, Rapat Kunjungan TPID lain,
serta Rapat Forum Teknis. Upaya pengendalian
inflasi tersebut dilakukan melalui Program Kerja
FKPI baik Program Rutin dan Program Strategis.
Sepanjang semester awal di tahun 2016, berbagai
upaya pengendalian inflasi telah dilakukan oleh
FKPI Jawa Barat, baik dari sisi koordinasi, seperti
penyelenggaraan pertemuan-pertemuan meliputi
High Level Meeting, Rapat Kunjungan Instansi
3.3.1. Pelaksanaan Kegiatan FKPI Jawa Barat
Gambar 3.3 Program Kerja Rutin dan Strategis FKPI Provinsi Jawa Barat
RUTIN
Rapat Teknis
Rapat HLM
Rakor se-Jawa Barat
Rakor Antar Provinsi / Rakornas
Capacity Building
STRATEGISRevitalisasi Sistem Resi Gudang
Revitalisasi Priangan
Penyusunan Model Kerjasama
antar Daerah
-
-
-
-
-
-
-
-
Rapat teknis FKPI dalam rangka evaluasi program kerja tahun 2015 dan persiapan program kerja tahun 2016.
89KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Program Rutin
Rapat Teknis
Tanggal
13 Januari 2016 Rapat Teknis FKPI dalam rangka pembahasan program Usaha Tani Mandiri.
4 Februari 2016
1 April 2016 Rapat Teknis FKPI terkait pembahasan penguku-ran kinerja Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) oleh Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) untuk periode 2015.
High Level Meeting
15 April 2016 High Level Meeting FKPI Provinsi Jawa Barat dibuka dan dipimpin langsung oleh Ketua FKPI, Bp. Denny Juanda Puradimaja. Dalam rapat tersebut dibahas mengenai Roadmap Pengenda-lian Inflasi FKPI dan Forum Pengembangan Ekonomi Daerah Provinsi Jawa Barat
9 Mei 2016 High Level Meeting FKPI Provinsi Jawa Barat yang dibuka langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Bp. Ahmad Heryawan. Rapat dimaksud memba-has mengenai perkembangan inflasi di Jawa Barat dan persiapan dalam rangka menghadapi Ramadhan 1437 H
Rakor Se-Jawa Barat
5 April 2016
10 Mei 2016
Rakor TPID se-Jawa Barat yang membahas men-genai penilaian TPID untuk tingkat Provinsi, TPID Kota yang termasuk penghitung inflasi dan TPID yang tidak termasuk penghitung inflasi.
Rakor TPID se-Jawa Barat yang membahas men-genai persiapan dalam rangka menghadi Ramad-han 1437 H.
Keterangan
A. Program Rutin FKPI
90 Perkembangan Inflasi
Capacity Building
25-26 Februari 2016 Mengundang TPID Kabupaten/Kota se-Jawa
Barat di Hotel Rancamaya, Bogor. Materi
yang disampaikan yaitu Penghitungan Inflasi,
Linkage LDPM dengan Sistem Resi Gudang
dan Progress Kegiatan FKPI 2015 dan
Rencana Program Kerja 2016.
Sampai dengan saat ini, pengembangan
Portal Informasi Harga Pangan (PRIANGAN)
telah memasuki tahap pengembangan
generasi III. Adapun pengembangan PRIAN-
GAN tersebut terdiri dari pengembangan
PRIANGAN untuk aplikasi mobile, Early
Warning System berbasis aplikasi mobile,
pengembangan data mengenai harga
komoditas dari produsen dan penambahan
fitur mengenai informasi TPID Kabupat-
en/Kota di Jawa Barat.
Pembahasan mengenai roadmap pengenda-
lian inflasi daerah yang rencananya akan
disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat.
1.
2.
3.
ProgramStrategis
Revitalisasi Sistem Resi Gudang
Tanggal
26 Januari 2016 Pembahasan Tim Task Force SRG mengenai tindaklanjut dari MoU pengembangan dan percepatan implementasi Sistem Resi Gudang di Jawa Barat. Adapun pertemuan dimaksud difokuskan kepada peran dan dukungan masing-masing lembaga (BI, PT Pos Indonesia, BAPPEBTI dan Disperindag Jabar) dalam pengembangan SRG.
10 Februari 2016 Pertemuan Tahunan Pemangku Kepentingan Sistem Resi Gudang dan Pasar Lelang Komoditas Tahun 2016 Dalam rangka mendorong percepatan implementasi Sistem Resi Gudang dan optimalisa-si pemanfaatan Pasar Lelang Komoditas.
25 Mei 2016 Capacity Building Sistem Resi Gudang Kabupaten Ciamis dalam rangka meningkatkan pemahaman petani, poktan, gapoktan dan pengelola akan manfaat SRG.
Keterangan
B. Program Strategis FKPI
91KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS2016
Revitalisasi Priangan
8 Maret 2016 Pembahasan mengenai pengembangan fitur PRIANGAN antara lain: a) aplikasi mobile app; b) aplikasi Call for Meeting; c) penambahan data produsen; dan d) penambahan konten untuk kabupaten/kota di menu utama.
31 Mei 2016 Launching PRIANGAN Generasi ke III, antara lain: a) aplikasi mobile app; b) aplikasi Call for Meeting; c) penambahan data produsen; dan d) penambahan konten untuk kabupaten/kota di layout.
Gambar 2.4 Evaluasi SRG se-Jawa Barat
Sangat Baik Sangat Baik Cukup Baik Kurang Baik Tidak Jalan
SRG Cianjur SRG Indramayu
SRG Subang
SRG Tasikmalaya
SRG Ciamis
SRG Sumedang
SRG Kuningan
SRG Bogor
SRG Garut
SRG Majalengka
SRG Purwakarta
Pengelola : koperasi
Niaga Mukti
Pengelola: PT. BumiWiralodraIndramayu
Pengelola: KoperasiAnnisa
Pengelola: PT. Pos
Indonesia
Pengelola: PT. Pos
Indonesia
Pengelola: Koperasi
UPJA
Pengelola: Koperasi
UPJA
Pengelola: PT. Food Station
Pengelola: Koperasi
Mukti Tani
Pengelola: PT. Sindang Kasih Multi
Usaha
Pengelola: A.N
Tindak Lanjut :
1. Dijadikan SRG
percontohan
2. Sharing ilmu
pengelola ke
seluruh SRG.
Tindak Lanjut :
1. Linkage dgn
PT. Food
Station
2. Monitoring
danFasilitasi
3. Linkage
Perpadi
(Rencana Pasar
Beras Kab.
Cirebon)
1. Telah
berlangsung
sejak tahun
2011
2. Total resi 265
(s.d Des 2015)
& Rata- rata
resi pertahun
53 resi
3. Total
penyaluran
kredit 29,19
miliar
4. Pencairan
kredit relatif
cepat
5. Koordinasi
antara
pengelola
gudang dengan
pemda sangat
baik
6. Tersedia Rice
Milling Unit
7. Pemahaman
pengelola thdp
bisnis proses
dan ketentuan
SRG sangat
baik
1. Telah
berlangsung
sejak tahun
2010
2. Telah
dikeluarkan resi
secara aktif
(kec. Thn 2015
krn ada
mismanajemen)
3. Total kredit
30,37 miliar
4. Penyimpanan
gabah optimal
5. Pemahaman
pengelola thdp
bisnis proses
dan ketentuan
SRG sangat
baik.
1. Diresmikan th
2012 & sudah
terdapat resi
pd th.2012 &
2015 dgn total
420,82 juta
2. Gudang tdk
memiliki alat uji
mutu
3. Tingginya
ketergantungan
thdp tengkulak
4. Pencairan
resi mencapai
1-2 minggu
1. Diresmikan
tahun 2012 &
resi mulai aktif
sejak 2014
2. Total kredit
2,74 miliar
3. Potensi
penyimpanan
relatif besar
1. Diresmikan
th.2009 dan
sudah terdapat
resi pd th. 2015
dgn total 150
juta
2. Minat petani
untuk
menyimpan di
gudang SRG
masih rendah
3.
Ketergantun-
gan terhadap
pemodal
1. Diresmikan
th.2009
2. Perbankan
belum
memberikan
pinjaman
karena
pengelolaan
gudang yang
baru kembali
aktif
3. Kesulitan
pengelola
merubah pola
pikir petani
yang masih
terbiasa
dengan
penjualan
langsung
1. Telah
berlangsung
sejak tahun
2010
2. Telah
dikeluarkan resi
secara aktif
(kec.Thn 2015
krn ada
kendala fraud
oleh pengelola
lama -
PT.Pertani)
3. Total
penyaluran
kredit 53,67
miliar
4.
Penyimpanan
gabah optimal
5. Lokasi SRG
berada di rice
center
Indramayu &
tersedia Rice
Milling Unit
yang sangat
canggih.
Tindak Lanjut :
1. Monitoring
dan Fasilitasi
(DRG Benteng)
2. Edukasi dan
Fasilitasi (SRG
Purwadadi)
Tindak Lanjut :
1. Linkage dgn
PT.POS
2. Monitoring
dan Fasilitasi
1. Diresmikan
tahun 2011
2. Belum ada
serah terima
gudang
3. Belum ada
kegiatan SRG
Tindak Lanjut :
1. Mendorong
Bappebti serah
terima gudang
2. Linkage dgn
PT. Pos
3. Mendorong
Pemkab untuk
proaktif
1. Diresmikan
tahun 2009
2. Belum ada
resi yang
dikeluarkan
3. Belum ada
penyaluran
kredit
4. Gudang blm
beroprasional
5.
Ketergantun-
gan thdp
tengkulak
6. Pengelola
Baru ditunjuk
oleh pemkabTindak Lanjut :
Linkage dengan
PT. Food
Station
1. Diresmikan
tahun 2009
dan sudah ada
kegiatan tunda
jual
2. Belum ada
resi yang
dikeluarkan krn
gudang belum
SNI
3. Belum ada
penyaluran
kredit
Tindak Lanjut :
1. Mendorong
implementasi
SNI gudang
SRG Jagung
2. Mendorong
SRG kopi
Tindak Lanjut :
1. Peningkatan
kemampuan
pengelola SRG
2. Monitoring
dan Fasilitasi
Tindak Lanjut :
Monitoring dan
Fasilitasi
bersama DPUM
Tindak Lanjut :
Mendorong
keproaktifan
pengelola
Gudang
Tindak Lanjut :
Monitoring dan
Fasilitasi
1. Diresmikan
th.2009 & sdh
terdapat resi
pada thn 2012
sebesar 344
juta
2. Kurangnya
sosialisasi
terkait SRG
kepada para
petani
3. Terdapat
beberapa
petani yang
ditolak oleh
pihak pengelola
karena tidak
lolos uji mutu
92 Perkembangan Inflasi
Pasar Lelang dan Operasi Pasar di Jawa Barat sebagai dasar pembuatan rekomendasi kebijakan kegiatan Pasar Lelang dan Operasi Pasar. Selain kegiatan konsinyering, dilakukan pula kegiatan kunjungan langsung ke Koperasi Pasar Lelang Komoditas Jawa Barat untuk melihat dan mengetahui proses pasar lelang tersebut.
Kegiatan Konsinyering Penyusunan Rekomendasi Pengembangan Pasar Lelang Komoditi dan Pedoman Baku Pelaksanaan Operasi Pasar bersama TPI – Pokjanas dan Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter yang dilaksanakan dari tanggal 22 – 24 Maret 2016. Tujuan dari kegiatan tersebut adalah untuk mengumpulkan informasi mengenai pelaksanaan
A. Kegiatan Konsinyering Penyusunan Rekomendasi Pasar Lelang Komoditas dan Pelaksanaan Operasi Pasar
C. Program Kerja FKPI lainnya
B. Kunjungan TPID Provinsi Sulawesi SelatanKunjungan TPID Provinsi Sulawesi Selatan
C. Kunjungan TPID Provinsi Kalimantan Selatan
D. Forum Silaturahmi Ulama se-Jawa Barat
mengenai rencana pelaksanaan pasar murah, Portal Informasi Harga Pangan (PRIANGAN), dan pengembangan Sistem Resi Gudang. Selain itu, dilakukan pula kunjungan ke salah satu klaster binaan KPwBI Provinsi Jawa Barat di Kabupaten Bandung Barat yaitu klaster Lembang Agri (Hortikultura).
Pada tanggal 18 Mei 2016 bertempat di Hotel Holiday Inn, telah diselenggarakan kunjungan dari TPID Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam kegiatan tersebut, dihadiri oleh perwakilan dari KPwBI Provinsi Jawa Barat sebagai anggota FKPI Provinsi Jawa Barat. Adapun tujuan pelaksanaan kunjungan dimaksud salah satunya membahas
Provinsi Jawa Barat. Adapun tujuan pelaksanaan kunjungan dimaksud salah satunya membahas mengenai rencana pelaksanaan pasar murah, Portal Informasi Harga Pangan (PRIANGAN), dan pengembangan Sistem Resi Gudang.
Pada tanggal 30 Mei 2016 bertempat di Gedung Sate, Kompleks Perkantoran Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah diselenggarakan kunjungan dari TPID Provinsi Kalimantan Selatan. Dalam kegiatan tersebut, dihadiri oleh perwakilan dari KPwBI Provinsi Jawa Barat sebagai anggota FKPI
Agama, dan Perwakilan Kantor Kementerian Agama, kegiatan tersebut turut pula dihadiri oleh seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Muspida Provinsi Jawa Barat serta Tim Pengendalian Inflasi Daerah tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota. Adapun tujuan dari kegiatan dimaksud yaitu memberikan pemahaman kepada para ulama mengenai inflasi dan dampaknya terhadap masyarakat.
Kegiatan silaturahim Ulama se-Jawa Barat tahun 2016 diselenggarakan di Aula Barat, Gedung Sate, Kompleks Perkantoran Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada tanggal 31 Mei 2016. Kegiatan tersebut dibuka langsung oleh Gubernur Jawa Barat, H. Ahmad Heryawan (atau Wakil Gubernur – Bp. Dedi Mizwar) sekaligus menyampaikan tausiyah mengenai pentingnya pengendalian inflasi. Acara yang diselenggarakan dengan tujuan memberikan pembekalan kepada para ulama mengenai inflasi dan dampaknya terhadap masyarakat tersebut memiliki makna penting dalam upaya pengendalian inflasi di Jawa Barat. Selain itu turut pula dihadiri oleh Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat, Ibu Rosmaya Hadi, Ketua MUI Provinsi Jawa Barat, KH. Rachmat Syafe’I dan 200 peserta ulama dari berbagai daerah di Jawa Barat yang terdiri dari komponen Dewan Kesejahteraan Masjid, Majelis Ulama Indonesia, Pimpinan Pondok Pesantren, Penyuluh
93KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Diskusi dengan Departemen Pengembangan UMKM (DPUM), Bank Indonesia dan Konsultan World Bank serta Pihak Terkait Dalam Rangka Penguatan Sistem Resi Gudang di Indonesia
E.
Publikasi Ke Media Dalam Rangka Menjaga Ekspektasi Masyarakat Terhadap Gejolak Harga di Saat RamadhanF.
Pasar Murah Pengendali Inflasi Ramadhan 1437 HG.
tanggal 13 – 15 Juni 2016. Adapun hal-hal yang dalam dilakukan dalam pelaksanaan kegiatan ini diantaranya:
Dalam rangka implementasi program Financial Inclusion Support Framework (FISF), Bank Indonesia bekerjasama dengan World Bank akan melakukan penyusunan analytical note untuk penguatan Sistem Resi Gudang (SRG) di Indonesia, yang akan disusun oleh konsultan internasional dan domestik yang ditunjuk oleh World Bank. Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia Pusat (DPUM) memilih SRG yang berada di Jawa Barat untuk penyusunan dimaksud. kegiatan tersebut dilaksanakan dari
Penjelasan mengenai praktek Sistem Resi Gudang di Jawa Barat;Penjelasan mengenai pasar lelang komoditas di Jawa Barat;Penjelasan mengenai mekanisme pembiayaan SRG di Jawa Barat;Kunjungan ke lokasi SRG Kabupaten Cianjur dan diskusi dengan pengelola gudang.
Ramadhan utamanya disebabkan oleh peningkatan pola konsumsi masyarakat (faktor budaya). Adapun kegiatan yang dilaksanakan terkait program publikasi dimaksud diantaranya:
Tanggal 14 s.d 16 Juni 2016:Halaman Parkir Kereta Api Kiaracondong,Jl. Ibrahim Adjie, Kelurahan Babakansari, Kecamatan Kiaracondong; dan
a.
Halaman Parkir Kantor Pos, Jl. Ahmad Yani, Kecamatan Lengkong.
b.
Dalam rangka menjaga stabilitas harga menjelang dan saat Ramadhan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat, Fungsi Koordinasi dan Komunikasi Kebijakan menyelenggarakan kegiatan publikasi media mengenai penjelasan inflasi di saat Ramadhan. Tujuan dari pelaksanaan kegiatan dimaksud yaitu untuk membentuk ekspektasi dan pola konsumsi masyarakat agar tidak konsumtif saat bulan Ramadhan. Berdasarkan data historis, inflasi yang terjadi saat
Dialog interaktif di media elektronik (televisi dan media);Iklan layanan masyarakat terkait inflasi Ramadhan di media massa.
Tanggal 27 s.d 29 Juni 2016 di Halaman Parkir Kereta Api Kiaracondong, Jl. Ibrahim Adjie, Kelurahan Babakansari, Kecamatan Kiaracondong.
diselenggarakannya kegiatan Pasar Murah Pengendali Jawa Barat ini. Penyelenggaraan Pasar Murah Pengendali Inflasi dilaksanakan secara dua tahap yaitu:
Pada saat Ramadhan dan menjelang Idul Fitri, kondisi di Indonesia terutama di Jawa Barat memiliki kecenderungan cukup tinggi untuk terjadinya peningkatan inflasi. Adapun faktor utama pendorong inflasi pada saat momen Ramadhan dan Idul Fitri terutama disebabkan oleh faktor budaya disamping faktor infrastruktur (jalur distribusi) dan tata niaga. Melihat hal tersebut, Bank Indonesia sebagai lembaga yang diberi mandat oleh Pemerintah dalam pengendalian inflasi merasa perlu bersinergi dalam koridor Forum Koordinasi Pengendali Inflasi (FKPI) Provinsi Jawa Barat maupun personal, terutama dalam menjaga stabilitas inflasi saat Ramadhan dan Idul Fitri. Oleh karena itu, hal tersebut yang menjadi salah satu dasar
94 Perkembangan Inflasi
3.3.2. Tantangan Dalam Pelaksanaan Pengendalian Inflasi Daerah
sebagaimana dijelaskan sebelumnya yang cukup krusial dalam pengendalian inflasi yaitu mengenai distribusi komoditas pangan strategis yang tidak merata. Selama ini, distribusi komoditas pangan strategis, contohnya saja cabai merah dan beras, yang sebagian besar dipasok ke luar Jawa Barat.
Secara umum, tantangan atau kendala dalam rangka pengendalian inflasi di Jawa Barat masih bersumber dari faktor cuaca, momen tahunan seperti hari besar keagamaan dan faktor kebijakan pemerintah pusat terkait harga bahan bakar rumah tangga dan bahan bakar kendaraan. Namun demikian, selain tantangan atau kendala
hingga menjelang Lebaran atau selama periode
bulan Juni 2016. Pada tahun 2015 terdapat 5
komoditas kebutuhan pokok masyarakat
(kepokmas) yang menjadi target subsidi OPM,
yaitu : beras, gula pasir, minyak goreng, telur
ayam, dan daging sapi. Sedangkan pada tahun
2016 terdapat 6 komoditas yang menjadi target
OPM, yakni:
Adapun perkembangan harga kelima komodi-
tas tersebut hingga Mei 2016 adalah sebagai
berikut:
Beras premium produksi dalam negeri
pengadaan tahun berjalan;
Gula Kristal putih bukan rafinasi
Minyak goreng kemasan produksi dalam
negeri berstandar nasional Indonesia
Telur ayam negeri
Daging sapi
Daging ayam ras
a.
b.
c.
d.
e.
f.
95KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
BOKS
04OPERASI PASAR MURAHDI JAWA BARATDALAM RANGKAPENGENDALIAN INFLASI
BOKS 04OPERASI PASAR MURAH DI JAWA BARAT DALAM RANGKAPENGENDALIAN INFLASI
Dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari bagi masyarakat khususnya pada
golongan menengah ke bawah selama Bulan
Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri
2016, Pemerintah Provinsi Jawa telah melak-
sanakan serangkaian kegiatan Operasi Pasar
Murah (OPM) untuk sejumlah komoditas yang
tergolong ke dalam kebutuhan pokok mas-
yarakat (kepokmas). Secara umum, output akhir
dari kegiatan OPM ini adalah untuk mencapai
stabilisasi serta penurunan disparitas harga
barang kebutuhan pokok.
Pada tahun 2016, Pemerintah Provinsi Jawa
Barat telah menganggarkan dana sebesar Rp15
Miliar untuk pelaksanaan OPM di tahun 2016
melalui pos anggaran belanja subsidi di APBD
Provinsi Jawa Barat tahun 2016. Nilai ini
meningkat dibandingkan alokasi subsidi tahun
2015 sebesar Rp10 Miliar. Penyelenggaraan OPM
ini berlangsung selama periode Ramadhan
Tabel 1. Perkembangan Harga Komoditas OPM Januari –Mei 2016
Sumber: Survei Pemantauan Harga Mingguan KPw BI Provinsi Jawa Barat
96 Boks 04OPERASI PASAR MURAH
DI JAWA BARATDALAM RANGKA
PENGENDALIAN INFLASI
BOKS
04
kat cukup signifikan memasuki bulan Juni. Jika
dibandingkan dengan data historis di tahun
2015, sebagian besar komoditas OPM tersebut
merupakan komoditas penyumbang inflasi
utama selama periode Ramadhan dan Lebaran
(Tabel 2.)
Secara umum, harga ke-5 jenis barang tersebut
telah mengalami kenaikan sejak awal tahun
dengan peningkatan harga tertinggi khususnya
pada minyak goreng. Adapun komoditas telur
ayam ras dan daging ayam ras masih relatif
rendah hingga akhir Mei, namun mulai mening-
dapat disalurkan untuk tiap keluarga. Dengan
total nilai subdisi sebesar Rp15 Miliar dan nilai
subsidi per keluarga sebesar Rp158 ribu maka
diperkirakan manfaat dari penyelenggaraan
OPM ini dapat dirasakan oleh 94.937 keluarga.
Adapun nilai jual setiap komoditas dalam OPM
ini berada di bawah harga pasar (sebagaimana
tertera dalam Gambar 1 di bawah). Dalam meny-
alurkan komoditas subsidi pada OPM ini, selain
menetapkan harga jual subsidi, pemerintah juga
menetapkan jumlah (kg) per komoditas yang
Tabel 2. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama Periode Ramadhan & Lebaran 2015
Gambar 1. Mapping Alokasi Subsidi OPM Per Keluarga
pelabuhan khususnya timbul dalam kaitannya
untuk mendukung kelancaran proses logistik
perdagangan dari sektor industri pengolahan
yang menjadi penopang utama perekonomian
Jawa Barat.
Adapun perbandingan harga jual dengan harga
subsidi serta bobot konsumsi setiap komoditas
di Jawa Barat yang menjadi dasar perhitungan
dampak kegiatan operasi pasar murah (OPM)
adalah sebagai berikut:
97KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
BOKS
04OPERASI PASAR MURAHDI JAWA BARATDALAM RANGKAPENGENDALIAN INFLASI
Sebagai negara kepulauan, pelabuhan memiliki
peran yang sangat vital bagi perekonomian
Indonesia. Kehadiran pelabuhan menjadi faktor
penting dalam menunjang mobilitas baik
barang dan manusia antar pulau maupun antar
negara. Bagi suatu perekonomian, pelabuhan
merupakan salah satu rantai yang sangat pent-
ing dari seluruh proses perdagangan yang men-
jadi titik temu antara transportasi darat dan
laut. Dalam konteks Jawa Barat, peran penting
OPM pada tahun 2015, maka dengan subsidi
sebesar Rp 15 Miliar selama bulan Ramadhan
tahun 2016 diperkirakan men-generate oppor-
tunity saving sebesar Rp 163 Miliar (Tabel 3.)
Namun demikian, total dampak (saving) ini
berpotensi lebih besar dari Rp 163 Miliar khusus-
nya mempertimbangkan kemungkinan terjadin-
ya peningkatan permintaan di atas estimasi
kebutuhan seiring dengan penurunan harga di
pasar (elastisitas volume permintaan).
Dari gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa subsi-
di yang cukup besar khususnya diberikan untuk
komoditas daging sapi di mana dengan harga
pasar terakhir sebesar Rp126.634,-, pemerintah
menjualnya senilai Rp60.000,- melalui OPM.
Berdasarkan bobot konsumsinya, komoditas
dengan bobot terbesar adalah beras dengan
bobot mencapai 3,67% terhadap total nilai
konsumsi masyarakat Jawa Barat.
Dengan menggunakan asumsi elastisitas
penurunan harga pasar mengikuti pelaksanaan
Gambar 2. Perbandingan Harga dan Subsidi Komoditas OPM di Jawa Barat
98 Boks 04OPERASI PASAR MURAH
DI JAWA BARATDALAM RANGKA
PENGENDALIAN INFLASI
BOKS
04
Secara umum, penyelenggaraan Operasi Pasar
Murah (OPM) yang bertujuan untuk menahan
kenaikan harga-harga bahan pangan utama
selama Ramadhan dan Lebaran ditransmisikan
melalui dua jalur, yaitu :
kepada dampak OPM pada tahun 2015, maka
berdasarkan perhitungan, OPM pada bulan
Ramadhan tahun 2016 sebesar Rp 15 Miliar
diperkirakan mendorong penghematan (oppor-
tunity saving) sebesar Rp 163 Miliar melalui jalur
penurunan harga pasar. Namun demikian, angka
ini berpotensi lebih besar lagi jika mempertim-
bangkan dampak lanjutan berupa peningkatan
volume permintaan masyarakat seiring dengan
harga pasar yang semakin murah. Lebih lanjut,
hal ini juga berdampak terhadap penurunan
tekanan inflasi di bulan Ramadhan. Penyeleng-
garaan OPM juga diperkirakan memberikan
second round e�ect berupa penurunan tekanan
inflasi dari komoditas pada kelompok makanan
jadi yang memanfaatkan komoditas yang disub-
sidi melalui OPM sebagai bahan bakunya.
Penurunan harga pasar mengikuti penurunan
harga bahan pokok yang disubsidi melalui
OPM (elasitistas harga)
Peningkatan volume permintaan masyarakat
seiring dengan harga-harga yang cenderung
menurun (elastisitas permintaan)
1.
2.
Tabel 3. Perkiraan Opportunity Saving Masyarakat Sebagai Dampak Dari Pelaksanaan OPM 2016
Berdasarkan evaluasi pelaksanaan OPM tahun
2015, diketahui bahwa OPM cukup efektif dalam
menggiring penurunan harga pasar dari bahan
pokok yang disubsidi (khususnya beras, minyak
goreng, gula pasir, dan telur ayam ras). Mengacu
Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM04
BAB
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONALPROVINSI JAWA BARAT
AGUSTUS 2016
99 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
4.1. Perkembangan Kinerja Bank Umum
4.1.1. Aset dan Aktiva Produktif
berkualitas buruk yang menekan keuntungan maupun modal bank. Dilihat dari kelompok banknya, Bank Pemerintah masih memiliki asset terbesar di antara bank lainnya. Dibandingkan dengan triwulan I 2016, aset BPD dan bank asing mengalami penurunan proporsi dibandingkan dengan aset bank pemerintah dan bank swasta.
Total aset bank umum di Jawa Barat periode ini mencapai Rp 534,34 triliun, tumbuh sebesar 7,69% atau melambat dari periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,93%. Perlambatan pertumbuhan aset perbankan di Jawa Barat disinyalir merupakan dampak masih lambatnya pertumbuhan kredit dan meningkatnya kredit
4.1.2. Dana Pihak Ketiga
yang terutama dipengaruhi oleh perlambatan deposito kelompok nasabah pemerintah dari 20,63% menjadi -19,04%. Perlambatan deposito pemerintah di BPD tersebut diperkirakan merupakan dampak percepatan realisasi belanja pemerintah daerah yang lebih progresif di triwulan kedua. Selain itu, disinsentif kebijakan konversi DBH (Dana Bagi Hasil) dan/atau DAU (Dana Alokasi Umum) dalam bentuk non tunai berupa SBN (Surat Berharga Negara) yang ditetapkan oleh pemerintah pusat diperkirakan turut mendorong pemerintah daerah untuk melakukan penyerapan APBD yang optimal dan tepat waktu, serta mengurangi uang kas dan/atau simpanan pemerintah daerah di bank dalam jumlah yang berlebih.
Dana Pihak Ketiga (DPK) bank umum pada triwulan II 2016 mencapai Rp385,66 triliun atau secara tahunan tumbuh 8,57%, melambat dibandingkan triwulan I 2016 yang tumbuh sebesar 10,62%. Perlambatan terjadi pada komponen giro dan deposito yang masing-masing melambat dari 17,07% menjadi 4,62% dan 5,81% menjadi 0,56%, sedangkan komponen tabungan mengalami peningkatan dari 12,63% menjadi 19,36%. Berdasarkan kelompok bank, DPK pada semua kelompok bank tumbuh melambat kecuali pada bank swasta. Perlambatan paling dalam dialami oleh Bank Pemerintah Daerah (BPD), yaitu dari 3,96% menjadi -9,34%. Perlambatan tersebut terutama terjadi pada jenis simpanan deposito, dari -8,32% menjadi -25,37%,
Grafik 4.1 Pertumbuhan aset perbankan Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.2 Pangsa aset per kelompok bank
100KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
dari 15,25% menjadi 14,81% untuk bank pemerintah dan 2,78% menjadi -8,20% untuk bank asing. Kondisi ini dipengaruhi oleh penurunan suku bunga deposito bank pemerintah dari 6,29% menjadi 6,09% dan penurunan suku bunga deposito bank asing yang tidak jauh berbeda yakni dari dari 6,41% menjadi 6,06%. Sementara itu, kenaikan suku bunga tabungan pada bank asing dari 1,32% menjadi 1,41% mampu mendorong
DPK bank pemerintah dan bank asing juga turut melambat, masing-masing dari 17,07% menjadi 13,44% dan dari 5,43% menjadi 3,56%, keduanya didorong oleh perlambatan yang terjadi pada komponen deposito dari 16,02% menjadi 8,37% untuk bank pemerintah dan 5,28% menjadi -8,75% untuk bank asing. Perlambatan deposito dimaksud khususnya terjadi pada kelompok nasabah perseorangan yang tumbuh melambat
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.3 Pertumbuhan DPK dan Komponennya
Grafik 4.5 Pertumbuhan DPK BPD
Grafik 4.4 Pertumbuhan DPK per Kelompok Bank
Grafik 4.6 Struktur DPK berdasarkan jenisnya Grafik 4.7 DPK berdasarkan kelompok Bank
101 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
bank pemerintah mengalami penurunan dari 1,33% menjadi 1,25%, namun pertumbuhan komponen tabungan pada bank pemerintah ternyata masih positif (dari 12,69% menjadi 18,16%).
mendorong kinerja penghimpunan tabungan dari 9,09% menjadi 20,13% sehingga menahan perlambatan DPK bank asing secara keseluruhan. Namun, tidak demikian halnya dengan bank pemerintah. Meski suku bunga tabungan pada
menunjukkan peningkatan proporsi penghasilan masyarakat untuk ditabung. Meski demikian, pengaruh suku bunga yang lebih terlihat pada deposito dibandingkan tabungan mengindi-kasikan bahwa masyarakat pada dasarnya masih lebih memilih instrumen jangka pendek meski imbal hasil yang diberikan tidak meningkat. Hal ini menunjukkan masih adanya keraguan dari seba-gian masyarakat terhadap pemulihan kondisi ekonomi ke depan.
Berbeda dengan tren perlambatan DPK yang terjadi pada bank pemerintah dan bank asing, DPK bank swasta mengalami peningkatan dari 7,05% menjadi 9,93% terutama dipengaruhi peningkatan jenis simpanan tabungan dari 12,13% menjadi 20,11%. Sama halnya dengan kondisi di bank pemerintah, peningkatan tabungan pada bank swasta juga terjadi di tengah penurunan suku bunga tabungan dari 1,84% menjadi 1,81%. Kondisi ini memang sejalan dengan hasil survei konsumen Bank Indonesia triwulan II 2016 yang
Sumber : Bank IndonesiaGrafik 4.8 Pertumbuhan Deposito dibanding
4.1.3. Kredit
pertumbuhan kredit perseorangan yang tumbuh dari 8,87% menjadi 9,95% dengan pangsa sebesar 56,42%. Sementara itu, pertumbuhan kredit untuk kelompok debitur swasta tercatat melambat dari 5,87% menjadi 5,18%. Pertumbuhan kredit terjadi seiring dengan penurunan suku bunga untuk semua kelompok debitur, dengan rata-rata suku bunga kredit adalah 11,78%, turun dari triwulan sebelumnya sebesar 11,90%.
Pertumbuhan tahunan kredit perbankan Jawa Barat pada triwulan II 2016 adalah sebesar 7,99%, meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 6,98%. Berdasarkan kelompok debitur, pertumbuhan kredit paling signifikan terjadi pada kelompok debitur pemerintahan yang tumbuh dari -5,39% menjadi 9,65% namun dengan pangsa yang relatif kecil yakni sebesar 4,68%. Adapun pertumbuhan kredit di triwulan II terutama disumbangkan oleh
102KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
yang tumbuh dari 4,12% menjadi 8,39% dan kredit konsumsi yang tumbuh dari 13,00% menjadi 13,58%. Sementara itu, kredit modal kerja tercatat tumbuh melambat dari 6,98% menjadi 7,99%. Meskipun pada triwulan II 2016, pertumbuhan dunia usaha terdorong oleh momen Ramadhan, namun kondisi dunia usaha yang masih menga- lami tekanan sebagai akibat pelemahan ekonomi global serta penurunan harga komoditas telah menahan permintaan kredit modal kerja, meski-pun rata-rata suku bunga kredit mengalami penurunan. Suku bunga kredit modal kerja sedikit turun dari 11,28% menjadi 11,16%, demikian pula dengan suku bunga kredit investasi yang turun dari 10,11% menjadi 9,87% dan rata-rata suku bunga kredit konsumsi yang turun dari 13,43% menjadi 13,38%.
Sejalan dengan hal tersebut, jika dilihat dari skala usaha debitur, pertumbuhan kredit terjadi pada kredit rumah tangga yang tumbuh dari 7,54% menjadi 8,84% dengan pangsa sebesar 57,48%. Pertumbuhan kredit rumah tangga pada triwulan II 2016 terjadi seiring dengan penurunan suku bunga dari 13,70% menjadi 13,64% Sementara itu, kredit korporasi dengan pangsa sebesar 38,66% mengalami perlambatan dari 8,35% menjadi 8,13%, meski demikian suku bunga kredit korpora-si tidak tercatat naik. Kinerja industri pengolahan sebagai korporasi utama Jawa Barat yang tercatat tumbuh positif di triwulan II 2016, mengindi-kasikan adanya pendanaan lain yang diterima korporasi selain dari perbankan, seperti pem-biayaan dari parent company. Berdasarkan jenis penggunaan, pertumbuhan kredit bank umum didorong oleh kredit investasi
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.9 Perkembangan Kredit per Kel Debitur
Grafik 4.11 Perkembangan Kredit menurut Jenisnya
Grafik 4.10 Perkembangan Kredit vs Suku Bunga
103 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank IndonesiaGrafik 4.12 Perkembangan LDR Grafik 4.13 Perkembangan NPL
kelompok bank pemerintah, yaitu mencapai 104,8% dan telah melewati batas LDR maksimal sebesar 93.5% (PBI No. l 8/3/PBV2016). Kondisi ini perlu dicermati untuk memitigasi risiko likuditas di masa mendatang. Peningkatan risiko likuiditas pada periode ini tercermin pula melalui komponen alat likuid yang didominasi dana jangka pendek yakni tabungan (39,6%), deposito janqka waktu 1 bulan (18,5%}, giro (17,6%). serta deposito jangka waktu 3 bulan (14,7%). Dari sisi kualitas kredit, pertumbuhan penyaluran kredit dibayangi dengan pemburukan kualitas kredit yang tercermin melalui peningkatan rasio NPL dari 2,81% menjadi 3,51%. Berdasarkan jenis kreditnya, peningkatan ini terutama terjadi pada kredit investasi dan kredit modal kerja yang masing-masing naik dari 2,83% menjadi 4,65% dan dari 3,70% menjadi 4,54%. Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat ternyata peningkatan kinerja korporasi sektor-sektor utama di triwulan II 2016 tidak serta merta membuat kemampuan bayar rata-rata debitur meningkat.
Sejalan dengan peningkatan kredit investasi di triwulan II 2016, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) juga menunjukkan peningkatan kinerja investasi di Jawa Barat, yang tercermin dari peningkatan angka Saldo Bersih Tertimbang (SBT) dari 5,80 pada triwulan I 2016 menjadi 15,67. Peningkatan kinerja investasi tersebut terutama didorong oleh peningkatan investasi pada sektor perdagangan, industri pengolahan, pertanian dan jasa keuangan. Investasi sektor perdagangan hasil SKDU menunjukkan peningkatan saldo bersih tertimbang dari 0,16 menjadi 2,46.Likuiditas Bank Umum (tercermin dari rasio LDR) secara kumulatif masih terjaga namun perlu mendapat perhatian mengingat pada triwulan II 2016, rasio LDR rata-rata bank umum di Jawa Barat mencapai 91,01% (melebihi 90%) dan tercatat naik dari triwulan sebelumnya sebesar 90,28%. Kenaikan LDR ini dipengaruhi oleh peningkatan penyaluran kredit yang tidak dibarengi dengan pertumbuhan DPK. Dilihat dari kelompok bank, rasio LDR tertinggi dimiliki oleh
dalam penyaluran kredit bank, meskipun secara agregat porsi penyaluran kredit dari bank BUKU I masih yang paling kecil (3,50%). Adapun jika dilihat dari besaran LDR-nya, kenaikan LDR pada triwulan II 2016 disebabkan oleh kenaikan LDR bank BUKU IV yang cukup signifikan yakni dari 53,67% menjadi 70,75%. Sementara itu, LDR pada kelompok bank lain tercatat masih tinggi meski-pun sedikit mengalami penurunan. Keketatan paling besar terjadi pada bank BUKU I di mana nilai LDR mencapai 123,70%, diikuti oleh bank BUKU III sebesar 108,75% dan bank BUKU II sebe-sar 101,66%.
Jika dilihat dari klasifikasi per-BUKU bank, kenaikan NPL terjadi di semua kelompok bank. NPL tertinggi masih terjadi pada bank-bank yang tergolong BUKU I, dengan rata-rata NPL sebesar 8,74%, diikuti oleh bank BUKU II sebesar 4,67%, bank BUKU IV sebesar 3,57% dan terendah adalah pada kelompok bank BUKU III sebesar 3,03%. Pada triwulan ini, kenaikan NPL pada bank BUKU IV cukup signifikan dan perlu mendapat perhatian mengingat besarnya pangsa penyaluran kredit BUKU IV (26,51%). Selain itu, NPL yang tinggi dan melampui ambang batas 5% pada bank BUKU I perlu menjadi perhatian terhadap kehati-kehatian
104KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.14Pemetaan NPL dan LDR berdasarkan BUKU Bank
Grafik 4.15Proporsi Kredit Sektoral
4.1.3.1 Penyaluran Kredit di Sektor Utama Penopang Perekonomian Jawa Barat
Pengolahan sebesar Rp135,76 triliun, mendominasi 24,86% dari total portofolio kredit, diikuti Sektor Perdagangan sebesar Rp84,85 triliun dengan pangsa 15,53%. Sementara itu, kredit untuk Sektor Pertanian masih relatif kecil, yaitu hanya Rp8,40 triliun atau 1,54% dari total kredit yang disalurkan.
Sejalan dengan struktur perekonomian Jawa Barat yang ditopang oleh sektor lndustri Pengolahan, sektor Perdagangan Besar dan Eceran, serta Sektor Pertanian, kredit perbankan juga didominasi oleh sektor-sektor tersebut, kecuali sektor Pertanian. Pada triwulan II 2016, penyaluran kredit pada sektor lndustri
28,2% (bank) dan 71,70% (non bank) dan pembiayaan modal kerja 28,01% (bank) dan 71,99% (non bank). Dengan demikian, kinerja sektor industri pengolahan dapat tetap tumbuh meski laju pertumbuhan kredit industri manufaktur melambat, namun hal ini sekaligus mengimplikasikan adanya exposure risiko nilai tukar yang lebih besar bagi industri pengolahan Jawa Barat disebabkan oleh rata-rata parent company yang berasal dari luar negeri.
Pertumbuhan tahunan kredit sektor lndustri Pengolahan melambat dari 3,51% pada triwulan I 2016 menjadi -2,14%, sementara itu kinerja lapangan usaha industri pengolahan meningkat cukup signfikan pada triwulan ini yang mengindikasikan adanya sumber pendanaan lain bagi industri pengolahan. Sejalan dengan hal tersebut, informasi liaison menyebutkan bahwa pembiayaan perusahaan manufaktur lebih banyak berasal dari non-bank (parent company) dengan proporsi rata-rata pembiayaan investasi sebesar
105 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank IndonesiaGrafik 4.16 Kredit Industri Pengolahan Grafik 4.17 Kredit Sektor Perdagangan
Grafik 4.18 NPL dan Kredit Ind Pengolahan Grafik 4.19 NPL dan Kredit Sektor Perdagangan
Dari sisi kualitas kredit, hampir seluruh sektor
utama mengalami peningkatan rasio NPL, kecuali
sektor pertanian. Sementara itu, rasio NPL sektor
utama Jawa Barat meningkat khususnya pada
sektor industri pengolahan, yakni dari 2,55%
menjadi 4,80%. Kenaikan NPL yang cukup
signifikan ini terutama disebabkan oleh kenaikan
NPL di subsektor industri pengolahan makanan,
minuman dan tembakau serta subsektor industri
pengolahan elektronik. Berdasarkan focus group
discussion yang dilakukan Bank Indonesia terha-
dap perbankan Jawa Barat, peningkatan rasio NPL
sektor industri pengolahan antara lain dipengaruhi
oleh pemburukan kinerja beberapa korporasi di
sektor dimaksud.
Berbeda dengan kredit di sektor industri pengola-
han, pertumbuhan tahunan kredit di sektor perda-
gangan pada triwulan II 2016 meningkat dari 7,91%
menjadi 9,44%. Hal ini sejalan dengan peningka-
tan kinerja lapangan usaha perdagangan yang
meningkat sebagai dampak dari peningkatan
konsumsi masyarakat selama Ramadhan dan
Tahun Ajaran Baru. Hal ini juga terkonfimasi dari
peningkatan Indeks Keyakinan Konsumen hasil
Survei Konsumen Bank Indonesia menjadi 109,4
dari 106,5. Demikian halnya dengan kredit yang
disalurkan pada sektor konstruksi yang mengala-
mi peningkatan dari 15,26% menjadi 16,37%,
sejalan dengan peningkatan kinerja lapangan
usaha konstruksi yang tumbuh sebagai dampak
akselerasi pembangunan proyek infrastruktur
pemerintah dan invetasi bangunan oleh sektor
swasta.
106KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Grafik 4.20 NPL Industri Pengolahan
Grafik 4.21 Sebaran Kredit Kota/kabupaten Grafik 4.22 NPL Kredit per Kota/Kab
3.1.3.2 Penyaluran Kredit Menurut Kota/Kabupaten di Jawa Barat
lokasi kantor atau pabrik industri pengolahan dan perdagangan. Kelima daerah tersebut juga memiliki rasio NPL yang terjaga di bawah 5% kecuali untuk Kabupaten Bandung dengan NPL sebesar 5,77%. Sementara itu, beberapa daetah lain yang masih memiliki NPL di atas ambang batas 5% adalah Kabupaten Sukabumi (8,18%), Kabupaten Garut (7,06%), Kabupaten Tasikmalaya (5,70%) dan Kabupaten Subang (5,61%).
Secara spasial penyaluran kredit bank umum masih terkonsentrasi di 5 (lima) kabupaten/kota di Jawa Barat yang mencapai pangsa 61,18% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Barat, yaitu meliputi Kabupaten Bekasi (18,39%), Kota Bandung (17,18%), Kabupaten Bogor (9,08%), Kabupaten Bandung (9,00%), dan Kabupaten Karawang (7,53%). Penyaluran kredit di Jawa Barat masih terkonsentrasi di kota/kabupaten
4.1.4. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
4.1.4.1. Penyaluran Kredit UMKM di Jawa Barat
13,88% menjadi 13,84%. Berdasarkan skala usahanya, kredit UMKM didominasi oleh usaha menengah yang mencapai Rp 50,11 triliun, dengan pangsa 46,83%, diikuti skala usaha kecil sebesar Rp 29,57 triliun (pangsa 27,63%) dan skala usaha mikro sebesar Rp 27,33 triliun dengan pangsa 25,54%. Peningkatan pertumbuhan penyaluran
Berbeda dengan penyaluran kredit secara umum, penyaluran kredit UMKM di Jawa Barat mengalami perlambatan pada triwulan II 2016 dibandingkan triwulan I 2016, dari 12,04% menjadi 9,36% dengan nominal sebesar Rp 107 triliun. Perlambatan terjadi meskipun suku bunga kredit telah turun walaupun sangat kecil yakni dari
107 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank IndonesiaGrafik 4.23 Perkembangan Kredit UMKM
Grafik 4.25 Proporsi Kredit UMKM
Grafik 4.24 NPL Kredit UMKM
kualitas kredit UMKM di Jawa Barat mengalami perbaikan dengan penurunan rasio NPL dari 5,54% menjadi 5,49%, meski demikian rasio tersebut telah melewati ambang batas 5% dan perlu mendapat perhatian lebih lanjut.
kredit terjadi pada kelompok usaha mikro dari 10,33% menjadi 11,15%. Sementara penyaluran kredit untuk usaha kecil dan menengah tercatat melambat. Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah debitur usaha mikro. Secara umum,
kualitas kredit UMKM di Jawa Barat mengalami perbaikan dengan penurunan rasio NPL dari 5,54% menjadi 5,49%, meski demikian rasio tersebut telah melewati ambang batas 5% dan perlu mendapat perhatian lebih lanjut.
kredit terjadi pada kelompok usaha mikro dari 10,33% menjadi 11,15%. Sementara penyaluran kredit untuk usaha kecil dan menengah tercatat melambat. Hal ini sejalan dengan peningkatan jumlah debitur usaha mikro. Secara umum,
berupaya mendorong peningkatan kinerja kredit UMKM melalui penerbitan kebijakan insentif memperlonggar batas LFR (Loan to Funding Ratio) menjadi 94% per 1 Agustus 2015 bagi bank yang sudah memenuhi pencapaian tertentu kredit UMKM dengan kualitas kredit yang baik sesuai Peraturan Bank Indonesia No.17/11/PBl/2015.
Bank Indonesia terus mendorong penyaluran kredit UMKM dengan menetapkan target proporsi kredit UMKM pada perbankan berdasarkan milestone tertentu. Pada tahun 2015, target yang ditetapkan Bank Indonesia adalah 5%, tahun 2016 sebesar 10%, tahun 2017 sebesar 15% dan minimal 20% di tahun 2018 (Peraturan Bank lndonesia No.14/12/PBl/2012). Selain itu, Bank Indonesia
4.1.4.2. Penyaluran Kredit UMKM Menurut Kabupaten/Kota
UMKM tersebut memiliki rasio rasio NPL kredit UMKM di bawah 5%, kecuali kabupaten Bandung. Namun demikian terdapat beberapa kabupaten/kota dengan rasio NPL kredit UMKM diatas 5%, dua diantara yang tertinggi adalah kabupaten Garut dan Sukabumi.
Secara spasial 54,42% penyaluran kredi UMKM di Jawa Barat terkonsentrasi di 6 daerah, meliputi Kota Bandung (17,89%), Kabupaten Bekasi (10,62%), Kabupaten Bogor (7,95%), Kabupaten Bandung (6,90%), Kota Bekasi (5,93%) dan Kabupaten Karawang (5,13%). Dari sisi kualitas kredit, mayoritas daerah utama penyaluran kredit
Grafik 4.26 Kredit UMKM Kota/kabupaten Grafik 4.27 NPL Kedit UMKM per Kota/Kab
Grafik 4.28 Kredit UMKM Kota/kabupaten Grafik 4.29 NPL Kedit UMKM per Kota/Kab
108KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
4.2. Asesmen Sektor Korporasi
4.2.1 Sumber-Sumber Kerentanan Sektor Korporasinegeri ini dialami oleh subkelompok kendaraan (tumbuh dari 1,0% menjadi 24,6%) serta elektronik (tumbuh dari -13,1% menjadi -4,6%). Negara tujuan ekspor utama untuk produk kendaraan dari Jawa Barat adalah Thailand (30,36%) dan Jepang (11,08%). Pertumbuhan ekspor kendaraan kepada dua negara mitra dagang tersebut mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan pada triwulan II, di mana ekspor ke Thailand tumbuh dari -6,41% (yoy) menjadi 14,23% (yoy) sementara ekspor ke Jepang tumbuh dari 32,28% menjadi 63,20%.
Salah satu faktor yang dapat memberikan tekanan pada kinerja korporasi Jawa Barat khususnya sektor industri pengolahan adalah permintaan global atau demand negara mitra dagang. Pada triwulan II 2016, demand Negara mitra dagang jawa Barat tercatat membaik. Pertumbuhan ekspor luar negeri produk manufaktur Jawa Barat pada triwulan II 2016 tercatat sebesar 1,7%, membaik dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar -3,9%. Secara khusus, peningkatan kinerja ekspor luar
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
109 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Saat Ini (IKE) meningkat dari 88,5 pada triwulan I menjadi 90,4 pada triwulan II. Berdasarkan komponen penyusunnya, hal ini didorong oleh peningkatan indeks konsumsi barang kebutuhan lama dari 76,2 menjadi 85,6 pada triwulan II 2016. Selain itu, dari sisi alokasi pendapatan rumah tangga, terjadi peningkatan pada share alokasi pendapatan untuk konsumsi dari 63,6% menjadi 64,5% dari total pendapatan, yang diikuti dengan penurunan share pada alokasi tabungan dari 22,3% menjadi 21,2%. Menguatnya konsumsi rumah tangga juga tidak terlepas dari adanya momen Ramadhan, Tahun Ajaran Baru serta pembayaran gaji ke-13.
Permintaan domestik juga merupakan sumber tekanan pada kinerja korporasi manufaktur di Jawa Barat khususnya subsektor industri pengolahan makanan dan minuman yang banyak bertumpu pada konsumsi domestik. Di triwulan II 2016 ini, konsumsi rumah tangga tercatat menguat. Meningkatnya konsumsi rumah tangga tercermin dari menguatnya optimisme dan kinerja ekonomi rumah tangga dibandingkan triwulan sebelumnya. Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) mengalami peningkatan pada periode laporan. Indeks Kondisi Ekonomi
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar -0,05 SBT. SKDU juga mengindikasikan adanya perbaikan produksi industri manufaktur yang tercermin dari peningkatan kapasitas produksi industri pengolahan dari 77,93% menjadi 78,69%.
Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia mengindikasikan adanya peningkatan kinerja korporasi sejalan dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi Jawa Barat di triwulan II 2016. Peningkatan kinerja korporasi tersebut tercermin dari peningkatan saldo bersih tertimbang kegiatan usaha sebesar 16,8 SBT,
4.2.2 Kinerja Korporasi dan Penilaian Risiko
Grafik 4.30 Pertumbuhan aset perbankan Grafik 4.31 Pangsa aset per kelompok bank
Grafik 4.32 Pertumbuhan aset perbankan Grafik 4.33 Pangsa aset per kelompok bank
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
110KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
debt to service ratio yang membaik dari 1,62 menjadi 1,49.Informasi liaison juga menunjukkan peningkatan kinerja korporasi di Jawa Barat. Penjualan domestik dari perusahaan di Jawa Barat pada triwulan II 2016 mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya sebagaimana tercermin dari likert scale penjualan domestik sebesar 0,80 meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 0,14. Peningkatan penjualan domestik secara tahunan ditunjukkan oleh contact pada mayoritas sektor seperti industri pengolahan, perdagangan, pertanian, pengangkutan dan komunikasi, dan perhotelan. Sementara itu, kinerja penjualan ekspor pada triwulan II 2016 juga mengalami tren peningkatan dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan ini terutama terjadi pada contact di sektor industri pengolahan untuk subsektor makanan & minuman; tekstil & produk tekstil; peralatan listrik, serta bahan kimia & barang dari bahan kimia. Peningkatan kinerja penjualan ekspor tersebut terutama didorong oleh strategi pemasaran beberapa contact dalam menambah cakupan negara pasar ekspor baru yang mendorong peningkatan permintaan ekspor (a.l. Kawasan Timur Tengah dan Korea).
Walaupun masih dibayangi dengan risiko perekonomian global, membaiknya kondisi perekonomian domestik, konsumsi masyarakat yang tumbuh semakin solid dan diversifikasi ekspor yang mulai dilakukan memberikan dampak positif pada kinerja keuangan korporasi di Jawa Barat, khususnya korporasi industri pengolahan yang memiliki share terbesar di Jawa Barat. lndikator kinerja keuangan korporasi yang diukur dari produktivitas, profitabilitas, solvabilitas, likuiditas dan Debt Equity Ratio (DER) korporasi industri pengolahan cenderung stabil1.Rentabilitas perusahaan yang dilihat dari rasio return on asset (ROA) dan return on equity (ROE) cenderung stabil dari triwulan IV 2015 ke triwulan I 2016 sedangkan profit margin tercatat meningkat dari 6,94% menjadi 7,39%. Sementara itu, current ratio dan quick ratio yang menunjukkan likuiditas perusahaan juga tercatat stabil. Rasio solvabilitas jangka panjang yang ditunjukkan dengan solvability ratio dan debt to equity ratio menunjukkan peningkatan. Solvability ratio meningkat dari 1,97 menjadi 2,03 sedangkan debt to equity ratio membaik dari semula 1,03 menjadi 0,97. Demikian halnya dengan, repayment capacity yang ditunjukkan dengan
1Data 16 korporasi Manufaktur Tbk di Jawa Barat, data terakhir per triwulan I 2016
111 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
terjadi pada beberapa sektor utama termasuk di dalamnya adalah industri pengolahan yang melambat dari 7,02% menjadi 1,33%. Hal ini sejalan dengan perkembangan risiko kredit yang mening-kat pada sektor tersebut. NPL kredit korporasi pada sektor industri pengolahan meningkat dari 2,50% menjadi 5,09%. Peningkatan NPL yang cukup signifikan ini perlu mendapat mendapat perhatian mengingat meningkatnya risiko repay-ment capacity pada korporasi manufaktur.
Berbeda dengan penyaluran kredit secara umum di Jawa Barat yang tumbuh meningkat di triwulan II 2016, penyaluran kredit korporasi justru tertahan dengan tumbuh sebesar 8,13% setelah pada triwu-lan sebelumnya tumbuh 8,35%. Dilihat dari jenisn-ya, perlambatan kredit korporasi terutama didorong oleh perlambatan kredit modal kerja dari 10,33% menjadi 7,18%. Sementara itu, kredit investasi mengalami peningkatan dari 4,51% ke 9,92%. Secara sektoral, perlambatan terutama
Grafik 4.34 Likert scale Permintaan Domestik Grafik 4.35 Likert Scale Penjualan Ekspor
Grafik 4.36 Perkembangan Kredit Korporas Grafik 4.37 Kredit Koporasi Sektora Utama
Grafik 4.38 NPL Kredit Korporasi
4.2.3 Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
112KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Grafik 4.39Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga
Terhadap PDRB Jawa Barat
Grafik 4.40Indeks Keyakinan Konsumen Rumah Tangga Jawa Barat
4.3. Asesmen Sektor Rumah Tangga
4.3.1 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
dibanding triwulan I sebesar 106,5. Perkembangan ini terutama didorong oleh Indeks Ekspektasi Konsumen yang terakselerasi di atas IKK. Adapun faktor yang meningkatkan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini adalah : 1) penghasilan yang meningkat; 2) ketersediaan lapangan kerja yang meningkat; dan 3) meningkatnya konsumsi atas barang tahan lama yang mencerminkan peningkatan daya beli untuk kebutuhan non-primer (Grafik 4.17). Selain itu, tren inflasi yang terkendali di tengah perkembangan harga bahan bakar yang juga relatif rendah serta stimulus moneter berupa pelonggaran suku bunga kebijakan sejak awal tahun turut berkontribusi dalam menjaga optimisme rumah tangga untuk melakukan kegiatan konsumsi. Di sisi lain, untuk 6 bulan ke depan, membaiknya ekspektasi rumah tangga terhadap kondisi ekonomi terutama didorong oleh ekspektasi meningkatnya ketersediaan lapangan kerja. Hal ini menjadi faktor yang memperkecil kerentanan sektor rumah tangga dalam sektor keuangan di Jawa Barat.
Dalam suatu sistem keuangan, rumah tangga berperan baik sebagai pihak penyedia dana (lender) maupun penerima pendanaan dari institusi keuangan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi keuangan rumah tangga adalah tingkat pendapatan, tingkat pengangguran, tingkat konsumsi, dan kondisi pembiayaan/kredit oleh rumah tangga. Secara umum, tingkat pendapatan, tingkat pengangguran dan tingkat konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh kinerja perekonomian.Pada triwulan II 2016, kinerja perekonomian Jawa Barat mengalami akselerasi yang cukup signifikan dibanding triwulan sebelumnya. Dari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga yang kembali meningkat masih menjadi motor pendorong utama pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan andil terbesar. Konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2016 tumbuh sebesar 5,92% atau meningkat dibanding triwulan II 2016 yang tumbuh sebesar 5,78%. Hal ini juga dikonfirmasi oleh perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Jawa Barat yang pada triwulan II mencapai 109,4 atau meningkat
Sumber : Bank IndonesiaSumber : Bank Indonesia
113 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Grafik 4.41Persepsi Rumah Tangga Jawa Barat Terhadap
Perkembangan Ekonomi Saat Ini
Grafik 4.42Ekspektasi Rumah Tangga Jawa Barat Terhadap Kondisi
Ekonomi 6 Bulan Mendatang
Grafik 4.43Perubahan Penghasilan Saat Ini Dibanding
6 Bulan yang Lalu
harga yang berdampak kepada penurunan daya beli masyarakat. Pada awal triwulan III 2016, rumah tangga di Jawa Barat menghadapi tekanan harga yang relatif tinggi secara triwulanan yang disebabkan oleh faktor seasonal berlangsungnya Hari Raya Idul Fitri yang berbarengan dengan libur sekolah (Grafik 4.20). Sejalan dengan momentum tersebut, permintaan terhadap kelompok bahan makanan dan makanan jadi melonjak yang berdampak kepada meningkatnya tekanan harga. Pada triwulan III, tekanan harga diperkirakan bergerak dalam tren menurun hingga akhir triwulan, di mana penurunan tekanan harga terbesar diperkirakan terjadi pada kelompok bahan makanan (Grafik 4.21). Stabilisasi permintaan dan pasokan ke pasar pasca momentum Hari Raya serta berlanjutnya tren penguatan nilai tukar rupiah menjadi faktor utama yang meredam tekanan harga di triwulan III dan berpotensi meningkatkan daya beli rumah tangga.
Berdasarkan hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh KPw BI Jawa Barat, peningkatan penghasilan rumah tangga pada triwulan II 2016 dialami oleh 37,22% responden sementara sebanyak 43,15% responden mengaku bahwa pendapatan mereka sama dengan 6 bulan yang lalu. Sisanya sebanyak 19,63% responden mengaku bahwa pendapatan mereka menurun dibanding 6 bulan yang lalu (Grafik 4.19). Berdasarkan sektornya, persentase yang mengalami peningkatan pendapatan terbesar dialami oleh responden yang bekerja di sektor jasa keuangan dan asuransi (43%), diikuti oleh sektor restoran & hotel (42%), jasa profesional (39%), jasa pendidikan (38%), dan perdagangan (36%). Di sisi lain, persentase yang mengalami penurunan pendapatan terbesar terjadi di sektor jasa kesehatan (29%). Meskipun demikian, persentase yang mengalami penurunan penghasilan pada sektor tersebut masih relatif rendah dibandingkan dengan persentase responden yang mengalami peningkatan penghasilan. Sumber tekanan lainnya adalah potensi tekanan
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
114KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Grafik 4.44Ekspektasi Perubahan Harga OlehRumah Tangga 3 Bulan Mendatang
Grafik 4.45Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mentang
Berdasarkan Komoditas
Grafik 4.46Ekspektasi Perubahan Harga OlehRumah Tangga 3 Bulan Mendatang
Grafik 4.47Ekspektasi Perubahan Harga 3 Bulan Mentang
Berdasarkan Komoditas
4.3.2. Kinerja Keuangan Rumah Tangga
pinjaman maupun mengambil dana dari tabungan pribadi. Apabila dilihat berdasarkan golongan pendapatannya, pangsa pengeluaran konsumsi terbesar dimiliki oleh kelompok rumah tangga golongan menengah ke bawah dengan pengeluaran bulanan >Rp 4 juta (Grafik 4.23). Namun demikian, secara umum tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada porsi pengeluaran untuk konsumsi antar golongan. Diferensiasi pangsa tercermin pada cicilan pinjaman, di mana terlihat bahwa semakin besar pengeluaran bulanan rumah tangga maka semakin besar pula cicilan pinjamannya. Porsi pembayaran cicilan pinjaman terbesar adalah pada rumah tangga yang memiliki pengeluaran lebih dari Rp5 juta.
Secara umum, alokasi penggunaan pendapatan rumah tangga (disposable income) terbesar masih ditujukan untuk keperluan konsumsi. Pada triwulan II 2016, pengeluaran untuk konsumsi mencapai 64,5% terhadap total pengeluaran, meningkat dibanding triwulan sebelumnya dengan pangsa sebesar 63,6% (Grafik 4.22). Selain itu, pangsa cicilan pinjaman juga sedikit meningkat dari 14,2% menjadi 14,3%. Peningkatan pada kedua segmen pengeluaran ini diiringi dengan penurunan pangsa pengeluaran untuk tabungan dari 22,3% menjadi 21,2%. Sejalan dengan momentum Hari Raya Idul Fitri dan libur sekolah mendorong masyarakat meningkatkan pengeluaran konsumsi musimannya di mana pembiayaan untuk konsumsi ini selain berasal dari pendapatan pribadi juga bersumber dari
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
115 Stabilitas Keuangan Daerah, Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM
Tabel 4.1Dana Rumah Tangga Untuk Membayar Cicilan dan
Perubahannya Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan
TMP : Tidak memiliki pinjaman*Perubahan triwulan II 2016 dibanding triwulan I 2016Sumber : Survei Konsumen KPw BI Jawa Barat, diolah
TMB : Tidak menabung*Perubahan triwulan II 2016 dibanding triwulan I 2016Sumber : Survei Konsumen KPw BI Jawa Barat, diolah
Tabel 4.2Dana Rumah Tangga Untuk Menabung dan Perubahannya
Berdasarkan Tingkat Pengeluaran/Bulan
menjadi penyebab NPL (non performing loan). Di sisi lain, terjadi peningkatan risiko pada perilaku menabung. Hal ini tercermin dari bertambahnya persentase rumah tangga yang tidak menabung hingga 30,65% (qtq) (Tabel 4.2). Rumah tangga yang paling besar peningkatannya dalam hal tidak menabung adalah pada kelompok pendapatan Rp3,1 juta s.d. Rp4 juta. Rumah tangga yang tidak dapat menabung menimbulkan risiko pada stabilitas keuangan daerah karena berpotensi mengganggu likuiditas insitusi keuangan dari sisi penghimpunan dana.
Sementara itu jika dilihat dari perilaku berutang, terdapat penurunan risiko dari sisi kredit karena secara agregat terjadi penurunan jumlah rumah tangga yang memiliki debt service ratio lebih dari 30% pendapatannya (DSR>30%). Pada triwulan II 2016, jumlah rumah tangga dengan DSR>30% turun sebesar 7,32% dibanding triwulan sebelumnya (Tabel 4.1.) Penurunan ini terutama disebabkan oleh menurunnya rasio DSR pada kelompok rumah tangga dengan golongan pengeluaran di atas Rp4 juta. Institusi keuangan menilai bahwa rumah tangga dengan DSR>30% memiliki risiko yang tinggi dan berpotensi
116KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Grafik 4.48 Perkembangan Kredit RT
Grafik 4.50 Suku Bunga Tertimbang Kredit RT
Grafik 4.49 NPL Kredit RT
4.3.3 Eksposur Perbankan pada Sektor Rumah Tangga
perlambatan. Sedangkan KKB mengalami perlambatan dari 2,72% menjadi 0,52% pada triwulan II 2016 diiringi dengan kenaikan NPL dari 1,41% ke 1,57%. Adapun NPL kredit RT lainnya justru menurun pada triwulan II 2016 ini. Peningkatan penyaluran kredit ini antara lain disebabkan oleh penurunan suku bunga kredit secara bertahap (kecuali multiguna). Sedangkan untuk KKB, penyaluran menurun karena masyarakat cenderung menahan pengajuan kredit kendaraan dalam momen Ramadhan.
Penyaluran kredit rumah tangga pda bulan triwulan II 2016 meningkat dibanding triwulan I 2016, tercermin dari peningkatan penyaluran KPR, KKB, dan Multiguna. Peningkatan terjadi pada penyaluran kredit multiguna yang meningkat dari 16,60% pada triwulan I 2016 menjadi 16,89 pada triwulan II 2016. Sejalan dengan hal tersebut, penyaluran KPR juga meningkat dari 13,38% menjadi 15,28% pada Triwulan II 2016. Namun, berdasarkan tipenya peningkatan ini terutama disebabkan oleh KPR tipe menengah, sementara KPR tipe kecil dan besar menunjukkan
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
117 Boks 05
kan ketersediaan pasokan bahan pangan teruta-
ma komoditas penyumbang inflasi. Untuk itu,
sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2016,
KPw BI Provinsi Jabar telah melakukan pembi-
naan kebeberapa klaster, sebagai berikut:
PROGRAMBANK INDONESIA DALAM
PENGEMBANGAN UMKM
BOKS
05
Bank Indonesia mempunyai tujuan utama yaitu
terkait pengendalian inflasi terutama dari sisi
supply. Berkenaan dengan hal tersebut, yang
dapat dilakukan oleh Kantor Perwakilan adalah
menjaga inflasi dari sisi supply, yaitu memasti-
Selain melakukan pembinaan kepada klaster
terpilih, Bank Indonesia juga melakukan pembi-
naan terhadap UMKM Unggulan di Jawa Barat
untuk dikembangkan baik dari sisi produksi
ataupun akses pasar. Pengembangan UMKM
Unggulan tersebut dipilih berdasarkan
tema/kriteria, antara lain:
Sumber : Bank Indonesia
Menindaklanjuti hal tersebut, KPw BI Jawa Barat
memilih pengembangan UMKM Unggulan
dengan kategori “Komoditi ekspor/substitusi
impor” dengan mengandeng klaster sayuran di
Lembang, Kab.Bandung Barat. Pemilihan UMKM
dengan kategori sebagaimana dimaksud
dengan pertimbangan:
kreatif dalam perekonomian
Komoditi ekspor/subtitusi impor; menekan
defisit neraca perdaganan berbasis pada
komoditi ekspor/subtitusi impor, mening-
katkan kemandirian ekonomi.
BOKS 05 Program Bank Indonesia dalam Pengembangan UMKM
Daerah perbatasan/tertinggal; perbatasan
representasi kedaulatan NKRI, meningkat-
kan penggunaan Rupiah melalui peningka-
tan perekonomian daerah
Pemberdayaan perempuan; peran wanita
dalam menentukan kesejahteraan keluarga
dan dominasi TKI perempuan, meningkat-
kan partisipasi wanita dalam kegiatan
produktif dan mengurangi pengiriman TKW
low skill ke LN
Nelayan ; mengoptimalkan potensi
ekonomi sektor kelautan Indonesia
Industri kreatif; keragaman budaya dan
tingginya kreativitas anak bangsa merupa-
kan potensi utk tumbuhnya industri kreatif
kedepan, meningkatkan kontribusi ekonomi
a.
b.
c.
d.
Lokasi yang tidak terlalu jauh sehingga
memudahkan untuk pelaksanaan
monitoring.
1.
2.
3.
e.
Hasil survey KPJU Unggulan tahun 2011,
sektor sayuran di Kecamatan Cisarua
masuk dalam kategori komoditas unggulan
dengan indeks 3,8 yang merupakan nilai
indeks tertinggi persektor;
Merupakan komoditi ekspor karena hasil
produknya (buncis, tomat) telah masuk
akses pasar ke Singapura;
Sudah mempunyai kelompok tani, sehingga
memudahkan proses penguatan/peningka-
tan kelembagaan (misal:koperasi)
118KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Program dan Roadmap Pengembangan UMKM Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat
BOKS
05PROGRAMBANK INDONESIA DALAMPENGEMBANGAN UMKM
Selain pengembangan klaster dan UMKM Ung-
gulan, selama tahun 2016 ini, Bank Indonesia
memiliki program kerja lain yaitu:
Pendampingan WUBI (Wirausaha Bank
Indonesia), yang bertujuan untuk mening-
katkan kemandiria, skill dan akses pasar,
yang dapat dilakukan melalui kegiatan
keikutsertaan WUBI dalam berbagai pam-
eran atau pemberian pelatihan.
Pelaksanaan PSBI (Program Sosial Bank
Indonesia).
3.
4.
Lokasi yang tidak terlalu jauh sehingga
memudahkan untuk pelaksanaan
monitoring.
4.
Hasil survey KPJU Unggulan tahun 2011,
sektor sayuran di Kecamatan Cisarua
masuk dalam kategori komoditas unggulan
dengan indeks 3,8 yang merupakan nilai
indeks tertinggi persektor;
Merupakan komoditi ekspor karena hasil
produknya (buncis, tomat) telah masuk
akses pasar ke Singapura;
Sudah mempunyai kelompok tani, sehingga
memudahkan proses penguatan/peningka-
tan kelembagaan (misal:koperasi)
Pelaksanaan Penelitian Kajian Komodi-
tas/Produk/Jenis Usaha (KPJU) tahun 2016,
yang bertujuan untuk mengklasifikasikan
UMKM yang dikategorikan sebagai unggu-
lan dan potensial unggulan dimulai dari
tingkat kecamatan sampai dengan tingkat
provinsi.
Penyusunan BI-SAID (Bank Indone-
sia-Sistem Aplikasi Input Database), yang
bermanfaat sebagai sarana basis data
UMKM potensial yang disajikan untuk mem-
berikan informasi bagi lembaga keuangan
dan lembaga lainnya. Sedangkan manfaat
bagi UMKM adalah untuk memperkenalkan
usahanya.
1.
2.
Bagan diatas adalah roadmap pengembangan
UMKM yang terdiri atas 4 tahapan sesuai
dengan arahan dari Kantor Pusat Bank Indone-
sia, dimana masing-masing bagian memiliki
tahapan-tahapan kembali yang harus dicapai.
Demikian penjelasannya:
Sumber : Bank Indonesia
Tahap 1, Formulating Activities & Getting Commitment
Identifikasi potensi
Identifikasi program
Koordinasi dengan stakeholders
Asesmen, perumusan fokus program dan
strategi LED
Pembagian peran dan mendapatkan
komitmen stakeholders
Menetapkan program dan ketentuan
pendukung
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Tahap 2, Implementing Local Economic Development
Pembentukan kelembagaan
Pendampingan dan pembinaan
Peningkatan kinerja usaha
Monev tahapan pelaksanaan LED
Asesmen perluasan aktivitas LED
a.
b.
c.
d.
e.
Tahap 3, Expanding the E�ort measuring the impact
Pelaksanaan perluasan aktivitas LED
Koordinasi kerjasama dan fasilitasi dalam
rangka akses pasar dan akses pembiayaan.
Monitoring dan evaluasi perluasan aktivitas
LED
Pengukuran hasil pengembangan
a.
b.
c.
Formulating activities & getting commitment
Implementing Local Economic Development
Expanding the e�ort measuring the impact
Phasing out : evaluating & monitoring
119 Boks 05PROGRAM
BANK INDONESIA DALAMPENGEMBANGAN UMKM
BOKS
05
Terkait dengan peningkatan akses pasar dan
akses pembiayaan menjadi salah satu indikator
kemandirian bagi klaster, untuk itu Bank Indone-
sia terus berupaya melakukan pendampingan
dan pemberian bantuan untuk menunjang
peningkatan kedua hal tersebut.
Upaya peningkatan akses pasar, antara lain:
Secara umum, tantangan atau kendala dalam
rangka akses pembiayaan adalah penilaian dari
perbankan atau lembaga keuangan lainnya terh-
adap profil dari kelompok tani tersebut.
Perbankan atau lembaga keuangan lainnya
sesuai dengan ketentuan, akan menilai secara
detail kelengkapan dokumen-dokumen atau
operasional produksi dari petani, hal ini terasa
cukup memberatkan petani. Kendala dari sisi
pembiayaan berkaitan dengan (1) kesenjangan
skala (scale gap) yaitu besarnya pinjaman kredit
yang diharapkan pelaku UMKM dan maksimal
kebutuhan kredit mikro oleh bank yang relatif
kecil; (2) kesenjangan perizinan (formalization
gap) persyaratan formal bank seperti perizinan
usaha, sertifikasi, pajak, dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan usaha; serta (3) kesenjangan
informasi (information gap) seperti informasi
mengenai persyaratan dan prosedur bank.
Terkait dengan peningkatan akses pembiayaan,
beberapa upaya yang dilakukan antara lain:
Tahap 4, Phasing out: evaluating & monitoring Tantangan Dalam Peningkatan Akses Pembiayaan
Pengukuran hasil pengembangan
Phasing out ke Pemda
Monitoring dan evaluasi oleh BI
a.
b.
c.
Pembuatan kajian yang terkait dengan
komoditas tersebut, untuk memberikan
pedoman dasar pelaksanaan pengemban-
gan klaster binaan;
Peningkatan produktifitas yang dibarengi
dengan peningkatan kualitas produk. Hal
ini dilakukan melalui pemberian bantuan:
Bantuan teknis peralatan tepat guna,
seperti rain shelter, mesin cuci sayuran,
cultivator, sumur bor air tanah; dan
Bantuan pelatihan, seperti perencanaan
keuangan, kelembagaan, pengawetan,
dll
-
-
1.
2.
Pembuatan kajian terkait dengan Value
Chain Financing;
Pendampingan koordinasi antara klaster
binaan dengan stakeholder lainnya.
1.
2.
Pendampingan bagi klaster3.
Sumber : Bank Indonesia
Penyelenggaraan Sistem Pembayarandan Pengelolaan Uang Rupiah05
BAB
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONALPROVINSI JAWA BARAT
AGUSTUS 2016
120 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
5.1. SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI5.1.1 SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA (SKNBI)
pada triwulan laporan. Volume transaksi SKNBI
tercatat meningkat dari 2,15 juta transaksi men-
jadi 2,30 juta transaksi. Sementara berdasarkan
nominalnya, transaksi SKNBI mengalami pening-
katan dari Rp 89,51 triliun menjadi Rp 97,22
triliun atau tumbuh 107,76% (yoy). Selain karena
pola seasonal Ramadhan, kenaikan nominal
SKNBI yang signifikan juga disebabkan pembu-
kaan caping atas SKNBI yang berlangsung sejak
November 2015.
Hingga triwulan II 2016, baik volume maupun
nilai transaksi kliring mengalami pertumbuhan
dibandingkan triwulan I 2016. Hal ini sejalan
dengan menguatnya konsumsi dan sesuai pola
historis ketika Ramadhan, Lebaran dan Kenaikan
Sekolah. Aktivitas dan nilai transaksi menggu-
nakan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia
(SKNBI) di Jawa Barat pada triwulan II 2016
mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Peningkatan ini sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi Jawa Barat yang terjadi
kin dikuatkan dengan pergeseran proporsi kliring
yang setelah pembukaan caping didominasi oleh
klring kredit (tanpa Cek/BG). Hal ini mengindi-
kasikan bahwa masyarakat memanfaatkan jasa
SKNBI untuk transaksi nilai besar layaknya RTGS.
Sejak triwulan IV 2015 nilai transaksi kliring men-
galami pertumbuhan yang sangat tajam,
diperkirakan hal ini dipengaruhi oleh ketentuan
Bank Indonesia yang sejak 16 November 2015
s.d. 30 Juni 2016 nanti membuka caping SKNBI
(nominal transaksi tidak dibatasi). Hal ini sema-
Grafik 5.1 Indeks Keyakinan Konsumen Grafik 5.2 Indeks Kondisi Ekonomi
Grafik 5.3 Pergeseran Proporsi Kliring
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
121KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
5.1.2 UPAYA MENJAGA KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN
ah-daerah tersebut relatif memiliki usaha kecil
menengah lebih banyak dari daerah lainnya di
Jawa Barat.
Dilihat dari spasialnya, transaksi kliring terutama
terjadi di kota Bandung (48%), Kab. Bekasi (11%),
Kota Bogor (11%), Cirebon (10%) dan Tasikmalaya
(6%). Pola ini sesuai dengan karakteristik daer-
a.
RTGS & SKNBI
Memberikan edukasi mengenai mitigasi
risiko terkait dengan cek/BG palsu dan
pembahasan SOP dan pengawasan
SKNBI untuk KPWD. Untuk melengkapi
materi agar lebih detil, direncanakan
untuk turut mengundang narasumber
dari Kantor Pusat yaitu:Divisi Transfer Dana dan Kliring
berkaitan dengan kebijakan terkini terh-
adap Cek/BG
Departemen Penyelenggaraan Sistem
Pembayaran (DPSP) terkait dengan
SOP dan pengawasan KPWD.
Peserta meliputi KPWD oleh Bank Indo-
nesia serta KPWD selain Bank Indonesia
yang meliputi Purwakarta, Subang,
Sukabumi, Cianjur, Sumedang, dan
Garut.
-
-
b.
KUPVA & PTD
Memberikan sosialisasi kepada penyeleng-
gara, terkait dengan pembenahan sistem
pembayaran dan koordinasi penanggulan-
gan KUPVA tidak berizin. Disamping itu
dilakukan diseminasi secara rutin terkait
dengan ketentuan teknis serta peraturan
pelaksanaan KUPVA dan PTD, lalu melaku-
kan pertemuan rutin terpisah dengan ma-
sing-masing pelaku kegiatan untuk melaku-
kan pemeriksaan dan dialog terbatas untuk
penyelesaian permasalahan.
Melakukan kerjasama dengan Kepolisian
setempat untuk pemeriksaan KUPVA dan
PTD tidak berizin, dan memberikan sosiali-
sasi kepada masyarakat melalui media
publikasi seperti leaflet dan pamflet.
Grafik 5.4 Spasial Kliring
Sumber : Bank Indonesia
122 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
Perluasan layanan LKD pada masyarakat
umum, langkah yang dilakukan antara
lain:
Monitoring melalui kunjungan on-site
bersama dengan penyedia layanan
keuangan kepada beberapa agen terpilih.
Kunjungan dilakukan untuk melihat
kondisi langsung di lapangan mengenai
kondisi agen, fasilitas yang dapat dilaku-
kan melalui agen, serta feedback dari
masyarakat sekitar mengenai keberadaan
agen tersebut.
Identifikasi pondok pesantren melalui
pemilihan ponpes berdasarkan beberapa
kriteria (contoh keberadaan koperasi,
lokasi ponpes, lokasi layanan keuangan
disekitar ponpes, dll).
Melakukan kunjungan on-site untuk
pemeriksaan kondisi lapangan dan koor-
dinasi awal dengan pengelola/pengurus
pondok pesantren.
-
-
1.
2.
a.
b.
c.
d.
Data statistik sistem pembayaran jawa barat
(terlampir).
Elektronifikasi transaksi pemerintah.
Edukasi sistem pembayaran non tunai.
Edukasi diberikan kepada setiap kunjungan
yang dilakukan oleh pihak luar kepada Bank
Indonesia Provinsi Jawa Barat. disamping
itu, edukasi turut diberikan kepada mas-
yarakat umum seperti kepada Ikatan Warga
Pedagang Pasar (IWAPPA), santri di
kawasan pondok pesantren, mahasiswa,
pelajar, dan masyarakat umum lainnya.
Layanan keuangan digital.
Pertemuan rutin bulanan yang dilaku-
kan pada beberapa sesi dalam satu hari.
Pertemuan dilakukan untuk memper-
mudah proses konfirmasi data kepada
masing-masing perbankan.
Pertemuan besar dengan mengundang
seluruh bank pada satu waktu, dan
menghadirkan narasumber terkait
dengan sistem pembayaran non tunai.
Pertemuan tingkat tinggi dalam suasa-
na informal antara Kepala Perwakilan
Bank Indonesia Provinsi Jawa Barat
bersama dengan pimpinan dari mas-
ing-masing perbankan untuk diskusi
terbuka terkait dengan forum data
tersebut.
Bandung Smart Card
Elektronifikasi Transaksi melalui event
besar di Jawa Barat yaitu PON XIX pada
bulan September 2016 nanti.
Percepatan implementasi LKD di
kawasan pondok pesantren. Langkah
yang dilakukan antara lain :
-
-
-
-
-
-
-
5.1.3 UPAYA PENGEMBANGAN LAYANAN KEUANGAN NON TUNAI DAN ELEKTRONIFIKASI
Memberikan edukasi terkait sistem pem-
bayaran kepada ponpes.
Menghimbau pihak penyedia layanan
keuangan untuk identifikasi potensi di
pondok pesantren, dan melakukan perce-
patan implementasi LKD di kawasan
pondok pesantren.
Monitoring data perkembangan agen
LKD melalui LKPBU.
Koordinasi dengan penyedia layanan
keuangan terkait dengan percepatan
implementasi agen LKD baru serta stra-
tegi yang dapat diterapkan untuk
meningkatkan jumlah agen dan transaksi
melalui program tersebut.
3.
4.
1.
2.
123KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Grafik 5.5 Penarikan dan Penyetoran Perbankan Grafik 5.6 Indeks Kondisi Ekonomi
Grafik 5.7 Perkembangan pemusnahan
5.2. PENGELOLAAN UANG RUPIAH5.2.1 PENARIKAN DAN PENYETORAN PERBANKAN
Sesuai pola historisnya, perputaran uang kartal
saat momen Ramadhan dan Lebaran selalu
tinggi mengingat tingginya konsumsi mas-
yarakat untuk mamin dan hasil tekstil. Ditambah
dengan momen Libur Sekolah, maka kenaikan
perputaran uang kartal di triwulan II 2016 menja-
di semakin tinggi.
Hingga Tw II 2016, Jawa Barat mengalami net
penyetoran sebesar Rp 9,24 triliun. Laju pertum-
buhan penarikan dan penyetoran uang menga-
lami peningkatan dari triwulan sebelumnya ma-
sing-masing 6,38 ke 24,83 dan 9,69 ke 36,66
(yoy), sedangkan net penyetoran mengalami
pertumbuhan dari 11,28 menjadi 62,35 (yoy).
UTLE sejalan dengan menurunnya net inflow
pada triwulan II 2016 serta komitmen Bank Indo-
nesia dalam menjaga kelayakan uang beredar.
Hingga triwulan II 2016, presentase pemusnahan
terhadap net penyetoran mengalami penurunan.
Perkembangan pemusnahan dilakukan sejalan
dengan perkembangan net penyetoran.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa
Barat senantiasa memastikan ketersediaan uang
layak edar bagi masyarakat di wilayah kerja baik
melalui kerjasama dengan perbankan maupun
penyelenggaraan layanan kas keliling. Pada
triwulan kedua tahun 2016, jumlah pemusnahan
UTLE mengalami penurunan dari Rp 22,89 triliun,
menjadi Rp 14,47 triliun. Penurunan pemusnahan
Sumber : Bank Indonesia Sumber : Bank Indonesia
Sumber : Bank Indonesia
124 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
c.
-
-5.2.2 UPAYA PENYEDIAAN UANG LAYAK EDAR
1.
2.
a.
b.
c.
a.
b.
Kecukupan Stock Uang Layak Edar di KPw.
BI Provinsi Jawa Barat :
Optimalisasi Layanan Kas Dalam Rangka
Penyediaan Uang Layak Edar di Masyarakat :
Kedisiplinan perbankan dalam melak-
sanakan kegiatan Setoran dan
Bayaran sebagaimana ketentuan
terkait dengan kegiatan setoran dan
bayaran (SetBay) dan Bank Indonesia
Sistem Informasi Layanan Kas
(BISILK).
Himbauan kepada perbankan terkait
beberapa hal berikut :
Melakukan penerimaan setoran
atau penukaran uang baik dari
nasabahnya atau bukan, khusus-
nya pada uang tidak layak edar
(UTLE), uang rusak, uang di-
tarik/dicabut dari peredaran baik
uang logam maupun uang kertas.
Melakukan koordinasi dengan
masing-masing kantor cabangnya
yang berada di luar kota untuk
menyetorkan uang tidak layak
edarnya kepada kantor koordi-
natornya dan segera disetorkan ke
Bank Indonesia,
Melakukan pembayaran kepada
nasabah dengan menggunakan
uang layak edar dan termasuk
dalam pengisian uang pada mesin
ATM.
Melakukan koordinasi dengan Kantor
Pusat (DPU) dan KPw. BI Lainnya di
Wilayah koordinasi dan di luar wilayah
koordinasi dalam rangka pemenuhan
stock uang layak edar (Realisasi EKU).
Optimalisasi Kegiatan Sortasi Uang
Masuk (Inflow) dengan menggunakan
soil level sebagaimana yang ditetapkan
oleh DPU (Departemen Pengelolaan
Uang).
Bekerjasama dan berkoordinasi dengan
perbankan terkait hal-hal berikut :
Mengawal proses hukum dengan hara-
pan agar penegakkan hukum dapat
dilakukan secara maksimal.
Bekerjasama dengan Kepolisian dalam
mempercepat proses klarifikasi uang
palsu maupun penyerahan bukti uang
palsu untuk mempercepat penyelesaian
di pengadilan.
-
-
-
-
-
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Membuat jadwal kegiatan kas keliling
dan diinformasikan kepada media dan
masyarakat,
Menarik uang tidak layak edar di
perbankan dengan kas keliling whole-
sale,
Bekerjasama dengan PD. Pasar Band-
ung Bermartabat dan Mita Kerja SP/I-
WAPPA (Ikatan Warga Pedagang
Pasar) dalam melakukan kas keliling
di pasar-pasar.
Bekerjasama dengan Aprindo menge-
nai penukaran kepada minimarket
diantaranya Alfamart, Indomart,
Circle K, Yomart dan minimarket
lainnya.
Meningkatkan frekuensi dan jangkau-
an kegiatan kas keliling di luar kota.
Melakukan percepatan pembukaan
Kas Titipan di wilayah Kota Sukabumi
pada semester 2 th. 2016 dan Kas
Titipan Subang Semester 1 2017.
Kerjasama Layanan Penukaran dengan
Bank Umum dan BPR baik di dalam kota
maupun di luar kota dalam rangka men-
suplai uang layak edar dan menarik uang
tidak layak edarnya di masyarakat.
Meningkatkan frekuensi dan jangkauan
kas keliling dengan mempertimbangkan
efektifitasnya, diantaranya dengan :
Meningkatkan frekuensi edukasi CIKUR
dan Cara Memperlakukan Uang Dengan
Baik kepada masyarakat, perbankan dan
instansi lainnya.
Optimalisasi dalam penyebaran infor-
masi Layanan Bank Indonesia melalui
media cetak dan elektronik serta iklan
layanan masyarakat.
-
-
-
-
-
Menyelenggarakan Workshop dengan
Kejaksaan dan Pengadilan se Jawa Barat,
Workshop dengan Kepolisian di wilayah
Hukum Polrestabes Bandung dan Kepoli-
sian di wilayah yang banyak terdapat
kasus uang palsu.
-
d.
125KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
a.
b.
Meningkatkan frekuensi kegiatan sosialisasi
ciri-ciri keaslian uang Rupiah dan sanksi
hukum terhadap pelaku tindak pidana
pemalsuan Uang Rupiah dengan cara edu-
kasi kepada Masyarakat Umum, Pedagang,
Pegawai Perbankan, Pelajar, Mahasiswa,
Pegawai Instansi Pemerintah/Swasta baik di
dalam kota maupun di luar kota termasuk
dan di pelosok daerah (termasuk daerah
remote area) guna mempermudah mas-
yarakat mengenali keaslian uang Rupiah.
Melakukan Pemetaan daerah temuan kasus
tindak pidana pemalsuan Uang Rupiah,
dalam rangka peningkatan koordinasi
c.
Grafik 5.8 Perkembangan Upal
oleh penguatan koordinasi dengan perbankan
dan pihak berwajib mengenai penanganan lapo-
ran masyarakat terkait uang yang diragukan
keasliannya. Hingga triwulan II 2016, temuan upal
juga mengalami pertumbuhan dari 74,01% men-
jadi 324% (yoy). Pertumbuhan temuan ini seiring
dengan semakin baiknya koordinasi dengan
Kepolisian. Selama momen Ramadhan, pemu-
karan di luar yang dilayani oleh perbankan rawan
menjadi temuan upal.
Jumlah uang palsu (atau yang diragukan keasli-
annya) yang dilaporkan kepada Bank Indonesia
pada triwulan kedua tahun 2016 tercatat seban-
yak 13.150 lembar, turun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebanyak 16.767 lembar. Upaya
mengantisipasi peningkatan uang palsu dan
upaya-upaya edukasi kepada masyarakat terkait
ciri-ciri keaslian uang rupiah akan senantiasa
ditingkatkan guna semakin menekan peredaran
uang palsu. Hal tersebut juga akan didukung
Mengawal proses hukum dengan hara-
pan agar penegakkan hukum dapat
dilakukan secara maksimal.
Bekerjasama dengan Kepolisian dalam
mempercepat proses klarifikasi uang
palsu maupun penyerahan bukti uang
palsu untuk mempercepat penyelesaian
di pengadilan.
-
-
5.2.3 TEMUAN UANG YANG TIDAK SESUAI DENGAN CIRI KEASLIAN RUPIAH
5.2.4 UPAYA MENEKAN PEREDARAN UANG PALSU
dengan para penegak hukum dan peningka-
tan kegiatan edukasi dan sosialisasi Keaslian
Uang Rupiah.
Kerjasama dengan Penegak Hukum (Kepoli-
sian, Kejaksaan dan Pengadilan) yang antara
lain dalam rangka :
Menyelenggarakan Workshop dengan
Kejaksaan dan Pengadilan se Jawa Barat,
Workshop dengan Kepolisian di wilayah
Hukum Polrestabes Bandung dan Kepoli-
sian di wilayah yang banyak terdapat
kasus uang palsu.
-
d.
Sumber : Bank Indonesia
126 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah
c.
Mengawal proses hukum dengan hara-
pan agar penegakkan hukum dapat
dilakukan secara maksimal.
Bekerjasama dengan Kepolisian dalam
mempercepat proses klarifikasi uang
palsu maupun penyerahan bukti uang
palsu untuk mempercepat penyelesaian
di pengadilan.
-
-
Kerjasama dengan Mitra SP/IWAPPA (Ikatan
Warga Pedagang Pasar) dengan cara edu-
kasi kepada warga pasar (pedagang pasar)
dalam rangka meminimalisir beredarnya
uang palsu, serta tidak menyimpan uang
palsu.
Menyelenggarakan Workshop dengan
Kejaksaan dan Pengadilan se Jawa Barat,
Workshop dengan Kepolisian di wilayah
Hukum Polrestabes Bandung dan Kepoli-
sian di wilayah yang banyak terdapat
kasus uang palsu.
-
d.
c.
Mengawal proses hukum dengan hara-
pan agar penegakkan hukum dapat
dilakukan secara maksimal.
Bekerjasama dengan Kepolisian dalam
mempercepat proses klarifikasi uang
palsu maupun penyerahan bukti uang
palsu untuk mempercepat penyelesaian
di pengadilan.
-
-
Menyelenggarakan Workshop dengan
Kejaksaan dan Pengadilan se Jawa Barat,
Workshop dengan Kepolisian di wilayah
Hukum Polrestabes Bandung dan Kepoli-
sian di wilayah yang banyak terdapat
kasus uang palsu.
-
d.
127KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
BOKS
06GEPUK:GERAKANPEDULIUANG KOIN
BOKS 06GEPUK: GERAKAN PEDULI UANG KOIN
“Tidak menyimpan Uang Rupiah Logam,gunakan untuk bertransaksi dan setorkan ke bank”
Gepuk adalah sebuah gerakan yang dilakukan
oleh Kantor Perwakilan BI Provinsi Jawa Barat
dalam rangka upaya untuk menghimbau dan
mengajak masyarakat untuk senantiasa peduli
terhadap peredaran uang Rupiah logam karena
ada kecenderungan masyarakat menyimpan koin
dengan tidak membelanjakan uang logam atau
ada keengganan masyarakat untuk menyetorkan
ke perbankan.
Gerakan ini dilatarbelakangi oleh outflow (uang
keluar dari BI ke masyarakat) uang logam pecah-
an kecil yakni Rp 1.000,- dan Rp 500,- memiliki
pola musiman yakni melonjak tinggi ketika
musim libur sekolah dan mudik. Diperkirakan
penyebab utama lonjakan tersebut adalah kebu-
tuhan uang pecahan kecil untuk pengembalian
transaksi pembayaran tol. Hal ini semakin terkon-
firmasi bahwa sejak beroperasinya tol Cipali
kebutuhan uang pecahan kecil makin melonjak.
Rata-rata Uang Logam yang kembali ke BI
kurang dari 50% tiap tahunnya.
Agar program "GEPUK" bisa menjangkau secara
luas di masyarakat maka BI melakukan hal-hal
sbb:
Lebih lanjut, BI juga melakukan sosialisasi ke
Masyarakat untuk dapat menggunakan uang
rupiah logam untuk bertransaksi atau dapat
menyetorkan uang rupiah logam ke perbankan
dengan terlebih dahulu dilakukan pemilahan
untuk masing-masing jenis pecahan melalui
acara edukasi yang dilakukan bersamaan dengan
sosialisasi & edukasi ciri-ciri keaslian uang
rupiah.
Menghimbau kepada perbankan dengan
menyampaikan surat keseluruh perbankan
untuk dapat menerima setoran maupun penu-
karan uang rupiah logam dari masyarakat.
Secara lebih rinci BI menghimbau kepada
perbankan agar:
Menerima setoran Uang Rupiah Logam
dari Masyarakat
Tidak membatasi Penukaran/Penyetoran
Uang Rupiah Logam dari masyarakat.
Melayani Penukaran Uang Rupiah Logam
kepada masyarakat (Tidak hanya Nasabah
Bank)
Melakukan kerjasama dengan nasabah
besar (antara lain Jasa Marga, Perusahaan
Ritel) untuk memperbanyak penggunaan
uang elektronik/transaksi non tunai.
a.
b.
c.
d.
1.
Menyampaikan himbauan kepada seluruh
masyarakat melalui pers conference kesiapan
layanan kas Ramadhan & Lebaran tahun 2016
pada tanggal 6 Juni 2016, meliputi:
Gunakan Uang Rupiah Logam untuk keper-
luan bertransaksi
Menyetorkan/menukarkan ke bank Uang
Rupiah Logam dengan terlebih dahulu
memilah sesuai dengan jenis pecahan
uang.
Jangan menyimpan Uang Rupiah
Logam/Kertas di rumah (Simpanlah uang
di bank)
Perlakukan Uang Rupiah Dengan Baik.
a.
b.
c.
d.
2.
Gambar 1. Himbauan Dalam Gerakan Peduli Uang Koin (GEPUK)Sumber : Bank Indonesia
128 Boks 07BOKS
07PENGGUNAAN
NON TUNAIUNTUK MEMINIMALISIR
KEMACETAN DI TOL
BOKS 07PENGGUNAAN NON TUNAI UNTUK MEMINIMALISIR KEMACETAN DI TOL
kebutuhan/penyediaan stok uang rupiah pecah-
an kecil yang digunakan untuk kebutuhan
transaksi di gerbang tol. Ketika terjadi lonjakan
arus lalu lintas saat lebaran maka kebutuhan stok
Rupiah pecahan kecil juga melonjak signifikan.
Hingga saat ini tercatat bahwa share transaksi
tunai mendominasi di GT utama di Provinsi Jawa
Barat sebagaimana terlihat pada gerbang tol
Cikarang Utama sebesar 85,32%, gerbang tol
Palimanan sebesar 95,29%, dan gerbang tol
Cileunyi sebesar 83,57%. Hal ini dapat menjadi
salah satu potensi permasalahan di tahun men-
datang, tidak hanya dari aspek penyediaan uang
kecil yang cukup, keamana, namun juga kelanca-
ran lalu lintas di jalan tol.
Gambar 1. Dampak Volume Kendaraan Mudik Bagi Peningkatan Kebutuhan uang Pecahan Kecil
Pada saat mudik lebaran 2016 yang lalu, tercatat
adanya peningkatan volume kendaraan secara
signifikan yang melewati jalan tol. Hal ini dian-
taranya terlihat pada Gerbang Tol (GT) Cikarang
Utama yang meningkat sebesar 45,1% menjadi
107.769 kend/hari; GT. Palimanan sebesar 66,1%
menjadi 85.345 kend/hari, dan GT. Cileunyi sebe-
sar 73,8% menjadi 50.400 kend/hari. Kondisi ini
tentu berdampak kepada antrian lalu lintas yang
tinggi ketika melakukan transaksi di GT.
Berdasarkan kajian diketahui bahwa penggunaan
transaksi tunai memakan waktu lebih lama (8-10
detik/transaksi) dibandingkan dengan non tunai
(2-3detik/transaksi). Selain memerlukan waktu
lebih lama, transaksi tunai berdampak kepada
Sumber : Bank Indonesia
129KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
BOKS
07PENGGUNAANNON TUNAIUNTUK MEMINIMALISIRKEMACETAN DI TOL
meminimalisir permasalahn yang ada. Oleh
karena itu, perkembangan transaksi non tunai di
jalan tol dapat menjadi salah satu solusi mengu-
rai kemacetan di gerbang tol. Meski demikian,
walaupun infrastruktur GTO telah cukup masif
dibangun, namun rasio utilisasi GTO yang meng-
gambarkan pemanfaatan uang elektronik masih
belum optimal dibandingkan dengan utilisasi
gardu reguler. Berdasarkan penghitungan staf
Bank Indonesia dari data PT. Jasa Marga, dari
100% kendaraan yang melintas di tol, hanya 22%
yang menggunakan transaksi non tunai (gardu
tol otomatis) sedangkan 78%nya masih memilih
untuk menggunakan gardu regular.
Tabel Rasio Penggunaan Non Tunai vs Tunai di Tol
Untuk mengurangi waktu antrian di gerbang tol
dan biaya cash handling untuk penyediaan stok
uang rupiah pecahan kecil termasuk biaya
pengelolaan uang Rupiah, salah satu upaya yang
dapat dilakukan adalah dengan peningkatan
transaksi non tunai pada gerbang tol. Namun
implementasi penggunaan transaksi non tunai di
masyarakat belum optimal karena terdapat
beberapa kendala terutama masalah awareness
masyarakat dan kendala top up.
Kemacetan di jalan tol memang tidak semata
hanya karena permasalahan durasi waktu
transaksi di gardu tol saja, namun dikontri-
busikan juga oleh peningkatan volume kenda-
raan. Namun upaya penggunaan non tunai dapat
terus didorong. Semua pemangku kepentingan
diharapkan terus bergandengan tangan untuk
melakukan terobosan dengan berbagai kemuda-
han menggunakan infrastruktur transaksi non
tunai dan mengedukasi masyarakat agar berpin-
dah dari transaksi tunai ke non tunai.
Melihat risikonya yang besar dan semakin besar
dari tahun ke tahun, terutama terkait dengan
efisiensi antrian di GT dan dampak kemacetan
yang ditimbulkan serta kerugian baik ekononomi
maupun non ekonomi, maka upaya yang terkoor-
dinasi penggunaan transaksi non tunai perlu
Sumber : Bank Indonesia
Ketenagakerjaandan Kesejahteraan06
BAB
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONALPROVINSI JAWA BARAT
AGUSTUS 2016
produktif yang memilih untuk mengurus rumah
tangga, dengan kenaikan 11,28% dari periode
yang sama tahun sebelumnya sehingga
kelompok tersbut terhitung sebagai bukan
angkatan kerja.
Potensi pasokan tenaga kerja Jawa Barat yang
tersedia pada triwulan laporan mengalami
peningkatan, tercermin dari jumlah penduduk
usia kerja Jawa Barat pada Februari 2016 yang
mengalami peningkatan dibandingkan Februari
2015. Pada Februari 2016 jumlah penduduk usia
kerja atau usia produktif Jawa Barat sebesar
34,42 juta orang, atau meningkat 1,84%
dibandingkan dengan Februari 2015 yang
berjumlah 33,79 juta orang. Potensi tenaga kerja
di Jawa Barat masih sangat banyak jika dilihat
dalam hal kuantitas penduduk usia produktif.
Meski memiliki potensi penduduk usia produktif
yang besar, namun penduduk usia produktif
yang menjadi angkatan kerja mengalami
penurunan di triwulan laporan. Jumlah angkatan
kerja menurun 0,70% dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari
22,33 juta orang menjadi sebanyak 22,17 juta
orang. Penurunan tersebut terutama diakibatkan
oleh peningkatan jumlah penduduk usia
130KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
6.1. KETENAGAKERJAAN
sud terjadi di hampir semua lapangan usaha
utama, sesuai dengan perbaikan kinerja PDRB
sektor utama pada triwulan II 2016. Indeks peng-
gunaan tenaga kerja di lapangan usaha perda-
gangan menunjukkan kenaikan paling tinggi dari
0,76 menjadi 2,57 SBT. Sementara itu, indeks
penggunaan tenaga kerja lapangan usaha indus-
tri pengolahan meningkat dari -2,20 menjadi
-1,93 SBT dan pertanian meningkat dari -1,24
menjadi 0,78 SBT. Sedangkan indeks penggu-
naan tenaga kerja di lapangan usaha konstruksi
menunjukkan penurunan dari 0,00 menjadi -0,46
SBT, penurunan ini diperkirakan akibat tenaga
kerja konstruksi yang sifatnya musiman dan
cenderung menurun di periode Ramadhan.
Perkembangan ketenagakerjaan di Provinsi Jawa
Barat pada triwulan II 2016 menunjukkan kondisi
perbaikan dibanding triwulan sebelumnya.
Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha,
kondisi ketenagakerjaan di Jawa Barat yang
tercermin dari indeks perkembangan penggu-
naan tenaga kerja menunjukkan perbaikan
dengan kenaikan Saldo Bersih Tertimbang (SBT)
dari triwulan I 2016 sebesar -1,72 menjadi 1,53
pada triwulan II 2016. Kondisi perbaikan
ketenagakerjaan ini juga diperkirakan semakin
membaik pada triwulan III 2016 sesuai dengan
indeks prakiraan perkembangan penggunaan
tenaga kerja SKDU yang meningkat di triwulan III
2016. Perbaikan kondisi ketenagakerjaan dimak-
tan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) dari triwulan
I 2016 sebesar -1,72 menjadi 1,53 pada triwulan II
2016. Demikian halnya dengan angka kemiskinan
yang menunjukkan penurunan pada maret 2016
dibandingkan dengan Maret 2015.
Menguatnya kinerja perekonomian Jawa Barat pada triwulan II 2016 berdampak pada perbaikan kondisi ketenagakerjaan dan kese-jahteraan pada triwulan laporan. Berdasarkan
hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha, kondisi
ketenagakerjaan di Jawa Barat yang tercermin
dari indeks perkembangan penggunaan tenaga
kerja menunjukkan penguatan dengan peningka-
produktif yang memilih untuk mengurus rumah
tangga, dengan kenaikan 11,28% dari periode
yang sama tahun sebelumnya sehingga
kelompok tersbut terhitung sebagai bukan
angkatan kerja.
Potensi pasokan tenaga kerja Jawa Barat yang
tersedia pada triwulan laporan mengalami
peningkatan, tercermin dari jumlah penduduk
usia kerja Jawa Barat pada Februari 2016 yang
mengalami peningkatan dibandingkan Februari
2015. Pada Februari 2016 jumlah penduduk usia
kerja atau usia produktif Jawa Barat sebesar
Grafik 6.1 Indeks Penggunaan Tenaga KerjaSumber: Survei Bank Indonesia
2012 2013 2014 2015 2016
I II III IV I II III IV I II III IV I II IIIII IV I-4,00
-2,00
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
-6,00
Bangunan
Indusrti Pengolahan
Perdagangan, Hoteldan Restoran
Pertanian
1,73
TOTAL SELURUH SEKTOR
34,42 juta orang, atau meningkat 1,84%
dibandingkan dengan Februari 2015 yang
berjumlah 33,79 juta orang. Potensi tenaga kerja
di Jawa Barat masih sangat banyak jika dilihat
dalam hal kuantitas penduduk usia produktif.
Meski memiliki potensi penduduk usia produktif
yang besar, namun penduduk usia produktif
yang menjadi angkatan kerja mengalami
penurunan di triwulan laporan. Jumlah angkatan
kerja menurun 0,70% dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari
22,33 juta orang menjadi sebanyak 22,17 juta
orang. Penurunan tersebut terutama diakibatkan
oleh peningkatan jumlah penduduk usia
131 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
produktif yang memilih untuk mengurus rumah
tangga, dengan kenaikan 11,28% dari periode
yang sama tahun sebelumnya sehingga
kelompok tersbut terhitung sebagai bukan
angkatan kerja.
Potensi pasokan tenaga kerja Jawa Barat yang
tersedia pada triwulan laporan mengalami
peningkatan, tercermin dari jumlah penduduk
usia kerja Jawa Barat pada Februari 2016 yang
mengalami peningkatan dibandingkan Februari
2015. Pada Februari 2016 jumlah penduduk usia
kerja atau usia produktif Jawa Barat sebesar
Berdasarkan hasil Sakernas bulan Februari 2016,
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di
Provinsi Jawa Barat diperkirakan sebesar
64,43%. Jika dibandingkan dengan Februari 2015
yang sebesar 66,08%, terjadi penurunan TPAK
sebesar 1,65 %. Penurunan TPAK menunjukkan
adanya peningkatan TPT. Dalam setahun terakh-
ir, TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) naik
sebesar 0,17% dari 8,40% menjadi 8,57%. TPT
pada Februari 2016 sebesar 8,57% artinya, dari
100 orang angkatan kerja, sekitar 9 orang dian-
taranya tidak bekerja atau sedang mencari
pekerjaan atau sedang mempersiapkan usaha.
Pada Februari 2016, TPT terendah ada pada
penduduk dengan jenjang pendidikan SD ke
bawah yaitu sebesar 6,05%, sementara TPT
tertinggi pada jenjang pendidikan Sekolah
Menengah Kejuruan sebesar 14,30%. Dalam seta-
hun terakhir, TPT pada jenjang pendidikan SMK,
Diploma dan Universitas mengalami kenaikan,
jenjang pendidikan lainnya mengalami
penurunan.
Tingkat pengangguran Jawa Barat per Februari
2016 menunjukkan peningkatan dibandingkan
dengan periode yang sama tahun lalu. Pada
Februari 2016, dari 22,17 juta angkatan kerja, 1,90
juta diantaranya masih dalam posisi mencari
pekerjaan atau menganggur (belum diserap oleh
pasar kerja), angka ini meningkat 1,27% dari
Februari 2015. Angka penganggur yang mening-
kat sementara jumlah angkatan kerja menurun
menunjukkan adanya penurunan jumlah
penduduk yang bekerja. Dalam setahun terakhir,
jumlah angkatan kerja berkurang sekitar 156 ribu
orang, jumlah penduduk bekerja berkurang
sekitar 180 ribu orang dan jumlah penganggur
bertambah sekitar 24 ribu orang.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada
Februari 2016 juga mengalami penurunan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu. TPAK, yang mengindikasikan besarnya
persentase penduduk usia kerja yang aktif
secara ekonomi, mengalami penurunan diband-
ingkan periode yang sama tahun sebelumnya
Tabel 6.1 Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (Juta Orang)
Sumber: BPS, diolah
Angkatan Kerja
2014
Feb
2015
Feb
2016
Feb
- Bekerja
- Pengangguran
Bukan Angkatan Kerja
Indikator
Penduduk 15 Tahun ke Atas
- Mengurus Rumah Tangga
- Lainnya
Total (Pekerja Tidak Penuh)
TIngkat Pengangguran Terbuka (%)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)
Setengah Pengangguran
Pekerja Paruh Waktu
- Sekolah
21.29 22.33 22.18
33.07 33.80 34.42
19.44 20.46 20.28
1.84 1.88 1.90
2.97 3.09 2.93
11.79 11.47 12.25
7.51
1.30
1.89
3.04
7.08
1.30
7.88
1.44
1.54
2.87
1.72
3.08
4.92
64,36
8,66
4.41
66,08
4.80
64,43
8,40 8,57
34,42 juta orang, atau meningkat 1,84%
dibandingkan dengan Februari 2015 yang
berjumlah 33,79 juta orang. Potensi tenaga kerja
di Jawa Barat masih sangat banyak jika dilihat
dalam hal kuantitas penduduk usia produktif.
Meski memiliki potensi penduduk usia produktif
yang besar, namun penduduk usia produktif
yang menjadi angkatan kerja mengalami
penurunan di triwulan laporan. Jumlah angkatan
kerja menurun 0,70% dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari
22,33 juta orang menjadi sebanyak 22,17 juta
orang. Penurunan tersebut terutama diakibatkan
oleh peningkatan jumlah penduduk usia
produktif yang memilih untuk mengurus rumah
tangga, dengan kenaikan 11,28% dari periode
yang sama tahun sebelumnya sehingga
kelompok tersbut terhitung sebagai bukan
angkatan kerja.
Potensi pasokan tenaga kerja Jawa Barat yang
tersedia pada triwulan laporan mengalami
peningkatan, tercermin dari jumlah penduduk
usia kerja Jawa Barat pada Februari 2016 yang
mengalami peningkatan dibandingkan Februari
2015. Pada Februari 2016 jumlah penduduk usia
kerja atau usia produktif Jawa Barat sebesar
sebanyak 5,71 juta orang atau meningkat diband-
ingkan Februari 2015 yang tercatat sebanyak
5,28 juta orang. Sementara itu, jumlah penduduk
bekerja dengan pendidikan tinggi (Diploma dan
Universitas) tercatat sebanyak 2,16 juta orang,
sedikit menurun dibandingkan periode sebelum-
nya sebesar 2,21 juta orang. Hal ini menandakan
bahwa ketersediaan jumlah tenaga kerja dengan
keterampilan yang lebih tinggi (pendidikan
menengah) di Jawa Barat pada tahun 2016 telah
mengalami peningkatan.
Latar belakang pendidikan penduduk yang
bekerja di Jawa Barat masih didominasi oleh
jenjang pendidikan rendah (SMP kebawah),
namun jenjang pendikan menengah mengalami
kenaikan proporsi dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya. Pada Februari 2016, jumlah
penduduk yang bekerja dengan tingkat pendi-
dikan SMP ke bawah tercatat sebanyak 12,41 juta
orang atau menurun dibandingkan Februari 2015
yang tercatat sebanyak 12,97 juta orang. Sedang-
kan jumlah penduduk yang bekerja dengan
tingkat pendidikan menengah (SMA) tercatat
yang tercatat sebanyak 16,04 juta orang. Penyer-
apan tenaga kerja Jawa Barat pada periode lapo-
ran sebesar 76,32% merupakan pekerja berwaktu
penuh (full time worker), yaitu penduduk yang
bekerja pada kelompok 35 jam ke atas per
minggu. Sementara untuk jumlah pekerja
berwaktu tidak penuh mengalami peningkatan,
yaitu dari 4,41 juta menjadi 4,80 juta orang pada
periode yang sama.
Secara umum, komposisi jumlah penduduk
bekerja menurut jam kerja perminggu tidak men-
galami perubahan. Jumlah pekerja penuh waktu
Jawa Barat sedikit mengalami penurunan
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu. Sejalan dengan kinerja ekonomi Jawa
Tengah triwulan I 2016 yang melambat diband-
ingkan periode yang sama tahun lalu, jumlah
pekerja berwaktu penuh Jawa Tengah per Febru-
ari 2016 tercatat sebanyak 15,47 juta orang atau
menurun dibandingkan dengan Februari 2015
Tabel 6.2 Jenjang Pendidikan TPK
Sumber: BPS, diolah
Tabel 6.3 Jumlah Penduduk Bekerja Menurut Tingkat Pendidikan (Juta Orang)
Sumber: BPS
132KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Sekolah Menengah Petama
TPT (%)Februari 2015
TPT (%)Februari 2016
Sekolah Menengah Atas
Sekolah Menengah Kejuruan
Diploma I/II/III
Pendidikan Tertinggiyang Ditamatkan
SD Kebawah
Total
Universitas
10,77 10,30
6,34 6,05
11,54 8,91
11,67 14,30
4,71 8,39
5,50 8,33
8,40 8,57
Feb 2016
Tahun
Feb 2105(25,57%) (10,80%)
5,28 2,21
5,71 2,16
(28,15%) (10,67%)
Pendidikan
AtasMenengahRendah
(63,41%)
12,97
12,41
(61,18%)
34,42 juta orang, atau meningkat 1,84%
dibandingkan dengan Februari 2015 yang
berjumlah 33,79 juta orang. Potensi tenaga kerja
di Jawa Barat masih sangat banyak jika dilihat
dalam hal kuantitas penduduk usia produktif.
Meski memiliki potensi penduduk usia produktif
yang besar, namun penduduk usia produktif
yang menjadi angkatan kerja mengalami
penurunan di triwulan laporan. Jumlah angkatan
kerja menurun 0,70% dibandingkan dengan
periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari
22,33 juta orang menjadi sebanyak 22,17 juta
orang. Penurunan tersebut terutama diakibatkan
oleh peningkatan jumlah penduduk usia
sebesar 25,26%. Namun demikian, jumlah
penduduk yang bekerja di lapangan usaha perta-
nian dan industri pengolahan mengalami
penurunan cukup dalam. Penyerapan pekerja di
lapangan usaha pertanian menurun dari 20,37%
menjadi 17,47% pada Februari 2016. Demikian
halnya dengan pekerja di lapangan usaha indus-
tri pengolahan yang menurun dari 20,88% men-
jadi 19,64%.
Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami
perubahan. Sektor Perdagangan masih menjadi
penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja
di Jawa Barat. Pada Februari 2016, lapangan
usaha tersebut menyerap tenaga kerja sebesar
5,10 juta orang atau 28,58% dari total penduduk
yang bekerja di Jawa Barat. Penyerapan tenaga
kerja di lapangan usaha perdagangan mengalami
peningkatan dari periode sebelumnya yang
Dari aspek ketenagakerjaan, sebaran penyerapan
tenaga kerja tidak sejalan dengan distribusi pada
PDRB berdasarkan lapangan usaha, pangsa
PDRB Jawa Barat terpusat di sektor industri
pengolahan (42,48%), lalu diikuti oleh sektor
perdagangan (17,32%), dan sektor pertanian
(9,93%). Hal ini menjadi indikasi awal dari distri-
busi pendapatan yang kurang merata, di mana
Tabel 6.4 Klasifikasi Penduduk Bekerja (Juta Orang)
Tabel 6.5 Penduduk Bekerja Menurut Lapangan Usaha (Juta Orang)
Sumber: BPS
Sumber: BPS
133 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Setengah Pengangguran
Jumlah % Jumlah %
Februari 2015 Februari 2016
Pekerja Paruh Waktu
Pekerja Penuh
Total
Penduduk yang Bekerja
Pekerja TIdak Penuh
7,55 1,72
21,58 4,80
14,03 3,08
78,42 15,48
100,00
1,54
4,41
2,87
16,04
20,46 20,28
8,49
23,68
15,19
76,32
100,00
2014
Feb
2015
Feb
2016
Feb
Industri
Konstruksi
Lapangan PekerjaanUtama
Peetanian, Perkebunan,Kehutanan, dan Perburuan
Perdagangan, Rumah Makan,dan Jasa Akomdasi
TOTAL
(19,8%) (20,37%) (17,47%)
3,85 4,17 3,54
4,01 2,47 3,98
(20,01%) (20,88%) (19,64%)
(8,77%) (7,10%) (6,89%)
1,57 1,45 1,41
5,09
(26,18%)
19,44
5,17
(25,26%)
5,79
(28,58%)
(100%) (100%) (100%)
20,46 20,28
sektor industri pengolahan dengan pangsa
terbesar hanya menyerap 20% tenaga kerja.
Sementara sektor perdagangan yang menyerap
28 tenaga kerja hanya memperoleh kontribusi di
PDRB sebesar 17,32%. Demikian juga halnya
dengan pertanian yang bahkan gap antara
pangsa serapan tenaga kerja dengan pangsa
PDRB sektoralnya lebih besar.
Tabel 6.6 Perbandingan Kinerja lapangan Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerjanya
134KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
juta orang atau 48,92% sedangkan pekerja di
sektor informal sebesar 10,36 juta atau 51,08%.
Jumlah pekerja di sektor formal mengalami
pengingkatan dari periode Februari 2015 sebesar
47,92% sedangkan pekerja di sektor formal men-
galami penurunan dari sebelumnya sebesar
52,08%.
Jenis pekerjaan yang dominan pada Februari
2016 adalah kelompok orang yang bekerja
sebagai buruh/karyawan sebesar 45,76%. Meski
demikian, secara agregat penduduk bekerja di
jawa Barat lebih banyak terjun ke sektor informal.
Data pada bulan Februari 2016 mencatat jumlah
pekerja sektor formal Jawa Barat sebanyak 9,92
utama yang menunjukkan perbaikan di triwulan II
2016. Indikasi kenaikan penyerapan jumlah
tenaga kerja sektor pertanian di triwulan II 2016
juga terlihat dari perkembangan Nilai Tukar
Petani (NTP). Pada triwulan II 2016, NTP Jawa
Barat sebagai indeks yang mencerminkan
persepsi kesejahteraan petani mengalami
pertumbuhan tahunan yang lebih baik diband-
ingkan triwulan I 2016, dari 0,37% menjadi 0,97%.
Meski demikian, untuk periode triwulan II 2016,
diperkirakan penyerapan tenaga kerja di bidang
pertanian maupun industri pengolahan sudah
kembali meningkat. Hal ini sebagaimana ditun-
jukkan dengan indeks penyerapan tenaga kerja
sektor pertanian dan industri pengolahan
(SKDU) yang meningkat di triwulan II 2016
setelah sebelumnya menurun di triwulan I 2016.
Kenaikan penyerapan tenaga kerja tersebut juga
sejalan dengan pertumbuhan di tiga sektor
Grafik 6.2 Perkembangan NTP Jawa BaratSumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
2013 2014 2015 2016I II III IV I II III IV I II IIIII IV I
60
65
70
75
80
85
90Indeks
55
-2
-1
-1
0
1
1
2
2
3
% (yoy)
-2
0,97
Tenaga Kerja
IPR Suku Cadang dan Aksesori
Pada triwulan II 2016, konsumen telah meman-
dang kondisi ketenagakerjaan Jawa Barat triwu-
lan II 2016 lebih baik dibandingkan dengan triwu-
lan I 2015. Hal tersebut tercermin dari hasil survei
konsumen di Jawa Barat yang menunjukkan
bahwa tingkat keyakinan konsumen Jawa Barat
terhadap kondisi lapangan usaha saat ini
meningkat dibandingkan dengan triwulan sebel-
umnya. Indeks keyakinan konsumen terhadap
kondisi lapangan usaha pada triwulan II 2016
meningkat menjadi 81,8 dari sebelumnya 73,3.
Peningkatan tingkat keyakinan tersebut sejalan
dengan peningkatan tingkat keyakinan
konsumen terhadap kondisi penghasilan saat
ini. Hal ini merupakan sinyal positif bahwa
kondisi ketenagakerjaan di triwulan II 2016
sudah lebih baik.
Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang juga
dipandang semakin membaik. Berdasarkan hasil
survei konsumen di Jawa Barat, pandangan
konsumen melihat kondisi lapangan kerja yang
akan datang semakin optimis. Hal ini terlihat dari
indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja
yang meningkat menjadi 122,9 dari sebelumnya
119,1. Peningkatan ekspektasi ketersediaan lapa-
nagan pekerjaan tersebut sejalan dengan
peningkatan ekspektasi konsumen dari 131,8
pada triwulan II 2016 menjadi 139,4 pada triwu-
lan II 2016. Peningkatan optimisme ini juga
sejalan dengan peningkatan optimisme
konsumen terhadap kondisi penghasilan ke
depan.
Grafik 6.3Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat Ini
Sumber: Survei Bank Indonesia
Grafik 6.5Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, dan Penghasilan Saat Ini
Sumber: Survei Bank Indonesia
Formal
Informal
9.80
10.65
47,92
52,08
Kegiatan Pekerja Utama
Februari 2015
Jumlah %
9.92
10.36
48,92
51,08
Februari 2016
Jumlah %
135 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Penghasilan Saat IniIndeks Ketersediaan Lapangan Kerja
40.0
60.0
80.0
120.0
100.0
140.0
160.0
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2015 2016
I III III IV II
81.8PESI
MIS
Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)Indeks Ekspektasi PenghasilanIndeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan KerjaIndeks Ekspektasi Kegiatan Usaha
80.0
90.0
100.0
110.0
120.0
130.0
140.0
150.0
160.0
2012
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I II III IV
2015 2016
I III III IV II 7 8
PESI
MIS
OPT
IMIS
112.9
Tabel 6.7 Penduduk Bekerja Menurut Status Kegiatan Pekerja (Juta Orang)
136KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
5.2. Nilai Tukar Petani
yang dibayar petani. Peningkatan NTP tersebut
juga dapat disebabkan oleh membaiknya kondisi
panen pada triwulan laporan.
Peningkatan NTP Jawa Barat pada triwulan II
2016 didorong oleh NTP subsektor hortikultura,
tanaman pangan dan perikanan. Sedangkan NTP
subsektor tanaman perkebunan rakyat dan NTP
peternakan tumbuh melambat pada triwulan II
2016. Subsektor yang mengalami pertumbuhan
NTP paling besar adalah subsector holtikultura
yang tumbuh sebesar 6,48%, diikuti dengan
subsektor perikanan dan tanaman pangan yang
masing-masing tumbuh 0,25% dan -2,06%.
Pertumbuhan tahunan Nilai Tukar Petani (NTP)
pada triwulan II 2016 mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan I 2016 sejalan dengan
peningkatan kinerja pertumbuhan lapangan
usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada
triwulan laporan. Lapangan usaha tersebut pada
triwulan laporan tercatat mengalami pertumbu-
han sebesar 4,87% (yoy) atau meningkat diband-
ingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar -1,88%
(yoy). Peningkatan NTP merupakan indikasi
kesejahteraan petani mengalami perbaikan
akibat naiknya daya beli petani di pedesaan. Hal
ini tercermin dari indeks yang diterima petani
naik lebih tinngi dibandingkan dengan indeks
pangan, tanaman perkebunan rakyat dan peter-
nakan mengalami perlambatan pertumbuhan.
Membaiknya pertumbuhan NTP yang diiringi
dengan perlambatan pertumbuhan IT mengindi-
kasikan bahwa terdapat perlambatan pertumbu-
han indeks yang dibayar petani (IB). Indeks yang
dibayar petani pada triwulan II 2016 tumbuh
sebesar 4,55%, menurun disbanding triwulan I
2016 yang tumbuh sebesar 5,17%. Perlambatan
indeks ini terjadi pada seluruh subsektor. Namun
demikian, perlambatan paling dalam terjadi pada
subsektor tanaman pangan.
Indeks yang diterima petani (IT) pada triwulan II
2016 tumbuhynsebesar 5,57%, meningkat
dibandingkan triwulan I 2016 yang tumbuh sebe-
sar 5,56%. Peningkatan tersebut terutama
didorong oleh kenaikan indeks yang diterima
untuk subsektor holtikultura. Indeks yang diteri-
ma untuk subsektor tersebut pada triwulan II
2016 tercatat tumbuh sebesar 3,59%, meningkat
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 8,91%. Selain subsektor hortikul-
tura, perikanan juga mencatatkan pertumbuhan
indeks diterima petani yang membaik dari triwu-
lan sebelumnya. Sementara itu, indeks yang
diterima petani untuk subsektor tanaman
Grafik 6.5 Jawa Barat dan Komponen PenyusunnyaSumber: BPS. Diolah
Grafik 6.6 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa BaratSumber: BPS. Diolah
137 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
laporan terutama didorong oleh subsektor holti-
kultura. Hal ini sejalan dengan adanya peningka-
tan signifikan pada indeks yang diterima petani
(IT) subsektor holtikultura sementara indeks
yang dibayar (IB) mengalami penurunan, sehing-
ga petani di subsektor holtikultura mendapatkan
insentif dalam meningkatkan produksinya.
Kemampuan produksi petani pada periode lapo-
ran tercatat mengalami perbaikan. Kemampuan
produksi petani yang tercermin dari Nilai Tukar
Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada
triwulan II 2016 tumbuh sebesar 3,22%, mening-
kat dibandingkan pertumbuhan di triwulan I 2016
sebesar 2,69%. Peningkatan NTUP pada triwulan
Grafik 6.7 Indeks yang Diterima Petani Jawa BaratSumber: BPS. Diolah
Grafik 6.8 Indeks yang Dinayar Petani Jawa BaratSumber: BPS. Diolah
Grafik 6.9 Nilai Tukar Usaha Petani Jawa BaratSumber: BPS. Diolah
5.3. Kesejahteraan
dari jumlah penduduk. Penurunan jumlah
penduduk miskin tersebut terutama didorong
oleh penurunan jumlah penduduk miskin yang
berada di pedesaan, dari 2.790 ribu jiwa pada
Maret 2015 menjadi 2.716 ribu pada Maret 2016.
Di sisi lain, jumlah penduduk miskin yang ada di
perkotaan mengalami peningkatan bila diband-
ingkan dengan periode yang sama tahun lalu,
dari 1.772 ribu jiwa pada Maret 2015 menjadi
1.790 ribu pada Maret 2016.
Angka kemiskinan Jawa Barat pada Maret 2016
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan
periode yang sama tahun lalu. Penurunan terse-
but terutama didorong oleh penurunan angka
kemiskinan yang ada di kawasan pedesaan Jawa
Barat. Tingkat kemiskinan Jawa Barat per Maret
2016 tercatat sebanyak 4.506 ribu jiwa atau
13,32% dari jumlah penduduk Jawa Barat,
menurun dibandingkan periode yang sama tahun
lalu yang berjumlah 4.562 ribu jiwa atau 13,58%
138KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Grafik 6.10Persentase Jumlah Penduduk Miskin dan Indeks
Kedalaman dan Keparahan KemiskinanSumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah sta� BI
Grafik 6.11Persentase Jumlah Penduduk Miskin
Perkotaan dan PerdesaanSumber: BPS Provinsi Jawa Barat, diolah sta� BI
Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.
Peningkatan tersebut terutama didorong oleh
peningkatan garis kemiskinan pedesaan.
Berdasarkan pembagian kelompok kemiskinan
antara perkotaan dan pedesaan, garis
kemiskinan di perkotaan dalam periode yang
sama tercatat mengalami peningkatan tahunan
sebesar 7,74% dari Rp286.014 per kapita/bulan
menjadi Rp308.163 per kapita/bulan. Sementara
itu, garis kemiskinan di daerah pedesaan
mengalami kenaikan sebesar 11,69%, dari
Rp277.802 per kapita/bulan menjadi Rp310.295
per kapita/bulan.
Dalam satu tahun terakhir, garis kemiskinan kota
dan desa meningkat 9,78% dari Rp281.750
perkapita/bulan pada Maret 2015 menjadi
Rp309.314 per kapita/bulan pada Maret 2016.
Apabila rata-rata pengeluaran per kapita per
bulan di bawah garis kemiskinan di lapangan
usahakan sebagai penduduk miskin maka
kenaikan garis kemiskinan dapat memengaruhi
angka kemiskinan karena ambang nilai
kemiskinan turut mengalami peningkatan.
Sementara itu, angka kemiskinan di tingkat
nasional mengalami peningkatan bila
dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu. Jumlah penduduk miskin di tingkat nasional
mengalami peningkatan sebesar 0,78 juta jiwa
dibandingkan Maret 2015 menjadi 28,51 juta jiwa
atau 11,13% dari total penduduk Indonesia.
Provinsi Jawa Barat menyumbang 0,047% dari
total penduduk miskin nasional, turun
dibandingkan sumbangan pada bulan Maret
2015 sebesar 0,049%.
Dibandingkan dengan kondisi di bulan
September 2015, angka kemiskinan Jawa Barat
pada Maret 2016 juga mengalami penurunan,
yang terutama didorong oleh penurunan jumlah
penduduk miskin di daerah perkotaan. Apabila
dibandingkan dengan periode September 2015,
jumlah penduduk miskin di perkotaan turun
sebesar 2,59% atau setara dengan 48 ribu orang.
Sementara di pedesaan, jumlah penduduk miskin
turun sebesar 0,86% atau setara dengan 24 ribu
orang. Jumlah penduduk miskin di pedesaan
pada Maret 2016 mencapai 2.716 ribu jiwa
sedangkan di perkotaan mencapai 1.790 ribu jiwa
atau memiliki porsi sekitar 40% dari total
penduduk miskin di Jawa Barat.
dengan garis pantai terbentang sepanjang
396,05 km. Perbedaan geografis tersebut
berdampak kepada karakteristik orientasi
kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh mas-
yarakat dan nelayan di pantai utara dan pantai
selatan (Tabel 1)
Pantai Utara Provinsi Jawa Barat meliputi Kab.
Bekasi, Kab. Karawang, Kab. Subang, Kab. Indra-
mayu, Kota Cirebon dan Kab. Cirebon dengan
garis pantai terbentang sepanjang 354,2 km.
Sedangkan wilayah Pantai Selatan Jawa Barat
meliputi Kab. Sukabumi, Kab. Cianjur, Kab.
Garut, Kab. Tasikmalaya dan Kab. Pangandaran
BOKS 08KESENJANGAN NELAYAN PANTAI UTARA DAN SELATAN
didukung pula dengan banyaknya kapal yang
digunakan, yaitu 3 kali lipat dari jumlah kapal di
wilayah selatan. Dengan banyaknya kapal dan
alat penangkap ikan yang digunakan, maka hasil
tangkapan ikan di pantai utara Jawa Barat jauh
lebih banyak dibandingkan dengan hasil tang-
kapan ikan di pantai selatan yaitu dengan
perbandingan 9:1.
Berdasarkan data Dinas Perikanan dan Kelautan
Provinsi Jawa Barat tahun 2015, secara
keseluruhan baik jumlah nelayan, Kegiatan
Usaha Bersama, Kapal, Alat Penangkap Ikan dan
hasil produksi ikan, pantai utara memiliki
persentase yang lebih tinggi dibandingkan
pantai selatan. 75% dari total nelayan di Jawa
Barat sebanyak 104.520 orang adalah nelayan di
wilayah pantai utara, sedangkan di pantai sela-
tan hanya 25% dari total nelayan di Jawa Barat.
Banyaknya jumlah nelayan di pantai utara
139 Boks 08KESENJANGAN NELAYAN
PANTAI UTARADAN SELATAN
BOKS
08
Tabel 1 Perbandingan Kondisi Pantai Utara dan Selatan Jawa Barat
diminati karena dengan modal sekali melaut (1
malam) sebesar Rp300ribu dapat menghasilkan
minimal Rp1juta dan bahkan jika hasil tangka-
pannya sangat baik bisa mencapai Rp10juta.
Lebih lanjut, jumlah pelabuhan di wilayah pantai
utara Jawa Barat yang terdiri dari Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN), Pelabuhan Peri-
kanan Pantai (PPP) dan Pangkalan Pendaratan
Ikan (PPI) lebih banyak terdapat di wilayah
utara yaitu sebanyak 58, sedangkan di wilayah
selatan jumlah PPN, PPP dan PPI sebanyak 26.
Di wilayah pantai selatan seperti Kabupaten
Pangandaran, sebagian besar nelayan masih
menggunakan teknik penangkapan tradisional
dengan armada perahu/kapal didominasi
dengan kapal ukuran di bawah 5 GT (gross ton).
Dengan armada di bawah 5 GT, nelayan hanya
dapat menjangkau daerah tangkapan maksimal
4 mil dari garis pantai. Akibatnya, masih banyak
potensi sumber daya ikan yang belum dapat
dimanfaatkan secara optimal. Penangkapan
ikan dengan teknik tradisional ini masih sangat
Tabel Perbandingan Nelayan dan Hasil tangkapan per Kabupaten
Tabel Perbandingan Jumlah Pelabuhan
140KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
BOKS
08KESENJANGAN NELAYANPANTAI UTARADAN SELATAN
pertanian dan pariwisata.
Jumlah nelayan dan kapal yang lebih banyak di
wilayah utara juga menjadikan hasil tangkapan
ikan di wilayah utara jauh lebih banyak diband-
ingkan wilayah selatan. Potensi ikan di wilayah
selatan masih cukup tinggi dan belum diman-
faatkan secara optimal. Salah satu kendalanya
adalah sebagian besar nelayan di wilayah sela-
tan masih menggunakan cara tradisional dalam
menangkap ikan.
Dalam rangka meningkat kesejahteraan
nelayan, Pemerintah melaksanakan Program
Kenelayanan sebagai berikut:
Berdasarkan kondisi geografis dan kondisi
pantai, wilayah pantai utara Jawa Barat lebih
berkembang dibandingkan dengan wilayah
pantai selatan. Kondisi pantai utara yang landai
dan terlindung menyebabkan perkembangan
pembangunan lebih cepat. Salah satunya adalah
pembangunan infrastuktur berupa jalan tol dan
perkembangan di sektor industri. Sementara itu
pantai selatan dengan kondisi daerah yang
bergunung-gunung dan ombak yang cukup
tinggi membuat akses ke daerah ini cukup sulit.
Saat ini perkembangan pembangunan di
wilayah pantai selatan lebih terkonsentrasi di
141 Boks 08KESENJANGAN NELAYAN
PANTAI UTARADAN SELATAN
BOKS
08
Tabel Program Pemerintah dalam Meningkatkan Kesejahteraan Nelayan
Prospek Perekonomian07
BAB
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONALPROVINSI JAWA BARAT
AGUSTUS 2016
142 Prospek Perekonomian
primer. Dari sisi eksternal, perkembangan ekonomi Amerika Serikat yang masih di bawah ekspektasi diperkirakan mendorong peningkatan Fed’s Fund Rate hanya akan berlangsung satu kali selama tahun 2016. Di sisi lain, terdapat beberapa faktor perlu diwaspadai karena berpo-tensi mendorong tekanan inflasi, di antaranya adalah perkembangan harga minyak dunia yang mulai bergerak dalam tren meningkat khususnya sejak triwulan III 2016 walaupun masih bersifat volatil. Pada jadwal penyesuaian harga energi di awal triwulan III 2016, pemerintah memutuskan untuk tetap mempertahankan harga minyak sehingga kenaikan berpotensi terjadi di triwulan III atau IV mengacu kepada perkembangan harga minyak dunia. Perkembangan harga minyak dunia ini juga mempengaruhi penyesuaian tarif listrik (tari� adjustment) yang dilakukan oleh PT. PLN (Persero) setiap bulan. Dari sisi domestik, mulai meningkatnya aliran dana masuk sebagai hasil tax amnesty diperkirakan akan semakin meningkatkan likuiditas dan pada akhirnya permintaan di dalam negeri. Adanya wacana pemerintah untuk menaikkan harga rokok hingga 100% juga menjadi faktor yang terus diwaspadai oleh Bank Indonesia.
Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Provinsi Jawa Barat di triwulan III 2016 diperkirakan akan tumbuh sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya, kemudian kembali tumbuh meningkat pada triwulan IV 2016. Secara keseluruhan 2016, LPE Provinsi Jawa Barat diperkirakan tumbuh dengan kisaran 5,5% - 5,9% (yoy).Dari sisi permintaan, semakin membaiknya kiner-ja investasi yang didorong oleh percepatan pem-bangunan infrastruktur menjelang akhir tahun diperkirakan menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan pada triwulan IV 2016. Dari sisi swasta, mulai terlihatnya indikasi peningkatan permintaan investasi swasta baik yang bersifat bangunan maupun non bangunan sebagai dampak stimulus fiskal, penurunan suku bunga, dan relaksasi makroprudensial oleh Bank Indonesia diperkirakan terus berlanjut hingga akhir tahun. Selain itu, konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat menjelang Hari Raya dan libur di akhir tahun. Stimulus baik dari sisi fiskal (implementasi paket kebijakan secara lebih kom-prehensif) maupun moneter (pelonggaran suku bunga kebijakan, penurunan Giro Wajib Mini-mum, dan pelonggaran ketentuan loan to value ratio) juga diharapkan tetap menjadi motor pendorong baik bagi kegiatan investasi maupun konsumsi masyarakat. Implementasi kebijakan tax amnesty yang diperkirakan mulai menarik aliran dana masuk ke dalam negeri pada triwulan IV dapat menjadi tambahan likuiditas bagi sumber pembiayaan di dalam negeri yang diharapkan dapat mendorong perekonomian tumbuh lebih tinggi. Sementara itu dari sisi penawaran (lapangan usaha), meningkatnya kinerja industri pengolahan dan perdagangan dalam merespon peningkatan permintaan men-jadi pendorong utama pertumbuhan. Sejalan dengan hal tersebut, kinerja sektor pertanian juga diperkirakan kembali meningkat seiring dengan masa panen khususnya komoditas padi yang bergeser ke triwulan IV 2016. Di sisi lain, tekanan inflasi diperkirakan menurun menjelang akhir tahun dan masih berada dalam kisaran sasaran inflasi tahun 2016 sebesar 4%±1%. Hal ini seiring dengan pergeseran musim panen raya padi dari triwulan III ke triwulan IV, prospek penguatan nilai tukar rupiah yang terus berlanjut, terjaganya ekspektasi inflasi mas-yarakat, serta permintaan domestik yang masih relatif terbatas khususnya untuk kebutuhan non
143KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
triwulan III (s.d. Agustus 2016). Kenaikan ini didorong oleh peningkatan ekspektasi pada seluruh komponen yang menyusun IEK yakni Indeks Ekspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja, Indeks Ekspektasi Penghasilan, dan Indeks Ekspektasi Kegiatan Usaha (Grafik 6.7.). Sejalan dengan hal tersebut Indeks Pengeluaran 3 Bulan Mendatang juga mengalami peningkatan men-jelang akhir tahun walaupun mengalami penurunan cukup dalam pada awal triwulan (Grafik 6.8). Terdapat beberapa faktor yang men-dorong peningkatan keyakinan serta daya beli masyarakat ke depannya antara lain stimulus melalui penurunan suku bunga kebijakan serta pelonggaran kebijakan LTV yang akn mulai diter-apkan pada akhir triwulan III. Dari sisi fiskal, kebi-jakan pemerintah menaikkan tingkat PTKP dari Rp3 juta menjadi Rp4,5 juta juga berpotensi meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat.
Kinerja ekonomi Jawa Barat diperkirakan meningkat pada triwulan IV 2016 pada kisaran 5,8% - 6,2% (yoy). Dengan demikian, untuk keseluruhan tahun 2016 perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,5% - 5,9% (yoy), meningka dibanding perekonomian tahun 2016 yang tumbuh sebesar 5,03%. Hal ini sejalan dengan terjaganya prospek perekonomi-an global serta peningkatan prospek ekonomi nasional tahun 2016.Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2016 diperkirakan tetap tumbuh kuat pada kisaran 5,8% - 6,2% (yoy) sehingga keseluruhan tahun 2016 konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh pada kisa-ran 5,7% - 6,1% (yoy). Masih kuatnya perkiraan konsumsi rumah tangga tercermin dari salah satu indikator Survei Konsumen yaitu Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) 6 bulan mendatang di Jawa Barat yang meningkat dari rata-rata 128,4 pada triwukan II 2016 menjadi 138,5 pada
berada pada rentang 31%-33% terhadap total anggaran, sehingga sekitar 70% anggaran akan diserap pada semester II 2016. Hal ini khususnya didukung oleh kapasitas fiskal pemerintah daerah yang tercermin dari capaian penerimaan daerah khususnya pemerintah provinsi yang bahkan sudah melebihi 50% pada semester I. Dengan adanya rencana pemotongan anggaran dana perimbangan dari pemerintah pusat pada semester II, diharapkan potensi kapasitas fiskal provinsi dan kab/kota di Jawa Barat yang masih tinggi dapat menopang perekonomian Jawa Barat hingga akhir tahun 2016. Sejalan dengan hal tersebut, akselerasi penyerapan anggaran
Sesuai dengan pola historisnya, konsumsi pemerintah diperkirakan akan terus meningkat dan mencapai puncaknya pada akhir tahun, sehingga pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan IV 2016 diperkirakan berada pada kisaran 12,0% - 12,4% (yoy) dan untuk keseluruhan tahun 2016 berada pada rentang 8,6% - 9,0% (yoy). Perbaikan pada pola penyera-pan anggaran pemerintah yang selama ini cend-erung bersifat backloading sudah mulai tercer-min pada realisasi triwulan I dan triwulan II. Namun demikian, secara keseluruhan hingga semester I 2016 penyerapan anggaran baik pemerintah provinsi maupun kab/kota masih
7.1. PROSPEK EKONOMI MAKRO REGIONAL
2014 2015 2016
100
120
140
180
160
200
220
Nahan Makanan
Transpor & Komunikasi
Mamin & Tembakau
Total Kelompok
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Grafik 7.1. Indeks Ekspektasi Konsumen Jawa BaratSumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
Grafik 7.2. Indeks Pengeluaran 3 Bulan MendatangSumber: Survei Konsumen Bank Indonesia
144 Prospek Perekonomian
Komponen ekspor pada triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 18,1% - 18,5% sehingga keseluruhan tahun 2016 kinerja ekspor diperkirakan tumbuh pada kisaran 14,1% - 14,5% (yoy). Berdasarkan data Pemberitahuan Ekspor Barang, Amerika Serikat masih menjadi negara tujuan utama ekspor Jawa Barat. Pangsa ekspor Jawa Barat ke negara tersebut mencapai sekitar 20%. Walaupun realisasi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada triwulan II 2016 berada di bawah ekspektasi, namun diharapkan kinerja ekonomi Amerika Serikat semakin mem-baik di semester II seiring dengan tingkat konsumsi yang terus membaik secara konsisten serta kondisi ketenagakerjaan yang juga terus mengalami pemulihan. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui kegiatan liaison, mayori-tas pelaku usaha memperkirakan kinerja penjual-an ekspor akan meningkat dibanding tahun 2015. Seiring dengan masih terbatasnya pemulihan ekonomi pada negara-negara maju, beberapa pelaku usaha sektor manufaktur di Jawa Barat berusaha meningkatkan penetrasi pasar ekspornya negara-negara tujuan ekspor baru. Adapun negara tujuan ekspor baru yang mayori-tas dituju adalah negara-negara di kawasan Asia dan Timur Tengah. Selain itu, pelaku usaha juga menerapkan strategi ekstensifikasi produk sebagai upaya dalam meningkatkan kinerja ekspornya. Salah satu dukungan Pemerintah melalui PMK No 176/PMK.04/2013 dan PMK No. 177/PMK.04/2013 tentang KITE / Kemudahan Impor Tujuan Ekspor diakui mampu meringankan biaya bea masuk bagi bahan baku impor perusa-haan. Selain itu, dari sisi transaksi perdagangan antar daerah, adanya prospek perbaikan kinerja ekonomi pada mayoritas kawasan di Indonesia khususnya di Jawa yang menjadi dagang utama Jawa Barat turut mendukung peningkatan kiner-ja ekspor antar daerah. Umumnya permintaan ekspor antar daerah meningkat cukup signifikan pada momentum-momentum hari besar atau libur panjang yang akan terjadi pada akhir tahun. Dengan adanya dukungan infrastruktur yang semakin baik seperti tol antar provinsi, diperkira-kan akan mendorong kegiatan transaksi perda-gangan antar daerah yang semakin lancar dan kondusif.
anggaran juga didorong oleh adanya momentum penyelenggaraan PON ke-19 serta Peparnas ke-15 di Jawa Barat pada akhir triwulan III hingga awal triwulan IV 2016. Sementara itu, penanaman modal tetap bruto (PMTB) atau investasi diperkirakan tumbuh pada kisaran 9,5% - 9,9% (yoy) pada triwulan IV sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja investasi diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,0% - 6,4% (yoy). Meningkatnya perkiraan investasi ini dipengaruhi oleh perkembangan investasi swasta yang mulai membaik khususnya sejak investasi baik bangunan maupun non bangunan mulai meningkat pada triwulan II 2016. Peningkatan optimisme pelaku usaha ini seiring dengan komitmen pemerintah dalam memperce-pat implementasi paket kebijakan ekonomi hingga ke tataran teknis yang dikawal oleh Satgas khusus sebagaimana arahan Presiden. Selain itu, potensi peningkatan likuiditas seiring dengan adanya aliran dana masuk dari tax amnesty diharapkan dapat semakin memperluas kesempatan pembiayaan dalam rangka ekspansi kegiatan dunia usaha. Dari sisi moneter, pelong-garan suku bunga kebijakan yang dibarengi dengan stabilitas makroprudensial yang terjaga juga diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi dunia usaha. Perce-patan penyelesaian proyek-proyek strategis di Jawa Barat juga menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan investasi khususnya yang bersifat bangunan. Salah satu proyek strat-egis yakni jalan Tol Soroja yang mengalami keterlambatan penyelesaian dari jadwal semula, diperkirakan akan dapat diselesaikan pada akhir tahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui kegiatan wawancara liaison, investasi yang dilakukan oleh mayoritas pelaku usaha merupakan investasi yang bersifat non-bangu-nan, yakni berupa pembelian mesin dengan spesifikasi baru atau peremajaan mesin. Mencer-mati kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya kembali ke kondisi normal, realisasi investasi non-ekspansif seperti maintenance dan perema-jaan mesin diperkirakan akan masih mendomina-si kegiatan investasi contact liaison sepanjang tahun 2016.
Meningkatnya kinerja ekspor dan konsumsi rumah tangga diperkirakan juga akan berdampak pada peningkatan laju impor pada triwulan IV 2016 tumbuh pada kisaran 15,8 – 16,2% (yoy) sehingga untuk keseluruhan tahun 2016 impor diperkirakan tumbuh pada kisaran 14,1 - 14,5% (yoy). Hal ini terutama tercermin dari karakteristik industri manufaktur di Jawa Barat yang masih bergantung kepada impor baik khususnya dalam pemenuhan bahan baku (menyumbang pangsa impor terbesar) maupun barang modal. Perkembangan nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan berada dalam tren men-guat juga menjadi salah satu faktor yang merin-gankan beban impor luar negeri. Selain itu, momentum menjelang hari besar keagamaan dan libur akhir tahun juga diperkirakan dapat mendorong peningkatan permintaan terhadap impor barang konsumsi baik dari luar negeri maupun antar daerah. Sebagai salah satu imple-mentasi dari Paket Kebijakan, Pemerintah telah meresmikan sejumlah Pusat Logistik Berikat (PLB) di Jawa Barat yang tersebar di beberapa wilayah basis kawasan industri. Dengan adanya PLB, para importir dapat langsung menyimpan barang maupun bahan baku industri yang diim-por pada gudang PLB di Indonesia tanpa harus menyimpan di gudang di negara lain. Dengan demikian, kepastian stok bahan baku industri menjadi lebih terjaga untuk mendukung kesinambungan dan perkembangan produksi perusahaan-perusahaan industri di dalam negeri. Selain itu, perusahaan importir juga mendapat keuntungan karena kewajiban membayar bea masuk dan pajak baru timbul pada saat barang bahan baku impor terjual sehingga kurs yang digunakan untuk membayar bea masuk dan kurs harga penjualan berada pada level yang sama.
Dari sisi lapangan usaha, lapangan usaha indus-tri pengolahan dengan pangsa terbesar terha-dap perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh kisaran 5,2%-5,6% (yoy), sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,2%-5,6% (yoy). Permintaan ekspor serta konsumsi domestik yang tumbuh mening-kat diperkirakan turut mendorong kinerja sektor pengolahan. Mulai diimplementasikannya poin-poin dalam Paket Kebijakan Pemerintah seperti insentif PPh 21 untuk industri padat karya, kemudahan izin investasi, dan pembukaan
Pusat Logistik Berikat (PLB) diperkirakan dapat mendorong sektor industri pengolahan untuk bekerja lebih efektif dan efisien.
Kinerja Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor juga diperkirakan meningkat pada kisaran 4,3%-4,7% (yoy), sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapangan usaha perdagan-gan diperkirakan tumbuh pada kisaran 3,5%-3,9% (yoy). Berlangsungnya hari raya keagamaan serta libur akhir tahun diharapkan menjadi faktor yang mendorong kinerja sektor perdagangan di triwulan akhir 2016. Hal ini juga didukung oleh indikasi perbaikan pada kinerja penjualan mobil dan sepeda motor nasional yang mulai mengalami rebound pada triwulan I 2016. Selain itu, tingkat inflasi yang terkendali dan lebih rendah dibandingkan rata-rata historisnya diperkirakan mampu mendorong peningkatan daya beli serta permintaan masyarakat. Penurunan suku bunga acuan (BI Rate) selama tiga bulan berturut-turut mulai menunjukkan transmisinya tercermin dari mulai turunnya suku bunga walaupun masih terbatas, yakni suku bunga kredit total, kredit konsumsi, dan kredit kendaraan bermotor yang masing-masing turun sebesar 10 bps. Penurunan suku bunga ini diperkirakan akan berlanjut ke depannya seiring dengan terjaganya risiko-risiko ekonomi sehing-ga dapat mendorong pemanfaatan pembiayaan oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan konsumsi yang memberikan nilai tambah pada sektor perdagangan.
Pertumbuhan lapangan usaha pertanian yang merupakan lapangan usaha dengan share terbesar ketiga di Jawa Barat diperkirakan berada pada kisaran 2,5%-2,9% (yoy), sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapangan usaha pertanian diperkirakan tumbuh pada kisaran 2,3%-2,7% (yoy). Tanaman pangan adalah subkategori usaha dengan porsi sumban-gan PDRB terbesar terhadap lapangan usaha pertanian Jawa Barat. Share sub lapangan usaha tersebut mencapai 46% terhadap lapangan usaha pertanian secara keseluruhan. Hal ini menyebabkan pergeseran masa tanam padi hingga triwulan III 2016 akan menahan pertum-buhan kinerja lapangan usaha pertanian Jawa Barat.
Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh pada kisaran 8,6%-9,0% (yoy), sehing-ga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapan-gan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,3%-7,7% (yoy). Peningkatan kinerja lapangan usaha konstruksi diperkirakan terjadi seiring percepatan penyelesaiian pembangunan infrastruktur pemerintah. Selain itu, kebijakan pelonggaran Loan to Value (LTV) oleh Bank Indonesia pada yang dimulai pada triwulan III 2016 diperkirakan turut mendorong kinerja lapa-ngan usaha konstruksi hingga akhir tahun dalam hal bertambahnya permintaan pembangunan rumah tapak.
Berdasarkan asesmen terhadap faktor-faktor risiko (balance of risk) terhadap realisasi PDRB dari prakiraan baselinenya, maka terlihat bahwa faktor eksternal lebih berisiko dalam menurunk-an LPE Provinsi Jawa Barat dari pertumbuhan baselinenya. Sementara itu, faktor yang men-dorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari baselinenya adalah berasal dari belanja pemerin-tah yang dapat memberikan stimulus lebih besar bagi perekonomian Jawa Barat, terlebih di tengah hadirnya event PON.
145KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Komponen ekspor pada triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 18,1% - 18,5% sehingga keseluruhan tahun 2016 kinerja ekspor diperkirakan tumbuh pada kisaran 14,1% - 14,5% (yoy). Berdasarkan data Pemberitahuan Ekspor Barang, Amerika Serikat masih menjadi negara tujuan utama ekspor Jawa Barat. Pangsa ekspor Jawa Barat ke negara tersebut mencapai sekitar 20%. Walaupun realisasi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada triwulan II 2016 berada di bawah ekspektasi, namun diharapkan kinerja ekonomi Amerika Serikat semakin mem-baik di semester II seiring dengan tingkat konsumsi yang terus membaik secara konsisten serta kondisi ketenagakerjaan yang juga terus mengalami pemulihan. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui kegiatan liaison, mayori-tas pelaku usaha memperkirakan kinerja penjual-an ekspor akan meningkat dibanding tahun 2015. Seiring dengan masih terbatasnya pemulihan ekonomi pada negara-negara maju, beberapa pelaku usaha sektor manufaktur di Jawa Barat berusaha meningkatkan penetrasi pasar ekspornya negara-negara tujuan ekspor baru. Adapun negara tujuan ekspor baru yang mayori-tas dituju adalah negara-negara di kawasan Asia dan Timur Tengah. Selain itu, pelaku usaha juga menerapkan strategi ekstensifikasi produk sebagai upaya dalam meningkatkan kinerja ekspornya. Salah satu dukungan Pemerintah melalui PMK No 176/PMK.04/2013 dan PMK No. 177/PMK.04/2013 tentang KITE / Kemudahan Impor Tujuan Ekspor diakui mampu meringankan biaya bea masuk bagi bahan baku impor perusa-haan. Selain itu, dari sisi transaksi perdagangan antar daerah, adanya prospek perbaikan kinerja ekonomi pada mayoritas kawasan di Indonesia khususnya di Jawa yang menjadi dagang utama Jawa Barat turut mendukung peningkatan kiner-ja ekspor antar daerah. Umumnya permintaan ekspor antar daerah meningkat cukup signifikan pada momentum-momentum hari besar atau libur panjang yang akan terjadi pada akhir tahun. Dengan adanya dukungan infrastruktur yang semakin baik seperti tol antar provinsi, diperkira-kan akan mendorong kegiatan transaksi perda-gangan antar daerah yang semakin lancar dan kondusif.
anggaran juga didorong oleh adanya momentum penyelenggaraan PON ke-19 serta Peparnas ke-15 di Jawa Barat pada akhir triwulan III hingga awal triwulan IV 2016. Sementara itu, penanaman modal tetap bruto (PMTB) atau investasi diperkirakan tumbuh pada kisaran 9,5% - 9,9% (yoy) pada triwulan IV sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja investasi diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,0% - 6,4% (yoy). Meningkatnya perkiraan investasi ini dipengaruhi oleh perkembangan investasi swasta yang mulai membaik khususnya sejak investasi baik bangunan maupun non bangunan mulai meningkat pada triwulan II 2016. Peningkatan optimisme pelaku usaha ini seiring dengan komitmen pemerintah dalam memperce-pat implementasi paket kebijakan ekonomi hingga ke tataran teknis yang dikawal oleh Satgas khusus sebagaimana arahan Presiden. Selain itu, potensi peningkatan likuiditas seiring dengan adanya aliran dana masuk dari tax amnesty diharapkan dapat semakin memperluas kesempatan pembiayaan dalam rangka ekspansi kegiatan dunia usaha. Dari sisi moneter, pelong-garan suku bunga kebijakan yang dibarengi dengan stabilitas makroprudensial yang terjaga juga diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi dunia usaha. Perce-patan penyelesaian proyek-proyek strategis di Jawa Barat juga menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan investasi khususnya yang bersifat bangunan. Salah satu proyek strat-egis yakni jalan Tol Soroja yang mengalami keterlambatan penyelesaian dari jadwal semula, diperkirakan akan dapat diselesaikan pada akhir tahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui kegiatan wawancara liaison, investasi yang dilakukan oleh mayoritas pelaku usaha merupakan investasi yang bersifat non-bangu-nan, yakni berupa pembelian mesin dengan spesifikasi baru atau peremajaan mesin. Mencer-mati kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya kembali ke kondisi normal, realisasi investasi non-ekspansif seperti maintenance dan perema-jaan mesin diperkirakan akan masih mendomina-si kegiatan investasi contact liaison sepanjang tahun 2016.
Meningkatnya kinerja ekspor dan konsumsi rumah tangga diperkirakan juga akan berdampak pada peningkatan laju impor pada triwulan IV 2016 tumbuh pada kisaran 15,8 – 16,2% (yoy) sehingga untuk keseluruhan tahun 2016 impor diperkirakan tumbuh pada kisaran 14,1 - 14,5% (yoy). Hal ini terutama tercermin dari karakteristik industri manufaktur di Jawa Barat yang masih bergantung kepada impor baik khususnya dalam pemenuhan bahan baku (menyumbang pangsa impor terbesar) maupun barang modal. Perkembangan nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan berada dalam tren men-guat juga menjadi salah satu faktor yang merin-gankan beban impor luar negeri. Selain itu, momentum menjelang hari besar keagamaan dan libur akhir tahun juga diperkirakan dapat mendorong peningkatan permintaan terhadap impor barang konsumsi baik dari luar negeri maupun antar daerah. Sebagai salah satu imple-mentasi dari Paket Kebijakan, Pemerintah telah meresmikan sejumlah Pusat Logistik Berikat (PLB) di Jawa Barat yang tersebar di beberapa wilayah basis kawasan industri. Dengan adanya PLB, para importir dapat langsung menyimpan barang maupun bahan baku industri yang diim-por pada gudang PLB di Indonesia tanpa harus menyimpan di gudang di negara lain. Dengan demikian, kepastian stok bahan baku industri menjadi lebih terjaga untuk mendukung kesinambungan dan perkembangan produksi perusahaan-perusahaan industri di dalam negeri. Selain itu, perusahaan importir juga mendapat keuntungan karena kewajiban membayar bea masuk dan pajak baru timbul pada saat barang bahan baku impor terjual sehingga kurs yang digunakan untuk membayar bea masuk dan kurs harga penjualan berada pada level yang sama.
Dari sisi lapangan usaha, lapangan usaha indus-tri pengolahan dengan pangsa terbesar terha-dap perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh kisaran 5,2%-5,6% (yoy), sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,2%-5,6% (yoy). Permintaan ekspor serta konsumsi domestik yang tumbuh mening-kat diperkirakan turut mendorong kinerja sektor pengolahan. Mulai diimplementasikannya poin-poin dalam Paket Kebijakan Pemerintah seperti insentif PPh 21 untuk industri padat karya, kemudahan izin investasi, dan pembukaan
Pusat Logistik Berikat (PLB) diperkirakan dapat mendorong sektor industri pengolahan untuk bekerja lebih efektif dan efisien.
Kinerja Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor juga diperkirakan meningkat pada kisaran 4,3%-4,7% (yoy), sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapangan usaha perdagan-gan diperkirakan tumbuh pada kisaran 3,5%-3,9% (yoy). Berlangsungnya hari raya keagamaan serta libur akhir tahun diharapkan menjadi faktor yang mendorong kinerja sektor perdagangan di triwulan akhir 2016. Hal ini juga didukung oleh indikasi perbaikan pada kinerja penjualan mobil dan sepeda motor nasional yang mulai mengalami rebound pada triwulan I 2016. Selain itu, tingkat inflasi yang terkendali dan lebih rendah dibandingkan rata-rata historisnya diperkirakan mampu mendorong peningkatan daya beli serta permintaan masyarakat. Penurunan suku bunga acuan (BI Rate) selama tiga bulan berturut-turut mulai menunjukkan transmisinya tercermin dari mulai turunnya suku bunga walaupun masih terbatas, yakni suku bunga kredit total, kredit konsumsi, dan kredit kendaraan bermotor yang masing-masing turun sebesar 10 bps. Penurunan suku bunga ini diperkirakan akan berlanjut ke depannya seiring dengan terjaganya risiko-risiko ekonomi sehing-ga dapat mendorong pemanfaatan pembiayaan oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan konsumsi yang memberikan nilai tambah pada sektor perdagangan.
Pertumbuhan lapangan usaha pertanian yang merupakan lapangan usaha dengan share terbesar ketiga di Jawa Barat diperkirakan berada pada kisaran 2,5%-2,9% (yoy), sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapangan usaha pertanian diperkirakan tumbuh pada kisaran 2,3%-2,7% (yoy). Tanaman pangan adalah subkategori usaha dengan porsi sumban-gan PDRB terbesar terhadap lapangan usaha pertanian Jawa Barat. Share sub lapangan usaha tersebut mencapai 46% terhadap lapangan usaha pertanian secara keseluruhan. Hal ini menyebabkan pergeseran masa tanam padi hingga triwulan III 2016 akan menahan pertum-buhan kinerja lapangan usaha pertanian Jawa Barat.
Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh pada kisaran 8,6%-9,0% (yoy), sehing-ga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapan-gan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,3%-7,7% (yoy). Peningkatan kinerja lapangan usaha konstruksi diperkirakan terjadi seiring percepatan penyelesaiian pembangunan infrastruktur pemerintah. Selain itu, kebijakan pelonggaran Loan to Value (LTV) oleh Bank Indonesia pada yang dimulai pada triwulan III 2016 diperkirakan turut mendorong kinerja lapa-ngan usaha konstruksi hingga akhir tahun dalam hal bertambahnya permintaan pembangunan rumah tapak.
Berdasarkan asesmen terhadap faktor-faktor risiko (balance of risk) terhadap realisasi PDRB dari prakiraan baselinenya, maka terlihat bahwa faktor eksternal lebih berisiko dalam menurunk-an LPE Provinsi Jawa Barat dari pertumbuhan baselinenya. Sementara itu, faktor yang men-dorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari baselinenya adalah berasal dari belanja pemerin-tah yang dapat memberikan stimulus lebih besar bagi perekonomian Jawa Barat, terlebih di tengah hadirnya event PON.
146 Prospek Perekonomian
Komponen ekspor pada triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 18,1% - 18,5% sehingga keseluruhan tahun 2016 kinerja ekspor diperkirakan tumbuh pada kisaran 14,1% - 14,5% (yoy). Berdasarkan data Pemberitahuan Ekspor Barang, Amerika Serikat masih menjadi negara tujuan utama ekspor Jawa Barat. Pangsa ekspor Jawa Barat ke negara tersebut mencapai sekitar 20%. Walaupun realisasi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada triwulan II 2016 berada di bawah ekspektasi, namun diharapkan kinerja ekonomi Amerika Serikat semakin mem-baik di semester II seiring dengan tingkat konsumsi yang terus membaik secara konsisten serta kondisi ketenagakerjaan yang juga terus mengalami pemulihan. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui kegiatan liaison, mayori-tas pelaku usaha memperkirakan kinerja penjual-an ekspor akan meningkat dibanding tahun 2015. Seiring dengan masih terbatasnya pemulihan ekonomi pada negara-negara maju, beberapa pelaku usaha sektor manufaktur di Jawa Barat berusaha meningkatkan penetrasi pasar ekspornya negara-negara tujuan ekspor baru. Adapun negara tujuan ekspor baru yang mayori-tas dituju adalah negara-negara di kawasan Asia dan Timur Tengah. Selain itu, pelaku usaha juga menerapkan strategi ekstensifikasi produk sebagai upaya dalam meningkatkan kinerja ekspornya. Salah satu dukungan Pemerintah melalui PMK No 176/PMK.04/2013 dan PMK No. 177/PMK.04/2013 tentang KITE / Kemudahan Impor Tujuan Ekspor diakui mampu meringankan biaya bea masuk bagi bahan baku impor perusa-haan. Selain itu, dari sisi transaksi perdagangan antar daerah, adanya prospek perbaikan kinerja ekonomi pada mayoritas kawasan di Indonesia khususnya di Jawa yang menjadi dagang utama Jawa Barat turut mendukung peningkatan kiner-ja ekspor antar daerah. Umumnya permintaan ekspor antar daerah meningkat cukup signifikan pada momentum-momentum hari besar atau libur panjang yang akan terjadi pada akhir tahun. Dengan adanya dukungan infrastruktur yang semakin baik seperti tol antar provinsi, diperkira-kan akan mendorong kegiatan transaksi perda-gangan antar daerah yang semakin lancar dan kondusif.
anggaran juga didorong oleh adanya momentum penyelenggaraan PON ke-19 serta Peparnas ke-15 di Jawa Barat pada akhir triwulan III hingga awal triwulan IV 2016. Sementara itu, penanaman modal tetap bruto (PMTB) atau investasi diperkirakan tumbuh pada kisaran 9,5% - 9,9% (yoy) pada triwulan IV sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja investasi diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,0% - 6,4% (yoy). Meningkatnya perkiraan investasi ini dipengaruhi oleh perkembangan investasi swasta yang mulai membaik khususnya sejak investasi baik bangunan maupun non bangunan mulai meningkat pada triwulan II 2016. Peningkatan optimisme pelaku usaha ini seiring dengan komitmen pemerintah dalam memperce-pat implementasi paket kebijakan ekonomi hingga ke tataran teknis yang dikawal oleh Satgas khusus sebagaimana arahan Presiden. Selain itu, potensi peningkatan likuiditas seiring dengan adanya aliran dana masuk dari tax amnesty diharapkan dapat semakin memperluas kesempatan pembiayaan dalam rangka ekspansi kegiatan dunia usaha. Dari sisi moneter, pelong-garan suku bunga kebijakan yang dibarengi dengan stabilitas makroprudensial yang terjaga juga diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi dunia usaha. Perce-patan penyelesaian proyek-proyek strategis di Jawa Barat juga menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan investasi khususnya yang bersifat bangunan. Salah satu proyek strat-egis yakni jalan Tol Soroja yang mengalami keterlambatan penyelesaian dari jadwal semula, diperkirakan akan dapat diselesaikan pada akhir tahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui kegiatan wawancara liaison, investasi yang dilakukan oleh mayoritas pelaku usaha merupakan investasi yang bersifat non-bangu-nan, yakni berupa pembelian mesin dengan spesifikasi baru atau peremajaan mesin. Mencer-mati kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya kembali ke kondisi normal, realisasi investasi non-ekspansif seperti maintenance dan perema-jaan mesin diperkirakan akan masih mendomina-si kegiatan investasi contact liaison sepanjang tahun 2016.
lead sebesar 8,6 bulan, diperkirakan pertumbu-han ekonomi Jawa Barat akan terus mengalami akselerasi hingga triwulan ke-3 dan ke-4 tahun 2016.
Sementara itu, berdasarkan model CLI PDRB Jawa Barat telah melalui titik thorugh-nya pada triwulan III 2015 dan mengalami increasing hingga beberapa triwulan ke depan. Dengan avg.
Meningkatnya kinerja ekspor dan konsumsi rumah tangga diperkirakan juga akan berdampak pada peningkatan laju impor pada triwulan IV 2016 tumbuh pada kisaran 15,8 – 16,2% (yoy) sehingga untuk keseluruhan tahun 2016 impor diperkirakan tumbuh pada kisaran 14,1 - 14,5% (yoy). Hal ini terutama tercermin dari karakteristik industri manufaktur di Jawa Barat yang masih bergantung kepada impor baik khususnya dalam pemenuhan bahan baku (menyumbang pangsa impor terbesar) maupun barang modal. Perkembangan nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan berada dalam tren men-guat juga menjadi salah satu faktor yang merin-gankan beban impor luar negeri. Selain itu, momentum menjelang hari besar keagamaan dan libur akhir tahun juga diperkirakan dapat mendorong peningkatan permintaan terhadap impor barang konsumsi baik dari luar negeri maupun antar daerah. Sebagai salah satu imple-mentasi dari Paket Kebijakan, Pemerintah telah meresmikan sejumlah Pusat Logistik Berikat (PLB) di Jawa Barat yang tersebar di beberapa wilayah basis kawasan industri. Dengan adanya PLB, para importir dapat langsung menyimpan barang maupun bahan baku industri yang diim-por pada gudang PLB di Indonesia tanpa harus menyimpan di gudang di negara lain. Dengan demikian, kepastian stok bahan baku industri menjadi lebih terjaga untuk mendukung kesinambungan dan perkembangan produksi perusahaan-perusahaan industri di dalam negeri. Selain itu, perusahaan importir juga mendapat keuntungan karena kewajiban membayar bea masuk dan pajak baru timbul pada saat barang bahan baku impor terjual sehingga kurs yang digunakan untuk membayar bea masuk dan kurs harga penjualan berada pada level yang sama.
Dari sisi lapangan usaha, lapangan usaha indus-tri pengolahan dengan pangsa terbesar terha-dap perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh kisaran 5,2%-5,6% (yoy), sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,2%-5,6% (yoy). Permintaan ekspor serta konsumsi domestik yang tumbuh mening-kat diperkirakan turut mendorong kinerja sektor pengolahan. Mulai diimplementasikannya poin-poin dalam Paket Kebijakan Pemerintah seperti insentif PPh 21 untuk industri padat karya, kemudahan izin investasi, dan pembukaan
Pusat Logistik Berikat (PLB) diperkirakan dapat mendorong sektor industri pengolahan untuk bekerja lebih efektif dan efisien.
Kinerja Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor juga diperkirakan meningkat pada kisaran 4,3%-4,7% (yoy), sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapangan usaha perdagan-gan diperkirakan tumbuh pada kisaran 3,5%-3,9% (yoy). Berlangsungnya hari raya keagamaan serta libur akhir tahun diharapkan menjadi faktor yang mendorong kinerja sektor perdagangan di triwulan akhir 2016. Hal ini juga didukung oleh indikasi perbaikan pada kinerja penjualan mobil dan sepeda motor nasional yang mulai mengalami rebound pada triwulan I 2016. Selain itu, tingkat inflasi yang terkendali dan lebih rendah dibandingkan rata-rata historisnya diperkirakan mampu mendorong peningkatan daya beli serta permintaan masyarakat. Penurunan suku bunga acuan (BI Rate) selama tiga bulan berturut-turut mulai menunjukkan transmisinya tercermin dari mulai turunnya suku bunga walaupun masih terbatas, yakni suku bunga kredit total, kredit konsumsi, dan kredit kendaraan bermotor yang masing-masing turun sebesar 10 bps. Penurunan suku bunga ini diperkirakan akan berlanjut ke depannya seiring dengan terjaganya risiko-risiko ekonomi sehing-ga dapat mendorong pemanfaatan pembiayaan oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan konsumsi yang memberikan nilai tambah pada sektor perdagangan.
Pertumbuhan lapangan usaha pertanian yang merupakan lapangan usaha dengan share terbesar ketiga di Jawa Barat diperkirakan berada pada kisaran 2,5%-2,9% (yoy), sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapangan usaha pertanian diperkirakan tumbuh pada kisaran 2,3%-2,7% (yoy). Tanaman pangan adalah subkategori usaha dengan porsi sumban-gan PDRB terbesar terhadap lapangan usaha pertanian Jawa Barat. Share sub lapangan usaha tersebut mencapai 46% terhadap lapangan usaha pertanian secara keseluruhan. Hal ini menyebabkan pergeseran masa tanam padi hingga triwulan III 2016 akan menahan pertum-buhan kinerja lapangan usaha pertanian Jawa Barat.
Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh pada kisaran 8,6%-9,0% (yoy), sehing-ga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapan-gan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,3%-7,7% (yoy). Peningkatan kinerja lapangan usaha konstruksi diperkirakan terjadi seiring percepatan penyelesaiian pembangunan infrastruktur pemerintah. Selain itu, kebijakan pelonggaran Loan to Value (LTV) oleh Bank Indonesia pada yang dimulai pada triwulan III 2016 diperkirakan turut mendorong kinerja lapa-ngan usaha konstruksi hingga akhir tahun dalam hal bertambahnya permintaan pembangunan rumah tapak.
Berdasarkan asesmen terhadap faktor-faktor risiko (balance of risk) terhadap realisasi PDRB dari prakiraan baselinenya, maka terlihat bahwa faktor eksternal lebih berisiko dalam menurunk-an LPE Provinsi Jawa Barat dari pertumbuhan baselinenya. Sementara itu, faktor yang men-dorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari baselinenya adalah berasal dari belanja pemerin-tah yang dapat memberikan stimulus lebih besar bagi perekonomian Jawa Barat, terlebih di tengah hadirnya event PON.
Grafik 7.3. Balance of Risk PDRB Provinsi Jawa Barat 2016
Grafik 7.4. Balance of Risk PDRB Provinsi Jawa Barat 2016
147KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Komponen ekspor pada triwulan IV 2016 diperkirakan tumbuh pada kisaran 18,1% - 18,5% sehingga keseluruhan tahun 2016 kinerja ekspor diperkirakan tumbuh pada kisaran 14,1% - 14,5% (yoy). Berdasarkan data Pemberitahuan Ekspor Barang, Amerika Serikat masih menjadi negara tujuan utama ekspor Jawa Barat. Pangsa ekspor Jawa Barat ke negara tersebut mencapai sekitar 20%. Walaupun realisasi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada triwulan II 2016 berada di bawah ekspektasi, namun diharapkan kinerja ekonomi Amerika Serikat semakin mem-baik di semester II seiring dengan tingkat konsumsi yang terus membaik secara konsisten serta kondisi ketenagakerjaan yang juga terus mengalami pemulihan. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui kegiatan liaison, mayori-tas pelaku usaha memperkirakan kinerja penjual-an ekspor akan meningkat dibanding tahun 2015. Seiring dengan masih terbatasnya pemulihan ekonomi pada negara-negara maju, beberapa pelaku usaha sektor manufaktur di Jawa Barat berusaha meningkatkan penetrasi pasar ekspornya negara-negara tujuan ekspor baru. Adapun negara tujuan ekspor baru yang mayori-tas dituju adalah negara-negara di kawasan Asia dan Timur Tengah. Selain itu, pelaku usaha juga menerapkan strategi ekstensifikasi produk sebagai upaya dalam meningkatkan kinerja ekspornya. Salah satu dukungan Pemerintah melalui PMK No 176/PMK.04/2013 dan PMK No. 177/PMK.04/2013 tentang KITE / Kemudahan Impor Tujuan Ekspor diakui mampu meringankan biaya bea masuk bagi bahan baku impor perusa-haan. Selain itu, dari sisi transaksi perdagangan antar daerah, adanya prospek perbaikan kinerja ekonomi pada mayoritas kawasan di Indonesia khususnya di Jawa yang menjadi dagang utama Jawa Barat turut mendukung peningkatan kiner-ja ekspor antar daerah. Umumnya permintaan ekspor antar daerah meningkat cukup signifikan pada momentum-momentum hari besar atau libur panjang yang akan terjadi pada akhir tahun. Dengan adanya dukungan infrastruktur yang semakin baik seperti tol antar provinsi, diperkira-kan akan mendorong kegiatan transaksi perda-gangan antar daerah yang semakin lancar dan kondusif.
anggaran juga didorong oleh adanya momentum penyelenggaraan PON ke-19 serta Peparnas ke-15 di Jawa Barat pada akhir triwulan III hingga awal triwulan IV 2016. Sementara itu, penanaman modal tetap bruto (PMTB) atau investasi diperkirakan tumbuh pada kisaran 9,5% - 9,9% (yoy) pada triwulan IV sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja investasi diperkirakan tumbuh pada kisaran 6,0% - 6,4% (yoy). Meningkatnya perkiraan investasi ini dipengaruhi oleh perkembangan investasi swasta yang mulai membaik khususnya sejak investasi baik bangunan maupun non bangunan mulai meningkat pada triwulan II 2016. Peningkatan optimisme pelaku usaha ini seiring dengan komitmen pemerintah dalam memperce-pat implementasi paket kebijakan ekonomi hingga ke tataran teknis yang dikawal oleh Satgas khusus sebagaimana arahan Presiden. Selain itu, potensi peningkatan likuiditas seiring dengan adanya aliran dana masuk dari tax amnesty diharapkan dapat semakin memperluas kesempatan pembiayaan dalam rangka ekspansi kegiatan dunia usaha. Dari sisi moneter, pelong-garan suku bunga kebijakan yang dibarengi dengan stabilitas makroprudensial yang terjaga juga diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi dunia usaha. Perce-patan penyelesaian proyek-proyek strategis di Jawa Barat juga menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan investasi khususnya yang bersifat bangunan. Salah satu proyek strat-egis yakni jalan Tol Soroja yang mengalami keterlambatan penyelesaian dari jadwal semula, diperkirakan akan dapat diselesaikan pada akhir tahun. Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui kegiatan wawancara liaison, investasi yang dilakukan oleh mayoritas pelaku usaha merupakan investasi yang bersifat non-bangu-nan, yakni berupa pembelian mesin dengan spesifikasi baru atau peremajaan mesin. Mencer-mati kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya kembali ke kondisi normal, realisasi investasi non-ekspansif seperti maintenance dan perema-jaan mesin diperkirakan akan masih mendomina-si kegiatan investasi contact liaison sepanjang tahun 2016.
Meningkatnya kinerja ekspor dan konsumsi rumah tangga diperkirakan juga akan berdampak pada peningkatan laju impor pada triwulan IV 2016 tumbuh pada kisaran 15,8 – 16,2% (yoy) sehingga untuk keseluruhan tahun 2016 impor diperkirakan tumbuh pada kisaran 14,1 - 14,5% (yoy). Hal ini terutama tercermin dari karakteristik industri manufaktur di Jawa Barat yang masih bergantung kepada impor baik khususnya dalam pemenuhan bahan baku (menyumbang pangsa impor terbesar) maupun barang modal. Perkembangan nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan berada dalam tren men-guat juga menjadi salah satu faktor yang merin-gankan beban impor luar negeri. Selain itu, momentum menjelang hari besar keagamaan dan libur akhir tahun juga diperkirakan dapat mendorong peningkatan permintaan terhadap impor barang konsumsi baik dari luar negeri maupun antar daerah. Sebagai salah satu imple-mentasi dari Paket Kebijakan, Pemerintah telah meresmikan sejumlah Pusat Logistik Berikat (PLB) di Jawa Barat yang tersebar di beberapa wilayah basis kawasan industri. Dengan adanya PLB, para importir dapat langsung menyimpan barang maupun bahan baku industri yang diim-por pada gudang PLB di Indonesia tanpa harus menyimpan di gudang di negara lain. Dengan demikian, kepastian stok bahan baku industri menjadi lebih terjaga untuk mendukung kesinambungan dan perkembangan produksi perusahaan-perusahaan industri di dalam negeri. Selain itu, perusahaan importir juga mendapat keuntungan karena kewajiban membayar bea masuk dan pajak baru timbul pada saat barang bahan baku impor terjual sehingga kurs yang digunakan untuk membayar bea masuk dan kurs harga penjualan berada pada level yang sama.
Dari sisi lapangan usaha, lapangan usaha indus-tri pengolahan dengan pangsa terbesar terha-dap perekonomian Jawa Barat diperkirakan tumbuh kisaran 5,2%-5,6% (yoy), sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapangan usaha industri pengolahan diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,2%-5,6% (yoy). Permintaan ekspor serta konsumsi domestik yang tumbuh mening-kat diperkirakan turut mendorong kinerja sektor pengolahan. Mulai diimplementasikannya poin-poin dalam Paket Kebijakan Pemerintah seperti insentif PPh 21 untuk industri padat karya, kemudahan izin investasi, dan pembukaan
Pusat Logistik Berikat (PLB) diperkirakan dapat mendorong sektor industri pengolahan untuk bekerja lebih efektif dan efisien.
Kinerja Lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor juga diperkirakan meningkat pada kisaran 4,3%-4,7% (yoy), sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapangan usaha perdagan-gan diperkirakan tumbuh pada kisaran 3,5%-3,9% (yoy). Berlangsungnya hari raya keagamaan serta libur akhir tahun diharapkan menjadi faktor yang mendorong kinerja sektor perdagangan di triwulan akhir 2016. Hal ini juga didukung oleh indikasi perbaikan pada kinerja penjualan mobil dan sepeda motor nasional yang mulai mengalami rebound pada triwulan I 2016. Selain itu, tingkat inflasi yang terkendali dan lebih rendah dibandingkan rata-rata historisnya diperkirakan mampu mendorong peningkatan daya beli serta permintaan masyarakat. Penurunan suku bunga acuan (BI Rate) selama tiga bulan berturut-turut mulai menunjukkan transmisinya tercermin dari mulai turunnya suku bunga walaupun masih terbatas, yakni suku bunga kredit total, kredit konsumsi, dan kredit kendaraan bermotor yang masing-masing turun sebesar 10 bps. Penurunan suku bunga ini diperkirakan akan berlanjut ke depannya seiring dengan terjaganya risiko-risiko ekonomi sehing-ga dapat mendorong pemanfaatan pembiayaan oleh masyarakat untuk melakukan kegiatan konsumsi yang memberikan nilai tambah pada sektor perdagangan.
Pertumbuhan lapangan usaha pertanian yang merupakan lapangan usaha dengan share terbesar ketiga di Jawa Barat diperkirakan berada pada kisaran 2,5%-2,9% (yoy), sehingga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapangan usaha pertanian diperkirakan tumbuh pada kisaran 2,3%-2,7% (yoy). Tanaman pangan adalah subkategori usaha dengan porsi sumban-gan PDRB terbesar terhadap lapangan usaha pertanian Jawa Barat. Share sub lapangan usaha tersebut mencapai 46% terhadap lapangan usaha pertanian secara keseluruhan. Hal ini menyebabkan pergeseran masa tanam padi hingga triwulan III 2016 akan menahan pertum-buhan kinerja lapangan usaha pertanian Jawa Barat.
Lapangan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh pada kisaran 8,6%-9,0% (yoy), sehing-ga pada keseluruhan tahun 2016 kinerja lapan-gan usaha konstruksi diperkirakan tumbuh pada kisaran 7,3%-7,7% (yoy). Peningkatan kinerja lapangan usaha konstruksi diperkirakan terjadi seiring percepatan penyelesaiian pembangunan infrastruktur pemerintah. Selain itu, kebijakan pelonggaran Loan to Value (LTV) oleh Bank Indonesia pada yang dimulai pada triwulan III 2016 diperkirakan turut mendorong kinerja lapa-ngan usaha konstruksi hingga akhir tahun dalam hal bertambahnya permintaan pembangunan rumah tapak.
7.2. PRAKIRAAN INFLASIBerdasarkan asesmen terhadap faktor-faktor risiko (balance of risk) terhadap realisasi PDRB dari prakiraan baselinenya, maka terlihat bahwa faktor eksternal lebih berisiko dalam menurunk-an LPE Provinsi Jawa Barat dari pertumbuhan baselinenya. Sementara itu, faktor yang men-dorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari baselinenya adalah berasal dari belanja pemerin-tah yang dapat memberikan stimulus lebih besar bagi perekonomian Jawa Barat, terlebih di tengah hadirnya event PON.
Tekanan inflasi Jawa Barat pada triwulan IV 2016 diperkirakan menurun dibandingkan triwulan III 2016 dan berada pada kisaran 3,03% - 3,43% (yoy). Dengan demikian realisasi inflasi pada tahun 2016 berada dalam sasaran target inflasi 4% ± 1%. Secara umum, perkembangan inflasi Jawa Barat menunjukkan tren penurunan sejak tahun 2013. Pada akhir tahun 2015 inflasi Jawa Barat berada pada level 2,73% (yoy) dan merupakan inflasi tahunan terendah sejak tahun 2016. Pada kelompok volatile food, penurunan tekanan inflasi terjadi seiring dengan puncak musim panen padi yang diperkirakan bergeser dari triwulan III ke awal triwulan IV 2016. Dengan mempertimbangkan bobot komoditas beras yang besar terhadap kelompok volatile food, hal ini berpotensi meredam tekanan harga pada kelompok ini. Selain itu, dalam rangka mengha-dapi lonjakan permintaan menjelang hari besar keagamaan di akhir tahun, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga telah menyiapkan sejumlah anggaran untuk pengendalian melalui operasi pasar. Khususnya pada komoditas daging ayam, mulai stabilnya jumlah DOC serta upaya pemer-intah mengendalian harga pakan jagung melalui andil impor oleh pemerintah serta operasi pasar diharapkan dapat menjaga harga komoditas ini dari lonjakan menjelang hari besar keagamaan di akhir tahun. Namun demikian perlu diwaspadai gejolak dari kelompok hortikultura seiring dengan curah hujan yang diperkirakan relatif tinggi hingga akhir tahun sejalan dengan adanya La Nina. Selain itu, dengan semakin meningkatn-ya konektivitas serta akses infrastruktur antar provinsi, diperkirakan kegiatan distribusi produk-si pangan ke luar Jawa Barat akan semakin meningkat sehingga hal ini perlu untuk terus dijaga melalui koordinasi antar instansi terkait.Dari kelompok administered prices, perkemban-gan harga minyak dunia yang masih volatile namun mulai bergerak dalam tren meningkat berpotensi untuk mendorong kenaikan harga BBM pada jadwal penyesuaian tarif berikutnya (awal triwulan IV 2016). Harga minyak dunia mulai bergerak meningkat (walaupun belum solid) sejak pertengahan triwulan II, namun pemerintah memutuskan untuk tetap memper-tahankan harga BBM pada awal triwulan III yang
jatuh bersamaan dengan momentum Lebaran. Selain itu, penyesuaian tarif listrik yang dilakukan oleh PLN setiap bulannya juga mulai meningkat pada triwulan II dan berpotensi meningkat men-gacu kepada perkembangan harga minyak dunia. Kenaikan harga rokok dalam merespon kenaikan cukai rokok tahun 2016 diperkirakan akan terus berlangsung secara bertahap hingga akhir tahun. Terkait hal ini, adanya wacana pemerintah untuk menaikkan harga rokok hingga 100% menjadi salah satu faktor yang akan terus diwaspadai dampaknya terhadap perkembangan inflasi, mengingat bobotnya yang juga cukup besar terhadap konsumsi Jawa Barat. Dari kelompok core, tekanan terpantau stabil namun bergerak dalam tren menurun khususnya sejak awal tahun. Perkembangan nilai tukar rupiah yang mengalami penguatan secara konsisten sejak awal tahun menjadi faktor penah-an tekanan inflasi pada kelompok core khususn-ya kelompok core traded seiring dengan penurunan tekanan imported inflation. Kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih secara solid berdampak kepada permintaan masyarakat yang masih relatif tertahan khususnya untuk kelompok properti jasa. Di sisi lain, terjaganya ekspektasi inflasi di tengah kondisi ekonomi makro dan keuangan yang terjaga turut berper-an dalam menjaga tingkat inflasi inti yang stabil. Berdasarkan hasil Survei Konsumen, Indeks Ekspertasi Harga, potensi kenaikan harga akan meningkat pada triwulan III 2016 dan kembali menurun pada triwulan IV 2016. Tekanan kenaikan harga menurun cukup signifikan pada Oktober 2016 seiring dengan berlangsungnya panen raya padi. Baik IEH 3 bulan maupun IEH 6 bulan memperkirakan tekanan harga kemudian akan kembali meningkat pada bulan November. Selanjutnya, IEH 6 bulan memperkirakan tekana harga akan menurun cukup signifikan pada akhir tahun (Desember) seiring dengan terjaganya pasokan pangan. Berdasarkan kelompok barang-nya, penurunan tekanan harga terutama terjadi pada kelompok Sandang dan kelompok Bahan Makanan.
perlu diwaspadai. Namun demikian, pada akhir tahun inflasi Jawa Barat diperkirakan dapat berada dalam rentang sasaran inflasi nasional.
Untuk keseluruhan tahun, potensi peningkatan harga minyak dunia yang mulai terlihat sejak akhir triwulan I 2016 menjadi risiko yang juga
min dari fanchart inflasi yang cenderung bias ke atas dari kisaran proyeksinya.
Prakiraan inflasi dibandingkan baselinenya dipra-kirakan akan lebih rendah sebagaimana tercer-
Grafik 7.5. Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 3 Bulan Mendatang
Tabel 7.1. Upward dan Downward Risk Inflasi Jawa Barat Triwulan IV 2016
Grafik 7.7. Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 6 Bulan Mendatang
Grafik 7.6. Indeks Ekspektasi Harga (IEH) 6 Bulan Mendatang
Meningkatnya permintaan menjelang hari Besar Keagamaan dan libur akhir tahunPotensi peningkatan harga BBM pada awal triwulan IV 2016 mengacu kepada peningkatan harga minyak dunia yang berlangsung secara bertahap sejak triwulan IIPotensi peningkatan Tarif Tenaga Listrik (TTL) mengacu kepada perkembangan harga minyak duniaMeningkatnya likuiditas domestik seiring dengan aliran dana masuk pasca tax amnesty yang berpotensi meningkatkan permintaan masyarakat
Pergeseran musim panen raya padi dari akhir triwulan III ke awal triwulan IV 2016Berlanjutnya tren penguatan nilai tukar rupiah yang mengurangi tekanan imported inflationTerjaganya eksprektasi masyarakatUpaya pengendalian inflasi baik melalui operasi pasar pemerintah provinsi maupun program FKPI dan TPID se-Jawa Barat
Upward Risk Downward Risk
148 Prospek Perekonomian
Lampiran
KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONALPROVINSI JAWA BARAT
AGUSTUS 2016
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya diatur
oleh pemerintah.
Sumbangan perkembangan harga suatu komoditas/kelompok barang/kota terhadap
tingkat inflasi secara keseluruhan.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Rencana keuangan tahunan pemerintah daerah
yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan
dengan peraturan daerah.
Besaran yang menunjukkan pengaruh suatu komoditas terhadap tingkat inflasi secara
keseluruhan, yang diperhitungkan dengan melihat tingkat konsumsi masyarakat terhadap
komoditas tersebut.
Sumber pendapatan daerah yang berasal dari APBN untuk mendukung pelaksanaan
kewenangan pemerintah daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi daerah.
Faktor fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang dapat dipengaruhi oleh kebijakan
moneter, yakni interaksi permintaan-penawaran atau output gap, eksternal, serta
ekspektasi inflasi masyarakat
Faktor non fundamental adalah faktor pendorong inflasi yang berada di luar kewenangan
otoritas moneter, yakni produksi maupun distribusi bahan pangan (volatile foods), serta
harga barang/jasa yang ditentukan oleh pemerintah (administered price)
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu inflasi yang berasal dari pengaruh perkembangan harga
di luar negeri (eksternal)
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap
ekspektasi kondisi ekonomi 6 bulan mendatang, dengan skala 1–100.
Sebuah indeks yang merupakan ukuran perubahan rata-rata harga barang dan jasa yang
dikonsumsi masyarakat pada suatu periode tertentu. Sejak Januari 2014 menggunakan
Tahun Dasar 2012 = 100.
Salah satu pembentuk IKK. Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap
kondisi ekonomi saat ini, dengan skala 1–100.
Indeks yang menunjukkan level keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini dan
ekspektasi kondisi ekonomi enam bulan mendatang. Indeks ini memiliki skala 1–100.
Kegiatan meningkatkan nilai tambah suatu kegiatan produksi melalui peningkatan modal.
Inflasi inti adalah inflasi yang dipengaruhi oleh faktor fundamental
Kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang bersifat kualitatif dan kuantitatif
yang dilakukan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku ekonomi
mengenai perkembangan dan arah kegiatan ekonomi dengan cara yang sistematis dan
didokumentasikan dalam bentuk laporan
Minyak dan gas. Merupakan kelompok lapangan usaha industri yang mencakup industri
minyak dan gas.
Month to month. Perbandingan antara data satu bulan dengan bulan sebelumnya.
Nilai penjualan bruto yang diperoleh dari satu kali proses produksi.
Produk Domestik Regional Bruto. Pendapatan suatu daerah yang mencerminkan hasil
kegiatan ekonomi yang ada di suatu wilayah tertentu dengan menetapkan tahun 2010
sebagai Tahun Dasar.
Pendapatan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi suatu daerah seperti hasil pajak daerah,
retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah.
Persepsi risiko yang dimiliki oleh investor terhadap kondisi perekonomian sebuah negara
Quarter to quarter. Perbandingan antara data satu triwulan dengan triwulan sebelumnya.
Selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat”
dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun”
danmengabaikan jawaban “sama”.
Saldo Bersih Tertimbang. Nilai yang diperoleh dari hasil perkalian saldo bersih lapangan
usaha/subkategori usaha yang bersangkutan dengan bobot lapangan usaha/subkategori
usaha yang bersangkutan sebagai penimbangnya.
Lapangan usaha ekonomi yang mempunyai nilai tambah besar sehingga mempunyai
149KAJIAN EKONOMI & KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI JAWA BARATAGUSTUS 2016
Administered price
Andil inflasi
APBD
Bobot inflasi
Dana Perimbangan
Faktor Fundamental
Faktor Non Fundamental
Imported inflation
Indeks Ekspektasi
Konsumen
Indeks Harga Konsumen
(IHK)
Indeks Kondisi Ekonomi
Indeks Keyakinan
Konsumen (IKK)
Investasi
Inflasi inti
Liaison
Migas
Mtm
Omzet
PDRB
Pendapatan Asli Daerah
(PAD)
Perceived risk
Qtq
Saldo Bersih
SBT
Lapangan usaha ekonomi
dominan
Daftar Istilah
150 Lampiran
Volatile food
West Texas Intermediate
Yoy
pengaruh dominan pada pembentukan PDRB secara keseluruhan.
Salah satu disagregasi inflasi, yaitu untuk komoditas yang perkembangan harganya sangat
bergejolak karena faktor-faktor tertentu.
Jenis minyak bumi yang menjadi acuan untuk transaksi perdagangan minyak dunia.
Year on year. Perbandingan antara data satu tahun dengan tahun sebelumnya.
151 Tim Penyusun
TIM PENYUSUN
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA BARAT
Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Daerah
Jl. Braga No. 108 Bandung, 40111
No. Telp. (022) 4230223 ext. 8290 No. Fax.(022) 4214326
Email : [email protected]
Softcopy dapat diunduh di
http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Ekonomi_Regional/KER/Jabar/
Penanggung JawabRosmaya Hadi K, Soekowardojo
Koordinator Penyusun Azka Subhan
EditorWahyu Ari Wibowo
Tim PenulisRahma Dewi P, Nur Annisa H
KontributorTim Data Statistik Ekonomi dan Keuangan DaerahDivisi Sistem Pembayaran, Komunikasi dan Layanan Publik
Produksi dan DistribusiDevy Anggraeni Mulyani
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI JAWA BARAT
Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan Daerah
Jl. Braga No. 108 Bandung, 40111
No. Telp. (022) 4230223 ext. 8290 No. Fax.(022) 4214326
Email : [email protected]
Top Related