Download - JURNAL SBB2

Transcript

5/12/2018 JURNAL SBB2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-sbb2 1/15

 

JURNAL

STRUKTUR BETON BERTULANG II

PERMASALAHAN DETAILING PADA BANGUNAN

BETON BERTULANG SEDERHANA TAHAN GEMPA

Iswandi Imran dan Dradjat Hoedajanto 

Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung

Li Bing dan Kimreth Meas 

LIEN Institute for Environment, Nanyang Technological University, Singapore 

Disusun oleh :

Riza Yudha Arifandi

(5085111017)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA

2011

5/12/2018 JURNAL SBB2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-sbb2 2/15

 

 

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang berada di daerah pertemuan tiga pelat/lempeng

tektonik bumi, yaitu lempeng Samudra Hindia (Indo Australia), Eurasia dan Pasifik.

Oleh karena itu, daerah-daerah di Indonesia pada umumnya rawan terhadap gempa

(BSN, 2002). Dalam beberapa kejadian gempa di Indonesia beberapa tahun belakangan

ini, bangunan sederhana seperti rumah atau bangunan bertingkat rendah lainnya yang

terbuat dari struktur beton bertulang, banyak yang mengalami kerusakan. Kerusakan-

kerusakan tersebut pada umumnya disebabkan oleh faktor desain dan pelaksanaan yang

memang kurang memadai. Berdasarkan pengamatan di lapangan, banyak dijumpai

detailing penulangan yang ternyata kurang memenuhi persyaratan minimum untuk 

 bangunan tahan gempa (Imran et al. 2005 dan 2006).

Pada bangunan rumah atau bangunan bertingkat rendah lainnya, kondisi ini dapat dilihat

 pada ketiga hal berikut. Pertama, ukuran kolom (atau balok) pada bangunan rendah pada

umumnya kecil, sehingga tidak dapat memobilisasi secara maksimum tegangan lekatan

yang memadai untuk menahan gaya tarik/tekan baja tulangan lentur elemen balok (atau

kolom) yang diangkur di situ. Akibatnya, tulangan lentur balok (atau kolom) akan

mengalami slip yang signifikan dan tidak akan dapat mencapai kapasitas tarik/tekan

maksimumnya. Kedua, jenis baja tulangan yang digunakan pada bangunan rumah atau

  bangunan bertingkat rendah lainnya umumnya berupa baja tulangan polos. Ketiga,

 bentuk pengangkuran tulangan lentur balok (atau kolom) yang pada umumnya di tanam

didalam kolom bawah (atau balok), dengan panjang penanaman 40xD. Sebagai ilustrasi,

untuk bangunan rumah, ukuran kolom yang sering digunakan adalah 100 mm x 100 mm

atau 150 mm x 150 mm. Bila elemen balok ditulangi dengan tulangan D10, maka

ukuran join balok-kolom yang dasarnya sama dengan ukuran kolom tersebut tidak akan

5/12/2018 JURNAL SBB2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-sbb2 3/15

 

memadai untuk mentransfer tegangan lekatan ke daerah join. Hal ini disebabkan karena

  berdasarkan SNI 03-2847-02, untuk mendapatkan mekanisme transfer geser yang

memadai, panjang penanaman tulangan balok didaerah join haruslah minimum sebesar 

20xD (dimana D adalah diameter tulangan lentur balok yang ditanam). Dalam hal ini

(bila D= 10 mm), ukuran join yang dianggap memadai haruslah minimum 200 mm.

Selain ukuran geometri join yang tidak memadai, penggunaan baja tulangan polos

sebagai tulangan utama balok dan kolom juga dapat mengarah pada kegagalan bond slip

di daerah join pada level beban lateral yang rendah.

Makalah ini menyajikan hasil kajian analitis dan eksperimental terhadap bentuk-bentuk 

detailing yang umum dijumpai pada bangunan beton bertulang sederhana. Pada kajian

eksperimental, dilakukan pengujian 4 buah benda uji join balok kolom eksterior skala

 penuh. Parameter uji yang dipilih adalah jenis baja tulangan balok (yaitu polos atau ulir)

dan bentuk penanaman tulangan lentur balok (kedalam stub beam atau kedalam kolom

 bawah).

5/12/2018 JURNAL SBB2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-sbb2 4/15

 

2 KETENTUAN DETAILING DAERAH JOIN BERDASARKAN GUIDELINE  

DPU (CO NFINED MAS O NRY ) DAN SNI 03-2847-02 (SISTEM PORTAL) 

Gambar 1 berikut ini memperlihatkan bentuk tipikal detailing balok-kolom berdasarkan

Guideline DPU untuk bangunan beton bertulang sederhana dimana portal beton

 berfungsi sebagai elemen pengaku dinding (confined masonry). Ada beberapa catatan

yang perlu disampaikan terkait dengan detailing tersebut bilamana sistem portal

 bangunan dianggap berdiri sendiri sebagai sistem struktur penahan beban gempa (dan

 bukan sebagai bagian dari sistem confined masonry), yaitu:

1. Penggunaan tulangan polos untuk tulangan utama balok dan kolom.

Penggunaan tulangan polos sebagai baja tulangan elemen struktur dapat memberi

dampak yang negatif terhadap kinerja plastifikasi yang dihasilkan. Berdasarkan

literature, kuat lekatan tulangan polos yang pada dasarnya hanya terdiri atas mekanisme

adhesi dan friksi hanyalah ±10 % kuat lekatan tulangan ulir. Selain itu, degradasi

lekatan akibat beban bolak balik disaat terjadi gempa pada tulangan polos sangatlah

drastik dibandingkan dengan degradasi lekatan pada tulangan ulir. SNI Beton yang

 berlaku saat ini (yaitu SNI 03-2847-2002 (Purwono et al., 2007)) hanya mengijinkan

  penggunaan baja tulangan polos pada tulangan spiral. Sedangkan untuk penulangan

lainnya, disyaratkan untuk menggunakan baja tulangan ulir.

2. Ukuran join yang tidak memadai untuk pengangkuran tulangan balok atau kolom.

Karena ukuran kolom pada bangunan sederhana umumnya diambil maksimum 150mm

x 150mm dan balok 100mm x 150mm, maka ukuran join yang dihasilkan tidak akan

memadai untuk mengakomodasi pengangkuran tulangan lentur balok (atau kolom) di

daerah join. Berdasarkan SNI 03-2847-02, ukuran join pada sambungan balok-kolom

interior haruslah minimum 20xD (D adalah diameter tulangan lentur balok yang

5/12/2018 JURNAL SBB2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-sbb2 5/15

 

ditanam). Sedangkan untuk sambungan balok kolom eksterior, ukuran join tersebut

dapat dikurangi hingga 15xD + C (dimana C adalah tebal selimut beton) bila daerah join

eksterior tersebut dikekang secara memadai oleh tulangan lateral (ACI-ASCE 352, 2002

dan ACI 318, 2008). Bilamana ukuran geometri join tidak memadai, maka ada beberapa

cara yang dapat ditempuh, yaitu:

- Memperbesar ukuran geometri join dengan memberi haunch (perbesaran) diujung-

ujung balok yang merangka ke join balok-kolom. Dengan cara ini, penampang kritis

  balok (atau kolom) bergeser dari muka kolom (atau muka balok) ke pangkal daerah

haunch.

- Memberi balok tambahan (  stub beam) sebagai perpanjangan daerah join. Cara ini

hanya dapat dilakukan pada join balok kolom eksterior. Dengan metoda ini, tulangan

lentur balok dapat diangkur pada daerah stub beam.

- Memberi kolom tambahan sebagai perpanjangan daerah join knee (join antara kolom

dengan balok ring atap). Dengan cara ini, tulangan lentur kolom dapat diangkur pada

daerah kolom tambahan.Cara yang pertama diindikasikan oleh Priestley (1997) sebagai cara yang terbaik.

Menurut Priestley, perilaku join eksterior yang tulangan baloknya ditanam didaerah inti

  join pada dasarnya lebih baik daripada perilaku join yang tulangan baloknya ditanam

diluar daerah inti join.

3. Pengangkuran tulangan lentur balok (atau kolom) ke dalam kolom (atau balok).

cara ini direkomendasikan pada  guideline DPU untuk mengatasi masalah ukuran

geometri join yang tidak memadai untuk pengangkuran tulangan lentur balok ataupun

kolom. Berdasarkan  guideline DPU tersebut, tulangan lentur balok harus ditekuk,

dengan bagian tekukan ditanam sedalam 40xD kedalam kolom bawah (D adalah

5/12/2018 JURNAL SBB2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-sbb2 6/15

 

diameter tulangan lentur balok). Hal yang sama berlaku untuk penanaman tulangan

kolom. Metoda ini pada dasarnya tidak direkomendasikan dalam aturan SNI 03-2847-

02. Hal ini disebabkan karena arah gaya aksi pada baja tulangan sebagian besar ditahan

oleh gaya yang tidak searah yang dihasilkan oleh bagian tekukan tulangan. Berdasarkan

SNI 03-2847-02, transfer geser pada tulangan berkait diutamakan sebagian besar terjadi

 pada bagian lurus tulangan sebelum ditekuk, dengan panjang bagian lurus yang tidak 

 boleh kurang daripada 20xD atau ldh = 100 D/¥ fc¶ . Dengan metoda SNI ini, arah gaya

aksi dan sebagian besar gaya penahan pada dasarnya tetap segaris. Hanya sebagian dari

gaya aksi yang ditahan oleh strut tekan yang terbentuk pada sudut tekuk tulangan.

4. Spasi tulangan lateral (sengkang) didaerah sendi plastis. Berdasarkan guideline DPU,

spasi maksimum tulangan lateral pada elemen balok atau kolom masing-masing dibatasi

sebesar 1 kali dimensi tinggi penampang balok atau 1 kali dimensi terkecil penampang

kolom. Hal ini pada dasarnya kurang memadai jika sistem struktur adalah sistem portal

yang berada di daerah dengan tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa, dimana

akibat beban gempa yang terjadi, pada ujung-ujung balok dan kolom sistem portal dapat

termobilisasi gaya geser yang tinggi.

5. Spasi tulangan lateral di daerah join, Berdasarkan  guideline DPU, tulangan lateral

tidak perlu dipasang di daerah join. Berdasarkan alasan praktis, hal ini pada dasarnya

dapat diterima. Namun, mengingat ukuran geometri join yang pada umumnya tidak 

memadai pada bangunan bertingkat rendah maka pemasangan tulangan lateral di daerah

 join pada prinsipnya dapat mengkompensasi sebagian pengaruh ukuran join yang tidak 

memadai tersebut. Dengan pemasangan tulangan lateral di daerah join, daerah join

tersebut menjadi terkekang, sehingga panjang penanaman tulangan yang diangkur di

daerah join dapat dibuat lebih pendek.

5/12/2018 JURNAL SBB2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-sbb2 7/15

 

Untuk bangunan confined masonry, ketentuan detailing berdasarkan guideline DPU

tersebut diatas pada prinsipnya tetap dapat menghasilkan perilaku bangunan yang baik,

khususnya di daerah dengan tingkat kerawanan yang tinggi terhadap gempa, selama:

1. Rasio tinggi terhadap panjang dinding yang terkekang elemen portal disekelilingnya

tidak lebih daripada satu. Selain itu luas dinding yang terkekang tidak lebih daripada 9

m2.

2. Bahan (batu bata dan plesteran) yang digunakan memiliki kualitas yang baik.

3. Dinding diberi penguat di sekitar bukaan.

4. Daerah interface antara dinding dan elemen portal diberi perlakuan yang memadai

agar terbentuk aksi komposit yang sempurna.

  Namun, penyatuan dinding dan elemen portal disekitarnya pada prakteknya susah

diperoleh. Batu bata pada umumnya diproduksi dengan menggunakan teknologi yang

seadanya, sehingga biasanya sulit untuk mendapatkan batu bata dengan kualitas yang

  baik secara konsisten. Selain itu, kualitas pelaksanaan di lapangan juga terkadang

kurang baik. Selanjutnya, dinding pada bangunan rumah umumnya memiliki banyak   bukaan. Faktor-faktor ini menyebabkan bahwa pada prakteknya bangunan confined 

masonry sering didesain secara konservatif sebagai sistem struktur portal terbuka,

dengan mengabaikan keberadaan dinding bata. Dengan asumsi ini, detailing sambungan

 balok kolom menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Pada saat terjadi gempa, join

  balok kolom menerima gaya geser vertikal dan horizontal yang beberapa kali lebih

  besar dibandingkan dengan gaya geser yang bekerja pada elemen balok atau kolom.

Bilamana join tidak didetail dengan baik, maka join tersebut dapat menjadi elemen

terlemah pada struktur, dan hal ini tentu saja dapat mempengaruhi perilaku struktur 

secara keseluruhan. Gambar 

5/12/2018 JURNAL SBB2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-sbb2 8/15

 

 

3 PROGRAM EKSPERIMENTAL

Program eksperimental dalam studi ini direncanakan dengan tujuan untuk mempelajari

 pengaruh beberapa aspek detailing pada sambungan balok kolom terhadap kinerja yang

dihasilkan. Untuk tujuan ini, empat buah benda uji sambungan eksterior skala penuh

yang mewakili dimensi portal bangunan sederhana difabrikasi dan diuji. Pada benda-

 benda uji tersebut, panjang balok ditetapkan sepanjang 2.4 m dari sumbu kolom dan

tinggi kolom (dari dasar tumpuan hingga titik pembebanan) diambil setinggi 2.9 m.

Ujung-ujung balok dan kolom pada benda uji tersebut menggambarkan lokasi titik-titik 

  belok pada elemen-elemen portal bangunan yang dikenakan pengaruh beban lateral.

Parameter pengujian yang divariasikan adalah jenis tulangan lentur yang digunakan

  pada elemen balok, yaitu berupa tulangan polos atau tulangan ulir, serta bentuk 

  pengangkuran tulangan lentur balok, yaitu ditanam didalam  stub beam atau ditanam

didalam kolom bawah. Bentuk pengangkuran dengan menggunakan   stub beam pada

dasarnya dilakukan dengan mengacu pada SNI 03-2847-02 (Purnomo et al., 2007); cara

ini dapat dipilih bilamana dimensi kolom tidak mencukupi untuk penanaman tulangan

lentur balok. Bentuk pengangkuran dengan penanaman tulangan lentur balok pada

5/12/2018 JURNAL SBB2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-sbb2 9/15

 

kolom bawah dilakukan dengan mengacu pada  guideline DPU (Dept. of Public Work,

2005). Jumlah total benda uji yang dites adalah 4 buah. Penamaan benda uji dilakukan

dengan menggunakan dua huruf, dimana huruf pertama adalah P (untuk tulangan polos

  pada balok) atau D (untuk tulangan ulir) dan huruf kedua adalah B (untuk penanaman

 pada   stub beam) atau C (untuk penanaman pada kolom bawah). Dengan cara ini,

keempat benda uji yang dites diberi label PB, PC, DB dan DC. Penampang balok dan

kolom untuk seluruh benda uji adalah 150 mm x 200 mm dan 200 mm x 200 mm.

Detail geometri benda uji dan penulangannya dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. Perlu

dicatat bahwa benda uji yang dites diberi tulangan sengkang pada daerah join dan spasi

maksimum tulangan sengkang pada balok dan kolom diambil sebesar  h/2 (Guideline

DPU merekomendasikan spasi tulangan lateral yang lebih besar di daerah sendi plastis

 balok dan kolom, yaitu > h/2).

5/12/2018 JURNAL SBB2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-sbb2 10/15

 

10@80) 160 6d=60 Detail of Beam-bar Anchorage SPECIMENS DB and PB (4D10)

(4R10) 480 200 (R10@100)(R10@80) 480 16 R=3d=30mm 200 (R10@100)200 150

350 (R10@50) 800 (R10@100) 46 200 200 4D10 Section A-A R10 20 17 17 Section B-

B A A BB R10 115.0¡ ã 10d=100 R=3d=30mm 480 200 480 16 200 16 350 800 A A

BB Detail of Beam-bar Anchorage 200 200 4D10 Section A-A 20 400 46 140 (R10

@80) (R10@100) (R10@80) (R10@100) (R10@50) (R10@100) SPECIMENS DC and

PC (4D10) (4R10) 200 150 17 17 Section B-B R10 R10 R10@77 R10@77 Diamension

in mm Diamension in mm

Baja tulangan ulir dan polos yang digunakan pada benda uji masing-masing memiliki

kuat leleh fy = 553 MPa dan fy = 333 MPa. Kuat tekan rata-rata beton silinder pada saat

 benda uji sambungan balok kolom dites adalah 33 MPa.

Gambar 4 memperlihatkan setup pengujian yang digunakan dalam studi ini.

4. EVALUASI HASIL PENGUJIAN

Pada bagian berikut ini akan disampaikan hasil pengujian yang diperoleh dari keempat

  benda uji. Gambar 5 memperlihatkan kurva histeresis yang dihasilkan untuk keempat

 benda uji. Kuat leleh dan ultimit serta nilai drift ratio (DR) terkait untuk semua benda

uji disajikan pada Tabel 1. Gambar 5 memperlihatkan kondisi  pinching  yang cukup

signifikan pada loop histeresis yang dihasilkan benda uji PB. Pola retak yang terekam

 pada benda uji PB (Gambar 6), dimana keretakan justru terjadi di daerah  stub beam,

mengindikasikan terjadinya kegagalan bond slip tulangan lentur balok di daerah join.

Hal ini memperlihatkan bahwa lekatan disepanjang area join tidak efektif dalam

menahan gaya tarik yang terjadi pada tulangan lentur balok.

5/12/2018 JURNAL SBB2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-sbb2 11/15

 

 

5/12/2018 JURNAL SBB2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-sbb2 12/15

 

 

Kegagalan bond slip ini disebabkan oleh fakta bahwa penampang baja tulangan polos

 pada balok pada hakekatnya mengalami kontraksi akibat pengaruh poison¶s ratio pada

saat baja tulangan tertarik. Akibatnya, mekanisme lekatan tulangan polos, yang hanya

terdiri atas mekanisme adhesi dan friksi, akan berkurang dengan sangat signifikan. Hal

ini mengakibatkan berpindahnya mekanisme penahanan gaya tarik tulangan balok dari

daerah join ke daerah   stub beam  pada benda uji PB, sehingga pada daerah  stub beam

terbentuk strut yang memicu keretakan di situ.

5/12/2018 JURNAL SBB2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-sbb2 13/15

 

Hal yang sama juga terjadi pada benda uji PC, dimana mekanisme penahanan gaya tarik 

tulangan lentur balok berpindah ke kolom. Akibatnya, kolom pada benda uji PC

mengalami keretakan selimut beton yang sangat signifikan pada sisi kolom yang terjauh

dari balok. Selain itu, sebagaimana terlihat pada Tabel 1, respon benda uji PC pada saat

didorong (beban (+)) menghasilkan gaya ultimit yang jauh lebih rendah dibandingkan

dengan respon pada saat ditarik (beban (-)) Hal ini mengindikasikan bahwa

  pengangkuran tulangan tarik lentur balok ke dalam kolom bawah hanya efektif pada

saat sisi kolom yang ditanami tulangan tarik tersebut mengalami kondisi tarik.

Pola retak yang terbentuk pada elemen balok PB dan PC pada dasarnya tidak serapat

 pola retak yang terbentuk pada elemen balok DB dan DC. Selain itu, lebar retak yang

terbentuk pada elemen balok PB dan PC adalah relative lebih lebar. Bahkan, pada drift

ratio diatas 3%, terjadi pemisahan elemen balok dimuka kolom. Hal ini sekali lagi

mengindikasikan tidak efektifnya mekanisme bond yang terbentuk antara beton dan

tulangan polos pada balok. Dibandingkan dengan benda uji PB dan PC, benda uji DB

memperlihatkan perilaku histeresis yang stabil dan daktil di sepanjang pengujian. Benda

uji DC, walaupun respon histeresisnya tidak sestabil benda uji DB, juga memiliki

  perilaku hysteresis yang cukup baik. Fenomena pinching yang diamati pada benda uji

DC terjadi akibat terbentuknya retak diagonal di daerah join. Hal ini pada dasarnya

dipicu oleh penanaman tulangan bawah balok ke kolom bawah.

5/12/2018 JURNAL SBB2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-sbb2 14/15

 

 

5/12/2018 JURNAL SBB2 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-sbb2 15/15

 

5. KESIMPULAN