Download - Jurnal HDR 23-Kamis

Transcript
Page 1: Jurnal HDR 23-Kamis

PENGARUH LAJU ALIR UDARA TERHADAP HOLD UP GAS,

LAJU SIRKULASI, DAN KOEFISIEN TRANSFERMASSA GAS-CAIR

PADA HIDRODINAMIKA REAKTOR

Bahtiar Bagus, Devi Alfilovita, dan Thias Hamas

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang

Jl. Prof Soedarto – 50239 Semarang, Telp./Fax. 024-7460058

Abstrak Reaktor merupakan alat utama pada industri yang digunakan untuk proses kimia yaitu mengubah

bahan baku menjadi produk. Dari berbagai macam reaktor yang digunakan untuk kontak fase gas

cair, diantaranya reaktor kolom gelembung dan reaktor air lift. Hidrodinamika reaktor mempelajari

kelakuan dinamik cairan dalam reaktor sebagai akibat laju alir sirkulasi gas masuk reaktor dan

karakteristik cairannya, hidrodinamika reaktor meliputi hold up gas dan laju sirkulasi cairan. Pada

percobaan ini variabel tetap yang digunakan adalah konsentrasi Na2SO3 0,01N, konsentrasi

Na2S2O3.5H2O 0,1 N, tinggi cairan 90 cm dan panjang lintasan 35 cm, sedangkan variabel

berubahnya laju alir 4 L/m, 5 L/m, 6 L/m. Hasil percobaan menunjukkan nilai hold up gas semakin

tinggi dengan bertambahnya laju alir dikarenakan bertambahnya fraksi udara dalam reaktor,

sehingga menambah nilai hold up gas. Semakin besar laju alir maka harga kLa akan semakin

bertambah karena laju sirkulasi berbanding terbalik dengan luas daerahnya.. Ulr lebih besar

daripada Uld karena adanya pengaruh dorongan udara dari sparger. Semakin tinggi laju alir maka

semakin rendah nilai koefisien transfer massa gas – cair (kLa) karena oksigen yang masuk ke reaktor

berada dalam jumlah yang relatif kecil, maka persediaan O2 untuk bereaksi dengan Na2SO3 makin

kecil. Semakin lama waktu tinggal, nilai kLa semakin berkurang karena jumlah Na2SO3 yang bereaksi

dengan O2 semakin sedikit. Kata kunci :hidrodinamika reaktor, laju alir, hold up gas, kLa, laju sirkulasi

Abstract

The reactor is the main tool used in industrial chemical processes that convert raw materials into

products. Various reactors used for the gas phase of liquid contact, such as bubble column reactor

and the reactor air-lift. Study of the dynamic behavior of the reactor hydrodynamics of liquid in the

reactor as a result of the circulation gas flow rate into the reactor and the characteristics of the fluid,

the hydrodynamics of the reactor cover hold up gas and liquid circulation rate. In this experiment the

constant variables are the the concenrtation Na2SO3 0,01N, the concentration of Na2S2O3.5H2O 0.1 N,

the liquid level is 90 cm, and the path length 35cm, while the variable studied is concentration of air

flow 4L/m, 5L/min, 6L/m. From the experimental results that the hold up gas value increasing due to

increased of air flow because when the air fraction higher in reactor the hold up values increased.

Increasing of air concentration make the kLa value increased because the higher concentration effect

on oxygen that will be reacting increased. Ulr larger than the Uld due to the influence of the sparger

air encouragement. Increasing air flow make kLa decreased because small amount oxygen entered on

reactor that make oxygen reacted with Na2SO3 smaller. The longer solution stayed, the value of kLa

decreasing because of the amount of Na2SO3 that will be reacting with O2 decreased.

Keywords : reactor hydrodynamics, air flow, gas hold up, kLa, rate of circulation

1. Pendahuluan

Reaktor dapat diklasifikasikan atas dasar

cara operasi, fase maupun geometrinya.

Berdasarkan cara operasinya dikenal reaktor

batch, semi batch, dan kontinyu. Berdasarkan

fase reaksi yang terjadi didalamnya reaktor

diklasifikasikan menjadi reaktor homogen dan

reaktor heterogen, sedangkan ditinjau dari

geometrinya dibedakan reaktor tangki

berpengaduk, reaktor kolom, reaktor fluidisasi

dan lain lain. Dari berbagai macam reaktor

yang digunakan untuk kontak fase gas-cair,

diantaranya dikenal reaktor kolom gelembung

(bubble column reaktor) dan reaktor air lift.

Pada perancangan reaktor, fenomena

hidrodinamika yang meliputi hold up gas dan

cairan, laju sirkulasi merupakan faktor yang

Page 2: Jurnal HDR 23-Kamis

penting yang berkaitan dengan laju

perpindahan massa.

Pada percobaan ini dipelajari bagaimana

pengaruh tinggi cairan terhadap hold-up gas

(ε), bagaimana pengaruh tinggi cairan terhadap

laju sirkulasi (vL), dan berapa koefisien

transfer massa gas-cair (kLa) yang terbentuk.

Setelah melakukan percobaaan, diharapkan

mahasiswa mampu membandingkan pengaruh

tinggi cairan terhadap hold-up gas (ε),

membandingkan pengaruh tinggi cairan

terhadap laju sirkulasi (vL), serta mampu

menghitung koefisien transfer massa gas-cair

(kLa).

Parameter yang penting dalam perancangan

reaktor air lift adalah hold up gas. Hold up gas

pada bagian riser dan downcomer yang

besarnya dipengaruhi oleh laju sirkulasi cairan

dan koefisien dispersi cairan dalam berbagai

daerah. Dalam aplikasi reaktor air lift terdapat

dua hal yang mendasari mekanisme kerja dari

reaktor tersebut, yaitu hidrodinamika dan

transfer massa gas-cair.

Hidrodinamika reaktor mempelajari

perubahan dinamika cairan dalam reaktor

sebagai akibat laju alir yang masuk reaktor dan

karakteristik cairannya. Hidrodinamika reaktor

meliputi hold up gas (rasio volume gas

terhadap volume gas cairan dalam reaktor) dan

laju sirkulasi cairan dispers dalam fase

tersebut.

Internal Loop

Eksternal Loop

Gambar 1 Tipe Reaktor Air Lift

Keuntungan penggunaan reaktor air lift

disbanding reaktor konvensional lainnya, di

antaranya:

1. Perancangannya sederhana, tanpa ada

bagian yang bergerak.

2. Aliran dan pengadukan mudah

dikendalikan.

3. Waktu tinggal dalam reaktor seragam.

4. Kontak area lebih luas dengan energi

input yang rendah.

5. Meningkatkan perpindahan massa.

6. Memungkinkan tangki yang besar

sehingga meningkatkan produk.

Kelemahan reaktor air lift antara lain:

1. Biaya investasi awal mahal terutama

skala besar.

2. Membutuhkan tekanan tinggi untuk

skala proses yang besar.

3. Efisiensi kompresi gas rendah.

4. Pemisahan gas dan cairan tidak efisien

ketika timbul busa (foaming)

Di dalam perancangan bioreaktor, faktor

yang sangat berpengaruh adalah

hidrodinamika reaktor, transfer massa gas-cair,

rheologi proses dan morfologi produktifitas

organisme. Hidrodinamika reaktor meliputi

hold up gas (fraksi gas saat penghaburan) dan

laju sirkulasi cairan. Kecepatan sirkulasi cairan

dikontrol oleh hold up gas, sedangkan hold up

gas dipengaruhi oleh kecepatan kenaikan

gelembung. Sirkulasi juga mempengaruhi

turbulensi, koefisien perpindahan massa dan

panas serta tenaga yang dihasilkan.

Hold up gas atau fraksi kekosongan gas

adalah fraksi volume fase gas pada disperse

gas-cair atau slurry. Hold up gas keseluruhan

().

....(1)

di mana = hold up gas

V = volume gas (m3)

VL = volume cairan (m3)

Hold up gas digunakan untuk menentukan

waktu tinggal gas dalam cairan. Hold up gas

dan ukuran gelembung mempengaruhi luas

permukaan gas cair yang dierlukan untuk

perpindahan massa. Hold up gas tergantung

pada kecepatan kenaikan gelembung, luas

gelembung dan pola aliran, inverted

manometer adalah manometer yang digunakan

untuk mengetahui beda tinggi cairan akibat

aliran gas, yang selanjutnya dipakai pada

perhitungan hold up gas () pada riser dan

downcomer.

Page 3: Jurnal HDR 23-Kamis

Besarnya hold up gas pada riser dan

downcomer dapat dihitung dengan persamaan

....(2)

....(3)

....(4)

di mana : = hold up gas

r = hold up gas riser

d = hold up gas downcomer

L = densitas cairan (kg/m3)

= densitas gas (kg/m3)

= perbedaan tinggi

manometer riser (m)

= perbedaan tinggi

manometer

downcomer (m)

z = perbedaan antara taps

tekanan (m)

Hold up gas total dalam reaktor dapat

dihitung dari keadaan tinggi dispersi pada saat

aliran gas masuk reaktor sudah mencapai

keadaan tunak (steady state). Persamaan untuk

menghitung hold up gas total adalah sebagai

berikut:

....(5)

di mana : = hold up gas

ho = tinggi campuran gas setelah

kondisi tunak (m)

hi = tinggi cairan mula-mula dalam

reaktor (m)

Hubungan antara hol up gas riser (r) dan

donwcomer (d)dapat dinyatakan dengan

persamaan 6 :

....(6)

di mana : Ar = luas bidang zona riser (m2)

Ad = luas bidang zona downcomer

(m2)

Sirkulasi cairan dalam reaktor air lift

disebabkan oleh perbedaan bulk densitas

fluida, riser dan downcomer. Sirkulasi fluida

ini dapat dilihat dari perubahan fluida, yaitu

naiknya aliran fluida pada riser dan

menurunnya aliran pada downcomer. Besarnya

laju sirkulasi cairan (Uld) dapat dihitung

dengan persamaan 7 (Blanke, 1979) :

....(7)

di mana:Uld =laju sirkulasi cairan downcomer

(m/jam)

Lc = panjang lintasan dalam reaktor

(m)

tc = waktu (jam)

Laju sirkulasi tidak dihitung pada semua

bagian, rata-rata laju sirkulasi cairan dihitung

hanya pada satu daerah. Sedang hubungan

antara laju aliran cairan pada riser dan

downcomer ditunjukan pada persamaan 8

(Coulson and Richardson, 1997) :

ULr.Ar = ULd.Ad ....(8)

di mana: ULr = laju sirkulasi cairan riser

(m/jam)

ULd = laju sirkulasi cairan

downcomer (m/jam)

Ar = luas bidang zona riser (m2)

Ad = luas bidang zona downcomer

(m2)

Kecepatan permukaan harus dibedakan dari

kecepatan linear cairan yang sesungguhnya

dengan kecepatan interstifial sebab dalam

kenyataannya cairan hanya menempati

sebagian aliran air, sedangkan lainnya

ditempati oleh gas. Hubungan kecepatan

interstafial (VL) dan kecepatan permukaan

(UL) dapat ditunjukan pada persamaan 9 dan

10 :

....(9)

....(10)

di mana :VLr = kecepatan intersial cairan riser

(m/jam)

VLd = kecepatan intersial cairan

downcomer (m/jam)

Koefisien perpindahan masssa volumetric

(kLa) adalah kecepatan spesifik dari

perpindahan massa (gas teradsobsi per unit

waktu, per unit luas kontak, per beda

konsentrasi). kLa tergantung pada sifat fisik

dari sistem dan dinamika fluida.

Pengukuran konstanta perpindahan massa

gas-cair dapat dilakukan dengan Metode

Sulfit. Metode ini berdasarkan pada reaksi

reduksi natrium sulfit. Mekanisme reaksi yang

terjadi :

Reaksi dalam reaktor :

Na2SO3 + 0,5 O2 Na2SO4 + Na2SO3(sisa)

Reaksi saat analisa :

Na2SO3(sisa) + KI + KIO3 Na2SO4 + 2KIO2

+ I2(sisa)

I2 (sisa) + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2NaI

Perubahan konsentrasi Na2SO3 dengan waktu

+ menit = ro – r mmol/L

O2 yang bereaksi = ½ (ro-rn) mmol/L

= 13 mmol/L

O2 yang masuk reaktor=13 mmol/L x 32 gr O2

1 mol (gr/L.s)

Page 4: Jurnal HDR 23-Kamis

Data kelarutan pada t tertentu (henry) = 1 t = –

Dengan PO2 = tekanan parsial oksigen

Kelarutan O2 = C* . q =

=

= C*q

kLa =

= E s-1

= (

)

2. Metode Penelitian

Percobaan dilakukan dengan mengisi

cairan dalam reaktor dengan ketinggian 90

cm. Kemudian menghidupkan kompresor

dan mengatur laju alir udara sesuai variabel

4 L/m, 5L/m, dan 6 L/m dan menambahkan

Na2SO3 sesuai variabel 0,01N. Setelah itu,

mengukur perbedaan tinggi inverted

manometer zona riser dan downcomer.

Gambar 2 Rangkaian Alat Hidrodinamika

Reaktor

Keterangan :

A. Kompresor

B. Sparger

C. Rotameter

D. Tangki Cairan

E. Pompa

F. Reaktor

G. Inverted manometer daerah riser

H. Inverted manometer daerah

downcomer

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Pengaruh Laju Alir terhadap Hold Up

gas

Gambar 3 Pengaruh Laju Alir terhadap Hold

Up Gas

Dari gambar 3, hubungan laju alir dengan

hold-up gas diatas dapat dilihat bahwa

semakin besar laju alir yang digunakan pada

reaktor, maka hold-up gas yang diperoleh juga

semakin besar. Hal ini karena semakin

bertambahnya laju alir udara maka gelembung

udara yang terdispersi didalam air akan

bertambah sehingga bertambah pula fraksi

volume udara dalam larutan. Bertambahnya

fraksi volume udara akan meningkatkan nilai

hold up gas (Haryani dan Widayat, 2011). Hal

ini juga dapat dilihat dari rumus yang

digunakan untuk menghitung nilai hold up gas

sebagai berikut :

Dari rumus diatas dapat dilihat bahwa nilai

hold up gas dipengaruhi oleh perubahan

ketinggian inverted manometer (Δhr dan Δhd)

yang bekerja berdasarkan perbedaan tinggi

cairan pada reaktor. Perbedaan tinggi tersebut

dihasilkan karena masuknya gas ke dalam

cairan. Dari data percobaan, perbedaan

ketinggian pada area riser lebih besar daripada

area downcomer karena nozzle yang terletak

pada area riser, nozzle tersebut

menghamburkan gelembung udara ke dalam

cairan sehingga ketinggian air meningkat,

ketika sampai permukaan cairan gelembung

tersebut akan terlepas kembali ke udara tanpa

melalui area downcomer, oleh karena itu

perbedaan tinggi dan hold-up riser lebih besar

dari downcomer. Jadi dapat disimpulkan

bahwa, adanya gelembung udara

0

0,002

0,004

0,006

0 2 4 6 8

Ho

ld u

p g

as

Laju alir (cm3/s)

ɛr

ɛd

ɛtotal

Page 5: Jurnal HDR 23-Kamis

mengakibatkan adanya perbedaan tinggi cairan

dalam reaktor dan semakin besar kenaikan

cairan tersebut menyebabkan nilai hold up gas

mengalami kenaikan.

Dari grafik juga dapat dilihat bahwa ε

downcomer lebih kecil dari ε total dan ε riser.

Hal ini disebabkan karena hold up gas

dipengaruhi pleh laju sirkulasi cairan didalam

reaktor. Selain itu, hold up gas juga tergantung

kecepatan kenaikan gelembung, luas

gelembung, dan pola aliran. Dalam reaktor,

gas dan cairan mengalir ke atas pada daerah

riser kemudian bergeser dan turun pada daerah

downcomer. Pada daerah riser mengalami

kontak terlebih dahulu dengan udara dari

sparger sehingga laju sirkulasi aliran dimulai

dari daerah riser dan menyebaban kenaikan

cairan pada manometer bagian riser lebih besar

dibanding daerah downcomer. Oleh karena itu,

ε downcomer lebih kecil dari ε total dan ε

riser.

3.2 Pengaruh Laju Alir terhadap Laju

Sirkulasi

Gambar 4 Pengaruh Laju Alir terhadap Laju

Sirkulasi

Dari percobaan diatas, tampak bahwa laju

sirkulasi (untuk riser dan downcomer)

meningkat sebanding dengan meningkatnya

laju. Berdasarkan grafik, tampak bahwa laju

sirkulasi downcomer lebih tinggi jika

dibandingkan dengan laju sirkulasi riser. Hal

ini disebabkan karena laju sirkulasi berbanding

terbalik dengan luas daerahhnya. Hal ini sesuai

dengan rumus berikut ini :

ULr.Ar = ULd.Ad

dimana :

ULr = laju sirkulasi cairan riser

(m/jam)

ULd = laju sirkulasi cairan

downcomer (m/jam)

Ar = luas bidang zona riser (m2)

Ad = luas bidang zona

downcomer (m2)

Sebelumnya kita telah menghitung laju alir

downcomer dengan menggunakan rumus :

ULd=Lc/tc

Dimana :

ULd = laju sirkulasi cairan

downcomer (m/jam)

Lc = panjang lintasan dalam

Reactor

tc = waktu (jam)

Dari rumus apabila ULd besar, maka nilai

ULr yang dihasilkan juga besar karena ULr

dan ULd berbanding lurus. Nilai ULr lebih

besar dibanding ULd karena pada daerah riser

mengalami kontak terlebih dahulu dengan

udara dari sparger dan mendapatkan dorongan

yang mengakibatkan aliran akan mengarah

keatas yang kemudian bergeser ke arah

downcomer dan mengalir ke bawah. Hal

tersebut menyebabkan laju sirkulasi di riser

lebih besar dibanding daerah downcomer

karena ada dorongan dari udara yang berasal

dari sparger.

Pada reaktor ini, digunakan reaktor air lift

dengan luas permukaan riser lebih besar dari

luas permukaan downcomer. Dengan nilai luas

daerah riser yang lebih besar, maka sebagai

pembagi, akan menghasilkan nilai ULr yang

lebih kecil jika dibandingkan dengan ULd.

3.3 Pengaruh Laju Alir terhadap KLa

Gambar 5 Pengaruh Laju Alir terhadap Kla

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa

semakin tinggi laju alir maka semakin rendah

nilai koefisien transfer massa gas – cair (kLa).

Hal ini disebabkan karena laju alir udara yang

bertambah, konsentrasi oksigen dalam medium

berkurang, yang menyebabkan terjadi

perpindahan massa oksigen menjadi lambat

dan perbedaan konsentrasi oksigen yang kecil.

Akibatnya meskipun laju alir semakin besar

namun oksigen yang masuk ke reaktor berada

dalam jumlah yang relatif kecil, maka

0

10

20

30

40

0 5 10

Laju

sir

kula

si (

cm/s

)

Laju alir(cm3/s)

Uld

Ulr

0

0,1

0,2

0,3

0 2 4 6 8

kLa

(L/s

)

Laju alir (cm3/s)

kLa

Page 6: Jurnal HDR 23-Kamis

persediaan O2 untuk bereaksi dengan Na2SO3

makin kecil (excess).

Reaksi yang terjadi :

Na2SO3 + 0,5 O2 Na2SO4

+Na2SO3(sisa)

Na2SO3(sisa) + KI + KIO3 Na2SO4 +

2KIO2 + I2(sisa)

I2 (sisa) + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2NaI

Jumlah gas oksigen yang masuk dihitung

dari jumlah O2 yang bereaksi pada reaksi

diatas dengan rumus :

Mol O2 yang bereaksi = 0,5 ( mol Na2SO3 awal

– mol Na2SO3 sisa)

Mol O2 yang masuk reaktor = mol O2 bereaksi

x BM O2/ t x 60

Na2SO3 (sisa) dapat dihitung dari volume

titran Na2S2O3 yang dibutuhkan menggunakan

reaksi tersebut. Nilai KLa sangat ditentukan

oleh jumlah O2 yang ada didalam reaktor

seperti ditunjukkan oleh persamaan :

KLa =

Dimana adalah kebutuhan O2 dalam air. Dari

persamaan diatas dapat dilihat bahwa semakin

kecil O2 yang ada dalam reaktor maka kLa

juga semakin kecil. Akibatnya laju

perpindahan O2 dalam reaktor semakin kecil

sehingga koefisien perpindahan massa gas-cair

(kLa) juga semakin kecil.

3.4 Pengaruh Waktu Tinggal Larutan

Na2SO3 terhadap KLa

Gambar 6 Pengaruh Waktu Tinggal

Larutan Na2SO3 terhadap Kla

Dari gambar 6, dapat dilihat bahwa

semakin lama waktu kLa semakin

menurun.Reaksi yang terjadi adalah :

Na2SO3 + 0,5 O2 Na2SO4 + Na2SO3(sisa)

Na2SO3(sisa) + KI + KIO3 Na2SO4 +

2KIO2 + I2(sisa)

I2 (sisa) + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2NaI

Semakin lama waktu reaksi maka jumlah

Na2SO3 yang bereaksi dengan O2 berkurang

dikarenakan reaktan semakin jenuh oleh gas,

sedangkan kLa sangat ditentukan oleh mol O2

yang masuk reaktan, seperti yang ditunjukkan

persamaan :

KLa =

Dan mol O2 yang masuk reaktan sangat

ditentukan oleh mol O2 bereaksi yang

diperoleh dari persamaan berikut :

Mol O2 yang masuk reaktor = mol O2

bereaksi x BM O2/ t x 60

Semakin lama waktu jumlah O2 yang

bereaksi berkurang karena reaktan semakin

jenuh oleh gas. Hal ini mengakibatkan jumlah

O2 yang bereaksi menurun sehingga mol O2

yang ada dalam reaktor berkurang dan

menyebabkan kLa semakin kecil. Selain itu

pada gambar 4.4 dibandingkan antar variabel

laju alir terlihat bahwa tiap waktu nilai kLa

pada variabel laju alir 4 cm/s lebih besar dari

variabel laju alir 5 cm/s dan 6 cm/s. Laju alir

akan sangat mempengaruhi oksigen yang

terdifusi, dimana semakin tinggi laju alir maka

kLa pun akan semakin kecil.

4.Kesimpulan

Kesimpulan dari percobaan ini adalah

Semakin tinggi laju alir maka semakin tinggi

pula hold up gas. Ulr lebih besar daripada Uld

karena adanya pengaruh dorongan udara dari

sparger. Semakin tinggi laju alir maka semakin

besar pula laju sirkulasinya. Semakin tinggi

laju alir maka semakin tinggi pula koefisien

transfer massanya (KLa). Semakin lama

waktu tinggal maka koefisien transfer

massanya (KLa) akan semakin berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

Blenke, H., 1979, Loop Reaktor, Adv.

Biochem. Eng., 13:121-124.

Christi, M.Y and Mooyoung, M., 1988,

Relationship Between Riser and

Downcommer Gas Hold Up in

Internal Loop Air-Lift Reactor with

Gas-Liquid Separators, Chem.

Eng.

Coulson, J.M and Richardson, J.I., 1997,

Chemical Engineering 3rd ed,

Pergamonpress: Oxford.

Haryani, K dan Widayat, 2011, Pengaruh

Viskositas dan Laju Alir Terhadap

Hidrodinamika dan Perpindahan

0100200300400500600

0 20 40

kLa

(L/s

)

Waktu (s)

Laju alir 4cm/s

Laju alir 5cm/s

Laju alir 6cm/s

Page 7: Jurnal HDR 23-Kamis

Massa dalam Proses Produksi

Asam Sitrat dengan Bioreaktor

Air-Lift dan Kapang Aspergilus

Niger, Teknik Kimia Universitas

Diponegoro.

Laboratorium Proses Kimia, 2012,

Hidrodinamika Reaktor, Jurusan

Teknik Kimia Fakultas Teknik

Universitas Diponegoro.

Propovic, M and Robinson, C.W., 1988,

External Circulation Loop Air Lift

Bioreaktors : Study Of The Liquid

Circulating Velocity In Highly

Viscous Non Newtonian Liquids,

Biotechnol. Bioeng., 32:301-312.