Jurnal Bimbingan dan Konseling: Fitrah
Riset dan Inovatif
Jurnal yang mengkhususkan untuk mempublikasikan hasil riset dalam bidang
bimbingan dan konseling serta keilmuan pendidikan yang berwawasan inovatif.
Terbit teratur dua kali dalam setahun pada bulan Maret dan Oktober.
PENANGGUNGJAWAB
Dekan FKIP Universitas Lambung Mangkurat
PIMPINAN REDAKSI
Ali Rachman, M.Pd
WAKIL PIMPINAN REDAKSI
Nina Permata Sari, S.Psi, M.Pd
MITRA BESTARI
Dr. Budi Purwoko, M.Pd (Universitas Negeri Surabaya)
DEWAN REDAKSI
Muhammad Andri Setiawan, M.Pd
Akhmad Sugianto, M.Pd
Mubarak Al Qarni, S.Pd
ALAMAT PENYUNTING DAN PENERBIT
Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lambung Mangkurat
Alamat: Jl. Brigjend. H. Hasan Basry KP.87 Telp. (0511)6741015 Banjarmasin
E-mail: [email protected] Website: -
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH
Riset dan Inovatif
Volume 1 Nomor 1 Oktober 2016, ISSN: 2541-6073
Konseling Proaktif dengan Strategi Simbolis untuk Meningkatkan Tanggung Jawab
Akademik Siswa di Bantaran Sungai
Akhmad Sugianto ............................................................................................................... 1-7
Analisis Faktor Pembentuk Kelompok Teman Sekelas pada Siswa Kelas X Khusus
SMA Negeri 1 Banjarmasin
Muhammad Andri Setiawan ............................................................................................... 8-15
Konsep Dasar Potensi Fitrah Manusia dalam Al Qur‟an: Studi Kearah Pengembangan
Kerangka Instrumen Need Assessment Program Bimbingan dan Konseling SMA
Karyono Ibnu Ahmad ......................................................................................................... 16-24
Keefektifan Model Konseling Trait and Factor untuk Meningkatkan Kemampuan
Pengambilan Keputusan Karier Siswa Kelas XI di SMA Negeri 5 Banjarmasin
Cintya Erlinda, Sulistiyana, Nina Permatasari dan Ririanti Rachamayanie ..................... 25-36
Efektivitas Manajemen Stres dalam Layanan Bimbingan Kelompok terhadap Pengurus
OSDA di Balai Pendidikan Pondok Darul Hijrah Cindai Alus Martapura
Najma Rusyady, Ali Rachman dan Muhammad Andri Setiawan ....................................... 37-47
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2016
1 Alumni Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lambung Mangkurat.
2 Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat. 3 Dosen Tetap Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Lambung Mangkurat.
37
EFEKTIVITAS MANAJEMEN STRES DALAM LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK
TERHADAP PENGURUS OSDA DI BALAI PENDIDIKAN PONDOK DARUL HIJRAH CINDAI
ALUS MARTAPURA
Najma Rusyady, S.Pd1
Ali Rachman, M.Pd2
Muhammad Andri Setiawan, M.Pd3
Universitas Lambung Mangkurat
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran stres pengurus OSDA di
BPP Darul Hijrah Cindai Alus Martapura sebelum dan sesudah diberikan
manajemen stres dalam layanan bimbingan kelompok, serta untuk mengetahui
efektivitas manajemen stres dalam layanan bimbingan kelompok terhadap
pengurus OSDA di BPP Darul Hijrah Cindai Alus Martapura. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan rancangan penelitian menggunakan
quasi-experimental (kuasi eksperimen), dan bentuk yang digunakan adalah non-
randomized pretest-posttest control group design, penarikan sampel
menggunakan dengan teknik sampling purposive. Penelitian ini dilaksanakan di
BPP Darul Hijrah Cindai Alus Martapura, dengan objek penelitian adalah
pengurus OSDA. Populasi pada penelitian ini sebanyak 67 orang. Sampel pada
penelitian ini diperoleh melalui observasi, wawancara, dan angket. Instrumen
penelitian yang digunakan adalah bahan perlakuan berupa “Pedoman
Pelaksanaan Manajemen Stres dalam Layanan Bimbingan Kelompok terhadap
Pengurus OSDA di Balai Pendidikan Pondok Darul Hijrah Cindai Alus
Martapura” dan instrumen pengumpulan data berupa skala pengukuran tingkat
stres. Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat perbedaan tingkat presentasi
stres pengurus OSDA sebelum diberikan manajemen stres dalam layanan
bimbingan kelompok dan sesudah diberikan.
Kata Kunci: manajemen stres, bimbingan kelompok
PENDAHULUAN
Secara umum orang yang mengalami stres
merasakan perasaan khawatir, tekanan, letih,
ketakutan, depresi, cemas dan marah. Terdapat tiga
aspek gangguan seseorang yang mengalami stres
yaitu gangguan dari aspek fisik, aspek kognitif
(pemikiran), dan aspek emosi. Hawari (2011: 18)
menyatakan, dalam kehidupan sehari-hari manusia
tidak bisa lepas dari stres, masalahnya adalah
bagaimana hidup beradaptasi dengan stres tanpa
harus mengalami distres. Salah satu cara untuk
beradaptasi dengan stres atau menghadapi stres
adalah dengan cara koping atau manajemen stres
dengan cara memahami penyebab stres kemudian
usaha untuk menghadapi penyebab stres, atau
meminimalisir penyebab stres tersebut dengan cara
menghindar dari penyebab stres tersebut.
Salah satu cara untuk mengetahui penyebab stres
adalah dengan bimbingan kelompok. Peserta didik
melalui dinamika kelompok dapat membahas secara
bersama-sama sebuah topik bahasan guna
menunjang pemahaman, mengembangkan dirinya,
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2016
38
dan/atau dalam pengambilan keputusan.
Pembahasan dalam bimbingan kelompok merupakan
topik-topik umum yang menjadi kepedulian bersama
anggota kelompok.
Tujuan dan kepedulian bersama dalam pengurus
OSDA adalah menjalankan visi dan misi pondok.
Adapun Visi dan misi Balai Pendidikan Pondok
Darul Hijrah Cindai Alus Martapura, balai
pendidikan yang mempunyai konsep
“Mengembangkan pola pendidikan kader umat yang
mandiri, terampil, berkarakter ilmiah dan uswah,
mengamalkan ajaran islam dalam kehidupan sehari-
hari” serta mempunyai ciri khas pada pendidikan
“Berdisiplin Ketat Sesuai Syari'at Islam” serta
menjunjung tinggi “Bahasa Arab dan Bahasa Inggris
sebagai Bahasa Pengantar Percakapan Sehari-hari
dan Bahasa yang Digunakan dalam Pengajaran di
Kelas pada Pelajaran Agama.”
Semua aktivitas di Pondok terkecuali pengajaran
di kelas formal, semuanya digerakkan dan
dibebankan kepada OSDA, dan guru sebagai
pendamping juga sebagai pengawas semua aktivitas
serta kegiatan OSDA. Dari hal tersebut,
mengindikasikan pengurus OSDA mengalami stres.
Dari studi pendahuluan yang peneliti lakukan di
Balai Pendidikan Pondok Darul Hijrah Cindai Alus
Martapura, pada 12 Maret 2015, terhadap pengurus
OSDA (Organisasi Santri Darul Hijrah) yang terdiri
dari 18 bagian kepengurusan, dengan cara observasi
langsung serta menyebar angket yang berisikan
pernyataan-pernyataan yang berindikasi terjadinya
stres pada pengurus OSDA, dan peneliti juga
mengadakan wawancara secara berkelompok kepada
6 santri yaitu pada ketua dan wakil OSDA, 2 bagian
keamanan dan 2 bagian bahasa.
Dari 56 santri pengurus OSDA yang telah
mengisi angket, yang terindikasi mengalami stres
ada 43 santri. Serta dari wawancara yang
dilaksanakan secara garis besar bisa disimpulkan
mereka terindikasi mengalami frustrasi bahkan stres
baik itu secara sosial, organisasi, maupun belajar.
Dari semua hasil wawancara dan fakta di lapangan
didapatkan bahwa asal dari segala stres yang dialami
berasal dari kurang bisanya mereka dalam
manajemen waktu, tapi tidak menutup kemungkinan
akan adanya penyebab stres lain yang terjadi.
Dalam hal stres belajar, disebabkan karena pola
pembelajaran dan pendidikan di Darul Hijrah
bersifat 24 jam, dan juga karena pembelajaran
menggunakan bahasa Arab serta tugas menghafal
yang hampir selalu ada di setiap harinya dan mesti
disetorkan pada Minggu berikutnya, belum lagi
ketika ulangan tiba hampir semua soal bersifat buku
teks dan memerlukan pemahaman yang tinggi.
Seyogyanya dengan intensitas pembelajaran yang
tinggi seperti hal tersebut, santri mempunyai waktu
yang banyak setiap harinya untuk belajar guna
mencapai keberhasilan yang maksimal di sekolah.
Dalam hal stres organisasi, banyaknya tuntutan
organisasi yang harus dilaksanakan guna mencapai
tujuan yang diinginkan pada visi pondok. Terutama
dalam hal meningkatkan dan menjaga bahasa Arab
dan Inggris sebagai bahasa pengantar percakapan
sehari-hari, serta mendisiplinkan santri dalam segala
hal mulai dari disiplin waktu shalat, disiplin akan
segala peraturan yang telah ditetapkan oleh pondok,
menjaga kebersihan, menjaga keamanan pondok
baik itu siang maupun malam hari. Belum lagi
jikalau ada even wajib untuk olahraga dan kesenian
yang diadakan pondok setiap tahunnya, seperti:
Drama Arena, Panggung Gembira, Perlombaan
Pidato 3 Bahasa, Kemah Perkenalan dan
Pertengahan Tahun, itu belum termasuk jikalau ada
santri yang mengikuti even di luar pondok. Hal
tersebut akan semakin menyita waktu pengurus
OSDA untuk belajar.
Dalam hal stres, hal ini adalah muara dari semua
sebab yang dari stres belajar terutama stres
organisasi. Karena dalam menjalankan organisasi
tidak semua santri mempunyai motif yang sama
yakni ingin kepengurusan yang sekarang harus lebih
baik dari yang sebelumnya dan pengendalian emosi
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2016
39
yang baik, hal ini menjadikan sering terjadinya
kesalahpahaman di antara mereka, belum lagi
pelanggaran-pelanggaran disiplin dan bahasa oleh
santri yang diurus yang pastinya ada setiap harinya
hal ini juga membuat tingkat kebosanan pelan-pelan
naik.
Sebab lainnya ialah konformitas teman sebaya
yang sangat kental. Disebabkan tidak ada
pendampingan oleh orang tua dari rumah secara
langsung dalam pembentukan sikap, sifat, serta
pemikiran (persepsi) dalam menghadapi berbagai
masalah pribadi, sosial, serta kelompok. Hal ini juga
bisa membuat beberapa santri yang tidak mampu
berinteraksi dengan baik bisa akan sangat terisolir.
Fakta lain menunjukkan pada data hasil
pengasuhan santri beberapa bulan terakhir, yaitu
peningkatan pelanggaran merokok, kabur, serta
membawa ponsel ke pondok. Bahkan kategori
hukuman untuk santri yang merokok dinaikkan, dari
yang sebelumnya hanya di gundul menjadi bila
ditemukan santri tersebut dua kali merokok akan
langsung dikeluarkan.
Secara mengejutkan setelah sesi wawancara
ketua OSDA datang kepada peneliti untuk
berkonsultasi perihal kebingungan dirinya dalam hal
mengambil keputusan dalam berbagai delik aduan
yang datang kepadanya, karena berbagai delik aduan
yang datang selalu dia simpan sendirian dan bingung
kepada siapa dia bisa mengungkapkannya. Dan dia
merasa banyak tugas sekolah yang mulai tertinggal
dan tidak fokus, serta ada komentar dari temannya
kalau dia beberapa hari terakhir sangat begitu
pendiam dan terlihat bingung.
Motif, Emosi, Frustasi dan Stres
Menurut Gerungan (2010: 151) motif
merupakan suatu pengertian yang melingkupi semua
penggerak, alasan, atau dorongan atau dorongan
dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat
sesuatu. Menurut Khairani (2013 : 129) Motif dalam
psikologi berarti rangsangan, dorongan atau
pembangkit tenaga bagi terjadinya suatu tingkah
laku. Dengan kata lain, motif berarti dorongan yang
melatarbelakangi individu untuk melakukan sesuatu.
Haus misalnya, adalah motif yang melatar belakangi
individu untuk mencari air minum.
Motif, seperti haus, lapar, istirahat, seks, dan
sebagainya, pada dasarnya bersifat fisiologis. Motif-
motif demikian sering disebut motif-motif primer.
Di samping itu motif yang tidak bersifat fisiologis
juga ada, seperti motif untuk belajar, bergaul,
memberi sesuatu pada orang lain, dan lain-lain.
Motif semacam itu disebut motif skunder. Motif
primer, terutama pada binatang sering kali disebut
pula drive.
Objek atau tujuan yang hendak dicapai oleh
aktivitas yang bermotif, biasanya disebut incentive.
Misalnya air, merupakan incentive yang akan
dicapai oleh motif haus. Dengan demikian motif dan
incentive merupakan suatu proses yang sama
ditinjau dari aspek yang berbeda.
Setiap tindakan yang dilakukan oleh manusia
selalu di mulai dengan motivasi (niat). Ormrod
(dalam Latifah, 2012: 159), motivasi adalah sebagai
suatu yang menghidupkan (energize), mengarahkan,
mempertahankan perilaku. Pemberian atau
penimbulan motif, dapat pula diartikan hal atau
keadaan menjadi motif.
Soemanto (dalam Khairani, 2013: 130) secara
umum mendefinisikan motivasi sebagai sesuatu
perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan
efektif dan reaksi-reaksi pencapaian tujuan. Karena
kelakuan manusia itu selalu bertujuan, kita dapat
menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang
memberi kekuatan bagi tingkah laku mencapai
tujuan, telah terjadi di dalam diri seseorang.
Soemanto (dalam Khairani, 2013: 130) secara
umum mendefinisikan motivasi sebagai sesuatu
perubahan tenaga yang ditandai oleh dorongan
efektif dan reaksi-reaksi pencapaian tujuan. Karena
kelakuan manusia itu selalu bertujuan, kita dapat
menyimpulkan bahwa perubahan tenaga yang
memberi kekuatan bagi tingkah laku mencapai
tujuan, telah terjadi di dalam diri seseorang.
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2016
40
Secara faktor internal atau faktor yang berasal
dari dalam diri individu, terdiri atas: persepsi
individu mengenai diri sendiri yakni seseorang
termotivasi atau tidak untuk melakukan sesuatu
banyak tergantung pada proses kognitif berupa
persepsi. Persepsi seseorang tentang dirinya sendiri
akan mendorong dan mengarahkan perilaku
seseorang untuk bertindak; harga diri dan prestasi
terkait dengan faktor ini mendorong atau
mengarahkan individu (memotivasi) untuk berusaha
agar menjadi pribadi yang mandiri, kuat, dan
memperoleh kebebasan serta mendapatkan status
tertentu dalam lingkungan masyarakat; serta dapat
mendorong individu untuk berprestasi; harapan
yakni adanya harapan-harapan akan masa depan.
Harapan ini merupakan informasi objektif dari
lingkungan yang mempengaruhi sikap dan perasaan
subjektif seseorang. Harapan merupakan tujuan dari
perilaku; kebutuhan agar manusia dimotivasi oleh
kebutuhan untuk menjadikan dirinya sendiri yang
berfungsi secara penuh,sehingga mampu meraih
potensinya secara total. Kebutuhan akan mendorong
dan mengarahkan seseorang memberi respon
terhadap tekanan yang dialaminya dan terakhir
kepuasan kerja lebih yang merupakan sesuatu
dorongan afektif yang muncul dalam diri individu
untuk mencapai goal atau tujuan yang diinginkan
dari suatu perilaku.
Adapun faktor eksternal atau faktor yang berasal
dari luar diri individu, terdiri atas: jenis dan sifat
pekerjaan agar dorongan untuk bekerja pada jenis
dan sifat pekerjaan tertentu sesuai dengan objek
pekerjaan yang tersedia akan mengarahkan individu
untuk menentukan sikap atau pilihan pekerjaan yang
akan ditekuni. Kondisi ini juga dapat dipengaruhi
oleh sejauh mana nilai imbalan yang dimiliki oleh
objek pekerjaan dimaksud. Kelompok kerja tempat
individu bergabung; kelompok kerja atau organisasi
tempat di mana individu bergabung dapat
mendorong atau mengarahkan perilaku individu
dalam mencapai sesuatu tujuan perilaku tertentu;
peranan kelompok atau organisasi ini dapat
membantu individu mendapatkan kebutuhan akan
nilai-nilai kebenaran, kejujuran, kebajikan serta
dapat memberikan arti bagi individu sehubungan
dengan kiprahnya dalam kehidupan sosial. Situasi
lingkungan pada umumnya; setiap individu
terdorong untuk berhubungan dengan rasa
mampunya dalam melakukan interaksi secara efektif
dengan lingkungannya; sistem imbalan yang
diterima; imbalan merupakan karakteristik atau
kualitas dari objek pemuas yang dibutuhkan oleh
seseorang yang dapat mengubah arah tingkah laku
dari satu objek ke objek lain yang mempunyai nilai
imbalan yang lebih besar. Sistem pemberian imbalan
dapat mendorong individu dipandang sebagai tujuan,
sehingga ketika tujuan tercapai maka akan timbul
imbalan.
Motif dan emosi sering dibicarakan terpisah,
namun sebenarnya motif dan emosi erat kaitannya
dan satu sama lain. Latifah (2012: 191) emosi
biasanya diartikan sebagai state dari diri seseorang
pada suatu waktu. Juga Khairani (2013: 129) Suatu
tingkah laku yang bermotif, sedikit banyak akan
disertai emosi. Segala sesuatu yang dilakukan
seseorang hampir selalu disertai emosi. Sebaliknya
emosi yang didapat karena makan, dapat mendorong
individu untuk mencari makanan, sungguhpun ia
tidak lapar.
Kulsum dan Jauhar (2014: 230) emosi sendiri
dalam psikologi juga dapat disebut afek. Dua
karakteristik afek yang paling penting adalah
intensitas (kekuatan emosi) dan arah (apakah emosi
tersebut positif atau negatif). Khairani (2013: 129)
Pada umumnya perbuatan seseorang sehari-hari
disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, yaitu
perasaan senang atau tidak senang. Perasaan senang
yang selalu menyertai perbuatan-perbuatan
seseorang sehari-hari itu disebut „efek warna.‟ Efek
warna ini kadang-kadang lemah atau samar-samar
saja. Dalam efek warna yang kuat, maka perasaan-
perasaan menjadi lebih mendalam, lebih luas dan
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2016
41
lebih terarah. Perasaan-perasaan yang seperti ini
disebut emosi. Biasanya dikatakan saja, bahwa
emosi adalah keadaan yang bergerak dalam diri
individu yang menyimpang dari keadaan yang
normal dan tenang. Untuk memudahkan
pembicaraan, psikologi biasanya memandang emosi
dari 3 (tiga) segi, yaitu: Perasaan yang disadari,
perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi karena
emosi dan ekspresi yang tampak.
Ketika orang membahas masalah motif dan
emosi sebenarnya tidak dapat terlepas dari masalah
frustasi, stres dan konflik. Memang ketiga hal
tersebut sangat erat kaitannya dengan emosi maupun
motif (Khairani, 2013 : 161-162). Menurut Yusuf
dan Nurihsan (2012: 166) frustrasi dapat diartikan
sebagai kekecewaan dalam diri individu yang
disebabkan oleh tidak tercapainya keinginan. Juga
Hartono dan Soedarmadji (2012: 84) frustrasi adalah
bentuk kekecewaan yang tidak terselesaikan akibat
kegagalan yang sering terjadi di dalam mengerjakan
sesuatu atau akibat tidak berhasil dalam mencapai
cita-cita. Khairani (2013: 162) Frustasi adalah suatu
keadaan dalam diri individu yang disebabkan oleh
tidak tercapainya kepuasan atau suatu tujuan akibat
adanya halangan atau rintangan dalam usaha
mencapai kepuasan atau tujuan tersebut. Dalam
struktur masyarakat yang rumit ini, ada beberapa hal
yang dapat merupakan sumber frustasi itu
menimbulkan pula berbagai jenis frustasi yang dapat
di golongkan ke dalam 3 (tiga) macam, yaitu:
frustasi lingkungan, frustasi pribadi dan frustasi
konflik.
Stres pada prinsipnya sama dengan frustasi,
tetapi tekanan perasaan ini, kelangsungan atau
kontinuitas aktivitasnya yang menuju sasaran (goal)
tidak berhenti sama sekali. Jika seseorang berusaha
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan waktu
yang sangat terbatas, maka dapat dikatakan orang itu
bekerja dalam keadaan stres (Khairani, 2013: 169).
Stres terjadi jika seseorang dihadapkan dengan
peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam
kesehatan fisik ataupun psikologisnya (Hartono dan
Soedarmadji, 2012 : 86).
Hanger dalam Waluyo (2013: 92) stres sangat
bersifat individual dan pada dasarnya merusak bila
tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental
individu dengan beban yang dirasakan. Hartono dan
Soedarmadji (2012 : 86) menyatakan bahwa stres
adalah bentuk gangguan emosi yang disebabkan
adanya tekanan yang tidak dapat diatasi individu.
Priyoto (2014: 2) Peristiwa disebut juga dengan
stresor, dan reaksi orang terhadap peristiwa tersebut
dinamakan respons stres. Stres yang berlanjut dapat
menimbulkan gangguan emosi yang menyakitkan
seperti kecemasan dan depresi.
Menurut Sarastika (2004: 54) Munculnya stres
dari dalam diri individu terjadi karena adanya
kesenjangan antara harapan dan kenyataan, dan
kesenjangan yang ada dalam diri individu akan
menimbulkan konflik yang akan mengakibatkan
stres. Juga Khairani (2013: 170) umumnya penyebab
stres adalah suatu keinginan yang tidak terpenuhi
atau suatu keinginan khawatir apabila tidak
terpenuhi. Penyebab stres yang kadang tidak
diketahui oleh yang bersangkutan antara lain: beban
fisik yang relatif lama, ketidakpuasan terhadap hasil
upaya/merasa superior, kekhawatiran terhadap
sesuatu/kurang percaya diri, kegagalan dalam usaha
dan kondisi lingkungan (Hanurawan, 2012: 171) dan
terakhir kekeliruan dalam berpikir (Surya, 2013:
312).
Khairani (2013 : 171) juga menambahkan
mereka yang mempunyai tipe kepribadian
Perfeksionis, sangat perasa, kurang percaya diri,
temperamental sangat mudah merasakan stres.
Menurut Selye dalam Hanuwaran (2012 : 171)
terdapat tiga tahap adaptasi terhadap stres, yaitu
tahap peringatan (alarm), perlawanan (resistance),
dan kelelahan (exhaustion). Priyoto (2014 : 8-9)
Berdasarkan gejalanya, stres dibagi menjadi tiga
tingkat yaitu: berat, sedang dan rendah.
Stres dapat berpengaruh positif maupun negatif
terhadap individu. Pengaruh positif, yaitu
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2016
42
mendorong individu untuk melakukan sesuatu,
membangkitkan kesadaran, dan menghasilkan
pengalaman baru. Sedangkan pengaruh negatif, yaitu
menimbulkan perasaan-perasaan tidak percaya diri,
penolakan, marah, atau depresi; dan pemicu
berjangkitnya sakit kepala, insomnia, tekanan darah
tinggi, atau stroke (Yusuf & Nurihsan, 2012: 249).
Manajemen Stres
Nurihsan dan Yusuf (2012: 265) menyatakan
pengelolaan stres (manajemen stres) disebut dengan
istilah coping. Coping terdiri atas upaya-upaya yang
berorientasi kegiatan dan intrapsikis untuk
mengelola (seperti menuntaskan, tabah, mengurangi,
atau meminimalkan) tuntutan internal dan eksternal
dan konflik di antaranya. John (dalam Anggraeni,
2014:137) coping melibatkan upaya untuk
mengelola situasi yang membebani, memperluas
usaha untuk memecahkan masalah-masalah hidup,
dan berusaha untuk mengatasi atau mengurangi
stress. Keberhasilan dalam coping berkaitan dengan
sejumlah karakteristik, termasuk penghayatan
mengenai kendali pribadi, emosi positif, dan sumber
daya personal.
Salah satu faktor yang menentukan seberapa
parah seorang seorang individu dipengaruhi oleh
stres yang dirasakannya menurut Fauziah dan
Widuri (2005 : 15-16) adalah bagaimana dia
menghadapi peristiwa yang dialaminya. Dan di
dalam Waluyo (2013: 92) terganggu atau tidaknya
suatu individu, tergantung pada persepsinya
terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci
dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian
terhadap situasi dan kemampuannya untuk
menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi
yang dihadapi.
Menurut Santrock (dalam Nursalim, 2013 : 79)
membedakan dua strategi coping.
Menghilangkan stres dengan penanganan yang
berfokus pada masalah ada 2 tipe coping yaitu
problem-focused coping dan emotion-focused
coping.
Problem-focused coping adalah strategi kognitif
untuk penenangan stres atau coping yang digunakan
oleh individu yang menghadapi masalahnya dan
berusaha menyelesaikannya (Nursalim, 2013: 79).
Biasanya langsung mengambil tindakan untuk
memecahkan masalah atau mencari informasi yang
berguna untuk membantu memecahkan masalah.
Sebagai contoh dalam menghadapi ujian, individu
akan menyusun jadwal belajar sejak awal semester
untuk menghadapi ujian sehingga ketika
menghadapi ujian di akhir semester tidak lagi terlalu
menegangkan (Fauziah dan Widuri, 2005: 14).
Emotion-focused coping adalah strategi
penanganan stres di mana individu menangani
respons terhadap situasi stres dengan cara
emosional, terutama dengan penilaian defensif
(Nursalim. 2013 : 80). Lebih menekankan pada
usaha untuk menurunkan emosi negatif yang
dirasakan ketika menghadapi masalah atau tekanan.
Sebagai contoh mengalihkan perhatian dari masalah
yang dihadapi dengan bersantai atau mencari
kesenangan dengan pergi ke bioskop, cafe, karaoke,
berenang dan sebagainya (Fauziah dan Widuri,
2005: 15).
Nursalim (2013: 79) menyebut ada dua strategi
yakni penanganan dengan mendekat dan
menghindar. Strategi mendekati (approach
strategies) meliputi usaha kognitif untuk memahami
penyebab stres dan usaha untuk menghadapi stres
tersebut dengan cara menghadapi penyebab stres
tersebut atau konsekuensi yang ditimbulkannya
secara langsung dan strategi menghindar (avoidance
strategies) meliputi usaha kognitif untuk
menyangkal atau meminimalkan penyebab stres dan
usaha yang muncul dalam tingkah laku, untuk
menarik diri atau menghindar dari penyebab stres.
Layanan Bimbingan Kelompok
Menurut Gazda (dalam Prayitno, 2008: 309)
bahwa bimbingan kelompok di sekolah merupakan
kegiatan informasi kepada sekelompok siswa untuk
membantu mereka menyusun rencana dan keputusan
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2016
43
yang tepat. Juga Bimbingan Kelompok merupakan
bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam
situasi kelompok. Bimbingan kelompok dapat
berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas
kelompok membahas masalah-masalah pendidikan,
pekerjaan, pribadi, dan sosial (Nurihsan, 2006: 23).
Layanan bimbingan kelompok yaitu layanan
bimbingan memungkinkan sejumlah peserta didik
secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan
dari narasumber tertentu (terutama dari pembimbing
atau konselor) yang berguna untuk menunjang
kehidupan sehari-hari baik individu maupun sebagai
pelajar, anggota keluarga dan masyarakat serta untuk
pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Sukardi (2008: 78) menyatakan, pelayanan
bimbingan kelompok dimaksudkan untuk
memungkinkan siswa secara bersama-sama
memperoleh fungsi utama bimbingan yang didukung
oleh layanan konseling kelompok ialah fungsi
pengentasan. Bimbingan kelompok yang baik adalah
apabila dalam kelompok tersebut diwarnai oleh
semangat tinggi, dinamis, hubungan yang harmonis,
kerja sama yang baik dan mantap, serta saling
mempercayai di antara anggota-anggotanya.
Dinamika kelompok adalah suatu studi dalam
mengembangkan berbagai kekuatan yang
menentukan perilaku anggota dan perilaku
kelompok yang menyebabkan terjadinya gerak
perubahan dalam kelompok untuk mencapai tujuan
bersama yang telah ditentukan (Hartinah, 2009: 62).
Agar dinamika kelompok yang maju tersebut dapat
secara efektif bermanfaat bagi pembinaan para
anggota kelompok, maka jumlah anggota sebuah
kelompok tidak boleh terlalu besar, sekitar 10 orang
atau paling banyak 15 orang.
Secara umum Tohirin (2011: 172) menyatakan
bahwa layanan bimbingan kelompok bertujuan
untuk pengembangan kemampuan bersosialisasi,
khususnya kemampuan berkomunikasi peserta
layanan (siswa). Juga Nurihsan (2006: 43) tujuan
umum dari bimbingan untuk kebutuhan siswa
adalah: pertama, memahami, menerima,
mengarahkan, dan mengembangkan minat, bakat,
serta kemampuan siswa seoptimal mungkin; kedua,
Menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan,
keluarga, sekolah, dan masyarakat, serta ketiga,
Merencanakan kehidupan masa depan siswa yang
sesuai dengan tuntutan pada saat ini ataupun masa
yang akan datang.
Oleh Yusuf dan Nurihsan (2012 : 13) tujuan
bimbingan agar individu dapat:
1. Merencanakan kegiatan penyelesaian studi,
perkembangan karier, serta kehidupan di masa
yang akan datang
2. Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan
yang dimilikinya seoptimal mungkin
3. Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan,
lingkungan masyarakat, serta lingkungan kerjanya
4. Mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi
dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan
pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Layanan bimbingan kelompok membahas materi
atau topik umum baik topik tugas yaitu topik atau
pokok bahasan yang diberikan oleh pembimbing
(pimpinan kelompok) kepada kelompok untuk
dibahas, dan topik bebas adalah suatu topik atau
pokok bahasan yang dikemukakan secara bebas oleh
anggota kelompok (Tohirin, 2011 : 172-173).
Menurut Hartinah (2009 : 106), topik-topik yang
dibahas mencangkup secara khusus materi dalam
bidang-bidang bimbingan:
1. Layanan bimbingan kelompok dalam bimbingan
pribadi (No. 6A), meliputi kegiatan
penyelenggaraan bimbingan kelompok yang
membahas aspek-aspek pribadi siswa.
2. Layanan bimbingan kelompok dalam bimbingan
sosial (No. 6B), meliputi kegiatan
penyelenggaraan bimbingan kelompok yang
membahas aspek-aspek perkembangan sosial
siswa.
3. Layanan bimbingan kelompok dalam belajar
(No. 6C), meliputi kegiatan penyelenggaraan
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2016
44
bimbingan kelompok yang membahas aspek-
aspek kegiatan belajar siswa.
4. Layanan bimbingan kelompok dalam bimbingan
karier (No. 6D), meliputi kegiatan
penyelenggaraan bimbingan kelompok yang
membahas aspek-aspek pilihan pekerjaan dan
perkembangan karier siswa.
Pada umumnya, aktivitas kelompok
menggunakan prinsip dan proses dinamika
kelompok, seperti dalam kegiatan diskusi,
sosiodrama, bermain peran, simulasi, dan lain- lain,
bimbingan melalui aktivitas kelompok lebih efektif
karena selain peran individu lebih aktif, juga
memungkinkan terjadinya pertukaran pemikiran,
pengalaman, rencana dan penyelesaian masalah
(Nurihsan, 2012: 24).
Deskripsi Umum Pengurus OSDA
OSDA (Organisasi Santri Darul Hijrah) adalah
organisasi yang mirip namun tak serupa dengan
OSIS. Hal ini disebabkan karena ruang lingkup yang
disertakan adalah seluruh santri (siswa) dari kelas 1
sampai kelas 6. Untuk kelas 1 sampai kelas 3 setara
dengan kelas VII sampai kelas IX, untuk kelas 4
sampai kelas 6 setara dengan kelas X sampai kelas
XII.
Kepengurusan OSDA dilaksanakan oleh santri
kelas 5 (XI) selama satu priode (dua semester).
OSDA dipimpin oleh ketua OSDA terpilih dengan
terdapat 18 bagian struktural, yaitu: sekretariat,
bendahara, bahasa, keamanan, ta‟mir masjid,
informasi, kebersihan, tahfiz, olahraga, kesehatan,
koperasi, kantin, loundry, penerimaan tamu,
kesenian, perpustakaan, sarana dan prasarana, dan
dapur. Tugas 18 bagian tersebut untuk melayani,
mengawasi, serta membimbing seluruh santri, dan
menindak santri kelas 1 sampai kelas 4, terlebih
untuk bagian keamanan dan bagian bahasa.
METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif, yang penelitiannya bertolak dari studi
pendahuluan dari obyek yang diteliti (preliminary
study) untuk mendapatkan yang betul-betul masalah
(Sugiyono, 2014: 16). Rancangan penelitian ini
sendiri menggunakan quasi-experimental (kuasi
eksperimen), desain ini biasanya dipakai pada
eksperimen yang menggunakan kelas-kelas atau
kelompok-kelompok yang sudah ada. Bentuk yang
digunakan adalah non-randomized pretest-posttest
control group design, yaitu Desain eksperimen yang
dilakukan dengan prates sebelum perlakukan
diberikan, dan pascates sesudahnya (Latipun, 2006:
116).
Adapun variabel yang akan diteliti dalam
penelitian ini, adalah variabel bebas (X) adalah
efektivitas manajemen stres dan variabel terikat (Y)
adalah dalam layanan bimbingan kelompok untuk
stres.
PEMBAHASAN
Pembahasan ini merupakan hasil dari
pelaksanaan manajemen stres dalam layanan
bimbingan kelompok yang ditujukan kepada
Organisasi Santri Darul Hijrah (OSDA) di Balai
Pendidikan Pondok Darul Hijrah Cindai Alus
Martapura. Pelaksanaan ini diawali dengan
pemberian pre-test, hasil dari pengukuran stres
terhadap pengurus 32 pengurus yang dibagi ke
dalam 11 bagian OSDA di BPP Darul Hijrah Cindai
Alus Martapura maka diperoleh kategori data yaitu,
25 santri yang memiliki tingkat stres tinggi dengan
presentasi 78%, dan interpretasi “banyak” , dan 7
santri yang memiliki tingkat stres sedang dengan
presentasi 22%, dan interpretasi “sedikit”. Jika
dilihat akumulatif tingkat stres dalam satu bagian
maka ada 9 bagian dengan rata-rata stres tinggi
dengan presentasi 82%, dan interpretasi “sangat
banyak”, dan ada 2 bagian dengan rata-rata stres
sedang dengan presentasi 18%, dan interpretasi
“sedikit sekali”. Dapat disimpulkan bahwa hanya
ada 2 perbedaan tingkat stres yaitu sedang dan
tinggi.
Karena penelitian ini ditujukan pada bagian
OSDA yang memiliki rata-rata stres tinggi, maka
peneliti bermaksud mengambil sampel kategori
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2016
45
tinggi, sehingga sampel yang diambil dari penelitian
ini berjumlah 7 bagian yaitu: keamanan pusat ada 4
orang semua dengan tingkat stres tinggi, bahasa
pusat ada 4 orang semua dengan tingkat stres tinggi,
ta‟mir masjid ada 2 orang semua dengan tingkat
stres tinggi, kebersihan ada 3 orang semua dengan
tingkat stres tinggi, dan pertamanan ada 3 orang
semua dengan tingkat stres tinggi. Kemudian
ditetapkan bagian keamanan dan bagian bahasa
sebagai kelompok treatment dan bagian ta‟mir
masjid, kebersihan, dan pertamanan sebagai
kelompok kontrol.
Penelitian manajemen stres dalam layanan
bimbingan kelompok ini dilakukan sebanyak 4 kali
pertemuan dengan hasil yaitu efektif, ditandai
dengan adanya penurunan tingkat stres. Bimbingan
melalui aktivitas kelompok lebih efektif karena
selain peran individu lebih aktif, juga
memungkinkan terjadinya pertukaran pemikiran,
pengalaman, rencana dan penyelesaian masalah
(Yusuf dan Nurihsan, 2012: 24) dengan tujuan
mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi
dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan
pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja.
Lingkungan kerja atau lingkungan organisasi
memerlukan sebuah manajemen waktu untuk
mencapai sebuah kepuasan kerja, menurut Sarastika
(2014: 70) manajemen waktu dapat didefinisikan
sebagai kemampuan untuk memprioritaskan,
menjadwalkan, dan melaksanakan tanggung jawab
demi suatu kepuasan. Tentunya dalam sebuah
pencapaian bersama diperlukan manajemen waktu
agar dapat berbagi beban tugas, maka dukungan
sosial juga berperan penting Neale, Davitson dan
Haaga dalam (Fauziah dan Widuri 2005 : 15-16)
adanya dukungan sosial, yaitu keberadaan para
saudara, teman dan kenalan dalam menghadapi stres
dapat membantu seseorang berhasil menggunakan
problem-focused atau emotion focused coping. Maka
dihasilkan dalam bimbingan kelompok tersebut
sistem penjadwalan dan komitmen bersama dalam
menjalankan penjadwalan serta konsekuensi apabila
melanggar komitmen tersebut.
Lebih spesifik, penurunan stres perindividu
setelah diberikan manajemen stres dalam layanan
bimbingan kelompok dapat dilihat dari skor hasil
post-tes yaitu: N007 persentase sebelumnya 77%
menjadi 67,50%, N008 persentase sebelumnya 78%
menjadi 70,83%, N009 persentase sebelumnya 71%
menjadi 64,17%, N010 persentase sebelumnya 80%
menjadi 70,83%, N011 persentase sebelumnya 75%
menjadi 66,67%, N012 persentase sebelumnya 83%
menjadi 73,33%, N013 persentase sebelumnya 73%
menjadi 65,00%, N014 persentase sebelumnya 73%
menjadi 65,83%. Hal ini diperkuat dengan
kesimpulan pernyataan bahwa kepala mereka terasa
ringan karena melihat beban yang sebelumnya terasa
banyak karena hanya tersimpan dikepala dan semua
terasa penting, sekarang sudah tertulis, terjadwal,
serta terbagi yang bertanggungjawab atas kegiatan
yang mereka rencanakan dan juga mereka tidak lagi
merasa terlalu segan untuk menegur sesama
pengurus di bagian karena adanya kesepakatan
bersama tentang konsekuensi yang akan diterima
apabila tidak sesuai dengan komitmen atau tanggung
jawab yang telah diemban.
Dari keseluruhan kegiatan manajemen stres
dalam layanan bimbingan kelompok dirasakan
secara tidak langsung adanya masalah lain yang
mereka alami baik itu secara personal, maupun
konflik sosial. Mestinya perlu diadakan penanganan
tindak lanjut seperti layanan konseling kelompok
sebagai fungsi pengentasan masalah, Sukardi (2008:
78) juga menyatakan, pelayanan bimbingan
kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan siswa
secara bersama-sama memperoleh fungsi utama
bimbingan yang didukung oleh layanan konseling
kelompok ialah fungsi pengentasan, dan atau
dilaksanakan program layanan BK secara berkala.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2016
46
1. Sebelum diberikan layanan bimbingan kelompok
skor rata-rata stres pengurus OSDA sebesar
75,94% yang termasuk dalam kategori tinggi.
2. Setelah diberikan treatment melalui manajemen
stres dalam layanan bimbingan kelompok, stres
yang dialami pengurus OSDA mengalami
penurunan menjadi 68,02% dengan perbedaan
tingkat stres 7,92% masuk dalam kategori
sedang.
3. Dari perhitungan T-Test menunjukkan thit
sebesar 0,940 antara persentase stres sebelum
dan sesudah layanan bimbingan kelompok
dengan nilai t tab sebesar 0,691 yang artinya
terdapat perbedaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa:”manajemen stres dalam layanan bimbingan
kelompok efektif dalam mengurangi stres pengurus
OSDA, yang ditandai dengan menurunnya
persentase skala stres.”
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, B.D.S.(2014). Religious Coping dengan Stress pada Mahasiswa. Jurnal Online Psikologi Vol.
02, No. 01 Tahun. 2014, halaman 135. Tersedia http://ejournal.umm.ac.id [6 Maret 2015].
Arikunto, Suhaisimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Fauziah, Fitri dan Widuri, Julianti. (2008). Psikologi abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: UI-Press
Gerungan,W.A.( 2010). Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama
Hanurawan, Fattah. 2010. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Hartinah, Sitti. (2009). Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: PT. Refika Aditama
Hartono dan Soedarmadji, Boy. (2012). Psikologi Konseling. Surabaya: Kencana Prenada Media Group.
Hawari, Dadang. (2011). Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2013). Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013 pada Lampiran IV
tentang Implementasi Kurikulum Pedoman Umum Pembelajaran pada Konsep dan Strategi Layanan
Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Kemendikbud.
Khairani, Makmun. (2013). Psikologi Umum. Yogyakarta: Aswaja Pressindo
Komar, Turheni. (2011). Pengembangan Strategi Coping Stress Konselor. Edisi Khusus No. 1 Tahun 2011,
halaman 154. Tersedia http://jurnal.upi.edu/penelitian-pendidikan-umum/author/turheni-komar [16
Maret 2015]
Kulsum, Umi dan Jauhar, Mohammad. (2000) Pikologi Sosial. Jakarta: Prestasi Pustakaraya
Latifah, Eva. (2012). Pengantar Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pedagogia.
Latipun. (2006). Psikologi Eksperimen (Edisi Kedua). Malang: UMM Press
Margono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Mashudi, Farid. (2011). Psikologi Konseling. Sumenep: IRCiSoD
Nurihsan, Achmad Juntika. (2006). Bimbingan & Konseling dalam Berbagai Latar Belakang Kehidupan.
Bandung: Refika Aditama
Nursalim, Mohammad. (2013). Strategi dan Intervensi Konseling. Jakarta: Akademia Pemata
Priyoto. (2014). Konsep Managemen Stress. Yogyakarta: Nuha Medika
Safaria, Triantoro. (2011). Peran Religious Coping Sebagai Moderator dari Job Insecurity terhadap Stress
Kerja terhadap Staff Akademik. Humanitas, Vol. VIII No.2 Tahun 2011, halaman 155. Tersedia
http://uad-ic.academia.edu/TriantoroSafaria [16 Maret 2015].
Sarastika, Pradipta. (2014). Manajemen Pikiran untuk Mengatasi Stress Depresi Kemarahan & Kecemasan.
Yogyakarta: Araska
Sharma, Sunita, dkk. (2011). Level of Stres Incoping Strategies Used by Nursing Internasional. medind.nic.in.
Nursing and Midwifery Research Journal, Vol-7, No. 4 Tahun 2011, halaman 152. Tersedia
http://medind.nic.in/nad/t11/i4/nadt11i4p152.pdf [16 Maret 2015].
Sholichatun, Yulia. (2011). Stress dan Strategi Coping pada Anak Didik di Lembaga Kemasyarakatan Anak.
PSIKOISLAMIKA, Jurnal Psikologi Islam (JPI) Vol. 8 No . 1 Tahun 2011, halaman 23. Tersedia
http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/psiko/article/view/1544 [16 Maret 2015].
Slameto. (2010). Belajar & Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sukardi, Dewa Ketut dan Kusmawati, Nila. (2008). Proses Bimbingan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka
Cipta
Sumanto. (2014). Teori dan Aplikasi Metodologi Penelitian. Yogyakarta: CAPS (Center of Academic
Publishing Service)
JURNAL BIMBINGAN DAN KONSELING FITRAH VOL. 1 NO. 1 OKTOBER 2016
47
Surya, Mohammad. (2013). Psikologi Guru Konsep dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.
Tohirin. (2011). Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Raja Grafindo
Waluyo, Minto. (2013). Psikologi Industri. Jakarta: Akademia Permata
Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, Achmad Juntika. (2012). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung:
Rosdakarya
Top Related