Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
i
BUKU PEDOMAN PENGHAPUSAN STIGMA & DISKRIMINASI
Bagi PENGELOLA PROGRAM,
PETUGAS LAYANAN KESEHATAN DAN KADER
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung Tahun 2012
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
ii
Kementerian Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung Tahun 2012
BUKU PEDOMAN PENGHAPUSAN STIGMA &DISKRIMINASI
Bagi PENGELOLA PROGRAM,
PETUGAS LAYANAN KESEHATAN DAN KADER
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
iii
Kata Pengantar
Salah satu masalah dalam pengendalian HIV-‐AIDS adalah masih tingginya Stigma dan Diskriminasi terhadap Orang Dengan HIV-‐AIDS (ODHA) di masyarakat. Mengingat HIV-‐AIDS sering diasosiasikan dengan perilaku atau kebiasaan buruk yang dianggap tidak sesuai atau bertentangan dengan norma positif dalam masyarakat. Rasa takut dan ketidaktahuan yang disebabkan karena selalu berujung kematian pada awal epidemi ini makin memperberat stigma dan diskriminasi. Stigma dan diskriminasi ini membawa dampak buruk sehingga sering terjadi pengucilan, pengusiran, pemutusan hubungan kerja, bahkan kekerasan. Stigma dan diskriminasi membawa penderitaan psikis, emosi, spiritual dan sosial kemasyarakat yang luar biasa, merambah hingga ke keluarga, menghilangkan kesempatan akses pelayanan kesehatan dan pelayanan dukungan publik lainnya, bahkan kesempatan pendidikan, serta menghilangkan rasa aman hidup berbangsa dan bermasyarakat. Dengan tersedianya obat ARV, serta makin bertambahnya pengetahuan dan kemampuan untuk menurunkan kematian akibat infeksi HIV-‐AIDS telah sedikit mengurangi stigma dan diskriminasi. Upaya normalisasi HIV dan intervensi struktural perlu segera dilakukan kepada seluruh stakeholder dan lapisan masyarakat, agar rakyat tidak kehilangan haknya dalam mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Pemahaman pengetahuan yang benar dan kemampuan pencegahan HIV-‐AIDS di masyarakat, disamping pelayanan kesehatan paripurna diharapkan bisa menghapus stigma dan diskrimasi. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak atas terselenggaranya buku ini. Semoga Buku Pedoman ini bisa bermanfaat dalam upaya intensifikasi dan ekstensifikasi penghapusan stigma dan diskriminasi terkait HIV-‐AIDS di Indonesia dalam mewujudkan bangsa dan negara yang bermartabat.
Direktur Jenderal PP dan PL
Prof. dr. Tjandra Y Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE NIP 195509031980121001
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………………………………………………. iv
Bab I. Pendahuluan …………………………………………………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang ……………………………………………………………………………………………. 1
B. Tujuan ……………………………………………………………………………………………………….. 2
C. Sasaran ………………………………………………………………………………………………………. 2
Bab II. Definisi dan Konsep Stigma dan Diskriminasi ………………………………………………….. 3
A. Pengertian Stigma ……………………………………………………………………………………… 3
B. Pengertian Diskriminasi …………………………………………………………………………….. 4
Bab III. Stigma dan Diskriminasi dalam Berbagai Konteks ………………………………………….. 5
A. Kerangka Kerja Konseptual: Stigma, Diskriminasi dan Kerentanan ……………. 5
B. Dampak Stigma dan Diskriminasi ………………………………………………………………. 6
C. Prinsip –prinsip HAM sebagai filosofi penghapusan stigma dan diskriminasi 7
D. Diskriminasi yang sering dijumpai ................................................................. 8
Bab IV. Cara penghapusan Stigma dan Diskriminasi ……………………………………………………. 9
A. Mengapa Perlu Menangani Stigma dan Diskriminasi? ……………………………….. 9
B. Bagaimana cara menghadapi Stigma dan Diskriminasi ………………………………. 9
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Program pengendalian HIV di Indonesia sejak beberapa tahun belakangan ini telah mengalami banyak kemajuan. Berbagai layanan terkait HIV telah dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkannya. Namun teridentifikasi bahwa perkembangan dari efektifitas maupun kualitas intervensi dan layanannya masih belum maksimal. Situasi ini dapat dilihat dari rendahnya cakupan, adanya kesenjangan koordinasi antara layanan dengan pelaksana program yang lain, retensi klien pada layanan, dan beberapa wilayah yang memiliki tantangan komprehensif yang tinggi.
Situasi di atas salah satunya disebabkan masih kuatnya stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan HIV positif maupun berbagai program yang terkait dengannya. Akibatnya, upaya penanggulangan HIV maupun peningkatan kualitas hidup ODHA mengalami banyak hambatan pula.
Dari berbagai segi, stigma dan diskriminasi memberikan mempengaruh yang jauh lebih luas dibandingkan virus HIV itu sendiri. Stigma dan diskriminasi bukan hanya mempengaruhi hidup orang yang Positif HIV, namun juga orang-‐orang yang hidup di sekitarnya seperti misalnya pasangan hidup, keluarga, atau bahkan perawat atau pendampingnya. Bahkan, stigma juga mempengaruhi orang yang melakukan stigma, yakni melalui sikap-‐sikapnya atau tindakannya di tengah masyarakat, dalam pekerjaan, di tempat-‐tempat umum maupun di media.
Masih kuatnya stigma tersebut berdampak sangat serius bagi orang Positif HIV maupun upaya pengendalian HIV secara keseluruhan. Stigma, mengakibatkan ODHA enggan mencari layanan kesehatan dan dukungan sosial yang semestinya dapat mereka peroleh. Banyak ODHA harus kehilangan pekerjaan atau kehilangan kesempatan mendapatkan pekerjaan, asuransi, layanan-‐layanan umum lainnya, bahkan seorang anak pun dapat ditolak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah.
Stigmatisasi juga dapat mengakibatkan terhambatnya upaya pencegahan penularan HIV. Hal ini disebabkan kuatnya nilai dan keyakinan yang dianut oleh sebagian orang di dalam masyarakat. Mereka lebih memilih untuk menahan informasi mengenai cara-‐cara yang benar untuk mencegah penularan HIV, serta lebih mendukung adanya peraturan dan kebijakan yang justru membuat populasi yang berisiko bahkan menjadi lebih rentan.
Oleh karenanya sangatlah penting untuk memasukkan berkelanjutan.komponen pengetahuan stigma dan diskriminasi serta aksi untuk menghapusnya dalam kegiatan layanan komprehensif berkesinambungan.
Kegiatan Layanan komprehensif HIV yang berkesinambungan (LKB) mencakup semua bentuk layanan HIV dan IMS, seperti kegiatan KIE pengetahuan komprehensif, promosi penggunaan kondom, pengendalian faktor risiko, layanan Konseling dan Tes HIV (KTS), Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan (PDP), Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA), Pengurangan Dampak Buruk NAPZA (LAJSS, PTRM, PTRB), layanan IMS,
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
2
Pencegahan penularan melalui darah donor dan produk darah lainnya, kegiatan monev dan surveilan epidemiologi, Puskesmas, Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.
Mengapa Stigma dan Diskriminasi sangat kuat mempengaruhi upaya pengendalian HIV serta hidup ODHA?
Utamanya karena ketakutan, kurangnya pengetahuan dan prasangka yang menciptakan stigma serta diskriminasi pada ODHA. Masyarakat hanya mengetahui HIV-‐AIDS itu merupakan sebatas penyakit menular dan penderitanya berbahaya dan belum memahami secara benar cara penularannya. Adanya ketidakpahaman ini menyebabkan timbulnya sikap berlebihan yang tidak mendukung kehidupan Odha.
ODHA secara fisik tidak dapat dibedakan dengan orang sehat pada umumnya sehingga dengan melihat saja tidak dapat diketahui apakah seseorang itu menderita HIV-‐AIDS atau tidak. Banyak anggapan bahwa HIV tinggal menunggu waktu “mati”. HIV bukanlah vonis mati. Selama Odha menjaga kondisi tubuhnya maka ia akan hidup dengan sehat dan wajar, dan dengan menjaga serta merubah perilakunya maka penularan tak akan terjadi.
HIV-‐AIDS kini telah mengancam semua orang, termasuk ibu-‐ibu rumah tangga maupun bayi-‐bayi tanpa dosa yang baru lahir.
B. Tujuan 1. Memberikan pembekalan pengetahuan mengenai Stigma dan Diskriminasi bagi
pengelola program, petugas layanan kesehatan dan kader.
2. Pengelola program, petugas layanan kesehatan dan kader memiliki empati, kesadaran dan keberanian untuk mengatasi stigma dan diskriminasi yang terjadi di sekelilingnya.
3. Memberikan keterampilan praktis bagi pengelola program, petugas layanan kesehatan dan kader untuk mengatasi stigma dan diskriminasi yang terjadi di sekelilingnya.
Pengetahuan dan keterampilan ini diberikan sebagai bagian dari layanan komprehensif berkesinambungan
C. Sasaran 1. Pengelola program
2. Petugas layanan kesehatan
3. Kader
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
3
BAB II PENGERTIAN STIGMA DAN DISKRIMINASI
A. Pengertian Stigma Stigma adalah tindakan memberikan label sosial yang bertujuan untuk memisahkan atau mendeskreditkan seseorang atau sekelompok orang dengan cap atau pandangan buruk. Dalam prakteknya, stigma mengakibatkan tindakan diskriminasi, yaitu tindakan tidak mengakui atau tidak mengupayakan pemenuhan hak-‐hak dasar indvidu atau kelompok sebagaimana selayaknya sebagai manusia yang bermartabat.
Stigma dan diskriminasi terjadi karena adanya persepsi bahwa mereka dianggap sebagai “musuh”, “penyakit”, “elemen masyarakat yang memalukan”, atau “mereka yang tidak taat tehadap norma masyarakat dan agama yang berlaku”. Implikasi dari stigma dan diskriminasi bukan hanya pada diri orang atau kelompok tertentu tetapi juga pada keluarga dan pihak-‐pihak yang terkait dengan kehidupan mereka.
Tindakan menstigma atau stigmatisasi terjadi melalui beberapa proses yang berbeda-‐beda seperti:
• Stigma aktual (actual) atau stigma yang dialami (experienced): jika ada orang atau masyarakat yang melakukan tindakan nyata, baik verbal maupun non verbal yang menyebabkan orang lain dibedakan dan disingkirkan.
• Stigma potensial atau yang dirasakan (felt): jika tindakan stigma belum terjadi tetapi ada tanda atau perasaan tidak nyaman. Sehingga orang cenderung tidak mengakses layanan kesehatan.
• Stigma internal atau stigmatisasi diri adalah seseorang menghakimi dirinya sendiri sebagai “tidak berhak”, “tidak disukai masyarakat”
Proses stigma tidak bersifat tunggal, beberapa proses tersebut dapat terjadi secara bersamaan dan dapat bersifat stigmatisasi ganda (misalnya: “perek” sekaligus “penasun”).
Faktor-‐faktor yang mempengaruhi stigma terhadap Orang dengan HIV-‐AIDS:
• HIV-‐AIDS adalah penyakit mematikan
• HIV-‐AIDS adalah penyakit karena perbuatan melanggar susila, kotor, tidak bertanggung jawab
• Orang dengan HIV-‐AIDS dengan sengaja menularkan penyakitnya
• Kurangnya pengetahuan yang benar tentang cara penularan HIV.
Perubahan perkembangan pengobatan, perawatan dan dukungan yang diharapkan mempengaruhi paradigma stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV-‐AIDS:
• HIV-‐AIDS dapat mengenai siapapun, tanpa membedakan status sosial, pendidikan, agama, warna kulit, latar belakang seseorang. adalah penyakit mematikan.
• HIV-‐AIDS dapat mengenai orang yang tidak berdosa yaitu bayi dan anak.
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
4
• HIV-‐AIDS sudah ada obatnya sekalipun tidak menyembuhkan, tetapi mengembalikan kualitas hidup penderitanya.
• Penularan HIV-‐AIDS ke bayi/anak dapat dicegah
• Kepatuhan berobat dan minum obat adalah kunci utama pencegahan dan pengendalian HIV-‐AIDS.
• Setiap orang memiliki hak yang sama untuk akses pelayanan kesehatan paripurna yang komprehensif.
• Ketidaktahuan seseorang bahwa ia menderita penyakit termasuk HIV-‐AIDS dan IMS yang membuat orang menularkan penyakitnya.
B. Pengertian Diskriminasi UNAIDS mendefinisikan stigma dan diskriminasi terkait dengan HIV sebagai ciri negatif yang diberikan pada seseorang sehingga menyebabkan tindakan yang tidak wajar dan tidak adil terhadap orang tersebut berdasarkan status HIV-‐nya.
Contoh-‐contoh diskriminasi meliputi:
• Keluarga yang tega mengusir anaknya karena menganggapnya sebagai aib.
• Rumah sakit dan tenaga kesehatan yang menolak untuk menerima ODHA atau menempatkan ODHA di kamar tersendiri karena takut tertular.
• Atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status HIV mereka.
• Keluarga/masyarakat yang menolak ODHA.
• Mengkarantina ODHA karena menganggap bahwa HIV-‐AIDS adalah penyakit kutukan atau hukuman Tuhan bagi orang yang berbuat dosa.
• Sekolah tidak mau menerima anak dengan HIV karena takut murid lain akan ketakutan.
• Odha mengalami masalah dalam mengurus asuransi kesehatan.
Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
5
BAB III STIGMA DAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI KONTEKS
A. Kerangka Kerja Konseptual Stigma Dan Diskriminasi Serta Kerentanan
Siklus Stigma dan Diskriminasi Stigma dan diskriminasi saling menguatkan satu sama lain dan beroperasi dalam suatu siklus yang dinamis. Tanda atau label sebagai ODHA, dapat menyebabkan stigma. Stigma dapat menyebabkan diskriminasi yang selanjutnya dapat mengakibatkan:
• Isolasi • Hilangnya pendapatan atau mata
pencaharian • Penyangkalan atau pembatasan
akses pada layanan kesehatan • Kekerasan fisik dan emosional
Ketakutan pada penghakiman dan diskriminasi dari orang lain mempengaruhi bagaimana cara ODHA melihat diri mereka sendiri dan mengatasi kesulitan terkait status atau perilaku berisikonya.
Bayangan/perasaan terstigma dan stigma internal sangat mempengaruhi upaya pencegahan HIV dan PDP.Hal ini dapat mengakibatkan kerentanan dan risiko lebih besar pada HIV. Stigma dan diskriminasi sendiri tidak tetap dan diam, tetapi berkembang.Oleh karena itu penting bagi pelaksana program pencegahan HIV untuk memahami elemen-‐elemen stigma dan mengadaptasinya dalam konteks saat ini dan konteks lokal.
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
6
Bentuk Dan Akibat Stigma Dan Diskriminasi Bentuk Akibat
Isolasi dan kekerasan fisik dari keluarga, teman dan komunitas
Diusir dari keluarga, rumah, pekerjaan, organisasi, depresi, menyendiri, melarikan diri.
Gossip, olok-‐olok, sebutan negatif, pengucilan, pengutukan, penghinaan, penghakiman
Pencemaran nama baik, tidak percaya pada diri sendiri dan orang lain, merasa dibedakan, merasa ditolak
Kehilangan hak dan kekuasaan untuk mengambil keputusan atas dirinya sendiri
Kehilangan pekerjaan, kehilangan kesempatan untuk bekerja, putus sekolah, tidak dapat memimpin
Stigma diri (ODHA menyalahkan dan mengisolasi diri mereka sendiri)
Depresi, tidak percaya diri, menyendiri, menarik diri dan menghindar dari lingkungan sosialnya
Stigma karena apresiasi diri Tidak percaya diri, merasa tidak dihargai, rendah diri, kehilangan jati diri.
Stigma karena penampilan atau jenis pekerjaan
Kehilangan kesempatan kerja, dikucilkan, menyendiri.
B. Dampak Stigma Dan Diskriminasi Stigma dan diskriminasi masih menjadi masalah didalam upaya pengendalian HIV/AIDS di dunia sehingga masih banyak yang enggan untuk mengetahui status HIVnya karena takut kalau ketahuan mengidap HIV akan diperlakukan diskriminatif dalam kehidupan bermasyarakat. Padahal makin dini orang mengetahui status HIVnya makin baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Stigma dan diskriminasi dalam kaitan dengan HIV-‐AIDS sebenarnya tidak ditujukan kepada jenis kelamin melainkan kepada penyakitnya yang amat ditakuti. Masalah akan timbul dalam situasi ketidak-‐setaraan gender. Perempuan yang termarginalkan dan berada dalam posisi subordinat bisa menjadi tumpuan kesalahan, selanjutnya memperoleh label sebagai sumber penularan. Padahal yang terjadi adalah sebaliknya: Dari sisi anatomi, fisiologi dan kedudukan sosial, perempuan lebih rentan tertular HIV/AIDS daripada laki-‐laki.
Diperlukan komitmen dan upaya-‐upaya komprehensif terpadu oleh pemerintah dan seluruh unsur masyarakat untuk memberdayakan perempuan melalui pendekatan non diskriminatif dan persamaan sebelum menuju kesetaraan. Hasil yang diharapkan adalah perempuan mempunyai akses terhadap pendidikan, ketrampilan, informasi dan ekonomi, sehingga memiliki pengetahuan yang cukup tentang reproduksi dan penyakit serta mempunyai akses untuk meningkatkan ekonominya sehingga mampu memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang setara dengan laki-‐laki baik di sektor formal maupun informal. Demikian pula perempuan harus diberi wadah
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
7
berorganisasi dan bisa memasuki wadah tersebut guna meningkatkan kapasitas sosialnya. Dengan demikian tidak akan ada lagi diskriminasi dalam bekerja, tidak hanya perempuan HIV positif tetapi perempuan secara keseluruhan.
Bentuk lain dari stigma berkembang melalui internalisasi oleh Odha dengan persepsi negatif tentang diri mereka sendiri. Stigma dan diskriminasi yang dihubungkan dengan penyakit menimbulkan efek psikologi yang berat tentang bagaimana Odha melihat diri mereka sendiri.Hal ini bisa mendorong, dalam beberapa kasus, terjadinya depresi, kurangnya penghargaan diri, dan keputusasaan.
Stigma dan diskriminasi juga menghambat upaya pencegahan dengan membuat orang takut untuk mengetahui apakah mereka terinfeksi atau tidak, atau bisa pula menyebabkan mereka yang telah terinfeksi meneruskan praktek seksual yang tidak aman karena takut orang-‐orang akan curiga terhadap status HIV mereka. Akhirnya, Odha dilihat sebagai "masalah", bukan sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi epidemi ini.
Deklarasi Komitmen yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB dalam sesi khusus tentang HIV-‐AIDS menyerukan untuk memerangi stigma dan diskriminasi. Ini menunjukkan fakta bahwa diskriminasi merupakan pelanggaran HAM. Ini juga secara jelas menyatakan bahwa melawan stigma dan diskriminasi adalah merupakan prasyarat untuk upaya pencegahan dan perawatan yang efektif.
C. Prinsip-‐-‐Prinsip HAM Sebagai Filosofi Penghapusan Stigma Dan Diskriminasi Hak Asasi Manusia dan untuk hak-‐hak perempuan, kesempatan kerja serta perlindungan, terkait dengan pekerjaan dan fungsi reproduksi mendapat tempat khusus dalam Undang-‐Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Antara lain adalah upah yang sama dan adil disebutkan dalam Hak Atas Kesejahteraan Pasal 38(3): Setiap orang, baik pria maupun wanita yang melakukan pekerjaan yang sama, sebanding, setara atau serupa, berhak atas upah serta syarat-‐syarat perjanjian kerja yang sama, dan pasal 38(4): Setiap orang, baik pria maupun wanita, dalam melakukan pekerjaan yang sepadan dengan martabat kemanusiaannya berhak atas upah yang adil sesuai dengan prestasinya dan dapat menjamin kelangsungan kehidupan keluarganya.
Hak-‐hak perempuan dituangkan dalam Hak Wanita, Pasal 45 – 51. Hak perempuan sebagai hak asasi ditegaskan dalam Pasal 45 yang berbunyi: Hak wanita dalam Undang-‐undang ini adalah hak asasi manusia. Sedangkan perlindungan terkait dengan pekerjaan dan fungsi reproduksi disebutkan dalam Pasal 49(2): Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau profesinya terhadap hal-‐hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita, dan Pasal 49(3):
Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya, dijamin dan dilindungi oleh hukum.
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
8
Hak Asasi dan Diskriminasi, Pasal 2 Undang-‐Undang RI No: 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyebutkan: Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan non diskriminatif, dan norma-‐norma agama. Kemudian pada Pasal 57 (1) disebutkan: Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan dengan pengecualian pada Pasal 57 (2) ..... tidak berlaku dalam hal a. Perintah Undang-‐Undang; b. Perintah pengadilan; c. Izin yang bersangkutan; d. Kepentingan masyarakat; atau e. Kepentingan orang tersebut.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan senantiasa memperhatikan hak asasi manusia yang merupakan amanat Undang-‐Undang. Di dalam Kebijakan Umum Rencana Aksi Pengendalian HIV-‐AIDS Sektor Kesehatan Tahun 2009 – 2014 disebutkan bahwa setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV didahului dengan penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan yang bersangkutan (informed consent) serta menjaga kerahasiaan hasil pemeriksaan. Pemeriksaan bersifat sukarela, dilakukan konseling dulu baru dilaksanakan test HIV (Voluntary Counseling and Testing). Petugas kesehatan bisa menawarkan test (Provider Initiated Conselling and Testing), namun apabila yang bersangkutan tidak bersedia maka test HIV tidak dilaksanakan Pada prinsipnya testing harus bersifat sukarela dan tidak ada testing tanpa persetujuan klien.
D. Diskriminasi Yang Sering Dijumpai : • Odha lebih sulit diterima oleh dunia kerja dengan alasan kesehatan dan
produktivitas.
• Karena kurangnya informasi orang akan menghindari Odha karena takut tertular melalui keringat dan sentuhan.
• Odha mengalami masalah dalam mengurus asuransi kesehatan.
• Ada pendapat bahwa Odha sebaiknya di karantina saja supaya tidak menularkan ke orang lain. Tetapi hal ini melanggar hak asasi manusia.
• Sekolah tidak mau menerima anak dengan HIV karena takut murid lain akan ketakutan.
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
9
BAB IV CARA PENGHAPUSAN STIGMA DAN DISKRIMINASI
A. Mengapa Perlu Menangani Stigma Dan Diskriminasi ? Stigma dan diskriminasi sangat mempengaruhi upaya pencegahan HIV, pengobatan dan perawatan:
1. Memperlemah upaya pencegahan dan perubahan perilaku. Ketakutan terhadap stigma dan diskriminasi membuat orang tidak berani dan tidak percaya diri dalam usaha menegosiasikan seks yang lebih aman atau untuk melakukan tes HIV. Ketidaktahuan tentang risiko yang dimiliki seseorang, karena persepsi “HIV hanya menular pada kelompok tertentu”, bisa mengakibatkan tidak diambilnya perilaku pencegahan secara serius.
2. Kesulitan atau keterlambatan mengakses layanan PDP. Ketakutan terhadap stigma dan diskriminasi mengakibatkan mereka yang hidup dengan HIV terlambat atau tidak mau mengakses layanan PDP yang mereka butuhkan karena takut membuka status mereka kepada yang lain.
Dengan mengatasi stigma dan diskriminasi, kita dapat:
• Memperkuat respon efektif pada HIV
• Mendorong pengembangan dan rasa percaya diri yang kuat pada ODHA
• Menciptakan role model positif dan memahami upaya anti stigma dan diskriminasi lebih jauh
• Memperkuat ikatan ODHA, keluarga mereka dan komunitas untuk bersama-‐sama melakukan upaya pencegahan
B. Bagaimana Cara Menghadapi Stigma Dan Diskriminasi Kita semua turut bertanggung jawab untuk menghadapi stigma dan diskriminasi. Bukan hanya ODHA yang harus melakukannya. Kita semua dapat memainkan peran untuk mengedukasi pihak lain, menyuarakan dan menunjukkan sikap dan perilaku baru.
Beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan untuk menghadapi Stigma dan Diskriminasi adalah sebagai berikut: • Jadilah contoh yang baik. Terapkan apa yang sudah kita ketahui.
Pikirkanlah kata-‐kata yang kita gunakan dan bagaimana kita memperlakukan ODHA, lalu cobalah untuk mengubah pikiran dan tindakanmu.
• Berbagilah pada orang lain mengenai hal-‐hal yang sudah kita ketahui dan ajaklah mereka untuk membicarakan tentang stigma dan bagaimana mengubahnya.
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
10
• Atasilah masalah stigma ketika Anda melihatnya di rumah, tempat kerja maupun masyarakat. Bicaralah, katakan masalahnya dan buatlah orang paham bahwa stigma itu melukai.
• Lawanlah stigma melalui kelompok. Setiap kelompok dapat menemukan stigma dalam situasi mereka sendiri dan setuju untuk melakukan satu atau dua tindakan praktis agar terjadi perubahan.
• Mengatakan stigma sebagai sesuatu yang “salah” atau “buruk” tidaklah cukup. Bantulah orang untuk bertindak melakukan perubahan. Setuju pada tindakan yang harus dilakukan, mengembangkan rencana dan lakukan.
• Berpikir besar. Mulai dari yang kecil, dan bertindak sekarang.
Hal-‐hal yang dapat dilakukan secara individual:
• Waspada pada bahasa yang kita gunakan dan hindari kata-‐kata yang menstigma.
• Sediakan perhatian untuk mendengarkan dan mendukung anggota keluarga ODHA di rumah.
• Kunjungi dan dukung ODHA beserta keluarganya di lingkungan tempat tinggal kita.
• Doronglah ODHA untuk menggunakan layanan yang tersedia seperti konseling, test HIV, pengobatan medis, ART, dan merujuk mereka pada siapa pun yang dapat menolong.
Hal-‐hal yang dapat kita lakukan dengan melibatkan orang lain
• Gunakan percakapan informal sebagai kesempatan untuk membicarakan stigma.
• Gunakan kisah nyata sehingga dapat menggambarkan stigma dalam konteks praktis seperti misalnya: cerita mengenai perlakuan buruk pada ODHA dapat mengakibatkan depresi; demikian juga sebaliknya kisah nyata mengenai perlakuan baik pada ODHA dan hasil yang dapat dipetik.
• Tanggapi kata-‐kata stigma ketika kita mendengarnya, namun lakukanlah dengan cara-‐cara yang bijak sehingga membuat orang mengerti bahwa kata-‐kata mereka dapat melukai hati orang.
• Doronglah orang untuk berbicara mengenai ketakutan dan kekhawatirannya mengenai HIV dan AIDS.
• Koreksilah mitos dan persepsi tentang AIDS dan ODHA.
• Promosikan ide mengenai “menjadi pendengar yang baik dan bagaimana kita dapat mendukung ODHA beserta keluarganya.”
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
11
Hal-‐Hal Yang Dapat Dilakukan Agar Masyarakat Membicarakan Dan Bertindak Melawan Stigma • Testimoni oleh ODHA maupun keluarganya mengenai pengalaman
mereka hidup dengan HIV atau hidup dengan orang yang positif HIV.
• Pengawasan bahasa (language watch). Lakukan “survei mendengarkan” untuk mengidentifikasi kata-‐kata yang menstigma yang sering digunakan dalam masyarakat (di media maupun lagu-‐lagu populer)
• Community mapping mengenai stigma. Tunjukkan peta pada tempat pertemuan.
• Community walk untuk mengidentifikasi titik stigma di masyarakat.
• Pertunjukan Drama berdasarkan kisah nyata.
• Pameran Gambar sebagai titik fokus untuk memulai diskusi mengenai stigma.
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
12
Daftar Kontributor Dan Editor
Kementerian Kesehatan RI
dr. H.M Subuh, MPPM
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid
Naning Nugrahini,SKM,MKM
dr. Endang Budihastuti
dr. Hariadi Wisnu Wardana
Victoria Indrawati, SKM, M.Sc
Ari Wulan Sari,SKM
dr. Helen Dewi Prameswari, MARS
Margarita Meta, SKM
dr. Yulia Zubir
dr. Inez Andekayani , SpOK
dr. Trijoko Yudopuspito, MScPH
Eli Winardi, SKM, MKM
Nurjannah, SKM, M.Kes
dr. Indri Oktaria Sukma Putri
Viny Sutriani, S.Psi,MPH
Rizky Hasby,SKM
dr. Nurhalina Afriana
dr. Ainoor Rasyid
dr. Bangkit Purwandari
dr. Bayu Yuniarti
Mitra Kerja Program, Organisasi Dan Jaringan
dr. Kemal Siregar (KPAN)
dr. Sri Pandam Pulungsih (WHO)
dr. Fonny J. Silfanus (KPAN)
dr. Tjutjun Maksum
Prof. Irwanto, Ph.D
dr. Carmelia Basri (Konsultan)
dr. Maya Trisnawati (KPAP DKI Jakarta)
dr. Anastasia Priscilla (KPAN)
Inang Winarso (KPAN)
Deden Wibawa
Raden Wibowo (NU)
Jamaluddin Al Afghoni (NU) Sri Ayu (NU) Tata (NU)
Lingga Utama (PKBI)
Cahyo (PKBI)
Slamet Riyadi (PKBI)
Yudi (PKBI)
dr. Vini Fardhiani (FHI)
dr. Atiek Sulistyarni Anartati (FHI)
Erlian Ristya Aditya (FHI)
Ciptasari Prabawanti (FHI)
Kekek Apriana (FHI)
Puji Suryantini
Sumedi Ryan Hutagalung
Arifin Fitrianto
Siti Zarah Eka Putri
Pendoman Penghapusan Sigma dan Diskriminasi
13
Top Related