Adol Frian Rumaijuk : Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) Di Sub Das Lau Biang (Kawasan Hulu Das Wampu), 2010.
KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN INDUSTRI (KOPI) DI SUB DAS LAU BIANG (KAWASAN HULU DAS WAMPU)
ADOL FRIAN RUMAIJUK 050308033
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009
Adol Frian Rumaijuk : Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) Di Sub Das Lau Biang (Kawasan Hulu Das Wampu), 2010.
KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN INDUSTRI (KOPI) DI SUB DAS LAU BIANG
(KAWASAN HULU DAS WAMPU)
SKRIPSI
Oleh:
ADOL FRIAN RUMAIJUK 050308033
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009
Adol Frian Rumaijuk : Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) Di Sub Das Lau Biang (Kawasan Hulu Das Wampu), 2010.
KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PADA PENGGUNAAN LAHAN TANAMAN INDUSTRI (KOPI) DI SUB DAS LAU BIANG
(KAWASAN HULU DAS WAMPU)
SKRIPSI
Oleh :
ADOL FRIAN RUMAIJUK 050308033/TEKNIK PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009
Adol Frian Rumaijuk : Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) Di Sub Das Lau Biang (Kawasan Hulu Das Wampu), 2010.
Judul Skripsi : Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Pengunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) di Sub DAS Lau Biang (Kawasan Hulu DAS Wampu)
Nama : Adol Frian Rumaijuk NIM : 050308033 Depatemen : Teknologi Pertanian Program Studi : Teknik Pertanian
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Prof. DR. Ir. Sumono, MS Ir. Edi Susanto, M.Si Ketua Anggota
Mengetahui,
Ir. Saipul Bahri Daulay, M.Si Ketua Departemen Teknologi Pertanian
Tanggal Lulus: Desember 2009.
Adol Frian Rumaijuk : Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Penggunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) Di Sub Das Lau Biang (Kawasan Hulu Das Wampu), 2010.
ABSTRAK
ADOL FRIAN RUMAIJUK: Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Penggunaan Lahan Tanaman Industri (Kopi) di Sub DAS Lau Biang (Kawasan Hulu DAS Wampu), dibimbing oleh SUMONO dan EDI SUSANTO.
Pengalihfungsian lahan hutan menjadi lahan budidaya pertanian di bagian hulu DAS Wampu khususnya di Sub DAS Lau Biang telah mengakibatkan masalah peningkatan laju erosi di DAS tersebut. Untuk itu dilaksanakan penelitian di lahan tanaman industri (kopi) pada bulan April-Juli 2009 dengan menggunakan metode USLE dan metode petak kecil dengan mengambil 10 kecamatan untuk pengambilan sampel. Parameter yang diamati adalah jenis tanah, kedalaman efektif tanah, permeabilitas tanah, kadar C-organik tanah, tekstur tanah, struktur tanah, kemiringan lereng dan curah hujan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalihfungsian lahan menjadi lahan tanaman industri (kopi) berpengaruh terhadap besarnya erosi yang terjadi. Rata-rata erosi yang terjadi menurut metode prediksi sebesar 344,08 ton/(ha.thn) dan pengukuran erosi dengan metode petak kecil diperoleh laju erosi 27,38 ton/(ha.thn) lebih kecil dibandingkan dengan metode USLE. Kata kunci : Erosi, Lahan, Bahaya Erosi.
ABSTRACT
ADOL FRIAN RUMAIJUK: The Study of Erosion Hazard Level (TBE) on Coffee Cultivation at Sub DAS Lau Biang (Headwaters of DAS Wampu), supervised by SUMONO and EDI SUSANTO. The transferring of function of forest land into agriculture at the headwaters of DAS Wampu, especially at Sub DAS Lau Biang has resulted in the increase of erosion rate at this DAS. Therefore, research out at the coffee crop area in April-July 2009 using the USLE and small square methods by taking 10 subdistricts for sampling. The observed parameters were the kind of soil, the effective depth of soil, soil permeability, soil C-organic content, soil texture, soil structure, slope and rainfall. The results showed that the transferring of function of forest land into the coffee crop affected the amount of erosion. The average of erosion that occured according to the predictive method was 344,08 ton/(ha.year), and according to small squares method was 27,38 ton/(ha.year) that was smaller than the USLE method. Keywords: Erosion, Land, Erosion Hazard.
ii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Horisan Ranggitgit pada tanggal 06 Februari
1987 dari ayah Dapot Rumaijuk dan ibu Bersina Simamora. Penulis merupakan
anak kedua dari enam bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Dharma Bhakti, Siborong-borong dan
pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Panduan
Minat dan Prestasi (PMP). Penulis memilih program studi Teknik Pertanian,
Departemen Teknologi Pertanian.
Selama mengiuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA), dan sebagai anggota Majelis
Mahasiswa Fakultas Pertanian. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi
ekstrauniversitas, sebagai anggota Jaringan Mahasiswa Anti Korupsi (JAMAK)
Sumatera Utara.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan
Nusantara IV kebun unit Bukit Lima, Kabupaten Simalungun yang beralamat di
Bukit Lima, kabupaten Simalungun, dari tanggal 07 Juli sampai 07 Agustus 2008.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul ”Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Penggunaan Lahan Tanaman
Industri (Kopi) di Sub DAS Lau Biang (Kawasan Hulu DAS Wampu) ”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan,
memelihara dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sumono, MS dan Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si
selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan
memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis mulai dari menetapkan
judul, melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir. Khusus untuk Bapak
Achmad Sofyan, SE. di Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser yang telah
banyak memberi bantuan selama penelitian.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknologi
Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu
disini yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat.
Medan, Juli 2009
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAK ..................................................................................................... ii ABSTRACT ..................................................................................................... ii RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iii KATA PENGANTAR .................................................................................... iv DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii PENDAHULUAN Latar Belakang ................................................................................................ 1 Rumusan Masalah ........................................................................................... 3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 4 Kegunaan Penelitian ....................................................................................... 5 TINJAUAN PUSTAKA Kebijakan Umum Pengelolaan DAS ............................................................... 6 Kondisi Umum DAS Wampu .......................................................................... 9 Erosi dan Sedimentasi Pada Suatu DAS .......................................................... 14 Faktor yang Mempengaruhi Erosi ................................................................... 21 Faktor iklim .................................................................................................... 21 Faktor tanah .................................................................................................... 22 Faktor topografi .............................................................................................. 25 Faktor vegetasi ................................................................................................ 26 Faktor manusia dan tindakan konservasi ......................................................... 27 Tingkat Bahaya Erosi ...................................................................................... 30 Lahan Tanaman Industri di Daerah Aliran Sungai ........................................... 31 Kemiringan lahan budidaya tanaman industri .................................................. 33 Budidaya tanaman industri (kopi) ................................................................... 34 Lahan budidaya tanaman industri (Tanah). ...................................................... 34 Faktor penutupan lahan pada lahan budidaya tanaman industri ........................ 35 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................... 36 Alat dan Bahan Penelitian ............................................................................... 36 Prosedur Penelitian ......................................................................................... 36 Metode Penelitian ........................................................................................... 38 Pengamatan Lapangan .................................................................................... 38 Pengukuran laju erosi dengan metode petak kecil ............................................ 38 Perhitungan (prediksi) Laju Erosi Menggunakan Persamaan USLE ................ 39
Faktor erosivitas hujan (R) ........................................................................ 40 Faktor erodibilitas tanah (K) ..................................................................... 41 Faktor tofografi (LS) ................................................................................. 42 Faktor pengendali/konservasi erosi (P) ...................................................... 42 Faktor penutup vegetasi (C) ...................................................................... 43
Laju erosi yang masih dapat ditoleransikan (T) ............................................... 44 Tingkat Bahaya Erosi (TBE) ........................................................................... 45 Parameter Penelitian ....................................................................................... 46
v
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Sub DAS Lau Biang Bagian Hulu DAS Wampu ................... 47 Pengukuran Erosi Tanah di Lahan Tanaman Industri (kopi) Sub DAS Lau Biang ............................................................................................................. 48 Nilai Erosi Ditoleransikan (T) pada Lahan Tanaman Industri (kopi) ................ 48 Erosi Tanah di Lahan Tanaman Industri (kopi) di Sub DAS Lau Biang ........... 49
Pengukuran erosi tanah dengan Metode petak kecil .................................. 49 Pengukuran erosi tanah dengan Metode Prediksi USLE ........................... 53
Penilaian Fakor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi .......................................... 55 Nilai erosivitas hujan (R) di Sub DAS Lau Biang ..................................... 55 Faktor Erodibilitas Tanah (K) ................................................................... 58 Faktor Topografi (LS) .............................................................................. 61 Faktor Vegetasi (C) dan Faktor Manusia/Tindakan Konservasi (P) ........... 62
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Lahan Tanaman Industri (kopi).................. 64 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan .................................................................................................... 66 Saran .............................................................................................................. 67 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 68 LAMPIRAN ................................................................................................... 72
vi
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Luas wilayah kecamatan, kabupaten dan kota yang masuk ke dalam DAS Wampu ............................................................................................. 10
2. Kelas kemiringan lereng di kawasan DAS Wampu ................................... 11
3. Luas wilayah kecamatan pada Sub DAS Lau Biang .................................. 12
4. Jenis dan luas penggunaan lahan di setiap Sub DAS dalam kawasan DAS Wampu ........................................................................................... 13
5. Contoh nilai faktor penutupan lahan pada masing-masing Sub DAS ............ 35
6. Harkat struktur tanah ................................................................................. 41
7. Harkat permeabilitas tanah ........................................................................ 42
8. Nilai faktor (P) untuk berbagai tindakan konservasi tanah ......................... 43
9. Nilai faktor ( C ) untuk berbagai tipe pengelolaan tanaman ...................... 43
10. Nilai CP dari beberapa tipe penggunaan lahan ........................................... 44
11. Nilai faktor kedalaman tanah pada berbagai jenis tanah ............................. 45
12. Kriteria tingkat bahaya erosi...................................................................... 46
13. Nilai Erosi Yang Diperbolehkan (T) Untuk Tanah Lahan Tanaman Industri (Kopi) .......................................................................................... 50
14. Tingkat bahaya erosi pada lahan tanaman industri (kopi) di Sub DAS Lau Biang. ................................................................................................ 56
15. Curah Hujan bulanan rata-rata, hari hujan rata-rata, curah hujan maks-
imum selama 24 jam, dan nilai erosivitas hujan di sub-DAS Lau Biang .... 58
16. nilai Faktor topografi (LS) pada Lahan Tanaman Industri (kopi) ............... 63 17. Nilai Faktor pengelolaan Tanaman (C) dan Tindakan Konservasi (P) ....... 65
vii
DAFTAR GAMBAR
No. Hal. 1. Laju Deforestasi versus Laju Rehabilitasi ................................................... 7
2. Penampang Petak Kecil Dan Kolektor Pada Sebidang Lahan .................... 39 3. Drum penampung di pasang hingga lobang masuk lebih rendah dari
permukaan tanah ........................................................................................ 100 4. Petak kecil yang telah selesai dipasang di lahan hutan ................................. 100 5. Pengeboran tanah untuk mengukur permeabilitas tanah ............................... 101 6. Lobang pada tanah untuk pengokuran permeabilitas tanah .......................... 101 7. Pengukuran laju erodibiltas tanah dengan menggunakan pelampung ........... 102 8. Pelampung dengan meteran. ........................................................................ 102
viii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Flow Chart Metode USLE ................................................................... 72
2. Flow Chart Metode Petak Kecil ........................................................... 73
3. Nilai Erosi Tanah (A) Di Lahan Tanaman Industri (Kopi) ................... 74
4. Nilai Faktor Erodibilitas Tanah (K) Untuk Lahan Tanaman Industri (Kopi) .................................................................................... 75
5. Nilai Kandungan Partikel Tanah dan Kandungan C-Organik Tanah Pada Lahan Tanaman Industri (Kopi) ....................................... 76
6. Nilai Erosi Tanah dengan Metode Petak Kecil pada Tanaman Kopi.................................................................................................... 77
7. Cara perhitungan erosi dengan metode petak kecil. .............................. 78
8. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Tiga Pancur Kec. Simp. Empat 81
9. Data Curah Hujan Maksimal Harian Sta. Tiga Pancur Kec. Simp. Empat ....................................................................................... 82
10. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Barus Jahe Kec. Barus Jahe ..... 83
11. Data Curah Hujan maksimal harian Sta. Barus Jahe Kec. Barus Jahe ... 84
12. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Merek Kec. Merek .................. 85
13. Data Curah Hujan Maksimal Harian Sta. Merek Kec. Merek ............... 86
14. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Tiga Panah Kec. Tiga Panah ... 87
15. Data Curah Hujan Maksimal Harian Sta. Tiga Panah Kec. Tiga Panah 88
16. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Sumber Jaya Kec. Munthe ...... 89
17. Data Curah Hujan maksimal Harian Sta. Sumber Jaya Kec. Munthe .... 90
18. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Sinabung Kec. Payung ............ 91
19. Data Curah Hujan Maksimal Harian Sta. Sinabung Kec. Payung ......... 92
20. Data Rata-rata Curah Hujan Bulanan ................................................... 93
21. Data Rata-rata hari Hujan Bulanan ...................................................... 93
22. Data Curah hujan Maksimal Harian rata-rata. ...................................... 93
23. Contoh perhitungan menetukan Erosivitas Hujan................................. 94
24. Contoh Perhitungan Erodibilitas kecamatan Merek I Lahan tanaman Industri (kopi) ....................................................................... 97
25. Foto Petak Kecil Di Lahan .................................................................. 100 26. Foto Pengukuran Permeabilitas di lahan .............................................. 101
ix
27. Peta Administrasi Sub DAS Lau Biang ............................................... 102
28. Peta Jenis Tanah sub DAS Lau Biang.................................................. 103
29. Peta Tutupan Lahan sub DAS Lau Biang ............................................ 104
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sub Das Lau Biang merupakan bagian hulu dari daerah aliran sungai
(DAS) Wampu yang mencakup wilayah Kecamatan Dolok Silau, Sibolangit dan
Silimakuta di Kabupaten Simalungun, serta wilayah Kecamatan Merek, Tiga
Panah, Simpang Empat, Kabanjahe, Berastagi, Barus Jahe, Payung, Dolatrakyat,
Merdeka, Namanteran, Tiga Binanga, Munthe, Tiga Derket, dan Kuta Buluh di
Kabupaten Karo, dan sebagian wilayah kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli
Serdang, serta sebagian wilayah kecamatan Salapian dan Sei Bingei di Kabupaten
Langkat. Luas wilayah Sub Das Lau Biang sekitar 95.552,095 hektar atau sekitar
22,95 % dari total luas wilayah DAS Wampu (410.715 hektar). Selain Sub DAS
Lau Biang, Sub DAS lainnya di DAS Wampu adalah Sub DAS Wampu Hulu
seluas 204.680 hektar (49,83 %), Sub DAS Sei Bingei seluas 79.047 hektar
(19,25 %), dan Sub DAS Wampu Hilir seluas 32.738 hektar (7,97 %)
(BP-DAS Wampu Sei Ular, 2008).
Permasalahan umum di DAS Wampu yang menyebabkan berbagai
bencana alam, diantaranya banjir bandang di Sub DAS Wampu Hulu Sub-Sub
DAS Bahorok pada Nopember 2003 yang lalu adalah akibat banyaknya
penggarapan-penggarapan liar yang menyebabkan banyak lahan hutan yang rusak
dan beralih fungsi di daerah hulu, sehingga dapat menimbulkan besarnya
sedimentasi di daerah hilir. Pola usaha tani yang kurang mengikuti kaedah
konservasi tanah di Sub DAS Lau Biang di Kabupaten Simalungun dan Karo
dengan komoditi utama tanaman pangan dan hortikultura.
2
Sedangkan pada bagian hilir terjadi penyempitan dan pendangkalan
sungai, khususnya di Sub DAS Wampu Hilir dan Sub DAS Sei Bingei di
Kabupaten Langkat dan Kota Binjai (Misran, 2008). Khusus di Sub DAS Lau
Biang, penggunaan lahan dominannya justru untuk pertanian lahan kering seluas
85,91 % dari luas Sub DAS tersebut, sementara untuk hutan hanya 11,43 % (BP-
DAS Wampu Sei Ular, 2008) yang jauh lebih kecil dari ketentuan yang
diamanatkan dalam UU No.41 Tahun 1999 Pasal 8 Ayat (2) yang mensyaratkan
tutupan lahan permanen di suatu wilayah minimal 30 %.
Begitu luasnya lahan kritis di kawasan DAS yang menyebabkan terjadinya
DAS kritis, maka pengelolaan kawasan berdasarkan konsep DAS mutlak
diperlukan. Pengelolaan DAS pada dasarnya merupakan pembangunan
berkelanjutan dengan mendayagunakan pemanfaatan sumber daya alam secara
bijaksana, mewujudkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara sumber
daya manusia, dalam memanfaatkan sumber daya buatan dan sumber daya alam,
serta mengupayakan kelestarian fungsi sumber daya alam dalam jangka panjang
(Nasution, 2008).
Hutabarat (2008) menyebutkan bahwa ada tiga faktor utama penyebab
degradasi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia yaitu (1) keadaan alam
geomorfologi (geologi, tanah, dan topografi) yang rentan terjadi erosi, banjir,
tanah longsor, dan kekeringan; (2) iklim, terutama curah hujan yang tinggi dan
potensial dapat menimbulkan daya rusak terhadap hamparan lahan/tanah, yang
menyebabkan erosivitas yang tinggi; dan (3) aktivitas manusia dalam
pemanfaatan/penggunaan lahan/hutan yang melampaui daya dukung
wilayah/lingkungan dan atau tidak menerapkan kaidah konservasi tanah dan air
3
yang disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani, serta sikap
mental orang-orang yang tidak bertanggung jawab (memiliki moral hazard)
terutama dalam menggarap/alih fungsi hutan menjadi lahan budidaya atau untuk
penggunaan lainnya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa bagian hulu DAS Wampu (Sub
DAS Lau Biang) yang seharusnya merupakan kawasan konservasi, justru menjadi
kawasan budidaya terutama untuk komoditi tanaman pangan (jagung, padi gogo,
umbi-umbian), hortikultura (sayuran, buah-buahan), dan tanaman industri (kopi,
cacao, dan kemiri). Sementara agroteknologi yang dikembangkan belum
sepenuhnya, bahkan dapat dikatakan sangat minimal, dalam menerapkan teknik
konservasi tanah dan air, dan kawasan ini memiliki curah hujan yang tinggi (rata
rata lebih dari 3000 mm/tahun) dengan jenis tanah yang rentan terhadap erosi
(merupakan tanah andosol) menurut Brady dan Ray (2008), serta kondisi relief
yang bergelombang hingga bergunung. Berkaitan dengan itu, akan dilakukan
penelitian guna mendapatkan informasi sejauhmana tingkat bahaya erosi yang
terjadi pada setiap tipe penggunaan lahan di kawasan hulu DAS Wampu (Sub
DAS Lau Biang), untuk kemudian diharapkan dapat dijadikan dasar dalam
pengelolaan lahan yang berkelanjutan di daerah itu.
Rumusan Masalah
Baik buruknya suatu kawasan DAS dalam arti masih mantap atau telah
terdegradasinya suatu kawasan DAS dapat dilihat dari fluktuasi aliran permukaan
(run-off) atau air limpasan (sungai), besarnya erosi dan sedimentasi yang terjadi,
dan tingkat produktivitas lahan. Fluktuasi air larian yang tinggi antara musim
hujan dengan musim kemarau menandakan tanah memiliki kemampuan yang
4
kecil dalam menyerap dan menyimpan air (kapasitas infiltrasi rendah), sementara
erosi dan sedimentasi yang tinggi menandakan tanah memiliki kemantapan
agregat yang rendah.
Kemampuan tanah yang rendah dalam menyerap dan menyimpan air,
bukan hanya menyebabkan tanaman akan mudah kekeringan pada musim
kemarau, tetapi juga menyebabkan air yang mengalir di atas permukaan tanah
(run-off) pada musim hujan menjadi lebih banyak dan akan menyebabkan lapisan
tanah akan lebih banyak terkikis akibat erosi.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dapat dijadikan
dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Seberapa besar laju erosi yang masih dapat ditoleransikan pada tipe
penggunaan lahan tanaman industri di Sub DAS Lau Biang.
2. Bagaimana tingkat bahaya erosi (TBE) yang terjadi pada penggunaan lahan
tanaman industri di Sub DAS Lau Biang.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menghitung laju erosi yang masih dapat
ditoleransikan (T), besarnya laju erosi tanah (A), besarnya tingkat bahaya erosi
pada lahan tanaman industri (kopi) di Sub DAS Lau Biang.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai :
1. Sebagai bahan bagi penulis untuk penulisan skripsi, yang merupakan suatu
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Teknologi pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
5
2. Sebagai dasar dalam mengelola lahan pertanian secara berkelanjutan, dengan
tetap mempertimbangkan keuntungan ekonomis di satu sisi, tetapi tetap
menjamin kelestarian sumberdaya lahan di sisi lain.
3. Sumber informasi bagi pihak yang berkepentingan tentang tingkat bahaya
erosi pada penggunaan lahan tanaman industri, khususnya di kawasan hulu
DAS Wampu (Sub DAS Lau Biang)
6
6
TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan Umum Pengelolaan DAS
Semua aktivitas manusia di darat berlangsung di dalam suatu wilayah yang
disebut Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu wilayah daratan yang dibatasi oleh
pemisah topografis berupa punggung bukit yang menerima air hujan dan
mengalirkannya ke hilir dan bermuara ke laut. DAS terdiri dari beberapa sub-DAS
yang merupakan suatu anak sungai yang bermuara ke waduk, dam, danau atau
sungai. Sub DAS ini sering juga disebut sebagai Daerah Tangkapan Air atau
Catchment Area. Peristiwa banjir dan tanah longsor yang diberitakan media masa,
terjadi pada suatu kawasan yang disebut DAS tersebut (Siswomartono, 2008).
Salah satu fokus kegiatan Departemen Kehutanan untuk melaksanakan
amanat Kabinet Indonesia Bersatu adalah pengelolaan DAS. Seperti diketahui
terdapat 458 DAS kritis di Indonesia. Dari jumlah DAS kritis tersebut, 60 DAS
merupakan prioritas I, 222 DAS termasuk prioritas II dan sisanya 176 DAS
tergolong prioritas III dalam upaya penanggulangan/rehabilitasinya. Sedangkan
lahan kritis di wilayah DAS kritis di Indonesia sangat luas dan terbagi ke dalam
lahan sangat kritis seluas 6.890.567 hektar, dan 23.306.233 hektar merupakan
lahan kritis (Darori, 2008).
Berbicara tentang pengelolaan DAS, maka tidak akan terlepas dari
permasalahan pengelolaan hutan, meskipun seluruh titik di muka bumi ini
merupakan bagian dari DAS. Seperti diketahui bahwa luas kawasan hutan di
Indonesia mencapai 120,35 juta hektar atau 63 % dari luas daratan, dan terdiri dari
hutan konservasi 20,50 juta hektar, hutan lindung seluas 33,50 juta hektar, dan
7
hutan produksi seluas 66,35 juta hektar. Dari luas kawasan hutan tersebut kondisi
kawasan yang tidak berhutan (terjadi deforestasi) seluas 30,83 juta hektar atau
25,6 % dari luas kawasan hutan. Tercatat laju deforestasi pada tahun 2000 hingga
2005 mencapai 1,08 juta ha/tahun (Gambar 1). Kawasan hutan yang kritis
semakin meningkat karena laju deforestasi tersebut jauh lebih besar dibandingkan
laju rehabilitasi yang hanya 500 ribu hingga 700 ribu hektar per tahun.
Khusus di Sumatera Utara, lahan kritis dan sangat kritis pada 21 kabupaten
seluas 2.126.780 hektar yang terbagi di DAS Asahan Barumun seluas 1.148.050
hektar dan DAS Wampu seluas 978.730 hektar (28,38 % dari luas DAS di
Propinsi Sumatera Utara seluas 7.491.695,34 hektar) (Hutabarat, 2008).
Gambar 1. Laju Deforestasi versus Laju Rehabilitasi (Hutabarat, 2008)
Terdapat tiga faktor utama penyebab degradasi DAS-DAS di Indonesia yaitu
(Hutabarat, 2008) :
• Keadaan alam geomorfologi (geologi, tanah, dan topografi) yang rentan terjadi
erosi, banjir, tanah longsor dan kekeringan (kemampuan lahan/daya dukung
wilayah)
• Iklim/curah hujan tinggi yang potensial menimbulkan daya merusak lahan/
tanah (erosivitas tinggi)
= Luas (Ha)
= Tahun
8
• Aktivitas manusia yang terdiri dari penebangan hutan ilegal (pencurian kayu
hutan), kebakaran hutan, perambahan hutan, eksploitasi hutan dan lahan
berlebihan (HPH, tambang, kebun, industri, pemukiman, jalan, pertanian dan
lain-lain), penggunaan/pemanfaatan lahan tidak menerapkan kaidah
konservasi tanah dan air.
Begitu luasnya lahan kritis di kawasan DAS yang menyebabkan terjadinya
DAS kritis, maka pengelolaan kawasan berdasarkan konsep DAS mutlak
diperlukan. Pengelolaan DAS pada dasarnya merupakan pembangunan
berkelanjutan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang
mendayagunakan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, mewujudkan
keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara sumber daya manusia, dalam
memanfaatkan sumber daya buatan dan sumber daya alam, serta mengupayakan
kelestarian fungsi sumber daya alam dalam jangka panjang (Nasution, 2008).
Dengan demikian, tujuan pengelolaan DAS menurut Darori, 2008 dan
Hutabarat, 2008 terdiri dari :
• Terwujudnya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergi antar multipihak
dalam pengelolaan SDA dan lingkungan DAS
• Terbentuknya kelembagaan pengelolaan DAS yang mantap
• Terwujudnya kondisi tata air DAS yang optimal meliputi kuantitas, kualitas
dan distribusinya menurut ruang dan waktu
• Terbentuknya kelembagaan pengelolaan DAS yang mantap
• Terjaminnya pemanfaatan/penggunaan hutan, tanah dan air yang produktif
sesuai daya dukung dan daya tampung DAS
• Terwujudnya peningkatan kesejahteraan masyarakat
9
Tahapan pelaksanaan pengelolaan DAS terdiri dari kegiatan pengelolaan
DAS, sasaran lokasi kegiatan pengelolaan DAS dan pelaksanaan kegiatan
pengelolaan DAS itu serdiri. Kegiatan pengelolaan DAS meliputi pemanfaatan
dan penggunaan hutan, lahan dan air, restorasi hutan, rehabilitasi dan reklamasi
hutan dan lahan, konservasi hutan, tanah dan air. Sedangkan sasaran lokasi
kegiatan pengelolaan DAS meliputi kawasan budidaya di bagian hulu dan hilir
DAS, kawasan lindung di bagian hulu dan hilir DAS. Pelaksanaan kegiatan
pengelolaan DAS didasarkan atas kriteria teknis sektoral, persyaratan kelestarian
ekosistem DAS, dan pola pengelolaan hutan, lahan dan air.
Satu kalimat yang menjadi dambaan bagi kita semua untuk diwujudkan
dalam pengelolaan DAS adalah “Save Our Forest, Land and Water”, demi
keberlangsungan peradaban umat manusia di muka bumi (Hutabarat, 2008).
Kondisi Umum DAS Wampu
Secara geografis Daerah Aliran Sungai Wampu terletak antara 02º58’51”–
04º36’00” LU dan 97º 48’ 03” – 98º38’50” BT dengan luas sekitar 410714,75
hektar atau 4107,15 Km2 (BP-DAS Wampu Sei Ular, 2008). Sedangkan menurut
administratif terletak di Kabupaten Langkat, Karo, Deli Serdang, Simalungun dan
Kota Binjai Propinsi Sumatera Utara, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut
(Misran, 2008; BP-DAS Wampu Sei Ular, 2008) :
Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka
Sebelah Selatan berbatasan dengan DAS Lau Renun dan DTA Danau Toba
Sebelah Timur berbatasan dengan DAS Belawan, Deli, Percut dan Ular
Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi NAD
10
Tabel 1. Luas wilayah kecamatan, kabupaten dan kota yang masuk ke dalam DAS Wampu.
Kecamatan/Kabupaten Luas Ha %
Kabupaten Karo: 1. Barus Jahe 2. Berastagi 3. Dolat Rakyat 4. Kaban Jahe 5. Lau Baleng 6. Mardingding 7. Merdeka 8. Merek 9. Munte 10. Namanteran 11. Payung 12. Kuta Buluh 13. Tiga Binanga 14. Tiganderket 15. Tiga Panah 16. Simpang Empat
Jumlah Kabupaten Langkat :
1. Bahorok 2. Binjai 3. Hinai 4. Kuala 5. Salapian 6. Secanggang 7. Sei Bingei 8. Selesai 9. Tanjung Pura 10. Wampu 11. Stabat
Jumlah Kota Binjai :
1. Binjai Barat 2. Binjai Kota 3. Binjai Selatan 4. Binjai Timur 5. Binjai Utara
Jumlah Kabupaten Simalungun :
1. Dolok Silau 2. Silimakuta
Jumlah Kabupaten Deli Serdang :
1. Kutalimbaru 2. Sunggal
Jumlah
9459,69 2370,38 2025,50 4311,29 3026,28
12808,45 2540,34
12130,48 7901,31 7698,06 3071,95
23457,62 6333,69
12247,33 9516,64 7281,31
126257,80
103357,41 2918,01 3791,08
21379,31 48314,93 12985,46 33029,15 16468,91
6969,22 6225,41 4894,16
260333,10
1236,61 429,99
3033,75 766,49 540,74
6007,58
4899,54 6872,22
11805,88
6265,20 45,21
6310,41
2,32 0,57 0,50 1,05 0,74 3,12 0,62 2,95 1,92 1,87 0,75 5,71 1,54 2,98 2,32 1,77
30,73
25,17 0,71 0,92 5,21
11,76 3,16 8,04 4,01 1,70 1,52 1,19
63,39
0,30 0,10 0,74 0,19 0,13 1,46
1,20 1,67 2,87
1,53 0,01 1,54
JUMLAH 410714,75 100,00 Sumber: BP-DAS Wampu Sei Ular (2008)
Daerah Aliran Sungai (DAS) Wampu dengan luas 410.714,75 hektar
tersebut terbagi ke dalam 4 (empat) wilayah Sub DAS yaitu (BP DAS WU, 2008)
11
(a). Sub DAS Wampu Hulu seluas 204.679,85 hektar (49,83 %); (b). Sub DAS Sei
Bingei seluas 79.046,91 hektar (19,25 %); (c). Sub DAS Wampu Hilir seluas
32.737,53 hektar (7,97 %), (d). Sub Das Lau Biang seluas 94.250,45 hektar
(22,95%).
Wilayah kecamatan yang masuk ke dalam DAS Wampu meliputi 16
Kecamatan di Kabupaten Karo, 11 Kecamatan di Kabupaten Langkat, 2
Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang, 2 Kecamatan di Kabupaten Simalungun,
dan 5 Kecamatan di Kota Binjai (Tabel 1).
Dari segi kemiringan lereng, bentuk lahan dominan di DAS Wampu
adalah agak curam hingga sangat curam (kemiringan > 26 %) seluas 282.179,86
hektar atau 68,7 % dari luas DAS Wampu. Bentuk kemiringan lereng lainnya
berikut luasnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kelas kemiringan lereng di kawasan DAS Wampu No Lereng (%) Bentuk Lahan Ha % 1 < 2 Datar 30851,025 7,51 2 2 – 8 Landai 27809,410 6,77 3 9-15 Bergelombang 67114,834 16,34 4 16-25 Berbukit 2759,617 0,67 5 26-40 Agak Curam 104853,056 25,53 6 41-60 Curam 77465,902 18,86 7 > 60 Sangat Curam 99860,902 24,31
Jumlah 410714,747 100,00 Sumber: BP-DAS Wampu Sei Ular (2008)
Sementara wilayah kecamatan yang masuk ke dalam Sub DAS Lau Biang
sebanyak 19 kecamatan dengan luas wilayah masing-masing sebagaimana
disajikan pada Tabel 3.
12
Tabel 3. Luas wilayah kecamatan pada Sub DAS Lau Biang Kecamatan Luas (Ha) % dari luas Sub DAS Lau Biang
1. Silimakuta 6872,220 7,29 2. Dolok Silau 4933,664 5,23 3. Merek 12130,468 12,87 4. Barus Jahe 9548,745 10,13 5. Tiga Panah 9516,642 10,10 6. Kabanjahe 4311,296 4,57 7. Dolatrakyat 2042,315 2,17 8. Bersatagi 2341,986 2,48 9. Simpang Empat 7281,310 7,73 10. Merdeka 2366,886 2,51 11. Namanteran 7523,418 7,98 12. Munthe 7901,312 8,38 13. Payung 3071,953 3,26 14. Tiganderket 9283,204 9,85 15. Kuta Buluh 2863,562 3,04 16. Tiga Binanga 2185,782 2,32 17. Kutalimbaru 1,374 0,001 18. Salapian 24,847 0,03 19. Sei Bingei 49,473 0,05 Luas Sub DAS Lau Biang 95552,095 100,00
Sumber: BP-DAS Wampu Sei Ular (2008)
Curah Hujan di kawasan Daerah Aliran Sungai Wampu antara 1.154,5
mm/thn sampai 4.127,2 mm/tahun. Debit sungai di DAS Wampu sebesar 180
m³/detik. Sedangkan penutupan lahan (Land Cover) DAS Wampu disajikan pada
Tabel 4.
Permasalahan khusus di DAS Wampu antara lain adalah (1) banyaknya
penggarapan-penggarapan liar di era reformasi, sehingga banyak lahan hutan yang
rusak dan beralih fungsi didaerah hulu saat ini, sehingga dapat menimbulkan
besarnya sedimentasi di daerah hilir; (2) pola usaha tani yang kurang mengikuti
kaedah konservasi tanah di Sub DAS Lau Biang (tanaman industri) Kabupaten
Karo; (3) pada bagian hilir DAS adalah terjadinya penyempitan dan pendangkalan
sungai di Sub DAS Wampu Hilir, Sub DAS Bingei Kabupaten Langkat dan Kota
Binjai (Misran, 2008).
13
Tabel 4. Jenis dan luas penggunaan lahan di setiap Sub DAS dalam kawasan DAS Wampu
No Sub Das Penggunaan Lahan Ha %/Kec. 1 Lau Biang Belukar 1062,491 1,05 Danau/air 152,338 0,13 Hutan Tanaman Industri 1617,986 1,13 Hutan lahan kering skunder 11869,586 10,30 Pemukiman 482,023 0,54
Pert. Lahan kering campur semak 315,966 0,85 Pertanian lahan kering 80169,822 85,06 Sawah 415,763 0,60 Terbuka 314,261 0,33 95.552,095 100,00 2 Sei Bingei Belukar 2706,732 3,42 Hutan lahan kering skunder 12589,229 15,93 Pemukiman 3605,944 4,56 Perkebunan 11830,809 14,97 Pert. Lahan kering campur semak 30411,443 38,47 Pertanian lahan kering 15494,856 19,60 Rawa 20,249 0,03 Sawah 1711,881 2,17 Terbuka 675,768 0,85 79046,911 100,00 3 Wampu Hilir Belukar 2199,217 6,72 Hutan belukar rawa 5111,674 15,61 Hutan mangrove skunder 18,732 0,06 Pemukiman 1222,289 3.73 Perkebunan 4234,642 12,94 Pert. Lahan kering campur semak 7914,319 24,17 Pertanian lahan kering 5960,24 18,21 Rawa 261,864 0,80 Sawah 1529,18 4,67 Tambak 3753,854 11,47 Terbuka 531,517 1,62 32737,528 100,00 4 Wampu Hulu Belukar 9883,575 4,83 Danau/air 7,167 0,004 Hutan lahan kering primer 40837,661 19,95 Hutan lahan kering skunder 63941,95 31,24 Pemukiman 389,488 0,19 Perkebunan 24605,028 12,02 Pert. Lahan kering campur semak 43683,562 21,34 Pertanian lahan kering 17639,344 8,62 Sawah 2444,487 1,19 Terbuka 1247,592 0,61 204679,854 100,00
Total DAS Wampu 410714,747 Sumber: BP-DAS Wampu Sei Ular (2008)
14
Erosi dan Sedimentasi Pada Suatu DAS
Erosi dan sedimentasi merupakan proses penting dalam pembentukan
suatu daerah aliran sungai (DAS) serta memiliki konsekwensi ekonomi dan
lingkungan yang penting di DAS tersebut. Erosi dan sedimentasi secara alami
akan mempengaruhi pembentukan landscape suatu DAS dan sebaliknya bentuk
dan kondisi fisik suatu DAS akan sangat berpengaruh terhadap laju erosi dan
sedimentasi (Linsley, dkk. 1996).
Erosi merupakan salah satu penyebab utama degradasi lahan. Besarnya
erosi pada suatu lahan ditentukan oleh lima faktor yaitu (Arsyad, 2006) :
1. Jumlah dan intensitas hujan (erosivitas hujan),
2. Kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah),
3. Bentuk lahan (kemiringan dan pajang lereng),
4. Vegetasi penutup tanah, dan
5. Tingkat pengelolaan tanah.
Menurut Tarigan., dkk (2008) ada beberapa faktor yang menyebabkan
terjadinya degradsi lahan, yaitu : Faktor yang pertama adalah penggunaan dan
peruntukan lahan sudah menyimpang dari Rencana Tata Ruang Wilayah atau
Rencana Tata Ruang Daerah. Faktor yang kedua adalah penggunaan lahan tidak
sesuai dengan kemampuan lahan. Faktor yang ketiga adalah perlakuan yang
diberikan pada lahan tidak memenuhi syarat-syarat yang diperlukan oleh lahan
atau tidak memenuhi kaidah-kaidah konservasi tanah dan air atau teknik
konservasi tanah dan air yang diterapkan tidak memadai. Faktor yang keempat
adalah tidak adanya Undang-undang Konservasi Tanah dan Air yang
mengharuskan seluruh masyarakat menerapkan teknik konservasi tanah dan air
15
secara memadai disetiap penggunaan lahan. Faktor yang kelima adalah kurang
memadainya kesungguhan pemerintah mencegah degradasi lahan.
Erosivitas hujan merupakan faktor alami yang hampir tidak mungkin
untuk dikelola, sedangkan erodibilitas tanah dapat diperbaiki dengan
meningkatkan/menjadikan kemantapan agregat tanah yang ideal melalui
penambahan bahan amelioran seperti bahan organik. Kemiringan dan panjang
lereng serta faktor vegetasi dan pengelolaan tanah merupakan faktor yang paling
sering dikelola untuk mengurangi jumlah aliran permukaan serta menurunkan laju
dan jumlah erosi (Agus dan Widianto, 2004; Arsyad, 2006).
Erosi tanah bukan saja disebabkan oleh penduduk sekitar hutan, tetapi
secara menyeluruh penyebab erosi tanah adalah meningkatnya kebutuhan manusia
akan sumber daya alam (kayu bakar) yang tersedia makin tertekan, terutama
hutan, sehingga menyebabkan tingkat erosi tanah makin tinggi dan secara
otomatis diikuti kehilangan air. Erosi merupakan proses dimana tanah, bahan
mineral dilepaskan dan diangkut oleh air, angin atau gaya berat. Tanah longsor
dan batu-batuan berjatuhan (mass wastage) merupakan akibat dari gaya berat
yang makin ditingkatkan oleh air (Arief, 2001).
Erosi dan sedimentasi menjadi penyebab berkurangnya produktivitas lahan
pertanian, dan berkurangnya kapasitas saluran atau sungai akibat pengendapan
material hasil erosi. Dengan berjalannya waktu, aliran air berkonsentrasi ke dalam
suatu lintasan-lintasan yang agak dalam dan mengangkut partikel tanah dan
diendapkan ke daerah dibawahnya yang mungkin berupa sungai, waduk, saluran
irigasi, ataupun area pemukiman penduduk.
16
Proses degradasi tanah, terutama yang banyak terjadi di daerah
pegunungan atau daerah yang berbukit-bukit, dimana pada lokasi-lokasi ini
degradasi permukaan tanah umumnya berupa erosi permukaan (surficial erosion)
dan gerakan massa (mass movement). Gravitasi merupakan gaya penggerak utama
gerakan massa tanah, sedang angin dan aliran air merupakan sumber terjadinya
erosi. Secara umum, faktor-faktor penyebab terjadinya erosi tanah, adalah 1)
Iklim; 2) Kondisi tanah; 3) Topografi; 4) Tanaman penutup permukaan tanah; 5)
Pengaruh gangguan tanah oleh aktivitas manusia. Sedangkan proses erosi oleh air
hujan dapat dikelompokkan menjadi 5 macam, yaitu 1) Erosi percikan (splash
erosion); 2) Erosi lembaran (sheet erosion); 3) Erosi alur (rill erosion); 4) Erosi
parit (gully erosion); 5) Erosi sungai/saluran (stream/channel erosion)
(Hardiyatmo, 2006).
Pada dasarnya terdapat dua macam erosi yaitu erosi geologi atau erosi
normal dan erosi yang dipercepat. Erosi geologi (erosi normal) juga disebut erosi
alami merupakan proses-proses pengangkutan tanah yang terjadi di bawah
keadaan vegetasi alami. Biasanya terjadi pada keadaan lambat yang
memungkinkan terbentuknya tanah yang tebal yang mampu mendukung
pertumbuhan vegetasi secara normal. Proses geologi meliputi terjadinya
pembentukan tanah di permukaan bumi secara alami. Dalam hal ini erosi yang
terjadi tidak melebihi laju pembentukan tanah. Erosi dipercepat adalah
pengangkutan tanah yang menimbulkan kerusakan tanah sebagai akibat perbuatan
manusia yang mengganggu keseimbangan antara proses pembentukan dan
pengangkutan tanah. Oleh sebab itu, hanya erosi dipercepat inilah yang menjadi
perhatian konservasi tanah (Rahim, 2003; Arsyad, 2006).
17
Dalam Saban (2008) mengatakan, salah satu contoh multifungsi pertanian
dalam hubungannya dengan aspek lingkungan di antaranya adalah dampak dari
penerapan teknik konservasi tanah terhadap lingkungan. Pengurangan sedimentasi
di daerah hilir dari hasil penerapan konservasi pada areal pertanian di daerah hulu
dapat digolongkan sebagai multi-fungsi, karena pengurangan sedimentasi mem-
berikan manfaat bagi pengguna air di sepanjang aliran sungai, khususnya di
bagian hilir. Degradasi lahan pertanian yang banyak terjadi sebagai akibat pola
penggunaan lahan yang kurang tepat, dapat berakibat pada penurunan kuantitas
dan kualitas multifungsi pertanian, sehingga multifungsi pertanian tidak dapat
dinikmati secara optimal.
Abdurachman (2005) mengemukakan bahwa salah satu strategi utama
untuk mempertahankan multi-fungsi pertanian adalah dengan meningkatkan
upaya konservasi lahan pertanian. Penanggulangan sedimentasi dan erosi dapat
dilakukan dengan perbaikan prosedur pengolahan limbah yang akan dialirkan ke
sungai atau badan air lainnya. Kegiatan pertanian seringkali dijadikan contoh
sebagai penghasil utama sedimen, karena kegiatan ini umumnya dilakukan dengan
pembukaan lahan besar-besaran.
Di daerah beriklim tropis basah, air merupakan penyebab utama erosi
tanah, sedangkan angin tidak mempunyai pengaruh yang berarti. Proses erosi air
merupakan kombinasi dua proses yaitu (1). Penghancuran struktur tanah menjadi
butir-butir primer oleh energi tumbukan butir-butir hujan yang menimpa tanah
dan perendaman oleh air yang tergenang (proses dispersi), dan pemindahan
(pengangkutan) butir-butir tanah oleh percikan hujan, dan (2). penghancuran
struktur tanah diikuti pengangkutan butir-butir tanah tersebut oleh air yang
18
mengalir di permukaan tanah. Air hujan yang menimpa tanah-tanah terbuka akan
menyebabkan tanah terdispersi. Sebagian dari air hujan yang jatuh tersebut akan
mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air yang mengalir di permukaan
tanah tergantung pada hubungan antara jumlah dan intensitas hujan dengan
kapasitas infiltrasi tanah dan kapasitas penyimpanan air tanah (Rahim, 2003).
Tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas permukaan tanah dapat mem-
perbaiki kemampuan tanah menyerap air dan memperkecil kekuatan perusak
butir-butir hujan yang jatuh, daya dispersi dan daya angkut aliran di atas
permukaan tanah. Perlakuan atau tindakan-tindakan yang diberikan manusia
terhadap tanah dan tumbuh-tumbuhan di atasnya akan menentukan apakah tanah
itu akan menjadi baik dan produktif atau menjadi rusak
(Rahim, 2003; Arsyad, 2006).
Setelah penghacuran butir-butir tanah oleh energi kinetik curah hujan akan
terjadi aliran permukaan apabila kapasitas infiltrasi tanah berkurang. Jumlah
aliran permukaan yang meningkat disamping menyebabkan erosi lebih besar, juga
mengurangi kandungan air tersedia dalam tanah yang mengakibatkan per-
tumbuhan tumbuhan menjadi kurang baik. Berkurangnya pertumbuhan berarti
berkurangnya sisa-sisa tumbuhan yang kembali ke tanah dan berkurangnya
perlindungan, yang mengakibatkan erosi menjadi lebih besar (Arsyad, 2006).
Erosi merupakan faktor eksternal penyebab tanah-tanah pertanian menjadi
sakit atau bahkan mati. Erosi pada awalnya akan memindahkan bahan organik dan
liat dari dalam tanah (selektifitas erosi) ke badan-badan air (sungai) yang
kemudian diendapkan di buffer area sungai atau terbuang ke muara dan ke lautan.
Erosi yang terus berlanjut akan mengikis permukaan tanah atau bagian tanah yang
19
lembut (horizon A dan B), sehingga horizon C (bahan induk) dan bahkan horizon
R (batuan induk) muncul ke permukaan (Arsyad, dkk 1992). Fenomena ini terjadi
secara berkelanjutan pada hampir semua lahan pertanian di Indonesia, terutama
pada sistem pertanian lahan kering di kawasan hulu suatu DAS. Pada tahap ini
tanah dikategorikan sakit parah dan bahkan dapat dikatakan sebagai tanah yang
mati (Arsyad, 2006).
Prediksi erosi pada sebidang tanah dapat dilakukan menggunakan model
yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (Hallsworth, 1987; Arsyad,
2006) yang diberi nama Universal Soil Loss Equation (USLE) dengan persamaan
sebagai berikut:
PCSLKRA ×××××= ......................................................... (1)
dimana :
A = banyaknya tanah tererosi (ton/(ha.thn)).
R = faktor curah hujan dan aliran permukaan, yaitu jumlah satuan indeks erosi
hujan tahunan yang merupakan perkalian antara energi hujan total (E)
dengan intensitas hujan maksimum 30 menit (I30).
K = faktor erodibilitas tanah, yaitu laju erosi per indeks erosi hujan (R) untuk
suatu tanah yang didapat dari petak percobaan standar, yaitu petak
percobaan yang panjangnya 72,6 kaki (22,1 meter) terletak pada lereng 9 %,
tanpa tanaman.
L = faktor panjang lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah dengan
suatu panjang lereng tertentu terhadap erosi dari tanah dengan panjang
lereng 72,6 kaki (22,1 meter) di bawah keadaan yang identik.
20
S = faktor kecuraman lereng yaitu nisbah antara besarnya erosi yang terjadi dari
suatu tanah dengan kecuraman lereng tertentu terhadap besarnya erosi dari
tanah dengan lereng 9 % di bawah keadaan yang identik.
C = faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman yaitu nisbah antara
besarnya erosi dari suatu tanah dengan vegetasi penutup dan pengelolaan
tanaman tertentu terhadap besarnya erosi tanah dari tanah yang identik tanpa
tanaman.
P = faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (pengolahan dan
penanaman menurut kontur, penanaman dalam strip, guludan, teras menurut
kontur), yaitu nisbah antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan
tindakan konservasi khusus tersebut terhadap besarnya erosi dari tanah yang
diolah searah lereng, dalam keadaan yang identik.
Saifuddin Sarief (1980) dalam bukunya yang berjudul “Beberapa Masalah
Pengawetan Tanah dan Air”, penelitian yang telah dilakukan untuk menentukan
pengikisan dan penghanyutan tanah menggunakan metode pengukuran besarnya
tanah yang terkikis dan aliran permukaan (run-off) untuk satu kali kejadian hujan.
Metode ini disebut “Pengukuran Erosi Petak Kecil”, metode ini ditujukan untuk
mendapatkan data-data sebagai berikut :
1. Besarnya erosi
2. Pengaruh faktor tanaman
3. Pemakaian bahan pemantap tanah (soil conditioner)
4. Pemakaian mulsa penutup tanah, dan
5. Pengelolaan tanah
21
Dengan berpegangan pada pendapat Konhke dan Bertrand (1959). Bahwa
petak kecil yang biasanya berbentuk persegi panjang dipergunakan untuk
mendapatkan besarnya pengikisan dan penghanyutan yang disebabkan oleh
pengaruh faktor-faktor tertentu untuk suatu tipe tanah dan derajat lereng tertentu
(Kartasapoetra, 1990).
Faktor Yang Mempengaruhi Erosi
1. Faktor Iklim
Di daerah beriklim basah, faktor iklim yang menyebabkan terdispersinya
agregat tanah, aliran permukaan dan erosi adalah hujan (Sinukaban, 1986).
Menurut Arsyad (1989), besarnya curah hujan serta intensitas dan distribusi butir
hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan
aliran permukaan, dan erosi. Air yang jatuh menimpa tanah-tanah terbuka akan
menyebabkan tanah terdispersi, selanjutnya sebahagian dari air hujan yang jatuh
tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air yang mengalir di
atas permukaan tanah tergantung pada kemampuan tanah untuk menyerap air
(kapasitas infiltrasi)
Besarnya hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Oleh
karena itu, besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam meter kubik per satuan
luas atau secara lebih umum dinyatakan dalam tinggi air yaitu millimeter.
Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau masa tertentu
seperti per hari, per bulan, per tahun atau per musim.
22
2. Faktor tanah
Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-
beda. Kepekaan erosi tanah adalah mudah tidaknya tanah tererosi yang merupakan
fungsi dari berbagai interaksi sifat-sifat fisika dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah
yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi laju infiltrasi; (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan
struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh
dan aliran permukaan.
Utomo (1989), tanah andosol terbentuk dari bahana abu vulkan muda
dengan kandungan bahan organik.yang tinggi, tekstur lapisan tanah atas pasir
berlempung sampai berlempung, tekstur lapisan bawah lempung berliat, memiliki
thixotropi, sangata porous, bersolum dalam sehingga kapasitas infiltrasi dan
perkolasinya tinggi. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, pengukuran erodibilitas tanah
dengan nomograph menunjukkan bahwa indeks erodibilitas andosol bervariasi
dari 0,10 samapai 0,25. mengikuti klasifikasi kelas erodibilitas yang diusulkan
Utomo (1985), maka andosol mempunyai indeks erodibiltas sangat rendah sampai
sedang. Jadi sebenarnya cukup tahan terhadap erosi yang ditimbulkan oleh
pukulan air hujan dan kikisan limpasan permukaan. Tetapi karena umumnya
andosol mempunyai sifat thixotropic, maka jika jenuh air (karena intensitas hujan
sangat tinggi), tanahnya mudan mengalami erosi massa (creep dan slip erosion).
Karena tingkat perkembangan tanahnya baru pada tingkat lemah sampai sedang.
Menurut Arsyad (2000), beberapa sifat tanah yang mempengaruhi erosi
adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat
kesuburan tanah, sedangkan kepekaan tanah terhadap erosi yang menunjukkan
23
mudah atau tidaknya tanah mengalami erosi ditentukan oleh berbagai sifat fisika
tanah.
Tekstur adalah ukuran tanah dan proporsi kelompok ukuran butir-butir
primer bagian mineral tanah. Tanah-tanah bertekstur kasar seperti pasir dan pasir
berkerikil mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi dan jika tanah tersebut
dalam, erosi dapat diabaikan. Tanah-tanah bertekstur pasir halus juga
mempengaruhi kapasitas infiltrasi cukup tinggi, akan tetapi jika terjadi aliran
permukaan, butir halus akan mudah terangkut. Tanah-tanah yang mengandung liat
dalam jumlah yang tinggi dapat tersuspensi oleh butir-butir hujan yang jatuh
menimpanya dan pori-pori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butir-butir liat.
Struktur adalah ikatan butir primer kedalam butiran sekunder atau agregat.
Terdapat dua aspek struktur yang penting dalam hubungannya dengan erosi.
Pertama adalah sifat-sifat fisika-kimia liat yang menyebabkan terjadinya flokulasi
dan yang kedua adalah adanya bahan pengikat butir-butir primer sehingga
terbentuk agregat yang mantap.
Bahan organik berupa daun, ranting dan sebagainya yang belum hancur
yang menutupi permukaan tanah merupakan pelindung tanah terhadap kekuatan
perusak butir-butir hujan yang jatuh. Bahan organik yang telah mulai mengalami
pelapukan mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi.
Bahan organik dapat menyerap air sebesar dua sampai tiga kali beratnya, akan
tetapi kemampuan itu hanya faktor kecil dalam pengaruhnya terhadap aliran
permukaan. Pengaruh bahan organik dalam mengurangi aliran permukaan
terutama berupa perlambatan aliran, peningkatan infiltrasi dan pemantapan
agregat tanah.
24
Tanah-tanah yang dalam dan permeabel kurang peka terhadap erosi
daripada tanah yang permeabel, tetapi dangkal. Kedalaman tanah sampai lapisan
kedap air menentukan banyaknya air yang dapat diserap tanah dan dengan
demikian mempengaruhi besarnya aliran permukaan.
Sifat lapisan bawah tanah yang menentukan kepekaan erosi tanah adalah
permeabilitas lapisan tersebut. Permeabilitas dipengaruhi oleh tekstur dan struktur
tanah. Tanah yang lapisan bawahnya berstruktur granuler dan permeable kurang
peka erosi dibandingkan dengan tanah yang lapisan bawahnya padat dan
permeabilitasnya rendah.
Perbaikan kesuburan tanah akan memperbaiki pertumbuhan tanaman.
Pertumbuhan tanaman yang lebih baik akan memperbaiki penutupan tanah yang
lebih baik dan lebih banyak sisa tanaman yang kembali ke tanah setelah panen.
Kepekaan erosi tanah haruslah merupakan pernyataan keseluruhan sifat-sifat
tanah dan bebas dari pengaruh faktor-faktor penyebab erosi lainnya. Menurut
Hodson (1992), kepekaan erosi didefinisikan sebagai mudah tidaknya tanah untuk
tidak tererosi, sedangkan menurut Arsyad (2000), kepekaan erosi tanah
didefinisikan sebagai erosi per satuan indeks erosi hujan untuk suatu tanah dalam
keadaan standar. Kepekaan erosi tanah menunjukkan besarnya erosi yang terjadi
dalam ton tiap hektar tiap tahun indeks erosi hujan, dari tanah yang terletak pada
keadaan baku (standar). Tanah dalam standar adalah tanah yang terbuka tidak ada
vegetasi sama sekali terletak pada lereng 9 % dengan bentuk lereng yang seragam
dengan panjang lereng 72,6 kaki atau 22 m. Nilai faktor kepekaan erosi tanah
yang ditandai dengan huruf K, dinyatakan dalam persamaan berikut:
K= A/R, .............................................................................................. (2)
25
dengan K adalah nilai faktor kepekaan erosi suatu tanah, A adalah besarnya erosi
yang terjadi dari tanah pada petak standar (ton/(ha.thn)), dan R adalah EI30
tahunan.
3. Faktor Topografi
Jika keadaan lereng di lapangan tidak sama dengan baku, maka faktor
panjang lereng dan kemiringan lereng harus dikembalikan pada keadaan baku,
yaitu panjang lereng 22 m dan kemiringan lereng Sembilan persen dengan
persamaan berikut :
( ) 0138,0000965,000138,0 2 ++= SSLLS ....................................... (3)
Dengan L adalah lereng dalam meter, S adalah persen kemiringan lereng dalam
keadaan baku.
Lereng yang lebih curam, selain memerlukan tenaga dan biaya yang lebih
besar dalam penyiapan dan pengelolaan, juga menyebabkan lebih sulitnya
pengaturan air dan lebih besar masalah erosi yang dihadapi. Di samping itu,
lereng-lereng dengan bentuk yang seragam dan panjang memerlukan pengelolaan
yang berbeda dengan lereng-lereng pada kemiringan yang sama, tetapi
mempunyai bentuk yang tidak seragam dan pendek. Pada lereng yang panjang dan
seragam, air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di lereng bawah
sehingga makin besar kecepatannya daripada di lereng bagian atas. Akibatnya
tanah lereng bagian bawah mengalami erosi lebih besar daripada lereng bagian
atas. Sebaliknya, lereng yang panjang dan tidak seragam biasanya diselingi oleh
lereng datar dalam jarak pendek. Akibatnya aliran air yang terkumpul di lereng
bawah tidak begitu besar dan erosi yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan
lereng yang panjang dan seragam (Arsyad, 1989).
26
Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang
berjarak horizontal 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng
10 %. Kecuraman lereng 100 % sama dengan kecuraman 45º. Selain dari
memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga
memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian memperbesar
energi angkut air. Dengan makin curamnya lereng, jumlah butir-butir tanah yang
terpercik ke atas oleh tumbukan butir hujan semakin banyak. Jika lereng
permukaan dua kali lebih curam, banyaknya erosi 2 sampai 2,5 kali lebih besar
(Sinukaban, 1986).
Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai
suatu titik air masuk ke dalam saluran atau sungai, atau dengan kemiringan lereng
berkurang sedemikian rupa sehingga kecepatan aliran air berubah. Air yang
mengalir di permukaan tanah akan berkumpul di ujung lereng. Dengan demikian,
lebih banyak air yang mengalir akan makin besar kecepatannya di bagian bawah
lereng mengalami erosi lebih besar daripada di bagian atas. Akibatnya adalah
tanah-tanah di bagian bawah lereng mengalami erosi lebih besar daripada bagian
atas. Makin panjang lereng permukaan tanah, makin tinggi potensial erosi karena
akumulasi air aliran permukaan semakin tinggi. Kecepatan aliran permukaan
makin tinggi mengakibatkan kapasitas penghancuran dan deposisi makin tinggi
pula (Wischmeier dan Smith, 1978).
4. Faktor Vegetasi
Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam
lima bagian, yakni (a) intersepsi hujan oleh tajuk tanaman, (b) mengurangi
kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air, (c) pengaruh akar dan
27
kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif, (d)
pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah, dan (e) transpirasi
yang mengakibatkan kandungan air berkurang (Arsyad, 2000).
Pola pertanaman dan jenis tanaman yang dibudidayakan sangat
berpengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan karena berpengaruh terhadap
penutupan tanah dan produksi bahan organik yang berfungsi sebagai pemantap
tanah. Menurut FAO (1965, dikutip oleh Sinukaban, 1986) pergiliran tanaman
terutama dengan tanaman pupuk hijau atau tanaman penutup tanah lainnya,
merupakan cara konservasi tanah yang sangat penting. Tujuannya adalah
memberikan kesempatan pada tanah untuk mengimbangi periode peng-rusakan
tanah akibat penanaman tanaman budidaya secara terus-menerus. Keuntungan dari
pergiliran tanaman adalah mengurangi erosi karena kemampuannya yang tinggi
dalam memberikan perlindungan oleh tanaman, memperbaiki struktur tanah
karena sifat perakaran, dan produksi bahan organik yang tinggi.
5. Faktor Manusia atau Tindakan Konservasi (P)
Pada akhirnya manusialah yang menentukan apakah tanah yang
diusahakannya akan rusak dan tidak produktif atau menjadi baik dan produktif
secara lestari. Banyak faktor yang menentukan apakah manusia akan mem-
perlakukan dan merawat serta mengusahakan tanahnya secara bijaksana sehingga
menjadi lebih baik dan dapat memberikan pendapatan yang cukup untuk jangka
waktu yang tidak terbatas, antara lain dengan (a) luas tanah pertanian yang
diusahakan, (b) tingkat pengetahuan dan penguasaan teknologi, (e) harga hasil
usaha tani, (f) perpajakan, (g) ikatan hutang, (h) pasar dan sumber keperluan
usahatani, dan (i) infrastruktur dan fasilitas kesejahteraan (Arsyad, 2000).
28
Rencana konservasi tanah harus mempertimbangkan keterbatasan atau
hambatan dalam pemanfaatan tanah disamping faktor-faktor yang
bersifatmendukung program konservasi. Faktor penting yang harus dilakukan
dalam usaha konservasi tanah,yaitu teknik inventarisasi dan klasifikasi bahaya
erosi dengan tekanan daerah hulu (upstream area). Untuk menentukan tingkat
bahaya erosi suatu bentang lahan diperlukan kajian terhadap empat faktor, yaitu
jumlah, macam dan waktu berlangsungnya hujan serta faktor-faktor yang
berkaitan dengan iklim, jumlah dan macam tumbuhan penutup tanah, tingkat
erodibilitas didaerah kajian, dan keadaan kemiringan lereng (Asdak, 1995)
Pengolahan tanah meliputi pemeliharaan kandungan bahan organik tanah,
praktek pembajakan, dan penstabilan tanah. Penambahan bahan organik ke dalam
tanah berfungsi tidak saja untuk mempertahankan kesuburan tanah, tetapi juga
dapat meningkatkan kapasitas tanahuntuk meretensi air, dan menstabilkan agregat
tanah. Tanah dengan kandungan bahan organik kurang dari 2 persen biasanya
paling peka terhadap erosi. Karena itu perlu penambahan bahan organik hingga
angka tersebut. Penambahan bahan organik ke tanah perlu memperhatikan jenis
tanah, karena hal itu berhubungan dengan faktor isohumikjumlah humus yang
dihasilkan persatuan bahan organik ( Rahim, 2003).
Pada pengolahan lahan menurut kontur, pembajakan dilakukan menurut
kontur atau memotong lereng, sehingga terbentuk jalur-jalur tumpukan tanah dan
alur menurut kontur. Pengolahan lahan menurut kontur akan lebih efektif apabila
diikuti dengan penanaman menurut kontur pula, yaitu larikan tanaman dibuat
sejajar dengan kontur.
29
Efek utama pengelolaan menurut kontur adalah terbentuknya penghambat
aliran permukaan yang memungkinkan penyerapan air dan menghindarkan
pengangkutan tanah. Oleh karena itu, didaerah kering, pengolahan menurut kontur
sangatsangat efektif dalam pengawetan air.
Teras adalah suatu bangunan pengawetan tanah dan air secara mekanis
yang dibuat untuk memperpendek lereng dan atau memperkecil kemiringan, dan
merupakan suatu metode pengendalian erosidengan membangun semacam saluran
lebar melintang lereng tanah. Pengelolaan lahan dengan kontur tanah pertanian
selalu dikombinasikan dengan teras. Karena perterasan memerrlukan investasi
tambahan dan menyebabkan perubahan dalam prosedurbertani maka tindakan
penterasan hanya dipertimbangkan di mana tindakan pertanaman atau pengelolaan
tanah lainnya, sendiri-sendiri atau bersama, tidak memberikan pengendalian yang
cukup.
Fungsi teras adalah mengurangi panjang lereng, karena itu mengurangi
sheet dan riil, mencegah terbentuknya gully, dan menahan aliran permukaan di
daerah kurang hujan. Disebagian besar daerah, graded teras lebih efektif dalam
mengurangi erosi daripada aliran permukaan (runoff), sedangkan level teras lebih
efektif dalam mengurangi runoff disamping mengendalikan erosi.
Di dalam perencanaan teras, diperlukan berbagai pertimbangan khusus,
antara lain keadaan tata guna lahan pada daerah yang bersangkutan, pembuatan
sluran pembuangan (outlet), penentuan tata letak teras (terrace lay-out) dan
rencana pertanian yang diusahakan.
Berdasarkan fungsinya, teras dibedakan kedalam dua jenis, yaitu : teras
intersepsi (interseption terrace), dan teras diversi (diversion terrace). Pada teras
30
intersepsi, aliran permukaan ditahan oleh saluran yang memotong lereng,
sedangkan pada teras disversi berfungsi untuk mengubah arah aliran sehingga
tersebar kesaluran lahan dan tidak terkonsentrasi kesuatu tempat. Menurut
bentuknya teras dibedakan ke dalam beberapa bentuk, yaitu teras kredit, teras
guludan, teras datar, teras bangku, teras kebun dan teras individu
(Hardjoamidjojo dan Sukandi, 2008)
Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Asdak, 1995 menyatakan bahwa keberhasilan pelaksanaan program
konservasi tanah salah satu informasi penting yang harus diketahui adalah tingkat
bahaya erosi (TBE) dalam suatu DAS atau sub-DAS yang menjadi kajian. Dengan
mengetahui TBE suatu DAS atau masing-masing sub-DAS, prioritas rehabilitasi
tanah dapat ditentukan.
Tingkat bahaya erosi pada dasarnya dapat ditentukan dari perhitungan
nisbah antara laju erosi tanah (A) dengan laju erosi erosi yang masih
ditoleransikan.
Batas Toleransi Erosi adalah batas maksimal besarnya erosi yang masih
diperkenankan terjadi pada suatu lahan. Besarnya batas toleransi erosi dipengaruhi
oleh kedalaman tanah, batuan asal pembentuk tanah, iklim, dan permeabilitas
tanah. Evaluasi bahaya erosi merupakan penilaian atau prediksi terhadap besarnya
erosi tanah dan potensi bahayanya terhadap sebidang tanah. Evaluasi bahaya erosi
ini didasarkan dari hasil evaluasi lahan dan sesuai dengan tingkatannya. Menurut
Arsyad (2000) evaluasi bahaya erosi atau disebut juga tingkat bahaya erosi
ditentukan berdasarkan perbandingan antara besarnya erosi tanah aktual dengan
erosi tanah yang dapat ditoleransikan (tolerable soil loss). Untuk mengetahui
31
kejadian erosi pada tingkat membahayakan atau suatu ancaman degradasi lahan
atau tidak, dapat diketahui dari tingkat bahaya erosi dari lahan tersebut.
Tingkat Bahaya Erosi dikategorikan ke dalam sangat ringan hingga sangat
berat. Pada tanah dengan solum dalam (kedalaman >90 cm) seperti pada wilayah
kajian, tingkat bahaya erosi dikatakan Sangat Ringan (SR) bila jumlah erosi < 15
ton/(ha.thn), Ringan (R) bila jumlah erosi antara 15-60 ton/(ha.thn), Sedang (S)
bila jumlah erosi 60-180 ton/(ha.thn), Berat (B) bila jumlah erosi 180-480
ton/(ha.thn) dan Sangat Berat (SB) bila erosinya > 480 ton/(ha.thn)
(Saptarini, dkk, 2007).
Lahan Tanaman Industri di Daerah Aliran Sungai
Perkebunan dapat diartikan berdasarkan fungsi, pengelolaan, jenis
tanaman dan produk yang dihasilkan. Perkebunan berdasarkan fungsinya dapat
diartikan sebagai usaha untuk menciptakan lapangan kerja, peningkatan
pendapatan dan devisa negara, dan pemeliharaan kelestarian sumber daya alam.
Berdasarkan pengelolaannya, perkebunan dapat dibagi menjadi (1)
Perkebunan Rakyat, yaitu suatu usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh
rakyat yang hasilnya sebagian besar untuk dijual, dengan areal pengusahaannya
dalam skala yang terbatas luasnya; (2) Perkebunan Besar, yaitu suatu usaha
budidaya tanaman yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau
Swasta yang hasilnya seluruhnya untuk dijual dengan areal pengusahaannya
sangat luas; (3) Perkebunan Perusahaan Inti Rakyat (PIR), yaitu suatu usaha
budidaya tanaman, di mana perusahaan besar (pemerintah atau swasta) bertindak
sebagai inti sedangkan rakyat merupakan plasma; (4) Perkebunan Unit Pelaksana
32
Proyek (Perkebunan Pola UPP) yaitu perkebunan yang dalam pembinaannya
dilakukan oleh pemerintah, sedangkan pengusahaannya tetap dilakukan oleh
rakyat.
Sedangkan perkebunan berdasarkan jenis tanamannya dapat diartikan
sebagai usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh rakyat, pemerintah, maupun
swasta selain tanaman pangan dan hortikultura. Demikian pula perkebunan
berdasarkan produknya dapat diartikan sebagai usaha budidaya tanaman yang
ditujukan untuk menghasilkan bahan industri (misalnya karet, tembakau, cengkeh,
kapas, rosela, dan serai wangi), bahan industri makanan (misalnya kelapa, kelapa
sawit, dan kakao), dan makanan (misalnya tebu, teh, kopi, dan kayu manis)
(Syamsulbahri, 1996).
Hutan memegang peranan yang sangat penting sebagai tata guna yang
produktif dan berkelanjutan secara lokal maupun global. Seperti efek rumah kaca,
kenaikan air laut, dan degradasi tanah dan air disebabkan oleh terjadinya
penebangan hutan yang tidak memperhitungkan kelestariannya. Umumnya,
penebangan hutan di konversi sebagai perladangan dan pemanenan kayu
perdagangan, bukan sebagai pemenuhan keperluan yang mendesak dari penduduk
sekitar hutan. Penebangan hutan untuk kayu bakar dan orang termasuk penyebab
menciutnya penutupan pohon. Hilangnya hutan basah setiap tahun diperkirakan
25.000 km2 sebagai pasokan kayu bakar keperluan penduduk sekitar hutan
(Arief, 2001).
Tanaman keras perkebunan berfungsi sama atau hampir sama dengan
tanaman hutan. Karena di bawah tegakan terdapat tanaman penutup tanah yang
mampu menahan pukulan air hujan. Air yang jatuh ke tanah akan meresap ke
33
dalam tanah. Demikian pula aliran permukaan dihambat oleh tanaman penutup,
sisanya masuk ke sungai. Volume run-off dihambat oleh tegakan tanaman
perkebunan, demikian pula sedimennya (Siswomartono, 2008).
1. Kemiringan Lahan Budidaya Tanaman Industri.
Tanaman kopi banyak yang dibudidayakan pada lahan miring di daerah
pegunungan yang umumnya mempunyai pola sebaran hujan tidak merata. Curah
hujan yang tinggi terkonsentrasi pada bulan-bulan tertentu, sehingga erosivitasnya
sangat besar. Lahan miring merupakan lahan yang peka terhadap degradasi/
penurunan kualitas. Erosi merupakan penyebab utama kemunduran lahan kering
di daerah tropika basah. Tanah yang hilang karena erosi merupakan tanah lapisan
atas yang subur, sehingga erosi akan menurunkan kesuburan tanah secara nyata.
Guna mengatasi degradasi lahan di perkebunan kopi, maka telah dilakukan
penelitian pengendalian erosi dengan teras dan tanaman pagar yang ditanam pada
bibir teras. Perlakuan yang diberikan adalah (1) kontrol tanpa teras, (2) teras
bangku tanpa tanaman penguat teras, (3) teras bangku dengan tanaman penguat
teras Leucaena leucocephala, (4) teras bangku dengan tanaman penguat teras
Vetiveria zizonioides, dan (5) teras bangku dengan tanaman penguat teras
Moghania macrophylla. Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa teras
bangku nyata menurunkan erosi. Kehilangan tanah dari lahan berteras bangku
adalah 6,15 % dibandingkan dengan lahan yang tidak berteras. Erosi pada lahan
berteras, baik tanpa penguat teras maupun dengan penguat teras L. leucocephala,
V. zizanioides, serta M. macrophylla, tidak berbeda nyata. Stabilitas dari teras
yang diperkuat dengan tanaman penguat jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan tanpa tanaman penguat teras (Anonim, 2009).
34
2. Budidaya Tanaman Industri (kopi).
Tanaman kopi di Tanah Karo tersebar di seluruh kecamatan dan yang
paling luas secara berturut terletak di Kecamatan Merek, Tiga Panah, Simpang
Empat, Payung dan Munthe. Saat ini Kecamatan Merek lebih dikenal sebagai
sentra produksi kopi, karena wilayah ini merupakan garis pengembangan tanaman
kopi dan kini mencapai 1500 ha. Kopi yang dikembangkan adalah jenis Arabica.
Pada masa yang akan datang diharapkan kecamatan ini menjadi daerah Kimbun-
Kopi dimana mulai dari proses penanaman sampai pengolahan menjadi bubuk
dipusatkan di Kecamatan Merek. Kini tercatat seluas 5045 ha dengan produksi
10.837,85 ton tanaman kopi yang ada di Kabupaten Karo (KPDE, 2009).
3. Tanah Lahan Budidaya Tanaman Industri
Tanaman kopi menghendaki tanah yang lapisan atasnya dalam (± 1,5 m)
dan gembur, subur, banyak mengandung humus dan bersifat permeable. Tanah
dapat berasal dari abu gunung berapi/cukup mengandung pasir. Jenis tanah latosol
dan vulkanis disukai tanaman kopi. Tanah yang drainasenya jelek, tanah liat berat,
dan tanah pasir yang kapasitas mengikat airnya kurang serta kandungan N-nya
rendah tidak cocok untuk pertumbuhan kopi. Dengan kedalaman air tanah
sekurang-kurangnya, 3 m dari permukaan tanah. Tanah harus mempunyai drainase
dan kemampuan mengikat air yang baik (Anonim, 2008).
Struktur (kondisi fisik) tanah merupakan faktor yang sangat dominan
menentukan erosi dan aliran permukaan pada lahan usahatani berbasis kopi di
Sumberjaya. Pada tanah yang pori makronya >24 % dan permeabilitasnya >6
cm/jam di Tepus dan Laksana, erosi yang terjadi <2 Mg/ha /h. Sedangkan pada
tanah yang pori makronya <4 % dan permeabilitasnya <2 cm/jam di Bodong,
35
erosi telah mencapai 37 Mg/ha dalam jangka waktu 3 bulan. Perbedaan tingkat
erosi pada berbagai struktur tanah yang berbeda berimplikasi bahwa rekomendasi
tindakan konservasi perlu bersifat soil specifik dalam arti diarahkan untuk tanah
yang peka terhadap erosi (Dariah dkk, 2003).
4. Faktor Penutupan Lahan pada Lahan Budidaya Tanaman Industri.
Faktor pengelolaan tanaman (faktor-C) merupakan rasio dari tanah yang
tererosi pada suatu jenis pengelolaan tanaman terhadap tanah yang tererosi pada
kondisi permukaan lahan yang sama, tetapi tanpa pengelolaan tanaman (Achlil,
1995). Berdasarkan formula yang dikemukakan Wischmeier dan Smith (1978),
nilai pengelolaan tanaman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
besarnya laju erosi, selain faktor erosivitas hujan, erodibilitas tanah, kemiringan
dan panjang lereng. Faktor pengelolaan tanaman ini merupakan salah satu faktor
yang dapat dimanipulasi, sehingga penting untuk diketahui oleh pengelola. Faktor
tanaman (C) yang sangat tergantung pada jenis dan kondisi tanaman dalam
pembentukan perlindungan terhadap tanah. Perhitungan nilai penutupan lahan
(faktor-C) dilakukan terhadap seluruh lahan (sub DAS) dengan intensitas
sampling 100 %, artinya sub DAS merupakan plot pengamatan. Survei penutupan
lahan dilakukan pada Bulan Nopember 2001. Hasil perhitungan nilai faktor
penutupan lahan pada masing-masing sub DAS disajikan oleh Tabel 5.
Tabel 5. Contoh Nilai Faktor Penutupan Lahan pada Suatu Sub DAS No. Sub DAS (penggunaan lahan) Nilai Faktor-C Tertimbang 1. 2. 3. 4.
A (kopi muda + sengon muda) B (kopi tua + sengon Tua) C (Kopi muda (peremajaan) + Sengon tua) D (tan Semusim)
.0972
.0518
.1096
.5644 Sumber : Supangat dkk, 2001.
36
36
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juli 2009 di kawasan
hulu DAS Wampu, yaitu Sub DAS Lau Biang yang meliputi 10 (sepuluh) wilayah
kecamatan yaitu Kecamatan Dolok Silau dan Silimakuta di Kabupaten
Simalungun, serta wilayah Kecamatan Merek, Tiga Panah, Kabanjahe, Barus
Jahe, Singgamanik, Tiganderket, Kuta Buluh dan Payung di Kabupaten Karo.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning
System), altimeter, klinometer, bor tanah, ring sampel tanah, meteran, waterpass,
pisau pandu, kantong plastik dan karet gelang, kertas label, drum penampung atau
kolektor air larian dan sedimentasi, lembar plastik penahan/dinding petak kecil,
kawat, patok kayu, paku, martil, dan alat pertukangan lainnya, parangkat
penangkar mini curah hujan, timbangan, alat tulis, perangkat komputer yang
dilengkapi dengan perangkat sistem informasi geografis (SIG), kamera digital.
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini diantaranya lahan budidaya
tanaman industri (lahan tanaman kopi), contoh tanah/sedimen, contoh air larian,
peta administrasi, peta jenis tanah, peta kelas lereng, peta penutupan dan
penggunaan lahan, data curah hujan.
Prosedur penelitian
Adapun prosedur penelitian adalah :
1. Dihitung erosi dengan menggunakan Metode Petak Kecil.
a. Ditentukan lokasi penempatan alat petak kecil.
37
b. Diukur curah hujan per kejadian hujan.
c. Dilakukan pengukuran setiap setelah kejadian hujan.
d. Pengukuran air limpasan dan sedimen
- Diaduk seluruh air limpasan dan sedimen yang tertampung
dalam drum penampung.
- Dihitung volume air limpasan dan sedimen yang telah diaduk
rata.
- Diambil sampel larutan (air limpasan dan sedimen yang
diaduk)
e. Pengukuran besar tanah yang tererosi,
- Disaring sampel larutan (air limpasan dan sedimen yang
diaduk)
- Diovenkan sedimen yang tersaring hingga berat konstan
- Ditimbang sedimen yang tersaring setelah diovenkan.
2. Dihitung erosi menggunakan persamaan USLE.
a. Ditentukan titik pengambilan sampel tanah, diambil sampel tanah.
b. Dihitung laju permeabilitas tanah.
c. Dianalisis sifat fisika tanah (tekstur, struktur).
d. Dianalisis kandungan C-Organik tanah
e. Dihitung Besar erosi dan indeks bahaya erosi.
3. Ditentukan laju erosi yang dapat ditoleransikan ( T ).
4. ditentukan tingkat bahaya erosi (TBE).
38
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan metode deskriptif eksploratif yang dilakukan
untuk mengetahui tingkat bahaya erosi di kawasan hulu DAS Wampu (Sub DAS
Lau Biang) melalui penghitungan dan pengukuran besarnya erosi aktual dan erosi
yang ditoleransikan pada penggunaan lahan tanaman industri (kopi) dan kawasan
hutan. Pengukuran erosi dan pengambilan sampel tanah dilakukan dengan cara
purposive sampling terutama dalam menetapkan lokasi yang meliputi lahan
budidaya (lahan tanaman industri).
1. Pengamatan Lapangan
Penetapan besarnya erosi dilakukan dengan dua cara yaitu (1) Pengukuran
secara langsung menggunakan metoda petak kecil (kolektor air larian dan
sedimentasi), dan (2) Penghitungan (prediksi) menggunakan persamaan USLE.
2. Pengukuran Laju Erosi dengan Metode Petak Kecil
Metode petak kecil yang dibuat merupakan petak standar berukuran
panjang 22 m dengan lebar 2 m. Petakan lahan tersebut dibatasi menggunakan
lembar plastik yang ditanamkan sedemikian rupa sehingga setengah lebar plastik
tersebut (sekitar 10 cm) tertanam di dalam tanah, sedangkan sisanya 10 cm
menjadi dinding penahan air larian dan sedimen. Untuk menampung air larian dan
tanah yang tererosi, di ujung bawah petak dipasang tangki penampungan, berupa
drum yang diberi tutup di bagian atasnya agar air hujan tidak langsung masuk ke
dalam drum tersebut (hanya air larian dari petak yang dibatasi tersebut yang
masuk ke dalam drum penampung)
39
Gambar 2. Penampang Petak Kecil Dan Kolektor Pada Sebidang Lahan Pertanian.
Metode petak kecil digunakan sebagai faktor pembanding dengan prediksi
USLE dengan catatan jenis tanah dan tanamannya sama sehingga dapat diketahui
perbandingan laju erosi yang terjadi.
3. Perhitungan (Prediksi) Laju Erosi Menggunakan Persamaan USLE
Penetapan erosi aktual pada setiap lahan tanaman industri (kopi) yang
dipilih untuk dijadikan sampel penelitian yang dilakukan dengan cara pendekatan
(prediksi) USLE menggunakan persamaan sebagai berikut :
PCSLKRA .....=
Dimana :
A = Besarnya erosi yang diperkirakan (ton/(ha.thn)
40
R = Faktor erosivitas hujan
K = Faktor erodibilitas tanah
L = Panjang lereng
S = Kemiringan lereng
C = Faktor pengolahan tanah dan tanaman penutup tanah
P = Faktor teknik konservasi tanah
Masing-masing faktor tersebut akan ditentukan nilainya dengan mempergunakan
rumus, seperti dibawah ini :
a. Faktor Erosivitas Hujan (R)
Data curah hujan dari stasiun pengamatan hujan lokasi penelitian, selama 30
tahun terakhir. Data curah hujan ini digunakan untuk mengetahui faktor erosivitas
hujan ( R) melalui persamaan Bols (1978) :
( )∑=
=12
1
30
100i
iEIR ...................................................................................... (4)
Dimana :
30EI = 6,119(CH)1,21 .(HH)-0.47 . (P.Max) 0.53 ......................................... (5)
CH = rata-rata curah hujan bulanan (cm)
HH = jumlah hari hujan per bulan (hari)
P.Max = curah hujan maksimum selama 24 jam pada bulan yang
bersangkutan (cm)
41
b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Faktor erodibilitas tanah (K) atau faktor kepekaan erosi tanah dihitung
dengan persamaan Wischmeier dan Smith (1978) :
[ ] [ ]
100 3)-2,5(c+2)-3,25(b+a)-(12(10) M 2,713 -41.14
=K .................... (6)
Dimana :
K = Faktor erodibilitas tanah
M = Ukuran partikel yaitu (% debu + % pasir sangat halus)
(100 - % liat) jika data yang tersedia hanya data % debu, %
pasir, dan %liat, maka %liat sangat halus diperoleh dari 20%
dari % pasir (Sinukaban, 1986 dalam Girsang,1998)
a = bahan organik tanah (% C x 1,724)
b = Harkat struktur tanah (Tabel 6)
c = Harkat permeabilitas profil tanah (Tabel 7)
Tabel 6. Harkat Struktur Tanah No. Kelas Struktur Tanah (Ukuran diameter) Harkat Granular sangat halus Granular halus Granular sedang sampai kasar Gumpal, lempeng, pejal
1 2 3 4
Sumber : Arsyad, 1989
Tabel 7. Harkat Permeabilitas Tanah No. Kelas Kecepatan Permeabilitas Tanah Harkat Sangat lambat (<0,5 cm/jam) Lambat (0,5-2,0 cm/jam) Lambat sampai sedang (2,0-6,3 cm/jam) Sedang (6,3-12,7 cm/jam) Sedang sampai cepat (12,7-25,4 cm/jam) Cepat (>25,4 cm/jam)
6 5 4 3 2 1
Sumber : Arsyad, 1989
42
c. Faktor Topografi (LS)
Faktor ini merupakan gabungan antara pengaruh panjang dan kemiringan
lereng. Faktor S adalah rasio kehilangan tanah per satuan luas di lapangan
terhadap kehilangan tanah pada lereng eksperimental sepanjang 22,1 m (72,6 ft)
dengan kemiringan lereng 9 %. Persamaan yang diusulkan oleh Wischmeier dan
Smith (1978) dapat digunakan untuk menghitung LS :
( ) 0138,000965,000138,0 2 ++= SSLLS ......................................... (9)
Dengan :
S = Kemiringan lereng (%)
L = Panjang lereng (m)
d. Faktor Pengendali/konservasi Lahan (P)
Faktor ini mempertimbangkan segi pengelolaan lahan. Termasuk dalam
pengelolaan ini adalah campur tangan manusia.
Faktor pengelolaan tanah dan tanaman penutup tanah (C) serta faktor
teknik konservasi tanah (P) diprediksi berdasarkan hasil pengamatan lapangan
dengan mengacu pustaka hasil penelitian tentang nilai C dan nilai P pada kondisi
yang identik. Disamping itu juga akan ditentukan besarnya laju erosi yang masih
dapat ditoleransi dan tingkat bahaya erosi.
43
Tabel 8. Nilai faktor (P) untuk berbagai tindakan konservasi tanah
No. Tindakan Khusus Konservasi Tanah Nilai P 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Tanpa tindakan pengendalian erosi Teras bangku
Konstruksi baik Konstruksi sedang Konstruksi kurang baik Teras tradisional
Strip tanaman Rumput bahia Clotararia Dengan kontur
Teras tradisional Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur
Kemiringan 0-8 % Kemiringan 8-20 % Kemiringan > 20 %
Penggunaan sistem kontur Penggunaan sistem strip(2-4 m lebar) Penggunaan mulsa jerami(6 ton/ha) Penggunaan pemantap tanah(60 gr/1/m2 (CURASOL) Padang rumput (sementara) Strip cropping dengan clotataria(lebar 1 m, jarak antar strip 4,5 m) Penggunaan sistem strip(lebar 2 m-4 m) Penggunaan mulsa jerami(4-6 ton/ha) Penggunaan mulsa kadang-kadang(4-6 ton/ha)
1,00
0,04 0,15 0,35 0,40
0,40 0,64 0,20 0.40
0,50 0,75 0,90
0,10-0,020 0,10-0,30
0,01 0,20-0,50 0,10-0,50
0,64 0,20
0,06-0,20 0,20-0,40
Sumber : - Arsyad, S. (1989), Seta, A. K. (1991), Kartasapoetra (1990)
e. Faktor Penutup Vegetasi (C) Tabel 9. Nilai Faktor (C) untuk Berbagai Tipe Pengelolaan Tanaman
No. Jenis Tanaman Nilai Faktor C 1 2
3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Padi sawah Gandum Jagung Gerst Padi-padian Singkong Kentang Buncis Kacang Tanah Teh Kopi Cokelat Tebu Bit gula Karet Kelapa Sawit Kapas Rumput Padang rumput/ilalang Hutan/tanah hutan Jeruk
0,1 – 0,2 0,1 – 0,2
(tabur musim dingin) 0,2 – 0,4
(tabur musim semi) 0,2
0,1 – 0,2 0,4 – 0,9 0,2 – 0,8 0,2 – 0,3 0,2 – 0,4 0,2 – 0,8 0,1 – 0,3 0,1 – 0,3 0,1 – 0,3 0,3 – 0,6 0,2 – 0,3
0,2 0,1 – 0,7 0,3 – 0,7
0,004 – 0,01 0,01 – 1,10
0,001 – 0,002 0,3
Sumber : Suripin, 2004.
44
Tabel 10. Nilai CP dari beberapa tipe penggunaan lahan No. Tipe Penggunaan Lahan Nilai CP 1. Hutan tidak terganggu 0,01 2. Hutan tanpa tumbuhan rendah 0,01 3. Hutan tanpa tumbuhan rendah dan seresah 0,5 4 Semak/belukar tidak terganggu 0,01 5. Semak/belukar sebagian ditumbuhi rumput 0,1 6. Kebun campuran 0,07 7. Pekarangan 0,2 8. Perkebunan tanaman keras dengan tanamn penutup tanah 0,01 9. Perkebunan tanaman keras hanya sebagian tanaman penutup tanah 0,07 10. Rumput penutup alang-alang 0,02 11. Rumput penutup alang-alang dibakar setiap tahun 0,06 12. Rumput sereh wangi 0,65 13. Rumput penutup tanah dengan baik 0,01 14. Tanaman tegalan, umbi-umb ian 0,63 15. Tanaman tegalan kacang-kacangan 0,36 16. Pertanian umum dengan : - Memaki mulsa 0,14 - Teras bangku 0,04 - Guludan 0,14
Sumber : Hammer, 1981 Laju Erosi yang Masih dapat Ditoleransikan (T)
Sebagai bahan perbandingan ditentukan laju erosi yang masih dapat
ditoleransikan untuk lahan tanaman industri yang sedang di ukur tingkat bahaya
erosinya.
Untuk menghitung nilai laju erosi yang masih dapat ditoleransikan
dipergunakan rumus Hammer (1981), sebagai berikut:
xBdRL
EqDT = ..................................................................................... (11)
Dimana :
T = Laju erosi dapat ditoleransi (mm/ha.thn)
EqD = faktor kedalaman tanah x kedalaman efektif tanah (cm)
RL = Resource life (300 dan 400 tahun) (tahun)
Bd = Bulk density (kerapatan massa) (gr/cm3)
45
Nilai faktor kedalaman tanah dipengaruhi oleh jenis tanah seperti disajikan pada
Tabel 11.
Tabel 11. Nilai Faktor Kedalaman Tanah pada Berbagai Jenis Tanah
No. USDA Sub Order dan Kode Faktor Kedalaman Tanah 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Aqualfs Udalfs Ustalfs Aquents Arents Fluvents Orthents Psamments Andepts Aquepts Tropepts Alballs Aqualls Rendolls Udolls Ustolls Aquox Humox Orthox Ustox Aquods Ferrods Hummods Arthods Aquults Humults Udults Ustults Uderts Ustearts
(AQ) (AD) (AU) (EQ) (ER) (EV) (EO) (ES) (IN) (IQ) (IT)
(MW) (MQ) (MR) (MD) (MU) (OQ) (OH) (OO) (OU) (SQ) (SI) (SH) (SO) (UQ) (UH) (UD) (UU) (VD) (VU)
0.9 0.9 0.9 0.9 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 0.95 1.0 0.75 0.9 0.9 1.0 1.0 0.9 1.0 0.9 0.9 0.9 0.95 1.0 0.95 0.8 1.0 0.8 0.8 1.0 1.0
Sumber : Hammer, 1981 Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Tingkat bahaya erosi (TBE) ditentukan dengan membandingkan erosi
aktual (A) dengan erosi yang masih dapat ditoleransikan (T) di daerah itu dengan
rumus (Hammer, 1981):
TBE = A/T ......................................................................................... (12)
Kriteria tingkat bahaya erosi disajikan pada Tabel 12.
46
Tabel 12. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi Nilai Kriteria/Rating TBE < 1.0
1.10 – 4.0 4.01 – 10.0
>10.01
Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi Sumber : Hammer, 1981
Parameter Penelitian
Untuk penghitungan erosi menggunakan persamaan USLE, parameter
yang akan diamati diantaranya :
1. Jenis tanah
2. Kedalaman efektif tanah
3. Permeabilitas tanah
4. Kadar C-organik tanah
5. Tekstur tanah
6. Struktur tanah
7. Kemiringan lereng
8. Curah hujan tahunan, bulanan dan maksimal harian.
Pengukuran erosi secara langsung menggunakan metoda petak kecil
dilakukan pada penggunaan lahan pewakil dari penggunaan lahan yang ada
(dominan) yaitu pada lahan hutan tanaman industri (lahan tanaman kopi), dengan
satu unit alat pengukuran (petak kecil). Parameter yang diamati dalam pengukuran
erosi menggunakan metoda petak kecil ini antara lain:
1. Jumlah curah hujan per kejadian hujan
2. Volume air larian pada drum kolektor
3. Berat sedimentasi tanah di dalam drum kolektor
47
47
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Sub DAS Lau Biang Bagian Hulu DAS Wampu
Kawasan sub DAS Lau Biang merupakan kawasan hulu DAS Wampu
yang terletak pada posisi 02054,24’-03014,78’ Lintang Utara dan 98038,49’-
98016,17’ Bujur Timur dengan luas 95.552,095 hektar. Sub DAS Lau Biang
terletak di 19 kecamatan yang terdiri dari kabupaten Simalungun (2 kecamatan),
kabupaten Karo (16 kecamatan), serta kabupaten Langkat (1 kecamatan).
Berbatasan dengan kabupaten Langkat (kec, Salapian dan Sei Bingei) dan
Kabupaten Deli Serdang (kec. Kutalimbaru dan Sibolangit) di sebelah Utara,
Kabupaten Deli Serdang (kec. STM Hulu dan Gunung Meriah) di sebelah Timur,
daerah tangkapan (DTA) Danau Toba di sebelah Selatan dan kabupaten Karo
(kec. Merek, Munte, Tiga Binanga dan Kuta Buluh) di sebelah Barat.
Sub DAS Lau Biang termasuk daerah yang topografinya digolongkan
dalam kondisi agak curam hingga curam (kemiringan antara 30-35 %). Hal ini
sesungguhnya sangat tidak memungkinkan untuk diolah menjadi lahan pertanian
tanpa menerapkan pola konservasi tanah (P). Disamping terjadinya erosi pada sub
DAS Lau Biang akibat alih fungsi menjadi lahan tanaman budidaya, khususnya
tanaman industri juga akan mengakibatkan penyempitan saluran DAS pada bagian
hilir DAS Wampu akibat sedimen yang terbawa aliran permukaan dan
mengendap. Sehingga jika terjadi hujan lebat di bagian hulu akan mengakibatkan
banjir pada bagian hilir.
Luas lahan hutan tanaman industri pada sub DAS Lau Biang seluas
1617,986 Ha sekitar 1,13 % dari luas total sub DAS Lau Biang, dengan mayoritas
48
tanaman budidaya kopi dimana kondisi lahan dan iklim di daerah sub DAS Lau
Biang sesuai dengan pertumbuhan tanaman budidaya kopi.
Pengukuran Erosi Tanah di Lahan Tanaman Industri (Kopi) Sub DAS Lau Biang
1. Nilai Erosi Ditoleransikan (T) pada Lahan Tanaman Industri (kopi)
Dari Tabel 13 diperoleh nilai erosi ditoleransikan pada lahan tanaman kopi
dengan nilai tertinggi pada kecamatan Tiga Panah desa Regaji sebesar 28,35
ton/(ha.thn) kahilangan tanah setara dengan 2,70 mm/thn dan erosi ditoleransikan
yang paling rendah terdapat pada kecamatan Payung desa Payung II dan
Kecamatan Merek Desa Merek II sebesar 25,50 ton/(ha.thn) kehilangan tanah
setara dengan 2,50 mm/thn. dari pengukuran laju erosi ditoleransikan yang
dilakuakn diperoleh nilai rata-rata erosi ditoleransikan sebesar 26,76 ton/(ha.thn)
kehilangan tanah setara dengan 2,56 mm/thn. Melihat besarnya nilai erosi yang
ditoleransikan dapat dikatakan bahwa erosi ditoleransikan di lahan tanaman kopi
di Sub DAS Lau Biang tergolong sangat tinggi.
Besar nilai erosi ditoleransikan yang diperoleh dalam penelitian ini tidak
jauh berbeda dengan batasan erosi ditoleransikan yang di tentukan untuk tanah-
tanah di Indonesia. Hardjowigno dalam Rauf dan Kemala (2003), mengemukakan
bahwa nilai T maksimum untuk tanah di Indonesia adalah 2,5 mm/thn, yaitu untuk
tanah lapisan dalam dengan lapisan bawah (sub soil) yang permeabel dengan
substratum yang terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan). Sedangkan tanah-
tanah yang kedalamnya kurang atau sifat-sifat bawah yang lebih kedap air atau
terletak di substratum yang belum melapuk, nilai T lebih kecil dari 2,5 mm/thn.
49
Tabel 13. Nilai Erosi Yang Diperbolehkan (T) Untuk Tanah Lahan Tanaman Industri (Kopi)
No. Kec. Desa Kedalaman Efektif
Tanah (mm) *) Faktor Kedalaman
Tanah Umur pakai
tanah, W (thn) Kerapatan massa, BD (gr/cm3) **
Erosi ditoleransikan (T)
(ton/(ha.thn)) ***)
mm/thn
1 Merek Merek 1030 1,00 400 1,05 27,04 2,58 2 Merek Merek 1000 1,00 400 1,02 25,50 2,50 3 Merek Dokhan 1030 1,00 400 1,06 27,30 2,58 4 Merek Dokhan 1000 1,00 400 1,05 26,25 2,50 5 Dolok Silau Cingkes 1020 1,00 400 1,03 26,27 2,55 6 Dolok Silau Cingkes 1000 1,00 400 1,05 26,25 2,50 7 Silimakuta Naga Timbul 1070 1,00 400 1,04 27,82 2,68 8 Silimakuta Naga Timbul 1000 1,00 400 1,05 26,25 2,50 9 Tiga Panah Regaji 1080 1,00 400 1,05 28,35 2,70
10 Tiga Panah Regaji 1010 1,00 400 1,06 26,77 2,53 11 Barus Jahe Semangat 1030 1,00 400 1,04 26,78 2,58 12 Barus Jahe Semangat 1000 1,00 400 1,05 26,25 2,50 13 Kabanjahe Sukaramai 1070 1,00 400 1,05 28,09 2,68 14 Kabanjahe Sukaramai 1040 1,00 400 1,03 26,78 2,60 15 Munthe Singgamanik 1020 1,00 400 1,02 26,01 2,55 16 Munthe Singgamanik 1000 1,00 400 1,06 26,50 2,50 17 Payung Payung 1050 1,00 400 1,05 27,56 2,62 18 Payung Payung 1000 1,00 400 1,02 25,50 2,50 19 Kuta Buluh Bintang Meriah 1030 1,00 400 1,05 27,04 2,58 20 Kuta Buluh Bintang Meriah 1050 1,00 400 1,05 27,56 2,62 21 Tiganderket Tiganderket 1000 1,00 400 1,04 26,00 2,50 22 Tiganderket Tiganderket 1020 1,00 400 1,05 26,78 2,55
Ket :*) diukur dilapangan **) Dianalisis di Laboratorium Ilmu Tanah FP USU ***) dihitung menggunakan persamaan Hammer, 1981.
50
Menurut Rauf dan Kemala (2003) yang telah melakukan penelitian sebelumnya di
kabupaten Langkat memperoleh besar erosi ditoleransikan berkisar 2,5 mm/thn.
Besarnya nilai erosi ditoleransikan dipengaruhi oleh besarnya nilai
kerapatan massa (bulk density) tanah dan kedalaman efektif tanah serta faktor
kedalaman tanah.
Erosi ditoleransikan dipergunakan untuk mengukur sejauh mana erosi
tanah yang bisa ditoleransikan atau dibiarkan pada suatu lahan. Dengan
mengetahui besar laju erosi ditoleransikan, maka pengelolaan lahan dan teknik
konservasi tanah dan air dapat disesuaikan saat pemanfaatan lahan untuk budidaya
pertanian atau perkebunan.
2. Erosi Tanah di Lahan Tanaman Industri (Kopi) Sub DAS Lau Biang
a. Pengukuran Erosi Tanah dengan Metode Petak Kecil
Dengan pengambilan data erosi tanah setiap kejadian hujan selama 4 bulan
(April-Juli 2009) maka diperoleh besar erosi yang terjadi pada lahan tanaman kopi
sebesar 928,58 gr dari luas 44 m2, dengan jumlah kejadian hujan yang
mengakibatkan erosi selama bulan April hingga bulan Juli sebanyak 6 kali
(Lampiran 6).
Sedimen total = 928,58 gr
Sedimen dalam 1 hari
= sedimen total/jumlah hari hujan
= 928,58gr/6 hari
= 154,76 gr/hari
Nilai prediksi erosi dengan petak kecil pada lahan tanaman industri (kopi)
= 154,76 gr/hari
51
Sedimen untuk luasan 22 x 2 m
= sedimen dalam 1 hari x rata-rata jumlah hari hujan bulanan (Lampiran 7)
= (154,76 gr/hari) x (778,5 hari/thn)
= 120480,66 gr/thn.44 m² Sedimen untuk luasan hektar = (10.000 m²/44 m²) x Sedimen untuk luasan 22 x 2 m = (10.000 m²/44 m²) x 120480,66 gr/thn.44 m² = 27381969 gr/ha.thn = 27,38 ton/(ha.thn)
= 2,58 mm/thn dengan bulk density 1,060 gr/cm³
Untuk metode petak kecil pada lahan tanaman industri (kopi) diperoleh
nilai erosi sebesar 27,38 ton/(ha.thn) atau 2,58 mm/thn dengan asumsi bahwa
besarnya nilai erosi rata-rata perbulan dari pengukuran selama 4 bulan penelitian
dapat digunakan untuk menghitung erosi selama 12 bulan (1 tahun).
Nilai besar erosi tanah (A) yang diperoleh dengan metode petak kecil
(2,58 mm/thn) lebih besar dari erosi ditoleransikan (rata-rata 2,56 mm/thn).
Namun perbedaan yang terjadi tidak begitu signifikan. Sehingga erosi yang terjadi
dilahan tanaman kopi tergolong rendah.
Namun demikian, untuk mendapatkan nilai erosi yang lebih mendekati
keadaan sebenarnya perlu dilakukan penelitian selama 1 tahun atau adanya
kesinambungan data pengukuran selama 12 bulan.
Pengukuran dengan metode petak kecil pada lahan kopi di laksanakan di
kecamatan Merek desa Dokhan. Dengan latar belakang pemilihan lokasi adalah
52
lahan budidaya tanaman kopi tersebut sesuai dengan yang di butuhkan untuk
pengukuran erosi tanah menggunakan metode petak kecil. Baik dari
kemiringannya, panjang lerengnya dan kondisi tanaman kopinya.
Dengan menggunakan metode petak kecil di lahan tanaman kopi yang
diperoleh dibandingkan dengan rata-rata erosi ditoleransikan yaitu sebesar 26,756
ton/(ha.thn) bahwa nilai tingkat bahaya erosi yang terjadi adalah rendah (<1,09).
Erosi yang di peroleh pada metode ini adalah dengan melakukan pengukuran
secara langsung dilapangan tanpa menggunakan ketetapan-ketetapan aritmetik
seperti digunakan dalam metode USLE. Sehingga erosi tanah yang diperoleh
dengan metode petak kecil adalah erosi nyata yang terjadi dilahan tanaman kopi.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui keakuratan
pengukuran erosi metode petak kecil tergantung pada pemilihan lokasi
penempatan petak kecil, pemasangan semua komponen petak kecil dan
pengukuran volume air limpasan yang tertampung dalam drum penampung. Salah
satu faktor yang mempengaruhi keakuratan yaitu perlu adanya pengambilan data
secara berkesinambungan selama 12 bulan (satu tahun), hal ini di karenakan
adanya perubahan musim di kawasan sub DAS Lau Biang yaitu musim kemarau
dan musim penghujan jadi sangat diharapkan pengukuran erosi dilakukan pada
kedua musim tersebut, dan akan lebih baik lagi apabila kesinambungan penelitian
agar dilakukan minimal selama 10 tahun.
Menurut Tola’ohu dan Suparto (2008), pada umumnya areal lahan kering
dengan kemiringan yang bervariasi mulai dari tipe penggunaan lahan tegalan
berkisar dari agak curam yaitu dari bergelombang (5-25%) sampai bergunung (25-
74%). Hal ini sangat berpengaruh terhadap besarnya erosi yang terjadi. Pada lahan
53
yang relatif datar dengan kemiringan <5 % umumnya erosi aktual yang terjadi
adalah erosi lembar yang dicirikan munculnya perakaran tanaman di permukaan
tanah. Keadaan ini umum dijumpai pada tipe penggunaan lahan kebun campuran
dimana kanopi tanaman kopi, coklat sudah cukup rapat menutup permukaan tanah
dan seresah daun kopi, coklat maupun rumput dari hasil penyiangan yang disebar
dipermukaan tanah. Sedangkan pada lahan yang lebih curam selain erosi lembar,
juga nampak terjadi erosi alur pada beberapa tempat terutama pada daerah curam
yang terbuka dan atau pada tempat-tempat dimana aliran permukaan
terkonsentrasi.
b. Pengukuran Erosi Tanah dengan Metode Prediksi USLE
Hasil prediksi besarnya erosi di lahan tanaman kopi di sub DAS Lau Biang
menggunakan metode USLE diperoleh besar erosi tanah (Lampiran 3) yang
mungkin terjadi paling tinggi adalah di kecamatan Dolok Silau desa Cingkes II
yaitu sebesar 688,61 ton/(ha.thn) setara dengan 65,58 mm/thn dan yang paling
rendah terdapat di kecamatan Barus Jahe desa Semangat I sebesar 109,76
ton/(ha.thn) setara dengan 10,55 mm/thn. Dengan rata-rata erosi tanah untuk
seluruh lahan tanaman industri (kopi) diperoleh sebesar 344,08 ton/(ha.thn).
Erosi tanah yang mungkin terjadi dengan prediksi USLE jika
dibandingkan dengan besar erosi ditoleransikan, maka diperoleh tingkat bahaya
erosi sangat tinggi (>10,01).
Besarnya nilai erosi yang terjadi dengan menggunakan metode USLE
dikarenakan penggunaan nilai-nilai tetapan faktor yang mempengaruhi erosi tanah
itu sendiri. Yaitu nilai-nilai faktor yang mempengaruhi kemungkinan terjadinya
erosi tanah dalam prediksi USLE sudah ditetapkan sebelumnya. Penggunaan
54
koefisien tetapan-tetapan tersebut mengakibatkan erosi tanah yang terjadi dengan
mengunakan prediksi USLE sangat tinggi. Hal ini juga dipengaruhi oleh data
curah hujan yang diperlukan tidak lengkap. Dari data curah hujan yang tersedia
dengan jumlah curah hujan rata-rata sebesar 3137,8 mm/thn sehingga
mengakibatkan faktor erosivitas tinggi (2065,17 cm/thn).
Erosi tanah yang mungkin terjadi dengan menggunakan prediksi USLE
jika dibandingkan dengan erosi tanah dengan menggunakan metode petak kecil,
maka diperoleh perbedaan yang sangat signifikan. Dimana diperoleh nilai erosi
tanah dengan menggunakan prediksi USLE paling tinggi sekitar 688,61
ton/(ha.thn). Sedangkan dengan menggunakan metode petak kecil hanya 27,38
ton/(ha.thn). Dengan melihat perbedaan besar erosi yang terjadi di lahan tanaman
kopi dengan menggunakan kedua metode, dapat di tarik kesimpulan bahwa
metode yang paling tepat untuk meghitung laju erosi adalah metode petak kecil.
Juga dapat dilihat dari perbandingan antara kedua metode dengan besar laju erosi
yang ditoleransikan, diperoleh besar erosi yang mendekati besar erosi
ditoleransikan adalah besar erosi yang diperoleh dengan metode petak kecil.
Perbedaan besar erosi tanah yang diperoleh dengan kedua metode (petak
kecil dan prediksi USLE) disebabkan oleh adanya perbedaan penggunaan faktor-
faktor yang mempengaruhi erosi tanah dalam pengukuran. Pada metode petak
kecil besar erosi tanah yang diperoleh adalah langsung dari pengukuran sedimen
yang terhanyut/terkikis oleh aliran permukaan saat terjadi hujan, tanpa memilah
faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah. Sedangkan perhitungan laju erosi
tanah dengan metode prediksi USLE semua faktor yang mempengaruhi erosi
(erosivitas hujan, erodibilitas tanah, topografi, tanaman, dan teknik konservasi) di
55
uraikan secara terpisah. Dan nilai-nilai faktor yang mempengaruhi erosi tersebut
telah ditentukan sebelumnya, dengan kata lain mungkin faktor-faktor tersebut
tidak sesuai dengan lahan yang sedang diukur laju erosinya. Sehingga terjadi
perbedaan yang sangat signifikan antara metode petak kecil dengan metode
prediksi USLE.
Namun, prediksi USLE perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh
faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah secara terurai atau dijabarkan.
Sehingga setiap faktor yang mempengaruhi erosi tanah di uraikan satu persatu.
Hal ini bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran di laboratorium (pengukuran
laju erosi skala laboratorium).
Erosi ditoleransikan (T) sangat berkaitan dengan tingkat bahaya erosi
(TBE), karena semakin besar nilai T dengan besar erosi tanah (A) sama, maka
TBE akan semakin rendah dan sebaliknya, jika T semakin kecil maka TBE akan
semakin tinggi. Jadi hubungan antara T dengan TBE sangat nyata dalam
penentuan tingkat kepekaan tanah terhadap erosi.
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Lahan Tanaman Industri (kopi)
Pengukuran tingkat bahaya erosi bertujuan untuk mengetahui potensi erosi
tanah yang terjadi di lahan tanaman kopi di sub DAS Lau Biang dan tingkat erosi
yang terjadi. Hasil prediksi erosi dengan menggunakan metode USLE
dibandingkan dengan erosi yang ditoleransikan (T). Hasil prediksi disajikan dalam
Tabel 17.
Tabel 17 menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi pada lahan tanaman
industri (kopi) di sub DAS Lau Biang diperoleh tingkat bahaya erosi dengan
menggunakan rumus Hammer, 1981 (Persamaan 12) sebagian besar berharkat
56
sangat tinggi, yaitu terjadi di 16 lokasi pengambilan sampel dengan besarnya
tingkat bahaya erosi antara 10,43 s.d 26,23, sedangkan 6 lokasi yang lainnya
tergolong dengan harkat tinggi dengan nilai tingkat bahaya erosi antara 4,10 s.d
9,80.
Tabel 17. Tingkat bahaya erosi pada lahan tanaman industri (kopi) di Sub DAS Lau Biang.
No Kec Desa Erosi tanah (A)
ton/(ha.thn)
Erosi ditoleransik
an (T) ton/(ha.thn)
Tingkat Bahaya
Erosi (TBE) *)
Harkat/ kriteria
1 Merek Merek 369,75 27,04 13,68 sangat tinggi 2 Merek Merek 317,72 25,50 12,46 sangat tinggi 3 Merek Dokhan 351,35 27,30 12,87 sangat tinggi 4 Merek Dokhan 374,82 26,25 14,28 sangat tinggi 5 Dolok Silau Cingkes 639,00 26,27 24,33 sangat tinggi 6 Dolok Silau Cingkes 688,61 26,25 26,23 sangat tinggi 7 Silimakuta Naga Timbul 322,48 27,82 11,59 sangat tinggi 8 Silimakuta Naga Timbul 284,95 26,25 10,86 sangat tinggi 9 Tiga Panah Regaji 202,44 28,35 7,14 Tinggi 10 Tiga Panah Regaji 219,01 26,77 8,18 Tinggi 11 Barus Jahe Semangat 109,76 26,78 4,10 Tinggi 12 Barus Jahe Semangat 118,46 26,25 4,51 Tinggi 13 Kabanjahe Sukaramai 232,79 28,09 8,29 Tinggi 14 Kabanjahe Sukaramai 359,37 26,78 13,42 sangat tinggi 15 Munthe Singgamanik 416,26 26,01 16,00 sangat tinggi 16 Munthe Singgamanik 367,76 26,50 13,88 sangat tinggi 17 Payung Payung 270,09 27,56 9,80 Tinggi 18 Payung Payung 265,93 25,50 10,43 sangat tinggi 19 Kuta Buluh Bintang Meriah 299,23 27,04 11,07 sangat tinggi 20 Kuta Buluh Bintang Meriah 312,54 27,56 11,34 sangat tinggi 21 Tiganderket Tiganderket 547,93 26,00 21,07 sangat tinggi 22 Tiganderket Tiganderket 499,51 26,78 18,66 sangat tinggi Ket : *) Dihitung dengan persamaan Hammer, 1981 (persamaan 12)
Dari nilai erosi yang ditoleransikan (tolerable erosion,T) yang diperoleh
maka upaya tindakan konservasi yang akan dilakukan dapat ditentukan. Misalnya
berat isi (bulk density) tanah di desa Cingkes 1,03 g/cm3, maka besar nilai erosi
ditoleransikan adalah 26,27 ton/(ha.thn). Besarnya erosi yang terjadi disetiap
lahan budidaya tanaman kopi yang dijadikan sebagai sampel penelitian lebih besar
dari besarnya erosi yang ditoleransikan, sehingga sangat diperlukan tindakan
konservasi. Menurut Rahim (2003), pengikisan bagian atas, misalnya erosi, selalu
diikuti oleh pembentukan lapisan tanah baru pada bagian bawah profil tanah. Tapi
57
laju pembentukan ini umumnya tidak mampu mengimbangikehilangan tanah
karena erosi dipercepat. Dengan adanya erosi dipercepat dengan laju rendah pun
biasanya tidak mampu diimbangi oleh laju pembentukan tanah.
Dari TBE yang terjadi dengan menggunakan metode USLE, sub DAS
Lau Biang dikategorikan sebagai kawasan yang kritis atau dengan kata lain harus
segera dilakukan penanganan untuk mengantisipasi kerosakan tanah oleh erosi
tanah yang terjadi. Namun jika di lihat dari besar erosi tanah yang tejadi dengan
menggunakan metode petak kecil yang diperoleh dengan pengukuran langsung
dilapangan (dengan menampung sedimen yang terbawa oleh aliran permukaan),
kawasan sub DAS Lau Biang tidaklah tergolong kritis.
3. Penilaian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi
a. Nilai erosivitas hujan (R) di Sub DAS Lau Biang
Data rata-rata curah hujan bulanan (Lampiran 20), jumlah hari hujan
bulanan (Lampiran 21) dan curah hujan maksimum selama 24 jam (Lampiran 22)
untuk kurun waktu 10 tahun. Selanjutnya rata-rata curah hujan bulanan, jumlah
hari hujan bulanan, dan curah hujan maksimum selama 24 jam, serta nilai
erosivitas hujan (R) bulanan dan tahunan di Sub DAS Lau Biang disajikan pada
Tabel 14.
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa nilai erosivitas hujan tahunan adalah
2065,17 cm/thn dengan distribusi nilai R bulanan tertiggi pada bulan Februari,
yaitu 310,20 cm/bln, selanjutnya diurutan kedua dan ketiga pada bulan Mei dan
bulan April dengan nilai erosivitas (R) masing masing 259,30 cm/bln dan 245,20
cm/bln.
58
Pada bulan Februari rata-rata curah hujan, rata-rata hari hujan, dan hujan
maksimum masing-masing sebesar 34,67 cm, 71,67 hari, dan 22,20 cm. besarnya
nilai-nilai itu menyebabkan adanya kemungkinan terjadi erosi tanah pada bulan
tersebut dengan potensi yang cukup besar. Demikian juga pada bulan Mei dan
April.
Tabel 14. Curah Hujan bulanan rata-rata, hari hujan rata-rata, curah hujan maksimum selama 24 jam, dan nilai erosivitas hujan di sub-DAS Lau Biang
Bulan CH Bulanan Rata-rata (cm) *)
HH Bulanan Rata-rata (hari)
*)
CH maks. Selama 24
jam/bln (cm) *)
Nilai Erosivitas Hujan (R )
(cm/thn) **) Januari 22,32 70,67 13,10 138,50 Februari 34,67 71,67 22,20 310,20 Maret 30,40 68,00 15,30 223,00 April 36,71 97,83 16,48 245,20 Mei 31,57 67,50 18,58 259,30 Juni 16,23 57,00 8,72 84,02 Juli 8,64 44,80 4,82 32,00 Agustus 16,28 52,50 5,92 71,39 September 24,50 50,70 7,53 135,00 Oktober 35,70 67,00 9,28 209,00 November 30,00 72,70 12,70 192,00 Desember 26,81 78,17 10,18 165,90 Total 313,78 778,50 144,80 2065,17
Ket : *) Data diperoleh dari BMKG Medan **) Dihitung dengan Rumus Bols (1978)
Dari Tabel 14 juga dapat dilihat pada bulan Juli nilai erosivitas paling
rendah, diikuti bulan Agustus dan Juni, yaitu masing-masing sebesar 32,00
cm/bln, 71,39 cm/bln, dan 84,02 cm/bln. Pada bulan Juli rata-rata curah hujan,
rata-rata hari hujan, dan rata-rata curah hujan maksimum masing-masing sebesar
8,64 cm, 44,80 hari, dan 4,82 cm. nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa pada
bulan Juli peluang terjadinya erosi tanah cukup rendah. Demikian pula pada bulan
Agustus dan Juni.
Secara umum pada bulan Februari, Maret, April, Mei, Oktober, November,
dan Desember nilai erosivitas hujan tinggi, sedangkan pada bulan Januari, Juni,
Juli, Agustus dan September nilai erosivitas hujan rendah.
59
Distribusi nilai R bulanan dapat digunakan sebagai acuan dalam penentuan
waktu pengelolaan lahan tanaman Industri (kopi), sehingga dapat memperkecil
terjadinya erosi tanah yang mungkin terjadi. Pada bulan dengan nilai erosivitas
hujan (R) yang tinggi diupayakan menghindari pengolahan lahan dan pembersihan
dari gulma, bahkan kalau bisa diterapkan penggunaan penutup permukaan lahan
berupa mulsa, bisa berupa seresah daun-daunan atau panambahan bahan organik
lainnya, untuk mepertahankan agregat tanah. Penggunaan mulsa akan
memperlambat aliran permukaan.
Sesuai dengan yang diungkapkan Agus dan Widianto (2004) dan Arsyad
(2006) erosivitas hujan merupakan faktor alami yang hampir tidak mungkin di
kelola. Jadi besarnya nilai erosivitas hujan yang terjadi di kawasan sub DAS Lau
Biang merupakan tetapan yang tidak mungkin diperkecil, kecuali memperkecil
laju erosi dengan mengelola faktor-faktor erosi yang lain.
Dalam Arsyad (2006), besarnya erosi pada suatu lahan ditentukan oleh
lima faktor utama yaitu, erosivitas hujan, erodibiltas tanah, bentuk lahan, vegetasi
penutup tanah, dan tingkat pengelolaan tanah. Faktor-faktor ini sangat
mempengaruhi laju erosi tanah yang merupakan proses penting dalam
pembentukan suatu daerah aliran sungai serta memilki konsekuensi ekonomi dan
lingkungan yang penting di DAS tersebut, dimana bentuk dan kondisi fisik suatu
DAS sangat berpengaruh terhadap laju erosi dan sedimentasi menurut Linsley,
dkk (1996).
b. Faktor Erodibilitas Tanah (K)
Nilai erodibilitas pada lahan tanaman industri (kopi) dapat dilihat pada
Lampiran 4. Nilai erodibilitas tertinggi 0,719 dan yang terendah 0,121.
60
Erodibilitas merupakan kepekaan tanah terhadap pukulan (energi kinetik) butiran
air hujan dan penghanyutan oleh aliran permukaan. Tanah yang erodibilitasnya
tinggi akan rentan terkena erosi, bila dibandingkan dengan tanah yang
erodibilitasnya rendah. Nilai erodibilitas diperoleh dengan pengamatan sifat fisika
dan kimia tanah.
Makin besar nilai tekstur tanah (M), akan mempengaruhi kepekaan tanah
terhadap bahaya erosi. Di lahan tanaman kopi di jumpai bahwa kandungan debu
sangat berpengaruh terhadap nilai M, yang mempengaruhi kepekaan tanah
terhadap erosi (Lampiran 5). Semakin tinggi kandungan debu maka tanah akan
semakin rentan terhadap terjadinya erosi tanah.
Lahan tanaman industri di sub DAS Lau Biang memiliki kandungan C-
Organik (a) rata-rata sebesar 0,23 %. kandungan C-Organik pada tanah lahan
tanaman kopi rendah dikarenakan pada lahan tanaman kopi dominan lahan bersih
dari sumber bahan organik, karena diusahakan permukaan lahan bebas dari gulma
dan hanya ditumbuhi oleh tanaman utama (kopi) dan penyinaran pun relatif
merata sehingga permukaan lahan kering dan dekomposisi bahan organik yang
jumlahnya sedikit malah membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
dengan di hutan. Yang berpengaruh terhadap kemapuan tanah untuk menhan erosi
tanah. Dimana bahan organik tanah berperan sebagai bahan untuk meningkatkan
kemampuan tanah menahan air (sifat fisika tanah), meningkatkan daya jerap dan
kapasitas tukar kation (KTK) (sifat kimia tanah), dan peningkatan jumlah dan
aktivitas metabolik organisme tanah (sifat biologi tanah). Rendahnya kandungan
C-Organik tanah di lahan tanaman kopi menyebabkan tanah menjadi semakin
peka terhadap erosi. Hal ini sesuai dengan Rahim, 2003 yang menyatakan bahwa
61
tanah dengan kandungan bahan organik tanah kurang dari 2 persen biasanya
paling peka terhadap erosi. Menurut Suratman (2008), usaha konservasi yang
sangat minimal merupakan faktor yang secara perlahan-lahan dan dalam waktu
yang lama akan menyebabkan erosi. Pengaruh dalam jangka pendek akan
menyebabkan terdegradasinya kesuburan tanah dan dalam jangka panjang apabila
tidak diatasi akan menyebabkan hancurnya lahan pertanian. Penggunaan lahan
yang intensif sepanjang waktu juga sangat mendukung/mempercepat proses erosi
karena hilangnya penutup lahan (cover crops).
Struktur tanah (b) di lahan tanaman kopi yang dijadikan pengambilan data
diperoleh gumpal, lempeng, bersudut. Struktur tanah juga turut dalam
mempengaruhi kepekaan tanah terhadap besarnya erosi yang akan terjadi.
Semakin besar nilai koefisien struktur tanah, maka tanah akan semakin peka
terhadap erosi dan sebaliknya, jika nilai koefisien struktur tanah kecil maka
kepekaan tanah terhadap erosi juga akan rendah.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Arsyad (2000) bahwa beberapa sifat
tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik,
kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah. Tanah di lokasi
penelitian adalah tanah Hydrandepts merupakan tanah andosol yang berasal dari
bahan induk abu dan volkan yang berada di daerah dataran, bergelombang dan
berbukit. Corak tanah ini bertekstur dari lempung hingga debu dan mempunyai
sifat kepekaan terhadap erosi yang besar, baik terhadap erosi air maupun erosi
angin.
Di lahan tanaman kopi diperoleh nilai laju permeabilitas sangat cepat
(>25,4 cm/jam) seperti tercamtum dalam Lampiran 4. Permeabilitas merupakan
62
kemampuan tanah dalam melewatkan air. Nilai permeabilitas tanah sangat
dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Untuk lahan tanaman kopi, nilai
permeabilitas tertinggi terdapat di kecamatan Dolok Silau desa Cingkes I sebesar
356,471 cm/jam dan yang terendah terdapat di kecamatan Munthe desa
Singgamanik II sebesar 126,818 cm/jam.
Dari hasil pengamatan dilapangan dan penggunaan data permeabilitas
tanah dalam prediksi erosi tanah, di peroleh bahwa pengaruh laju permeabilitas
tanah dengan kepekaan tanah terhadap erosi berbanding terbalik. Sehingga
semakin tinggi laju permeabilitas, maka kepekaan tanah terhadap erosi semakin
rendah.
c. Faktor Topografi (LS)
Ada dua hal yang mempengaruhi faktor topografi yakni kemiringan lereng
(S) dan panjang lereng (L). Nilai faktor topografi (LS) pada lahan tanaman kopi
dapat dilihat pada Tabel 15.
Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa kemiringan lereng pada lahan tanaman
kopi rata-rata di atas 32,68 %. Dengan kemirigan paling besar (34,44 %) di tiga
desa yaitu Dokhan II, Naga timbul I, dan Payung II, sedangkan yang terendah
trdapat di desa Semangat I sebesar 31,11 %. Hal ini menunjukkan bahwa lereng
tersebut merupakan lereng yang curam sehingga rentan terhadap bahaya erosi.
Sesuai dengan pernyataan Sinukaban (1986) yang menyebutkan bahwa selain dari
memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga
memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian memperbesar
energi angkut air. Dengan makin curamnya lereng, jumlah butir-butir tanah yang
63
terpercik ke atas oleh tumbukan butir hujan semakin banyak. Jika lereng
permukaan dua kali lebih curam, banyaknya erosi 2 sampai 2,5 kali lebih besar.
Tabel 15. nilai Faktor topografi (LS) pada Lahan Tanaman Industri (kopi)
No. Kec. Desa Kemiringan lereng, S(°) S(%)
Panjang lereng, L (m) LS
1 Merek Merek 15,00 33,33 11,00 4,15 2 Merek Merek 14,50 32,22 9,00 3,64 3 Merek Dokhan 15,00 33,33 10,00 3,96 4 Merek Dokhan 15,50 34,44 11,00 4,28 5 Dolok Silau Cingkes 14,50 32,22 9,00 3,64 6 Dolok Silau Cingkes 15,00 33,33 10,00 3,96 7 Silimakuta Naga Timbul 15,50 34,44 8,00 3,67 8 Silimakuta Naga Timbul 14,50 32,22 7,00 3,22 9 Tiga Panah Regaji 14,50 32,22 9,00 3,64
10 Tiga Panah Regaji 14,50 32,22 10,00 3,83 11 Barus Jahe Semangat 14,00 31,11 11,00 3,87 12 Barus Jahe Semangat 15,00 33,33 9,00 3,76 13 Kabanjahe Sukaramai 15,00 33,33 11,00 4,15 14 Kabanjahe Sukaramai 14,50 32,22 10,00 3,83 15 Munthe Singgamanik 15,00 33,33 11,00 4,15 16 Munthe Singgamanik 14,50 32,22 10,00 3,83 17 Payung Payung 15,00 33,33 10,00 3,96 18 Payung Payung 15,50 34,44 9,00 3,88 19 Kuta Buluh Bintang Meriah 15,00 33,33 11,00 4,15 20 Kuta Buluh Bintang Meriah 15,00 33,33 10,00 3,96 21 Tiganderket Tiganderket 14,50 32,22 10,00 3,83 22 Tiganderket Tiganderket 15,00 26,79 11,00 3,34
Panjang lereng yang diamati di lapangan merupakan panjang lereng
seragam yang memiliki kemiringan lereng yang sama di lapangan. Air yang
mengalir di permukaan tanah akan berkumpul di ujung lereng, dengan demikian
lebih banyak air yang mengalir akan makin besar kecepatan di bagian bawahnya
sehingga erosi lebih besar pada bagian bawah, hal ini diakibatkan karena
bertambahnya kecepatan aliran permukaan. Sehingga makin panjang lereng,
makin tinggi potensial erosi yang akan terjadi. Hal ini sesuai dengan Wischmeier
and Smith (1978) yang menyatakan bahwa makin panjang lereng permukaan
tanah, makin tinggi potensial erosi karena akumulasi air aliran permukaan
semakin tinggi. Kecepatan aliran permukaan makin tinggi mengakibatkan
64
kapasitas penghancuran dan deposisi makin tinggi pula. Hal ini sesuai dengan
penyataan Suratman (2008), dengan lereng yang terjal pada bagian-bagiantertentu
suatu lahan sangat riskan terhadap bahaya erosi. Karena lereng >5 % merupakan
lereng yang sudah mulai riskan apabila dikelola dengan pola pengelolaan intensif.
d. Faktor Vegetasi (C) dan Faktor Manusia/Tindakan Konservasi (P)
Faktor pengelolaan tanaman dan tindakan konservasi tanah merupakan
faktor penting dalam erosi. Nilai (C) Kopi yakni 0, 30 dengan nilai konservasi
yang beragam yang dapat dilihat pada Tabel 16.
Berubahnya fungsi hutan menjadi penggunaan pertanian maupun usaha
tani lainnya menyebabkan perubahan kondisi fisika tanahnya. Permukaan tanah
yang lebih terbuka memungkinkan aliran air sulit ditahan oleh tanah sehingga
dapat mengakibatkan aliran air di permukaan tanah lebih cepat. Ini disebabkan
kanopi penutup tanah dari tajuk tanaman hutan sudah tidak ada dan digantikan
dengan kanopi tanaman budidaya yang lebih sedikit jumlahnya. Penanggulangan
erosi melalui pengelolaan tanaman dapat dilakukan dengan tanaman penutup
tanah yang memiliki peranan besar dalam menghambat dan mencegah erosi
karena dapat menghalangi tumbukan langsung butir-butir hujan dan dapat
mengurangi kecepatan aliran permukaan.
Teknik konservasi lahan (P) di lahan tanaman kopi masih jarang di
temukan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa teknik konservasi yang
diterapkan di kawasan sub DAS Lau Biang adalah strip tanaman dengan kontur,
teras tradisional dan pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur. Hal
ini menunjukkan masih minimnya tindakan untuk mencegah terjadinya erosi.
65
Tabel 16. Nilai Faktor pengelolaan Tanaman (C) dan Tindakan Konservasi (P)
No. Kecamatan Desa Kopi
C *) P **) 1 Merek Merek 0,300 0,20 2 Merek Merek 0,300 0,20 3 Merek Dokhan 0,300 0,20 4 Merek Dokhan 0,300 0,20 5 Dolok Silau Cingkes 0,300 0,40 6 Dolok Silau Cingkes 0,300 0,40 7 Silimakuta Naga Timbul 0,300 0,20 8 Silimakuta Naga Timbul 0,300 0,20 9 Tiga Panah Regaji 0,300 0,40 10 Tiga Panah Regaji 0,300 0,40 11 Barus Jahe Semangat 0,300 0,20 12 Barus Jahe Semangat 0,300 0,20 13 Kabanjahe Sukaramai 0,300 0,75 14 Kabanjahe Sukaramai 0,300 0,75 15 Munthe Singgamanik 0,300 0,75 16 Munthe Singgamanik 0,300 0,75 17 Payung Payung 0,300 0,40 18 Payung Payung 0,300 0,40 19 Kuta Buluh Bintang Meriah 0,300 0,40 20 Kuta Buluh Bintang Meriah 0,300 0,40 21 Tiganderket Tiganderket 0,300 0,75 22 Tiganderket Tiganderket 0,300 0,75
Ket : *) menurut Suripin, 2004 ; **) menurut Arsyad. S, 1989. 0,2 = Strip tanaman dengan kontur 0,40 = Teras tradisional 0,75 = Pengolahan dan penanaman menurut garis kontur
66
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh rata-rata erosi
ditoleransikan di lahan tanaman kopi yaitu sebesar 26,756 ton/(ha.thn), dengan
nilai bulk density tanah rata-rata 1,04 gr/cm3.
2. Nilai erosi tertinggi pada lahan tanaman kopi terdapat di kecamatan Dolok
Silau Desa Cingkes II sebesar 688,61 ton/(ha.thn) dan yang terendah di
kecamatan Barus Jahe desa Semangat II sebesar 118,46 ton/(ha.thn), dengan
menggunakan metode USLE dan erosi tanah yang terjadi di lahan tanaman
kopi sebesar 27,38 ton/(ha.thn) dengan menggunakan metode petak kecil di
sub DAS Lau Biang.
3. Nilai tingkat bahaya erosi (TBE) pada lahan tanaman kopi yang tertinggi di
Tiganderket sebesar 21,542 dan yang terendah di Kabanjahe sebesar 3,075
4. Tingkat bahaya erosi di lahan tanaman kopi sangat tinggi (rata-rata 12,64)
dengan menggunakan metode USLE dan rendah (<1,09) menurut pengukuran
menggunakan metode petak kecil.
5. Metode petak kecil (petak standar) merupakan metode yang tepat dalam
mengukur besarnya tanah yang tererosi pada sebidang tanah yang relatif
sempit, sedangkan metode USLE lebih tepat digunakan pada wilayah yang
luas untuk mengukur besarnya tanah yang tererosi.
67
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian yang sama dengan menggunakan pengukuran
erosi tanah dengan jenis tanah yang bebeda, guna untuk melihat beda
pengaruh jenis tanah terhadap besar erosi tanah yang terjadi.
2. Di kawasan sub DAS Lau Biang perlu di buat penakar curah hujan otomatis
yang baru, agar data curah hujan dapat tercatat sepanjang tahun.
3. Perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan curah hujan yang lebih
akurat, penggunaan/penetapan nilai C dan nilai P sesuai dengan kondisi
tempat penelitian.
68
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrachman, A., S. Sutono, dan N. Sutrisno., 2005. Teknologi Pengendalian Erosi Lahan Berlereng (dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering; Penyunting: Abdurrachman Adimihardja dan Mappaona). Puslitanak, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Hal.: 101-140.
Achlil, K., 1995. Lahan Kritis. Pengertian dan Kriteria. Booklet Seri IPTEK No.
1, 1995. Balai Teknologi Pengelolaan DAS Surakarta Agus, F., dan Widianto., 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Pertanian.
World Agroforestry Centre, ICRAF Southesst Asia. Bogor. Anonim., 2008. Robusta Coffee Lampung, Budidaya Kopi. Bagian ¼,
http://lampungrobusta.wordpress.com/2008/12/23/budidaya-kopi-bagian-14/
Arief. A., 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius, Yogyakarta Arsyad, S., 1986. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor _________,1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor _________, 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor _________, 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
Arsyad, S., I. Amien, T. Sheng, and W. Moldenhauer., 1992. Conservation Polices for Sustainable Hillslope Farming. Soil and Water Conservation Society. Ankeny, Iowa, USA.
Asdak, C., 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. Bols, P., 1978. The Iso-erodent Map of Java and Madura. Report on Belgian
Technical Assistance Project ATA 105. SRI Bogor. 39p. Brady. N.C. dan Ray. R. W., 2008. The Nature and Properties of Soil. Fourtenth
edition. Upper Suddle River, New Jersey Columbus, Ohio. BP-DAS Wampu Sei Ular., 2008. Karakteristik DAS Wampu. Kerjasama BP-
DAS Wampu Sei Ular dan Fakultas Pertanian USU.
69
Dariah. A., Fahmuddin. A., Sitanala. A., Sudarsono., 2003. Erosi dan Aliran Permukaan Pada Lahan Pertanian Berbasis Tanaman Kopi di Sumberjaya, Lampung. http://www.worldagroforestry.org/sea/Publications/files/book/BK0063-04/BK0063-04-7.pdf
Darori., 2008. Pengelolaan DAS Berbasis Multipihak. Pidato Pembukaan pada
Semiloka Pengelolaan DAS Berbasis Multipihak (Prosiding). Kerjasama FP-USU dan BP-DAS Wampu Ular; Editor: Bejo Slamet, Abdul Rauf, dan Misran. Hal.: iii-viii.
DHV ConsultingEngineers, 1989. Study on Catchment Preshervetion and on
Enviromental Impact of The Water Supply Projects of bandung and Sukabumi. Ministry of Public Works, Directorate General Cipta Karya.
Hallsworth. E. G., 1987. Anatomy, Physiology and Psychology of Erosion. John
Wiley & Sons Ltd, New York. Hammer, W. I., 1981. Soil Conservation Consultant Report Center for Soil
Research. LPT Bogor. Indonesia. Hardjoamidjojo. S, dan Sukandi. S., 2008. Teknik Pengawetan Tanah dan Air.
Graha Ilmu, Yogyakarta. Hardiyatmo. H. C., 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. Hudson, N., 1992. Soil Conservation. BT Batsford Ltd, London. Hutabarat, S., 2008. Kebijakan Umum Pengelolaan DAS. Prosiding Semiloka
Pengelolaan DAS Berbasis Multipihak. Kerjasama FP-USU dan BP-DAS Wampu Ular; Editor: Bejo Slamet, Abdul Rauf, dan Misran. Hal.: 1-6.
Kartasapoetra. A. G., 1990. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha untuk
Merehabilitasinya. Cileles Jaya Offset, Jakarta. Konhke, R., dan Bertrand., 1959. Rainfall Characteristics,”Soil Conservation”.
McGraw-Hill Book co.,New York. KPDE., 2009. Perkebunan. Dikelola Oleh: Kantor Pengolahan Data Elektronik
Kabupaten Karo http://www.karokab.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=category&layout=blog&id=43&Itemid=138
70
Kurnia, U., Sudirman, dan H. Kusnadi., 2005. Teknologi Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan Terdegradasi (dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering; Penyunting: Abdurrachman Adimihardja dan Mappaona). Puslitanak, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor. Hal.: 141-168.
Kurnia, U., Y. Sulaeman, dan A.K. Muti., 2004. Potensi dan Pengelolaan Lahan
Kering Dataran Tinggi (dalam Sumberdaya Lahan di Indonesia dan Pengelolaannya; Penyundting: Abdurrachman Adimihardja, Istiqlal Amien, Fahmuddin Agus, dan Djaenuddin). Puslitanak, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.
Linsley, R.K., Jr., M.A. Kohler, J.L.H. Paulhus, Hermawan. 1996. Hidrologi
Untuk Insinyur (Edisi Ketiga). Penerbit Erlangga, Jakarta. Misran. 2008. Pengelolaan DAS secara terpadu DAS Wampu dan DAS Sei Ular.
Prosiding Semiloka Pengelolaan DAS Berbasis Multipihak. Kerjasama FP-USU dan BP-DAS Wampu Ular; Editor: Bejo Slamet, Abdul Rauf, dan Misran. Hal.: 43-53.
Nasution, Z., 2008. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dalam Harapan dan
Kenyataan. Prosiding Semiloka Pengelolaan DAS Berbasis Multipihak. Kerjasama FP-USU dan BP-DAS Wampu Ular; Editor: Bejo Slamet, Abdul Rauf, dan Misran. Hal.: 26-30.
Pramono, I.B., U.H. Murtiono, A.B. Supangat, Mastur. 2000. Petunjuk Teknis
Analisis Data Hujan dan Aliran Sungai. Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Surakarta.
Rahim, S. E., 2003. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian
Lingkungan Hidup. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta. Rauf. A., dan Kemala. S. L., 2003. Indeks Bahaya Erosi pada Beberapa
Penggunaan Lahan Inceptisol Desa Telagah Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat. FP-USU Digitized by Usu digital library.
Saban. A., 2008. Multi Fungsi Pertanian. Rubrik Wonua, 2008-07-31
http://m3sultra.wordpress.com/2008/07/31/rubrik-wonua-2008-07-31/ Saptarini, C.L., B. A. Kironoto, dan R. Jayadi, 2007. Kajian Perubahan Erosi
Permukaan Akibat Pembangunan Hutan Tanaman Industri di Areal Pencadangan HTI Kabupaten Ketapang Propinsi Kalimantan Barat. UGM Press,Yogyakarta.http//:www.pustaka.deptan.go.id/publikasi/p3222032.pdf+tingkat+bahaya+erosi
. [24 November 2009].
Sarief, S., 1980. Beberapa Masalah Pengawetan Tanah dan Air. Bag. Ilmu Tanah, Faperta, Univ, Padjadjaran, Bandung.
71
Seta, A. K., 1991. Koservasi Sumberdaya Tanah dan Air. 2nd edition. Kalam Mulia, Jakarta.
Sinukaban, N., 1986. Dasar-dasar Konservasi Tanah dan Perencanaan Pertanian
Konservasi. Bogor; Jurusan Tanah, Institut Pertanian. Siswomartono. D., 2008. Mengelola Daerah Aliran Sungai.
http://bacatanda.wordpress.com/2008/03/27/mengelola-daerah-aliran-sungai/
Supangat. A. B., Tyas. M., Basuki., Sukresno., 2001. Efek Faktor Pengelolaan
Tanaman Terhadap Erosi dan Limpasan Pada Hutan Rakyat Kopi dan Sengon Di Wonosobo. http://www.bpk-solo.or.id/hasil_penelitian/2002/efekfaktorpengelolaantanaman.pdf
Suratman., 2008. Permasalahan Pengelolaan Lahan Pertanian di Wilayah Tepian
Danau Toba. Prosiding. Strategi Penanganan Sumberdaya Lahan untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi. 22-23 Desember 2008. IPB, Bogor. Hal 478-487
. Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah Dan Air. Penerbit Andi,
Yogyakarta Sutrisna. N., dan Santun. R. P.S., 2008. Tingkat Kerusakan Tanah di Hulu Sub
DAS Cikapundung Kawasan Bandung Utara. Prosiding. Strategi Penanganan Sumberdaya Lahan untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi. 22-23 Desember 2008. IPB, Bogor. Hal 189-201.
Syamsulbahri., 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta. Tala’ohu. S. H., dan Suparto., 2008. Alternatif Teknik Konservasi Tanah dan Air
di Wilayah Prima Tani Desa Imigrasi Permu, Kecamatan Kepahiyang, Kabupaten Kepahiyang, provinsi Bengkulu. Prosiding. Strategi Penanganan Sumberdaya Lahan untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi. 22-23 Desember 2008. IPB, Bogor. Hal 461-477.
Tarigan. S. D., Naik. S., dan Kukuh. M., 2008. Analisis dan Strategi Penanganan
Bahan Terdegradasi dalam Mendukung Penyediaan Lahan Pangan dan Ketersediaan Air. Prosiding. Strategi Penanganan Sumberdaya Lahan untuk Mendukung Kedaulatan Pangan dan Energi. 22-23 Desember 2008. IPB, Bogor. Hal 75-80.
Utomo. W. H., 1989. Konservasi Tanah di Indonesia, Suatu Rekaman dan
Analisa. Rajawali Pers, Jakarta. Wischmeier W.H., and D.D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses:
Aguide to Conservation Planning. USDA Handbook No. 537. Washington DC.
72
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alir Pengukuran Laju Erosi Metode USLE
Hujan Tanah Topografi Vegetasi
Volume Hujan Tekstur Panjang
lereng
R(Erosivitas)
Lama Hujan
Kemiringan Lereng
Jenis Vegetasi
Lama Pengolahan PenterasanKedalaman
Tanah
PK(Erodibilitas)
Tingkat erosi
Indeks bahaya erosi
Erosi yang masih
ditoleransikan, T
A = R . K . L . S . C . P
Mulai
Selesai
Konservasi
L S C
73
Lampiran 2. Diagram Alir Pengukuran Laju Erosi Metode Petak Kecil Mulai
Dipersiapkan/ dipasang alat
Diukur curah hujan
Diperiksa kolektor dalam
catchment
Diukuri volume air limpasan
Selesai
Kolektor terisi?
Dibersihkan kolektor dan catchment
Penentuan jenis tanaman budidaya
Diukur kemiringan lahan
Diukur panjang lereng
Ada hujan
YaTidak
Diambil sampel
Ya
Tidak
Dihitung jumlah tnah tererosi
74
Lampiran 3. Tabel Nilai Erosi Tanah (A) Di Lahan Tanaman Industri (Kopi)
No. Kec. Desa
Erosivitas ( R)
(cm/thn) Erodibilitas
(K) Topografi
(LS) Tanaman
( C) Konservasi
(P)
Erosi Aktual (A)
(ton/(ha.thn))
Erosi Diperbolehkan
(T) (ton/(ha.thn))
Indeks Bahaya Erosi (IBE) Ket
1 Merek Merek 2065,17 0,72 4,15 0,30 0,20 369,75 27,04 13,68 sangat tinggi 2 Merek Merek 2065,17 0,71 3,64 0,30 0,20 317,72 25,50 12,46 sangat tinggi 3 Merek Dokhan 2065,17 0,72 3,96 0,30 0,20 351,35 27,30 12,87 sangat tinggi 4 Merek Dokhan 2065,17 0,71 4,28 0,30 0,20 374,82 26,25 14,28 sangat tinggi 5 Dolok Silau Cingkes 2065,17 0,71 3,64 0,30 0,40 639,00 26,27 24,33 sangat tinggi 6 Dolok Silau Cingkes 2065,17 0,70 3,96 0,30 0,40 688,61 26,25 26,23 sangat tinggi 7 Silimakuta Naga Timbul 2065,17 0,71 3,67 0,30 0,20 322,48 27,82 11,59 sangat tinggi 8 Silimakuta Naga Timbul 2065,17 0,71 3,22 0,30 0,20 284,95 26,25 10,86 sangat tinggi 9 Tiga Panah Regaji 2065,17 0,22 3,64 0,30 0,40 202,44 28,35 7,14 Tinggi
10 Tiga Panah Regaji 2065,17 0,23 3,83 0,30 0,40 219,01 26,77 8,18 Tinggi 11 Barus Jahe Semangat 2065,17 0,23 3,87 0,30 0,20 109,76 26,78 4,10 Tinggi 12 Barus Jahe Semangat 2065,17 0,25 3,76 0,30 0,20 118,46 26,25 4,51 Tinggi 13 Kabanjahe Sukaramai 2065,17 0,12 4,15 0,30 0,75 232,79 28,09 8,29 Tinggi 14 Kabanjahe Sukaramai 2065,17 0,20 3,83 0,30 0,75 359,37 26,78 13,42 sangat tinggi 15 Munthe Singgamanik 2065,17 0,22 4,15 0,30 0,75 416,26 26,01 16,00 sangat tinggi 16 Munthe Singgamanik 2065,17 0,21 3,83 0,30 0,75 367,76 26,50 13,88 sangat tinggi 17 Payung Payung 2065,17 0,28 3,96 0,30 0,40 270,09 27,56 9,80 Tinggi 18 Payung Payung 2065,17 0,28 3,88 0,30 0,40 265,93 25,50 10,43 sangat tinggi 19 Kuta Buluh Bintang Meriah 2065,17 0,29 4,15 0,30 0,40 299,23 27,04 11,07 sangat tinggi 20 Kuta Buluh Bintang Meriah 2065,17 0,32 3,96 0,30 0,40 312,54 27,56 11,34 sangat tinggi 21 Tiganderket Tiganderket 2065,17 0,31 3,83 0,30 0,75 547,93 26,00 21,07 sangat tinggi 22 Tiganderket Tiganderket 2065,17 0,32 3,34 0,30 0,75 499,51 26,78 18,66 sangat tinggi
75
Lampiran 4. Tabel Nilai Faktor Erodibilitas Tanah (K) Untuk Lahan Tanaman Industri (Kopi)
No. Kec. Desa Tekstur Tanah
(M) C-organik (a) Kode Struktur
tanah (b) Permeabilitas Kode
Permeabilitas ( c) Erodibilitas ( K) 1 Merek Merek 6352,210 0,003 4 303,000 1 0,719 2 Merek Merek 6239,640 0,003 4 315,790 1 0,705 3 Merek Dokhan 6327,590 0,003 4 217,500 1 0,716 4 Merek Dokhan 6246,060 0,003 4 136,364 1 0,706 5 Dolok Silau Cingkes 6271,020 0,004 4 356,471 1 0,709 6 Dolok Silau Cingkes 6213,773 0,003 4 250,000 1 0,702 7 Silimakuta Naga Timbul 6275,588 0,003 4 220,000 1 0,710 8 Silimakuta Naga Timbul 6314,338 0,003 4 157,895 1 0,715 9 Tiga Panah Regaji 2194,200 0,004 4 180,000 1 0,225
10 Tiga Panah Regaji 2251,030 0,004 4 150,000 1 0,231 11 Barus Jahe Semangat 2230,850 0,004 4 255,000 1 0,229 12 Barus Jahe Semangat 2463,700 0,004 4 181,818 1 0,254 13 Kabanjahe Sukaramai 1204,060 0,004 4 161,053 1 0,121 14 Kabanjahe Sukaramai 1985,008 0,004 4 141,429 1 0,202 15 Munthe Singgamanik 2114,200 0,003 4 146,471 1 0,216 16 Munthe Singgamanik 2028,853 0,004 4 126,818 1 0,207 17 Payung Payung 2653,000 0,004 4 152,432 1 0,275 18 Payung Payung 2661,776 0,004 4 158,919 1 0,276 19 Kuta Buluh Bintang Meriah 2793,678 0,005 4 181,818 1 0,291 20 Kuta Buluh Bintang Meriah 3036,128 0,005 4 169,130 1 0,319 21 Tiganderket Tiganderket 2943,360 0,005 4 129,130 1 0,308 22 Tiganderket Tiganderket 3062,606 0,004 4 125,333 1 0,322
76
Lampiran 5. Tabel Nilai Kandungan Partikel Tanah dan Kandungan C-Organik Tanah Pada Lahan Tanaman Industri (Kopi)
No. Kec. Desa Debu (%) Liat (%)
Pasir (%)
M
C-Organik Tanah
Pasir biasa Pasir Sangat
Halus C Ket a 1 Merek Merek 60,80 3,90 30,00 5,30 6352,21 0,17 1,724 0,0029 2 Merek Merek 59,10 4,30 30,50 6,10 6239,64 0,20 1,724 0,0034 3 Merek Dokhan 60,20 4,20 29,75 5,85 6327,59 0,18 1,724 0,0031 4 Merek Dokhan 59,84 4,35 30,34 5,46 6246,06 0,19 1,724 0,0033 5 Dlk Silau Cingkes 60,42 5,20 28,65 5,73 6271,02 0,21 1,724 0,0036 6 Dlk Silau Cingkes 59,85 5,35 29,00 5,80 6213,77 0,19 1,724 0,0033 7 Silimakuta Naga Timbul 58,90 3,66 31,20 6,24 6275,59 0,17 1,724 0,0029 8 Silimakuta Naga Timbul 59,20 3,48 31,10 6,22 6314,34 0,19 1,724 0,0033 9 Tiga Panah Regaji 25,30 31,00 37,20 6,50 2194,20 0,26 1,724 0,0045
10 Tiga Panah Regaji 25,31 30,95 36,45 7,29 2251,03 0,24 1,724 0,0041 11 Barus Jahe Semangat 25,45 31,59 35,80 7,16 2230,85 0,25 1,724 0,0043 12 Barus Jahe Semangat 27,44 29,00 36,30 7,26 2463,70 0,24 1,724 0,0041 13 Kabanjahe Sukarame 10,50 15,80 69,90 3,80 1204,06 0,21 1,724 0,0036 14 Kabanjahe Sukarame 11,30 15,51 60,97 12,19 1985,01 0,22 1,724 0,0038 15 Munthe Singgamanik 12,71 14,75 60,45 12,09 2114,20 0,20 1,724 0,0034 16 Munthe Singgamanik 11,95 15,57 60,40 12,08 2028,85 0,23 1,724 0,0040 17 Payung Payung 29,10 24,20 40,80 5,90 2653,00 0,26 1,724 0,0045 18 Payung Payung 27,75 25,21 39,20 7,84 2661,78 0,25 1,724 0,0043 19 Kt. Buluh Bt. Meriah 32,50 23,67 39,73 4,10 2793,68 0,28 1,724 0,0048 20 Kt. Buluh Bt. Meriah 31,90 22,98 37,60 7,52 3036,13 0,28 1,724 0,0048 21 Tg. Nderket Tg. Nderket 30,75 23,35 38,25 7,65 2943,36 0,27 1,724 0,0047 22 Tg. Nderket Tg. Nderket 30,95 21,29 39,80 7,96 3062,61 0,26 1,724 0,0045
77
Lampiran 6. Tabel Nilai Erosi Tanah dengan Metode Petak
Kecil pada Tanaman Kopi
No Tgl Hari
Curah Hujan (mm)
Air dalam Tong (Ltr)
Ulangan I Ulangan II Ulangan III Sedimen Rata-rata
(gr)
Total sedimen
(gr)
Total Sedimen (gr)
x 3 filter +
sedimen sedimen
(gr) filter +
sedimen sedimen
(gr) filter +
sedimen sedimen
(gr) 1 5/4 Minggu 26,00 2 6/4 Senin 191,00 2,01 2,20 4,65 2,45 5,90 2,60 4,25 4,93 49,65 148,96 3 7/4 Selasa 9,00 4 8/4 Rabu 80,00 5 10/4 Jumat 164,00 2,72 2,50 6,15 2,13 4,30 2,40 3,25 4,57 62,13 186,39 6 14/4 Selasa 13,00 7 15/4 Rabu 85,00 0,83 1,90 3,15 2,20 4,65 2,10 1,75 3,18 13,26 39,78 8 19/4 Minggu 21,00 9 29/4 Rabu 485,00 2,48 2,40 5,65 2,30 5,15 2,39 3,20 4,67 57,77 173,32
10 30/4 Kamis 385,00 3,02 2,54 6,35 2,50 6,15 2,60 4,25 5,58 84,42 253,26 11 3/5 Minggu 21,00 12 25/5 Senin 23,00 13 26/5 Selasa 20,00 14 13/6 Sabtu 12,00 15 19/6 Jumat 38,00 16 25/6 Kamis 210,00 17 27/6 Sabtu 201,00 1,92 2,30 5,15 2,25 4,90 2,39 3,20 4,42 42,29 126,87 18 7/7 Selasa 31,00 19 8/7 Rabu 53,00 20 10/7 Jumat 58,00
78
Lampiran 7. Cara perhitungan erosi dengan metode petak kecil.
Untuk menghitung ulangan I, II, III
Ulangan I:
Dik : berat filter (a) = 1,27 gr
Berat sedimen + berat filter (b) = 2,2 gr
Volume ulangan (v) = 0,2 l
Maka berat sedimen v
ab −=
2,0
27,12,2 −=
= 4,65 gr/l
Ulangan II
Dik : berat filter (a) = 1,27 gr
Berat sedimen + berat filter (b) = 2,45 gr
Volume ulangan (v) = 0,2 l
Maka berat sedimen v
ab −=
2,0
27,145,2 −=
= 5,9 gr/l
Ulangan III:
Dik : berat filter (a) = 1,27 gr
Berat sedimen + berat filter (b) = 2,6 gr
Volume ulangan (v) = 0,2 l
Maka berat sedimen v
ab −=
79
2,0
27,16,2 −=
= 4,25 gr/l
Rata-rata = 3
III) II (Iulangan ++
= 3
4,25 5,9 4,65 ++
= 4,93 gr/l
Total sedimen dalam drum penampung :
= (rata-rata ulangan/volume ulangan) x volume air
tertampung dalam drum
= (4,93 (gr/l)/0,2) x 2,01l
= 49,65 gr
Untuk berat total sedimen yang tererosi satu kali kejadian :
= total sedimen dalam drum penampung x 3 (jumlah
lobang talang)
= 49,65 gr x 3
= 148,96 gr
Maka erosi untuk 4 bulan (selama pengukuran) adalah :
∑=
=n
iiAh
1)(
Dengan : n = jumlah kejadian hujan yang menyebabkan erosi
Ah = berat total sedimen yang tererosi.
Maka diperoleh erosi selama 4 bulan = 928,58 gr (44 m2)
80
Untuk menperoleh besar erosi yang terjadi selama 1 tahun maka diperlukan data
jumlah rata-rata hari hujan dari data curah hujan yang digunakan pada metode
USLE.
Rata-rata hari hujan (H) = 778,5 hari/thn
Rata-rata erosi pada petak kecil (E) = 656,928 gr
= 154,76 gr/hari kejadian hujan (44 m2)
Erosi dalam 1 tahun (T) = H x E
= 778,5 hari/thn x 154,76 gr/hari
= 120482,6 gr/thn. 44 m2
Erosi dalam 1 hektar xT
=
4410000
= 6,12048244
10000 x
= 27 382 411 gr/ha.thn
= 27,38 ton/(ha.thn)
80
Lampiran 8. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Tiga Pancur Kec. Simpang Empat
Tahun Curah Hujan Hari Hujan
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1994 1995
1996 97 195 77 199 31 87 61 38 20 182 151 363 9 12 10 18 4 10 6 11 6 18 12 17 1997 198 144 113 207 55 71 51 15 69 119 272 80 7 10 9 10 4 9 10 2 7 16 17 9 1998 62 142 38 52 62 89 88 251 177 221 141 8 8 5 8 9 12 10 19 15 14 15
1999 2000 2001 2002 219 26 109 364 373 23 53 78 11 6 11 16 19 5 7 5
2003 176 112 92 261 1185 13 16 9 15 8 2004 132 273 220 90 74 179 45 70 725 255 10 15 16 12 9 9 6 7
15 18
2005 108 120 207 14
14 0 13 2006 118 215 223 247 54 133 156 231 238 12 10
10 17 8 11 13 13 17
2007 191 45 139 405 259 136 145 75 222 340 337 12 5 10 19 19 13 15 14 16 20 22 2008 99 413 181 59 114 151 134 142 295 627 382 7 21 17 10 16 18 15 20 25 26 27
Jumlah 1301 1251 1201 2102 2345 960 727 817 861 1395 2253 1080 96 91 139 99 95 83 86 77 110 107 71 Rata2 144,56 139 150,13 210,20 260,56 106,67 90,88 102,13 143,50 232,50 375,50 270 10,67 9,89 11,38 13,90 9,90 10,56 10,38 10,75 12,83 18,33 17,83 17,75 Max 219 273 413 405 1185 207 151 251 231 340 725 382 14 16 21 19 19 16 18 19 20 25 26 27 Count 9 9 8 10 9 9 8 8 6 6 6 4 9 9 8 10 10 9 8 8 6 6 6 4
81
Lampiran 9. Data Curah Hujan Maksimal Harian Sta. Tiga Pancur Kec. Simpang Empat
Tahun Hujan Maksimal Harian (Pmaks)
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1994 1995
1996 24 25 20 23 43 14 23 12 6 23 32 35 1997 39 20 23 30 34 20 11 23 17 20 23 14 1998 18 30 40 17 20 37 19 23 23 16 13
1999 2000 2001 2002 60 18 50 63 92 7 17 65
2003 40 17 23 80 350 2004 60 54 50 15 20 68 10 20
100 48
2005 16
20
50 2006 25 127
52 42 15 38 40 102 30
2007 44 19 51 80 98 42 30 9 29 60 81 2008 52 68 50 10 20 20 20 20 20 80 100
Jumlah 326 362 325 430 709 273 168 212 197 169 329 197 Rata2 36,22 40,22 40,63 43,00 78,78 30,33 21,00 26,50 32,83 28,17 54,83 49,25 Max 60 127 68 80 350 68 38 65 102 60 100 100 count 9 9 8 10 9 9 8 8 6 6 6 4
82
Lampiran 10. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Barus Jahe Kec. Barus Jahe
Tahun Curah Hujan Hari Hujan
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1994 1995
1996 1997 1998 1999 2000 2001 492 311
9
22 2002 213 161 235 583 2 385 185 23 21 12
15
1 5 7
2003 252 675 400 209 209 14 17 14 15 15 2004 84 225 230 81 270 100 62 15 151 195 10 13 10 12 7 4 4 2
15 10
2005 215 55 60 12 37 20 128 14
6
11 3 5 3 12 2006 825 1345 760 360 330 675 1430 2000
10 14 14 7 7 10 19 19
2007 716 790
8 8 2008 60 340 86 103 198 213 198 43 190 163 207 3 10 8 7 9 11 9 9 12 26 18
Jumlah 764 1837 2820 1776 1925 718 619 1310 1678 2810 314 713 61 64 55 58 31 26 31 38 52 41 50 Rata2 191,00 367,40 470 355,20 385 179,50 123,80 262 419,50 702,50 157 237,67 15,25 12,40 10,67 11,00 11,60 7,75 5,20 6,20 9,50 13,00 20,50 16,67 Max 252 716 825 1345 760 360 330 675 1430 2000 163 311 23 21 14 15 15 11 11 10 19 19 26 22 Count 4 5 6 5 5 4 5 5 4 4 2 3 4 5 6 5 5 4 5 5 4 4 2 3
83
Lampiran 11. Data Curah Hujan Maksimal Harian Sta. Barus JAhe Kec. Barus Jahe
Tahun
Hujan maksimal Harian (Pmaks) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1994 1995
1996 1997 1998 1999 2000 2001
33
26 2002 16 10 19
40
2 78 26
2003 33 20 69 29 12 2004 45 35 20 30 35 10 10 20
50 40
2005
10 2006
83 97 55 53 49 68 78 105
2007
53 40 114 23 25 39 25 45 75 2008 15 47 50 23 18 55 70
Jumlah 94 80 291 246 279 96 86 205 129 201 180 136 Rata2 31,33 20,00 48,50 49,20 46,50 24,00 21,50 51,25 43,00 50,25 60,00 45,33 Max 45 35 83 97 114 53 49 78 78 105 75 70 count 3 4 6 5 6 4 4 4 3 4 3 3
84
Lampiran 12. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Merek Kec. Merek
Tahun Curah Hujan Hari Hujan
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1994 1995
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 1985 565 155
21 8 3 2003 285 1449 107 1724 720 20 17 13 22 9
2004 571 1601 1372 1127 265 30 115 325 160 6 24 11 14 7
5 10
15 16 2005 65 90 102 11
11
14
2006 688 1324 1240 433 76 550 1150 1418
12 18 20 9 3 9 19 20 2007 1056 65 403 808 713 709 236 506 438 186 206 20 7 6 17 15 12 6 12 16 5 9
2008 200 682 75 256 171 113 248 280 483 491 704 5 23 15 10 15 9 14 17 21 18 24 Jumlah 1977 3315 3252 5148 5179 1980 610 1419 1868 2087 1022 864 57 65 97 82 58 26 45 52 46 42 40 Rata2 494,25 828,75 650,40 858 863,17 396 122 354,75 622,67 695,67 340,67 432 14,25 13,25 13,00 16,17 13,67 11,60 5,20 11,25 17,33 15,33 14,00 20,00 Max 1056 1601 1372 1724 1985 709 236 550 1150 1418 491 704 20 24 23 22 21 15 9 14 19 21 18 24 Count 4 4 5 6 6 5 5 4 3 3 3 2 4 4 5 6 6 5 5 4 3 3 3 2
85
Lampiran 13. Data Curah Hujan Maksimal Harian Sta. Merek Kec. Merek
Tahun
Hujan Maksimal Harian (Pmaks) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1994 1995
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
192 230 110 2003 46 370 26 135 250
2004 127 127 300 200 100
10 20
70 20 2005 10
20
17
2006
150 118 121 80 40 90 120 112 2007 110 16 160 110 80 110 90 80 51 60 60
2008 51 83 10 60 30 20 40 31 43 60 133 Jumlah 293 564 719 593 803 467 270 230 202 215 190 153 Rata2 73,25 141,00 143,80 98,83 133,83 93,40 54,00 57,50 67,33 71,67 63,33 76,50 Max 127 370 300 200 250 230 110 90 120 112 70 133 count 4 4 5 6 6 5 5 4 3 3 3 2
86
Lampiran 14. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Tiga Panah Kec. Tiga Panah
Tahun Curah Hujan Hari Hujan
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1994 1995
1996 65 316 68 145 71 116 100 50 6 106 169 329 7 10 4 11 3 6 6 5 2 7 8 13 1997 91 135 322 81 26 47 110 62 186 126 110 12 8 7 9 6 2 5 6 5 7 8 22 3 1998 55 61 28 46 25 42 52 77 97 41 34 34 8 8 6 8 4 8 7 12 7 6 7 17 1999
2000 57 67 52 12 16 23 28 93 66 33 40
17 12 10 4 6 4 12 26 13 10 9 2001 28 35 13 74 600 1186 8 10 6 20
6 18 0
2002 42 18 46 10 54 7 26 71 8 7 12 1 15 2 4 10 2003 250 1526 484 2420 676 12 15 8 14 7
2004 65 2106 1402 1240 521 275 125 205 1300 1125 3 12 7 13 7 8 12 10
13 14 2005 336 355 360 15
17
16
2006 2007 2008 18 218 207 195 5 20 15 21
Jumlah 932 4254 2430 4423 1385 863 436 493 400 1157 3039 1735 69 64 100 42 51 39 54 47 60 93 77 Rata2 116,50 531,75 303,75 491,44 197,86 123,29 72,67 82,17 80,00 192,83 434,14 289,17 8,63 10,75 8,00 11,11 6,00 7,29 6,50 9,00 9,40 10,00 13,29 11,00 Max 336 2106 1402 2420 676 360 125 205 186 600 1300 1125 15 17 12 20 15 16 12 12 26 20 22 21 Count 8 8 8 9 7 7 6 6 5 6 7 6 8 8 8 9 7 7 6 6 5 6 7 7
87
Lampiran 15. Data Curah Hujan Maksimal Harian Sta. Tiga Panah Kec. Tiga Panah
Tahun
Hujan Maksimal Harian (Pmaks) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1994 1995
1996 15 33 19 15 28 24 20 12 5 23 32 34 1997 14 24 39 16 16 13 20 23 30 25 11 8 1998 9 35 8 10 9 11 13 32 22 13 6 5 1999
2000
7 10 15 12 7 13 9 10 13 9 13 2001 10 10 5 10
158 410
2002 10 6 32 10 10 5 20 40 2003 45 485 130 480 240
2004 25 675 345 200 121 75 20 50
150 120 2005 90
50
40
2006 2007 2008 9 28 65 37
Jumlah 218 1275 588 806 436 175 106 166 76 260 683 217 Rata2 27,25 159,38 73,50 89,56 62,29 25,00 17,67 27,67 15,20 43,33 97,57 36,17 Max 90 675 345 480 240 75 20 50 30 158 410 120 Count 8 8 8 9 7 7 6 6 5 6 7 6
88
Lampiran 16. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Sumber Jaya Kec. Munthe
Tahun
Curah Hujan Hari Hujan
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Au
g Sep Oct Nov Dec Jan
Feb
Mar Apr M
ay Jun Jul Au
g Sep Oct No
v Dec
1994 1995
1996 1997 1998 1999 2000 57 169 121 54 84 74 119 143 84 303
8 9 13 7 7 7 12 15 9 20 2001 123 204 314
9 16
11
2002 121 99 95 215 95 12 34 7 6 7 10 7
6 6 2003 103 155 73 151 7 14 8 16
2004 80 195 215 37 20 28 200 100
4 5 11 3
3 4
18 12 2005 52 91 45 5 43 163 11
11
8 1
5 9
2006 2007 780 44 242 134 43 83 4 4
16 13 5 9
2008 Jumlah
1056 435 532
1035 320 172 194 181 309 451 503 414 29 29 77 30 20 26 22 29 34 38 23
Rata2
264,00
87,00
133,00
172,50
80,00
57,33
38,80
60,33
103,00
150,33
251,50
207,00
7,25
7,20
7,25
12,83
7,50
6,67
5,20
7,33
9,67
11,33
19,00
11,50
Max 780 155 195 242 134 84 83 119 143 204 303 314 11 14 9 16 13 8 9 12 15 16 20 12 Count 4 5 4 6 4 3 5 3 3 3 2 2 4 5 4 6 4 3 5 3 3 3 2 2
89
Lampiran17. Data Curah Hujan Maksimal Harian Sta. Sumber Jaya Kec. Munthe
Tahun
Hujan Maksimal Harian (Pmaks) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1994 1995
1996 1997 1998 1999 2000
11 25 15 13 12 17 14 12 15 20 2001
60 51
91
2002 65 52 41 74 20
4 21 2003 58 65 37 40
2004
30 50 40 16
10 12
25 20 2005 5
20
10 5
16 30
2006 2007 400 14
40 70 12 18
2008 Jumlah 528 172 153 229 119 34 54 47 88 96 45 111 Rata2 132,00 34,40 38,25 38,17 29,75 11,33 10,80 15,67 29,33 32,00 22,50 55,50 Max 400 65 50 74 70 12 18 21 60 51 25 91 Count 4 5 4 6 4 3 5 3 3 3 2 2
90
Lampiran 18. Data Curah Hujan dan Hari Hujan Sta. Sinabung Kec. Payung
Tahun Curah Hujan Hari Hujan
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1994 1995
1996 69 181 83 87 69 103 57 94 11 192 192 267 7 13 8 13 9 14 10 12 4 15 15 21 1997 61 144 10 56 65 45 28 41 34 112 342 45 9 14 1 8 9 4 5 7 3 8 21 5 1998 21 27 5 70 69 56 82 311 3 5 1 6 8 8 7 10
1999 2000 77 217 138
13 16 15 2001 181 61 65 85 130 262 164 321 16 8 7 9
13 16 18 14
2002 136 137 82 11 161 3 8 79 9 6 8 1 9 1 2 6 2003 213 164 87 133 90 13 16 11 13 12
2004 204 295 185 152 85 165 103 30 230 103 15 16 16 15 6 4 9 4
13 15 2005 189 105 226 31 121 15
11
10 7 8
2006 94 133 166 107 106 118 19 59 95 106 16 15 16 14 16 17 5 8 14 16 2007 118 56 188 269 277 107 72 88 191 247 158 9 4 7 16 16 14 10 11 16 13 15
2008 65 318 190 49 178 234 218 132 177 366 164 7 20 13 9 15 14 11 11 19 17 18 Jumlah 1286 1263 1189 1265 971 1001 634 1041 593 1173 1669 1038 112 95 119 94 87 69 77 61 100 115 88 Rata2 128,60 126,30 118,90 115,00 107,89 111,22 70,44 115,67 98,83 167,57 238,43 173 11,20 10,40 9,50 10,82 10,44 9,67 7,67 8,56 10,17 14,29 16,43 14,67 Max 213 295 318 269 277 226 234 311 191 262 366 321 16 16 20 16 16 17 14 12 16 19 21 21 Count 10 10 10 11 9 9 9 9 6 7 7 6 10 10 10 11 9 9 9 9 6 7 7 6
91
Lampiran 19. Data Curah Hujan Maksimal Harian Sta. Sinabung Kec. Payung
Tahun Hujan maksimal Harian (Pmaks)
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1994 1995
1996 10 15 12 8 9 9 6 9 5 15 16 15 1997 8 13 11 7 8 13 6 10 17 15 20 12 1998 7 7 8 13 10 8 13 33
1999 2000
8 15 13 2001 43 32 21 19
37 57 34 97
2002 41 55 32 11 81 3 5 37 2003 64 60 32 24 28
2004 30 50 44 29 31 75 50 10
30 20 2005 33
20
85 11 37
2006 10 30 25 11 10 11 5 16 10 10 2007 25 43 61 40 91 21 21 26 62 71 37
2008 34 71 58 20 47 54 51 33 53 82 32 Jumlah 271 339 317 240 288 272 171 229 164 229 234 189 Rata2 27,10 33,90 31,70 21,82 32,00 30,22 19,00 25,44 27,33 32,71 33,43 31,50 Max 64 60 71 58 91 85 54 51 62 71 82 97 Count 10 10 10 11 9 9 9 9 6 7 7 6
92
Lampiran 20. Data Rata-rata Curah Hujan Bulanan
Stasiun Rata2 Curah Hujan Bulanan (cm)
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Tiga Pancur 14,46 13,90 15,01 21,02 26,06 10,67 9,09 10,21 14,35 23,25 37,55 27,00 Barus Jahe 19,10 36,74 47,00 35,52 38,50 17,95 12,38 26,20 41,95 70,25 15,70 23,77 Merek 49,43 82,88 65,04 85,80 86,32 39,60 12,20 35,48 62,27 69,57 34,07 43,20 Tiga Panah 11,65 53,18 30,38 49,14 19,79 12,33 7,27 8,22 8,00 19,28 43,41 28,92 Sumber Jaya 26,40 8,70 13,30 17,25 8,00 5,73 3,88 6,03 10,30 15,03 25,15 20,70 Sinabung 12,86 12,63 11,89 11,50 10,79 11,12 7,04 11,57 9,88 16,76 23,84 17,30 CH 22,315 34,67 30,44 36,71 31,57 16,23 8,6431 16,284 24,46 35,69 29,95 26,8 Lampiran 21. Data Rata-rata hari Hujan Bulanan
Stasiun
Jumlah Hari Hujan Bulanan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Tiga Pancur 96 89 91 139 99 95 83 86 77 110 107 71 Barus Jahe 61 62 64 55 58 31 26 31 38 52 41 50 Merek 57 53 65 97 82 58 26 45 52 46 42 40 Tiga Panah 69 86 64 100 42 51 39 54 47 60 93 77 Sumber Jaya 29 36 29 77 30 20 26 22 29 34 38 23 Sinabung 112 104 95 119 94 87 69 77 61 100 115 88 HH 70,667 71,67 68 97,83 67,5 57 44,833 52,5 50,67 67 72,67 58,2 Lampiran 22. Data Curah hujan Maksimal Harian rata-rata.
Stasiun
Curah hujan maksimal harian (cm) Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Tiga Pancur 6,00 12,70 6,80 8,00 35,00 6,80 3,80 6,50 10,20 6,00 10,00 10,00 Barus Jahe 4,50 3,50 8,30 9,70 11,40 5,30 4,90 7,80 7,80 10,50 7,50 7,00 Merek 12,70 37,00 30,00 20,00 25,00 23,00 11,00 9,00 12,00 11,20 7,00 13,30 Tiga Panah 9,00 67,50 34,50 48,00 24,00 7,50 2,00 5,00 3,00 15,80 41,00 12,00 Sumber Jaya 40,00 6,50 5,00 7,40 7,00 1,20 1,80 2,10 6,00 5,10 2,50 9,10 Sinabung 6,40 6,00 7,10 5,80 9,10 8,50 5,40 5,10 6,20 7,10 8,20 9,70 P maks 13,1 22,2 15,28 16,48 18,58 8,717 4,8167 5,9167 7,533 9,283 12,7 10,2
EI30 = 138,52 310,2 222,8 245,2 259,3 84,02 32,037 71,39 135 208,9 192 166
R = 2065,2
93
Lampiran 23 Contoh Perhitungan Curah Hujan Erosivitas (R)
Stasiun Rata2 Curah Hujan Bulanan (cm)
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Tiga Pancur 14.46 13.90 15.01 21.02 26.06 10.67 9.09 10.21 14.35 23.25 37.55 27.00 Barus Jahe 19.10 36.74 47.00 35.52 38.50 17.95 12.38 26.20 41.95 70.25 15.70 23.77 Merek 49.43 82.88 65.04 85.80 86.32 39.60 12.20 35.48 62.27 69.57 34.07 43.20 Tiga Panah 11.65 53.18 30.38 49.14 19.79 12.33 7.27 8.22 8.00 19.28 43.41 28.92 Sumber Jaya 26.40 8.70 13.30 17.25 8.00 5.73 3.88 6.03 10.30 15.03 25.15 20.70 Sinabung 12.86 12.63 11.89 11.50 10.79 11.12 7.04 11.57 9.88 16.76 23.84 17.30 CH 22.32 34.67 30.4 36.71 31.57 16.233 8.64 16.28 24.5 35.7 30 26.81
Stasiun Jumlah Hari Hujan Bulanan
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Tiga Pancur 96 89 91 139 99 95 83 86 77 110 107 71 Barus Jahe 61 62 64 55 58 31 26 31 38 52 41 50 Merek 57 53 65 97 82 58 26 45 52 46 42 40 Tiga Panah 69 86 64 100 42 51 39 54 47 60 93 77 Sumber Jaya 29 36 29 77 30 20 26 22 29 34 38 23 Sinabung 112 104 95 119 94 87 69 77 61 100 115 88 HH 70.67 71.67 68 97.83 67.5 57 44.8 52.5 50.7 67 72.7 58.17
Stasiun Curah hujan maksimal harian (cm)
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Tiga Pancur 6.00 12.70 6.80 8.00 35.00 6.80 3.80 6.50 10.20 6.00 10.00 10.00 Barus Jahe 4.50 3.50 8.30 9.70 11.40 5.30 4.90 7.80 7.80 10.50 7.50 7.00 Merek 12.70 37.00 30.00 20.00 25.00 23.00 11.00 9.00 12.00 11.20 7.00 13.30 Tiga Panah 9.00 67.50 34.50 48.00 24.00 7.50 2.00 5.00 3.00 15.80 41.00 12.00 Sumber Jaya 40.00 6.50 5.00 7.40 7.00 1.20 1.80 2.10 6.00 5.10 2.50 9.10 Sinabung 6.40 6.00 7.10 5.80 9.10 8.50 5.40 5.10 6.20 7.10 8.20 9.70 Pmax 13.1 22.2 15.3 16.48 18.58 8.7167 4.82 5.917 7.53 9.28 12.7 10.18
• Januari
EI30 = 6,119(CH)1,21 x (HH)-0,47 x (PMax)0,53 = 6,119(22.32)1,21 x (70.67)-0,47 x (13.1)0,53
= 138.5 • Februari
EI30 = 6,119(CH)1,21 x (HH)-0,47 x (PMax)0,53 = 6,119(34.67)1,21 x (71.67)-0,47 x (22.2)0,53
= 310.2 • Maret
EI30 = 6,119(CH)1,21 x (HH)-0,47 x (PMax)0,53 = 6,119(30.4)1,21 x (68)-0,47 x (15.3)0,53
= 223 • April
94
EI30 = 6,119(CH)1,21 x (HH)-0,47 x (PMax)0,53 = 6,119(36.71)1,21 x (97.83)-0,47 x (16.48)0,53
= 245,2 • Mey
EI30 = 6,119(CH)1,21 x (HH)-0,47 x (PMax)0,53 = 6,119(31.57)1,21 x (67.5)-0,47 x (18.58)0,53
= 259,3 • Juni
EI30 = 6,119(CH)1,21 x (HH)-0,47 x (PMax)0,53 = 6,119(16.233)1,21 x (57)-0,47 x (8.7167)0,53
= 84,024 • July
EI30 = 6,119(CH)1,21 x (HH)-0,47 x (PMax)0,53 = 6,119(8.64)1,21 x (44,8)-0,47 x (4.82)0,53
= 32 • Agustus
EI30 = 6,119(CH)1,21 x (HH)-0,47 x (PMax)0,53 = 6,119(16,28)1,21 x (52,5)-0,47 x (5,917)0,53
= 71,39 • September
EI30 = 6,119(CH)1,21 x (HH)-0,47 x (PMax)0,53 = 6,119(24,5)1,21 x (50,7)-0,47 x (7,53)0,53
= 135 • Oktober
EI30 = 6,119(CH)1,21 x (HH)-0,47 x (PMax)0,53 = 6,119(35,7)1,21 x (67)-0,47 x (9,28)0,53
= 209 • November
EI30 = 6,119(CH)1,21 x (HH)-0,47 x (PMax)0,53 = 6,119(30)1,21 x (72,7)-0,47 x (12,7)0,53
= 192 • Desember
EI30 = 6,119(CH)1,21 x (HH)-0,47 x (PMax)0,53
95
= 6,119(26,81)1,21 x (58,17)-0,47 x (10,18)0,53
= 192
R = iEIi∑=
12
130 )(
R = 2065.17 cm/thn
96
Lampiran 24. Perhitungan Erodibilitas kecamatan Merek I Lahan tanaman
Industri (kopi)
K = 100
3)-2,5(c 2)-3,25(b a)-(12 x 10 x M 2,713 -41,14 ++
Dimana :
M = (% debu + % pasir sangat halus) (100-% liat)
% debu = 60,8
% pasir sangat halus = 5,3
% liat = 3,9
Maka :
M = (60,8 + 5,3) (100- 3,9)
= 6352,21
a = c-organik x 1,724
= 0,17 x 1,724
= 0,003
b = kode struktur tanah
= Gumpal bersudut = 4 (dari tabel)
c = kode permeabilitas tanah
= waktu
kedalaman
= 6020
101x
= 303 cm/jam (cepat) = 1 (dari tabel permeabilitas tanah)
K = 100
3)-2,5(1 2)-3,25(4 0,003)-(12 x 10 x (6352,21) 2,713 -41,14 ++
= 0,719
97
Perhitungan nilai LS kecamatan Merek I
LS = )0138,000965,000138,0( 2 ++ SSL
L = panjang lereng = 11 m
S = kemiringan lereng = 15,0o = 33,33 %
LS = )0138,0)33,33(00965,0)33,33(00138,0(11 2 ++
= 4,15
Faktor pengelolaan tanaman (C)
Jenis tanaman : kopi
Nilai C : 0,3
Faktor konservasi (P)
Strip tanaman dengan kontur = 0,2
Maka :
A = R.K.LS.C.P
= 2065,17 cm/tahun x 0,719 x 4,15 x 0,3 x 0,2
= 369,75 ton/(ha.tahun)
Erosi yang diperbolehkan (T)
T = xBDW
dexfd
de = kedalaman efektif (mm) = 1030 mm
fd = faktor kedalaman tanah = 1
W = umur guna tanah = 400 tahun
BD = bulk density = 1,05 (dari tabel)
T = 05,1400
11030 xx
= 0,255 cm/tahun x 1,05 gr/cm3
= 0,2729 gr/cm2.tahun
98
= 1000000
1000000002729,0 x
= 27,29 ton/ha.tahun
Indeks Bahaya Erosi (IBE)
IBE = TA
= )./(29,27
ahun) ton/(ha.t369,75thnhaton
= 13,68 (sangat tinggi) (dari tabel)
99
Lampiran 25. Foto Petak Kecil Di Lahan Hutan
Gambar 3: Drum penampung di pasang hingga lobang masuk lebih rendah dari
permukaan tanah
Gambar 4: Petak kecil yang telah selesai dipasang di lahan hutan
100
Lampiran 26. Foto Pengukuran Permeabilitas di lahan
Gambar 5: Pengeboran tanah untuk mengukur permeabilitas tanah
Gambar 6: Lobang pada tanah untuk pengokuran permeabilitas tanah
101
Gambar 7. Pengukuran laju erodibiltas tanah dengan menggunakan pelampung
Gambar 8. Pelampung dengan meteran.
102
94
95
96
Top Related