Download - Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

Transcript
Page 1: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

JIKA HADITS SHAHIH SALING BERTENTANGAN

MAKALAHDisusun Guna Memenuhi Tugas Perkuliahan Pada Mata Kuliah

Al Islam dan Kemuhammadiyahan Semester 1 Tahun Akademik 2011/2012

Disusun Oleh :Nama : SUEDINIM : 1120104010

Page 2: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penetapan hadits sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu al-Qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul). Al-Quran menekankan bahwa Rasul Saw berfungsi menjelaskan maksud firman-firman Allah.

Page 3: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

Mendasarkan pada firman Allah tersebut, maka tak ada alasan bagi orang Islam untuk menafsirkan dan menolak hadits Nabi karena eksistensi hadits telah memperoleh justifikasi dari Alquran. Karena itu, setiap upaya atau pemikiran untuk melepaskan hadits sebagai sumber ajaran agama Islam sebenarnya hal itu tidaklah dari sebuah pelecehan terhadap Alquran dan pada gilirannya akan memisahkan Alquran dari kehidupan umat Islam.

Page 4: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

Dalam mempelajari hadits-hadits beberapa persoalan sering kita temukan adanya pertentangan antara hadits yang satu

dengan hadits yang lainnya. Apabila kita menemukan hadits-hadits yang saling bertentangan dengan hadits dlaif, tentu akan kita menangkan yang shahih. Atau hadits-hadits yang saling bertentangan. Setelah diteliti, ternyata salah satunya bukan dari Nabi. Maka dengan mudah kita menyingkirkan

hadits tersebut.

Ketika pertentangan yang kita hadapi antara hadits yang kualitas tingkatannya berbeda

maka kita akan menjadikan hadits yang kualitasnya lebih tinggi kita jadikan hujjah.

Page 5: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

Persoalan menjadi pelik ketika kita menemukaan pertentangan antar hadits yang menjadi keutamaan

kita dalam berhujjah yaitu pertentangan antara hadits yang sama-sama berkualitas shahih.

Mengingat pertentangan antara hadits shahih maka perlu adanya suatu pendekatan dalam

menyikapinya.

Perlu adanya pendekatan maupun metodologi untuk mendudukan hadits-hadits shahih yang saling bertentangan, agar ummat Islam dapat beristinbath kepada hadits-hadits shahih yang

saling bertentangan tersebut.

Page 6: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

B. Identifikasi Masalah1. Didapati adanya pertentangan antar hadits shahih2. Sikap seorang muslim jika menemukan hadits shahih yang

saling bertentangan3. Pendekatan yang harus ditempuh dalam menghadapi hadits

shahih yang saling bertentangan

C. Batasan MasalahBerdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, maka penulis berikan batasan bahwa makalah ini akan mengekspresikan tentang pendekatan yang dilakukan terhadap hadits shahih yang tampak saling bertentangan

Page 7: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

D. Rumusan Masalah1. Bagaimanakah sikap seorang muslim jika menemukan

hadits shahih yang saling bertentangan ?2. Apakah pendekatan yang harus ditempuh dalam

menghadapi hadits shahih yang saling bertentangan ?

E. Kegunaan Penulisan1. Meningkatkan pemahaman tentang hadits shahih sebagi sumber hukum Islam2. Menunjukkan sikap yang harus diambil oleh seorang muslim ketika

menghadapi hadits shahih yang bertentangan3. Memberikan pemahaman terhadap langkah pendekatan dalam menghadapi

hadits shahih yang saling bertentangan

Page 8: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

BAB IIKERANGKA TEORI

A. Pengertian Hadits Shahih

Tersambung sanadnya (ittisal as-sanad) artinya setiap hadits yang yang diriwayatkan oleh rowi kerowi di atasnya sehingga sambung dalam penerimaan haditsnya kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, akan mengecualikan hadits yang munqoti', muaddlol, mullaq dan mursal.

Diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah ('adil dan dhabit) Adil adalah sifat yang yang ada pada seseorang yang senantiasa mendorong untuk

bertakwa dan menjaga kredibilitasnya. Ini terkait dengan dimensi moral spiritual. Dlabit adalah sifat terpercaya, hafal di luar kepala, mengetahui arti hadits,dan

mampu untuk menceritakan setiap saat sesuai dengan redaksi saat ia menerima hadits. Dlabit sendiri dibagi menjadi tiga tingkatan:

Tingkat pertama ( al-darojah al-ulya) yang ada pada 'adil dan dlobid Tingkat kedua (al-darojah al-wustho) tingkatan yang ada di bawahnya Tingkat ketiga (al-darojah al-dunya) bawah tingkat kedua.

Hadits yang diriwayatkan bukan termasuk kategori hadits yang syadz Hadits yang diriwayatkan harus terbebas dari illat (cacat) yang dapat menyebabkan

kualitas hadits menjadi turun.

hadits yang sanadnya bersambung dan diriwayatkan oleh rawi yang tsiqah. Serta tidak ada cacat atau kekurangan dalam hadits tersebut. Atau dalam istilah lain tidak termasuk hadits yang syadz dan mu’allal.

Page 9: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

B. Pertentangan Hadits Shahih

Mukhtaliful Hadits

Mukhtalaful HaditsMukhtalaful Hadits

At Ta’arud

Page 10: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

Usaha untuk mengumpulkan atau mentaufikan itu dinamakan jama’ atau taufiq. Apabila tidak dapat ditaufiqkan, sedang kedua-duanya sama kuatnya maka hendaklah diperiksa sejarah wurudnya. Jika mungkin diketahui sejarah wurudnya, maka hendaklah kita pergunakan prinsip naskh, yaitu menjadikan hukum yang pertama sudah dimansukhkan (dihapuskan) sedang nash yang kedua menjadi penghapus (nasikh) dan yang dijadikan dasar. Usaha ini dinamakan naskh. Jika tetap tidak memungkinkan diketahui sejarah wurudnya, hendaknya dipergunakan prinsip tarjih yaitu mencari jalan-jalan yang dapat menguatkan salah satunya atas yang lain. Usaha ini dinamakan tarjih. Jika usaha tarjih ini tidak dapat dilakukan hendaklah bertawaquf lebih dulu.

Page 11: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

Dalam pada itu sebagian ulama mendahulukan tarjih atas jama’ kemudian naskh dan sebagaian yang lain mendahulukan tarjih kemudian naskh dan jama’

Page 12: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

C. Faktor Penyebab Perbedaan Hadits

Faktor Internal Hadits (Al ‘Amil Al Dakhily)Yaitu berkaitan dengan internal dari redaksi hadits tersebut. Bisaanya terdapat ‘illat (cacat) didalam hadits tersebut yang nantinya kedudukan hadits tersebut menjadi dha’if. Dan secara otomatis hadits tersebut ditolak ketika hadits tersebut berlawanan dengan hadits shohih.

Faktor Eksternal (al’ Amil al Kharijy)Yaitu faktor yang disebabkan oleh konteks penyampaian dari Nabi, yang mana menjadi ruang lingkup dalam hal ini adalah waktu, dan tempat dimana Nabi menyampaikan haditsnya.

Faktor Metodologi (al Budu’ al Manhajy)Yakni berkitan dengan cara bagaimana cara dan proses seseorang memahami hadits tersebut. Ada sebagian dari hadits yang dipahami secara tekstualis dan belum secara kontekstual yaitu dengan kadar keilmuan dan kecenderungan yang dimiliki oleh seorang yang memahami hadits, sehingga memunculkn hadits-hadits yang mukhtalif.

Faktor IdeologiYakni berkaitan dengan ideology suatu madzhab dalam memahami suatu hadits, sehingga memungkinkan terjadinya perbedaan dengan berbagai aliran yang sedang berkembang .

Page 13: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

BAB IIIPEMBAHASAN

A. Pendekatan Ahli Hadits

1. Pendekatan dari Segi Sanad

(1) sanad bersambung, (2) periwayat bersifat adil, (3) periwayat bersifat dhabit, (4) terhindar dari kejanggalan (syuzuz), (5) terhindar dari cacat (‘illat).Melihat unsur-unsur kaedah kesahihan hadits tersebut, maka para ulama hadits menilai bahwa hadits yang tidak memenuhi sebagian unsur-unsur di atas, maka dapat dinyatakan bahwa hadits itu tidak sahih.

2. Pendekatan dari Segi Matan

Al-Imam al-Tirmizi (W. 279 H) dalam menghadapi hadits yang mukhtalif telah menggunakan dua pendekatan, yaitu :•Melakukan penelitian permasalahan yang menjadi dasar ikhtilaf pada kedua hadits itu.•Mengadakan kompromi terhadap dua hadits yang pada lahirnya terdapat pertentangan.Dalam hal ini, Imam al-Tirmizi lebih menitik beratkan pada kebenaran material hadits yang dibahas

Page 14: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

Ulama lainnya menempuh cara al-tarjih (penelitian untuk mencari petunjuk yang memiliki argumen yang terkuat). Dengan cara al tarjih itu, mungkin penyelesaian yang dihasilkan berupa penerapan al-nasikh wa al-mansukh (yakni hadits yang satu menghapuskan petunjuk hadits yang lainnya) ataupun al-jam’u (pengkompromian, maksudnya, hadits-hadits yang tampak bertentangan itu sama-sama diamalkan dengan melihat seginya masing-masing)

Ibnu Hajar al-Asqalani menempuh empat tahap, yaitu: 1) Al-jam’u, 2) al-nasikh wa al-mansukh, 3) al-tarjih, 4) altaufiq (menunggu sampai ada petunjuk atau dalil lain yang dapat menyelesaikan atau menjernihkannya

Ibnu Hazm secara tegas menyatakan bahwa matan-matan hadits yang bertentangan, masing-masing harus diamalkan. Ibnu Hazm menekankan perlunya penggunaan metode istisna’ (pengecualian) dala penyelesaian itu

Page 15: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

Dari uraian tersebut di atas, tampak jelas bahwa terdapat perbedaan cara penyelesaian yang ditempuh para ulama hadits, termasuk urutannya. Walaupun begitu tidaklah berarti bahwa hasil penyelesaiannya selalu berbeda. Perbedaan tahap cara penyelesaiannya ternyata banyak juga membuahkan hasil yang sama.Adanya penyelesaian tersebut, memberi petunjuk bahwa secara substantif sesungguhnya pertentangan hadits tidak ada.

Page 16: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

B. ,Pendekatan Ahli Fiqh

Ahli fiqh lebih menekankan pada kepentingan istimbath hukum

1. Apabila dua hadits itu salah satunya mempunyai makna yang menyerupai makna hadits yang diriwayatkan oleh sahabat besar dan para mufti pada suatu negeri, maka hadits itu yang diutamakan menjadi hujjah.

2. Dua hadits yang menurut lahirnya tidak terdapat cacat, adalah lebih baik diutamakan dijadikan hujjah, daripada sebuah hadits yang memiliki cacat.

3. Hadits yang mempunyai makna dengan kitab Allah, lebih diutamakan dijadikan hujjah daripada hadits yang tidak demikian.

4. Hadits yang diriwayatkan oleh orang terkenal dari segi isnad, ilmu dan hafalan, lebih diutamakan daripada yang lain.

5. Apabila hadits itu sesuai maknanya dengan pendapat mazhab yang menyerupai makna Alquran atau menyerupai makna Sunnah Rasul yang lain, dapat pula sesuai dengan pengetahuan ulama terkenal atau qiyas yang lebih sahih, maka hadits itu lebih utama dijadikan hujjah.

Page 17: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

1. Meneliti dengan seksama kapan dan apa sebab hadits itu terjadi, serta kepada siapa ditujukan.

2. Mengkaji dalil-dalil lainnya, baik naqli maupun non naqli yang memiliki kaitan erat dengan hadits yang tampak bertentangan itu.

3. Diperlukan kegiatan ijtihad.

1. Menggabungkan kedua hadits yang bertentangan dengan itu, menakwilkannya, dan mengkompromikan makna-maknanya.

2. Jika penggabungan tidak memungkinkan, mereka menempuh metode naskh (pembatalan) yang satu me-naskh yang lain.

3. Jika hal itu tidak dimungkinkan karena tidak ditemukan indikatornya, maka mereka menempuh metode tarjih (analisis) untuk menentukan mana hadits yang lebih kuat.

Page 18: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

BAB IVPENUTUP

Kesimpulan

1. Pertentangan hadits ada dua yaitu pertentangan lafaz hadits dan pertentangan pemahaman hadits (penafsiran hadits).

2. Dilihat dari substansinya, hadits-hadits Nabi tidak ada yang bertentangan, namun dalam kenyataannya ada berbagai matan hadits yang tampak bertentangan. Untuk menyelesaikan hadits yang bertentangan, para ahli hadits dan ahli fiqh, menempuh metode yang boleh dikatakan sama, yaitu:1.Al-tarjih (menganalisa, meneliti dan menentukan petunjuk hadits yang memiliki argumen yang lebih kuat).2.Al-jam’u (kedua hadits yang pertentangan dikompromikan atau sama-sama diamalkan sesuai konteksnya).3.Al-nasikh wa al-mansukh (petunjuk dalam hadits yang satu menyatakan sebagai penghapus sedang hadits yang lainnya sebagai yang dihapus).4.Al-taufiq (menunggu sampai ada petunjuk atau dalil lain yang dapat menjernihkan dan menyelesaikan pertentangan).

Page 19: Jika Hadits Shahih Saling Bertentangan

3. Dalam mengaplikasikan metode tersebut, khususnya mengkompromikan hadits yang bertentangan, cara yang ditempuh para ahli beragam, ada yang menempuh satu cara, ada yang menempuh lebih dari satu cara dengan urutan yang berbeda. Walaupun cara-cara penyelesaian para ahli beragam, tidaklah berarti bahwa hasil penyelesaian berbeda.

4. Secara teori para ahli hadits dan ahli fiqh dalam mengkompromikan hadits yang bertentangan tidak berbeda, namun dalam melihat hadits secara umum, terdapat perbedaan. Ahli hadits lebih menekankan pada aspek ideal moral sebagai panutan terhadap hadits Nabi. Ahli fiqh lebih menekankan pada kepentingan istimbath hukum. Selain itu ahli hadits cenderung memahami hadits Nabi secara tekstual, sedang ahli fiqh cenderung memahami secara kontekstual.

5. Bila ada hadits yang bertentangan, ahli hadits berusaha menyelesaikannya dengan mencari dalil-dalil yang lebih kuat.

6. Ahli hadits kadang-kadang mempertentangkan hadits shahih dan hadits tidak shahih (daif) untuk mempertahankan pendapatnya.