1
PENENTUAN KOMPOSISI ALAT ANGKUT PERTAMBANGAN (DUMP TRUCK)
DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI (STUDI KASUS : PT.UNITED
TRACTORS SEMEN GRESIK, TUBAN)
Hilman Fakhruzy, Patdono Suwignjo, dan Stefanus Eko Wiratno
Jurusan Teknik Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Email: [email protected] ; [email protected] ; [email protected]
ABSTRAK
PT. United Tractors Semen Gresik (PT.UTSG) adalah salah satu anak perusahaan PT.
Semen Gresik (PT.SG) yang bergerak di bidang pertambangan. Kegiatan utama dari PT.UTSG
sendiri adalah menambang batu kapur (Limestone) sebagai bahan baku utama dalam pembutan
semen. Untuk menjaga kontinuitas pasokan batu kapur, PT.UTSG dituntut untuk selalu siap di
dalam menyediakan peralatan utama pertambangannya yaitu alat gali muat (Excavator) dan alat
angkut (Dump Truck). Penentuan jumlah dan jenis peralatan utama pertambangan tersebut
khususnya dump truck merupakan hal yang sulit untuk dilakukan karena pola demand batu kapur
dari SG yang berfluktuatif di setiap harinya dan juga operasi kerja dari crusher sendiri yang tidak
tetap pada setiap shiftnya dalam satu hari. Selain itu kondisi sistem pertambangan yang bersifat
probablistik membuat penentuan peralatan utama pertambangan menjadi lebih kompleks. Untuk
itu pada penelitian ini akan dilakukan penentuan jumlah dan jenis peralatan utama pertambangan
yang lebih baik menggunakan model simulasi dengan bantuan software ARENA. Model simulasi
ini dapat menggambarkan variabel-varibel yang bersifat probabilistik yang ada di area
pertambangan sehingga dengan model yang telah mendekati sitem riilnya dan dengan
dilakukannya beberapa skenario eksperimen akan di dapatkan jumlah dan jenis peralatan utama
pertamabangan yang lebih baik dari sebelumnya untuk mencapai target produksi yang
diinginkan.Berdasarkan hasil simulasi dari beberapa eksperimen skenario yang dilakukan di
dapatkan hasil komposisi jumlah dump truck dengan kapasitas 30 ton sebanyak 32 unit dan dump
truck berkapasitas 20 unit sebanyak 50 unit telah mampu memenuhi demand tahunan batu kapur
yang diminta PT.SG. Total biaya dari kombinasi dump truck ini jauh lebih hemat dibandinkan
total biaya pada eksperimen skenario lainnya.
Kata kunci: peralatan utama pertambangan batu kapur, model simulasi, konsep biaya
ABSTRACT
PT. United Tractors Semen Gresik (PT.UTSG) is a subsidiary company of PT.Semen Gresik (SG PT.) which is engaged in mining industry.The main activities of PT.UTSG itself is mined limestone (Limestone) as the main raw material in cement production.To maintain continuity of supply of limestone, PT.UTSG is demanded to always be ready at the mines that provide the major equipment digger (excavator) and conveyances (Dump Truck).Determination of the number and type of major equipment such mining dump truck is especially difficult thing to do because the demand pattern of SG limestone is fluctuates on a daily basis and also operation of the crusher itself is not fixed on its every shift in one day.Besides mining system conditions that are probabilistic, making the determination of the main mining equipment becomes more complex.
Therefore in this research will be conducted to determine the number and types of mining
equipment using a simulation model with the help of ARENA software. This simulation model can describe probabilistic variable nature of existing in a mining area with a model that has similarity
to the real system and by doing some experimentation scenarios will then obtained the number and type of major mining equipment that is better than ever before to achieve the desired
production target .Based on the simulation results of some experiments carried out in scenarios
results indicate the composition of the number of dump trucks with a capacity of 30 tons 32 units and 20 units of dump trucks with a capacity of 50 units has been able to meet the annual demand of limestone requested PT.SG.The total cost of the dump truck combination is far more economical with total cost of the experiment compared to other scenarios.
Keywords: limestone mining main tools, simulation models, the concept of cost
2
1. Pendahuluan
Batu kapur merupakan jenis bahan galian non
logam yang menjadi bahan baku utama di
dalam pembuatan semen (Departemen
Perindustrian,2009). Proses penambangan batu
kapur sendiri tediri dari beberapa tahapan
proses yang diawali dengan proses peledakan
(Blasting), pemecahan bongkahan (Breaking),
pengambilan material (Loading), pemuatan
material (Hauling) dan pembuangan material
(Dumping) ke dalam crusher.
Kegiatan penambangan batu kapur di PT.
Semen Gresik (PT.SG) tidak dilakukan sendiri
oleh perusahaan tetapi disubkontrakan ke anak
perusahaannya yaitu PT. United Tractors
Semen Gresik (PT.UTSG) yang bergerak di
bidang pertambangan. PT.UTSG dituntut
menjaga kontinuitas penyediaan pasokan batu
kapur (Limestone) oleh karena itu kesiapan di
dalam penyediaaan peralatan operasional
pertambangan harus diperhatikan.
Peralatan utama pertambangan yang digunakan
PT.UTSG terdiri atas alat gali muat
(Excavator) dan alat angkut (Dump Truck)
untuk melakukan aktifitas penambangan
dimana tidak seluruhnya milik PT.UTSG akan
tetapi beberapa diantaranya merupakan alat
sewa dari jasa rental.
Penentuan jumlah dan jenis alat angkut
pertambangan merupakan hal yang sulit untuk
dilakukan. Hal tersebut dikarenakan pola
demand dari PT.SG yang berfluktuatif di setiap
harinya seperti yang ditunjukan pada gambar
1.1 berikut ini
Gambar 1.1 Grafik produksi batu kapur pada bulan
September 2009
(Sumber : UTSG, 2009)
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa
setiap harinya volume kebutuhan batu kapur
(garis biru) yang diminta oleh pihak PT.SG
sangat berfluktuatif. Sedangkan material batu
kapur sendiri tidak dapat disimpan sebagai
inventory untuk menekan permintaan yang
berfluktuasi tersebut karena kualitas
(kandungan air dalam batu kapur) yang
dihasilkan akan berbeda jika dilakukan sistem
inventory dan juga akan ada penambahan biaya
akibat adanya dua kali pemindahan batu kapur
(Double Handling).
Selain dari jumlah volume kebutuhan batu
kapur yang berbeda, operasi kerja crusher
sendiri yang tidak konsisten dikarenakan
beberapa kondisi diantaranya pile batu kapur
telah terisi penuh, adanya ketidakpastian waktu
down time pada crusher, dan over haul.
Keadaan tersebut menjadikan kebutuhan alat
angkut tidak dapat diprediksi. Permasalahan
diatas menunjukan bahwa penetuan alat angkut
pertambangan menjadi lebih sulit dan
kompleks disamping keadaan tambang yang
probabilistik.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
menyelesaikan permasalahan di dalam
penetuan jumlah peralatan utama
pertambangan. Said dan Rand (1991)
menggunakan pendekatan heuristik dengan
mempertimbangkan rute perjalanan (routing)
dan biaya alat angkut dengan kapasitas yang
berbeda sehingga didapatkan kombinasi yang
optimal. Burt (2006) menggunakan model Mix
Integer Linier Programing (MILP) dengan
penaksiran fungsi biaya yang linier dengan
mengasumsikan bahwa produktivitas dari
shovel terhadap truck akan selalu sama.
Marcello (2008) mengkombinasikan model
optimasi dan simulasi yang dijalankan secara
bersamaan guna mendapatkan solusi yang
lebih baik dalam penentuan komposisi alat
pertambangan pada area pertambangan biji
besi. Namun demikian, penelitian-penelitian
tersebut masih menggunakan asumsi bahwa
alat utama pertambangan adalah homogen dan
pola demand yang relatif stabil, cycle time dari
alat operasional pertambangan yang
deterministik, produktifitas alat yang konstan,
serta kerja crusher yang diasumsikan konstan.
Selain itu belum ada penelitian untuk
menentukan jumlah dan jenis alat angkut
pertambangan pada tambang batu kapur untuk
memasok pabrik semen.
Terkait dengan permasalahan yang telah
diuraikan di atas maka perlu diadakannya
suatu kajian yang detail mengenai
bagaimanakah menetukan jumlah dan jenis alat
3
angkut pertambangan (Dump truck) untuk
penyediaan bahan baku batu kapur di PT.SG
menggunakan model simulasi. Simulasi itu
sendiri merupakan suatu proses meniru dengan
merancang model dari suatu sistem nyata dan
pelaksanaan eksperimen dengan model ini
bertujuan untuk memahami dan menganalisa
tingkah laku sistem yang nantinya akan
digunakan untuk menentukan jumlah dan jenis
alat angkut pertambangan, melakukan
eksperimen untuk menghitung jumlah dan
jenis alat angkut dan memberikan rancangan
perbaikan kepada perusahaan.
2. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan mengidentifikasi
sistem pertambangan yang ada di PT.UTSG.
Dari hasil identifikasi tersebut akan di
dapatkan bisnis proses penyediaan batu kapur.
Langkah berikutnya adalah melakukan
pengambilan data yang diperlukan di dalam
pembuatan model baik model konseptual
maupun model simulasi pertambangan batu
kapur. Data yang diambil merupakan data
waktu siklus alat angkut pertambangan yang
dimana data tersebut akan di lakukan uji
distribusi dengan bantuan software input
analyzer sebagai input waktu model simulasi
nantinya. Selain itu juga dilakukan
pengambilan data biaya-biaya yang berkaitan
dengan pengoperasian alat angkut
pertambangan tersebut.
Langkah selanjutnya adalah pembuatan model
konseptual menggunakan Activity Cycle
Diagram (ACD). Model ACD ini akan
menjelaskan sistem yang menjadi objek
penelitian atau simulasi. Model ACD ini akan
dibandingkan dengan kondisi riil untuk
tahapan verifikasi. Jika telah sesuai,
selanjutnya dilakukan pembuatan model
simulasi dengan bantuan software ARENA
5.0, dimana pembuatan modul di dalam
software disamakan dengan model konseptual
sebelumnya. Setelah model simulasi selesai
maka modul tersebut diverifikasi kembali
untuk melihat apakah model simulasi telah
sesuai dengan model konseptual. Jika tidak
terdapat error pada model, maka model
simulasi dapat di running sesuai dengan
kondisi eksisting. Setelah di running maka
didapatkan output batu kapur selama satu
tahun dengan 10 replikasi pada software.
Output simulasi tersebut akan dibandigkan
dengan output kondisi eksisting untuk
dilakukan uji validasi dengan menggunakan
Welch Confidence Interval, dengan = 0.5. jika hasilnya terima Ho maka model simulasi
sistem pertambangan batu kapur dapat
dinyatakan valid (tidak jauh berbeda dengan
kondisi eksisting).
Kemudian dilakukan beberapa skenario untuk
menentukan jumlah dan jenis alat angkut
pertambangan yang sesuai untuk memenuhi
kebutuhan batu kapur selama satu tahun
dengan mempertimbangkan total biaya
penggunaan alat angkut yang paling minimum.
3. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan dan pengolahan data merupakan
langkah awal dalam memperoleh gambaran
kondisi sistem nyata yang dijadikan sebagai
objek penelitian. Data yang diperoleh dari
penelitian ini berasal dari pengamatan
langsung, pengumpulan data skunder, dan
wawancara pada pihak-pihak yang terkait di
PT. United Tractors Semen Gresik
(PT.UTSG).
3.1 Operasi Penambangan Batu Kapur
Gambar 3.1Operasi Penambangan Batu Kapur
Operasi penambangan batu kapur dimulai dari
proses peledakan (Blasting). Proses blasting ini
dilakukan untuk melepaskan batuan dari
induknya. Proses blasiting menggunakan
bantuan alat peledak elektrik Setelah batu
kapur terlepas maka buldozer akan merapikan
batuan yang berserakan akibat proses blasting.
Jika batu kapur telah dirapikan pada area
tertentu maka excavator akan bersiap
mengambil tempat (loading point) untuk
memulai pengangkutan. Setelah excavator siap
pada tempatnya maka proses pemuatan batu
kapur kedalam bak angkut dump truck dimulai.
Setelah bak dump truck penuh maka dump
Excavator
melakukan Loading
Blasting Hasil Blasting Bulldozer merapikan batuan
kapur
Pemencahan
Material
Dump Truck
Hauling
Dumping Material
Dump Truck Hauling
4
truck tersebut segera berangkat menuju stasiun
crusher. Perjalanan dump truck dari area
tambang menuju crusher atau kebalikannya
disebut juga dengan istilah hauling. Pada
stasiun crusher, dump truck akan melakukan
proses pembuanagan material atau disebut juga
dengan proses dumping. Dump truck akan
melakukan dumping material hingga batu
kapur yang ada di dalam bak kosong. Setelah
bak kosong maka dump truck akan melakukan
hauling menuju area pertambangan untuk
dimuati kembali.
3.2 Karakteristik Batu Kapur
Berdasarkan kadarnya, batu kapur yang berada
di temandang dapat dibedakan menjadi 3
macam, yaitu :
1. Batu kapur jenis High Grade (HG) dengan kadar CaO > 51%
2. Batu kapur jenis Medium Grade (MG) dengan kadar CaO antara 49% - 51 %
3. Batu Kapur jenis Low Grade (LG) dengan kadar CaO < 49%
Mutu batu kapur nomor 1 dan 2 telah
memenuhi syarat sebagai bahan baku semen
dengan kadar SiO2 yang tinggi. Batuan kapur
nomor 2 merupakan batuan dengan kandungan
medium tidak akan terlalu mempengaruhi
mutu semen. Sedangkan batu kapur nomor 3
dengan kadar CaO < 49% ditemukan batu
kapur dolomitan dengan kadar MgO antara 4 18% sehingga batuan ini hanya menjadi
campuran dari batu kapur nomor 1 dan 2.
Prosentase pengambilan batu kapur jenis MG
dan HG lebih banyak dilakukan dibandingkan
dengan batu kapur jenil LG. Prosentase
pengambilan jenis batuan tersebut dapat dilihat
pada tabel 3.1 berikut ini
Tabel 3.1 Jenis Batuan Kapur dalam Satu Tahun
Periode 2009
3.3 Pemodelan dan Simulasi
Permodelan sistem pada pengamatan ini
digambarkan dengan software Arena 5.0
dengan tujuan untuk mendapatkan model
kondisi sistem pada proses penambangan batu
kapur. Hal ini bertujuan pula untuk
menganalisa kondisi eksisting sistem
pertambangan batu kapur guna memudahkan
penelitian terhadap sistem dan memperbaiki
sistem pertambangan yang ada.
3.3.1 Pembuatan model konseptual ACD (Activity Cycle Diagram)
ACD merupakan salah satu model yang
menggambarkan aktivitas atau interaksi dari
sebuah sistem dengan siklus yang berulang.
Pembuatan ACD ini berdasarkan pengamatan
langsung pada area tambang batu kapur di
PT.UTSG yang ditunjukan pada gambar 3.2
berikut ini
Gamabar 3.2 ACD Pertambangan Kapur PT.UTSG
Tuban 1 Tuban 2 Tuban 3
HG 48% 52% 51%
MG 29% 26% 27%
LG 1% 1% 1%
Dolomit 8% 5% 2%
Padel 14% 16% 19%
KANDUNGANPROSENTASE 1 TAHUN
Proses Loading
Oleh Excavator
Proses hauling
menuju crusher oleh
dump truck
Proses dumping
oleh dump truck
Truck kosong
menunggu
kembali ke Blok
tambang
Kembali menuju area
tambang
Crusher Idle
Truck
bermuatan antri
dumping
Truck
bermuatan batu
kapur
menunggu
hauling
Batu kapur
Menunggu
loading
Idle Excavator
Truck antri
menunggu
loading
Batu Kapur Terminate
Perbaikan Crusher
Crusher
menunggu
dperbaiki
Kerusakan
crusher
Tim Perbaikan
Crusher
5
Sistem yang menjadi objek amatan pada
penelitian ini dimulai dari area pertambang
batu kapur. Pada area ini batu kapur yang
masih solid atau hasil dari proses peledakan
(Blasting) menunggu untuk dilakukan proses
pengambilan (loading) oleh excavator.
Excavator akan melakukan proses
pengambilan (Loading) untuk diisi ke dalam
bak dump truck. Setelah proses pengisian batu
kapur (Loading) ke dalam bak selesai, maka
dump truck yang telah bermuatan batu kapur
siap untuk membawa muatannya (Hauling)
menuju stasiun crusher. Setelah dump truck
yang bermuatan batu kapur tiba pada stasiun
crusher, maka dump tuck bermuatan tersebut
antri menunggu giliran untuk melakukan
proses pembuangan batu kapur (dumping) ke
dalam crusher. Setelah sampai di depan
crusher maka dump truck siap untuk
melakukan proses dumping material. Setelah
proses dumping selesai maka muatan dump
truck kembali kosong, kemudian dump truck
akan melakukan perjalanan (hauling) menuju
blok pertambangan semula untuk dilakukan
proses pemutan batu kapur kembali oleh
excavator.
Untuk batu kapur yang telah di dumping oleh
dump truck akan masuk ke dalam crusher
untuk dilakukan proses penghalusan dan
kemudian batu kapur dinyatakan selesai
(terminate) dalam sistem yang menjadi objek
amatan. Jika di dalam proses dumping terjadi
kerusakan pada crusher, maka crusher akan
berhenti sejenak untuk dilakukan perbaikan
oleh tim mekanik crusher sehingga proses
dumping diberhentikan terlebih dahulu. Hal
tersebut membuat dump truck harus menunggu
beberapa saat sebelum dilakukan dumping
maerial. Setelah crusher berfungsi kembali,
maka dump truck diijinkan untuk melakukan
proses dumping muatan.
3.3.2 Pengolahan Data Simulasi
Setelah dilakukannya pengumpulan data di
lapangan, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan pengolahan data dengan fitting
distribution untuk setiap aktivitas tersebut.
Uji Distribusi Data Input Simulasi
Pada tahap ini akan dilakukan uji statistik
distribusi data guna mendapatkan input model
simulasi. Contoh hasil fitting distribution
dengan menggunakan input analyzer dapat
dilihat seperti gambar berikut ini :
Gambar 3.3 Contoh Garfik Hasil Fitting
Distribution Data Waktu dump Truck positioning
mundur ke arah crusher
Pada tahap ini data yang diuji adalah data yang
telah berhasil dikumpulkan berupa data waktu
setiap aktivitas kerja pada areal pertambangan
batu kapur dari proses loading hingga proses
dumping ke dalam crusher yang menjadi fokus
amatan. Hasil fitting distribution data waktu
secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel
berikut
Table 3.2 Distribusi Data Aktivitas Penambangan Batu
Kapur
3.3.3 Simulasi Arena
Setelah melalui proses uji distribusi, model
simulasi yang dibuat dapat di-running dengan
durasi satu tahun dengan dengan waktu 13 jam
dan jumlah replikasi awal yang digunakan
adalah 10 replikasi. Untuk input pada waktu
running model pada software Arena 5.0 di
areal pertambangan dapat dilihat pada gambar
3.4 berikut ini :
No Aktivitas Ekspresi distribusi
1 Waktu kedatangan batu kapur NORM(35.6, 2.33)
2 Waktu dump Truck positioning maju (Crusher area ) 8.5 + 10 * BETA(1.95, 2.95)
3 Waktu dump Truck positioning mundur ke arah crusher NORM(21.1, 2.99)
4 Waktu dumping dump truck TRIA(16.5, 32.5, 41)
5 Waktu loading Pc 400 ke CWB (20 ton) TRIA(61.5, 107, 157)
6 Waktu loading Pc 400 ke Scannia (30 Ton) TRIA(108, 120, 284)
7 Waktu loading Pc 650/750 ke CWB (20 ton) NORM(87.4, 20.1)
8 Waktu loading Pc 650/750 ke Scannia (30 Ton) TRIA(126.5, 264, 331)
9 Waktu hauling jarak 500 meter UNIF(67.5, 89.5)
10 Waktu hauling jarak 1000 meter UNIF(120, 151)
11 Waktu hauling jarak 1500 meter NORM(187, 8.11)
12 Waktu hauling jarak 2000 meter UNIF(243, 287)
13 Waktu hauling jarak 2500 meter UNIF(300, 351)
14 Waktu hauling jarak 3000 meter UNIF(375, 411)
15 Waktu hauling jarak 3500 meter UNIF(432, 501)
16 Waktu hauling jarak 4000 meter UNIF(510, 581)
17 Waktu hauling jarak 4500 meter UNIF(600, 651)
18 Waktu hauling jarak 5000 meter UNIF(659, 706)
19 Waktu antar kerusakan -0.001 + WEIB(30.6, 0.697)
20 Waktu perbaikan kerusakan 0.999 + LOGN(27.6, 78.3)
6
Gambar 3.4 Setup Simulasi
Verifikasi
Model simulasi yang telah dibuat diverifikasi
apakah tidak terjadi error. Bila terjadi error,
maka logika modul dari simulasi yang dibuat
belum sepenuhnya benar. Proses verifikasi
juga dilakukan dengan menganalisa apakah
modul yang ada di dalam simulasi telah sama
dengan model konseptual. Adapun hasil
running yang telah dibuat, ditunjukkan bahwa
model tersebut bebas error. Hal ini
ditunjukkan pada gambar 3.5 seperti berikut ini
:
Gambar. 3.5 Hasil Checking Error Model Simulasi
Validasi
Model dikatakan valid apabila hasil
perbandingan menunjukkan bahwa kedua
alternatif (model dan real system) tidak
berbeda secara signifikan. Berikut merupakan
data output existing batu kapur yang terproses
di dalam crusher yang berhasil didapatkan dari
pengamatan lapangan pada tabel 3.3.
Table 3.3 Jumlah outputan exsisting batu kapur
untuk 1 crusher
Sedangkan outputan batu kapur yang
didapatkan dari output simulasi menggunakan
model Arena pada tabel 3.4sebagai berikut :
Tabel 3.4 Hasil Output Simulasi
Hari Jumlah Batu Kapur Keluar (ton)
1 10779150
2 10915350
3 10808400
4 10370700
5 10999800
6 11020950
7 10855950
8 10678350
9 10845450
10 10563750
Karena jumlah n1 n2, maka metode yang digunakan untuk pengujian validasi model ini
adalah metode Welch Confidence Interval.
Dimana :
Hipotesa :
1 2 = 0 1 2 0 Jumlah sampel pada masing-masing
populasi (n1) dan (n2) tidak harus sama.
Variansi antar populasi 1 dengan populasi 2 tidak harus sama 12 22
Berikut ini penentuan validasi dengan
perhitungan welch confidence interval.
Tabel 3.5 Perbandingan Output Real Sistem dan
Output Arena
= 0.05
1
2/1 + 22/2
2
12/1 2/ 1 1 + 2
2/2 2/ 2 1
Tahun Jumlah Batu Kapur Keluar (ton)
1 9619233
2 10337501
3 10848153
Replikasi Eksisting (Ton) Arena (Ton)
1 10337501 10779150
2 10848153 10915350
3 9619233 10808400
4 10370700
5 10999800
6 11020950
7 10855950
8 10678350
9 10845450
10 10563750
Rata-Rata 10268295,67 10783785
Standar Deviasi 617375,9999 200007,77
Variansi 3,81153E+11 40003107250
n 3 10
n - 1 2 9
7
381153125221,3/3 + 40003107250/10 2
127051041740,448 2/ 2 + 40003107250 2/ 9
1,71744569830231
8,07098360 + 17780539885055600002
2,12745
Didapatkan dari tabel bahwa ,/2 = 4,3026
= ,/2 1
2
1+
22
2
= 4,3026 127051041740,448
3+
40003107250
10
= 1557603,982
Sehingga, confidence interval-nya adalah :
1 2 1 2 1 2 +
= 1
515489,33 1557603,982 1 2
515489,33 + 1557603,982
= 1 2073093 1 2 1042115
Dari hasil tersebut dapat ditarik keputusan
terima Ho, karena nilai 0 berada pada rentang
1 2. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan
yang signifikan antara output model simulasi
dengan kondisi real system.
Perhitungan jumlah replikasi
Berikut adalah penentuan banyaknya replikasi
dengan metode absolute dengan error yang
akan ditanggung sebesar nilai half width-nya
dan selang kepercayaan 95%.
Table 3.6 Output Simulasi dengan Replikasi Awal
Sebanyak 10 Kali
n = 10 (replikasi awal)
n-1 = 9
= 0.05
1,/2 = 2,262125
= 1,/2
=2.262125 200007,768
10
=452449
3,1622
= 143076,9
=
= /2
2
= 1.96 200007,768
143076,9
2
= 392015
143076,9
2
= 2,739891 2 = 7,507 = 8
Dari hasil perhitungan di atas maka dapat
diketahui bahwa jumlah replikasi simulasi
untuk pertambangan batu kapur adalah 8
replikasi.
3.4 Penentuan jumlah dan jenis Dump Truck
Penentuan jumlah dan jenis dump truck yang
dimilik dan disewa bergantung dari nilai biaya
yang dikeluarkan berikut akan dijelaskan
komponen biaya yang terkain di dalam
penentuan jumlah dan jenis dump truck
3.4.1 Komponen Biaya
Komponen biaya merupakan biayabiaya yang terkait di dalam penentuan jumlah dan
komposisi unit dump truck yang seharusnya
dimiliki maupun di sewa oleh perusahaan.
komponen biaya ini terbagi atas dua biaya
yaitu biaya penyediaan alat dan biaya
Replikasi Replikasi
1 10779150
2 10915350
3 10808400
4 10370700
5 10999800
6 11020950
7 10855950
8 10678350
9 10845450
10 10563750
Rata-Rata 10783785
Standar Deviasi 200007,768
Variansi 40003107250
8
kekurangan alat. Berikut penjelasan mengenai
komponen biaya tersebut.
Biaya Penyediaan Alat Milik Biaya yang dibebankan kepada perusahaan
atas alat angkut yang dimilik oleh perusahaan.
Biaya penyediaan alat ini jika menggunakan
alat lama maka biaya yang dikeakan hanya
biaya operasional saja, sedangkan jika alat
baru maka biaya yang dikenakan biaya
kepemilikan dan biaya operasional. Berikut
ditunjukan pada tabel 3.7 dan 3.8 untuk biaya
penyediaan alat baru dan lama.
Table 3.7 Biaya Kepemilikan dan Operasional
Dump Truck Kondisi Baru Milik Perusahaan
Table 3.8 Biaya Kepemilikan dan Operasional
Dump Truck Kondisi Lama milik Perusahaan
Biaya Penyewaan Alat Biaya penyewaan alat merupakan biaya yang
dibebankan oleh perusahaan kepada penyedia
alat (jasa rental alat) atas alat yang disewa
perusahaann. Berikut biaya yang dibebankan
perusahaan jika menggunakan jasa sewa alat
baik alat lama maupun baru seperti yang
ditunjukan pada tabel 3.9 dan 3.10
Table 3.9 Biaya Kepemilikan dan Operasional
untuk Dump Truck Sewa Kondisi Baru
Table 3.10 Biaya Kepemilikan dan Operasional
Dump Truck Sewa Kondisi Lama
Biaya kekurangan PT.SG jika mereka tidak dapat mencapai
demand yang telah ditentukan akan mengalami
opportunity loose sebesar keuntungan
menghasilkan satu ton semen yaitu Rp.
284.586/ton. angka tersebut juga dikalikan
dengan indeks sebesar 0,84674 yang
merupakan konversi dari satu ton semen per
batu kapur yang diperlukan untuk membuat
satu ton semen (dalam ton).
Total Biaya Total biaya (Tc) merupakan biaya dari
keseluruhan alat baik yang dimiliki perusahaan
maupun alat sewa ditambah dengan biaya yang
terjadi akibat adanya kebutuhan demand yang
tidak terpenuhi oleh perusahaan (biaya
kekurangan). Persamaan Tc adalah sebagai
berikut :
Tc= [(Biaya penyediaan alat) + (Biaya
kekurangan)]
Tc= [{(Biaya alat milik) + (Biya alat sewa)} +
{(Biaya kekurangan/ton) x (Total
Kekurangan dalam ton) + (indeks)}]
3.4.2 Penentuan Jumlah Alat Milik dan Sewa
Keputusan untuk menentukan berapa jumlah
dan komposisi alat yang seharusnya dimiliki
oleh perusahaan dan berapa yang harus disewa
oleh perusahaan dari hasil outputan skenario
ekisting didasarkan pada nilai total biaya (Tc)
yang paling minimum. Karena alat yang
digunakan pada skenario pertama merupakan
alat lama, maka biaya yang dibebankan
perusahaan hanya biaya operasional alat saja.
Berikut perhitungan nilai Tc untuk skenario
eksisting perusahaan dalam 1 tahun.
Dump truck kapasitas 20 ton sebanyak 28 unit sehingga
Biaya operasional = 28 x Rp. 234.167 x 4355
= Rp. 28.554.349.831
Dump truck kapasitas 30 ton sebanyak 19 unit sehingga
Biaya operasional = 19 x Rp. 204.664 x 4355
= Rp. 16.884.295.151
No.
Jenis
Dump
Truck
Operasi 1
Tahun
(jam)
Biaya O&O
per jam (Rp)
Biaya O&O 1
tahun (Rp)
1CWB 20
Ton4355 Rp312.988,73 Rp1.363.065.908
2Scannia 30
Ton4355 Rp297.335,49 Rp1.294.896.052
Rp2.657.961.960
MILIK PT. UTSG (barang baru)
TOTAL KESELURUHAN
No.
Jenis
Dump
Truck
Operasi 1
Tahun
(jam)
Biaya
Operasional
per jam (Rp)
Biaya O&O 1 tahun
(Rp)
1CWB 20
Ton4355 Rp234.167 Rp1.019.797.285
2Scannia 30
Ton4355 Rp204.052 Rp888.646.460
Rp1.908.443.745
MILIK PT. UTSG (barang lama)
TOTAL KESELURUHAN
No.
Jenis
Dump
Truck
Operasi 1
Tahun
(jam)
Biaya O&O
per jam Rp
Biaya O&O 1
tahun (Rp)
1CWB 20
Ton3600 Rp375.586,47 Rp1.352.111.302
MILIK Rental (barang baru)
No
Jenis
Dump
Truck
operasi 1
tahun
(jam)
Biaya
operasional
per jam (Rp)
Biaya operasional
1 tahun
1CWB 20
Ton3000 Rp180.000 Rp540.000.000
MILIK Rental
9
Biaya dump truck milik PT.UTSG Biaya alat milik = dump truck 20 ton + dump
truck 30 ton
= Rp.28.554.349.831+Rp.16.884.295.151
= Rp. 45.438.644.983
Biaya dump truck sewa (1 unit) Biaya sewa = Jumlah unit sewa x Biaya sewa x
jam/ tahun
= 1x Rp. 180.000 x 3000 jam
= Rp. 540.000.000
Biaya kekurangan Kombinasi awal hanya mampu menghasilkan
5.334.900 ton batu kapur. jika mengacu pada
demand per tahun PT.SG periode 2009 yang
mencapai 10.848.154 juta ton per tahun maka
biaya kekurangan yang besarnya dapat dilihat
pada perhitungan berikut :
Biaya kehilangan = biaya kekurangan x Total
kekurangan x indeks
= Rp. 284.586 x 5513254 x 0,847
= Rp 1.328.530.823.746
Dari hasil perhitungan di atas didapatkan Tc
untuk komposisi dump truck 47 unit milik
PT.UTSG dan tidak menggunakan sewa
sebesar :
Tc = Biaya penyediaan alat + Biaya
kekurangan
Tc = (Rp.45.438.644.983 + Rp.0) +
Rp.1.328.530.823.746
Tc = Rp. 1.373.969.468.729
Berikut ini adalah grafik kurva pergerakan
nilai Tc dari kombinasi jumlah dump truck
yang ada pada skenario pertama
Gambar. 3.6 Grafik Perhitungan Total Cost setiap
Penambahan Unit Dump Truck pada Skenario
Pertama
4. Analisa dan Pembahasan
4.1 Analisa Skenario Pertama
Pada skenario pertama dengan komposisi
dump truck 28 unit 20 ton dan 19 unit 30 ton
dalam waktu satu hari mampu menghasilkan
25.311 ton batu kapur. Jika disimulasikan
selama satu tahun komposisi ini hanya mampu
memenuhi 5.334.900 ton batu kapur masih
jauh dari target produksi perusahaan sebesar
10.848.000 ton. Sehingga kekurangan tonase
tersebut dapat dipenuhi dengan adanya
penambahan alat angkut (sewa) sebanyak 52
unit dump truck berkapasitas 20 ton.
Dengan adanya penambahan tersebut
perusahaan mampu menghasilkan 10.991.625
ton batu kapur dalam kurun waktu satu tahun.
Total biaya yang dikeluarkan perusahaan
dengan 47 unit alat angkut milik sendiri dan
penambahan 52 unit alat angkut (dapa dilihat
pada gambar grafik 3.6) mencapai
Rp.77.911.293.750 per tahunnya.
4.2 Analisa Skenario Kedua
Pada skenario dua ini dilakukan penambahan
unit dump truck 20 ton yang awalnya 28 unit
menjadi 35 unit. Penambahan tersebut
didasarkan pada kesiapan alat yang pada
kondisi eksisting yang berkisar 80% dinaikan
menjadi 100%. Dari hasil tersebut perlu
dilakukan penambahan 7 unit dump truck
berkapasitas 20 ton.
Dengan kombinasi pada skenario dua ini (35
unit 20 ton dan 19 unit 30 ton) mampu
menghasilkan 6.392.812 ton batu kapu selama
satu tahun. Perolehan tersebut masih kurang
dari target produksi sehingga dilakukan
penambahan hingga mencapai 46 unit alat
angkut 20 ton seperti yang ditunjukan pada
gambar 4.1 berikut.
Gabar 4.1 Diagram pemenuhan demand batu kapur
terhadap penambahan unit dump truck pada skenario
kedua
Penambahan alat angkut ini dalam satu tahun
mampu menghasilkan 10.991.625 ton batu
kapur.
Penentuan untuk jumlah dump truck yang
dimilik dan disewa maka dilakukan
perhitungan Tc dari setiap penambahan dump
10
truck. Berikut merpakan hasil perhitungan nilai
Tc terhadap penambahan dump truck pada
skenario kedua yang ditunjukan gambar 4.2
berikut
Gambar. 4.2 Hasil perhitungan total cost tiap
penambahan unit dump truck pada skenario kedua
Dari grafik tersebut nilai Tc minimum
didapatkan sebesar Rp.81.269.881.208 dengan
penambahan alat angkut sebanyak 45 unit 20
ton. Jika dibandingkan dengan skenario
pertama maka skenario dua tidak lebih baik
dari skenari pertama, hal tersebut dikarenakan
nilai Tc skenario pertama lebih minimum
diandingkan dengan nilai Tc skenario kedua.
Tabel 4.1 Total biaya jumlah alat angkut pada tiga
skenario
Skenario dua akan menjadi opsional
perusahaan jika biaya yang digunakan tidak
mengikuti biaya eksisting (umur ekonomis alat
habis) tetapi menggunakan alat baru. Jika
diasumsikan alat baru maka nilai Tc skenario
pertama dan kedua dapat dilihat pada tabel 4.2
berikut
Tabel 4.2 Total biaya jumlah alat angkut pada tiga
skenario (alat baru)
Dari tabel 4.2 tersebut didapatkan bahwa total
biaya pada skenario dua sedikit lebih rendah
dibandingkan skenario pertama. Dengan alat
yang diasumsikan baru maka skenario dua
dapat menjadi pilihan.
Pertimbangan tersebut didasarkan pada biaya
penyediaan alat. Pada skenario pertama
perusahaan dibebankan biaya alat milik
sebesar Rp. 54.619.276.695 dan biaya alat
sewa sebesar Rp.73.718.638.531. Sedangkan
dengan kombinasi dump truck pada skenario
kedua perusahaan akan dibebankan biaya alat
milik sebesar Rp.74.280.637.717 dan biaya
alat sewa sebesar Rp.63.794.975.652.
Hasil dari perhitunagan biaya alat milik pada
skenario pertama lebih rendah dibandingkan
dengan biaya alat milik pada skenario dua.
Walaupun begitu biaya alat sewa yang
dibebankan perusahaan jauh lebih besar pada
skenario satu. Sehingga lebih baik perusahaan
menggunakan skenario kedua karena
penggunaan dump truck sewa tidak melebihi
biaya alat milik sendiri karena penggunaan
dump truck sewa itu sendiri yang tidak selalu
kontinyu.
4.3 Analisa Skenario Tiga
Pada skenario ini mengganti komposisi alat
angkut menjadi 32 unit kapasitas 30 ton dan 10
unit 20 ton. Penggunaan dump truck mayoritas
berkapasitas 30 ton ini dikarenakan dump truck
tersebut lebih efisien dibandingkan dump truck
20 ton (3 unit 20 ton sebanding dengan 2 unit
30 ton). Selain itu biaya operasional dump
truck 30 ton sedikit lebih rendah dibandingkan
dump truck 20 ton.
Dengan kombinasi dump truck pada skenario
tiga ini produksi yang mampu dihasilkan
sebesar 5.220.000 ton batu kapur per tahunnya.
Pencapaian tersebut masih kurang dari target
perusahaan sehingga dilakukan penambahan
unit dump truck sebanyak 41 unit 20 ton
seperti yang ditunjukan gambar 4.3 berikut
Gabar 4.3 Pemenuhan demand batu kapur terhadap
penambahan unit dump truck pada skenario ketiga
Penambahan alat angkut ini dalam satu tahun
mampu menghasilkan 11.132.662 ton batu
kapur.
Penentuan untuk jumlah dump truck yang
dimilik dan disewa maka dilakukan
perhitungan Tc dari setiap penambahan dump
truck. Berikut merpakan hasil perhitungan nilai
Skenario 1 Skenario 2
Milik 28 Unit 35 Unit
Sewa 52 Unit 45 Unit
Milik 19 Unit 19 Unit
Sewa 0 Unit 0 Unit
Rp.77.911.293.750 Rp.81.269.881.208
Keterangan
30 Ton
20 Ton
Total Biaya
Skenario 1 Skenario 2
Milik 28 Unit 35 Unit
Sewa 52 Unit 45 Unit
Milik 19 Unit 19 Unit
Sewa 0 Unit 0 Unit
Rp.142.730.563.994 Rp.142.468.262.136
Keterangan
30 Ton
20 Ton
Total Biaya
Keterangan Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
Beli 28 Unit 35 Unit 10 Unit
Sewa 52 Unit 45 Unit 40 Unit
Beli 19 Unit 19 Unit 32 Unit
Sewa 0 Unit 0 Unit 0 Unit
Rp138.337.915.227 Rp138.075.613.369 Rp112.434.837.161
Rp4.392.648.767 Rp4.392.648.767 Rp1.874.508.462
Rp142.730.563.994 Rp142.468.262.136 Rp114.309.345.623
11
Tc terhadap penambahan dump truck pada
skenario kedua yang ditunjukan gambar 4.4
berikut
Gambar. 4.4 Hasil perhitungan total cost tiap
penambahan unit dump truck pada skenario ketiga
Dari grafik tersebut nilai Tc minimum
didapatkan sebesar Rp.62.109.198.169 dengan
penambahan alat angkut sebanyak 40 unit 20
ton. Jika dibandingkan dengan skenario
pertama dan kedua maka skenario ketiga jauh
lebih baik, hal tersebut dikarenakan nilai Tc
skenario ketiga lebih minimum diandingkan
dengan nilai Tc dua skenario sebelumnya
Tabel 4.3 Hasil komposisi jumlah alat angkut pada
tiga skenario
Jika diasumsikan menggunakan alat angkut
baru baik alat sewa maupun milik maka nilai
Tc dari ketiga skenari tersebut dapat dilihat
pada tabel 4.4 berikut
Tabel 4.4 Total biaya dump truck untuk tiga
skenario (alat baru)
Dari tabel tersebut dapat dilihat jika
diasumsikan alat angkut baru maka nilai Tc
yang minimum masih ditunjukan oleh skenario
tiga dengan nilai Tc sebesar 114.306.345.623.
Sehingga dari beberapa skenario yag telah
dilakukan maka skenario tiga dengan
komposisi dump truck mayoritas menggunakan
30 ton masih lebih baik dibandingakn dua
skenario awal.
Pada kondisi riilnya dalam waktu satu tahun,
demand batu kapur sangat berfluktuatif
sehingga jika ada demand yang berada diluar
jangkauan dari kombinasi tiga skenario di
awal maka demand yang tinggi tersebut tidak
dapat tercapai sehingga menimbulkan adanaya
gap pemenuhan kebutuhan. Oleh sebab itu
perusahaan akan melakukan penambahan
jumlah dump truck jika sewaktu-waktu timbul
adanya gap pemenuhan kebutuhan.
Dalam kondisi ketiga skenario ini
penambahan jumlah dump truck tersebut
dianggap sebagai sewa. Hal tersebut
dikarenakan penambahan jumlah dump truck
tidak digunakan untuk jangka yang panjang
akan tetapi hanya digunakan jika terjadi
adanya gap. Selain itu diputuskannya sewa
karena dari segi biaya operasionalnya dump
truck dengan kondisi sewa jauh lebih murah
biaya operasionalnya. Sehingga berapa pun
jumlahnya lebih baik perusahaan mengambil
keputusan untuk menyewa dump truck sebagai
langkah mengantisipasi adanya gap tersebut.
5. Kesimpulan
Dari pengolahan data dan analisis dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1. Model simulasi yang telah dibuat dapat digunakan untuk menentukan jumlah dan
komposisi dari alat angkut pertambangan
(Dump Truck) yang ada di PT.UTSG
2. Kondisi eksisting pada perusahaan dengan kombinasi alat angkut sejumlah 28 unit
dump truck berkapasitas 20 ton dan 19
unit dump truck berkapasitas 30 ton
mampu menghasilkan tonase batu kapur
sebesar 5.334.900. Oleh sebab itu untuk
memenuhi demand tahunan PT.SG
sejumlah 10.848.000 ton dibutuhkan
penambahan unit dump truck berkapasitas
20 ton sejumlah 53 unit. Sehingga jumlah
total alat angkut yang digunakan
PT.UTSG untuk memenuhi demand satu
tahun sejumlah 100 unit dengan 81 unit
dump truck berkapas 20 ton dan 19 unit
dump truck berkapasitas 30 ton.
3. Hasil analisis pengaruh ongkos sewa jika alat yang digunakan alat lama, maka
kombinasi skenario pertama masih lebih
baik dibandingkan skenario kedua.
Karena total biaya yang dihasilkan lebih
baik skenario pertama sejumlah
Rp.77.911.293.750. Akan tetapi jika
kedua skenario dibandingkan dengan
skenario ketiga maka kombinasi skenario
ketiga masih lebih baik dari keduannya
dengan total biaya Rp.62.109.198.169.
kombinasi dump truck pada skenario tiga
Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
Milik 28 Unit 35 Unit 10 Unit
Sewa 52 Unit 45 Unit 40 Unit
Milik 19 Unit 19 Unit 32 Unit
Sewa 0 Unit 0 Unit 0 Unit
Rp.77.911.293.750 Rp.81.269.881.208 Rp.62.109.198.169
Keterangan
30 Ton
20 Ton
Total Biaya
Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
Milik 28 Unit 35 Unit 10 Unit
Sewa 52 Unit 45 Unit 40 Unit
Milik 19 Unit 19 Unit 32 Unit
Sewa 0 Unit 0 Unit 0 Unit
Rp.142.730.563.994 Rp.142.468.262.136 Rp.114.306.345.623
Keterangan
30 Ton
20 Ton
Total Biaya
Keterangan Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3
Beli 28 Unit 35 Unit 10 Unit
Sewa 52 Unit 45 Unit 40 Unit
Beli 19 Unit 19 Unit 32 Unit
Sewa 0 Unit 0 Unit 0 Unit
Rp138.337.915.227 Rp138.075.613.369 Rp112.434.837.161
Rp4.392.648.767 Rp4.392.648.767 Rp1.874.508.462
Rp142.730.563.994 Rp142.468.262.136 Rp114.309.345.623
12
adalah 30 ton sejumlah 32 unit dan dump
truck 20 ton sejumlah 50 unit..
4. Hasil analisis pengaruh ongkos sewa jika diasumsikan alat baru, maka kombinasi
skenario kedua masih lebih baik
dibandingkan skenario pertama. Karena
total biaya yang dihasilkan lebih baik
skenario kedua sejumlah
Rp.142.468.262.136. Akan tetapi jika
kedua skenario dibandingkan dengan
skenario ketiga maka kombinasi skenario
ketiga masih lebih baik dari keduannya
dengan total biaya Rp.114.309.345.623.
5. Alat angkut pertambangan dengan kapasitas 30 ton jauh lebih efisien
dibandingkan dengan penggunaan dump
truck 20 ton. Dari segi besarnya muatan
dan efisiensi biaya operasional alat angkut
30 ton jauh lebih efisien.
6. Dengan kondisi eksisting saat ini, komposisi jumlah dan jenis alat angkut
pertambagan yang dimiliki PT. dengan 28
unit dump truck berkapasitas 20 ton dan
19 unit dump truck berakapasitas 30 ton
telah mampu untuk memenuhi demand
rata-rata batu kapur per hari yang diminta
PT.SG. Akan tetapi jika terjadi
peningkatan demand, PT.UTSG harus
menyediakan cadangan rata-rata 53 unit
dump truck 20 ton untuk mengantisipasi
terjadinya gap. Selain itu karena biaya alat
sewa jauh lebih murah maka perusahaan
memutuskan untuk lebuh baik menyewa
alat karena penambahan dump truck
hanya kerika terjadi adanya gap saja
6. Daftar Pustaka
Arifin, Miftahol (2009). Simulasi Sistem
Industri. Graha Ilmu, Yogyakarta
C.,Burt dkk. (2006). Models For Mining
Equipment Selection.Curtin University
Of Technolgy,Perth Australia
Crawford,T.,J. & Hustrulid,A.,W.(1979).Open
Pit Mine Planning And Design.
American Institute Of
Mining,Metallurgical, and Petroleum
Engineers Inc. New York
Fioroni,M.,M., dkk.(2008). Concurrent
Simulation And Optimization Models
For Mining Planning. Proceeding Of
The 2008 Winter Simulation Conference
Groover, Mikell P. (2008). Automation,
Production Systems, and Computer
Integrated Manufacturing, Third
Edition.New Jersey : Prentice Hall
Karamah,F.,E. (2006). Depresiasi. (23 januari
2010)..Teknik Kimia
Universitas Indonesia
Komatsu.(2007).Specification And Application
Hand Book Edition 28.
Law, A., W. Kelton. (2000). Simulation
Modeling and Analysis 3rd. McGraw-
Hill
Salhi,S., & Rand,K.,G.(1991).Incorporating
Vehicle Routing Into The Vehicle Fleet
Composition Problem. European Journal
Of Operational Research. North Holland
Samuelson.A.,P., &
Nordhaus,D.,W.(2001).Economics 4th
Edition.
Saputro,Agung.(2005). Depresi dan
Deplesi.(23 januari 2010).
Top Related