TINJAUAN PUSTAKA
Zodia
Zodia merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari daerah Papua.
Oleh penduduk setempat tanaman ini biasa digunakan untuk menghalau serangga,
khususnya nyamuk apabila hendak pergi kehutan, yaitu dengan cara
menggosokkan daunnya ke kulit. Selain itu, tanaman yang mempunyai tinggi
antara 50 cm hingga 200 cm (rata-rata 75cm), dipercaya mampu mengusir
nyamuk dan serangga lainnya dari sekitar tanaman. Oleh sebab itu tanaman ini,
sering ditanam di pekarangan atau di pot untuk menghalau nyamuk. Aroma yang
dikeluarkan oleh tanaman zodia cukup wangi.
Gambar 1 Zodia
Oleh masyarakat Jayawijaya dan masyarakat Indonesia umumnya, tanaman
ini disebut zodia. Masyarakat Biak Numfor menyebutnya sirih hutan. Berikut
klasifikasi tanaman zodia:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dikotiledonae
Ordo : Rutales
Famili : Rutaceae
Genus : Evodia
Tanaman termasuk dalam golongan perdu . Panjang daun tanaman dewasa
20-30 cm. Tanaman tumbuh baik di ketinggian 400-1000 m dpl.
Daun zodia dapat disuling untuk menghasilkan minyak atsiri (essential oil).
Linalool merupakan kandungan utama minyak atsiri dalam tanaman pengusir
nyamuk zodia (Kardinan, 2007). Menurut hasil analisis yang dilakukan di Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) dengan gas kromatografi, minyak
yang disuling dari daun tanaman ini mengandung linalool (46%) dan α-pinene
(13,26%). Selain itu minyak atsiri zodia juga mengandung evodiamin dan
rutaecarpin yang juga berfu.ngsi sebagai antinyamuk.
Rebusan kulit batang zodia bermanfaat sebagai pereda demam malaria.
Rebusan daun dipakai sebagai tonik penambah stamina tubuh
http://www.proseanet.org/prohati4/printer.php?photoid=15.
Gambar 2 Rutaecarpine
Dalam Wu, et al. (1995) tumbuhan yang masuk dalam golongan Evodia
terbagi dalam tiga genera, yaitu Tetradium, Evodia s.s. dan Melicope. Klasifikasi
ini didasarkan pada senyawa-senyawa kimia yang diisolasi dari tumbuhan
tersebut. Jenis evodia yang berbeda mengandung beberapa jenis senyawa yang
berbeda pula. Wu et al. berhasil mengisolasi enam jenis alkaloid dari batang kayu
Tetradium glabrifolium (salah satu jenis Evodia yang diambil berasal dari
Taiwan), yaitu bocconoline, norcherithrine, 6-acetonyl dihydrocelerythrine,
arnottianamide dan decarine. Selain itu ditemukan juga senyawa-senyawa berikut:
dictanine, γ-fagarine, robustine, skimmianine; rutaecarpine, hortiacine quinolone;
sitosteryl glucoside, atractylenolide, lupeol, (-)matariesinol, umbeliferone, p-
hydroxybenzaldehide, vanilin, metylvanillate, metylparaben, methylsyringate,
syringaldehide, methyl-p-hydroxycinnamate, trans-4’-hydroxy-
3’methoxycinnamaldehyde, 3,4,5-trimethoxybenzyl alcohol, 2’-hydroxy-4’-
methoxyacetophenone, p-hydroxybenzoic acid, ω-hydroxypropioguaicone,
evofolin-C, hortiamide, limonin, evodol, 12αhydroxyevodol, 6β-acetoxy-5-
epilimonin, rutaevine, graucin, cis-N-p-coumaroyltyramine, trans-N-p-
coumaroyltyramine, cis-N-feruloyltyramine dan trans-N-feruloyltyramine serta
senyawa anorganik KNO3. Evodia lepta dari Hainan, Cina, mengandung leptonol,
metylleptol A, alloevodione, 7,4-dihydroxy-3,5,3’-trimethoxyflavone, 3,7-
dimethylcaemferol dan clovandiol (Li & Zhu, 1998).
Tiga belas jenis Evodia juga tersebar di Madagaskar. Satu senyawa baru
diidentifikasi dari Evodia fatraina oleh Ravelomanantsoa et al.(1995) yaitu
furoquinoline. Senyawa tersebut diisolasi dari bagian akar dan ranting Evodia.
Tang et al. (1996) menemukan lima jenis alkaloid baru golongan quinolon
dari bagian buah Evodia rutaecarpa, yang merupakan obat tradisional Cina. Oleh
masyarakat setempat, digunakan untuk terapi sakit kepala, sakit perut, disentri,
pendarahan setelah melahirkan, nyeri tulang, migrain dan rasa mual. Selain
quinolon, telah dilaporkan adanya senyawa-senyawa alkaloid golongan lainnya
yaitu indol dan limonoid. Dari ekstrak metanol buah kering ditemukan senyawa 1-
,etil-2-nonil-4-quinolon, 1-metil-2-undesil-4-quinolon, 1-metil-2-dodesil-4-
quinolon, 2-tridesil-4-quinolon, dihidroevocarpine, 1-metil-2-pentadesil-4-
quinolon, 1-metil-2-[(Z)-5-undekenil]-4(1H)-quinolon dan 1-metil-2-[(Z)-6-
undekenil]-4(1H)-quinolon. Selain itu terdapat 1-metil-2-[(Z)-7-tridekenil]-4(1H)-
quinolon, evocarpine, 1-metil-2-[(Z)-9-pentadekenil]-4(1H)-quinolon. Ditemukan
sejumlah kecil senyawa 1-metil-2-dodesil-4(1H)-quinolon. Terdapat juga
komponen dalam bentuk minyak: campuran 1-metil-2-[(Z)-5-undekenil]-4(1H)-
quinolon dan 1-metil-2-[(Z)-6-undekenil]-4(1H)-quinolon, campuran 1-metil-2-
[(Z)-7-tridekenil-4(1H)-quinolon dan evocarpine serta campuran 1-metil-2-[(Z)-9-
entadekenil-4(1H)-quinolon dan 1-metil-2-[(Z)-10-pentadekenil]-4(1H)-quinolon.
Gambar 3 Alkaloid quinolon dari Evodia Rutaecarpa (Tang et al. (1996)
Antibakteri
Komponen antimikroba adalah suatu komponen yang bersifat dapat
menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang atau membunuh bakteri atau
kapang (Fardiaz, 1992). Antimikroba meliputi antibakteri, antiprotozoa, antifungi,
dan antivirus. Antibakteri termasuk dalam antimikroba yang digunakan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri (Schunack et al., 1990).
Zat antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan dan
metabolisme bakteri (Pelczar dan Chan, 1986). Berdasarkan aktivitasnya, zat
antibakteri dibedakan menjadi dua, yaitu antibakteri yang memiliki aktifitas
bakteriostatik (menghambat pertumbuhan bakteri) dan aktivitas bakterisidal
(membunuh bakteri).Antibakteri bakteriostatik bekerja dengan cara menghambat
perbanyakan populasi bakteri dan tidak mematikan. Pada kadar yang tinggi,
R2
O
R1
N
R1 R2
1 Me 2 Me 3 Me 4 H 5 Me 6 Me 7a Me 7b Me 8a Me 8b Me 9a Me 9b Me
antibakteri bakteriostatik juga dapat bertindak sebagai bakterisida (Schunack et
al.1990).
Beberapa faktor dapat mempengaruhi aktivitas penghambatan atau
pembunuhan bakteri oleh suatu zat (Pelzcar & Chan, 1986). Faktor-faktor tersebut
adalah konsentrasi zat, jumlah mikroorganisme, suhu, spesies mikroorganisme,
adanya bahan organik dan pH.
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam uji antibakteri
secara in vitro. Secara garis besar, uji dikelompokkan atas tes difusi dan tes dalam
media cair (Edward, 1980). Masing-masing metode meiliki kekurangan dan
kelebihan. Ada tiga teknik uji yang termasuk dalam kelompok tes difusi, yaitu
disc technique, ditch technique dan hole atau well technique. Tes dalam media
cair biasanya digunakan untuk menentukan nilai minimum inhibitory
cancentration (MIC).
Metode disc dffusion adalah metode paling sederhana yang secara rutin
digunakan dalam uji sensitivitas. Metode ini direkomendasikan oleh komite WHO
dan Asosiasi Patologis Klinis. Dalam metode ini paper disc yang mengandung
sejumlah tertentu zat antibakteri ditempatkan pada permukaan media agar yang
sudah diinokulasi dengan bakteri uji.
Ditch technique saat ini sudah jarang digunakan. Dalam metode tersebut,
dilakukan pengambilan sebagian agar pada salah satu sisi petri untuk diganti
dengan agar yang mengandung antibiotik atau zat uji.
Dalam well technique, media agar padat dilubangi menggunakan cork-
borer kemudian diisi dengan sejumlah antibiotik atau larutan obat. Teknik ini
memiliki kelebihan yaitu bahwa konsentrasi antibiotik atau obat yang digunakan
dapat berbeda-beda serta dapat dibuat lubang dengan ukuran besar sehingga uji
lebih kuantitatif.
Uji menggunakan media cair adalah metode paling sederhana untuk
menentukan nilai MIC (Edward, 1980). Menurut Edberg (1986), MIC merupakan
konsentrasi terendah yang akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme
makroskopik. Pertumbuhan mikroorganisme makroskopik dapat dilihat dalam
batas 106 sampai 107 mikroba/ml. Jumlah bakteri pada kontrol dapat mencapai
109 sampai 1010 mikroorganisme/ml.
Komponen Antibakteri Tanaman
Zat aktif yang terkandung dalam berbagai jenis ekstrak tanaman diketahui
dapat menghambat beberapa mikroba patogen maupun perusak pangan. Zat aktif
tersebut dapat berasal dari bagian tanaman, seperti biji, buah, rimpang, batang,
daun, dan umbi.
Komponen antibakteri maupun antifungi dapat ditemukan pada minyak
atsiri suatu tanaman. Efek antimikroba minyak atsiri telah banyak
didokumentasikan dan digunakan dalam pengobatan berbasis herbal di beberapa
negara (Schilcher, 1998; Cowan, 1999; Schilcher, 2002; Longbottom et al. 2004;
Sonboli et al. 2005) diacu dalam Mahboobi et al. (2006). Dalam penelitiannya,
Mahboobi (2006) mempelajari efek sinergis dari minyak atsiri tembakau, lavender
dan geranium. Kerja sinergi beberapa minyak atsiri tersebut menghasilkan
hambatan kuat terhadap P. aeroginosa. Minyak atsiri lengkuas (Alpinia galanga)
juga mampu menghambat pertumbuhan B. subtilis dan S. aureus serta jamur
Neurospora sp. dan Penicillium sp.
Harborne (1987) menyebutkan bahwa zat bioaktif yang terdapat pada
minyak atsiri digolongkan dalam golongan terpenoid. Terpenoid terdiri atas
beberapa macam senyawa, mulai dari minyak atsiri yang mudah menguap, yaitu
monoterpena dan sesquiterpena (C10 dan C15), diterpena yang lebih sukar
menguap (C20), sampai ke senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoid dan
sterol (C30, serta pigmen karotenoid (C40). Beberapa komponen minyak atsiri yang
memiliki aktivitas antibakteri ditampilkan dalam tabel berikut ini:
Minyak atsiri terdapat di dalam sel kelenjar khusus pada permukaan daun
dan dapat dipisahkan menggunakan metode destilasi. Teknik destilasi terdiri dari
tiga cara yaitu; destilasi air, dimana bahan ditempatkan bersama air kemudian
dipanaskan; destilasi uap dan air, yaitu bahan hanya berhubungan dengan uap
tetapi tidak dengan air panas dan uap dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu
panas; dan destilasi uap, dimana bahan yang didetilasi berhubungan dengan uap
jenuh atau lewat jenuh pada tekanan lebih dari satu atmosfer (Heath dan
Reineiccus, 1987).
Tabel 1 Komponen utama beberapa jenis minyak atsiri yang memiliki aktivitas
antibakteri
Nama umum
minyak atsiri
Nama Latin
tumbuhan asal
Komponen
utama
Komposisi (%)
Cilantro Coriandrum
sativum
Linalool
E-2-dekanal
26%
20%
Coriander Caoriandrum
sativum (biji)
Linalool
E-2-dekanal
70%
-
Cinnamon Cinnamonum
zeylandicum
Trans-
sinamaldehid
65%
Oregano Origano vulgare Carvakrol
Timol
γ-Terpinene
p-cimene
Trace- 80%
Trace-64%
2-52%
Trace-52%
Rosemary074 Rosmarinus
officinalis
α-pinene
Bornilasetat
Kampor
1,8-sineol
2 – 25%
0-17%
2-14%
3-89%
Sage Salvia officinalis
L.
Kampor
α-pinene
β-pinene
1,8-sineol
α-tujone
6-15%
4-5%
2-10%
6-145
20-42%
Clove Syzygium
aromaticum
Eugenol
Eugenilasetat
75-85%
8-15%
Thyme Thymus vulgaris Timol
Karvakrol
γ-Terpinene
p-cimene
10-64%
2-11%
2-31%
10-56%
Sumber: Burt (2004)
Bakteri
Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, bersifat uniseluler dan tidak
mengandung struktur yang terbatasi membran di dalam sitoplasmanya. Sel bakteri
memiliki bentuk yang khas, seperti bola, batang, atau spiral. Umumnya bakteri
berdiameter antara 0.5 – 1.0 μm (Pelczar & Chan, 1986).
Struktur utama yang ada di bagian luar sel bakteri adalah flagella, pili, dan
kapsul. Flagela berbentuk seperti rambut tipis yang berfungsi sebagai alat gerak.
Pilus atau pili adalah sebuah bentuk filamen yang lebih kecil, lebih banyak
flagela. Kapsul adalah lapisan lendir yang menyelubungi dinding sel bakteri dan
merupakan pelindung sel serta berfungsi sebagai makanan cadangan. Bakteri
dapat hidup berpasangan, bergerombol, membentuk rantai atau filamen.
Bakteri melakukan reproduksi melalui pembelahan biner sederhana atau
membentuk sel khusus yang disebut spora. Selang waktu khusus yang dibutuhkan
bakteri untuk membelah diri agar populasinya menjadi dua kali lipat disebut
waktu generasi (Pelczar dan Chan, 1988). Berdasarkan komposisi dinding sel
bakteri, bakteri dibedakan menjadi bakteri Gram positif dan Gram negatif.
Bakteri Gram positif memiliki struktur dinding sel yang tebal (15-80 μm)
dan berlapis tunggal dengan komposisi dinding sel terdiri atas lipid peptidoglikan
dan asam teikoat. Kandungan lipid pada bakteri Gram positif antara 1-4%.
Dinding sel terdiri dari lapisan tunggal peptidoglikan yang mencapai lebih dari
50% berat kering sel bakteri. Asam teikoat sebagai bagian utama dinding sel yang
hanya terdapat pada bakteri Gram positif adalah polimer linear yang diturunkan
baik dari gliserol fosfat maupun dari ribitol fosfat. Bakteri Gram positif rentan
terhadap gangguan fisik (Pelczar dan Chan, 1986; Cummins, 1990; Williams et al.
1996).
Bakteri Gram negatif memiliki struktur dinding sel berlapis tiga dengan
ketebalan 10-15 nm. Komposisi dinding sel terdiri atas lipid dan peptidoglikan
yang berada dalam lapisan sebelah dalam dengan jumlah sekitar 10% berat kering.
Kandungan lipid pada bakteri Gram negatif cukup tinggi, yaitu 11-22%. Bakteri
ini umumnya kurang rentan terhadap penisilin dan gangguan fisik. Selain itu,
dinding sel bakteri Gram negatif lebih tipis daripada bakteri Gram positif.
Pengaruh zat antibakteri terhadap sel bakteri
Senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri bahkan
membunuhnya. Menutur menurut Pelczar dan Chan (1986) hal tersebut
disebabkan oleh:
1.Kerusakan struktur dinding sel
Unit dasar dari dinding sel bakteri adalah peptidoglikan yang secara
mekanis memberikan ketegaran pada sel bakteri, disamping sebagai dasar
membran sitoplasma. Peptidoglikan tersebut terdiri dari turunan gula, yaitu asam
N-asetilglukosamin dan N-asetilmuramat serta asam amino L-alanin, D-alanin, D-
glutamat, dan lisin. Struktur dinding sel bakteri Gram positif mengandung 90%
peptidoglikan serta lapisan tipis asam teikoat dan asam teikuronat yang bermuatan
negatif. Ada bakteri Gram negatif, selain peptidoglikan 5-10%, terkandung juga
protein, lipoprotein dan lipopolisakarida. Perbedaan utama kedua Gram tersebut
terletak pada lapisan membran luar, yang meliputi lipopolisakarida (Madigan et
al. 2003). Kehadiran membran ini menyebabkan bakteri kaya akan lipid (11-
22%). Membran tersebut tidak hanya terdiri dari fosfolipida saja seperti pada
membran plasma tetapi mengandung juga lipid lainnya, seperti polisakarida dan
protein. Lipid dan polisakarida ini berhubungan erat dan membentuk struktur yang
khas yang disebut lipopolisakarida. Lipopolisakarida terikat satu sama lain dengan
kation divalen Ca2+ dan Mg2+ (Murray, 1998).
Membran luar bakteri Gram negatif mempunyai peranan sebagai barrier
masuknya senyawa-senyawa yang tidak dibutuhkan oleh sel, diantaranya
bakteriosin, enzim dan senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik (Alakomi et al.
2000). Dalam upaya untuk mencapai sasaran, senyawa antimikroba dapat
menembus lipopolisakarida dinding sel. Molekul-molekul yang bersifat hidrofilik
lebih mudah melewati lapisan lipopolisakarida dibandingkan dengan yang bersifat
hidrofobik. Bakteri Gram positif mempunyai sisi hidrofilik, yaitu karboksil, asam
amino, dan hidroksil. Asam-asam organik dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Gram negatif dengan mengkelat kation Ca2+ dan Mg2+ (Stratford, 2000).
Mekanisme kerusakan dinding sel dapat disebabkan oleh adanya
akumulasi komponen lipofilik yang terdapat pada dinding sel atau membran sel
sehingga menyebabkan perubahan komposisi penyusun dinding sel. Terjadinya
akumulasi senyawa antibakteri dipengaruhi oleh bentuk terdisosiasi. Gugus
hidrofobik pada senyawa antibakteri dapat mengikat daerah hidrofobik membran
serta melarut baik ada fase lipid membran bakteri.
Umumnya senyawa antimikroba dapat menghambat sintesis peptidoglikan
karena kemampuan dari senyawa tersebut dalam menghambat enzim-enzim yang
berperan dalam pembentukan peptidoglikan seperti karboksipeptidase,
endopeptidase dan transpeptidase. Jika aktifitas enzim-enzim tersebut dihambat
oleh senyawa antibakteri maka sifat enzim autolitik sebagai reseptor hilang dan
enzim tidak mampu mengendalikan aktifitasnya sehingga dinding sel akan
mengalami degradasi.
2. Perubahan permeabilitas membran sitoplasma.
Sel bakteri dikelilingi oleh struktur kaku yang disebut dinding sel, yang
melindungi sitoplasma baik osmotik maupun mekanik. Setiap zat yang dapat
merusak dinding sel atau mencegah sintesisnya akan menyebabkan terbentuknya
sel-sel yang peka terhadap osmotik. Adanya tekanan osmotik dalam sel bakteri
akan menyebabkan terjadinya lisis yang merupakan dasar efek bakterisidal pada
bakteri yang peka.
3. Perubahan molekul protein dan asam nukleat
Hidup suatu sel tergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein
dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu kondisi atau substansi yang
mengubah keadaan ini, yaitu mendenaturasikan protein dan asam-asam nukleat
dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi
pekat beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi irreversibel komponen-
komponen selular yang vital ini.
4. Penghambatan kerja enzim di dalam sel sehingga mengakibatkan
terganggunya metabolisme atau matinya sel.
Senyawa antibakteri dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh
mikroorganisme dengan cara mengganggu aktifitas enzim-enzim metabolik.
Beberapa senyawa antibakteri yang dapat menginaktifasi enzim adalah asam
benzoat, asam lemak, sulfit dan nitrit. Nitrit dapat menghambat sistem enzim
fosfat dehidrogenase sehingga mengakibatkan reduksi ATP dan ekskresi piruvat
dalam bakteri S. aureus. Asam benzoat dapat menghambat aktifitas α-ketoglutarat
dehidrogenase dan suksinat dehidrogenase. Hal ini akan menghambat konversi α-
ketoglutarat menjadi suksinil-KoA dan suksinat menjadi fumarat.
5. Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
Kim et al. (1995) menyatakan bahwa senyawa antimikroba dapat merusak
sistem metabolisme di dalam sel dengan cara menghambat sintesis protein bakteri
dan menghambat kerja enzim entraseluler. Sistem enzim yang terpengaruh akan
mengakibatkan gangguan pada produksi energi penyusun sel dan sintesis
komponen secara struktural.
Branen dan Davidson (1993) menyatakan adanya mekanisme antimikroba
yang mendestruksi atau menginaktivasi fungsi dari materi genetik. Sintesis protein
merupakan hasil akhir dari proses transkripsi dan translasi. Dalam Kim et al.
(1995) dijelaskan bahwa suatu senyawa yang bersifat antimikroba dapat
mengganggu pembentukan asam nukleat sehingga transfer informasi genetik akan
terganngu. Hal ini disebabkan senyawa antimikroba menghambat aktifitas enzim
RNA polimerase dan DNA polimerase yang selanjutnya dapat menginaktifasi atau
merusak materi genetik sehingga mengganggu proses pembelahan sel untuk
pembiakan.
Kerja antibakteri dipengaruhi oleh lingkungannya, antara lain konsentrasi zat
antibakteri, spesies antibakteri, pH, dan lingkungannya. Bakteri Gram positif
cenderung lebih sensitif terhadap komponen antibakteri. Hal ini disebabkan oleh
struktur dinding sel bakteri Gram positif berlapis tunggal yang relatif sederhana
sehingga memudahkan senyawa antibakteri masuk ke dalam sel dan menemukan
sasarannya untuk bekerja. Bakteri gram negatif lebih resisten karena struktur
dinding sel bakteri Gram negatif relatif lebih kompleks dan berlapis tiga, yaitu
lapisan luar berupa lipoprotein, lapisan tengah berupa polisakarida dan lapisan
dalam peptidoglikan (Pelczar dan Chan, 1986).
Isolasi Senyawa Aktif
Ekstraksi merupakan suatu proses yang secara selektif mengambil zat
terlarut dari campuran dengan bantuan pelarut. Teknik ekstraksi didasarkan pada
kenyataan bahwa jika suatu zat dapat larut dalam dua fase yang tidak tercampur
maka zat itu dapat dialihkan dari saru fase ke fase lainnya dengan mengocoknya
bersama-sama. Zat terlarut yang diekstraksi dapat berada dalam medium padat
maupun cair. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi dapat bersifat larut dalam air
seperti alkohol atau yang tidak larut air seperti heksana dan kloroform. Pemilihan
pelarut yang digunakan tergantung pada sifat zat yang dilarutkan karena setiap zat
memiliki kelarutan yang berbeda-beda (Achmadi, 1992).
Dalam memilih pelarut yang dipakai harus diperhatikan sifat metabolit
yang akan diekstrak. Sifat yang penting adalah sifat kepolaran dan gugus polar
pada senyawa yang akan diekstrak. Dengan mengetahui sifat metabolit yang akan
diekstraksi dapat dipilih pelarut yang sesuai berdasarkan kepolaran. Senyawa
polar akan lebih mudah larut dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar lebih
mudah larut dalam pelarut nonpolar. Derajat kepolaran bergantung pada tetapan
dielektrik. Makin besar tetapan dielektrik makin polar pelarut tersebut.
Tabel 2 Beberapa pelarut organik dan sifat fisiknya
Pelarut Titik didih (0C) Tetapan dielektrik
Air Asam formiat Asetonitril Metanol Etanol Aseton Metil klorida Asam asetat Etil asetat Dietil eter Heksan Benzen
100 100 81 68 78 56 40 118 78 35 69 80
80 58
36.6 33
24.3 20.7 9.08 6.15 6.02 4.34 2.02 2.28
KLT adalah metode yang sederhana dan murah untuk mendeteksi unsur-
unsur dalam tumbuhan (Hostettman, 1998). Metode tersebut mudah dalam
pengoprasian, keterulangan baik, dan hanya memerlukan sedikit perlengkapan.
Top Related