Download - Isi Referat Edit

Transcript
Page 1: Isi Referat Edit

BAB I

PENDAHULUAN

Kehamilan dini didefinisikan sebagai usia kehamilan < 10 minggu.

Pada awal terjadi proses kehamilan, trofoblas yang terbentuk

menghasilkan hormon, yang dikenal dengan human chorionic

gonadotrophin (hCG), hormon ini kadarnya mencapai puncak pada

minggu ke 12. hCG berfungsi untuk memelihara korpus luteum. Korpus

luteum memiliki fungsi untuk menghasilkan progesteron sampai usia

kehamilan 7 minggu (Impey L, Child T, 2012) Fraenkel pada tahun 1903

menemukan bahwa penghancuran korpus luteum pada kelinci hamil

menyebabkan abortus, sehingga dapat disimpulkan bahwa peran dominan

dari progesteron pada kehamilan dini terbukti melindungi produk konsepsi.

Progesteron merupakan hormon kunci dalam mempertahankan

kehamilan dan memiliki banyak fungsi selama kehamilan, yaitu

menyediakan dan memberikan kesempatan pada endometrium untuk

lebih reseptif terhadap embrio awal, memicu perubahan sekretori yang

penting dalam keberhasilan implantasi dan pemeliharaan kehamilan

normal, serta memicu ketenangan uterus melalui penekanan kontraksi

miometrium. (Potdar N, Konje JC, 2005; Simoncini T, Caruso A, Giretti

MS, 2006)

Dalam dekade terakhir, suplementasi progesteron telah digunakan

untuk membantu mempertahankan kehamilan dini dengan pro dan kontra

terhadap efektivitas penggunaanya.(Oates-Whitehead RM, Haas DM,

Carrier JAK, 2003; El-Zibdeh MY,2005)

Berdasarkan dari hal tersebut maka penulis tertarik untuk

menyusun makalah tentang peranan progesteron pada kehamilan dini.

Pada referat berikut ini akan dibahas mengenai peranan progesteron dan

kehamilan dini, serta suplementasi progesteron yang diberikan pada

kehamilan dini.

1

Page 2: Isi Referat Edit

BAB II

KEHAMILAN DINI

A. DEFINISI

Kehamilan trimester pertama adalah usia kehamilan < 14

minggu. Sementara kehamilan dini didefinisikan sebagai usia

kehamilan < 10 minggu.

B. FISIOLOGI KEHAMILAN DINI

Fertilisais terjadi di ampula tuba falopii yang menghasilkan zigot,

dan selanjutnya zigot mengalami pembelahan. Seiring proses

proliferasi, hasil konsepsi (zigot) tersebut ditransfer ke dalam uterus.

Membutuhkan waktu + 4 hari. Morula berubah menjadi blastokis

dengan membentuk rongga berisi cairan didalamnya. Selanjutnya

lapisan terluar menjadi trofoblas yang nantinya akan membentuk

plasenta, dan pada hari keenam hingga ke dua belas trofoblas akan

menginvasi endometrium sehingga terjadi implantasi.(Impey L, Child T,

2012)

Trofoblas akan menghasilkan hormon, yang dikenal dengan

human chorionic gonadotrophin (hCG), dimana hormon ini akan

mencapai pincaknya pada minggu ke 12. Keberadaan hCG berfungsi

untuk memelihara korpus luteum. Dalam hal ini korpus luteum

berperan dalam menghasilkan estrogen dan progesteron yang akan

bekerja untuk mempertahankan endometrium, yang selanjutnya

endometrium akan berubah menjadi desidua (yang kaya akan

glukogen dan lipid), sehingga dapat memberikan nutrisi bagi hasil

konsepsi.(Impey L, Child T, 2012)

Proliferasi trofoblas selanjutnya akan membentuk vili korialis.

Sementara permukaan endometrial dari embrio akan membentuk

daerah bagi transfer nutrisi, berupa kotiledon plasenta. Pembentukan

plasenta selesai pada minggu ke-12.(Impey L, Child T, 2012)

2

Page 3: Isi Referat Edit

C. HORMON PROGESTERON PADA KEHAMILAN

Hormon progesteron merupakan hormon yang dibutuhkan

dalam kehamilan. Progesteron ini penting pada kehamilan 8 minggu

pertama. (NaProTechnology, 2011)

Kadar progesteron meningkat secara dramatis sepanjang

kehamilan. Dari implantasi embrio sampai kehamilan 40 minggu

dimana plasenta mengambil alih produksi progesteron (gambar 1)

Beberapa peranan dari progesteron diantaranya adalah :

(NaProTechnology, 2011)

1. Merangsang perkembangan uterus

2. Menyebabkan maturasi (disebut juga diferensiasi) dari

endometrium, dalam hal ini merubahnya menjadi tipe sekretorik

3. Merangsang desidualisasi endometrium yang diperlukan untuk

implantasi

4. Menghambat kontraksi uterus

5. Mengatur imunomodulasi dalam sistem penolakan maternal

terhadap janin.

Gambar 1. Kadar progesteron selama kehamilan

D. IMUNOMODULASI KEHAMILAN NORMAL DAN PERAN

PROGESTERON. (Druckmann R, Druckmann M.A, 2005)

Implantasi embrio manusia merupakan paradoks ganda berupa

imunologi dan biologi. Paradoks imunologi adalah yang terdiri dari

3

Page 4: Isi Referat Edit

cangkokan heterolog dimana sistem imun uterus (melalui sitokin) dan

antigenisitas dari embrio (HLA-G) bekerjasama dalam implantasi dan

pemeliharaan kehamilan. Paradoks biologi terjadi melalui beberapa

mekanisme yang berbeda namun harus bekerja dengan baik pada

kedua epitelia untuk bergabung sehingga dapat terjadi invasi antara

keduanya (sebagai contoh: endometrium mengalami desidualisasi

oleh trofoblas), mekanisme ini termasuk persiapan dari endometrium

sepanjang siklus menstruasi, dibawah pengaruh dari esterogen dan

progesteron, keterlibatan faktor pertumbuhan (faktor pertumbuhan

epidermal, faktor pertumbuhan transformasi, dan faktor pertumbuhan

mirip insulin), neoangiogenesis (estradiol, faktor pertumbuhan

fibroblas, dan faktor pertumbuhan endotel vaskuler), pengenalan oleh

sel-sel trofoblas dari berbagai komponen yang bervariasi pada desidua

dan matriks ekstraseluler (integrins dan cadherin) dan invasi progresif

dari desidua kedalam arteri spiralis (oleh sekresi trofoblas dari

metalloprotease).

Mekanisme imunomodulatori pada kehamilan yang normal

terjadi melalui beberapa mekanisme

1. Antibodi asimetrik

Antibodi asimetrik dan simetrik disintesis oleh klon selular yagn

sama. Pada glikosilasi asimetrik, maka tidak mampu mengaktifkan

fungsi efektor seperti fiksasi komplemen, fagositosis, dan

sitotoksisitas. IgG asimetrik membentuk bagian substansial

pengaturan persamaan dari respon imun maternal anti-fetal.

Mencegah eradikasi dari janin dengan menghalangi efektor tertentu

seperti membentuk formasi penghancur membran (C5b-9) melalui

aktivasi komplemen.

2. Bias Th-2/Th1

Beberapa penelitian menyelidiki rasio Th-2 dengan Th-1

dalam kadar sirkulasi dari sitokin serum menunjukkan bias Th-2

pada kehamilan normal dan bias Th-1 pada kasus abortus

berulang. Terdapat dominansi Th-2 dalam trimester pertama dari

4

Page 5: Isi Referat Edit

kehamilan yang berhasil pada manusia, dimana tipe bias Th-1

dapat mengarah pada kegagalan suatu kehamilan.

3. Berkurangnya aktifitas sel Natural Killer (NK)

Sel NK diamati dalam uterus selama kehamilan dini pada

beberapa spesies. Perannya masih kontroversial pada kehamilan

normal. Sel NK dilaporkan terdapat pada desidua kehamilan

trimester pertama pada manusia. Kemudian, terdapat proporsi

relatif peningkatan dari NK sel pada desidua pada kehamilan

normal, dibandingkan dengan uterus tidak hamil. Namun demikian

aktivitas NK desidua lebih rendah pada kehamilan normal

dibandingkan dengan kehamilan anembrionik dan abortus

berulang.

Unit feto-plasenta marupakan unit semi-alograf dan pengenalan

imunologi pada kehamilan dengan respon dari sistem imun ibu.

Pengenalan kehamilan ini berupa upregulasi dari reseptor progesteron

pada limfosit yang teraktivasi diantara sel-sel plasenta dan sel-sel desidua

CD56+.

5

Gambar 2. Mekanisme imunomodulasi protektif dalam kaitannya dengan kehamilan yang berhasil. AB: Antibodi, IL: Interleukin; IFN: interferon; TNF: tumour Necrosis Factor; NK: Natural Killer; Th: T-helper

Page 6: Isi Referat Edit

ThymusERβ

TH

TH1 TH2

T-HelperPrecursor cell

Low Estrogen/ High Prolactin High Esterogen/ High Progesteron

Dominance of Cellular ImmunityIL-2IFN-γLT(IL-1)

Dominance of Humoral ImmunityIL-4TGF-βPDGFIL-5IL-6LIF

Counter Regulation by Cytokines

Pro-inflammatory Cytokines(MS, RA)

Anti-inflammatory Cytokines(SLE, Pregnancy)

1. Unit feto-plasenta sebagai semi-graft

Awalnya, unit janin-plasenta adalah semi-allograft karena

dengan kontribusi genetik dari pihak ayah. Selanjutnya, ada ibu

kekebalan reaksi terhadap kehamilan alogenik. Reaksi konseptus

alogenik (trofoblas) adalah seperti semua cangkok jaringan alogenik

lain. Karakteristik khusus adalah bahwa penghancuran trofoblas dari

jaringan lain adalah kemampuannya untuk menghilangkan sel B

abortogenic ibu dan tanggapan sel T. Trofoblas menginduksi

immunmodulasi sehingga secara aktif membela diri dari kekebalan

tubuh ibu menyerang. Kehadiran progesteron, dan interaksinya

dengan reseptor progesteron di tingkat desidua, tampaknya

memainkan peran utama dalam strategi pertahanan (Gambar 3).

6

Gambar 3. Jalur Limfosit Th-1 dan Th-2. ER: oesterogen receptor, IL: Interleukin; IFN: interferon; LT: lymphotoxin; MS: Multiple sclerosis; RA: rheumatoid arthritis; TGF: transforminf growth factor; PDGF: platelet derived growth factor, LIF: leukemia inhibitory factor; SLE: systemic lupus erytematosus

Page 7: Isi Referat Edit

Kebanyakan kehamilan ditandai dengan dominasi imunitas humoral

dan peningkatan produksi antibodi total. Pada intinya, pembuahan

memberikan sinyal untuk sistem kekebalan tubuh dan desidua dimana

sel T tampaknya memainkan peran utama. Terjadinya glikosilasi

trofoblas mengikat lektin dan berlanjut hingga usai kehamilan tertentu

baru kemudian mengalami perubahan. Glikosilasi yang tidak memadai

mungkin mengakibatkan tidak memadainya pengakuan antigen janin

dan selanjutnya berakibat pada gagalnya kehamilan. Aktivasi dari

sistem kekebalan tubuh diperlukan untuk kehamilan yang normal,

misalnya, antigen leukosit manusia (HLA) yang cocok antara orang tua

berhubungan dengan aborsi spontan. Peningkatan jumlah reseptor

sel / T (TCR) sel positif dalam desidua memfasilitasi pengakuan dari

antigen janin.

2. Up-regulasi reseptor Progesteron dan pembebasan PIBF

Hasil luaran imunologi kehamilan adalah upregulasi dari

reseptor progesteron pada sel sel natural killer (NK) dalam desidua

atau limfosit antara sel plasenta. Dengan adanya progesteron, maka

limfosit dan sel CD56+ desidua diaktifkan sehingga mensintesis

progesterone-induced blocking factor (PIBF), yang memberikan efek

anti gagal substansial dalam vivo. Aktivitas pelindung kehamilannya

dimediasi oleh dampaknya pada (humoral B sel) dan seluler sistem (T

sel) kekebalan tubuh dan dengan pengurangan aktivitas sel NK.

3. Mekanisme efektor pada respon imun ibu

a. Sistem sel B humoral

Ketika antigen-spesifik sel B berikatan dengan

antigen,terjadi proses proliferasi. Selanjutnya, sel B mensekresi

imunoglobulin, antigen-spesifik antibodi bertanggung jawab untuk

menghilangkan target.

b. Sistem selular sel T

7

Page 8: Isi Referat Edit

Pada kehamilan yang sukses, profil normal adalah

kekebalan jenis Th-2. Sebuah pergeseran terhadap dominasi Th-1

diduga terkait dengan abortus habitualis yang tidak dapat

dijelaskan.

c. Sel Natural Killer

Sel NK adalah bagian dari respon imun bawaan dari sistem.

(Druckmann R, Druckmann M.A, 2005)

8

Page 9: Isi Referat Edit

BAB III

PROGESTERON

Progesteron merupakan hormon golongan progestin yang

terpenting pada manusia. Selain karena khasiat hormonalnya,

progesterone juga penting karena merupakan pembakal estrogen,

androgen dan adrenokortiko steroid. Hormon ini pertama kali diisolasi dari

korpus luteum.

Pada awalnya progestin yang dikenal secara alamiah adalah

progesterone. Belakangan dihasilkan jenis progestin lain yang dikenal

sebagai progestin sintetik.

A. KLASIFIKASI PROGESTERON

Progesteron merupakan steroid dengan jumlah atom karbon (C)

21, yang dengan pengurangan atau penambahan atom karbon atau

dengan aton O akan dihasilkan progestin lain. Melalui proses reduksi

progestin diubah menjadi satu bentuk inaktif yaitu pregnandiol.

Senyawa ini dipakai sebagai petanda adanya progesterone di urine.

Progesteron alamiah larut dalam lemak dan cepat mengalami

absorbsi sehingga tidak disimpan ditubuh. Untuk mengatasi

kekurangan itu, telah dibuat progestin sintetik yang larut dalam air dan

lambat diabsorbsi sehingga kerjanya lebih lama dan dapat digunakan

secara oral. Hingga kini dikenal dua golongan progestin yaitu:

1. Progestin yang berasal dari progesterone alamiah

a. Turunan progesterone

b. Turunan asetoksiprogesteron

i. Esterasi dari 17-alfa hydroxyprogesterone seperti

caproate atau acetate

ii. Derivat 17 alfa hydroxyprogesterone dengan

substitusi C6 seperti Medroxyprogesterone acetate

(MPA). Megestrol dan Chlormadinone acetate.

iii. Dydrogestrone atau dehydrogesterone (Duphaston)

9

Page 10: Isi Referat Edit

2. Progestin yang berasal dari testosteron

a. Turunan testosteron ( Ethisterone dan Dimetristerone)

b. Turunan 19 nortestosteron (testosterone tanpa grup 19-

methyl) seperti Norethisterone (Norethindrone),

Norethisterone acetate, Norethynodrel, Ethynodiol diacetate,

Norgestrel, Lynestrenol, Desogestrel, Norgestimate dan

Gestodene.

Progestin

Dua jenis progesteron yang tersedia adalah: progesteron natural

dan progesteron sintetik. Baik progesteron natural maupun progestogen

sintetik dapat digunakan untuk membantu mempertahankan kehamilan,

walaupun progestogen sintetik tidak dianjurkan pemberiannya karena

dapat membahayakan janin. Efek samping terhadap janin tidak

didapatkan pada pemakaian progesteron alami. Bahkan, penelitian

terhadap keturunan pada wanita-wanita yang menggunakan

progesteron alami selama kehamilannya memiliki anak-anak dengan

tingkat kecerdasan yang cukup baik. Diantara efek samping yang

10

Gambar 4. Klasifikasi Progesteron dan Derivatnya

Progesteron alami Progesteron sintetik

Secara struktur berkaitan dengan testosteron

Secara struktur berkaitan dengan

progesteron

17α-hidroksiprogesteron 19-norprogesteron19-nortestosteron

Derivat spironolakton

Pregnanes dengan asetat- Medroksiprogesteron asetat- Megestrol asetat- Chlormadinone asetat- Ciproterone asetat

Pregnanes tanpa asetat- Dydrogesteron- Madrogestone

Nonpregnanes dengan asetat- Nonegestrol acetat- Norsterone

Nonpregnanes tanpa asetat- Denegestone- Promegestone- Trimegestone

Drospirenone

Page 11: Isi Referat Edit

ditemukan pada pemakaian progestogen selama kehamilan adalah

organ genitalia pada bayi perempuan yang mengalami maskulinisasi.

(Lauersen N.H, 2011). Perbedaan utama diantara keduanya adalah

identik atau tidaknya bahan tersebut dengan progesteron endogen.

1. Progesteron alami

Farmakologi bahan progesteron alami secara kimia

indentik dengan progesteron endogen. Produk progesteron

yang disetujui oleh FDA termasuk kapsul oral (Prometrium), gel

pervaginam (Crinone dan Prochieve), kapsul vaginal

(Endometrin), dan injeksi intramuskular (progesteron).

Progesteron ini memiliki efek samping yang lebih sedikit

dibandingkan dengan medroksiprogesteron acetat (MPA), yang

lebih sering diresepkan berupa progestin.

Progesteron merupakan satu-satunya progestin natural

(bersamaan dengan aktivitas biologi yang mirip dengan

progesteron berupa progestin, bahan progestesional,

progastagen, progestogen, gestagen atau gestogen) dengan

aktivitas biologi penting lainnya. Progesteron alami tersedia

dalam dua bentuk oral: progesteron kristalin (sangat buruk

penyerapannya jika dikonsumsi per oral), dan bentuk

termikronisasi yang lebih baik penyerapannya. Sediaan vaginal

dan intramuskular juga tersedia. Progesteron saat ini dibuat

secara sintesis namun bekerja seperti progesteron alami tubuh

jika telah diserap kedalam aliran darah. Hal ini disebabkan oleh

zat kimia yang menyerupai progesteron yang dinamakan

progestogen yang terikat dengan reseptor progesteron tubuh

dan berfungsi pada sebagian besar tubuh, sepertihalnya

progesteron. Karena secara kimia berbeda dari progesteron

alami, kadang-kadang mempunyai efek samping atau cara kerja

yang berbeda dengan progesteron.( Thomas D, Zachariah S,

Mathew M, 2010)

11

Page 12: Isi Referat Edit

2. Progesteron sintetik

Progesteron sintetik mirip namun tidak indentik dengan

progesteron endogen. Sebagian besar progesteron diperoleh

dari progesteron maupun testosteron. Pengecualian adalah

drospirenon, yang diperoleh dari spironolakton. Drospirenone

merupakan progestin asing yang memasuki aktivitas

antimineralokortikoid dengan diuretik hemat kalium, dengan

efek yang menyerupai spironolakron dan ditemukan dalam

beberapa kontrasepsi oral seperti (yasmin, Yaz). Drospirenone

memasuki aktifitas antimineralokortikoid, dan untuk itu kadar

kalium seringkali ditentukan untuk mendapatkan niali dasar

atau monitoring lanjutan pada saat digunakan. Aktivitas ini

tampak secara klinis dalam dampaknya pada parameter

fisiolofi, berat badan, kesehatan secara umum, dan gejala yang

berkaitan dengan cairan, dan secara umum tidak

direkomendasikan bagi wanita yang menderita hipertensi.

Progestin sintetik, yang lebih poten, dibagi menjadi zat

menyerupai progesteron, atau ikatan mirip testosteron. Yang

secara struktur menyerupai progesteron termasuk 17 alfa-

hidroksprogesteron asetat (MPA), megestrol asetat, dan

cyproterone acetat. Yang secara struktur mirip dengan

testosteron yang lebih lanjut dibagi menjadi dua bentuk: yang

berkaitan dengan norethindrone (norethindone asetat,

ethynodiol asetat, noretinodrel, dan norethindrone enantrate);

dan yang berkaitan dengan levonogestrel (desogestrel,

norgestimate, dan gestodene, seringkali disebut sebagai

progestin generasi baru). secara kontras beberapa progestogen

seperti medroksiprogesteron asetat, progesteron alami

sepertinya tidak menekan kolesterol baik (HDL), tidak memiliki

dampak pada tekanan darah atau mood, dan menunjukkan

sedikit kecenderungan menyebabkan dampak peningkatan

hormon menyerupai pria seperti pertumbuhan rambut wajah.

12

Page 13: Isi Referat Edit

Tiap progesteogen sintetik memiliki berbagai efek samping dan

tidak mudah untuk digeneralisasi. Progestin sintetik

dikelompokkan sebagai berisiko untuk kehamilan kategori “X”

(kontraindikasi), sementara progesteron alami dikategorikan

sebagai berisiko untuk kehamilan kategori “B” (tanpa bukti

risiko dari penelitian). Sementara sebelumnya progesteron

alami dikategorikan sebagai berisiko untuk kehamilan kategori

“X”. (Thomas D, Zachariah S, Mathew M, 2010)

Progestogen yang secara struktur berkaitan dengan

progesteron yang dibagi menjadi prenanes, yang masuk

kedalam kelompok methyl pada carbon 10, dan nonpregnanes

yang kurang pada kelompok methyl. Pregnanes diperoleh dari

17 alfa-hidroksiprogesteron, dan norpregnanes diperoleh dari

19-norprogesteron. Pregnanes dan nonpregnanes lebih lanjut

dibagi lagi menurut apakah mengandung acetat atau tidak.

Pregnanes yang biasanya digunakan pada praktik klinis

adalah medroksiprogesteron asetat dan megestrol asetat.

Medroksiprogesterol acetat, yang dikenal dengan singkatan

MPA, tersedia dalam sediaan oral dan injeksi. Formulasi oral

(Provera) biasanya digunakan sebagai komponen esterogen

dan progestin dan dapat diresepkan secara terpisah atau

kombinasi dengan esterogen pada satu produk.

B. BIOSINTESIS, METABOLISME DAN SEKRESI (King T.L, Brucker

M.C, 2011)

Progesteron terutama dibentuk di ovarium oleh sel granulosa

folikel matang, dan korpus luteum dari bahan dasar kolesterol melalui

senyawa antara (pregnenolon) dengan bantuan enzim dehidrogenase

dan isomerase. Selain itu hormon tersebut dihasilkan pula oleh

plasenta, testis dan sel-sel korteks kelenjar adrenal. Sintesis dan

sekresinya dipengaruhi oleh hormon LH. Pada fase praovulasi hormon

ini disekresikan 1-3 mg /hari, sedangkan pada fase luteal madya

13

Page 14: Isi Referat Edit

sekresinya mencapai puncak (20-30 mg/hari). Kemudian menurun lagi

dan pada fase haid mencapai keadaan terendah karena hanya

disekresikan 1 mg/hari.

Pengubahan progesterone alamiah menjadi bentuk tidak aktif,

10-20% berlangsung dihati. Dalam 4 hari pertama setelah disuntikkan,

40-70% progesterone dapat ditemukan dalam urine dan

seperenamnya dijumpai dalam bentuk pregnandiol (metabolit biologis

inaktif) dalam bentuk terikat dengan asam glukoronat. Selebihnya 13-

20% keluar dalam feses dan 10% disimpan dalam lemak tubuh.

Progestin sintetik turunan testosteron barulah akan memiliki khasiat

biologis, jika terlebih dahulu diaktifkan di hati menjadi noretisteron.

C. SIFAT FARMAKOLOGI MENURUT RUTE PEMBERIAN

PROGESTERON (Tavaniotou A, Smitz J, Bourgain C, Devroey P,

2000)

1. Progesteron Oral

Progesteron yang dicerna secara oral dengan cepat

diabsorbsi, dan dimetabolisme oleh usus halus dan, melewati hepar

untuk pertama kali, dan dibersihkan dari sirkulasi. Konsentrasi

maksimal progesteron plasma dicapai secara simultan dengan

metabolisme progesteron dalam 4 jam. Mikronisasi progesteron

alami memperbaiki absorbsi dan bioavailabilitas. Setelah

pencernaan dari 200 mg progesteron termikronisasi, konsentrasi

progesteron serum rata-rata (dalam rentang fase luteal) dicapai

dalam 2 – 4 jam dan tetap meningkat secara signifikan dalam

waktu 6 – 7 jam.

Sifat farmakokinetik dari pemberian progesteron oral

dipengaruhi oleh asupan makanan atau oleh karakteristik dari

sediaan progesterons yaitu zat pembawanya dan ukuran partikel.

14

Page 15: Isi Referat Edit

Walaupun pemberian secara oral diragukan lagi, namun

penggunaannya berkaitan dengan berbagai efek samping sistemik

seperti mengantuk, flushing dan mual. Efek sedatif dan hipnotik

atau retensi cairan juga dikaitkan dengan progesteron atau

metabolitnya setelah pemberian oral.

Konsentrasi tinggi dari metabolit progesteron yang dihasilkan

setelah melewati jalur hepar pertama kali menyebabkan interpretasi

yang keliru dalam pemeriksaan. Karena pada pemeriksaan kadar

progesteron yang tinggi dalam serum tidak sebanding dengan

kadarnya yang ditemukan dari hasil biopsi jaringan.

2. Progesteron i.m

Pemberian progesteron i.m tidak nyaman, karena

memerlukan injeksi harian untuk mempertahankan konsentrasi

serum, terutama pada pasien-pasien dengan kegagalan ovarium

dalam program donasi oosit, dimana diperlukan terapi jangka

panjang untuk mendukung kehamilan. Selain itu pemeberian

progesteron i.m dapat menyebabkan inflamasi, kemerahan, nyeri

dan pembentukan abses steril pada daerah injeksi.

Progesteron diserap secara cepat setelah pemberian i.m.

Konsentrasi plasma yang tinggi diperoleh dalam 2 jam dan

mencapai puncaknya dalam waktu 8 jam. Konsentrasi serum

ekuivalen dengan yang terlihat selama fase luteal dicapai setelah

injeksi 25 mg progesteron. Dan telah diketahui pula daerah i.m

tempat injeksi dapat berfungsi sebagai depot, dengan akumulasi

progesteron didalam jaringan lemak, sehingga menghasilkan

konsentrasi progesteron serum berkelanjutan setelah injeksi i.m jika

dibandingkan dengan pemberian secara rektal maupun vaginal.

Namun demikian pada penelitian didaptkan konsentrasi yang lebih

stabil pada pemberian vaginal. Pada penelitian randomized,

dibandingkan dengan progesteron termikronisasi (200 mg) dengan

progesteron (50 mg), didapatkan konsentrasi progesteron serum

15

Page 16: Isi Referat Edit

maksimal lebih tinggi, dan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai

konsentrasi tersebut lebih lama pada pemberian progesteron i.m.

Selain itu, bioavailabilitas relatif dari progesteron oral secara

signifikan lebih rendah, hanya 10% dari yang diobservasi setelah

pemberian progesteron i.m,mengalami penundaan dalam absorbsi

progesteron, namun dengan availabilitas dari bentuk dosis ini.

3. Progesteron vaginal

Epitel mukosa vagina merupakan epitel yang siap

mengabsorbsi protein dan lemak. Diketahui bahwa vagina

kemungkinan mempunyai efek sebagai reservoir dan mukosa

vagina dapat berfungsi sebagai membran yang spesifik sehingga

hanya membiarkan progesteron dalam jumlah tertentu saja yang

dapat diserap. Absorbsi progestron lebih lanjut dipegaruhi oleh

formulasi yang digunakan, apakah dalam bentuk tablet,

suppositoria, krim, cairan berbasis minyak atau gel policarbophil.

Pemberian progesteron transvaginal berkaitan dengan beberapa

efek samping, seperti fleg, iritasi atau rasa panas.

Pemberian secara vaginal menyebabkan terhindarnya

metabolisme jalur pertama dalam saluran gastrointestinal dan

hepar, dan pada mencapai konsentrasi plasma yang tetap. Setelah

pemberian progesteron secara vaginal, kadar progesteron plasma

mencapai konsentrasi maksimal dalam waktu 3 – 8 jam, tergantung

dari formulasi yang digunakan. Dan menurun secara bertahap

selama 8 jam. Pemberian secara vaginal lebih cepat hilang dari

sirkulasi dibandingkan dengan pemberian i.m. Dosis yang

dibutuhkan untuk mencapai kadar konsentrasi progesteron serum

pada rentang fase luteal lebih tinggi pada progesteron vaginal (100

mg) dibandingkan dengan progesteron i.m (25 mg). Perbandingan

dari dosis yang sama (300 mg) dari progesteron krim vaginal

dengan kapsul progesteron oral termikronisasi, maka formulasi

vaginal lebih diminati, karena seluruh pasien mencapai konsentrasi

16

Page 17: Isi Referat Edit

progesteron fase lutel dalam grup vaginal dibandingkan dengan

hanya dua dari lima pasien pada kelompok oral. Jumlah dosis

harian yang penting untuk mencapai konsentrasi progesteron

serum yang berkesinambungan tergantung dari formulasi yang

digunakan. Yang paling sering digunakan adalah progesteron 300-

600 mg yang diberikan setiap hari di bagi menjadi lebih dari dua

atau tiga dosis. Namun demikian disarankan dosis yang lebih

rendah (45- 90 mg) diberikan sekali sehari atau sekali ganti hari,

kemungkinan lebih efektif dalam formulasi yang dilepaskan secara

berkesinambungan.

D. CARA KERJA SUPLEMEN PROGESTERON PADA KEHAMILAN

DINI

Obat-obat steroid yang menyerupai progesteron memiliki berbagai

efek yang bervariasi dalam sistem imun. Tipe pengobatan ini bekerja

diantaranya dengan cara:

1. Menghambat inflamasi yang dapat menyebabkan kerusakan

pada plasenta

2. Menghambat sel T dan Sel B (limfosit) yang dapat menimbulkan

penolakan dari plasenta

3. Menghambat sel Natural Killer dalam membebaskan faktor-

faktor seperti tumor necrosis factor (TNF) yang dapat merusak

plasenta dan perkembangan uterus.

4. Mencegah limfosit masuk, dan bertahan hingga merusak

plasenta

5. Menyebabkan peningkatan produksi HCG oleh plasenta, dan

HCG dan proprogesteron menghambat kemampuan

“membunuh” dari sel NK

6. Mencegah produksi prostaglandin oleh uterus dan

menghentikan kontraksi muncul

17

Page 18: Isi Referat Edit

7. Menyebabkan produksi hambatan dari serviks yang kaya akan

antibodi, yang mencegah kuman-kuman dan virus sehingga

tidak memperoleh akses menuju bayi dan plasenta.

E. INDIKASI PEMBERIAN PROGESTERON

Pengunaan progesteron dan analognya mempunyai aplikasi

medis yang berbagai macam, baik untuk kondisi akut atau pada

penurunan kadar progeasteron natural yang terjadi dalam jangka

panjang.

Beberapa kondisi spesifik dalam pemakaian progesteron antara

lain adalah:

1. Untuk membantu kehamilan pada siklus Teknik Reproduksi

Berbantu seperti In-vitro Fertilisation (IVF). Dimana pemberian

injeksi harian dari progesterone-in-oil (PIO) merupakan salah satu

standar rute pemberian. Pemberian PIO injeksi belum disetujui oleh

FDA untuk penggunaan dalam kehamilan. Meta-analisis

menunjukkan pemberian intravaginal dengan dosis yang sesuai

dan frekuensi pemberian dosis memberikan equivalen dengan

pemberian injesi intramuskular harian. sebagai tambahan,

penetilian berdasarkan kasus yang membandingkan pemberian

progesteron vaginal dengan injeksi PIO menunjukkan angka rata-

rata kelahiran hidup hampir sama.(Zarutskiea PW, Phillips , 2007;

Khan N, Richter KS, Lake EJ, 2007)

2. Pemberian progesteron secara vaginal diteliti dapat memberikan

keuntungan dalam mencegah persalinan preterm pada wanita-

wanita dengan risiko persalinan preterm. Penelitian pendahuluan

oleh Fonseca menyarankan pemberian progesteron vaginal dapat

mencegah persalinan preterm pada wanita dengan riwayat

persalinan preterm. (DeFranco EA, O’Brien JM, Adair CD, et al,

2007).

18

Page 19: Isi Referat Edit

Pada penelitian lain, pemberian progesteron vaginal

menunjukkan lebih baik dibandingkan dengan placebo dalam

mengurangi angka persalinan preterm dibawah 34 minggu pada

wanita-wanita dengan cervix yang sangat pendek.(Foncesca EB,

Celik E, Parra M, et al, 2007) Sebuah metaanalisis yang diterbitkan

pada tahun 2011 menemukan bahwa pemberian progesteron

vaginal memotong risiko persalinan prematur hingga 42 persen

pada wanita-wanita dengan cervix yang pendek.(Hassan SS,

Romero R, Vidyadhari D, et al, 2011).

F. EFEK SAMPING PEMBERIAN PROGESTERON

Yang perlu diperhatikan pada pemberian progesteron pada

kehamilan adalah manifestasi dini dari kelainan trombotik

(tromboflebitis, kelainan cerebrovaskuler, embolisme paru dan

trombosis retina). Bila kondisi ini terjadi, maka pengobatan harus

dihentikan segera. sementara bila akan diberikan juga maka, pasien-

pasien dengan risiko gangguan trombotik harus dibawah pengawasan

yang hati-hati.(CICRONE product monograph, 2011).

Selain itu juga terdapat kemungkinan kejadian hipospadia pada

anak dengan ibu yang mendapat progestogen pada kehamilan dini

terutama pada anak-anak yang didapatkan melalui fertilisasi in vitro.

(Silver 1999). Peningkatan insiden hipospadia tersebut mungkin

didapatkan dari dokumentasi umum peningkatand ati insiden seluruh

malformasi kongenital pada anak-anak yang dari pembuahan IVF.

(Olson 2005) penelitian berdasarkan populasi lainnya tidak

menemukan hubungan ini.(Dudas 2006)

19

Page 20: Isi Referat Edit

Preparat Sediaan Dosis penggunaan Remarks

Progesterone Tablet 10, 25 mg

Injeksi 25 mg/mL

Fungsional uterin bleeding : 5 – 10 mg IM per hari

Abortus habitualis: 1 – 2 mg perhari

Abortus iminen: 5 – 10 mg/hari

Katabolik ringan

Derivat Progesteron

Hydroxyprogesterone caproate (Prolution

Depot)

*Medroxyprogesterone acetate (Provera,

Farlutal, Modes)

Dydrogesterone (Duphaston)

Allylestrenol (Gestanin)

Megestrol

Inj. 125 dan 250

mg/ml

Tab. 5 dan 10 mg

Inj 50 mg/1 ml

Tab. 5 mg

Tab. 5 mg

Abortus iminen dan abortus habitualis: 125 – 500 mg perminggu IM, perdarahan uterus

abnormal : dosis yg sama

Perdarahan uterus abnormal: 5 – 10 mg perhari, abortus iminen dan abortus habitualis : 10 –

40 mg perhari peroral, atau 50 – 100 mg IM perminggu

Dismenore: 10 – 25 mg perhari; dosis yang sama juga digunakan untuk abortus iminen dan

perdarahan uterus abnormal pada endometriosis: 30 mg perhari, 5 0 10 mg per hari

Digunakan pada pil kombinasi kontrasepsi oral

Katabolik ringan, kerja jangka

panjang (8-14 hari)

Katabolik ringan

Dosis tidak menghambat ovulasi.

Katabolik ringan

Derivat dari testosteron

*Dimethisterone Tab. 5 mg 15 mg perhari Estrogenik ringan

Derivat 19 nor-testosterone

*Norethisterone (Primolut N)

*Norethisterone acetate (Regestrone)

*Norethynodrel

Ethynodiol diacetate

Lynestrenol (Orgametril)

Desogestrel

Tab. 1, 2 dan 5 mg

Tab 5 dan 10 mg

Tab. 5 dan 10 mg

Tab 0.5 mg

Amenore primer dan sekunder : 5 – 15 mg perhari: perdarahan uterus abnormal: 10 – 30 mg

perhari; endometriosis 10 – 20 mg/hari

2.5 hingga 15 mg perhari. Indikasi sama dengan norethisterone

Amenore primer dan sekunder 5 – 10 mg perhari, endometriosis: 20 – 30 mg/hr

Digunakan dapal pil kombinasi kontrasepsi oral

5 – 10 mg perhari

Digunakan dalam pil kombinasi kontrasepsi oral

Androgenik dan kerja anabolik

Androgenik ringan dan anabolik

Estrogenik

Tabel 1. Sediaan dan Penggunaan Klinis Progesteron dan Derivatnya

20

Page 21: Isi Referat Edit

BAB IV

PROGESTERON PADA KEHAMILAN DINI

Sehubungan dengan terbatasnya pengetahuan mengenai persitiwa

yang terjadi pada kehamilan dini, standar protokol penelitian gagal dalam

mengidentifikasi etiologi dari keguguran yangn terjadi pada hampir 50%

dari wanita yang mengalami, dan tidak ada regimen terapi tertentu yang

dapat diberikan. Tempfer CB, KurzC, Bentz EK, 2006, Scott JR, 2003, Rai

R, Backos M, Baxter N et al, 2000

Progesteron disekresikan secara primer oleh korpus luteum

dibawah pengaruh human chorionic gonadotropin (hCG), dan mempunyai

peran penting dalam mempertahankan kehamilan dini. Lebih dari 25 tahun

yang lalu, penelitian pada manusia menunjukkan bahwa dengan

membuang korpus luteum sebelum kehamilan delapan minggu

menyebabkan keguguran. Sebagai tambahan, insufisiensi atau defek

pada fase luteal (LPD), yang didefinisikan sebagai kadar progesteron

serum <10ng/mL pada fase midluteal, dan telah dilaporkan muncul pada

lebih dari 35% wanita dengan abortus berulang, walaupun hubungan

antara LPD dan abortus berulang masih spekulatif, dan beberapa penulis

menganggap bahwa kadar yang rendah dari progesteron dapat

merupakan gambaran dari kehamilan yang telah gagal bukan merupakan

penyebab gagalnya kehamilan.(Manyonda IT, 2006; American College of

Obstetricians and Gynecologists, 2002)

Namun demikian, progesteron tidak diragukan lagi merupakan

hormon kunci untuk mempertahankan kehamilan, dan mempunyai banyak

fungsi selama kehamilan. Diantaranya adalah memfasilitasi dan

membantu endometrium agar lebih reseptif terhadap embrio yang masih

dini dengan merangsang perubahan sekretori yang penting bagi

berhasilnya implantasi dan mempertahankan kehamilan normal, dan

menginduksi ketenangan dari uterus dengan menekan kontraktilitas

miometrium melalui upregulasi sintesis nitrat oksida pada endometrium.

(Potdar N, Konje JC, 2005; Simoncini T, Caruso A, Giretti MS, 2006)

21

Page 22: Isi Referat Edit

Berdasarkan temuan ini, suplementasi progesteron telah digunakan

untuk membantu mempertahankan kehamilan dini pada beberapa dekade

terakhir, dengan mengenyampingkan berbagai tingkat keberhasilan, dan

kontradiksi yang terjadi, dan berbagai perubahan pandangan terhadap

efikasinya.(Oates-Whitehead RM, Haas DM, Carrier JAK, 2003; El-Zibdeh

MY,2005)

Penggunaan progesteron pada kehamilan telah dipakai selama

hampir 60 tahun. Penggunaannya pada mulanya pada pasien-pasien

dengan abortus spontan akibat defisiensi fase luteal. Defisiensi fase luteal

terjadi akibat kegagalan fungsi korpus luteum pada produksi progesteron

oleh korpus luteum tidak memadai selama 7 minggu pertama kehamilan.

Pengangkatan korpus luteum melalui tindakan bedah selama periode ini

menyebabkan keguguran dan pemberian pengganti progesteron dapat

mempertahankan kehamilan. Terdapat bukti yang mendukung pemikiran

bahwa progesteron yang diberikan pada kehamilan dini dapat bermanfaat

pada wanita dengan abortus berulang dan pengukuran kadar progesteron

dalam serum pada kehamilan dini dapat menjadi marker untuk analisa

lebih lanjut terhadap kehamilan yang bermasalah.

Progesteron menyediakan dan memberikan kesempatan pada

endometrium untuk lebih reseptif terhadap embrio awal dengan memicu

perubahan sekretori yang penting demi berhasilnya implantasi dan

pemeliharaan kehamilan normal, dan memicu ketenangan uterus dengan

menekan kontraktilitas miometrium melalui upregulasi dari sintesis nitrat

oksida dalam endometrium. Aplikasi terapeutik dari progesteron dalam

kehamilan sangat terbatas pada pencegahan dan pengobatan dari

abortus iminen karena kurangnya randomized controlled trials dan

perbedaan dosis dan populasi yang diteliti.(Duan L, Yan D, Zeng W, dkk,

2010)

Mayoritas dari literatur terdahulu telah fokus lebih utama pada

evaluasi dari dampak progesteron pada luaran kehamilan pada abortus

iminen. Walaupun progesteron telah digunakan selama beberapa tahun

dalam jumlah yang besar pada wanita-wanita dengan abortus iminen,

22

Page 23: Isi Referat Edit

tidak terdapat penelitian epidemiologi yang terkontrol dari luaran obstetrik

dan perinatal, termasuk persalinan preterm, komplikasi kehamilan dan

berat badan lahir rendah, pada wanita dengan terapi progesteron yang

telah dipublikasikan.(Duan L, Yan D, Zeng W, dkk, 2010)

Farmakokinetik dan farmakodinamik progesteron telah dipelajari

dengan baik, dimana telah disensitisasi pada tahun 1935 dan sekarang

tersedia secara komersil. Walaupun pemberian progesteron secara

intramuskular bisa memicu abses non septik,ini merupakan satu satunya

rute pemberian yang menghasilkan kadar yang optimal dalam darah.

(Duan L, Yan D, Zeng W, dkk, 2010)

Suatu protokol berdasarkan pemberian progesteron pada abortus

iminen telah dievaluasi pada beberapa randomized controlled trial.

Hasilnya menunjukkan efikasi yang sedikit namun bermakna jika

dilakukan perbandingan dengan plasebo.

Pada penelitian oleh Duan L, Yan D, Zeng W, dkk, 2010,

mendapatkan pada pemberian progesteron dapat meningkatkan angka

keberhasilan untuk kehamilan berikutnya setelah abortus berulang dan

memperbaiki luaran kehamilan pada wanita dengan abortus iminen.

Suatu penelitian retrospective cohort study dilakukan untuk menilai

rata-rata kehamilan klinis dengan IVF dan angka rata-rata lahir hidup

antara pasien yang mendapatkan suplementasi progesteron selama

kehamilan trimester pertama (protokol trimester pertama) pada usia

kehamilan 12 minggu dibandingkan dengan setelah positif beta hCG 2

minggu setelah pengambilan (protokol luteal) pada 4 minggu usia

kehamilan. Pada penelitian tersebut didapatkan angka rata-rata yang

pada 7 minggu (81.8% luteal protocol vs. 85.8% first trimester protocol;

P_.49) dan untuk rata-rata kelahiran hidup (76.8% luteal protocol vs.

75.0% first trimester protocol; P_.80), namun terjadi kecenderungan angka

keguguran yang tinggi setelah kehamilan 7 minggu pada protokol

pemberian progesteron trimester pertama (15.5% vs. 4.4%; P_.06),

menunjukkan pemberian progesteron pada trimester pertama dapat

23

Page 24: Isi Referat Edit

membantu kehamilan dini melewati 7 minggu dengan menunda

keguguran namun tidak memperbaiki rata-rata kelahiran hidup.

Sebagai kesimpulan, suplemetasi progesteron selama kehamilan

trimester pertama tidak memperbaiki angka kelahiran hidup, namun dapat

mendukung perkembangan kehamilan dini sampai 7 minggu. Fase luteal

trimester pertama yang dibantu dengan progesteron menunjukkan

kecenderungan kearah penundaan proses abortus namun tidak

mencegah abortus. Penelitian ini menujukkan upaya suplementasi pada

trimester pertama dari kehamilan dini tidak di sepenuhnya bermakna.

24

Page 25: Isi Referat Edit

Tabel 2. Rata-rata kehamilan klinis dan rata-rata kelahiran hidup pada

suplementasi progesteron pada fase luteal vs trimester pertama

Pada penelitian oleh Proctor A dkk, 2006, pemberian suplemen

progesteron intramuskular (IM) menunda keguguran namun tidak

memperbaiki rata-rata kelahiran hidup. Hasil ini konsisten dengan

penelitian lain, dimana menunjukkan bahwa pemakaian progesteron yang

diperpanjang setelah IVF tidak memberikan keuntungan. Penelitian

Proctor dkk, menggunakan suplementasi progesteron IM karena

mempertimbangkan pemberian vaginal tidak efektif pada siklus IVF,

beberapa rute pemberian progesteron tersedia:oral, vaginal, dan IM.

(Proctor A, Hurst BS, Marshburn PB, dkk, 2006)

Pemberian progesteron IM menghasilkan kadar yang tinggi dalam

serum sebaik respon yang diperkirakan pada jaringan, dan seringkali

digunakan pada program teknologi reproduktif bantu (Assisted

Reproductive Technology). Terapi standard adalah dengan memberikan

progesteron IM dengan dosis harian 25-50 mg per malam. Kerugian

utama dari pemberian IM adalah rasa nyeri dan biaya yang lebih mahal.

Sebahian besar protokol penatalaksanaan IVF menyarankan pemberian

progesteron terus menerus sampai minimal kehamilan 8 – 10 minggu. Hal

ini berdasarkan pada pertimbangan pengambilan oosit dapat

menyesuaikan dengan perkembangan dan fungsi korpus luteum normal.

Proctor A, Hurst BS, Marshburn PB, dkk, 2006

Uji penelitian random turut mendukung penggunaan rutin GnRH

agonis atau antagonis pada siklus IVF untuk membantu luteal. Dua

penelitian meta analisis besar melaporkan adanya perbaikan klinis rata-

rata kehamilan pada pasien dengan suplementasi progesteron pada masa

25

Page 26: Isi Referat Edit

luteal. Namun, hanya terdapat sedikit data yang mendukung perpajangan

penggunaan progesteron selama trimester pertama siklus IVF. Satu

penelitian random prospektif telah meneliti dampak suplementasi

hormonal pada kehamilan dini dengan IVF. Pasien menerima kombinasi

esterogen dan progesteron IM sampai kehamilan 12 minggu mengalami

angka rata-rata klinis kehamilan sebesar 89% dibandingan hanya 59%

pada kelompok tanpa suplementasi. Kesimpulan dari penelitian tersebut

bahwa suplementasi hormonal profilak dapat direkomendasikan pada

seluruh kehamilan setelah stimulasi ovarium dengan IVF. (Proctor A,

Hurst BS, Marshburn PB, dkk, 2006)

Penelitian retrospektif telah mengevaluasi pentingnya penggunaan

suplementasi progesteron pada siklus IVF setelah diperoleh hasil tes

kehamilan yang positif. Satu penelitian retrospektif tidak terkontrol

membandingkan 200 wanita hamil yang mendapatkan progesteron

pervaginam pada awal hari transfer embrio dan dilanjutkan selama 3

minggu kemudian pada kehamilan, dengan 200 pasien yang tidak

melanjutkan menggunakan progesteron ketika hCG serum positif. Dari

200 kehamilan dimana progesteron tidak dilanjutkan, 63% berakhir

dengan kelahiran hidup dibandingkan dengan 64% pada kelompok tidak

terkontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa penarikan progesteron

vaginal pada saat tes kehamilan positif tidak mempunyai dampak pada

angka abortus atau rata-rata kelahiran hidup. Penelitian oleh pusat IVF

melaporkan hasil yang sama pada pasien-pasien yang menggunakan

200mg progesteron vaginal tiga kali sehari dimulai pada hari pertama

transfer embrio. (Proctor A, Hurst BS, Marshburn PB, dkk, 2006)

Satu penelitian retrospektif mengevaluasi luaran pada pasien yang

menerima 50 mg progesteron secara IM dimulai dari hari pengambilan

oosit. Suplementasi tidak dilanjutkan pada saat tes kehamilan positif pada

pasien hamil dengan kadar progesteron serum >60 ng/mL. Pada wanita-

wanita tersebut, kadar progesteron dipertahankan >30ng/mL tanpa

bantuan dan menghasilkan angka kelahiran yang sesuai. (Proctor A, Hurst

BS, Marshburn PB, dkk, 2006)

26

Page 27: Isi Referat Edit

BAB V

KESIMPULAN

1. Progesteron merupakan hormon kunci dalam mempertahankan

kehamilan dan ternyata memiliki banyak fungsi selama kehamilan

2. Terdapat berbagai derivat progesteron alami maupun sintetik dan

ditujukan untuk indikasi yang berbeda-beda.

3. Progesteron juga memegang peranan dalam imunomodulasi pada

kehamilan dini.

4. Suplementasi hormonal profilak dapat direkomendasikan pada seluruh

kehamilan setelah stimulasi ovarium dengan IVF

5. Progesteron banyak digunakan pada terapi abortus iminen,

pencegahan abortus berulang, dan membantu fase luteal pada

program reproduksi yang dibantu.

6. Suplemetasi progesteron selama kehamilan trimester pertama tidak

memperbaiki angka kelahiran hidup, namun dapat mendukung

perkembangan kehamilan dini sampai 7 minggu

27

Page 28: Isi Referat Edit

DAFTAR PUSTAKA

American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). ACOGpractice bulletin. Management of recurrent early pregnancy loss. Int J Gynecol Obstet 2002; 78: 179–190

DeFranco EA, O’Brien JM, Adair CD, et al. Vaginal progesterone is associated with a decrease in risk for early preterm birth and improved neonatal outcome in women with a short cervix: a secondary analysis from a randomized double-blind, placebo-controlled trial”. Ultrasound Obstetri and Gynecology 30 (5): 697-705.

Druckmann R, Druckmann M-A. Progesterone and the immunology of pregnancy. Journal of steroid Biochemistry and Molecular Biology 97: 389-396, 2005)

Duan L, Yan D, Zend W. Effect of progesterone treatment due to threatened abortion in early pregnancy for obstetric and perinatal outcomes. Elsevier 2010

Dudas I, Gidai J, Czeizel AE. Population-based case-control teratogenic study of hydroxyprogesterone treatment during pregnancy. Congenital Anomalies 2006;46(4):194–8.

El-Zibdeh MY. Dydrogesterone in the reduction of recurrent spontaneous abortion. J Steroid Biochem Mol Biol 2005; 97: 431–434.

Fancesco EB, Celik E, Parra M, et al. Progesterone and the risk of preterm birth among women with a short cervis. N. Engl. J. Med. 357 (5): 462-9, 2007.

Hassan SS, Romero R, Vidyadhari et al. Vaginal progesterone reduces the rate of preterm birth in women with sonographic short cervix: a multicenter randomized, double-blind, placebo-controlled trial. Ultrasound Obtetri Gynecology 38(1): 18-31. 2011.

Khan N, Richter KS, Blake EJ, et al. Case-matched comparison of intramuscular versus vaginal progesterone of luteal phase support after in vitro fertilization and embryo transfer. Presented at: 55th Annual Meeting of the Pasific Coast Reproductive Society; April 18-22, 2007; Rancho Mirage, CA

King T.L, Brucker M.C. Pharmacology fro Women’s Health. Jones and Bartlett Publisher. Canada: 2011

Lauersen N.H. The Difference Between Natural Progesterone and Synthetic Progestogen. Diakses dari www.tidesolife.com, 2011.

28

Page 29: Isi Referat Edit

Manyonda IT. The immunology of recurrent spontaneous miscarriage. In: The Immunology of Human Reproduction. 1st edn. London: Taylor & Francis, 2006, pp. 59–77.

Progesterone Support in Pregnancy. Diakses dari www.naprotechnology.com, 2011.

O’Brien JM, Adair CD, Lewis DF, et al. Progesterone vaginal gel for the reduction of recurrent pretermbirth: primary result from randomized, double blind, placebo-controlled trial. Ultrasound Obsetri Gynecology 20 (5): 687-96.

Oates-Whitehead RM, Haas DM & Carrier JAK. Progestogen for preventing miscarriage. Cochrane Database Syst Rev 2003; 4: CD003511.

Olson CK, Keppler-Noreuil KM, Romitti PA, Budelier WT, Ryan G, Sparks AE, et al.In vitro fertilization is associated with an increase in major birth defects. Fertility and Sterility 2005;84(5):1308–15.

Potdar N & Konje JC. The endocrinological basis of recurrent miscarriage. Curr Opin Obstet Gynecol 2005; 17: 424–428

Proctor A, Hurst BS, Marshburn PB dkk. Effect of Progesterone supplementation in early pregnancy on the pregnancy outcome after in vitro fertilization. Fertil Steril 2006;85:1550-2

Rai R, Backos M, Baxter N et al. Recurrent miscarriage – an aspirin a day? Hum Reprod 2000; 15: 2220–2223

Scott JR. Immunotherapy for recurrent miscarriage. Cochrane Database Syst Rev 2003; 1: CD000112.

Silver RI, Rodriguez R, Chang TS, Gearhart JP. In vitro fertilization is associated with an increased risk of hypospadias. Journal of Urology 1999;161(6):1954–7.

Simoncini T, Caruso A, Giretti MS et al. Effects of dydrogesterone and of its stable metabolite, 20-a-dihydrogesterone, on nitric oxide synthesis in human endothelial cells. Fertil Steril 2006; 86(Suppl 3): 1235–1242.

Speroff, L and Fritz, M.A. Clinical Gynecologic and Endocrinology and Infertility. Panama: Lippicott William and Wilkins. 7th Ed. 2005.

Tavaniotou A, Smitz J, Bourgain C, Devroey P. Comparison between different routes of progesterone administration as luteal phase support in infertility treatments. European Society of Human Reproduction end Embryology. 2000 Vol.6 No. 2 pp.139-148

29

Page 30: Isi Referat Edit

Tempfer CB, Kurz C, Bentz EK et al. A combination treatment of prednisone, aspirin, folate, and progesterone in women with idiopathic recurrent miscarriage: a matched-pair study. Fertil Steril 2006; 86: 145–148.

Thomas D, Zachariah S, Mathew M, dkk. Evidence shift on Pregnancy Risk of Progestin. Calicut Medical Journal 2010; 8(1):e4.

Zarutskiea PW, Phillips JA. Re-analysis of vaginal progesterone as luteal phase support (LPS) in assisted reproduction (ART) cycles. Fertility and Sterility 88 (supplement 1): S113. doi:10.1016/j.fertnstert.2007.07.365

Impey L, Child T. Obstetrics and Gynecology 4th ed. Wiley Blackwell. USA, 2012: 118.

30