Download - isi makalah

Transcript
Page 1: isi makalah

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Anestesi merupakan tahapan yang sangat penting pada tindakan pembedahan,

karena pembedahan tidak dapat dilakukan bila anestesi belum dilaksanakan dan

sebagian besar dilakukan dengan anestesi umum. Sejarah menunjukkan ilmu bedah

mengalami revolusi pesat setelah eter ditemukan sebagai anestetik oleh William

Thomas Green Morton pada tahun 18461,2 Anestesi umum adalah suatu keadaan

reversible yang mengubah status fisologis tubuh, ditandai dengan hilangnya

kesadaran (sedasi),hilangnya persepsi nyeri (analgesia), hilangnya memori

(amnesia), dan relaksasi3,4.

Induksi pada anestesia umum adalah tindakan untuk membuat pasien menjadi

tidak sadar dari keadaan sadar yang ditandai dengan hilangnya refleks bulu mata,

sehingga memungkinkan dimulainya anestesia dan tindakan pembedahan. Induksi

anestetik dapat dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuskular atau rektal.

Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah terpasang

jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena hendaknya dikerjakan

dengan hati-hati, perlahan-lahan, smooth dan terkendali. Obat induksi bolus

disuntikkan dalam kecepatan antara 30 – 60 detik5. Tujuan pemberian anastetik secara

intravena yaitu induksi anestetik, induksi dan pemeliharaan anestetik pada tindakan

bedah singkat, menambah efek hipnotis pada anestetik lokal, dan menimbulkan sedasi

pada tindakan medis6.

Pemantauan kadar gula penting pada pasien rawat inap mengingat efek

samping dari peningkatan kadar gula selama perawatan. Kontrol gula yang baik

memperbaiki tingkat mortalitas dan morbiditas pasien. Pengelolaan kadar glukosa

yang baik tersebut ditargetkan untuk mempertahankan kadar gula diantara 60-140

mg/dL. Stres dapat menginduksi gangguan dan aktivasi aksis hipotalamushipofisis

1

Page 2: isi makalah

adrenal (aksis HPA) seperti stress trauma dan pembedahan menyebabkan

peningkatkan kadar gula darah7,8.

Tindakan operasi akan menyebabkan terjadinya suatu stress. Stress operasi

dapat merupakan stress psikologi, stress anestesi dan stress pembedahan. Respon

stress normal dicirikan oleh respon sympathetic neurohormonal akibat stimulasi dari

sympathoadrenergik dan pituitary pathways mengakibatkan peningkatan level pada

norepinefrine, epinefrine, glucagon dan cortisol9. Perubahan kadar gula darah

(hiperglikemia maupun hipoglikemia) yang terjadi akibat stres psikologi dan stres

anestesi dapat mengakibatkan kondisi yang tidak yang menguntungkan sesudah

operasi seperti memperlambat waktu pemulihan ataupun efek-efek yang tidak

menguntungkan akibat perubahan tersebut9.

Glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang beredar dalam tubuh dan di

dalam sel merupakan sumber energi. Bila glukosa memasuki sel, enzim-enzim akan

memecahnya menjadi bagian-bagian kecil yang pada akhirnya akan menghasilkan

energi, karbon dioksida dan air. Maka dari itu, glukosa merupakan suatu metabolit

yang penting bagi kelangsungan hidup manusia. Agar dapat berfungsi secara optimal,

tubuh hendaknya dapat mempertahankan konsentrasi gula darah (dalam bentuk

glukosa) dalam batas tertentu10.

Hepar merupakan organ yang dapat menyimpan dan mengeluarkan glukosa

sesuai kebutuhan tubuh. Kelebihan glukosa akan disimpan didalam hati dalam bentuk

glikogen. Bila persediaan glukosa darah menurun, hati akan mengubah sebagian

glikogen menjadi glukosa dan mengeluarkannya ke dalam aliran darah. Glukosa ini

akan dibawa oleh darah ke seluruh bagian tubuh yang memerlukan, seperti otak,

sistem saraf, jantung dan organ tubuh yang lain10.

Pada anak hanya sedikit mempunyai cadangan glikogen di hepar. Bila pasien

dipuasakan akan terjadi pemecahan glikogen di hati dan otot menjadi asam laktat dan

piruvat, sehingga bila masukan peroral terhenti selama beberapa waktu akan dengan

mudah menjadi hipoglikemia yang dapat berakibat fatal terutama bagi sel otak3.

2

Page 3: isi makalah

Obat induksi diantaranya adalah propofol, etomidate, pentothal, ketamine.

Etomidate merupakan obat induksi yang cukup baik dibandingkan obat induksi lain

terutama dalam hal respon kardiovaskular dan onsetnya yang cepat. Penggunaan obat

induksi mempunyai indikasi yang berbeda tergantung dari kondisi pasien.

Dibandingkan obat induksi lain seperti propofol thiopental ataupun metohexital,

etomidate lebih murah dan menjadi pilihan yang baik untuk induksi karena

keuntungannya dalam hal onset aksi yang cepat dibandingkan dengan propofol yang

onsetnya ± 40 detik etomidate dapat mencapai onset 30 detik11. Propofol merupakan

derivat fenol dengan nama kimia di-iso profil fenol yang banyak dipakai sebagai obat

anestetik intravena. Propofol merupakan anestetik intravena golongan nonbarbiturat

yang efektif dengan onset cepat dan durasi yang singkat12.

Etomidat merupakan agen hipnotik sedative yang dapat digunakan untuk

menginduksi anestesi umum dan agen ini hanya sedikit menimbulkan gangguan

fungsi kardiovaskuler13,14,15,16. Tidak ada bukti bahwa satu dosis induksi etomidat

memiliki efek pada morbiditas dan mortalitas11,17. Akibat keunggulan yang dimiliki

etomidat maka etomidat sering digunakan terutama untuk induksi pasien geriatri atau

sakit kritis. Struktur kimiawi etomidat mengandung cincin imidazole sehingga dapat

menekan sintesis steroid adrenokortikal18. Penekanan fungsi kelenjar adrenal terjadi

bahkan pada pemberian etomidat dengan dosis sub hipnotik19,20.

Etomidat menekan sintesis steroid adrenokortikal lewat inhibisi 11-

Bihydroxylase. Enzim sitokrom P450 dibutuhkan untuk sintesis kortisol.

Kortikosteron, aldosteron dan inhibisi sintesis kortisol dapat berakibat pada

penurunan kadar gula darah21. Hal ini juga didukung oleh temuan Banerjee (1996)

yang mengungkapkan fenomena turunnya kadar gula darah pada pasien di Inggris

dengan menggunakan etomidat dan didapatkan hasil kondisi hipoglikemi pasca

anestesi setelah induksi etomidat22. Respon hipoglikemi seiring efek supresi adrenal

dari etomidat dilaporkan bersifat reversibel dan dapat bertahan dalam waktu kurang

dari 24 jam (< 8 jam pada sebagian kasus sekitar 2 sampai 8 jam setelah diberikan)18.

Etomidat dikenal pula dengan istilah “chemical adrenalectomy” yang memberikan

3

Page 4: isi makalah

kehati-hatian akan penggunaan etomidat pada saat mempertahankan kondisi

teranestesi (atau sedasi di ICU) pada pemberian dosis tunggal bolus untuk pasien

yang sakit kritis23.

Propofol sebagai agen induksi anestesi intravena dapat menekan sintesis

hormone katekolamin dan mengakibatkan menurunan kadar gula darah24. Namun

pada penelitian lain yang dilakukan Oeztekin (2007) menunjukkan bahwa pengaruh

perubahan kadar gula selama pemberian propofol sebagai induksi tidak memberikan

perubahan bermakna pada pasien yang menjalani prosedur operasi CABG25.

Penelitian yang dilakukan Myles P (1995) pada 22 pasien yang menjalani operasi

kardiak elektif menunjukkan bahwa pemberian propofol mengakibatkan hiperglikemi

secara bermakna (P<0,005).16 Kitamura T (2009) menunjukkan bahwa pemberian

propofol menurunkan kadar gula hiperglikemi durante operasi dan hal ini terkait

dengan penurunan sekresi katekolamin26.

Etomidat dan propofol menurunkan aktivitas elektrik otak dan dengan

demikian menurunkan kebutuhan oksigen seluler. Etomidat mempertahankan

stabilitas kardiovaskuler dan dapat memberikan keuntungan pada pasien dengan

gangguan fungsi jantung. Propofol juga memberikan respon pulih bangun cepat pada

pasien dan memudahkan penilaian neurologis diakhir operasi27.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan melakukan penelitian perbedaan

pengaruh pemberian propofol 2,5 mg/kg intravena dan etomidat 0,2 mg/kg intravena

terhadap kadar gula darah secara serial.

I.2 Perumusan Masalah

Permasalahan yang dapat dari penelitian ini adalah :

1. Apakah pemberian propofol dan etomidat secara intravena dapat

menurunkan kadar gula darah?

2. Apakah propofol dan etomidat aman digunakan sebagai obat induksi

anastesi?

4

Page 5: isi makalah

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Untuk mengetahui efek penurunan kadar gula darah pada pemberian

propofol dan etomidat secara intravena.

2. Untuk mengetahui tingkat keamanan induksi propofol dan etomidat

sebagai obat anestesi.

3. Untuk mengetahui karakteristik propofol dan etomidat sebagai obat

anestesi.

1.4 Hipotesis

Pemberian propofol 2,5 mg/kg dan etomidat 0,2 mg/kg melalui rute intravena

dapat menurunkan kadar gula darah.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan berguna untuk :

a. Memberikan informasi mengenai efek farmakologi lain yang ditimbulkan

akibat penggunaan anastesi etomidat dan propofol seperti penurunan kadar

gula darah.

b. Memberikaan informasi tambahan bagi penelitian selanjutnya dalam

pengembangan terhadap aktivitas farmakologi maupun efek samping

penggunaan anastesi propofol dan etomidat.

5

Page 6: isi makalah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anestesi

1I.1.1 Defenisi

Anestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani. An-“tidak, tanpa” dan

aesthesos, “persepsi, kemampuan untuk merasa”. Secara umum berarti suatu

tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai

prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh28. Istilah Anestesia

digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1948 yang

menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena anestesi

adalah pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.

Sedangkan Analgesia adalah tindakan pemberian obat untuk menghilangkan nyeri

tanpa menghilangkan kesadaran pasien28.

II.1.2 Sejarah

Dahulu sebelum anestesi dikenal, operasi harus dijalankan secepat

mungkin untuk meminimalkan rasa sakit29. Rekor dunia untuk amputasi kaki

dicapai dalam waktu 15 detik yang dilakukan oleh Dominique Larrey, ketua tim

dokter pribadi Napoleon. Tahun 1800, Davy seorang ahli kimia yang sangat

terkenal telah mempublikasikan bahwa zat kimia terterntu seperti oksida nitrogen

dapat mempunyai efek bius. Walaupun dokter yang pertama kali menggunakan

anestesi dalam praktiknya adalah Crawford Long, di Amerika Serikat, karena ia

tidak pernah mempublikasikan, maka dalam sejarah Amerika Serikat

menyebutkan bahwa penemu anestesi atau bius adalah William Morton karena

Morton secara demonstratif telah menunjukkan cabut gigi tanpa rasa sakit di

depan umum pada tahun 1846.

Pada tahun 1848, di Inggris tercatat JY Simpson dan John Snow yang

banyak mengembangkan anestesi30. Eter waktu itu banyak digunakan untuk

6

Page 7: isi makalah

membantu persalinan di Inggris. Sambil berpraktik sebagai dokter, Simpson dan

asistennya banyak bereksperimen dengan bahan–bahan kimia untuk mencari

anestesi yang efektif. Kadang mereka bereksperimen dengan diri mereka sendiri.

Di dunia waktu itu, dan terutama di Inggris, banyak orang menganggap

rasa sakit adalah bagian kodrat dari Tuhan, dan menggunakan anestesi berarti

melawan kodrat itu. Namun, oposisi penggunaan anestesi berakhir setelah Ratu

Victoria menggunakannya saat melahirkan Pangeran Leopold tahun 1853.

Anestesi terhadap Ratu Victoria tersebut dilakukan oleh John Snow. Tindakan

Ratu Victoria tersebut ternyata bisa mengubah pandangan umum tentang anestesi.

Sehingga penggunaan anestesi pada prosedur bedah semakin lama semakin

diperhitungkan29.

II.1.3 Klasifikasi

Obat bius memang diciptakan dalam berbagai sediaan dan cara kerja.

Namun, secara umum obat bius atau istilah medisnya anestesi ini dibedakan

menjadi tiga golongan yaitu anestesi lokal, regional, dan umum31.

II.1.3.1 Anestesi Lokal

Anestesi lokal adalah tindakan pemberian obat yang mampu

menghambat konduksi saraf (terutama nyeri) secara reversibel pada bagian

tubuh yang spesifik33. Pada anestesi umum, rasa nyeri hilang bersamaan

dengan hilangnya kesadaran penderita. Sedangkan pada anestesi lokal (sering

juga diistilahkan dengan analgesia lokal), kesadaran penderita tetap utuh dan

rasa nyeri yang hilang bersifat setempat (lokal)32.

Pembiusan atau anestesi lokal biasa dimanfaatkan untuk banyak

hal. Misalnya, sulam bibir, sulam alis, dan liposuction, kegiatan sosial seperti

sirkumsisi (sunatan), mencabut gigi berlubang, hingga merawat luka terbuka

yang disertai tindakan penjahitan31.

Anestesi lokal bersifat ringan dan biasanya digunakan untuk

tindakan yang hanya perlu waktu singkat. Oleh karena efek mati rasa yang

7

Page 8: isi makalah

didapat hanya mampu dipertahankan selama kurun waktu sekitar 30 menit

seusai injeksi, bila lebih dari itu, maka akan diperlukan injeksi tambahan

untuk melanjutkan tindakan tanpa rasa nyeri31.

II.1.3.2 Anestesi Regional

Anestesi regional biasanya dimanfaatkan untuk kasus bedah

yang pasiennya perlu dalam kondisi sadar untuk meminimalisasi efek

samping operasi yang lebih besar, bila pasien tak sadar. Misalnya, pada

persalinan Caesar, operasi usus buntu, operasi pada lengan dan tungkai.

Caranya dengan menginjeksikan obat-obatan bius pada bagian utama

pengantar register rasa nyeri ke otak yaitu saraf utama yang ada di dalam

tulang belakang. Sehingga, obat anestesi mampu menghentikan impuls saraf

di area itu31.

Sensasi nyeri yang ditimbulkan organ-organ melalui sistem saraf

tadi lalu terhambat dan tak dapat diregister sebagai sensasi nyeri di otak.

Dan sifat anestesi atau efek mati rasa akan lebih luas dan lama dibanding

anestesi lokal. Pada kasus bedah, bisa membuat mati rasa dari perut ke

bawah. Namun, oleh karena tidak mempengaruhi hingga ke susunan saraf

pusat atau otak, maka pasien yang sudah di anestesi regional masih bisa

sadar dan mampu berkomunikasi, walaupun tidak merasakan nyeri di daerah

yang sedang dioperasi31.

II.1.3.3 Anestesi Umum

Anestesi umum (general anestesi) atau bius total disebut juga

dengan nama narkose umum (NU). Anestesi umum adalah meniadakan

nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel

(Miharja, 2009). Anestesi umum biasanya dimanfaatkan untuk tindakan

operasi besar yang memerlukan ketenangan pasien dan waktu pengerjaan

8

Page 9: isi makalah

lebih panjang, misalnya pada kasus bedah jantung, pengangkatan batu

empedu, bedah rekonstruksi tulang, dan lain-lain31.

Cara kerja anestesi umum selain menghilangkan rasa nyeri,

menghilangkan kesadaran, dan membuat amnesia, juga merelaksasi seluruh

otot. Maka, selama penggunaan anestesi juga diperlukan alat bantu nafas,

selain deteksi jantung untuk meminimalisasi kegagalan organ vital

melakukan fungsinya selama operasi dilakukan31.

Untuk menentukan prognosis34 ASA (American Society of

Anesthesiologists) membuat klasifikasi berdasarkan status fisik pasien pra

anestesi yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau kategori sebagai

berikut: ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang memerlukan

operasi. ASA 2, yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai sedang

baik karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien

batu ureter dengan hipertensi sedang terkontrol, atau pasien apendisitis akut

dengan lekositosis dan febris. ASA 3, yaitu pasien dengan gangguan atau

penyakit sistemik berat yang diaktibatkan karena berbagai penyebab.

Contohnya pasien apendisitis perforasi dengan septi semia, atau pasien ileus

obstruksi dengan iskemia miokardium. ASA 4, yaitu pasien dengan kelainan

sistemik berat yang secara langsung mengancam kehiduannya. ASA 5, yaitu

pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau tidak.

Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis krani dan syok hemoragik

karena ruptura hepatik. Klasifikasi ASA juga dipakai pada pembedahan

darurat dengan mencantumkan tanda darurat (E = emergency), misalnya

ASA 1 E atau III E.

Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu; Stadium I (stadium

induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen anestesi sampai

menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan

frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi.

Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran

9

Page 10: isi makalah

sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan

gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur,

inkontinensia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardia. Stadium III

(pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu; Plane I yang ditandai

dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak. Tipe

pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada, bola mata bergerak-

gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi. Plane II, ditandai dengan

respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial semua otot

mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai dengan respirasi

regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi.

Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan

paralisis otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan

gambaran seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal36.

II.1.4 Obat-obat Anestesi dan Metode Pemberiannya

I1.1.4.1 Obat-obat Anestesi Lokal

Anestetika lokal atau zat-zat penghalang rasa setempat adalah

obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan

impuls-impuls saraf ke SSP35.Luasnya daerah anestesi tergantung tempat

pemberian larutan anestesi, volume yang diberikan, kadar zat dan daya

tembusnya36.

Obat bius lokal mencegah pembentukan dan konduksi impuls

saraf. Tempat kerjanya terutama di selaput lendir. Di samping itu, anestesi

lokal menggangu fungsi semua organ dimana terjadi konduksi dari beberapa

impuls. Artinya, anestesi lokal mempunyai efek yang penting terhadap

susunan saraf pusat, ganglia otonom, cabang–cabang neuromuskular dan

semua jaringan otot 36.

10

Page 11: isi makalah

Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat

yang digunakan sebagai anestetika lokal, antara lain: tidak merangsang

jaringan, tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf,

toksisitas sistemik yang rendah, efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan

setempat pada selaput lendir, mula kerjanya sesingkat mungkin dan bertahan

untuk jangka waktu yang cukup lama, dapat larut dalam air dan

menghasilkan larutan yang stabil, juga tahan terhadap

pemanasan/sterilisasi35.Biworo (2008) juga menyatakan bahwa anestetika

yang ideal adalah anestetika yang memiliki sifat antara lain tidak

iritatif/merusak jaringan secara permanen, onset cepat, durasi cukup lama,

larut dalam air, stabil dalam larutan, dan dapat disterilkan tanpa mengalami

perubahan33.

Struktur dasar anestetika lokal pada umumnya terdiri dari suatu

gugus-amino hidrofil (sekunder atau tersier) yang dihubungkan oleh suatu

ikatan ester (alkohol) atau amida dengan suatu gugus aromatis lipofil35.

Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada

degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis.

Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami

metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya: Tetrakin,

Benzokain, Kokain, dan Prokain. Senyawa amida contohnya adalah

Dibukain, Lidokain, Mepivakain dan Prilokain. Senyawa lainnya contohnya

fenol, Benzilalkohol, Etilalkohol, Etilklorida, dan Cryofluoran36.

Cara pemberian anestesi lokal adalah dengan menginjeksikan

obat-obatan anestesi tertentu pada area yang akan dilakukan sayatan atau

jahitan. Obat-obatan yang diinjeksikan ini lalu bekerja memblokade saraf-

saraf tepi yang ada di area sekitar injeksi sehingga tidak mengirimkan impuls

nyeri ke otak31.

11

Page 12: isi makalah

II.1.4.2 Obat-Obat Anestesi Regional

Metode pemberian Anestesi regional dibagi menjadi dua, yaitu

secara blok sentral dan blok perifer28.

1. Blok Sentral (Blok Neuroaksial).

Blok sentral dibagi menjadi tiga bagian yaitu anestesi Spinal,

Epidural dan Kaudal28.

a. Anestesi Spinal

Anestesi spinal merupakan tindakan pemberian anestesi regional

ke dalam ruang subaraknoid. Hal-hal yang mempengaruhi anestesi

spinal antara lain jenis obat, dosis obat yang digunakan, efek

vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intra abdomen,

lengkung tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan

penyebaran obat34.

b. Anestesi Epidural

Anestesi epidural ialah blokade saraf dengan menempatkan obat

pada ruang epidural (peridural, ekstradural) di dalam kanalis vertebralis

pada ketinggian tertentu, sehingga daerah setinggi pernapasan yang

bersangkutan dan di bawahnya teranestesi sesuai dengan teori dermatom

kulit32.Ruang epidural berada di antara durameter dan ligamentun

flavum. Bagian atas berbatasan dengan foramen magnum dan dibawah

dengan selaput sakrogliseal. Anestesi epidural sering dikerjakan untuk

pembedahan dan penanggulangan nyeri pasca bedah, tatalaksana nyeri

saat persalinan, penurunan tekanan darah saat pembedahan supaya tidak

banyak perdarahan, dan tambahan pada anestesia umum ringan karena

penyakit tertentu pasien28.

c. Anestesi Kaudal

Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural,

karena ruang kaudal adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat

12

Page 13: isi makalah

ditempatkan di ruang kaudal melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis

ditutupi oleh ligamentum sakrogsigeal tanpa tulang yang analog dengan

ligamentum supraspinosum dan ligamentum interspinosum. Ruang kaudal

berisi saraf sacral, pleksus venosus, felum terminale dan kantong dura 28.

2. Blok Perifer (Blok Saraf)

Anestesi regional dapat juga dilakukan dengan cara blok perifer.

Salah satu teknik yang dapat digunakan adalah anestesi regional intravena.

Anestesi regional intravena dapat dikerjakan untuk bedah singkat sekitar 45

menit. Melalui cara ini saraf yang dituju langsung saraf bagian proksimal.

Sehingga daerah yang dipersarafi akan teranestesi misalnya pada tindakan

operasi di lengan bawah memblok saraf brakialis. Untuk melakukan anetesi

blok perifer harus dipahami anatomi dan daerah persarafan yang

bersangkutan32.

II.1.4.3 Obat-obat Anestesi Umum

Agar anestesi umum dapat berjalan dengan sebaik mungkin,

pertimbangan utamanya adalah memilih anestetika ideal. Pemilihan ini

didasarkan pada beberapa pertimbangan yaitu keadaan penderita, sifat

anestetika, jenis operasi yang dilakukan, dan peralatan serta obat yang

tersedia37.

Sifat anestetika yang ideal antara lain mudah didapat, murah, tidak

menimbulkan efek samping terhadap organ vital seperti saluran pernapasan

atau jantung, tidak mudah terbakar, stabil, cepat dieliminasi, menghasilkan

relaksasi otot yang cukup baik, kesadaran cepat kembali, tanpa efek yang

tidak diinginkan38.Obat anestesi umum yang ideal menurut mempunyai

sifat-sifat antara lain : pada dosis yang aman mempunyai daya analgesik

relaksasi otot yang cukup, cara pemberian mudah, mula kerja obat yang

cepat dan tidak mempunyai efek samping yang merugikan37. Selain itu obat

13

Page 14: isi makalah

tersebut harus tidak toksik, mudah dinetralkan, mempunyai batas keamanan

yang luas, tidak dipengaruhi oleh variasi umur dan kondisi pasien.

Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah

N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi

umum yang ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam

lemak, larut dalam darah, tidak meracuni end-organ (jantung, hati, ginjal),

efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak

mengiritasi pasien38.

II.2 Metabolisme Glukosa

Bahan bakar disimpan dalam 3 bentuk yaitu glikogen (suatu polimer glukosa),

trigliserida (masing-masing mengandung 3 asam lemak yang diesterifikasikan ke

molekul gliserol), dan protein. Fungsi tunggal glikogen dan trigliserida pada

metabolisme manusia adalah sebagai cadangan bahan bakar. Sebaliknya protein

terutama dibentuk untuk bekerja sebagai katalisator, karier reseptor, dan komponen

struktral tubuh39,40,41. Selama pencernaan, glukosa dan asam amino diabsorpsi dari

usus, masuk sirkulasi dan disebarkan ke seluruh tubuh. Pankreas memonitor

konsentrasi zat-zat gizi tesebut dalam sirkulasi, melalui sekresi insulin dan glukagon,

mengatur penggunaan bahan bakar oleh jaringan tubuh lainnya. Insulin, suatu hormon

anabolik, merangsang sintesis komponen makromolekular sel dan mengakibatkan

penyimpanan bahan bakar yang berlebihan. Glukagon, suatu hormon katabolik,

membatasi sintesis makromolekul dan menyebabkan pengeluaran zat gizi yang

disimpan. Peningkatan konsentrasi glukosa dalam sirkulasi mengakibatkan

peningkatan sekresi insulin dan pengurangan sekresi glukagon. Sebaliknya,

penurunan glukosa darah mengakibatkan penurunan sekresi insulin dan peningkatan

sekresi glukagon. Insulin terutama bertanggung jawab untuk mempertahankan

hubungan terbalik antara konsentrasi insulin dan glukagon dengan menghambat

sekresi glukagon dari pankreas39,42.

14

Page 15: isi makalah

Untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar jaringan yang tergantung pada

glukosa, konsentrasi glukosa darah dipertahankan dalam batas 3-7 mmol/l (54–126

mg/dl) atau bila dikonversikan kedalam mg/dl yaitu hasil dalam mmol/l dengan

0,0555. Mempertahankan glukosa darah dalam batas normal dinamakan homeostasis

glukosa. Bila konsentrasi glukosa darah turun di bawah 1,5 mmol/l, otak tidak cukup

disuplai oleh bahan bakar, kadar ATP otak mulai menurun, dan fungsi otak

terganggu, sehingga dapat menimbulkan keadaan koma atau bahkan kematian39,41.

Glukosa masuk ke sel secara efisien hanya bila ditranspor oleh protein

spesifik yang terletak pada permukaan (plasma) membran sel. Sistem transpor

glukosa dari jaringan lain, misalnya jaringan adiposa dan otot memerlukan insulin

untuk aktivitasnya. Jadi, jaringan yang mempunyai karier glukosa yang diatur insulin

hanya mengambil glukosa bila glukosa jumlahnya banyak. Selain menggunakan

glukosa untuk pembentukan ATP, kebanyakan sel mengubah glukosa yang berlebihan

menjadi molekul glikogen yang disimpan di hati. Di dalam hati, otot, dan jaringan

lain, glukosa dipolimerisasikan membentuk glikogen (glikogenesis). Hati dan

jaringan adiposa mengubah glukosa menjadi asam lemak (lipogenesis), kemudian

disimpan oleh jaringan adiposa sebagai trigliserida. Jaringan yang meniadakan

katabolisme glukosa menggantinya dengan lemak. Untuk mempertahan kadar glukosa

darah bila puasa terus berlangsung, hati memecah glikogen menjadi glukosa

(glikogenolisis) dan mensintesis glukosa de novo (glukoneogenesis) dengan

menggunakan asam amino sebagai substrat39,41,42.

II.2.1 Glukagon Glukagon adalah suatu polipeptida yang terdiri dari 29 asam amino.

Hormon ini dihasilkan oleh sel α pulau langerhans. Glukagon menyebabkan

glikogenolisis dihepar dengan jalan merangsang enzim adenil siklase dalam

pembentukan siklik AMP, kemudian siklik AMP ini mengaktifkan fosforilase,

suatu enzim penting untuk glikogenolisis. Efek glukagon ini hanya terbatas pada

hepar saja dan tidak dapat dihambat dengan pemberian penghambat

15

Page 16: isi makalah

adrenoreseptor. Jadi berbeda dengan epinefrin yang efeknya lebih luas serta

diblok dengan obat – obatan adrenoreseptor β40,43. Glukagon meningkatkan

glukoneogenesis,disebabkan karena menyusutnya simpanan glikogen dalam

hepar, karena dengan berkurangnya glikogen dalam hepar proses deaminasi dan

transaminasi jadi lebih aktif. Dengan meningkatnya proses tersebut maka

pembentukan kalori makin besar. Efek kalorigenik glukagon hanya dapat timbul

bila ada tiroksin dan adrenokortikosteroid. Sekresi glukagon pankreas meninggi

saat hipoglikemia dan menurun saat hiperglikemi. Sebagian besar glukagon

endogen mengalami metabolisme di hati40,43. Pada saat mencapai hati (lewat vena

porta), sebagian besar glukagon endogen (dan insulin) dibersihkan dari sirkulasi

darah oleh hati. Glukagon juga meningkatkan glukoneogenesis dari asam amino

dan laktat. Baik glikogenolisis maupun glukoneogenesis di hati turut

menimbulkan efek hiperglikemi glukagon yang kerjanya berlawanan dengan kerja

insulin. Insulin disekresikan sebagai respon langsung terhadap hiperglikemi,

hormon ini akan membantu hati untuk menyimpan glukosa dalam bentuk

glikogen dan memfasilitasi ambilan glukosa oleh jaringan ekstra hepatik.

Glukagon disekresikan sebagai respon terhadap hipoglikemi dan mengaktifkan

glikogenolisis serta glukoneogenesis dihati yang menyebabkan pelepasan

glukagon kedalam darah43,44.

II.2.2. Glikogenesis

Tahap pertama metabolisme karbohidrat adalah pemecahan glukosa

(glikolisis) menjadi piruvat. Selanjutnya piruvat dioksidasi menjadi asetil KoA.

Akhirnya asetil KoA masuk ke dalam rangkaian siklus asam sitrat untuk

dikatabolisir menjadi energi. Proses di atas terjadi jika kita membutuhkan energi

untuk aktivitas, misalnya berpikir, mencerna makanan, bekerja dan sebagainya.

Jika kita memiliki glukosa melampaui kebutuhan energi, maka kelebihan glukosa

yang ada akan disimpan dalam bentuk glikogen. Proses anabolisme ini dinamakan

glikogenesis39,40. Glikogen merupakan bentuk simpanan karbohidrat yang utama

16

Page 17: isi makalah

di dalam tubuh. Unsur ini terutama terdapat didalam hati (sampai 6%), otot jarang

melampaui jumlah 1%. Akan tetapi karena massa otot jauh lebih besar daripada

hati, maka besarnya simpanan glikogen di otot bisa mencapai tiga sampai empat

kali lebih banyak. Seperti amilum, glikogen merupakan polimer glukosa yang

bercabang39,40,44. Glikogen otot berfungsi sebagai sumber heksosa yang tersedia

dengan mudah untuk proses glikolisis di dalam otot itu sendiri. Sedangkan

glikogen hati sangat berhubungan dengan simpanan dan pengiriman heksosa

keluar untuk mempertahankan kadar glukosa darah, khususnya pada saat di antara

waktu makan. Setelah 12-18 jam puasa, hampir semua simpanan glikogen hati

terkuras habis. Tetapi glikogen otot hanya terkuras secara bermakna setelah

seseorang melakukan olahraga yang berat dan lama.39,40.

II.2.3. Glikogenolisis Jika glukosa dari diet tidak dapat mencukupi kebutuhan, maka glikogen

harus dipecah untuk mendapatkan glukosa sebagai sumber energi. Proses ini

dinamakan glikogenolisis.Glikogenolisis seakan-akan kebalikan dari glikogenesis,

akan tetapi sebenarnya tidak demikian. Untuk memutuskan ikatan glukosa satu

demi satu dari glikogen diperlukan enzim fosforilase. Enzim ini spesifik untuk

proses fosforolisis rangkaian glikogen untuk menghasilkan glukosa 1-fosfat.

Residu glukosil terminal pada rantai paling luar molekul glikogen dibuang secara

berurutan sampai kurang lebih ada 4 buah residu glukosa yang tersisa pada tiap

sisi cabang 1-639,40,45. Glukan transferase dibutuhkan sebagai katalisator

pemindahan unit trisakarida dari satu cabang ke cabang lainnya sehingga

membuat titik cabang 1-6 terpajan.Hidrolisis ikatan 1-6 memerlukan kerja enzim

enzim pemutus cabang (debranching enzyme) yang spesifik. Dengan pemutusan

cabang tersebut, maka kerja enzim fosforilase selanjutnya dapat

berlangsung39,40,42,45.

17

Page 18: isi makalah

II. 2.4. Glukoneogenesis

Suplai glukosa yang disimpan sebagai glikogen dalam hati terbatas, dan pada

permulaan puasa (12 jam), tubuh harus mengambil bahan bakar lain untuk

mempertahankan kadar glukosa darah normal. Glukoneogenesis yang dilakukan

oleh hati dan dalam arti yang lebih sempit oleh ginjal, menyediakan suplai

glukosa yang tetap. Kebanyakan karbon yang digunakan untuk sintesis glukosa

akhirnya berasal dari katabolisme asam amino. Laktat yang dihasilkan dalam sel

darah merah dan otot dalam keadaan anaerobik juga dapat berperan sebagai

substrat untuk glukoneogenesis39,40,42. Glukoneogenesis terjadi jika sumber energi

dari karbohidrat tidak tersedia lagi. Maka tubuh menggunakan lemak sebagai

sumber energi. Jika lemak juga tak tersedia, barulah memecah protein untuk

energi yang sesungguhnya protein berperan pokok sebagai pembangun

tubuh39,40,42. Dapat disimpulkan bahwa glukoneogenesis adalah proses

pembentukan glukosa dari senyawa non karbohidrat, bisa dari lipid maupun

protein. Secara ringkas, jalur glukoneogenesis dari bahan lipid maupun protein

dijelaskan sebagai berikut39,45:

1. Lipid terpecah menjadi komponen penyusunnya yaitu asam lemak dan gliserol.

Asam lemak dapat dioksidasi menjadi asetil KoA. Selanjutnya asetil KoA

masuk dalam siklus Kreb’s. Sementara itu gliserol masuk dalam jalur

glikolisis.

2. Untuk protein, asa amino penyusunnya masuk ke dalam siklus Kreb’s.

Karena hati dapat membuat glukosa melalui glukoneogenesis dan

menggunakan glukosa melalui glikolisis, maka harus ada suatu sistem

pengaturan yang mencegah agar kedua lintasan ini bekerja secara

serentak.Sistem pengatur juga harus menjamin bahwa aktivitas metabolik hati

sesuai dengan status gizi tubuh, yaitu pembentukan glukosa selama puasa dan

menggunakan glukosa pada saat glukosa banyak.Aktivitas glukoneogenesis

dan glikolisis diatur secara terkoordinasi dengan cara perubahan jumlah relatif

glukagon dan insulin dalam sirkulasi39,42,45. Jadi bila glukosa banyak, glikolisis

18

Page 19: isi makalah

aktif dan glukoneogenesis dihambat dan bila kadar glukosa menurun,

peningkatan glukagon mengakibatkan penurunan konsentrasi fruktosa 2,6

bisfosfat dan penghambatan yang sederajat pada glikolisis dan pengaktifan

glukoneogenesis39,40,42,45.

II.3 Hiperglikemia

Hiperglikemia (kadar gula darah > 180 sampai 200 mg/dL) seringdisebabkan

oleh defisiensi insulin, resistensi reseptor insulin atau pemberian glukosa yang

berlebihan. Stress perioperatif dapat meningkatkan glukosa darah baik itu dari stress

psikologi preoperatif, stress anestesi dan stress pembedahan. Beberapa teknik

anestesi tertentu menggunakan metode non farmakologi hypothermia. Hypothermia

menghalangi penggunaan dan metabolisme yang sepantasnya dari glukosa dan dapat

menyebabkan hiperglikemia. Respon hiperglikemik dapat terjadi dari agen-agen

anestesi tertentu (seperti, ketamin dan halotan,dll). Beberapa tindakan anestesi seperti

intubasi dan ekstubasi endotrakheal meningkatkan respon stress dan hemodinamik

yang akan meningkatkan glukosa darah46.

Hiperglikemia itu sendiri cukup untuk menyebabkan kerusakan otak, medula

spinalis dan ginjal karena iskemia, koma, melambatkan pengosongan lambung,

melambatkan penyembuhan luka dan kegagalan fungsi sel darah putih, dehidrasi

selular yang berhubungan dengan perubahan-perubahan pada konsentrasi sodium

juga terjadi. Apabila ambang batas ginjal untuk glukosa (180 mg%) dilampaui maka

terjadilah glukosuria yang akan menyebabkan beban larutan osmolar yang besar pada

kedua ginjal (lebih dari 2000 mosmol/hari), menyebabkan kerusakan resorbsi tubulus

ginjal terhadap air dan elektrolit, dan penyusutan volume. Penurunan laju filtrasi

glomerular yang sekunder terhadap penurunan volume cairan ekstraselular

memperburuk retensi glukosa; fenomena ini berakibat pada peningkatan yang hebat

dari hiperglikemia, hiperosmolalitas dan dehidrasi. Dehidrasi berat yang

dieksaserbasi oleh efek diuretik osmotik dari hiperglikemia, mengkontribusi

hiperosmolaritas. Pemberian larutan-larutan hipertonik (seperti, larutan-larutan yang

19

Page 20: isi makalah

diberikan pada hiperalimentasi atau manitol) juga dapat menyebabkan

hiperosmolaritas. Pada periode intraoperatif, respon tubuh dalam menghadapi stress

baik pembedahan dan anestesi adalah meningkatnya kadar hormon katabolik yang

menyebabkan meningkatnya glikogenolisis, proteolisis dan lipolisis dengan hasil

akhir terjadi peningkatan glukosa darah selama pasien mengalami pembedahan47.

II.4 Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah yang rendah (GDS <80 mg/dL).

Penderita hipoglikemia biasanya berkurang kesadarannya sampai hilang kesadaran

sama sekali. Jika keadaan ini tidak lekas ditangani, pasien dapat menderita kerusakan

sel-sel otak yang bersifat permanen. Hipoglikemia sering terjadi akibat penggunaan

obat antidiabetes yang dosisnya terlalu tinggi, terlambat atau tidak makan serta

latihan fisik yang berlebihan. Gejala-gejala hipoglikemia yang perlu diketahui antara

lain adalah gelisah, gemetar, banyak keringat, lapar, pucat, sering menguap karena

ngantuk, lemas, sakit kepala, jantung berdebar-debar, rasa semutan pada lidah, jari-

jari tangan dan bibir, penglihatan kabur atau ganda serta tidak dapat berkonsentrasi

atau merasa bingung48.

Hipoglikemia biasanya terjadi jika seorang bayi pada saat dilahirkan memiliki

cadangan glukosa yang rendah (yang disimpan dalam bentuk glikogen). Penyebab

yang lainnya adalah: prematuritas, kelainan fungsi plasenta selama bayi berada dalam

kandungan. Hipoglikemia juga bisa terjadi pada bayi yang memiliki kadar insulin

tinggi. Bayi yang ibunya menderita diabetes seringkali memiliki kadar insulin yang

tinggi karena ibunya memiliki kadar glukosa yang tinggi: sejumlah besar glukosa

darah ini melewati plasenta dan sampai ke janin selama masa kehamilan. Akibatnya,

janin menghasilkan sejumlah besar insulin. Peningkatan kadar insulin juga ditemukan

pada bayi yang menderita penyakit hemolitik berat. Kadar insulin yang tinggi

menyebabkan kadar glukosa darah menurun dengan cepat pada jam-jam pertama

kehidupan bayi setelah dilahirkan, di mana aliran glukosa dari plasenta secara tiba-

tiba terhenti. Banyak bayi yang tidak menunjukan gejala. Sedangkan bayi yang

20

Page 21: isi makalah

lainnya bisa menunjukan gejala berikut: lesu, tidak kuat menghisap, otot kendor,

pernafasannya cepat atau terjadi apneu (henti nafas), kadang timbul kejang48.

Hipoglikemia dapat menyebabkan penderita mandadak pingsan dan harus

segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan suntikan serta infus glukosa. Jika

dibiarkan terlalu lama, dapat menyebabkan kejang-kejang dan kesadaran menurun.

Apabila penderita terlambat mendapat pertolongan dapat mengakibatkan kematian.

Hipoglikemia lebih berbahaya dibanding dengan hiperglikemia karena kadar glukosa

darah yang terlalu rendah selama lebih dari enam jam dapat menyebabkan kerusakan

tak terpulihkan (irreversible) pada jaringan otak dan saraf. Pada bayi dan anak yang

masih kecil, enzim glukoneogenik masih imatur, sehingga hipoglikemia sering terjadi

pada anak dibanding dengan masa sesudahnya. Diagnosis ditegakkan berdasar gejala,

hasil periksaan fisik dan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah. Adapun pengobatan

dengan cara memberikan glukosa, baik melalui mulut maupun melalui infus

tergantung pada beratnya hipoglikemia48.

II.5 Pengaruh Anestesi Terhadap Metabolisme Glukosa

Efek zat anestesi terhadap metabolisme karbohidrat, lemak dan protein belum

dapat dijelaskan dengan pasti. Namun, akibat dari peningkatan kadar katekolamin,

glukagon dan kortisol, sehingga terjadi mobilisasi karbohidrat dan protein yang dapat

menyebabkan terjadinya hiperglikemia49,50.

Kortisol, glukagon dan epinephrin meningkatkan pemecahan glikogen

menjadi glukosa, respon ini dengan cepat menurunkan cadangan glikogen setelah

trauma. Glukosa juga dihasilkan oleh glukoneogenesis dari alanin dan asam-asam

amino lainnya yang dilepas oleh pemecahan otot skelet. Oleh sebab itu pemecahan

otot skelet pada keadaan stres juga mengkontribusi produksi glukosa lebih besar.

Glukosa dapat meningkat paling sedikit dua kali lipat. Karena perlukaan

mengkonsumsi banyak glukosa yang tersedia dan karena metabolisme anaerobic

menonjol pada jaringan yang mengalami trauma, banyak glukosa yang dirubah

menjadi laktat; laktat disikluskan kembali di hepar pada siklus cori,mengisi bahan

21

Page 22: isi makalah

bakar tambahan produksi glukosa. Energi untuk meresistensis glukosa dating selama

primer dari oksidasi lemak di hepar;karenanya banyak cadangan lemak juga menurun

oleh proses-proses yang menghasilkan glukosa. Efek bersih dari produksi glukosa

yang lebih besar adalah untuk meningkatkan konsentrasi glukosa ekstraselular49,50.

Peningkatan pada glukosa menyediakan energi untuk perlukaan dan proses-

proses inflamasi, makrofag dan eritrosit juga menggunakan sejumlah besar setelah

trauma49,51,52.Level insulin awalnya rendah setelah injury tetapi sesudah itu meningkat

ke level normal atau supranormal. Namun, hiperglikemia bertahan setelaah injury

yang berat. Efek insulin pada metabolisme glukosa terhambat. Resistensi insulin ini

secara primer disebabkan karena peningkatan yang menetap dari glukagon, kortisol

dan epinefrin. Dua fungsi mayor insulin adalah penghambatan laju produksi glukosa

hepatik dan stimulasi dari pengambilan glukosa pada jaringan perifer. Oleh karena

itu, resistensi insulin pada keadaan stress mungkin sentral untuk hiperglikemia yang

menetap dan juga terhadap pemecahan otot, lemak dan glikogen53.

II.6 Respon Hormonal Terhadap StresKarena kedua komponen kelenjar adrenal berperan luas dalam respon tubuh

terhadap stres, kelenjar ini adalah tempat yang cocok untuk memadukan berbagai

faktor utama yang berperan dalam respon stres. Berbagai rangsang baik secara fisik,

kimiawi, psikologis, trauma, maupun psikososial yang mengganggu dan mengancam

hendak mengalahkan kemampuan tubuh untuk mempertahankan homeostasis dapat

memicu respon stres54.

Jika tubuh bertemu dengan stressor, tubuh akan mengaktifkan respon syaraf

dan hormon untuk mengatasi keadaan darurat. Hasilnya adalah keadaan kesiagaan

yang tinggi dan mobilisasi berbagai sumber daya biokimiawi54.

Respon saraf utama terhadap rangsangan stress adalah

pengaktifan menyeluruh sistem saraf simpatis. Hal ini menyebabkan

peningkatan curah jantung dan ventilasi serta pengalihan darah dari

daerah-daerah vasokonstriksi yang aktifitasnya ditekan. Secara

22

Page 23: isi makalah

simultan, sistem simpatis mamanggil kekuatan hormonal dalam

bentuk pengeluaran besar-besaran epinephrin dari medulla adrenal.

Epinephrin memperkuat respon simpatis dan mencapai tempat-

tempat yang tidak dicapai oleh sistem simpatis untuk melaksanakan

fungsi tambahan, misalnya memobilisasi karbohidrat dan lemak54.

Selain epinephrin, sejumlah hormon lain terlibat dalam respon

stress seperti, CRH-ACTH-kortisol, glukagon, insulin, rennin-

angiotensin-aldosteron, dan vasopressin. Respon hormon

predominan adalah pengaktifan sistem CRH-ACTH kortisol. Kortisol

menguraikan simpanan lemak dan protein sementara memperbesar

simpanan karbohidrat serta meningkatkan ketersediaan glukosa

darah54.

Respon-respon hormonal lain di luar kortisol juga berperan

dalam keseluruhan respon metabolik terhadap stress. Sistem saraf

simpatis dan epinephrine yang dikeluarkan atas perintahnya

menghambat insulin dan merangsang glukagon. Perubahan-

perubahan hormonal ini bekerja sama untuk meningkatkan kadar

glukosa dan asam lemak darah. Epinephrin dan glukagon, yang

kadarnya dalam darah meningkat selama stress, meningkatkan

glikogenolisis dan (bersama kortisol) glukoneogenesis di hati.

Namun, insulin yang sekresinya tertekan selama stress menentang

penguraian simpanan glikogen hati. Semua efek tersebut berperan

meningkakan kadar glukosa darah. Respon-respon hormonal yang

berkaitan dengan stress juga mendorong pengeluaran asam-asam

lemak dari simpanan lemak, karena epinephrin, glukagon, dan

kortisol meningkatkan lipolisis, sedangkan insulin

menghambatnya54.

II.6.1 Hormon-Hormon Yang Berperan Dalam Mengatur Glukosa Darah

23

Page 24: isi makalah

Insulin memainkan peranan sentral dalam mengatur glukosa darah. Di

samping pengaruh langsung hiperglikemia dalam meningkatkan ambilan glukosa

baik ke hati maupun jaringan perifer, hormon insulin juga mempunyai peranan

sentral dalam mengatur konsentrasi glukosa darah. Hormon ini dihasilkan oleh

selsel B pada pulau-pulau langerhans pangkreas sebagai reaksi langsung terhadap

keadaan hiperglikemia. Jadi konsentrasi insulin di dalam darah sejajar dengan

konsentrasi darah55.

Glukagon merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel-sel A pada pulau

langerhans. Sekresi hormon ini dirangsang oleh keadaan hipoglikemia. Pada saat

mencapai hati, hormon glukagon menimbulkan glikogenolisis

dengan mengaktifkan enzim fosforilase. Sebagian besar

glukagon endogen dibersihkan dari sirkulasi darah oleh hati.

Berbeda dengan epinephrin, glukagon tidak mempunyai

pengaruh pada enzim fosforilase otot. Glukagon juga

meningkatkan glukoneogenesis dari asam amino dan laktat. Baik

glikogenolisis maupun glukoneogenesis dihati turut menimbulkan

efek hiperglikemia, yang kerjanya berlawanan dengan kerja

insulin55.

Kelenjar hipofisis anterior menyekresi hormon yang

cenderung menaikan kadar glukosa darah dan dengan demikian

mengantagosis kerja insulin. Hormonhormon ini adalah hormon

pertumbuhan, ACTH (kortikotropin), dan mungkin pula preparat

dengan prinsip “diabetogenik” lainnya. Sekresi hormon

pertumbuhan dirangsang oleh keadaan hipoglikemia55.

Glukokortikoid disekresikan oleh korteks adrenal dan sangat

penting di dalam metabolisme karbohidrat. Peningkatan hormon

ini menyebabkan peningkatan glukoneogenesis. Peristiwa ini

terjadi akibat peningkatan katabolisme protein di jaringan,

24

Page 25: isi makalah

peningkatan ambilan asam amino oleh hati, dan peningkatan

aktifitas enzim transaminase serta enzim lainnya yang

berhubungan dengan glukoneogenesis di hati. Selain itu,

glukokortikoid menghambat penggunaan glukosa di jaringan

ekstrahepatik. Dalam melaksanakan semua kegiatan ini,

glukokortikoid bekerja secara antagonistik terhadap insulin55.

Epinephrin disekresikan oleh medulla adrenal sebagai akibat dari

rangsangan yang menimbulkan stress (ketakutan, kegembiraan,

perdarahan, hipoksia, hipoglikemia,dll) dan menimbulkan

glikogenolisis di hati serta otot karena stimulasi enzim fosforilase

dengan menghasilkan cAMP. Di dalam otot, sebagai tidak adanya

enzim glukosa-6-phosfatase, glikogenolisis terjadi dengan

pembentukan laktat. Sedangkan di hati, glukosa merupakan

produk utama yang menyebabkan peningkatan kadar glukosa

darah55.

II.6.2 Konsentrasi Glukosa Darah

Proses mempertahankan kadar glukosa darah yang stabil di dalam darah

merupakan salah satu mekanisme homeostasis yang diatur paling halus dan juga

menjadi salah satu mekanisme di hati, jaringan ekstrahepatik serta beberapa

hormon turut mengambil bagian55. Agar dapat berfungsi secara optimal, tubuh

hendaknya dapat mempertahankan konsentrasi gula darah (dalam bentuk glukosa)

dalam batas tertentu, yaitu 70-120 mg/100 ml dalam keadaan puasa. Bila gula

darah naik diatas 170 mg/100 ml, gula akan dikeluarkan melalui urin. Sebaliknya

bila gula darah menurun hingga 40-50 mg/100 ml, kita akan merasa gugup,

pusing, lemas danlapar. Gula darah terlalu tinggi disebut hiperglikemia dan bila

terlalu rendah disebut hipoglikemia. Beberapa macam hormon terlibat dalam

pengaturan gula darah ini, seperti hormon insulin, glukagon, glukokortikoid dan

hormone pertumbuhan10.

25

Page 26: isi makalah

Dalam keadaan setelah penyerapan makanan, kadar glukosa darah pada

manusia dan banyak mamalia akan berada dalam kisaran 4,5-5,5 mmol/l. Setelah

mengkonsumsi sarapan karbohidrat, kadar tersebut dapat naik hingga 6,5-7,2.

Selama puasa kadar glukosa darah akan turun menjadi sekitar 3,3-3,9 mmol/L.

Penurunan mendadak glukosa darah akan menimbulkan serangan konvulsi,

seperti terlihat pada overdosis insulin, karena ketergantungan otak langsung pada

pasokan glukosa. Namun kadar yang jauh lebih rendah dapat ditoleransi asalkan

terdapat adaptasi yang progresif; misal, tikus yang sudah teradaptasi dengan diet

tinggi lemak akan tampak normal dengan konsentrasi glukosa darah 1,1

mmol/L55.

II.7 Etomidat

II.7.1 Definisi Etomidate adalah obat anestesi intravena short acting yang digunakan

dalam anestesi umum dan sebagai obat penenang. Obat ini ditemukan oleh

Janssen Pharmaceutica pada tahun 1964. Etomidate merupakan obat hipnosis

karboksilat turunan imidazole, yang merupakan agen anestesia dan amnestik

tetapi bukan merupakan agen analgesik3,4,49,50.

II.7.2 Penggunaan

Obat ini sering digunakan karena memiliki onset yang cepat dan resiko

kardiovaskuler yang rendah,karena itu kurang signifikan menyebabkan penurunan

tekanan darah dibandingkan agen induksi lain. Di ruang operasi, ahli anestesiologi

dapat memilih alternatif agen induksi lain seperti propofol yang memberikan

kenaikan signifikan pada kadar gula darah dan tidak mempengaruhi kadar kortisol

atau mempunyai sedikit efek terhadap fungsi adrenokrtikal, begitu juga dengan

thiopental atau methohexital26,49,56,57. Pada dosis biasa, anestesi diinduksi selama

sekitar 5-10 menit walaupun waktu paruh metabolisme etomidate adalah sekitar 75

menit. Hal ini karena etomidate ini didistribusikan dari plasma ke jaringan lain3,31,49,50.

26

Page 27: isi makalah

II.7.3 Dosis

Dosis anestesi induksi untuk dewasa berkisar 20-40 mg. Etomidate sama

dengan semua agen induksi, dimana menyebabkan kehilangan kesadaran. Dalam

prosedur yang sangat singkat, dosis 10 mg dapat digunakan berulang3,31,49,50. Dosis

dewasa anestesi secara intravena adalah : dosis awal 0,2-0,6 mg/kg selama 30-60

detik untuk induksi anestesi, dan dosis pemeliharaan 5-20 mcg/kg/ menit.

II.7.4 Farmakologi

Etomidate adalah agonis di reseptor GABA A berisi subunit β58.

Etomidate masuk ke otak dengan cepat, mencapai kadar puncak dalam waktu 1

menit setelah penyuntikkan intravena, onset 30-60 detik, durasi kerja 3-5 menit,

dan diakhiri oleh redistribusi. Distribusi obat Vd: 2 - 4,5 L / kg lebih besar dari

berat badan, menunjukkan adanya pengambilan yang cukup besar oleh jaringan.

Distribusi etomidate diseluruh tubuh didukung oleh lipid solubility yang sedang

dan sifat basanya yang lemah. Kira–kira 76 % etomidate menempel ke albumin

tanpa tergantung konsentrasi obat kedalam plasma (protein binding: 76%).

Metabolisme etomidate terjadi di hepar oleh plasma esterase. Waktu paruh

eliminasi terminal adalah 2,6 jam. Tetapi berkurangnya konsentrasi albumin

dalam plasma akan mengakibatkan kenaikkan dramatis pada konsentrasi

etomidate bebas dalam plasma. Cepatnya sadar kembali setelah pemberian

etomidate dosis tunggal intravena terutama menunjukkan redistribusi obat

tersebut dari otak ke lokasi– lokasi jaringan yang tidak aktif. Metabolisme yang

cepat juga mungkin menyokong pemulihan yang cepat3,31,49,50.

II.7.5 Metabolisme

Etomidate dengan cepat dimetabolisir oleh hidrolisis terhadap rantai

samping etil ester pada carboxylic acid ester menghasilkan suatu senyawa yang

secara farmakologis tidak aktif. Etomidate sangat terikat protein dalam plasma

darah dan dimetabolisme/hidrolisis oleh enzim mikrosom dihepar dan plasma

esterase, dengan redistribusi paruh antara 2-5 menit dan eliminasi paruh 68-75

menit. Hidrolisis tersebut hampir total, sebagaimana terbukti diperolehnya

27

Page 28: isi makalah

kembali kurang dari 3 % dari dosis etomidate yang diberikan sebagai obat yang

tidak berubah didalam urine. Kira–kira 85 % dosis tunggal intravena etomidate

dapat diperoleh sebagai metabolit carboxylic acid ester didalam urine, sedangkan

10–13 % lainnya ada sebagai metabolit seperti ini di empedu. Secara keseluruhan,

clearence untuk etomidate adalah lima kali dibandingkan thiopental sekitar 10–20

ml/kg/m, ini terlihat dari masa paruh eliminasi yang lebih singkat yaitu 2 sampai

5 jam3,31,49,50.

II.7.6 Efek Samping

Penggunaan infus etomidate jangka panjang sebagai sedasi pada pasien

kritis di unit perawatan intensif telah dikaitkan dengan meningkatnya angka

kematian, yang disebabkan oleh penekanan sintesis steroid (baik glukokortikoid

dan mineralokortikoid) di korteks adrenal. Dengan demikian, memberikan

kontribusi untuk penggunaan etomidate bagi penyakit kritis yang berhubungan

dengan insufisiensi kortikosteroid. Efek ini telah dibuktikan setelah dosis tunggal,

dan berlangsung sekitar 24 jam. Tidak ada bukti bahwa satu dosis induksi

etomidate memiliki efek pada morbiditas atau kematian. Namun, beberapa

sumber menyarankan memberikan dosis profilaksis steroid (misalnya

hidrokortison) jika etomidate digunakan58,59. Mioklonus kadang terlihat kira–kira

pada sepertiga pasien yang dilakukan induksi anestesi dengan etomidate,

sedangkan insiden hikup adalah sama untuk kedua obat. Pemberian suatu opioid

(fentanyl 1 sampai 2 μg/kg iv) atau benzodiazepine pada sebelumnya untuk

mengurangi insiden mioklonus yang berkaitan dengan pemberian etomidate.

Walaupun mioklonus menyerupai bangkitan, ini dianggap tidak berbahaya dan ini

tidak berkaitan dengan penglepasan muatan listrik epileptiform pada EEG. Jika

tidak tersedia EEG monitoring, sulit untuk menganggap hal ini sebagai aktivitas

kortikal3,31,49,50.

Etomidate dalam formulasi propilen glikol dapat menyebabkan rasa

sakit pada injeksi, efek samping ini dapat ditekan dengan formulasi lipid,

terutama bila diinjeksikan kedalam vena kecil dapat dihilangkan dengan

28

Page 29: isi makalah

penambahan opioid. Terdapat 30 kali lipat perbedaan antara dosis efektif dan

dosis mematikan dari etomidate, sehingga membuat etomidate sebagai agen yang

sangat aman. Muntah paska operasi lebih umum dibandingkan dengan agen

induksi lain3,31,49,50.

II.7.7 Formulasi Etomidate biasanya disajikan sebagai larutan berwarna untuk injeksi

yang mengandung 2 mg/ml etomidate dalam larutan 35% propilen glikol (pH

larutan 5.1, 4,965 mOsmol/kg), walaupun emulsi lemak (pH larutan 7.6, 400

mosmol/kg) dengan kekuatan setara juga telah diperkenalkan. Etomidate disajikan

sebagai racemic campuran, tapi hanya D-isomer memiliki aktivitas

farmakologis3,31,49,50.

II.7.8. Etomidat dan Penurunan Kadar Gula Darah

Etomidate menyebabkan supresi adrenokortikal dengan menimbulkan

inhibisi yang tergantung dosis terhadap konversi kolesterol menjadi kortisol.

Enzim spesifik yang diinhibisi oleh etomidate adalah 11-β-hidroksilase terbukti

oleh akumulasi 11-deoksikortikosteron. Inhibisi enzim ini berlangsung 4−8 jam

setelah pemberian etomidate dosis induksi. Masuk akal jika pasien yang

mengalami sepsis atau perdarahan yang memerlukan respon kortisol yang adekuat

akan menjadi lebih buruk jika etomidate diberikan. Sebaliknya supresi fungsi

adrenokortikal dapat dianggap diinginkan dari sudut pandang anestesi yang bebas

stress26,42,43,45,49.Aktivasi dan gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA

axis) hampir merupakan suatu fenomena yang umum terjadi setelah stres trauma

dan pembedahan. Penggunaan etomidate jangka panjang berhubungan dengan

adanya supresi adrenal. Pemberian etomidate telah diketahui dapat mensupresi

fungsi kelenjar adrenal yang menghasilkan glukokortikoid, sehingga selanjutnya

hal ini dapat mencetuskan terjadinya hipoglikemia. Paparan etomidate merupakan

salah satu faktor risiko yang dapat diubah untuk terjadinya keadaan insufisiensi

adrenal pada pasien yang sedang berpenyakit berat. Pemakaian etomidate dalam

29

Page 30: isi makalah

prosedur sedasi anestesi dan intubasi cepat pada pasien harus kembali

dievaluasi21,22,26,58,60.

Efek adrenal supresi dari etomidate dilaporkan bersifat reversibel dan

dapat bertahan dalam waktu kurang dari 24 jam ( < 6 jam pada sebagian besar

kasus sekitar 2 sampai dengan 6 jam setelah pemberian ).3 Pada pasien yang

diinduksi dengan menggunakan etomidate, terjadi penurunan kadar kortisol

diikuti oleh peningkatan kadar ACTH, 11-desoxycortisol dan 17-

hydroxyprogesterone. Ini merupakan bukti yang kuat bahwa etomidate

menghambat 11β-hydroxylation adrenal sehingga dapat menyebabkan kadar

kortisol serum (glukokortikoid) menurun 21,42,44,61,62.

Gambar 1. Proses Etomidat menghambat enzim 11-β hidroksilase dalam biosintesis kortisol21

Secara keseluruhan peran glukokortikoid terhadap metabolisme glukosa

adalah menjaga kadar gula darah. Supresi terhadap kelenjar adrenal

mengakibatkan terjadinya penurunan kadar glukokortikoid serum, sehingga

proses glikogenolisis, glukoneogenesis, katabolisme protein, respon terhadap

30

Page 31: isi makalah

katekolamin, dan efek anti insulin dari glukokortikoid ini menurun. Penurunan

efek glukokortikoid ini menyebabkan terganggunya fungsi mempertahankan

kadar gula darah terutama pada pasien yang sedang dalam keadaan stres

pembedahan atau trauma. Hal ini dapat mengakibatkan kadar gula darah

menurun22,44,66,67,68. Peningkatan kadar gula darah dapat terjadi karena berbagai hal

diantaranya respon stress operasi, seperti perubahan kardiovaskular, perubahan

cairan dan elektrolit, perubahan respon imun, perubahan metabolit, obat−obatan

anestesi laringoskopi, nyeri dan emosi yang semuanya mempengaruhi

katekolamin, glukagon, insulin, kortisol serta metabolisme lemak dan

karbohidrat63,64,65.

II.8 Propofol

II.8.1 Definisi

Propofol (2,6-diisopropylophenol) pertama kali diperkenalkan pada

tahun 1977, dilarutkan dalam kremofor karena sifatnya yang tidak larut dalam air.

Kemudian propofol ini ditarik dari peredaran karena pernah dilaporkan terjadinya

insiden reaksi anafilaktik pada saat penyuntikan. Pelarut yang adekuat untuk

propofol ditemukan berdasarkan penelitian klinis pada tahun 1983 dan dipakai di

seluruh dunia sampai saat ini69.

Propofol menjadi obat pilihan induksi anestesia, khususnya ketika

bangun yang cepat dan sempurna diperlukan. Kecepatan onset sama dengan

barbiturat intravena, masa pemulihan lebih cepat dan pasien dapat pulang berobat

jalan lebih cepat setelah pemberian propofol. Kelebihan lainnya pasien merasa

lebih nyaman pada periode paska bedah dibanding anestesi intravena lainnya.

Mual dan muntah paska bedah lebih jarang karena propofol mempunyai efek anti

muntah69-70.

II.8.2 Struktur Kimia

31

Page 32: isi makalah

Propofol mengandung satu cincin fenol dengan dua ikatan grup isoprofil

dengan berat molekul 178 Da. Panjang ikatan alkilfenol ini mempengaruhi

potensi, induksi dan karakteristik pemulihan. Propofol tidak larut dalam air, tetapi

1% larutan air (10 mg/ml) dapat digunakan sebagai obat intravena dalam larutan

emulsi minyak dalam air yang mengandung 10% minyak kedelai, 2.25% gliserol

dan 1.2 % lesitin telur71. Riwayat alergi telur tidak langsung dijadikan

kontraindikasi penggunaan propofol karena kebanyakan alergi telur melibatkan

reaksi dengan putih telur (contoh albumin) sedangkan lesitin diekstraksi dari

kuning telur.

Gambar 2. Rumus Bangun Propofol70

Formula ini menyebabkan nyeri saat penyuntikan yang dapat dikurangi

dengan penyuntikan pada vena besar dan dengan pemberian injeksi lidokain 0,1

mg/kgBB sebelum penyuntikan propofol atau dengan mencampurkan 2 ml

lidokain 1% dengan 18 ml propofol dapat menurunkan pH dari 8 menjadi 6,3.

Propofol adalah obat yang tidak larut dan membutuhkan lemak untuk

emulsifikasi. Formulasi propofol saat ini menggunakan minyak kedelai sebagai

fase minyak dan lesitin telur sebagai zat emulsifikasi yang terdiri dari trigliserida

cincin panjang. Formulasi ini mendukung pertumbuhan bakterial dan

meningkatkan konsentrasi trigliserida plasma khususnya ketika penggunaan infus

IV yang lama69.

II.8.3 Mekanisme Kerja

32

Page 33: isi makalah

Propofol adalah modulator selektif dari reseptor gamma amino butiric

acid (GABAA) dan tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada

konsentrasi yang relevan secara klinis. Propofol memberikan efek sedatif hipnotik

melalui interaksi reseptor GABAA. GABA adalah neurotransmiter penghambat

utama dalam susunan saraf pusat. Ketika reseptor GABAA diaktifkan, maka

konduksi klorida transmembran akan meningkat, mengakibatkan hiperpolarisasi

membran sel postsinap dan hambatan fungsional dari neuron postsinap. Interaksi

propofol dengan komponen spesifik reseptor GABAA terlihat mampu

meningkatkan laju disosiasi dari penghambat neurotransmiter, dan juga mampu

meningkatkan lama waktu dari pembukaan klorida yang diaktifkan oleh GABA

dengan menghasilkan hiperpolarisasi dari membran sel69,72

II.8.4 Farmakokinetik

Pemberian propofol 1.5 – 2.5 mg/kg IV (setara dengan tiopental 4-5 mg/kg

IV atau metoheksital 1.5 mg/kg IV) sebagai injeksi IV (<15 detik), mengakibatkan

ketidaksadaran dalam 30 detik. Sifat kelarutannya yang tinggi di dalam lemak

menyebabkan mulai masa kerjanya sama cepatnya dengan tiopental ( satu siklus

sirkulasi dari lengan ke otak) konsentrasi puncak di otak diperoleh dalam 30 detik

dan efek maksimum diperoleh dalam 1 menit. Pulih sadar dari dosis tunggal juga

cepat disebabkan waktu paruh distribusinya (2-8) menit. Lebih cepat bangun atau

sadar penuh setelah induksi anestesia dibanding semua obat lain yang digunakan

untuk induksi anestesi IV yang cepat. Pengembalian kesadaran yang lebih cepat

dengan residu minimal dari sistem saraf pusat (CNS) adalah salah satu keuntungan

yang penting dari propofol dibandingkan dengan obat alternatif lain yang diberikan

untuk tujuan yang sama70,72.

Rasa sakit karena injeksi terjadi pada sebagian besar pasien ketika propofol

diinjeksikan ke dalam vena tangan yang kecil. Ketidaknyamanan ini dapat dikurangi

dengan memilih vena yang lebih besar atau dengan pemberian 1% lidokain

33

Page 34: isi makalah

(menggunakan lokasi injeksi yang sama seperti propofol) atau opioid kerja jangka

pendek.

Klirens propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan

bahwa ambilan jaringan (mungkin ke dalam paru), sama baiknya dengan

metabolisme oksidatif hepatik oleh sitokrom P-450, dan ini penting dalam

mengeluarkan obat ini dari plasma. Dalam hal ini, metabolisme propofol pada

manusia dianggap bersifat hepatik dan ekstrahepatik. Metabolisme hepatik cepat dan

luas, menghasilkan sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit asam

glukuronik yang diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani hidroksilasi

cincin oleh sitokrom P-450 membentuk 4-hidroksipropofol yang kemudian di

glukuronidasi atau sulfat. Meskipun glukuronida dan konjugasi sulfat dari propofol

terlihat tidak aktif secara farmakologi, 4-hidroksipropofol memiliki sepertiga

aktivitas hipnotik dari propofol. Kurang dari 0.3% dari dosis yang diekskresikan

tidak berubah dalam urine73,74,75.

II.8.5 Induksi Anestesi

Dosis induksi dari propofol pada orang yang sehat adalah 1.5 hingga 2.5

mg/kgBB IV, dengan kadar darah 2-6 μg/ml yang menghasilkan ketidaksadaran

tergantung pada pengobatan dan pada usia pasien. Onset hipnosis propofol sangat

cepat (one arm-brain circulation) dengan durasi hipnosis 5-10 menit. Seperti

halnya dengan barbiturat, anak membutuhkan dosis induksi dari propofol yang

lebih tinggi per kilogram badan, kemungkinan berhubungan dengan volume

distribusi sentral lebih besar dan juga angka bersihan yang tinggi. Pasien lansia

membutuhkan dosis induksi yang rendah (25% hingga 50% terjadi penurunan)

akibat penurunan volume distribusi sentral dan juga penurunan laju bersihan.

Pasien sadar biasanya terjadi pada konsentrasi propofol plasma 1,0 hingga 1,5

μg/ml.17

Dosis khusus dari propofol untuk pemeliharan anestesia adalah 100-300

μg/kgBB/menit IV, seringkali dikombinasikan dengan opioid kerja jangka pendek.

Anestesia umum menggunakan propofol mempunyai efek mual dan muntah paska

34

Page 35: isi makalah

operasi yang minimal dan kesadaran yang lebih cepat dengan efek residual yang

minimal69.

II.8.6. Interaksi Obat

Konsentrasi fentanil dan alfentanil meningkat dengan pemberian yang

bersamaan dengan propofol. Kombinasi midazolam dan propofol memberikan efek

sinergistik dalam hal onset yang lebih cepat dan total dosis yang lebih rendah.9

Interaksi ketamin dengan propofol adalah aditif73.

II.8.7 Farmakodinamik

Propofol mengurangi laju metabolik otak untuk oksigen (CMRO2),

aliran darah ke otak (CBF), dan tekanan intrakranial (ICP). Pemberian propofol

untuk menghasilkan sedasi pada pasien dengan SOL (space occupying lesion)

intrakranial tidak meningkatkan ICP. Dosis yang besar dari propofol ini dapat

mengurangi tekanan darah sistemik dan juga mengurangi tekanan perfusi otak

(CPP). Autoregulasi serebrovaskular sebagai respon terhadap perubahan tekanan

darah sistemik dan reaktivitas aliran darah ke otak untuk merubah PaCO2 tidak

dipengaruhi oleh propofol. Dalam hal ini kecepatan aliran darah ke otak akan

berubah seiring dengan perubahan pada PaCO2 dengan adanya propofol dan

midazolam. Propofol menimbulkan perubahan elektroensefalografi (EEG) sama

dengan tiopental, termasuk kemampuan untuk menghasilkan supresif penuh

dengan dosis tinggi. Bangkitan potensial somatosensori kortikal yang

dimanfaatkan untuk monitoring fungsi medula spinalis tidak begitu bermakna

pada penggunaan propofol tunggal tetapi penambahan nitro oksida atau anastesi

inhalasi menghasilkan penurunan amplitudo. Pada level sedasi yang sama,

propofol menghasilkan gangguan memori pada derajat yang sama seperti

midazolam. Peningkatan toleransi terhadap obat dalam menekan sistem saraf

35

Page 36: isi makalah

pusat sering terjadi pada pasien yang sering menggunaan opioid, obat hipnotik

sedatif, ketamin dan nitrous oksida 69,71,72.

Hipotensi merupakan komplikasi akibat pemberian propofol khususnya

pada orang tua, bahkan dapat menyebabkan hipotensi preintubasi paska induksi

yang sedang sampai berat. Hipotensi ini dapat menurunkan CBF dan

menimbulkan episode sekunder iskemi serebral yang dapat menyebabkan gejala

sisa neurologi74.

Propofol menghasilkan penurunan tekanan darah sistemik yang lebih

besar dibandingkan dosis tiopental pada saat induksi. Pada keadaan dimana tidak

ada gangguan kardiovaskuler, dosis induksi 2 - 2,5 mg/kgBB menyebabkan

penurunan tekanan darah sistolik sebesar 25-40%. Perubahan yang sama terlihat

juga terhadap tekanan arteri rerata (MAP) dan tekanan darah diastolik. Penurunan

tekanan darah ini mengikuti penurunan curah jantung sebesar 15% dan penurunan

resistensi vaskular sistemik sebesar 15-25 %. Relaksasi otot polos vaskular

dihasilkan oleh propofol adalah terutama berkaitan dengan hambatan aktivitas

saraf simpatik.8,30 Menurut Dhungana, propofol menyebabkan hipotensi akibat

vasodilatasi perifer yang diakibatkan oleh peningkatan produksi endothelial dan

lepasnya nitric oxide75.

Efek inotropik negatif dari propofol dapat dihasilkan dari penurunan

kalsium intraselular akibat hambatan influks kalsium trans sarkolema. Efek

tekanan darah akibat propofol dapat diperburuk pada pasien hipovolemi, pasien

lanjut usia dan pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri yang berkaitan

dengan penyakit arteri koroner74,75.

Disamping penurunan tekanan darah sistemik, peningkatan denyut

jantung seringkali tidak berubah secara nyata. Bradikardi dan asistol juga telah

diamati setelah induksi anestesia dengan propofol, yang menghasilkan

rekomendasi dimana obat antikolinergik diberikan ketika stimulasi vagal terjadi

berkaitan dengan pemberian propofol. Propofol dapat mengurangi aktivitas sistem

saraf simpatik pada cakupan yang lebih besar dibandingkan dengan aktivitas

36

Page 37: isi makalah

system saraf parasimpatik, dengan menghasilkan dominasi aktivitas

parasimpatik.8 Refleks baroreseptor yang mengontrol denyut jantung juga

didepresi oleh propofol sehingga mengurangi refleks takikardia yang selalu

mengikuti hipotensi. Hal ini yang menyebabkan laju jantung tidak berubah secara

bermakna setelah penyuntikan propofol72.

Propofol menghasilkan depresi ventilasi tergantung pada dosis,

kecepatan pemberian dan premedikasi, dengan apnu yang berlangsung pada 25%

hingga 35% pasien setelah induksi dengan propofol. Pemberian opioid pada

pengobatan preoperatif dapat meningkatkan efek depresi ventilasi. Pemakaian

infus rumatan propofol akan mengurangi volume tidal dan frekwensi pernafasan.

Propofol mengurangi respon ventilasi pada karbon dioksida dan juga

hipoksemia. Propofol dapat mengakibatkan bronkodilatasi dan menurunkan

insidensi sesak pada pasien asma. Konsentrasi sedasi dari propofol akan

menekan respon ventilasi terhadap hiperkapnia disebabkan efek dari

kemoreseptor sentral. Berbeda dengan anestesi inhalasi dosis rendah, respon

kemorefleks perifer pada karbon dioksida masih tetap ada ketika dirangsang oleh

karbon dioksida dengan adanya propofol69,70,72.

Propofol tidak mempengaruhi fungsi ginjal atau hepar sebagaimana

dinyatakan oleh konsentrasi enzim transaminase liver atau kreatinin. Propofol

tidak mempengaruhi sintesis kortikosteroid atau mempengaruhi respon normal

terhadap stimulasi ACTH. Propofol dalam formula emulsi tidak mempengaruhi

fungsi hematologi atau fibrinolisis73.

Propofol juga mempunyai efek antiemetik yang signifikan pada dosis

subhipnotik (10 mg) dan telah digunakan untuk mengatasi mual muntah paska

operasi (PONV). Peningkatan tekanan bola mata dicegah setelah pemberian

propofol, oleh sebab itu propofol ideal digunakan pada operasi mata73.

37

Page 38: isi makalah

BAB III

METODOLOGI

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat yang digunakan

Alat yang digunakan yaitu alat suntik, lanset, dan alat glucostick

(Glukometer Easy Touch®)

III.1.2 Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan yaitu etomidat 0,2 mg/kg intravena,

ondansentron, vecuronium 0,1kg/kg, larutan salin, 1-2 µg/kg fentanyl, propofol

2,5 mg/kg intravena, dinitrogen oksida, oksigen dan larutan ringer laktat.

III.2 Rancangan Peneltian

Penelitian ini merupakan uji klinik 4 dengan rancangan Randomized Clinical

Control Trial. Dalam rancangan eksperimental, pengukuran 2 kelompok berpasangan

dilakukan diawal dan setelah perlakuan. Penelitian ini dilakukan di Instalasi Bedah

38

Page 39: isi makalah

Sentral dan Laboratorium Patologi Klinik RSUP dr. Kariadi Semarang pada bulan

April-Mei 2010.

III.3 Cara Penelitian

III.3.1 Penyiapan Sampel

Sampel yang ada dikelompokkan menjadi dua kelompok menggunakan

Randomized Clinical Control Trial. Sampel dikelompokkan dengan cara acak,

dimana pasien pertama dikelompokkan dalam kelompok 1 (E), pasien kedua

dimasukan kedalam kelompok 2 (P), pasien ketiga masuk kedalam kelompok 1

(E) dan seterusnya secara berselang-seling (consecutive random sampling). Kedua

kelompok penelitian ini diberikan perlakuan yang berbeda. Kelompok 1 (K1)

menggunakan obat anestesi induksi etomidat 0,2 mg/kg intravena (dosis anestesi

induksi 0,2-0,6 mg/kg intravena) sebagai obat anestesi induksi; Kelompok 2 (K2)

menggunakan obat anestesi induksi propofol 2,5 mg/kg intravena (dosis anestesi

induksi 1,5 – 2,5 mg/kg intravena) yang juga sebagai obat anestesi induksi.

Pasien diinklusikan bila Menjalani operasi elektif dengan general

anestesi (GA), status fisik ASA I-II, laki-laki atau perempuan, lama operasi < 2

jam, usia antara 18-50 tahun, berat badan normal, operasi dilakukan antara jam

08.00-10.00 WIB, dan setuju untuk dilakukan tindakan. Pasien dieksklusikan bila

alergi terhadap obat yang digunakan dalam penelitian, pasien menggunakan

kortikosteroid, pasien dengan kadar kolestrol > 200 mg/dL, pasien menggunakan

kosentrasi hormonal, pasien dengan kehamilan, pasien dengan diabetes mellitus,

dan pasien dengan hipoalbumin, dan pasien dengan gangguan fungsi hepar.

Seleksi penderita dilakukan saat kunjungan prabedah di RSUP Dr. Kariadi

Semarang pada penderita yang akan menjalani operasi elektif dengan anestesi

umum, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, penderita

diberikan penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan, serta bersedia untuk

mengikuti penelitian dan mengisi informed consent serta lembar kuesioner. Pasien

39

Page 40: isi makalah

secara random dibagi menjadi 2 kelompok sehingga masing-masing kelompok

berjumlah 19 orang.

III.3.2 Prosedur Penelitian

Sesuai prosedur anestesi umum, semua pasien dipuasakan 6 jam

sebelum operasi, kebutuhan cairan selama puasa dipenuhi sebelum operasi

dengan menggunakan ringer laktat, pengambilan sampel sebelum perlakuan akan

dilakukan sebelum dilakukan induksi dengan pemeriksaan kadar gula darah

melalui alat glucostick. Pre-operasi pasien bedah menerima premedikasi 4 mg

ondansentron 3 menit sebelum operasi dan fentanyl 1 mg/kg 3 menit sebelum

induksi. Setelah dilakukan kanulasi pada pembuluh vena, larutan salin fisiologis

diberikan dan 1-2 µg/kg fentanyl. Kemudian dilakukan induksi anestesi dengan

cara tersebut diatas. Pelumpuh otot digunakan vecuronium 0,1kg/kg. Saat operasi

semua pasien diinduksi dengan propofol atau etomidat.

Untuk pemeliharaan anestesi pada kedua kelompok mendapat perlakuan

tidak berbeda, kelompok 1 menggunakan obat anestesi induksi etomidat 0,2

mg/kg intravena, sedangkan kelompok 2 menggunakan obat anestesi induksi

propofol 2,5 mg/kg intravena, anestesi dipertahankan pada seluruh kasus dengan

inhalasi campuran N2O : O2 (50 % :50%). Pada semua kelompok (K1/K2)

sampel darah diambil sebelum dilakukan pemberian obat anestesi induksi

(propofol atau etomidat), 2 jam, dan 8 jam setelah dilakukan obat anestesi induksi

(propofol atau etomidat). Sampel darah (0,3 µL) diambil dengan lanset dan

langsung diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksa glucostick.

Glukometer Easy Touch® menggunakan metode elektrokimia.

Penggunaan glukosameter dikatalisis oleh glukosa oksidase. Glukosa dalam darah

bereaksi dengan elektroda yang mengandung enzim glukosa oksidase (atau

dehidrogenese).

Enzim ter-reoksidasi dengan kelebihan mediator reagen, seperti

ferricyanide ion, sebuah derivat ferrocence atau osmium bipyridyl kompleks.

40

Page 41: isi makalah

Mediator pada gilirannya direoksidasi oleh reaksi di elektroda yang menghasilkan

arus listrik. Jumlah mediator yang melewati elektroda sebanding dengan jumlah

glukosa dalam darah yang telah bereaksi dengan enzim.

Gambar 3. Spesifiasi Glucometer Easy Touch

III.3.3 Alur Kerja

41

POPULASI

KRITERIA INKLUSI

SELEKSI SAMPELKRITERIA EKSKLUSI

RANDOMISASI

PENGAMBILAN SAMPEL DARAH

SEBELUM PERLAKUAN

PEMERIKSAAN GULA DARAH

SEBELUM PERLAKUAN

KELOMPOK I

PREMEDIKASI

Fentanyl 1-2 μg/kg iv

Ondansentron

Etomidate 0,2 mg/kg intravena

Vecuronium bromide 0,1 mg/kg iv

Rumatan : O2 / N2O ; Enflurane

KELOMPOK II

PREMEDIKASI

Fentanyl 1-2 μg/kg iv

Ondansentron

Propofol 2,5 mg/kg intravena

Vecuronium bromide 0,1 mg/kg iv

Rumatan : O2 / N2O ; Enflurane

Page 42: isi makalah

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah dilakukan penelitian tentang perbedaan pengaruh pemberian etomidat

dan propofol terhadap kadar gula darah pada 38 orang penderita yang menjalani

operasi dengan anestesi umum dan status fisik ASA I dan II setelah memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi tertentu. Karakteristik subyek penelitian ditampilkan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Subjek pada Masing-Masing Kelompok

42

KELOMPOK I

PREMEDIKASI

Fentanyl 1-2 μg/kg iv

Ondansentron

Etomidate 0,2 mg/kg intravena

Vecuronium bromide 0,1 mg/kg iv

Rumatan : O2 / N2O ; Enflurane

KELOMPOK II

PREMEDIKASI

Fentanyl 1-2 μg/kg iv

Ondansentron

Propofol 2,5 mg/kg intravena

Vecuronium bromide 0,1 mg/kg iv

Rumatan : O2 / N2O ; Enflurane

Page 43: isi makalah

Pada analisis penelitian ini menunjukkan bahwa etomidat terbukti secara

statistic menurunkan kadar gula darah secara bermakna. Hasil penelitian ini juga

sesuai dengan hasil temuan Banerjee A, pemberian etomidat dapat menyebabkan

terjadinya supresi kelenjar adrenal, mencetuskan terjadinya hipoglikemi. Batasan

normoglikemi sesuai dengan konsensus ADA (American Diabetes Association)

dinyatakan bahwa yang dimaksud hipoglikemi adalah kadar gula darah < 80 mg/dl

dengan gejala atau kadar gula darah < 60 mg/dl tanpa gejala. Hasil analisis statistik

menunjukkan bahwa etomidat terbukti secara statistik mampu menurunkan kadar

gula, namun ini masih dalam batas normal atau tetap. Hasil temuan ini menyimpulkan

bahwa walaupun terjadi penurunan kadar gula darah pasca pemberian etomidat

namun demikian masuk dalam batas aman bagi pasien yang menjalani operasi baik

durante ataupun pasca operasi yang akan mengurangi insiden morbiditas dan

mortalitas sehingga akan mempercepat proses penyembuhan yang akan

mempersingkat lama tinggal di rumah sakit yang pada akhirnya akan memperingan

beban pasien dan rumah sakit.

Penggunaan etomidat dan propofol merupakan pilihan sedatif kerja cepat yang

digunakan untuk induksi anestesi umum. Etomidat memiliki keunggulan pada induksi

cepat karena memiliki efek minimal terdapat kardiorespirasi.3 Usia dan berat badan

juga menjadi pertimbangan pada penelitian ini dengan mempertimbangkan bahwa

stres dapat menimbulkan efek hiperglikemi pada responden yang menjalani operasi,

usia 30- 35 tahun dengan berat badan 52-64 kg terbukti berbeda bermakna

meningkatkan kadar gula darah pre operasi dibandingkan dengan 30 menit, 60 dan

120 menit (p<0,01). Sesuai penelitian ini usia dan berat badan menjadi karakteristik

dalam penelitian.

43

Page 44: isi makalah

Gambar 4. Subjek penelitian berdasarkan kategori skor ASA

Uji normalitas Kolmogorov-Smirnov digambarkan pada tabel 1, dimana

karakteristik umum usia, jenis kelamin, BMI, MAP pada masing-masing kelompok

memiliki distribusi yang normal (p> 0,05). Hasil ini menunjukkan data yang

homogeny (perbedaan yang tidak bermakna, p>0,05) dari semua variabel yakni umur,

jenis kelamin, BMI, MAP dan status fisik ASA sebelum dilakukan perlakuan.

Distribusi frekuensi subyek penelitian berdasarkan kategori skor ASA juga

ditampilkan dalam gambar. Kadar gula darah tepi yang diambil pra anestesi, 2 dan 8

jam setelah induksi pada masing-masing kelompk subyek penelitian ditampilkan

dalam table 2 dan gambar 5 dan 6.

Tabel 2. Kadar gula pada masing-masing subjek penelitian

Gambar 5. Tampilan boxplot subjek penelitian

44

Page 45: isi makalah

Gambar 6. Kadar gula darah kelompok propofol

Etomidat memiliki beberapa sifat yag menguntungkan bagi pasien kritis yaitu

dengan onset dan pemulihan yang cepat, stabilitas kardiovaskuler, kurang mendepresi

nafas, tidak menyebabkan pelepasan histamin, memiliki efek proteksi serebral, dan

rentang dosis efektif yang cukup besar. Sintesis steroidogenesis sendiri merupakan

respon normal pada suatu saat stres seperti trauma, luka bakar, pembedahan dan

infeksi yang ditandai dengan meningkatnya gula darah. Kekawatiran utama pada

pemakaian etomidat sebagai sedasi dan induksi anestesi disebabkan karena supresi

adrenalnya. Etomidat berdasarkan kepustakaan diketahui memiliki efek menghambat

aktivitas hidroksilase mitokondria dan menurunkan steroidogenesis baik pada

pemberian dosis tunggal maupun infus kontinyu. Walaupun terdapat perdebatan

mengenai makna klinis supresi adrenal oleh etomidat, obat ini terbukti memiliki

manfaat jangka pendek yang sangat besar.9 Pasien dengan syok septik umumnya

mengalami gangguan hemodinamik dan respirasi yang memerlukan bantuan ventilasi

mekanik sesegera mungkin. Pemakaian obat anestesi lain seperti propofol dan

thiopental dapat memperberat gangguan hemodinamik pada periode awal pemakaian

ventilasi mekanik dan hal ini bukan merupakan masalah kecil pada pasien syok.

Manfaat stabilitas hemodinamik etomidat sebagai obat induksi anestesi pada pasien

dengan kondisi stress dan trauma semacam ini tidak dapat diabaikan.

Data kadar gula darah yang didapatkan dari pemeriksaan pra anestesi, 2 dan 8

jam pasca induksi pada masing-masing kelompok subyek penelitian menunjukkan

45

Page 46: isi makalah

sebaran data merata pada uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov untuk variabel

kadar gula darah pra anestesi dan 8 jam pasca induksi pada kelompok etomidat, dan

varibel kadar gula darah 2 jam setelah induksi untuk kelompok propofol. Berdasarkan

hasil uji normalitas data dimana sebaran data normal (p>0,05) sebagaimana terlihat

pada tabel 3, maka untuk analisis komparatif (uji hipotesis) antara kadar gula darah

serum pra anestesi, 2 dan 8 jam pasca induksi untuk masing-masing subyek penelitian

digunakan uji T-tes atau Wilcoxon Sigend Rank Test. Pada analisis untuk

membandingkan kadar gula darah antara kelompok digunakan uji Mann Whitney U

Test atau Independent T-tes. Hasil analisis tersebut disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 3. Uji Normalitas Kadar Gula Darah Serum, pra anestesi 2 dan 8 jam setelah induksi

Dari data diatas didapatkan perbedaan bermakna (p<0,05) pada uji hipotesis

kelompok yang mendapat etomidat baik antara kadar gula darah serum pra anestesi, 2

jam maupun 8 jam pasca induksi. Pada nilai median kadar gula darah maka terjadi

penurunan bermakna pada 2 jam setelah induksi kemudian terjadi peningkatan

bermakna pada 8 jam setelah induksi. Pada kelompok propofol didapatkan perbedaan

bermakna (p=0,0000) antara kadar gula darah serum pra anestesi dan 2 jam pasca

induksi, sementara kadar gula darah 8 jam pasca induksi tidak berbeda bermakna

dengan kadar pra anestesi, dari tabel nilai median dapat dilihat kadar gula darah yang

meningkat pada 2 jam pasca anestesi dan kembali normal pada 8 jam pasca anestesi.

Pada penelitian ini, digunakan 38 subyek penelitian dengan karakteristik yang

telah diseleksi melalui kriteria inklusi dan ekslusi didapatkan 38 pasien dengan

karakteristik umur, jenis kelamin, BMI, status ASA dan MAP yang tidak berbeda

46

Page 47: isi makalah

bermakna (p>0,05) sehingga layak dibandingkan. Pada uji hipotesis kadar gula darah

serum pra anestesi, 2 jam dan 8 jam pasca induksi pada tiap-tiap kelompok penelitian

didapati perbedaan bermakna kadar gula darah serum 2 jam dan 8 jam pasca induksi

dengan propofol dimana terjadi peningkatan dari kadar pra anestesi. Hal ini tidak

sesuai dengan penelitian dari kadar pra anestesi. Penelitian Zhang dkk, yang

menyebutkan bahwa induksi propofol memiliki sedikit efek menurunkan fungsi

adrenokortikal, dan hasilnya sesuai dengan penelitian Hemelrijck JV, dkk yang

menyebutkan tidak didapati pengaruh propofol terhadap sintesis kortisol sebagai

respon terhadap stimulasi tetrakosaktid.

Peningkatan kadar gula secara bermakna pada periode operasi merupakan

respon normal dimana pembedahan merupakan salah satu aktivator paling kuat

terhadap aksis hypothalamus-pituitari-adrenal (HPA). Derajat aktivasi aksis ini

tergantung pada besar dan lamanya pembedahan serta jenis dan dalamnya anestesi.

Selama pembedahan pada pasien dengan fungsi sumbu HPA normal, kadar CRH,

ACTH, kortisol, dan gula darah seluruhnya meningkat secara bermakna, anestesi

umum dalam dan anestesi regional menghambat gelombang glukokortikoid

intraoperasi sampai periode pasca operasi, akan tetapi tampaknya tetap terjadi

peningkatan dari nilai sebelum pembedahan.

Tabel 4. Hasil Uji Hipotesis

47

Page 48: isi makalah

Hasil uji hipotesis antara kelompok etomidat dan propofol menunjukkan perbedaan

bermakna kadar gula darah 2 jam pasca induksi (p=0,000) dan terdapat perbedaan

bermakna kadar gula darah 8 jam pasca induksi (p=0,000).

Uji hipotesis analisis antar kelompok menunjukkan bahwa etomidat secara

bermakna (p=0,0000) lebih mendepresi kadar gula darah terkait dengan inhibisi 11β-

hidroksilasi dibanding propofol. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Zhang dkk.

Penelitian ini semakin menguatkan bahwa kekawatiran penggunaan etomidat akan

efek supresi adrenal yang mengakibatkan hipoglikemi disingkirkan, terbukti,

walaupun bahwa secara statistik (p<0,05) etomidat bermakna menurunkan kadar gula

darah, tetapi penurunan kadar gula darah akibat etomidat bukan hal yang

menghawatirkan justru menguntungkan untuk pasien yaitu tetap terjaganya kondisi

normoglikemi, yang akhirnya menurunkan mortalitas dan morbiditas.

48

Page 49: isi makalah

BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Pemberian etomidat dengan dosis 0,2mg/kgBB menurunkan kadar gula darah

serum 2 jam sampai 8 jam setelah induksi sedangkan propofol 2,5 mg/kgBB

tidak menurunkan kadar gula darah.

2. Penggunaan etomidat cukup aman digunakan sebagai obat induksi anestesi

terutama pada pasien dengan gangguan kardiovaskuler. Kekhawatiran akan efek

supresi adrenal pada induksi etomidat bersifat sementara dan tidak menimbulkan

akibat klinis yang bermakna pada pasien tanpa gangguan fungsi sintesis gula

darah sebelumnya.

V.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan penelitian serupa adalah :

49

Page 50: isi makalah

1. Studi serupa dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan

minimalnya variasi karakteristik stres operasi dan emosi, sehingga hasilnya dapat

digeneralisir.

2. Perlu dilakukan pula studi efek pemberian etomidat dengan jenjang pemeriksaan

waktu yang lebih banyak dan singkat, sehingga dapat diketahui dengan tepat

mula dan akhir efek penurunan gula darah ini sehingga dapat menjadi acuan

dalam pemilihan obat induksi pada pasien tertentu dengan mempertimbangkan

risiko dan manfaatnya.

50