SKRIPSI 2017
INSIDEN OTITIS EKSTERNA DI RUMAH SAKIT MITRA HUSADA MAKASSAR
PERIODE JUNI 2015 – JUNI 2016
OLEH : Andi Nurkamila Putri Rahman
C 111 14 364
Pembimbing: Prof. Dr. dr. Sutji Pratiwi Rahardjo, Sp. T.H.T.K.L (K)
UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR 2017
i
INSIDEN OTITIS EKSTERNA DI RUMAH SAKIT MITRA
HUSADA MAKASSAR PERIODE JUNI 2015 – JUNI 2016
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin
Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran
OLEH : Andi Nurkamila Putri Rahman
C111 14 364
PEMBIMBING: Prof. Dr. dr. Sutji Pratiwi Rahardjo, Sp. T.H.T.K.L (K)
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS KEDOKTERAN
MAKASSAR
2017
ii
iii
iv
v
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Andi Nurkamila Putri R.
NIM : C111 14 364
Judul Skripsi : Insiden otitis eksterna di rumah sakit Mitra Husada Makassar
periode Juni 2015 - Juni 2016
Dengan ini saya menyatakan bahwa seluruh skripsi ini adalah hasil karya
saya. Apabila ada kutipan atau pemakaian dari hasil karya orang lain baik berupa
tulisan, data, gambar atau ilustrasi baik yang telah dipublikasi atau belum
dipublikasi, telah direferensi sesuai dengan ketentuan akademis.
Saya menyadari plagiarisme adalah kejahatan akademik, dan melakukannya
akan menyebabkan sanksi yang berat berupa pembatalan skripsi dan sanksi
akademik yang lain.
Makassar, 15 November 2017
Yang Menyatakan,
Andi Nurkamila Putri Rahman
vi
SKRIPSI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN November, 2017
Andi Nurkamila Putri Rahman, C111 14 364 Prof. Dr. dr. Sutji Pratiwi Rahardjo, Sp. T.H.T.K.L(K) Insiden Otitis Eksterna di Rumah Sakit Mitra Husada Makassar Periode Juni 2015 - Juni 2016
ABSTRAK
Latar Belakang : Otitis eksterna merupakan radang telinga yang bersifat akut maupun kronis disebabkan oleh adanya perubahan pH telinga yang asam menjadi basa, bakteri, trauma lokal pada telinga, alergi, masuknya benda asing serta riwayat penyakit diabetes melitus. Indonesia merupakan negara dengan iklim tropis sehingga memiliki suhu dan kelembaban yang menjadi kriteria faktor predisposisi terjadinya otitis eksterna. Pasien dengan otitis eksterna umumnya datang dengan keluhan rasa sakit pada telinga, terutama saat di tekan dan mengunyah. Bila peradangan tersebut tidak segera diobati secara adekuat, maka keluhan-keluhan seperti nyeri, gatal, dan mungkin telinga berbau bisa menetap.
Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan retrospektif, melalui penggunaan rekam medik pasien otitis eksterna sebagai data penelitian. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan metode total sampling.
Hasil : Jumlah pasien otitis eksterna di Rumah Sakit Mitra Husada Makassar periode Juni 2015 – Juni 2016 didapatkan sebanyak 148 orang. Diketahui bahwa secara keseluruhan kelompok pasien dari usia dewasa (18 - 40 tahun) tercatat 43,24%, laki-laki mempunyai angka tertinggi yaitu 54,05%. Sebagian besar datang dengan keluhan otalgia sekitar 51.35%.
Kesimpulan : Sebagian besar kasus otitis eksterna di Rumah Sakit Mitra Husada Makassar periode Juni 2015 - Juni 2016 adalah pada usia dewasa, laki-laki, dan sebagian besar dari mereka datang dengan keluhan utama otalgia.
Kata Kunci : Insiden , Otitis Eksterna, Rumah Sakit Mitra Husada Makassar.
vii
THESIS
FACULTY OF MEDICINE UNIVERSITAS HASANUDDIN
November,2017
Andi Nurkamila Putri Rahman, C111 14 364 Prof. Dr. dr. Sutji Pratiwi Rahardjo, Sp. T.H.T.K.L(K) Incidence of External Otitis at Mitra Husada Hospital Makassar Period June 2015 - June 2016
ABSTRACT
Background: Otitis externa is an acute or chronic ear inflammation caused by changes in acid to base of pH ear, bacteria, local trauma to the ear, allergies, unwanted object entry to the ear and history of diabetes melitus. Indonesia is a tropical country in which temperature and humidity become predispose factor for the occurrence of otitis externa. Patients with otitis externa generally come with pain complaints on the ear, especially when pressed and chewed. If the inflammation is not treated promptly, the pain on ear, itching, and possibly odorless ears can persist.
Research Methods: This research used descriptive method with retrospective
approach. Medical records of otitis externa patients was used as research data which
taken by total sampling method.
Results: The number of otitis externa at Mitra Husada Hospital Makassar period June
2015 - June 2016 was 148 people. In which recorded from adult patients (18-40 years)
is 43.24% and the males suffering the highest number of 54.05%, most of which came
with otalgia complaints of 51.35%.
Conclusions: Most cases of otitis externa at Mitra Husada Hospital Makassar in the
period of June 2015 - June 2016 are in adult, male, and most of them come with the
otalgia complaint.
Key Words : Incidence, Otitis Externa, Mitra Husada Hospital Makassar.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-
Nya skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan skripsi ini
dilaksanakan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Kedokteran (S.Ked.) pada Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Jutaan terima kasih dengan tulus ikhlas kepada kedua orang tua yang telah dengan
sabar, tabah dan penuh kasih sayang serta selalu memanjatkan doa dan dukungannya
selama masa studi penulis. Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima
kasih yang mendalam kepada Prof. Dr. dr. Sutji Pratiwi Rahardjo, Sp. T.H.T.K.L(K),
selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan sabar memberikan
arahan, koreksi dan bimbingannya tahap demi tahap penyusunan skripsi ini. Waktu
yang beliau berikan merupakan kesempatan berharga bagi penulis untuk belajar.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Kepala Rumah Sakit Pendidikan Makassar dan staf.
2. Kepala Rumah Sakit Mitra Husada Makassar dan staf.
3. Pimpinan dan staf-staf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
4. Seluruh keluarga dan dosen-dosen penulis yang juga telah memberikan dorongan
dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari yang diharapkan, untuk itu
dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak
demi kesempurnaan skripsi ini. Namun demikian, dengan segala keterbatasan yang ada,
mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi orang banyak. Akhirnya penulis
ix
berdoa semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan imbalan yang setimpal
kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Amin.
Makassar, 24 Oktober 2017
Penulis
x
DAFTARISI
HALAMANJUDUL.........................................................................................................i
HALAMANPENGESAHAN............................................................................................ii
HALAMANPERSETUJUANCETAK................................................................................iv
LEMBARPERNYATAANORISINALITASKARYA..............................................................v
ABSTRAK......................................................................................................................vi
KATAPENGANTAR.....................................................................................................viii
DAFTARISI...................................................................................................................x
DAFTARTABEL............................................................................................................xiii
DAFTARGRAFIK.........................................................................................................xiv
DAFTARGAMBAR.......................................................................................................xv
DAFTARLAMPIRAN...................................................................................................xvi
BABIPENDAHULUAN
1.1.LatarBelakangMasalah............................................................................ 1
1.2.RumusanMasalah.................................................................................... 2
1.3.TujuanPenelitian..................................................................................... 2
1.3.1.TujuanUmum.............................................................................. 2
1.3.2.TujuanKhusus............................................................................. 2
1.4.Manfaat...................................................................................................... 3
BABIITINJAUANPUSTAKA
2.1.OtitisEksterna.......................................................................................... 4
2.1.1.Anatomi....................................................................................... 4
2.1.2.DefinisiOtitisEksterna................................................................ 7
2.1.3.Klasifikasi..................................................................................... 7
xi
2.1.4.Etiologi......................................................................................... 8
2.2.5.FaktorResiko............................................................................... 10
2.2.6.Patogenesis................................................................................. 11
2.2.7.TandadanGejala......................................................................... 12
2.2.8.Diagnosis..................................................................................... 14
2.2.9.Penatalaksanaan.......................................................................... 14
2.2.10.DiagnosisBanding...................................................................... 16
BABIIIKERANGKAKONSEPTUALDANDEFINISIOPERASIONAL
3.1.DasarPemikiranVariabelYangDiteliti..................................................... 17
3.2.KerangkaTeori........................................................................................ 17
3.3.KerangkaKonsep...................................................................................... 18
3.4.DefenisiOperasional................................................................................. 18
3.4.1.JenisKelamin............................................................................... 18
3.4.2.Umur........................................................................................... 19
3.4.3.KeluhanUtama............................................................................ 19
BABIVMETODOLOGIPENELITIAN
4.1.DesainPenelitian..................................................................................... 20
4.2.LokasidanWaktuPelaksanaanPenelitian................................................ 20
4.2.1.LokasiPenelitian.......................................................................... 20
4.2.2.WaktuPenelitian......................................................................... 20
4.3.Populasidansampel................................................................................ 20
4.3.1.Populasidalampenelitianini...................................................... 20
4.3.2.Sampel......................................................................................... 20
4.4.CaraPengambilanData............................................................................ 21
xii
4.4.1.KriteriaInklusi.............................................................................. 21
4.4.2.KriteriaEksklusi........................................................................... 21
4.5.JenisDatadanInstrumenPenelitian....................................................... 21
4.5.1.JenisData..................................................................................... 21
4.5.2.InstrumenPenelitian................................................................... 21
4.6.ManajemenPenelitian............................................................................. 22
4.7.EtikaPenelitian........................................................................................ 22
BABVHASILPENELITIAN................................................................................ 23
BABVIPEMBAHASAN..................................................................................... 28
BABVIIKESIMPULANDANSARAN
7.1.Kesimpulan..................................................................................... 32
7.2.Saran............................................................................................... 32
DAFTARPUSTAKA..........................................................................................34
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1. Insiden Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Jenis Kelamin ................. 23
Tabel 5.2. Insiden Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Kelompok Umur ............ 24
Tabel 5.3. Insiden Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Keluhan Utama .............. 26
xiv
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.1. Diagram bar distribusi pasien otitis eksterna berdasarkan jenis kelamin
yang berobat ke Rumah Sakit Mitra Husada Makassar, Juni 2015 – Juni
2016 .................................................................................................... 24
Grafik 5.2. Diagram bar distribusi pasien otitis eksterna berdasarkan kelompok umur
yang berobat ke Rumah Sakit Mitra Husada Makassar, Juni 2015 – Juni
2016 .................................................................................................... 25
Grafik 5.3. Diagram bar distribusi pasien otitis eksterna berdasarkan keluhan utama
yang berobat ke Rumah Sakit Mitra Husada Makassar, Juni 2015 – Juni
2016 .................................................................................................... 26
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Anatomi Telinga .............................................................................. 4
Gambar 3.1. Kerangka Teori ................................................................................ 17
Gambar 3.2. Kerangka Konsep ............................................................................. 18
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Jadwal Penelitian
Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 3. Surat Balasan Persetujuan Izin Penelitian
Lampiran 4. Rekomendasi Persetujuan Etik
Lampiran 5. Data Pasien Otitis Eksterna di Rumah Sakit Mitra Makassar periode Juni
2015 - Juni 2016
Lampiran 6. Biodata Peneliti
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis eksterna merupakan radang telinga luar yang bisa bersifat akut maupun
kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur dan virus. Faktor yang
mempermudah terjadimya radang telinga luar bila terjadi perubahan pH di liang
telinga, yang biasanya normal atau bersifat asam. Bila pH menjadi basa, proteksi
terhadap infeksi menurun (Helmi,et.al,2007). Umumnya pasien otitis eksterna
datang dengan keluhan rasa sakit pada telinga, terutama saat di tekan dan
mengunyah. Bila peradangan tersebut tidak segera diobati secara adekuat, maka
keluhan-keluhan seperti nyeri,gatal, dan mungkin telinga berbau bisa menetap
(Amri, et.al,2013).
Di Amerika Utara (2012) kasus otitis eksterna akut ditemukan sekitar 98%
disebabkan oleh adanya bakteri. Tersering adalah Pseudomonas aeruginosa dan
Staphylococcus aureus. Sekitar sepertiga dari kasus tersebut merupakan
polymikrobial, sedangkan patogen jamur terutama spesies dari Aspergillus dan
Candida lebih sering dijumpai pada lingkungan tropis atau sub tropis. Pada
periode terutama musim panas otitis eksterna akut jumlahnya akan meningkat
dengan insiden lebih sering ditemukan pada negara iklim tropis (Schaefer,
et.al,2012).
Pada suatu penelitian di Belanda (1998), tercatat insiden otitis eksterna akut
sekitar 12-14/1000 penduduk pertahun, sedang di Inggris (1997) dilaporkan
2
prevalensinya lebih dari 1% dalam satu tahun (Balen, et.al,2003). Berdasarkan
data yang dikumpulkan mulai periode Januari - Desember 2000 di Poliklinik
THT-KL RS H.Adam Malik Medan (2000), dilaporkan dari 10746 kunjungan
baru ditemukan 867 kasus (8,07%) otitis eksterna, 282 kasus (2,62%) otitis
eksterna difus dan 585 kasus (5,44%) otitis eksterna sirkumskripta (Surbakti,
R.,2003).
Berdasarkan uraian diatas, dimana insiden otitis eksterna meningkat terutama
di daerah tropis, maka hal ini mendorong penulis melakukan suatu penelitian
untuk memperoleh data informasi mengenai insiden otitis eksterna di Poliklinik
THT-KL RS Mitra Husada Makasssar periode Juni 2015 – Juni 2016.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, maka rumusan
masalah dari penelitian ini adalah apakah insiden otitis eksterna meningkat
selama periode Juni 2015 – Juni 2016 di Poliklinik THT-KL RS Mitra Husada
Makasaar.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memperoleh data terbaru tentang insiden otitis eskterna di
Poliklinik THT-KL RS Mitra Husada Makasssar periode Juni 2015 – Juni
2016.
1.3.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui distribusi pasien otitis eksterna di Poliklinik THT-
KL RS Mitra Husada Makasssar berdasarkan jenis kelamin, umur, dan
keluhan utama.
3
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti merupakan pengalaman yang berharga dalam memperluas
wawasan dan pengetahuan tentang otitis eksterna.
2. Sebagai sumber data bagi RS Mitra Husada Makassar mengenai insiden
otitis eksterna.
3. Bagi peneliti lain,dapat dijadikan referensi untuk penelitian yang sama
atau berkaitan.
4
BAB2TINJAUANPUSTAKA
2.1 Otitis Eksterna
2.1.1AnatomiTelinga
Secara anatomi, telinga terbagi tiga bagian yaitu bagian luar, bagian
tengah, dan bagian dalam.Telinga luar terbagi atas daun telinga, liang telinga
dan bagian lateral dari membran timpani. Daun telinga dibentuk oleh tulang
rawan dan otot serta ditutupi oleh kulit. Daun telinga terletak di kedua sisi
kepala, merupakan lipatan kulit dengan dasarnya terdiri dari tulang rawan yang
juga ikut membentuk liang telinga bagian luar. Hanya cuping telinga atau
lobulus yang tidak mempunyai tulang rawan, tetapi terdiri dari jaringan lemak
dan jaringan fibros. Permukaan lateral daun telinga mempunyai tonjolan dan
daerah yang datar.Tepi daun telinga yang melengkung disebut heliks. Pada
Gambar 2.1 Anatomi Telinga
5
bagian postero-superiornya terdapat tonjolan kecil yang disebut tuberkulum telinga
(Darwin’tubercle). Pada bagian anterior heliks terdapat lengkungan disebut
anteheliks. Bagian superior anteheliks membentuk dua buah krura dan bagian di
kedua krura ini disebut fosa triangulari. Di atas kedua krura ini terdapat fosa skafa.
Di depan anteheliks terdapat konka ,yang terdiri atas bagian yaitu simba konka
,yang merupakan bagian antero superior konka yang ditutupi oleh krus heliks dan
kavum konka yang terletak dibawahnya berseberangan dengan konka dan dibawah
krus heliks terdapat tonjolan kecil berbentuk segi tiga yang disebut tragus. Bagian
diseberang tragus yang terletak pada batas bawah anteheliks disebut antitragus.
Tragus dan antitragus dipisahkan oleh celah intertragus. Lobulus yang terletak
dibawah anteheliks tidak mempunyai tulang rawan dan terdiri dari jaringan ikat
serta jaringan lemak. Di permukaan posterior daun telinga terdapat pula tonjolan
dan cekungan yang namanya sesuai dengan anatomi yang membentuknya yaitu
sulkus heliks, sulkus krus heliks, fosa antiheliks, eminensia konka dan eminensia
skafa. Rangka tulang rawan daun telinga dibentuk oleh lempengan fibrokartilago
elastik. Tulang rawan tidak terbentuk pada lobulus dan bagian daun telinga diantara
krus heliks dan tulang rawan daun telinga ditutupi oleh kulit dan di hubungkan
dengan sekitar nya oleh ligametum dan otot-otot. Tulang rawan daun telinga
berhubungan dengan tulang rawan liang telinga melalui bagian yang disebut
isthmus pada permukaan posterior perlekatannya tidak terlalu erat oleh adanya
lapisan lemak subdermis yang tipis. Kulit daun telinga ditutupi oleh rambut-rambut
halus yang mempunyai kelenjar sebasea pada akarnya. Kelenjar ini banyak terdapat
di konka dan fosa skafa (Shambaugh, GE.,1990; Senturia, HB.,1980).
6
Ke arah liang telinga lapisan tulang rawan berbentuk corong menutupi
hampir sepertiga lateral, dua pertiga lainnya liang telinga dibentuk oleh tulang
yang ditutupi kulit melekat erat dan berhubungan dengan membran timpani.
Liang telinga atau saluran telinga merupakan saluran yang berbentuk seperti
huruf S. Pada 1/3 proksimal memiliki kerangka tulang rawan dan 2/3 distal
memiliki kerangka tulang sejati. Saluran telinga mengandung rambut-rambut
halus dan kelenjar lilin. Rambut-rambut halus berfungsi untuk melindungi
liang telinga dari kotoran, debu dan serangga, sementara kelenjar sebasea
berfungsi menghasilkan serumen. Serumen merupakan hasil produksi kelenjar
sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang terlepas dan partikel debu.
Kelenjar sebasea terdapat pada kulit liang telinga. Bentuk daun telinga dengan
berbagai tonjolan dan cekungan serta bentuk liang telinga yang lurus dengan
panjang sekitar 2,5 cm, akan menyebabkan terjadinya resonansi bunyi sebesar
3500 Hz (Browning, GG.,1997).
Bentuk dari daun telinga dan liang telinga luar menyebabkan benda asing
serangga dan air sulit memasuki liang telinga bagian tulang. Antara tragus dan
antitragus merupakan garis pertahanan pertama terhadap kontaminasi dari
liang telinga. Garis pertahanan kedua dibentuk oleh tumpukan massa serumen,
yang mengisi sebagian liang telinga bagian tulang rawan tepat dimedial
orifisium liang telinga. Garis pertahanan ketiga tulang rawan dan bagian tulang
liang telinga, hal ini sering lebih terbentuk oleh dinding liang telinga yang
cembung. Penyempitan ini membuat sulitnya serumen menumpuk atau benda
asing memasuki lumen liang telinga bagian tulang dan membran timpani
(Shambaugh, GE.,1990; Senturia, HB.,1980).
7
Persarafan telinga luar bervariasi berupa tumpang tindih antara saraf-
saraf kutaneus dan kranial. Cabang aurikular temporalis dari bagian ketiga
saraf trigeminus (N.V) mensarafi permukaan anterolateral permukaan telinga,
dinding anterior dan superior liang telinga dan segmen depan membrana
timpani. Permukaan posteromedial daun telinga dan lobulus dipersarafi oleh
fleksus servikal saraf aurikularis mayor. Cabang aurikularis dari saraf fasialis
(N.VII), glosfaringeus (N.IX) dan vagus (N.X) menyebar ke daerah konka dan
mensyarafi dinding posterior dan inferior liang telinga dan segmen posterior
dan inferior membrana timpani (Senturia, HB.,1980).
2.1.2 Definisi Otitis Eskterna
Otitis eksterna adalah radang liang telinga yang bisa bersifat akut maupun
kronis yang disebabkan oleh bakteri, terlokalisir atau difus, disertai rasa sakit
telinga. Faktor ini sebagai penyebab timbulnya otitis eksterna, disamping
faktor-faktor lain seperti adanya kelembaban, penyumbatan liang telinga,
trauma lokal dan alergi. Sehingga menyebabkan berkurangnya lapisan
protektif yang berdampak edema dari epitel skuamosa. Bila berlangsung terus
menimbulkan trauma lokal yang mengakibatkan bakteri akan masuk melalui
kulit, terjadi infeksi. Bakteri patogen pada otitis eksterna adalah
Pseudomonas (41 %), diikuti Strepococcus (22%), Staphylococcus aureus
(15%) dan Bakteroides (11%) (Browning, GG.,1997).
2.1.3 Klasifikasi
Otitis eksterna di klasifikasikan sebagai berikut (Helmi, et.al,2007) :
8
a. Otitis eksterna sirkumskripta, yaitu infeksi pada pilosebaseus yang akan
membentuk furunkel.
b. Otitis eksterna difus, jika infeksi yang mengenai kulit liang telinga. Pada
pemeriksaan otoskopi terlihat liang telinga edema dengan mukosa
hiperemis.
c. Otomikosis, yaitu infeksi jamur di liang telinga dipermudah oleh faktor
kelembaban yang tinggi di daerah tersebut.
d. Herpes zoster otikus
e. Infeksi kronis liang telinga
f. Keratosis obturans dan kolesteatoma eksterna
g. Otitis eksterna maligna, bila infeksi terjadi difus di liang telinga luar dan
struktur lain di sekitarnya. Biasanya terjadi pada orang tua yang disertai
penyakit diabetes melitus.
2.1.4 Etiologi
Otitis eksterna sering dijumpai 4 dari 1000 orang (0,4%), kebanyakan
dijumpai pada usia remaja dan dewasa muda. Terdiri dari adanya inflamasi,
iritasi atau infeksi pada telinga bagian luar, dapat disertai riwayat pemaparan
terhadap air, trauma mekanik dan goresan atau benda asing dalam liang
telinga. Berenang dengan air tercemar merupakan salah satu penyebab
terjadinya otitis eksterna (swimmer’s ear) (Shambaugh GE,1990).
9
Adapun yang termasuk otitis eksterna adalah :
A. Otitis eksterna sirkumskripta disebabkan oleh infeksi pada pilosebaseus
yang membentuk furunkel. Kuman penyebab Staphylococcus aureus
atau Staphylococcus albus. Sedangkan, otitis eksterna difus biasanya
mengenai kulit liang telinga dua pertiga dalam. Kebanyakan disebabkan
alergi pemakaian topikal obat tetes telinga.Alergen yang paling sering
adalah antibiotik, contohnya: neomycin, framycetyn, gentamicin,
polimixin, anti bakteri (clioquinol, Holmes dkk, 1982) dan anti histamin.
Sensitifitas poten lainnya adalah metal dan khususnya nikel yang sering
muncul pada kertas dan klip rambut yang digunakan untuk mengorek
telinga (Browning, GG.,1997). Kuman penyebab dari golongan
Pseudomonas, kuman lain yang dapat sebagai penyebab seperti
Staphylococcus albus, Escherichia coli dan sebagainya (Helmi,
et.al,2007).
B. Otomikosis paling sering disebabkan oleh Aspergilus (60% - 90%) dan
Pityrosporum. Kadang-kadang ditemukan juga Candida albicans (10%-
40%) atau jamur lain. Pityrosporum menyebabkan terbentuknya sisik
yang menyerupai ketombe dan sebagai predisposisi otitis eksterna
bakterialis (Helmi, et.al,2007 ; Loh, et.al,1998 ; Kaur, et.al,2000).
C. Herpes zoster otikus yang disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster.
Virus ini menyerang satu atau lebih dermatom saraf kranial. Dapat
mengenai saraf trigeminus, ganglion genikulatum dan radiks servikalis
bagian atas. Disebut sebagai sindroma Ramsay Hunt (Helmi, et.al,2007).
10
D. Infeksi kronis liang telinga terjadi, jika infeksi bakteri maupun jamur yang
tidak diberikan pengobatan dan perawatan dengan baik, dapat
menimbulkan iritasi kulit yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti
trauma berulang, adanya benda asing, penggunaan cetakan (mould) pada
alat bantu dengar (hearing aid) dapat menyebabkan radang kronis
(Helmi, et.al,2007).
E. Keratosis obturans disebabkan oleh proses radang kronis, serta migrasi
epitel. Dahulu, keratosis obturans dan kolesteatoma dianggap sebagai
penyakit dengan proses terjadinya sama seperti otitis eksterna. Oleh karena
itu, sering tertukar penyebutannya. Keratosis obturans sering ditemukan
pada usia muda serta sering dikaitkan dengan rinosinusitis dan
bronkiektasi. Sedangkan kolesteatoma ditemukan hanya pada satu sisi
telinga yang lebih sering ditemukan pada usia dewasa (Helmi, et.al,2007).
F. Otitis eksterna maligna, kelainann patologik yang penting adalah terjadi
osteomyelitis yang disebabkan oleh kuman Pseudomonas aeroginosa.
Penebalan endotel yang mengiringi diabetes mellitus yang diakibatkan
oleh infeksi aktif akan menimbulkan kesulitan dalam pemberian
pengobatan secara adekuat (Helmi, et.al,2007).
2.1.5 Faktor Risiko
Faktor yang mempermudah radang telinga luar ialah perubahan pH yang
terjadi di liang telinga, yang biasanya normal atau asam. Bila pH menjadi
basa, proteksi terhadap infeksi menurun. Pada keadaan yang hangat dan
11
lembab, kuman dan jamur mudah tumbuh. Pada pasien diabetes melitus, pH
telinga menjadi lebih tinggi sehingga kondisi ini menyebabkan pasien lebih
rentan terkena otitis eksterna. Akibat faktor immunocompromize dan
mikroangiopati, otitis eksterna berlanjut menjadi otitis eksterna maligna
(Helmi, et.al,2007). Kelembaban merupakan faktor penting terjadinya otitis
eksterna. Disamping air kolam renang bisa menyebabkan iritasi kulit yang
merupakan sumber kontaminasi bakteri.
Hoadley dan Knight (1980)
melaporkan bahwa sakit telinga terjadi 2,4 kali lebih sering pada perenang
dari pada yang bukan perenang.
Faktor penyebab tersering dari otitis eksterna
terjadi pada lingkungan panas dan lembab jarang dijumpai pada iklim sejuk
dan kering (Senturia HB, 1980; Shambaugh GE, 1990). Predisposisi otitis
ekstesrna yang lain seperti trauma ringan ketika mengorek telinga
(Helmi,et.al,2007). Cederanya kulit telinga memungkinkan invasi organisme
eksogen melalui permukaan superfisial dari epidermis yang biasanya resisten
terhadap bakteri. Bentuk trauma seperti ini terjadi bila memasukan benda-
benda asing kedalam liang telinga didalam usaha untuk mengurangi rasa gatal
pada liang telinga, terlebih pada lingkungan yang panas dan lembab
(Senturia, HB.,1980; Balenger, JJ.,1997).
2.1.6 Patogenesis
Sel-sel kulit yang mati, termasuk serumen, akan dibersihkan dan
dikeluarkan dari gendang telinga melalui liang telinga. Cotton bud
(pembersih kapas telinga) dapat mengganggu mekanisme pembersihan
tersebut, sehingga sel-sel kulit mati menumpuk. Masalah ini juga diperberat
12
oleh adanya susunan anatomis berupa lekukan pada liang telinga (Oghalai,
JS.,2013). Auditoris eksternal memiliki beberapa pertahanan khusus,
serumen membentuk lapisan asam yang mengandung lisozim dan zat lain
yang menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur. Serumen yang berlebihan
atau telalu kental dapat menyebabkan penyumbatan, retensi air dan kotoran,
serta infeksi (Murtaza, et.al,2015). Kulit yang basah, lembab, hangat, dan
gelap pada liang telinga merupakan tempat yang baik bagi pertumbuhan
bakteri dan jamur.
Adanya faktor predisposisi otitis eksterna dapat menyebabkan
berkurangnya lapisan protektif yang menimbulkan edema epitel skuamosa.
Keadaan ini menimbulkan trauma lokal yang memudahkan bakteri masuk
melalui kulit, terjadi inflamasi dan cairan eksudat. Rasa gatal memicu
terjadinya iritasi, setelah timbul infeksi dan terjadi pembengkakan yang
akhirnya menimbulkan rasa nyeri pada telinga.
Proses infeksi menyebabkan peningkatan suhu kemudian menimbulkan
perubahan rasa tidak nyaman dalam telinga. Selain itu, proses infeksi akan
mengeluarkan cairan / nanah yang bisa menumpuk dalam liang telinga
(meatus akustikus eksterna) sehingga hantaran suara akan terhalang dan
terjadilah penurunan pendengaran (Oghalai, JS.,2013).
2.1.7 Tanda dan Gejala
Gejala pada otitis eksterna sirkumskripta ialah rasa tersumbat dan nyeri
telinga. Hal ini disebabkan oleh adanya kulit liang telinga yang tidak
mengandung jaringan longgar dibawahnya, sehingga rasa nyeri timbul pada
13
saat penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat timbul secara spontan pada
waktu membuka mulut. Selain itu terdapat juga gangguan pendengaran.
Sedangkan pada otitis eksterna difus gejalanya ialah nyeri tekan tragus,
edema liang telinga, kadang kelenjar getah bening regional membesar disertai
nyeri tekan. Kadang ditemukan sekret yang berbau (Helmi, et.al,2007).
Gejala otomikosis biasanya berupa rasa gatal dan rasa penuh di liang
telinga, tetapi sering tanpa keluhan. Pada herpes zoster otikus akan tampak
lesi kulit yang vesikuler pada kulit di daerah muka sekitar liang telinga,
otalgia dan terkadang disertai paralisis otot wajah. Pada infeksi kronis liang
telinga akan terjadi stenosis atau penyempitan liang telinga karena
terbentuknya jaringan parut (sikatriks) (Helmi, et.al,2007).
Lain halnya dengan keratosis obturans bisa ditemukan gumpalan
epidermis di liang telinga yang disebabkan oleh terbentuknya sel epitel secara
berlebihan yang tidak bermigrasi ke arah telinga luar. Terdapat tuli konduktif,
nyeri hebat, liang telinga yang lebih lebar, membran timpani utuh tapi
mukosanya lebih tebal dan jarang ditemukan sekresi telinga. Erosi tulang
pada liang telinga terjadi pada keratosis obturans serta koleastoma eksterna.
Hanya saja, pada keratosis obturans, erosi tulang yang terjadi sifatnya
menyeluruh sehingga tampak liang telinga menjadi lebih luas. Sementara
pada kolesteatoma eksterna, erosi tulang terjadi hanya di daerah postero
inferior. Pada koleastoma sering ditemukan otore dan nyeri menahun serta
pendengaran terganggu (Helmi, et.al,2007).
Gejala otitis eksterna maligna timbul rasa gatal di liang telinga yang
dengan cepat diikuti nyeri, telinga dengan sekret yang banyak serta terjadi
14
pembengkakan liang telinga. Kemudian rasa nyeri itu akan semakin hebat,
liang telinga tertutup oleh jaringan granulasi. Saraf fasial dapat terkena,
sehingga menimbulkan paresis atau paralisis facial (Helmi, et.al,2007).
2.1.8 Diagnosis
Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan :
A. Anamnesis
Ditemukan keluhan berupa rasa gatal pada telinga, sekret serous
dan/atau purulen, tinnitus, nyeri tekan pada daun telinga, rasa nyeri
pada telinga saat mengunyah, dan rasa penuh (Helmi, et.al,2007).
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan liang telinga tampak saat inspeksi liang telinga
kemerahan, disertai edema. Keluhan rasa nyeri terutama saat
menggerakkan rahang (mengunyah), menekan tragus atau saat
menggerakkan daun telinga.
2. Adanya inflamasi,muka liang telinga hiperemis, edema yang terlihat
pada liang telinga luar dan jaringan lunak periaurikuler.
3. Nyeri hebat, ditandai adanya kekakuan pada jaringan lunak pada
ramus mandibula dan mastoid.
4. Membran timpani biasanya intak.
(Garry, et.al,2010; Piercefield, et.al, 2007).
2.1.9 Penatalaksanaan
Penanganan awal otitis eksterna adalah penanganan nyeri, membersihkan
debris dari kanalis auditorius eksternal dengan cara menggunakan kapas
aplikator ataupun irigasi, pemberian obat topikal untuk mengontrol edema,
15
kortikosteroid diberikan dengan tujuan untuk menurunkan inflamasi
(Waitzman, AA.,2017).
a. Penanganan otitis eksterna sirkumskrsipta
Terapi lokal diberikan antibiotik berupa salep, seperti polymixin B atau
bacitracin, atau antiseptik (asam asetat 2-5% dalam alkohol). Jika dinding
furunkel tebal dapat dilakukan insisi, kemudian dipasang salir (drain)
untuk mengeluarkan nanahnya. Hanya diberikan obat simptomatik seperti
analgetik dan pemberian antibiotik sistemik (Helmi, et.al,2007).
b. Otitis eksterna difus
Membersihkan liang telinga dari sekret. Setelahnya pemasangan tampon
ke liang telinga agar terdapat kontak yang baik antara obat dengan kulit
yang meradang. Kadang-kadang diperlukan antibiotik sistemik (Helmi,
et.al,2007).
c. Otomikosis
Membersihkan liang telinga dengan cara memberikan larutan asam asetat
2% dalam alkohol, larutan iodium povidon 5% atau tetes telinga yang
mengandung campuran antibiotik dan steroid yang diteteskan ke liang
telinga. Obat anti jamur yang mengandung nystatin klotrimazol sebagai
salep kadang diperlukan yang diberikan secara topikal (Helmi, et.al,2007).
d. Infeksi kronis liang telinga
Pengobatannya memerlukan operasi rekontruksi liang telinga (Helmi,
et.al,2007).
e. Keratosis obturans dan Kolesteatoma eksterna
16
Debris dibersihkan secara berkala setelah gumpalan keratin dikeluarkan,
sedangkan pada kolesteatoma perlu dilakukan operasi agar kolesteatoma
dan tulang nekrotik bisa diangkat sempurna (Helmi, et.al,2007).
f. Otitis eksterna maligna
Pengobatan harus cepat diberikan, sesuai dengan hasil kultur dan resistensi
kuman mengingat kuman penyebab tersering adalah Pseudomonas
aeroginosa, diberikan anatibiotik dosis tinggi yang sesuai dengan kuman
penyebab. Sementara menunggu hasil kultur dan resistensi, bisa diberikan
golongan fluoroquinolone (ciprofloxasin) dosis tinggi secara oral. Pada
keadaan yang lebih berat diberikan antibiotik golongan aminoglikosida
selama 6-8 minggu. Antibiotik yang sering digunakan seperti golongan
ciprofloxasin, ticarcilin-clavulanat, piperacilin (dikombinasi dengan
aminoglikosida), ceftriaxone, ceftazidine, cefepime (maxipime),
tombramicin (kombinasi dengan aminoglikosida), gentamicin (kombinasi
dengan golongan penicillin). Sering kali diperlukan tindakan
membersihkan luka (debrideman) secara radikal (Helmi, et.al,2007).
2.1.10 Diagnosis Banding
Diagnosis banding antara lain sebagai berikut (Bailey, BJ.,1993) :
a. Otitis eksterna nekrotik
b. Otitis eksterna bullosa
c. Dermatitis, seperti psoriasis dan dermatitis seboroik
d. Kondroitis
17
BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN DEFINISI
3.1 Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui insiden otitis eksterna
di poliklinik THT-KL Rumah Sakit Mitra Husada Makassar, sehingga penulis
ingin meneliti mengenai insiden penyakit otitis eksterna berdasarkan jenis
kelamin, usia, dan keluhan utama.
3.2 Kerangka Teori
Faktor predisposisi
Lapisan protektif berkurang
Kandungan air dari stratum korneum
meningkat
Edema
Terpapar panas & lembab terus -
menerus
Gatal
Iritasi
Infeksi
Cairan/nanah menumpuk dalam
liang telinga
Otitis eksterna
Perubahan rasa nyaman pada
telinga
Maserasi & ekfoliasi tidak
terjadi
Gambar 3.1 Kerangka Teori
18
3.3 Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang telah dipaparkan dan ditelaah dari berbagai sumber,
maka kerangka konsep yang berhubungan dengan penelitian ini dapat
dijabarkan sebagai berikut :
Gambar 3.2. Kerangka Konsep
Keterangan gambar :
: Variabel Dependen
: Variabel Indipenden
3.4 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
3.4.1 Jenis Kelamin
Perbedaan seksual saat berobat di Poliklinik THT-KL RS Mitra Husada
Makassar, dengan menggunakan alat ukur yang diperoleh dari rekam
medik. Cara ukur dengan cara mencatat variabel jenis kelamin sesuai
yang tercantum pada rekam medik. Hasil ukur, dibedakan
a) Laki-laki
b) Perempuan
Jenis Kelamin
Umur
Keluhan Utama
OTITIS EKSTERNA
19
3.4.2 Umur
Perbedaan usia saat berobat di Poliklinik THT-KL RS Mitra Husada
Makassar, dengan menggunakan alat ukur yang diperoleh dari rekam
medik. Cara ukur dengan cara mencatat variabel usia sesuai yang
tercantum pada rekam medik. Hasil ukur, dibedakan
a) Balita : ≤ 5 tahun
b) Kanak – kanak : 6 – 11 tahun
c) Remaja : 12 – 17 tahun
d) Dewasa : 18 – 40 tahun
e) Lansia : 41 – 65 tahun
f) Manula : > 65 tahun
3.4.3 Keluhan Utama
Perbedaan keluhan utama saat berobat di Poliklinik THT-KL RS Mitra
Husada Makassar, dengan menggunakan alat ukur yang diperoleh dari
rekam medik. Cara ukur dengan cara mencatat keluhan utama sesuai
yang tercantum pada rekam medik dan hasil ukur dari pasien otitis
eksterna dengan keluhan utama otalgia, otore, penurunan
pendengaran,pruritus, dan tinnitus.
20
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
retrospektif yaitu metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan
masalah penelitian yang terjadi berdasarkan insiden penyakit otitis eksterna
berdasarkan jenis kelamin, umur, dan keluhan utama melalui data dari rekam
medik sebagai data sekunder penelitian.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian adalah RS. Mitra Husada Makassar.
2. Waktu penelitian Oktober 2017
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dengan penyakit otitis
eksterna yang datang berobat di rumah sakit Mitra Husada Makassar
periode Juni 2015 – Juni 2016.
4.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah pasien otitis eksterna yang datang berobat
di poliklinik THT-KL rumah sakit Mitra Husada
21
Makassar, dengan menggunakan teknik total sampling yaitu mengambil
semua populasi menjadi sampel, periode Juni 2015 – Juni 2016.
4.4 Cara Pengambilan Sampel
4.4.1 Kriteria Inklusi
1. Terdaftar sebagai pasien otitis eksterna rawat jalan di rumah sakit
Mitra Husada Makassar, periode Juni 2015 – Juni 2016.
2. Memiliki rekam medik dengan pengisian yang lengkap.
4.4.2 Kriteria Ekslusi
1. Tidak terbacanya data rekam medik.
2. Terdapat data yang tidak lengkap dari variable yang dibutuhkan.
4.5 Jenis Data dan Instrumen Penelitian
1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh
melalui rekam medik pasien otitis eksterna yang datang berobat di poliklinik
THT-KL RS Mitra Husada Makassar, periode Juni 2015 – Juni 2016.
2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian
adalah rekam medik pasien di poliklinik THT-KL RS Mitra Husada
Makassar, periode Juni 2015 – Juni 2016.
22
4.6 Manajemen Penelitian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data catatan
rekam medik pasien otitis eksterna di rumah sakit Mitra Husada Makassar,
periode Juni 2015 – Juni 2016.
2. Teknik Pengelohan Data
Data rekam medik yang telah dikumpulkan diolah dengan manual, di
tabulasi dengan menggunakan Microsoft excel kemudian di analisis, lalu
disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.
4.7 Etika Penelitian
Hal-hal yang terkait dengan etika penelitian ini adalah :
1. Menyertakan surat pengantar yang ditujukan kepada pihak rumah sakit Mitra
Husada Makassar sebagai permohonan izin melakukan penelitian.
2. Setiap subjek akan dijamin kerahasiannya atas data yang diperoleh dari
rekam medik dengan tidak menuliskan nama pasien, hanya berupa inisial.
23
BAB 5
HASIL PENELITIAAN
Penelitian mengenai Insiden Pasien Otitis Eksterna di RS Mitra Husada
Makassar Periode Juni 2015 – Juni 2016 dilaksanakan selama dua minggu yang di
mulai sejak tanggal 11 - 19 Oktober 2017. Yang menjadi sampel pada penelitian ini
adalah seluruh data rekam medik pasien dengan diagnosis Otitis Eksterna yang
datang berobat di Instalasi Rawat Jalan THT RS Mitra Husada Makassar Periode
Juni 2015 – Juni 2016.
5.1 Hasil Perolehan Data
Berdasarkan data sekunder yang didapatkan pada rekam medik RS Mitra
Husada Makassar, dilakukan pengolahan data dengan menggunakan Microsoft
Excel dan hasilnya disajikan dalam bentuk tabel yang disertai dengan penjelasan.
Tabel 5.1
Insiden Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Jenis Kelamin di Instalasi Rawat Jalan
RS Mitra Husada Makassar Periode Juni 2015 – Juni 2016
Jenis Kelamin n (%)
Laki-Laki 80 54.05%
Perempuan 68 45.94%
Total 148 100%
Sumber : Hasil Olahan Data Sekunder
24
Grafik 5.1
Insiden Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Jenis Kelamin di Instalasi Rawat
Jalan RS Mitra Husada Makassar Periode Juni 2015 – Juni 2016
Berdasarkan tabel 5.1 dan grafik 5.1 dapat dilihat bahwa jenis kelamin dari
pasien otitis eksterna di RS Mitra Husada Makassar tertinggi didapatkan pada laki-
laki yaitu sebanyak 80 kasus (54.05%) dibandingkan pasien otitis eksterna pada
perempuan yaitu sebanyak 68 kasus (45.94%).
Tabel 5.2
Insiden Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Umur di Instalasi Rawat Jalan RS
Mitra Husada Makassar Periode Juni 2015 – Juni 2016
Umur n (%) ≤ 5 tahun 20 13.51%
6-11 tahun 10 6.75% 12-17 tahun 4 2.70% 18-40 tahun 64 43.24% 41-65 tahun 41 27.70% > 65 tahun 9 6.08%
Total 148 100% Sumber : Hasil Olahan Data Sekunder
40.00%42.00%44.00%46.00%48.00%50.00%52.00%54.00%56.00%
Laki-Laki Perempuan
INSIDENOTITISEKSTERNABERDASARKANJENISKELAMIN
JenisKelamin
25
Grafik 5.2
Insiden Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Umur di Instalasi Rawat Jalan RS
Mitra Husada Makassar Periode Juni 2015 – Juni 2016
Berdasarkan tabel 5.2 dan grafik 5.2 dapat dilihat bahwa umur dari pasien
otitis eksterna di RS Mitra Husada Makassar tertinggi didapatkan pada kelompok
umur 18-40 tahun yaitu sebanyak 64 kasus (43.24%), terbanyak kedua ditemukan
pada kelompok umur 41-64 tahun yaitu sebanyak 41 kasus (27.70%), lalu
kelompok umur ≤5 tahun sebanyak 20 kasus (13.51%), kelompok umur 6-11 tahun
sebanyak 10 kasus (6.75%), kelompok umur >65 tahun sebanyak 9 kasus (6.08%),
dan paling sedikit ditemukan pada kelompok umur 12-17 tahun sebanyak 4 kasus
(2.70%).
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
≤5tahun 6-11tahun 12-17tahun 18-40tahun 41-65tahun >65tahun
13.51%
6.75%2.70%
43.24%
27.70%
6.08%
INSIDENOTITISEKSTERNABERDASARKANUMUR
UMUR(TAHUN)
26
Tabel 5.3
Insiden Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Keluhan Utama di Instalasi Rawat
Jalan RS Mitra HusadaMakassar Periode Juni 2015 – Juni 2016
Keluhan Utama n (%) Otalgia 76 51.35% Otore 43 29.05%
Pruritus 19 12.83% Pendengaran 2 1.35%
Tinnitus 8 5.40%
Total 148 100% Sumber : Hasil Olahan Data Sekunder
Grafik 5.3
Insiden Pasien Otitis Eksterna Berdasarkan Keluhan Utama di Instalasi Rawat
Jalan RS Mitra Husada Makassar Periode Juni 2015 – Juni 2016
Berdasarkan tabel 5.3 dan grafik 5.3 dapat dilihat bahwa keluhan utama dari
pasien otitis eksterna di RS Mitra Husada Makassar tertinggi didapatkan keluhan
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
Otalgia Otore Pruritus Tinnitus PenurunanPendengaran
51.35%
29.05%
12.83%5.40%
1.35%
INSIDENOTITISEKSTERNABERDASARKANKELUHANUTAMA
KeluhanUtama
27
otalgia sebanyak 76 kasus (51.35%), terbanyak kedua pada keluhan otore yaitu
sebanyak 43 kasus (29.05%), kemudian keluhan pruritus sebanyak 19 kasus
(12.83%), diikuti tinnitus sebanyak 8 kasus (5.40%), dan paling sedikit keluhan
penurunan pendengaran sebanyak 2 kasus (1.35%).
28
BAB 6
PEMBAHASAN
Penelitian tentang insiden otitis eksterna pada pasien rawat jalan di RS
Mitra Husada Makassar yang telah dilaksanakan pada rumah sakit tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif retrospektif yang melihat
berdasarkan rekam medik pasien. Penelitian bertujuan mengetahui insiden penyakit
otitis eksterna berdasarkan jenis kelamin, umur, dan keluhan utama. Dari hasil
penelitian ditemukan bahwa jumlah kasus otitis eksterna pada RS Mitra Husada
ditemukan sebanyak 148 rekam medik.
6.1 Jenis Kelamin
Persentasi kasus otitis eksterna berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada
tabel 5.1 yang menunjukkan bahwa angka dari kriteria jenis kelamin pada otitis
eksterna rawat jalan di RS Mitra Husada periode Juni 2015 – Juni 2016 yaitu laki-
laki sebanyak 80 kasus (54.05%) dibandingkan perempuan sebanyak 68 kasus
(45.94%).
Adanya perbedaan jumlah subjek laki-laki dan perempuan dalam penelitian
ini tidak dapat membuktikan apakah jenis kelamin berpengaruh terhadap kejadian
otitis eksterna karena penelitian ini menerapkan kriteria inklusi dan ekslusi dalam
penelitian sampel subjek penelitian. Namun, jika dilihat dari penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya, menunjukkan hasil yang sama. Misalnya, sebuah penelitian
di North Queensland (2013) menunjukkan bahwa dari 49 pasien dengan otitis
eksterna akut, didominasi oleh pria (72,3%) (Sedjati, et al, 2013).
29
Namun hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sedjati et
al di Poliklinik THT-KL-KL BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode
November – Desember 2013 menunjukkan bahwa pasien dengan jenis kelamin
perempuan berjumlah 15 orang (68.2%) dibanding laki-laki berjumlah 7 orang
(31.8%). Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Rupawan pada periode Juni
– Juli 2010 yang memperoleh data bahwa pasien otitis eksterna terbanyak adalah
12 orang perempuan (60%) dan sisanya 8 orang laki-laki (40%). (Sedjati, et al,
2013)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ibiam F, et al (2013) di rumah sakit
pendidikan Universitas Nigeria menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna antara jenis kelamin dengan otitis eksterna. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap insiden otitis eksterna karena
patofisologi otitis eksterna tidak dipengaruhi oleh hormon (Ibiam F, et al, 2013).
6.2 Umur
Persentasi kasus otitis eksterna berdasarkan jenis umur dapat dilihat pada
tabel 5.2 yang menunjukkan bahwa angka terbesar dari kriteria umur pada otitis
eksterna rawat jalan di RS Mitra Husada periode Juni 2015 – Juni 2016 yaitu pada
kelompok umur 18-40 tahun sebanyak 64 kasus (43.24%) sedangkan kelompok
umur 12-17 tahun merupakan kelompok umur dengan angka kejadian otitis
eksterna yang paling rendah yaitu sebanyak 4 kasus (2.70%).
Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sedjati et al
(2013) di Poliklinik THT-KL-KL BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
periode November – Desember 2013 menunjukkan bahwa pasien otitis eksterna
30
terbanyak pada kelompok umur dewasa 15-49 tahun sebanyak 13 orang (59%). Hal
ini tidak jauh berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan pada bulan Juni
– Juli 2010 di Poliklinik THT-KL-KL BLU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
menunjukkan dari 20 sampel pasien otitis eksterna terbanyak dari kelompok umur
31-45 tahun berjumlah 10 orang (50%). Serupa dengan penelitian prospektif
tentang otitis eksterna akut di rumah sakit pendidikan Universitas Nigeria (2012),
menunjukkan dari 127 pasien yang terdiagnosa pasien terbanyak adalah kelompok
usia 23-32 tahun (23,6%). Umumnya, tidak ada hubungan perkembangan otitis
eksterna dengan umur. (Aryanugraha P,et al, 2012).
6.3 Keluhan Utama
Persentasi kasus otitis eksterna berdasarkan keluhan utama dapat dilihat
pada tabel 5.3 yang menunjukkan bahwa angka terbesar dari kriteria keluhan utama
pada otitis eksterna rawat jalan di RS Mitra Husada periode Juni 2015 – Juni 2016
yaitu otalgia sebanyak 76 kasus (51.35%), terbanyak kedua pada keluhan otore
yaitu sebanyak 43 kasus (29.05%), kemudian keluhan pruritus sebanyak 19 kasus
(12.83%), keluhan tinnitus sebanyak 8 kasus (5.40%), dan paling sedikit keluhan
penurunan pendengaran sebanyak 2 kasus (1.35%).
Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di desa Penebel
Tabanan dan Yangapi Bangli,Bali (2012). Penelitian tersebut dilaporkan bahwa
dari keseluruhan pasien otitis eksterna secara umum datang dengan keluhan nyeri
pada liang telinga luar. Penelitian tersebut sesuai dengan kepustakaan yang
mengatakan bahwa otalgia atau rasa nyeri pada telinga merupakan keluhan yang
paling sering dirasakan, tetapi rasa penuh pada telinga merupakan keluhan yang
31
umum pada tahap awal dari otitis eksterna difus dan sering menadahului terjadinya
rasa sakit dan nyeri tekan daun telinga. Rasa sakit bisa tidak sebanding dengan
derajat peradangan yang ada, ini diterangkan dengan kenyataan bahwa kulit dari
liang telinga luar langsung berhubungan dengan periosteum dan perikondrium,
sehingga edema dermis menekan serabut saraf yang mengakibatkan rasa sakit yang
hebat. Lagi pula, kulit dan tulang rawan 1/3 luar liang telinga bersambung dengan
kulit dan tulang rawan daun telinga sehingga gerakan yang sedikit saja dari daun
telinga akan dihantarkan ke kulit dan tulang rawan dari liang telinga luar dan
mengkibatkan rasa sakit yang hebat dirasakan oleh pasien otitis eksterna (Abdullah
F, 2003).
32
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Insiden Otitis Eksterna di RS Mitra
Husada Makassar Periode Juni 2015 – Juni 2016 dilaksanakan selama dua minggu
di mulai sejak tanggal 11 – 24 Oktober 2017, maka ditarik kesimpulan :
1. Jumlah pasien otitis eksterna berdasarkan jenis kelamin terbanyak pada RS
Mitra Husada Makassar adalah laki-laki sebanyak 80 kasus (54.05%)
dibandingkan perempuan sebanyak 68 kasus (45.94%).
2. Jumlah pasien otitis eksterna berdasarkan kelompok umur terbanyak pada
RS Mitra Husada Makassar adalah pada 18-40 tahun sebanyak 64 kasus
(43.24%) sedangkan kelompok umur 12-17 tahun menrupakan kelompok
umur dengan angka kejadian otitis eksterna yang paling rendah yaitu
sebanyak 4 kasus (2.70%).
3. Jumlah pasien otitis eksterna berdasarkan keluan utama terbanyak pada
RS Mitra Husada Makassar adalah otalgia sebanyak 76 kasus (51.35%),
dan paling sedikit pada keluhan penurunan pendengaran sebanyak 2 kasus
(1.35%)
7.2 Saran
1. Bagi tenaga kesehatan terutama yang bertugas di tingkat layanan primer
untuk meningkatkan upaya preventif dan promotif kepada masyarakat agar
lebih menjaga kebersihan dan kesehatan telinga.
33
2. Bagi Rumah Sakit agar meningkatkan kualitas dan kelengkapan data rekam
medik agar pengambilan data dapat lebih optimal.
3. Kepada peneliti selanjutnya agar lebih mengembangkan penelitian ini
dengan menambah variabel, rentang waktu, atau mempeluas lokasi
penelitian.
34
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah F, 2003. Uji Banding Klinis Pemakaian Larutan Burruwi Saring Dengan
Salep Ichthyol (Ichthammol) Pada Otitis Eksterna Akut. Sumatera Utara :
Bidang Studi Ilmu Penyakit THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Amri E, Kadir A, Djufri NI, 2013. Perbandingan Efektifitas Klinis Ofloksasin
Topikal Dengan Ofloksasin Kombinasi Steroid Topikal Pada Otitis
Eksterna profunda di Makassar. Makassar : Bagian Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.
Aryanugraha PT, Setiawan EP, 2012. Kejadian Otitis Eksterna Pada Masyarakat
Penebel Tabanan Dan Yangapi Bangli Yang Berkunjung Ke Bakti Sosial
Staf Medik Fungsional Telinga Hidung Tenggorokan Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana - Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Pada Tahun
2012. Bali : Vol. 5 No. 1, Januari-April, Hal 60-63.
Bailey BJ,1993. Head and Neck Surgery Otolaryngology. Vol 11, Philadephia ; J.B.
Lippicont Company: 1542 - 55.
Balen FA, Smit WM, Zuithoff NP ,2003. Clinical Efficacy of Three Common
Treatments. In Acute Otitis Externa in Primary Care : Randomised
Controlled Trial, Volume 327, Netherlands.
Balenger JJ,1997. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leber, Jilid
II, Edisi 13. Alih Bahasa : Staf Ahli THT RSCM, FKUI, Jakarta ; Bina Rupa
Aksara: 338 - 48.
35
Browning G.G, 1997 Aetiopathology Of Inflammatory Conditions Of Tile External
And Middle Ear. Dalam : Scott-Brown's Otolaryngology 6th ed, London.
Garry, Joseph P, 2010. Otitis Externa, dilihat 22 Mei
2017,
Helmi, Hafil AF, Sosialisman, 2007. Kelainan Telinga Luar. Dalam : Soepardi EA,
Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, edisi: Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Edisi ke-6. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. Hal 58-62
Ibiam AF, Godwin O, Ezeanolue B, Okoroafor IJ, 2013. Acute Otitis Externa as
Seen at The University of Nigeria Teaching Hospital, Enugu. Nigeria :
Otolaryngology Online Journal. Vol 3 Issue 2.
Kaur R, Mittal N, Kakkar M, Aggarwal AK, Mathur MD, 2000. Otomycosis:
a clinicomycologic study. Ear Nose Throat J;79:606-9.
Lee, K.J., 2008. Anatomy of the Ear. In: Lee, K.J. Essential Otolaryngology Head
& Neck Surgery. 9th ed. USA : McGraw-Hill, pp.8-22
Loh KS, Tan KK, Kumarasinghe G, Leong HK, Yeok KH, 1998. Otitis externa—
the clinical pattern in a tertiary institution in Singapore. Ann Acad Med
Singapore;27:215-8.
Mustaza M, Patawari P, Sien MM, Muniady RK, Zinatara P, 2015. Acute Otitis
Externa : Pathophysiology, Clinical presentation, and Treatment. IOSR
Journal of Dental and Medical Sciences. Volume 14, Issue 7 Ver. I (July.
2015), PP 73-78
Piercefield, Emily W. Collier, Sarah A. Hlavsa, Michele C. Beach, Michael J, 2007.
Estimated Burden of Acute Otitis Externa, United States,dilihat 22 Mei
36
2017,
Schaefer,P, Baugh RF,2012. Acute Otitis Externa : An update. University of Toledo
College of Medicine, Toledo, Ohio, 1;86(11):1055-1061. Dilihat 20 Mei
2017,
Sedjati ML, Palandeng OI, Peleali OCP, 2013. Pola Kuman Penyebab Otitis
Eksterna dan Uji Kepekaan Antibiotik di Poliklinik THT-KL-KL BLU
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode November – Desember
2013. Manado : Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado.
Senturia HB,1980. Disease of the External Ear, An Otologic Dermatologic. San
Fransisco ; Manual Grime & Stratton, 2nd ed,: 1 - 16, 31 - 59.
Surbakti, R,2003. Uji Coba Banding Klinik Pemakaian Larutan Burrowi Saring
(Aluminium Acetate Solution) dan Tetes Telinga Campuran Antibiotika
(Framycetine, Gramicidin) dan Steroid Pada Otitis Eksterna Akut, FK.USU
/ RS. H. Adam Malik Medan, 1996: 1 - 73.
Waitzman AA, 2017. Otitis Externa Treatment and Management. United States,
dilihat 22 Mei 2017,
Lampiran 1. Jadwal Penelitian JADWAL PENELITIAN
“Insiden Otitis Eksterna di Rumah Sakit Mitra Husada Makassar, Periode Juni 2015 – Juni 2016”
NO.
KEGIATAN April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November
3* 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2 3 4 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Mendapatkan Topik
2. Penyusunan Proposal
3. Seminar Proposal
4. Pengumpulan Data
5. Pengolahan dan Analisis Data
6. Penyusunan Laporan
7. Seminar Hasil
8. Ujian Akhir Skripsi
*) Minggu Ke-
Lampiran 2. Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 3. Surat Balasan Persetujuan Izin Penelitian
Lampiran 4. Rekomendasi Persetujuan Etik
Lampiran 5. Data Pasien Otitis Eksterna di Rumah Sakit Mitra Makassar
Periode Juni 2015 - Juni 2016
No.
No. Rekam Medis
Jenis kelamin Umur Otalgia Otore Pruritus
Penurunan Pendengaran Tinnitus
1 01435XX L 42 1 2 0275XX P 25 1 3 0275XX L 33 1 4 0168XX L 24 1 5 0175XX L 77 1 6 0275XX L 4 1 7 0275XX L 19 1 8 0275XX L 26 1 9 0270XX L 50 1 10 0263XX P 18 1 11 0271XX P 42 1 12 0272XX P 54 1 13 0272XX L 1 1 14 0272XX L 31 1 15 0269XX P 19 1 16 0113XX L 40 1 17 0264XX L 43 1 18 0275XX P 5 1 19 0780XX L 25 1 20 0222XX P 25 1 21 0281XX P 1 1 22 0281XX P 29 1 23 0269XX P 18 1 24 0281XX P 46 1 25 0209XX P 18 1 26 0288XX L 6 1 27 0288XX L 8 1 28 0284XX P 52 1 29 0284XX L 60 1 30 0281XX L 31 1
31 0243XX L 60 1 32 0284XX P 55 1 33 0284XX L 45 1 34 0283XX P 18 1 35 0283XX L 20 1 36 0285XX P 90 1 37 0283XX L 43 1 38 0282XX L 20 1 39 0280XX P 15 1 40 0051XX P 41 1 41 0281XX P 19 1 42 0281XX P 66 1 43 0277XX L 38 1 44 0277XX P 1 1 45 0277XX L 28 1 46 0204XX P 46 1 47 0250XX L 11 1 48 0276XX P 4 1 49 0280XX P 44 1 50 0279XX L 21 1 51 0280XX P 20 1 52 0272XX P 30 1 53 0276XX L 66 1 54 0264XX L 74 1 55 0275XX P 27 1 56 0249XX L 28 1 57 0275XX L 44 1 58 0273XX L 12 1 59 0273XX L 28 1 60 0274XX L 4 1
61 0274XX L 19 1 62 0274XX P 35 1 63 0273XX L 21 1 64 0125XX L 73 1 65 0271XX L 20 1 66 0253XX L 3 1 67 0272XX L 27 1 68 0271XX P 38 1 69 0139XX L 57 1 70 0276XX P 5 1 71 0287XX L 7 1 72 0286XX L 51 173 0286XX P 47 1 74 0262XX P 49 1 75 0276XX L 51 1 76 0279XX L 43 1 77 0276XX L 55 1 78 0273XX P 37 1 79 0277XX L 41 1 80 0120XX P 46 1 81 0277XX P 2 1 82 0277XX P 4 1 83 0277XX L 23 184 0285XX L 1 1 85 0286XX P 4 1 86 0190XX P 43 1 87 0285XX L 35 188 0158XX P 45 1 89 0286XX P 30 1 90 0286XX L 1 1
91 0288XX L 51 1 92 0270XX L 52 1 93 0287XX P 7 1 94 0286XX L 26 1 95 0286XX L 70 196 0285XX L 40 1 97 02776XX P 30 1 98 0284XX L 24 1 99 0274XX P 24 1 100 0236XX P 10 1 101 0236XX L 9 1 102 0236XX P 20 1 103 0236XX L 64 1 104 0236XX P 31 1 105 0236XX L 9 1 106 0236XX P 19 1 107 0236XX L 70 1 108 0247XX L 20 1 109 0247XX L 35 1 110 0247XX L 47 1 111 0247XX L 41 1 112 0246XX L 5 1 113 0246XX P 1 1 114 0244XX P 18 1 115 0246XX P 27 1 116 0011XX P 12 1 117 0246XX P 8 1 118 0246XX L 27 1119 0240XX P 20 1 120 0241XX L 1 1
121 0242XX P 22 1 122 0243XX P 24 1 123 0243XX L 49 1 124 0243XX P 33 1125 0243XX L 54 1 126 0243XX L 45 1 127 0243XX P 49 1 128 0243XX L 47 1 129 0129XX L 44 1130 0147XX P 29 1 131 0239XX L 30 1 132 0122XX P 12 1 133 0232XX L 18 1134 0232XX P 60 1 135 0232XX L 40 1 136 0232XX L 31 1 137 0232XX L 1 1 138 0233XX L 54 1 139 0233XX P 21 1 140 0233XX P 44 1 141 0233XX L 6 1 142 0233XX P 71 1 143 0233XX P 27 1 144 0233XX L 1 1 145 0233XX P 4 1 146 0233XX P 38 1 147 0233XX P 21 1 148 0233XX P 28 1 Laki – laki = 80 76 43 19 2 8 Perempuan = 68
Lampiran 6. Biodata Diri Penulis
Biodata Diri Penulis
Data Pribadi :
Nama Lengkap : Andi Nurkamila Putri Rahman
Nama Panggilan : Putri
Tempat/ Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 23 Februari 1997
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Gol. Darah : O
Nama Orang Tua
• Ayah : Prof. DR. Ir. A. Rahman Mappangaja MS
• Ibu : Ir. Yusnidar Yusuf
Pekerjaan Orang Tua
• Ayah : Dosen
• Ibu : IRT
Anak ke : 7 dari 7 bersaudara
Alamat saat ini : Jln. Sunu Kompleks UNHAS Baraya blok AX15
No.Telp : 085299994049
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
Institution : Faculty of Medicine, Hasanuddin University Completed : 2014 - present Institution : SMA Negeri 17 Makassar
Completed : 2014 Institution : SMP Negeri 10 Makassar Completed : 2011 Institution : SD Negeri Kalukuang IV Makassar Completed : 2008
Riwayat Organisasi :
1. Member of TBM Calcaneus Hasanuddin University (2015- present)
2. Member of AMSA-Unhas (2015-present)
3. Member of Rontgen Photography Hasanuddin University (2015-present)
4. Member of M2F-Unhas (2015-present)