Download - Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

Transcript
Page 1: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

INOVASI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN KARANG DENGAN BUBU DASAR

BERUMPON

FONNY J.L RISAMASU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008

Page 2: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul ” Inovasi

Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon” adalah

karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan

Tinggi dimanapun. Sumber informasi berasal dari hasil penelitian saya sendiri dan

dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain.

Semuanya telah saya sebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka

pada bagian akhir disertasi.

Bogor, 6 Maret 2008

Fonny J.L Risamasu

NRP. C 561030041

Page 3: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

ABSTRACT

FONNY JOSANE LAURA RISAMASU. ”Innovation in fishing technology for reef fish: bottom trap with fish aggregating device”. Under supervision of Mulyono S. Baskoro, M. Fedi A. Sondita, and Dedi Soedharma.

The research was aimed to study fish behaviour and the influence of FAD on zone of influence of traps, and studying the influence of FAD on the fish caught using traps in terms of the species, number and size. This study was conducted in Hansisi waters, Semau, Kupang.

The research observed periphyton shelter to FAD attractor made from lontar leaves (Borrasus flabellifer) and gewang leaves (Corypha gebanga). The observation on the community of reef fish and their behaviour around zone of influence of traps with FAD and without FAD using visual census method. The data observed on the FAD and traps included number of fish, radius, length of time, swimming and movement pattern of reef fish. The observation reef fish species behaviour inside and outside the traps was carried out in a fish cage. The catch traps was obtained from experimental fishing which was done at night and during the day. The data collected were fish species, number and size. In addition, the measurement of environmental parameter on research site was also conducted. The data analysis was carried out to find out periphyton density, diversity, similarity, and periphyton dominance and reef fish, abundance of reef fish, and to see the difference between fish catch using traps with FAD and without FAD using statistical analysis t test.

The research shows that the FADs were able to attract reef fish as seen from existence of food web through the presence of periphyton. This made the FADs feeding sites for reef fish. The periphyton composition varied among the attractors Borrasus flabellifer and Corypha gebanga, but was dominated by Bacillariophyceae. The periphyton consisted of 87 spesies (71 genus, 31 family and 15 class). The most abundant periphyton species were Leptocylindrus sp on Borrasus flabellifer and Chroococcus sp on Corypha gebanga.

There were 1190 individuals of reef fishes consisting of 62 species (42 genus and 22 families) around the FADs and around the traps were 1230 fish individuals consisting of 47 species (34 genus and 20 families). The fish of major groups dominated the fish asemblages both around the FADs and the traps

The distance between the reef fish to the FAD and traps commonly ranged from 1 to 2 m; the time spent by the fish around the FADs and traps was commonly more than 30 minutes. The fish swam around the FADs and the traps were commonly soliter, while the their movement were commonly from the front side of the traps (funnel side) then up and down movement, either above or beside the FADs and the traps. The reef fish that approached the FADs and the traps became generally the residents of the FADs and the traps. Reef fish influenced by the traps within four positions, these are near surface, above the traps, beside the traps and near the seabed. The behavior pattern of the reef fishes around the traps, the time needed before entering the traps and the time before escaping from traps varied among fish species.

Page 4: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

The fish caught by the traps consisted of 107 species (54 genus and 22 families). In the location where soft corals were abundant, the traps without FAD caught more species than the traps near small FADs. In general, most fish caught were immature; the largest reef fish caught by the traps was Cephalopolis miniata. The three most abundant fish species were Chaetodon kleinii and Ctenochaetus striatus, and Scarus ghobban. In the location dominated by hard corals, the two most dominant genus caught by the traps with FAD and without FAD in at night were Chaetodon and Ctenochaetus while for the day catch were Chaetodon and Cheilinus. In the location dominated by soft corals, the night catch was dominated by Chaetodon and Cheilinus while the day catch was dominated by Chaetodon, Cheilinus and Siganus. There was no significant difference in the total catch commonly between the three types of fishing methods (with small FADs, with big FADs, and without FAD) at night and the day time (t test, α = 0,05).

Key words: Innovation, fishing technology, reef fish, bottom traps, FAD.

Page 5: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

RINGKASAN

FONNY JOSANE LAURA RISAMASU. ”Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon”. Di bawah bimbingan: Mulyono S. Baskoro, M. Fedi A. Sondita, dan Dedi Soedharma.

Penelitian bertujuan untuk mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu, dan mengkaji pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah, maupun ukuran. Penelitian ini dilaksanakan di perairan Hansisi, Semau, Kupang.

Penelitian ini mengamati perifiton yang menempel pada atraktor rumpon yang terbuat dari daun lontar (Borassus flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pengamatan komunitas ikan karang serta tingkah lakunya di sekitar zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon menggunakan metode sensus visual. Data yang diamati di rumpon dan bubu meliputi jumlah ikan, radius, lama waktu, pola renang dan pola gerak ikan karang. Pengamatan tingkah laku setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam bubu dilakukan dalam ruang tertutup di dalam keramba. Hasil tangkapan bubu diperoleh melalui uji coba penangkapan (experimental fishing) yang dilakukan pada malam dan siang hari. Data yang dikumpulkan meliputi jenis, jumlah dan ukuran ikan. Selain itu, dilakukan juga pengukuran parameter lingkungan lokasi penelitian. Data yang dianalisis meliputi kepadatan perifiton, keragaman, keseragaman dan dominansi perifiton dan ikan karang, serta untuk melihat perbedaan hasil tangkapan bubu menggunakan rumpon dan tanpa rumpon dianalisis pakai statistik uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumpon mampu mengumpulkan ikan karang sebagaimana terlihat dari akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Pada bagian atraktor rumpon tumbuh komunitas perifiton yang potensial sebagai makanan bagi sebagian jenis ikan yang berkumpul. Perifiton didominasi oleh kelas Bacillariophyceae, namun komposisi perifiton berbeda diantara kedua jenis atraktor, yaitu atraktor lontar (Borassus flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pada rumpon lontar, jenis perifiton dominan adalah Leptocylindrus sp. sedangkan pada rumpon gewang/gebang adalah Chroococcus sp.

Ikan karang berkumpul di rumpon sebanyak 1190 individu, terdiri atas 62 spesies (42 genus dan 22 famili), di bubu sebanyak 1230 individu, terdiri atas 47 spesies (34 genus dan 20 famili). Kelompok ikan karang dari famili utama (mayor)mendominasi hasil tangkapan di rumpon dan bubu.

Jarak (radius) ikan karang dari rumpon dan bubu umumnya masing-masing antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon dan bubu umumnya lebih dari 30 menit (menetap). Pola renang ikan karang di sekitar rumpon dan bubu umumnya bersifat soliter. Ikan umumnya bergerak mendekati rumpon/bubu dari arah depan rumpon/depan mulut bubu, kemudian bergerak naik turun dan berada di atas dan di samping rumpon/bubu. Zona pengaruh (zone of influence) bubu terhadap ikan ada pada empat posisi, yaitu ikan berada dekat permukaan, pertengahan, di samping

Page 6: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

dan di dasar bubu dan rumpon. Tingkah laku ikan karang di luar bubu, lama waktu ikan karang masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu berbeda menurut jenis ikan.

Hasil tangkapan bubu terdiri atas 107 spesies (54 genus dan 22 famili). Di lokasi yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon mempunyai hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan dari bubu rumpon kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih muda. Jenis ikan karang terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata. Tiga jenis ikan yang paling banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii, Ctenochaetus striatus dan Scarus ghobban. Di lokasi yang didominasi karang keras (L1), dua genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari oleh bubu, baik dengan rumpon maupun tanpa rumpon, adalah Chaetodon dan Ctenochaetus, sedangkan jenis ikan yang banyak tertangkap pada siang hari adalah Chaetodon dan Cheilinus. Di lokasi yang didominasi karang lunak (L2), genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari adalah Chaetodon dan Cheilinus, sedangkan pada siang hari adalah Chaetodon, Cheilinus dan Siganus. Hasil tangkapan bubu pada malam dan siang hari umumnya tidak berbeda nyata di antara ketiga jenis metode penangkapan ikan (dengan rumpon kecil, rumpon besar, dan tanpa rumpon) hasil uji t, α = 0,05. Kata kunci : Inovasi, teknologi penangkapan, ikan karang, bubu dasar, rumpon.

Page 7: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

@Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu

masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 8: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

INOVASI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN KARANG DENGAN BUBU DASAR BERUMPON

FONNY J.L RISAMASU

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2008

Page 9: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Budhi H. Iskandar, M.Si.

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr.Ir. Dedy H. Sutisna, MS.

2. Dr.Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc.

Page 10: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

Judul Disertasi : Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu

Dasar Berumpon

Nama : Fonny J.L Risamasu

NRP : C 561030041

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, MSc Dr.Ir. M. Fedi A. Sondita, M.ScKetua Anggota

Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEAAnggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan

Prof.Dr.Ir. John Haluan, M.Sc Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro,MS

Tanggal Ujian : 6 Maret 2008 Tanggal Lulus :

Page 11: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas tuntunan

dan pimpinanNya, maka penulisan disertasi dengan judul : Inovasi Teknologi

Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon”, sudah dapat

diselesaikan.

Pada kesempatan ini tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada berbagai

pihak terutama: Ditjen Pendidikan Tinggi yang sudah membantu penulis memberikan

Bantuan Beasiswa Pascasarjana (BPPS) selama studi. Rektor IPB, Dekan Sekolah

Pascasarjana, dan Staf Adiministarsi yang sudah membantu penulis dalam

memperlancar studi di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih pula disampaikan

kepada komisi pembimbing : Prof.Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc (Ketua Komisi

Pembimbing), Dr.Ir. M.Fedi A. Sondita, M.Sc dan Prof.Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA

(Anggota Komisi Pembimbing) dengan tulus dan sabar telah membimbing penulis

mulai dari awal penelitian sampai akhir penulisan. Dr.Ir Budi H. Iskandar sebagai

penguji ujian tertutup, Dr.Ir Dedi H.Sutisna, MS dan Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc

sebagai penguji ujian terbuka yang sudah memberikan sumbang saran bagi penulis

dalam penyempurnaan disertasi ini. Ketua Program Studi, Staf Dosen dan Staf

Administrasi Program Studi TKL yang sudah membantu penulis dalam memberi ilmu

pengetahuan, dan memperlancar administrasi selama mengikuti studi.

Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada: Pengelola Proyek COREMAP

II Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan Republik

Indonesia yang sudah membantu penulis melalui bantuan beasiswa penulisan

disertasi. Terima kasih pula disampaikan kepada Yayasan Dana Beasiswa Maluku

(YDBM) yang telah membantu penulis memberikan bantuan dana penulisan.

Tak lupa diucapkan terima kasih pula kepada: Rektor Undana Kupang dan

Dekan Faperta Undana yang telah memberikan rekomendasi bagi penulis

melanjutkan studi. Pemda NTT melalui BINSOS yang telah membantu penulis

memberikan bantuan dana penulisan. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT

Page 12: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

melalui Konsorsium Mitra Bahari yang telah membantu penulis dalam mencari dana

penulisan.

Terima kasih disampaikan kepada keluarga tercinta: suami (Bpk Mikhael Beda

Tupen), anak-anak (Norade dan Alfredo), serta keponakan (Fanny, Eda dan Agus),

Bapak Cornelis Risamasu (Alm) dan Ibu Octovina Risamasu/Pattinama (Alma),

saundara/i tercinta di Ambon Ir. Robby G. Risamasu, MP, Nyong, Butje, Ana, Ade,

dan Yos yang sudah memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil

selama penulis studi.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Program Studi

TKL angkatan 2003, teman-teman Persekutuan Mahasiswa Maluku (PERMAMA)

serta teman-teman mahasiswa NTT atas kebersamaan yang telah terjalin selama

penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Teman-teman dari

Sekolah Tinggi Ilmu dan Teknologi Kelautan Nusantara Kupang (Alfiana Saldika,

S.Kel, Kristian F.Tamaela, S.Kel, Andre S. Sanang, S.Kel, Rosfita L. Nahak, S.Kel,

Charles Loykai, S.Kel dan Dominggus Seo, S.Kel dan bapak Adrianus Adu yang

begitu tulus membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan.

Semoga amal baik semua pihak diberkati oleh Yang Maha Kuasa. Penulis

menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis

mengharapkan kiranya tulisan ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dalam

usaha pengembangan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang.

Bogor, 6 Maret 2008

Penulis

Page 13: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

RIWAYAT HIDUP

Fonny Josane Lauran Risamasu, dilahirkan di Paperu, Saparua, Ambon pada tanggal, 24 Januari 1964. Anak ketujuh dari pasangan suami isteri Cornelis Risamasu (Almarhum) dan Octovina Pattinama (Almarhumah). Penulis masuk Sekolah Dasar (SD) Negeri Hatu tahun 1971 dan tamat tahun 1976. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Lilibooi, Ambon dan tamat tahun 1980. Pada tahun yang sama penulis masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I, Kodya Ambon dan tamat 1983. Pada tahun yang sama pula penulis masuk Perguruan Tinggi Unpatti Ambon, pada Fakultas Perikanan, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan dan tamat tahun 1989. Pada tahun 1991 penulis diterima dan diangkat sebagai pengajar honorer tetap di Fakultas Peternakan Undana, Kupang melalui proyek kerjasama segitiga antara Undana, Unpatti dan NTU Darwin. Tahun 1992 penulis diangkat sebagai tenaga pengajar tetap pada Fakultas Peternakan, Undana sampai tahun 2000 dan tahun 2001 sampai sekarang dialihkan menjadi staf pengajar pada Fakultas Pertanian, Undana. Tahun 1997 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi Program Magister di Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelautan (TKL) melalui bantuan beasiswa BPPS-DIKTI. Pada tanggal, 30 Juni 2000, penulis dinyatakan lulus dan berhak memperoleh gelar Magister Sains (M.Si). Pada tahun 2003, penulis kembali melanjutkan studi Program Doktor di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelautan melalui bantuan beasiswa BPPS-DIKTI. Selama berstatus mahasiswa TKL pernah terpilih sebagai koordinator bidang jasmani dan rohani pada FORMULA IPB. Selama menjadi mahasiswa telah menulis artikel jurnal dengan judul ”Pola renang dan gerak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu” yang telah siap dimuat dalam Buletin PSP Volume XVII No.1 Tahun 2008 pada Departemen PSP, FPIK-IPB.

Page 14: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

i

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 5 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 6 1.4 Hipotesis............................................................................................... 7 1.5 Kerangka Pemikiran............................................................................. 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Karang........................................................................ 10 2.2 Karakteristik Ikan Karang .................................................................... 11 2.3 Pola Distribusi dan Kebiasaan Makan Ikan Karang ............................ 17 2.4 Habitat Ikan Karang ............................................................................. 22 2.5 Alat Tangkap Bubu .............................................................................. 26 2.6 Rumpon................................................................................................ 38 2.7 Karakteristik Perifiton.......................................................................... 48

3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu ................................................................................ 50 3.2 Alat dan Bahan..................................................................................... 51

3.2.1 Rumpon.................................................................................... 51 3.2.2 Bubu ......................................................................................... 51 3.2.3 Perahu....................................................................................... 52 3.2.4 Peralatan pengambilan data di lapangan .................................. 53

3.3 Prosedur Penelitian .............................................................................. 53 3.3.1 Prosedur penelitian di lapangan ............................................... 53 3.3.2 Prosedur penelitian di laboratorium......................................... 59

3.4 Analisis Data ........................................................................................ 60

4 PENGARUH RUMPON TERHADAP ZONE OF INFLUENCE ALAT TANGKAP BUBU 4.1 Pendahuluan ........................................................................................ 64 4.2 Metodologi Penelitian ......................................................................... 67 4.3 Hasil .................................................................................................... 70

4.3.1 Rumpon sebagai alat pengumpul ikan karang ........................ 70 4.3.1.1 Keragaman taksa perifiton di rumpon.......................... 70 4.3.1.2 Kepadatan dan kelimpahan perifiton............................ 73

Page 15: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

ii

4.3.1.3 Indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) perifiton yang menempel pada atraktor rumpon ........................................................... 76

4.3.1.4 Keterkaitan ikan karang dengan rumpon sebagai feeding ground .............................................................. 78

4.3.2 Keragaman taksa ikan karang ................................................. 79 4.3.2.1 Keragaman taksa ikan karang di rumpon .................... 79 4.3.2.2 Keragaman taksa ikan karang di bubu ........................ 81

4.3.3 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang ..................................... 83 4.3.3.1 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di rumpon ....... 83 4.3.3.2 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di bubu ............ 85

4.3.4 Indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang di sekitar rumpon dan bubu............................ 87 4.3.4.1 Rumpon ........................................................................ 87 4.3.4.2 Bubu ............................................................................ 88

4.3.5 Jarak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu ......................... 90 4.3.5.1 Jarak ikan karang di sekitar rumpon............................. 90 4.3.5.2 Jarak ikan karang di sekitar alat tangkap bubu............. 93

4.3.6 Lama waktu ikan karang di rumpon dan bubu ......................... 96 4.3.6.1 Lama waktu ikan karang di rumpon ............................ 96 4.3.6.2 Lama waktu ikan karang di bubu ................................ 99

4.3.7 Pola renang dan pola gerak....................................................... 102 4.3.7.1 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar

rumpon.......................................................................... 102 4.3.7.1.1 Pola renang ..................................................... 102 4.3.7.1.2 Pola gerak ...................................................... 104

4.3.7.2 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar bubu ............................................................................. 108

4.3.7.2.1 Pola renang ..................................................... 108 4.3.7.2.2 Pola gerak ...................................................... 110 4.3.7.2.3 Pola interaksi ikan karang terhadap zona

pengaruh alat tangkap bubu............................ 114 4.3.8 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu .............. 118

4.3.8.1 Pola renang .................................................................. 118 4.3.8.2 Pola gerak .................................................................... 119 4.3.8.3 Lama waktu ikan karang masuk ke dalam bubu

dan meloloskan diri ..................................................... 121 4.4 Pembahasan ......................................................................................... 121

4.4.1 Rumpon sebagai atraktor pengumpul ikan ................................. 121 4.4.2 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di rumpon dan

bubu............................................................................................ 126 4.4.3 Tingkah laku ikan karang terhadap rumpon dan bubu .............. 128 4.4.4 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu ................. 133

4.5 Kesimpulan dan Saran.......................................................................... 137 4.5.1 Kesimpulan ............................................................................. 137 4.5.2 Saran ....................................................................................... 138

Page 16: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

iii

5 PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BUBU YANG DIOPERASIKAN BERSAMA RUMPON DAN TANPA RUMPON 5.1 Pendahuluan...................................................................................... 139 5.2 Metodologi Penelitian....................................................................... 140

5.2.1 Prosedur penelitian ............................................................... 140 5.2.2 Analisis data ......................................................................... 144

5.3 Hasil................................................................................................... 145 5.3.1 Jenis dan jumlah hasil tangkapan .......................................... 145 5.3.2 Kisaran panjang ikan karang.................................................. 156 5.3.3 Kelimpahan ikan karang........................................................ 158

5.3.4 Analisis hasil tangkapan bubu .............................................. 171 5.4 Pembahasan ....................................................................................... 173 5.5 Kesimpulan dan Saran....................................................................... 178

5.5.1 Kesimpulan ........................................................................... 178 5.5.2 Saran ..................................................................................... 179

6 PEMBAHASAN UMUM .......................................................................... 180 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan ....................................................................................... 192 7.2 Saran .................................................................................................. 193

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 194 LAMPIRAN..................................................................................................... 207

Page 17: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

iv

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dan habitat

hidup .................................................................................................... 19 2 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan

aktivitas makan ................................................................................... 24 3 Posisi dan aktivitas ikan yang teramati saat pengamatan bawah

air dalam studi tentang mekanisme berkumpul ikan pelagis kecil di sekitar rumpon dan pengembangan perikanan di perairan Pasauran, Propinsi Banten .................................................................. 43

4 Spesies ikan karang yang terekruit pada terumbu karang buatan terbuat dari bambu dan klasifikasi ekologinya ................................... 44

5 Komponen-komponen rumpon yang digunakan dalam penelitian ............................................................................................ 51 6 Komponen - komponen bubu yang digunakan dalam penelitian ........ 52 7 Keragaman taksa perifiton yang menempel pada atraktor

rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 .................................. 70 8 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi

(C) perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 ................................................... 76

9 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon ......................... 79 10 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu .............................. 81 11 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir

di sekitar rumpon ............................................................................. 83 12 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir

di sekitar bubu .................................................................................... 85 13 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi

(C) ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 ........................................................................................................ 87

14 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang yang hadir di sekitar bubu di lokasi L1 dan L2 ....... 89

15 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap rumpon di lokasi L1 dan L2 ................................................................ 91

16 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap bubu di lokasi L1 dan L2 .............................................................................. 94 17 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di

sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 .................................................... 98 18 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di

sekitar bubu di lokasi L1 dan L2 ...................................................... 101 19 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon .................. 103 20 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir

di sekitar rumpon berdasarkan parameter gerakan ............................. 104 21 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di

rumpon berdasarkan parameter gerakan ............................................ 106 22 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon berdasarkan pola gerak dan lama waktu ............................................. 107

Page 18: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

v

23 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar bubu ...................... 109 24 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di

bubu berdasarkan parameter gerakan ................................................. 111 25 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir di

sekitar bubu berdasarkan parameter gerakan ....................................... 112 26 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di bubu

berdasarkan pola gerak dan lama waktu .............................................. 114 27 Pola renang ikan karang di luar dan di dalam bubu.............................. 118 28 Parameter lingkungan perairan lokasi penelitian ................................. 144 29 Jenis dan sebaran hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama

rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 .................................. 146 30 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama

rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 .............................................. 150 31 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama

rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 .............................................. 154 32 Jumlah total kelompok ikan karang yang tertangkap pada alat

tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 .............................................................................. 156

33 Kisaran panjang famili ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu ....................................................................................... 156

34 Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 ............................................................ 158

35 Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 ............................................................ 161

36 Jenis makanan yang dimakan beberapa famili ikan karang.................. 176

Page 19: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Skema kerangka pemikiran penelitian ................................................... 9 2 Zona/area pengaruh dari alat tangkap .................................................... 30 3 Peta lokasi penempatan rumpon dan bubu di perairan Hansisi,

Semau, Kupang ...................................................................................... 54 4 Sketsa penempatan rumpon dan bubu di lokasi penelitian .................... 55 5 Zona pengaruh (zone of influence/field of influence) alat tangkap

bubu yang dioperasikan bersama rumpon ............................................. 56 6 Daun lontar dan gewang sebagai tempat penempelan perifiton ................................................................................................. 577 Keragaman taksa perifiton pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 ............................................................................... 72 8 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 ............. 74 9 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil

lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2 .............. 74 10 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil

lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 .............. 75 11 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil

lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2 .............. 75 12 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan

Dominansi (C) perifiton di lokasi L1 dan L2 ......................................... 78 13 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L1 ......... 80 14 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L2 ........ 80 15 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1 ............. 82 16 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L2 ............. 82 17 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir

di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi L1 ............................................................................................ 84 18 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir

di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi L2 ............................................................................................ 84 19 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 .... 86 20 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di

sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 ................................................................................................ 86

21 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) ikan karang di rumpon .................................................. 88

22 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) ikan karang di bubu ...................................................... 90

23 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap rumpon............................... 93 24 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap bubu ................................... 96 25 Proporsi pola renang ikan karang di rumpon.......................................... 103 26 Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar rumpon .................................... 108

Page 20: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

vii

27 Proporsi pola renang ikan karang di bubu .............................................. 109 28 Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar bubu ......................................... 113 29 Zonasi sebaran ikan pada zone of influence, zone of action, dan

zone of retention alat tangkap bubu berdasarkan hasil penelitian ......... 116 30 Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh (zone of

influence) alat tangkap bubu untuk posisi ikan (1) dekat permukaan perairan, (2) di atas, (3) di samping dan (4) di dasar bubu berdasarkan hasil penelitian........................................................... 117

31 Pola gerak (PG) ikan karang di luar dan di dalam bubu dalam ruang tertutup (Keramba) ...................................................................... 120

32 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian ......................................... 141 33 Perahu yang digunakan dalam operasi penangkapan ............................ 142 34 Proses pengangkatan (hauling) dan pengambilan hasil tangkapan

bubu ....................................................................................................... 143 35 Beberapa jenis ikan karang hasil tangkapan bubu ................................. 145 36 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan

bubu rumpon kecil di lokasi L1 ............................................................. 164 37 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan

bubu rumpon besar di lokasi L1 ............................................................ 165 38 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan

bubu tanpa rumpon di lokasi L1 ........................................................... 166 39 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan

bubu rumpon kecil di lokasi L2 ............................................................. 168 40 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan

bubu rumpon besar di lokasi L2 ............................................................ 169 41 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan

bubu tanpa rumpon di lokasi L2 ........................................................... 170

Page 21: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Rumpon yang digunakan dalam penelitian ........................................... 207 2 Jenis-jenis atraktor yang digunakan dalam penelitian ........................... 208 3 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian ......................................... 209 4 Keramba yang digunakan dalam pengamatan pola renang dan

pola gerak ikan karang di luar dan di dalam bubu ................................. 210 5 Jenis-jenis perifiton yang menempel pada daun atraktor ...................... 211 6 Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor rumpon lontar dan

rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 ..................................................... 212 7 Komposisi jenis, jumlah, kepadatan, dan kelimpahan perifiton

pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 ........................................................................................................... 214

8 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ...................... 219

9 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ............................................. 222

10 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ...................... 224

11 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ............................................. 227

12 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon ...... 229 13 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar bubu ......... 232 14 Pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam

bubu ....................................................................................................... 234 15 Jumlah dan lama waktu setiap spesies ikan karang masuk dan

meloloskan diri dari dalam bubu ........................................................... 236 16 Beberapa jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap

bubu ........................................................................................................ 237 17 Pengelompokan kisaran panjang ikan hasil tangkapan bubu

dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon .................................. 238 18 Analisis uji ”t” terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan

bersama rumpon dan tanpa rumpon pada penangkapan malam dan siang hari di lokasi L1 dan L2 ................................................................ 241

Page 22: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Luas terumbu karang Indonesia kurang lebih 50.000 km2. Ekosistem

tersebut berada di wilayah pesisir dan lautan di seluruh perairan Indonesia.

Potensi lestari sumberdaya ikan pada terumbu karang di perairan laut Indonesia

diperkirakan sebesar 80.802 ton/km2/tahun (Ditjen Perikanan, 1991 diacu oleh

Dahuri et al. 1996).

Ekosistem terumbu karang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, salah

satu diantaranya adalah ikan karang. Ikan karang telah dimanfaatkan masyarakat

nelayan melalui penangkapan. Alat tangkap yang biasa digunakan nelayan

di antaranya pancing, bubu, jaring insang, panah dan sebagainya. Namun ada

pula karena ingin mendapatkan hasil tangkapan yang cepat dan banyak, biasanya

penangkapan dilakukan dengan menggunakan bom dan racun.

Dampak dari kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan manusia lainnya,

mengakibatkan saat ini banyak terumbu karang di perairan Indonesia telah

mengalami kerusakan. Adapun kondisi terumbu karang saat ini yang masih sangat

baik 6,48 %, kondisi baik 22,53 %, rusak 28,39 % dan rusak berat 42,59 %

(Supriharyono, 2000).

Usaha perikanan bubu dasar dalam penangkapan ikan karang ditujukan

untuk memanfaatkan sumberdaya ikan karang yang tersedia dengan tetap

memperhatikan faktor kelestarian lingkungan. Penggunaan alat ini cukup baik,

karena ikan yang tertangkap pada umumnya masih dalam keadaan hidup. Hal ini

penting, mengingat kualitas ikan merupakan salah satu syarat utama dalam bisnis

ikan karang, di mana peluang pasar ekspor untuk ikan karang sangat baik

di pasaran nasional maupun internasional. Apalagi dengan semakin

berkembangnya restoran - restoran sea food. Hongkong, Singapura, Eropa,

Amerika dan Jepang merupakan pasar yang baik untuk ikan karang (CV.

Dinar,1999 diacu oleh Rumajar, 2001).

Supaya kegiatan penangkapan ikan tetap dilaksanakan oleh nelayan tanpa

mengganggu kelestarian terumbu karang dan potensi sumberdaya ikannya, tentu

perlu dilakukan penyempurnaan baik terhadap alat tangkap maupun metode

penangkapannya dengan tetap mengacu pada code of conduct for responsible

Page 23: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

2

fishery. Antisipasi ini dimaksud untuk menghindari kerusakan ekosistem terumbu

karang agar lapangan kerja nelayan tetap tersedia. Dalam rangka untuk menjaga

kelestarian terumbu karang, maka saat ini Pemerintah Indonesia melalui

kerjasama dengan Bank Dunia sudah bersepakat untuk mengelola terumbu karang

melalui program COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management).

Program ini bertujuan melindungi, merehabilitasi dan memanfaatkan terumbu

karang secara lestari untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir (DKP,

2004)

Bubu merupakan alat tangkap yang sudah lama dikenal nelayan. Hampir

setiap daerah perikanan mempunyai variasi model bentuk tersendiri, seperti

sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjang (kubus) atau

segi banyak, bulat setengah lingkaran, dan lain-lain. Bahan umumnya dari

anyaman bambu (bamboo’s screen). Secara garis besar bubu terdiri dari bagian-

bagian badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan berupa rongga

tempat di mana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong,

merupakan pintu di mana ikan dapat masuk tetapi sulit keluar. Pintu bubu

merupakan bagian tempat pengambilan hasil tangkapan. Dilihat dari cara

operasional penangkapannya, bubu dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu bubu

dasar (ground fishpots), bubu apung (floating fishpots) dan bubu hanyut (drifting

fishpots) (Subani dan Barus,1988).

Bubu dasar mempunyai ukuran yang bervariasi tergantung kebutuhan

nelayan. Bubu kecil ukuran panjangnya 1 m, lebar 50 – 75 cm, dan tinggi 25 – 30

cm, sedangkan bubu besar mempunyai ukuran panjang bisa mencapai 3,5 m, lebar

2 m dan tinggi 75 – 100 cm. Pengoperasian bubu dasar biasanya dilakukan

di perairan karang atau di antara bebatuan. Untuk mengetahui tempat di mana

bubu dipasang, biasanya dipasang pelampung tanda melalui tali panjang yang

dihubungkan dengan bubu tersebut. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan 2 – 3

hari setelah bubu dipasang, kadang bahkan beberapa hari setelah bubu dipasang.

Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang

kualitas baik seperti kuwe (Caranx spp), beronang (Siganus spp), kerapu

(Epinephelus spp), kakap (Lutjanus spp), kakaktua (Scarus spp), ekor kuning

Page 24: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

3

(Caesio spp), kaji (Diagramma spp), lencam Lethrinus spp), udang penaeid,

udang barong dan sebagainya (Subani dan Barus,1988).

Bubu merupakan salah satu alat tangkap pasif bersifat statis dan

keefektifannya sangat tergantung pada jenis pikatan. Selama ini nelayan

menggunakan umpan sebagai pikatan agar ikan masuk ke bubu. Namun untuk

memikat ikan masuk ke bubu bukan saja dengan umpan tetapi juga dipengaruhi

oleh tingkah laku ikan itu sendiri seperti pergerakan ikan secara acak, pemakaian

bubu sebagai tempat tinggal atau tempat berlindung, keingintahuan ikan, tingkah

laku sosial atau pemangsaan. Aspek tingkah laku ikan perlu diketahui agar mudah

merancang alat tangkap serta memilih metode penangkapan yang tepat dalam

operasi penangkapan ikan. Guna mengefektifkan penangkapan ikan karang

dengan bubu dasar di samping cara yang sudah dilakukan nelayan selama ini,

akan tetapi perlu ada penyempurnaan baik terhadap alat tangkap maupun metode

penangkapannya.

Keberhasilan penangkapan ikan karang dengan bubu tidak hanya ditentukan

dari jenis umpan yang digunakan untuk mempengaruhi tingkah laku ikan datang

mendekat ke bubu. Namun menurut Furevik (1994) diacu oleh Ferno dan Olsen

(1994), beberapa parameter lain perlu diperhatikan seperti dimensi mesh bubu,

ukuran dan bentuk pintu masuk, serta ukuran bubu.

Keefektifan dari suatu alat tangkap dalam menangkap ikan salah satunya

ditentukan dari disain alat tangkap itu sendiri. Tampilan dari alat tangkap bubu

baik itu tipe, ukuran, dan penampakan dari alat tangkap tersebut sangat

mempengaruhi tingkah laku ikan. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi

zona pengaruh dari alat tangkap bubu terhadap tingkah laku ikan.

Menurut Nikonorov (1975) zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang

mempengaruhi tingkah laku ikan saat operasi penangkapan dilakukan ada tiga

macam yaitu : (1) Zone of influence adalah wilayah/area/zona pengaruh alat

tangkap terhadap tingkah laku ikan.; (2) Zone of action adalah wilayah/area/zona

yang dihasilkan alat tangkap diarahkan ke kumpulan ikan; dan (3) Zone of

retention adalah wilayah/area/zona di mana alat tangkap dapat menahan ikan

sehingga tidak terlepas (Nikonorov,1975).

Page 25: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

4

Untuk memperbesar zone of influence dari alat tangkap bubu dapat

dilakukan dengan menggunakan rangsangan buatan (artificial stimultant) melalui

penggunaan alat bantu penangkapan yakni rumpon. Menurut Gunarso (1985)

bahwa untuk mengumpulkan ikan dapat dilakukan melalui beberapa cara,

diantaranya dengan rangsangan kimia, rangsangan penglihatan, pendengaran,

penciuman, aliran listrik dan rangsangan dengan menyediakan tempat berlindung.

Prinsip penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk

mengumpulkan ikan, pada dasarnya agar gerombolan ikan tersebut mudah

tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki.

Rumpon (fish aggregating device) dikenal sebagai alat bantu penangkapan

ikan, berfungsi untuk menarik perhatian/memikat ikan agar berkumpul pada suatu

titik atau tempat, tempat berlindung dan sumber makanan ikan, kemudian dapat

dilakukan penangkapan. Teknologi rumpon sudah diterapkan oleh masyarakat

nelayan sejak dahulu. Biasanya dipakai sebagai alat bantu dalam penangkapan

ikan pelagis baik pelagis kecil maupun pelagis besar dengan menggunakan alat

tangkap purse seine, pole and line dan sebagainya. Rumpon ini dikenal dengan

sebutan rumpon permukaan.

Rumpon digunakan dalam penelitian ini adalah rumpon dasar dioperasikan

di perairan karang berfungsi sebagai alat pemikat/pengumpul ikan yang

dioperasikan bersama alat tangkap bubu untuk memperlancar operasi

penangkapan. Bubu yang dioperasikan bersama rumpon dimaksud untuk

memperbesar zona pengaruh (field of influence) alat tangkap bubu. Diharapkan

dengan mengoperasikan bubu bersama rumpon ikan-ikan akan tertarik dan datang

lebih banyak memasuki zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu,

sehingga pada akhirnya ikan akan masuk ke dalam bubu dan tertangkap.

Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan bubu bersama rumpon dalam

penangkapan ikan karang dikhususkan hanya untuk mengetahui tingkah laku

ikan karang terhadap alat tangkap bubu meliputi jenis dan jumlah ikan yang hadir

di rumpon dan bubu, radius, lama waktu, pola renang, pola gerak, serta jenis,

jumlah, ukuran dan kelimpahan ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap

bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon.

Page 26: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

5

Bertolak dari uraian di atas, maka untuk memahami proses tingkah laku

ikan karang terhadap alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan

tanpa rumpon serta hasil tangkapan bubu perlu dikaji melalui suatu penelitian.

1.2 Perumusan Masalah

Penggunaan teknologi penangkapan ikan dengan rumpon sudah lama

dikenal oleh para nelayan di Indonesia dan telah banyak digunakan dalam

penangkapan ikan, terutama penangkapan ikan pelagis baik pelagis kecil maupun

pelagis besar. Proses pembuatan konstruksi rumpon ini sangat sederhana dan

dapat memanfaatkan bahan-bahan lokal. Sampai saat ini, pemakaian rumpon

dalam penangkapan ikan dasar, khusus ikan karang belum dicoba oleh para

nelayan.

Alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan ikan karang yakni bubu,

pancing, jaring, sero dan panah. Dari jenis alat tangkap tersebut yang paling

dominan digunakan untuk penangkapan ikan karang yakni bubu. Teknologi

penangkapan ikan dengan bubu banyak digunakan nelayan hampir di seluruh

dunia, mulai dari skala kecil, menengah sampai skala besar. Perikanan bubu skala

kecil umumnya diarahkan untuk menangkap ikan dasar, udang dan kepiting yang

dioperasikan pada kedalaman perairan yang tidak begitu dalam di perairan karang.

Bentuk dan disain bubu sederhana dan ini sudah berkembang sejak turun-temurun

(Martasuganda, 2003).

Bubu yang digunakan dalam penangkapan ikan karang adalah bubu dasar.

Sebagai alat pemikat/ penarik ikan masuk ke bubu, biasanya di pasang umpan.

Selain umpan digunakan untuk menarik ikan masuk ke bubu, dapat pula

digunakan pikatan lain seperti rumpon, di mana rumpon akan berfungsi

menyediakan makanan berupa plankton yang akan dimanfaatkan oleh ikan karang

sebagai sumber makanan. Salah satu komponen utama dari rumpon yang

berfungsi untuk menarik ikan-ikan datang ke rumpon yakni atraktor. Atraktor

(aggregator) berfungsi sebagai alat penarik/pemikat ikan, dapat dibuat dari jenis

daun-daunan, seperti daun kelapa, daun pinang, daun nipah dan juga dari bahan

sintetis seperti tali temali. Menurut Boy and Smith (1984) diacu oleh Monintja

Page 27: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

6

et al. (1990), bahan aggregator dapat dibuat dari ban bekas, daun kelapa atau tali

plastik

Menurut hasil penelitian Iskandar dan Diniah (1996) bahwa bubu berumpon

dapat memberikan hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan bubu

tanpa rumpon. Hal ini dapat dimengerti karena bubu merupakan alat tangkap

pasif, sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu dilakukan hal-hal yang dapat

menarik perhatian ikan, salah satunya perlu kombinasi dengan rumpon.

Penggunaan bubu bersama rumpon memberikan manfaat yang sangat besar

terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik

perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu

sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan

pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan

ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk

datang terutama dari ikan predator yang akan membuat ikan besar terjebak masuk

ke bubu.

Selama ini pemahaman masyarakat terutama nelayan tentang penggunaan

rumpon dioperasikan bersama alat tangkap dalam proses penangkapan ikan hanya

sekedar sebagai alat pengumpul ikan. Akan tetapi, pemahaman tentang proses

ikan datang mendekati dan memasuki alat tangkap dan kenapa perlu

menggunakan rumpon masih sangat terbatas. Oleh karena itu, untuk mendapatkan

data dan informasi yang lebih akurat mengenai penggunaan bubu bersama rumpon

dalam penangkapan ikan karang perlu dikaji secara ilmiah lewat penelitian.

Bertolak dari uraian di atas, maka yang menjadi fokus masalah dalam

penelitian ini adalah ” Belum diketahui pengaruh rumpon terhadap zona pengaruh

(zone of influence) alat tangkap bubu, serta ikan hasil tangkapan bubu.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini sebagai berikut :

(1) Mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon terhadap zona

pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu

(2) Mengkaji pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik

jenis, jumlah, maupun ukuran.

Page 28: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

7

Diharapkan inovasi teknologi yang akan diuji lewat penelitian ini nanti,

dapat memberikan informasi tentang penggunaan bubu bersama rumpon untuk

meningkatkan produksi hasil tangkapan ikan karang, meningkatkan pendapatan

dan kesejahteraan para nelayan. Selain itu, informasi ini juga penting bagi

pengambil kebijakan dalam bidang perikanan tangkap untuk menyusun rencana

pengembangan usaha penangkapan ikan karang di masa akan datang.

1.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini sebagai berikut :

(1) Rumpon berpengaruh terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat

tangkap bubu.

(2) Rumpon berpengaruh terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah,

maupun ukuran.

1.5 Kerangka Pemikiran

Bubu termasuk salah satu alat tangkap yang banyak digunakan dalam

penangkapan ikan karang. Untuk memikat ikan memasuki alat tangkap bubu,

biasanya para nelayan memasang umpan. Cara memberikan rangsangan bau-

bauan melalui pemasangan umpan ke dalam bubu membuat ikan-ikan akan

terangsang untuk mendekati dan memasuki alat tangkap bubu. Selain umpan bisa

digunakan untuk memikat ikan masuk ke bubu, dapat pula memanfaatkan pola

tingkah laku ikan yang lain dengan cara merangsang indera penglihatan ikan

sehingga ikan tertarik terhadap alat tangkap.

Salah satu alternatif yang digunakan untuk merangsang ikan agar tertarik

terhadap alat tangkap dengan menggunakan rumpon. Rumpon termasuk alat bantu

penangkapan ikan yang berfungsi untuk memikat ikan sebelum operasi

penangkapan dilakukan dengan suatu jenis alat tangkap.

Penggunaan rumpon bersama bubu akan memberikan manfaat yang sangat

besar terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Rumpon dapat menarik

perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu

sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton sebagai sumber makanan

bagi ikan-ikan, sebagai tempat berpijah bagi ikan-ikan tertentu, sebagai tempat

Page 29: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

8

berlindung dari predator bagi ikan-ikan tertentu, dan sebagai titik acuan navigasi

bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya.

Penggunaan bubu bersama rumpon akan mempengaruhi pola tingkah laku

ikan memasuki zone of influence/ field of influence dari alat bubu. Ikan-ikan

tersebut akan tertarik atau terespons untuk mendekati rumpon, sehingga terjadi

aggregasi populasi ikan. Ikan-ikan hadir di rumpon ada yang menetap (resident),

menetap sementara (transient) serta hanya berkunjung sebentar (visitor).

Penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon, akan

memudahkan ikan-ikan untuk mendekati dan memasuki alat tangkap bubu dan

akhirnya tertangkap. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran untuk

melaksanakan penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Page 30: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

9

Bubu alat tangkap yang umum digunakan di terumbu karang

Bubu berumpan

Bubu berumpon

Sumber makanan

Tempat berlindung, dan lain-lain

Rangsangan penglihatan

Feeding ground

Salah satu alternatif pakai rumpon

Aktivitas penangkapan

Bubu tanpa umpan (atraktor lain tanpa umpan)

Pengaruh alat tangkap (zone of influence/field of influence)

Respons

Bubu tanpa rumpon

Aggregasi populasi ikan : • Menetap

(resident)• Sementara

(non-resident

Menetap (resident)

Menjauhi rumpon

?

Escape Masuk

Tertangkap

Menjauh Berkunjung sebentar (visitor)

Tinggal sementara (transient)Rumpon

Mendekat

Bubu

Gambar 1 Skema kerangka pemikiran penelitian.

Page 31: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ikan Karang

Klasifikasi ikan karang menurut Kuiter (1992), sebagai berikut :

Phylum : Cordata

Klas : Osteichtyes

Ordo : Perciformes

Famili : Lutjanidae, Scaridae, Pomacentridae, dst

Genus : Lutjanus, Scarus, dst

Spesies : Lutjanus johni, dst

Menurut Adrim (1993) diacu oleh Nasution (2001) mengelompokkan ikan karang

dalam tiga kategori yaitu :

(1) Kelompok ikan target, yaitu ikan yang mempunyai manfaat sebagai ikan

konsumsi, seperti famili Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae dan

Lethrinidae;

(2) Kelompok ikan indikator, yaitu ikan karang yang dinyatakan sebagai

indikator kelangsungan hidup terumbu karang. Hanya satu famili yang

termasuk kelompok ikan indikator yaitu famili Chaetodontidae.

(3) Kelompok ikan utama (mayor), yaitu ikan yang berperan dalam rantai

makanan, seperti ikan dari famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae,

Caesionidae, Labridae, Siganidae, Mullidae dan Apogontidae.

Menurut Terangi (2004), pengelompokan ikan karang berdasarkan peranannya

terdiri dari :

(1) Ikan target adalah ikan yang merupakan target penangkapan atau dikenal

dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi seperti famili Serranidae,

Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mullidae, Siganidae,

Labridae dan Haemulidae;

(2) Ikan indikator dikenal sebagai ikan penentu terumbu karang karena erat

hubungannya dengan kesuburan terumbu karang seperti famili

Chaetodontidae (kepe-kepe).

(3) Ikan lain (Mayor familiy) adalah ikan yang terdapat dalam jumlah yang

banyak dan banyak dijadikan sebagai ikan hias air laut seperti famili

Caesionidae, Scaridae, Pomacentridae, Apogonidae, dan lain-lain.

Page 32: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

11

2.2 Karakteristik Ikan Karang

2.2.1 Ikan target

Dalam Terangi (2004), di kemukakan karakteristik dari berbagai famili ikan

karang sebagai berikut :

1) Serranidae

Famili ini biasanya dikenal dengan sebutan grouper, rock cods, coral trout,

kerapu, sunu, lodi. Terdiri dari beberapa sub famili seperti Anthiniinae

(anthias), Ephinephelinae, Gramministinae (soapfish) dan Pseudogrammitinae

(podges). Biasanya hidup soliter (jarang ditemukan berpasangan), dan

bersembunyi di gua-gua atau di bawah karang. Ukuran panjang sampai 2 m

dengan berat mencapai 200 kg. Tergolong karnivora pemakan ikan, udang dan

crustacea. Beberapa spesies dari famili ini diantaranya Anyperodon

leucogramminicus, Cephalopholis miniata, Epinephelus quoyanus dan

Plectropomus maculates. Subfamili Anthiinae disebut basslets, sea-perch,

nona manis. Biasanya berukuran kecil, mempunyai warna terang, merah,

orange, kuning dan biru. Hidup pada daerah tubir di terumbu karang dan jauh

dari pantai atau daerah yang mempunyai kadar garam tinggi dan selalu

bermain di atas celah-celah karang.

2) Lutjanidae

Famili ini dikenal dengan sebutan snappers, seabass, kakap, jenahan,

jambihan dan samassi. Hidup di perairan dangkal sampai laut dalam. Bentuk

tubuh memanjang, agak pipih, badan tinggi dan mempunyai gigi taring.

Warna merah, putih kuning kecokelatan dan perak. Sebagian hidup

bergerombol dan sebagai predator ikan, crustacea dan plankton feeders.

Bentuk berbeda antar yang dewasa dengan yang kecil. Contoh Lutjanus

kasmira, L. biguttatus, L. sebae, dan Macolor niger.

3) Lethrinidae

Famili ini dikenal dengan sebutan emperor, asual, asuan, gotila, gopo,

ketamba lencam, mata hari, ramin dan sikuda. Sering ditemukan di daerah

berpasir dan patahan karang (rubbel) pada daerah tubir, warna tubuh

Page 33: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

12

bervariasi antar jenis, tetapi ada beberapa jenis dapat berubah dengan cepat

hampir mirip dengan Lutjanidae tapi memiliki kepala agak runcing,

panjangnya bisa mencapai 1 meter. Cara makan karnivora dengan memakan

bermacam hewan di pasir dan patahan karang (rubbel).

4) Acanthuridae

Famili ini dikenal dengan sebutan surgeons, botana, maum, marukut, kuli

pasir. Duri berbisa terdapat pada pangkal ekor berjumlah 1 dan 2, sangat

tajam seperti pisau operasi, kulit tebal dengan sisik halus. Termasuk golongan

herbivora dan hidup di daerah karang dangkal, contoh : Naso vlamingii,

Zebrasoma scopes.

5) Mullidae

Famili ini dikenal dengan sebutan goatfishes, biji nangka, kambing-kambing.

Warna umumnya merah, kuning dan keperak-perakan, mempunyai jenggot

(barbell), dan mencari makan di dasar perairan atau pasir. Contoh :

Parupeneus bifasciatus, Upeneus tragula.

6) Siganidae

Famili ini dikenal dengan sebutan rabbit fishes, baronang, cabe, lingkis,

samadar. Tubuh lebar dan pipih ditutupi sisik halus, warna bervariasi, pada

punggung terdapat bintik-bintik putih, coklat, kelabu atau keemasan, duri-duri

sirip berbisa, beracun menyebab perih bila tertusuk durinya dan ukuran

berkisar 30 - 45 cm. Makanan umumnya rumput laut dan alga.

7) Haemullidae

Famili ini dikenal dengan sebutan sweetlips, tiger, grunts, bibir tebal.

Ditemukan pada gua-gua karang, kulit halus dan licin, warna dan bentuk

tubuh berubah dalam pertumbuhan. Ukuran medium sampai 90 cm. Contoh :

Plectrorincus orientalis.

8) Labridae

Khusus genus Cheilinus, Choerodon dan Hemigymnus, ketiga genus ini

dinamakan wrasses raksasa karena mempunyai ukuran agak besar (medium

Page 34: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

13

size 20 -130 cm), aktif pada waktu siang hari (diurnal), ikan yang sulit untuk

didekati (pemalu), sering ditemukan pada air yang bersih dan pada tubir

karang di kedalaman 10 – 100 m. Makanannya moluska, bulu babi, udang

kecil dan invertebrata. Contoh: Thallasoma sp, Cheilinus undulatus, Epibulus

insidiator, Choerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Labroides sp.

9) Nemipteridae

Famili ini dikenal dengan sebutan spinecheeks, monocle-bream, pasir-pasir,

aloumang, ijaputi, palosi pumi dan ronte. Berwarna terang, sering ditemukan

pada dasar perairan berpasir dan patahan-patahan karang (rubble), kelihatan

selalu diam, tapi bila terusik berenang dengan cepat. Agresif pemakan

invertebrata, ikan kecil, udang, kepiting dan cacing (Benthic feeders), hidup

soliter dan bergerombol dan bersifat diurnal dan malam beristirahat di antara

karang - karang. Ada perbedaan antara kecil dengan yang telah dewasa.

10) Priacanthidae

Famili ini dikenal dengan sebutan big eyes, belanda mabuk, mata besar. Ciri-

cirinya bermata besar umumnya merah, sebagian hidup di laut dalam dan

pada siang hari bersembunyi di gua-gua karang. Untuk identifikasi di bawah

air sulit karena antar spesies mirip, sebaiknya diambil spesimen.

11) Carangidae

Famili ini dikenal dengan sebutan gabua, putih, kue. Termasuk ikan perenang

cepat, tergolong ikan pelagis, biasanya hidup bergerombol (schooling),

bersifat karnivora (waktu kecil makan zooplanton), dengan ukuran tubuh bisa

mencapai 2 meter.

12) Sphraenidae

Famili ini dikenal dengan sebutan baracuda, alu-alu. Termasuk perenang

cepat, hidup bergerombol (schooling), dan giginya tajam.

Page 35: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

14

2.2.2 Ikan indikator

1) Chaetodontidae

Famili ini dikenal dengan sebutan butterfly, daun-daun, kepe-kepe. Umumnya

berpasangan, sebagian hidup bergerombol, ukuran tubuh kurang dari 6 inchi,

tubuh bulat dan pipih, dan gerakan lamban atau lemah gemulai. Cara makan

di atas karang seperti kupu-kupu. Warna tubuh umumnya cemerlang dari

kuning, putih dengan tompel hitam dan pola bergaris pada mata. Makanan

polip karang, algae, cacing dan invebterata lain. Aktif di siang hari (diurnal)

dan mata selalu ditutupi strip hitam.

2.2.3 Ikan famili utama (mayor)

1) Pomacentridae

Famili ini dikenal dengan sebutan damselfish, betok laut, dakocan.

Mempunyai banyak genus. Badan pipih dan nampak dari samping bulat. Ikan

kecil terbanyak di terumbu karang. Makanan plankton, invetebrata, dan alga.

Sebagian ada yang bersimbiosis dengan anemon (Amphiprion). Contoh :

Cromis sp, Pomacentrus sp, Abudefduf sp, Dascyllus sp dan Amphiprion sp

2) Caesionidae

Famili ini dikenal dengan sebutan fusilier, ekor kuning, sulih, suliri, sunin.

Genus Caesio berenang cepat, warna umumnya biru, kuning bagian belakang

dan perak. Sering ditemukan di luar karang (tubir karang). Makanannya

zooplankton. Contoh: Pterocaesio sp, dan Caesio sp.

3) Scaridae

Famili ini dikenal dengan sebutan parrotfishes, kakaktua, bayam. Gigi hanya

dua atas dan bawah (seperti kakak tua), warna kebanyakan biru dan hijau,

sering ditemukan bergerombol, kadang-kadang ditemukan sedang memakan

karang keras dan sulit untuk diidentifikasi karena banyak yang mirip. Sering

mencari makan di perairan dangkal waktu pasang tinggi.

Page 36: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

15

4) Holocentridae

Famili ini dikenal dengan sebutan squirrel, swanggi, baju besi, sirandang,

murjan, olelo, mahinai. Hidup di bawah gua-gua karang, biasanya

berpasangan, kadang-kadang juga bergerombol, kulit dan sisik keras, kepala

dan sirip berbisa dan banyak yang mirip antar spesies. Warna tubuh merah,

perak dan mempunyai tompel dan garis.

5) Pomacanthidae

Famili ini dikenal dengan sebutan anggel, injel, betmen, napoleon, anularis.

Warna mencolok dan cantik dengan ukuran tubuh dewasa antara 30 - 39 cm.

Warna dan bentuk tubuh berubah selama pertumbuhan. Hidup soliter (sendiri)

dan berpasangan. Hampir mirip dengan kepe-kepe, tapi lebih tebal dan

di bawah tutup insang berduri dan makanannya alga dan spongs. Contoh:

Centropyge sp, Pomachantus sp.

6) Apogonidae

Famili ini dikenal dengan sebutan cardinal, beseng, belalang, seriding,

capungan. Banyak ditemukan pada ranting karang, bulu babi dengan ukuran

tubuh kecil antara 5 -15 cm, agak buntek, sirip-sirip transparan, warna

kuning, merah, coklat, putih transparan sebagian berbintik dan bergaris.

Contoh : Apogon cyanosoma, Cheilodipterus artus.

7) Scorpaenidae

Famili ini dikenal dengan sebutan scorpion, lepu, linga-linga, lapo. Ikan ini

penuh dengan duri yang berbisa 3 - 5 duri, bergerak lambat. Termasuk ikan

predator, menangkap ikan yang lewat di depanya. Makanannya udang,

kepiting, ikan-ikan kecil, warna umumnya cokelat, merah, putih, hitam dan

kuning. Di Indo-Pasifik ada 80 genus, dari 350 spesies dan semua memiliki

duri beracun.

8) Balistidae

Famili ini dikenal dengan sebutan triger, cepluk, papakulu, pakol, mendut,

gogot. Kulit tebal, bentuk seperti bola ruqby, mulut kecil dengan gigi yang

kuat, hidup soliter, jika malam hari bersembunyi di lubang-lubang karang.

Page 37: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

16

Makanan kepiting, moluska, bulu babi, sponge, hydroids, coral dan algae.

Bagi penyelam harus hati-hati, karena ada spesies yang menyerang penyelam

ketika ikan itu sedang bertelur dan sirip keras dan kaku.

9) Aulostomidae

Famili ini dikenal dengan sebutan shimpfish, pisau-pisau. Ditemukan

bergerombol pada karang bercabang, berenang secara vertikal, dan juvenil

bermain pada bulu babi.

10) Phempheridae

Famili ini dikenal dengan sebutan keeled sweeper. Warna umumnya cokelat

kekuningan, bentuk tubuh sepeti segi tiga dan spesies kebanyakan mirip.

Ditemukan pada gua-gua karang dan ukuran tubuh antara 15 - 25 cm.

11) Tetraodontidae

Famili ini dikenal dengan sebutan puffers, Ostraciidae disebut boxfhise dan

Monacanthidae disebut leather jackets. Ada yang punya mata palsu, bentuk

tubuh agak runcing, dan fleksibel bisa seperti balon. Hidup soliter dan aktif

pada waktu malam, memiliki organ racun dan perenang lambat dan potensial

bagi predator. Habitat beragam seperti lumpur, pasir dan karang.

12) Zanclidae

Famili ini dikenal dengan sebutan morish idol. Hidup pada terumbu karang,

berhidung panjang dan sirip dorsal panjang, warna tubuh kuning dan belang

hitam.

13) Ephippidae

Famili ini dikenal dengan sebutan batfishes, platak. Bentuk seperti kelelawar,

perenang lambat/tenang. Makanan algae, invertebrata (ubur-ubur) dan

plankton .

Page 38: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

17

2.3 Pola Distribusi dan Kebiasaan Makan Ikan Karang

2.3.1 Pola distribusi ikan karang

Beberapa studi mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap kehadiran ikan (struktur komunitas dan kelimpahan ikan) di suatu

komunitas terumbu karang antara lain : tinggi rendahnya presentase tutupan

karang hidup, zona habitat dan peubah fisik seperti arus, kecerahan dan suhu (Bell

dan Galzin, 1985 diacu oleh Tamimi dan Bengen, 1993).

Distribusi ikan karang dikelompokan menjadi 2 bagian antara lain (1)

distribusi vertikal ikan karang; dan (2) distribusi harian ikan karang. Menurut

Harmelin-Vivien (1979) diacu oleh Marschiavelli (2001) mengemukakan bahwa

ikan-ikan karang dapat dikelompokkan berdasarkan distribusi vertikal sebagai

berikut :

(1) Spesies ikan karang yang hidup di dalam sedimen seperti famili Gobiidae,

Ophichtidae, Trichonotidae, dst;

(2) Spesies ikan karang yang hidup di permukaan sedimen, seperti famili

Torpedinidae, Nemipteridae, Bothidae, Soleidae, Mullidae, Sydnathidae,

dst;

(3) Spesies ikan karang yang hidup di dalam gua-gua karang, seperti famili

Serranidae, Apogonidae, Holocentridae, Pomacanthidae, Malacanthidae, dst;

(4) Spesies ikan karang yang hidup di permukaan terumbu karang, seperti

famili Pomacentridae, Bleniidae, Synodonthidae, Monacanthidae, dst;

(5) Spesies ikan karang yang hidup di sekitar terumbu karang, seperti famili

Labridae, Chaetodontidae, Scaridae, Acanthuridae, Balistidae, Zanclidae,

dst;

(6) Spesies ikan karang yang hidup di kolom air, seperti famili Tylosuridae,

Carangidae, Sphyraenidae, Clupeidae, dst.

Pola distribusi harian ikan karang dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu

ikan-ikan diurnal dan nokturnal. Ikan diurnal (ikan siang) merupakan kelompok

terbesar di ekosistem terumbu karang. Termasuk kelompok ikan diurnal adalah

famili Pomacentridae, Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae,

Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae, dan

Page 39: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

18

Gobiidae. Mereka makan dan tinggal di permukaan karang serta memakan

plankton yang lewat di atasnya. (Allen dan Steene 1990 diacu oleh Syakur 2000).

Pada malam hari ikan-ikan diurnal akan masuk dan berlindung di dalam

terumbu dan digantikan oleh ikan-ikan nokturnal (ikan malam). Pada malam hari

mereka keluar mencari makan, dan di siang hari ikan-ikan ini masuk ke gua-gua

atau ke celah-celah karang. Termasuk ikan nokturnal seperti famili Holocentridae,

Apogonidae, Haemulidae, Muraenidae, Scorpaenidae, Serranidae, dan Labridae.

Selain ikan diurnal dan nokturnal, jenis ikan lain yang sering melintasi ekosistem

terumbu karang seperti famili Scombridae, Sphyraenidae, Caesionidae, dan ikan

hiu.Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dan habitat hidup dapat

dilihat pada Tabel 1.

Page 40: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

19

Tabel 1 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dan habitat hidup

KelompokiIkan Sifat Hidup Habitat hidupNo FamiliTarget Indikator Mayor Soliter Bergerombol Berpasangan Dalam

sedimenPermukaan

sedimenDalam

gua-guaPermukaan

terumbuSekitar

terumbuKolom air

1 Gobiidae +2 Ophichtidae +3 Trichonotidae +4 Torpedinidae +5 Nemipteridae + + +6 Bothidae +7 Soleidae +8 Mullidae + +9 Sydnathidae +10 Serranidae + +11 Apogonidae + +12 Holocentridae + + +13 Pomacanthidae + + + +14 Malacanthidae +15 Pomacentridae + +16 Bleniidae +17 Synodonthidae +18 Monacanthidae +19 Labridae + +20 Chaetodonthidae + + + +21 Scaridae + + +22 Acanthuridae + +23 Balistidae + + +24 Zanclidae + +25 Tylosuridae +26 Carangidae + + +27 Sphyraenidae + +28 Clupeidae +29 Ostraciontidae30 Tetraodontidae + +31 Canthigasteridae32 Haemulidae +

Page 41: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

20

Tabel 1 (Lanjutan)

KelompokiIkan Sifat Hidup Habitat hidupNo FamiliTarget Indikator Mayor Soliter Bergerombol Berpasangan Dalam

sedimenPermukaan

sedimenDalam

gua-guaPermukaan

terumbuSekitar

terumbuKolom air

33 Priacanthidae +34 Muraenidae35 Scorpaenidae +36 Synodontidae37 Carcharhinidae38 Lamnidae39 Sphraenidae +40 Lutjanidae + +41 Cirrhitidae42 Scombridae43 Caesionidae +44 Ephippidae +45 Diodontidae46 Palinuridae47 Diogonidae48 Xanthidae49 Siganidae +50 Lethrinidae +51 Aulostomidae + +52 Phempheridae +53 Kyphopsidae

Sumber : Terangi (2004); Harmelin-Vivien (1979) diacu oleh Marschiavelli (2001)

Keterangan : + : tergolong

Page 42: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

21

2.3.2 Kebiasaan makan ikan karang

Terangi (2004), mengatakan bahwa pengelompokan ikan karang

berdasarkan periode aktif mencari makan sebagai berikut :

(1) Ikan diurnal (aktif pada siang hari) seperti famili Holocentridae,

Chaetodontidae, Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Bleniidae,

Balistidae, Pomacanthidae, Monachantidae, Ostracionthidae,

Tetraodontidae, Canthigasteridae, dan beberapa dari suku Mullidae;

(2) Ikan nokturnal (aktif pada malam hari) seperti famili Holocentridae,

Apogonidae, Haemulidae, Priacanthidae, Muraenidae, Serranidae dan

beberapa dari suku Mullidae; dan

(3) Ikan crepuscular (aktif diantara) seperti famili Sphyraenidae, Serranidae,

Carangidae, Scorpaenidae, Synodontidae, Carcharhinidae, Lamnidae,

Spyraenidae, dan beberapa dari Muraenidae.

Menurut Pentury et al. (1995), mengatakan bahwa berdasarkan cara

makannya, ikan karang dapat dikelompokkan menjadi pemakan benthos (benthic

feeder), benthos dan midwaters feeders (famili Pomadasydae), serta pemakan

plankton ( plankton feeder). Selanjutnya menurut waktu makan maka ikan karang

dapat digolongkan menjadi ikan yang mencari makan pada siang hari (diurnal)

dan ikan yang mencari makan pada malam hari (nokturnal). Menurut

Mc Connaughey dan Zottoli (1983) diacu oleh Syakur (2000) mengemukakan

ikan yang tergolong herbivora adalah ikan yang aktif di siang hari (diurnal),

sedangkan ikan karnivor umumnya mencari makan pada malam hari (nokturnal).

Menurut hasil penelitian Iskandar dan Mawardi (1996) mengemukakan ikan-

ikan yang termasuk ikan diurnal (D) seperti famili Pomacentridae, Caesionidae,

Synodontidae, Ephippidae, Chaetodontidae, Pomacanthidae, Labridae, Scaridae,

Acanthuridae dan Diodontidae, sedangkan tergolong ikan nokturnal seperti famili

Lutjanidae, Holocentridae, Palinuridae, Diogonidae dan Xanthidaae dan jenis ikan

yang bersifat rangkap diurnal dan nokturnal dari famili Cirrhitidae, Serranidae,

dan Holocentridae dari genus Pterois sp.

Aktivitas makan dari ikan diurnal dimulai sejak penetrasi cahaya matahari

cukup menerangi kolom perairan di sekitar terumbu karang. Di pagi hari aktivitas

ikan belum begitu tinggi, akan tetapi semakin siang semakin tinggi aktivitasnya.

Page 43: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

22

Sebaliknya pada sore hari saat penetrasi cahaya mulai berkurang maka aktivitas

makan pun berkurang dan di saat menjelang matahari terbenam ikan-ikan tersebut

mulai menghilang menuju tempat persembunyian. Aktivitas ikan nokturnal

mencari makan dimulai saat hari mulai gelap. Ikan-ikan tersebut digolongkan

sebagai ikan soliter di mana aktivitas makan dilakukan secara individu,

gerakannya lambat cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas serta

lebih banyak menggunakan indera perasa dan penciuman (Iskandar dan Mawardi,

1996). Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan aktivitas

makan dapat dilihat pada Tabel 2.

2.4 Habitat Ikan Karang

Keterkaitan ikan terhadap terumbu karang karena bentuk pertumbuhan

terumbu menyediakan tempat yang baik dan sebagai sumber makanan dengan

keragaman jenis hewan atau tumbuhan (Nagelkerken, 1981 diacu oleh Wijoyo,

2002).

Choat dan Bellwood (1991) diacu oleh Syakur (2000) membahas interaksi

antara ikan karang dengan terumbu karang, disimpulkan ada tiga bentuk hubungan

antara lain :

(1) Interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari predator (pemangsa)

terutama bagi ikan masih muda;

(2) Interaksi dalam mencari makanan meliputi hubungan antara ikan karang dan

biota yang hidup di karang termasuk algae;

(3) Interaksi tak langsung akibat struktur karang, kondisi hidrologi dan

sedimen.

Interaksi antara ikan karang dengan habitat karang sangat erat kaitannya

tergantung dari kondisi terumbu karang. Kerusakan terumbu karang akan

mengakibatkan menurunnya populasi ikan di perairan karang.

Page 44: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

23

Menurut Helviana (1998) membuat penelitian terhadap struktur komunitas

ikan karang di Pulau Siberut pada kedalaman 3 m dan 10 m disimpulkan bahwa

jumlah jenis (taksa) ikan karang pada kedalaman 3 m lebih sedikit jika

dibandingkan dengan kedalaman 10 m. Hal ini disebabkan oleh rendahnya

penutupan karang hidup pada kedalaman 3 m. .

Page 45: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

24

Tabel 2 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan aktivitas makan

KelompokiIkan Periode aktivitas mencari makan Tingkat tropikNo FamiliTarget Indikator Mayor Siang

(Diurnal)Antara

(Crespuscular)Malam

(Nocturnal)Herbivora Omnivora Plankton

feedersPemakancrustceadan ikan

Piscivora Pemakanlain-lain

1 Gobiidae + + +2 Ophichtidae3 Trichonotidae4 Torpedinidae5 Nemipteridae6 Bothidae7 Soleidae +8 Mullidae + + + +9 Sydnathidae +10 Serranidae + + + + + +11 Apogonidae + + +12 Holocentridae + + + + + +13 Pomacanthidae + + + +14 Malacanthidae +15 Pomacentridae + + + + + +16 Bleniidae +17 Synodonthidae18 Monacanthidae + +19 Labridae + + + +20 Chaetodonthidae + + +21 Scaridae + + +22 Acanthuridae + + + + + +23 Balistidae + + + +24 Zanclidae +25 Tylosuridae26 Carangidae + + + + + +27 Sphyraenidae + +28 Clupeidae29 Ostraciontidae + + +30 Tetraodontidae + +31 Canthigasteridae + + +32 Haemulidae + +33 Priacanthidae + + +34 Muraenidae + + + +35 Scorpaenidae + + + + +

Page 46: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

25

Tabel 2 (Lanjutan)

KelompokiIkan Periode aktivitas mencari makan Tingkat tropikNo FamiliTarget Indikator Mayor Siang

(Diurnal)Antara

(Crespuscular)Malam

(Nocturnal)Herbivora Omnivora Plankton

feedersPemakancrustceadan ikan

Piscivora Pemakanlain-lain

36 Synodontidae + + + + +37 Carcharhinidae + +38 Lamnidae + +39 Sphraenidae + + + +40 Lutjanidae + + + + + +41 Cirrhitidae + +42 Scombridae + +43 Caesionidae + +44 Ephippidae + + +45 Diodontidae + + +46 Palinuridae +47 Diogonidae +48 Xanthidae +49 Siganidae + + +50 Lethrinidae + + +51 Aulostomidae + +52 Phempheridae +53 Kyphopsidae + + +54 Sparidae + +55 Gerridae +56 Fistulariidae +57 Sciaenidae + +58 Pempheridae +59 Grammistidae + +60 Grammidae +

Sumber : Allen dan Steene (1990); Syakur (2000), Terangi (2004); Iskandar dan Mawardi (1996);Keterangan : + : tergolong

Page 47: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

26

Keberadaan ikan di terumbu karang tergantung pada makanannya, karena itu

ada keterkaitan yang tidak seimbang terhadap hubungan antara predator dan

mangsanya (White, 1987). Keberadaan ikan-ikan karang sangat dipengaruhi oleh

kondisi/kesehatan terumbu karang biasanya ditunjukkan oleh persentase

penutupan karang hidup (Hutomo, 1986 diacu oleh Wijoyo, 2002).

Terumbu karang terdiri dari berbagai habitat seperti daerah berpasir,

berbatu, ada yang membentuk daratan, lereng, tebing dan gua-gua.

Habitat-habitat tersebut mempengaruhi jenis-jenis ikan yang berasosiasi

di dalamnya. Pada karang glomerate seperti Porites sp umumnya tanpa celah

yang dalam, banyak terdapat ikan pemakan polip (polypgrazer) seperti ikan pakol

(Balistidae) dan ikan kepe-kepe (Chaetodontidae). Karang cabang seperti

Acropora sp merupakan tempat berlindung bagi ikan kecil seperi ikan gobi dan

ikan betok laut berenang keluar mencari zooplankton sebagai makanannya dan

segera kembali ke terumbu.

2.5 Alat Tangkap Bubu

2.5.1 Bentuk dan konstruksi bubu

Perangkap (trap) adalah semua alat penangkap yang berupa jebakan. Alat ini

bersifatnya pasif, dibuat dari anyaman bambu (bamboos netting), anyaman rotan

(rottan netting), anyaman kawat (wire netting), kere bambu (bamboo’s screen),

misalnya bubu (fish pot), sero (guiding barriers), dan lain-lain. Alat penangkap

tersebut baik secara temporer, semi permanen, maupun permanen di pasang

(di taman) di dasar laut, diapungkan atau dihanyutkan. Ikan-ikan atau sumberdaya

perikanan laut lainnya tertangkap atau terperangkap karena terangsang adanya

umpan atau tidak (Subani dan Barus,1989).

Menurut Sainsbury (1986), membagi bubu (pot) secara umum dikelompokan

menjadi 2 (dua) bagian yaitu offshore pot fishing dan inshore potting. Pot (trap)

di konstruksi dari beberapa material yang berbeda termasuk kayu, kawat, plastik,

plastik dibungkus dengan kawat dan jaring. Disainnya tergantung dari setiap

lokasi. Pot dirancang untuk memudahkan ikan masuk dan sulit untuk keluar.

Selanjutnya menurut Brandt (1984) penangkapan ikan dengan bubu adalah

Page 48: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

27

keinginan agar ikan mau masuk ke dalam tempat atau jebakan, di mana ikan

masuk tanpa ada paksaan karena ingin mencari tempat berlindung, terpikat oleh

umpan, terkejut atau digiring oleh nelayan

Bentuk bubu sangat beraneka ragam, ada yang berbentuk segi empat,

trapesium, silinder, lonjong, bulat setengah lingkaran, persegi panjang dan bentuk

lainnya. Bentuk bubu biasanya disesuaikan dengan ikan menjadi target tangkapan,

tetapi meskipun yang dijadikan target tangkapan sama, terkadang bentuk bubu

yang dipakai bisa juga berbeda tergantung pada kebiasaan atau pengetahuan

nelayan yang mengoperasikannya. Berbeda dengan alat tangkap lain, bentuk bubu

tidak ada keseragaman di antara nelayan di satu daerah dengan di daerah lainnya

atau di satu negara dengan negara lainnya (Martasuganda, 2003). Dalam JICA

(2001) dikemukakan bahwa bentuk bubu ada bermacam-macam tipe seperti tipe

cone, retangular, semi-retangular, half-ball, arrow-head, Z type, cylinder, scoop,

circular, heart, triangular, barrel dan jar.

Bagian-bagian bubu terdiri dari badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan

pintu. Badan sebagai rongga tempat ikan terkurung. Mulut bubu berbentuk corong

dan merupakan pintu tempat ikan dapat masuk tetapi tidak dapat keluar dan pintu

bubu merupakan tempat pengambilan hasil tangkapan (Subani dan Barus,1989).

Bubu merupakan salah satu alat tangkap pasif bersifat statis dan

keefektifannya sangat tergantung pada jenis pikatan yang dipakai. Dalam usaha

penangkapan bubu, biasanya untuk menarik ikan masuk ke bubu di pasang umpan

tetapi ada pula bisa tanpa umpan. Jenis umpan yang digunakan dapat

mempengaruhi jumlah hasil tangkapan dan komposisi jenis ikan yang tertangkap

(Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994).

Menurut High dan Beardsley (1970), Ferno dan Olsen (1994)

mengemukakan bahwa ikan dapat tertarik pada bubu bukan saja karena umpan

tetapi dari berbagai alasan lain seperti pergerakan secara acak, pemakaian bubu

sebagai tempat tinggal atau tempat berlindung, keingintahuan ikan, tingkah laku

sosial antar spesies, atau karena pemangsaan. Beberapa hal tersebut di atas

merupakan suatu mekanisme yang dapat memberikan masukan untuk efisiensi

bubu tanpa umpan.

Page 49: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

28

Menurut Furevik (1994), mengemukakan bahwa tingkat selektif alat tangkap

bubu dalam penangkapan ikan sangat tergantung dari beberapa parameter antara

lain : mesh zise bubu, bentuk dan ukuran pintu masuk, ukuran bubu dan celah

pelolosan (escape gap).

2.5.2 Daerah penangkapan ikan untuk tempat pemasangan bubu

Daerah penangkapan adalah semua tempat dimana ikan ada dan alat tangkap

dapat dioperasikan (Djatikusumo, 1975 diacu oleh Urbinus, 2000). Menurut

Sadhori (1985), ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam menentukan daerah

penangkapan ikan, yaitu:

(1) Adanya ikan yang akan ditangkap;

(2) Ikan tersebut dapat ditangkap

(3) Penangkapan dapat dilakukan secara berkesinambungan

(4) Hasil tangkapan menguntungkan

Penentuan daerah penangkapan untuk pengoperasian bubu tidak begitu

rumit dan kurang dipengaruhi oleh faktor oseanografi. Hal terpenting dalam

menentukan daerah penangkapan adalah diketahui keberadaan ikan dasar, kepiting

atau udang sebelum operasi penangkapan dilakukan. Informasi ini dapat diperoleh

dari data hasil tangkapan atau informasi daerah penangkapan dari instansi terkait

atau berdasarkan catatan keberadaan ikan dasar, kepiting atau udang di daerah

penangkapan (Martasuganda, 2003).

2.5.3 Pengoperasian alat tangkap bubu

Sainsbury (1986) mengemukakan bahwa bubu dapat dioperasikan satu kali

dalam sekali setting, hasil tangkapannya memiliki kualitas yang tinggi tetapi

terdapat juga hasil tangkapan sampingan. Operasi penangkapan ikan erat

hubungannya dengan tingkah laku ikan sebagai faktor penentu keberhasilan

operasi penangkapan ikan. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan dapat

memperbaiki serta merubah alat maupun metode penangkapan yang

memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi penangkapan.

Page 50: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

29

Pengoperasian bubu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bubu dasar

(ground fishpot), bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot).

Menurut cara pengoperasiannya bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara

yaitu dipasang secara terpisah di mana satu bubu dipasang dengan satu pelampung

(single trap) dan beberapa bubu dirangkai menjadi satu dengan menggunakan satu

tali utama (long line traps) (Subani dan Barus, 1989).

Menurut Monintja dan Martasuganda (1990) diacu oleh Nasution (2001),

keistimewaan bubu sebagai alat tangkap tradisional sebagai berikut:

(1) Pembuatan alat mudah dan murah;

(2) Pengoperasian mudah;

(3) Kualitas hasil tangkapan bagus;

(4) Tidak merusak sumber daya, baik secara ekologis maupun teknik; dan

(5) Dapat dioperasikan di tempat-tempat di mana alat tangkap lain tidak bisa

beroperasi

Menurut Monintja dan Martasuganda (1990) diacu oleh Nasution (2001)

bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan dasar, ikan karang dan udang

terperangkap pada bubu, yaitu :

(1) Tertarik oleh umpan;

(2) Digunakan sebagai tempat berlindung;

(3) Karena sifat thigmotaksis ikan itu sendiri; dan

(4) Digunakan sebagai tempat beristirahat sewaktu ikan bermigrasi.

2.5.4 Hasil tangkapan

Ikan yang menjadi target penangkapan dengan bubu adalah kepiting, udang,

shelfish, octopus, ikan demersal, lobster, conger eel dan cuttlefish (JICA, 2001).

Hasil tangkapan bubu dasar terdiri dari ikan dasar, ikan karang, udang, kepiting

dan sebagainya. Hasil tangkapan ikan karang dengan bubu dasar berupa ikan

karang terutama dari famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Siganidae,

Serranidae Scaridae, Acanthuridae, Lutjanidae, Labridae, dan jenis lainnya.

Menurut Tiyoso (1979 diacu oleh Suci (1993) bahwa fluktuasi hasil

tangkapan bubu dapat terjadi karena beberapa alasan seperti:

Page 51: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

30

(1) Migrasi dan perubahan harian, musiman maupun tahunan dari kelompok

ikan;

(2) Keragaman ukuran ikan dalam populasi;

(3) Tepat tidaknya penentuan tempat pemasangan bubu, karena alat tangkap ini

bersifat pasif dan menetap.

2.5.5 Zona pengaruh di sekitar alat tangkap terhadap tingkah laku ikan

Zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang mempengaruhi tingkah laku ikan

saat operasi penangkapan dilakukan ada tiga macam yaitu : (1) Zone of influence

adalah wilayah/area/zona pengaruh alat tangkap terhadap tingkah laku ikan.; (2)

Zone of action adalah wilayah/area/zona yang dihasilkan alat tangkap diarahkan

ke kumpulan ikan; dan (3) Zone of retention adalah wilayah/area/zona di mana

alat tangkap dapat menahan ikan sehingga tidak terlepas (Nikonorov,1975).

Letak wilayah/area/zona dari beberapa alat tangkap menurut Nikonorov (1975)

dapat dilihat pada Gambar 2.

Keterangan : I.Tipe kontak alat tangkap : a. gillnets, b. pancing berumpan dan c. pancing tanpa umpan; II. Trapnet;

III. Alat tangkap Trawl : d. posisi horisontal, e. posisi vertikal; IV. Fish Pump; V. Alat tangkap

melingkar (surrounding gear) : f . pertengahan (midwater), g. di dasar (on the bottom), 1 : Zone of

influence, 2 : Zone of action, 3. zone of retention; 4. field of influence terhadap sumber cahaya, umpan,

dan lain-lain.

Gambar 2 Zona/area pengaruh alat tangkap.

Page 52: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

31

Nikonorov (1975) menggambarkan zona pengaruh dari alat tangkap trapnet

dimana zone of influence ditentukan oleh ukuran leader (penaju), zone of action

ditentukan oleh pintu masuk trap, dan zone of retention ditentukan oleh kantong

(chamber). Untuk menghitung jumlah ikan yang berinteraksi pada zone of

influence (leader) sebagai berikut :

Qf0 = c0 S0 Vt t ; (1)

di mana : Qf0 = jumlah ikan yang memasuki zone of influence

c0 = konsentrasi ikan

S0 = area permukaan leader net

Vt = kecepatan renang ikan

t = lama penangkapan

Selanjutnya untuk menghitung kapasitas penangkapan pada trapnet yang

ditentukan oleh jumlah ikan (Qf) yang melalui zone of action dari alat tangkap

Qf1 = c1 S1 Vf t ; (2)

di mana : Qf1 = jumlah ikan yang memasuki zone of action

c1 = konsentrasi ikan

S1 = area dari leader net

Vf = kecepatan masuknya ikan

t = lama penangkapan

maka Qf1 = Qf0 - Qf2 (3)

Oleh karena itu, efisiensi penangkapan dapat dihitung sebagai berikut :

Qf1 Qf2 η1 = ----- = 1 + ------- (4)

Qf0 Qf0 Selanjutnya retaining efficiency dapat dihitung sebagai berikut :

Qf = Qf1 - Qf3

Qf Qf3 η2 = ----- = 1 - ------- (5)

Qf1 Qf1

Mengacu pada pendapat Nikonorov (1975) dapat diduga setelah rumpon dan

bubu berada di perairan maka kedua benda tersebut akan memberikan respons

untuk menarik ikan berkumpul baik di rumpon maupun di bubu. Ikan yang

terespons datang mendekati rumpon dan bubu merupakan awal proses tingkah

laku terjadi. Proses tingkah laku ikan terjadi karena beberapa alasan antara lain:

Page 53: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

32

(1) Rangsangan (stimulation) dari luar seperti warna, bentuk benda, bau umpan,

suara dan cahaya; (2) Tanggapan dari ikan melalui mata, telinga, penciuman dan

linea lateralis; dan (3) Sistem urat syaraf dimana ikan menerima tanggapan dan

duteruskan oleh urat syaraf dan ujung urat syaraf ke otak dan diproses di otak,

maka otak akan memerintahkan terjadinya gerakan-gerakan pada tumbuh ikan

(body movement). Seluruh gerakan tersebut di sebut tingkah laku ikan (fish

behaviour) (Syandri, 1988).

Perubahan tingkah laku ikan berhubungan dengan tanggapan ikan dengan

benda-benda yang berada di perairan dan lingkungan sekitarnya awalnya

di respons oleh mata ikan. Mata ikan merupakan salah satu organ penting pada

ikan berfungsi untuk melihat benda-benda dalam air baik dalam posisi dekat

maupun jauh. Bila ikan sedang istirahat, maka mata ikan hanya mampu melihat

benda di depannya saja, dan bila melihat jauh seluruh lensa ditarik kebelakang

oleh otot khusus dinamakan retractor lentis (Omma Nney, 1982 diacu oleh

Syandri, 1988).

Penglihatan ikan berbeda dengan binatang air lain, dimana ikan dapat

melihat ke beberapa jurusan sekaligus. Mata ikan terletak pada kedua sisi kepala,

di sebelah kiri (dicatat oleh otak bagian kiri) dan sebelah kanan (dicatat oleh otak

bagian kanan) (Rab, 1988 diacu oleh Razak et al. 2005). Khusus bagi ikan karang,

mata ikan juga memiliki morfologi yang berbeda. Pada ikan nokturnal, ukuran

matanya lebih besar seperti ikan Myripristis sp , sedangkan ikan diurnal seperti

Chaetodon lunula ukuran matanya kecil. Perbedaan ukuran itu disebabkan kondisi

cahaya yang ada di lingkungan perairan sangat kontras saat siang hari dan malam

hari. Pada malam hari intensitas cahaya rendah sehingga adaptasi mata ikan lebih

besar, agar mampu menggunakan cahaya dengan intensitas rendah.

Warna yang mampu dilihat ikan karang secara umum adalah warna biru dan

sensitif terhadap warna hijau. Ikan karang dari kelompok diurnal ketajaman

penglihatan (visual acuity) lebih baik dari pada kelompok ikan nokturnal dan

crespuscular karena sel-sel kerucut (cone cell) pada fotoreseptor lebih banyak.

Pada ikan nokturnal fotoreseptor mengalami modifikasi dimana kepadatan sel

batang (rod cell) antara 106 - 107 per mm2 dan lebih banyak dari ikan diurnal,

Page 54: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

33

serta ketebalan lapisan fotoreseptor lebih tebal dari ikan diurnal (Sale (ed) 1991

diacu oleh Razak et al. 2005).

Dalam kaitan dengan penglihatan ikan karang untuk melihat makanan

di sekelilingnya ditentukan juga oleh sinar ultra violet. Sinar ultra violet ini dapat

membantu ikan untuk melihat makanan khusus ikan karang pemakan

zooplankton. Adanya sinar ultra violet yang dapat dilihat oleh ikan menyebabkan

warna zooplankton berwarna hitam dan dapat dilihat dalam air sehingga ikan

karang dapat mengenalinya (Razak et al. 2005)

Selain itu menurut Laevastu dan Hela (1971) diacu oleh Sondita (1986),

visibilitas suatu alat tangkap bagi penglihatan ikan mempengaruhi keberhasilan

penangkapan ikan. Karena itu kemampuan ikan untuk melihat suatu benda

merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Kemampuan ikan untuk

melihat suatu benda di kolom air dipengaruh oleh jarak ikan dengan benda,

intensitas cahaya lingkungan dan sifat benda itu sendiri. Kemampuan cahaya

untuk menembus kolom air berbeda menurut panjang gelombang (Nikonorov,

1975 diacu oleh Sondita, 1986).

Diduga selain visibilitas alat tangkap dan cahaya yang mempengaruhi ikan

bisa melihat alat tangkap dan terpengaruh, tentu masih ada beberapa faktor lain

seperti schooling ikan termasuk pola renang ada yang soliter, bergerombol dan

berpasangan, pola gerak ikan, lapisan renang (swimming layer), radius/jarak ikan

dengan alat tangkap, lama waktu ikan berada di sekitar alat tangkap berbeda-

beda, serta faktor fisik terutama arus yang dapat merubah arah ruaya ikan.

Gambaran tentang perubahan tingkah laku ikan ketika ikan karang

memasuki zone of influence alat tangkap bubu tentu berbeda pada setiap jenis

ikan. Ikan karang berbeda dengan jenis ikan lainnya terutama ikan memiliki

kelompok tertentu. Secara umum dikenal ada tiga kelompok ikan karang yaitu

kelompok famili utama (mayor), target dan indiktor. Masing-masing kelompok

ikan ini memperlihatkan pola hidup yang berbeda-beda.

Page 55: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

34

2.5.6 Tingkah laku ikan mendekati dan memasuki alat tangkap bubu

Ketika ikan memasuki bubu berumpan pada awalnya ikan akan mendatangi

dan menggigit umpan, tetapi tidak lama kemudian ikan tersebut akan kehilangan

ketertarikannya. Pada bubu tidak berumpan, ada perbedaan tingkah laku ikan

memasuki bubu di mana squerrelfish dan goatfish memasuki bubu dengan cara

bergerombol, tetapi parrotfish, bigeyes memasuki bubu secara individual.

Chaetodon sp dan Pseudopeneus sp akan berenang berbalik arah dengan

ketakutan bila ada ikan jenis lain yang tertangkap oleh bubu (Furevik, 1994 diacu

oleh Ferno dan Olsen, 1994).

Irawati (2002) mengemukakan tentang tingkah laku ikan kerapu macan

dalam bak percobaan terlihat bahwa ikan mulai masuk ke dalam bubu setelah

beberapa saat bubu berada dalam bak. Waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk

masuk ke dalam bubu sangat bervariasi. Saat penelitian diketahui bahwa ada ikan

yang langsung masuk ke dalam bubu setelah 1 menit dan hingga pengamatan

terakhir sekitar 3 jam ikan tidak pernah masuk ke dalam bubu.

Ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara lain ikan mencoba masuk

satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol lalu mencoba masuk

ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian menyusuri dinding

bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun bagian depan

mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa ikan mengelilingi

bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah menyusuri dinding bubu,

ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya lewat saja (Irawati, 2002).

Ikan yang tidak masuk ke dalam bubu akan kembali berkumpul dengan ikan

lain yang bergerombol di luar bubu. Ikan tidak jadi masuk ke bubu karena

beberapa sebab di antaranya karena di dalam bubu ada ikan yang menjadi

pesaing, atau jika di alam karena ada ikan pemangsa (predator). Selain itu, karena

ikan tersebut mengikuti pergerakan ikan lain yang menjauhi bubu dan ikan tidak

masuk ke bubu karena ada ikan lain yang menghalangi jalan masuknya (Irawati,

2002)

Reiliza (1997) mengamati tingkah laku ikan kepe-kepe (Chaetodon

octofasciatus), ikan bendera (Heniochus acuminatus) dan ikan raja gantang

(Sargocentron violaceum) terhadap alat tangkap bubu dengan menggunakan

Page 56: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

35

remotely operated vehicles (ROV) ternyata ketiga jenis ikan tersebut mempunyai

tingkah laku yang berbeda. Tingkah laku dari ketiga jenis ikan tersebut sebagai

berikut :

(1) Ikan kepe-kepe (Chaetodon octofasciatus)

Ikan ini selalu berenang berkelompok (minimal 2 ekor). Ikan kepe-kepe

datang ke bubu dari arah depan samping kanan atau kiri, tidak pernah datang lurus

dari depan bubu. Biasanya ikan ini berenang menentang arus dan terkadang

tingkah lakunya di sekitar dan di dalam mulut bubu dipengaruhi oleh arah dan

gerakan arus. Tingkah laku ikan kepe-kepe terhadap bubu kawat tipe buton

sebagai berikut :

(1) Ikan datang ke bubu lalu menyusuri dinding mulut bubu, bermain di mulut

bubu, kemudian masuk ke dalam bubu membutuhkan waktu kurang lebih

20 - 49 detik;

(2) Ikan datang ke bubu menyusuri dinding mulut bubu, kemudian masuk

ke bubu membutuhkan waktu kurang lebih 6 – 15 detik;

(3) Ikan datang ke bubu menyusuri dinding mulut bubu dan bermain di dalam

mulut bubu, kemudian keluar dari bubu menyusuri dinding mulut bubu

membutuhkan waktu kurang lebih 18 – 22 detik;

(4) Ikan datang ke bubu lalu menyusuri dinding mulut bubu, kemudian berbelok

dan langsung keluar dari bubu membutuhkan kurang lebih waktu 5 – 15

detik.

(2) Ikan bendera (Heniochus acuminatus)

Ikan ini berenang berkelompok ( 2 – 3 ekor) dengan gerakan naik turun

(tidak mendatar). Ikan ini sangat menyukai karang yang terdapat di atas bubu dan

bermain-main di situ. Tingkah laku ikan bendera terhadap bubu sebagai berikut:

(1) Ikan datang ke karang yang ada di atasnya, lalu masuk ke mulut bubu,

kemudian pergi membutuhkan waktu kurang lebih 39 - 43 detik;

(2) Ikan datang langsung ke dalam mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu,

membutuhkan waktu kurang lebih 14 – 16 detik;

(3) Ikan datang ke bubu, bermain-main di mulut bubu, lalu keluar dan pergi,

membutuhkan waktu kurang lebih 39 – 50 detik.

Page 57: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

36

(3) Ikan raja gantang (Sargocentron violaceum)

Ikan ini bergerak lambat. Gerakannya pada saat masuk ke dalam bubu

adalah melingkar dan arah putarannya dipengaruhi oleh arus. Tingkah laku ikan

raja gantang terhadap bubu sebagai berikut :

(1) Ikan mendatangi bubu dari arah depan dengan gerakan melingkar yang

berlawanan dengan arah arus, masuk ke dalam mulut bubu dan berhenti

di ujung mulut bubu (hanya bergerak berputar-putar berlawanan arah arus),

membutuhkan waktu kurang lebih 49,5 detik;

(2) Ikan mendatangi bubu dari arah depan dengan gerakan melingkar yang

berlawanan dengan arah arus, masuk ke dalam mulut bubu dan masuk

ke dalam bubu, membutuhkan waktu kurang lebih 50,5 detik.

2.5.7 Tingkah laku ikan di dalam bubu

Jenis ikan yang berbeda memiliki tingkah laku di dalam bubu yang berbeda-

beda pula. butterflyfish (Chaetodon sp), goatfish/biji nangka (Parupeneus sp),

squerrelfish (Sargocentron sp)dan parrotfish (Scarus sp) berenang mengitari bubu

berbeda dengan ikan kerapu yang sesekali melakukan tingkah laku pencarian

celah untuk keluar. Ikan cod akan mendorong dinding bubu dan mengitari ruang

dalam bubu. Aktivitas ikan di dalam bubu juga dipengaruhi oleh aktivitas ikan di

luar bubu. Ikan kerapu dan parrotfish mengejar mangsanya ke dalam bubu,

emperors dan ikan kakap memasuki bubu ketika ikan mangsanya berada dalam

bubu tersebut (Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994).

Berdasarkan hasil penelitian Irawati (2002) terlihat bahwa ikan kerapu

macan setelah masuk ke bubu biasanya mencari tempat bersembunyi dan berdiam

diri (istirahat) ataupun bergerombol bersama ikan lain yang sudah masuk

ke dalam bubu sebelumnya. Ikan banyak beristirahat di antara mulut dan dinding

bubu yang membentuk suatu sudut. Ikan ini akan bergerak cukup aktif di dalam

bubu bila belum menemukan tempat yang tepat untuk beristirahat dan

bergerombol, karena ruang dalam bubu terbatas, ikan sering bergerombol dalam

posisi saling bertumpuk satu sama lain. Selain beristirahat dan bergerombol, ikan

di dalam bubu juga berkejaran, bergerak mengitari ruang di dalam bubu, dan

bergerak mengitari mulut bubu.

Page 58: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

37

Berdasarkan hasil penelitian Irawati (2002) terlihat bahwa ikan kerapu

macan setelah masuk ke bubu biasanya mencari tempat bersembunyi dan berdiam

diri (istirahat) ataupun bergerombol bersama ikan lain yang sudah masuk

ke dalam bubu sebelumnya. Ikan banyak beristirahat di antara mulut dan dinding

bubu yang membentuk suatu sudut. Ikan ini akan bergerak cukup aktif di dalam

bubu bila belum menemukan tempat yang tepat untuk beristirahat dan

bergerombol. Karena ruang dalam bubu terbatas, ikan sering bergerombol dalam

posisi saling bertumpuk satu sama lain. Selain beristirahat dan bergerombol, ikan

di dalam bubu juga ada yang berkejaran, bergerak mengitari ruang di dalam bubu,

dan bergerak mengitari mulut bubu.

Menurut Irawati (2002), pola pergerakan ikan di dalam bubu sebagai

berikut: (1) ikan bergerak mengitari ruangan dalam bubu, gerak berputar ini

biasanya searah atau berlawanan jarum jam; (2) ikan bergerak bolak-balik dalam

bubu; (3) ikan bergerak ke dalam ruangan bubu dengan berbagai arah setelah ikan

memasuki bubu melalui celah pelolosan; (4) ikan bergerak ke segala arah; dan (5)

ikan mengitari mulut bubu. Posisi ikan bergerombol di dalam bubu yaitu dekat

celah pelolosan; di antara bagian mulut dan dinding bubu membentuk sudut;

di sudut ruangan dalam bubu serta beristirahat (berdiam diri) dalam keadaan

menyebar. Selanjutnya pergerakan ikan akibat interaksi antara ikan di dalam dan

di luar bubu yaitu bergerak ke suatu arah yang sama; ikan di dalam bubu

berkumpul di semua sudut dan ikan di luar bubu berkumpul di sekitar sudut bubu;

ikan berkumpul di sekitar celah pelolosan; serta ikan bergerak dari dasar bak

menuju ke atas lalu ke bawah dan dilakukan oleh ikan di dalam maupun di luar

bubu secara bersamaan.

Menurut Reiliza (1997), ikan kepe-kepe terlihat panik setelah terperangkap

di dalam bubu, gerakannya lebih cepat dan mencari-cari tempat untuk keluar,

karena merasa terkurung dan ruang geraknya terbatas. Ikan kepe-kepe berenang

lincah di dalam bubu dari sudut kiri ke sudut kanan, atau sebaliknya dengan

gerakan mendatar. Gerakan renang lincah dan mendatar menyebabkan ikan kepe-

kepe dapat meloloskan diri setelah terperangkap kurang lebih 2 jam di dalam

bubu. Gerakan ikan bendera setelah terperangkap di dalam bubu lebih cepat

Page 59: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

38

gerakannya sebelum terperangkap dan terlihat panik. Ikan ini berenang di dalam

bubu dari salah satu sudut bubu ke mulut bubu dengan waktu 5 detik.

Menurut Reiliza (1997), gerakan renang naik turun menyebabkan sampai

akhir pengamatan tidak ada ikan yang meloloskan diri dari bubu. Pengurangan

penutupan karang ternyata berpengaruh terhadap tingkah laku ikan bendera, untuk

mendatangi bubu hanya dalam waktu singkat saja lalu pergi. Ikan raja gantang

masuk ke dalam bubu berenang lambat, tidak menunjukkan kepanikan dan

cenderung diam di dasar bubu. Gerak ikan ini di dalam bubu sama dengan

gerakannya di ujung mulut bubu, yaitu hanya berputar-putar melawan arus dan

membutuhkan waktu untuk satu kali berputar 8,5 detik. Ikan raja gantang

termasuk ikan nokturnal. Ikan raja gantang masuk ke bubu yang bagian atasnya

ditutupi karang. Pada saat penutupan karang dikurangi, ikan ini tidak memberikan

respons di depan bubu, tetapi berenang ke gundukan karang yang berbentuk atap

di samping bubu dan berlindung di situ.

2.6 Rumpon

2.6.1 Tipe rumpon

Rumpon (Fish Aggregating Device/FADs) merupakan alat pemikat ikan

digunakan untuk mengonsentrasikan ikan, sehingga operasi penangkapan ikan

dapat dengan mudah dilakukan. Inovasi teknologi penangkapan ikan karang

dengan bubu bersama rumpon belum banyak digunakan oleh masyarakat nelayan

di Indonesia.

Menurut Lionberger dan Gwin (1983) diacu oleh Mardikanto (1993)

mengartikan inovasi tidak sekedar sebagai sesuatu yang dimulai baru, tetapi lebih

luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya

perubahan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu. Selanjutnya menurut

Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa inovasi adalah sesuatu ide, perilaku,

produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui,

diterima dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat

dalam suatu lokalitas tertentu, atau dapat mendorong terjadinya perubahan-

perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya

Page 60: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

39

perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat

yang bersangkutan.

Sebutan rumpon berbeda pada berbagai daerah di Indonesia seperti di Jawa

(tenda), Madura (ojen), Sumatra Barat (rabon), Sumatra Timur dan Utara (unjan

dan tuasan), sedangkan di Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, NTT dan Ambon

menyebutnya rompong (Subani dan Barus, 1988).

Tipe-tipe/jenis-jenis rumpon yang dikembangkan saat ini di kelompokkan

sebagai berikut :

(1) Berdasarkan posisi pemikat atau pengumpul (aggregating) rumpon dapat

dibagi menjadi rumpon permukaan lapisan tengah dan rumpon dasar.

(i) Rumpon permukaan lapisan tengah

Rumpon permukaan lapisan tengah terdiri dari rumpon perairan dangkal

dan rumpon perairan dalam. Rumpon laut dangkal umumnya dipasang

atau di tanam pada kedalaman antara 30 –75 m atau kurang dari 100 m.

Rumpon ini biasanya digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis

kecil yang tertangkap dengan alat tangkap payang dan pukat cincin

(purse seine). Rumpon laut dalam disebut juga payaos atau rompong

Mandar dipasang pada kedalaman lebih dari 600 m, bahkan sampai 1500

m. Penggunaan rumpon ini untuk menangkap ikan-ikan pelagis besar

terutama tuna, cakalang dan jenis ikan lainnya yang memiliki nilai

ekspor. Payaos mempunyai bentuk lebih istimewa, pelampungnya terdiri

dari 60 – 100 batang bambu disusun menjadi satu sehingga membentuk

rakit. Tali pemberat (tali yang menghubungkan antara pelampung dan

pemberat dapat mencapai 1000 – 1500 m, bahkan lebih terbuat dari

pintalan rotan atau bahan lainnya. Pemberat berkisar antara 1000 – 3500

kg dari batu-batuan atau dari cor semen. Sebagai atraktor dipasang daun

kelapa. Payaos digunakan untuk penangkapan payang, pukat cincin,

huhate, rawai vertikal maupun pancing.

(ii) Rumpon perairan dasar

Rumpon perairan dasar merupakan alat bantu penangkapan ikan yang

dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut. Biasanya digunakan

Page 61: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

40

sebagai alat bantu penangkapan dalam menangkap ikan-ikan yang hidup

di dasar perairan (ikan demersal) terutama ikan karang.

(2) Berdasarkan kriteria permanensi maka rumpon dapat dibagi atas :

(i) Rumpon yang di jangkar namun dapat berpindah-pindah (dinamis).

Rumpon ini dipasang bisa diangkat-angkat dengan berat pemberat antara

25 –35 kg.

(ii) Rumpon yang di jangkar secara tetap (statis). Rumpon ini tidak bisa

diangkat-angkat bersifat tetap dengan berat pemberat 75 – 100 kg.

(3) Berdasarkan tingkat teknologi yang digunakan , rumpon dibagi atas:

(i) Rumpon tradisional umumnya digunakan oleh nelayan tradisional.

Komponen rumpon ini terdiri dari pelampung, tali jangkar,

jangkar/pemberat serta pemikat dari daun kelapa. Rumpon ini dipasang

pada kedalaman 300 – 2000 m.

(ii) Rumpon modern umumnya digunakan oleh perusahaan swasta maupun

BUMN. Komponen rumpon terdiri dari pelampung terbuat dari plat besi

atau drum, tali jangkar terbuat dari kabel baja (steel wire), tali sintesis

dan dilengkapi dengan swivel (kili-kili), pemberat terbuat dari cor

semen, sedangkan pemikat terbuat dari bahan alami (daun kelapa) dan

bahan sintesis seperti ban, pita plastik dan sebagainya.

Dalam SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97 dijelaskan ada 3 jenis rumpon

antara lain: (1) rumpon perairan dasar merupakan alat bantu penangkapan ikan

yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut, (2) rumpon perairan

dangkal, merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan

pada perairan laut dengan kedalaman sampai 200 m, dan (3) rumpon perairan

dalam, merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan

pada perairan laut dengan kedalaman di atas 200 m.

2.6.2 Konstruksi rumpon

Rumpon secara umum terdiri dari 3 komponen yaitu pemikat ikan, jangkar

dan tali penambat yang menghubungkan pemikat ikan dengan jangkar. Bahan

pemikat (atraktor) yang digunakan adalah daun kelapa (Subani, 1989 diacu oleh

Effendie, 2002). Selanjutnya menurut Preson (1982) diacu oleh Monintja et al.

Page 62: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

41

(1990) mengemukakan bahwa disain FAD terdiri dari tiga komponen utama

yakni : (1) anchor; (2) mooring live; dan (3) aggregator.

Bahan untuk jangkar (anchor) kini banyak digunakan adalah drum yang

diisi dengan semen konkrit, bahan untuk mooring live yang baik adalah

polypropyleen, sedangkan bahan aggregator dari ban bekas, daun kelapa atau tali

plastik (Boy and Smith 1984 diacu oleh Monintja et al. (1990). Ketiga komponen

tersebut harus dirancang sedemikian rupa agar efisien dan efektif.

Zulkarnain (2002) mengemukakan alat pemikat (atraktor) merupakan salah

satu kemampuan utama pada rumpon. Atraktor juga merupakan bagian terpenting

dari rumpon. Hal ini karena atraktor berfungsi sebagai alat pemikat atau

pengumpul ikan sesungguhnya.

Menurut Tim Pengkaji Rumpon Fakultas Perikanan IPB (1987) diacu oleh

Zulkarnain ( 2002), persyaratan umum atraktor adalah : (1) mempunyai daya

pikat yang baik terhadap ikan, (2) tahan lama, (3) mempunyai bentuk seperti

posisi potongan vertikal, (4) melindungi ikan-ikan kecil, (5) bentuknya silinder

dengan posisi arah ke bawah, dan (6) terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan

murah. Selanjutnya menurut Monintja, et al. (1990) mengatakan berbagai faktor

yang perlu dipertimbangkan dalam menilai prospek penggunaan rumpon antara

lain : (1) ketersediaan bahan baku rumpon, (2) daya tahan rumpon terhadap

berbagai kondisi perairan, dan (3) kemudahan operasi penangkapan ikan.

Monintja et al. (1990) mengemukakan bahwa manfaat yang dapat

diharapkan dengan penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan

adalah : (1) mengurangi waktu dan bahan bakar dalam pengintaian ikan, (2)

meningkatkan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan, dan (3)

meningkatkan mutu hasil tangkapan yang ditinjau dari spesies dan komposisi

ukuran. Selanjutnya menurut Direktorat Jenderal Perikanan, 1995 diacu oleh

Imawati (2003) mengemukakan beberapa keuntungan dalam penggunaan rumpon

yakni memudahkan pencarian gerombolan ikan, biaya eksploitasi dapat dikurangi

dan dapat dimanfaatkan oleh nelayan kecil.

Page 63: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

42

2.6.3 Peranan rumpon sebagai alat pemikat ikan

Menurut Gunarso (1985) bahwa cara mengumpulkan ikan dapat dilakukan

melalui beberapa cara di antaranya dengan rangsangan kimia, rangsangan

terhadap penglihatan, pendengaran, penciuman, menggunakan aliran listrik dan

rangsangan dengan menyediakan tempat berlindung. Pada prinsipnya

penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk

mengumpulkan ikan, pada dasarnya agar gerombolan ikan tersebut mudah

tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki.

Menurut Asikin (1985) diacu oleh Yusfiandayani (2004) mengatakan

bahwa keberadaan ikan di sekitar rumpon disebabkan oleh (1) sebagai tempat

bersembunyi di bawah bayang-bayang daun rumpon bagi beberapa jenis ikan; (2)

sebagai tempat berpijah bagi beberapa jenis ikan tertentu; dan (3) sebagai tempat

berlindung bagi beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat fototaksis negatif.

Samples dan Sproul (1985) diacu oleh Yusfiandayani (2004) mengatakan

bahwa tertariknya ikan di sekitar rumpon karena (1) sebagai tempat berteduh

(shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu; (2) sebagai tempat mencari

makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu; (3) sebagai substrat untuk

meletakkan telurnya bagi ikan-ikan tertentu; (4) sebagai tempat berlindung dari

predator dari ikan-ikan tertentu; dan (5) sebagai tempat titik acuan navigasi

(meeting point) bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya.

Prinsip penangkapan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk

mengumpulkan ikan, pada hakikatnya adalah agar kawanan ikan tersebut mudah

tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki. Diduga ikan tertarik di sekitar

rumpon berfungsi sebagai tempat berlindung dan mencari makanan (Subani, 1986

diacu oleh Effendie, 2002). Selanjutnya menurut Soemarto (1962) diacu oleh

Yusfiandayani (2004) mengatakan bahwa dalam area rumpon terdapat plankton

yang merupakan makanan ikan lebih banyak bila dibandingkan di luar rumpon.

De San (1982) diacu oleh Monintja et al. (1990) mengemukakan bahwa

posisi penempatan FAD terbaik adalah : 1) tempat yang dikenal sebagai lintasan

ruaya ikan; 2) daerah upwelling, fronts dan gerakan Eddy; 3) dasar perairan

datar;dan 4) tidak terlalu dekat dengan karang.

Page 64: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

43

2.6.4 Tingkah laku ikan di rumpon

Menurut Jusfiandayani (2004) mengemukakan bahwa kawanan ikan mulai

menempati kolom air di sekitar rumpon dari kedalaman antara 1 – 10 m, setelah

itu jumlah ikan semakin banyak hingga kedalaman 20 m. Jenis-jenis ikan yang

banyak dan paling sering terlihat seperti ikan selar (Carangidae) dan kembung

(Rastrelliger sp). Kedua jenis ikan ini berenang secara berkelompok di sekitar

rumpon, sedangkan ikan kembung sering terlihat berada pada jarak yang relatif

lebih jauh dari rumpon. Sebaran vertikal dan tingkah laku kedua jenis ikan yang

teramati dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Posisi dan aktivitas ikan yang teramati saat pengamatan bawah air dalam studi tentang mekanisme berkumpul ikan pelagis kecil di sekitar rumpon dan pengembangan perikanan di perairan Pasauran, Propinsi Banten

No Jenis ikan Kedalaman air

(m) Posisi relatif terhadap rumpon

Aktivitas ikan

1 Selar (Carangidae) 1 – 20 m Di atas dan di depan atraktor

Berenang, bergerak naik dan turun, mencari makan dengan menyaring air dan menyentuh daun/ bahan atraktor

2 Kembung (Rastrelliger sp)

5 – 20 m Di depan dan di samping atraktor

Makan dengan cara menyaring air, berenang bergerak naik dan turun

Rumpon selain dimanfaatkan untuk aktivitas mencari makan, berlindung dan

berasosiasi bagi schooling ikan. Ternyata rumpon juga bisa dimanfaatkan oleh

biota lain, seperti cumi-cumi memanfaatkan atraktor rumpon untuk meletakkan

telur-telurnya.

Schooling ikan selar dan kembung umumnya aktif, bergerak naik turun

di sepanjang atraktor rumpon, mulai dari kolom air dekat permukaan ke bawah.

Pada saat arus lemah (< 2 knot), kawanan ikan berenang ke atas arus, yaitu berada

di muka rumpon sesuai dengan arah datangnya arus air. Pada kondisi arus yang

lebih kuat (> 2 knot), ikan-ikan umumnya berenang di belakang rumpon. Pada

kondisi arus kuat ikan yang terlihat di sekitar rumpon sangat sedikit, kemungkinan

ikan ini berenang pada kedalaman yang lebih dalam. Pada saat arus air relatif

kuat, kawanan ikan kembung dan selar cenderung berenang di belakang rumpon

Page 65: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

44

atau di posisi yang lebih dalam, saat berada di belakang rumpon, kedua jenis ikan

tersebut umumnya mengarahkan mukanya menentang arus (Jusfiandayani, 2004).

Menurut Barretto dan Miclat (1988) spesies ikan karang yang terekruit pada

terumbu karang buatan terbuat dari bambu selama 14 bulan ada 36 famili terdiri

dari ikan yang menetap (resident) (30 %), ikan yang menetap sementara

(transient) (18 %) dan ikan yang berkunjung sebentar (visitor) (52 %), tertera

pada Tabel 4.

Tabel 4 Spesies ikan karang yang terekruit pada terumbu karang buatan terbuat dari bambu dan klasifikasi ekologinya

Klasifikasi Resident Non-resident

Famili Spesies

Resident transient visitor Acanthuridae Acanthurus mata +Apogonidae Apogon aurus +

A. kiensis +A. notatus +Apogon sp. 1 +Apogon sp. 2 +Apogon sp. 3 +

Bleniidae Meiacanthus grammistes +Plagiotremus rhynorhynchos +

Bothidae Bothus sp +Caesionidae Caesio caerulaureus + C. cuning + Pterocaesio chrysozonus +

P. pisang +Callionymidae Callionymus sp +Carangidae Gnathanodon speciousus +

Selaroides leptolepis +Centriscidae Aeoliscus strigatus +Chaetodontidae Heniochus acuminatus +Cirrhitidae Cirrhitichthys aprinus +

C. falco +Clupeidae Sardinell sp +Dasyatidae Dasyatis kuhlii +Emmelichtyidae Emmelichthys sp +Ephippidae Platax orbicularis +

P. teira +Gerridae Gerres filamentosus + Gerres sp + Haemulidae Pletorhynchus pictus +Kyphosidae Kyphosus vaigiensis +Labridae Cheilinus celebicus +

C. diagramma +Coris gaimardi +Labroides dimidiatus +Thallassoma quinquevittata +T. lunare +

Leiognathidae Gazza minute + Leiognathus leuciscus +

Page 66: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

45

Tabel 4 (Lanjutan)

Klasifikasi Resident Non-resident

Famili Spesies

Resident transient visitor L. equulus + Lethrinidae Lethrinus miniatus +Lutjanidae Lutjanus biguttatus +

L. caeruleovittatus +L. decussatus +L. erythropterus +

L. fulfiflamma +L. lineolatus +L. rivulatus +L. russeli +L. spilurus +

Pinjalo sp. +Monacanthidae Aluterus scriptus +

Paraluteres prionurus +Monacanthidae sp. 1 +

Mullidae Parupeneus barberinus +P. Pleurospilos +Upeneus moluccensis +U. tragula +U. vittatus +

Nemipteridae Pentapodus macrurus +Pentapodus sp +Scolopsis ciliatus +Scolopsis sp. 1 +Scolopsis sp. 2 +

Ostraciontidae Ostracion sp +Plotosidae Plotosus lineatus + Pomacentridae Abudefduf vagiensis +

Neopomacentrus azysrom +N. cyanomos +N. nemurus +

Scorpaenidae Pterois volitans +Serranidae Cephalopholis pachyecentro + Epinephelus oreolatus +

E. macrospilos +E. malabaricus +

Siganidae Siganus canaliculatus +S. javus +S. virgatus +

Sphyraenidae Sphyraena jello +S. obtusata +

Syngnathidae Solenostomus paradoxus +Synodontidae Synodus variegatus +Teraponidae Terapon jarbua +

T. puta +Tetraodontidae Arothron immaculatus +

A. nigropunctatus +Canthigaster bennetti +C. solandri +

Tripterygiidae Tripterygion so +Sumber : Barretto dan Miclat (1988) Keterangan : + : tergolong

Page 67: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

46

2.6.5 Penggunaan rumpon (FAD) untuk meningkatkan efisiensi

penangkapan bubu

Menurut Iskandar dan Diniah (1996) bahwa bubu berumpon dapat

memberikan hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan bubu tanpa

rumpon. Hal ini dapat dimengerti karena bubu merupakan alat tangkap pasif,

sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu dilakukan hal-hal yang dapat menarik

perhatian ikan, salah satunya perlu kombinasi dengan rumpon.

Penggunaan rumpon untuk bubu memberikan manfaat yang sangat besar

terutama berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik

perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu

sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan

pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan

ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk

datang terutama dari ikan predator untuk memangsanya sehingga membuat ikan

besar terjebak masuk ke bubu (Iskandar dan Diniah,1996).

Cara mendisain bubu berumpon yaitu setiap bubu di pasang pelepah daun

kelapa sebanyak 10 potong berfungsi sebagai rumpon, kemudian diikat

di sekeliling bubu hingga menjadi bubu berumpon. Metode pengoperasian bubu

menggunakan sistem terpisah atau tunggal dan dipasang pelampung. Bubu

dioperasikan di dasar perairan dengan posisi berselang seling antara bubu tanpa

rumpon dan bubu berumpon. Pintu bubu dipasang menghadap ke arah pantai dan

lama perendaman di perairan antara 5 – 7 hari. Setting dan hauling dilakukan

bergantian secara berurutan berdasarkan posisi bubu terpasang. Pada setiap kali

hauling hasil tangkapan setiap bubu diambil dan ditempatkan pada wadah

terpisah, kemudian dilakukan pencatatan jumlah, berat dan panjang ikan hasil

tangkapan (Iskandar dan Diniah,1996).

Hasil tangkapan bubu berumpon terdiri dari 7 jenis ikan yaitu ikan kakap,

kerapu, cumi-cumi, kepiting, buntal, gogot dan kuwe, sedangkan bubu tanpa

umpon hanya 3 jenis ikan terdiri dari ikan kakap, kerapu, cumi-cumi. Hasil

tangkapan bubu berumpon didominasi oleh ikan kakap sebanyak 38,34 %,

sedangkan bubu tanpa rumpon didominasi oleh cumi-cumi sebanyak 40 %

(Iskandar dan Diniah, 1996)

Page 68: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

47

Menurut Iskandar dan Diniah (1996) bahwa komposisi jenis hasil tangkapan

ikan dengan bubu tanpa rumpon dan bubu berumpon ternyata berbeda, di mana

bubu berumpon mempunyai komposisi jenis hasil tangkapan lebih banyak dari

bubu tanpa rumpon. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa

penggunaan bubu berumpon dapat meningkatkan jumlah dan berat hasil

tangkapan mencapai lebih dari 200 %. Oleh karena itu, pengoperasian bubu

berumpon dapat dimasyarakatkan kepada para nelayan pengguna bubu. Namun

demikian untuk mengetahui posisi pemasangan bubu dan ukuran bubu yang

optimal dapat dilakukan penelitian lanjutan.

Selanjutnya Wahyuni (1995) mengemukakan bahwa hasil tangkapan ikan

karang yang tertangkap dengan alat tangkap bubu kawat tipe buton berumpon

dipasang secara vertikal pada lapisan permukaan, pertengahan dan di dasar

perairan diperoleh total hasil tangkapan dari 22 kali hauling sebanyak 343

individu ikan karang. Jenis ikan karang yang diperoleh ada 20 spesies/jenis. Jenis

ikan karang yang dominan tertangkap di lapisan permukaan perairan adalah

sersan mayor (Abudefduf vaigiensis) sebanyak 83 individu dari famili

Pomacentridae. Pada lapisan pertengahan didominasi oleh ikan Piso piso

(Aeoliscus strigatus) sebanyak 56 individu dari famili Centristidae dan pada

lapisan dasar perairan didominasi oleh ikan ekor kuning (Caesio crythrogaster)

sebanyak 74 individu dari famili Caesionidae.

Menurut Wahyuni (1995), dalam pengoperasian bubu berumpon apalagi

dipasang secara vertikal dengan posisi digantung, maka perlu memperhatikan

reaksi ikan terhadap gerakan bubu. Ternyata pengoperasian bubu yang dipasang

secara vertikal dengan cara digantung pada tiga lapisan ke dalam baik pada

permukaan, pertengahan maupun di dasar perairan bersama rumpon permukaan

ternyata bubu yang dipasang pada lapisan permukaan dan pertengahan

mempunyai kelemahan-kelemahan dari bubu yang dipasang di dasar perairan.

Bubu yang dipasang di dasar perairan lebih stabil, sedangkan bubu yang

dipasang di permukaan dan pertengahan dengan posisi tergantung karena ada

gerakan air, maka bubu akan bergerak-gerak, sehingga ikan tertarik melihat warna

bubu dan mendekati alat tangkap tersebut. Akan tetapi peluang ikan untuk masuk

ke mulut bubu pada lapisan permukaan dan pertengahan sangat kecil.

Page 69: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

48

2.7 Karakteristik Perifiton

Menurut Odum (1971), perifiton adalah komunitas organisme hidup

menempel di atas atau di permukaan sekitar substrat yang tenggelam. Substrat

tersebut dapat berupa batu-batuan, kayu, tumbuhan air yang tenggelam dan

kadang kala hewan air.

Wetzel (1979), berdasarkan tipe substrat tempat melekat, maka perifiton

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

(1) Epilithic adalah perifiton yang menempel pada batu;

(2) Epipelic adalah perifiton yang menempel pada permukaan sedimen;

(3) Epiphytic adalah perifiton yang menempel atau hidup pada permukaan

daun atau batang tumbuhan;

(4) Epizoic adalah perifiton yang menempel pada permukaan tubuh hewan;

(5) Epidendritic adalah perifiton yang menempel pada kayu; dan

(6) Epipsamic adalah perifiton yang menempel pada permukaan pasir.

Menurut Wetsel (1982), mengemukakan bahwa komunitas perifiton

umumnya terdiri dari algae mikroskopis bersifat sessil, satu sel maupun alga

filamen terutama dari jenis diatom, jenis-jenis algae Conjugales, Cyanophyceae,

Euglenophyceae, Xanthophyceae dan Crysophyceae.

Perkembangan perifiton dapat dipandang sebagai akumulasi yaitu

peningkatan biomassa dengan bertambahnya waktu akumulasi merupakan hasil

kolonisasi dengan proses biologi yang menyertainya dan berinteraksi dengan

faktor kimia dan fisik perairan ( Kaufman diacu oleh Soedharma et al. 1995).

Selanjutnya menurut Ruttner (1974) diacu oleh Yuspardianto (1998)

perkembangan perifiton menuju kemantapan ditentukan oleh keadaan substrat.

Substrat dari benda hidup sering bersifat sementara karena adanya proses

pertumbuhan dan kematian. Setelah tumbuh cepat kemudian mantap, selanjutnya

mengalami kematian dan pembusukan. Setiap saat pada substrat hidup terjadi

perubahan lingkungan sebagai akibat respirasi dan asimilasi sehingga

mempengaruhi komunitas perifiton. Pada substrat berupa benda mati akan lebih

bersifat mantap (permanen) meskipun pembentukan komunitas lambat, namun

akan lebih mantap tidak mengalami rusak atau mati.

Page 70: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

49

Menurut Ruttner (1974) diacu oleh Soedharma et al. (1995), tipe substrat

sangat menentukan kolonisasi dan komposisi perifiton berkaitan erat dengan

kemampuan dan alat penempelnya. Kemampuan menempel pada substrat

menentukan eksistensinya terhadap pencucian arus atau gelombang. Kolonisasi

adalah suatu proses penempatan atau penghunian suatu daerah atau tempat oleh

suatu organisme, sedangkan suksesi merupakan suatu proses pergantian dan suatu

atau kelompok jenis organisme oleh yang lainnya dengan komposisi dan struktur

yang berbeda ( D’Itri, 1985).

Wetzel (1982) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan perifiton antara lain (1) sinar matahari; (2) suhu; (3) kecepatan arus.

Jenis-jenis algae yang menempel pada umumnya mendominasi perairan berarus

kuat. Berkurangnya kecepatan arus akan meningkatkan keragaman organisme

yang melekat, sedangkan dari segi biomassa dan produksi perifiton, akumulasi

biomassa lebih cepat pada perairan berarus cepat tetapi total biomassa cenderung

seimbang baik pada perairan berarus cepat maupun lambat; dan (4) unsur hara.

Page 71: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di perairan Hansisi, Kecamatan Semau, Kabupaten

Kupang, NTT. Penelitian dilaksanakan selama 8 (delapan) bulan dimulai dari

persiapan sampai analisis data. Waktu pelaksanaan penelitian lapangan 4 (empat)

bulan, identifikasi perifiton di laboratorium 1 (satu) bulan dan tabulasi sampai

analisis data 3 (tiga) bulan, terhitung dari bulan April sampai dengan November

2006.

Kondisi perairan Hansisi didominasi oleh beberapa ekosistem pesisir seperti

padang lamun (seagrass), algae (seaweeds) dan terumbu karang. Perairan

pantainya ditutupi oleh hamparan terumbu karang di sepanjang pantai. Kondisi

terumbu karang banyak mengalami kerusakan akibat penangkapan dengan bom.

Hal ini ditandai dari banyaknya patahan-patahan karang yang berserakan.

Proporsi tutupan karang di lokasi penelitian I sekitar 40 – 50 %, didominasi

oleh karang keras (hard coral), dengan substrat pasir ditambah patahan karang

dan karang lunak (soft coral). Pada lokasi penelitian II 75 % persentase

penutupan karang didominasi oleh karang lunak (soft coral), dengan substrat

berpasir ditambah patahan karang.

Jenis karang keras (hard coral) yang tumbuh di lokasi penelitian adalah

Symphylia radians, Echinopora mammiformis, Caulastrea furcata, Hydrophora

grandis, Scolymia sp, Porites cylindrica, Goniopora sp, Acropora palifera, A.

digitifera, A. latistella, A. formosa, Montipora digitata dan lain-lain. Selanjutnya

jenis karang lunak (soft coral) yang tumbuh di lokasi penelitian adalah

Lobophytum sp, Sarcophyton sp, Crassocaule sp, dan Sinularia sp yang dominan.

Selain itu, terdapat juga berbagai jenis ikan karang, kima, lobster, teripang, dan

lain-lain. Dari pengamatan visual terlihat bahwa karang yang mengalami

kerusakan sudah mulai tumbuh kembali. Hal ini dapat dilihat pada beberapa jenis

karang cabang mulai muncul tunas baru.

Kegiatan masyarakat yang dilakukan di sekitar lokasi penelitian didominasi

oleh kegiatan penangkapan, makameting (pengambilan hasil laut saat surut), dan

Page 72: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

51

budidaya rumput laut. Beberapa kegiatan ini tentu sangat berpengaruh terhadap

kondisi terumbu karang di perairan setempat.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Rumpon

Rumpon digunakan dalam penelitian berbentuk piramida. Rangka rumpon

terbuat dari bambu dengan ukuran berbeda yakni ukuran kecil panjang : 1,25 m ,

lebar : 1,0 m dan tinggi : 1,25m, dan ukuran besar panjang : 1,75 m, lebar : 1,5

m dan tinggic: 1,75 m. Rumpon menggunakan pikatan/atraktor daun lontar

(Borrasus flabellifer), dan daun gewang/gebang (Corypha gebanga) dibuat

sebanyak 14 unit. Komponen- komponen rumpon disajikan pada Tabel 5,

sedangkan gambar rumpon dan atraktor disajikan Lampiran 1 dan 2.

Tabel 5 Komponen-komponen rumpon yang digunakan dalam penelitian No Komponen Bahan Ukuran Jumlah

1 Rangka rumpon Bambu P =1,75 m,Ø= 8 cm

P =1.50 m,Ø= 8 cm

P =1.25 m,Ø= 8 cm

P =1.00 m,Ø= 8 cm

42 batang

14 batang

42 batang

14 batang

• Daun lontar 144 pelepah 2 Atraktor

• Daun gewang 24 pelepah

Tali temali

• Tali pengikat

rangka rumpon

Nylon PE Ø = 5 mm 252 m

• Tali pengikat

atraktor

Nylon PE Ø = 5 mm 140 m

3

• Tali jangkar Nylon PE Ø = 10 – 15 mm 84 m

• Pengait jangkar Besi beton P=60 cm,Ø = 8 mm 33,6 m

• Tali pelampung Nylon PE Ø = 10 – 15 mm 140 m

4 Jangkar Cor semen 10 kg 56 buah

5 Pelampung tanda Botol aqua 1 liter 28 buah

3.2.2 Bubu

Bubu digunakan dalam penelitian berbentuk setengah lingkaran (semi

circular) dengan ukuran panjang : 1,2 m, lebar : 0,7 m dan tinggi : 0,6 m. Bubu

Page 73: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

52

memiliki satu pintu dengan panjang corong 0,8 m, lebar mulut bagian luar 0,25

m, lebar mulut bagian tengah 0,18 m dan lebar mulut bubu bagian dalam 0,15 m.

Bubu dilengkapi dengan celah pelolosan berukuran 0,25 m x 0,25 m. Kerangka

bubu terbuat dari besi beton dan badan bubu dari kawat ram dengan ukuran mesh

size ½ inch. Bubu dibuat sebanyak 6 unit. Komponen- komponen bubu disajikan

pada Tabel 6, sedangkan gambar bubu disajikan pada Lampiran 3.

Tabel 6 Komponen-komponen bubu yang digunakan dalam penelitian No Komponen Bahan Ukuran Jumlah 1 Rangka

bubu Besi beton p = 120 cm,Ø= 12 mm

l = 70 cm, Ø= 8 mm t = 60 cm, Ø= 12 mm

36 batang 18 batang 24 batang

2 Dinding bubu

Kawat ram (Wire mezh) merk Reyner Aretobe

Mezh size = ½ inch 32.58 m

Pintu Rangka pintu

Besi beton • Panjang corong = 80 cm, • Lebar mulut bagian luar =

25 cm • Lebar mulut bubu bagian

dalam = 18 cm • Lebar mulut bubu bagian

dalam = 15 cm

3

Dinding pintu

Kawat ram (Wire mesh) merk Reyner Aretobe

Mezh size = ½ inch 4,8 m

4 Celah pelolosan

Rangka dari kawat hass dan dinding dari kawat ram

25 cm x 25 cm 6 buah

5 Tali temali Tali pelampung

Nylon PE Ø = 10 – 15 mm 110 m

Tali jangkar Nylon PE Ø = 10 – 15 mm 40 m

6

Pengait jangkar

Nylon PE P = 1,0 m 24 m

7 Jangkar Cor semen 2,5 kg 24 buah 8 Pelampung Botol aqua 1 liter 24 buah

3.2.3 Perahu

Pengoperasian alat tangkap bubu selama penelitian menggunakan perahu

motor milik nelayan dengan jenis mesin merk Yamaha berkekuatan 40 pK. Perahu

yang digunakan memiliki ukuran panjang : 5 m, lebar : 1,5 m dan tinggi : 1,0 m.

Page 74: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

53

3.2.4 Peralatan pengambilan data di lapangan

Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan data terinci sebagai berikut :

(1) untuk pengamatan tingkah laku ikan di rumpon digunakan video bawah air,

camera, papan tulis bawah air (sabak/slate), SCUBA (self contain underwater

breathing apparatus), pensil 2B, counter dan stopwatch; (2) untuk menentukan

posisi penempatan rumpon digunakan GPS; (3) untuk pengambilan data hasil

tangkapan digunakan bubu dasar; (4) untuk mengukur ukuran ikan digunakan

mistar dengan ketelitian 30 cm; (5) untuk keperluan identifikasi ikan, dan

perifiton menggunakan plastik sampel, botol sampel, aquades dan larutan

formalin 10 dan 4 %, mikroskop, gelas objek, kaca penutup, tissue roll, alat tulis

menulis serta buku identifikasi ikan, dan perifiton, dan (6) untuk pengamatan data

oseanografi menggunakan alat Water Checker merk HORIBA dilengkapi dengan

data suhu, salinitas, DO, dan kecerahan, serta untuk mengukur arah dan kecepatan

arus menggunakan gabus yang diikat dengan tali nylon dan stopwatch.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Prosedur penelitian di lapangan

(1) Mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon terhadap zone of

influence dari alat tangkap bubu.

Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka data diambil

menggunakan metode sensus visual. Pengambilan data di bagi dalam dua

tahapan sebagai berikut :

i) Pengamatan tingkah laku ikan di sekitar rumpon dan bubu

Prosedur pengambilan data di lapangan sebagai berikut :

(i) Sebelum bubu dan rumpon di pasang di lokasi penelitian, terlebih

dahulu di lakukan survei lokasi untuk menentukan lokasi penelitian

dengan cara menyelam menggunakan SCUBA mengitari areal

terumbu karang di perairan setempat.

(ii) Data survei tersebut, kemudian dibuat denah lokasi penelitian.

Penentuan posisi penempatan bubu bersama rumpon menggunakan

GPS. Lokasi penelitian rumpon dan bubu dapat dilihat pada

Gambar 3.

Page 75: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

54

(iii) Rumpon di pasang di perairan pada substrat didominasi karang

keras (lokasi L1) dan karang lunak (lokasi L2) dengan jarak antara

kedua lokasi tersebut sekitar 100 m. Jarak penempatan rumpon dan

bubu dengan substrat karang keras disesuaikan dengan kondisi

terumbu karang di lokasi penelitian. Ada dua ukuran modul rumpon

yang digunakan dalam penelitian yakni modul ukuran kecil panjang

: 1,25 m, lebar : 1,00 m dan tinggi: 1,25 m) dan ukuran besar

panjang : 1,75 m, lebar : 1,50 m dan tinggi: 1,75 m). Setiap

kelompok modul rumpon berjumlah 3 unit untuk ukuran kecil ada 2

kelompok, dan kelompok modul rumpon ukuran besar ada 2

kelompok. Bubu dipasang di antara kelompok modul rumpon. Jarak

antara bubu dengan masing-masing modul rumpon pada setiap

kelompok 5 m. Selain itu, dipasang juga bubu tanpa rumpon dengan

jarak 25 m dari bubu yang dipasang bersama rumpon. Sketsa

penempatan rumpon dan bubu di lokasi penelitian dapat dilihat pada

Gambar 4.

Gambar 3 Peta lokasi penempatan rumpon dan bubu di perairan Hansisi, Semau, Kupang.

Page 76: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

55

(iv) Pengamatan awal dilakukan dengan mengamati kondisi karang serta

ikan-ikan yang berada di sekitar terumbu karang.

(v) Pengamatan berikutnya dilakukan 30 menit setelah rumpon terpasang

di perairan. Pengamatan terhadap jenis-jenis ikan karang yang hadir di

sekitar zone of influence alat tangkap bubu dioperasikan bersama

rumpon maupun tanpa rumpon menggunakan metode sensus visual

(visual census method).

Ilustrasi tentang zona pengaruh alat tangkap (zone of influence/field of

influence) bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon

dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Ilustrasi ini dikembangkan

berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Nikonorov, 1975, disajikan

pada Gambar 5.

Gambar 4 Sketsa penempatan rumpon dan bubu di lokasi penelitian.

BRK BRB

Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil, BRB : Bubu rumpon besar, BTR :Bubu tanpa rumpon, RG: Rumpon gewang.

BTR

RG

Page 77: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

56

field of influence alat tangkap bubu

3

zona of influence alat tangkap bubu

2

1

R1

zona of influence alat tangkap bubu

R1

R2

2

zona of influence alat tangkap bubu

1

R1R2

2

3

zona of influence alat tangkap bubu

2

1R1

1a.

1b.

field of influence alat tangkap bubu

(vi) Pengamatan berikut dilakukan seminggu sekali pada jam 08.00, jam

12.00, dan jam 16.00.

Pengamatan dilakukan terhadap tingkah laku ikan karang yang hadir

di rumpon dan bubu meliputi jenis dan jumlah ikan yang hadir, jarak

(radius) ikan terhadap rumpon dan bubu, lama waktu ikan berada

di rumpon dan bubu, pola renang (soliter, bergerombol, dan

berpasangan), serta pola gerak seperti cara datang dari arah depan

dengan membuat gerak melingkar melawan arus, bergerak naik turun,

maupun membuat gerakan searah jarum jam serta jumlah ikan yang

hadir di rumpon dan bubu. Untuk menentukan jenis ikan karang yang

hadir di sekitar rumpon dan bubu mengikuti petunjuk Gloerfelt dan

Gambar 5 Zona pengaruh (zone of influence/field of influence) alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon.

2b.

2a

Keterangan :Jarak (radius) area pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu; 1. Zone of influence; 2. Zone of action; 3. Zone of retention

Keterangan : 1,2 : Zone of influence/ field of influence, R1: jarak zona pengaruh alat tangkap bubu, R2 : jarak zona pengaruh alat tangkap bubu yang diperbesar dengan menambahkan rumpon

Page 78: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

57

Kailola, 1984, Isa et al. 1998; Kuiter, 1992 dan Allen dan Stenee,

2002.

(vii) Untuk pengamatan tingkah laku ikan menggunakan video bawah air,

camera digital, SCUBA, papan tulis bawah air (sabak/slate), pensil

2B, counter dan stopwatch.

(viii) Sebagai data pendukung diamati juga perifiton yang menempel pada

setiap jenis daun atraktor. Daun atraktor yang digunakan untuk

penempelan perifiton adalah daun lontar (Borrasus flabellifer), dan

daun gewang/gebang (Corypha gebanga). Untuk mengetahui

perifiton yang menempel pada setiap daun digunting salah satu helai

yang diambil secara acak dengan ukuran panjang: 10 cm dan lebar: 5

cm. (Gambar 6) Kemudian permukaan daun di mana perifiton

menempel dikeruk dengan pisau dan dimasukkan ke dalam botol

sampel berisi larutan formalin 4 % untuk dianalisis di laboratorium.

ii) Pengamatan tingkah laku ikan di sekitar dan di dalam bubu

Pengamatan tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu

melalui simulasi yang dilakukan di dalam keramba. Pengamatan tidak

dapat dilakukan di lokasi penelitian karena kondisi perairan saat itu

dalam keadaan bergelombang dan arusnya kuat. Pada kondisi ini

keadaan perairan menjadi tidak stabil dan tingkat kekeruhannya tinggi

sehingga sulit untuk melakukan pengamatan bawah air karena batas

pandang (visibilitas) rendah dan sulit untuk mengamati jenis ikan yang

hadir di rumpon dan bubu.

b. Daun gewang yang dipotong untuk pengambilan sampel

a. Daun lontar yang dipotong untuk pengambilan sampel perifiton

P = 10 cm

L = 5 cm

P=10 cm

L=5 cm

Gambar 6 Daun lontar dan daun gewang sebagai tempat penempelan perifiton.

Page 79: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

58

Kondisi ini mulai terjadi pada saat siang sampai sore hari. Keadaan

perairan mulai berubah diatas jam 10.00 WITA sampai sore hari.

Perubahan ini terjadi disebabkan karena pada jam 10.00 WITA keatas

permukaan perairan menjadi panas dan angin mulai bertiup

menyebabkan terjadi pengaliran massa air (arus). Adanya proses

pengaliran massa air ini menyebabkan terjadinya pengadukan massa air

sehingga perairan menjadi keruh. Selain itu, olah gerak dalam

pengamatan bawah air juga sulit dilakukan dan pada kondisi ini ikan-

ikan karang lebih banyak mencari lokasi persembunyian baik di celah-

celah karang maupun di rumpon dan bubu sehingga ikan yang hadir di

rumpon dan bubu konsentrasinya menjadi berkurang atau sedikit.

Pengamatan dilakukan di dalam keramba berukuran panjang: 2 m,

lebar: 1.5 m dan tinggi: 2 m (Lampiran 4). Kemudian ikan hasil

tangkapan bubu baik menggunakan rumpon maupun tanpa rumpon

dimasukkan ke dalam keramba. Pengamatan dilakukan dari jam

11.00 – 17.00 WITA. Ikan yang dimasukkan ke dalam keramba untuk

diamati sebanyak 17 spesies dengan pola tingkah laku berbeda-beda.

Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu diamati secara

visual meliputi pola renang dan pola gerak ikan karang di luar maupun

di dalam bubu serta cara ikan masuk dan meloloskan diri dari dalam

bubu.

Penelitian tingkah laku ikan karang dalam keramba hanya

dilakukan pada 17 spesies ikan karang. Informasi yang diperoleh masih

sangat terbatas sehingga diharapkan perlu mengkaji lebih lanjut tingkah

laku ikan dari jenis-jenis ikan karang lainnya.

(2) Mengkaji pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis,

jumlah, maupun ukuran.

Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka untuk mendapatkan data

dilakukan proses penangkapan ikan. Penangkapan ikan dilakukan pada dua

lokasi penelitian dengan prosedur kerja sebagai berikut:

Page 80: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

59

(i) Penangkapan ikan menggunakan alat tangkap bubu dioperasikan

bersama rumpon ukuran kecil dan besar menggunakan atraktor daun

lontar saja dan juga menggunakan bubu tanpa rumpon.

(ii) Penangkapan dilakukan setelah rumpon berumur satu bulan di perairan.

Operasi penangkapan dilakukan 2 kali pada jam yang berbeda yaitu

penangkapan pertama (siang) dilakukan pada jam 07.00 dan

pengangkatan bubu dilakukan sore hari jam 17.00, kemudian

penangkapan kedua (malam) dilakukan pada jam 18.00 dan

pengangkatan bubu dilakukan pada jam 07.00 pagi hari berikutnya.

Proses penangkapan dilakukan setiap hari selama sebulan (30 hari).

(iii) Ikan hasil tangkap bubu bersama rumpon dan tanpa rumpon di pisahkan

menurut jenis ikan, jumlah masing-masing jenis (individu), dan

mengukur panjang total (total length).

(iv) Ikan hasil tangkapan yang sudah diamati, kemudian untuk keperluan

identifikasi diambil setiap jenis satu individu. Alat dan bahan yang

dibutuhkan untuk identifikasi ikan adalah plastik sampel, botol sampel,

aquades dan larutan formalin 10 %, tissue roll, alat tulis menulis. Untuk

penentuan jenis ikan mengikuti petunjuk Gloerfelt dan Kailola, 1984,

Isa et al. 1998; Kuiter, 1992 dan Allen dan Stenee, 2002.

(v) Sisa hasil tangkapan yang belum layak ditangkap di lepaskan kembali ke

perairan melalui celah pelolosan.

(vi) Sebagai data pendukung dilakukan pengukuran parameter lingkungan

lokasi penelitian seperti DO, pH, suhu, salinitas, kecepatan dan arah arus

serta kecerahan perairan. Pengukuran data oseanografi menggunakan

alat Water Checker merk HORIBA dilengkapi dengan DO, pH, suhu,

salinitas, dan kecerahan, sedangkan untuk mengukur arah dan kecepatan

arus menggunakan gabus yang diikat dengan tali nylon dan stopwatch.

3.3.2. Prosedur penelitian di laboratorium

Identifikasi perifiton dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Faperta,

Undana, Kupang dan untuk membuat dokumentasi perifiton dilakukan

di Laboratorium Kesehatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Page 81: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

60

Untuk mengidentifikasi perifiton yang menempel pada atraktor daun lontar dan

daun gewang/gebang mengikuti petunjuk Davis (1955); Ward et al. (1959);

Newell dan Newell (1963); dan Yamaji (1976).

3.4 Analisis Data

3.4.1 Analisis komunitas perifiton dan ikan karang serta tingkah laku

ikan karang di sekitar rumpon dan bubu

1. Analisis komunitas perifiton dan ikan karang

a. Analisis kepadatan perifiton

Perhitungan kepadatan individu perifiton (n) pada setiap mm2

permukaan substrat (daun) mengikuti petunjuk A.P.H.A (American

Public Health Association), 1989 sebagai berikut:

∑=n Perifiton dalam konsentrat (N)

Luas substrat (A) (mm2)

dimana : n = Kepadatan individu perifiton

N = Jumlah perifiton dalam konsentrat

A = Luas permukaan substrat (daun) (mm2)

b. Analisis indeks keragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks

dominansi (C) perifiton dan ikan karang di rumpon dan bubu

(i) Analisis Indeks Keragaman (H’)

Analisis indeks keragaman digunakan untuk mengetahui

keragaman perifiton menempel pada setiap jenis atraktor

(aggregator) dan ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu

mengikuti petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972)

sebagai berikut:

( )ii

S

ippH log

1

' ∑=

−=

dimana : S = Jumlah taksa

H’ = Indeks keragaman Shannon-Weaner

Page 82: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

61

Nnp i

i =

ni = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah total individu

Nilai indeks keragaman (H’) berkisar antara 0 - ∝ dengan

kriteria sebagai berikut :

H’ < 3,2 : keragaman populasi kecil

3,2 < H’ < 9,9 : keragaman populasi sedang

H’ > 9,9 : keragaman populasi besar

(ii) Analisis indeks Keseragaman (E)

Analisis indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui

keseragaman perifiton menempel pada setiap jenis atraktor

(aggregator) dan ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu.

Perbandingan antara nilai indeks Keragaman dan Keragaman

maksimum dinyatakan sebagai Keragaman populasi (C) mengikuti

petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972) sebagai berikut:

maksH

HH '

'

=

dimana : E = Indeks keseragaman

H’ maks = log2 S ( untuk rumpon dan bubu)

S = jumlah taksa

Keragaman maksimum dihitung sebagai berikut :

H’ maks = log S, di mana S = jumlah taksa

Nilai keseragaman suatu populasi berkisar antara 0 – 1,

di mana pembagian nilai tersebut menunjukkan keadaan komunitas

sebagai berikut :

0,00 < E < 0,50 : komunitas berada pada kondisi tertekan

0,50 < E < 0,75 : komunitas berada pada kondisi labil

0,75 < E < 1,00 : komunitas berada pada kondisi stabil

Page 83: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

62

(iii) Analisis Indeks Dominansi (C)

Analisis indeks dominansi digunakan untuk mengetahui nilai

dominansi perifiton menempel pada setiap jenis atraktor

(aggregator) dan ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu

mengikuti petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972)

sebagai berikut:

( )2

1∑

=

−=S

iipC

dimana : C = Indeks dominansi

pi = Proporsi jumlah spesies ke-i terhadap jumlah total

(ni/N)

Menurut Simpson diacu oleh Odum (1971) kisaran nilai

indeks dominansi berkisar antara 0 - 1. Nilai C mendekati 1, maka

semakin kecil keseragaman suatu populasi dan terjadi kecenderungan

suatu jenis mendominasi populasi tersebut. Kisaran nilai indeks

dominansi sebagai berikut :

0,00 < C ≤ 0,30 : dominansi rendah

0,30 < C ≤ 0,60 : dominansi sedang

0,60 < C ≤ 1,00 : dominansi tinggi

2. Analisis tingkah laku ikan karang

Analisis data radius, lama waktu, pola renang dan pola gerak

ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu dijelaskan secara

deskriptif menggunakan tabel dan gambar.

Penentuan proporsi radius setiap spesies ikan karang terhadap

rumpon dan bubu, lama waktu setiap spesies ikan karang hadir

di sekitar rumpon dan bubu, pola renang dan pola gerak setiap spesies

ikan karang di sekitar rumpon dan bubu menggunakan perhitungan

sebagai berikut :

Page 84: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

63

dimana: P = Proporsi setiap jenis ikan karang

ni = Jumlah jenis ke-i

N = Jumlah total seluruh spesies

3.4.2 Analisis hasil tangkapan bubu

1. Analisis kelimpahan Ikan

Analisis kelimpahan ikan dimaksud untuk melihat jumlah ikan karang

yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan

tanpa rumpon. Analisis kelimpahan ikan karang mengikuti petunjuk

Odum (1971) sebagai berikut:

nX

X i∑=

dimana : X = Kelimpahan ikan karang

Xi = Jumlah ikan karang pada stasion pengamatan ke-i

n = Luas bubu (m2)

2. Analisis statistik

Untuk melihat apakah ada perbedaan hasil tangkapan ikan karang yang

tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan

tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 pada penangkapan malam dan siang

hari menggunakan uji t yang terdapat pada perangkat lunak MINITAB

versi 13.20.

Page 85: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

4 PENGARUH RUMPON TERHADAP ZONE OF INFLUENCE

ALAT TANGKAP BUBU

4.1 Pendahuluan

Terumbu karang termasuk salah satu ekosistem di daerah tropis memiliki

keanekaragaman hayati sangat tinggi. Hal ini ditandai dengan banyaknya biota

laut yang menghuni ekosistem tersebut. Salah satu biota penghuni terumbu karang

yang memiliki keanekaragaman tinggi adalah ikan karang. Ikan karang memiliki

jenis, ukuran, warna tubuh dan kesukaan habitat berbeda-beda. Ikan karang

melakukan aktivitasnya setiap hari menggunakan terumbu karang sebagai tempat

untuk mencari makan, tempat berlindung, tempat berpijah, dan sebagainya.

Usaha penangkapan ikan karang telah dilakukan para nelayan dengan

menggunakan berbagai alat tangkap, namun kegiatan yang dilakukan belum

sepenuhnya memperhatikan aspek kelestarian lingkungan perairan karang dan

biota penghuninya. Penangkapan ikan karang dilakukan dengan menggunakan

berbagai alat tangkap seperti bubu, jaring, panah, bahkan ada yang menggunakan

alat tangkap bersifat destruktif seperti bom dan racun. Akibat dari pola

penangkapan seperti tersebut, maka akhir-akhir ini banyak terumbu karang di

perairan Indonesia, khususnya di lokasi penelitian sudah banyak mengalami

kerusakan.

Perkembangan teknologi penangkapan ikan di Indonesia terutama ikan

karang tidak terlepas dari perkembangan pengetahuan tentang tingkah laku ikan di

dunia secara keseluruhan. Pengetahuan tentang alat tangkap dan tingkah laku ikan

menjadi sasaran tangkapan merupakan faktor penting dalam memahami proses

penangkapan dari suatu jenis alat tangkap. Selain itu, pengetahuan tersebut dapat

pula digunakan dalam meningkatkan hasil tangkapan (Fitri, 2002 diacu oleh

Yustika, 2006).

Dalam mendisain suatu alat tangkap, maka faktor utama yang harus

diperhatikan adalah aspek tingkah laku ikan. Menurut Gunarso (1985), tingkah

laku ikan adalah suatu proses adaptasi tubuh ikan terhadap lingkungan internal

maupun eksternal, seperti perubahan cahaya, kamuflase, stress dan proses

fisiologi internal lainnya. Ikan bereaksi secara langsung terhadap keadaan

sekelilingnya melalui beberapa indera seperti indera penglihatan, penciuman,

Page 86: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

65

peraba dan sebagainya. Dengan kata lain, indera tersebut memungkinkan ikan

untuk mendeteksi benda-benda pada suatu jarak tertentu.

Tingkah laku ikan dalam kaitan dengan benda-benda bergerak atau diam

menunjukkan bahwa rangsangan merupakan faktor penting yang dapat

menentukan tingkat efisiensi penangkapan dari berbagai alat tangkap. Faktor

rangsangan menyangkut daya penglihatan lebih dominan dalam menentukan

reaksi atau sebagai faktor penting bagi beberapa jenis ikan untuk merespons

terhadap alat tangkap. Faktor rangsangan menyangkut daya penglihatan

merupakan faktor yang menentukan reaksi atau tingkah laku ikan dalam

merespons adanya alat tangkap (Baskoro dan Effendie, 2005).

Salah satu jenis alat tangkap populer digunakan untuk menangkap ikan

karang adalah bubu (Purbayanto et al. 2006). Bubu sering dianggap sebagai alat

penangkap ikan yang tidak merusak lingkungan (Redjeki et al. 2005). Berbagai

jenis bahan dapat dipakai untuk membuat bubu, misalnya anyaman bambu, rotan,

dan kawat (Hartati et al. 2004). Menurut proses tertangkapnya ikan, bubu

termasuk dalam kategori perangkap (jebakan), alat tangkap bersifat pasif. Dalam

proses penangkapan alat tangkap bubu mempermudah ikan untuk masuk namun

sulit keluar. Untuk menarik ikan bergerak masuk ke dalam bubu, nelayan biasanya

memasang umpan yang diletakkan di dalam bubu. Umpan digunakan sebagai alat

pemikat agar ikan karang datang mendekati alat tangkap bubu, masuk ke dalam

bubu dan akhirnya terperangkap.

Bubu digunakan oleh setiap daerah berbeda-beda baik bentuk, ukuran

maupun teknik pengoperasiannya. Bubu digunakan dalam penangkapan ikan

karang adalah bubu dasar. Untuk menarik ikan masuk ke bubu biasanya menurut

pengalaman nelayan selama ini menggunakan umpan. Umpan digunakan sebagai

alat pemikat, agar ikan karang datang mendekati alat tangkap bubu, masuk ke

dalam bubu dan akhirnya terperangkap.

Dalam rangka meningkatkan efisiensi penangkapan ikan karang, selain

penggunaan umpan sebagai alat pengumpul ikan karang agar bisa mendekati alat

tangkap, maka perlu dipikirkan teknologi yang tepat agar ikan-ikan dapat mudah

berkumpul dan akhirnya terperangkap. Alat bantu penangkapan ikan yang

digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan ikan karang adalah rumpon.

Page 87: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

66

Rumpon adalah suatu konstruksi bangunan dipasang di perairan bertujuan

untuk memikat ikan agar berasosiasi dengannya sehingga memudahkan

penangkapan (Monintja, 1995 diacu oleh Baskoro dan Effendie, 2005).

Selanjutnya menurut Bergstrom (1983) diacu oleh Atapattu (1991), rumpon

(fish aggregating device) merupakan salah satu metode, objek atau konstruksi

digunakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pemanenan ikan dengan menarik

atau mengumpulkan ikan.

Prinsip penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon, di samping rumpon

berfungsi untuk mengumpulkan ikan, pada hakekatnya adalah agar kawanan

(schooling) ikan tersebut mudah ditangkap dengan alat tangkap yang digunakan.

Diduga ikan tertarik dan berkumpul di sekitar rumpon karena rumpon berfungsi

sebagai tempat berlindung dan mencari makan (Subani 1986 diacu oleh Baskoro

dan Effendie 2005, Monintja et al. 2003, Yusfiandayani 2004). Adanya perifiton

di rumpon dan ikan-ikan beserta food-web lokal yang terbentuk di sekitarnya

menjadikan rumpon dan ruang di sekitarnya suatu feeding ground. Pada food-web

tersebut, biota berukuran kecil biasanya merupakan mangsa bagi ikan-ikan yang

berukuran lebih besar. Bangunan rumpon merupakan substrat mempermudah

biota renik berkembang. Selanjutnya biota renik yang menempel (perifiton)

merupakan mangsa bagi ikan-ikan kecil. Kehadiran ikan-ikan kecil kemudian

akan menarik perhatian ikan-ikan lebih besar untuk datang memangsanya. Proses

selanjutnya yang diharapkan adalah ikan-ikan tersebut (baik mangsa maupun

pemangsa) kemudian akan mendekati bubu dan akhirnya masuk dan terperangkap

karena mangsa akan mencari perlindungan sedangkan pemangsa mengejar

mangsa.

Bubu dipasang bersama rumpon di perairan, mempermudah

mikroorganisme sebagai makanan ikan dapat menempel pada atraktor rumpon.

Mikroorganisme yang menempel disebut perifiton merupakan makan bagi ikan-

ikan kecil. Dengan kehadiran ikan-ikan kecil akan menarik ikan-ikan besar untuk

datang memangsanya. Ikan-ikan akan mendekat pada alat tangkap bubu untuk

mencari perlindungan dan akhirnya masuk dan terperangkap.

Ikan karang mendekati alat tangkap bubu memperlihatkan tingkah laku

yang berbeda-beda sangat tergantung dari spesies ikan. Tidak semua spesies ikan

Page 88: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

67

mempunyai tingkah laku di sekitar bubu sama. Pada bubu tidak berumpan, ada

perbedaan tingkah laku ikan memasuki bubu di mana squerrelfish dan goatfish

memasuki bubu dengan cara bergerombol, tetapi parrotfish, bigeye memasuki

bubu secara individual. Chaetodon sp dan Pseudopeneus sp akan berenang

berbalik arah dengan ketakutan bila ada ikan jenis lain yang tertangkap oleh bubu

(Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994). Fenomena ketertarikan ikan

karang pada alat tangkap bubu merupakan bentuk tingkah laku ikan yang sangat

penting harus diketahui sebagai salah satu faktor kunci dalam mendukung

keberhasilan usaha penangkapan ikan karang.

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh

rumpon terhadap zone of influence dari alat tangkap bubu.

4.2 Metodologi Penelitian

4.2.1 Prosedur Pengamatan

4.2.1.1 Pengamatan tingkah laku ikan karang di sekitar rumpon dan bubu

(i) Pengamatan tingkah laku ikan karang di sekitar rumpon dan bubu

menggunakan metode sensus visual (visual census method).

Pengamatan dilakukan 30 menit setelah rumpon dan bubu terpasang

di perairan. Pengamatan dilakukan terhadap jenis-jenis ikan karang

yang hadir di sekitar rumpon dan zona pengaruh (zone of influence)

alat tangkap bubu. Ilustrasi tentang zona pengaruh alat tangkap (zone

of influence/field of influence) bubu yang dioperasikan bersama

rumpon dan tanpa rumpon telah disajikan pada Bab 3 Gambar 5.

(ii) Pengamatan berikut dilakukan seminggu sekali pada jam 08.00, jam

12.00, dan jam 16.00. Adapun hal-hal yang diamati meliputi

jumlah ikan, jarak (radius) ikan terhadap rumpon dan bubu, lama

waktu ikan berada di rumpon dan bubu, pola renang (soliter,

bergerombol, dan berpasangan), pola gerak seperti cara datang dari

arah depan dengan membuat gerak melingkar melawan arus,

bergerak naik turun, maupun membuat gerakan searah jarum jam.

Page 89: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

68

(iii) Untuk menentukan jenis ikan karang yang hadir di sekitar rumpon

dan bubu mengikuti petunjuk Gloerfelt dan Kailola (1984), Isa et

al. (1998); Kuiter (1992) dan Allen dan Stenee (2002).

(vi) Sebagai data pendukung diamati juga perifiton yang menempel pada

setiap jenis daun atraktor yaitu daun lontar (Borrasus flabellifer),

dan daun gewang/gebang (Corypha gebanga).

4.2.1.2 Pengamatan tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu

Pengamatan tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu melalui

simulasi yang dilakukan di dalam keramba. Pengamatan tidak dapat dilakukan di

lokasi penelitian karena kondisi perairan saat itu dalam keadaan bergelombang

dan arusnya kuat. Pada kondisi ini keadaan perairan menjadi tidak stabil dan

tingkat kekeruhannya tinggi sehingga sulit untuk melakukan pengamatan bawah

air karena batas pandang (visibilitas) rendah dan sulit untuk mengamati jenis ikan

yang hadir di rumpon dan bubu.

Pengamatan dilakukan di dalam keramba berukuran panjang: 2 m, lebar:

1.5 m dan tinggi: 2 m (Lampiran 4). Kemudian ikan hasil tangkapan bubu baik

menggunakan rumpon maupun tanpa rumpon dimasukkan ke dalam keramba.

Pengamatan dilakukan dari jam 11.00 – 17.00 WITA. Ikan yang dimasukkan ke

dalam keramba untuk diamati sebanyak 17 spesies dengan pola tingkah laku

berbeda-beda. Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu diamati secara

visual meliputi pola renang dan pola gerak ikan karang di luar maupun di dalam

bubu serta cara ikan meloloskan diri dari dalam bubu. Pengamatan tingkah laku

ikan karang di dalam keramba hanya menggunakan 17 spesies. Informasi yang

diperoleh masih sangat terbatas sehingga untuk mendapatkan data yang lebih

lengkap perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap jenis-jenis ikan karang

lainnya.

Page 90: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

69

4.2.2 Analisis data

1. Analisis komunitas perifiton dan ikan karang

a. Analisis kepadatan Perifiton

Perhitungan kepadatan individu perifiton (n) pada setiap mm2 permukaan

substrat (daun) mengikuti petunjuk American Public Health Association

(A.P.H.A), 1989 ( Rumus telah disajikan pada Bab 3).

b. Analisis Indeks Keragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks

Dominansi (C) perifiton dan ikan karang di rumpon dan bubu mengikuti

petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972) (Rumus telah

disajikan pada Bab 3).

2. Analisis tingkah laku ikan karang

Analisis data jumlah ikan yang hadir, jarak (radius), lama waktu, pola renang

dan pola gerak ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu di jelaskan

secara deskriptif menggunakan tabel dan gambar. Penentuan proporsi ikan

karang yang hadir di rumpon dan bubu, jarak (radius) ikan terhadap rumpon

dan bubu serta lama waktu ditentukan berdasarkan jumlah, jarak (radius), dan

lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu.

Penentuan proporsi dilakukan terhadap jumlah ikan yang hadir, jarak (radius)

setiap spesies ikan karang terhadap rumpon dan bubu, lama waktu setiap

spesies ikan karang hadir di sekitar rumpon dan bubu, pola renang dan pola

gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu (Rumus telah

disajikan pada Bab 3).

Proporsi pola renang ditentukan berdasarkan pola renang yang diperlihatkan

oleh setiap spesies ikan karang, sedangkan pola gerak ditentukan berdasarkan

3 paramater gerakan yang diperlihatkan oleh ikan karang di rumpon dan

bubu. Untuk menentukan pola gerak ikan di rumpon berdasarkan tiga

parameter gerakan yaitu arah renang (datang dari depan dan belakang), pola

gerakan (melawan arus, bergerak naik turun, bergerak bolak balik, bergerak

melingkar searah jarum jam) dan posisi ikan terhadap rumpon (vertikal, atas,

samping, pertengahan, dalam, masuk keluar, singgah sebentar lalu pergi dan

datang langsung pergi). Selanjutnya untuk menentukan pola gerak ikan

Page 91: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

70

di bubu berdasarkan tiga parameter gerakan yaitu arah renang (depan,

samping, belakang), pola gerakan (melawan arus, naik turun, bolak balik,

menyusuri dinding bubu, menyusuri dinding bubu serah jarum jam) dan

posisi ikan dengan bubu (atas, samping, depan mulut bubu, dasar dan

langsung pergi). Penentuan pola gerak ikan karang di rumpon dan bubu di

modifikasikan mengikuti petunjuk Suharyanto (2003) yang dilakukan dalam

menentukan pola lompatan udang.

4.3 Hasil

4.3.1 Rumpon sebagai alat pengumpul ikan karang

4.3.1.1 Keragaman taksa perifiton di rumpon

Awal setelah rumpon di pasang di perairan maka daun-daun rumpon akan

membusuk dan menempel mikroorganisme. Mikroorganisme yang menempel

disebut perifiton. Perifiton terdiri dari tumbuhan dan hewan mikroskopis yang

menempel pada substrat yang terendam dalam air terutama pada atraktor rumpon.

Perifiton yang hadir di rumpon akan mempengaruhi laju perkembangan proses

kolonisasi organisme pemangsa lain termasuk juvenil ikan dan larva kerang-

kerangan yang menempel (Soedharma,1994).

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan jenis-jenis perifiton yang

menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 secara

keseluruhan berjumlah 85 spesies, 70 genus, 36 famili dan 15 kelas. Keragaman

taksa perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi

L1 dan L2 disajikan Tabel 7. Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor lontar dan

gewang di lokasi L1 dan L2 dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.

Tabel 7 Keragaman taksa perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2

L1 L2 Taksa

perifiton RKL RBL RG RKL RBL RG

Spesies 50 46 53 46 41 50

Genus 46 42 46 42 39 43

Famili 31 30 29 30 25 29

Kelas 13 12 15 11 10 14

Page 92: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

71

Keragaman taksa perifiton ditemukan pada atraktor rumpon kecil lontar di

lokasi L1 ada 50 spesies, 46 genus, 31 famili dan 13 kelas, atraktor rumpon besar

lontar di lokasi L1 ada 46 spesies, 42 genus, 30 famili dan 12 kelas, dan pada

atraktor rumpon gewang di lokasi L1 ada 53 spesies, 46 genus, 29 famili dan 15

kelas. Selanjutnya komposisi dan sebaran perifiton yang ditemukan pada atraktor

rumpon kecil lontar di lokasi L2 ada 46 spesies, 42 genus, 30 famili dan 11 kelas,

atraktor rumpon besar lontar di lokasi L2 ada 41 spesies, 39 genus, 25 famili dan

10 kelas, dan pada atraktor rumpon gewang di lokasi L2 ada 50 spesies, 43 genus,

29 famili dan 14 kelas.

Jumlah spesies perifiton terbanyak pada rumpon gewang lokasi L1

sebanyak 53 spesies, kemudian diikuti oleh rumpon kecil lontar di lokasi L1 dan

rumpon gewang di lokasi L2 masing-masing sebanyak 50 spesies, dan terendah

pada rumpon besar lontar lokasi L2 sebanyak 41 spesies. Selanjutnya jumlah

genus tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar dan rumpon gewang lokasi L1

masing-masing sebanyak 46 genus, kemudian diikuti oleh rumpon gewang lokasi

L2 sebanyak 43 genus dan terendah pada rumpon besar lontar di lokasi L1 dan L2

sebanyak 39 genus. Jumlah famili tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar

lokasi L1 dan L2 masing-masing sebanyak 31 dan 30 famili, kemudian rumpon

gewang lokasi L1 dan L2 masing-masing 29 famili, dan terendah pada rumpon

besar lontar lokasi L1 dan L2 sebanyak 26 dan 25 famili. Berikutnya jumlah kelas

terbanyak terdapat pada rumpon gewang lokasi L1 dan L2 masing-masing

sebanyak 15 dan 14 kelas, kemudian rumpon kecil lontar lokasi L1 sebanyak 13

kelas dan terendah pada rumpon besar lontar lokasi L2 sebanyak 10 kelas.

Sebaran taksa perifiton pada rumpoin lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2

disajikan pada Gambar 7.

Page 93: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

72

0

10

20

30

40

50

60

Jum

lah

taks

a

RKL1 RBL1 RG1 RKL2 RBL2 RG2

Jenis rumpon

Spesies

Genus

Famili

Kelas

Keragaman spesies tertinggi terdapat pada rumpon gewang L1, kemudian

rumpon kecil lontar L1 dan rumpon gewang L2 dan teredah pada rumpon besar

lontar L2. Jumlah genus tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar dan rumpon

gewang L1 dan terendah pada rumpon besar lontar L2. Famili tertinggi terdapat

pada rumpon kecil lontar L1 dan terendah pada rumpon besar lontar L2.

selanjutnya kelas tertinggi terdapat pada rumpon gewang L1 dan L1 dan terendah

pada rumpon besar lontar L2. Dari data tersebut terlihat bahwa kelas

Bacillariophyceae lebih mendominasi keragaman taksa perifiton baik dilihat dari

jumlah spesies, genus maupun famili dibandingkan dengan kelas perifiton

lainnya.

Selain jenis-jenis perifiton yang diamati pada atraktor rumpon, dilakukan

pengamatan juga pada alat tangkap bubu. Adapaun jenis-jenis perifiton yang

teridentifikasi pada alat tangkap bubu sebagai berikut : Zygnemopsis spiralis,

Globoralis pumilio, Creseis virgula, C. acicula, Leptocylindrus sp, Spikul spongs,

Zygnema insigne, Cymbella sp 2, Textullaria sagittula, Coscinodiscus sp,

Amphorela brandhi, Nitzschia sigma, N. vitrea, Eutintinus sp, Halosphaera

viridis, Spongilla fragilis, Atlanta sp, Peraclis sp, Hyalotheca dissiliens, Limacina

leseuri, Detonula pumida, Rhizoclonium sp, Pleurosigma sp, Triceratium

Gambar 7 Keragaman taksa perifiton pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2.

Page 94: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

73

ghibbosum, Ligmophora abbreviata, Calanus sp, Askenasyella chlamidopus,

Fragmen alga merah, Pyrocistis fusiformis, Fragillaria cylindrus, Atlanta sp,

Pelagothrix clevei, Halosphora viridis, Anguillospora longissima, Diploneis

fusca, larva udang, Cipria sp, dan Tintinopsis sp. Dari hasil identifikasi ini

ternyata bahwa jenis-jenis perifiton yang hadir di rumpon mirip dengan jenis-jenis

perifiton yang terdapat pada bagian-bagian badan bubu.

4.3.1.2 Kepadatan dan kelimpahan perifiton

Jenis perifiton yang memiliki kepadatan dan kelimpahan tertinggi terdapat

pada rumpon kecil lontar lokasi L1 adalah Leptocylindrus sp dengan kepadatan

9,0 ind/mm2 dan kelimpahan 25,0%, kemudian Chroococcus sp dengan

kepadatan 8.0 ind/mm2 dan kelimpahan 23.0 %, dan diikuti oleh jenis lain. Pada

rumpon besar lontar lokasi L1 adalah Leptocylindrus sp dengan kepadatan 13,0

ind/mm2 dan kelimpahan 45,0%, kemudian Chroococcus sp dengan kepadatan

8,0 ind/mm2 dan kelimpahan 26,0%, dan diikuti oleh jenis lain. Pada rumpon

gewang di lokasi L1 adalah Chroococcus sp dengan kepadatan 17,0 ind/mm2 dan

kelimpahan 73,0%, kemudian Leptocylindrus sp dengan kepadatan 5,0 ind/mm2

dan kelimpahan 20,0%, dan diikuti oleh jenis lain.

Jenis perifiton yang memiliki kepadatan dan kelimpahan tertinggi terdapat

pada rumpon kecil lontar di lokasi L2 adalah Chroococcus sp dengan kepadatan

5,0 ind/mm2 dan kelimpahan 17,0 %, kemudian Dentiluca thermalis dengan

kepadatan 6,0 ind/mm2 dan kelimpahan 21,0%, dan diikuti oleh jenis lain. Pada

rumpon besar lontar di lokasi L2 adalah Leptocylindrus sp dengan kepadatan 12,0

ind/mm2 dan kelimpahan 44,0 %, kemudian Chroococcus sp dengan kepadatan

8,0 ind/mm2 dan kelimpahan 29,0%, dan diikuti oleh jenis lain, sedangkan pada

rumpon gewang di lokasi L2 adalah Chroococcus sp dengan kepadatan 5

ind/mm2 dan kelimpahan 8,0%, kemudian Nitzschia sigma dengan kepadatan

23 ind/mm2 dan kelimpahan 5,0%, dan diikuti oleh jenis lain.

Jenis perifiton yang memiliki nilai kepadatan dan kelimpahan tertinggi dari

seluruh jenis perifiton yang menempel baik pada rumpon kecil lontar maupun

rumpon besar lontar adalah Leptocylindrus sp, sedangkan rumpon gewang

didominasi oleh Chroococcus sp. Nilai kepadatan dan kelimpahan setiap jenis

Page 95: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

74

0

5

10

15

20

25N

ilaik

epad

atan

setia

pfa

mili

peri

fiton

RKL1 RBL1 RG1

Jenis rumpon di lokasi L1

Bacilla rio phyceaeDino phyceaeCyano phyceaeChlo ro phyceaeRho do phyceaeSarco dinaCo pepo daP ro to branchiaDemo s po ngiaeUro cho rda ta /Tunica taOpis tho branchiaSpro trichaP o lychae taBac te riaMyxo phyceaeCilia ta

0

5

10

15

20

25

Nila

ikep

adat

an(X

)set

iap

kela

sper

ifito

n Bacillario phyceaeDino phyceaeCyano phyceaeChlo rop hyceaeRhod op hyceaeSarcod inaCop epo daPro tob ranchiaDemosp ong iaeUro cho rdata/TunicataOpis thob ranchiaSp ro trichaPo lychaetaBacteriaMyxop hyceaeCiliata

perifiton pada lokasi L1 dan L2 dapat dilihat pada Lampiran 7. Sebaran nilai

kepadatan setiap kelas perifiton di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Gambar 8

dan 9.

Gambar 8 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1.

Gambar 9 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2.

Page 96: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

75

0

10

20

30

40

50

60

RKL1 RBL1 RG1

Jenis rumpon di lokasi L1

Nila

ikel

impa

han

(N)s

etia

pfa

mili

peri

fiton

Bacillariop hyceaeDinop hyceaeCyanop hyceaeChloro phyceaeRho do phyceaeSarcod inaCop ep od aPro tob ranchiaDemospo ngiaeUrochord ata/TunicataOpis tho branchiaSpro trichaPolychaetaBacteriaMyxop hyceae

0

10

20

30

40

50

60

RKL2 RBL2 RG2

Jenis rumpon di lokasi L2

Nila

ikel

impa

han

(N)s

etia

pfa

mili

peri

fiton

Bacillario phyceae

Dino phyceae

Cyano phyceae

Chlo ro phyceae

Rho do phyceae

Sarcod ina

Cop ep od a

Pro tob ranchia

Demospo ng iae

Urocho rd ata/Tunicata

Opis thob ranchia

Sp ro tricha

Po lychaeta

Bacteria

Myxop hyceae

Ciliata

Dari gambar tersebut terlihat bahwa kelas perifiton yang memiliki nilai

kepadatan tertinggi adalah kelas Cyanophyceae yang terdapat pada rumpon

gewang baik di lokasi L1 maupun L2, kemudian kelas Bacillariophyceae dan

diikuti oleh kelas perifiton lainnya. Dengan demikian kelas periton yang memiliki

nilai kepadatan tertinggi di lokasi L1 dan L2 di dominansi oleh Kelas

Cyanophyceae dan Bacillariophhyceae. Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas

perifiton di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Gambar 10 dan 11.

Gambar 10 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1.

Gambar 11 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2.

Page 97: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

76

Dari gambar tersebut terlihat bahwa kelas perifiton yang memiliki nilai

kelimpahan tertinggi adalah Kelas Cyanophyceae pada rumpon besar lontar di

lokasi L1, sedangkan di lokasi L2 kelas perifiton yang memiliki kelimpahan

tertinggi adalah kelas Bacillariophyceae terdapat pada rumpon besar lontar.

Dengan demikian kelas periton yang memiliki nilai kepadatan dan kelimpahan

tertinggi di lokasi L1 dan L2 di dominansi oleh Kelas Cyanophyceae dan

Bacillariophhyceae.

4.3.1.3 Indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)

perifiton yang menempel pada atraktor rumpon

Nilai indeks H′, E dan C merupakan suatu nilai yang memberikan

gambaran tentang kondisi hubungan antara kelompok organisme digunakan untuk

menilai kestabilan struktur komunitas organisme tersebut. Analisis nilai indeks

H’, E dan C dilakukan juga untuk menilai kestabilan struktur komunita perifiton

yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2.

Hasil analisis nilai indeks Keragaman (H′), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)

perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1

dan L2 disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 12.

Tabel 8 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 dan L2

Lokasi No Jenis Rumpon H′ E C

1 Rumpon Kecil Lontar 0,993 0,791 0,125

2 Rumpon Besar Besar 0,883 0,545 0,276

L1

3 Rumpon Gewang 1,252 0,795 0,559

1 Rumpon Kecil Lontar 1,183 0,754 0,055

2 Rumpon Besar Besar 0,621 0,513 0,281

L2

3 Rumpon Gewang 1,226 0,738 0,094

Nilai indeks H′, E dan C perifiton yang menempel pada rumpon kecil

lontar lokasi L1 terdiri dari H′ = 0,993, E = 0,791 dan C = 0,125. Nilai ini

Page 98: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

77

menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton

berada pada kondisi stabil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada

dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya. Rumpon besar lontar

lokasi L1 terdiri dari H′ = 0,883, E = 0,545 dan C = 0,276. Nilai ini menunjukkan

bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton berada pada

kondisi labil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada dominansi spesies

perifiton tertentu di dalam komunitasnya, sedangkan pada rumpon gewang lokasi

L1 terdiri dari H′ =1,251, E = 0,795 dan C = 0,559. Nilai ini menunjukkan bahwa

keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton berada pada kondisi slabil

dan ada dominansi spesies di dalam komunitasnya.

Selanjutnya nilai indeks H′, E dan C perifiton yang menempel pada rumpon

kecil lontar lokasi L2 terdiri dari H′ =1,183, E = 0,754 dan C = 0,055. Nilai ini

menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton

berada pada kondisi stabil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada

dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya. Rumpon besar lontar

di lokasi L2 terdiri dari H′ = 0,621, E = 0,513 dan C = 0,281. Nilai ini

menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton

berada pada kondisi labil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada

dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya, sedangkan pada

rumpon gewang di lokasi L1 terdiri dari H′ =1,226, E = 0,738 dan C = 0,094.

Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas

perifiton berada pada kondisi labil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada

dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya.

Indeks keragaman (H’) perifiton pada rumpon gewang di lokasi L1 dan L2

lebih tinggi dibandingkan dengan rumpon lontar kecil dan lontar besar. Indeks

Keseragaman (E) perifiton di lokasi L1 tertinggi pada rumpon gewang, sedangkan

di lokasi L2 pada rumpon kecil lontar. Selanjutnya indeks dominansi (C) perifiton

tertinggi pada rumpon gewang di lokasi L1. Berdasarkan kisaran nilai H’, E dan

C dapat disimpulkan bahwa keragaman perifiton pada rumpon lontar dan rumpon

gewang di lokasi L1 dan L2 umumnya rendah, komunitas perifiton berada pada

kondisi labil sampai stabil dan tidak ada dominansi spesies di dalam komunitas

perifiton.

Page 99: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

78

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

Inde

ksH

',E

dan

C

RKL1 RBL1 RG1 RKL2 RBL2 RG2

Jenis rumpon

H'EC

4.3.1.4 Keterkaitan ikan karang dengan rumpon sebagai feeding ground

Rumpon sebagai alat pengumpul ikan berfungsi sebagai sumber makan bagi

ikan-ikan karang. Penelitian ini tidak membahas khusus tentang jenis-jenis

makanan yang dimakan oleh ikan karang di rumpon. Namun dengan hadirnya

perifiton di rumpon memacu ikan karang untuk berkumpul dan diduga makanan

yang dimakan adalah perifiton. Perifiton yang menempel pada daun atraktor

rumpon merupakan sumber makanan bagi ikan karang. Hadirnya ikan karang di

rumpon tentu akan memanfaatkan sumber makanan tersebut. Kondisi ini

menggambarkan suatu bentuk jaringan makanan (food web) yang terbentuk di

rumpon dan menjadikan rumpon sebagai feeding ground bagi ikan-ikan karang.

Pada saat pengamatan lapangan terlihat beberapa jenis ikan karang begitu

aktif mencari makan dan melakukan proses makan di rumpon seperti Chaetodon

kleinii, Zebrasoma sp, Scarus sp dan jenis ikan lainnya. Misalnya Chaetodon

kleinii memperlihatkan tingkah laku dalam mencari makan di rumpon dengan

cara bergerak bola balik masuk keluar rumpon sambil mencicipi makanan yang

terdapat di daun rumpon. Tingkah laku makan ini mengindikasikan jenis ikan

karang tersebut hadir di rumpon dan memanfaatkan rumpon sebagai tempat

mencari makan.

Gambar 12 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) perifiton di lokasi L1 dan L2.

Page 100: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

79

Penelitian juga telah dilakukan oleh Saldika (2007) bersamaan dengan

pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis makanan yang

dimakan oleh ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan

bersama rumpon dengan menganalisis isi lambung ikan Epinepelus merra. Hasil

analisis isi lambung membuktikan bahwa jenis-jenis makanan yang dimakan

ikan Epinephelus merra yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan

bersama rumpon terdiri atas ikan, udang, cumi-umi dan kepiting.

Penelitian ini baru dilakukan pada salah satu jenis ikan karang tetapi untuk

mendapatkan informasi yang lengkap tentang jenis-jenis makanan yang di makan

oleh ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama

rumpon perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Diharapkan kedepan melalui

informasi penelitian yang akan dilakukan dapat menggambarkan secara lengkap

jenis-jenis makanan yang terdapat di rumpon sebagai sumber makanan bagi ikan

karang.

4.3.2 Keragaman taksa ikan karang

4.3.2.1 Keragaman taksa ikan karang di rumpon

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa jenis-jenis ikan karang yang

hadir di rumpon pada lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari

berjumlah 62 spesies, 42 genus dan 22 famili (Tabel 9). Keragaman taksa pada

setiap kelompok ikan karang yang hadir di rumpon disajikan pada tabel di bawah

ini.

Tabel 9 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon

Kelompok ikan Taksa RKL1 RBL1 RKL2 RBL2 Spesies 14 13 7 13 Genus 11 10 7 11

Famili Utama (Mayor)

Famili 8 6 5 6 Spesies 14 8 6 8 Genus 13 5 5 8

Target

Famili 8 3 2 7 Spesies 3 4 1 2 Genus 1 1 1 1

Indikator

Famili 1 1 1 1 Spesies 1 0 0 0 Genus 1 0 0 0

Non Ikan Karang

Famili 1 0 0 0 Keterangan : RKL : Rumpon kecil lontar, RBL : Rumpon besar lontar.

Page 101: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

80

Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah spesies tertinggi pada kelompok

famili utama (mayor) terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1. Jumlah

genus tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1 dan rumpon besar

lontar di lokasi L2, sedangkan jumlah famili tertinggi terdapat pada rumpon kecil

lontar di lokasi L1. Pada kelompok ikan target jumlah spesies, genus dan famili

tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1, dibandingkan dengan

kelompok rumpon lainnya. Pada kelompok indikator spesies tertinggi terdapat

pada rumpon besar lontar di lokasi L1 dan untuk genus dan famili semuanya

sama. Pada kelompok non ikan karang spesies, genus dan famili hanya terdapat

pada rumpon kecil lontar di lokasi L1, sedangkan lainnya tidak ada. Dari uraian

tersebut terlihat bahwa keragaman taksa tertinggi baik spesies, genus maupun

famili terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1. Sebaran keragaman taksa

ikan karang yang hadir di rumpon disajikan pada Gambar 13 dan 14.

Sp esiesRKL1

Genus Famili Sp es iesRBL1

Genus Famili

Famili Utama (Mayor)Target

Ind ikatorNo n Ikan Karang

0

2

4

6

8

10

12

14

Jum

lah

taks

a

Jenis rumpon

Kelompok ikan

Famili Utama (Mayo r)Target

Ind ikato rNon Ikan Karang

S pesie sRKL2

Genus FamiliS pesie s

RBL2Genus

Famili

Famili Ut a ma (Ma yor)

Ta rge t

Indika t orNon Ikan Karang

0

2

4

6

8

10

12

14

Jum

lah

taks

a

Jenis rumpon

Kelompok ikan

Famili Utama (Mayor)

T arget

Indikator

Non Ikan Karang

Gambar 13 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L1.

Gambar 14 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L2.

Page 102: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

81

Secara rinci komposisi dan sebaran jenis ikan karang hadir di rumpon

disajikan pada Lampiran 8. Dari data tersebut terlihat bahwa beberapa jenis ikan

karang yang dominan hadir di sekitar rumpon baik rumpon kecil maupun rumpon

besar di lokasi L1 dan L2 seperti Chromis margaritifer, Abudefduf bengalensis,

Chrysiptera rollandi dan Chaetodon kleinii. Selanjutnya yang menyebar sedang

seperti Chromis ovalis, Chrysiptera unimaculata, Sufflamen chrysopterus, Scarus

ghobban, Apogon kallopterus, Centropyge bicolor, Canthigaster valentini, Pterois

volitans, Acanthurus nigricans, A. mata, Ctenochaetus striatus, Halichoeres

scapularis, Epinephelus merra, Parupeneus bifasciatus, Lethrinus sp, Lutjanus sp

dan Chaetodon trifasciatus, sedangkan jenis ikan lainnya menyebar jarang.

4.3.2.2 Keragaman taksa ikan karang di bubu

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa keragaman taksa ikan

karang yang hadir pada alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan

tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari secara

keseluruhan berjumlah 47 spesies, 34 genus dan 20 famili (Tabel 10). Keragaman

taksa pada setiap kelompok ikan karang yang hadir di bubu dioperasikan bersama

rumpon dan tanpa rumpon deisajikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 10 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu.

Kelompok ikan

Taksa BRK1 BRB1 BTR1 BRK2 BRB2 BTR2

Spesies 7 12 5 8 7 6 Genus 7 9 4 7 6 5

Famili Utama (Mayor) Famili 4 4 3 5 4 3

Spesies 5 4 4 3 3 4 Genus 4 4 4 3 3 4

Target

Famili 2 2 2 3 3 4 Spesies 1 1 1 1 2 3 Genus 1 1 1 1 1 1

Indikator

Famili 1 1 1 1 1 1 Spesies 0 0 1 0 0 1 Genus 0 0 1 0 0 1

Non Ikan Karang

Famili 0 0 1 0 0 1 Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil, BRB: Buburumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon.

Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah spesies dan genus tertinggi

terdapat pada kelompok famili utama (mayor) di bubu rumpon besar lokasi L1,

Page 103: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

82

sedangkan jumlah famili tertinggi terdapat pada bubu rumpon kecil di lokasi L2.

Pada kelompok ikan target jumlah spesies tertinggi terdapat pada bubu rumpon

kecil di lokasi L1, sedangkan jumlah genus tertinggi masing-masing terdapat pada

bubu rumpon kecil, bubu rumpon besar, bubu tanpa rumpon di lokasi L1 dan bubu

tanpa rumpon di lokasi L2. Selanjutnya jumlah famili tertinggi terdapat pada bubu

tanpa rumpon di lokasi L2 . Pada kelompok indikator spesies tertinggi terdapat

pada bubu tanpa rumpon di lokasi L2, sedangkan untuk genus dan famili

semuanya sama. Pada kelompok non ikan karang spesies, genus dan famili hanya

terdapat pada bubu tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2, sedangkan lainnya tidak

ada. Dari data tersebut terlihat bahwa keragaman taksa tertinggi baik spesies,

genus maupun famili terdapat pada bubu rumpon besar di lokasi L1. Sebaran

keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon disajikan pada Gambar 15 dan

16.

S pesie sBRK1

Genus FamiliS pesie s

BRB1Genus

FamiliS pesie s

BTR1Genus

Famili

Famili Utama (Mayor )

Tar get

Indikator

Non Ikan Kar ang0

2

4

6

8

10

12

Jum

lah

taks

a

Jenis bubu

Kelompok ikan

Famili Utama (Mayor)

T arget

Indikator

Non Ikan Karang

Gambar 15 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1.

S pe sie sBRK2

Ge nus Famili S pe siesBRB2

Ge nus Fa mili S pesie sBTR2

Genus Fa mili

Famili Utama (Mayor )

Tar get

Indikator

Non Ikan Kar ang0

1

2

3

4

5

6

7

8

Jum

lah

taks

a

Keragaman taksa di bubu

Kelompok ikan

Fam ili Utama (Mayo r)Targe tIndika to rNo n Ikan Karang

Gambar 16 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L2.

Page 104: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

83

Secara rinci komposisi jenis dan sebaran ikan karang teramati pada pagi,

siang dan sore hari disajikan pada Lampiran 9. Beberapa spesies ikan karang yang

hadir dominan pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa

rumpon di lokasi L1 dan L2 sepeprti Apogon kallopterus dan Chaetodon kleinii.

Selanjutnya yang menyebar sedang adalah Abudefduf bengalensis, Dascyllus

aruanus, Scarus ghobban, Ctenochaetus striatus, dan Acanthurus bariena,

sedangkan jenis ikan lainnya menyebar jarang.

4.3.3 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang

4.3.3.1 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di rumpon

Jumlah ikan karang yang hadir di rumpon kecil lontar dan rumpon besar

lontar di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari secara

keseluruhan berjumlah 1190 individu (Lampiran 10). Pada rumpon lontar kecil di

lokasi L1 sebanyak 387 individu, rumpon lontar besar sebanyak 396 individu.

Selanjutnya jumlah ikan karang yang hadir di rumpon lontar kecil di lokasi L2

sebanyak 149 individu dan rumpon lontar besar sebanyak 407 individu.

Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar

rumpon disajikan pada Tabel 11. Jumlah kelompok ikan karang yang hadir

terbanyak adalah kelompok famili utama (mayor), kemudian kelompok target dan

indikator, dan paling rendah dari kelompok non ikan karang.

Tabel 11 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar rumpon

Lokasi

L1 L2

Kelompok Ikan

RKL RBL RKL RBL

Total Proporsi

(%)

Famili utama (mayor) 182 320 121 302 925 78

Target 85 37 41 18 181 15

Indikator 11 21 4 47 83 7

Non ikan karang 1 0 0 0 1 < 1

Total 279 378 166 367 1190

Keterangan: RKL : Rumpon Kecil Lontar, RBL : Rumpon Besar Lontar.

Page 105: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

84

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

RKL RBL

R umpo n kecil lo ntar (R KL) dan rumpo n besar lo ntar (R B L) di lo kasi II

PomacentridaeScaridaeApogonidaePomacanthidaeOphicthidaeEphippididaeTetraodontidaeScorpaenidaeCentriscidaeCaesionidaeAcanthuridaeLabridaeSerranidaeM ullidaeLethrinidaeLutjanidaeHaemulidaeNemipteridaeChaetodontidae

Total individu ikan karang yang hadir di rumpon kecil lontar dan rumpon

besar lontar di lokasi L1 dan L2 dalam jumlah terbanyak adalah Abudefduf

bengalensis sebanyak 193 individu/m2, kemudian Apogon kallopterus sebanyak

151 individu/m2, dan diikuti oleh jenis ikan lain. Total jumlah individu setiap

famili ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar

lontar di lokasi L1 dan L2 disajikan dalam Gambar 17 dan 18.

Gambar 17 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi L1.

0

50

100

150

200

250

300

RKL RBLR umpo n kecil lo ntar (R KL) dan rumpo n besar lo ntar (R B L)

di lo kasi I

PomacentridaeBalistidaeScaridaeApogonidaePomacanthidaeEphippididaeTetraodontidaeScorpaenidaeAcanthuridaeSiganidaeLabridaeSerranidaeM ullidaeLethrinidaeLutjanidaeChaetodontidaeDasyatitidae

Gambar 18 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi L2.

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

RKL RBL

R umpo n kecil lo ntar (R KL) dan rumpo n besar lo ntar (R B L) di lo kasi II

PomacentridaeScaridaeApogonidaePomacanthidaeOphicthidaeEphippididaeTetraodontidaeScorpaenidaeCentriscidaeCaesionidaeAcanthuridaeLabridaeSerranidaeM ullidaeLethrinidaeLutjanidaeHaemulidaeNemipteridaeChaetodontidae

Gambar 18 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi L2.

Page 106: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

85

Jumlah individu ikan karang yang hadir di rumpon besar lontar lebih

banyak dibandingkan dengan rumpon kecil lontar. Perbedaan ini disebabkan

karena bedanya dimensi rumpon, dimana rumpon ukuran besar tentu mempunyai

daya tampung ikan karang berkumpul lebih banyak dibandingkan dengan rumpon

ukuran kecil. Selain itu, ada beberapa jenis ikan karang biasanya hadir dalam

jumlah besar seperti Chromis margaritifer, C. ovalis, Abudefduf bengalensis,

Apogon kallopterus, dan Pterocaesio diagramma.

4.3.3.2 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di bubu

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa jenis-jenis ikan karang yang

hadir pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di

lokasi L1 dan L2, teramati pada pagi, siang dan sore hari secara keseluruhan

berjumlah 1230 individu (Lampiran 11). Jumlah ikan karang yang hadir di bubu

rumpon kecil di lokasi L1 sebanyak 184 individu, bubu rumpon besar di lokasi L1

sebanyak 242 individu, dan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 sebanyak 267

individu. Selanjutnya pada bubu rumpon kecil di lokasi L2 sebanyak 210

individu, bubu rumpon besar di lokasi L2 sebanyak 126 individu, dan bubu tanpa

rumpon di lokasi L2 sebanyak 215 individu.

Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar

bubu di disajikan pada Tabel 12. Jumlah kelompok ikankarang yang hadir

terbanyak adalah kelompok famili utama (mayor), kemudian kelompok target dan

indikator, dan paling rendah dari kelompok non ikan karang.

Tabel 12 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar bubu

Lokasi L1 L2

Kelompok Ikan

BRK BRB BTR BRK BRB BTR

Total Proporsi (%)

Famili utama (mayor)

127 217 229 164 91 85 913 74

Target 49 16 15 26 7 113 226 18 Indikator 8 9 22 20 14 16 89 7 Non ikan karang

0 0 1 0 0 1 2 <1

Total 184 242 267 210 112 215 1230 Keterangan : BRK : Bubu Rumpon Kecil, BRB : Bubu Rumpon Besar, BTR : Bubu Tanpa

Rumpon.

Page 107: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

86

Total jumlah spesies ikan karang yang hadir di bubu rumpon kecil dan bubu

rumpon besar di lokasi L1 dan L2 dalam jumlah terbanyak adalah Abudefduf

bengalensis sebanyak 346 individu/m2, kemudian Apogon kallopterus sebanyak

174 individu/m2, dan diikuti oleh jenis ikan lain. Total jumlah individu setiap

famili ikan karang yang hadir di bubu rumpon kecil, bubu rumpon besar dan bubu

tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 disajikan dalam Gambar 19 dan 20.

0

20

40

60

80

1 00

1 20

BRK BRB BT R

Bubu rum pon k ecil (BRK), bubu rum po n besar (BRB) dan bubu t anp a rum p on (BT R) di lo kasi II

Jum

lah

indi

vidu

setia

pfa

mili

ikan

kara

ng

P o ma c e nt rid a eA p o g o nid a eS c a rid a e

B a lis t id a eS c o rp a e nid a eC a e s io nid a e

A c a nt hur id a eLa b rid a eLe t hrinid a e

M ullid a eHa e mulid a e

N e mip t e rid a eS e rra nid a eC ha e t o d o nt id a e

M ura e nid a e

Gambar 20 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2.

0

50

100

150

200

250

BRK BRB BTR

Bubu rumpon kecil (BRK), bubu rumpon besar (BRB) dan bubu tanpa rumpon (BTR)

di lokasi I

P omacentridaeApogonidaeP omacanthidaeScaridaeHolocentridaeMalacanthidaeCaesionidaeAcanthuridaeLabridaeSiganidaeChaetodontidaeDasyatitidae

Gambar 19 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1.

Page 108: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

87

4.3.4 Indeks Keragaman (H′), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan

karang di sekitar rumpon dan bubu

4.3.4.1 Rumpon

Nilai indeks Keragaman (H′), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan

karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Tabel

13 dan Gambar 21.

Tabel 13 Nilai indeks Keragaman (H′), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)

ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2

Lokasi No Dimensi Rumpon H′ E C

1 Rumpon Kecil Lontar 0.861 0,723 0,168 L1

2 Rumpon Besar Lontar 1,010 0,803 0,147

1 Rumpon Kecil Lontar 0,734 0,656 0,281 L2

2 Rumpon Besar Lontar 1,032 0,781 0,175

Nilai Keragaman (H′), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang

di rumpon kecil lontar lokasi I terdiri dari nilai H′ = 0.861, E = 0,723, dan

C = 0,168. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang

hadir di sekitar rumpon kecil lontar kecil, komunitas ikan karang berada pada

kondisi labil dan dominansi rendah berarti tidak ada dominansi spesies ikan

tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada rumpon besar lontar lokasi L1

terdiri dari nilai H′ = 1,010, E = 0,803, dan C = 0,147. Nilai ini menunjukkan

bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar rumpon besar lontar

kecil, komunitas ikan karang berada pada kondisi stabil dan dominansi rendah

berarti tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang.

Selanjutnya nilai Keragaman (H′), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan

karang di rumpon kecil lontar lokasi L2 terdiri dari nilai H′ = 0,734,

E = 0,656, dan C = 0, 281. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi

ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar rendah, komunitas ikan

karang berada pada kondisi labil dan dominansi rendah berarti tidak ada

dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada rumpon

besar lontar lokasi L2 terdiri dari nilai H′ = 1,032, E = 0,781, dan C = 0,175.

Page 109: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

88

Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di

sekitar rumpon besar lontar kecil, komunitas ikan karang berada pada kondisi

stabil dan dominansi rendah berarti tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di

dalam komunitas ikan karang.

Gambar tersebut menunjukkan bahwa nilai Keragaman (H’) ikan karang

yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi I dan

II tertinggi pada rumpon besar lontar baik di lokasi L1 dan L2, sedangkan nilai

Keseragaman (E) tertinggi pada rumpon besar lontar baik di lokasi L1 maupun L2

dan nilai Dominansi (C) tertinngi pada rumpon kecil lontar di lokasi L2.

4.3.4.2 Bubu

Hasil analisis nilai indeks Keragaman (H′), Keseragaman (E) dan

Dominansi (C) ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama

rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 secara rinci disajikan pada Tabel

14 dan Gambar 22.

Gambar 21 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang di rumpon.

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

Inde

ksH

',E

dan

C

RKL1 RBL1 RKL2 RBL2

Jenis rumpon

H'

E

C

Page 110: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

89

Tabel 14 Nilai indeks Keragaman (H′), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan

karang yang hadir di sekitar bubu di lokasi L1 dan L2

Lokasi No Alat Tangkap H′ E C

1 Bubu Rumpon Kecil 0,833 0,771 0,211

2 Bubu Rumpon Besar 1,013 0,901 0,126

L1

3 Bubu Tanpa Rumpon 0,445 0,428 0,573

1 Bubu Rumpon Kecil 0,661 0,637 0,309

2 Bubu Rumpon Besar 0,787 0,787 0,254

L2

3 Bubu Tanpa Rumpon 0,763 0,668 0,267

Nilai indeks Keragaman (H′), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan

karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil di lokasi L1 terdiri dari nilai H′ =

0,833, E = 0,771 dan C = 0,211. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman

populasi ikan karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil adalah kecil,

komunitas ikan karang berada pada kondisi stabil dan dominansi rendah berarti

tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada

bubu rumpon besar di lokasi L1 terdiri dari nilai H′ = 1,013, E = 0,901 dan

C = 0.126. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang

hadir di sekitar bubu rumpon besar rendah/kecil, komunitas ikan karang berada

pada kondisi stabil dan dominansi rendah yang berarti tidak ada dominansi spesies

ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang, sedangkan bubu tanpa rumpon

di lokasi L1 terdiri dari nilai H′ = 0,445, E = 0,428 dan C = 0,573. Nilai ini

menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar bubu

tanpa rumpon rendah, komunitas ikan karang berada pada kondisi labil dan

dominansi sedang yang berarti ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam

komunitas ikan karang.

Selanjutnya nilai Keragaman (H′), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)

ikan karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil di lokasi L2 terdiri dari nilai

H′ = 0,661, E = 0,637 dan C = 0,309. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman

populasi ikan karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil rendah/kecil,

komunitas ikan karang berada pada kondisi labil dan dominansi sedang yang

berarti ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada

Page 111: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

90

bubu rumpon besar di lokasi L2 terdiri dari nilai H′ = 0,787, E = 0,787 dan

C = 0,254. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang

hadir di sekitar bubu rumpon besar kecil, komunitas ikan karang berada pada

kondisi stabil dan dominansi rendah yang berarti tidak ada dominansi spesies ikan

tertentu di dalam komunitas ikan karang, sedangkan pada bubu yang dioperasikan

tanpa rumpon di lokasi L2 terdiri dari nilai H′ = 0,767, E = 0,668 dan C = 0,267.

Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di

sekitar bubu tanpa rumpon rendah, komunitas ikan karang berada pada kondisi

stabil dan dominansi sedang yang berarti ada dominansi spesies ikan tertentu

didalam komunitas ikan karang.

Dari data tersebut terlihat bahwa nilai Keragaman (H’) ikan karang pada

bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2

tertinggi pada bubu rumpon besar di lokasi L1, sedangkan nilai Keseragaman (E)

ikan karang tertinggi pada bubu rumpon besar di lokasi L1 dan nilai Dominansi

(C) tertinggi pada bubu tanpa rumpon di lokasi L1.

4.3.5 Jarak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu

4.3.5.1 Jarak ikan karang di sekitar rumpon

Jarak setiap spesies ikan karang terhadap rumpon di lokasi L1 dan L2

berbeda-beda menurut jenis ikan (Tabel 15). Jumlah ikan karang yang hadir

Gambar 22 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang di bubu.

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

Inde

ksH

',E

dan

C

BRK1 BRB1 BTR1 BRK2 BRB2 BTR2

Jenis bubu

H'EC

Page 112: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

91

di sekitar rumpon kecil lontar lokasi L1 sebanyak 29 spesies. Dari total jumlah

tersebut ada 19 spesies (66%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan rumpon. Pada

rumpon besar lontar lokasi L1 jumlah ikan karang yang hadir sebanyak 27 spesies.

Dari total jumlah tersebut ada 14 spesies (52%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan

rumpon.

Tabel 15 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap rumpon di lokasi L1 dan L2

Jenis

rumpon Lokasi

Rumpon Jarak (m)

Jenis ikan Jumlah Proporsi (%)

0 - 2 Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi, C. parasema, S. ghobban, Apogon kallopterus, Pomacentrus nigromanus, Platax sp, Pseudochromis sp, Petrois volitans, Acanthurus nigricans, A. mata, Zanclus cornutus, Zebrasoma flaviscens, Bonianus ginulatus, Halichoeres scapularis, Thalassoma lunare, Parupeneus bifasciatus, C. kleinii dan C. trifasciatus

19

66

2 - 5 Abudefduf bengalensis, Melichtys vidua, Scarus sodidus, Ctenochaetus striatus, Naso caeruleocanda, Heniochus acuminatus, Epinephelus merra, Lethrinus sp, Lutjanus sp, dan Chaetodon melanotus

10 34

> 5 - - -

RKL L1

Total 29 0 - 2 Chromis lepidolepis, C. ovalis,

Chrysiptera rollandi, C. unimaculata, Amphiprion sp, Sufflamen chrysopterus, Apogon bandanensis, Canthigaster valentini, Zanclus cornutus, Hologymnosus doliatus, Cheilinus trilobatus, Pseudonthias dispar, Epinephelus merra dan Chaetodon kleinii

14 52

2 - 5 Chromis margaritifer, Abudefduf bengalensis, Balistapus undulatus, Scarus ghobban, S. bleekeri, Siganus corallinus, Acanthurus pyroferus, A. mata, A. bariena, Ctenochaetus striatus, Chaetodon meyeri, dan C. baronessa

12 44

> 5 Chaetodon trifasciatus 1 4

RBL

Total 27

Page 113: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

92

Tabel 15 (Lanjutan) Jenis

rumpon Lokasi

Rumpon Jarak (m)

Jenis ikan Jumlah Proporsi (%)

0 - 2 Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi, Rinecanthus sp, Scarus ghobban, Apogon kallopterus, Myrichtys colubrinus, Pterois volitans, A. nigricans, Zanclus sp, Ctenochaetus striatus, dan Chaetodon kleinii

11 73

2 - 5 Apogon bengalensis, Acanthurus mata, Lethrinus sp, dan Lutjanus sp

4 27

> 5 - - -

RKL L2

Total 15 0 - 2 Chromis ovalis, Chrysipetra rollandi,

C. unimaculata, Dascyllus aruanus, Sufflamen chrysopterus, Apogon kallopterus, Centropyge tibicens, C.bicolor, Genicanthus melanospilos, Canthigaster valentini, Aeoliscus strigatus, Acanthurus triotegus, Halichoeres scapularis, Hemigymnus fasciatus, Parupeneus bifasciatus, Diagramma pictum, Chaetodon kleinii,dan C. adiergastos

18 75

2 – 5 Chromis margaritifer, Abudefduf bengalensis, Pterocaesio diagramma, dan Scolopsis margaritifer

4 17

> 5 Epinephelus tauvina, dan Lutjanus decussatus

2 9

BL

Total 24 Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar.

Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di rumpon kecil lontar lokasi L2

sebanyak 15 spesies. Dari total tersebut ada 11 spesies (73%) berada pada jarak

0 – 2 m dengan rumpon. Pada rumpon besar lontar lokasi L2 jumlah ikan karang

yang hadir sebanyak 24 spesies. Dari total jumlah tersebut ada 18 spesies (75%)

berada pada jarak 0 – 2 m dengan rumpon.

Jarak ikan karang terhadap rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar

di lokasi L1 dan L2 umumnya berada antara 0 – 2 m dengan rumpon. Perbedaan

ini karena setiap jenis ikan karang menyebar pada lapisan kedalaman (swimming

layer) berbeda-beda ada di lapisan atas, pertengahan dan di dasar perairan.

Ilustrasi jarak (radius) ikan karang terhadap rumpon dapat di lihat pada

Gambar 23.

Page 114: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

93

4.3.5.2 Jarak ikan karang di sekitar alat tangkap bubu

Jarak setiap spesies ikan karang terhadap bubu di lokasi L1 dan L2 berbeda-

beda menurut jenis ikan (Tabel 16). Jumlah ikan karang yang hadir di sekitar

bubu rumpon kecil lokasi L1 sebanyak 13 spesies. Dari total jumlah tersebut ada

8 spesises (62%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan bubu. Pada bubu rumpon

besar lokasi L1 jumlah ikan karang yang hadir sebanyak 16 spesies. Dari total

jumlah tersebut ada 10 spesies (63%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan bubu.

Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu tanpa rumpon lokasi L1 sebanyak

11 spesies. Dari total spesies tersebut ada 6 spesies (65%) berada pada jarak

0 – 2 m dengan bubu.

Gambar 23 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap rumpon.

Chaetodon trifasciatus, Epinephelus tauvina, dan Lutjanus decussatus

Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi, C. parasema, S. ghobban, Apogon kallopterus, Pomacentrus nigromanus, Platax sp, Pseudochromis sp, Petrois volitans, Acanthurus nigricans, A. mata, Zanclus cornutus, Zebrasoma flaviscens, Bonianus ginulatus, Halichoeres scapularis, Thalassoma lunare, Parupeneus bifasciatus, C. kleinii dan C. trifasciatus. Chromis lepidolepis, C. ovalis, Chrysiptera rollandi, C. unimaculata, Amphiprion sp, Sufflamen chrysopterus, Apogon bandanensis, Canthigaster valentini, Zanclus cornutus, Hologymnosus doliatus, Cheilinus trilobatus, Pseudonthias dispar, Epinephelus merra dan Chaetodon kleinii. C. adiergasto, Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi, Rinecanthus sp, Scarus ghobban, Apogon kallopterus, Myrichtys colubrinus, Pterois volitans, Zanclus sp, Ctenochaetus striatus, C. unimaculata, Dascyllus aruanus, Sufflamen chrysopterus, Centropyge tibicens, C.bicolor, Genicanthus melanospilos, Aeoliscus strigatus, Acanthurus triotegus, Halichoeres scapularis, Hemigymnus fasciatus, Parupeneus bifasciatus, dan Diagramma pictum

Abudefduf bengalensis, Melichtys vidua, Scarus sodidus, Ctenochaetus striatus, Naso caeruleocanda, Heniochus acuminatus, Epinephelus merra, Lethrinus sp, Lutjanus sp, dan Chaetodon melanotus. Chromis margaritifer, Balistapus undulatus, Scarus ghobban, S. bleekeri, Siganus corallinus, Acanthurus pyroferus, A. mata, A. bariena, Chaetodon meyeri, dan C. baronessa Apogon bengalensis, Lethrinus sp, dan Lutjanus sp Chromis margaritifer, Pterocaesio diagramma, dan Scolopsis margaritifer

R = 0 – 2m

R = > 5 m

R= 2 - 5m

Page 115: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

94

Tabel 16 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap bubu di

lokasi L1 dan L2 Kelompok

Bubu Lokasi Bubu

Jarak (m)

Jenis ikan Jumlah Proporsi (%)

0 – 2 Chromis lepidolepis, Stegastes fasciolatus, Apogon kallopterus, Scaus ghobban, Malacanhus sp, Ctenochaetus striatus, Acanthurus bariena dan Chaetodon kleinii

8 62

2 – 5 Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus, Thalassoma lunare, dan Labroides bicolor

4 31

> 5 Acanthurus mata 1 7

BRK L1

Total 13 BRB 0 – 2 Chromis lepidolepis, C.

margaritifer, Chrysipetra rollandi, Apogon kallopteus, Centropyge tibicens, Pomacanthus acanthops, Ctenochaetus striatus, Hemigymnus melapterus, Hologymnosus doliatus dan Chaetodon kleinii.

10 63

2 – 5 Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus, Chromis ovalis, Scarus ghobban, Pterocaesio lativittata, dan Acanthurus mata

6 38

> 5 - - -Total 16

BTR L1 0 – 2 Abudefduf bengalensis, Chromis demidiata, Apogon kallopterus, A. aureus, Ctenochaetus striatus, dan Chaetodon kleinii

6 65

2 – 5 Myripristis sp, Acanthurus mata, Naso tuberosus, Siganus corallinus, dan Himantura uarnak

5 45

> 5 -Total 11

0 – 2 Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus, Chromis margaritifer, Scarus ghobban, S. bleekeri, Rhinecanthus sp, Halichoeres ornattisimus, Parupeneus multifasciatus dan Chaetodon kleinii

9 75

2 – 5 Apogon kallopterus, Pterois volitans, dan Epinephelus merra

3 25

> 5 - -

BRK L2

Total 12

Page 116: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

95

Tabel 16 (lanjutan)

Kelompok Bubu

Lokasi Bubu

Jarak (m)

Jenis ikan Jumlah Proporsi (%)

0 – 2 Chrysipetra talboti, Amblyglyphidodon curacao, A. bandanensis, Lethrinus lentjam, Parupeneus multifasciatus,Chaetodon robustus dan Gymnothorax javanicus

7 50

2 – 5 Chromis ovalis, Apogon kallopterus, Caesio terres, Chaetodon kleinii dan C. meyeri

5 36

> 5 Ctenochaetus striatus, dan Pentapodus caninus

2 14

BRB L2

Total 14 BTR L2 0 – 2 Chrysiptera talboti,

Amblyglyphidodon curacao, Apogon kallopterus, A. bandanensis, Ctenohaetus striatus, Letrhrinus lentjam, Parupeneus multifasciatus, C. robustus dan Gymnothorax javanicus

9 64

2 – 5 Chromis ovalis, Caesio terres, Chaetodon kleinii, dan C. meyeri

4 29

> 5 Pentapodus caninus 1 714

Keterangan : BRK : Bubu Rumpon Kecil, BRB : Bubu Rumpon Besar.

Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu rumpon kecil lokasi

L2 sebanyak 12 spesies. Dari total tersebut ada 9 spesies (75%) berada pada jarak

0 – 2 m dengan bubu. Pada bubu rumpon besar lokasi L2 jumlah ikan karang yang

hadir sebanyak 14 spesies. Dari total jumlah tersebut ada 7 spesies (50%) berada

pada jarak 0 – 2 m dengan bubu. Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu

tanpa rumpon lokasi L2 sebanyak 14 spesies. Dari total spesies tersebut ada

9 spesies (64%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan bubu.

Jarak ikan karang terhadap bubu di lokasi L1 dan L2 umumnya berada

antara 0 – 2 m dengan bubu. Perbedaan ini karena setiap jenis ikan karang

menyebar pada lapisan kedalaman (swimming layer) berbeda-beda ada di lapisan

atas, pertengahan dan di dasar perairan. Ilustrasi jarak (radius) ikan karang

terhadap bubu disajikan pada Gambar 24.

Page 117: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

96

4.3.6 Lama waktu ikan karang di rumpon dan bubu

4.3.6.1 Lama waktu ikan karang di rumpon

Jumlah spesies ikan karang yang hadir di rumpon lokasi L1 paling banyak

pada pengamatan pagi hari sebanyak 36 spesies, siang hari 4 spesies dan sore hari

21 spesies. Selanjutnya jumlah spesies ikan karang yang hadir di rumpon lokasi

L2 paling banyak pada pengamatan pagi hari sebanyak 22 spesies, siang hari

5 spesies dan sore hari 9 spesies.

Jenis ikan karang hadir di rumpon lokasi L1 dan L2 paling banyak pada

pagi hari, dibandingkan siang dan sore hari. Jenis ikan yang umum hadir pada

pagi, siang dan sore hari di rumpon adalah Chromis margaritifer, Apogon

kallopterus, dan Chaetodon kleinii.

Spesies ikan karang hadir paling banyak sesuai waktu pengamatan

umumnya pada pagi hari, sedangkan siang dan sore hari berkurang karena setelah

jam 11.00 siang sampai sore kondisi perairan berubah karena angin menyebabkan

Gambar 24 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap bubu.

Acanthurus mata Ctenochaetus striatus, dan Pentapodus caninus,

Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus, Thalassoma lunare, dan Labroides bicolor ,Chromis ovalis, Scarus ghobban, Pterocaesio lativittata, dan Acanthurus mata Myripristis sp, , Naso tuberosus, Siganus corallinus, dan Himantura uarnak Apogon kallopterus, Pterois volitans, dan Epinephelus merra, Apogon kallopterus, Caesio terres, Chaetodon kleinii, C. meyeri dan Pentapodus caninus.

Chromis lepidolepis, Stegastes fasciolatus, Apogon kallopterus, A.bandanensis, Scaus ghobban, Malacanhus sp, Ctenochaetus striatus, Acanthurus bariena, Chaetodon kleinii, C. margaritifer, Chrysipetra rollandi, Centropyge tibicens, Pomacanthus acanthops, Hemigymnus melapterus, Hologymnosus doliatus ,Chaetodon kleinii, Abudefduf bengalensis, Chromis demidiata, A. aureus, Dascyllus aruanus, Chromis margaritifer, S. bleekeri, Rhinecanthus sp, Halichoeres ornattisimus, Parupeneus multifasciatus, Chrysipetra talboti, Amblyglyphidodon curacao, Lethrinus lentjam, Parupeneus multifasciatus,Chaetodon robustus, Gymnothorax javanicus Chrysiptera talboti, Ctenohaetus striatus, Letrhrinus lentjam, dan C. robustus

R = 2 – 5 m

R = > 5 m

R = 0 – 2 m

Page 118: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

97

terjadi gelombang dan arus. Pada kondisi ini ikan-ikan mencari tempat untuk

berlindung baik di rumpon maupun di terumbu karang. Penyebaran ikan ke tempat

persembunyian menyebabkan kehadiran ikan pada siang dan sore hari berkurang

di rumpon.

Lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di sekitar rumpon di lokasi

L1 dan L2 berbeda-beda menurut jenis ikan. Pengelompokkan ikan karang

berdasarkan lama waktu hadir di sekitar rumpon dibagi dalam tiga kategori

antara lain : 0 – 10 menit, 10 – 30 menit dan > 30 menit (Tabel 17). Jenis ikan

karang yang hadir di rumpon kecil lontar lokasi L1 sebanyak 29 spesies ternyata

13 spesies (45%) berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit,

kemudian 9 spesies (31%) dengan lama waktu antara 0 – 10 menit dan 7 spesies

(24%) dengan lama waktu 10 – 30 menit. Pada rumpon besar lontar di lokasi

L1 jumlah ikan yang hadir sebanyak 27 speses ternyata 12 spesies (44%) berada

di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 9 spesies (33%)

dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 6 spesies (22%) dengan lama waktu 0 – 10

menit.

Selanjutnya jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar

lokasi L2 sebanyak 15 spesies ternyata 7 spesies (47%) berada di sekitar rumpon

dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 7 spesies (47%) dengan lama waktu

0 – 10 menit, dan 1 spesies (7%) dengan lama waktu 10 – 10 menit. Pada rumpon

besar lontar di lokasi L2 jumlah ikan yang hadir sebanyak 24 speses ternyata

14 spesies (58%) berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit,

kemudian 5 spesies (21%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 5 spesies (21%)

dengan lama waktu 0 – 10 menit.

Page 119: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

98

Tabel 17 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar

rumpon di lokasi L1 dan L2 Kelompok Rumpon

Lama waktu

(menit)

Jenis ikan Jumlah Proporsi (%)

0 – 10 Melichty vidua, , Scarus sodidus, S. ghobban, Pseudochromis sp, Acanthurus nigricans, Zanclus cornutus, Heniochus acuminatus, Bonianus ginulatus, dan Lethrinus sp

9 31

10- 30 Platax sp, Petrois volitans, A. mata, Naso caeruleocanda, Thalassoma lunare, Epinephelus merra, dan Lutjanus sp,

7 24

> 30 Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi, C. parasema, Apogon kallopterus, Pomacentrus nigromanus, Zebrasoma flaviscens, Halichoeres scapularis, Parupeneus bifasciatus, C. kleinii, C. trifasciatus. Abudefduf bengalensis, Ctenochaetus striatus, dan Chaetodon melanotus

13 45

RKL 1

Total 29 RBL 1 0 – 10 Amphiprion sp, Balistapus undulatus,

Canthigaster valentini, Acanthurus pyroferus, A. bariena, dan Zanclus cornutus,

6 22

10- 30 Sufflamen chrysoptrus, Scarus ghobban, S. bleekeri, Hologymnosus doliatus, Cheilinus trilobatus, Pseudonthias dispar, Epinephelus merra, Chaetodon meyeri, dan C. baronessa

9 33

> 30 Chromis lepidolepis, C. ovalis, Chrysiptera rollandi, C. unimaculata, Apogon bandanensis, Chaetodon kleinii, Chaetodon trifasciatus, Chromis margaritifer, Abudefduf bengalensis, Siganus corallinus, A. mata, dan Ctenochaetus striatus

12 44

27 0 – 10 Rinecanthus sp, Scarus ghobban,

Myrichtys colubrinus, Pterois volitans, A. nigricans, Zanclus sp, dan Lethrinus sp

7 47

10- 30 Lutjanus sp 1 67

RKL 2

> 30 Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi, Apogon kallopterus, Ctenochaetus striatus, Chaetodon kleinii, Apogon bengalensis, dan Acanthurus mata

7 47

Total 15

Page 120: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

99

Tabel 17 (Lanjutan) Kelompok Rumpon

Lama waktu

(menit)

Jenis ikan Jumlah Proporsi (%)

0 – 10 Sufflamen chrysopterus, Genicanthus melanospilos, Canthigaster valentini, Pterocaesio diagramma, dan Parupeneus bifasciatus,

5 21

10- 30 Centropyge tibicens, C.bicolor, Epinephelus tauvina, Lutjanus decussatus, dan C. adiergastos

5 21

RBL 2

> 30 Chromis ovalis, Chrysipetra rollandi, C. unimaculata, Dascyllus aruanus, Apogon kallopterus, Chromis margaritifer, Abudefduf bengalensis, Aeoliscus strigatus, Acanthurus triotegus, Halichoeres scapularis, Hemigymnus fasciatus, Diagramma pictum, Scolopsis margaritifer, dan Chaetodon kleinii

14 58

Total 24 Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar.

Spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon umumnya berada dengan

lama waktu > 30 menit, kemudian antara 0 – 10 menit dan terendah antara 10 – 30

menit. Berdasarkan lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon terlihat bahwa

ikan-ikan karang yang hadir di sekitar rumpon lebih banyak bersifat menetap

(resident) dengan lama waktu > 30 menit menggunakan rumpon sebagai tempat

berlindung dan mencari makan, sedangkan sebagian kecil hanya singgah sebentar

(transient) dengan lama waktu 10 - 30 menit dan numpang lewat langsung pergi

(visitor) dengan lama waktu 0 – 10 menit.

4.3.6.2 Lama waktu ikan karang di bubu

Jumlah spesies ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1 paling banyak

pada pengamatan pagi hari sebanyak 20 spesies, siang hari 11 spesies dan sore

hari 6 spesies. Selanjutnya jumlah spesies ikan karang yang hadir di bubu

di lokasi L2 paling banyak pada pengamatan pagi hari sebanyak 19 spesies, siang

hari 9 spesies dan sore hari 8 spesies.

Jenis-jenis ikan karang yang teramati mempunyai aktivitas pada pagi, siang

dan sore hari berbeda-beda. Jenis ikan karang yang hadir secara merata pada

waktu pagi, siang maupun sore hari adalah Dascyllus aruanus, Chromis

lepidolepis, Apogon kallopterus dan Chaetodon kleinii.

Page 121: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

100

Spesies ikan karang yang hadir paling banyak di bubu sesuai waktu

pengamatan umumnya pada pagi hari, sedangkan siang dan sore hari berkurang

karena setelah jam 11.00 siang sampai sore kondisi perairan berubah karena

angin menyebabkan terjadi gelombang dan arus. Pada kondisi ini ikan-ikan

terpencar mencari tempat untuk berlindung/bersembunyi baik di bubu maupun di

terumbu karang. Penyebaran ikan ketempat persembunyian menyebabkan

kehadiran ikan pada siang dan sore hari berkurang di bubu.

Lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di sekitar alat tangkap bubu di

lokasi L1 dan L2 berbeda-beda menurut jenis ikan. Pengelompokkan ikan karang

berdasarkan lama waktu hadir di sekitar bubu dibagi dalam tiga kategori antara

lain : 0 – 10 menit, 10 – 30 menit dan > 30 menit (Tabel 18). Jenis ikan karang

yang hadir di bubu rumpon kecil di lokasi L1 sebanyak 13 spesies ternyata 9

spesies (69%) berada di sekitar bubu dengan lama waktu > 30 menit, 1 spesies

(8%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 3 spesies (23%) dengan lama waktu

antara 0 – 10 menit. Pada bubu rumpon besar di lokasi L1 jumlah ikan hadir

sebanyak 16 spesies ternyata 10 spesies (63%) berada di sekitar bubu dengan lama

waktu > 30 menit, kemudian 4 spesies (25%) dengan lama waktu 10 – 30 menit

dan 2 spesies (13%) dengan lama waktu 0 – 10 menit. Selanjutnya jumlah ikan

yang hadir di bubu tanpa rumpon di lokasi L1 sebanyak 11 spesies ternyata 5

spesies (45%) berada di sekitar bubu dengan lama waktu > 30 menit, kemudian

lama waktu 10 – 30 menit kosong dan 6 spesies (65%) dengan lama waktu

0 – 10 menit.

Selanjutnya jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil di lokasi

L2 sebanyak 12 spesies ternyata 7 spesies (58%) berada di sekitar rumpon dengan

lama waktu > 30 menit, kemudian 5 spesies (42%) dengan lama waktu 0 – 10

menit, dan pada lama waktu 10 – 10 menit tidak ada. Pada bubu rumpon besar di

lokasi L2 jumlah ikan yang hadir sebanyak 14 spesies ternyata spesies (57%)

berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 5 spesies

(36%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 1 spesies (7%) dengan lama waktu

0 – 10 menit. Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu tanpa rumpon di lokasi

L2 sebanyak 14 spesies ternyata 9 spesies (64%) berada di sekitar bubu dengan

Page 122: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

101

lama waktu > 30 menit, kemudian 2 spesies (14%) dengan lama waktu 10 – 30

menit dan 3 spesies (21%) dengan lama waktu 0 – 10 menit.

Lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di bubu umumnya > 30

menit, kemudian antara 0 – 10 menit dan terendah antara 10 – 30 menit.

Berdasarkan lama waktu ikan karang hadir di sekitar bubu terlihat bahwa ikan

karang yang hadir di sekitar bubu lebih banyak bersifat menetap (resident)

dengan lama waktu > 30 menit menggunakan bubu sebagai tempat berlindung dan

mencari makan, sedangkan sebagian kecil hanya singgah sebentar (transient)

dengan lama waktu 10 - 30 menit dan numpang lewat langsung pergi (visitor)

dengan lama waktu 0 - 10 menit. Lebih lama ikan berada di sekitar bubu akan

memberikan peluang lebih besar untuk ikan-ikan tersebut tertangkap.

Tabel 18 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar

bubu di lokasi L1 dan L2 Kelompok

Bubu Lama waku

(menit)

Jenis ikan Jumlah Proporsi (%)

BRK 1 0 - 10 Scarus ghobban, Acanthurus mata dan A. bariena

3 23

10 - 30 Thalassoma lunare 1 8> 30 Chromis lepidolepis, Stegastes fasciolatus,

Apogon kallopterus, Malacanhus sp, Ctenochaetus striatus, Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus, Labroides bicolor dan Chaetodon kleinii

12 69

Total 13 BRB 1 0 - 10 Pomacanthus acanthops, Pterocaesio

lativittata, Acanthurus mata, dan Hemigymnus melapterus

4 25

10 - 30 Scarus ghobban, dan Hologymnosus doliatus

2 13

> 30 Chromis lepidolepis, C. margaritifer, Chrysipetra rollandi, Apogon kallopteus, Centropyge tibicens, Ctenochaetus striatus, Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus, Chromis ovalis, dan Chaetodon kleinii

10 63

Total 16 BTR 1 0 – 10 Myripristis sp, Acanthurus mata, Naso

tuberosus, Siganus corallinus, dan Himantura uarnak

5 45

10 – 30 - 0 - > 30 Abudefduf bengalensis, Chromis

demidiata, Apogon kallopterus, A. aureus, Ctenochaetus striatus, dan Chaetodon kleinii

6 55

Total 11

Page 123: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

102

Tabel 18 (Lanjutan) Kelompok

Bubu Lama waku

(menit)

Jenis ikan Jumlah Proporsi (%)

BRK 2 0 – 10 Scarus ghobban, S. bleekeri, Rhinecanthus sp, Parupeneus multifasciatus dan Epinephelus merra

5 42

10 – 30 - 0 - > 30 Abudefduf bengalensis, Dascyllus

aruanus, Chromis margaritifer, Halichoeres ornattisimus, Apogon kallopterus, Pterois volitans, dan Chaetodon kleinii

7 58

Total 12 BRB 2 0 – 10 Amblyglyphidodon curacao, Caesio terres,

Lethrinus lentjam, C. meyeri, Balistapus undulatus dan Gymnothorax javanicus

6 40

10 – 30 Parupeneus multifasciatus 1 7 > 30 Chrysipetra talboti, A. bandanensis,

Chaetodon robustus, Chromis ovalis, Apogon kallopterus, Chaetodon kleinii,Ctenochaetus striatus, dan Pentapodus caninus

8

Total 15 BTR 2 0 – 10 Amblyglyphidodon curacao, Caesio terres,

dan Chaetodon meyeri 3 21

10 – 30 Lethrinus lentjam, dan Pentapodus caninus

2 14

> 30 Chromis ovalis, Chrysiptera talboti, Apogon kallopterus, A. bandanensis, Ctenochaetus striatus, Parupeneus multifasciatus, Chaetodon kleinii, C. robustus, dan Gymnothorax javanicus

9 65

14 Keterangan : BRK : Bubu Rumpon Kecil, BRB : Bubu Rumpon Besar, BTR :Bubu Tanpa

Rumpon.

4.3.7 Pola renang dan pola gerak

4.3.7.1 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar rumpon

4.3.7.1.1 Pola renang

Spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon memiliki pola renang

berbeda-beda menurut jenis ikan. Pola renang yang diperlihatkan setiap spesies

ikan karang di sekitar rumpon ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan

(Tabel 19, Gambar 25). Dari ketiga bentuk pola renang tersebut ternyata spesies

ikan karang yang hadir di sekitar rumpon umumnya melakukan pola renang secara

soliter sebanyak 36 spesies (59%), bila dibandingkan dengan bentuk pola renang

lainnya.

Page 124: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

103

Tabel 19 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon Pola renang Jenis ikan Jumlah

spesies Proporsi

(%) Soliter Centropyge bicolor, Chrysiptera parasema,

Amphiprion sp, Melichthys vidua, Balistapus undulatus, Scarus sordidus, S. ghobban, Pomacentrus trilinetus, Platax sp, Pseudochromis sp, Pterois volitans, Canthigaster valentini, Acanthurus pyroferus, A. mata, A. triotegus, Zanclus cornutus, Zanclus sp, Zebrasoma scopas, Naso caeruleocanda, Heniochus acuminatus, Bodianus ginulatus, Rhinecanthus sp, Myrichthys colubrinus, Hemigymnus fasciatus, Epinephelus tauvina, Halichoeres scapularis, Thalassoma lunare, Genicanthus melanospilos, Cheilinus trilobatus, Pseudonthias dispar, Epinephelus merra, Chaetodon melanotus, C. trifasciatus, C. meyeri, C. baronessa, C. Melanotus dan Himantura uarnak

37 59

Bergerombol Chromis margaritifer, C. lepidolepis, C. ovalis, Abudefduf bengalensis, Chrysiptera rollandi, C. unimaculata, Centropyge tibicens, Aeoliscus strigatus, Pterocaesio diagramma, Sufflamen chrysopterus, S. bleekeri, Apogon kallopterus, A. bandanensis, Ctenochaetus striatus, Hologymnosus doliatus, Lethrinus sp, Diagramma pictum, Lutjanus decussatus dan Lutjanus sp.

19 30

Berpasangan Dascyllus aruanus, Halichoeres scapularis, Scolopsis margaritifer, Siganus corallinus, Parupeneus bifasciatus, Chaetodon kleinii, dan C. adiergastos

7 11

Total 63

SoliterBergerombol

Berpasangan

Jumlah spesies

Proporsi (%)0

10

20

30

40

50

60

Jum

lah

spes

ies

Pola renang

Jumlah spesies

Proporsi (%)

Gambar 25 Proporsi pola renang ikan karang di rumpon

Page 125: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

104

4.3.7.1.2 Pola gerak

Penentuan pola gerak setiap ikan karang yang hadir di sekitar rumpon

berdasarkan parameter gerakan ditemukan umumnya ikan karang datang dari

depan sebanyak 57 spesies (90%), kemudian bergerak naik turun sebanyak 29

spesies (46%), berada diatas sebanyak 24 spesies (39%), dan di samping

rumpon sebanyak 25 spesies (40%) (Tabel 20 dan Lampiran 12).

Tabel 20 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir

di sekitar rumpon berdasarkan parameter gerakan

Parameter gerakan ikan Jumlah spesies

Proporsi (%)

A. Arah renang 1. Depan 57 90 2. Belakang 5 8

B. Pola gerakan 1. Melawan arus 4 6 2. Naik turun 29 46 3. Bolak balik 14 22 4. Bergerak melingkar 7 11 5. Bergerak melingkar searah jarum jam 10 16

C.Posisi ikan terhadap rumpon 1. Vertikal 1 2 2. Atas 24 38 3. Samping 25 40 4. Pertengahan 1 2 5. Dalam 1 2 6. Masuk keluar rumpon 4 6 7. Singgah sebentar lalu pergi 2 3 8. Langsung pergi 2 3

Pola gerak yang diperlihatkan ikan karang di sekitar rumpon dapat

memberikan peluang ikan lebih mudah menyebar mendekati dan masuk ke dalam

bubu pada pola gerak (PG) : 1, 3, 4, 6, 8, 9, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 20, 21 dan 23,

sedangkan pola gerak (PG) : 2, 5, 7, 10, 11, 14 dan 22 ikan akan sulit menyebar

mendekati bubu.

Ada 3 paramater gerakan yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan

pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon yaitu arah renang (datang dari depan

dan belakang), pola gerakan (melawan arus, bergerak naik turun, bergerak bolak

balik, bergerak melingkar searah jarum jam) dan posisi ikan terhadap rumpon

(vertikal, atas, samping, pertengahan, dalam, masuk keluar, singgah sebentar lalu

pergi dan datang langsung pergi). Kombinasi dari ketiga parameter gerakan

Page 126: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

105

tersebut akan menghasilkan 80 pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon.

Walaupun dari sekian pola gerak tersebut mungkin ada pola gerak yang tidak

mungkin dilakukan oleh ikan karang yang hadir di rumpon. Berdasarkan

parameter gerakan ikan kemudian disesuaikan dengan pola gerak yang dilakukan

oleh 63 spesies ikan karang yang hadir di rumpon ternyata ditemukan hanya ada

23 pola gerak (Gambar 26). Klasifikasi pola gerak ikan karang yang hadir di

rumpon berdasarkan parameter gerakan disajikan pada Tabel 21. Tabel tersebut

memperlihatkan bahwa dari 63 spesies ikan karang yang hadir di rumpon ternyata

pola gerak 1 (PG1) lebih banyak dilakukan oleh ikan karang sebanyak 9 spesies

(14%) dibandingkan dengan bentuk pola gerak lainnya.

Selanjutnya dari 63 spesies ikan karang yang hadir di rumpon kemudian

dipisahkan lagi menurut kelompok ikan diperoleh famili utama (mayor) yang

hadir sebanyak 35 spesies ternyata ada 9 spesies yang melakukan pola gerak yang

dominan datang dari depan, berada disamping rumpon, sedangkan spesies lainnya

mempunyai proporsi pola gerak lebih kecil. Ikan target berjumlah 23 spesies

ternyata ada 4 spesies yang dominan melakukan pola gerak datang dari depan,

bergerak bolak di samping rumpon, sedangkan spesies lainnya mempunyai

proporsi pola gerak lebih kecil. Selanjutnya ikan indikator berjumlah 5 spesies

ternyata ada 3 spesies yang dominan melakukan pola gerak datang dari depan,

bergerak naik turun melingkari dinding rumpon searah jarum jam, sedangkan

spesies lainnya mempunyai proporsi pola gerak lebih kecil. Dengan mengetahui

bentuk pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon, maka informasi ini dapat

dipakai untuk memilih alat tangkap mana yang cocok dioperasikan bersama

rumpon dalam penangkapan ikan karang.

Page 127: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

106

Tabel 21 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di rumpon berdasarkan parameter gerakan

Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan rumponPolagerak(PG)

Depan Belakang Melawanarus

Naikturun

Bolakbalik

Bergerakmelingkar

Bergerakmelingkar

searahjarum jam

Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masukkeluar

Singgahsbntarlalupergi

Lsngpergi

Jumlahspesies

Proporsi(%)

PG1 √ √ 9 14PG2 √ √ √ 7 11PG3 √ √ 5 8PG4 √ √ √ 5 8PG5 √ √ √ √ 4 6PG6 √ √ √ 4 6PG7 √ √ √ 4 6PG8 √ √ √ 3 5PG9 √ √ √ 3 5

PG10 √ √ √ √ 2 3PG11 √ √ √ √ 2 3PG12 √ √ √ 2 3PG13 √ √ 2 3PG14 √ √ √ √ 2 2PG15 √ √ √ √ 1 2PG16 √ √ √ 1 2PG17 √ √ 1 2PG18 √ √ √ 1 2PG19 √ √ √ 1 2PG20 √ √ √ 1 2PG21 √ √ √ 1 2PG22 √ √ 1 2PG23 √ √ √ 1 2

Keterangan: PG: Pola Gerak

Page 128: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

107

Klasifikasikan tingkah laku ikan yang hadir di rumpon dilakukan

berdasarkan pola gerak dan lama waktu ternyata bahwa pada setiap spesies ikan

memperlihatkan pola gerak dan lama waktu hadir di rumpon berbeda-beda

(Tabel 22). Ikan karang yang hadir di rumpon umumnya bersifat menetap. Namun

ada juga yang bersifat transit dan visitor tetapi ada pula yang bersifat menetap dan

transit maupun transit dan visitor. Perbedaan ini sangat ditentukan oleh sifat

masing-masing spesies ikan sesuai lama waktunya berada di rumpon.

Tabel 22 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon berdasarkan

pola gerak dan lama waktu

Klasifikasi Tidak menetap (Non resident)

Simbol Pola Gerak Menetap

(Resident) Transit(Transient) Visitor

PG1 √ √PG2 √ √PG3 √ √PG4 √ √PG5 √ √PG6 √ √PG7 √ √PG8 √PG9 √PG10 √PG11 √PG12 √PG13 √PG14 √PG15 √PG16 √PG17 √PG18 √PG19 √PG20 √PG21 √PG22 √PG23 √

Jumlah 13 10 7

Page 129: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

108

PG 5PG 4 PG 3

PG 7

PG 9 PG 10

PG 2

PG 8

PG 12 PG 13 PG 14 PG 15

PG 17 PG 20 PG 19

PG 21 PG 23 PG 22

PG 18

PG 1

PG 6

PG 11

PG 16

4.3.7.2 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar bubu

4.3.7.2.1 Pola renang

Spesies ikan karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu memiliki pola

renang berbeda-beda menurut jenis ikan. Pola renang yang diperlihatkan setiap

spesies ikan ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan (Tabel 23,

Gambar 27). Dari ketiga bentuk pola renang tersebut ternyata spesies ikan karang

yang hadir di sekitar bubu umumnya melakukan pola renang secara soliter

sebanyak 26 spesies (55%), bila dibandingkan dengan bentuk pola renang

lainnya.

Gambar 26 Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar rumpon.

Keterangan : PG1 : Datang dari depan, di samping rumpon, PG2 : Datang dari depan, bergerak naik turun di atas rumpon, PG3: Datang dari depan, bergerak melingkari dinding rumpon searah jarum jam, PG4:Datang dari depan bergerak naik turun dan melingkari dinding rumpon searah jarum jam, PG5 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun di atas rumpon, PG6: Datang dari depan, bergerak naik turun di samping rumpon, PG7: Datang dari depan , bergerak bolak balik di atas rumpon, PG8: Datang dari depan, bergerak bolak balik dan melingkari dinding rumpon, PG9: Datang dari depan, bergerak bolak balik di samping rumpon, PG10 : Datang dari depan, bergerak naik turun di atas dan di samping rumpon, PG11: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik di atas rumpon, PG12: Datang dari depan, ke samping rumpon, singgah sebentar lalu pergi, PG13 Datang dari depan, langsung pergi, PG14: Datang dari depan, bergerak melingkar, naik turun di atas rumpon, PG15: Datang dari depan, bergerak naik turun di samping dan masuk keluar rumpon, PG16: Datang dari belakang, bergerak naik turun di samping dan di dalam rumpon, PG17: Datang dari depan, berada di atas rumpon, G18 : Datang dari depan, bergerak bolak balik masuk keluar rumpon, G19 : Datang dari depan, berada di atas dan masuk keluar rumpon, PG20: Datang dari depan, bergerak bolak balik melingkari dinding rumpon, PG21: Datang dari depan, bergerak melingkar dan naik turun mengitari dinding rumpon, PG22: Bergerak vertikal di atas rumpon, dan PG23: Datang dari depan, berada di pertengahan dan masuk keluar rumpon.

Page 130: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

109

Tabel 23 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar bubu Pola renang Jenis ikan Jumlah

spesies Proporsi

(%) Soliter Centropyge tibicens, Pomacanthus acanthops,

Scarus ghobban, S. Bleekeri, Myripristis sp, Acanthurus mata, A. bariena, Naso tuberosus, Thalassoma lunare, Labroides bicolor, Hemigymnus melapterus, Hologymnosus doliatus, Chaetodon kleinii, Himantura uarnak, Amblyglyphidodon curacao, Balistapus undulatus, Rhinecanthus sp, Pterois volitans, Halichoeres ornattisimus, Parupeneus multifasciatus, Plectorhinchus lineatus, Pentapodus caninus, Epinephelus merra, Chaetodon meyeri, C. robustus, dan Gymnothorax javanicus

26 55

Bergerombol Abudefduf bengalensis, Chromis demidiata, C. lepidolepis, C. ovalis, C. margaritifer, Stegastes fasciolatus, Chrysiptera rollandi, C. talboti, Apogon kallopterus, A. aureus, Malacanthus sp, Ctenochaetus striatus, Pterocaesio lativittata, Caesio terres dan Lethrinus lentjam

15 32

Berpasangan Dascyllus aruanus, D. Trimaculatus, A. bariena, Siganus corallinus, Chaetodon kleinii, dan Parupeneus multifasciatus

6 13

Total 47

SoliterBergerombol

Berpasangan

Jumlah spesies

Proporsi (%)0

10

20

30

40

50

60

Jum

lah

spes

ies

Pola renang

Jumlah spesies

Proporsi (%)

Gambar 27 Proporsi pola renang ikan karang di bubu.

Page 131: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

110

4.3.7.2.2 Pola gerak

Penentuan pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar alat

tangkap bubu berdasarkan parameter gerakan ditemukan umumnya ikan karang

datang dari depan sebanyak 37 spesies (79%), kemudian bergerak naik turun 24

spesies (50,06 %), berada diatas sebanyak 21 spesies (45%) dan di samping

bubu sebanyak 30 spesies (64%) ( Tabel 24, Lampiran 13). ). Pola gerak yang

diperlihatkan ikan karang di sekitar alat tangkap bubu memberikan peluang ikan

akan mudah masuk ke dalam bubu pada pola gerak (PG): 4, 6, 8, 9, 10, 11, 13,

15, dan 16, sedangkan pola gerak (PG) : 1, 2, 3, 5, 7, 12, dan 14 ikan akan sulit

masuk karena posisi bubu berada di dasar perairan.

Ada 3 paramater gerakan yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan

pola gerak ikan karang yang hadir di bubu yaitu arah renang ( datang dari depan,

samping dan belakang), pola gerakan (melawan arus, bergerak naik turun,

bergerak bolak balik,menyusuri dinding bubu dan menyusuri dinding bubu searah

jarum jam) dan posisi ikan terhadap bubu (atas, samping, depan mulut bubu, di

dasar datang langsung pergi). Kombinasi dari ketiga hal tersebut akan

menghasilkan 75 pola gerak ikan karang yang hadir di bubu. Walaupun dari

sekian pola gerak tersebut mungkin ada pola gerak yang tidak mungkin dilakukan

oleh ikan karang yang hadir di bubu. Berdasarkan parameter gerakan ikan

kemudian disesuaikan dengan pola gerak yang dilakukan oleh 47 spesies ikan

karang yang hadir di bubu ternyata ditemukan hanya ada 16 pola gerak

(Gambar 28). Klasifikasi pola gerak ikan karang yang hadir di bubu berdasarkan

parameter gerakan disajikan pada Tabel 24. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa

dari 47 spesies ikan karang yang hadir di rumpon ternyata pola gerak 1 (PG1)

lebih banyak dilakukan oleh ikan karang sebanyak 7 spesies (15%) dibandingkan

dengan bentuk pola gerak lainnya. Dengan mengetahui bentuk pola gerak ikan

karang yang hadir di bubu maka informasi ini dapat dipakai untuk memilih alat

tangkap mana yang cocok dalam penangkapan ikan karang.

Page 132: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

111

Tabel 24 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar bubu berdasarkan parameter gerakan

Arah renang Pola gerakan Posisi ikan terhadap bubuPolagerak(PG)

Depan Samping Belakang Melawanarus

Naikturun

Bolakbalik

Menyusuridinding

bubu

Menyusuridinding

bubusearah

jarum jam

Atas Sampng Depanmulutbubu

Dasar Langsungpergi

Jumlah Proporsi(%)

PG1 √ √ √ 7 15PG2 √ √ √ √ √ 6 13PG3 √ √ √ √ 6 13PG4 √ √ 5 11PG5 √ √ √ √ 4 9PG6 √ √ 4 9PG7 √ √ √ √ 3 6PG8 √ √ √ 2 4PG9 √ √ 2 4

PG10 √ √ 2 4PG11 √ √ √ 1 2PG12 √ √ 1 2PG13 √ √ 1 2PG14 √ 1 2PG15 √ √ √ √ 1 2PG16 √ √ 1 2Keterangan : PG : Pola Gerak

Page 133: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

112

Selanjutnya dari 47 spesies ikan karang yang hadir di rumpon kemudian

dipisahkan lagi menurut kelompok ikan diperoleh famili utama (mayor) yang

hadir sebanyak 16 spesies ternyata ada 6 spesies yang melakukan pola gerak yang

dominan datang dari belakang, melawan arus,bergerak naik turun di atas dan di

samping bubu, sedangkan spesies lainnya mempunyai proporsi pola gerak yang

lebih kecil. Ikan target berjumlah 16 spesies ternyata ada 3 spesies yang dominan

melakukan pola gerak datang dari belakang, melawan arus, bergerak bergerak

naik turun di atas bubu, sedangkan spesies lainnya mempunyai proporsi pola

gerak lebih kecil Selanjutnya ikan indikator berjumlah 2 spesies ternyata masing-

masing spesies melakukan pola gerak datang dari depan bergerak naik turun di

atas bubu dan datang dari depan bergerak bolak balik di atas dan di samping

rumpon. Non ikan karang berjumlah 2 spesies dengan bentuk pola gerak datang

dari depan di sampng bubu dan datang dari depan menyusuri dinding bubu

(Tabel 25). Dengan mengetahui bentuk pola gerak ikan karang yang hadir di

bubu, maka informasi ini dapat dipakai untuk memilih alat tangkap mana yang

cocok dioperasikan bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang.

Tabel 25 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir di

sekitar bubu berdasarkan parameter gerakan

Parameter gerakan ikan Jumlah spesies

Proporsi (%)

A.Arah renang 1. Depan 37 79 2. Samping 1 2 3. Belakang 10 21

B.Pola gerak 1. Melawan arus 9 19 2. Naik turun 24 50 3. B4. olak balik

5 11

5. Menyusuri dinding bubu 6 13 6. Menyusuri dinding bubu searah jarum jam 2 4

C.Posisi ikan dengan bubu 1. Atas 21 45 2. Samping 30 64 3. Depan mulut bubu 1 2 4. Dasar 1 2 5. Langsung pergi 6 13

Page 134: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

113

PG 13

PG 9

PG 6

PG 2

PG 7

PG 8

PG 1

PG 3 PG 4

PG 5

PG 10

PG 12

PG 14

PG 11

PG 16 PG 15

Bubu yang dipasang di perairan tentu akan mempengaruhi pola tingkah laku

ikan. Ikan-ikan tersebut akan tertarik atau terespons untuk mendekati bubu dan

berkumpul sehingga terjadi akumulasi populasi ikan. Pengaruh terhadap tingkah

laku ikan nampak pada pola gerak dan lama waktu ikan berada di sekitar bubu.

Dari informasi tersebut dapat diklasifikasikan apakah setiap spesies ikan yang

hadir di bubu bersifat menetap (resident), tidak menetap (non resident) termasuk

transit dan visitor (Tabel 26). Klasifikasi tingkah laku ikan dikaitkan antara pola

gerak dan lama waktu ikan hadir di bubu menentukan setiap spesies ikan menetap

(resident), tidak menetap (non resident) termasuk transit dan visitor.

PG1 : Datang dari depan, bergerak naik turun diatas bubu, PG2 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun diatas dan disamping bubu, PG3 : Datang dari depan, bergerak naik turun diatas dan di samping bubu, PG4 : Datang dari depan, langsung pergi, PG5: Datang dari depan, bergerak bolak balik di atas dan di samping bubu, PG6 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu, PG7 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun di atas bubu, PG8 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu berada di samping bubu, PG9 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu searah jarum jam, PG10:Datang dari depan, di samping bubu, PG11: Datang dari depan, disamping dan di dasar bubu, PG12: Datang dari depan, berada diatas bubu, PG13: Datang dari samping bubu, dan bergerak naik turun, PG14: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik, diatas dan disamping bubu, PG15: Datang dari belakang di samping bubu, dan PG16: Datang dari depan,di depan mulut bubu.

Gambar 28 Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar bubu.

Page 135: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

114

Tabel 26 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di bubu berdasarkan

pola gerak dan lama waktu

Klasifikasi Tidak menetap (Non resident)

Simbol Pola Gerak Menetap

(Resident) Transit (Transient)

Visitor

PG1 √ √PG2 √PG3 √ √PG4 √ √PG5 √PG6 √PG7 √ √PG8 √ √PG9 √PG10 √PG11 √PG12 √PG13 √PG14 √PG15 √PG16 √

Ikan karang yang hadir di bubu umumnya bersifat menetap. Namun ada

juga yang bersifat transit dan visitor tetapi ada pula yang bersifat menetap dan

transit maupun transit dan visitor. Perbedaan ini sangat ditentukan oleh sifat

masing-masing spesies ikan.

4.3.7.2.3 Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap

bubu

Kehadiran ikan karang di sekitar alat tangkap bubu dan rumpon

memperlihatkan karakteristik penyebaran di kolom air berbeda-beda. Posisi ikan

karang di kolom air berbeda dengan ikan pelagis. Perbedaan ini bisa terlihat dari

sebaran lapisan renang (swimming layer) setiap jenis ikan karang sangat

heterogen. Lapisan renang yang diperlihatkan masing-masing setiap kelompok

ikan karang ada yang berada dekat permukaan perairan, diatas, disamping dan di

dasar bubu dan rumpon. Perbedaan lapisan renang pada berbagai jenis ikan karang

merupakan salah satu faktor yang menentukan jenis-jenis ikan karang mana yang

Page 136: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

115

akan lebih banyak mendekati bubu dan akhirnya tertangkap. Mengingat kecepatan

renang ikan karang agak lambat maka ada kemungkingan ikan yang berada pada

posisi dekat dengan alat tangkap bubu dan rumpon akan lebih mudah mendekati

alat tangkap bubu dan peluang tertangkap lebih besar.

Penyebaran ikan karang pada setiap lapisan kedalaman juga tentu akan

mempengaruhi batas pandang (visibilty) terhadap posisi alat tangkap di kolom air.

Batas pandang ikan karang inilah yang menentukan ikan karang mampu melihat

alat tangkap dan sejauh mana ikan karang tertarik pada alat tangkap bubu dan

rumpon sehingga ikan karang akan terespons untuk mendekati alat tangkap

tersebut. Selain itu bentuk pola renang yang diperlihatkan setiap spesies ikan

karang juga sangat unik ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan,

sedangkan jarak (radius) dan pola gerak ikan di sekitar rumpon dan bubu begitu

bervariasi. Faktor ini pula menentukan bagaimana tingkat ketertarikan ikan karang

terhadap alat tangkap bubu dan berapa peluang jumlah ikan yang akan tertangkap

pada alat tangkap bubu.

Pola interaksi yang diperlihatkan ikan karang merupakan suatu hal yang

menarik dalam menggambarkan bagaimana setiap jenis ikan karang terpengaruh

atau tidak terhadap zona pengaruh alat tangkap bubu. Menurut Nikonorov (1975),

zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang mempengaruhi tingkah laku ikan saat

operasi penangkapan dilakukan ada tiga macam yaitu :

(1) Zone of influence adalah area pengaruh alat tangkap terhadap tingkah

laku ikan.;

(2) Zone of action adalah area yang dihasilkan alat tangkap diarahkan ke

kumpulan ikan; dan

(3) Zone of retention adalah area di mana alat tangkap dapat menahan

ikan sehingga tidak terlepas.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diilustrasikan mekanisme ikan karang

terpengaruh pada ketiga zona pengaruh alat tangkap bubu disajikan pada Gambar

29.

Page 137: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

116

Dari gambar tersebut di atas bila penempatan rumpon diperbanyak

bersama bubu dengan jaraknya diatur sedemikian rupa, maka diharapkan zone of

influence alat tangkap bubu akan semakin diperluas.

Penentuan ikan karang memasuki wilayah/area/zona pengaruh (zone of

influence) alat tangkap bubu hanya dilakukan secara umum berdasarkan

hubungan radius ikan dengan pola gerak yang diperlihatkan masing-masing

spesies ikan pada setiap kelompok pola gerak. Dari data radius dan pola gerak

dapat diklasifikasikan ada empat pola interaksi ikan karang terhadap zona

pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu untuk posisi ikan (1) dekat

permukaan perairan, (2) diatas, (3) di samping, dan (4) di dasar bubu (Gambar

30).

Keterangan : 1. Zona I : Zone of influence (di sekitar bubu) 2. Zona II : Zone of action ( bidang luar dari lengkung mulut bubu) 3. Zone III : Zone of retention ( ruang di dalam bubu)

Gambar 29 Zonasi sebaran ikan karang pada zone of influnce, zone of action dan zone of retention alat tangkap bubu berdasarkan hasil penelitian.

Zona II

Zona III Zona IZona III

Page 138: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

117

Keterangan : R : Radius zone of influence

Gambar (1) memperlihatkan bahwa ikan bisa saja tidak terpengaruh untuk

mendekati alat tangkap karena posisi ikan lebih jauh diatas bubu dan rumpon

sehingga kemampuan untuk melihat bubu dan rumpon agak terbatas. Hal ini bisa

terjadi bila ada pengaruh lingkungan sekitar karena dikejar predator atau

perubahan sifat fisik perairan seperti arus sehingga akan merubah pola renang

ikan akhirnya gerombolan ikan akan terpencar dan mendekati bubu dan rumpon.

Gambar (2) memperlihatkan bahwa ikan akan terpengaruh untuk mendekati bubu

dan rumpon karena posisi tidak begitu jauh namun pada beberapa spesies visitor

bisa saja hanya numpang lewat dan tidak terpengaruh mendekati bubu dan

rumpon. Gambar (3) dan (4) memperlihatkan bahwa ikan akan mudah terpengaruh

karena jarak ikan dengan alat tangkap bubu lebih dekat.

Gambar 30 Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu untuk posisi ikan (1) dekat permukaan perairan, (2) di atas, (3) di samping, dan (4) di dasar bubu berdasarkan hasil penelitian.

R4

2 R

3 R

1R

Page 139: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

118

4.3.8 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam Bubu

4.3.8.1 Pola renang

Pola renang ikan karang di luar dan di dalam bubu berbeda-beda menurut

jenis ikan (Tabel 27). Beberapa pola renang yang diperlihatkan oleh berbagai jenis

ikan karang yang diamati meliputi :

1. Ikan karang yang memiliki pola renang soliter seperti Thalassoma lunare,

Chaetodon kleinii, Centropyge bicolor, Zebrasoma scopas, Cantherhines

pardalis, Scarus ghobban, Cheilinus diagrammus, Cirrithicthys sp, Naso

tuberosus, Sargosentron sp, dan Dascyllus albisella.

2. Ikan karang yang memiliki pola renang bergerombol seperti

Amblyglyphidodon curacao, Chromis lepidolepis, dan Ctenochaetus striatus.

3. Ikan karang yang memiliki pola renang berpasangan Chaetodon kleinii, C.

melanotus, Chrysiptera talboti, dan Cheilinus trilobatus.

Dari uraian di atas terlihat bahwa jenis ikan karang yang melakukan pola

renang ikan secara soliter lebih dominan (59%) bila dibandingkan dengan pola

renang ikan yang bergerombol dan berpasangan. Namun ada beberapa jenis ikan

yang mempunyai pola renang ganda seperti Chaetodon kleinii memiliki pola

renang soliter dan berpasangan.

Tabel 27 Pola renang ikan karang di luar dan di dalam bubu

Pola Renang No Jenis Ikan Soliter Bergerombol Berpasangan

1. Thalassoma lunare √2. Chaetodon kleinii √3. Amblyglyphidodon

curacao √

4. Centropyge bicolor √5. Zebrasoma scopas √6. Chrysiptera talboti √7. Chromis lepidolepis √8. Cheilinus diagrammus √9. Ctenochaetus striatus √10. Cantherhines pardalis √11. Cirrithicthys sp √12. Cheilinus trilobatus √

Page 140: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

119

Tabel 27 (Lanjutan)

Pola Renang No Jenis Ikan Soliter Bergerombol Berpasangan

13. Naso tuberosus √14. Chaetodon melanotus √15. Sargocentron sp √16. Dascyllus albisella √17. Scarus ghobban √

Total 10 3 4 Proporsi (%) 59 18 25

4.3.8.2 Pola gerak

Pola gerak setiap ikan karang di luar dan di dalam bubu yang diamati di

dalam keramba disajikan pada Gambar 31 dan Lampiran 14. Beberapa tingkah

laku ikan karang di luar bubu yang sampai akhir pengamatan tidak pernah masuk

ke dalam bubu diantaranya :

1. Siganus argenteus : ikan ini bersifat soliter, bergerak dan berlindung di atas

bubu sambil diam. Ikan ini sering berubah warna mirip bunglon. Ketika

berada pada substrat maka warna tubuh akan berubah. Saat warna tubuh

berubah pada matanya sering mengeluarkan selapur lendir putih bening.

2. Scarus schlegeli : ikan ini bersifat soliter, dimana pada siang hari bergerak

hanya di dasar bubu dan berdiam diri.

3. Epinephelus macrodon : ikan ini bersifat soliter, bergerak dan berlindung

di dasar bubu, dan kelihatan baru aktif bergerak setelah hari menjelang sore.

Ikan kerapu ini termasuk jenis ikan yang pergerakannya lambat. Hal ini dapat

di lihat dari pola gerakannya yang dilakukan di dalam keramba.

4. Canthigaster valentini dan C. solandri : kedua ikan ini bersifat soliter,

bermain di depan bubu lalu masuk dari samping kiri atau kanan ke dalam

mulut bubu dan berputar-putar dalam mulut bubu, kemudian keluar.

5. Epinephelus fasciatus : ikan ini bersifat soliter, berenang di samping dasar

bubu.

6. Coradion chrysozonus : ikan ini bersifat soliter, bergerak pada sudut-sudut

dinding bubu sambil bergerak naik turun.

Page 141: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

120

Gambar 31 Pola gerak (PG) ikan karang di luar dan di dalam bubu dalam ruang tertutup (Keramba).

PG16. Dascyllus albisella PG17. Scarus ghobban

PG1. Thalassoma lunare PG2. Chaetodon kleinii PG3. Amblyglyphidodon curacao

PG4. Centropyge bicolor PG5. Zebrasoma scopas PG6. Chrysiptera talboti

PG7. Chromis lepidolepis PG8. Cheilinus diagrammus PG9. Ctenochaetus striatus

PG10. Cantherhines pardalis PG11. Cirrithicthys sp PG12. Cheilinus trilobatus

PG13. Naso tuberosus PG14. Chaetodon melanotus PG15. Sargocentron sp

Page 142: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

121

4.3.8.3 Lama waktu ikan karang masuk ke dalam bubu dan meloloskan diri

Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan jenis ikan karang yang masuk

dan meloloskan diri dari alat tangkap bubu disajikan pada Lampiran 15. Ternyata

ikan masuk ke alat tangkap bubu membutuhkan lama waktu berbeda-berbeda.

Dari data tersebut dapat dikelompokkan jenis-jenis ikan karang berdasarkan lama

waktu hadir di luar dan di dalam bubu sebagai berikut:

1) Kisaran waktu antara 0 – 50 menit terdiri dari Thalassoma lunare,

Chaetodon kleinii dan Centrpyge bicolor.

2) Kisaran waktu 50 – 100 menit terdiri dari Chaetodon kleinii,

Amblyglyphidodon curacao, Zebrasoma scopas, Cantherhines pardalis,

dan Ctenochaetus striatus.

3) Kisaran waktu 100 – 150 menit terdiri dari Chromis lepidolepis,

Ctenochaetus striatus, Cantherhines pardalis, dan Scarus ghobban.

4) Kisaran waktu > 150 menit terdiri dari Chrysiptera talboti, Cheilinus

diagrammus, Ctenochaetus striatus, Cantherhines pardalis, Cirrhithicthys

sp, Cheilinus trilobatus, Naso tuberosus, Chaetodon melanotus,

Sargocentron sp, dan Dascyllus albisella.

Dari data tersebut terlihat bahwa ikan yang terespons lebih cepat masuk ke

dalam bubu adalah Thalassoma lunare, Chaetodon kleinii dan Centropyge

bicolor. Selanjutnya jenis ikan yang meloloskan diri dari dalam bubu dengan

catatan waktu tercepat antara 0 – 50 menit adalah Chaetodon melanotus dan

Sargocentron sp, sedangkan 50 – 100 menit adalah Chromis lepidolepis, dan

lebih dari 100 menit adalah Thalassoma lunare dan Chaetodon kleinii.

4.4 Pembahasan

4.4.1 Rumpon sebagai atraktor pengumpul ikan

Rumpon yang dipakai dalam penelitian adalah rumpon dasar. Rumpon dasar

memiliki beberapa komponen utama antara lain: rangka rumpon, tali temali,

atraktor, jangkar dan pelampung tanda. Rangka rumpon berbentuk prisma.

Atraktor diikat pada rangka bambu sehingga bentuknya seperti rumah.

Page 143: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

122

Rumpon ini ditempatkan di dasar perairan dengan cara dijangkar. Jangkarnya

terbuat dari beton dan ditempatkan pada ke dalam 10 m.

Menurut defenisi rumpon adalah konstruksi yang dibuat untuk membantu

proses penangkapan ikan agar bisa berjalan secara efisien dan efektif. Rumpon

merupakan alat pemikat ikan yang digunakan untuk mengkonsentarsi ikan

sehingga operasi penangkapan ikan dapat dilakukan dengan mudah (Subani, 1972,

diacu oleh Girsang, 2004).

Untuk memikat ikan berkumpul di rumpon baik permukaan atau yang

ditempat di dasar perairan perlu atraktor atau alat pemikat. Menurut Boy dan

Smith (1974) diacu oleh Girsang (2004) menerangkan bahwa atraktor

(appendage) dapat berupa daun kelapa, tyrewall, jaring dan kumpulan tali temali

yang diikat pada rakit untuk meningkatkan efektivitas rumpon dalam memikat

kelompok ikan. Idealnya atraktor diikat pada jarak 5 sampai 20 m di bawah laut,

sehingga pada keadaan ini merupakan primary production dan permulaan

terjadinya rantai makan (food web). Atraktor akan menghimpun sumber makanan

bagi ikan-ikan kecil, kemudian akan dimangsa oleh ikan-ikan sedang dan pada

akhirnya berkumpul ikan-ikan besar.

Atraktor rumpon yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari daun

lontar (Borrasus flabellifer) dan daun gewang/gebang (Corypha gebanga).

Pemilihan daun lontar dan daun gewang sebagai atraktor, karena tumbuhan ini

banyak tumbuh di lokasi penelitian. Kedua jenis pohon ini memiliki nilai

ekonomis bagi masyarakat di Nusa Tenggara Timur, di mana air sedapan pohon

lontar dapat dibuat nira dan juga diproses untuk membuat gula merah. Buah

mentah diambil untuk dijual dan daunnya dikeringkan untuk membuat atap

rumah, sedangkan batangnya digunakan untuk membuat rangka rumah. Pelepah

pohon gewang diambil oleh masyarakat setempat dan dikeringkan untuk membuat

dinding rumah, sedangkan daunnya digunakan untuk membuat atap rumah.

Pohon lontar dan pohon gewang termasuk tumbuhan palem merupakan

salah satu tumbuhan tingkat tinggi termasuk dalam kelas tumbuhan berkeping satu

(Monocotyledoneae) (Witono, 1998). Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (1980) diacu oleh Wiradika (2006), marga palem yang banyak ditemui

Page 144: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

123

di Indonesia adalah Corypha, Borrasus, Nypa, Metroxylon, Salacca, Cocos,

Arenga dan Caryota.

Daun lontar dan daun gewang memiliki tekstur yang berbeda. Daun lontar

terkesan lebih tebal dan kaku, tangkainya tidak terlalu panjang, bagian tepinya

licin, helaian daun berbentuk kipas yang berlipat-lipat pada bagian tengahnya.

Menurut Witono (1998), daun gewang memiliki tangkai panjang dan berduri

dibagian tepinya, helaian daun berbentuk kipas berlipat-lipat pada bagian

tengahnya, tebal dan kaku.

Perifiton yang menempel pada atraktor lontar dan gewang memiliki

keragaman taksa berbeda-beda. Menempelnya perifiton pada kedua jenis atraktor

merupakan rangkaian dari proses kolonisasi. Hasil penelitian Risamasu (2000)

mengemukakan bahwa jenis-jenis perifiton yang menempel pada terumbu karang

buatan modul kayu, bambu dan beton di perairan Hansisi Semau, Kupang secara

keseluruhan berjumlah 145 spesies dengan perincian Kelas Bacillariophyceae

berjumlah 51 spesies, Moluska 16 spesies, Chlorophyceae 15 spesies, Arthropoda

14 spesies, Dinophyceae 12 spesies, Protozoa 10 spesies, Cyanophyceae 7

spesies, Porifera dan Tunicata masing-masing 5 spesies, Bacteria 3 spesies,

Rhizopoda 2 spesies serta Echinodermata, Rhodophyta, Bryozoa, Euglenophyta,

dan Nematoda masing-masing 1 spesies. Dari hasil penelitian tersebut ternyata

kelas Bacillariophyceae yang mendominasi jenis-jenis perifiton yang menempel

pada terumbu karang buatan baik dari modul kayu, bambu maupun beton.

Selanjutnya hasil penelitian Girsang (2004), mengemukanan tentang jenis-

jenis perifiton yang menempel pada rumpon menggunakan atarktor daun kelapa,

daun nipah, daun pinang (bahan alami) dan tali rafia (bahan sintesis) dari lima kali

pengamatan ditemukan ada 38 genus (25 algae dan 13 avertebrata). Kelas

perifiton yang hadir paling banyak pada keempat atraktor rumpon adalah kelas

Bacillariophyceae sebanyak 22 genus (57,90 %), selanjutnya diikuti oleh kelas

Copepoda sebanyak 7 genus (18,42 %), Dinophyceae sebanyak 3 genus (7,90 %),

Sarcodina sebanyak 2 genus (5,26 %), Chrysophyceae, Ciliata, Rotifera,

Polychaeta san Sagittidae masing-masing sebanyak 1 genus (2,63 %). Keragaman

taksa yang hadir pada masing-masing atraktor terlihat bahwa atraktor dari daun

Page 145: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

124

pinang merupakan atraktor yang ditumbuhi perition algae paling banyak sebanyak

22 genus, sedangkan atraktor daun kelapa, daun nipah dan tali rafia masing-

masing terdiri dari 17, 16 dan 15 genus.

Dari hasil analisis nilai indeks Keragaman (H'), Keseragaman (E) dan

Dominansi (C) perifiton menunjukkan bahwa keragaman perifon umumnya

rendah, keseragaman berada pada kondisi labil sampai stabil dan dominansi

spesies umumnya rendah. Nilai keragaman perifiton pada lokasi L1 dan L2

umumnya kecil, sedangkan komunitas perifiton berada pada kondisi labil sampai

stabil serta tidak ada dominansi spesies perifiton di dalam komunitasnya, kecuali

pada rumpon gewang di lokasi L1 ada dominansi spesies perifiton di dalam

komunitasnya karena nilai C hampir mendekati 1. Terjadinya fluktuasi spesies

perifiton tersebut menunjukkan adanya persaingan spesies yang cukup tinggi dan

laju jenis yang rendah (menurun) memberikan peluang pada beberapa jenis

perifiton untuk meningkatkan populasinya (proses suksesi).

Menurut Brower dan Sar (1990) mengemukakan bahwa keanekaragaman

menunjukkan keberadaan suatu spesies dalam suatu ekosistem. Tingginya

keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem seimbang dan memberikan

peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang merusak

ekosistem. Brower dan Sar (1990) mengemukakan bahwa keseragaman sebagai

keseimbangan dari komposisi individu dari tiap spesies yang terdapat dalam suatu

komunitas. Jika keseragaman mendekati minimum, maka dalam komunitas

tersebut terjadi dominansi spesies dan sebaliknya jika keseragaman mendekati

maksimum, maka komunitas berada dalam kondisi yang relatif mantap. Didalam

komunitas jenis-jenis yang mengendalikan komunitas merupakan jenis yang

dominan. Hilangnya jenis-jenis dominan akan menimbulkan perubahan penting

tidak hanya pada komunitas biotiknya, tetapi juga lingkungan fisiknya (Odum,

1971). Spesies yang dominan di dalam suatu komunitas memperlihatkan kekuatan

spesies itu dibanding spesies.

Dari hasil uji coba ternyata tahwa kedua atraktor ini memberikan kontribusi

yang tidak jauh berbeda bagi penempelan perifiton sebagai sumber makanan bagi

ikan karang. Kalau dilihat dari lokasi penempatan rumpon ternyata perifiton lebih

Page 146: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

125

banyak menempel pada atraktor gewang di lokasi L1 dan L2 kemudian diikuti

oleh rumpon lontar kecil di lokasi L1 dan L2 dan terendah pada rumpon lontar

besar pada lokasi L1 dan L2. Ternyata substrat tempat penempelan perifiton

sangat berpengaruh. Selain itu, salah satu faktor yang sangat berpengaruh

terhadap penempelan perifiton adalah arus. Hal ini dikaitkan dengan kondisi arus

di lokasi L1 lebih kuat bila dibandingkan dengan di lokasi L2. Arus merupakan

salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyebaran dan pertumbuhan

perifiton. Arus akan membawa massa air yang mengandung nutrien yang penting

untuk menunjang pertumbuhan perifiton. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa

kualitas perairan sangat memegang peranan pnting bagi pertumbuhan perifiton.

Menurut Wetzel (1979) menyebutkan bahwa jenis-jenis alga yang

menempel pada umumnya mendominasi perairan berarus kuat. Berkurangnya

kecepatan arus akan meningkatkan keragaman organisme yang melekat,

sedangkan dari segi biomassa dan produksi perifiton akumulasi biomassa lebih

cepat pada perairan berarus cepat, tetapi total biomassa cenderung seimbang baik

pada perairan berarus kuat maupun lambat.

Selain faktor tersebut, ada juga faktor lain yang turut berpengaruh terhadap

pertumbuhan perifiton adalah sinar matahari, suhu perairan dan unsur hara. Hal ini

didukung dengan kecerahan perairan sangat baik untuk penetrasi cahaya

matahari, suhu perairan mendukung dan adanya arus menyebabkan terjadinya

percampuran massa air membuat perairan sekitar lokasi penelitian kaya akan zat

hara untuk memacuh pertumbuhan perifiton. Faktor yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan perifiton antara lain: sinar matahari, suhu, kecepatan arus dan unsur

hara.

Kehadiran perifiton sebagai sumber makan di rumpon akan menciptakan

suatu kehidupan baru bagi ikan karang. Dengan demikian, ikan karang dengan

kemampuan indera penglihatannya akan tertarik mendekati dan memanfaatkan

rumpon sebagai tempat mencari makan dan aktivitas lainnya. Keberadaan rumpon

di perairan akan memberikan peluang bagi ikan karang untuk lebih banyak

berkumpul.

Page 147: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

126

Fungsi rumpon sebagai tempat berlindung dan menyediakan makanan bagi

ikan karang nyata terlihat bahwa ada beberapa jenis ikan yang masuk keluar

rumpon sambil makan perifiton di atraktor rumpon. Hal ini menandakan bahwa

rumpon mampu menarik ikan-ikan untuk datang mendekat dan menetap sehingga

memberikan peluang untuk ikan-ikan tersebut beruaya ke arah alat tangkap bubu.

Pengoperasian bubu di sekitar rumpon sangat membantu untuk menarik ikan-ikan

datang mendekati bubu, masuk ke bubu dan akhirnya tertangkap.

4.4.2 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis, sebaran dan jumlah jenis ikan

karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon

dan tanpa rumpon, diamati pada pagi, siang dan sore hari berbeda-beda.

Perbedaan ini disebabkan ikan karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu

memiliki pola renang yang berbeda-beda, ada yang soliter, berpasangan dan

bergerombol. Beberapa jenis ikan karang tertentu biasanya bermigrasi secara

bergerombol di sekitar alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon

maupun tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 seperti Abudefduf bengalensis,

Chromis ovalis, Apogon kallopterus, Pterocaesio lativittata, Ctenochaetus

striatus, Pentapodus caninus, dan Chaetodon kleinii, sedangkan jenis yang lain

hadir dalam jumlah sedikit.

Jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar rumpon

dan bubu berbeda-beda disebabkan ada beberapa spesies ikan dari kelompok

famili utama (mayor) terutama famili Pomacentridae biasanya hadir dalam jumlah

banyak. Kelompok famili utama (mayor) lebih banyak hadir di rumpon dan bubu

karena kelompok ikan ini biasanya ditemukan dalam jumlah banyak di terumbu

karang seperti famili Caesionidae, Scaridae, Pomacentridae, Apogonidae, dan

lain-lain (Terangi, 2004).

Selain itu, karena berbeda pola distribusi harian ikan karang. Secara umum

dikenal ada dua pola distribusi harian ikan karang yakni ikan- ikan diurnal (ikan

siang) dan ikan-ikan nokturnal (ikan malam). Ikan diurnal merupakan kelompok

Page 148: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

127

terbesar di ekosistem terumbu karang. Termasuk ikan diurnal adalah famili

Pomacentridae, Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae,

Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae,Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae dan

Gobiidae. Ikan-ikan tersebut aktif mencari makan di siang hari. Termasuk ikan

nokturnal adalah famili Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Muraenidae,

Scorpaenidae, Serranidae dan Labridae. Ikan-ikan ini aktif mencari makan di

malam hari (Allen dan Steene (1990) diacu oleh Syakur (2000).

Jenis ikan yang biasanya hadir secara bergerombol dalam jumlah banyak

dari famili Pomacentridae. Famili ini merupakan salah satu jenis ikan karang yang

biasanya di temukan dalam jumlah yang banyak di terumbu karang. Abudefduf sp

termasuk ikan yang suka hidup bergerombol dan cenderung berada dekat

permukaan air. Pada daerah yang berarus, ikan ini selalu mengambil posisi

melawan arus. Sikap melawan arus ini juga sering digunakan untuk menyaring

makanan (filter feeder) yang terbawa arus. Ikan ini biasanya aktif mencari makan

siang hari.

Hasil analisis nilai indeks Keragaman (H'), Keseragaman (E) dan

Dominansi (C) ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu menunjukkan bahwa

keragaman ikan karang umumnya kecil, keseragaman berada pada kondisi labil

sampai stabil dan dominansi spesies umumnya rendah. Dari hasil analisis tersebut

dapat dikatakan bahwa ada spesies ikan tertentu yang mendominasi jenis ikan

karang di rumpon dan bubu, namun penyebaran spesies ikan karang umumnya

merata dan kondisi ikan dalam keadaan stabil/ tidak tertekan.

Nilai keragaman spesies ikan karang kecil karena waktu pengamatan

terhadap jumlah ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu dilakukan sejak awal

rumpon dan bubu ditempatkan di perairan. Padahal pada saat itu ikan-ikan baru

mulai tertarik dan berkumpul di rumpon dan bubu sehingga kekayaan spesies dan

jumlah individunya belum stabil. Proses berkumpulnya ikan-ikan di rumpon dan

bubu disebut kolonisasi. Kehadiran spesies ikan yang berkumpul di rumpon dan

bubu tidak seragam setiap waktu dan selalu terjadi pergantian spesies sesuai pola

distribusi dan aktivitas makan. Proses pergantian spesies ikan diganti dengan

spesies lainnya disebut suksesi.

Page 149: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

128

Berdasarkan pola distribusi ikan karang dibagi menjadi dua bagian yaitu

ikan yang melakukan aktivitas ada pada siang hari (ikan diurnal) dan malam hari

(ikan nocturnal). Selanjutnya menurut kebiasaan makan, maka ikan karang dibagi

atas : ikan yang aktif mencari makan pada siang hari (diurnal), ikan yang aktif

mencari makan pada malam hari (nocturnal) dan ikan yang mencari makan

diantara (crespuscular). Perbedaan pola sebaran dan aktifitas kebiasaan makan

turut berpengaruh terhadap jumlah ikan yang hadir di rumpon dan bubu.

Keragaman biota merupakan bukti yang digunakan untuk melihat ada

tidaknya tekanan terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh eksplorasi atau

polusi. Dominansi suatu jenis (yang mampu bertahan) dalam suatu komunitas

biasanya meningkat apabila terjadi suatu kerusakan lingkungan dan sebaliknya

keragaman jenis menurun hingga nol. Ekosistem yang mantap dalam arti

perkembangannya dan tidak ada komponen yang membuat tekanan terhadap

komunitas atau tidak ada kekuatan lain yang memutuskan fungsi masing-masing

komponen dalam ekosistem. Biasanya ditandai dengan keragaman tinggi dan

keseimbangan populasi serasi (Odum, 1975 diacu oleh Edrus dan Syam, 1998).

Keanekaragaman ikan karang ditandai dengan keanekaragaman jenis

dengan berbagai ukuran. Salah satu penyebab tingginya keanekargaman ikan

karang karena variasi habitat di terumbu (Nybakken, 1988). Perairan Indonesia

paling sedikit ada 11 famili utama sebagai penyumbang produksi perikanan yaitu

Caesionidae, Holocentridae, Serranidae, Scaridae, Siganidae, Lethrinidae,

proacanthidae, Labridae, Lutjanidae dan Haemulidae dan Acanthuridae (Hutomo,

1986, diacu oleh Rumajar, 2001).

4.4.3 Tingkah laku ikan karang terhadap rumpon dan bubu

Pengoperasian bubu dalam penangkapan ikan karang biasanya

menggunakan umpan tetapi bisa juga tanpa umpan. Ikan tertarik pada bubu

berumpan tergantung dari enam faktor antara lain: ketertarikan (arousal), lokasi

(location). Kedua faktor ini tergantung pada kemampuan daya tarik umpan.

Selanjutnya tingkah laku di dekat bubu (near field behaviour), masuk (ingress),

Page 150: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

129

aktivitas di dalam bubu( activity inside the pot), dan meloloskan diri (escape).

Keempat faktor ini sangat tergantung pada karakteristik dan disain pintu masuk

serta sesudah ikan berkumpul di luar atau di dalam bubu (Fuverik, 1994 diacu

oleh Archdale et al. 2003).

Pada penelitian ini untuk menggantikan fungsi umpan digunakan rumpon.

Setelah rumpon dan bubu dipasang di perairan ikan-ikan mulai tertarik dan

mendekati rumpon dan bubu. Tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon dan

bubu beranekaragam terutama menyangkut jarak (radius) ikan terhadap rumpon

dan bubu, lama waktu, pola renang, pola gerak, interaksi ikan karang terhadap

zone of influence alat tangkap bubu, serta cara ikan masuk dan meloloskan diri

dari dalam bubu.

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa jarak (radius) ikan karang

terhadap rumpon dan bubu umumnya antara 0 – 2 m. Hal ini berarti ikan-ikan

tersebut mempunyai peluang lebih mudah tertangkap pada alat tangkap bubu

karena posisi rumpon dan bubu berada di dasar perairan. Bila ikan berada antara

rumpon dan bubu dengan jarak yang lebih jauh, maka ikan-ikan akan sulit untuk

tertangkap pada alat tangkap bubu. Jarak ikan karang terhadap rumpon dan bubu

perlu diketahui karena dengan memahami jarak dari masing-masing spesies ikan

karang maka pemasangan bubu di perairan dapat diatur sesuai dengan lapisan

renang (swimming layer) ikan, sehingga ikan akan mudah tertangkap.

Jarak ikan karang terhadap rumpon dan bubu tergantung pula pada

kecepatan renang dari setiap sepesies ikan. Menurut Gunarso (1985), kecepatan

renang merupakan adaptasi pergerakan ikan dimana ikan melakukan berbagai

jenis aktivitas penting untuk mempertahankan hidupnya pada berbagai habitat

yang berbeda-beda. Kecepatan renang dan ukuran tubuh ikan sangat penting

dalam mendeterminasi tingkah laku pergerakan ikan. Selain itu, tergantung jenis

ikan melalukan cara pendekatan terhadap suatu alat tangkap dan karakteristik alat

tangkap tersebut di dalam perairan.

Lama waktu ikan berada di sekitar bubu berbeda-beda menurut jenis. Hal

ini sangat ditentukan dari pola distribusi ikan karang dalam mencari makan. Pola

distribusi harian ikan karang dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu ikan-

Page 151: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

130

ikan diurnal dan nokturnal. Ikan siang (diurnal) merupakan kelompok terbesar di

ekosistem terumbu karang. Yang termasuk kelompok ikan diurnal adalah famili

Pomacentridae, Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae,

Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae, dan

Gobiidae. Mereka makan dan tinggal di permukaan karang serta memakan

plankton yang lewat diatasnya. (Allen dan Steene (1990) diacu oleh Syakur

(2000).

Menurut Iskandar dan Mawardi (1996), aktivitas makan ikan diurnal

dimulai sejak penetrasi cahaya matahari menerangi kolom air di sekitar terumbu

karang. Pada pagi hari aktivitas ikan belum begitu tinggi, tetapi semakin siang

aktivitasnya meningkat. Sebaliknya pada sore aktivitas makan berkurang dan saat

menjelang matahari terbenam mereka menghilang menuju tempat persembunyian.

Aktivitas ikan nokturnal mencari makan saat hari mulai gelap. Ikan-ikan

nokturnal tergolong ikan soliter dimana aktivitas makan dilakukan secara

individu, gerak lambat, cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas dan

banyak menggunakan indera perasa dan penciuman.

Aktifitas utama yang dilakukan ikan diurnal dan nokturnal adalah aktifitas

mencari makan. Aktifitas ini dilakukan baik secara bergerombol maupun sendiri-

sendiri atau berpasangan tergantung pada setiap jenis ikan. Ikan dari famili

Acanthuridae, Siganidae, Chaetodontidae, dan Caesionidae terlihat bergerombol

dalam mencari makan, sedangkan ikan famili Scaridae, Pomacanthidae,

Diodontidae, Labridae dan Lutjanidae umumnya mencari makan secara individu.

Diduga kelompok algae yang melekat pada rumpon dan bubu mendukung

ikan-ikan herbivora untuk mencari makan seperti Acanthuridae, Pomacentridae,

Balistidae, Chaetodotidae, Siganidae, Tetraodontidae, Ostraciontidae, Bleniidae

dan Mugilidae (Nybakken, 1988). Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa

rumpon dan bubu yang dipasang di perairan diandaikan sebagai substrat tempat

berlindung, tempat menyediakan makanan, dan juga untuk aktivitas lainnya yang

dilakukan ikan karang.

Pola renang yang diperlihatkan setiap spesies ikan karang yang hadir di

sekitar rumpon dan bubu berbeda-beda sangat tergantung pada sifat hidup ikan

Page 152: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

131

karang. Sifat hidup ikan karang ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan

(Terangi, 2004). Sifat hidup ini merupakan sifat alami yang dimiliki oleh masing-

masing spesies dari famili tertentu. Pemahaman tentang sifat hidup ikan karang

merupakan salah satu faktor yang menarik untuk memilih alat tangkap yang seuai

dan posisi penempatannya di perairan.

Menurut Irawati (2002), ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara

lain ikan mencoba masuk satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol

lalu mencoba masuk ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian

menyusuri dinding bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun

bagian depan mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa

ikan mengelilingi bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah

menyusuri dinding bubu, ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya

lewat saja.

Pola gerak ikan di sekitar rumpon dan bubu berbeda-beda menurut spesies

ikan. Perbedaan ini sangat tergantung dari sifat hidup ikan karang. Informasi

tentang pola gerak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu masih sangat jarang.

Menurut Baskoro dan Effendy (2005), ikan Torsk (Gadus morua) biasanya

bergerak diatas bubu, sedangkan catfish (Anarhiches lupus) berada di dasar dekat

bubu. Selanjutnya menurut Reiliza (1997), pola gerak Chaetodon octofasciatus

selalu berenang berkelompok, datang ke bubu dari arah depan samping kanan atau

kiri, tidak pernah datang lurus di depan bubu, Heniochus acuminatus berenang

berkelompok, dengan gerak naik turun, dan Sargocentron violaceum bergerak

lambat, masuk ke dalam mulut bubu membuat gerak melingkar dan arah putaran

dipengaruhi arus.

Sesuai pola gerak yang diperlihatkan masing-masing spesies ikan, maka ada

dua cara yang diusulkan untuk memasang bubu di perairan antara lain: (1) Bubu

dapat dipasang di dasar berdasarkan pola gerak (PG) meliputi PG4 : Datang dari

depan, langsung pergi, PG6 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu, PG8 :

Datang dari depan, menyusuri dinding bubu berada di samping bubu, PG9 :

Datang dari depan, menyusuri dinding bubu searah jarum jam, PG10:Datang dari

depan, di samping bubu, PG11: Datang dari depan, di samping dan di dasar

Page 153: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

132

bubu, PG13: Datang dari samping bubu, dan bergerak naik turun, PG15: Datang

dari belakang di samping bubu, dan PG16: Datang dari depan,di depan mulut

bubu, dan (2) Bubu dapat di pasang di pertengahan dan dekat permukaan perairan

berdasarkan pola gerak (PG) meliputi PG1 : Datang dari depan, bergerak naik

turun diatas bubu, PG2 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik

turun diatas dan di samping bubu, PG3 : Datang dari depan, bergerak naik turun

diatas dan di samping bubuPG5: Datang dari depan, bergerak bolak balik di atas

dan di samping bubu, PG7 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik

turun di atas bubu, PG12: Datang dari depan, berada diatas bubu, dan

PG14: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik, diatas dan di samping.

Posisi penempatan bubu di dasar perairan dapat dikombinasi dengan

rumpon dasar tetapi tinggi rumpon dan bubu harus diperhatikan. Untuk posisi

penempatan bubu di pertengahan dan dekat permukaan dapat dilakukan dengan

memasangnya secara vertikal dan dikombinasikan dengan rumpon permukaan.

Pola renang dan pola gerak ikan karang menentukan keefektifan rumpon sebagai

alat pegumpul/pemikat ikan dan bubu sebagai alat penangkap ikan. Informasi ini

penting guna menunjang keberhasilan penggunaan rumpon dan bubu dalam

penangkapan ikan karang.

Ikan karang mampu meloloskan diri dari dalam bubu sangat dipengaruhi

oleh lebar pintu dan bentuk tubuh ikan itu sendiri. Pada penelitian ini terlihat

bahwa ikan yang bertubuh lonjong dan ukurannya kecil lebih mudah meloloskan

diri. Menurut Meyer dan Merriner (1976) diacu oleh Robichaud et al. (1999)

mengemukakan bahwa ikan meloloskan diri dari dalam bubu jaring dipengaruhi

oleh bentuk tubuh, kekuatan tubuh dan kemampuan renang ikan.

Senang tidaknya ikan hadir di rumpon merupakan salah satu faktor utama

dalam mendukung keberhasilan dan keberlanjutan usaha penangkapan ikan.

Khusus untuk alat pengumpul ikan seperti rumpon tentu tingkah laku pola gerak

dan lama waktu ikan hadir di rumpon merupakan faktor penentu ada tidaknya ikan

di rumpon.

Dengan alasan diatas maka dalam mendisain dan menempatkan rumpon di

perairan maka material yang dipilih dan konstruksi bangunan yang dibuat harus

Page 154: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

133

bisa memberikan respon terutama penampakannya di dalam air untuk merangsang

penglihatan ikan agar ikan tertarik dan respon untuk mendekati alat tersebut.

Selain itu rumpon juga harus mampu memberikan rasa nyaman sebagai rumah

untuk ikan-ikan berlindung dan sebagai sumber makanan bagi ikan. Kondisi ini

yang akan menentukan terjadinya akumulasi ikan di rumpon untuk memudahkan

proses penangkapan ikan.

Tingkah laku ikan di zona pengaruh (zone of influence) suatu alat tangkap

berbeda menurut jenis ikan. Ikan karang mempunyai pola pendekatan memasuki

zona pengaruh alat tangkap bubu berbeda-beda. Hasil pengamatan menunjukkan

bahwa ada empat posisi ikan karang berinteraksi terhadap zona pengaruh (zone of

influence) alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon antara lain : ikan

berada dekat permukaan perairan, di atas, di samping dan di dasar bubu. Posisi ini

menentukan dan membedakan pola interaksi setiap jenis ikan karang terhadap

zona pengaruh alat tangkap bubu.

4.4.4 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pola tingkah laku jenis-

jenis ikan karang di sekitar bubu terlihat berbeda-beda menurut jenis. High dan

Beardsley (1970) diacu oleh Baskoro dan Effendy (2005) mengemukakan bahwa

butterfly fish (Chaetodontidae), goatfish, squirrelfish dan parrotfish berenang

melingkar dibandingkan dengan tingkah laku pencarian yang acak/tidak teratur

dari groupers (Serranidae).

Menurut High dan Beardsley (1970) diacu oleh Furevik (1994)

mengemukakan bahwa ada enam alasan ikan tertarik pada bubu selain mengejar

umpan, juga melakukan pergerakan secara acak/tidak beraturan, menggunakan

bubu sebagai tempat tinggal atau berlindung, keingintahuan, tingkah laku sosial

didalam spesies ikan, atau pemangsaan. Beberapa mekanisme tersebut dapat

memberikan kontribusi efisiensi perangkap tidak menggunakan umpan.

Jenis-jenis ikan karang mendekati alat tangkap bubu dengan pola renang dan

pola gerak berbeda-beda. Ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara lain

Page 155: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

134

ikan mencoba masuk satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol lalu

mencoba masuk ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian

menyusuri dinding bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun

bagian depan mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa

ikan mengelilingi bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah

menyusuri dinding bubu, ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya

lewat saja (Irawati, 2002).

Pada saat pengamatan terlihat bahwa tidak semua jenis ikan mendekati dan

masuk ke dalam bubu. Beberapa jenis ikan ada juga yang tidak masuk ke dalam

bubu sampai akhir pengamatan terutama ikan-ikan nokturnal yang hanya berdiam

diri di dasar bubu. Ikan yang tidak masuk ke dalam bubu akan kembali berkumpul

dengan ikan lain yang bergerombol di luar bubu. Ikan tidak jadi masuk ke bubu

karena beberapa sebab diantaranya karena di dalam bubu ada ikan yang menjadi

pesaing, atau jika di alam karena ada ikan pemangsa (predator). Selain itu, karena

ikan tersebut mengikuti pergerakan ikan lain yang menjauhi bubu dan ikan tidak

masuk ke bubu karena ada ikan lain yang menghalangi jalan masuknya (Irawati,

2002)

Tingkah laku ikan kerapu macan dalam bak percobaan terlihat bahwa ikan

mulai masuk ke dalam bubu setelah beberapa saat bubu berada dalam bak. Waktu

yang dibutuhkan oleh ikan untuk masuk ke dalam bubu sangat bervariasi. Saat

penelitian diketahui bahwa ada ikan yang langsung masuk ke dalam bubu, setelah

1 menit dan hingga pengamatan terakhir sekitar 3 jam, ikan tidak pernah masuk ke

dalam bubu. Ikan kerapu macan setelah masuk ke bubu biasanya mencari tempat

bersembunyi dan berdiam diri (istirahat) ataupun bergerombol bersama ikan lain

yang sudah masuk ke dalam bubu sebelumnya. Ikan banyak beristirahat diantara

mulut dan dinding bubu yang membentuk suatu sudut. Ikan ini akan bergerak

cukup aktif di dalam bubu bila belum menemukan tempat yang tepat untuk

beristirahat dan bergerombol. Karena ruang dalam bubu terbatas, ikan sering

bergerombol dalam posisi saling bertumpuk satu sama lain. Selain beristirahat dan

bergerombol, ikan di dalam bubu juga ada yang berkejaran, bergerak mengintari

ruang di dalam bubu, dan bergerak mnegintari mulut bubu (Irawati, 2002)

Page 156: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

135

Menurut Irawati (2002), pola pergerakan ikan di dalam bubu sebagai berikut

: (1) ikan bergerak mengintari ruangan dalam bubu, gerak berputar ini biasanya

searah atau berlawanan jarum jam; (2) ikan bergerak bolak balik dalam bubu; (3)

ikan bergerak ke dalam ruangan bubu dengan berbagai arah setelah ikan

memasuki bubu melalui celah pelolosan; (4) ikan bergerak ke segala arah; dan (5)

ikan mengintari mulut bubu. Posisi ikan bergerombol di dalam bubu yaitu dekat

celah pelolosan; diantara bagian mulut dan dinding bubu membentuk sudut; di

sudut ruangan dalam bubu serta beristirahat (berdiam diri) dalam keadaan

menyebar. Selanjutnya pergerakan ikan akibat interaksi antara ikan yang ada di

dalam dan di luar bubu yaitu bergerak ke suatu arah yang sama ; ikan di dalam

bubu berkumpul di semua sudut dan ikan di luar bubu berkumpul di sekitar sudut

bubu; ikan berkumpul di sekitar celah pelolosan; serta ikan bergerak dari dasar

bak menuju ke atas lalu ke bawah dan dilakukan oleh ikan yang ada di dalam

maupun di luar bubu secara bersamaan.

Menurut Reiliza (1997), ikan kepe-kepe terlihat panik setelah terperangkap

di dalam bubu, gerakannya lebih cepat dan mencari-cari tempat untuk keluar,

karena merasa terkurung dan ruang geraknya terbatas. Ikan kepe-kepe berenang

lincah di dalam bubu dari sudut kiri ke sudut kanan, atau sebaliknya dengan

gerakan mendatar. Gerakan renang yang lincah dan mendatar ini menyebabkan

ikan kepe-kepe dapat meloloskan diri setelah terperangkap kurang lebih 2 jam di

dalam bubu. Gerakan ikan bendera setelah terperangkap di dalam bubu lebih cepat

gerakannya sebelum terperangkap dan terlihat panik. Ikan ini berenang di dalam

bubu dari salah satu sudut bubu ke mulut bubu dengan waktu 5 detik.

Menurut Reiliza (1997), gerakan renang naik turun menyebabkan sampai

akhir pengamatan tidak ada yang meloloskan diri dari bubu. Pengurangan

penutupan karang ternyata berpengaruh terhadap tingkah laku ikan bendera, untuk

mendatangi bubu hanya dalam waktu singkat saja lalu pergi. Ikan raja gantang

yang masuk ke dalam bubu berenang lambat, tidak menunjukkan kepanikan dan

cenderung diam di dasar bubu. Gerak ikan ini di dalam bubu sama dengan

gerakannya di ujung mulut bubu, yaitu hanya berputar-putar melawan arus dan

membutuhkan waktu untuk satu kali berputar 8,5 detik. Ikan raja gantang

Page 157: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

136

termasuk ikan nokturnal. Ikan raja gantang masuk ke bubu yang bagian atasnya

ditutupi karang. Pada saat penutupan karang dikurangi, ikan ini tidak memberikan

respons di depan bubu, tetapi berenang kegundukan karang yang berbentuk atap

di samping bubu dan berlindung disitu.

Reiliza (1997) mengamati tingkah laku ikan kepe-kepe (Chaetodon

octofasciatus), ikan bendera (Heniochus acuminatus) dan ikan raja gantang

(Sargocentron violaceum) terhadap alat tangkap bubu dengan menggunakan

remotely operated vehicles (ROV) ternyata ketiga jenis ikan tersebut mempunyai

tingkah laku yang berbeda.

Hasil pengamatan penelitian ini terlihat bahwa ada beberapa ikan karang

yang sanggup meloloskan diri dari dalam bubu seperti Thalassoma lunare,

Chromis lepidolepis, Chaetodon melanotus dan Sargocentron sp. Ikan-ikan

mampu meloloskan diri dari dalam bubu sangat dipengaruhi oleh lebar pintu

bubu dan bentuk tubuh ikan itu sendiri. Ikan yang bertubuh lonjong, gepeng dan

berukuran kecil mudah meloloskan diri.

Menurut Tirtana (2003) mengatakan bahwa ikan yang masuk ke dalam bubu

bisa meloloskan diri sangat ditentukan oleh tinggi tubuh (body depth) atau lingkar

tubuh (body girth) dan celah pelolosan. Jadi semakin besar tinggi tubuh (body

depth) atau lingkar tubuh (body girth), maka peluang untuk meloloskan diri

semakin kecil, dan bila semakin kecil tinggi tubuh (body depth) atau lingkar tubuh

(body girth), maka peluang untuk meloloskan diri semakin besar (Tirtana, 2003).

Oleh karena itu, dalam membuat konstruksi bubu, maka disain ukuran, bentuk dan

posisi mulut bubu perlu disesuaikan dengan ukuran tubuh ikan. Selain itu, celah

pelolosan perlu juga diperhatikan karena bagian komponen bubu ini dapat

memberikan kesempatan untuk ikan meloloskan diri.

Page 158: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

137

4.5 Kesimpulan dan Saran

4.5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

berikut :

Rumpon mampu mengumpulkan ikan karang sebagaimana terlihat dari

akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Pada bagian atraktor rumpon tumbuh

komunitas perifiton yang potensial sebagai makanan bagi sebagian jenis ikan yang

berkumpul. Perifiton didominasi oleh kelas Bacillariophyceae, namun komposisi

perifiton berbeda diantara kedua jenis atraktor, yaitu atraktor lontar (Borassus

falbellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pada rumpon lontar, jenis perifiton

dominan adalah Leptocylindrus sp. sedangkan pada rumpon gewang/gebang

adalah Chroococcus sp.

Selama penelitian ini, berhasil terkumpul di rumpon sebanyak 1.190

individu ikan karang terdiri atas 62 spesies (42 genus dan 22 famili), di sekitar

bubu sebanyak 1.230 individu, terdiri atas 47 spesies (34 genus dan 20 famili.

Ikan-ikan tersebut umumnya adalah kelompok ikan famili utama (mayor).

Jarak (radius) ikan karang dari rumpon dan bubu umumnya masing-masing

antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon dan bubu umumnya

lebih dari 30 menit (menetap/resident). Pola renang ikan karang di sekitar rumpon

dan bubu umumnya bersifat soliter. Ikan umumnya bergerak mendekati

rumpon/bubu dari arah depan rumpon/depan mulut bubu, kemudian bergerak naik

turun dan berada di atas dan di samping rumpon/bubu. Zona pengaruh (zone of

influence) bubu terhadap ikan ada pada empat posisi, yaitu ikan berada dekat

permukaan, pertengahan, di samping dan di dasar bubu dan rumpon. Tingkah laku

ikan karang di luar bubu, lama waktu ikan karang masuk dan meloloskan diri dari

dalam bubu berbeda menurut jenis ikan.

Page 159: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

138

4.5.2 Saran

Penelitian ini menghasilkan informasi tingkah laku ikan yang masih

terbatas. Di masa depan, beberapa penelitian lanjutan diharapkan dapat

menjelaskan secara rinci:

1) Hubungan antara perifiton dan kehadiran ikan karang di rumpon dan bubu

2) Pola interaksi setiap jenis ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap

bubu yang dioperasikan bersama rumpon

3) Pengaruh pasang surut dan arah arus terhadap posisi penempatan rumpon dan

bubu dalam penangkapan ikan karang.

Page 160: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

5 PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BUBU YANG

DIOPERASIKAN BERSAMA RUMPON DAN TANPA RUMPON

5.1 Pendahuluan

Setiap alat tangkap digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan memiliki

karakteristik tersendiri dan didisain sedemikian rupa, sehingga mudah

dioperasikan terhadap ikan yang menjadi target penangkapan. Prinsip

penangkapan dengan bubu adalah mempermudah ikan untuk masuk dan sulit

untuk keluar.

Bubu termasuk dalam kelompok perangkap. Perangkap adalah salah satu

alat tangkap yang bersifat statis, umumnya berbentuk kurungan, berupa jebakan,

di mana ikan akan mudah masuk tanpa paksaan dan sulit untuk keluar atau lolos

karena dihalangi dengan berbagai cara. Keefektifan dari perangkap tergantung

dari pola migrasi ikan dan tingkah laku renang ikan. Salah satu alat tangkap yang

tergolong ke dalam perangkap adalah bubu. Sistem penangkapan dengan alat

tangkap bubu adalah mempermudah ikan masuk tetapi mempersulit untuk keluar

atau lolos (Baskoro, 2006).

Supaya ikan mudah tertangkap pada alat tangkap bubu, maka perlu suatu

pikatan. Selama ini pikatan yang biasanya digunakan adalah umpan. Namun

dalam beberapa pengalaman penangkapan, bukan saja umpan yang dapat

digunakan sebagai pikatan tetapi bisa juga dengan menggunakan taktik lain

dengan cara menyediakan tempat untuk bersembunyi atau berkumpul. Tempat

bernaung dapat berupa bentuk ikatan dahan-dahan, ranting-ranting atau daun-

daunan. Alat bantu yang biasanya dipakai untuk mengumpulkan ikan pada suatu

area tertentu, kemudian baru dilakukan penangkapan adalah rumpon.

Prinsip penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi

mengumpulkan ikan, tetapi mempermudah agar kawanan ikan tersebut mudah

ditangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki. Diduga ikan tertarik dan

berkumpul di sekitar rumpon karena rumpon berfungsi sebagai tempat berlindung

dan mencari makan. Momen ini dimanfaatkan agar ikan-ikan yang sudah

berkumpul di rumpon akan berupaya mendekati bubu, masuk ke dalam bubu dan

akhirnya terperangkap.

Page 161: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

140

Target penangkapan dengan alat tangkap bubu ditujukan untuk menangkap

ikan karang, udang, kepiting, dan sebagainya. Jenis-jenis ikan karang yang

tertangkap dengan alat tangkap bubu beraneka ragam jenis berasal dari kelompok

famili utama (mayor), ikan target dan ikan indikator. Menurut Subani dan Barus

(1988), ikan-ikan yang tertangkap dengan alat tangkap bubu terdiri dari jenis-jenis

ikan dan udang berkualitas baik seperti kwe (Caranx spp), bronang ( Siganus

spp), kerapu (Epinephelus spp), kakap (Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), ekor

kuning (Caesio spp), kaji (Diagramma spp), lencam (Lethrinus spp), udang

penaeid, udang barong, dan lain-lain.

Sampai saat ini penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama

rumpon belum banyak di praktekkan oleh para nelayan, khususnya nelayan di

desa Hansisi, semau, Kupang. Untuk melihat efisiensi penggunaan bubu bersama

rumpon dalam usaha penangkapan ikan karang, perlu dikaji melalui suatu

penelitian.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh

rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah, maupun ukuran

5.2 Metodologi Penelitian

5.2.1 Prosedur penelitian

Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka untuk mendapatkan data

dilakukan uji coba penangkapan ikan. Penangkapan dilakukan setelah rumpon

berumur satu bulan di perairan. Bubu digunakan dalam penelitian berbentuk

setengah lingkaran (semi circular). Jangkar bubu terbuat dari cor semen berbentuk

empat persegi panjang dengan permukaan agak cembung diikat pada setiap sisi

bubu. Konstruksi bubu dan jangkar dapat dilihat pada Gambar 32.

Page 162: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

141

Kegiatan penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon

maupun tanpa rumpon dilakukan dua kali pada jam yang berbeda. Penangkapan

malam bubu di pasang (setting) jam 18.00 sore dan penarikan (hauling) jam

07.00 pagi hari berikutnya dengan lama perendaman (soaking time) antara jam

18.00 – 07.00 WITA, sedangkan penangkapan siang bubu dipasang (setting) pagi

Gambar 32 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian.

(a) Bubu tampak dari depan (b) Bubu tampak dari samping

(c) Tipe jangkar bubu

Page 163: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

142

hari jam 07.00 pagi dan penarikan (hauling) jam 17.00 sore dengan lama

perendaman (soaking time) antara jam 07.00 – 17.00 WITA. Proses penangkapan

menggunakan perahu bermotor milik nelayan menggunakan mesin merek

Yamaha berkekuatan 40 pK (Gambar 33).

Pengangkatan bubu dilakukan oleh beberapa orang. Setelah bubu ditarik ke

atas kapal, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan hasil tangkapan.

Pengeluaran hasil tangkapan dari dalam bubu dilakukan melalui celah pelolosan.

Proses penarikan dan pengeluaran hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 34.

Gambar 33 Perahu yang digunakan dalam operasi penangkapan.

Page 164: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

143

Ikan hasil tangkap bubu bersama rumpon dan tanpa rumpon di pisahkan

untuk melihat jenis ikan, jumlah masing-masing jenis (individu), dan ukuran

panjang total (total length). Ikan hasil tangkapan yang sudah diamati, kemudian

untuk keperluan identifikasi diambil setiap jenis satu individu. Identifikasi ikan

(a) Proses pengangkatan bubu

(b) Pengambilan hasil tangkapan melalui celah pelolosan.

Gambar 34 Proses pengangkatan (hauling) dan pengambilan hasil tangkapan bubu.

Page 165: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

144

mengikuti petunjuk Gloerfelt dan Kailola (1984); Kuiter (1992); Isa et al.(1998)

dan Allen dan Steene (2002). Dokumentasi gambar ikan karang dari hasil

tangkapan bubu menggunakan kamera.

Pada saat penangkapan dilakukan juga pengukuran parameter lingkungan

lokasi penelitian menggunakan alat ukur Water Checker merk HORIBA. Alat ini

dipakai untuk mengukur DO, pH, suhu, salinitas dan kecerahan, sedangkan untuk

mengukur arah dan kecepatan arus menggunakan gabus yang diikat dengan tali

nylon dan stopwatch. Hasil pengukuran parameter lingkungan perairan pada

lokasi penelitian disajikan pada Tabel 28.

Tabel 28 Parameter lingkungan perairan lokasi penelitian

Parameter Lingkungan Perairan Lokasi Waktu

Pengamatan DO

(ml/l)

pH Suhu

(°t )

Salinitas

(ppm)

Kecerahan

(m)

Kec.

Arus

(m/det)

Arah

Arus

Pagi 0,1-0.2 8.1-8.2 27-28 33 10 04.89 Barat

Siang 0.2 8.2 28-29 33 10 07.55 T – B

L1

Sore 0.2 8.1 28-29 33 10 05.75 T – B

Pagi 0.2 8.1-8.2 27-28 33 10 03.67 Barat

Siang 0.2 8.2 29 33 10 06.76 T – B

L2

Sore 0.2 8.1 27-29 33 10 04.28 T - B

5.2.2 Analisis data

(1) Analisis kelimpahan ikan karang

Analisis kelimpahan ikan karang dimaksud untuk melihat jumlah ikan karang

yang tertangkap pada alat tangkap bubu baik dioperasikan bersama rumpon

maupun tanpa rumpon. Analisis kelimpahan ikan karang mengikuti petunjuk

Odum (1971) (Rumus tertera pada Bab 3)

(2) Analisis statistik

Untuk melihat apakah ada perbedaan hasil tangkapan ikan karang yang

tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa

rumpon pada malam dan siang hari menggunakan uji t yang terdapat pada

perangkat lunak MINITAB versi 13.20.

Page 166: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

145

5.3 Hasil

5.3.1 Jenis dan jumlah hasil tangkapan

Jenis dan sebaran hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan

tanpa rumpon pada waktu penangkapan malam (jam 18.00-07.00) dan siang (jam

07.00-17.00) secara keseluruhan berjumlah 107 spesies, 54 genus dan 22 famili

(Tabel 29). Kelompok famili utama (mayor) terdiri dari 54 spesies, 32 genus dan

15 famili, kelompok target terdiri dari 49 spesies, 20 genus 6 famili dan

kelompok indikator terdiri dari 4 spesies, 2 genus dan 1 famili. Jenis-jenis ikan

karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dapat dilihat pada Gambar 35 dan

Lampiran 16.

Sumber : Kuiter 1992

Jenis ikan karang yang tertangkap pada bubu rumpon kecil lokasi L1 pada

waktu penangkapan malam hari berjumlah 32 spesies, 23 genus dan 14 famili,

sedangkan pada waktu penangkapan siang hari berjumlah 23 spesies, 20 genus

dan 13 famili. Bubu rumpon besar lokasi L1 pada waktu penangkapan malam

hari berjumlah 21 spesies, 16 genus dan 14 famili, sedangkan pada siang hari

berjumlah 33 spesies, 22 genus dan 12 famili. Bubu tanpa rumpon lokasi L1 pada

Gambar 35 Beberapa jenis ikan karang hasil tangkapan bubu.

Apogon kallopterus Acanthurus nigricans

Sufflamen chrysopterus Balistapus undulatus Ctenochaetus striatus

Chaetodon kleinii Apogon kallopterus Acanthurus nigricans

Scarus ghobban Abudefduf bengalensis Chrysiptera talboti

Page 167: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

146

waktu penangkapan malam hari berjumlah 31 spesies, 19 genus dan 12 famili,

sedangkan pada siang hari berjumlah 23 spesies, 15 genus dan 11 famili.

Tabel 29 Jenis dan sebaran hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2

Lokasi L1 Lokasi L2 No Kelompok Ikan/Famili/Jenis

Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR

I. Kelompok Famili Utama/Mayor POMACENTRIDAE

1 Chromis ternatensis + - - - + -2 C. ovalis + + - + + -3 C. lepidolepis + + + - - -4 Chrysiptera talboti + + + + + +5 Amblyglyphidodon curacao + + - + - +6 Dascyllus aruanus - - - - - +7 D. albisella + - - - - -8 Abudefduf sordidus + - - - - -9 A. bengalensis - + - - - -10 Pomacentrus moluccensis - + - + - +11 Stegastes fasciolatus - - - - - +12 Plectroglyphidodon lacrymatus - - + - - -

POMACANTHIDAE 1 Centropyge heraldi + - - - - -2 C. bicolor + + + - + +3 C. vroliki - + - - - -4 C. tibicens - - + + + +5 Chaetodontoplus mesoleucus - + - - - -

APOGONIDAE 1 Cheilodipterus macrodon + - - - - -2 C. quinquelineatus - - + - + +3 Apogon kallopterus + - - + + +4 A. bandanensis + - - + - -5 A. aureus + + + + + -6 A. hartzfeldi + - - - - -7 A. compressus - - - + + -8 A. fraenatus - - - - - +

TETRAODONTIDAE 1 Canthigaster valentini + + + + + -2 C. solandri + + + + - -3 C. bennetti - - + - - -4 Arothron stellatus + - - - + +

MONACANTHIDAE 1 Cantherhines pardalis + + + + + +2 C. fronticinthus - - - - - +3 Paraluterus prionurus - + - - - -4 Pervagor aspricaudus - - + - - -

Page 168: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

147

Tabel 29 (Lanjutan)

Lokasi L1 Lokasi L2 No Kelompok Ikan/Famili/Jenis

Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR

SCARIDAE 1 Calatomus spinidens + - + - - -2 Scarus ghobban + + + + + +3 S. schlegeli + + + + + -4 S. pyrrhurus - - - + + +5 S. flavipectoralis - - - - + -6 S. sordidus - - - - + -

BLENIIDAE 1 Meiacanthus grammistes + - - - + -

OSTRACIIDAE 1 Ostracion sp + - - - - -

CIRRITHIDAE 1 Cirrhitichtys sp + - - - + +

BALISTIDAE 1 Balistapus undulatus - + + - + +2 Sufflamen chrysopterus - - - - + -

CAESIONIDAE 1 Pterocaesio tile - - - - - +2 P. diagramma + - - - - -

EPHIPPIDIDAE 1 Platax sp - + - - - -

HOLOCENTRIDAE 1 Sargocentron rubrum - + + - + -2 Myripristis kuntee - - - - - +3 M. melanostictus - - - - - +4 Myripristis sp - - + + + +5 Ostichthys kaianus - - - + - -

PSEUDOCHROMIDAE 1 Pseudochromis macrurus - - + - - -

AULOSTOMIDAE 1 Aulostomus sinensis - - - - + -II Kelompok Target ACANTHURIDAE 1 Ctenochaetus striatus + + + + + +2 Acanthurus bariena + + + + + -3 A. mata - + + - - -4 A. xanthopterus - - + - - -5 A. nigricans - - + - - -6 Zebrasoma scopas - + - - - -7 Naso tuberosus - - - - + -

Page 169: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

148

Tabel 29 (Lanjutan)

Lokasi L1 Lokasi L2 No Kelompok Ikan/Famili/Jenis

Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR

SERRANIDAE 1 Epinephelus polyphekadion + - - - - -2 E. microdon + - - - - -3 E. fasciatus + - + - + -4 E. merra - + + + + +5 E. caeroleopunctatus - + - - + -6 E. hexagonatus - + - - - -7 E. tauvina - - + - - -8 Cephalopolis miniata - + - - + -9 C. orgus - - - + - +10 C. boenak - - - + - -

LABRIDAE 1 Thalassoma lunare + - + - - +2 Hologymnosus doliatus - - + + - -3 Hologymnosus sp + - + - - -4 Cheilinus diagrammus + + + + + +5 C. chlorurus + - + + + -6 C. trilobatus + + + - + +7 C. bimaculatus - + + + + -8 C. lunulatus - + - - - -9 C. orientalis - - + - -10 Halichoeres melanurus - + - - - -11 H. nebulosus - - + - - -12 H. ornatissimus - - + - - -13 Halichoeres sp - + + - - +14 Xiphocheilus typus - + - - - -15 Bodianus diana + - - - -16 Chaerodon sp - - + - - -17 Cheilo inermis - - - - - +

SIGANIDAE 1 Siganus punctatus + + + + + +2 S. stellatus - + + + - +3 S. doliatus - + - + + +4 S. argenteus - + + - + +5 S. rivulatus - + - - - -6 S. canaliculatus - - + - - -7 S. corallinus - - + + - -8 S. guttatus - - - - + -9 S. vulpinus - - - - - +10 S. luridus - + - - + +

Page 170: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

149

Tabel 29 (Lanjutan)

Lokasi L1 Lokasi L2 No Kelompok Ikan/Famili/Jenis

Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR

LETHRINIDAE 1 Lethrinus semicinctus - - + - + +2 Lethrinus variegatus - - - - - +3 L. ornatus - + - - - -

MULLIDAE 1 Parupeneus barberinoides + - - - - -2 Upeneus multifasciatus - - - + - -III Kelompok Indikator CHAETODONTIDAE 1 Chaetodon kleinii + + + + + +2 C. mertensii + - - - - -3 C. melanotus - + - - - -4 Coradion chrysozonus + - - - - -

Keterangan : + : ada ; - : tidak ada.

Selanjutnya jenis ikan karang yang tertangkap pada bubu rumpon kecil

lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari berjumlah 18 spesies, 13 genus

dan 10 famili, sedangkan pada siang hari berjumlah 20 spesies, 16 genus dan 11

famili. Bubu rumpon besar lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari

berjumlah 32 spesies, 22 genus dan 13 famili, sedangkan pada siang hari

berjumlah 24 spesies, 15 genus dan 13 famili. Bubu tanpa rumpon lokasi L2

pada waktu penangkapan malam hari berjumlah 29 spesies, 14 genus dan 14

famili, sedangkan pada siang hari berjumlah 26 spesies, 16 genus dan 13 famili.

Jumlah individu ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu secara

keseluruhan berjumlah 794 individu. Jumlah individu ikan karang yang tertangkap

pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi

L1 dan L2 disajikan pada Tabel 30 dan 31.

Page 171: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

150

Tabel 30 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1

BRK 1 BRB 1 BTR 1

Malam Siang Malam Siang Malam Siang No Kelompok

Ikan/Famili/Jenis Ikan Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %

I. Famili utama (mayor) POMACENTRIDAE

1 Chromis ternatensis 1 1,0 1 1,0 - - - - - - - - 2 C. ovalis 3 4,0 - - 1 2,0 2 3,0 - - - - 3 C. lepidolepis 2 3,0 - - 1 2,0 2 3,0 1 2,0 1 2,0 4 Chrysiptera talboti 1 1,0 2 3,0 - - 2 3,0 - - - - 5 Amblyglyphidodon

curacao 1 1,0 - - 5 8,0 1 1,0 - - - -

6 Dascyllus albisella - - 1 1,0 - - - - - - - - 7 Abudefduf sordidus - - 1 1,0 - - - - - - - - 8 A. bengalensis - - - - - - 1 1,0 - - - - 9 Pomacentrus

moluccensis - - - - - - 1 1,0 - - - -

10 Plectroglyphidodon lacrymatus

- - - - - - - - 1 2,0 - -

POMACANTHIDAE 1 Centropyge bicolor 1 1,0 1 1,0 - - 1 1,0 - - 1 2,0 2 C. vroliki - - - - - - 1 1,0 - - - - 3 C. tibicens 1 1,0 - - - - - - - - 1 2,0 4 Chaetodontoplus

mesoleucus - - - - - - 1 1,0 - - - -

APOGONIDAE 1 Cheilodipterus

macrodon 2 3,0 - - - - - - - - - -

2 C. quinquelineatus - - - - - - - - - - 1 2,0 3 Apogon kallopterus 1 1,0 - - - - - - - - - - 4 A. bandanensis 1 1,0 - - - - - - - - - - 5 A. aureus 4 5,0 - - 1 2,0 1 1,0 1 2,0 - - 6 A. hartzfeldi 2 3,0 - - - - - - - - - - TETRAODONTIDAE 1 Canthigaster valentini 1 1,0 2 3,0 - - 2 3,0 1 2,0 - - 2 C. solandri - - 3 4,0 1 2,0 4 5,0 3 5,0 - - 3 C. bennetti - - - - - - - - 1 2,0 - - 4 Arothron stellatus 1 1,0 - - - - - - - - - - MONACANTHIDAE 1 Cantherhines pardalis 2 3,0 2 3,0 3 5,0 1 1,0 - - 2 4,0 2 C. fronticinthus - - - - - - - - - - - -3 Paraluterus prionurus - - - - - - 2 3,0 - - - - 4 Pervagor aspricaudus - - - - - - - - - - 1 2,0 SCARIDAE 1 Calatomus spinidens 1 1,0 - - - - - - 2 3,17 - - 2 Scarus ghobban 5 7,0 6 8,0 11 17,0 12 15,0 - - 6 11,0 3 S. schlegeli - - 1 1,0 - - 1 1,0 - - 2 4,0 BLENIIDAE 1 Meiacanthus

grammistes 1 1,0 1 1,0 - - - - - - - -

OSTRACIIDAE 1 Ostracion sp - - 1 1,0 - - - - - - - -

Page 172: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

151

Tabel 30 (Lanjutan) BRK 1 BRB 1 BTR 1

Malam Siang Malam Siang Malam Siang No Kelompok

Ikan/Famili/Jenis Ikan Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %

CIRRITHIDAE 1 Cirrhitichtys sp 1 1,0 - - - - - - - - - - BALISTIDAE 1 Balistapus undulatus - - - - 1 1,0 - - - - 1 2,0 CAESIONIDAE 1 P. diagramma 1 1,0 - - - - - - - - - - EPHIPPIDIDAE 1 Platax sp - - - - - - 1 1,0 - - - - HOLOCENTRIDAE 1 Sargocentron rubrum - - - - 1 2,0 - - 1 2,0 - - 2 Myripristis sp - - - - - - - - 1 2,0 - - 3 Ostichthys kaianus - - - - - - - - - - - -

PSEUDOCHROMIDAE 1 Pseudochromis

macrurus - - - - - - - - 2 3,0 1 2,0

ACANTHURIDAE 1 Ctenochaetus striatus 11 15,0 18 26,0 20 30,0 6 8,0 5 8,0 7 13,0 2 Acanthurus bariena 3 4,0 1 1,0 1 2,0 2 3,0 2 3,0 - - 3 A. mata - - - - 1 2,0 - - 1 2,0 - - 4 A. xanthopterus - - - - - - - - 1 2,0 - - 5 A. nigricans - - - - - - - - - - 1 2,0 6 Zebrasoma scopas - - - - 3 5,0 - - - - - - SERRANIDAE 1 Epinephelus

polyphekadion 1 1,0 - - - - - - - - - -

2 E. microdon 1 1,0 - - - - - - - - - - 3 E. fasciatus - - - - - - - - 3 5,0 - - 4 E. merra - - - - - - 2 5,0 1 2,0 - - 5 E. caeroleopunctatus - - - - 1 2,0 - - - - - - 6 E. tauvina - - - - - - - - 1 2,0 - - 7 Cephalopolis miniata - - - - 1 2,0 1 1,0 - - - - LABRIDAE 1 Thalassoma lunare 1 1,0 1 1,0 - - - - 1 2,0 - - 2 Hologymnosus doliatus - - - - - - - - 1 2,0 - - 3 Hologymnosus sp 1 1,0 - - - - - - 6 10,0 - - 4 Cheilinus diagrammus 3 4,0 - - - - 3 4,0 1 2,0 5 9,0 5 C. chlorurus 2 3,0 1 1,0 - - - - 1 2,0 3 6,0 6 C. trilobatus 1 1,0 2 3,0 - - 6 8,0 4 6,0 4 7,0 7 C. bimaculatus - - - - 2 3,0 - - - - 2 4,0 8 C. lunulatus - - - - - - 1 1,0 - - - - 9 C. orientalis - - - - - - - - 4 6,0 - - 10 Halichoeres melanurus - - - - - - 2 3,0 - - - - 11 H. nebulosus - - - - - - - - 1 2,0 - - 12 H. ornatissimus - - - - - - - - 1 2,0 - - 13 Halichoeres sp - - - - 1 2,0 - - - - 1 2,0 14 Xiphocheilus typus - - - - - - 1 1,0 - - - - 15 Bodianus diana 1 1,0 1 1,0 - - - - - - - - 16 Chaerodon sp - - - - - - - - 1 2,0 - - SIGANIDAE 1 Siganus punctatus 2 3,0 1 1,0 - - 1 1,0 - - 1 2,0 2 S. stellatus - - - - - - 1 1,0 - - 1 2,0

Page 173: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

152

Tabel 30 (Lanjutan)

BRK 1 BRB 1 BTR 1 Malam Siang Malam Siang Malam Siang

No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan

Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % 3 S. doliatus - - - - - - 2 3,0 - - - - 4 S. argenteus - - - - - - 1 1,0 - - 1 2,0 5 S. rivulatus - - - - - - 2 3,0 - - - - 6 S. canaliculatus - - - - - - - - - - 1 2,0 7 S. corallinus - - - - - - - - 1 2,0 - - 8 S. luridus - - - - 2 3,0 - - - - - - LETHRINIDAE 1 Lethrinus semicinctus - - - - - - - - 1 2,0 - - MULLIDAE 1 Parupeneus

barberinoides - - 1 1,0 - - - - - - - -

CHAETODONTIDAE 1 Chaetodon kleinii 13 18,0 20 29,0 5 8,0 7 9,0 11 17,0 9 17,0 2 C. mertensii - - - - - - 4 5,0 - - - - 3 C. melanotus - - - - 3 5,0 - - - - - - 4 Coradion chrysozonus - - 1 1,0 - - - - - - - - Total 73 70 66 79 63 54

Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon.

Jenis ikan karang yang tertangkap dalam jumlah terbanyak di bubu rumpon

kecil lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii

sebanyak 13 individu (18 %), sedangkan siang hari sebanyak 20 individu (29 %),

kemudian Ctenochaetus striatus pada malam hari sebanyak 11 individu (15%)

dan siang hari sebanyak 18 individu (26%), dan diikuti jenis lain. Bubu rumpon

besar lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Ctenochaetus

striatus sebanyak 20 individu (30%), sedangkan siang hari sebanyak 6 individu

(8%), kemudian Scarus ghobban pada malam hari sebanyak 11 individu (17%)

dan siang hari sebanyak 12 individu (15%), dan diikuti jenis lain. Bubu tanpa

rumpon lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii

sebanyak 11 individu (17%), sedangkan siang hari sebanyak 9 individu (17%),

kemudian Ctenochaetus striatus pada malam hari sebanyak 5 individu (14%) dan

siang hari sebanyak 7 individu (13%), dan diikuti jenis lain.

Selanjutnya jenis ikan yang tertangkap dalam jumlah terbanyak di bubu

rumpon kecil lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon

kleinii sebanyak 8 individu (21%), sedangkan siang hari sebanyak 13 individu

(19%), kemudian Cheilinus bimaculatus pada malam hari sebanyak 4 individu

(10%), Scarus ghobban pada siang hari sebanyak 6 individu (9%) dan diikuti

Page 174: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

153

jenis lain. Bubu rumpon besar lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari

adalah Chaetodon kleinii sebanyak 5 individu (8%), sedangkan siang hari

sebanyak 9 individu (14%), kemudian Cheilinus diagrammus pada malam hari

sebanyak 5 individu (8%) dan siang hari sebanyak 6 individu (9%), dan diikuti

jenis lain. Bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari

adalah Chaetodon kleinii sebanyak 8 individu (14%), sedangkan siang hari

sebanyak 21 individu (21%), kemudian Siganus punctatus pada malam hari

sebanyak 6 individu (11%) dan siang hari sebanyak 6 individu (6%), dan diikuti

jenis lain.

Dari data ini terlihat bahwa ikan karang yang mendominasi hasil tangkapan

bubu rumpon kecil dan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 adalah Chaetodon kleinii,

sedangkan pada bubu rumpon besar di lokasi L1 di dominasi oleh Ctenochaetus

striatus. Selanjutnya ikan karang yang mendominasi hasil tangkapan bubu yang

dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 adalah Chaetodon

kleinii. Dari keseluruhan jenis ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu

terlihat bahwa ikan yang dominan tertangkap adalah Chaetodon kleinii, kemudian

Ctenochaetus striatus, dan diikuti oleh jenis lainn.

Total jumlah ikan karang yang tertangkap selama 24 kali trip penangkapan

terbanyak pada lokasi L1 yakni pada bubu rumpon besar, kemudian bubu rumpon

kecil dan terendah pada bubu tanpa rumpon. Selanjutnya total ikan karang yang

tertangkap dalam jumlah terbanyak pada lokasi L2 yakni bubu tanpa rumpon,

kemudian bubu rumpon besar dan terendah pada bubu rumpon kecil. Perbedaan

ini karena ada beberapa jenis ikan karang yang biasanya tertangkap dalam jumlah

banyak seperti Chaetodon kleinii, Ctenohaetus striatus, Scarus ghobban, dan

Cheilinus diagrammus.

Page 175: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

154

Tabel 31 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2

BRK 2 BRB 2 BTR 2 Malam Siang Malam Siang Malam Siang

No Kelompok Ikan/Famili/Jenis

Ikan Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % I. Famili utama (mayor)

POMACENTRIDAE 1 Chromis ternatensis - - - - 1 2,0 - - - - - - 2 C. ovalis - - 4 6,0 2 3,0 - - - - - - 3 Chrysiptera talboti 1 3,0 9 13,0 3 5,0 3 5,0 3 5,0 2 2,0 4 Amblyglyphidodon

curacao - - 4 6,0 - - - 2 4,0 3 3,0

5 Dascyllus aruanus - - - - - - - - - - 1 1,0 Abudefduf sordidus - - - - - - 1 2,0 - - - - 7 A. bengalensis - - - - - - - - - - - -8 Pomacentrus

moluccensis - - 3 4,0 - - - - 1 2,0 - -

9 Stegastes fasciolatus - - - - - - - - - - 5 5,0 POMACANTHIDAE 1 Centropyge bicolor - - - - 2 3,0 4 6,0 1 2,0 4 4,0 2 C. tibicens - - 2 3,0 1 2,0 - - 1 2,0 4 4,0 APOGONIDAE 1 Cheilodipterus

quinquelineatus - - - - 3 5,0 1 2,0 2 4,0 4 4,0

2 Apogon kallopterus 3 8,0 - - 2 3,0 1 2,0 1 2,0 - - 3 A. bandanensis 1 3,0 - - - - - - - - - - 4 A. aureus - - 1 1,43 5 8,0 3 5,0 - - - - 5 A. hartzfeldi - - - - - - - - 2 4,0 - - 6 A. compressus 1 3,0 - - 2 3,0 - - - - - - 7 A. fraenatus - - - - - - - - 1 2,0 - - TETRAODONTIDAE 1 Canthigaster

valentini - - 1 1,0 1 2,0 - - - - - -

2 C. solandri 1 3,0 - - - - - - - - - - 3 Arothron stellatus - - - - 1 2,0 - - - - 1 1,0 MONACANTHIDAE 1 Cantherhines

pardalis 2 5,0 4 6,0 2 3,0 - - 1 2,0 - -

2 C. fronticinthus - - - - - - - - 3 5,0 1 1,0 SCARIDAE 1 Scarus ghobban 1 3,0 6 9,0 2 3,0 4 6,0 3 5,0 3 3,0 2 S. schlegeli - 1 1,0 - - 1 2,0 - - - - 3 S. pyrrhurus 2 5,0 - - - - 1 2,0 - - 3 3,0 4 S. flavipectoralis - - - - - - 1 2,0 - - - - 5 S. sordidus - - - - 1 2,0 - - - - - - CIRRITHIDAE 1 Cirrhitichtys sp - - - - 1 2,0 2 3,0 1 2,0 - - BALISTIDAE 1 Balistapus undulatus - - - - 3 5,0 - - 1 2,0 - - 2 Sufflamen

chrysopterus - - - - - - 1 2,0 - - - -

CAESIONIDAE 1 Pterocaeiso tile - - - - - - - - - - 4 4,0

Page 176: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

155

Tabel 31 (Lanjutan) BRK 2 BRB 2 BTR 2

Malam Siang Malam Siang Malam Siang No Kelompok

Ikan/Famili/Jenis Ikan Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh %

HOLOCENTRIDAE 1 Sargocentron rubrum - - - - 1 2,0 - - - - - - 2 Myripristis kuntee - - - - - - - - 1 2,0 - - 3 M. melanostictus - - - - - - - - 1 2,0 - - 4 Myripristis sp 2 5,0 - - 2 3,0 - - 1 2,0 - - 5 Ostichthys kaianus 2 5,0 - - - - - - - - - - ACANTHURIDAE 1 Ctenochaetus striatus 3 8,0 3 4,0 2 3,0 5 8,0 4 7,0 7 7,0 2 Acanthurus bariena - - 2 3,0 2 3,0 - - - - - - 7 Naso tuberosus - - - - 1 2,0 - - - - - - SERRANIDAE 3 Epinephelus

fasciatus - - - 1 2,0 - - - - - -

4 E. merra - - 1 1,0 2 3,0 7 11,0 2 4,0 4 4,0 5 E. caeroleopunctatus - - - - 1 2,0 - - - - - - 8 Cephalopolis miniata - - - - 1 2,0 1 6,0 - - - - 9 C. orgus - - 1 1,0 - - - - - 2,0 - - 10 C. boenak - - 1 1,0 - - - - 1 - - LABRIDAE 1 Thalassoma lunare - - - - - - - - 2 4,0 1 1,0 2 Hologymnosus

doliatus 1 3,0 - - - - - - - - - -

3 Hologymnosus sp - - - - - - - - - - - -4 Cheilinus

diagrammus 3 8,0 3 4,0 5 8,0 6 10,0 1 2,0 1 1,0

5 C. chlorurus - - 1 1,0 1 2,0 2 3,0 - - - - 6 C. trilobatus - - - - 4 6,0 - - - - 1 1,0 7 C. bimaculatus 4 10,0 - - 2 3,0 2 3,0 - - - - 8 Halichoeres sp - - - - - - - - 1 2,0 - - 9 Cheilo inermis - - - - - - - 1 2,0 - - SIGANIDAE 1 Siganus punctatus 2 5,0 5 7,0 - - 2 3,0 6 11,0 6 6,0 2 S. stellatus - - 1 1,0 - - - - - - 1 1,0 3 S. doliatus - - 4 6,0 - - 2 3, - - - - 4 S. argenteus - - - - - - 1 2,0 1 2,0 10 10,0 5 S. rivulatus - - - - - - - - - - - -6 S. corallinus 1 3,0 - - - - - - - - - - 7 S. vulpinus - - - - - - - - - - 2 2,0 8 S. luridus - - - - - - 1 2,0 - - - - 9 S. guttatus - - - - - - 2 3,0 - - - LETHRINIDAE 1 Lethrinus semicinctus - - - - - - - - 4 7,0 5 5,0 2 Lethrinus variegatus - - - - - - - - - - 1 1,0 CHAETODONTIDAE 1 Chaetodon kleinii 8 21,0 13 19,0 5 8,0 9 14,0 8 14,0 21 21,0 Total 39 70 62 63 57 98

Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon.

Page 177: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

156

Kelompok ikan karang yang dominan tertangkap pada alat tangkap bubu

adalah kelompok target (43%), bila dibandingkan dengan kelompok utama

(mayor) (40%) dan indikator (17%) (Tabel 32).

Tabel 32 Jumlah total kelompok ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2

Lokasi

L1 L2

BRK BRB BTR BRK BRB BTR

Kelompok

ikan

M S M S M S M S M S M S

Total Proporsi

(%)

Famili

utama

(Mayor)

33 22 25 36 14 18 16 35 35 24 26 35 318 40

Target 27 27 33 32 38 27 15 22 22 30 23 42 338 43

Indikator 13 21 8 11 11 9 8 13 5 9 8 21 137 17

Total 73 70 66 79 63 54 39 70 62 63 57 98 794

Keterangan : M : Malam; S : Siang.

5.3.2 Kisaran panjang ikan karang

Jenis-jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu sangat

bervariasi tergantung jenis dan ukuran (Lampiran 17). Jenis-jenis ikan karang

yang tertangkap dengan ukuran terpanjang adalah Cephalopolis miniata sebesar

75,0 cm, kemudian diikuti oleh Aulostomus sinensis, Epinephelus

caeroleopunctatus, Acanthurus nigricans, Scarus ghobban, Ctenochaetus striatus,

dan diikuti oleh jenis lainnya. Kisaran panjang ikan setiap famili ikan karang

disajikan pada Tabel 33.

Tabel 33 Kisaran panjang famili ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap

bubu

Famili Kisaran panjang(cm) Keterangan Pomacentridae 3,5 – 20,0 Ikan muda dan dewasa Pomacanthidae 5,7 – 14,0 Ikan muda dan dewasa Apogonidae 6,5 – 11,7 Ikan muda dan dewasa Tetraodontidae 6,5 – 26,5 Ikan muda dan dewasa Monacanthidae 5,2 – 22,1 Ikan muda dan dewasa Scaridae 4,0 – 27,5 Ikan muda dan dewasa Pseudochromidae 14,5 – 24,0 Ikan muda dan dewasa Bleniidae 6,0 – 8,0 Ikan muda Balistidae 9,8 – 21,0 Ikan muda dan dewasa

Page 178: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

157

Tabel 33 (Lanjutan)

Famili Kisaran panjang(cm) Keterangan Ostraciidae 10,0 Ikan muda Cirrhitidae 6,3 -11,3 Ikan muda dan dewasa Caesionidae 13,5 – 16,4 Ikan muda Holocentridae 5,6 – 18,0 Ikan muda dan dewasa Aulostomidae 39,0 Ikan dewasa Acanthuridae 3,7 – 34,5 Ikan muda dan dewasa Serranidae 12,5 – 75,0 Ikan muda dan dewasa Labridae 3,5 – 29,9 Ikan muda dan dewasa Siganidae 6,6 – 25,2 Ikan muda dan dewasa Lethrinidae 9,5 – 27,0 Ikan muda dan dewasa Mullidae 13,1 – 19,6 Ikan muda dan dewasa Chaetodontidae 3,0 – 14,9 Ikan muda dan dewasa

Dari keseluruhan jenis ikan karang yang tertangkap terlihat bahwa ada

beberapa jenis ikan tertangkap dengan ukuran bervariasi pada ukuran masih

muda sampai dewasa. Dengan demikian ada terjadi akumulasi ikan-ikan di

rumpon. Mengingat karena dalam penelitian ini uji coba penangkapan hanya

dilakukan selama sebulan, maka variasi ukuran ikan yang tertangkap lebih

banyak didominasi oleh ikan-ikan ukuran kecil atau masih muda bila

dibandingkan dengan ikan ukuran dewasa. Seperti dikemukan dalam berbagai

teori bahwa bila rumpon di pasang di perairan maka awalnya akan hadir ikan-ikan

berukuran kecil atau masih mudah, dan setelah itu hadir ikan-ikan berukuran

besar. Variasi ukuran ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu sangat

ditentukan oleh proses kolonisasi dan suksesi terhadap ikan karang yang hadir di

rumpon dan bubu.

Pada dasarnya ukuran panjang tubuh ikan karang tidak seragam seperti

kelompok ikan lainnya. Ketiga kelompok ikan karang baik kelompok famili utama

(mayor), kelompok target dan indikator ternyata memiliki ukuran tubuh

bervariasi. Pada famili Pomacentridae (famili utama) umumnya ukuran ikannya

relatif kecil, begitu juga pada famili Chaetodontidae (kelompok indikator). Namun

beberapa famili ikan dari kelompok target mempunyai ukuran tubuh lebih

panjang terutama dari famili Serranidae, Aulostomidae, Acanthuridae, Scaridae

dan jenis famili lainnya. Dari ketiga kelompok ikan yang tertangkap ternyata ikan

dari kelompok target mempunyai ukuran tubuh lebih panjang dibandingkan

dengan kelompok famili utama(mayor) dan kelompok indikator.

Page 179: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

158

5.3.3 Kelimpahan ikan karang

Kelimpahan ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu

dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 dapat dilihat

pada Tabel 34 dan Tabel 35.

Tabel 34 Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1

BRK 1 BRB 1 BTR 1

Malam Siang Malam Siang Malam Siang No Kelompok

Ikan/Famili/Jenis Ikan Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N

I. Famili utama (mayor) POMACENTRIDAE

1 Chromis ternatensis 1 2,0 1 2,0 - - - - - - - - 2 C. ovalis 3 6,0 - - 1 2,0 2 4,0 - - - - 3 C. lepidolepis 2 4,0 - - 1 2,0 2 4,0 1 2,0 1 2,0 4 Chrysiptera talboti 1 2,0 2 4,0 - - 2 4,0 - - - - 5 Amblyglyphidodon

curacao 1 2,0 - - 5 10,0 1 2,0 - - - -

6 Dascyllus albisella - - 1 2,0 - - - - - - - 7 Abudefduf sordidus - - 1 2,0 - - - - - - - - 8 A. bengalensis - - - - - - 1 2,0 - - - - 9 Pomacentrus

moluccensis - - - - - - 1 2,0 - - - -

10 Plectroglyphidodon lacrymatus

- - - - - - - - 1 2,0 - -

POMACANTHIDAE 1 Centropyge bicolor 1 2,0 1 2,0 - - 1 2,0 - - 1 2,0 2 C. vroliki - - - - - - 1 2,0 - - - - 3 C. tibicens 1 2,0 - - - - - - - - 1 2,0 4 Chaetodontoplus

mesoleucus - - - - - - 1 2,0 - - - -

APOGONIDAE 1 Cheilodipterus

macrodon 2 4,0 - - - - - - - - - -

2 C. quinquelineatus - - - - - - - - - - 1 2,0 3 Apogon kallopterus 1 2,0 - - - - - - - - - - 4 A. bandanensis 1 2,0 - - - - - - - - - - 5 A. aureus 4 8,0 - - 1 2,0 1 2,0 1 2,0 - - 6 A. hartzfeldi 2 4,0 - - - - - - - - - - TETRAODONTIDAE 1 Canthigaster valentini 1 2,0 2 4,0 - - 2 4,0 1 2,0 - - 2 C. solandri - - 3 6,0 1 2,0 4 8,0 3 6,0 - - 3 C. bennetti - - - - - - - - 1 2,0 - - 4 Arothron stellatus 1 2,0 - - - - - - - - - - MONACANTHIDAE 1 Cantherhines pardalis 2 4,0 2 4,0 3 6,0 1 2,0 - - 2 4,0 2 C. fronticinthus - - - - - - - - - - - -3 Paraluterus prionurus - - - - - - 2 4,0 - - - - 4 Pervagor aspricaudus - - - - - - - - - - 1 2,0 SCARIDAE 1 Calatomus spinidens 1 2,0 - - - - - - 2 4,0 - - 2 Scarus ghobban 5 10,0 6 12,0 11 22,0 12 24,0 - - 6 12,0 3 S. schlegeli - - 1 2,0 - - 1 2,0 - - 2 4,0

Page 180: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

159

Tabel 34 (Lanjutan)

BRK 1 BRB 1 BTR 1 Malam Siang Malam Siang Malam Siang

No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan

Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N BLENIIDAE 1 Meiacanthus

grammistes 1 2,0 1 2,0 - - - - - - - -

OSTRACIIDAE 1 Ostracion sp - - 1 2,0 - - - - - - - - CIRRITHIDAE 1 Cirrhitichtys sp 1 2,0 - - - - - - - - - - BALISTIDAE 1 Balistapus undulatus - - - - 1 2,0 - - - - 1 2,0 CAESIONIDAE 1 Pterocaesio

diagramma 1 2,0 - - - - - - - - - -

EPHIPPIDIDAE 1 Platax sp - - - - - - 1 2,0 - - - - HOLOCENTRIDAE 1 Sargocentron rubrum - - - - 1 2,0 - - 1 2,0 - - 2 Myripristis sp - - - - - - - - 1 2,0 - - 3 Ostichthys kaianus - - - - - - - - - - - -

PSEUDOCHROMIDAE 1 Pseudochromis

macrurus - - - - - - - - 2 4,0 1 2,0

ACANTHURIDAE 1 Ctenochaetus striatus 11 22,0 18 36,0 20 40,0 6 12,0 5 10,0 7 14,0 2 Acanthurus bariena 3 6,0 1 2,0 1 2,0 2 4,0 2 4,0 - - 3 A. mata - - - - 1 2,0 - - 1 2,0 - - 4 A. xanthopterus - - - - - - - - 1 2,0 - - 5 A. nigricans - - - - - - - - - - 1 2,0 6 Zebrasoma scopas - - - - 3 6,0 - - - - - - SERRANIDAE 1 Epinephelus

polyphekadion 1 2,0 - - - - - - - - - -

2 E. microdon 1 2,0 - - - - - - - - - - 3 E. fasciatus - - - - - - - - 3 6,0 - - 4 E. merra - - - - - - 2 4,0 1 2,0 - - 5 E. caeroleopunctatus - - - - 1 2,0 - - - - - - 6 E. tauvina - - - - - - - - 1 2,0 - - 7 Cephalopolis miniata - - - - 1 2,0 1 2,0 - - - - LABRIDAE 1 Thalassoma lunare 1 2,0 1 2,0 - - - - 1 2,0 - - 2 Hologymnosus doliatus - - - - - - - - 1 2,0 - - 3 Hologymnosus sp 1 2,0 - - - - - - 6 12,0 - - 4 Cheilinus diagrammus 3 6,0 - - - - 3 6,0 1 2,0 5 10,0 5 C. chlorurus 2 4,0 1 2,0 - - - - 1 2,0 3 6,0 6 C. trilobatus 1 2,0 2 4,0 - - 6 12,0 4 8,0 4 8,0 7 C. bimaculatus - - - - 2 4,0 - - - - 2 4,0 8 C. lunulatus - - - - - - 1 2,0 - - - - 9 C. orientalis - - - - - - - - 4 8,0 - - 10 Halichoeres melanurus - - - - - - 2 4,0 - - - - 11 H. nebulosus - - - - - - - - 1 2,0 - - 12 H. ornatissimus - - - - - - - - 1 2,0 - - 13 Halichoeres sp - - - - 1 2,0 - - - - 1 2,0

Page 181: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

160

Tabel 34 (Lanjutan)

BRK 1 BRB 1 BTR 1 Malam Siang Malam Siang Malam Siang

No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan

Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N 14 Xiphocheilus typus - - - - - - 1 2,0 - - - - 15 Bodianus diana 1 2,0 1 2,0 - - - - - - - - 16 Chaerodon sp - - - - - - - - 1 2,0 - - SIGANIDAE 1 Siganus punctatus 2 4,0 1 2,0 - - 1 2,0 - - 1 2,0 2 S. stellatus - - - - - - 1 2,0 - - 1 2,0 3 S. doliatus - - - - - - 2 4,0 - - - - 4 S. argenteus - - - - - - 1 2,0 - - 1 2,0 5 S. rivulatus - - - - - - 2 4,0 - - - - 6 S. canaliculatus - - - - - - - - - - 1 2,0 7 S. corallinus - - - - - - - - 1 2,0 - - 10 S. luridus - - - - 2 4,0 - - - - - - LETHRINIDAE 1 Lethrinus semicinctus - - - - - - - - 1 2,0 - - MULLIDAE 1 Parupeneus

barberinoides - - 1 2,0 - - - - - - - -

CHAETODONTIDAE 1 Chaetodon kleinii 13 26,0 20 40,0 5 10,0 7 14,0 11 22,0 9 18,0 2 C. mertensii - - - - - - 4 8,0 - - - - 3 C. melanotus - - - - 3 6,0 - - - - - - 4 Coradion chrysozonus - - 1 2,0 - - - - - - - - Total 73 70 66 79 63 54

Keterangan : N = Kelimpahan; BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon.

Page 182: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

161

Tebel 35 Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2

BRK 2 BRB 2 BTR 2

Malam Siang Malam Siang Malam Siang No Kelompok

Ikan/Famili/Jenis Ikan Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N

I. Famili utama (mayor) POMACENTRIDAE

1 Chromis ternatensis - - - - 1 2,0 - - - - - - 2 C.ovalis - - 4 8,0 2 4,0 - - - - - - 3 C. lepidolepis - - - - - - - - - - - -4 Chrysiptera talboti 1 2,0 9 18,0 3 6,0 3 6,0 3 6,0 2 4,0 5 Amblyglyphidodon

curacao - - 4 8,0 - - - - 2 4,0 3 6,0

6 Dascyllus aruanus - - - - - - - - - - 1 2,0 7 Abudefduf sordidus - - - - - - 1 2,0 - - - - 8 A. bengalensis - - - - - - - - - - - -9 Pomacentrus

moluccensis - - 3 6,0 - - - - 1 2,0 - -

10 Stegastes fasciolatus - - - - - - - - - - 5 10,0 POMACANTHIDAE 1 Centropyge bicolor - - - - 2 4,0 4 8,0 1 2,0 4 8,0 2 C. tibicens - - 2 4,0 1 2,0 - - 1 2,0 4 8,0 APOGONIDAE 1 Cheilodipterus

quinquelineatus - - - - 3 6,0 1 2,0 2 4,0 4 8,0

2 Apogon kallopterus 3 6,0 - - 2 4,0 1 2,0 1 2,0 - - 3 A. bandanensis 1 2,0 - - - - - - - - - - 4 A. aureus - - 1 2,0 5 10,0 3 6,0 - - - - 5 A. hartzfeldi - - - - - - - 2 4,0 - - 6 A. compressus 1 2,0 - - 2 4,0 - - - - - - 7 A. fraenatus - - - - - - - - 1 2,0 - - TETRAODONTIDAE 1 Canthigaster valentini - - 1 2,0 1 2,0 - - - - - - 2 C. solandri 1 2,0 - - - - - - - - - - 3 Arothron stellatus - - - - 1 2,0 - - - - 1 2,0 MONACANTHIDAE 1 Cantherhines pardalis 2 4,0 4 8,0 2 4,0 - - 1 2,0 - - 2 C. fronticinthus - - - - - - - - 3 6,0 1 2,0 SCARIDAE 1 Scarus ghobban 1 2,0 6 12,0 2 4,0 4 8,0 3 6,0 3 6,0 2 S. schlegeli - - 1 2,0 - - 1 2,0 - - - - 3 S. pyrrhurus 2 4,0 - - - - 1 2,0 - - 3 6,0 4 S. flavipectoralis - - - - - - 1 2,0 - - - - 5 S. sordidus - - - - 1 2,0 - - - - - - CIRRITHIDAE 1 Cirrhitichtys sp - - - - 1 2,0 2 4,0 1 2,0 - - BALISTIDAE 1 Balistapus undulatus - - - - 3 6,0 - - 1 2,0 - - 2 Sufflamen chrysopterus - - - - - - 1 2,0 - - - - CAESIONIDAE 1 Pterocaeiso tile - - - - - - - - - - 4 8,0

Page 183: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

162

Tabel 35 (Lanjutan) BRK 2 BRB 2 BTR 2

Malam Siang Malam Siang Malam Siang No Kelompok

Ikan/Famili/Jenis Ikan Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N Jlh N

HOLOCENTRIDAE 1 Sargocentron rubrum - - - - 1 2,0 - - - - - - 2 Myripristis kuntee - - - - - - - - 1 2,0 - - 3 M. melanostictus - - - - - - - - 1 2,0 - - 4 Myripristis sp 2 4,0 - - 2 4,0 - - 1 2,0 - - 5 Ostichthys kaianus 2 4,0 - - - - - - - - - - ACANTHURIDAE 1 Ctenochaetus striatus 3 6,0 3 6,0 2 4,0 5 10,0 4 8,0 7 14,0 2 Acanthurus bariena - - 2 4,0 2 4,0 - - - - - - 7 Naso tuberosus - - - - 1 2,0 - - - - - - SERRANIDAE 3 Epinephelus fasciatus - - - - 1 2,0 - - - - - - 4 E. merra - - 1 2,0 2 4,0 7 14,0 2 4,0 4 8,0 5 E. caeroleopunctatus - - - - 1 2,0 - - - - - - 8 Cephalopolis miniata - - - - 1 2,0 1 2,0 - - - - 9 C. orgus - - 1 2,0 - - - - - - - - 10 C. boenak - - 1 2,0 - - - - 1 2,0 - - LABRIDAE 1 Thalassoma lunare - - - - - - - - 2 4,0 1 2,0 2 Hologymnosus doliatus 1 2,0 - - - - - - - - - - 3 Cheilinus diagrammus 3 6,0 3 6,0 5 10,0 6 12,0 1 2,0 1 2,0 4 C. chlorurus - - 1 2,0 1 2,0 2 4,0 - - - - 5 C. trilobatus - - - - 4 8,0 - - - - 1 2,0 6 C. bimaculatus 4 8,0 - - 2 4,0 2 4,0 - - - - 7 Halichoeres sp - - - - - - - - 1 2,0 - - 8 Cheilo inermis - - - - - - - - 1 2,0 - - SIGANIDAE 1 Siganus punctatus 2 4,0 5 10,0 - - 2 4,0 6 12,0 6 12,0 2 S. stellatus - - 1 2,0 - - - - - - 1 2,0 3 S. doliatus - - 4 8,0 - - 2 4,0 - - - - 4 S. argenteus - - - - - - 1 2,0 1 2,0 10 20,0 5 S. rivulatus - - - - - - - - - - - -6 S. corallinus 1 2,0 - - - - - - - - - - 7 S. vulpinus - - - - - - - - - - 2 4,0 8 S. luridus - - - - - - 1 2,0 - - - - LETHRINIDAE 1 Lethrinus semicinctus - - - - - - - - 4 8,0 5 10,0 2 Lethrinus variegatus - - - - - - - - - - 1 2,0 CHAETODONTIDAE 1 Chaetodon kleinii 8 16,0 13 26,0 5 10,0 9 18,0 8 16,0 21 42,0 Total 39 70 62 63 57 98

Keterangan : N = Kelimpahan; BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon.

Jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu rumpon

kecil lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii

sebanyak 26,0 ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 40,0 ind/m2, kemudian

Ctenochaetus striatus pada malam hari sebanyak 22,0 ind/m2 dan siang hari

sebanyak 36,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Jenis ikan karang yang memiliki

Page 184: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

163

kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L1 pada waktu penangkapan

malam hari adalah Ctenochaetus striatus sebanyak 40,0 ind/m2, sedangkan siang

hari sebanyak 12,0 ind/m2, kemudian Scarus ghobban pada malam hari sebanyak

22,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 24,0 ind/m2 , dan diikuti jenis lain. Jenis

ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu tanpa rumpon di lokasi

L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 22,0

ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 18,0 ind/m2, kemudian Ctenochaetus

striatus pada malam hari sebanyak 10,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 14,0

ind/m2, dan diikuti jenis lain. Berikut ini disajikan sebaran kelimpahan setiap

genus ikan karang pada alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan

tanpa rumpon di lokasi L1 (Gambar 36, 37 dan 38).

Gambar 36 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki

kelimpahan tertinggi di bubu rumpon kecil lokasi L1 pada penangkapan malam

hari adalah Chaetodon, kemudian Ctenochaetus dan diikuti genus lain,

sedangkan pada penangkapan siang hari di dominasi oleh genus Chaetodon,

kemudian Ctenochaetus dan diikuti genus lain.

Gambar 37 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki

kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L1 pada penangkapan malam

hari adalah Ctenochaetus, kemudian Scarus dan diikuti genus lain, sedangkan

pada penangkapan siang hari di dominasi oleh genus Scarus, kemudian

Chaetodon dan diikuti genus lain.

Gambar 38 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki

kelimpahan tertinggi di bubu tanpa rumpon lokasi L1 pada penangkapan malam

hari adalah Chaetodon, kemudian Cheilinus dan diikuti genus lain, sedangkan

pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Cheilinus, kemudian Chaetodon

dan diikuti genus lain.

Page 185: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

164

Gambar 36 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu rumpon kecil di lokasi L1.

Nilai Kelimpahan

BRK 1 Malam

0 10 20 30 4010 20 40 30 50 50

BRK 1 Siang

Chrysiptera

Amblyglyphidodon

Dascyllus

Cheilodipterus

Abudefduf

Canthigaster

Arothron

Cantherhines

Calatomus

Apogon

Scarus

Meiacanthus

Ostracion

Pterocaesio

Ctenochaetus

Thalassoma

Epinephelus

Hologymnosus

Acanthurus

Chromis

Cheilinus

Bodianus

Cirrhitichtys

Siganus

Parupeneu

Centropyge

Chaetodon

Page 186: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

165

Gambar 37 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu rumpon besar di lokasi L1.

Nilai Kelimpahan

BRK 1 Malam

0 10 20 30 4010 20 40 30 50 50

BRK 1 Siang

Abudefduf

Balistapus

Cephalopolis

Chromis

Chrysiptera

Amblyglyphidodon

Apogon

Canthigaster

Cantherhines

Scarus

Pomacentrus

Centropyge

Chaetodontoplus

Sargocentron

Ctenochaetus

Paraluterus

Zebrasoma

Acanthurus

Platax

Epinephelus

Cheilinus

Halichoeres

Xiphocheilus

Siganus

Chaetodon

Page 187: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

166

Gambar 38 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil penangkapan bubu tanpa rumpon di lokasi L1.

Nilai Kelimpahan

BRK 1 Malam

0 10 20 30 4010 20 40 30 50 50

BRK 1 Siang

Plectroglyphidodon

Sargocentron

Myripristis

Pervagor

Chromis

Centropyge

Chaetodontoplus

Apogon

Cheilodipterus

Canthigaster

Cantherhines

Calatomus

Scarus

Balistapus

Pseudochromis

Ctenochaetus

Acanthurus

Epinephelus

Thalassoma

Hologymnosus

Cheilinus

Holichoeres

Chaerodon

Siganus

Lethrinus

Chaetodon

Page 188: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

167

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa genus ikan karang yang memiliki

kelimpahan tertinggi pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan

tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan malam hari di dominasi oleh

Chaetodon, Ctenochaetus, Scarus dan Cheilinus, kemudian diikuti genus lain,

sedangkan penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, Ctenochaetus,

Scarus, dan Cheilinus, kemudian diikuti genus lain.

Selanjutnya jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu

rumpon kecil lokasi L2 pada waktu penangkapan malam dari adalah Chaetodon

kleinii sebanyak 16,0 ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 26,0 ind/m2,

kemudian Scarus ghobban pada malam hari sebanyak 2,0 ind/m2 dan siang hari

sebanyak 12,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Jenis ikan karang yang memiliki

kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L2 pada waktu penangkapan

malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 10,0 ind/m2, sedangkan siang hari

sebanyak 18,0 ind/m2, kemudian Cheilinus diagrammus pada siang hari sebanyak

10,0 ind/m2 dan malam hari sebanyak12,0 ind/m2, Apogon aureus pada malam

hari sebanyak 10,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 6,0 ind/m2, dan diikuti jenis

lain. Selanjutnya jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu

tanpa rumpon lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon

kleinii sebanyak 16,0 ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 42,0 ind/m2,

kemudian Siganus punctatus pada malam hari sebanyak 12,0 ind/m2 dan siang

hari sebanyak 12,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Berikut ini disajikan sebaran

kelimpahan setiap genus ikan karang pada alat tangkap bubu yang dioperasikan

bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 (Gambar 39, 40 dan 41).

Page 189: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

168

Gambar 39 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki

kelimpahan tertinggi di bubu rumpon kecil lokasi L2 pada penangkapan malam

hari adalah Chaetodon, kemudian Cheilinus dan diikuti genus lain, sedangkan

pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, kemudian Siganus dan

diikuti genus lain.

Gambar 39 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu rumpon kecil di lokasi L2.

Hologymnosus

Chromis

Chrysiptera

Amblyglyphidodon

Apogon

Pomacentrus

Centropyge

Cantherhines

Scarus

Myripristis

Ostichthys

Ctenochaetus

Acanthurus

Epinephelus

Cheilinus

Siganus

Chaetodon

Nilai Kelimpahan

BRK 1 Malam

0 10 20 30 400

10 20 40 30 50 500

BRK 1 Siang

Page 190: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

169

Gambar 40 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu rumpon besar di lokasi L2.

Nilai Kelimpahan

BRK 1 Malam

0 10 20 30 4010 20 40 30 50 50

BRK 1 Siang

Sargocentron

Abudefduf

Arothron

Naso

Chromis

Chrysiptera

Centropyge

Cheilodipterus

Apogon

Canthigaster

Cantherhines

Scarus

Cirrhitichtys

Balistapus

Myripristis

Ctenochaetus

Acanthurus

Sufflamen

Epinephelus

Cephalopolis

Cheilinus

Siganus

Chaetodon

Page 191: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

170

Gambar 41 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu tanpa rumpon di lokasi L2.

Nilai Kelimpahan

BRK 1 Malam

0 10 20 30 4010 20 40 30 50 50

BRK 1 Siang

Dascyllus

Balistapus

Pterocaesi

Pomacentrus

Halichoeres

Cirrhitichtys

Chromis

Chrysiptera

Amblyglyphidodon

Centropyge

Stegastes

Apogon

Cheilodipterus

Arothron

Cantherhines

Scarus

Myripristis

Ctenochaetus

Epinephelus

Thalassoma

Cheilinus

Cheilo

Siganus

Meiacanthus

Chaetodon

Page 192: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

171

Gambar 40 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki

kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L2 pada penangkapan malam

hari adalah Cheilinus, kemudian Chaetodon dan diikuti genus lain, sedangkan

pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Cheilinus, kemudian Chaetodon

dan diikuti genus lain.

Gambar 41 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki

kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L2 pada penangkapan malam

hari adalah Chaetodon, kemudian Siganus dan diikuti genus lain, sedangkan

pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, kemudian Siganidae

dan diikuti genus lain.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa genus ikan karang yang

memiliki kelimpahan tertinggi pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama

rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan malam hari di dominasi

oleh Chaetodon, Cheilinus dan Siganus, kemudian diikuti genus lain, sedangkan

penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, Cheilinus dan Siganus,

kemudian diikuti genus lain.

5.3.4 Analisis hasil tangkapan bubu

Hasil analisis uji t terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama

rumpon dan tanpa rumpon selama 24 kali operasi penangkapan dengan

menganalisis BRK1 malam vs BRB1 malam ternyata T-Value = 0.35,

P-Value = 0.731. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang

dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1 dengan bubu rumpon besar

di lokasi L1 pada penangkapan malam hari dengan tingkat kepercayaan 95 %.

Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRK1 siang vs BRB1 siang ternyata

T-Value = -0.38, P-Value = 0.704. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil

tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1 dengan

bubu rumpon besar di lokasi L1 pada penangkapan siang hari dengan tingkat

kepercayaan 95 %.

Page 193: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

172

Hasil analisis uji t terhadap BRK1 malam vs BTR1 malam ternyata

T-Value = 0.45, P-Value = 0.658. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil

tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1 dengan

bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan malam hari dengan tingkat

kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRK1 siang vs BTR1

siang ternyata T-Value = 0.85, P-Value = 0.398. Berdasarkan hasil analisis

tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan

antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1

dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan siang hari dengan

tingkat kepercayaan 95 %.

Hasil analisis uji t terhadap BRB1 malam vs BTR1 malam ternyata

T-Value = 0.15, P-Value = 0.882. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil

tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar di lokasi L1 dengan

bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan malam hari dengan tingkat

kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRB1 siang vs

BTR1 siang ternyata T-Value = 1.19, P-Value = 0.242. Berdasarkan hasil

analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar

di lokasi L1 dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan siang hari

dengan tingkat kepercayaan 95 %.

Hasil analisis uji t terhadap BRK2 malam vs BRB2 malam ternyata

T-Value = -1.73, P-Value = 0.091. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil

tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2 dengan

bubu rumpon besar di lokasi L2 pada tingkat kepercayaan 95 %. Selanjutnya

hasil analisis uji t terhadap BRK2 siang vs BRB2 siang ternyata T-Value = 0.37,

P-Value = 0.710. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang

dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2 dengan bubu rumpon besar

di lokasi L2 pada penangkapan siang hari dengan tingkat kepercayaan 95 %.

Page 194: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

173

Hasil analisis uji t terhadap BRK2 malam vs BTR2 malam ternyata

T-Value = -1.32, P-Value = 0.193. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil

tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2 dengan

bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan malam hari dengan tingkat

kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRK2 siang vs BTR2

siang ternyata T-Value = -1.32, P-Value = 0.196. Berdasarkan hasil analisis

tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan

antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2

dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan siang hari dengan

tingkat kepercayaan 95 %.

Hasil analisis uji t terhadap BRB2 malam vs BTR2 malam ternyata

T-Value = 0.33, P-Value = 0.740. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat

disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil

tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar di lokasi L2 dengan

bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan malam hari dengan tingkat

kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRB2 siang vs BTR2

siang ternyata T-Value = -1.52, P-Value = 0.135. Berdasarkan hasil analisis

tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan

antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar di lokasi L2

dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan siang hari dengan

tingkat kepercayaan 95 %. Hasil analisis uji “t” dapat dilihat pada Lampiran 18.

5.4 Pembahasan

Kehadiran ikan karang sangat ditentukan oleh kondisi terumbu karang

di suatu perairan. Terumbu karang yang sudah rusak akan menurunkan populasi

stok ikan karang. Terumbu karang dapat berkembang dengan baik ditentukan

oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan

karang adalah cahaya, suhu, salinitas, kejernihan air, arus, substrat dan

kedalaman laut maksimum untuk hewan karang membentuk terumbu pada

kedalaman sekitar 40 m. Cahaya dibutuhkan untuk fotosintesa, suhu dibutuhkan

untuk pertumbuhan karang antara 25 – 300 C, salinitas antara 27 – 40 ppm, untuk

Page 195: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

174

pertumbuhan karang dibutuhkan air yang jernih, karena kalau air keruh hewan

karang sulit membersihkan diri, arus diperlukan untuk mendatangkan makanan

berupa plankton dan substrat yang keras dan bersih dari lumpur sangat baik untuk

peletakan planula (larva karang) untuk membentuk koloni (Nontji, 2005).

Kondisi fisik dan kimia perairan lokasi penelitian juga sangat berpengaruh

terhadap kehadiran jenis-jenis ikan karang. Oleh karena itu, sebelum proses

pengangkatan bubu dilakukan terlebih dahulu diukur parameter fisik dan kimia

perairan. Pengukuran parameter fisik dan kimia perairan dilakukan pada pagi,

siang dan sore hari. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai DO berada pada

kisaran 0.1 – 0.2 ml/l, pH berkisar antara 8.1 – 8.2, suhu berkisar antara

27 – 29 °C, salinitas rata-rata 33 ppm, kecerahan rata-rata 10 m, sedangkan

kecepatan arus berkisar antara 03.00 – 09.00 m/det dengan arah arus pada waktu

pagi hari menuju ke Barat, sedangkan pada siang dan sore hari arah arus

berlawanan ke arah Timur dan Barat.

Menurut hasil penelitian Alwi (2004) mengemukakan bahwa kondisi fisik

dan kimia perairan lokasi pemasangan rumpon memiliki kecepatan arus berkisar

antara 0,013 m/det – 0,22 m/det, kedalaman pemasangan rumpon sekitar 15 m,

suhu perairan antara 29 – 31,830 C dengan salinitas antara 29 – 31,67 ppt.

Kecerahan perairan antara 40 – 54,67 %, oksigen terlarut 3,87 – 5,2 ppm,

sehingga kondisi ini cukup aman untuk pemasangan rumpon.

Bubu yang dioperasikan dalam penelitian ini tidak menggunakan umpan,

namun untuk menarik perhatian ikan untuk mendekati alat tangkap bubu

menggunakan rumpon. Pengoperasian bubu di perairan di letakkan bersama

rumpon dan tanpa rumpon. Pada kondisi ini ternyata kemampuan rumpon untuk

menarik ikan-ikan datang mendekati alat tangkap bubu sangat baik dan pada bubu

tanpa rumpon walaupun tanpa ada alat bantu untuk menarik ikan berkumpul,

ternyata bubu tanpa rumpon juga mempunyai kemampuan untuk menangkap ikan

karang tidak jauh berbeda dari bubu berumpon. Rumpon disini berperan dalam

mengumpulkan ikan-ikan sehingga proses kolonisasi terjadi. Adanya ikan-ikan

yang berkumpul di rumpon tentu akan beruaya ke alat tangkap bubu, akhirnya

masuk dan terperangkap.

Page 196: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

175

Menurut Iskandar dan Diniah (1996), penggunaan rumpon untuk bubu

memberikan manfaat yang sangat besar terutama berkaitan dengan tingkah laku

ikan. Adanya rumpon dapat menarik perhatian ikan untuk berlindung ataupun

karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan

plankton yang akan mengundang ikan pemakan plankton untuk mendekati

rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan

kecil mengundang ikan besar untuk datang terutama dari ikan predator yang akan

membuat ikan besar terjebak masuk ke bubu.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan karang yang masuk kedalam

bubu berfluktuasi menurut jenis ikan. Ikan dari famili Pomacentridae,

Apogonidae, Labridae dan Chaetodontidae paling banyak masuk kedalam bubu

baik yang dioperasikan bersama rumpon maupun tanpa rumpon. Hadirnya kempat

famili dominan ini ada kaitan dengan adapatasi tingkah laku (adaptive behaviour)

terhadap rumpon dan bubu. Menurut Syandri (1988) mengemukan berdasarkan

sifat dan tujuannya, maka tingkah laku ikan dapat dibagi atas (1) forage behaviour

yaitu tingkah laku ikan untuk mempertahankan hidupnya lebih ditentukan oleh

tingkah laku makan; (2) reproductif behaviour yaitu tingkah laku yang

berhubungan dengan keturunan; dan (3) defence behaviour yaitu tingkah laku ikan

yang bertujuan untuk mempertahankan diri (territorial behaviour). Adaptasi

tingkah laku ikan di rumpon dan bubu lebih ditekankan pada adaptasi untuk

mencari makan dan untuk mempertahankan diri/berlindung.

Ikan Chaetodon kleinii secara visual terlihat menggunakan rumpon dan

bubu sebagai tempat mencari makan dan berlindung. Hal ini dapat dibuktikan

pada saat pengamatan, ikan tersebut sedang memakan makanan yang menempel

pada daun-daun atraktor rumpon maupun pada dinding bubu. Selain itu, ikan ini

selalu terlihat tidak berpindah tempat dan tetap berada di rumpon dan bubu.

Walaupun penelitian ini belum sampai pada analisis isi lambung ikan yang

di amati, namun Edrus dan Syam, 1998 telah membukti bahwa makanan

kesukaan ikan Chaetodon kleinii adalah polip coral, algae dan zooplankton.

Diduga perifiton yang menempel pada daun-daun atraktor rumpon dimanfaatkan

oleh ikan Cahetodon kleinii sebagai sumber makanannya. Hal ini terlihat juga

pada famili Pomacentridae, Apogonidae, dan Labridae dimana keempat jenis ikan

Page 197: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

176

ini memiliki kesukaan jenis makanan hampir mirip. Kehadiran keempat famili

ikan karang ini karena saling kompetisi dalam mencari makan serta mencari

tempat perlindungan di rumpon dan bubu. Menurut Kuiter (1992) mengemukakan

bahwa makanan yang dimakan oleh beberapa famili ikan karang dapat dilihat

pada Tabel 36.

Tabel 36 Jenis makanan yang dimakan beberapa famili ikan karang

Famili ikan Jenis makanan Gobiidae (Amblygobius sp) Invertebrata, coral dan spongs Scraidae Algae Scorpaenidae Ikan, crustacea Siganidae Filter feeder, grazing, weeds dan algae Plesiopidae Plankton Nemipteridae Invertebrata kecil Malacanthidae Zooplankton yang mengapung Lutjanidae Ikan, crustacea dan plankton Caesionidae Zooplankton Lethrinidae Hewan-hewan yang hidup di pasir dan

pecahan-pecahan karang Chaetodontidae Polip coral, algae, cacing, invertebrata

dan zooplankton Pomacanthidae Algae dan spongs Pomacentridae Invertebrata, algae dan zooplankton Labridae • Cheilinus sp • Labroides sp

Invertebrata, crustacea dan cacing Polip coral

Ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon

dan tanpa rumpon memiliki ukuran tubuh berbeda-beda. Perbedaan ini karena

ukuran panjang tubuh ikan karang yang tertangkap bervariasi. Ukuran yang

berbeda menandakan bahwa ikan karang memiliki keunikan tersendiri dengan

ikan-ikan dari kelompok lain terutama dari segi ukuran tubuh karena ikan karang

memiliki variasi ukuran dalam kelompok. Dari hasil penelitian terlihat bahwa

ikan dari kelompok famili utama (mayor) ukuran tubuhnya kecil tapi ada beberapa

jenis yang berukuran besar seperti famili Scaridae, Caesionidae, Aulostomidae,

dan lain-lain, kelompok target umumnya berukuran lebih besar, sedangkan untuk

kelompok indikator umumnya ikan-ikannya berukuran kecil.

Pendapat lain juga dikemukan Reppie et al. 2006 bahwa ada terjadi

peningkatan ukuran panjang dan berat individu ikan yang hadir pada terumbu

Page 198: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

177

buatan menunjukkan bahwa beberapa spesies cenderung mengalami recruitment,

tetapi beberapa spesies hanya muncul pada awal pengamatan dan menghilang

pada bulan berikutnya.

Menurut Tiyoso (1979) diacu oleh Suci (1993) mengemukakan bahwa

fluktuasi hasil tangkapan dari jenis alat tangkap bubu terjadi karena (1) migrasi

dan perubahan harian, musiman maupun tahunan dari kelompok ikan; (2)

keragaman ukuran ikan dalam populasi; dan (3) tepat tidaknya penentuan

pemasangan bubu, karena alat tangkap ini bersifat pasif dan menetap.

Menurut FAO (1968) diacu oleh Pramono (2006), metode pengoperasian

bubu terdiri dari (1) Tali temali (rigging) berupa pemasangan tali temali terutama

untuk pelampung tanda; (2) Pemasangan umpan; (3) Pemasangan bubu (setting) :

keberhasilan penangkapan ikan sangat tergantung pada lokasi penempatan bubu

dan posisi penempatan bergantung pada jenis ikan yang menjadi sasaran

penangkapan; (4) Lama perendaman (soaking time) : bergantung pada tingkah

laku dari ikan sasaran penangkapan dan daya tahan umpan. Pada saat ikan sangat

aktif mencari makan, lama perendaman hanya butuh beberapa menit; dan (5)

Pengangkatan (haulling) dilakukan secara manual maupun dengan bantuan mesin

line hauler. Setelah bubu diangkat, hasil tangkapan dipindahkan ke palkah atau

keranjang yang telah disiapkan sebelumnya.

Dari data tersebut terlihat bahwa faktor utama yang berpengaruh terhadap

hasil tangkapan bubu ditentukan dari aktivitas ikan diurnal dan nokturnal dalam

mencari makan, serta pola renang dan pola gerak ikan di sekitar dan di dalam

bubu. Menurut High and Beardskey (1970) diacu oleh Baskoro dan Effendie

(2005), faktor yang mempengaruhi laju tangkapan adalah efek penyebaran. Pada

saat sejumlah ikan berenang banyak di dalam bubu mencoba untuk melepaskan

diri, ikan lain di luar bubu yang pada mulanya terangsang dapat menjadi takut dan

menjauhi. Efek penyebaran ini selalu diamati volume ikan yang tertangkap

mendekati volume bubu.

Hasil analisis uji t antara hasil tangkapan bubu pada BRK1m vs BRB1 m,

BRK1s vs BRB1s, BRK1m vs BTR1m, BRK1s vs BTR1s, BRB1m vs BTR1m

dan BRB1s dan BTR1s ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan

bubu diantara ketiga jenis metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon

Page 199: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

178

besar dan tanpa rumpon) di lokasi L1) pada penangkapan malam maupun siang

hari dengan tingkat kepercayaan 95 %.

Hasil analisis uji t antara BRK2m vs BRB2m, BRK2s vs BRB2s, BRK2m

vs BTR2m, BRK2s vs BTR2s, BRBB2m vs BTR2m, BRBB2s vs BTR2s ternyata

tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu diantara ketiga jenis

metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar dan tanpa rumpon) di

lokasi L2) pada penangkapan malam maupun siang hari dengan tingkat

kepercayaan 95 %.

Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa data dari sampel

yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu diantara ketiga

metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar dan tanpa rumpon)

baik pada penangkapan malam maupun siang hari. Namun secara visual rumpon

mampu mengumpulkan ikan terlihat dari adanya proses akumulasi berbagai jenis

ikan di sekitarnya. Tidak ada pengaruh karena lama waktu pemasangan rumpon

dan waktu operasi penangkapan relatif pendek sehingga tidak memberikan

kesempatan untuk ikan-ikan lebih lama berkumpul di rumpon dan akhirnya masuk

ke bubu.

Menurut Martasuganda (2003), waktu pemasangan (setting) dan

pengangkatan (hauling) bubu dilakukan pada waktu pagi hari, siang hari dan sore

hari, sebelum matahari terbenam atau malam hari tergantung dari nelayan yang

mengoperasikannya. Lama perendaman bubu di perairan ada yang hanya

direndam beberapa jam, satu malam, tiga malam bahkan ada yang sampai

seminggu.

5.5 Kesimpulan dan Saran

5.5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut :

Hasil tangkapan bubu terdiri atas 107 spesies (54 genus dan 22 famili).

Di lokasi yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon

mempunyai hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan

Page 200: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

179

dari bubu rumpon kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih

muda. Jenis ikan karang terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata.

Tiga jenis ikan yang paling banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii,

Ctenochaetus striatus dan Scarus ghobban. Di lokasi yang didominasi karang

keras (L1), dua genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari oleh

bubu, baik dengan rumpon maupun tanpa rumpon, adalah Ctenochaetus dan

Chaetodon, sedangkan jenis ikan yang banyak tertangkap pada siang hari adalah

Chaetodon dan Cheilinus. Di lokasi yang didominasi karang lunak (L2), genus

ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari adalah Chaetodon dan

Cheilinus, sedangkan siang hari adalah Chaetodon, Cheilinus dan Siganus.

Data dari sampel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan

bubu di antara ketiga jenis metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon

besar, dan tanpa rumpon) karena lama waktu pemasangan rumpon dan waktu

operasi penangkapan relatif pendek sehingga tidak memberikan kesempatan untuk

ikan-ikan lebih lama berkumpul dan masuk ke bubu.

5.5.2 Saran

Informasi yang diperoleh melalui penelitian ini masih terbatas, maka

disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh bentuk, jarak

dan jumlah rumpon dan bubu serta posisi penempatan di perairan terhadap hasil

tangkapan bubu.

Page 201: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

6 PEMBAHASAN UMUM

Terumbu karang termasuk salah satu ekosistem di daerah tropis yang

mempunyai keanekaragaman hayati tinggi, salah satunya adalah ikan karang. Ikan

karang berinteraksi dengan ekosistem terumbu karang dan menghabiskan masa

hidupnya hanya pada ekosistem tersebut. Sifat dan tingkah laku ikan karang

berbeda-beda tergantung dari jenis ikannya. Agar ikan karang mudah tertangkap

pada alat tangkap yang dikehendaki, maka pengetahuan tentang tingkah laku ikan

karang perlu dipahami.

Tingkah laku adalah suatu orientasi reaksi sebagai keseimbangan bilateral

yang terpenting dari suatu reaksi (Fraenkel and Gunn, 1961 diacu oleh Zhou dan

Shirley, 1997). Tingkah laku ikan merupakan salah satu informasi yang sangat

mendasar dibutuhkan dalam perencanaan kegiatan penangkapan ikan. Pemahaman

tentang tingkah laku ikan terutama ikan yang menjadi target penangkapan dapat

membantu dan mempermudah untuk memilih alat tangkap yang tepat, sehingga

proses penangkapan ikan dapat memberikan hasil yang optimal. Selama ini

terlihat banyak kekurangan dalam usaha penangkapan ikan karang karena

keterbatasan pengetahuan nelayan dalam pemahaman teknologi penangkapan

ikan.

Beberapa alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan ikan karang

seperti pancing ulur, bubu, pancing rawai, gill net, sero dan pukat. Dari sekian

banyak alat tangkap di atas, pemilihan bubu sebagai alat penangkapan ikan dasar

dan ikan karang sangat tepat, terutama jika dilihat dari segi mutu hasil tangkapan.

Selain itu, ada juga para nelayan yang ingin mendapat hasil tangkapan secara

cepat dan dalam jumlah banyak biasanya menangkap dengan menggunakan bahan

peledak (blast fishing) dan racun.

Untuk memikat ikan datang pada alat tangkap bubu, selama ini nelayan

menggunakan umpan. Namun penangkapan ikan karang dengan bubu juga dapat

dilakukan tanpa umpan atau dengan menggunakan pikatan lain. Salah satu pikatan

yang digunakan untuk membantu proses penangkapan ikan karang dengan alat

tangkap bubu menggunakan rumpon.

Page 202: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

181

Penggunaan rumpon dalam penangkapan ikan karang masih sangat jarang

dan hanya masih pada taraf uji coba penangkapan melalui penelitian. Walaupun

hasil penelitian tentang penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan

ikan karang masih sangat minim, namun dari beberapa hasil penelitian yang sudah

dilakukan ternyata teknologi rumpon ini sangat membantu dalam penangkapan

ikan karang. Bahkan keuntungan yang diperoleh lebih besar dari bubu yang

dioperasikan tanpa rumpon.

Berhasil tidaknya trip usaha penangkapan ikan di laut pada dasarnya

bagaimana mendapatkan daerah penangkapan (fishing ground), gerombolan ikan

dan keadaan potensinya, untuk kemudian dilakukan operasi penangkapan.

Beberapa cara untuk mendapatkan (mengumpulkan) kawanan ikan sebelum

penangkapan dilakukan dengan menggunakan alat bantu penangkapan (fish

aggregating devices atau lure) atau disebut rumpon. Kedudukan rumpon dalam

usaha penangkapan ikan di Indonesia sangat penting ditinjau dari segala segi baik

biologis maupun ekonomi (Subani dan Barus, 1988).

Pengetahuan tentang reaksi ikan terhadap berbagai rangsangan lingkungan

sangat penting untuk mendeteksi konsentrasi ikan dan merupakan faktor penentu

untuk memperbaiki alat tangkap dan metode penangkapan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi penyebaran dan tingkah laku ikan antara lain : suhu , arus, cahaya,

spawning dan survival larva, migrasi diurnal dan vertikal serta perubahan diurnal

lainnya. Faktor lain yang berpengaruh juga terhadap tingkah laku ikan seperti

salinitas, upwelling, musim, gelombang, makanan dan faktor meteorologi (Hela

dan Laevastu, 1970). Selanjutnya menurut Mckeown (1985), ikan melakukan

migrasi dipengaruhi oleh suhu, intensitas cahaya, polarisasi cahaya, kualitas

cahaya, predator, makanan dan parameter lain termasuk kedalaman perairan dan

karakteristik ruang yang bervariasi bagi ikan.

Pengetahuan tentang tingkah laku ikan merupakan salah satu faktor dalam

mendisain alat tangkap yang memberikan rangsangan (stimulus) untuk menarik

ikan-ikan. Rangsangan untuk menarik ikan seperti rangsangan optik, kimia, bunyi

(akustik) atau taktik alami. Ide untuk menarik ikan dapat dilakukan dengan

menyediakan tempat persembunyian (heding place). Salah satu cara yang

Page 203: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

182

digunakan dengan menyediakan tempat sehingga ikan terkonsentrasi, dan dapat

digunakan pada beberapa alat tangkap seperti perangkap (traps) (Brandt, 1964).

Operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu erat hubungannya

dengan tingkah laku ikan sebagai faktor penentu keberhasilan operasi

penangkapan ikan. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan dapat memperbaiki

serta merubah alat maupun metode penangkapan yang memungkinkan untuk

meningkatkan efisiensi penangkapan dalam pengembangan teknologi

penangkapan ikan .

Penyediaan tempat-tempat untuk bersembunyi maupun berlindung bagi ikan

sebagai salah satu pikatan digunakan alat berbentuk perangkap. Bubu merupakan

alat tangkap termasuk ke dalam perangkap atau penghadang. Alat ini berupa

jebakan. Penangkapan dengan alat tangkap bubu memberikan kemungkinan untuk

ikan mudah masuk dan tidak bisa meloloskan diri dan akhirnya terperangkap.

Bubu pada umumnya digunakan untuk menangkap crustacea, juga

digunakan untuk menangkap ikan predator dan moluska. Disain bubu umumnya

sama, bubu dibuat dari bingkai yang ditutupi dengan mata jaring, memiliki satu

atau dua pintu masuk. Pintu masuk didisain mencegah hewan-hewan meloloskan

diri (Jennings et al. 2001). Menurut Sainsbury (1996), bubu dapat di konstruksi

dari kayu, kawat baja tahan karat, kawat mata jaring, plastik, atau kawat plastik,

dan ukuran dan disainnya tergantung pada yang menggunakan baik di daerah

dekat pantai maupun laut lepas. Bubu dapat ditempatkan di dasar perairan

tergantung dari spesies atau pada berbagai kedalaman perairan.

Pengoperasian bubu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bubu dasar

(ground fishpot), bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot).

Menurut cara pengoperasiannya bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara

yaitu dipasang secara terpisah dimana satu bubu dipasang dengan satu pelampung

(single trap) dan beberapa bubu dirangkai menjadi satu dengan menggunakan satu

tali utama (long line traps).

Metode pengoperasian untuk semua jenis bubu pada umumnya hampir

sama, yaitu di pasang di daerah penangkapan yang sudah diperkirakan banyak

hidup ikan (ikan dasar, kepiting, udang, keong, dan lain-lain) yang akan dijadikan

Page 204: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

183

target penangkapan. Waktu pemasangan (setting) dan pengangkatan (hauling) ada

yang dilakukan pada waktu pagi hari, siang hari dan sore hari, sebelum matahari

terbenam atau malam hari tergantung dari nelayan yang mengoperasikannya.

Lama perendaman bubu di perairan ada yang hanya di rendam beberapa jam, ada

yang dalam semalam, ada juga sampai tiga hari, bahkan ada yang sampai 7 hari

(Martasuganda, 2003).

Bubu merupakan alat tangkap pasif, sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu

dilakukan hal-hal yang dapat menarik perhatian ikan, selain umpan sebagai alat

pemikat ikan, tetapi dapat pula dikombinasikan dengan rumpon. Fish Aggregating

Devices (FADs) banyak digunakan dalam operasi penangkapan ikan terutama

dalam penangkapan ikan pelagis yang dikumpulkan dengan menggunakan objek

yang mengapung, itu juga sama pada ikan karang yang dikumpulkan dengan

habitat dasar buatan (Uda, 1933; Kimura, 1954; Kojima, 1956; Inoue et al. 1963,

1968; Gooding, 1965; Gooding dan Magnuson, 1967; Greeblatt, 1979, diacu oleh

Ibrahim et al. 1996).

Menurut Kuperan et al. (1997), Artificial Reefs (ARs) yang digunakan

sebagai alat pengumpul untuk menarik ikan dan menyediakan tempat berlindung

bagi ikan disebut Fish Aggregating Devices (FADs). Rumpon disebut sebagai alat

bantu penangkapan karena alat ini hanya bersifat membantu untuk mengumpulkan

ikan pada suatu tempat (titik) , kemudian dilakukan operasi penangkapan (Subani,

1986 diacu oleh Prakoso, 2005).

Penggunaan rumpon bersama bubu memberikan manfaat yang sangat besar

terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik

perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu

sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan

pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan

ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk

datang terutama dari ikan predator yang akan membuat ikan besar terjebak masuk

ke bubu.

Mikroorganisme yang menempel pada atraktor rumpon penting sebagai

makanan ikan karang dikenal dengan sebutan perifiton. Biomassa perifiton yang

Page 205: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

184

terbentuk merupakan sumber makanan alami biota air yang lebih tinggi yaitu

zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan (Klumpp et al. 1992 diacu oleh

Zulkifli, 2000).

Perifiton sebagai bagian dari plankton merupakan salah satu organisme

perairan yang sangat penting dan mempunyai peranan utama dalam siklus

kehidupan di laut. Dalam kedudukannya sebagai rantai awal siklus kehidupan

dalam air, plankton berfungsi sebagai produsen primer serta mampu menyediakan

energi bagi organisme lain yang hidup di lingkungannya termasuk ikan (Sachlan,

1982 diacu oleh Suprato, et al. 1991). Dengan mengetahui kondisi plankton baik

secara kuantitas maupun kualitas akan sangat membantu dalam penentuan

populasi ikan atau biota lain yang dapat dipakai sebagai petunjuk daerah

penangkapan.

Perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya sangat

ditentukan oleh kemantapan keberadaan substrat. Substrat dengan benda hidup

sering bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian. Setiap

saat pada substrat hidup akan terjadi perubahan lingkungan sebagai akibat dari

respirasi dan asimilasi, sehingga mempengaruhi komunitas perifiton. Pada

substrat benda mati akan lebih menetap (permanen) meskipun pembentukan

komunitas lamban maupun lebih mantap tidak mengalami perubahan, rusak atau

mati (Ruttner,1974, diacu oleh Zulkifli, 2000).

Tipe substrat sangat menentukan proses kolonisasi dan komposisi perifiton.

Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dan alat penempelnya. Kemampuan

menempel pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian oleh arus

atau gelombang yang dapat memusnahnya. Untuk menempel pada substrat,

perifiton mempunyai alat penempel yaitu (1) rhizoid, seperti pada Oedogonium

dan Ulothrix; (2) tangkai gelatin panjang atau pendek, seperti Cymbella,

Gomphonema dan Achnanthes; (3) bantalan gelatin berbetuk setengah bulatan

(sphaerical) yang diperkuat dengan kapur atau tidak, seperti Rivularia,

Chaethopora dan Ophyrydium (Osborn, 1993 diacu oleh Zulkifli, 2000).

Jenis perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang

secara keseluruhan berjumlah 85 spesies, 70 genus, 36 famili dan 15 kelas. Dari

Page 206: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

185

data tersebut terlihat bahwa kelas Bacillariophyceae yang mendominasi komposisi

perifiton dengan jumlah spesies/jenis, genus maupun famili lebih banyak

dibandingkan dengan kelas perifiton lainnya. Melimpahnya kelas

Bacillariophyceae karena mempunyai alat berupa tangkai gelatin untuk

melekatkan diri pada substrat tertentu ada yang bercabang atau panjang. Dengan

alat ini, kelas Bacillariophyceae mempunyai kemampuan untuk menahan arus

yang relatif deras (Erliana 1988 diacu oleh Arnofa, 1997).

Kemampuan organisme yang menempel pada FADs spesiesnya bervariasi

tergantung dari ketahanan FADs dan kondisi tekstur substrat. Hasil penelitian

Ibrahim, et al. 1996 menunjukkan bahwa kepadatan organisme yang menempel

pada FADs tergantung dari substrat di perairan. Ketahanan FADs dari daun

kelapa relatif lebih pendek. Kepadatan organisme bertambah dalam periode

tertentu tergantung dari kualitas substrat dan tidak dapat meningkatkan kepadatan

organisme.

Menurut Seaman dan Spraque (1991), FADs termasuk habitat buatan dapat

menyediakan sumber makanan, sebagai tempat berlindung dan tempat asuhan dan

tempat berpijah. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap habitat buatan

seperti tipe substrat di sekitarnya, jumlah, isolasi habitat-habitat yang mirip,

kedalaman, lintang, musim dan temperatur, kualitas air (salinitas, kecerahan dan

bahan pencemar) arus dan produktivitas perairan.

Fish Aggregating Devices (FADs) di Malaysia disebut “Unjam”, dibuat dari

daun kelapa, tali pemberat dihubungkan dengan pelampung bambu dan

jangkarnya terbuat dari pasir yang diisi dalam karung. Unjam ditempatkan di

perairan pada kedalaman antara 5 – 60 km dari garis pantai yang dibagi antara

5 – 20 kelompok, tergantung kekayaan daerah penangkapan (Ibrahim et al. 1990

diacu oleh Ibrahim et al. 1996).

Berkumpulnya ikan pada FADs dan bubu sangat tergantung dari daya

penglihatannya. Menurut Moyle (1993) diacu oleh Mubarok (2003),

berkumpulnya ikan sangat tergantung pada daya penglihatan, di mana setiap

anggota kawanan mengikuti ciri-ciri kunci dari ikan di sekitarnya. Ketergantungan

Page 207: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

186

terhadap penglihatan inilah yang menyebabkan kawanan ikan biasanya akan

bubar.

Struktur kawanan ikan dapat dibagi menjadi empat kelompok (1) bergerak

(semua anggota kawanan bergerak ke suatu arah); (2) bergerombol (ikan

melakukan sedikit pergerakan dan menghadap ke berbagai arah); (3) bertahan

(kawanan sebagai satu unit melakukan pergerakan untuk menghindari pemangsa);

dan (4) makan (dalam suatu kawanan, ikan merubah posisi dan arah secara cepat

untuk mengejar mangsa). Bentuk, ukuran, kepadatan dan struktur kawanan ikan

dalam suatu waktu sangat bervariasi walaupun kawanan tersebut terbentuk dari

jenis ikan yang sama . Hal ini terjadi karena karakter kawanan ikan labil

adaptasinya terhadap perubahan kondisi perairan (Radakov, 1972, diacu oleh

Mubarok, 2003).

Tingkah laku berkumpulnya ikan berkembang sebagai adaptasi dan

sebagaimana bentuk tingkah laku lainnya dari suatu jenis ikan. Selain itu, tingkah

laku berkumpulnya ikan juga menjamin keselarasan antara suatu jenis ikan

dengan lingkungannya. Karakteristik tingkah laku berkumpulnya ikan merupakan

salah satu faktor biologis yang penting untuk menentukan kebijakan dalam dunia

perikanan tangkap (Radakov, 1972, diacu oleh Mubarok, 2003).

Tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu beranekaragam

terutama menyangkut jarak (radius) ikan terhadap rumpon dan bubu, lama waktu,

pola renang, pola gerak, interaksi ikan karang terhadap zone of influence alat

tangkap bubu, serta cara ikan masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu. Jarak

setiap jenis ikan karang terhadap rumpon dan bubu berbeda-beda umumnya

berada antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan karang hadir di rumpon dan bubu

umumnya > 30 menit. Pola renang umumnya beragam dan dominan bersifat

soliter, sedangkan pola gerak yang ditampilkan beranekaragam tergantung pada

jenis ikan. Begitu juga cara ikan masuk dan meloloskan diri berbeda tergantung

pada jenis ikan.

Ikan karang berinteraksi terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat

tangkap bubu berbeda-beda sangat dipengaruhi oleh jarak, lapisan renang

(swimming layer), batas pandang (visbility) ikan terhadap benda-benda yang

Page 208: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

187

berada di perairan, kecepatan renang, pola renang dan pola gerak ikan di sekitar

alat tangkap. Setiap alat tangkap mempunyai zona pengaruh yang berbeda-beda

terhadap tingkah laku ikan. Menurut Nikonorov (1975), dalam menguji zona

pengaruh dari suatu alat tangkap diasumsikan bahwa zona pengaruh alami

terhadap tingkah laku ikan yang di determinasi tergantung dari disain suatu alat

tangkap. Zona pengaruh mempunyai efek yang berbeda terhadap tingkah laku

ikan tergantung dari disain suatu alat tangkap.

Penggunaan bubu bersama rumpon sangat berperan dalam proses

penangkapan ikan karang. Hal tersebut bisa dilihat dari kemampuan rumpon untuk

mengumpulkan ikan-ikan untuk mempermudah proses penangkapan bubu. Dari

hasil penelitian terlihat bahwa tingkah laku ikan karang yang hadir di sekitar

rumpon dan bubu ternyata berbeda-beda menurut jenis ikan. Jarak ikan terhadap

bubu dan rumpon, pola renang dan pola gerak berbeda-beda menurut jenis ikan.

Informasi ini penting dibutuhkan untuk menentukan posisi penempatan bubu dan

rumpon di perairan dalam penangkapan ikan karang. Jarak ikan karang terhadap

rumpon dan bubu serta pola geraknya menentukan pola interaksi ikan karang

terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu dan peranan rumpon

dalam memperbesar zona pengaruh (field of influence) alat tangkap bubu.

Penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang

merupakan suatu inovasi yang baru dicobakan di lokasi penelitian. Menurut

Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa inovasi adalah sesuatu ide, perilaku,

produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui,

diterima dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat

dalam suatu lokalitas tertentu, atau dapat mendorong terjadinya perubahan-

perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya

perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat

yang bersangkutan.

Pengertian inovasi sendiri merupakan perpaduan antara alat dan cara, teknik

atau metode yang diterapkan dalam bidang tertentu. Perpaduan antara alat dan

cara, teknik atau metode disebut teknologi. Teknologi terdiri dari dua dimensi

yaitu ilmu pengetahuan (science) dan rekayasa (engineering), dimana keduanya

Page 209: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

188

saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Teknologi dapat berupa teknik, metode

atau cara serta peralatan yang dipergunakan untuk menyelenggarakan pelaksanaan

suatu rancangan transformasi input menjadi output, dengan sasaran tertentu yang

didasarkan atas science dan engineering tercapai (Sewoyo, 2001 diacu oleh Bugis,

2006).

Ditinjau dari dimensi teknologi tersebut makan defenisi teknologi

penangkapan ikan adalah seluruh teknik, metode, cara serta peralatan yang

digunakan untuk menangkap ikan khusus ikan karang Teknologi penangkapan

ikan karang dibagi dalam dua kategori berdasarkan dampak negatif yang

diakibatkan oleh pengoperasian alat tangkap yaitu legal fishing dan destructive

fishing (Sewoyo, 2001 diacu oleh Bugis, 2006). Akibat dari pengembangan

metode penangkapan ikan karang yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan,

mengakibat terjadinya degradasi terhadap sumberdaya terumbu karang.

Pengaturan posisi penempatan bubu dan rumpon di perairan merupakan

suatu penyempurnaan terhadap teknologi penangkapan ikan karang. Pengaturan

posisi penempatan bubu dan rumpon di perairan diharapkan ikan-ikan yang

tertangkap akan terseleksi sehingga peluang ikan yang tertangkap akan berkurang

serta mengurangi laju degradasi sumberdaya ikan di terumbu karang. Penggunaan

bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang dapat digunakan untuk

mendukung pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumberdaya terumbu

karang. Upaya ini perlu dilakukan dalam mewujudkan tujuan pengelolaan

perikanan yang diamanatkan dalam UU No. 31 Tahun 2004.

Pengertian pengelolaan perikanan menurut UU No. 31 Tahun 2004 adalah

semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi,

analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan,

dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan

di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang

diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati dan

tujuan yang disepakati.

Page 210: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

189

Menurut Soekarno (2000), mengelola perikanan terumbu karang adalah

suatu usaha memanfaatkan komoditi perikanan di terumbu karang secara optimal

dan berkelanjutan. Ada empat aspek yang perlu diperhatikan sebagai indikator

pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya

pengelolaan perikanan karang yang berkaitan dengan penggunaan bubu dan

rumpon dalam penangkapan ikan karang antara lain :

(1) Ekologi

Pemasangan rumpon bersama bubu dalam penangkapan ikan karang

merupakan salah satu cara untuk mengurangi laju kerusakan terumbu karang,

dimana para nelayan tidak saja menangkap ikan pada terumbu karang yang masih

baik, tetapi dapat juga pada terumbu karang yang sudah mengalami degradasi.

Penempatan rumpon di perairan karang di maksud untuk melindungi ekosistem

karang yang masih baik sehingga laju penangkapan ikan karang di terumbu

karang yang masih baik dapat ditekan agar ikan karang terus berkembangbiak dan

menjadikannya sebagai bank ikan. Upaya ini perlu dilakukan untuk melindungi

sumberdaya terumbu karang sebagai salah satu tujuan konservasi.

Pemasangan rumpon dan bubu pada lokasi terumbu karang yang sudah

rusak diibaratkan mirip terumbu karang alami, dimana rumpon akan berfungsi

sebagai tempat berlindung dan menyediakan makanan bagi ikan-ikan terutama

ikan target. Diharapkan proses rekruitmen terhadap populasi ikan karang akan

terus meningkat sehingga ikan-ikan akan beruaya ke lokasi pemasangan rumpon

dan mendekati alat tangkap bubu, akhirnya masuk dan tertangkap.

(2) Biologi

Penangkapan ikan karang dengan alat tangkap bubu bersama rumpon tidak

memberikan dampak negatif terhadap sumberdaya ikan karang dan lingkungannya

asalkan dilakukan dengan metode penangkapan yang tepat. Ikan-ikan yang

tertangkap akan terseleksi berdasarkan kedalaman penempatan bubu dan rumpon.

Pengaturan ini akan membuat perimbangan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan

di terumbu karang dan sekaligus menekan kerusakan karang. Selama ini salah

Page 211: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

190

satu faktor penyebab kerusakan karang terbesar berasal dari tekanan penangkapan.

Dengan demikian ikan-ikan yang menjadi target penangkapan akan mudah

dikontrol serta akan ada kesempatan bagi ikan karang untuk meningkatkan

populasinya melalui proses akumulasi. Bila terumbu karang terjaga ikan akan

melimpah sehingga produksi ikan karang terus meningkat .

(3) Ekonomi

Penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon tidak

membutuhkan biaya yang besar. Material pembuatan alat tangkap dan alat bantu

penangkapan ini dapat diperoleh dengan mudah di lokasi usaha. Selain itu,

pengontrolan dapat dilakukan dengan mudah tanpa harus membuang bahan bakar

dan tenaga untuk mencari daerah penangkapan ikan kemana-mana. Usaha

penangkapan dapat dilakukan baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok

karena pengoperasian penangkapan tidak sulit. Bila usaha penangkapan ikan

karang berkembang dengan baik, maka sumber pendapatan nelayan akan terus

meningkat.

(4) Sosial budaya

Penggunaan bubu dalam penangkapan ikan karang bukanlah hal baru bagi

para nelayan. Namun usaha penangkapan bubu bersama rumpon merupakan

teknologi penangkapan yang masih jarang dilakukan, sehingga hasil-hasil

penelitian yang sudah dilakukan perlu disosialisasikan bagi para nelayan agar

teknologi ini dapat dipahami dan dipraktekan. Bila usaha penangkapan bubu

bersama rumpon berkembang dengan baik, niscaya nelayan tidak akan kehilangan

lapangan pekerjaannya.

Menurut Cochrane (2002) diacu oleh Mangga Barani (2005) tujuan (goal)

umum dalam pengelolaan perikanan meliputi 4 (empat) aspek terdiri atas:

(1) Ekologi

Meminimalkan dampak penangkapan ikan bagi lingkungan fisik serta

sumberdaya non-target (by-catch), serta sumberdaya lainnya yang terkait.

Page 212: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

191

(2) Biologi

Menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau di atas tingkat yang

diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas.

(3) Ekonomi

Memaksimalkan pendapatan nelayan.

(4) Sosial

Memaksimalkan peluang kerja/ mata pencaharian nelayan atau masyarakat

yang terlibat.

Implikasi dari penelitian ini jika dikaitkan dengan program pengelolaan

terumbu karang yang saat ini sedang dikerjakan oleh proyek COREMAP-II

Departemen Kelautan dan Perikanan, diharapkan teknologi penangkapan ikan

karang menggunakan bubu bersama rumpon dapat meminimalisir kerusakan

terumbu karang dalam membantu upaya perlindungan terumbu karang. Bila

sumberdaya terumbu karang terjaga dan terpelihara, maka ikan-ikan akan

berkembang dan melimpah sehingga para nelayan tetap bisa melanjutkan usaha

dan tidak kehilangan mata pencahariannya.

Page 213: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Rumpon mampu mengumpulkan ikan karang sebagaimana terlihat dari

akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Pada bagian atraktor rumpon tumbuh

komunitas perifiton yang potensial sebagai makanan bagi sebagian jenis ikan yang

berkumpul. Perifiton didominasi oleh kelas Bacillariophyceae, namun komposisi

perifiton berbeda diantara kedua jenis atraktor, yaitu atraktor lontar (Borassus

flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pada rumpon lontar, jenis perifiton

dominan adalah Leptocylindrus sp. sedangkan pada rumpon gewang/gebang

adalah Chroococcus sp.

Selama penelitian ini, berhasil terkumpul di rumpon sebanyak 1190

individu ikan karang terdiri atas 62 spesies (42 genus dan 22 famili), di sekitar

bubu sebanyak 1230 individu, terdiri atas 47 spesies (34 genus dan 20 famili.

Ikan-ikan tersebut umumnya adalah kelompok ikan famili utama (mayor).

Jarak (radius) ikan karang dari rumpon dan bubu umumnya masing-masing

antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon dan bubu umumnya

lebih dari 30 menit (resident). Pola renang ikan karang di sekitar rumpon dan

bubu umumnya bersifat soliter. Ikan umumnya bergerak mendekati rumpon/bubu

dari arah depan rumpon/depan mulut bubu, kemudian bergerak naik turun dan

berada di atas dan di samping rumpon/bubu. Zona pengaruh (zone of influence)

bubu terhadap ikan ada pada empat posisi, yaitu ikan berada dekat permukaan,

pertengahan, di samping dan di dasar bubu dan rumpon. Tingkah laku ikan karang

di luar bubu, lama waktu ikan karang masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu

berbeda menurut jenis ikan.

Hasil tangkapan bubu terdiri atas 107 spesies (54 genus dan 22 famili). Di

lokasi yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon mempunyai

hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan dari bubu

rumpon kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih muda. Jenis

ikan karang terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata. Tiga jenis

ikan yang paling banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii, Ctenochaetus

Page 214: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

193

striatus dan Scarus ghobban. Di lokasi yang didominasi karang keras (L1), dua

genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari oleh bubu, baik

dengan rumpon maupun tanpa rumpon, adalah Chaetodon dan Ctenochaetus,

sedangkan jenis ikan yang banyak tertangkap pada siang hari adalah Chaetodon

dan Cheilinus. Di lokasi yang didominasi karang lunak (L2), genus ikan karang

yang banyak tertangkap pada malam hari adalah Chaetodon dan Cheilinus,

sedangkan pada siang hari adalah Chaetodon, Cheilinus dan Siganus. Data dari

sampel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu di antara

ketiga jenis metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar, dan tanpa

rumpon) karena lama waktu pemasangan rumpon dan waktu operasi

penangkapan relatif pendek sehingga tidak memberikan kesempatan untuk ikan-

ikan lebih lama berkumpul dan masuk ke bubu.

7.2 Saran

Penelitian ini menghasilkan informasi tingkah laku ikan yang masih

terbatas. Di masa depan, beberapa penelitian lanjutan diharapkan dapat

menjelaskan secara rinci:

1) Hubungan antara perifiton dan kehadiran ikan karang di rumpon dan bubu

2) Pola interaksi setiap jenis ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap

bubu yang dioperasikan bersama rumpon

3) Pengaruh pasang surut dan arah arus terhadap posisi penempatan rumpon dan

bubu dalam penangkapan ikan karang.

4) Pengaruh bentuk, jarak dan jumlah rumpon dan bubu serta posisi

penempatannya di perairan terhadap hasil tangkapan bubu.

Page 215: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

DAFTAR PUSTAKA

Adrim M. 1993. Pengantar studi ekologi komunitas ikan karang dan metoda pengkajiannya dalam Kursus Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang. Puslitbang Oseanologi, LIPI, Jakarta. 34 hal.

Allen GR and RC Steene. 1990. Reefs fishes on the Indian Ocean. Marine

Science and Technology Perth Australia. Allen, GR. and RC Stenee. 2002. Indo-Pacific coral reef field guide, Tropical

Reef Research. 378 p. Alwi, MJ. 2004. Analisis kesesuaian lokasi rumpon dalam menunjang kelestarian

terumbu karang. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Indonesia. Balitbangda Provinsi Sulawesi Selatan. http://www.litbangda-sulselgo.id. 13 hal.

A.P.H.A (American Public Health Association) 1989. Standard methods for

examination of water and wastewater. 17 th Edition, Washington DC. Pp : 1044-1075.

Archdale MV, K Anraku, T Yamamoto and N Higashitani. 2003. Behaviour of

the Japanese rock crab Ishigani Charybdis japonica towards two collapsible baited pots : Evalaution of capture effectiveness. Faculty of Fisheries, Kagosshima University, Kagoshima, Japan. Fisheries Science 2003; 69 : 785 -791.

Arnofa. 1997. Eko-struktur perifiton pada padang lamun di perairan Sekantung,

Teluk Banten, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 100 hal.

Asikin T. 1985. Petunjuk teknis usaha perikanan payaos. INFIS Manual Series

No.13. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta. Hal: 6-18. Atapattu. 1991. The experience of fish aggregating devices (FADs) for fisheries

resource enhancement and management in Sri Lanka. Papers presented at the symposium on Artificial Reefs and Aggregating Devices as Tools for the management and enhancement of marine fishery resources. Indo-Pasific Fishery Commission (IPEC) and FAO. RAPA Report : 1991/11. Colombo, Sri Langka, Bangkok. 14-17 May 1990. IPFC. Pp : 16-40.

Barretto EFC and RI Miclat. 1988. A study fish recruitment in a bamboo artificial

reef in The Philippines. Report of The Workshop On Artificial Reefs Development and Management, Penang, Malaysia. Pp: 117-129.

Baskoro MS dan A Effendy. 2005. Tingkah laku ikan hubungannya dengan

metode pengoperasian alat tangkap ikan. Departemen Pemanfaatan

Page 216: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

195

Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. 340 hal.

Baskoro MS. 2006. Alat penangkapan ikan berwawasan lingkungan. Kumpulan

pemikiran tentang teknologi penangkapan ikan yang bertanggungjawab. Kenangan Purnabakti Prof.Dr.Ir. Daniel R. Monintja. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Hal : 7-19.

Bell JD and R Galzin. 1985. Influence of live coral cover on soral reef fish

community. Proc. 4th. Int. Coral Reef Symp.2. Pp: 503-508. Bergstrom M. 1983. Review of experiences with and present knowledge about

fish aggregating devices. BOBP/WP/23 - pp 56. Boy RL and BR Smith. 1984. An improved FAD mooring line design for general

use in Pasific Island Countries, SPC/Fisheries 15/WP.2. 77 p. Brandt AV. 1964. Fish catching methods of the world. Fishing News (Books) Ltd

London. 191 : 46;49. Brand AV. 1984. Fish Catching methods of the world. Fishing News Books Ltd.

Farhan. Surrey. England. 418 p. Brower JE dan JH Zar. 1990. Field and laboratory method for general ecology,

Third Edition. Wm.C. Brown Publisher.Dubuque, Lowa. 237 p. Bugis Z, 2006. Strategi pengelolaan sumberdaya perikanan untuk pemanfaatan

berkelanjutan (Kasus: Kepulauan Ayau, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Irian Jaya Barat) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 118 hal.

Cochrane KL. 2002. A fishery Manager's guidebook: Management measures and

their application. FAO Fisheries Technical Paper, No. 424, Rome. FAO. 231 p

Choat JH and DR Bellwood. 1991. Reef fish. Their history and evolution in Sale

PF (Eds). The ecology of fishes on coral reef. Academic Press, INC, San Diego. 754 p.

CV Dinar. 1999. Prospek bisnis perdagangan ikan karang melalui penangkapan

yang ramah lingkungan. Prosiding Semiloka Penangkapan Perdagangan Ikan Karang Hidup di Indonesia, Denpasar 1-4 Maret 1999. Telapak Indonesia Jaring Pela bekerjasama dengan World Resource Institute The Nature Concervacy International Marine Life Alliance WWF Wallacea KEHATI. Hal: 80-81.

Page 217: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

196

Dahuri RH, J Rais, S.P Ginting dan MJ Sitepu. 1996. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. PT Pradnya Paramita Jakarta. 305 hal.

Davis CC. 1955. The marine and freshwater plankton. Michigan State University

Press. 562 p. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2004. Peluncuran

(Launching) COREMAP II - Terumbu karang sehat, Ikan berlimpah. Artikel 30 September 2004. Source : http://www.dkp.go.id.Surat.2 hal.

Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2004. Surat Keputusan

Presiden Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Undang-undang Perikanan. 30 hal.

(Deptan) Departemen Pertanian Republik Indonesia. 1997. Surat Keputusan

Menteri Pertanian, 1997 Nomor. 51/Kpts/IK. 250/1/97 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon, Jakarta. 13 hal.

De San M. 1982. Fish Aggregating devices or payaos. F1/DF/DAS/73/025

Working Paper FAO, Rome. 24 p. Direktorat Jendral Perikanan,. 1991.Potensi dan penyebaran sumberdaya ikan laut

di Indonesia. Ditjen Perikanan, Jakarta. 109 hal. Direktorat Jendral Perikanan. 1995. Penggunaan payaos/rumpon di Indonesia,

Jakarta. 11 hal. D’Itri. 1985. Artificial reefs marine and freshwater aplications. Lewis Publishers,

Michigan, USA. 589 p. Djatikusumo EW. 1975. Dinamika populasi Ikan. Akademik Usaha Perikanan,

Jakarta. Hal: 30-32. Edrus IN dan AR Syam. 1998. Sebaran ikan hias suku Chaetodonthidae di

perairan karang Pulau Ambon dan peranannya dalam penentuan kondisi terumbu karang. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia,1998, IV : 1-10.

Erliana KC.1988. Struktur komunitas dan kelompok perifiton pada substrat kaca

DAS Ciliwung, Daerah Tugu dan Sempur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 55 hal.

Effendie I. 2002. Pengaruh penggunaan rumpon pada bagan apung terhadap Hasil

tangkapan [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 45 hal.

Page 218: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

197

FAO. 1968. Modern fishing gear of the world. London . Fishing News Book Ltd. P. 1- 607.

Fitri ADP.2002. Ketajaman penglihatan mata ikan Juwi (Anodontostoma

chacunda) dan aplikasinya pada proses penangkapan pukat cincin mini. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 91 hal.

Ferno A and S Olsen. 1994. Marine fish behaviour in capture and abundance estimation . Fishing News Book. Harnolls Ltd. Bodmin. Cornwall. Britain. 221 p.

Fraenkel GS and DL Gunn. 1961. The orientation of animals. Dover

Pub;ications. Inc. NY. 376 pp. Furevik DM. 1994. Behaviour of fish in relation to pots.In Ferno, A and S.

Olsen, Editor. Marine Fish Behaviour in Capture and Abundance Estimation. Fishing News Books. 221: 28 - 44.

Girsang ES. 2004. Kajian terhadap perifiton dan hubungannya dengan keberadaan

ikan pelagis pada rumpon di perairan Pasuruan, Selat Sunda [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 127 hal.

Gloerfelt, T.T and P.J Kailola. 1984. Trawled fishes of Southern Indonesia and

Northwestern Australia. Published by Australian Development Assistance Bereau.Directorate General of Fisheries, Indonesia. Gema Agency for Technical Cooperation. 406 p.

Gooding RM. 1965. A raft for direct subsurface observation at sea. US Fish.

Wildl. Serv. Spec. Sci.Rept-Fish, 517: 5 pp Gooding RM and JJ Mangnuson. 1967. Ecological significance of a drifting

object to pelagic fishes. Pac. Sci. 21: 486-497. Greeblatt PR. 1979. Association of tuna with flotsam in the Eastern Tropical

Pacific. Fish. Bull, US. 71:147-155 Gunarso W. 1974. Suatu pengantar tentang tingkah fish behaviour dalam

hubungannya dengan fishing techniques dan fishing tactics. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 60 hal.

Gunarso W. 1985. Tingkah laku ikan dalam hubungan dengan alat, metode dan

teknik penangkapan. Diktat Kuliah [tidak dipublikasikan], Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 149 hal.

Harmelin-Vivien ML.1979. Ichtyofaune des recifs corallines de tuler

(Madagascar) : Ecologe et relations thropiques. These doc. Es-Sciences

Page 219: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

198

de La Mer et de L'environment AL' Universite d' aux Marseille II. France.

Hartati ST, Awwaludin dan IS Wahyuni. 2004. Kelimpahan dan komposisi jenis

hasil tangkapan bubu di perairan Gugus Pulau Kelapa Kepulauan Seribu. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 2004, 10: 29-51.

Hela I and T Laevastu. 1970. Fisheries oceanography. New Ocean Environmental

Service. Fishing News (Books) LTD, London. 238 p. Helviana. 1998. Struktur komunitas ikan karang pada ekosistem terumbu karang

rusak di perairan Pesisir Timur Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 84 hal.

High WL and AJ Beardsley. 1970. Fish behaviour studies from and undersee

habitat. Comm. Fish. Ref, 1970, 31-7. Hutomo M. 1986. Komunitas ikan karang dan metode sensus visual. Lembaga

Oseanologi Nasional-LIPI, Jakarta. Ibrahim S, MO Ambak, L Shamsudin dan MZ Samsudin. 1996. Importance of

Fish Aggregating Devices (FADs) as substrates for food organisms of fish. Fisheries and Marine Science Center, University Pertanian Malaysia. Fisheries Research 27 (1996) 265 - 273.

Imawati N. 2003. Studi tentang kepadatan ikan pelagis di sekitar rumpon di

perairan Pasuruan Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 57 hal.

Inoue M, R Amano and Y Iwasaki. 1963. Studies on environments alluring

skipjack and other tunas-I. On the oseanographical conditions of Japan and adjacent waters and the drifting substances accompanied by skipjack and other tunas. Rep. Fish.Res.Lab, Tokyo University, 1: 12-23.

Inoue M; R Amano and Y Iwasaki. 1963. Studies on environments alluring

Skipjack and other tunas-II. On the driftwoods accompanied by skipjack and other tunas. Bull. Japan. Soc. Sci. Fish, 34:283-287.

Ibrahim S, G Kawamura and MA Ambak. 1990. Effective range of traditional

Malaysian FAD as determined by fish-releasing method. Fish. Res, 9 : 299-306.

Irawati R. 2002. Studi tingkah laku pelolosan Kerapu Macan (Epinephelus

fuscoguttatus) pada bubu yang dilengkapi dengan celah pelolosan (escaping gaps) [skripsi]. Bogor : Program studi Pemanfaatan sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 103 hal.

Page 220: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

199

Isa MMH, Kohno, H Ida, HT Nakamura, A Jainal, and SASA Kadir.1998. Field guide to important commercial marine fishes of the South China Sea. Marine Fishery Resources Development and Management Departemen. Southeast Asia Fisheies Development Center. 287 p.

Iskandar MD dan Diniah. 1996. Studi pendahuluan modifikasi bubu berumpon

untuk penangkapan Kakap Merah (Lutjanus sp) di Cisolok, Kabupaten Sukabumi [laporan penelitian]. Bogor : Disampaikan dalam seminar hasil-hasil penelitian, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 13 hal.

Iskandar BH dan W Mawardi. 1996. Studi perbandingan keberadaan ikan-ikan

karang nokturnal dan diurnal tujuan penangkapan di terumbu karang Pulau Pari, Jakarta Utara [laporan penelitian]. Bogor : Disampaikan dalam seminar hasil-hasil penelitian, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 13 hal.

Jennings S; MJ Kaiser, and JD Reynolds. 2001. Marine fisheries ecology.

Blackwell Publishing. 417 p. Jester DB. 1973. Variations in catch ability of fishes with color of gillnets. Trans.

Am. Fish. Soc. 102: 109-115. JICA. 2001. Net Fishing (Pot Fisheries) Fishing technology. Textbook Vol.8.

Regional Fisheries Training Project, Japan International Cooperation Agency (JICA), Caribbean Fisheries Training and Development Institute (CFTDI) Trinidad and Tobago. 27 p.

Kaufman LH. 1980. Stream aufwuchs accumulation processe effect of ecosystem

depopulation Hydrobiologia. 20: 75-81. Kenelly SJ and JR Craig. 1989. Effect of trap design, independence of traps and

bait on sampling populations of spanner crabs Ranina ranina. Marine Ecology Progress Series, Agriculture and Fisheries Research Institute Australia, 1989; 51 : 49 – 56.

Klumpp DW, JS Saliti-Espinosa and MD Fortes. 1972. The role of epiphytic

periphyton and macroinvertebrata grazers in the tropic flux of a tropical seagrass community. Aquatic Botany, 43: 327-349.

Krebs CJ. 1972. Ecology the experimental analysis of distribution an abundance.

Harper Internationalled Harperanrow Publ. London. 694 p. Kuiter RH. 1992. Tropical reef fish of The Western Pasific Indonesia adjacent

water. Gramedia, Jakarta. 314 p. KuperanV, MN Kusairi, and TS Yew. 1997. Income impact of ARs a Malaysian

case study. Edited by Pollnac, RB and JJ. Ponggie. Fish Aggregating

Page 221: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

200

Devices in developing countries : Problems and perpectives. An ICMRD Publication.

Lionberger HF dan PH Gwin. 1983. Commnication strategies. Illinois : The

Interstate Orienters and Publisher, Inc, New York. Mangga Barani H. 2005. Model pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap :

kasus perairan laut Sulawesi Selatan bagian Selatan [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 94 hal.

Mardikanto T. 1993. Penyuluhan pembangunan pertanian. Sebelas Maret

University Press, Surakarta. 401 hal. Marschiavelli MIC. 2001. Analisis struktur dan kondisi ikan karang pada

ekosistem terumbu karang di perairan pesisir Nusa Penida Bali [skripsi]. Bogor : Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 70 hal.

Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya

Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 69 hal.

Mawardi MI. 2001. Pengaruh penggunaan jenis umpan terhadap hasil tangkapan

ikan karang pada alat tangkap bubu (trap) di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 81 hal.

Mckeown B. 1985. Fish migration. Croom Helm London and Sydney. Timber

Press. 224 : 5. Mc Connaughey BH and R Zottoli. 1983. Pengantar biologi laut bagian pertama.

The Antilles Proceedings 3nd International Coral Reef Symposium, 2 : 267-274.

Meyer HL and JV Marriner. 1976. Retention and escapement characteristic of

pound-head mesh size. Trans. Am. Fish. Soc. 3: 370-379. Monintja RD, MS Baskoro, S Martasuganda dan A Purbayanto. 1990. Studi

tentang rancang bangun Fish Aggregating Device untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penangkapan Cakalang dan Tuna di Perairan Selatan Jawa [laporan penelitian]. Bogor :Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 23 hal.

Monintja DR dan S Martasuganda. 1990. Teknik pemanfaatan sumberdaya hayati

laut II. [Diktat]. Proyek peningkatan S1, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal : 25-26.

Page 222: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

201

Monintja DR, JJ Widodo dan MFA Sondita. 2003. Pengkajian pemanfaatan rumpon untuk penangkapan ikan pelagis : Antisipasi terhadap Code of Conduct for Responsible Fisheries. Laporan RUT VIII. Kementrian Riset dan Teknologi Republik Indonesia, LIPI, Jakarta. 96 hal.

Moyle PB. 1993. Fish an enthusiast's guide.Chris Mari Van Dych. Illustrator Los

Angeles. University of California, Press. Mubarok MA. 2003. Pengaruh warna cahaya yang berbeda terhada tingkah laku

berkumpulnya juvenile kerapu tikus (Cromileptes altivelis) [skripsi]. Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 61 hal.

Nagelkerken W. 1981. Dsitribution of the groupers and snappers of the

Netherlands Antilles Proceedings 4nd International Coral Reef Symposium, 2 : 479-484.

Nasution HA. 2001. Uji coba bubu buton di perairan Pulau Batanta, Kabupaten

Sorong, Propinsi Papua [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 71 hal.

Newell GG and RC Newell. 1963. Marine plankton a practical guide Hutchington

Educational Ltd. London Melbourne. Sydney-New York. 207 p. Nikonorov IV. 1975. Interaction of fishing gear with fish aggregations. Keter

Publishing House Jerusalem Ltd. 215 p. Nomura M. 1981. Fishing techniques (2). Japan International Cooperation

Agency, Tokyo. 183 p. Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Percetakan Ikrar Mandiriabadi. P. 372 : 119-120. Nybakken, JW. 1988. Biologi laut : Suatu pendekatan ekologis. Percetakan PT

Gramedia, Jakarta. 459 : 326-327. Odum EP. 1971. Fundamental ecology. W.B Sounder,Co, Philadelphia. 574 p. Odum EP. 1975. Ecology : the link between the natural social science 2nd.

(Modern Biology Series) Hol.Rinehart and Winston: 48-57. Omma Nney. 1982. Fakta kehidupan di dalam air dalam ikan. Penerbit Tira

Pustaka. Hal : 35-44. Osborn LL. 1983. Colonization and Recovery of lothic epipilic communities

a metabolic approach. Hydrobiologia, 99: 29-36.

Page 223: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

202

Pentury B, HBH Iskandar dan W Mawardi. 1995. Studi tentang tingkah laku ikan karang di Pulau Pari, Kepulauan Seribu Jakarta [laporan penelitian].Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 30 hal.

Prakoso G. 2005. Penggunaan attractor dalam pengoperasian alat tangkap bubu

Ranjungan di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 67 hal.

Purbayanto A, RI Wahyu, dan S Tirtana. 2006. Selektivitas bubu yang dilengkapi

dengan celah pelolosan terhadap ikan Kakap (Lutjanus sp. Bleeker). Gakuryoku, 2006, XII : 92-98.

Pramono J. 2006. Perikanan bubu dan peluang pengembangannya di sekitar

lokasi Sea Farming Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 86 hal.

Purwanti DR. 2004. Dinamika struktur komunitas ikan karang pada pagi, siang

dan sore hari di perairan Pulau Payung Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 87 hal.

Rab T. 1988. Pengantar fisiologi ikan. Penerbit Yayasan Abdurrab Pekanbaru,

Riau. 81 hal. Radakov DV. 1972. Schooling in the ecology of fish. Israel Program for

Scientific Translation. Jerusalem-London. 270 p. Razak A, K Anwar dan MS Baskoro. 2005. Fisiologi makan ikan. Departemen

Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 108 hal.

Reiliza F. 1997. Studi tingkah laku ikan hias terhadap alat tangkap bubu kawat

tipe buton di perairan Karang Pulau Sekepal, Lampung Selatan [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 67 hal.

Redjeki S, Mayunar dan A Basyarie. 2005. Pengaruh musim gelap dan terang

terhadap penggunaan bubu di Teluk Lada, Citeureup Pandeglang. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 2005, 12 : 69-72.

Reppie E, DR Monintja, MFA Sondita, I Jaya dan VPH Nikijuluw. 2006. Struktur

asosiasi spesies target pada terumbu karang buatan di Perairan Selat Bangka, Kabupaten Minahasa Utara. Buletin PSP,2006, XV, 50-71.

Page 224: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

203

Risamasu FJL. 2000. Studi Perbandingan Terumbu Karang Buatan : Modul Kayu, Modul Bambu dan Modul Beton Di Perairan Hansisi, Semau, Kupang [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 127 hal.

Rumajar TP. 2001. Pendekatan sistem untuk pengembangan perikanan ikan

karang dengan alat tangkap bubu di Perairan Tanjung Manibaya Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 94 hal.

Ruttner F. 1974. Fundamentals of limnology. Third Edition. University of Toronto

Press, Toronto. 307 p. Sachlan M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan UNDIP,

Semarang. Hal : 5 – 10. Sadhori N. 1985. Teknik penangkapan ikan. Angkasa, Bandung. 80 hal. Sainsbury JC. 1996. Comercial fishing methods. An introduction to vessels and

gears. Third Edition. Fishing News Books. 359 p. Saldika AD. 2007. Studi preferensi pakan alami ikan Kerapu Balong (Epinephelus

merra) di Perairan Hansisi, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang [Skripsi]. Kupang: Jurusan/Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Sekolah Tinggi Ilmu dan Teknologi Nusantara Kupang. 70 hal.

Sale PF. 1991. The ecology of fishes on coral reefs. Academic Press.San Diego.

754 p. Samples KC and JT Sproul. 1985. Fish aggregating devices (FADs) and open

access commercial Fisheries, a theoritical inquiry. Bul. Mar. Sci. 37 : 305-317.

Seaman WJr. And LM. Sprague. 1991. Artificial habitats for marine and

freshwater fisheries. Academic Press, INC Harcourt Brace Jovanovich, Publishers., San Diego, California. 285 p.

Sewoyo S. 2001. Pendayagunaan teknologi tepat guna untuk pengembangan

potensi pedesaan. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah : Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia, Teknologi. Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, BPPT, Jakarta.

Sondita MFA 1986. Studi tentang peranan pemikatan ikan dalam operasi Purse

Seiner milik PT Tirta Raya Mina (Persero), Pekalongan [Karya Ilmiah]. Bogor: Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 78 hal.

Soedharma D. 1995. Studi komunitas perifiton dan komunitas ikan pada terumbu

ban dan bambu di Teluk Lampung. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal : 99-113.

Page 225: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

204

Soekarno 2000. Pengelolaan perikanan terumbu karang. Artikel Kalawarta, Vol. 4 (1). 2 halaman.

Soemarto 1962. The Rumpon Fishing Method Fisheries. Departemen Faculty of

Agriculture. The University of Tokyo. Subani W. 1972. Alat dan cara penangkapan ikan di Indonesia. Jilid 1. Lembaga

Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. Hal: 85-104. Subani W. 1986. Telaah penggunaan rumpon dan payaos dalam perikanan

Indonesia. Jurnal Penelitian perikanan Laut, PPPL, Jakarta, 35: 35-45. Subani W dan HR Barus. 1988. Alat penangkapan ikan dan udang laut di

Indonesia. Jornal Penelitian Perikanan Laut, No. 50 Tahun 1988/1989. Edisi khusus. 240 hal.

Suci LH. 1993. Studi tentang perbedaan jenis bubu terhadap hasil tangkapan ikan

hias di perairan Citeureup, Pandeglang, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 66 hal.

Suharyanto 2003. Kajian respons udang galah terhadap kejutan listrik arus bolak

balik dalam tangki percobaan skala laboratorium[tesis].Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 102 hal.

Suprato, Wasilun dan K Wagiyo. 1991. Kelimpahan fitoplankton dan kondisi

oseanografi di Perairan sekitar Kepulauan Karimun dan P. Bawean. Jurnal Penelitian Perikanan Laut,1991, 62, 21-27.

Supriharyono. 2000. Pengelolaan ekosistem terumbu karang. Penerbit Djambatan,

Jakarta. 118 hal. Syakur A. 2000. Komunitas ikan karang pada ekosistem terumbu karang ponton

bodong dan toyapakeh, Nusa Penida Bali [skripsi]. Bogor : Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 64 hal.

Syandri H. 1988. Tingkah laku ikan. Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta,

Padang. 63 hal. Tamimi M and DG Bengen. 1993. Spatial variability and interaction between

habitat and fish species on Sekepal Island and Belebuh (South Lampung) (Makalah dibawakan pada seminar Internasional ikan karang di Maumere. 13 hal.

Terangi 2004. Panduan dasar untuk pengenalan ikan karang secara visual

.Indonesia. Indonesian Coral Reef Foundation (TERANGI). http://terangi.or.id/publications/pdf/pandikan.pdf [Maret 2004]. 24 hal.

Page 226: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

205

Tim Pengkaji Rumpon Fakultas Perikanan IPB. 1987. Laporan akhir survei lokasi dan desain rumpon di perairan Ternate, Tidore, Bacan, dan sekitarnya (Laporan). Bogor : Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Hal : V: 54-58.

Tirtana S. 2003. Selektivitas ukuran ikan Kakap (Lutjanus sp) pada bubu yang

dilengkapi dengan celah pelolosan (escaping gaps) (skripsi). Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 60 hal.

Tiyoso SJ. 1979. Alat-alat penangkapan ikan tidak memungkinkan ikan kembali

(non return traps) (Karya Ilmiah). Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal : 6-9.

Uda M. 1933. Types of skipjack schools and their fishing qualities. Bull. Japan.

Soc. Sci. Fish, 2 (3): 107-111. Urbinus MP.2000. Pengaruh ukuran umpan buatan terhadap komposisi hasil

tangkapan pancing tonda di perairan Kabupaten Sorong, Propinsi Papua. (skripsi). Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 56 hal.

Warta. 2004. Kondisi ekosistem terumbu karang sebagai sumberdaya perikanan

di Kepulauan Seribu, Jakarta. Penelitian Perikanan Indonesia Edisi Akuakultur, 2004, 10 : 1- 6.

Wahyuni IG. 1995. Pengaruh posisi pemasangan vertikal alat tangkap bubu kawat

tipe buton berumpon terhadap hasil tangkapan di perairan Belebuh, Lampung Selatan [skripsi]. Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 57 hal.

Ward HB and GC Whipple. 1959. Freshwater biology. Second Edition. Edited by

W.T Edmondson. New York London. John Wiley and Sons. INC. 1248 p.

Wetzel RL. 1979. Methods and measurements of perifiton communities: A

Reviews American Society for Testing and Materials. Philadelphia. 200 p.

Wetzel RL. 1982. Limnology. Second Edition. Saunders College Publishing

Philadelphia. 743 p. Wiradika. 2006. Studi keanekaragaman jenis palem di Cagar Alam Telaga Warna,

Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 61 hal.

Page 227: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

206

Wijoyo NS. 2002. Tingkat perubahan temporal tipe substrat dasar dan ikan karang, Ekosistem Terumbu karang di Perairan Nusa Penida, Bali Tahun 1998 – 1999 [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 86 hal.

Witono JR. 1998. Koleksi palem Kebun Raya Bogor. Vol. I, No.1. UPT Balai

Pengembangan Kebun Raya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 41 hal.

Witono JR, A Suhatman, N Suryana dan RS Purwantoro. 2000. Koleksi palem Kebun Raya Cibodas. Vol. II, No. 1. Cabang Balai Kebun Raya Cibodas. UPT Balai Pengembangan Kebun Raya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 66 hal.

White AT. 1987. Coral reefs valuable resources of South East Asia ICLARM

Education Series I, International Centre for Living Aquatic Resources Management, Manila-Philipina. 36 p.

Yamaji L. 1976. Illustration of marine plankton of Japan. Hoikusha Publishing

Co, Ltd Japan. 360 p. Yuspardianto. 1998. Studi tentang efektivitas terumbu karang buatan sebagai Fish

Aggregation Device di perairan Pulau Sauh, Sumatera Barat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 229 hal.

Yusfiandayani R. 2004. Studi tentang mekanisme berkumpulnya ikan pelagis

kecil di sekitar rumpon dan pengembangan Perikanan di perairan Pasauran, Propinsi Banten [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 229 hal.

Yustika Y. 2006. Tingkah laku ikan Kepe-Kepe (Cheilmon rostratus) terhadap

variasi spectrum cahaya [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 69 hal.

Zhou S and TC Shirley. 1997. Behavioural responses of red king crab to crab

pots. Fisheries Research , Juneau Center, School of Fisheries and Ocean Science, University of Alaska Fairbanks, USA, 1997; 30 : 177-189.

Zulkarnain. 2002. Studi tentang penggunaan rumpon pada bagan apung di Teluk

Pelabuhan Ratu, Jawa Barat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 116 hal.

Zulkifli. 2000. Sebaran spasial komunitas perifiton dan asosiasinya dengan lamun

di perairan Teluk Pandan Lampung Selatan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 107 hal.

Page 228: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

(a) Rumpon dengan jenis atraktor yang berbeda

(b) Bentuk jangkar rumpon

Lampiran 1 Rumpon yang digunakan dalam penelitian

Page 229: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

208

(b) Atraktor daun gewang (Corypha gebanga)

(a) Atraktor daun lontar (Borrasus flabellifer)

Lampiran 2 Jenis-jenis atraktor yang digunakan dalam penelitian

Page 230: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

209

Lampiran 3 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian

(a) Bubu tampak dari depan (b) Bubu tampak dari samping

(c) Tipe jangkar bubu

Page 231: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

210

Lampiran 4 Keramba yang digunakan dalam pengamatan pola renang dan pola gerak ikan karang karang di luar dan di dalam bubu

a. Posisi di lihat dari atas

b. Keramba secara keseluruhan

Page 232: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

211

Atlanta inflata Clampilodiscus cribrosus Leptocylindrus sp

Globorotalis pumilio Chroococcus sp Spongilla fragilis

Spikul spongs Fragmen algae merah Rhabdonema adriaticum

Globigerinita humilis Diploneis fusca D. splendica

Lampiran 5 Jenis-jenis perifiton yang menempel pada daun atraktor

Page 233: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

212

Lampiran 6 Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 dan L2

Lokasi L1 Lokasi L2 Kelas Famili No Jenis

RLK RLB RG RLK RLB RG Bacillariophyceae Leptocylindriacea 1 Leptocylindrus sp + + + + + +

Surilellaceae 2 Amphyprora hyperborea + - + + - +3 Richelia intracellularis + - + + - +4 Amphora lineolata + - - - - -5 Donkinia recta - + + + - +6 Campylodiscus cribrosus - - - + - +

Thalassiosiraceae 1 Detonula pumida + + + + + +2 Thalassiosira sp + - - - - -

Nitzschiaceae 1 Nitzschia sp + - - - - -2 N. vitrea + + + + + +3 N. sigma + + + + + +4 N. closterium - - + - + -

Bacillaria paradoxa - + + + + -Tabellariaceae 1 Ligmophora abbreviata + + + + + +

2 Rhabdonema adriaticum + + + - + -3 R. arcuatum - - - - + -

Rhizosoleniaceae 1 Rhizosolenia setigera + + + - + +Biddulphiaceae 1 Stigmophora rostrata + + + - - -

2 Triceratium sp - - - - - +3 T. ghibbosum + + + + + +4 Biddulphia granulata + - + - - -

5 Hemiaulus sp - - + - - -Achnanthaceae 1 Diploneis fusca + + + + + -

2 D. splendica + + + + - -3 Gyrosigma acuminatum + + + + - -4 G. balticum - - + - - +5 G. angulatum - - - - + -6 Pleurosygma sp - + + - - +7 P. compactum + - + - - +8 Denticula fermalis - - - + - -

Fragilariaceae 1 Fragilaria cylindrus + - + + + +2 Asterionela japanica - - + + - +3 Thalassiothrix sp - - - - + -4 T. fraunfeldi - - - - - +

Cascinodiscuceae 1 Cascinodiscus sp + + + + - -Cymbellaceae 1 Cymbella sp 1 + + + + + +

2 Cymbella sp 2 - - + + - +Dinophyceae Dinophysiidae 1 Pyrocistis fusiformis + + + + + +

2 Dinophysis sp + - - - - -3 Gonyaulax sp - + - - + +4 Warnowia sp - - - - + +

Peridiniaceae 1 Peridiunus sp - - - + - +Cyanophyceae Oscillatoriaceae 1 Pelagothrix clevei + + + + + +

2 Tricodesmium sp + + + + + +3 Halosphora viridis + + + + + +4 Chroococcus sp + + + + + +5 Spirulina sp 1 + + - + - +6 Spirulina sp 2 - + - - + +

Page 234: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

213

Lampiran 6 (Lanjutan) Lokasi L1 Lokasi L2 Kelas Famili No Jenis

RLK RLB RG RLK RLB RG Chlorophyceae Desnidiaceae 1 Hyalotheca dissiliens - - + + + +

2 Triploceras gracile - + - - - -Palmellaceae 1 Askenasyella chlamidopis + + + - - +Chladophoraceae 1 Rhizoclonium sp - - + + + -Zygnematoceae 1 Zygnemopsis spiralis - - - + + -

2 Zygnema insigne - - - + + -Chaetophoraceae 1 Chaetophora incrassata - - - + - -

Rhodophyceae - 2 Fragmen alga merah + - + - - -Sarcodina Globorotalida 1 Globorotalis pumilio + + + + + +

2 G. scitula + + - - - -Globigerinidae 1 Globigerinita humilis + + + + - +Foraminifera 1 Textularia sagitulla + + + + + +

Copepoda Tachidiidae 1 Microsetella rosea + - - - - -Acartiidae 1 Acartia sp + - + - - +Euphausiidae 1 Euphausia sp + - - - - -Calanidae 1 Calanus sp - - - + - -Harpacticidae 1 Trigiopus japonicus + - - - - -Polyhemidae 1 Evadne sp + - - - - -

Protobranchia Atlantanidae 1 Altanta Inflata + + - + + -2 Atlanta sp + + + + + +

Peraclidae 1 Peraclis articulata - + - - - -2 Peraclis sp + - + + + +

Demospongiae Spongillidae 1 Spongilla fragilis 2 Spikul spongs

Urachordata/ Tunicata

Pyrosomidae 3 Platynereis dumerilli - - + - - -

Opisthobranchia Cavoliniidae 1 Creseis virgula + - + + + +2 C. acicula + - + + + +

Limacinidae 1 Limacina leseuri - + - + - +Spirotrica Tintinnidae 1 Eutintinus sp + + + + + +

2 Tintinopsis sp + + - - - -3 Amphorela brandti + + + + + -

Polychaeta Cytholaimidae 1 Chromadora sp + + + - - +Bacteria - 1 Sprirochaeta plicatilis - - + - - +Myxophyceae - 1 Anguillospora + - + + + +

2 Fungi Imperfecti - + - - - -3 Agmenelum

quadruplicatum - - + - + -

4 Fischerella sp - - - - - +Keterangan : + : ada ; - : tidak ada

Page 235: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

214

Lampiran 7 Komposisi jenis, jumlah, kepadatan dan kelimpahan perifiton pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1dan L2

Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 Lokasi L2RKL RBL RG RKL RBL RG

Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X

Bacillariophyceae Leptocylindriacea 1 Leptocylindrussp

444 9 25 662 12 45 229 5 12 162 3 11 616 12 44 100 2 3

Melosiraceae 1 Melosira sulcata - - - - - - - - - - - - 1 <1 <1 - - -

Surilellaceae 1 Amphyprorahyperborea

10 <1 <1 - - - 1 <1 <1 1 <1 <1 - - - 2 <1 <1

2 Richeliaintracellularis

32 1 2 - - - 2 <1 <1 3 <1 <1 - - - 12 <1 <1

3 Amphoralineolata

2 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - - -

4 Donckia recta - - - 1 <1 <1 3 <1 <1 2 <1 <1 - - 1 <1 <15 Campylodiscus

cribrosus- - - - - - - - - 1 <1 <1 - - - 11 <1 <1

Thalassiosiraceae 1 Detonula pumida 44 1 2 2 <1 <1 42 1 2 30 1 2 3 <1 <1 272 5 9

2 Thalassiosira sp 4 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - - -

Nitzschiaceae 1 Nitzschia sp 2 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - - -

2 N. vitrea 4 <1 <1 3 <1 <1 9 <1 <1 92 2 6 14 <1 1 96 2 3

3 N. sigma 29 1 2 82 2 6 100 2 5 - - - 67 1 5 139 3 5

4 N. closterium - - - - - - 6 <1 <1 - - - 2 <1 <1 - - -

Bacillariaparadoxa

- - - 4 <1 <1 1 <1 <1 1 <1 <1 4 <1 <1 - - -

Tabellariaceae 1 Ligmophoraabbreviata

26 1 1 35 1 2 65 1 3 46 1 3 53 1 4 89 2 3

2 Rhabdonemaadriaticum

1 <1 <1 1 <1 <1 1 <1 <1 - - - 2 <1 <1 - - -

3 R. arcuatum - - - - - - - - - - - - 2 <1 <1 - - -

Page 236: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

215

Lampiran 7 (Lanjutan)

Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 Lokasi L2RKL RBL RG RKL RBL RG

Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X

Rhizosoleniaceae 1 Rhizosoleniasetigera

42 1 2 - - - 14 <1 1 - - - 4 <1 <1 54 1 2

Biddulphiaceae 1 Stigmophorarostrata

4 <1 <1 2 <1 <1 2 <1 <1 - - - - - - - - -

2 Triceratium sp - - - - - - - - - - - - - - - 8 <1 <13 T. ghibbosum 6 <1 <1 - - - 8 <1 <1 15 <1 2 3 <1 <1 30 1 1

4 Biddulphiagranulata

1 <1 <1 - - - 20 <1 1 - - - - - - - - -

5 Hemiaulus sp - - - - - - 2 <1 <1 - - - - - - - -

Achnanthaceae 1 Diploneis fusca 11 <1 1 2 <1 <1 7 <1 <1 1 <1 <1 1 <1 <1 9 <1 <12 D. splendica 10 <1 1 4 <1 <1 6 <1 <1 4 <1 <1 - - - 6 <1 <13 Gyrosigma

acuminatum10 <1 1 1 <1 <1 3 <1 <1 - - - - - - - - -

4 G. balticum 7 <1 <1 - - - 8 <1 <1 - - - - - - 1 <1 <15 G. angulatum - - - - - - - - - - - - 1 <1 <1 - - -

6 Pleurosygma sp - - - 3 <1 <1 7 <1 <1 - - - - - - 4 <1 <17 P. compactum 7 <1 <1 - - - 3 <1 <1 - - - - - - 10 <1 <18 Denticula

termalis- - - - - - - - - 295 6 21 - - - - - -

Fragilariaceae 1 Fragilariacylindrus

17 <1 1 - - - 12 <1 1 8 <1 1 10 <1 1 76 2 3

2 Asterionelajapanica

- - - - - - 1 <1 <1 1 <1 <1 - - - 2 <1 <1

3 Thalassiothrix sp - - - - - - - - - - - - 7 <1 1 - - -

4 T. fraunfeldi - - - - - - - - - - - - - - 2 <1 <1

Page 237: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

216

Lampiran 7 (Lanjutan)

Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 Lokasi L2RKL RBL RG RKL RBL RG

Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X

Cascinodiscuceae 1 Cascinodiscus sp 4 <1 <1 3 <1 <1 10 <1 1 1 <1 <1 - - - - - -

Cymbellaceae 1 Cymbella sp 1 24 <1 1 13 <1 1 22 <1 1 24 <1 2 2 <1 <1 79 2 3

2 Cymbella sp 2 - - - - - - 1 <1 <1 30 1 2 - - - 65 1 2

Dinophyceae Dinophysiidae 1 Pyrocistisfusiformis

42 1 2 3 <1 <1 31 1 2 59 1 4 23 1 2 172 3 6

2 Dinophysis sp 2 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - - -

3 Gonyaulax sp - - - - - - - - - 1 <1 <1 3 <1 <1 3 <1 <14 Warnowia sp - - - - - - - - - - - - 8 <1 1 7 <1 <1

Peridiniaceae 1 Peridiunus sp - - - - - - - - - 1 <1 <1 - - - 2 <1 <1Cyanophyceae Oscillatoriaceae 1 Pelagothrix

clevei42 1 2 - - - 14 <1 1 19 <1 1 1 <1 <1 137 1 1

2 Tricodesmium sp 93 2 5 5 <1 <1 236 5 12 67 1 5 4 <1 <1 724 14 25

3 Halosphoraviridis

5 <1 <1 3 <1 <1 9 <1 <1 6 <1 <1 3 <1 <1 16 <1 1

4 Chroococcus sp 416 8 24 378 8 26 836 17 43 234 5 17 405 8 29 238 5 8

5 Spirulina sp 1 4 <1 <1 1 <1 <1 - - - 2 <1 <1 - - - 10 <1 <16 Spirulina sp 2 - - - 1 <1 <1 - - - - - - 1 <1 <1 25 1 1

Chlorophyceae Desnidiaceae 1 Hyalothecadissiliens

- - - - - - 1 <1 <1 3 <1 <1 3 <1 <1 12 <1 <1

2 Triplocerasgracile

- - - 3 <1 <1 - - - - - - - - - - - -

Palmellaceae 1 Askenasyellachlamidopis

15 <1 1 5 <1 <1 - - - 2 <1 <1 - - - 60 1 2

Chladophoraceae 1 Rhizoclonium sp - - - - - - 2 <1 <1 3 <1 <1 26 1 2 - - -

Page 238: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

217

Lampiran 7 (Lanjutan)

Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 Lokasi L2RKL RBL RG RKL RBL RG

Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X

Zygnematoceae 1 Zygnemopsisspiralis

- - - - - - - - - 3 <1 <1 2 <1 <1 - - -

2 Zygnema insigne - - - - - - - - - 8 <1 1 32 1 2 - - -

Chaetophoraceae 1 Chaetophoraincrassata

- - - - - - - - - 1 <1 <1 - - - - - -

Rhodophyceae - 2 Fragmen algamerah

4 <1 <1 - - - 5 <1 <1 - - - - - - - - -

Sarcodina Globorotalida 1 Globorotalispumilio

42 1 2 13 <1 1 33 1 7 15 <1 2 13 <1 11 33 1 1

2 G. scitula 1 <1 <1 1 <1 <1 - - - - - - - - - - - -

Globigerinidae 1 Globigerinitahumilis

16 <1 1 2 <1 <1 1 <1 <1 1 <1 <1 - - - 2 <1 <1

Foraminifera 1 Textulariasagitulla

6 <1 <1 1 <1 <1 1 <1 <1 5 <1 <1 6 <1 <1 4 <1 <1

Copepoda Tachidiidae 1 Microsetellarosea

4 <1 <1 - - - - - - - - - - - - 8 <1 <1

Acartiidae 1 Acartia sp 4 <1 <1 - - - 1 <1 <1 - - - - - - - - -

Euphausiidae 1 Euphausia sp 4 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - - -

Calanidae 1 Calanus sp - - - - - - - - - 1 <1 <1 - - - - - -

Harpacticidae 1 Trigiopusjaponicus

2 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - - -

Polyhemidae 1 Evadne sp 2 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - -

Protobranchia Atlantanidae 1 Altanta inflata 28 1 2 6 <1 <1 - - - 2 <1 <1 2 <1 <1 - - -

2 Atlanta sp - - - 1 <1 <1 3 <1 <1 2 <1 <1 7 <1 1 30 1 1

Keterangan : Jlh : Jumlah; N : Kepadatan (Ind/mm2); X : Kelimpahan(%). RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar; RG : Rumpon Gewang.

Page 239: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

218

Lampiran 7 (Lanjutan)

Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 Lokasi L2RKL RBL RG RKL RBL RG

Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X

Peraclidae 1 Peraclisarticulata

- - - 17 <1 1 - - - - - - - - - - - -

2 Peraclis sp 15 <1 1 - - - 2 <1 <1 6 <1 <1 5 <1 <1 14 <1Demospongiae Spongillidae 1 Spongilla fragilis 42 1 2 11 <1 1 17 <1 1 11 <1 1 8 <1 1 21 <1 1

2 Spikul spongs - - - 8 <1 <1 6 <1 <1 10 <1 1 5 <1 <1 - - -

Urachordata/Tunicata

Pyrosomidae 3 Platynereisdumerilli

- - - - - - 1 <1 <1 - - - - - - - - -

Opisthobranchia Cavoliniidae 1 Creseis virgula 47 1 3 20 <1 1 10 <1 1 26 1 2 13 <1 1 58 1 2

2 C. acicula - - - 10 <1 1 20 <1 2 18 <1 1 - - - 18 <1 <1Limacinidae 1 Limacina leseuri - - - 17 <1 1 - - - 1 <1 <1 - - - 6 <1 <1

Spirotrica Tintinnidae 1 Eutintinus sp 72 1 4 34 1 2 49 1 2 42 1 3 24 <1 2 46 1 2

2 Tintinopsis sp 3 <1 <1 1 <1 <1 - - - - - - 3 <1 <1 - - -

3 Amphorelabrandti

14 <1 1 5 <1 <1 5 <1 6 >1 >1 - - - - - -

Rhabdonellidae 1 Rhabdonellaelegans

- - - - - - - - - - - - 1 <1 <1 - - -

Polychaeta Cytholaimidae 1 Chromadora sp 2 <1 <1 8 <1 1 3 <1 <1 - - - - - - 10 <1 <1Ciliata Nassilidae 1 Clamydodon

exocellatus- - - - - - - - - - - - - - - 5 <1 <1

Bacteria - 1 Sprirochaetasplicatilis

- - - - - - 8 <1 <1 - - - - - - 41 1 1

Myxophyceae - 1 Anguillosporalongissima

30 1 2 71 1 5 68 1 3 34 2 2 10 <1 1 262 5 9

2 Fungi Imperfecti - - - 8 1 - - - - - - - - - - - -

3 Agmenelumquadruplicatum

- - - - - - 2 <1 <1 - - - 1 <1 <1 - - -

4 Fischerella sp - - - - - - - - - - - - - - - 1 <1 <1

Keterangan : Jlh : Jumlah; N : Kepadatan (Ind/mm2); X : Kelimpahan(%). RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar; RG : Rumpon Gewang.

Page 240: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

219

Lampiran 8 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari

Lokasi L1 Lokasi L2 Kelompok/jenis ikan

RKL RBL RKL RBL I. Kelompok Famili Utama/Mayor

POMACENTRIDAE 1. Chromis margaritifer + + + +2. C. ovalis - + - +3. C. lepidolepis - + - -4 Abudefduf bengalensis + + + +5 Chrisiptera rollandi + - - +6 C. parasema + - - -7 C. unimaculata + + - -8 Dascyllus aruanus - - - +9 Amphiprion sp - + - -10 Sufflamen chrysopterus - + - +

BALISTIDAE 1. Melichtys vidua + - - -2 Balistapus undulatus - + - -

SCARIDAE 1 Scarus ghobbon + + + -2 S. sordidus + - - -3 S. bleekeri - + - -

APOGONIDAE 1 Apogon kallopterus + - + +2 A. bandanensis - + - -

POMACANTHIDAE 1 Centropyge bicolor + - - +2 C. tibicens - - - +3 Genicanthus melanospilos - - - +4 Pomacentrus nigromanus + - - -

OPHICTHIDAE 1 Myricthys colubrinus - - - +

EPHIPPHIDIDAE 1 Platax sp + - - -

Canthigaster valentini - + - +SIGANIDAE

1 Siganus corallinus PSEUDOCHROMIDAE

1 Pseodochromis sp + - - -SCORPAENIDAE

1 Pterois volitans + + + -CENTRISCIDAE

1 Aleoliscus strigatus - - - +CAESIONIDAE

1 Pterocaesio diagramma - - - +

Page 241: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

220

Lampiran 8 (Lanjutan)

Kelompok/jenis ikan Lokasi L1 Lokasi L2

II. Kelompok Target ACANTHURIDAE

1 Acanthurus nigricans + - + -2 A. mata + + + -3 A. triotegus - - - +4 A. bariena - + - -5 A. pyroferus - + - -6 Zanclus cornutus + - - -7 Zanclus sp - - + -8 Ctenochaetus striatus + + + -9 Zebrasoma flaviscens + - - -10 Naso caeruleocanda + - - -

LABRIDAE 1 Halichoeres scapularis + - - +2 Hemigymnus fasciatus - - - +3 Hologymnosus doliatus - + - -4 Heniochus acuminatus + - - -5 Bodianus ginulatus + - - -6 Thalassoma lunare + - - -7 Cheilinus trilobatus - + - -

SERRANIDAE 1 Epinephelus tauvina - - - +2 E. merra + + - -3 Pseudonthias dispar - + - -

MULLIDAE 1 Parupeneus bifasciatus + - + -

LETHRINIDAE 1 Lethrinus sp + - + -

LUTJANIDAE 1 Lutjanus sp + - + -2 L.decussatus - - - +

HAEMULIDAE 1 Diagramma pictum - - - +

NEMIPTERIDAE 1 Scolopsis margaritifer - - - +

Page 242: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

221

Lampiran 8 (Lanjutan)

Kelompok/jenis ikan Lokasi L1 Lokasi L2

III Kelompok Indikator CHAETODONIDAE

1 Chaetodon kleinii + + + +2 C. adiergastos - - - +3 C. melanotus + - - -4 C. trifasciatus + + - -5 C. meyeri - + - -6 C. baronessa - + - -IV Kelompok Non Ikan Karang

DASYATITIDAE 1. Himantura uarnak + - - -

Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar.

Page 243: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

222

Lampiran 9 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari

Lokasi L1 Lokasi L2 No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR

I Kelompok Famili Utama/Mayor POMACENTRIDAE

1 Abudefduf bengalensis + + + + - -2 Dascyllus aruanus + + - + + -3 D. trimaculatus - + - - - -4 Chromis demidiata - - + - - -5 C. lepidolepis + + - - - -6 C. ovalis - + - - - +7 C. margaritifer - + - + - -8 Stegastes fasciolatus + - - - - -9 Chrysiptera rollandi - + - - + -10 C. unimaculata - - - - + -11 C. talboti - - - - - +12 Amblyglyphidodon curacao - - - - - +13 Pomacanthus trilineatus - - - - + -14 P. acanthops - + - - - -

APOGONIDAE 1 Apogon kallopterus + + + + + +2 A. aureus - - + - - -3 A bandanensis - - - - - +

Pomacanthidae 1 Centropyge tibicens - + - - - -

SCARIDAE 1 Scarus ghobban + + - + - -2 S. bleekeri - - - + - -

HOLOCENTRIDAE 1 Myripristis sp - - + - - -

MALACANTHIDAE 1 Malacanthus sp + - - - - -

BALISTIDAE 1 Balistapus undulatus - - - - + -2 Rhinecanthus sp - - - + - -

SCORPAENIDAE 1 Pterois volitans - - - + - -

CAESIONIDAE 1 Pterocaesio lativittata - + - - + -2 Caesio terres - - - - - +II Kelompok Target ACANTHURIDAE 1 Ctenochaetus striatus + + + - - +2 Acanthurus mata + + - - - -3 A. bariena + - + - + -4 Naso tuberosus - - + - - -

Page 244: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

223

Lampiran 9 (Lanjutan)

Lokasi L1 Lokasi L2 No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR

LABRIDAE 1 Thalassoma lunare + - - - - -2 Labroides bicolor + - - - -3 Hemigymnus melapterus - + - - + -4 Hologymnosus doliatus - + - - - -5 Halichoeres ornattisimus - - - + - -

SIGANIDAE 1 Siganus corallinus - - + - - -

LETHRINIDAE 1 Lethrinus lentjam - - - - - +

MULLIDAE 1 Parupeneus multifasciatus - - - + - +

HAEMULIDAE 1 Plectorhinchus lineatus - - - - + -

NEMIPTERIDAE 1 Pentapodus caninus - - - - - +

SERRANIDAE 1 Epinephelus merra - - - + - -III Kelompok Indikator CHAETODONTIDAE 1 Chaetodon kleinii + + + + + +2 C. meyeri - - - - + +3 C. robustus - - - - - +IV Kelompok Non Ikan Karang DASYATITIDAE 1 Himantura uarnak - - + - - -

MURAENIDAE 1 Gymnothorax javanicus - - - - - +

Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar; BTR : Bubu tanpa rumpon.

Page 245: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

224

Lampiran 10 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari

Lokasi L1 Lokasi L2 No. Kelompok/jenis ikan

RKL RBL RKL RBL Total

I. Kelompok Famili Utama /Mayor POMACENTRIDAE

1. Chromis margaritifer 8 50 8 50 1162. C. ovalis 0 70 0 70 1403. C. lepidolepis 0 10 0 0 104 Abudefduf bengalensis 78 110 20 30 193 5 Chrisiptera rollandi 1 0 20 0 216 C. parasema 1 0 0 0 17 C. unimaculata 10 20 0 0 30 8 Dascyllus aruanus 0 0 0 3 39 Amphiprion sp 0 1 0 0 110 Sufflamen chrysopterus 0 2 0 2 411 Stegastes fasciolatus 0 0 0 2 2

BALISTIDAE 1 Melichtys vidua 1 0 0 0 12 Balistapus undulatus 0 1 0 0 1

SCARIDAE 1 Scarus ghobbon 5 1 2 0 82 S. sordidus 2 0 0 0 23 S. bleekeri 0 2 0 0 2

APOGINIDAE 1 Apogon kallopterus 67 0 69 15 151 2 A. bandanensis 0 50 0 0 50

POMACANTHIDAE 1 Centropyge bicolor 1 0 0 3 42 C. tibicens 0 0 0 9 93 Genicanthus melanospilos 0 0 0 2 24 Pomacentrus nigromanus 1 0 0 0 1

OPHICTHIDAE 1 Myricthys colubrinus 0 0 1 0 1

EPHIPPIDIDAE 1 Platax sp 2 0 0 0 2

TETRAODONTIDAE 1 Canthigaster valentini 0 1 0 1 2

SIGANIDAE 1 Siganus corrallinus 0 2 0 0 22 Pseodochromis sp 2 0 0 0 2

SCORPAENIDAE 1 Pterois volitans 3 0 1 0 4

CENTRISCIDAE 1 Aleoliscus strigatus 0 0 0 15 15

CAESIONIDAE 1 Pterocaesio diagramma 0 0 0 100 100

Page 246: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

225

Lampiran 10 (Lanjutan)

Lokasi L1 Lokasi L2 No. Kelompok/jenis ikan RKL RBL RKL RBL

Total

II. Kelompok Target ACANTHURIDAE

1 Acanthurus nigricans 1 0 1 0 22 A. mata 9 2 1 0 123 A. triotegus 0 0 0 2 24 A. bariena 0 1 0 0 15 A. pyroferus 0 4 0 0 46 Zanclus cornutus 2 0 0 0 27 Zanclus sp 0 0 2 0 28 Ctenochaetus striatus 45 5 31 0 81 9 Zebrasoma flaviscens 1 0 0 0 110 Naso caeruleocanda 1 0 0 0 1

LABRIDAE 1 Halichoeres scapularis 2 0 0 2 42 Hemigymnus fasciatus 0 0 0 1 13 Hologymnosus doliatus 0 10 0 0 104 Heniochus acuminatus 3 0 0 0 35 Bodianus ginulatus 1 0 0 0 16 Thalassoma lunare 2 0 0 0 27 Cheilinus trilobatus 0 3 0 0 3

SERRANIDAE 1 Epinephelus tauvina 0 0 0 2 22 E. merra 3 3 0 0 63 Pseudonthias dispar 0 9 0 0 9

MULLIDAE 1 Parupeneus bifasciatus 2 0 0 1 3

LETHRINIDAE 1 Lethrinus sp 8 0 1 0 9

LUTJANIDAE 1 Lutjanus sp 5 0 5 0 102 L.decussatus 0 0 0 2 2

HAEMULIDAE 1 Diagramma pictum 0 0 0 4 4

NEMIPTERIDAE 1 Scolopsis margaritifer 0 0 0 4 4

Page 247: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

226

Lampiran 10 (Lanjutan)

Lokasi L1 Lokasi L2 No. Kelompok/jenis ikan RKL RBL RKL RBL

Total

III. Kelompok Indikator CHAETODONTIDAE

1 Chaetodon kleinii 6 1 4 27 35 2 C. adiergastos 0 0 0 20 20 3 C. melanotus 4 0 0 0 64 C. trifasciatus 1 2 0 0 35 C. meyeri 0 10 0 0 10 6 C. baronessa 0 8 0 0 8IV Kelompok Non Ikan Karang DASYATITIDAE 1. Himantura uarnak 1 0 0 0 1Total 279 378 166 367 1190

Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar.

Page 248: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

227

Lampiran 11 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari

Lokasi L1 Lokasi L2 No Jenis Ikan

BRK BRB BTR BRK BRB BTR Total

No Kelompok Famili Utama/Mayor POMACENTRIDAE

1 Abudefduf bengalensis 70 26 200 50 0 0 346 2 Dascyllus aruanus 4 9 0 8 2 0 23 3 D. trimaculatus 0 11 0 0 0 0 11 4 Chromis demidiata 0 0 10 0 0 0 10 5 C. lepidolepis 1 5 0 0 0 0 66 C. ovalis 0 50 0 0 0 30 80 7 C. margaritifer 0 20 0 1 0 0 21 8 Stegastes fasciolatus 20 0 0 0 0 0 20 9 Chrysiptera rollandi 0 5 0 0 5 0 10 10 C. unimaculata 0 0 0 0 5 0 511 C. talboti 0 0 0 0 0 3 312 Amblyglyphidodon curacao 0 0 0 0 0 1 113 Pomacanthus trilineatus 0 0 0 0 5 0 514 P. acanthops 0 5 0 0 0 0 5

APOGONIDAE 1 Apogon kallopterus 15 30 3 101 22 3 174 2 A. aureus 0 0 15 0 0 0 15 3 A bandanensis 0 0 0 0 0 28 28 POMACANTHIDAE 1 Centropyge tibicens 0 1 0 0 0 0 1

SCARIDAE 1 Scarus ghobban 2 5 0 1 0 0 82 S. bleekeri 0 0 0 1 0 0 1

HOLOCENTRIDAE 1 Myripristis sp 0 0 1 0 0 0 1

Malacanthidae 1 Malacanthus sp 15 0 0 0 0 0 15 BALISTIDAE 1 Balistapus undulates 0 0 0 0 2 0 22 Rhinecanthus sp 0 0 0 1 0 0 1

SCORPAENIDAE 1 Pterois volitans 0 0 0 1 0 0 1

CAESIONIDAE 1 Pterocaesio lativittata 0 50 0 0 50 0 100 2 Caesio terres 0 0 0 0 0 20 20 II Kelompok Target ACANTHURIDAE 1 Ctenochaetus striatus 35 6 6 0 0 10 57 2 Acanthurus mata 3 8 0 0 0 0 11 3 A. bariena 7 0 3 0 4 0 14 4 Naso tuberosus 0 0 4 0 0 0 4

Page 249: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

228

Lampiran 11 (Lanjutan)

Lokasi L1 Lokasi L2 No Jenis Ikan BRK BRB BTR BRK BRB BTR

Total

LABRIDAE 1 Thalassoma lunare 3 0 0 0 0 0 32 Labroides bicolor 1 0 0 0 0 0 13 Hemigymnus melapterus 0 1 0 0 1 0 24 Hologymnosus doliatus 0 1 0 0 0 0 15 Halichoeres ornattisimus 0 0 0 20 0 0 20 SIGANIDAE 1 Siganus corallinus 0 0 2 0 0 0 2

LETHRINIDAE 1 Lethrinus lentjam 0 0 0 0 0 2 2

MULLIDAE 1 Parupeneus multifasciatus 0 0 0 5 0 1 6

HAEMULIDAE 1 Plectorhinchus lineatus 0 0 0 0 2 0 2

NEMIPTERIDAE 1 Pentapodus caninus 0 0 0 0 0 100 100 SERRANIDAE 1 Epinephelus merra 0 0 0 1 0 0 1III Kelompok Indikator CHAETODONTIDAE 1 Chaetodon kleinii 8 9 22 20 4 5 68 2 C. meyeri 0 0 0 0 10 10 20 3 C. robustus 0 0 0 0 0 1 1IV Kelompok Non Ikan Karang DASYATITIDAE 1 Himantura uarnak 0 0 1 0 0 0 1

MURAENIDAE 1 Gymnothorax javanicus 0 0 0 0 0 1 1

Total 184 242 267 210 112 215 1230 Keterangan : BRK : Bubu Rumpon Kecil; BRB : Bubu Rumpon Besar; BTR : Bubu Tanpa

Rumpon.

Page 250: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

229

Lampiran 12 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon

No. Jenis ikan Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan rumponDepan Belakang Melawan

arusNaikturun

Bolakbalik

Bergerakmelingkar

Bergerakmelingkar

searah jarumjam

Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masukkeluar

Singgahsbntarlalupergi

Lsngpergi

1 Chromis margaritifer √ √ √ √2 Diagrama pictum √ √ √3 Pterocaesio diagramma √ √ √4 Zanclus cornutus √ √ √5 Zanckus sp √ √ √6 Pseudonthias dispar √ √ √7 Hologymnosus doliatus √ √ √8 Pseudochromis sp √ √ √9 Chromis lepidolepis √ √ √ √

10 C. ovalis √ √ √ √11 Abudefduf bengalensis √ √ √ √12 Sufflamen chrysopterus √ √ √ √13 Chrysipetra rollandi √ √ √ √14 Apogon kallopterus √ √ √ √15 Centropyge bicolor √ √ √ √16 Thalassoma lunare √ √ √ √17 Chrysiptera parasema √ √18 C. unimaculata √ √19 Apogon bandanensis √ √20 Siganus corallinus √ √21 Acanthurus nigricans √ √

Page 251: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

230

Lampiran 12 (Lanjutan)

No. Jenis ikan Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan rumponDepan

BelakangMelawan

arusNaikturun

Bolakbalik

Bergerakmelingkar

Bergerakmelingkar

searah jarumjam

Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masukkeluar

Singgahsbntarlalupergi

Lsngpergi

22 Scarus ghobban √ √ √23 Melichtys vidua √ √ √24 Scarus sordidus √ √25 S. . bleekeri √ √26 Dascyllus aruanus √ √27 Rhinecanthus sp √ √28 Himantura uarnak √ √29 Myrichtys colubrinus √ √30 Pamacentrus trilineatus √ √31 Bodianus ginulatus √ √32 Amphiprion sp √ √33 Balistapus undulatus √ √34 Acanthurus bariena √ √35 Genicanthus

melanospilos√ √ √

36 Centropyge tibicens √ √ √37 Epinephelus merra √ √ √38 Chaetodon melanotus √ √ √39 Platax sp √ √ √40 Naso caeruleocanda √ √ √41 Hemigymnus fasciatus √ √ √42 Halichoeres scapularis √ √ √43 Pterois volitans √ √ √ √

Page 252: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

231

Lampiran 12 (Lanjutan)

No. Jenis ikan Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan rumponDepan Belakang Melawan

arusNaikturun

Bolakbalik

Bergerakmelingkar

Bergerakmelingkar

searah jarumjam

Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masukkeluar

Singgahsbntarlalupergi

Lsngpergi

44 Canthigaster valentini √ √ √ √45 Acanthurus pyroferus √ √ √ √46 A. mata √ √ √47 A. triotegus √ √ √48 Heniochus acuminatus √ √ √49 Ctenochaetus striatus √ √ √ √50 Zebrasoma flavicens √ √51 Chaetodon kleinii √ √ √52 Parupeneus bifasciatus √ √ √53 Cheillinus trilobatus √ √ √54 Lethrinus sp √ √ √ √55 Lutjanus sp √ √ √ √56 Chaetodon trifasciatus √ √ √57 C. meyeri √ √ √58 C. baronessa √ √ √59 C. adiergastos √ √ √60 Lutjanus decussatus √ √ √61 Epinephelus tauvina √ √ √62 Aeoliscus strigatus √ √63 Scolopsis margaritifer √ √ √

Jumlah spesies ikan 57 5 4 29 14 7 10 1 24 25 1 1 4 2 2Proporsi (%) 90 8 6 46 22 11 16 2 38 40 2 2 6 3 3

Page 253: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

232

Lampiran 13 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar bubuNo. Jenis ikan Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan bubu

Depan Samping Belakang Melawanarus

Naikturun

Bolakbalik

Menyusuridinding

bubu

Menyusuridinding bubusearah jarum

jam

Atas Samping Depanmulutbubu

Dasar Langsungpergi

1 Abudefduf bengalensis √ √ √ √ √2 Chromis lepidolepis √ √ √ √ √3 C. ovalis √ √ √ √ √4 C. demidiata √ √ √ √ √5 C. margaritifer √ √ √ √ √6 Apogon bandanensis √ √ √ √ √7 Halichoeres ornattisimus √ √ √ √8 Pterocaesio lativittata √ √ √ √9 Pentapodus caninus √ √ √ √

10 Dascyllus aruanus √ √ √11 D. trimaculatus √ √ √12 Stegastes fasciolatus √ √ √13 Chrysiptera rollandi √ √ √14 C. talboti √ √ √15 Acanthurus bariena √ √ √16 Lethrinus lentjam √ √ √17 Caesio terres √ √ √18 Rhinecanthus sp √ √ √19 Apogon kallopterus √ √ √ √20 A. aureus √ √ √ √21 Centropyge tibicens √ √ √ √22 Chaetodon kleinii √ √ √ √23 Ctenochaetus striatus √ √ √ √24 Naso tuberosus √ √ √ √

Page 254: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

233

Lampiran 13 (Lanjutan)No. Jenis ikan Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan bubu

Depan Samping Belakang Melawanarus

Naikturun

Bolakbalik

Menyusuridinding

bubu

Menyusuridinding bubusearah jarum

jam

Atas Samping Depanmulutbubu

Dasar Langsungpergi

25 Pomacanthus acanthops √ √26 Myripristis sp √ √27 Hemigymnus melapterus √ √28 Parupeneus multifasciatus √ √29 Scarus bleekeri √ √30 S. ghobban √ √ √ √31 Malacanthus sp √ √ √32 Acanthurus mata √ √33 Siganus corallinus √34 Thalassoma lunare √ √ √ √35 Labroides bicolor √ √ √ √36 Pomacanthus trilineatus √ √ √ √37 Chaetodon robustus √ √ √ √38 Pterois volitans √ √39 Hologymnosus doliatus √ √ √ √ √40 Himantura uarnak √ √41 Plectorhinchus lineatus √ √42 Chrysiptera unimaculata √ √43 Amblyglyphidodon

curacao√ √

44 Balistapus undulatus √ √45 Epinephelus merra √ √46 Gymnothorax javanicus √ √47 Chaetodon meyeri √ √

Jumlah spesies ikan 37 1 10 9 24 5 6 2 21 30 1 1 6Presentase (%) 79 2 21 19 50 11 13 4 45 64 2 2 13

Page 255: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

234

Lampiran 14 Pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam bubu

No Jenis Ikan Tingkah laku ikan di sekitar dan di dalam bubu

1. Thalassoma lunare Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik

dari depan ke belakang dan sebaliknya, masuk ke dalam bubu lurus dari depan, di dalam bubu bergerak bolak balik

2. Chaetodon kleinii Datang dari depan mengelilingi dinding bubu, bergerak di atas dan di samping bubu, masuk ke dalam bubu dari samping kiri atau kanan, di dalam bubu bergerak naik turun, bolak balik mengitari dinding mulut bubu searah jarum jam dengan gerakan sangat cepat, terlihat agak panik, kemudian meloloskan diri

3. Amblyglyphidodon curacao

Bermain di depan dan di samping mulut bubu, masuk ke dalam bubu dari samping kiri atau kanan dan di dalam bubu bergerak bolak balik dan naik turun

4. Centropyge bicolor Bergerak lurus dari depan kebelakang dan sebaliknya, bergerak naik turun, bergerak lurus dari depan langsung masuk ke dalam bubu, di dalam bubu bergerak bolak balik, naik turun dengan gerakan sangat cepat dan mengitari dinding mulut bubu searah jarum jam

5. Zebrasoma scopas Berada di depan mulut bubu, berputar-putar di dalam mulut bubu, kemudian masuk kedalam bubu, di dalam bubu bergerak bolak balik

6. Chrysiptera talboti Berada di depan mulut bubu, bergerak naik turun dari depan ke belakang dan sebaliknya, bergerak di samping bubu, lalu masuk kedalam bubu, di dalam bubu bergerak bolak balik, naik turun dengan gerakan sangat cepat dan terlihat panik sambil mengitari dinding mulut bubu searah jarum jam

7. Chromis lepidolepis Berputar-putar di depan mulut bubu lalu masuk ke dalam bubu, di dalam bubu bergerak bolak balik, kemudian meloloskan diri

8. Cheilinus diagrammus Berputar-putar di depan mulut bubu, lalu masuk dari samping ke dalam mulut bubu terus ke dalam bubu dan di dalam bubu bergerak bolak balik

9. Ctenochaetus striatus Menyusuri dinding bubu, bergerak bolak balik dari belakang ke depan dan sebaliknya, bergerak bolak balik, naik turun mengitari dinding mulut bubu searah jarum jam

Page 256: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

235

Lampiran 14 (Lanjutan)

No Jenis Ikan Tingkah laku ikan di sekitar dan di dalam bubu

10. Cantherhines pardalis Bergerak bolak balik dari depan ke belakang dan sebaliknya di atas bubu, menuju depan mulut bubu, masuk kemulut bubu sambil berputar-putar di mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu. Di dalam bubu bergerak bolak balik, naik turun mengitari dinding mulut bubu searah jarum jam

11. Cirrithicthys sp Datang dari samping bubu, lalu masuk lurus ke dalam bubu. Di dalam bubu bergerak bolak balik, naik turun

12. Cheilinus trilobatus Bergerak mengelilingi dinding bubu, bergerak bolak balik di depan mulut bubu, masuk ke dalam mulut bubu sambil berputar-putar di dalam mulut ubu, lalu masuk ke dalam bubu. Di dalam bubu bergerak bolak balik

13. Naso tuberosus Berada di dasar, dan depan bubu, masuk ke dalam bubu dan di dalam bubu bergerak bolak balik dan naik turun

14. Chaetodon melanotus Berada di dasar, samping dan depan bubu, masuk keluar mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu dan meloloskan diri

15. Sargocentron sp Bermain di mulut bubu, masuk keluar dan berputar-putar di mulut bubu, dan masuk ke dalam bubu, kemudian meloloskan diri

16. Dascyllus albisella Bergerak bolak balik di samping bubu, masuk dan berputar-putar di dalam mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu. Di dalam bubu bergerak bolak balik dan naik turun

17. Scarus ghobban Bergerak aktif di atas dan di samping bubu, lalu masuk ke dalam bubu, di dalam bubu bergerak bolak balik dan naik turun

Page 257: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

236

Lampiran 15 Jumlah dan lama waktu setiap spesies ikan karang masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu

Lama Waktu No Jenis Ikan Jumlah

Masuk ke Bubu (menit)

Meloloskan diri dari dalam Bubu (menit)

1. Thalassoma lunare 1 13 1052. Chaetodon kleinii 1 35 -

2 81 -3 50 -4 54 -5 30 195

3. Amblyglyphidodon curacao

1 59 -

4. Centropyge bicolor 1 33 -5. Zebrasoma scopas 1 98 -6. Chrysiptera talboti 1 172 -

2 181 -3 197 -

7. Chromis lepidolepis 1 143 798. Cheilinus

diagrammus 1 154 -

9. Ctenochaetus striatus 1 79 -2 141 -3 179 -

10. Cantherhines pardalis

1 66 -

2 96 -3 117 -4 183 -5 208 -

11. Cirrithicthys sp 1 163 -12. Cheilinus trilobatus 1 196 -13. Naso tuberosus 1 196 -14. Chaetodon melanotus 1 44 17

2 188 -15. Sargocentron sp 1 196 3916. Dascyllus albisella 1 156 -

2 195 -3 203 -

17. Scarus ghobban 1 118 -2 143 -

Keterangan : Pengamatan dilakukan saat bubu di pasang dalam keramba pada jam 11.45 – 17.00.

Page 258: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

237

Lampiran 16 Beberapa jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu

Apogon kallopterus

Sufflamen chrysopterus Chaetodon kleinii

Scarus ghobban Amblyglyphidodon curacao

Abudefduf bengalensis

Page 259: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

238

Lampiran 17 Pengelompokkan kisaran panjang ikan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon

Kelompok Ikan No Jenis Ikan Kisaran Panjang

(cm) Kelompok Famili Utama/Mayor

POMACENTRIDAE 1 Chromis ternatensis 10,0-20,0 2 C.ovalis 4,0-11,5 3 C.lepidolepis 3.6-11,4 4 Chrysiptera talboti 5,4-10,0 5 Amblyglyphidodon

curacao 5,2-14,8

6 Dascyllus albisella 19,57 D.aruanus 6,58 Abudefduf sordidus 7,9-10,0

9 A. bengalensis 3,510 Pomacentrus

moluccensis 6,0-8,0

11 Plectroglyphidodon lacrymatus

7,0

12 Stegastes fasciolatus 4,8-6,0 POMACANTHIDAE 1 Centropyge heraldi 5,7

2 C. vroliki 10,53 C.bicolor 6,0-11,5

4 C.tibicens 6,3-10,0 5 Chaetodontoplus

mesoleucus 14,0

APOGONIDAE 1. Apogon kallopterus 6,7 – 11,42 A.bandanensis 7,1-9,0

3 A.aureus 7,1-11,7 4 A.hartzfeldi 9,0

5 A.compressus 8,9-10,0 6 A.fraenatus 7,0

7 Cheilodipterus quinquelinetus

6,5-9,9

8 C. macrodon 8,2 – 10,8TETRAODONTIDAE 1 Canthigaster valentini 3,5 – 11,3

2 C.solandri 6,5-12,0 3 C. bennetti 7,5

4 Arothron stellatus 10,5-26,5 MONACANTHIDAE 1. Cantherhines pardalis 9,5 – 22,1

2 C. fronticinthus 18,5-21,2 3 Paraluterus prionurus 5,2-7,9 4 Pervagor aspricaudus 13,5

Page 260: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

239

Lampiran 17 (Lanjutan)

Kelompok Ikan No Jenis Ikan Kisaran Panjang (cm)

SCARIDAE 1 Calotomus spinidens 8,0 – 17,02 Scarus ghobban 4,0-27,5

3 S.schlegeli 18,0-25,6 4 S. pyrrhurus 8,7-10,1 5 S.flavipectoralis 24,5

6 S. sordidus 25,0PSEUDOCHROMIDAE 1 Pseudomonacanthus

macrurus 14,5 – 24,0

BLENIIDAE 1 Meiacanthus grammistes 6,0-8,0 BALISTIDAE 1 Balistapus undulatus 9,8-21,0 2 Sufflamen chrysopterus 13,3OSTRACIIDAE 1 Ostracion sp 10,0EPHIPPIDIDAE 1 Platax sp 9,1CIRRHITIDAE 1 Cirrhitichtys sp 6,3-11,3 CAESIONIDAE 1 Pterocaesio diagramma 15,6

2 P. tile 13,5-16,4 HOLOCENTRIDAE 1 Sargocentron rubrum 5,6-14,0 2 Myripristis sp 13,4-18,0 3 Myripristis kuntee 10,0-16,1 4 Oistichtys kaianus 10,5-11,0 Aulostomidae 1. Aulostomus sinensis 39,2

KELOMPOK TARGET ACANTURIDAE 1 Acanthurus bariena 12,0-21,3 2 A. xanthopterus 26,0

3 A. mata 24,04 A. nigricans 27,35 Ctenochaetus striatus 3,7- 27,06 Zebrasoma scopas 11,0-13,9

7 Naso tuberosus 34,5

SERRANIDAE 1 Epinephelus

polophekadion 12,0

2 E.microdon 27,03 E. hexagonatus 20,84 E. caeroleopunctatus 22,0-31,5

5 E.fasciatus 17,7-25,6 6 E.merra 13,8-22,1 7 E. tauvina 20,0

8 Cephalopolis miniata 23,0-75,0 9 C.orgus 15,1

10 C. boenak 12,5-15,5

Page 261: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

240

Lampiran 17 (Lanjutan)

Kelompok Ikan No Jenis Ikan Kisaran Panjang (cm)

1 Thalassoma lunare 11,7 – 14,02 Hologymnosus sp 9,0-20,5

3 Hologymnosus doliatus 9,5-16,5 4 Cheilinus diagramnus 3,5 -12,5 5 C.chlorurus 7,8-24,6 6 C.trilobatus 7,9-19,5 7 C. lunulatus 13,0

8 C. bimaculatus 6,0-13,6 9 C. orientalis 10,0-10,5 10 Bodianus diana 12,6-15,5 11 Halichoeres m

melanurus 10,0-12,5

12 H. nebulosus 29,913 H. ornatissimus 8,514 Halichoeres sp 8,0-11,5

15 Chaerodon sp 12,016 Cheilo inermis 23,5

SIGANIDAE 1 Siganus punctatus 6,3 – 30,02 S. luridus 9,2-24,7

3 S. stellatus 11,0-17,7 4 S. doliatus 6,6-18,1 5 S. argenteus 10,0-25,0 6 S. rivulatus 14,0-20,0 7 S. canaliculatus 24,0

8 S.corallinus 7,1-16,5 9 S. guttatus 24,1-25,2 10 S. vulpinus 19,5-20,5 LETHRINIDAE 1 Lethrinus ornatus 27,0

2 L.semicinctus 9,5-18,0 3 L. variegatus 14,1MULLIDAE 1 Parupeneus

barberinoides 19,6

2 Upeneus multifasciatus 13,1

KELOMPOK INDIKATOR CHAETODONTIDEA 1 Chaetodon kleinii 3,0-13,5 2 Coradion chrysozonus 13,0

3 C. mertensii 9,0-11,0 4 C. melanotus 12,4-14,9

Page 262: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

241

Lampiran 18 Analisis uji ”t” terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama

rumpon dan tanpa rumpon pada penangkapan malam dan siang

hari di lokasi L1 dan L2.

Two-Sample T-Test and CI: BRK1m, BRB1m Two-sample T for BRK1m vs BRB1m

N Mean StDev SE Mean BRK1m 24 3.04 3.26 0.67 BRB1m 24 2.75 2.54 0.52 Difference = mu BRK1m - mu BRB1m Estimate for difference: 0.292 95% CI for difference: (-1.411, 1.994) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.35 P-Value = 0.731 DF = 43

Two-Sample T-Test and CI: BRK1s, BRB1s Two-sample T for BRK1s vs BRB1s

N Mean StDev SE Mean BRK1s 24 2.92 3.11 0.63 BRB1s 24 3.29 3.67 0.75 Difference = mu BRK1s - mu BRB1s Estimate for difference: -0.375 95% CI for difference: (-2.351, 1.601) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.38 P-Value = 0.704 DF = 44

Two-Sample T-Test and CI: BRB1m, BTR1m Two-sample T for BRB1m vs BTR1m

N Mean StDev SE Mean BRB1m 24 2.75 2.54 0.52 BTR1m 24 2.63 3.21 0.66 Difference = mu BRB1m - mu BTR1m Estimate for difference: 0.125 95% CI for difference: (-1.562, 1.812) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.15 P-Value = 0.882 DF = 43

Page 263: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

242

Two-Sample T-Test and CI: BRB1s, BTR1s Two-sample T for BRB1s vs BTR1s

N Mean StDev SE Mean BRB1s 24 3.29 3.67 0.75 BTR1s 24 2.25 2.23 0.46 Difference = mu BRB1s - mu BTR1s Estimate for difference: 1.042 95% CI for difference: (-0.733, 2.816) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.19 P-Value = 0.242 DF = 37

Two-Sample T-Test and CI: BRK1m, BTR1m Two-sample T for BRK1m vs BTR1m

N Mean StDev SE Mean BRK1m 24 3.04 3.26 0.67 BTR1m 24 2.63 3.21 0.66 Difference = mu BRK1m - mu BTR1m Estimate for difference: 0.417 95% CI for difference: (-1.467, 2.300) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.45 P-Value = 0.658 DF = 45

Two-Sample T-Test and CI: BRK1s, BTR1s Two-sample T for BRK1s vs BTR1s

N Mean StDev SE Mean BRK1s 24 2.92 3.11 0.63 BRB1s 24 2.25 2.23 0.46 Difference = mu BRK1s - mu BTR1s Estimate for difference: 0.667 95% CI for difference: (-0.910, 2.243) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.85 P-Value = 0.398 DF = 41

Page 264: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

243

Two-Sample T-Test and CI: BRK2m, BRB2m Two-sample T for BRK2m vs BRB2m

N Mean StDev SE Mean BRK2m 24 1.63 1.69 0.34 BRB2m 24 2.58 2.12 0.43 Difference = mu BRK2m - mu BRB2m Estimate for difference: -0.958 95% CI for difference: (-2.076, 0.159) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.73 P-Value = 0.091 DF = 43

Two-Sample T-Test and CI: BRK2s, BRB2s Two-sample T for BRK2s vs BRB2s

N Mean StDev SE Mean BRK2s 24 2.92 2.39 0.49 BRB2s 24 2.63 2.98 0.61 Difference = mu BRK2s - mu BRB2s Estimate for difference: 0.292 95% CI for difference: (-1.280, 1.864) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.37 P-Value = 0.710 DF = 43

Two-Sample T-Test and CI: BRK2m, BTR2m Two-sample T for BRK2m vs BTR2m

N Mean StDev SE Mean BRK2m 24 1.63 1.69 0.34 BTR2m 24 2.38 2.20 0.45 Difference = mu BRK2m - mu BTR2m Estimate for difference: -0.750 95% CI for difference: (-1.893, 0.393) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.32 P-Value = 0.193 DF = 43

Page 265: Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar ...

244

Two-Sample T-Test and CI: BRK2s, BTR2s Two-sample T for BRK2s vs BTR2s

N Mean StDev SE Mean BRK2s 24 2.92 2.39 0.49 BTR2s 24 4.08 3.62 0.74 Difference = mu BRK2s - mu BTR2s Estimate for difference: -1.167 95% CI for difference: (-2.959, 0.626) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.32 P-Value = 0.196 DF = 39

Two-Sample T-Test and CI: BRB2m, BTR2m Two-sample T for BRB2m vs BTR2m

N Mean StDev SE Mean BRB2m 24 2.58 2.12 0.43 BTR2m 24 2.38 2.20 0.45 Difference = mu BRB2m - mu BTR2m Estimate for difference: 0.208 95% CI for difference: (-1.050, 1.467) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.33 P-Value = 0.740 DF = 45

Two-Sample T-Test and CI: BRB2s, BTR2s Two-sample T for BRB2s vs BTR2s

N Mean StDev SE Mean BRB2s 24 2.63 2.98 0.61 BTR2s 24 4.08 3.62 0.74 Difference = mu BRB2s - mu BTR2s Estimate for difference: -1.458 95% CI for difference: (-3.387, 0.470) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.52 P-Value = 0.135 DF = 44